ISSN : 2443-1214
e-JKPP
Jurnal Kebijakan & Pelayanan Publik
Vol. 1 No. 1 April 2015 Pembina Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA Penanggung Jawab Dr. Yadi Lustiadi, M.Si Ketua Penyunting Dr. Malik, M.Si Penyunting Ahli Prof. Dr. Yulianto, M.Si (FISIP-UNILA) Dr. Supriyanto, M.Si (FISIP-UBL) Dr. Akhmad Suharyo, M.Si (FISIP-UBL) Dr. Nur Efendi, M.Si (FISIP-UNILA) Dr. Jamal, M.Si (FISIP-UHO) Penyunting Pelaksana Dra. Azima Dimyati, MM Vida Yunia Cancer, S.AN Tata Usaha Winda, SE Atin Inayatin, S.AP Penerbit Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Universitas Bandar Lampung Alamat Redaksi Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi - UBL Kampus B Jln. Z.A. Pagar Alam No. 89 Labuhan Ratu – Bandar Lampung 35142 Telp: (0721) 789825, Fax: (0721) 770261, E-mail:
[email protected]
ISSN : 2443-1214
e-JKPP
Jurnal Kebijakan & Pelayanan Publik
Vol. 1 No. 1 April 2015
DAFTAR ISI Pengaruh Kemampuan, Kecakapan Dan Keterampilan Terhadap Kinerja Auditor di Kota Metro
1-15
Agustuti Handayani Implementasi Kebijakan Distribusi Dan Pemetaan Kualifikasi Tenaga Pendidik Di Lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Tulang Bawang
16-29
Azima Dimyati Analisis Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Camat Ladongi Kabupaten Kolaka
30-42
Jamal Pengaruh Profesionalisme Dan Motivasi Kerja Terhadap Efektivitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang
43-57
Malik Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Terhadap Kedisiplinan Guru Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara
58-70
Sundi Komba Analisis Implementasi Kebijakan Pemberian Dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar Di Kecamatan Lambay, Kabupaten Kolaka Utara
71-87
Syahry Nehru Husain Analisis Kemampuan Aparatur Dalam Meningkatkan Kinerja Aparatur Di Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung Yadi Lustiadi
88-102
PENGARUH KEMAMPUAN, KECAKAPAN DAN KETERAMPILAN TERHADAP KINERJA AUDITOR KOTA METRO OLEH : AGUSTUTI HANDAYANI, DOSEN ADM. PUBLIK UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ABSTRACT Purpose of this study is aim of this research is to investigate and analyze: (1) Effect of Traffic Inspectorate auditors on the effectiveness of supervision at the local government district of Bandar Lampung. (2) Effect of the auditors on the effectiveness of supervision skills Inspectorate in Bandar Lampung local government district. (3) Effect of auditors on the effectiveness of supervision skills Inspectorate in Bandar Lampung local government district. And (4) Effect of abilities, aptitudes and skills for effective supervision of the Inspectorate in the local government district of Bandar Lampung. Research was conducted at Inspectorate Bandar Lampung. Data were analyzed using multiple linear regression analysis. The results showed that: 1) partially shows that the variables affect the auditor's ability to control the effectiveness of the Local Government Inspectorate in Bandar Lampung. This shows that the higher the ability of auditors in terms of knowledge, experience and education will further increase the effectiveness of supervision Inspectorate. 2) partially shows that the variables affect the effectiveness of auditor competence oversight on Local Government Inspectorate Bandar Lampung. This shows that the higher the auditor skills in this response and communicative work will further improve the effectiveness of supervision Inspectorate. 3) partially shows that skill variables affect the effectiveness of the supervisory auditor at the Government Inspectorate Bandar Lampung. This shows that the higher the auditor's skills and expertise in this regard in the speed of work would increase the effectiveness of supervision Inspectorate. 4) Simultaneously indicates that the variable ability, aptitude and skills auditor jointly influence the effectiveness of the Local Government Inspectorate supervision Bandar Lampung. Keyword : Ability , Efficiency , Skill, Auditor Performance A. Pendahuluan Pejabat pemerintah sebagai subyek yang berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam pelayanan publik turut berperan serta dalam meruba opini masyarakat tentang performence aparat pemerintah. Seorang pejabat harus memahami tugas pokok dan fungsinya, karena hal itu akan mempengaruhi proses pembuatan dan implementasi kebijakan. Pengetahuan dan pemahamannya tentang kompetensi jabatan akan mendasari pola
kegiatannya dalam menunaikan profesinya sebagai pelayanan publik. Membangun kompetensi berdasarkan analisis objektif diharapkan mampu melahirkan produktivitas kerja serta menjamin terlaksnananya program kerja organisasi, karena kompetensi merupakan salah satu faktor untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta membangun sikap profesionalisme pejabat berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. 1
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa umumnya penempatan dan pengangkatan pejabat di lingkup Kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung belum memperlihatkan asas-asas penyelengaraan negara serta jauh menyimpang dari aspek-aspek professional-isme. Diabaikannya unsur kompetensi dalam pengangkatan sehingga berimplikasi pada tidak terciptanya iklim kerja yang kondusif dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, pada umumnya, khususnya tupoksi Inspektorat sebagai pengawasan pembangunan dan pemerintahan di daerah. Auditor merupakan profesi yang lahir dan besar dari tuntutan publik akan adanya mekanisme komunikasi independen antara entitas ekonomi dengan para stakeholder terutama berkaitan dengan akuntabilitas entitas yang bersangkutan. Jasa profesional auditor digunakan oleh publik atau pengguna laporan keuangan sebagai salah satu bahan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Hal ini secara empirik bahwa praktek penyelenggaraan negara, dimana telah terperangkap dalam suatu sistem birokrasi dan sistem politik yang tidak jelas, dan keadaan ini masih berlangsung sampai pada era reformasi sekarang ini yang ditandai dengan antara lain : Temuan Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung tahun 2011 sebagai berikut: (1) Temuan kasus merugikan negara/daerah jumlah temuan 37 buah, jumlah rekomendasi 37 buah kerugian negara/daerah Rp 105.358.919,00; (2) Temuan kewajiban setor kepada negara/daerah jumlah temuan 40 buah, jumlah rekomendasi 37 buah, kerugian negara/daerah Rp 105.358.919,00; (3) Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan jumlah pelanggaran 16 buah, jumlah rekomendasi 16 buah; (4) Pelanggaran prosedur tata kerja 12 buah; (5) Penyimpangan ketentuan dari peraturan 36 buah; (6) Hambatan terhadap anggaran proyek jumlah temuan 2
14 buah; (7) Hambatan terhadap kelancaran tugas jumlah temuan 28 buah; (8) Temuan kelemahan administrasi 72 buah; (9) Tidak lancarnya pelayanan masyarakat 16 buah; (10) Temuan pelaksanaan program lainnya jumlah temuan 36 temuan; (11) Penanganan pengaduan masyarakat 12 buah temuan. (Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung). Berdasarkan data hasil pengawasan Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung bahwa jumlah temuan adalah 37 buah, jumlah rekomendasi 37 buah; selesai ditindak lanjut 24 buah (64,9%), sementara proses 13 buah (35,1%) yang belum ditindak lanjuti tidak ada. Dari sejumlah temuan tersebut di atas 37 buah temuan dengan nilai kerugian negara/daerah sebesar Rp 105.358.919,00; belum ditindak lanjuti, 13 buah temuan kewajiban setor kepada Negara senilai Rp 18.464.502,00; telah ditindak lanjuti 86.894.417,00; sisa Rp 18.464.502,00 yang masih dalam proses, dengan demikian bahwa aparatur inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung mempunyai kemampuan menemukan penyimpangan dan mempunyai kecakapan mengungkap permasalahan serta keterampilan dalam mengaudit relatif baik. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan adalah : 1. Apakah kemapuan berpengaruh terhadap kinerja auditor Inspektorat daerah Kota Bandar Lampung? 2. Apakah kecakapan berpengaruh terhadap kinerja auditor Inspektorat daerah Kota Bandar Lampung? 3. Apakah keterampilan berpengaruh terhadap kinerja auditor Inspektorat Kota Bandar Lampung? 4. Apakah kemampuan, kecakapan dan keterampilan berpengaruh terhadap kinerja auditor Inspektorat daerah Kota Bandar Lampung? Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya aparatur
pengawas Inspektorat Kota Bandar Lampung dan pihak lainnya, baik secara akademis maupun praktis yaitu : 1. Kegunaan akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menjadi media untuk mengaplikasi dan mengembangkan teori yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu kinerja aparatur. 2. Kegunaan praktis a. Hasil penelitian ini akan dapat berguna sebagai bahan kajian bandingan bagi penelitian yang akan datang. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam rangka meningkatkan kinerja pengawasan melalui peningkatan kinerja aparatur birokrasi.
23) menjelaskan bahwa kemampuan adalah merupakan modal berupa kecakapan, ketangkasan, keterampilan, atau modal lain yang memungkinkan sesorang dapat berbuat banyak terhadap oragnisasi. Pandangan tersebut lebih menekankan pada aspek kemampuan praktis sesorang pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang pegawai, semakin tinggi kemampuan seseorang, akan semakin bermanfaat bagi organisasi lebih lanjut Winarno (1986, 23) menjelaskan pula bahwa :
B. Tinjauan Pustaka
Kemampuan kerja adalah kondisi potensi yang dimiliki seseorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang secara penuh kesungguhan, berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan pekerjaannya (Gibson 2000). Lebih lanjut Gibson (2000: 45) menyatakan bahwa kemampuan itu berkaitan erat dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksanakan pekerjan yang menjadi tanggungjawabkan. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa memang kemampuan kerja aparat tidak semata-mata ditentukan oleh faktor kemampuan intelektual sematamata, tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan fisik dalam arti faktor kesehatan dan kemampuan mental psikologi dan perilaku aparat. Untuk kemampuan pegawai penulis lebih cenderung mengacu pada konsep Robins (1998) yang mengemukakan bahwa “pegawai pada hakekatnya merupakan unsur manusia bagi organisasi yang sekaligus juga menjadi sumberdaya bagi organisasi itu. Kemampuan pegawai diukur
1. Konsep Kemampuan Pegawai (Auditor) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, halaman 5 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pasal 12 dengan jelas disebutkan bahwa pembinaan pegawai negeri sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan itu dilaksanakan berdasarkan system karir dan system prestasi kerja. Kaitannya dengan itu, Thoha (1985:19) mendefinisikan bahwa: kemampuan merupakan salah satu unsur kematangan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Keberhasilan organisasi adalah cerminan dari kapasitas aparat (pegawai) atau orang-orang yang menjalankan organisasi tersebut sebagai pelaksana yang bersifat dinamik. Dengan demikian keberhasilan organisasi tergantung dari kapasitas pegawai yang menjalankannya. Sehubungan dengan ini, Ndraha ( 1990;
Kemampuan kerja adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan hasil yang memuaskan, baik berupa barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat. Kemampuan manusa adalah kualitas yang hakiki yang melekat pada diri seseorang.
3
dengan dimensi pengetahuan, pengalaman dan pendidikan.Selanjutnya kecakapan auditor dalam penelitian ini penulis mengacu pada konsepdalam penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum (2008), di mana kecakapan auditor diukur dengan dimensi tanggap dalam pekerjaan dan komunikatif. Sedangkan keterampilan auditor dalam penelitian ini mengacu pada konsep Mayangsari (2003), di mana keterampilan diukur dengan dimensi keahlian dan kecepatan. Jika ketiga konsep tersebut tercipta dengan baik dalam sebuah organisasi, maka pengawasan yang dilakukan akan berjalan secara efektif’ Untuk konsep pengawasan dalam penelitian ini penulis mengacu pada tupoksi yang dimainkan oleh para manajer pada semua tingkatan dalam suatu or-ganisasi yang meliputi tupoksiantar peribadi,tupoksi informasional dan tupoksi pengambil keputusan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk mencapai tujuan orgniasasi, maka Kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung telah menetapkan misi sebagai berikut: (1) Mendorong terwujudnya penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang baik bersih dan bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); (2) Mendorong terwujudnya Akun-tabilitas Pemerintah Daerah yang pro-fesional, transparan dan akuntabel menunju penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik; (3) Mendorong terwujudnya Aparatur Pemerintah Daerah yang profesional transparan dan baik; (4) Mendorong partisipasi masyarakat menuju terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 2. Konsep Kecakapan Dalam susunan organisasi kecakapan seseorang, perlu diidentikkan dengan peranan dan kedudukan pegawai, sehingga dalam proses pengembangan organisasi 4
dan pengembangan sumber daya manusia dalam tahap seleksi, pembinaan, dan pengawasan karier dapat dicapai dengan prinsip “menempatkan pegawai sesuai dengan kecakapannya yang dimiliki". Kecakapan auditorial / managerial competency adalah suatu keterampilan atau karakteristik personal yang membantu tercapainya kinerja yang tinggi dalam tugas manajemen (Sulastri, 2008:52). Demerjian, dkk dalam Rahayu (2012:36) meneliti tentang kecakapan auditorial di bidang pengawasan, yaitu seberapa efisien sebuah organisasi dalam bidang pengawasan secara relatif terhadap organisasi lain dalam industri yang sama. Auditor yang memiliki tingkat kecakapan yang tinggi akan lebih terampil mengolah informasi. Dalam pengambilan keputusan organisasi seharusnya auditor dipandu oleh explicit professional codes atau implicit ethics code sehingga setiap keputusan yang diambil oleh auditor selalu melalui pertimbangan profesionalnya, bukan untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Keputusan auditor dalam organisasi mencerminkan kecakapan auditor tersebut. Auditor dan pemilik memiliki tingkat informasi yang berbeda, dalam dunia nyata kualitas informasi yang dimiliki auditor jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pemilik, hal ini dapat dikatakan wajar karena auditor merupakan seseorang yang ditunjuk untuk mengawasi organisasi. Auditor yang memiliki keahlian akan dengan mudah menyalahgunakan atau memanipulasi informasi yang tidak diketahui pemilik dengan melakukan tindakan oportunistik. 3. Konsep Keterampilan/Kompetensi. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983:124) dalam Sulastri (2005:65) mendefinisikan kompetensi sebagai ketrampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ket-
rampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Sedangkan Trotter (1986:25) dalam Saifudin (2004:20) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Lee dan Stone (1995) dalam Saifudin (2004:25) mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Adapun Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:33) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan auditor adalah pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Hayes-Roth mendefinisikan keahlian sebagai pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah yang timbul dari lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut (Mayangsari, 2003: 89). Gibson, et al (2001: 54), mengatakan bahwa keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu. Keterampilan dalam hubungannya dengan pekerjaan dapat diartikan sebagai berikut "sebagai variabel individu, kemampuan tidak dapat dipisahkan dengan konsep keterampilan. Keterampilan dalam hal ini merupakan sifat (bawaan dari lahir atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik. Keterampilan dinyatakan sebagai kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam tugas". Jika setiap karyawan menyadari
kemampuan yang dimilikinya, maka akan berpengaruh besar terhadap kinerjanya kemampuan berinteraksi (interaction ability), kemampuan konseptual (Conceptual ability), dan kemampuan administratif (Administratifability) 4. Konsep Kinerja Pada dasarnya kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sedarmayanti (2001:50): "Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja Kemudian indikator untuk mengukur kinerja auditor dalam penelitian ini maka digunakan teori Dwiyanto (2006:50-51), yaitu sebagai berikut: a. Produktivitas; tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas ini dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. b. Kualitas Layanan; banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap 5
kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. c. Responsivitas; adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. d. Responsibilitas; menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsipprinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990). Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas. e. Akuntabilitas; menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah para pejabat politik tersebut selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan 6
dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Pandangan tersebut, menjelaskan bahwa seorang pemimpin/ leader mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat bekerja sehingga pemimpin tersebut dapat menjadi panutan bagi bawahannya dan dapat mengukur kinerja bawahannya tersebut dengan baik. Untuk menghubungkan keempat variabel tersebut, maka digunakan teori yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:85) yaitu untuk pengembangan pegawai, maka digunakan: (1) metode latihan atau training, (2) metode pendidikan atau education. Dengan adanya pengembangan kualitas sumber daya pegawai, maka kemampuan dan keterampilan dalam mengerjakan atau technical skillakan meningkat. Dengan demikian bahwa untuk meningkatkan kemampuan pegawai secara umum dilakukan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat). Dalam kaitan ini dikenal dengan jalur pendidikan formal mulai tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas sampai Perguruan Tinggi. Selain itu juga dikenal pula jalur pendidikan informal, yaitu pendidikan yang lebih bersifat teknis professional yang lazimnya dilakukan dalam bentuk pelatihanpelatihan yang bertujua untuk meningkatkan kecakapan dan keterampilan. C. Metode Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode sensus. Dengan mengambarkan keadaan yang ada serta menganalisis data-data yang diperoleh di lapangan, untuk kemudian
mencoba menguji hipotesis yang diajukan melalui uji statistik. Metode penelitian ini disebut sebagai penelitian analisis verivikatif (Ndraha, 1985 :103), karena dalam penelitian ini penulis menghubungkan teori yang telah ada dengan kenyataan yang dilihat Penulis di lapangan. Dengan demikian penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan hubungan kasus antara variabel serta seberapa jauh pengaruh variabel yang satu dengan variabel yang lain setelah dilakukan pengujian hipotesis, dengan uji analisa regresi. D. Pembahasan Hasil penelitian terhadap kinerja auditor Inspektorat menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kinerja auditor 38,887 yang termauk dalam kategori baik, ini berarti bahwa efektifitas pengawasan Inspektorat pada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung masih perlu ditingkatkan. Hal ini terlihat dari Menurunnya tindakan yang melanggar hukum, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 76,67%, Meningkatnya kepatuhan para penyelenggara pemerintahan terhadap seluruh ketentuan dan perundangundangan yang berlaku, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 76,67 %, Meningkatnya persentase capain kinerja instansi pemerintah, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 66,67%, Meningkatnya kesadaran aparatur dalam pelayanan, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 70,00 %, Setiap kegiatan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 70,00 %, Mengawasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 66,67 %, Akses informasi setiap kebijakan pemerintan dapat diajukan oleh
publik, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 80,00 %, Ikut mengawasi penyelengaaan pemerintahan di daerah, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 80,00 %, Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memelihara hasil-hasil pem-bangunan, pada umumnya responden menyatakan setuju dengan persentase 70,00%, Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan hasil-hasil pem-bangunan, pada umumnya responden menyatakan sangat setuju dengan per-sentase 43,33% dan setuju dengan per-sentase 36,67% yang mengambarkan bahwa keikut sertaan Auditor Inspektorat daerah dalam hal ini meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan hasil-hasil pembangunan dikatekorikan baik. 1. Pengaruh Kemampuan kinerja Auditor.
Terhadap
Kemampuan auditor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung termasuk dalam kategori mampu/baik, kemampuan tersebut diperoleh melalui pendidikan, pengetahuan dan pengalaman. Faktor Pendidikan auditor yang dimaksud adalah Memiliki pendidikan tertinggi sesuai dengan jabatan (76,67%) dan Memiliki pendidikan yang relevan (80,00%), faktor Pengalaman auditor yang dimaksud adalah memiliki pengalaman sebagai auditor (83,33%) dan senantiasa disiplin dalam bekerja (80,00%) dan faktor Pengetahuan auditor yang dimaksud adalah senantiasa cakap dalam melaksanakan tugas (60,00%) dan cerdas dalam mengambil tindakan (73,33%). Dengan demikian bahwa kemampuan auditor pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, relatif baik dengan tingkat pendidikan, yang relatif baik, pengalaman dan pengetahuan terhadap bidang tugasnya serta batas-batas wewenang, kewajiban dan tanggung jawab 7
akan menjadi jelas, sehingga kekacauan, konflik kewenangan kekuasaan, tumpangtindih atau kecenderungan menghindari tanggung jawab dapat dihindari. Namun sesuai hasil penelitian menunjukan bahwa masih terdapat berbagai kelemahankelemahan. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung mengemukakan bahwa : Pengalaman pegawai merupakan salah satu hal penting dalam mengelolaan administrasi yang berhubungan dengan tugas pengawasan, sebab dengan pengalaman yang memadai maka dapat tercipta ide-ide baru oleh pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka, kemudian mereka juga dapat terpacu dalam penyelesaian tugas-tugas, sehingga dapat tercipta kinerja auditor yang diinginkan. (wawancara, Mei 2013). Sesuai dengan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa terwujudnya manajemen kepegawaian yang mantap, adalah menjadi tanggung jawab pimpinan dalam melaksanakan fungsi pembinaan pegawai. Dengan demikian tugas manajemen kepegawaian adalah berusaha mendapatkan, memelihara, membina dan mengembangkan pegawai ke arah tercapainya kemampuan kerja pegawai secara optimal, sehingga tujuan organisasi serta unit-unit kerja yang ada di dalamnya dapat dicapai secara efektif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh oleh Nasution dalam Alimus (2009:78) bahwa pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan yang dididik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Di 8
kemukakan pula bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat kemampuan seseorang. Sedangkan pengetahuan auditor juga termasuk dalam kategori baik, karena didukung dengan Kecakapan auditor dalam melaksanakan tugas dalam hal ini memberikan informasi temuan, dan merekomendasikan hasil temuan menjadi suatu yang harus ditingkatkan. Sesuai hasil wawancara dengan Sekretaris Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung mengemukakan bahwa : Untuk meningkatkan kemampuan pegawai, maka kami membina dulu pegawai dengan cara mengikutkan pendidikan dan pelatihan (Diklat) teknis agar tercipta kemampuan yang memadai, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pengawas dengan baik, karena kemampuan pengawai pada kantor inspektoran sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor, pada kantor yang ada di Kota Bandar Lampung, (wawancara, Mei 2013). Kartono (1993:13) mengemukakan bahwa kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan, keterampilan tehnis maupun yang dianggap melebihi dari anggota bias. Sedangkan Kemampuan pengawai menurut Umar (2003 : 102) adalah merupakan salah satu faktor yang menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Dengan adanya kemampuan yang dimiliki sesuai dengan persyaratan analisa jabatan, diharapkan pegawai yang bersangkutan dapat melaksanakan tugastugasnya secara efektif dan efisien, sehingga kinerja pegawai yang bersangkutan dengan sendirinya akan meningkat. Untuk kemampuan pegawai penulis lebih cenderung mengacu pada konsep Robin (1998) yang mengemukakan bahwa “pegawai pada hakekatnya merupakan
unsur manusia bagi organisasi yang sekaligus juga menjadi sumberdaya bagi organisasi itu. Kemampuan pegawai diukur dengan dimensi pengetahuan, pengalaman dan pendidikan. Faktor pengetahuan, pengalaman dan pendidikan juga menjadi salah satu ukuran pemberian motivasi seseorang, karena dengan pengalaman yang baik seorang secara langsung dapat dilihat sejauh mana keberhasilannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya, serta dapat tercipta hasil yang maksimal bila dilaksanakan seoptimal mungkin. Menurut penulis bahwa faktor pengetahuan, pengalaman dan pendidikan pegawai sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugas sebab dengan pengetahuan, pengalaman dan pendidikan yang memadai maka tugas-tugas yang dibebankan dapat dilaksanakan dengan baik, kemudian pegawai yang mempunyai pengetahuan, pengalaman dan pendidikan memadai pada umumnya mempunyai inisiatif yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik kemudian mempunyai ide-ide yang baik pula dalam melaksanakan tugas-tugas yang bebankan kepadanya. 2.
Pengaruh Kecakapan Auditor Terhadap Kinerja auditor
Kecakapan auditor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung termasuk dalam kategori cakap/baik, kecakapan tersebut diperoleh melalui tanggap dalam Pekerjaan dengan indikator tanggap dalam menyelesaikan tugas (86,67%) dan cepat mengatasi setiap permasalahan dalam pekerjaan (83,33%) dan komunikatif dengan indikator mampu berkomunikasi dengan baik (83,33%) dan mampu melakukan negosiasi untuk kerjasama (70,00%) . Hal ini sejalan dengan Healy dan Wahlen (1999:24) dalam Wahyuningrum (2008:63) menyatakan bentuk dari judgement auditor dalam
laporan hasil audit adalah mengontrol seluruh kejadian-kejadian yang mengandung nilai ekonomis di masa datang seperti estimasi umur ekonomis dan nilai sisa dari aktiva tetap, selain itu auditor juga harus memilih dari berbagai metoda untuk melakukan pengawasan. Agar semua judgement seperti di atas dapat dilakukan dengan baik, auditor dituntut untuk memiliki keahlian yang cukup. Dari hasil penelitian bahwa angkaangka tersebut relatif baik, dengan demikian bahwa tingkat kecakapan auditor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, pada umumnya baik, kewalaupun belum optimal hal ini terjadi karena auditor masih ada yang relatif mempunyai kecakapan kerja yang relatif belum optimal, masih ada yang terkadang melupakan hal-hal penting dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung mengemukakan bahwa : Pegawai pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, selalu diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan, baik pendidikan formal ke jenjang S1 dan S2, maupun pendidikan dan pelatihan, yang dilaksanakan baik di Daerah maupun tingkat nasional yang bertujuan agar pegawai mempunyai kecakapan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pengawas teknis, (wawancara, Mei 2013). Dengan demikian bahwa pengembangan sumber daya manusia dianggap penting bagi suatu organisasi dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai untuk dapat berfungsi secara produktif guna tercapainya tujuan organisasi. Pendayagunaan sumberdaya manusia perlu direncanakan secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan organisasi. 9
Kecakapan auditorial/managerial competency adalah suatu keterampilan atau karakteristik personal yang membantu tercapainya kinerja yang tinggi dalam tugas manajemen (Sulastri, 2008:52). Demerjian, dkk dalam Rahayu (2012:36) meneliti tentang kecakapan auditorial di bidang pengawasan, yaitu seberapa efisien sebuah organisasi dalam bidang pengawasan secara relatif terhadap organisasi lain dalam industri yang sama. Auditor yang memiliki tingkat kecakapan yang tinggi akan lebih terampil mengolah informasi. Selanjutnya kecakapan auditor dalam penelitian ini penulis mengacu pada konsepdalam penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum (2008), di mana kecakapan auditor diukur dengan dimensi tanggap dalam pekerjaan dan komunikatif. Kecakapan berhubungan erat dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan. Setiap pekerjaan menuntut pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut dengan baik dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh seorang karyawan akan menentukan kesiapannya untuk suatu pekerjaan, selalin itu kecakapan juga ditunjang dari kemampuan dasar dari orang tersebut yang kembangkan melalui pendidikan. Menurut penulis bahwa untuk meningkatkan kualitas auditor maka perlu dibina melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) baik yang dilaksanakan oleh inspektorat sebagai diklat teknis, maupun yang dilaksanakan instansi terkait agar pegawai, bertambah kecakapannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga kinerja yang diinginkan dapat terwujud. 3. Pengaruh Keterampilan terhadap Kinerja Auditor. Sedangkan keterampilan auditor dalam penelitian ini mengacu pada konsep Mayangsari (2003), di mana keterampilan 10
diukur dengan dimensi keahlian dan kecepatan. Kemudian keterampilan yang di perlukan dalam proses audit tidak hanya berupa penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kompetensi auditor. Jika ketiga konsep tersebut tercipta dengan baik dalam sebuah organisasi, maka pengawasan yang dilakukan akan berjalan secara efektif’ Untuk konsep pengawasan dalam penelitian ini penulis mengacu pada tupoksi yang dimainkan oleh para manajer pada semua tingkatan dalam suatu organisasi yang meliputi tupoksiantar peribadi,tupoksi informasional dan tupoksi pengambil keputusan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk mencapai tujuan orgniasasi, maka Kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung telah menetapkan misi sebagai berikut: (1) Mendorong terwujudnya penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang baik bersih dan bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); (2)Mendorong terwujudnya Akuntabilitas Pemerintah Daerah yang profesional, transparan dan akuntabel menunju penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik; (3)Mendorong terwujudnya Aparatur Pemerintah Daerah yang profesional transparan dan baik; (4) Mendorong partisipasi masyarakat menuju terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Keterampilan auditor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung termasuk dalam kategori Terampil/baik. Keterampilan tersebut diperoleh dari keahlian dengan indikator melakukan pekerjaan dengan kemampuan teknis (76,67%) dan bekerja sesuai dengan petunjuk (80,00%)
dan kecepatan dengan indikator memiliki kecepatan yang tinggi dalam mengatasi setiap masalah (83,33%) dan senantiasa menciptakan alternatif baru dalam menyelesaikan masalah pada setiap pekerjaan (86,67%). Sesuai hasil penelitian bahwa keterampilan auditor pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung relatif baik, karena untuk menjadi auditor tentunya melalui tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pihak Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, kemudian pimpinan juga selalu memantau perkembangan pegawai yang akan diikutkan dalam seleksi auditor, sehingga pegawai yang sudah mendapatkan pengakuan sebagai auditor, benar-benar sudah melalui tahapan-tahapan penilaian sesuai ketentuan yang berlaku. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung mengemukakan bahwa : Dalam menentukan pegawai yang bisa mengikuti tes auditor saya sudah memantau hasil kerja yang sudah dilakukan, utamanya mengikutkan sebagai tim pengawas dan pemeriksa di berbagai instansi terkait, kemudian dipantau dari berbagai kemampuannya, serta keterampilannya dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan, termasuk kemampuannya membuat laporan hasil kerjanya, baru diikutkan dalam proses seleksi auditor, jadi pada prinsipnya sebelum menjadi auditor maka penilaian utama adalah kinerja pegawai tersebut. (wawancara, Mei 2013). Dalam meningkatkan kinerja setiap dinas bukan hanya karena tenaganya menjadi lebih terampil dan berkeahlian, tetapi yang lebih fleksibel sehingga secara berkesinambungan dapat menyempurnakan dan mengembangkan kemampuan dasar aparat yang dimilikinya. Kebanyakan unitunit kerja dilingkungan Pemeriantah Daerah tidak fleksibel, oleh karena salah
menguraikan makna “bersih dan berwibawa” menjadi lebih condong kepada penampilan lahiriah bukan kepada karakter, sikap dan perilaku. Hal tersebut sejalan dengan Mayangsari (2003:89) bahwa keterampilan auditor adalah pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Hayes Roth mendefinisikan keahlian sebagai pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah yang timbul dari lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan. Keterampilan yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kompetensi auditor. Dalam mengembangkan kemampuan staf upaya mempertahankan, memanfaatkan, dan mengembangkan pegawai-pegawai yang berbakat kemudian menjadikan prioritas dalam strategi sumber daya manusia. Kelembagaan modern cenderung lebih sederhana, ringkas, lincah, tapi kerkinerja tinggi karena diisi sedikit staf tapi dengan kemampuan prima. Unit kerja yang demikian ini bisa berfungsi sebagai “front-line management” yang efektif dalam setiap pelaksanaan tugas. Oleh karena itu dengan lebih sedikit pejabat struktural dan hirarki manajemen, maka kemampuan manajerial akan menjadi lebih penting ketimbang kedudukan dalam manajemen. Dengan demikian bahwa untuk meningkatkan kemampuan kerja seseorang maka perlu meningkatkan pengetahuan terhadap jenis pekerjaan tesebut, kemudian keterampilan dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan sikap perlu disesuaikan terhadap lingkungan pekerjaan. Kemampuan pengetahuan, secara luas mencakup 11
segala hal yang pernah diketahui tentang suatu obyek tertentu. Pengetahuan adalah terminology generic yang mencakup segala cabang pengetahuan berdasarkan kemampuannya selaku mahluk yang berfikir, merasa, dan mengindera, disamping manusia bisa mendapat pengetahuan lewat intuisi. Menurut peneliti bahwa untuk meningkatkan kinerja auditor maka perlu dibina dengan memberikan pendidikan dan pelatihan teknis bidang tugasnya, sehingga kemampuannya meningkat, kemudian diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal baik S2 maupun sampai ke S3, sehingga dapat meningkatkan kecakapannya serta diberi kesempatan untuk selalu mengikuti proses audit di semua institusi yang diaudit sehingga pengalamannya bertambah yang diharapkan nantinya kinerjanya bertambah. Untuk menghubungkan keempat variabel tersebut, maka digunakan teori yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:85) yaitu untuk pengembangan pegawai, maka digunakan: (1) metode latihan atau training, (2) metode pendidikan atau education. Dengan adanya pengembangan kualitas sumber daya pegawai, maka kemampuan dan keterampilan dalam mengerjakan atau technical skillakan meningkat. Dengan demikian bahwa untuk meningkatkan kemampuan pegawai secara umum dilakukan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat). Dalam kaitan ini dikenal dengan jalur pendidikan formal mulai tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas sampai Perguruan Tinggi. Selain itu juga dikenal pula jalur pendidikan informal, yaitu pendidikan yang lebih bersifat teknis professional yang lazimnya dilakukan dalam bentuk pelatihanpelatihan yang bertujua untuk meningkatkan kecakapan dan keterampilan. 12
Kemudian indikator untuk mengukur kinerja auditor dalam penelitian ini maka digunakan teori Dwiyanto (2006:50-51), yaitu sebagai berikut: a. Produktivitas; tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. b. Kualitas Layanan; banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. c. Responsivitas; adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. d. Responsibilitas; menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990). e. Akuntabilitas; menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah para pejabat politik tersebut selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Pandangan tersebut, menjelaskan bahwa seorang pemimpin/ leader mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat bekerja sehingga pemimpin tersebut dapat menjadi panutan bagi bawahannya dan dapat mengukur kinerja bawahannya tersebut dengan baik. Untuk menghubungkan keempat variabel tersebut, maka digunakan teori yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:85) yaitu untuk pengembangan
pegawai, maka digunakan: (1) metode latihan atau training, (2)metode pendidikan atau education. Dengan adanya pengembangan kualitas sumber daya pegawai, maka kemampuan dan keterampilan dalam mengerjakan atau technical skillakan meningkat. Dengan demikian bahwa untuk meningkatkan kemampuan pegawai secara umum dilakukan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat). Dalam kaitan ini dikenal dengan jalur pendidikan formal mulai tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas sampai Perguruan Tinggi. Selain itu juga dikenal pula jalur pendidikan informal, yaitu pendidikan yang lebih bersifat teknis professional yang lazimnya dilakukan dalam bentuk pelatihanpelatihan yang bertujua untuk meningkatkan kecakapan dan keterampilan.
auditor dalam hal ini tanggap dalam pekerjaan dan komunikatif akan semakin meningkatkan efektivitas pengawasan Inspektorat. 3. Secara parsial menunjukkan bahwa variabel keterampilan auditor berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan Inspektorat pada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi keterampilan auditor dalam hal ini keahlian dan kecepatan dalam bekerja akan semakin meningkatkan efektivitas pengawasan Inspektorat. 4. Secara simultan menunjukkan bahwa variabel kemampuan, kecakapan dan keterampilan auditor secara bersamasama berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan Inspektorat pada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung. 2. Saran-Saran
E. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara parsial menunjukkan bahwa variabel kemampuan auditor berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan Inspektorat pada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan auditor dalam hal ini pengetahuan, pengalaman dan pendidikan akan semakin meningkatkan efektivitas pengawasan Inspektorat. 2. Secara parsial menunjukkan bahwa variabel kecakapan auditor berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan Inspektorat pada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecakapan
1. Perlunya mendorong setiap auditor untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka peningkatan kenerja auditor Inspektorat baik melalui pendidikan formal maupun melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggaran oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung maupun yang dilaksanakan oleh Instansi/Lembaga lainnya. 2. Perlunya mendorong setiap auditor untuk meningkatkan kecakapan dalam rangka peningkatan kenerja auditor Inspektorat dalam hal ini tanggap dan cepat mengatasi setiap masalah dalam pekerjaan serta kemampuan berkomunikasi dengan baik, baik dengan auditan maupun dengan yang lainnya. 3. Perlunya mendorong setiap auditor untuk meningkatkan keterampilan dalam rangka peningkatan kenerja auditor Inspektorat dalam hal ini melakukan pekerjaan dengan 13
kemampuan teknis sesuai dengan petunjuk dan senantiasa menciptakan alternative baru dalam menyelesaikan masalah pada setiap pekerjaan. 4. Karena ketiga variabel yang diteliti berpengaruh terhadap kenerja auditor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, maka perlunya kebijakankebijakan yang diambil saat ini, mempertahankan dan meningkatkan lagi kenerja auditor dengan tujuan mencegah terjadinya penyimpanganpenyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian Negara maupun kerugian Daerah.
Manullang, M, dan Marihot AMH Manullang. 1977. Manajemen Personalia. Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press Mayangsari, S. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi Ke- 6, Surabaya. p. 1255-1269. Moenir. 1987. Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta ; Gunung Agung.
DAFTAR PUSTAKA Dwiyanto, Agus. 2006. Penilaian Kinerja Organisasi Publik. Yogyakarta: Fisipol Universitas Gadjah Mada. Gibson,
Ivancevick. Donnelly. 2000. Terjemahan Djoerban Wahid. Organisasi dan Manajemen, perilaku, struktur, proses. Jakarta ; Erlangga.
Handayani. 2001. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Handoko, Hani T. 1995. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta : BPFE. Indrawijaya, Adam 1. 2000. Perilaku Organisasi. Jakarta ; Sinar Baru Algesindo.
Lee, Hahn Been. 1995. Bureacratic Models and Administration Reform Development and Change. Netherlands ; The Hegue.
14
Ndraha, Taliziduhu, 1990. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta ; Rineka Cipta. Robbins, Stephen P., dan Coulter, Mary. 1998. Manajemen. Penerjemah Hermaya. Edisi keenam. Jakarta ; Prehallindo. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung ; Mandar Maju. Siagian, Sondang P. 1990. Administrasi Pembangunan. Jakarta ; Haji Masagung. Sulastri, S. 2008. Pengaruh Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Roti Tiga Dara di Sidhoharjo Wonogiri, (ON-LINE) http://etd.eprints.ums.ac.id, 12 Juli 2010 Soekamto. 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta ; PT.Raja Grafindo Persada.
Soekarno. 1975. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta ; Miszwar. Soeroto, 1992, Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press. Soetjiono. 1999. Ilmu Pemerintahan, Jati Diri dan Perkembangan. Jakarta ; IIP Press. Solichin. 2000. Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah. Bandung ; Bumi Aksara. Sugiono. 1994. Metode Penelitian Administrasi. Jakarta ; Alpabeta. Siagian, Sondang. P. 1994. Patologi Birokrasi, Analisis, Identifikasi dan Terapannya. Jakarta ; Ghalia Indonesia.
Thoha, Miftah. 1988. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta ; Rajawali Pers. Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Cetakan Ketiga. Jakarta ; Pt.SUN. Wahyuningrum. 2008. Hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin Kerja dengan kinerja pegawai Di kecamatan tanggungharjo Kota grobogan. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang Winardi, 2004. Motivasi, Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta ; Raja Grafindo Persada. ______20017. Organisasi. Ahli bahasa: Nunuk Adriani. Jakarta ; Bina Rupa Aksara.
Steer, 1999, Efektiviti Organisation. USA ; Grennwood Publishing Group West Port.
15
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISTRIBUSI DAN PEMETAAN KUALIFIKASI TENAGA PENDIDIK DI LINGKUP DINAS PENDIDIKAN NASIONAL, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN TULANG BAWANG OLEH: AZIMA DIMYATI, DOSEN ADM. PUBLIK UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ABSTRACT Problem of this research is How implementation of policy of distribution of energy of the education and First Middle mapping kualifikasi schoolteacher this Research Type is research qualitative by using descriptive analysis qualitative. this Method use is to mendeskripsikan of implementation of policy of distribution of energy of the education and First Middle mapping kualifikasi schoolteacher in Regency of Tulang Bawang. All data obtained is direct the than field informan by using interview and obsevasi. Result of research indicate that the implementation of policy of distribution of energy of the education and First Middle mapping membership schoolteacher in Regency of Tulang Bawang have walked, but not yet optimal of the mentioned happened by because (1) Distribution learn the Public Servant of Civil of Junior High School not yet flattened between school of exist in existing school and urban of countryside. To fill the insuffiency learn at school countryside hence side On duty Education of Young fellow and Athletics of Regency of Tulang Bawang lift the teachers assistive to fill the insuffiency learn at school countryside, but not yet answered the demand the requirement learn because a lot of teacher assistive which is only enlisted at certain school but do not run the duty. (2) Map membership learn the perbidang study not yet flattened between Junior High School of exist in urban answer the demand the amount learn the study area, while existing Junior High School of countryside not yet as required with the background of teacher education, so that still a lot of teacher of at countryside school teaching disagree with education background it. Keyword : Energy the education, mapping, Policy A. Pendahuluan Investasi pendidikan sebenarnya merupakan investasi jangka panjang. Nurkholis (2002), menyebutkan tiga alasan pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Ketiga alasan tersebut adalah: pertama, pendidikan merupakan alat perkembangan ekonomi bukan sekedar pertumbuhan ekonomi; kedua, memberikan nilai balik yang tinggi; ketiga, memiliki banyak fungsi seperti sosial-kemanusiaan, politis, budaya, dan kependidikan. Keluaran dari pendidikan tersebut adalah sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga yang dapat diperoleh oleh semua warga. Untuk memenuhi hak dasar 16
tersebut. Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian yang serius sejak tahun 2000. Hal ini ditandai dengan adanya persetujuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam amandemen ke empat UUD 1945 Pasal 31. Kewenangan daerah pada bidang pendidikan, yang menjadi urusan wajib adalah pendidikan dasar. Adanya otonomi daerah ini, telah membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dasar. Apabila hal ini didasari sepenuhnya oleh pemerintah
daerah, maka pendidikan akan membawa dampak secara langsung pada kehidupan masyarakat. Dengan demikian secara langsung bidang pendidikan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah. Pada penjelasan Pasal 167 UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa “pemerintah daerah diwajibkan melakukan peningkatan pelayanan dasar pendidikan, dengan ketentuan sekurangkurangnya 20%”. Kabupaten Tulang Bawang merupakan salah satu daerah otonom, dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pem-bentukan Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang di Provinsi Lampung, pada tanggal 7 Januari 2003. Sejak adanya perundang-undangan tersebut, Kabupaten Tulang Bawang menjadi sebuah entitas regional yang memiliki sendiri secara lengkap dengan perangkatnya dan mempunyai kewenangan otonomi untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah, membawa konsekuensi bahwa Kabupaten Tulang Bawang harus menyelenggarakan kewajiban pemerintahan daerah sebagai akibat pelimpahan sebagian wewenang dari pemerintah pusat. Urusan wajib pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang sejak tahun 2008 telah diupayakan untuk membebaskan biaya pendidikan atau program pendidikan gratis untuk pendidikan dasar (SD sampai SMP). Kebijakan tersebut menjadi pertanda besarnya perhatian pemerintah Kabupaten Tulang Bawang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun demikian, kendala yang banyak ditemui dalam penyelenggaraan pendidikan dasar di Tulang Bawang adalah menyangkut distribusi tenaga pendidik (guru) yang tidak merata di semua level pendidikan. Hal itu terkait dengan masih kurangnya tenaga guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) khususnya di perdesaan Kabupaten Tulang Bawang hampir di
semua bidang studi, sehingga kebijakan yang ditempuh oleh pemangku pendidikan di setiap sekolah adalah memberdayakan tenaga guru lepas (guru honorer), walaupun belum semua bidang studi, mempunyai guru yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya, namun sudah dapat mengurangi kekuranga guru yang kapasitas dan integritasnya menjadi kendala utama. Kondisi empirik mengenai jumlah sekolah, guru dan murid untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama tahun ajaran 2009/2010 sampai dengan 2011/2012, dan yang menjadi permasalahan dalam distribusi tenaga pendidik dan kependidikan sesuai SK Bupati Nomor 110 tahun 2012 tentang pengangkatan dan penempatan tenaga pendidik dan kependidikan di Kabupaten Tulang Bawang adalah untuk memenuhi permasalahan sebagai berikut: 1. Kekurangan guru pegawai Negeri Sipil (PNS) pada daerah perdesaan, diduga merupakan salah satu penyebab kurang efektifnya pelaksanaan proses pembelajaran, di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang. 2. Implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidik belum sesuai prencanaan, sehingga belum merata kebutuhan guru pada sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang. 3. Implementasi kebijakan pemetaan guru belum sesuai kebutuhan, sehingga kebutuhan guru pada sekolah di perdesaan belum terpenuhi, sedangkan sekolah-sekolah diperkotaan kelebihan guru. Kebijakan mengenai rencana penambahan guru perlu disesuaikan dengan rencana penambahan jumlah sekolah dan daya tampung siswa pada setiap jenjang pendidikan. Penyebaran bidang studi dan kualitas guru perlu dilakukan pengkajian dan perencanaan peningkatannya di masa mendatang. Sebagai upaya pemerataan kesempatan 17
mengikuti pendidikan bagi masyarakat, maka penambahan jumlah sekolah dan guru termasuk sarana belajar di wilayah pedesaan dan atau daerah terpencil perlu menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan di sektor pendidikan. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Implementasi Kebijakan Distribusi Tenaga Kependidikan dan Pemetaan Kualifikasi Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang”. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara akademik dan praktis, yakni: 1. Manfaat akademik Dapat menambah pemahaman mengenai pelaksanaan pembangunan sektor pendidikan serta menambah wawasan dalam proses pembangunan bidang pendidikan. Manfaat lainnya adalah dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian lain yang menyangkut pembangunan pendidikan khususnya menyangkut implementasi kebijakan distribusi tenaga kependidikan dan kualifikasi guru lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang. 2. Manfaat praktis Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kabupaten Tulang Bawang dalam membuat kebijakan distribusi tenaga kependidikan dan kualifikasi guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang. B. Kajian Pustaka 1. Implementasi Kebijakan Masalah kebijakan (policy) sejak kurang lebih dua dekade terakhir, telah menarik perhatian para ahli ilmu sosial, khususnya Ilmu Politik dan Administrasi Negara, baik di negara industri maupun di negara berkembang. Masalah kebijakan dibidang pembangunan telah menarik 18
perhatian karena dari berbagai pengalaman di negara maju dan di negara berkembang menunjukkan bahwa berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Faktor tersebut antara lain berupa sumber daya manusia sampai pada struktur organisasi dan hubungan kerja antar organisasi; dari masalah komitmen para pelaksana sampai sistem pelaporan yang kurang lancar, dan dari sikap politisi yang kurang setuju sampai faktor lain yang sifatnya kebetulan. Dalam kenyataan, hal itu dapat mempengaruhi program-program pembangunan, baik dalam arti mendorong keberhasilan maupun menjadi penyebab berbagai kegagalan atau kurang berhasilnya mencapai apa yang telah di nyatakan semula sebagai tujuan kebijakan dibandingkan dengan apa yang sesungguhnya terwujud dan diterima oleh masyarakat. Upaya untuk memahami adanya gap antara apa yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya terlaksana atau yang diwujudkan dan diterima oleh masyarakat sebagai “outcome” dari kebijakan telah menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya studi kebijakan. Grindle (1980:67) menempatkan implementasi kebijakan sebagai suatu proses politik dan administratif. Bahwa proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaransasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuantujuan dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi kebijakan publik apapun. Implementasi sebagai proses politik dan administratif dilihat dari sudut proses implementasi, keputusan-keputusan yang telah dibuat pada tahap rancangan atau perumusan berpengaruh terhadap lancar atau tidaknya implementasi. Hal ini kiranya akan menjadi jelas dengan mengambil contoh dampak tertentu yang
ditimbulkan terhadap implementasi dari keputusan untuk mengalokasikan sejumlah besar dana yang dimaksudkan unhik mewujudkan tujuan kebijakan tertentu. Perlu pula ditambahkan bahwa proses implementasi sebagian besar dipengaruhi oleh macam tujuan yang ingin dicapai dan oleh cara perumusan tujuan. Dengan demikian perumusan keputusan mungkin bahkan tidak dirumuskan sama sekali mengenai macam kebijakan yang akan ditempuh serta macam program yang akan dilaksanakan merupakan faktor-faktor yang menentukan apakah programprogram tersebut akan dapat dilaksanakan dengan berhasil ataukah tidak. Jika dikaitkan dengan masalah yang telah dirumuskan, yakni bagaimana implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidik lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang serta faktorfaktor apakah yang mendukung dan menghambat dalam distribusi tenaga pendidik lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang. Diduga bahwa ada tiga faktor yang mendukung dan menghambat distribusi tenaga pendidik lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang, dalam setiap kebijakan publik standar dan tujuan harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada tiap-tiap program, agar implementasinya dapat berjalan sesuai rencana, menurut Smith (1977: 202-205), bahwa implementasi kebijakan terdiri dari: 1) The idealized policy, that is, idealized patterns of interaction that those who have defined the policy are attempting to induce. 2) The target group, defined as those who are required to adopt new patterns of interaction by the policy. They are the people most directly affected by the policy and who must change to meet ist demands.
3) The implementing organization, usually a unit of the government bureaucracy, responsible for implementation of the policy. 4) The environmental factors, those elements in the environment that influence or are influenced by the policy implementation. The general public and the various special interest groups are here. Smith menggunakan model teoritisnya dalam bentuk sistem di mana suatu kebijakan sedang diimplementasikan, maka interaksi di dalam dan di antara keempat faktor tersebut mengakibatkan ketidak sesuaian dan akan menimbulkan tekanan atau ketegangan. Ketidak sesuaian, ketegangan dan tekanan-tekanan tersebut menghasilkan pola-pola interaksi, yaitu pola-pola tidak tetap yang berkaitan dengan tujuan dari suatu kebijakan. Polapola interaksi tersebut mungkin menghasilkan pembentukan lembagalembaga tertentu, sekaligus dijadikan umpan-balik dari pola-pola transaksi dan kelembagaan. Maksud dari unsur-unsur implementasi kebijakan tersebut adalah: 1. The idealized policy (kebijakan/ program), dalam implementasi kebijakan salah satu aktivitas yang perlu dilakukan oleh birokrat adalah interpretasi dari kebijakan yang dianggap masih bersifat makro dan abstrak. Hal ini merupakan penjabaran dari kebijakan yang makro abstrak yang menjadi kebijakan yang bersifat mikro dan konkrit. Dengan interpretasi ini diharapkan isi dari kebijakan tersebut dapat mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana, sehingga tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dalam kebijakan dapat direalisasikan secara efektif dan efisien. Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan publik yang tertulis dapat dituangkan dalam bentuk peraturan dan dalam bentuk rencana. Rencana kebijakan tersebut dapat 19
dijabarkan secara hierarkis kedalam sejumlah program dan dari program itu disusun proyek yang kemudian dibutirkan kedalam pendanaan yang disebut anggaran (Surya wikarta, 1996:17). 2. Target group (kelompok sasaran) yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi oleh kebijakan. Mereka diharapkan dapat menyesuaikan diri terhadap pola-pola interaksi baru yang dihasilkan oleh kebijakan. Adapun sampai berapa jauh mereka dapat mematuhi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan yang di implementasikan selain bergantung kepada kesesuaian isi kebijakan dengan harapan akan bergantung pula kepada karakteristik yang dimiliki oleh mereka (kelompok sasaran), sedangkan karakteristik itu sebagian dipengaruhi pula oleh lingkungan di mana mereka hidup baik lingkungan geografis maupun lingkungan sosial budaya. 3. Implementing organization (unsur pelaksana), menurut Smith (1977:261) yang disebut dengan “the implementing organization” yaitu birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan, di mana organisasi ini dipandang sebagai wahana atau wadah melalui berbagai kegiatan dilaksanakan. 4. Enviromental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan (seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik). (Tachjan, 2006:38). Keempat variabel tersebut, tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik. Oleh karena itu, sering menimbulkan tekanan bagi terjadinya transaksi atau tawarmenawar antara formulator dan implementor kebijakan. 20
Implementasi kebijakan merupakan suatu tahap dimana kebijakan yang telah diadopsi dilaksanakan oleh unit-unit administrasi tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya, pada tahap ini monitoring dilakukan, menurut Godon (1986) dalam Keban (1999) implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk realisasi program, dalam hal ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah diseleksi. Mengorganisir berarti mengatur sumber daya, unit-unit dan metode-metode untuk melaksanakan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan menterjemahkan bahasa atau istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible. Menerapkan berarti menggunakan instrument - instrument, melakukan pelayanan rutin, pembayaran-pembayaran atau merealisasikan tujuan-tujuan program. Pandangan lain mengenai implementasi kebijakan dikemukakan oleh William dan Elmore sebagaimana dikutip Sunggono (1994:139), didefinisikan sebagai “keseluruhan dari kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan”. Sementara Mazmanian dan Sabatier (Wibawa dkk, 1986 : 21) menjelaskan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyata-nyata terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara, baik itu usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. Sedangkan Wibawa (1992:5), menyatakan bahwa “implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program”. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan tidak
hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri target group, melainkan menyangkut lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik yang diharapkan (intended) maupun dampak yang tidak diharapkan (spillover/ negatif effects). C. Metode Penelitian Penelitian pada hakekatnya merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan menemukan jawaban atas masalah tersebut. Dalam melakukan penelitian, diperlukan metode sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga lebih memudahkan dalam pencapaian tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, berangkat dari penggalian data berupa pandangan responden, yang kemudian responden bersama peneliti memberi penafsiran sehingga menciptakan konsep sebagai temuan. Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, terdapat pola tertentu yang penuh dengan variasi, informasi yang didapatkan harus ditelusuri seluas-luasnya sesuai dengan variasi yang ada, sehingga peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang diteliti secara utuh. Dalam penelitian ini, pemecahan masalah yang akan diteliti, dilakukan dengan cara memaparkan data yang diperoleh dari pengamatan lapangan, dianalisis dan diintepretasikan dengan memberikan kesimpulan. D. Pembahasan Implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidik Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di Kabupaten Tulang Bawang, sesuai dengan Peraturan Bupati Tulang Bawang Nomor 9 tahun 2009 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang, khususnya Dinas Pendidikan, pemuda dan Olah Raga, maka penjabaran tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan lingkup SKPD Dinas Pendidikan, pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang, telah berjalan sebagaimana penjabaran peraturan tersebut, namun belum optimal. Kemudian tingkat perbandingan antara jumlah sekolah dan jumlah guru pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2012 walaupun terjadi penambahan jumlah guru, namun masih belum mencukupi terhadap sekolah-sekolah yang ada dipelosok perdesaan yaitu rata-rata satu sekolah terdiri dari 14 (empat belas) orang guru SMP, namun kenyataannya bahwa rata-rata 1 (satu) sekolah menengah pertama (SMP) yang ada di perkotaan terdiri antara 40 empat puluh) sampai 45 (empat puluh lima) guru sedangkan sekolah-sekolah yang ada pada daerah perdesaan satu sekolah hanya terdiri antara 6 sampai 7 orang guru, untuk mengatasi hal tersebut maka pada sekolahsekolah yang kekuarang guru baik guru PNS maupun guru honorer maka ada guru yang mengajar untuk beberapa mata pelajaran, yang ada dipelosok perdesaan, hal inilah yang perlu mendapat perhatian serius dari pihak Dinas pendidikan pemuda dan olahraga dalam mendistribusikan guru-guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang. Sesuai hasil penelitian bahwa sampai dengan 2013 mengalami peningkatan baik dari dari jumlah siswanya maupun jumlah tanaga pendidik yang terus bertambah setiap tahunnya, penambahan tenaga pengajar tersebut yaitu untuk mengimbangi rasio siswa yang setiap tahunnya bertambah sehingga untuk meningkatkan 21
kualitas pendidikan maka guru juga harus ditambah sehingga kualitas pembejalaran dapat terwujud. Kemudian dalam pemetaan kebutuhan tenaga pendidik di Kabupaten Tulang Bawang perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulang Bawang, agar sekolah-sekolah yang ada perdesaan dapat terpenuhi, sehingga out put kualitas sumber daya manusia yang diharapkan tercapai sesuai rencana. Jika dikaitkan dengan masalah yang telah dirumuskan, yakni bagaimana implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidik lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang serta faktorfaktor apakah yang mendukung dan menghambat dalam distribusi tenaga pendidik lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang. Diduga bahwa ada tiga faktor yang mendukung dan menghambat distribusi tenaga pendidik lingkup Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang, dalam setiap kebijakan publik standar dan tujuan harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada tiap-tiap program, agar implementasinya dapat berjalan sesuai rencana, menurut Smith (1977: 202-205), bahwa implementasi kebijakan terdiri dari : 1) The idealized policy, that is, idealized patterns of interaction that those who have defined the policy are attempting to induce. 2) The target group, defined as those who are required to adopt new patterns of interaction by the policy. They are the people most directly affected by the policy and who must change to meet ist demands. 3) The implementing organization, usually a unit of the government bureaucracy, responsible for implementation of the policy. 22
4)
The environmental factors, those elements in the environment that influence or are influenced by the policy implementation. The general public and the various special interest groups are here. Keempat variabel tersebut, tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik, oleh karena itu sering menimbulkan tekanan bagi terjadinya transaksi atau tawarmenawar antara formulator dan implementor kebijakan. Dengan demikian bahwa menyangkut pemetaan dan pendistribusian guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) telah dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang, namun belum optimal karena berbagai permasalahan yang timbul setelah pendistribusian tenaga pendidik tersebut, untuk beberapa saat guru-guru yang ditugaskan pada daerah-daerah perdesaan banyak yang minta untuk pindah diperkotaan dengan berbagai alasan dan pada umumnya yang pindah adalah guruguru perempuan dengan alasan ikut suami. Sehingga sekarang masih diupayakan agar tenaga-tenaga pendidik yang berasan dari daerah di mana sekolah tersebut berada untuk dididik dan ditugaskan pada daerah tersebut, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga pendidik utamanya pada daerah perdesaan. Hal tersebut didukung pendapat Godon (1986) dalam Keban (1999) implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk realisasi program, dalam hal ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah diseleksi. Mengorganisir berarti mengatur sumber daya, unit-unit dan metode-metode untuk melaksanakan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan menterjemahkan bahasa atau istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima
dan feasible. Menerapkan berarti menggunakan instrument-instrument, melakukan pelayanan rutin, pembayaran-pembayaran atau merealisasikan tujuan-tujuan program. Tingkat penyebaran informasi tentang pendidikan berlangsung pada Dinas Kabupaten Tulang Bawang yang membawahi proses pendidikan. Hal ini berada pada areal tataran penguasaan dan penyebaran informasi yang modern, namun masih pada tingkat yang sedang. Artinya, masih ada informasi yang seharusnya disampaikan secara cepat oleh pelaku kepada masyarakat, namun tidak dilakukan atau dilakukan dengan cara yang sangat lambat, sehingga isi informasi itu tidak dapat ditindak lanjuti. Masalnya penyempaian tentang penerimaan murid baru melalui radio atau koran, Penyebaran informasi lebih baik pada organisasi struktural bila dibanding di sekolah. Perbedaan seperti ini sangat mencolok pada komunitas baru berkembang, hal ini antara lain disebabkan oleh organisasi struktural di komunitas ini telah mendapatkan manfaat dari penggunaan egovernment, sementara manfaatnya di sekolah relatif masih sangat sedikit. Memang telah ada segelintir anggota organisasi yang memahami makna egovernment, tetapi masih bersifat individual manfaatnya. Rasio murid terhadap sekolah disamping menyatakan tingkat efisiensi penggunaan/pengelolaan sekolah, juga menggambarkan kecukupan sarana pendidikan. Pada tahun 2011, rasio murid terhadap sekolah tingkat SMP yaitu 281,86. Dapat diartikan bahwa pendayagunaan sekolah SMP lebih maksimal. Sesuai hasil penelitian bahwa tingkat pembangunan sumber daya manusia pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, bahwa Kabupaten Tulang Bawang perkembangan pendidikan cukup memadai, namun demikian tidak diimbangi dengan perkembangan guru yang ada, sehingga
rasio antara murid dan guru cukup tinggi, namun demikian bahwa cukup disyukuri bahwa partisipasi masyarakat untuk mendukung pendidikan cukup tinggi dengan kesadaran menyekolahkan anakanak mereka pada tingkat sekolah Sekolah Menengah Pertama (SMP) walaupun orang tua kurang mampu, sedangkan tingkat perkembangan pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang masih relatif rendah, hal tersebut terlihat bahwa rasio murid dan guru yang relatif rendah kemudian perkembangan pendidikan yang juga relatif lambat hal tersebut terjadi karena masih banyak usia sekolah dasar di Kabupaten Tulang Bawang yang belum bersekolah. Sesuai hasil penelitian bahwa pebandingan antara jumlah sekolah, jumlah guru, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang, 1:14. Artinya kalau dirata-ratakan satu sekolah mempunyai guru empat belas orang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa satu sekolah masih mempunyai perbandingan yang cukup baik terhadap jumlah guru, namun kenyataanya setelah pendistribusian ternyata kurang berimbang anatara sekolah yang ada di perkolaan dan sekolah yang ada diperdesaan, kemudian dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah murid masih dalam tahap yang seimbang bila dibandingkan dengan jumlah guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kabupaten Tulang Bawang. Berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan guru PNS dan guru bantu sementara (GBS), yang secara tidak langsung terkait dengan upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, pada tahun 2011 juga mendapat perhatian dari Pemerintah Pemuda dan olahraga Kabupaten Tulang Bawang dengan alokasi anggaran sebesar 17,9 milyar rupiah yang diberikan kepada 1.721 guru PNS dan kepada 80 guru honorer Sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah terpencil yang ada di Kabupaten Tulang Bawang. 23
Implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidik Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang, sesuai dengan Peraturan Bupati Tulang Bawang Nomor 9 tahun 2009 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang, khususnya Dinas Pendidikan, pemuda dan Olah Raga, maka penjabaran tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan lingkup SKPD Dinas Pendidikan, pemuda dan Olah Raga Kabupaten Tulang Bawang, telah berjalan sebagaimana penjabaran peraturan tersebut, namun belum optimal, hal tersebut karena berbagai kendala, untuk mengetahui hal tersebut maka dikemukakan tahapantahapan pelaksanaan sesuai teori yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. The idealized policy (kebijakan/program) Paradigma pembangunan yang berkembang pada tahun 90-an yaitu paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (human centered development). Secara konsep, pembangunan manusia adalah upaya yang dilakukan untuk memperluas peluang penduduk untuk mencapai hidup layak, yang secara umum dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas dasar dan daya beli. Pada tataran praktis peningkatan kapasitas dasar adalah upaya meningkatkan produktivitas penduduk melalui peningkatan pengetahuan dan derajat kesehatan. Dengan demikian sekurangnya ada dua sektor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sehubungan dengan upaya memperluas kesempatan penduduknya untuk mencapai hidup layak yaitu pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ini bisa terwujud melalui alokasi pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan meningkatnya alokasi pengeluaran pemerintah di sektor publik tersebut maka akan Meningkatkan pula produktivitas penduduk. Peningkatan 24
produktivitas ini, pada gilirannya mampu meningkatkan pembangunan manusia yang selanjutnya dengan sendirinya berdampak pada penurunan angka kemiskinan, hal tersebut terlihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan angka kemiskinan dari 2007 sampai dengan 2013 nampak Kabupaten Tulang Bawang mengalami peningkatan IPM yang cukup signifikan dengan usaha pemerintah dalam pembangunan IPM di Kabupaten Tulang Bawang. Dengan demikian bahwa pengeluaran di sektor publik sangat bermanfaat untuk meningkatkan pembangunan manusia dan mengurangi penduduk miskin. Sehubungan dengan itu maka agar kebijakan distribusitenaga pendidk dan pemetaan guru efektif dan sinergis diterapkan perlu ada tahapan analisis program yang dapat dijadikan standar monitoring dan evaluasi pelaksanaan program, walaupun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulang Bawang sudah menganalisis melalui pendekatan SWOT analysis, sehingga kebutuhan guru ini jauh terkesan dari anggapan sebagai program penyelamatan terhadap guru-guru yang masih honorer, yang sebagian kalangan menilai dalam rangka “kepentingan politis”. Melalui tahapan analisis program ini akan mengeliminasi anggapan yang negatif dan akan memudahkan pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulang Bawang untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana kinerja sekolah dalam menjalankan programnya. 2. Target group (kelompok sasaran) Salah satu cermin pemerataan akses pendidikan dasar, dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS). Dengan melihat APS usia SD (7-12) pada tahun 2011 yang mencapai 98,37, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh anak usia 7-12 tahun telah menikmati pendidikan dasar. Rasio murid terhadap sekolah
disamping menyatakan tingkat efisiensi penggunaan/pengelolaan sekolah, juga menggambarkan kecukupan sarana pendidikan. Pada tahun 2011, rasio murid terhadap sekolah tingkat SMP yaitu 281,86. Dapat diartikan bahwa pendayagunaan sekolah SMP lebih maksimal. Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia merupakan model pembanguanan yang ditujukan untuk memperluas pilihan yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Pemberdayaan penduduk ini dapat dicapai melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatkan derajat kesehatan, pengetahuan dan keterampilan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan produktif, sosial, budaya dan politik. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan lahirnya konsep 'basic need development”. Sesuai hasil penelitian bahwa tingkat pembangunan sumber daya manusia pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, bahwa Kabupaten Tulang Bawang perkembangan pendidikan cukup memadai, namun demikian tidak diimbangi dengan perkembangan guru yang ada, sehingga rasio antara murid dan guru cukup tinggi, namun demikian bahwa cukup disyukuri bahwa partisipasi masyarakat untuk mendukung pendidikan cukup tinggi dengan kesadaran menyekolahkan anakanak mereka pada tingkat sekolah Sekolah Menengah Pertama (SMP) walaupun orang tua kurang mampu, sedangkan tingkat perkembangan pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang masih relatif rendah, hal tersebut terlihat bahwa rasio murid dan guru yang relatif rendah kemudian perkembangan pendidikan yang juga relatif lambat hal tersebut terjadi karena masih banyak usia sekolah dasar di Kabupaten Tulang Bawang yang belum bersekolah.
3. Implementing organization (unsur pelaksana) Pebandingan antara jumlah sekolah, jumlah guru dan murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada masing-masing sekolah di Kabupaten Tulang Bawang, nampak bahwa ratio perbandingan tersebut cukup baik. Hal tersebut memperlihatkan bahwa, baik jumlah murid cukup berimbang pada tingkatan sekolah, namun kalau dilihat dari jumlah rata-rata murid dalam satu sekolah sangatlah banyak, kemudian rasio antara guru dan murid pada sekolah luar kota dengan sekolah dalam kota yang relatif masih tinggi, hal tersebut memperlihatkan relatif kurangnya guruguru negeri atau guru yang berstatus pegawai negeri sipil di Kabupaten Tulang Bawang Relatif memadai hanya kebanyakan tinggal di Kota sehingga nampak bahwa sekolah yang ada di kota gurunya relatif memadai sedangkan sekolah yang ada diperdesaan relatif sedikit gurunya. 4. Enviromental factors, (unsur-unsur didalam lingkungan) Implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang yang cenderung pada kategori tinggi sebagaimana disebutkan memperkuat pernyataan teoretik Van Meter and Van Horn (1975:464). Pemerintah selaku pembuat kebijakan telah menyatakan standar dan tujuan yang jelas. Namun demikian, dimasukkannya standarstandar normatif dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2006 yang tidak terkait iangsung dengan muatan Inpres Nomor 5 Tahun 2006, mencerminkan apa yang disinyalir oleh Van Meter and Van Horn (1975:464) sebagai kesengajaan menggulirkan standar dan tujuan yang mendua arti dan kontradiktif. Permendiknas Nomor 35 Tahun 2006 menggulirkan standar lulusan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional, standar sarana pendidikan, standar prasarana pendidikan, 25
standar persentase sekolah yang harus memiliki perpustakaan, dan standar persentase sekolah yang menjalankan MBS. Standar-standar normatif tersebut bukan merupakan penjabaran atau norma pelaksanaan dan penuntasan pencapaian angka partisipasi murni dan angka partisipasi kasar sebagai tujuan Inpres Nomor 5 tahun 2006. Pengguliran standar normatif yang kontradiktif ini membuat rumit pengarahan peran dari semua personil yang terlibat dalam implementasinya serta mengaburkan basis pengukuran keberhasilan implementasinya. Dalam implementasi kebijakan distribusi tenaga kependidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang akan sangat bervariasi karena permasalahan dan potensi (karakter) yang dimiliki di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulang Bawang. Untuk daerah yang terpencil seperti beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, memiliki sumber daya alam potensial tetapi sering dihadapkan pada kendala infrastruktur yang tidak memadai. Banyak program-program yang sejenis telah digulirkan oleh pemerintah pada sekolah-sekolah dipelosok, tetapi dalam implementasi dan target yang harus dicapai kadang-kadang tidak dapat diserap bahkan salah sasaran. Hal ini disebabkan dari tidak mampunya sumber daya manusia sebagai pelaksana program dan lemahnya sistem monitoring dan evaluasi program. Deskripsi tentang distribusi tenaga kependidikan, dalam pelaksanaan pendidikan khsusnya di Kabupaten Tulang Bawang telah dilaksanakan, karena semua bidang pendidikan telah tersedia guru yang sesuai, walaupun masih ada guru yang merangkap bidang studi dalam memberikan mata pelajaran pada seskolahsekolah yang jauh dari pusat Kota karena keterbatasan jumlah guru yang ada, 26
demikian juga menyangkut volume kerja, meskipun tetap didasarkan dari pemikiran bahwa pembahasan kedua indikator ini tidak dapat dipisahkan secara tegas, karena pembagian kerja melahirkan volume kerja di dalam suatu unit organisasi, namun karena keterbatasan jumlah guru maka sebagaian besar guru merangkap mata pelajaran dalam memberikan materi, hal tersebut mengakibatkan kurang optimalnya kegiatan belajar mengajar khsusnya pada daerah-daerah perdesaan yang jauh dari pusat Kota pada Kabupaten Tulang Bawang. Dengan demikian bahwa implementasi kebijakan distribusi tenaga kependidikan dan pemetaan guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang telah dilaksanakan namun belum sesuai yang diharapkan kerena belum berjalan sebagaimana mestinya, sebab masih selalu memperhatikan metode balas jasa baik dalam pengangkatan guru maupun dalam penempatannya. Sedangkan pendistribusian tenaga administrasi sudah mencukupi baik sekolah yang ada di perkotaan maupun sekolah yang ada diperdesaan, sehingga tenaga administrasi tidak terjadi permasalahan dalam pendistribusiannya. E. Simpulan dan Saran a. Simpulan 1. Implementasi kebijakan distribusi tenaga kependidikan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Tulang Bawang telah dilaksanakan, namun belum optimal hal tersebut karena pendistribusian yang belum merata antara sekolah yang ada di Perkotaan dan sekolah yang ada diperdesaan. Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di perkotaan pendistribusian guru pada umumnya sudah memcukupi sesuai kebutuhan, sedangkan pendistribusian guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada diperdesaan pada
umumnya relatif kurang, untuk memenuhi kekurangan tersebut maka pihak Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga mengangkat guru-guru honorer untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 2. Pemetaan kualifikasi guru pada masingmasing bidang studi untuk sekolahsekolah yang ada diperkotaan pada umumnya sudah tercukupi dan bahkan ada Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang jumlah guru pada mata pelajaran Bahasa Indonesia relatif banyak gurunya, sehingga tidak mencukupi jam pengajaran untuk syarat sertifikasi, untuk mencukupi syarat tersebut maka guru-guru tersebut mengajar untuk bidang studi yang bukan keahian mereka dengan tujuan untuk mencukupi syarat sertifikasi tersebut, sedangkan sekolah yang ada diperdesaan pada umumnya kekurangan guru bidang studi IPA, sehingga guru-guru yang ada mengajar bukan bidang keahlian mereka dengan jam yang relatif melebihi dari jam yang ditentukan sebagai syarat sertifikasi guru. b. Saran-saran 1. Untuk mensukseskan implementasi kebijakan distribusi tenaga pendidik Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tulang Bawang, perlu pembinaan secara terus menerus kepada tenaga yang bertugas dalam merencanakan dan mendistribusikan tenaga kependidikan. 2. Mengingat kualitas sumber daya manusia (SDM) di perdesaan belum siap maka diharapkan pihak pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana terhadap daerah perdesaan, untuk memberikan beasiswa terhadap siswasiswa yang berprestasi untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berasal dari perdesaan, sehingga sekolah-sekolah yang kurang
tenaga pendidiknya dapat terpenuhi pada masa-masa mendatang, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sekolah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Abe, Alexander. 2002. Perencanaan Daerah Partisifatif. Solo: Pondok Edukasi . Darwin.
1998. Pokok-pokok Org.anisasi dan Asas-asas Manajemen. Yogyakarta ; Liberty.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Dunn,
William N. 2000. Analisis Kebijaksanaan Publik. Alih Bahasa: Muhadjir Darwin. Yogyakarta ; Hamindita Offset.
Dye, Thomas R. 1987. Understanding Public Policy. New Jensey ; Prentice Hall, Inc. Edwards
III, George, C. 1980. Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Inc. Washington D.C.
Grindle, Merilee, 1980. Politics And Policy Implementation In The Third World, New Jersey ; Princeton University Press. Hogwood, BW., and LA., Gunn. 1984. Policy Analysis for the Real World; New York ; Oxford University Press.
27
Hoogerwerf, A. 1978. Ilmu Pemerintahan. Jakarta ; Penerbit Erlangga. Islamy, Irfan, 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta ; Bumi Aksara. Parasuraman, Zeithaml Berry. 1988. ServQual: A Multiple-Item Scale For Measuring Consumer Perception Of Service Quality, Journal of retailing. Rondinelli, A. Dennis, 1990. Proyek Pengembangan Sebagai ManajemenTerpadu, Pendekatan Adaptif Terhadap Administrasi Pembangunan, Terjemahan, Sahat Simamora. Jakarta ; Bumi Aksara. Sabatier, Paul A. And Hank JenskinsSmith (eds) 1993, Policy Change and Earning an Advocacy Coalition Approach Bonlder CO. West ViewPress.
Sugiyono.
2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung ; Alfabeta.
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung ; Alfa Beta. Suryawikarta. 1996. Kepeminpinan dan Motivasi. Jakarta ; Gramedia. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung ; Puslit KP2W Lemnit Unpad. Tjokroamidjojo, Bintoro dan AR. Mustopadidjaja. 1991. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan : Perkembangamn Teori dan Penerapan. Jakarta ; Masagung.
Salim, 1998. Faktor Manusia dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta ; Akademika Pressindo,
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1976. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Jakarta ; Pustaka Pelajar.
Siagian, Sondang P. 1994. Administrasi Pembangunan. Jakarta ; Haji Masagung.
Thompson, Dennis F. 2000. Etika Politik Pejabat Negara. Yayasan Obor Indo.
Smith, B.C. 1977. Policy Making in British Government. London ; Martin Robertson.
Van Horn, Carl & Van Meter. 1981. Policy Implementation In The Federal System. Lexington ; Mass.
Soekirman. 1992. Kemiskinan dan Kesejangan Sosial. Jakarta ; Gunung Agung.
Wahab, Solihin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan, dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta ; Bumi Aksara.
Soenarko. 2000. Publik Policy; Pengertian Pokok-Pokok Untuk Memahami dan Analisis Kebijakan Pemerintahan. Surabaya ; Airlangga University Press. 28
Wibawa,
Samudra. 1994. Kebijakan Publik, Proses dan Analisis. Jakarta ; Intermedia.
Wibawa, et.al. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta ; Raja Grafindo Persada. William, J. Clifton. 1978. Human Behavior in Organitation. Ohio ; South Western Publishing. Wildavsky, Aaron. 1980. How To Limit Government. Spending Berkeley ; University of California press.
29
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR CAMAT LADONGI KABUPATEN KOLAKA OLEH : JAMAL, DOSEN FISIP UNIVERSITAS HALU OLEO Problem of this research that is : ( 1) What will be public service quality in Office of Subdistrict of Ladongi of Regency Kolaka? (2) Factors of what pursuing public service quality in Office of Subdistrict of Ladongi of Regency Kolaka? Pursuant to background of problem and research target, hence this research approach use the research type qualitative with the descriptive analysis method. All data obtained is direct the than informan in field by using data interview conducted by through informal interview and structure do not by utilizing guidance interview as hold and observation. Pursuant to research result, that service in Office of Subdistrict of Ladongi of Regency Kolaka, have been executed properly, but its result not yet optimal, this matter is menunjukan that officer attitude not yet full improve the service quality in Office of Subdistrict of Ladongi of Regency Kolaka, according to service dimension that is : (1) Human Resource Ability, relative the lack of ability, resulting less be its his optimal is officer in running public service (2) column Freshment in course of service, in Office of Subdistrict of Ladongi of Regency Kolaka, relative facility less so that society managing letter in Office of Subdistrict Ladongi feel less be balmy, (3) service Quality of Office of Subdistrict of Ladongi of Regency kolaka, not yet been conducted maximally by entangling all aparat, but only entangle the certain people, so that this matter make [do] not all aparat own the initiative to submit the suggestion and or idea as input in course of service in order to make-up of service quality. Keyword : Quality, Service, Society A. Latar Belakang Pelayanan publik merupakan suatu proses kinerja birokrasi, keterkaitan dengan budaya birokrasi sangatlah kuat, artinya apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan publik haruslah berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah ditentukan oleh organisisasi publik sebagai perwujudan dari perilaku organisasi publik. Berkaitan dengan hal tersebut, bila mencermati pelayanan aparat menunjukkan masih terdapat penyimpangan sikap dan tingkah laku serta tindakan aparat sebagai pelayan masyarakat. Hal ini juga tidak terlepas pelayanan publik dari aparatur pemerintah, diantaranya pelayanan kepada setiap warga masyarakat yang merupakan kewajiban pemerintah untuk menghormati, 30
melindungi dan memenuhi kebutuhannya. Dalam kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa dalam pelayanan pengurusannya berbelit-belit, memerlukan biaya yang cukup besar, kurang informatif atau kurang transparan serta diskriminatif. Hal ini merupakan gambaran masih kurang optimalnya pemerintah dalam melakukan kewajibannya melalui pelayanan publik untuk menghormati, melindungi, mengakui dan memenuhi hak-hak azasi atau kebutuhan dasar setiap individu dalam masyarakat. Fenomena tersebut menggambarkan kurang optimalnya kualitas pelayanan pemerintah di kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka dalam memberikan pelayanan yang selama ini dinikmati oleh masyarakat. Sudah sejak lama masyarakat mengeluh bahwa penyelenggaraan
pelayanan publik yang dirasakannya amat jauh dari harapannya, sejauh ini ternyata tidak ada perbaikan yang berarti dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Bahkan, harapan masyarakat akan perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik ternyata makin jauh dari kenyataan. Secara empirik, Kualitas pelayanan yang ditunjukkan belum adanya pelayanan yang profesional yang merupakan keberhasilan pemerintah untuk mengelola pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan oleh pegawai yang mementingkan diri sendiri, perhatian dan kesungguhan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, serta rendahnya pengetahuan dan keterampilan melaksanakan tugas. Untuk itu penelitian ini berjudul analisis kualitas pelayanan publik di kantor Camat Ladongi Kabupaten Kolaka. Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka? 2. Faktor-faktor apa yang menghambat kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka? Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yaitu: 1. Dari aspek akademis; hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan teori berkaitan dengan fokus penelitian serta untuk memperkaya khasanah kajian tentang kualitasa pelayanan. Selanjutnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan berkaitan dengan bidang ilmu Administrasi, dalam hal pelayanan publik. 2. Dari aspek praktis; hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan, pemikiran serta pertimbangan bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam membuat peraturanperaturan atau kebijakan daerah agar
dapat memenuhi aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat. B. Kajian Teori 1. Konsep Kualitas Pelayanan Menurut Sutopo (2000: 30), terdapat dua yang terkait dengan konsep pelayanan, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian melayani adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang” Sedangkan pelayan-an adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain”. Dari dua pengertian itu dapat disimpulakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Menurut Kotler (1997; 103) berbagai hasil studi menunjukkan, bahwa harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, penyelenggara layanan yang dikelola dengan sangat baik memiliki sejumlah persamaan, diantaranya; a. Konsep strategis; Perusahaan jasa ternama memiliki pengertian yang jelas mengenai pelanggan sasaran dan kebutuhan pelanggan yang akan mereka puaskan. Untuk itu dikembangkan strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan ini yang menghasilkan kesetiaan pelanggan. b. Sejarah komitmen kualitas manajemen puncak; Tidak hanya melihat pada prestasi keuangan bulanan, melainkan juga pada kinerja jasa. c. Penetapan standar tinggi; Penyedia jasa terbaik menetapkan standar kualitas jasa yang tinggi antara lain berupa kecepatan respon terhadap keluhan pelanggan dan ketepatannya. d. Sistem untuk memonitor kinerja jasa; Secara rutin memeriksa kinerja jasa perusahaan maupun pesaingnya. e. Sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan; Menanggapi keluhan pelanggan dengan cepat dan ramah f. Memuaskan karyawan sama seperti pelanggan. 31
Kotler (1997:36) dan Tjiptono (1997:24) sama-sama mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi kepuasan tersebut mencerminkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan kinerja (performance) dan harapan yang diinginkan konsumen (important). Jika performance memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas dan akan sangat senang. Pelayanan publik (public services) oleh Pemerintah Daerah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) pemerintah daerah dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Sebagai suatu sistem pelayanan, pelayanan pemerintah daerah (organisasi) merupakan kombinasi antara service operating system dan service delivery system Lovelock, (1991:14) dalam (Akadun,1999:17). Pemberian pelayanan menekankan pada service delivery system, yaitu bagaimana birokrasi menyampaikan jasa pelayanan kepada masyarakat. Ketetapan strategi pemberian pelayanan pemerintah daerah ditentukan oleh kualitas pelayanan yang ditawarkan dan diukur oleh service performance atau perceived service (pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat) dan consumer expectations (pelayanan yang diharapkan masyarakat). Sedangkan prinsip pelayanan publik, yaitu:(1)Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. (2) Kejelasan; persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penye32
lesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik dan rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. (3) Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun wakrtu yang telah ditentukan. (4) Akurasi. Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. (5) Keamanan. Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. (6) Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. (7) Kelengkapan sarana dan prasarana. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). (8)Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. (9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. (10) Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. Center for population and policy studies /CPPS (2001:1-3) mengemukakan bahwa dalam menilai kinerja pelayanan dapat digunakan indikator yaitu: 1. Akuntabilitas Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas tinggi jika kegiatan tersebut dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Kinerja
pelayanan publik Indonesia tidak menunjukkan akuntabilitas tinggi terhadap masyarakat pengguna pelayanan. Akuntabilitas pelayanan publik yang rendah juga dapat dilihat dari fakta bahwa acuan aparat dalam memberikan pelayanan masih berdasarkan pada petunjuk pelaksanaan (juklak), bukan atas kepentingan masyarakat (customer driven). Aparat yang bertindak atas prinsip peraturan (rule driven) bersikap kaku dan tidak mendorong lahirnya kreativitas dalam memberikan pelayanan pelaksanaan pelayanan publik seharusnya bertitik tolak dari misi dan visi palayanan agar dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat, tapi pada kenyataannya aparat yang bertindak atas dasar misi dan visi hanya 1%. Bagian terbesar dari pelaksanaan tugas pelayanan masih berdasarkan peraturan dan juklak. 2. Responsivitas Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bentuk kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan, dan pengembangan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hasil survei CPPS (2001) yang berkaitan dengan responsivitas menunjukan bahwa 45% petugas mengaku menyelesaikan keluhan dari masyarakat pengguna pelayanan. Namun, masyarakat menilai bahwa keluhan yang diajukan kepada petugas sifatnya hanya di tampung, dijanjikan untuk di selesaikan, dan paling sering adalah petugas melempar tanggung jawab kepada petugas lain. Bahkan tidak jarang, masyarakat pengguna pelayanan dimarahi atau diremehkan oleh petugas.
3. Orientasi Terhadap Pelayanan Orientasi pelayanan menunjukan pada ukuran seberapa besar sumberdaya yang dimiliki oleh petugas digunakan untuk melayani pengguna pelayanan. Idealnya, sumberdaya yang dimiliki oleh petugas hanya digunakan untuk melayani masyarakat. Dengan demikian, apabila petugas tidak memiliki pekerjaan dan tugas lain diluar pekerjaan penyelenggaraan pelayanan, akan semakin baik kinerjanya kerena semua sumberdaya yang dimiliki dicurahkan untuk masyarakat pengguna pelayanan. Alasan tingkat penghasilan yang kecil telah membuat petugas mempunyai pekerjaan sampingan di luar pekerjaan pemberian pelayanan. 4. Efisiensi Pelayanan publik dikatakan efisien apabila pengguna pelayanan dapat dilayani dalam waktu yang sesingkat– singkatnya dan biaya yang semurahmurahnya. Semakin efisien suatu pelayanan, maka kinerja pelayanan yang dihasilkan menjadi semakin baik. Sebagaimana dipaparkan terebut, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 merupakan ketentuan pokok yang memuat kewajiban, larangan serta sanksi bagi setiap pegawai negeri sipil. Tujuan utama peraturan ini adalah mewujudkan aparatur yang memiliki jiwa dan semangat disiplin tinggi, memiliki loyalitas terhadap atasan serta memiliki semangat pengabdian dalam mengemban tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya. Menurut Parasuraman, (1994;184) menjelaskan bahwa ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan, yaitu; 1. Tangibles (Tampilan fisik pemberian pelayanan). Faktor yang mencakup antara lain, fasilitas fisik, perlengkapan, penampilan 33
2.
3.
4.
5.
34
pegawai dan sarana komunikasi. Ini berarti bahwa penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik, harus dapat diandalkan karena dianggap sebagai bukti nyata dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Reliability (Kehandalan dalam pemberian pelayanan). Kemampuan organisasi untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya, harus sesuai dengan harapan masyarakat yang berkaitan dengan ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua masyarakat dan tanpa kesalahan. Responsivess (Ketanggapan pemberian pelayanan). Faktor ini terlihat dari kebijakan yang dimaksudkan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap kepada pelanggan. Dimensi ini sangat berkaitan dengan kemampuan dan profesionalisme, untuk lebih mengutamakan pemberian pelayanan yang prima kepada masyarakat. Assurance (Jaminan atau Kepastian). Pengetahuan dan keramahan karyawan dan kemampuan melaksanakan tugas secara spontan yang dapat menjamin kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keya-kinan pelanggan, harus mampu memberikan jaminan atas pelayanan yang memuaskan, mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat staf yang dapat dipercaya, bebas dari bahaya resiko atau keraguraguan. Empathy (Empati) Dimensi ini menjelaskan bahwa organisasi memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi kepada pelanggan dan berupaya untuk memahami keinginan pelanggan. Ini berarti bahwa perlu memberikan kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan pemahaman atas kebutuhan para anggota masyarakat.
Kemudian untuk melihat kualitas pelayanan tersebut, menurut Fitzstmmons (1994:190) mengatakan dapat dilihat dari lima dimensi yaitu: 1. Reliability, kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen; 2. Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat 3. Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan, kepercayaan diri dari pemberi layanan, serta respek terhadap konsumen; 4. Empathy, kemauan pemberi layanan untuk melakukan pen-dekatan. memberi perlindungan serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan kon-sumen; 5. Tangibles, penampilan para pega-wai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatan atau per-lengkapan yang menunjang pelayanan. Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah faktor disiplin Discenza and Smith, (dalam Timpe, 2000-403). Hal ini dapat dipahami karena disiplin berkaitan dengan ketaatan terhadap peraturan, kepatuhan terhadap perintah kedinasan, ketatan terhadap jam kerja, kepatuhan berpakaian seragam, kepatuhan dalam penggunaan dan pemeliharaan sarana kantor dan selalu bekerja sesuai prosedur. C. Metode Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Penggunaan metode ini adalah untuk mengkaji dan mendeskripsikan secara kualitatif, bagaimana dalam pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka. Seluruh data
diperoleh langsung dari informan di lapangan dengan menggunakan wawancara dan observasi. 1. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh peneliti melalui penelitian lapangan yang berasal dari para informan secara langsung dilapangan dengan melakukan wawancara yang berkaitan dengan kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka. Pencarian data dipusatkan pada informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian ini mengenai, pemahaman mereka tentang kualitas pelayanan di Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka. 2. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan studi dokumen, pada kantor-kantor pemerintah, instansi yang terkait, jurnal penelitian, majalah, surat kabar, dan buku teks. Data sekunder ini meliputi berbagai hal, antara lain keadaan geografis dan demografis, keadaan sosial ekonomi dan budaya daerah penelitian. Jadi sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu para informan dan dokumen tertulis. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelayanan publik adalah tersedianya sarana dan prasarana pendukung yang mencakup antara lain fasilitas gedung kantor dan perlengkapannya, sarana komunikasi. Ini berarti bahwa fasilitas sarana dan prasarana fisik, harus dapat diandalkan karena di anggap sebagai bukti nyata dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kantor merupakan sarana utama tempat melakukan berbagai kegiatan pelayanan, karena itu kantor haruslah memenuhi standar sebagai tempat untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi pelayanan. Kecamatan Ladongi Kabupaten
Kolaka memiliki sebuah kantor yang mudah dijangkau masyarakat karena berada di Tengah Kota Ladongi. Selain dari ruang kantor yang tersedia juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti, komputer personal (PC), laptop, mesin ketik,TV, dan meja, kursi tempat duduk pada ruang tunggu. Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang di gunakan dalam pelayanan merupakan faktor pendukung kelancaran pelayanan yang dilakukan secara cepat, nyaman, dan berkualitas. Menurut Sab., Camat Ladongi Kabupaten Kolaka menjelaskan: Gedung kantor yang kami gunakan sekarang adalah merupakan gedung kantor Kecamatan Sejak berdirinya Kantor tersebut, dimana pada saat itu kantor ini diperuntukan Kantor Kecamatan Ladongi, namun perkembangannya yang semakin besar, maka Kantor tersebut mengalami beberapa kali Rehabilitasi ringan. Selanjutnya kami juga sudah mengusulkan untuk diadakan rehabilitasi karena kondisi Kantor yang sudah mulai rusak, dan hal ini perlu mendapat perhatian dalam memperbaikinya karena kantor ini adalah merupakan tempat pelayanan publik sehingga memerlukan kenyamanan buat masyarakat, (wawancara, 2013). Tersedianya gedung kantor yang dimiliki oleh Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka merupakan suatu independensi Kecamatan Ladongi dalam melakukan suatu pelayanan yang berkualitas. Menurut Zeithaml et. al. (1990:21-22) menyatakan bahwa kriteria kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu; Expected service dan preceived service. Expected service dan preceived service ditentukan oleh dimention of service quality yang antara lain adalah dimensi tangibles. Berdasarkan hasil penelitian, kantor 35
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka belum memiliki fasilitas yang memadai baik ruang kantor maupun fasilitas alat-alat kantor. Kualitas pelayanan yang di harapkan oleh masyarakat berupa layanan yang cepat dan memuaskan belum diperoleh secara maksimal. Pelayanan sering menimbulkan kemacetan apabila lampu listrik mati sehingga aktivitas untuk melakukan pencetakan surat-surat mengalami hambatan. Dengan demikian dalam memberikan pelayanan, fasilitas fisik perlu mendapat perhatian khusus agar sistem pelayanan lebih efisien, jika sistem pelayanan tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai maka pelayanan menjadi tidak efisien khususnya apabila terjadi kesenjangan sumberdaya dan kapasitas dari administrasi publik yang menyebabkan institusi administrasi publik menjadi tidak efektif. Dampak yang terjadi adalah adanya perubahan pola hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, yakni pemerintah menjadi lebih bersifat memfasilitasi daripada mengarahkan sedangkan masyarakat terjadi penurunan kapasitas akibat adanya kebijakan penghematan, dan pengurangan anggaran dalam penyediaan fasilitas yang dibutuhkan. Melemahnya kemampuan fisik dari sektor publik ini menyebabkan ketidak mampuan melayani kebutuhan masyarakat khususnya apabila mayoritas warga masyarakat sangat mengharapkan pelayanan prima terhadap sektor publik untuk pelayanan-pelayanan dasar yang dibutuhkan. Upaya untuk mewujudkan suatu pelayanan yang berkualitas adalah menjadi perhatian utama Kecamatan Ladongi Kolaka terutama untuk mengadakan fasilitas kantor yang lebih memadai. Suatu pelayanan akan memberikan dampak yang positif manakala segala perkembangan dan kemajuan terutama dibidang informasi teknologi tersedia secara memadai. Ruang pelayanan Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka tidak disekat36
sekat secara tertutup, akan tetapi sekatsekat secara terbuka. Hal ini disebabkan masih terbatasnya ruang pelayanan. Ada dua manfaat dilakukan secara terbuka, pertama proses pelayanan dari ke satu ke loket lainnya berjalan dengan cepat, kedua menghindari terjadinya kolusi. Selanjutnya wawancara dengan MY, petugas pelayanan bahwa: Salah satu kesulitan kami dalam memberikan pelayanan yang cepat dan berkualitas kepada masyarakat adalah karena tidak ditunjang dengan fasilitas kerja yang memadai seperti komputer, AC, lemari arsip, serta ketersediaan ruangan yang relatif belum memenuhi standar baik. (Wawancara, 2013). Berdasarka hasil penelitian, kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka belum memiliki fasilitas yang memadai baik ruang kantor maupun fasilitas alat-alat kantor. Kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat berupa layanan yang cepat dan memuaskan belum diperoleh secara maksimal. Pelayanan sering menimbulkan kemacetan apabila lampu listrik mati sehingga aktivitas untuk melakukan pencetakan surat-surat mengalami hambatan. Dengan demikian dalam memberikan pelayanan, fasilitas fisik perlu mendapat perhatian khusus agar sistem pelayanan lebih efisien, jika sistem pelayanan tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai maka pelayanan menjadi tidak efisien khususnya apabila terjadi kesenjangan sumberdaya dan kapasitas dari administrasi publik yang menyebabkan institusi administrasi publik menjadi tidak efektif. Dampak yang terjadi adalah adanya perbahan pola hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, yakni pemerintah menjadi lebih bersifat memfasilitasi daripada mengarahkan sedangkan masyarakat terjadi penurunan kapasitas akibat adanya kebijakan penghematan, dan
pengurangan anggaran dalam penyediaan fasilitas yang dibutuhkan. Melemahnya kemampuan fisik dari sektor publik ini menyebabkan ketidak mampuan melayani kebutuhan masyarakat khususnya apabila mayoritas warga masyarakat sangat mengharapkan pelayanan prima terhadap sektor publik untuk pelayanan-pelayanan dasar yang dibutuhkan. Upaya untuk mewujudkan suatu pelayanan yang berkualitas adalah menjadi perhatian utama Kecamatan Ladongi Kolaka terutama untuk mengadakan fasilitas kantor yang lebih memadai. Suatu pelayanan akan memberikan dampak yang positif manakala segala perkembangan dan kemajuan terutama dibidang informasi teknologi tersedia secara memadai. Menurut penulis bahwa kantor pelayanan, perlu menyiapkan berbagai fasilitas fisik yang memadai untuk melaksanakan pelayanan publik, agar dalam memberikan pelayanan, sehingga petugas yang memberi pelayanan merasa nyaman dengan ruang yang ber-AC dan fasilitas kerja yang memadai, diharapkan petugas yag memberikan pelayanan dapat bekerja optimal dalam memberikan pelayanan, yang tentunya sumber daya mansianya juga perlu diberi pelatihanpelatihan tentang pelayanan, dengan demikian masyarakat yang menerima layanan akan merasa nyaman dan tidak merasa bosan menunggu. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku pegawai pada kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah keadaan psikis individu, pada umumnya hal ini tidak nampak sebagaimana sikap seseorang yang masih ada di dalam dirinya (covert). Sedangkan faktor eksternal ialah segala benda yang ada di luar diri seseorang yang bisa diwujudkan menjadi stimulus. Perilaku pada dasarnya terbentuk setelah melewati keseluruhan aktivitas yaitu unsur
kepentingan, kebutuhan, motivasi dan sikap yang potensial dapat menjelaskan perilaku tertentu. Kepentingan seseorang melandasi perilakunya atau dengan kata lain sikap seseorang itu banyak di pengaruhi oleh kepentingannya. Sistem nilai dan norma budaya yang berlaku pada kantor Kecamatan Ladongi yang selama ini dikembangkan adalah sikap yang lebih menekankan pada kepuasaan dan pelayanan prima kepada masyarakat belum dapat diwujudkan sebagai sistem nilai, norma dan simbolsimbol aparat birokrasi yang menunjukkan sebagai sebagai pelayan masyarakat. Sikap pegawai cenderung memiliki keyakinan bahwa petugas tidak pernah bersalah atau tidak pernah mau dipersalahkan. Apa yang pimpinan lakukan telah dianggap benar menurut ukuran subyektivitas yang mereka pakai. Sikap demikian masuk ke dalam sistem birokrasi pada Kecamatan Ladongi kabupaten Kolaka. Secara rasional, semakin tinggi jabatan seseorang akan semakin bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Akan tetapi, logika organisasi tersebut tidak selalu dapat berjalan sesuai dengan logika formal yang berkembang dalam birokrasi pelayanan. Jika terjadi kesalahan tindakan, aparat bawah yang selalu menjadi tumpuan kesalahan, memperlakukan masyarakat sebagai kelompok yang dapat ditekan atau di kambinghitamkan. Masyarakat seringkali dituduh sebagai pihak yang menyebabkan terjadinya kelambanan pelayanan, dengan alasan bahwa masyarakat tidak dapat memahami peraturan dan keinginan birokrasi. Sikap pegawai dalam pelayanan publik pada kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka didukung pendapat Atmosudirdjo, (2007) tentang strategistrategi dasar menuju pelayanan yang berkualitas meliputi; (1) menetapkan tujuan yang jelas. Penetapan tujuan secara spesifik dan jelas melalui visi dan misi 37
Kecamatan Ladongi didasarkan pada tuntutan masyarakat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan, (2)memprakarsai atau menentukan kembali budaya organisasi. Strategi ini tidak diarahkan pada perubahan standar dan prosedur, tetapi lebih pada upaya memperbaiki kondisi dasar atau penyesuaian dengan kondisi masyarakat agar semua pegawai dapat bekerja secara lebih luwes dan sukses, (3) mengembangkan komunikasi yang efektif dan konsisten. Komunikasi formal dan infomal merupakan aktivitas komunikasi yang membangun informasi yang efektif untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dan akurat mengenai sasaran, tujuan, perioritas dan kepuasan dalam pelayanan, (4) melembagakan pendidikan dan pelatihan. Pelatihan sangat penting bagi setiap orang, semakin baik seseorang dilatih maka semakin baik pula kinerjanya. Pendidikan dan latihan merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, oleh karena itu kantor Kecamatan Ladongi sebagai organisasi publik akan dapat mencapai kualitas dan mempertahankan kesesuaian kualitas tersebut diseluruh jajaran organisasi, (5) mendorong perbaikan kualitas secara terus menerus. Program peningkatan kualitas secara terus menerus dengan menempatkan pelanggan sebagai pihak terpenting (customer based) sangat menekankan pada aspek kesinambungan karena unsur-unsur yang terdapat dalam kualitas selalu mengalami perubahan. Apa yang saat ini dipandang telah berkualitas, dalam waktu tidak terlalu lama bisa saja tidak lagi berkualitas. Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak berkualitas atau tidak efisien. 38
Berdasarkan uraian tersebut dijelaskan bahwa ukuran kualitas pelayanan memiliki sepuluh dimensi, yaitu Tangible (terlihat/terjamah), terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi; Realiable (kehandalan), terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat; Responsiveness (tanggap), kemauan untuk membantu konsumen bertanggungjawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan; Competence (kompeten), tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan; Courtesy (ramah), sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi; Credibility (dapat dipercaya), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat; Security (merasa aman), jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan resiko; Access (akses), terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan; Communication (komunikasi), kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat; dan Understanding the customer (memahami pelanggan), melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan. Sesuai hasil wawancara dengan PM, Bendahara pada Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka, mengemukakan bahwa : Kami selalu mengikuti prosedur kerja/tata cara pelayanan, persyaratan teknis maupun administratif, rincian biaya/tarif, tata cara pembayaran, jadwal waktu penyelesaaian, hak dan kewajiban pemberi maupun menerima layanan sebagai dasar kelengkapan pemrosesan pelayanan.
Namun karena kurangnya sosialisasi tentang tahapan-tahapan tersebut sehingga masyarakat ada yang merasa birokrasinya sangat panjang. (hasil wawancara, 2013). Peningkatan sikap pegawai dalam memberikan pelayanan dimaksudkan agar pelanggan merasa puas atas apa yang diinginkan, hal tersebut sesuai pendapat Kotler (1997:36) dan Tjiptono (1997:24) sama - sama mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi kepuasan tersebut mencerminkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan kinerja (performance) dan harapan yang di inginkan konsumen (important). Jika performance memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas dan akan sangat senang. Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk, berkualitas atau tidak. Berkenaan dengan hal tersebut. Tjiptono (1997:24) sama-sama mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi kepuasan tersebut mencerminkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan kinerja (performance) dan harapan yang diinginkan konsumen (important). Jika performance memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas dan akan sangat senang. Sesuai hasil pengamatan penulis bahwa pelaksanan pelayanan di Kecamatan
Ladongi Kabupaten Kolaka, telah berjalan, seperti pengurusan KTP, untuk blangko lama sudah berjalan, sedangkan untuk KTP elektronik di Kecamatan Ladongi belum ada. Demikian juga Kartu Keluarga (KK) sudah dilaksanakan, namun waktu penyelesaiannya relatif bervariatif, karena kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas kerja yang relatif terbatas. Perbaikan sikap pegawai, merupakan salah satu bukti mengapa terjadi peningkatan kualitas pelayanan itu mutlak perlu dalam suatu organisasi ialah karena adanya perbedaan seperti satuan pekerjaan, orang, atau pejabat dan sebagainya yang akan dilayani sehingga perlu perbaikan perilaku pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Itulah sebabnya, tanpa Perbaikan perilaku kerja pegawai dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang jelas, ada kecendrungan atau kemungkinan masingmasing spesialis itu akan berjalan sendirisendiri yang bisa saja menuju ke berbagai arah atau tidak pernah bertemu pada tujuan yang sama. Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accountability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan. Sesuai hasil wawancara dengan PM, Bendahara pada Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka, mengemukakan bahwa : Pengurusan KTP dan KK di Kecamatan Ladongi, khsusnya yang manual sudah dikurangi karena akhir 39
tahun ini atau bulan desember 2013, di Kecamatan Ladongi KTP elektronik akan diberlakukan dan mengganikan KPT biasa, sehingga sekarang mulai dososialisasikan kepada masyarakat agar bersiap-siap mengganti KTP tersebut dengan KK juga secara otomatis akan berubah utamanya nomor registrasinya. (hasil wawancara, 2013). Dengan demikian, dapat diketahui dan dipahami bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan publik yang baik, tidak cukup hanya menggunakan indikator tunggal, namun secara niscaya harus menggunakan multi-indikator atau indikator ganda dalam pelaksanaannya. Karena itu dimensi-dimensi pelayanan yang disajikan tersebut, sangat berpengaruh kepada kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat, pada bidang pelayanan pemerintahan dan pembangunan; bidang ekonomi; bidang pendidikan; bidang kesehatan; bidang sosial; bidang kesejahteraan rakyat; dan bidang pertanahan dan sebagainya. Selanjutnya, Kumorotomo (1996) menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik terdiri atas 4 dimensi, yaitu dimensi efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap. Masing-masing dimensi terdiri atas beberapa indikator. Untuk dimensi efisiensi, indikatornya adalah: keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Untuk dimensi efektivitas, indikatornya adalah: apakah tujuan didirikannya organisasi pelayanan publik itu tercapai; Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi sebagai agen pembangunan. Untuk dimensi keadilan, indikatornya adalah: distribusi dan aloksi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik, dan untuk dimensi daya tanggap, indikatornya 40
adalah: daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan demikian bahwa tujuan layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, menurut Rasyid (1997: 116) adalah: Layanan berkenan usaha pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin bahwa warga masyarakat dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar, dan ditujukan juga untuk membangun dan memelihara keadilan dalam masyarakat. Selanjutnya mengenai layanan publik, konsep ini sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam kajian ilmu pengetahuan. Bahkan secara filosofis, dapat dikatakan bahwa munculnya ilmu administrasi negara sebetulnya terkait erat dengan konsep pelayanan publik. Munculnya ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu baru semakin memperkuat telaahan terhadap pelayanan publik. E. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Kualitas pelayanan pada Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten kolaka, sudah berjalan sebagaimana proses pelayanan, namun belum dilakukan secara optimal, karena dalam proses pelayanan tidak melibatkan semua pegawai, tetapi hanya melibatkan orangorang tertentu, sehingga kualitas pelayanan pada Kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten kolaka, relatif belum optimal. 2. Faktor-faktor penghambat pelaksanaan pelayanan pada kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten kolaka, yaitu : a. Kemampuan Sumber daya, yang relatif kurang memadai dan masih rendahnya kemampuan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelayanan sehingga kualitas pelayanan yang diimpikan relatif
belum tercapai. b. Kenyamanan ruangan, dalam prlaksanaan pelayanan pada kantor Kecamatan Ladongi Kabupaten kolaka, pada umumnya masyarakat merasa relatif belum merasa aman dalam mengurus surat-surat yang dibutuhkan pada, karena ruangan yang kurang didukung oleh fasilitas yang memadai seperti AC serta masih adanya masyarakat yang sering merokok ketika ada dalam ruangan. c. Kurangnya fasilitas pelayanan, relatif kurangnya fasilitas pendukung, seperti kursi tunggu yang kurang untuk publik, minimnya komputer untuk ppenyelesaian pekerjaan sehingga pegawai harus antri untuk menyelesaikan pekerjaan dalam satu komputer. Sehingga target kerja yang telah ditentukan tidak tercapai, demikian juga target waktu yang ditentukan sering mengalami keterlambatan pengurusan surat-surat yang dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Rosali. 2000. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif. Raja Grafindo ; Jakarta.
Dwiyanto, Agus. 2006. Penilaian Kinerja Organisasi Publik. Yogyakarta ; Fisipol Universitas Gadjah Mada. Ibrahim, Amin. 1990. Pokok-Pokok Ekologi Administrasi Negara. Bandung ; YBA-IKLUM STIA LAN-RI. Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara, Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada. Moenir, A.S. 2003. Manajemen Pelayanan umum di Indonesia, Jakarta ; Bumi Aksara. Ndraha. 1997. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta ; PT. Rineke Cipta. _________ 1998. "Kybernan'' Jurnal Bidang Kajian Utama Ilmu Pemerintahan. Nomor 4. Program Magister Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Kajian Utama Ilmu Pemerintahan Kerjasama, Cetakan I 1IP-UNPAD. ________ 2000. Ilmu Pemerintahan Jilid I, II, 111 dan IV'. Jakarta: Program Magister Ilmu-ilmu Sosial (PM US) Bidang Kajian Utama (BKU) Ilmu Pemerintahan (IP) Kerjasama IPUNPAD.
Akadun. 1999. Manajemen Pelayanan umum di Indonesia. Jakarta ; Bumi Aksara.
_________ 2001. "Kybernan'' Jurnal Bidang Kajian Utama Ilmu Pemerintahan. Nomor 4. Program Magister Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Kajian Utama Ilmu Pemerintahan Kerjasama, Cwtakan II- 1IP-UNPAD.
Albrow, Martin. 1982. Birokrasi. Yokyakarta ; Tiara Wacana.
_________ 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineke Cipta: Jakarta.
Albrecht. 1996, Management and Organization. New York ; Mc. Graw-Hill Book Company.
41
Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta: Jakarta. Parasuraman, A. Zeithami, VA. Berry, L. 1994. Dellivering Quality Sevice : Balancing Costumer Perseption and Expectation. New. York : The Free Press. Prawirosentono, Suyadi. 1999. Analisis Kinerja Organisasi, Bandung ; PT. Rineka Cipta Rasul, 2000, Produktivitas dan Tenaga kerja Indonesia. Jakarta ; Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. Rasyid, Ryaas, Muhamad. 1998. Makna Pemerintahan Tinjauan Dari Segi Etika Kepemimpin. Jakarta ; PT.Mutiara Sumber Widya. Ravianto, J. 1986. Produktivitas dan Pengukuran. Jakarta ; Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. Riduwan. 2002. Skala Pengukuran variabel-Variabel Penelitian. Bandung ; Penerbit Alfabeta. Rondinelli, A. Dennis. 1990. Proyek Pengembangan Sebagai Manajemen Terpadu, Pendekatan Adaptif Terhadap Administrasi Pembangunan, Terjemahan, Sahat Simamora. Jakarta ; Bumi Aksara. Sedarmayanti, 2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk Mengahadapi Dinamika Perubahan Lingkungan, Ditinjau Dari Beberapa Aspek Esensial dan Aktual. Bandung ; Mandar Maju.
42
Siagian, Sondang P. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta ; Haji Masagung. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi, Bandung ; Alfabeta. Thoha, Miftah, 1993. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan aplikasinya,. Jakarta ; Rajawali Press. Tjiptono, Fandy. 2007. Strategi Pemasaran. Cetakan Pertama. Yokyakarta ; Andi Ofset. Waworuntu, Bob. 1997. Dasar-Dasar Keterampilan Abdi Negara Melayani Masyarakat. Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama. Wibawa, Samudra. 2007. Kebijakan Publik, Proses dan Analisis. Jakarta ; Intermedia.
PENGARUH PROFESIONALISME DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP EFEKTIVITAS PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) RUMAH SAKIT KABUPATEN TULANG BAWANG OLEH: MALIK, DOSEN ADM. PUBLIK UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ABSTRACT Professionalism Influence And Motivate The Job of To Effectiveness of Service of Society Health of Public Service Body of Area of Hospital of Regency Tulang Bawang. Problem of this research is : (1) Whether Professionalism have an effect on to Effectiveness of Service of Society Health of Public Service Body of Area of Hospital of Regency Tulang Bawang, (2) Whether Motivation Work to have an effect on to Effectiveness of Service of Society Health of Public Service Body of Area of Hospital of Regency Tulang Bawang, (3) Whether Professionalism and Motivate the Job have an effect on to Effectiveness of Service of Society Health of Public Service Body of Area of Hospital of Regency Tulang Bawang. Research Method used in this research is survey the. Research population as much 60 officer people of Public Service Body of Area of Regency Tulang Bawang. While sampel that is as much 60 total or sampel people. Research variable is Professionalism ( X1) and motivate the job ( X2) as free variable and also service effectiveness is variable trussed Y Pursuant to research result indicate that there is good Influence signifikan of professionalism and also motivate the job to service effectiveness of Public Service Body of Area of Hospital of Regency Tulang Bawang. Pursuant to data processing result, that contribution of professionalism variable and motivate the job to service effectiveness, be at the category enough but not yet optimal. The mentioned happened by because not yet the existence of regulation applying in an optimal fashion, so that officer not yet felt there is coherent dubious to officer which impinge the officer order applied At Public Service Body of Area of Hospital of Regency Tulang Bawang Keyword : Professionalism, Motivate The Job, Service Effectiveness A. Pendahuluan Pelayaanan publik sebagai bagian dari fungsi manajemen, menjadi komitmen dalam perubahan paradigma otonomi daerah, sehingga menjadi bagian terpenting dalam pencapaian pelaksanaan pembangunana di daerah. Lovelock (1991 : 289) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan adalah : 1) Presence or absence of intermediaries, yaitu sasaran dan fasilitas
mendukung efensiensi dalam kontak dengan pelanggan. 2) High contact vs low contact, meliputi kualitas dan kuantitas kontak dengan konsumen atau pelanggan. 3) Institusional vs Individual pur-chase, yaitu konsumen yang dapat berupa individual yang berbeda dengan pembeli yang berasal dari suatu lembaga atau organisasi. 4) Duration of service delivery process, merupakan lamanya proses layanan berikut karakteristik yang menyertai layanan tersebut. 43
5) Capacity constrained services berupa keterbatasan yang mun-gkin terdapat dalam pelayanan. 6) Frequency of use and repur-chase, frekuensi dari penggunaan dan pembelian ulang 7) Lavel of complexity, menyangkut sulit atau mudahnya pemberian atau penggunaan oleh konsumen 8) Degree of risk, dapat meliputi resiko kegagalan yang mungkin terjadi dalam pelayanan yang di berikan. Pendekatan Lovelock mengacu pada pendekatan usaha yang melihat besarnya fungsi pelayanan untuk mencapai tujuan dan peningkatan produksi melalui pelayanan yang baik bagi pelanggan. Namun dalam pelaksanaan otonomi daerah, sebagaimana tercantum dalam UndangUndang No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah harus mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi pokok dari Pemerintah Daerah, yaitu mensejahterakan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah daerah. Pada hakikatnya, keberadaan pemerintah untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998:12). Pelayanan publik (public services) oleh Pemerintah Daerah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) pemerintah daerah dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Kesehatan Masyarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang 44
yang lebih mengutamakan kepada pelayanan Kesehatan dan administrasi yang baik, diperlukan aparatur/ pegawai yang handal dan profesional. Untuk itu kiranya dapat dilihat seberapa jauh kondisi efektivitas pelayanan kesehatan oleh aparat/ pegawai Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Indikasi kurang profesionalnya pegawai antara lain terlihat dari pelayanan yang lambat dan terkesan birokratis, kemudian rendahnya motivasi kerja pegawai negeri sipil antara lain banyaknya kritikan dari masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan pegawai negeri sipil Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Kemudian masih banyak pegawai yang masuk tidak tepat waktu dan cenderung mengabaikan jam kerja sehingga tidak efektif dalam memberikan pelayanan. Hal ini terlihat dari jam masuk dan jam keluar yang sering tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk seorang pegawai negeri sipil Berdasarkan absensi yang direkap pada bulan Agustus 2011 dan bulan September 2011, jumlah pegawai yang absen bulan nopember 3 %, izin dan bulan nopember 15 %, sakit 6 % (Sumber : Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang.) Berdasarkan latar belakang pene-litian, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu : 1. Apakah Profesionalisme berpengaruh terhadap Efektivitas Pelayanan Kese-hatan Masyarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. 2. Apakah Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Efektivitas Pelayanan Kese-hatan Masyarakat Pada Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Rumah Kabupaten Tulang Bawang.
Sakit
3. Apakah Profesionalisme dan Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Efektivitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui: 1. Pengaruh Profesionalisme terhadap Efektivitas Pelayanan Kesehatan Mas-yarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabu-paten Tulang Bawang 2. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Efektivitas Pelayanan Kesehatan Mas-yarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabu-paten Tulang Bawang. 3. Pengaruh Profesionalisme dan Motivasi Kerja terhadap Efektivitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ru-mah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. B. Tinjauan Pustaka 1. Profesionalisme Profesionalisme menurut Satori, (2008:2), menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dengan demikian bahwa profesionalisme lebih banyak ditentukan oleh lembaga dengan berpegang pada kaidah-kaidah akademik dan latihan praktek yang standar, maka setelah bekerja, akan nampak tentang keahlian atau profesionalisasi kepada setiap individu tersebut, bidang apa yang digelutinya sesuai dengan keahliannya.
Manfaat lain dari proses pendidikan dan pelatihan adalah meningkatnya profesionalisme pegawai dalam menjalankan tugasnya. Adapun konsep profesionalisme pegawai menurut Siagian (2000:163) adalah ”keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan”. Terbentuknya Sumber daya manusia profesional menurut pendapat itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus yang dibentuk melalui pendidikan dan pelatihan sebagai instrumen pemuktahiran. Pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh anggota suatu profesi memungkinkannya untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan spesialisasi keahliannya. Terbentuknya kemampuan dan keahlian juga harus diikuti dengan perubahan iklim organisasi tempat ia bernaung. Berangkat dari pemikiran tersebut, dapat dikemukakan bahwa profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam konteks tersebut, profesionalisme sesungguhnya tidak hanya berbicara tentang soal kecocokan antara keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang, tetapi lebih dari itu, juga menyangkut dalam mengantisipasi segala perubahan lingkungan termasuk kemampuan dalam merespon aspirasi publik dan melakukan inovasi yang pada akhirnya membuat pekerjaan menjadi mudah dan sederhana. Praktek administrasi menunjukkan bahwa fungsi atau kegiatan administrasi secara langsung atau tidak langsung selalu berhubungan dengan unsur manusia. Misalkan: planning atau perencanaan dalam administrasi adalah ciptaan manusia, organizing atau pengorganisasian selalu 45
mengatur unsur-unsur lain juga selalu menyangkut unsur manusia, actuating atau penggerakkan adalah proses menggerakkan manusia-manusia anggota organisasi, sedangkan controlling atau pengawasan diadakan agar pelaksanaan administrasi khususnya manusia-manusia dalam organisasi selalu dapat meningkatkan hasil kerjanya. Fakta-fakta tersebut, dapatlah di benarkan suatu pendapat yang menyatakan bahwa berhasil tidaknya suatu organisasi sebagian besar tergantung pada orangorang yang menjadi anggotanya. Betapapun sempurna rencana-rencana, organisasi, pengawasan, dan penelitiannya, bila orangorang tidak mau melakukan pekerjaan yang diwajibkan atau bila mereka tidak berminat dan merasa senang dalam menjalankan tugasnya, maka seorang administrator tidak akan mencapai hasil sebanyak yang seharusnya dicapai. Berangkat dari pemikiran tersebut, dapat dikemukakan bahwa profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam konteks tersebut, profesionalisme sesungguhnya tidak hanya berbicara tentang soal kecocokan antara keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang, tetapi lebih dari itu, juga menyangkut dalam mengantisipasi segala perubahan lingkungan termasuk kemampuan dalam merespon aspirasi publik dan melakukan inovasi yang pada akhirnya membuat pekerjaan menjadi mudah dan sederhana. Kemudian konsep Profesionalisme yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pendapat Satori, (2008:2), yaitu, komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam 46
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. 2. Konsep Motivasi Menurut Siagian (1986:128) berpendapat bahwa, motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisen dan ekonomis. Selanjutnya dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Menurut Siagian, (2002:94) menge-mukakan ada empat perimbangan utama oleh para manajer dalam pemberian motivasi yaitu : 1. Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “Quid proquo” yang dalam “bahasa awam” dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan ada ubi ada talas, ada budi ada balas; 2. karena dinamikanya, kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis; 3. Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia; 4. Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satu pun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi. Dari beberapa pengertian motivasi tersebut, pada hakekatnya motivasi adalah pembangkitan atau penimbulan kemauan pada diri seseorang, sehingga ia berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan organisasi, kesemuanya mempunyai implikasi terhadap kebutuhan manusia yang sangat kompleks tetapi ingin dipuaskannya. Menurut Terry (Winardi. 1986 : 328) bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah:
1. Kebutuhan-kebutuhan pribadi, seperti : pisik, ekonomi, politis dan sebagainya. 2. Tujuan-tujuan dan persepsi-persepsi orang atau kelompok yang bersangkutan. 3. Cara untuk merelisasikan kebutuhan-kebutuhan dan tujuantujuan tersebut. Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely bahwa variabel yang mempengaruhi motivasi adalah kepuasan. Kepuasan di sini diartikan pemenuhan yang diperoleh dari pengalaman melakukan berbagai macam kegiatan atau pekerjaan dan mendapat ganjaran (Wahid, 1986:89). Disamping motivasi merupakan fungsi dari berbagai macam variabel yang saling mempengaruhi, juga merupakn suatu proses yang terjadi dalam diri manusia atu suatu proses psikologis. Karena motivasi sesungguhnya terjdi akibat adanya interaksi antar sikap, kebutuhan, persepsi, proses belajar, dan pemecahan persoalan dalam diri seseorang. Hal ini secara jelas dikemukakan oleh Duncan (Indrawijaya, 1986 : 69) dalam proses motivasi. Menurut beliau bahwa : Motivasi diawali dengan keinginan untuk mempengaruhi seseorang. Keinginan tersebut melalui proses persepsi diterima oleh seseorang. Proses persepsi ini ditentukan oleh kepribadian, sikap, pengalaman, dan harapan seseorang. Selanjutnya apa yang diterima diberi arti oleh yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya (faktor intrinsik). Minat ini mendorong untuk juga mencari informasi yang akan digunakan oleh yang bersangkutan untuk mengembangkan beberapa alternatif tindakan dan pemilihan tindakan. Berdasarkan tindakan ini selanjutnya ia melakukan evaluasi, yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan tindakannya sendiri.
Secara ekplisit dalam pengertian tersebut terlihat bahwa para pelaksana operatif dalam memberikan jasa-jasanya memerlukan beberapa macam perangsang. Secara implisit pula dalam istilah motivasi telah tercakup adanya usaha untuk mensinkronisasikan tujuan organisasi dan tujuan-tujuan pribadi dan para anggota organisasi. Dalam arti yang sesungguhsungguhnya dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya pimpinan organisasi untuk melaksanakan fungsi motivasi itu sangat tergantung atas kemampuan pimpinan itu merealisasikan adanya sinkronisasi itu. Konsep efektivitas dipergunakan untuk derajad pencapaian tujuan. Ada beberapa pengertian dan makna tentang keefektifan organisasi. Menurut Bernard, (1983:55), keefektifan organisasi diartikan sebagai pencapaian sasaran-sasaran dan usaha kooperatif. Georgopolous dan Tanneenbaun dalam Etzioni, (1964:18), mengemukakan bahwa keefektivan organisasi sebagai keberhasilan organisasi diukur dari tingkat sejauh mana ia mencapai tujuannya dengan nilai organisasi dalam menunjukkan pencapaian tujuan. Kemudian Steers, (1964 : 18), mengemukakan bahwa keefektivan organisasi diukur dari sejauhmana ia mencapai tujuan yang layak dicapai. Efektivitas merupakan konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya. Efektivitas dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang dibuat berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dalam organisasi. Efektivitas juga dapat dilihat sejauh mana organisasi dapat melaksanakan seluruh tugas pokoknya mencapai semua sasaran. Selanjutnya Ravianto (1989 : 113) mengemukakan bahwa efektivitas adalah : Seberapa baik pekerjaan yang di lakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan 47
yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa apabila sesuatu pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan perencanaan, baik dalam hal waktu maupun mutunynya maka dapat dikatakan efektif. Dimensi waktu masuk dalam efektivitas terlebih apabila organisasi itu dapat diartikan sebagai suatu elemen dari sistem yang besar (lingkungan), yang dalam tahap-tahap kerjanya setiap saat mengambil sumber-sumber, memproses dan mengembalikannya pada lingkungan. Pada kenyataannya, para anggota atap pegawai dalam suatu organisasi adalah merupakan faktor pengaruh yang paling penting atas efektivitas, karena prilaku anggota organisasi itulah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Kesadaran akan sifat perbedaan pribadi yang terdapat diantara para pegawai sangat penting artinya karena para pegawai berbedea memberikan tanggapan dengan cara yang berbeda pula atas usaha-usaha manajemen untuk mencapai usaha yang diarahkan pada tujuan. Dengan mengetahui perbedaan ini, maka efektivitas akan dapat diukur melalui suatu sistem yang bekerja secara simultan dan sinergis. 3. Efektivitas Pelayanan. Efektivitas merupakan konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya. Efektivitas dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang dibuat berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dalam organisasi. Efektivitas juga dapat dilihat sejauh mana organisasi dapat melaksanakan seluruh tugas pokoknya mencapai semua sasaran. Konsep efektivitas dipergunakan untuk derajad pencapaian tujuan. Ada beberapa pengertian dan makna tentang 48
keefektifan organisasi. Menurut Bernard, (1983:55), keefektifan organisasi diartikan sebagai pencapaian sasaran-sasaran dan usaha kooperatif. Georgopolous dan Tanneenbaun dalam Etzioni, (1964 : 18), mengemukakan bahwa keefektivan organisasi sebagai keberhasilan organisasi diukur dari tingkat sejauh mana ia mencapai tujuannya dengan nilai organisasi dalam menunjukkan pencapaian tujuan. Kemudian Steers, (1964 : 18), mengemukakan bahwa keefektivan organisasi diukur dari sejauh mana ia mencapai tujuan yang layak dicapai. Menurut Sutopo (2000: 30), terdapat dua istilah untuk pengertian ini, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian melayani adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang” Sedangkan pelayanan adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain”. Dari dua pengertian itu dapat disimpulakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Secara teoritis, menurut Oentoro (2004:170) sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dijalankan dalam waktu bersamaan sebagaimana tujuan keberadaan pemerintah. Pemerintah bisa saja berperan sebagai producer-pembuat barang publik, sebagai provider-penyedia layanan, distributor-distribusi barang, sebagai server-pelayan. Sedangkan masyarakat berperan sebagai consumer- pemakai, customer- pelanggan, agent- penerus barang, client- penerima layanan. Tidak selamanya hubungan antara yang menyelenggarakan layanan dan yang menerima berjalan mulus seperti yang diharapkan semua pihak. Kenyataan yang
terjadi dalam pemerintahan terjadi hubungan subordinansi. Yang memerintah begitu kuat dan berkuasa serta monopoli mutlak terhadap yang diperintah, dengan demikian yang diperintah selalu tunduk kepada yang memerintah. Dalam penelitian ini, menurut Amstrong & Baron (1998:16) menyatakan bahwa efektivitas pelayanan ditentukan juga oleh motivasi. Motivasi adalah keseluruhan faktor internal dan eksternal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan kerja tertentu. Dalam penelitian ini, motivasi ditelaah dari dimensi intrinsik dan ekstrinsik sebagaimana juga dikemukakan oleh Putri (2008:1-2). Motivasi intrinsik mencakup dorongan yang bersumber dari dalam diri pegawai, sedangkan motivasi ekstrinsik mencakup dorongan yang diberikan oleh atasan. Kemudian dalam penelitian efektivitas organisasi, sampai saat ini para sarjana belum mampu mengoperasionalkan construct efektivitas organisasi. Meskipun literatur tentang efektivitas organisasi terus bertambah, namun hanya terdapat sedikit konsensus tentang bagaimana mengkonseptualisasikan, mengukur, dan menjelaskan efektivitas organisasi. Menurut Ravianto (1989:60) untuk mengukur efektivitas, maka dimensi yang dipergunakan adalah (1) Satuan Waktu; (2) Satuan Hasil; dan (3) Kualitas kerja. 4. Konsep Pelayanan Menurut Sutopo (2000: 30), terdapat dua istilah untuk pengertian ini, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian melayani adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang” Sedangkan pelayanan adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain”. Dari dua pengertian itu dapat disimpulakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
Menurut Kotler (1997; 103) berbagai hasil studi menunjukkan, bahwa harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, penyelenggara layanan yang dikelola dengan sangat baik memiliki sejumlah persamaan, diantaranya; a. Konsep strategis; Perusahaan jasa ternama memiliki pengertian yang jelas mengenai pelanggan sasaran dan kebutuhan pelanggan yang akan mereka puaskan. Untuk itu dikembangkan strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan ini yang menghasilkan kesetiaan pelanggan. b. Sejarah komitmen kualitas manajemen puncak; Tidak hanya melihat pada prestasi keuangan bulanan, melainkan juga pada kinerja jasa. c. Penetapan standar tinggi; Penyedia jasa terbaik menetapkan standar kualitas jasa yang tinggi antara lain berupa kecepatan respon terhadap keluhan pelanggan dan ketepatannya. d. Sistem untuk memonitor kinerja jasa; Secara rutin memeriksa kinerja jasa perusahaan maupun pesaingnya. e. Sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan; Menanggapi keluhan pelanggan dengan cepat dan ramah f. Memuaskan karyawan sama seperti pelanggan. Kotler (1997:36) dan Tjiptono (1997 :24) sama-sama mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapanharapannya. Definisi kepuasan tersebut mencer-minkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan kinerja (performance) dan harapan yang diinginkan konsumen (important). Jika performance memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas dan akan sangat senang. 49
Secara teoritis, menurut Oentoro (2004:170) sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dijalankan dalam waktu bersamaan sebagaimana tujuan keberadaan pemerintah. Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992). Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik 50
murni, maka pemerintah adalah satusatunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules atau aturan (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi tidak adil (unfair rule). Karena itu peran pemerintah yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang bernama aturan, dan aturan tersebutlah yang mengendalikan daripada jasa layanan, sehingga tidak ada sewenang-wenang membuat layanan yang melebihi aturan yang ada, hal ini menjadikan aturan sebagai alat pengendali pemerintah untuk mengatur roda jasa layanan yang berlaku. Kemudian konsep yang menghubungan teori tersebut dirujuk pendapat Siagian (2000:163) yaitu keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Survei, yang merupakan penyelidikan kausalitas dengan mendasarkan pada pengamatan terhadap pengaruh yang terjadi, yaitu melakukan penelitian dengan mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data (Masri Singarimbun dan Effendi, 1989 : 3). Untuk melengkapi data utama (data primer) juga digunakan observasi sebagai pelengkap dari metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang berjumlah 60 orang. Karena sedikitnya jumlah populasi maka penulis menggunakan metode total sampling yakni seluruh populasi menjadi anggota yang akan diamati sebagai sampel, karena sampel yang besar cenderung memberikan atau lebih mendekati nilai sesungguhnya terhadap populasi atau dapat dikatakan semakin kecil pula kesalahan. D. Hasil Penelitian Profesionalisme pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, juga telah dilaksanakan karena dengan batas-batas wewenang, kewajiban dan tanggung jawab akan menjadi jelas, sehingga kekacauan, konflik kewenangan kekuasaan, tumpangtindih atau kecenderungan menghindari tanggung jawab dapat dihindari. Namun sesuai hasil penelitian menunjukan bahwa masih terdapat berbagai kelemahankelemahan. Hasil perhitungan tersebut dengan kriteria tolak Ho jika thitung t tabel, menunjukan bahwa Ho ditolak maka secara otomatis H1 sebagai hipotesis penelitian diterima. Hal ini berarti Profesionalisme berpengaruh positif terhadap Efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Kemudian dari hasil perhitungan tersebut dengan mempergunakan progran SPSS versi 17. maka ternyata : Kemudian sesuai penaksiran derajad hubungan antar variabel yang dikaji (kriteria Guilford) yaitu mempunyai pengaruh cukup berarti. Atau ada pengaruh Profesionalisme pelayanan terhadap Efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, pencapaian Profesionalisme pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar. Sesuai hasil penelitian dapat dilihat bahwa rata-rata jawaban responden pada Variabel Profesionalisme adalah cukup baik yaitu sebesar 65,0% atau masuk pada kategori cukup dari seluruh pertanyaan pada Variabel Profesionalisme pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel Profesionalisme pelayanan berkaitan dengan indikator-indikator dari pembentuk Variabel Profesionalisme pelayanan telah dilaksanakan, namun belum optimal. Sesuai hasil penelitian, maka Profesionalisme berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap Efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, dengan tingkat pengaruh yaitu ada pengaruh tetapi cukup berarti, Profesionalisme pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, variabel Profesionalisme seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi yaitu mempermudah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pembahasan Profesionalisme pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, secara parsial sesuai dimensi-dimensi pembentuk Profesionalisme pelayanan yaitu: (1) Meningkatkan kemampuan profesionalnya (2) Mengembangkan strategi-strategi yang digunakan, (3) Melakukan Pekerjaan yang sesuai Profesi. Dengan demikian, professionalisme merupakan bagian dari proses pengendalian sebuah organisasi atau unit organisasi. Intinya proses pengukuran efektivitas dan efisiensi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga mampu memantau roda organisasi agar dapat berjalan sesuai tujuan yang direncanakan. Sehingga apabila terdapat penyimpangan dan kelemahan 51
kepribadian sehingga mengakibatkan efektif atau tidaknya pelayanan yang ada, perlu dikaji lebih mendalam seberapa jauh faktor tersebut memberi dampak terhadap kondisi tertentu. Jadi pada prinsipnya bahwa efektivitas dan efisiensi disini adalah untuk membangkitkan suatu hal yang belum terungkap untuk menjadi bahan pemacu keberhasilan daripada tujuan program dalam memberikan pelayanan yang telah ditetapkan. Menurut penulis bahwa kemampuan pegawai dalam menjalankan tugasnya sangat mempengaruhi terhadap peningkatan Profesionalisme pegawai, dengan demikian bahwa pegawai yang mempunyai efektivitas dan efisiensi tepat waktu tinggi dalam menjalankan tugastugasnya dengan sendirinya dapat meningkatkan Profesionalisme pegawai, sebab pegawai dapat memberikan standar waktu dalam memberikan pelayanan kepada pemakai layanan standar sesuai program yang telah dicanangkan, dengan harapan pada evaluasi akhir dalam memberikan pelayanan dapat berhasil dengan baik. Sesuai hasil penelitian bahwa dimensi efektivitas pelayanan, sebagian besar responden persen menyatakan persetujuannya apabila efektivitas pelayanan yang bertugas kurang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahlian merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi mengurangi efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, Sesuai dengan tingkat penaksiran derajad hubungan antar variabel yang dikaji (kriteria Guilford) yaitu hubungan rendah tetapi pasti atau pencapaian target pelaksanaan pekerjaan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, telah dilaksanakan namun masih rendah. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Badan Layanan Umum Daerah 52
(BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, mengatakan bahwa : Pada umumnya pegawai pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, sudah mengetahui kewajibannya sebagai pelayan publik, namun masih ada pelayanan yang kurang memperhatikan tugastugasnya, dan sering mengabaikan tugas-tugas tersebut, hal tersebut karena belum optimalnya pelayanan yang diberikan kepada publik, namun sampai saat ini belum ada laporan atau keberatan yang saya dapat kan dari bawahan saya ataupun dari masyarakat tentang hal tersebut. (Hasil wawancara). Hal ini didukung oleh pendapat (Edwards III, 1980:10-11 dan 53-82) bahwa, kemampuan pelayanan dalam menyelesaikan pekerjaan tidak hanya mencakup jumlah sumber daya manusia atau aparat semata, melainkan juga mencakup kemampuan sumber daya manusia dan motivasi untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut sangat diperlukan. Hal ini dapat menjelaskan tesis bahwa sumber daya yang memadai dan memenuhi kualifikasi akan menghasilkan pelaksanaan kebijakan yang tepat dan efektif. Sesuai hasil penelitian tentang pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, dalam memberikan pelayanan dipengaruhi oleh Profesionalisme pegawai pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, sebab kalau kurang tanggap tehadap profesionalisme, maka menurut responden dianggap kurang efektif, maka hal ini merupakan salah satu hambatan terhadap Profesionalisme dalam memberikan pelayanan kalau hal tersebut tidak dibenahi, sehingga pencapaian target pelaksanaan pekerjaan pada Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, relatif belum baik. Hal ini memungkinkan karena sesuai data yang diperoleh di lapangan selama dua tahun terakhir menunjukan bahwa pegawai dianggap cukup baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian dari data yang diperoleh pula menunjukan bahwa masih terdapat berbagai kelemahan-kelemahan terutama jaminan waktu pelayanan kepada masyarakat utamanya yang memerlukan pelayanan. Sesuai hasil wawancara dengan informan pegawai pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, menyatakan bahwa : Pada prinsipnya bahwa pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, sudah dilaksanakan namun masih ada pelayanan yang kurang mem-perhatikan menyangkut Profesio-nalisme tersebut, hal ini karena ada pelayanan yang masih melanjutkan pendidikan dan ada juga pelayanan dengan berbagai alasan yang memungkinkan mereka kurang memperhatikan kewajibannya sebagai pelayanan negeri sipil, dengan ketentuan-ketentuan yang melekat kepadanya. (Hasil wawancara). Menurut Oentoro (2004:170) sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat, fungsi pembangunan dan fungsi perlindungan. Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dijalankan dalam waktu bersamaan sebagaimana tujuan keberadaan pemerintah. Kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada
seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Sesuai hasil penelitian pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, menunjukan bahwa sebagian besar responden menyatakan persetujuannya bahwa dengan Patuh mengikuti cara bekerja yang diterapkan di lingkungan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang , dirasa relatif efektif, dengan tingkat penaksiran derajad hubungan antar variabel yang dikaji (kriteria Guilford) yaitu hubungan rendah tetapi pasti atau pencapaian target pelaksanaan pekerjaan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, relatif belum optimal dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor luar dari pada faktor Profesionalisme pegawai. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang mengatakan bahwa : Dalam pelaksanaan pelayanan publik pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang sesuai aturan bahwa, tidak ada perbedaan ataupun prioritas terhadap sese-orang yang meminta pelayanan karena mereka mempunyai motivasi untuk melayani dengan sepenuh hati, namun demikian disadari bah-wa para pegawai bisa saja terjadi keterlambatan pekerjaan, namun sampai saat ini pimpinan belum mendapatkan laporan atau keluhan dari para pengguna jasa pelayann menyangkut ketidak adilan dalam pelayanan publik. (Hasil wawancara). Upaya dalam peningkatan Profesionalisme pelayanan dalam meningkatkan efektivitas agar dalam pelayanan dapat dilaksanakan secara optimal atas apa yang 53
diinginkan, didukung oleh pendapat Kotler (1997:36) dan Tjiptono (1997 : 24) samasama mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap Efektivitas (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi kepuasan tersebut mencerminkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan Efektivitas (performance) dan harapan yang diinginkan konsumen (important). Jika performance memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika Efektivitas melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas dan akan sangat senang. Variabel Motivasi, adalah melalui pemenuhan kebutuhan seorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berfikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam menjalankan tugas Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Adapun dimensi-dimensinya adalah adalah memberikan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kemudian dalam memberikan motivasi dalam meningkatkan Efektivitas pelayanan itu mutlak perlu dalam suatu organisasi ialah karena adanya perbedaan seperti satuan pekerjaan, orang, atau pejabat dan sebagainya. Perbedaanperbedaan itu memang ada karena keharusan untuk mengadakan pembagian kosekwensi berorganisasi. Itulah sebabnya, tanpa kerjasama dalam meningkatkan Efektivitas pelayanan yang jelas, ada kecendrungan atau kemungkinan masingmasing spesialis itu akan berjalan sendirisendiri yang bisa saja menuju ke berbagai arah atau tidak pernah bertemu pada tujuan yang sama. Kemudian dari rata-rata jawaban responden pada Variabel Motivasi kerja adalah cukup baik yaitu sebesar 67,0% atau masuk pada kategori cukup baik dari 54
seluruh pertanyaan pada Variabel Motivasi kerja pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel motivasi kerja pelayanan berkaitan dengan indikator-indikator dari pembentuk Variabel Motivasi kerja pelayanan telah dilaksanakan, namun belum optimal. Sesuai hasil penelitian pada pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang menunjukan bahwa sebagian besar responden, menyatakan persetujuannya bahwa dengan Patuh mengikuti cara bekerja yang diterapkan di lingkungan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang dirasa relatif efektif, Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang mengatakan bahwa : Dalam memotivasi kerja dalam pelaksanaan pelayanan terhadap efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang maka pelayanan dengan baik selalu dilaksanakan sebagai salah satu perwujudan dari motivasi kerja , pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang (Hasil wawancara). Dalam memberikan motivasi kerja , pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari penjelasan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa, pemberian motivasi pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, pada prinsipnya masih perlu mendapatkan pembinaan
yang cukup serius. Karena dari dimensidimensi yang diteliti pada umumnya responden menyatakan bahwa pemberian motivasi aparatur masih relatif rendah, sehingga dianggap perlu pemberian kesempatan yang seluas-luasnya dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusianya (SDM), baik melalui pendidikan formal, kursus-kursus, pelatihan, maupun pendidikan penjenjangan bagi aparatur yang memenuhi syarat untuk menduduki jabatan tertentu, sehingga target peningkatan efektivitas pelayanan dapat tercapai sesuai rencana yang telah ditetapkan. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang mengemukakan bahwa : Setiap akhir tahun selalu ada evaluasi terhadap hasil yang dicapai dalam satu tahun anggaran sehingga hasil tersebut merupakan standar atau bahan evaluasi sebagai unpan balik untuk menentukan target efektivitas pelayanan pelayanan berikutnya atau menyusun program tahunan berikutnya, namun demikian dalam menentukan target pihak stake holders selalu memberi target yang terlalu tinggi menurut pencapainan sehingga sampai saat ini belum pernah tercapai target efektivitas pelayanan kerja pelayanan yang dapat meningkatkan efektivitas pegawai. Dengan demikian sesuai hasil penelitian, maka pemberian motivasi pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang berpengaruh secara positif terhadap efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang dengan tingkat pengaruhnya rendah. Salah satu fungsi pemerintah adalah merumuskan kebijakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan sebagai akibat adanya suatu kondisi yang tidak memuaskan. Hal ini menuntut kepekaan dan daya tanggap pejabat publik untuk menangkap dan memahami kebutuhan pelayanan terhadap masalah yang dihadapi. Selanjutnya, tidak hanya sebatas memahami, tetapi juga dituntut untuk melakukan tindakan dalam bentuk suatu kebijakan yang tepat dan dapat memenuhi kebutuhan pelayanan sehingga diharapkan pelayanan dapat termotivasi dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai abdi negara. Kualitas motivasi kerja juga dapat diukur dengan penetapan sasaran tujuan organisasi dengan syarat yaitu sasaran individual harus mendukung pencapaian sasaran tingkat yang lebih tinggi dan diupayakan untuk disepakati oleh pihak yang berkepentingan secara langsung serta sasaran hasil itu dapat dicapai dengan tidak terlalu sulit dan tersedianya indikator kualitas kerja kelompok yang dapat diukur untuk setiap sasaran yang akan mewujudkan kemajuan ke arah sasaran untuk dipantau dan dievaluasi. Jadi pada prinsipnya bahwa tercapainya tujuan organisasi disini yang dimaksudkan adalah suatu pekerjaan yang dihasilkan dalam peningkatan efektivitas pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang dengan tepat waktu sesuai rencana dengan memenuhi standar hasil yang telah ditentukan. Sesuai hasil penelitian tentang variabel Profesionalisme pelayanan jabatan dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh (Nitisemito : 1986 : 199) (Subekti: 1995 : 79), dengan dimensidimensi yaitu (1) Efektivitas & Efisiensi tujuan Organisasi, (2) Ketaatan Sikap dan Tingkah Laku, mempunyai pengaruh terhadap efektivitas pegawai, Kemudian teori motivasi yang dikemukakan oleh (Siagian, 1986) berpengaruh terhadap efektivitas pegawai. Dengan demikian 55
bahwa teori tersebut mendukung dari pada penelitian ini, sesuai hipotesis yang dikemukakan bahwa Profesionalisme dan motivasi pelayanan berpengaruh terhadap efektivitas pegawai, serta didukung oleh teori yang dipergunakan. Hasil penelitian, responden mengemukakan bahwa dengan berpedoman pada Proses pemberian motif dan Tercapainya tujuan organisasi, maka segala yang dikerjakan dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditentukan, dengan menganut sistem efektivitas dan efisiensi kerja diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pegawai. Kesesuaian dengan hasil kerja seseorang dapat mengurangi pemborosan baik waktu maupun pembiayaan dalam artian ekonomi. Hal ini pula yang menjadi salah satu ukuran efektivitas seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, dengan tidak mengurangi arti kualitas dan kuantitas hasil kerja seseorang. Menurut penulis bahwa kemampuan pegawai dalam menjalankan tugasnya sangat mempengaruhi terhadap peningkatan efektivitas kerja pegawai, dengan demikian bahwa organisasi dapat tercapai tujuannya sesuai rencana, dengan sendirinya dapat tercapai meningkatkan efektivitas pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang, dapat berhasil dengan baik. Sesuai hasil penelitian tentang variabel Profesionalisme pelayanan jabatan dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh (Nitisemito:1986:199) (Subekti:1995:79), dengan dimensidimensi yaitu (1) Efektivitas & Efisiensi tujuan Organisasi, (2) Ketaatan Sikap dan Tingkah Laku, mempunyai pengaruh terhadap efektivitas pegawai, Kemudian teori motivasi yang dikemukakan oleh (Siagian, 1986) berpengaruh terhadap efektivitas pegawai. Dengan demikian bahwa teori tersebut mendukung dari pada penelitian ini, sesuai hipotesis yang 56
dikemukakan bahwa Profesionalisme dan motivasi pelayanan berpengaruh terhadap efektivitas pegawai, serta didukung oleh teori yang dipergunakan E. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan, yaittu: 1. Profesionalisme berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Pengukuran dimensi-dimensi disiplin pegawai tersebut berada pada kategori cukup baik, yang berarti bahwa pelaksanaan disiplin pegawai telah dilakukan, namun belum terwujud sebagaimana yang diharapkan karena pegawai masih ada yang belum sepenuhnya menjalankan tugastugasnya, karena belum adanya penerapan disiplin pegawai secara tegas. 2. Motivasi pegawai berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Pengukuran dimensidimensi motivasi pegawai berada pada kategori sedang yang berarti bahwa pelaksanaan motivasi pegawai telah dilakukan, namun belum terwujud sebagaimana yang diharapkan karena pegawai masih ada yang belum sepenuhnya termotivasi untuk bekerja sebagaimana tupoksinya. 3. Profesionalisme dan motivasi pegawai berpengaruh besar terhadap kinerja pegawai publik Pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Kabupaten Tulang Bawang. Sumbangan variabel Profesionalisme pegawai terhadap kinerja pegawai, berada pada kategori cukup namun belum optimal. Demikian pula sumbangan variabel
motivasi pegawai terhadap kinerja pegawai, berada pada kategori cukup namun belum optimal, hal tersebut karena masih ada pegawai yang masih menjalankan kegiatannya diluar pekerjaan pokoknya di Kantor, sehingga kinerja pegawai belum optimal.
Kotler. 1997. Dampak Budaya Perusahaan Terbadap Kinerja, Benyamin Molan. Jakarta, Prenhallindo. Ravianto.
1989. Produktivitas dan Pengukuran. Jakarta ; Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas.
DAFTAR PUSTAKA Anderson,
Etzioni,
Gibson.
J.E. 1997. Public Policy Making, New York ; Holt, Rinehart and Winston. Amitai. 1985. OrganisasiOrganisasi Modern. Terjemahan Suryatim. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1996. Terjemahan Djoerban Wahid. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur. Proses. Jakarta ; Erlangga.
Handayaningrat, Soewarno. 1989. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta ; Haji Masagung. Hoogerwerf, A., 1978. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Indrawijaya, Adam 1. 1986. Perilaku Organisasi, Cet, 1. Jakarta ; Sinar Baru Algesindo.
Salim, 1998. Faktor Manusia dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta, Akademika Pressindo, Siagian, Sondang P., 1986. Administrasi Pembangunan. Jakarta ; Haji Masagung. Sugiyono.
2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung ; Alfabeta.
Terry, George R. 1991. Prinsip-prinsip Manajemen, terjemahan J. Smith. Chicago ; Richard D. Irwin, Inc. Tjiptono.
1997. Strategi Pemasaran. Cetakan Pertama. Yogyakarta ; Andi Ofset.
Tjokroamidjojo, Bintoro dan AR. Mustopadidjaja. 1991. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan :Perkembangamn Teori dan Penerapan. Jakarta ; Masagung.
Indrawijaya. 1989. Perilaku Organisasi, Cet, 2. Jakarta ; Sinar Baru Algesindo. Koentjaraningrat, 1986. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta ; Gramedia.
57
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI TERHADAP KEDISIPLINAN GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI KECAMATAN OHEO KABUPATEN KONAWE UTARA OLEH: SUNDI KOMBA; DOSEN ADM. PEMBANGUNAN PASCASARJANA UHO
ABSTRACT Problem of this research that is (1) Whether/What Style of Headmaster Leadership have an effect on to Elementary Schoolteacher Discipline in Subdistrict of Oheo of Regency of Konawe North, (2) Whether Motivation have an effect on to to Elementary Schoolteacher Discipline in Subdistrict of Oheo of Regency of Konawe North, (3) How big influence of Style of Headmaster Leadership and Motivate to Elementary Schoolteacher Discipline in Subdistrict of Oheo of Regency of Konawe North. This desain Research is survey eksplanatori with the technique of data collecting of through kuesioner as especial instrument, beside interview the, observation and documentation. this Research responder is altogether Learn Elementary School in Subdistrict of Oheo of Regency of Konawe North, amounting to 48 people, Research done have the character of the census of because entire/all population made by a research responder, so that this sampel research represent the total sampel. While data analysis done with two way of that is descriptive Analysis qualitative by using presentase with the category. And statistical Analysis by using aid program the SPSS version 17. Result of Research menunjukan that goodness of style of headmaster leadership and also motivate the teacher SD have the influence to discipline learn Elementary Schoolsd in Subdistrict of Oheo of Regency of Konawe North, with the belief storey;level that is there is influence of but lowering. By dermikian that progressively goodness of style of headmaster leadership and progressively goodness motivate the teacher Elementary School hence discipline Learn the SD will be good progressively also Keyword : Leadership Style, Motivate Discipline. A. Pendahuluan Pendidikan memiliki kontribusi yang besar terhadap peningkatan kecerdasan kehidupan berbangsa. Demikian pentingnya pendidikan ini sehingga UUD 1945 telah mengamanatkan untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun, batas minimal dari APBN dan APBD untuk biaya pendidikan belum terealisasi hingga saat ini. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang ada bila 58
dibandingkan dengan jumlah penduduk, sehingga pendidikan yang memadai belum menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya adalah masih banyak warga negara yang belum mendapatkan akses ke pendidikan formal, namum UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan (pasal 31 ayat 1). Oleh karena itu, pemerintah telah berupaya bagi warga negara yang belum mendapatkan akses tersebut melalui berbagai program pendidikan, sehingga siap untuk menghadapi tantangan kemasa depan yang lebih kompetitif.
Kualitas pendidikan di Indonesia dianggap oleh banyak pihak masih rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa indikator Menurut Kusnandar (2007: 1) yaitu: (1) lulusan pendidikan yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki, (2) peringkat human development index Indonesia masih rendah yaitu 108 dari 117 negera, (3) kemampuan membaca anak SD di Indonesia berada di urutar, 38 dari 39 negara yang disurvei, (4) mutu akademik antara bangsa menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA Indonesia menempati urutan ke 38, untuk bidang matematika dan kemampuan membaca menempati urutan ke 39, (5) daya saing sunber daya manusia (SDM) Indonesia berada pada posisi 46 dari 47 negara yang disurvei, (6) posisi perguruan tinggi paforit seperti UI dan UGM berada pada 61 dan 68 dari 77 perguruan tinggi di Asia, dan (7) Indonesia tertinggal di bidang IPTEK dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, Guru merupakan pihak yang menentukan dan memegang peranan penting terhadap kemajuan pendidikan yang bermuara pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (Sonhadji, 1990: 26). Sukses tidaknya pendidikan sangat tergantung pada variabel guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan. Mengamati kondisi tersebut, pendidikan kita mengemban tugas yang cukup berat dalam mengatasi masalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumberdaya manusia hanya dapat ditingkatkan melalui pendidikan, dan hanya pendidikan yang dikelola secara profesional yang akan dapat menghasilkan output yang berkualitas. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan merupakan satusatunya kunci untuk mengatasi menurunnya kualitas sumber daya manusia. Padahal pendidikan memiliki peran sangat strategis dalam memajukan
peradaban suatu bangsa (UUSPN, No. 20 tahun 2003: 8). Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pendidikan adalah kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif akan sangat menopang keberhasilan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki tugas dan tanggung jawab yang komprehensif meliputi (1) membantu orang-orang dalam masyarakat sekolah merumuskan tujuan pendidikan, (2) memudahkan proses belajar mengajar dan mengembangkan efektifitas mengajar, (3) membentuk unit organisasi yang produktif, (4) menciptakan iklim dimana kepemimpinan dapat tumbuh dan berkembang, (5) memberikan sumbersumber yang memadai untuk pengajaran efektif (Sumanto & Sutopo, 1982: 21). Gaya kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan guru. Oleh karena itu dalam pendidikan modern, kepemimpinan kepala sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting untuk agar kepala sekolah dapat berperan efektif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga guru dapat bekerja maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Sergiovanni (1991: 91) ada beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi kepeminpinan kepala sekolah yaitu: (1) Kepribadian yang kuat, (2) pemahaman terhadap tujuan pendidikan, (3) pengetahuan dan wawasan yang luas, dan (4) keterampilan yang professional. Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah berpengaruh terhadap Kedisiplinan Guru Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. 59
2. Apakah Motivasi berpengaruh terhadap Kedisiplinan Guru Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. 3. Apakah Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi berpenaruh terhadap Kedisiplinan Guru Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Kegunaan teoritis Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pengembangan ilmu administrasi pembangunan berupa pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi terhadap Kedisiplinan Guru Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. 2. Kegunaan praktis a. Bagi pihak pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Konawe Utara dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dalam rangka peningkatan kedisiplinan guru Sekolah Dasar (SD). b. Bagi penulis merupakan media pengembangan ilmu pengetahuan melalui aplikasi teori yang telah dipelajari selama mengikuti perkuliahan. B. Kajian Teoritis 1. Konsep Gaya Kepemimpinan Untuk menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai pada situasi yang dihadapi pemimpin, pertama-tama harus menetapkan taraf kematangan individu atau kelompok dalam hubungan dengan tugas khususnya yang diharapkan pemimpin untuk diselesaikan mereka. Setelah taraf kematangan ini diketahui, gaya kepemimpinan yang cocok dapat ditentukan dengan membuat sudut 90° dari titik pada garis kontinum yang mewakili 60
taraf kematangan pengikut kepada suatu titik yang memotong fungsi garis lengkung kawasan gaya kepemimpinan pada model tersebut. Kuadran dimana perpotongan itu terjadi, menyatakan suatu gaya yang sesuai yang dapat digunakan pemimpin dalam situasi itu. Apabila dengan gaya kepemimpinan tersebut tampak kemampuan pengikut meningkat, maka segera perilaku kepemimpinan berubah menuju ke gaya yang lebih sesuai lagi untuk kemampuan/kematangan tersebut. Hal ini akan terus berlangsung sampai pengikut bisa berdiri sendiri atau mempunyai kemampuan yang tinggi (matang dalam tugas yang dimaksud). Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard (1996:221) mengemukakan empat gaya kepemimpinan, yaitu: (1) Telling (Instruksi/perintah) yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah. Pemimpin yang berperan dan mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas harus dilaksanakan. (2) Selling (Konsultasi) yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional untuk menawarkan keputusan. (3) Participating (Partisipasi) yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin dan pengikut samasama memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan cukup berpengatahuan untuk melaksanakan tugas. (4) Delegating (Delegasi) yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian
dan supervisi yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudah matang dalam melakukan tugas dan matang pula secara psikologis. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa dalam kepemimpinan terdapat beberapa unsur yaitu pimpinan, bawahan dan tujuan organisasi yang dicapai bersama-sama antara pimpinan dan bawahan. Optimalisasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab organisasi terletak pada seberapa produktivitas keberadaan kepemimpinan yang diciptakan dalam mencapai pelaksanaan tugas demi tercapainya tujuan organisasi. Kekompakan dan keteguhan komitmen para pegawai dalam melaksanakan tugas adalah modal pokok yang harus ditampilkan dalam organisasi. Artinya dengan pegawai sebagai modal utama dalam mencapai tujuan organisasi perlu dikembangkan sumber dayanya (SDM). Dengan demikian dapat meningkatkan pola kerja pegawai dengan tuntutan dan keberadaan organisasi tersebut. Dalam konteks organisasi, kepemimpinan mempunyai peranan utama dalam dinamika kehidupan organisasi. Kepemimpinan berperan sebagai motor penggerak dari segala sumber daya yang ada dalam organisasi. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannnya akan sangat bergantung pada kualitas kepemimpinan dari pimpinan organisasi. Teori kepemimpinan tersebut, pada prinsipnya bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang sama efektifnya menghadapi semua situasi organisasional dan perilaku bawahan. Bahkan menghadapi seorang bawahan, mungkin menggunakan gaya yang berbeda-beda karena para bawahan itu tidak konsisten dalam perilakunya. Yang jelas ialah, bahwa kepemimpinan yang efektif merupakan aspek yang dominan, krusial, dan bahkan kritikal dalam peningkatan produktivitas kerja. Betapapun dominannya peranan kepemimpinan dalam upaya meningkatkan
produktivitas kerja, diperlukan kiat lain yaitu, asoek motivasional. Teori kepemimpinan modern memberikan gambaran bahwa tidak ada yang bersifat berdiri sendiri tetapi pasti saling pengaruh mempengaruhi. Kepemimpinan tidak hanya mempengaruhi kelompok dan situasi tetapi menunjukkan bahwa inti kepemimpinan menjadi pengaruh yang meliputi system interaksi antara pemimpin, kelompok, dan situasi. Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko, (1995:78), mengemukakan bahwa Pemimpin mempengaruhi kelompok dan situasi. Kelompok mempengaruhi pemimpin dan situasi. Demikian juga situasi mempengaruhi pemimpin dan kelompok. Bahwa masing-masing subsistem saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh subsistem yang lain. Kualitas kepemimpinan merujuk pada kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok agar dapat mendukung sepenuhnya dalam pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian kepemimpinan berperan dominan dalam kehidupan organisasi. Dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien ditentukan oleh kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi, bagaimana kemampuan seorang pimpinan memimpin dan mengendalikan organisasi agar berjalan sebagaimana mestinya sesuai tujuan yang telah ditentukan oleh organisasi tersebut. 2. Konsep Motivasi Semakin modern pandangan hidup seseorang, pada umumnya semakin sadar bahwa tidak ada satu hal pun di dunia ini yang pernah diterima oleh seorang dari siapapun tanpa melakukan aktivitas atau bekerja. Karena itu inti dari seluruh teori motivating ialah bahwa motif-motif penggerakan yang dipergunakan oleh 61
pimpinan terhadap bawahannya adalah motif yang senada dengan motif para bawahan itu untuk menggabungkan dirinya dengan sesuatu organisasi yaitu motif pemuasan kebutuhan hidup. Kegiatan memotivasi merupakan salah satu cara untuk mrningkatkan keinginan dalam melakukan suatu pekerjaan. Karena itu inti dari seluruh teori motivating ialah bahwa motif-motif penggerakan yang dipergunakn oleh pimpinan terhadap bawahannya adalah motif yang senada dengan motif para bawahan itu untuk menggabungkan dirinya dengan sesuatu organisasi yaitu motif pemuasan kebutuhan hidup, kebutuhan hidup seseorang yang dapat memacu daripada keinginan untuk memotivasi dirinya ataupun orang lain agar keinginannya dapat terwujud. Dari fungsi-fungsi administrasi yang telah diuraikan tersebut, nampak bahwa motivating atau motivasi sebagai fungsi organik administrasi. Motivasi dalam administrasi lebih ditekankan pada fungsi penggerakan, selain itu terdapat fungsi penggerakan selain motivating, yakni : Directing (pemberian bimbingan), Comanding (Pemberian komando), dan Actuating (pergerakan). Secara filosofis dapat dikatakan bahwa motivating jauh lebih dalam artinya bila dibandingkan dengan istilah commanding, directing, dan actuating. Dari fakta tersebut, dapatlah dibenarkan suatu pendapat yang menyatakan bahwa berhasil tidaknya suatu organisasi sebagian besar tergantung pada orang-orang yang menjadi anggotanya. Betapapun sempurna rencana-rencana, organisasi, pengawasan, dan penelitiannya, bila orang-orang tidak mau melakukan pekerjaan yang diwajibkan atau bila mereka tidak berminat dan merasa senang dalam menjalankan tugasnya, maka seorang administrator tidak akan mencapai hasil sebanyak yang seharusnya dicapai. 62
Menurut Siagian (1996 : 128) berpendapat bahwa, motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisen dan ekonomis. Selanjutnya dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Menurut Siagian, (2002:94) mengemukakan ada empat perimbangan utama oleh para manajer dalam pemberian motivasi yaitu : 1. Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “Quid proquo” yang dalam “bahasa awam” dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan ada ubi ada talas, ada budi ada balas; 2. Karena dinamikanya, kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis; 3. Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia; 4. Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satu pun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi. Dari beberapa pengertian motivasi tersebut, pada hakekatnya motivasi adalah pembangkitan atau penimbulan kemauan pada diri seseorang, sehingga ia berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan organisasi, kesemuanya mempunyai implikasi terhadap kebutuhan manusia yang sangat kompleks tetapi ingin dipuaskannya. 3. Konsep Disiplin Sikap disiplin erat kaitannya dengan sikap mental dan kesadaran diri untuk mematuhi segenap norma, keputusan dan aturan yang berlaku dalam lingkungannya dimana seseorang berada. Dalam hal ini
The Liang Gie (2005:56) menyatakan bahwa : Disipilin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang bergabung dalam suatu organisasi tunduk kepada peraturan-peraturan yang ada dengan rasa senang hati. Disiplin menurut pendapat tersebut bahwa orang-orang yang berada dalam suatu organisasi harus tunduk kepada praturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi dimana orang atau pegawai tersebut berada atau bekerja, dengan demikian bahwa disiplin dalam suatu organisasi perlu diterapkan agar dapat mencapai hasil maksimal dalam organisasi. Sejalan dengan itu, Moenir (2003:181) mengemukakan bahwa disiplin adalah usaha yang dilakukan untuk menciptakan keadaan situasi lingkungan kerja yang tertib, efesien dan efektif melalui suatu sistem peraturan yang jelas. Selanjutnya menurut Nitisemito (1986:199) menyatakan masalah kedisiplinan kerja, merupakan masalah yang perlu diperhatikan, sebab dengan adanya kedisiplinan, dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Greenberg dan Baron (1993:104) memandang disiplin melalui adanya hukuman. Disiplin kerja, pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dari perilaku seseorang dalam mematuhi ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan, dan diberlakukan dalam suatu organisasi atau perusahaan (Subekti D., 1995). Jadi disiplin kerja adalah bentuk ketaatan sikap dan tingkah laku pegawai yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Disiplin pegawai menurut Byars and Rue (1995:357) menyatakan bahwa, sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisplinan kerja pegawai atau karyawan, yaitu: Ketepatan waktu, kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku terlarang, ketertiban terhadap peraturan yang berhubungan langsung
dengan produktivitas kerja. Dengan demikian kedisiplinan pegawai merupakan hal yang mempengaruhi produktivitas organisasi, sehingga besar kecilnya produktivitas suatu organisasi sangat ditentukan oleh kesiplinan pegawainya. Esensi pengertian disiplin yang dikemukakan di atas adalah bahwa tujuan pelaksanaan disiplin pada dasarnya diarahkan bagi terciptanya efisiensi (daya guna) dan efektivitas (hasil guna), dimana keadaan ini dapat dicapai melalui sistem pengaturan yang tepat dalam arti didasarkan atas suatu kebutuhan dan rencana yang jelas. Dengan demikian pada hakekatnya disiplin adalah ketaatan, kesungguhan, kekuatan atau ketegasan sikap dan tingkah laku, serta patuh terhadap segala ketentuan perjanjian atau persetujuan antara organisasi dan para pekerjanya. Jadi disiplin itu timbul sebagai relevansi dari bermacam-macam bentuk perjanjian yang menuntut kepatuhan, ketaatan yang sungguh-sungguh dalam suatu organisasi. Disiplin itu mutlak dilaksanakan untuk melancarkan jalannya organisasi, sebab tanpa disiplin maka orang akan melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Secara komprehensip dapat di katakan bahwa kedisiplinan adalah suatu sistem dimana sub-sub sistemnya terdiri dari unsur-unsur disiplin itu sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Implementasi dari proses tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya yang kesemuanya berawal dari adanya kebutuhan dan keinginan. Sebagai suatu sistem yang diferensial, kedisiplinan dibagi dalam beberapa bagian sesuai proporsinya menurut Moenir (2003:182) yaitu : a). organisasi sebagai suatu wadah b). fasilitas pimpinan c). peningkatan operasional pimpinan dan bawahan. d). kenyamanan yang digerakkan dalam hirarki 63
kebijaksanaan termasuk adanya fasilitas untuk meningkatkan efektivitas kerja. Demikian gambaran tentang kedisiplinan yang memegang peranan strategis dalam proses pencapaian tujuan organisasi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kedisiplinan merupakan sesuatu yang menimbulkan inspirasi, prakarsa, dan kreativitas serta semangat yang mendorong orang untuk bekerja lebih efisien, efektif dan optimal sehingga efektivitas kerja tercapai. Disiplin menurut Prijodarminto, (2001:47) mengemukakan adalah : Suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkatan perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Penilaian percipta melalui proses pembinaan dalam keluarga, pendidikan, dan atau pengenalan dari keteladanan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut maka dapatlah dipahami bahwa salah satu cara atau metode yang digunakan dalam rangka meningkatkan kedisiplinan di kalangan pegawai adalah menjalankan dengan sungguh-sungguh aturan disiplin yang telah diatur melalui peraturan pemerintah No. 30 Tahun 1980. Bilamana ternyata terdapat pegawai yang melakukan pelanggaran aturan disiplin harus dijatuhi hukuman disiplin baik berbentuk hukuman disiplin ringan, sedang maupun berat. Pelanggaran disiplin ringan diberikan hukuman berupa teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Pelanggaran disiplin sedang diberikan hukuman disiplin berupa : a). Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun , b). Penundaan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun, c). Penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun. Selanjutnya untuk pelanggaran disiplin 64
berat diberikan hukuman disiplin berupa : a) Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, b) Pembebasan dari jabatan, c) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, d) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil. Bilamana halhal tersebut dapat dijalankan dengan penuh konsekuen maka dengan sendirinya kedisiplinan pegawai akan meningkat. C. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei eksplanatory. Survei eksplanatori merupakan penyelidikan kausalitas dengan cara mendasarkan pada pengamatan terhadap pengaruh yang terjadi, yaitu melakukan penelitian dengan mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data (Masri Singarimbun dan Effendi, 1989 : 3). Untuk melengkapi data utama (data primer) juga digunakan observasi sebagai pelengkap dari metode survey. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Sesuai hasil penelitian bahwa ratarata jawaban responden pada Variabel Gaya Kepemimpinan adalah cukup yaitu sebesar 66,20% atau masuk pada kategori cukup dari seluruh pertanyaan pada Variabel Gaya Kepemimpinan. Kemudian sesuai penaksiran derajad hubungan antar variabel yang dikaji (kriteria Guilford) yaitu pengaruh cukup berarti. Atau ada pengaruh Gaya kepemimpinan Guru SD terhadap Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, pencapaian Gaya kepemimpinan kepala SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar. Gaya kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan guru. Oleh karena itu dalam pendidikan modern, kepemimpinan kepala sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Hal
ini penting untuk agar kepala sekolah dapat berperan efektif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga guru dapat bekerja maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Sergiovanni (1991: 91) ada beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi kepeminpinan kepala sekolah yaitu: (1) Kepribadian yang kuat, (2) pemahaman terhadap tujuan pendidikan, (3) pengetahuan dan wawasan yang luas, dan (4) keterampilan yang professional. Sesuai hasil wawancara dengan kepala SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, mengatakan bahwa : Pada umumnya Guru SD selalu melaksanakan tugas yang saya berikan namun penyelesaiannya cukup bervariasi karena Guru SD mempunyai kemampuan yang berbeda, sehingga pekerjaan Guru SD masih ada yang tidak sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan oleh aturan yang berlaku, sehingga mengganggu kemampuan Guru SD secara umum, yang pada akhirnya mempengaruhi Kedisiplinan Guru SD tersebut. (Hasil wawancara 2013). Menurut Boyd dan Walker, lebih mempertegas bahwa faktor-faktor yang menentukan bobot Kedisiplinan pegawai yang diterima masyarakat, adalah : (1) Kemudahan hubungan; (2) Komunikasi; (3) Pengetahuan dan Kemampuan; (4) Tercapainya tujuan organisasi Karyawan; (5) Kehandalan; (6) Keamanan; (7) Perwujudan Fisik; (8) Pemahaman ke butuhan pelanggan. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan kurikulum mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan koordinasi, pelaksanaan dan pengendalian. Meski kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan kurikulum baik dalam perencanaan, pengorganisasian, dan
koordinasi, pelaksanaan dan pengendalian sangat penting untuk dilakukan kepala sekolah (Diknas, 2000: 32). Kepala sekolah diharuskan untuk memberikan pembinaan, petunjuk, arahan, dan motivasi kepada guru, sehingga guru dapat melaksanakan tugas dengan baik yang pada gilirannya guru dapat meningkatkan kedisiplinan nya. Hasil penelitian pada seluruh Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Oheo menemukan masih rendahnya disiplin guru, hal ini terlihat pada bulan januari 20 persen guru tidak mengajar, bulan pebruari 22 persen guru tidak mengajar pada jam mata pelajarannya, kemudian kurangnya pengawasan dan perhatian kepala sekolah terhadap guru, serta rendahnya nilai ratarata yang dicapai oleh siswa pada setiap ujian semester yaitu 60 dengan kualifikasi kurang. Padahal menurut petunjuk penilaian dinyatakan bahwa siswa dikatakan berhasil dalam belajarnya apabila dalam suatu kelas terdapat 75 % dinyatakan tuntas dan memperoleh skor minimal 7,5 (Dikpora Kabupaten Konawe Utara, 2013). Pelaksanaan gaya kepemimpinan pada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, sesuai hasil penelitian pada dimensi Selling, yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi, bahwa pelaksanaan gaya kepemimpinan selling, sebagian besar responden menyatakan persetujuannya apabila gaya kepemimpinan selling, menyangkut pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional untuk menawarkan keputusan, pada gaya ini pemimpin selalu berupaya menyelesaikan pekerjaan dengan melakukan komunikasi dengan bawahan agar apa yang diinginkan dapat dimengerti oleh bawahan yang diberi tugas yang diharapkan dapat diselesaikan sesuai keinginan pimpinan, Sesuai dengan tingkat penaksiran derajad hubungan antar variabel 65
yang dikaji (kriteria Guilford) yaitu hubungan rendah tetapi pasti atau pencapaian target pelaksanaan pekerjaan di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, telah tercapai namun masih rendah. Kemudian gaya kepemimpinan Participating, yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin dan pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan cukup berpengatahuan untuk melaksanakan tugas. dalam pelaksanaan kegiatan tergantung pada keberhasilan suatu organisasi menetapkan Kedisiplinan Guru SD dan memadukan satuan-satuan/unit-unit kerja yang bermacam-macam kedalam suatu unit pelayanan. Gaya kepemimpinan suatu organisasi dalam meningkatkan Kedisiplinan Guru SD, secara akurat dan terpercaya menjadi salah satu ukuran keberhasilan organisasi dalam melaksanakan programnya. Gaya kepemimpinan Participating dalam meningkatkan Kedisiplinan Guru SD merupakan suatu kesatuan yang dapat meningkatkan produktivitas suatu organisasi, sehingga dapat menimbulkan semangat kerja baik antar unit terkait maupun maupun antar lembaga terkait, dengan demikian harapan untuk memberikan pelayanan yang baik dalam melancarkan arus pekerjaan dapat terwujud. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagaian besar responden menyatakan persetujuannya, menyatakan tentang pentingnya Gaya kepemimpinan Participating dapat meningkatkan Kedisiplinan Guru SD dengan baik dalam suatu organisasi, sehingga pelayanan yang optimal kepada masyarakat dapat terwujud, sebab dengan Gaya kepemimpinan yang kurang memahami kebutuhan organisasi dapat saja menempatkan orang-orang yang kurang sesuai dengan latar belakang kemampun dan keahliannya, maka dapat mempengaruhi Kedisiplinan Guru SD di 66
Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. Kemudian gaya kepemimpinan Delegating yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudah matang dalam melakukan tugas dan matang pula secara psikologis. Menurut pendapat Reksohadiprodjo dan Handoko, (1995). Pemimpin mempengaruhi kelompok dan situasi. Kelompok mempengaruhi pemimpin dan situasi. Demikian juga situasi mempengaruhi pemimpin dan kelompok. Bahwa masingmasing subsistem saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh subsistem yang lain. Kualitas kepemimpinan merujuk pada kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok agar dapat mendukung sepenuhnya dalam pencapaian tujuan orgnisasi. Dengan demikian kepemimpinan berperan dominan dalam kehidupan organisasi. Dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien ditentukan oleh kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi. Sesuai hasil penelitian pada Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, menunjukan bahwa sebagian besar responden, menyatakan persetujuannya bahwa Sikap dan Tingkah Laku berpengaruh terhadap Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, sebab kalau kurang tanggap tehadap motivasi, maka menurut responden dianggap kurang efektif, maka hal ini merupakan salah satu hambatan terhadap Kedisiplinan Guru SD kalau hal tersebut tidak dibenahi. Sesuai dengan tingkat penaksiran derajad hubungan antar variabel yang dikaji (kriteria Guilford) berada pada Hubungan rendah tetapi pasti atau pencapaian target gaya kepemimpinan
Delegating pada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, relatif belum baik. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi), terhadap Guru SD merupakan salah satu perwujudan dari fungsi guru sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan guru terhadap murid dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat sebagai suatu sistem pelayanan, guru memberikan materi pembelajaran terhadap murid bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia agar dapat berkualitas melalui pendidikan dan pengajaran, menurut Lovelock, (1991:14) dalam (Akadun, 1999:17). Pemberian pelayanan menekankan pada service delivery system, yaitu bagaimana birokrasi menyampaikan jasa pelayanan kepada masyarakat. Ketetapan strategi pemberian pelayanan pemerintah daerah ditentukan oleh Kedisiplinan Guru SD yang ditawarkan dan diukur oleh pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat dan pelayanan yang diharapkan masyarakat. Peningkatan Need for achievement (kebutuhan akan prestasi), Guru SD dalam meningkatkan Kedisiplinan Guru SD agar dalam pelayanan dapat dilaksanakan secara optimal atas apa yang diinginkan, hal tersebut sesuai pendapat Kotler (1997 : 36) dan Tjiptono (1997: 24) sama-sama mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap Kedisiplinan Guru SD (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi kepuasan tersebut mencerminkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan Kedisiplinan Guru SD (performance) dan harapan yang di inginkan konsumen (important). Jika performance memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika Kedisiplinan Guru SD melebihi harapan maka
pelanggan akan sangat puas dan akan sangat senang. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara mengatakan bahwa : Need for achievement (kebutuhan akan prestasi), Guru SD mempnyai pengaruh terhadap Kedisiplinan Guru SD Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, Motivasi internal Guru SD selalu memberikan kekuatan jiwa untuk selalu berprestasi, dan dapat menyelesaikan tugas-tugas yang di bebankan untuk penyelesaian pekerjaan, kemudian Motivasi internal juga memberikan keinginan untuk melayani masyarakat pengguna layanan tersebut agar tujuan pelayanan tercapai dengan baik. (Hasil wawancara 2013). Dalam memberikan motivasi Guru SD, di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari penjelasan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa, pemberian Need for affiliation (kebutuhan akan hubungan sosial) Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, pada prinsipnya masih perlu mendapatkan pembinaan yang cukup serius. Karena dari dimensi-dimensi yang diteliti pada umumnya responden menyatakan bahwa pemberian motivasi aparatur masih relatif rendah, sehingga dianggap perlu pemberian kesempatan yang seluas-luasnya dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusianya (SDM), baik melalui pendidikan formal, kursus-kursus, pelatihan, maupun pendidikan penjenjangan bagi aparatur yang memenuhi syarat untuk 67
menduduki jabatan tertentu, sehingga target peningkatan Kedisiplinan Guru SD dapat tercapai sesuai rencana yang telah ditetapkan. Kualitas motivasi Guru SD juga dapat diukur dengan penetapan sasaran tujuan organisasi dengan syarat yaitu sasaran individual harus mendukung pencapaian sasaran tingkat yang lebih tinggi dan diupayakan untuk disepakati oleh pihak yang berkepentingan secara langsung serta sasaran hasil itu dapat dicapai dengan tidak terlalu sulit dan tersedianya indikator kualitas kerja kelompok yang dapat diukur untuk setiap sasaran yang akan mewujudkan kemajuan ke arah sasaran untuk dipantau dan dievaluasi. Jadi pada prinsipnya bahwa tercapainya tujuan organisasi disini yang dimaksudkan adalah suatu pekerjaan yang dihasilkan dalam peningkatan Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, dengan tepat waktu sesuai rencana dengan memenuhi standar hasil yang telah ditentukan. Salah satu bukti mengapa dibutuhkan motivasi kerja mutlak perlu dalam suatu organisasi ialah karena adanya perbedaan seperti satuan pekerjaan, orang atau pejabat dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan itu memang ada karena keharusan untuk mengadakan pembagian kosekwensi berorganisasi dan bekerja sama. Itulah sebabnya, tanpa motivasi kerja kecendrungan atau kemungkinan masing-masing spesialis itu akan berjalan sendiri-sendiri yang bisa saja menuju ke pelbagai arah atau tidak pernah bertemu pada penyelesaian pekerjaan. Menurut penulis bahwa kemampuan guru dalam menjalankan tugasnya sangat mempengaruhi terhadap peningkatan Kedisiplinan Guru SD, dengan demikian bahwa organisasi dapat tercapai tujuannya sesuai rencana, dengan sendirinya dapat tercapai meningkatkan Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, dapat berhasil dengan baik. 68
Hasil penelitian, responden mengemukakan bahwa dengan berpedoman pada Need for power (dorongan untuk mengatur), maka segala yang dikerjakan dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditentukan, dengan menganut sistem efektivitas dan efisiensi kerja diharapkan dapat meningkatkan Kedisiplinan Guru SD. Kesesuaian dengan hasil kerja seseorang dapat mengurangi pemborosan baik waktu maupun pembiayaan dalam artian ekonomi. Sesuai hasil penelitian di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, menunjukan bahwa sebagian besar responden, menyatakan persetujuannya bahwa dengan Motivasi eksternal yang diterapkan di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, dirasa relatif efektif, dengan tingkat penaksiran derajat hubungan antar variabel yang dikaji (kriteria Guilford) berada Hubungan rendah tetapi pasti atau pencapaian target pelaksanaan pekerjaan di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara, relatif belum optimal dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor luar dari pada faktor motivasi Guru SD. Dengan demikian bahwa teori tersebut mendukung dari pada penelitian ini, baik gaya kepemimpinan Kepala Ssekolah, maupun motivasi Guru SD berpengaruh terhadap Kedisiplinan Guru SD, serta didukung oleh teori yang dipergunakan. E. Simpulan dan Saran 1. Simpulan a. Gaya kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. Pengukuran dimensi-dimensi kedisiplinan Guru SD, berada pada kategori cukup baik yang berarti bahwa pelaksanaan kedisiplinan Guru SD telah dilakukan, namun belum terwujud sebagaimana yang
diharapkan karena Guru SD masih ada yang belum sepenuhnya menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana kedudukannya sebagai Guru SD. b. Motivasi Guru SD Berpengaruh Secara Signifikan Terhadap Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. Pengukuran dimensi-dimensi kedisiplinan Guru SD meliputi : (1) motivasi internal, dan (2) motivasi ekternal, berada pada kategori sedang yang berarti bahwa pelaksanaan motivasi Guru SD telah dilakukan, namun belum terwujud sebagaimana yang diharapkan karena masih ada variabel lain yang berpengaruh tetapi tidak diukur dalam penelitian ini. c. Gaya kepemimpinan dan motivasi kerja Guru SD berpengaruh besar terhadap Kedisiplinan Guru SD di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. Sumbangan variabel gaya kepemimpinan dan motivasi Guru SD terhadap Kedisiplinan pegawai, berada pada kategori cukup baik namun belum optimal. Hal tersebut terjadi apabila gaya kepemimpinan dan motivasi guru baik maka kedisiplinan guru akan semakin baik pula. 2. Saran-saran Saran-saran yang dikemukakan dari penelitian ini adalah : a. Pemimpin dapat menerapkan Gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi Guru SD agar dapat memahami dan mengikuti dan menyesuaikan apa yang di perintahkan oleh pimpinan. b. Motivasi Guru SD perlu di berikan secara terus-menerus agar Guru SD dapat meningkatkan Kedisiplinan Guru SD dalam melaksanakan tugastugas yang diberikan kepadanya
sebagai pendidik, sehingga pengembangan sumber daya manusia yang diharapkan dapat terwujud. c. Untuk meningkatkan kemampuan guru, perlu pembinaan melalui pendidikan dam pelatihan, agar Guru SD dapat menjadi ujung tombak sebagai pendidik yang dimulai dari usia sekolah dasar. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, 2005, Pengaruh Pemotivasian Terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya. Pascasarjana Unpad. Handayaningrat, Soewarno. 1989. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta ; Haji Masagung. Indrawijaya, Adam 1. 1986. Perilaku Organisasi. Jakarta ; Sinar Baru Algesindo. Karyadi. 1983. Kepemimpinan (Leadership). Jakarta ; Gunung Agung. Masriwati, 2011, Pengaruh Disiplin Terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara. Pascasarjana, Unhalu. Moenir. 2003. Manajemen Pelayanan umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. Ndraha, Talidziduhu. 2001. Ilmu Pemerintahan (Kybernology), Bandung ; Program Pascasarjana Ilmu Pemerinahan IIP-Unpad. Nitisesmito, Alex, S. 1986. Manajemen Personalia, (Manajemen Sumber 69
Daya Manusia). Jakarta ; Cipta Jakarta. Reksohadiprodjo dan Handoko. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Ed.l, 2. Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada. Salim. 1998. Faktor Manusia dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta ; Akademika Pressindo. Siagian, Sondang P. 1996. Administrasi Pembangunan. Jakarta ; Haji Masagung. Sitepu, Nirwana, SK. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis), Bandung ; Unit Pelayanan Statistika, Jurusan Statistik Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran. Soekirman. 1992. Kemiskinan dan Kesejangan Sosial. Jakarta ; Gunung Agung. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung ; Alfabeta. Suparda. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta ; Rineka Cipta
70
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERIAN DANA BANTUAN OPERASIONAL PENDIDIKAN (BOP) DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN LAMBAY, KABUPATEN KOLAKA UTARA OLEH : SYAHRY NEHRU HUSAIN, DOSEN ADM. PEMBANGUNAN PASCASARJANA UHO
ABSTRACT This Research aim to picture, analysing and theoretical view of Implementation of policy of gift of fund Aid of Education Operational in make-up of quality of education of elementary school in Subdistrict Wave The Regency of Kolaka Utara, and also factors supporting and pursuing implementation of policy of gift of fund Aid of Education Operational in make-up of quality of education of elementary school in Subdistrict Wave The Regency of Kolaka Utara. This Research use the descriptive method. this Method use is to mendeskripsikan of implementation of policy of gift of relief fund of Education Operational Elementary At School Subdistrict Wave The Regency of Kolaka Utara, studying qualitative, how All data obtained is direct the than field informan by using interview and obsevasi, is and also supported by document. Result of research indicate that the Implementation of policy of gift of relief fund of Education Operational in make-up of quality of education of Elementary School in Subdistrict Wave The Regency of Kolaka Utara, have been executed and have walked, during three the last year, but its execution not yet optimal. matter Tersenut happened by because (1) Ability of executor resource not yet able to execute the program of relief fund of Education Operational better as have been determined, (2) planning which not yet good so that program the relief fund of Education Operational still is often weared for the activity of which in character insist on, like purchasing of stationery and appliance of study supporter which sometimes is not planned, inclusive of stocktaking of medium and prasarana education which not yet optimal, (3) relative the lack of pupil in one school causing the lack of operating expenses education given, because amount of Expense of Operasioan Education adapted for by a existing pupil amount in one school, and also use of medium and especial supporter education which not yet optimal. Keyword : Policy, Quality Of Education , Elementary School. A. Pendahuluan Kabupaten Kolaka Utara sejak tahun 1996 telah menerapkan pembebasan biaya pendidikan pada level pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Ke depan upaya tersebut berlanjut hingga tuntas menuju pengembangan pendidikan 12 tahun. Kebijakan tersebut, sejalan dengan Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 tentang Standar
Nasional Pendidikan, dimana dinyatakan bahwa pembiyaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan, bahan atau peralatan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan 71
tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, prasarana, transportasi, konsumsi, pajak dan lain-lain. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran, antara lain pakaian, transpor, buku pribadi, peralatan alat tulis dan biaya pribadi lainnya. Kebijakan pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) pada jenjang pendidikan dasar dan menenangah dimaksudkan agar semua warga masyarakat Sulawesi Tenggara pada usia sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah dapat menempuh pendidikan yang bermutu dan bebas dari biaya operasional pendidikan. Kemudian Peraturan Gubenrnur Sulawesi Tenggara No. 24 Tahun 2008 tentang pembebasan biaya operasional pendidikan, bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran disekolah. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi penduduk usia sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk tidak menempuh pendidikan hanya karena alasan ekonomi orang tua yang lemah/tidak mampu. Pembebasan biaya operasional pendidikan sebagaimana dimaksud, juga ditujukan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat dalam hal ini orang tua/wali guru, atas biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan minimal berdasarkan standar nasional pendidikan. Secara empirik, berdasarkan hasil evaluasi kinerja pemerintah Kabupaten Kolaka Utara tahun 2007-2012, diperoleh beberapa permasalahan terkait dengan pendidikan di Kabupaten Kolaka Utara, antara lain: (1) Layanan pendidikan formal bagi masyarakat belum optimal; (2) Belum optimalnya lembaga-lembaga dan sarana pendidikan non formal; (3) Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih rendah yakni 31,89%; (4) APK SMA/MA/SMK baru 43,15%, APM baru 72
34,65%; (5) Lebih dari 15% masukan SD/MI tidak melalui TK/RA; (6) Masih banyak sekolah yang kekurangan ruang kelas; (7) Ada 45% sekolah kekurangan buku pelajaran; (8) Sekitar 16% sekolah memiliki rata-rata nilai ujian kurang dari 6; (9) Ada 8,08% sekolah memiliki jumlah guru kurang dari 60 guru; (10) Rasio guru/buku kurang dari 1:1; (11) Masih banyak tenaga pendidik yang belum bekualifikasi S1/D4, bahkan banyak sekolah yang masih menggunakan jasa guru honorer; (12) Belum memiliki Standar Pelayanan Minimum (SPM); (13) Sarana prasarana minimal pada jenjang TK dan SD terutama perpustakaan dan laboratorium serta fasilitas pendukung masih kurang; (14) Distribusi guru sekolah khususnya di pelosok/pedesaan belum memadai; (15) Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan masih relatif kurang; (Sumber: Renstras Diknas Kab. Kolaka Utara, 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji tentang: “Analisis Implementasi Kebijakan Pemberian Dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara”. Adapun permasalahan pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi kebijakan pemberian dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara? 2. Faktor-faktor apakah yang menghambat implementasi kebijakan pemberian dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis dan mengintepretasikan: 1. Implementasi kebijakan pemberian dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara. 2. Faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan pemberian dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara akademik dan praktis, yaitu: 3. Manfaat akademik Dapat menambah pemahaman mengenai implementasi kebijakan sektor pendidikan dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Kabupaten Kolaka Utara. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian lain yang menyangkut pembangunan sektor pendidikan khususnya menyangkut percepatan peningkatan kualitas pendidikan baik formal maupun non formal. 4. Manfaat praktis Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kabupaten Kolaka Utara dalam implementasi kebijakan sektor pendidikan dan dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Kabupaten Kolaka Utara. B. KAJIAN TEORI 1. Konsep Implementasi Kebijakan Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster’s (1979:941), kata to implement berasal dari bahasa “implementum” dari kata asal “impere” dan “plere”. Kata “ implere” dimaksudkan
“to fill up”, “to fill in”, yang artinya mengisi penuh, melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill” yaitu mengisi. Selanjutnya kata “to implement” dimaksudkan sebagai : (1) to carry into effect; to fulfill; accomplish; (2) to provide with the means for carrying out into effect or fulfilling; to give practical effect to; (3) to provide or equip with implements”. Pendapat tersebut pada prinsipnya implementasi kebijakan adalah merupakan pengisian suatu kebijakan atai melengkapi dari suatu kebijakan yang sudah ada sehingga dapat dioperasionalkan. Selanjutnya George Edward III (1980:1) mengemukakan bahwa : “policy implementation,…is the stage of policy making between the establishment of a policy…and the consequences of the policy fot the people whom it affects”. Gambaran tersebut bahwa implementasi dapat dipandang sebagai suau sistem yang telah dilaksanakan, dan implementasi merupakan rangkaian yang telah terlaksana setelah melalui tahapan-tahapan sebelumnya mulai dari konsep hingga penetapan kebijakan, lebih lanjut Edwards III, (1980:9-10) mengemukakan faktorfaktor yang mendukung daripada implementasi kebijakan yaitu: (1) komunikasi, (2) disposisi atau sikap pelaksana, (3) kualitas sumber daya manusia, dan (4) struktur birokrasi. Dari pendapat tersebut diperoleh gambaran bahwa implementasi dapat dipandang sebagai proses atau general process yang dilakukan setelah suatu tujuan ditetapkan. Kegiatan itu terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan, sehubungan dengan hal ini dikemukakan oleh Wibawa (1994:35) bahwa implementasi kebijakan pada dirinya sendiri mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan alternatif-alternatif yang abstrak atau makro. Sedangkan formulasi kebijakan dalam pengertiannya yang steril, merupakan proses yang memiliki logika 73
bottom up dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian alternatif cara pemecahannya. Dalam setiap kebijakan publik standar dan tujuan harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada tiap-tiap program, agar implementasinya dapat berjalan sesuai rencana, menurut Edward III (1980:9-10) dikemukakan, bahwa komunikasi memegang peranan penting, karena pelaksana harus mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Perintah untuk melaksanakan kebijakan harus diteruskan kepada aparat, dengan tepat dan konsisten. Kurangnya sumber daya akan berakibat ketidak efektifan penerapan kebijakan. Disposisi atau sikap pelaksana diartikan sebagai keinginan kesepakatan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan. Jika penerapan kebijakan akan dilaksanakan secara efektif, pelaksana bukan hanya mengetahui apa yang mereka kerjakan dan memiliki kemampuan untuk menerapkannya, tetapi mereka juga harus mempunyai keinginan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Akhirnya struktur birokrasi mempunyai dampak atas penerapan, dalam arti bahwa penerapan itu tidak akan berhasil jika terdapat kekurangan dalam struktur birokrasi tersebut. Konsep tersebut mempunyai arti bahwa terdapat hasil dari suatu kegiatan atau tindakan yang dikehendaki/ keberhasilan mencapai sasaran, lebih lanjut tentang suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang dapat menghasilkan sesuai guna mencapai suatu tujuan organisasi atau dengan kata lain adalah suatu hasil kerja yang sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya/kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan. Kemudian kebijakan pemerintah Kabupaten Kolaka Utara utamanya yang 74
bersentuhan dengan sektor pendidikan, seperti pembebasan biaya pendidikan hingga sekolah menengah pertama, alokasi anggaran untuk pendidikan yang cukup besar (20%) dari total APBD Kabupaten Kolaka Utara, pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung sekolah dan ruang kelas untuk tempat belajar (RKB), dan pengembangan pendidikan luar sekolah. Dengan kebijakan tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan di Kolaka Utara, minimal dapat menanggulangi kesenjangan pendidikan antar wilayah di Kolaka Utara. Atau dengan kata lain, dapat berdampak positif bagi pengembangan pendidikan di Kabupaten Kolaka Utara. Kemudian untuk meningkatkan mutu pendidikan yang merupakan landasan pemberian bantuan operasional pendidikan maka mengacu pada menurut PP N0. 48 Tahun 2008, yaitu (1) Terpenuhinya kebutuhan bahan ajar, (2) Siswa bebas dari Pungutan, (3) Kelancaran proses belajar mengajar. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Hamidi (2004:14) berangkat dari penggalian data berupa pandangan responden, yang kemudian responden bersama peneliti memberi penafsiran sehingga menciptakan konsep sebagai temuan. Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Aziz dalam Bungin (2003:53) terdapat pola tertentu yang penuh dengan variasi, informasi yang didapatkan harus ditelusuri seluas-luasnya sesuai dengan variasi yang ada, sehingga peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang diteliti secara utuh.
Dalam penelitian ini, pemecahan masalah yang akan diteliti, dilakukan dengan cara memaparkan data yang diperoleh dari pengamatan lapangan, dianalisis dan diintepretasikan dengan memberikan kesimpulan. Sedangkan mengenai penelitian deskriptif, Suryabarata (1983:19), mengemukakan bahwa dalam penelitian deskriptif, ditujukan untuk membuat pencandaraan secara sistematis, faktual dan akurat mengai fakta-fakta dan sifat tertentu. Dalam membuat diskripsi suatu kejadian semata-mata hanya mendeskripsikan, tidak mencari hubungan penalaran. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan tiga cara yakni ; wawancara mendalam dan studi dokumen. Menurut Creswell mengemukakan bahwa ada tiga titik utama cara pengumpulan data yakni, (1) partisipasi observer; (2) wawancara; dan (3) telaah dokumen (Creswell,1997:122123). Adapun informan penelitian adalah para Kepala Sekolah Dasar di enam SD, yakni Kepala SD Negeri 1 Lambay, SD Negeri 2 Lambay, SDN 1 Latawaro, SDN 1 Iwoise, SDN 1 Tebongeano, dan SDN 1 Lapasi-Pasi, serta Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kecamatan Lambay. D. PEMBAHASAN 1. Prosedur/Cara Memperoleh Insentif Prosedur yang harus ditempuh serta persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh insentif diuraikan oleh Kepala Sekolah selaku informan dalam penelitian ini, maka berikutnya calon penerima insentif tersebut diharuskan mengisi formulir atau ditentukan oleh kepala sekolah yang bersangkutan menghadap ke kepala sekolah (untuk guru SD). Berdasarkan keterangan sejumlah informan bahwa untuk menarik dana BOP dari Bank yang ditunjuk (BPD atau BRI) sebelumnya harus dibuatkan rekomendasi yang dibuat
oleh Ketua Tim Pengelola BOP Kabupaten Kolaka Utara yang diberikan kepada masing-masing Kepala Sekolah untuk menarik/mengambil BOP/insentif guru setiap triwulan sebanyak guru yang menerima dana tersebut. Kemudian di sekolah masing-masing dibuatkan daftar penerima oleh pembuat daftar/Kepala sekolah. 2. Cara pengambilan insentif Berkaitan dengan cara mengambil insentif, semua informan menunjukkan adanya kesamaan dalam pengambilan dana insentif, yaitu untuk ketiga tingkat pendidikan kesemuanya mengambil insentif secara kolektif oleh komite sekolah. Alasan yang diajukan oleh guru penerima insentif atas kondisi tersebut, sebagaimana terungkap dalam wawancara adalah bahwa mereka selama ini tidak pernah diperintahkan oleh sekolah untuk mengambil langsung uang insentifnya di bank. Disamping itu, mereka juga menyatakan ketidaktahuannya bahwa uang insentif tersebut dapat diambil sendiri oleh penerima insentif, kalaupun mengetahui bahwa insentif tersebut dapat diambil sendiri, mereka menyatakan lebih praktis mengambilnya melalui komite sekolah. Apabila diamati jarak antara sekolah penerima insentif, dengan bank yang relatif dekat, pengambilan insentif sebenarnya dapat diprioritaskan untuk diambil langsung oleh guru yang bersangkutan, sesuai petunjuk teknis penyaluran dana insentif. Sejauh pengamatan di lapangan, pihak komite sekolah juga kurang berusaha mendorong guru penerima insentif untuk mengambil sendiri insentifnya. Pengakuan dari guru penerima insentif bahwa dana insentif diambil di bank oleh guru sekolah, tidak secara jelas mengindikasikan bahwa dana tersebut diambil oleh komite sekolah. Pengambilan insentif oleh pihak sekolah dapat membuka peluang terjadinya penyimpangan, misalnya dalam bentuk pemotongan insentif dengan berbagai dalih 75
atau alasan. Hal ini sebagaimana yang tertungkap melalui wawancara dengan tim pengelola BOP, dimana terdapat jumlah insentif yang dipotong oleh pihak sekolah karena mekanisme pengambilan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Sebagaimana hasil pemantauan tim pengendali gugus tugas peningkatan jaring pengaman sekolah, bahwa beberapa sekolah yang jaraknya relatif jauh dari bank, merasa terbebani dengan biaya transportasi, walaupun pengambilan dana telah dilakukan secara kolektif oleh Kepala Sekolah. Pengambilan uang insentif oleh pihak sekolah sebenarnya hanya dimungkinkan dalam hal guru tidak memungkinkan untuk mengambil sendiri insentifnya misalnya karena jarak geografis yang cukup jauh. Untuk Kecamatan Lambay yang belum mempunyai bank, hampir bisa dipastikan bahwa bank terletak di berbagai tempat yang jauh jaraknya walaupun relatif mudah dijangkau. 3. Jumlah insentif yang diterima dan penggunaan insentif Sebagaimana tertungkap dari wawancara, dalam pertanyaan menyangkut jumlah insentif yang diterima, semua informan menyatakan tetap utuh karena yang mengambil uang insentif adalah guru atau penerima BOP di sekolah masingmasing sekolah, para informan menyatakan bahwa mereka tidak menerima insentif secara utuh karena dipotong pajak penghasilan (PPh 21). Adapun jumlah masing-manging yang diterima setiap sekolah cukup bervariasi karena disesuaikan dengan jumlah murid, demikian juga besaran insentif yang diterima masing-masing guru jumlahnya bervariasi masing-masing sekolah tidak sama karena berdasarkan jumlah murid yang ada dalam sekolah tersebut. Dari hasil wawancara terungkap bahwa tidak utuhnya jumlah insentif yang diterima oleh para guru disebabkan oleh 76
adanya potongan oleh pihak sekolah atas insentif tersebut untuk kepentingan membayar pajak penghasilan. Keadaan ini sekaligus menggambarkan bahwa penerima insentif benar-benar menjadi kewajiban bagi setiap warga negara yang mempenyai penghasilan pada batas-batas tertentu. Dengan demikian pada satu sisi pengalokasian dana insentif sesuai petunjuk teknis, yaitu insentif ditujukan dan diterima oleh guru baik PNS maupun honorer berdasarkan kesepakatan secara internal sekolah. Di sisi lain, kalaupun terjadi pemotongan insentif secara langsung untuk berbagai kepentingan sekolah guru yang bersangkutan, tidak sesuai atau menyimpang dari petunjuk teknis pengalokasian dana insentif. Jadi dalam implementasinya insentif yang diterima para guru sebetulnya tetap utuh setelah dipotong pajak penghasilan sebagai kewajiban kepada negara. Mengenai sasaran penggunaan dana BOP tersebut, terungkap melalui hasil wawancara dengan informan HAS bahwa: “Dana insentif yang diberikan itu sangat membantu bagi para guru untuk memenuhi kebutuhan harian operasional di sekolah seperti membeli buku pegangan, dan peralatan lainnya.” (Wawancara tanggal 20 Juli 2013). Keterangan tersebut memberikan bambaran mengenai pentingnya insentif bagi guru untuk membantu peningkatan kualitas pengajaran ataupun mutu pendidikan di sekolah. Harapannya adalah semakin besarnya insentif yang diterima para guru, semakin baik pula kualitas pengajaran yang diberikan di setiap sekolah. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian kebijakan Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) mengindikasikan bahwa kebijakan pemberian dana BOP di Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay belum dilaksanakan dengan optimal. Perumusan dan penyusunan tentang operasionalisasi kebijakan yang
harus ditempuh dan dilakukan dalam upaya memberikan pemahaman dan penyebar luasannya belum dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Peningkatan Mutu pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitian ini dilihat dari keberhasilan atau tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang berkaitan dengan implementasi kebijakan Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) di Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay. Proses pencapaian tujuan dan sasaran tersebut mencakup lingkup organisasi, untuk menyelenggarakan tugas secara efisien dan efektif. Hal tersebut sesuai hasil wawancara dengan Kepala UPTD pendidikan Kecamatan Lambay mengatakan bahwa : Dalam sosialisasi program Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay kami dari pihak Dinas Kecamatan tidak dilibatkan langsung, walaupun ada laporan kepada saya bahwa ada sosialisasi tentang program tersebut, sehingga pelaksanaannyapun saya tidak banyak melibatkan diri, namun saya masih tetap memantau pelaksanaan program tersebut, (Wawancara bulan Juli 2013). Sejalan yang dikemukakan oleh Nugroho (2003: 263) mengatakan bahwa kebijakan yang ideal adalah harus kontekstual atau mengacu kepada tantangan yang dihadapi pada saat ini dan dimasa depan. Agusti (2001: 50) menyebut model seperti ini sebagai sebuah pragramatisme dalam kebijakan publik, sebuah pola yang banyak diadopsi oleh negara-negara berkembang dan maju dikawasan Asia. Dengan model ini dapat disertakan dengan model kebijakan yang menggunakan rasio “untung-rugi” dari sebuah kebijakan, seperti yang diperkenalkan dalam paradigma cost benefit analisys Boardman dkk,
(1996:102), Pada prakteknya, ternyata memang demikian adanya. Setiap kebijakan harus mengandung unsur progmatisme dan untung rugi. Tentu saja, pemahamannya pertama kali diletakkan didalam konteks etika, yaitu tentang kebaikan dan keburukan. Salah satu fungsi pemerintah adalah merumuskan kebijakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat sebagai akibat adanya suatu kondisi yang tidak memuaskan. Hal ini menuntut kepekaan dan daya tanggap pejabat publik untuk menangkap dan memahami kebutuhan masyarakat terhadap masalah yang dihadapi. Selanjutnya, tidak hanya sebatas memahami, tetapi juga dituntut untuk melakukan tindakan dalam bentuk suatu kebijakan yang tepat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Sesuai hasil wawancara dengan salah satu Kepala Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Lambay mengemukakan bahwa : Pada prinsipnya bahwa Kebijakan pemberian dana BOP , sangat terbantu yang dirasakan oleh Sekolah, karena sekolah dapat berkreasi untuk menata sekolah sesuai usulan program yang dilakukan, namun karena program tersebut terbatas sesuai jumlah siswa pada sekolah tersebut sehingga sekolah yang kurang muridnya juga sangat terbatas dana yang diterima. (Hasil Wawancara, Juli 2013). Hal ini didukung oleh Dye, (1987: 68) memberikan batasan mengenai kebijakan publik adalah semua pilihan atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. (Whotever government choose to do or not to do.). Selanjutnya, menurut Dye bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya (obyektif) dan kebijakan publik harus meliputi semua tindakan pemerintah. Jadi, bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau 77
pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Sebab sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang dipilih dan ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan yang jelas dalam rangka merespon masalah-masalah publik yang berkembang. Kebijakan publik pada hakekatnya merupakan suatu kebijakan yang ingin dicapai dari beberapa alternatif yang signifikan, mulai dari proses hingga implementasinya. Idealisasi perumusan kebijakan, tiada lain adalah merupakan langkah yang strategis dalam setiap roda organisasi, baik itu pemerintah maupun swasta. Kebijakan publik merupakan bagian integral dalam proses dan sekaligus langkah pelaksanaan roda institusi pemerintahan. Hal ini menjadi penting dikarenakan dengan kebijakan yang diambil akan memberi warna tersendiri kepada institusi bersangkutan. Eulau dan Kenneth Prewitt (1973: 485) sebagai salah satu ahli politik mengemukakan rumusan kebijakan adalah: “Policy is defined as a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abite by it”. Kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Dari hasil penelitian bahwa dengan indikator-indikator pembentuk sumber daya bahwa dengan adanya kebijakan pengelolaan biaya operasional sekolah (BOP) sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sekolah saat ini, 78
dengan dukungan dana tersedia dalam program kebijakan tersebut, namun karena program tersebut turun dananya ada se sekolah yang sangat terbatas sehingga biaya tersebut tdak mencukupi sekolah untuk berkreasi. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan salah satu Kepala Sekolah Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay mengemukakan bahwa: Implementasi Kebijakan Pengelolaan Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP), telah berjalan selama beberapa tahun, namun ada beberapa masalah yang selalu timbul, diantaranya yaitu karena pemahaman tentang pengelolaan dana tersebut yang kurang akurat sehingga ada sekolah yang membelanjakan dana tersebut yang kurang sesuai dengan perencanaan kebutuhan. (Hasil Wawancara, Juli 2013). Demikian pula hasil penelitian, bahwa banyak masyarakat yang kurang layak mendapatkan program tersebut sesuai ketentuan yang berlaku, tapi kenyataannya mendapatkan program tersebut, hal ini terlihat adanya kesalahan dalam pendataan, yang mungkin disebabkan adanya kolusi, nepotisme ataupun kinerja petugas yang relatif masih rendah. Disisi lain salah tujuan Kebijakan Pemberian dana BOP, untuk sekolahsekolah tersebut adalah untuk membantu sekolah meningkatkan biaya operasioanalnya, bahkan diharapkan dapat menanggulangi segala kegiatan yang berhubungan dengan operasional sekolah, sehingga siswa tidak lagi dibebani untuk penyiapan berbagai fasilitas pembelajaran, namun karena pelaksana kebijakan kurang memperhatikan hal-hal tersebut sehingga masih terdapat kekurangan atau kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, khusunya yang dilakukan oleh kepala sekolah, sehingga masih perlu pembenahan.
Walaupun dampak nyata output kebijakan pengelolaan dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) belum optimal menurut wahab (2005:107), hal ini merupakan perhatian utama para analis kebijakan dan para administrator, seringkali dampak nyata kebijakan itu sulit untuk diukur secara komprehensif dan sistematik. Lagi pula, hal yang barangkali paling diperhatikan dalam evaluasi program yang dilakukan oleh sistem politik ialah dampak yang dipersepsikan oleh kelompok masyarakat dan lembaga atasan yang berwenang. Persepsi mengenai dampak output kebijaksanaan ini mungkin akan menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam mandat undang-undang. Dari hasil penelitian bahwa dengan indikator-indikator pembentuk disposisi atau sikap pelaksana bahwa dukungan sekolah cukup tinggi terhadap kebijakan Pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay. Namun demikian walaupun guru-guru merasakan adanya penambahan operasional mereka, tetapi pada umumnya mengatakan bahwa kebijakan pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay belum bisa mengubah perilaku mereka dalam hal peningkatan kesejahteraan sehingga pemanfaatan Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP ) relatif belum terlaksana dengan baik sesuai tujuan, Salah satu penyebabnya secara umum adalah tingginya tingkat kebutuhan hidup, hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Supriatna (1997:90), bahwa terdapat relevansi yang positif dan kuat antara gejala kemiskinan penduduk di pedesaan dan perkotaan di satu sisi, dengan pendidikan formal dan nonformal disisi yang lain. Menurut Coombs (1983:14) mengatakan bahwa: Bila bentuk pendidikan formal tidak mampu dilakukan oleh penduduk miskin, maka pemerintah
negara berkembanglah yang harus membuat kebijakan pendidikan nonformal untuk mengatasi kesempatan kerja, urbanisasi, peningkatan pendapatan, dan perbaikan kesehatan serta gizi. Pendidikan nonformal ini bisa berupa penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis lainnya. Sasaran dan tujuannya ialah untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan kaum petani, pengrajin, nelayan, pertukangan, pengusaha kecil, pedagang dan lain sebagainya, yang tergolong penduduk miskin. Informasi berupa pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan, yang menumbuhkan nilai dan sikap efektif penduduk miskin merupakan dasar bagi aktivitas hidup dan perubahan kehidupan, informasi memiliki makna penting bagi peningkatan aset sumber daya manusia yang dibutuhkan umtuk memacu produktivitas kerja, kemandirian, dan perubahan kehidupan sosialnya. Dari hasil penelitian pada dimensi kualitas sumber daya bahwa pada umumnya sekolah yang menerima Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay, pada umumnya mengatakan bahwa perlu penambahan biaya tersebut karena dana tersebut untuk sekolah-sekolah diluar kota tidak mencukupi untuk operasional sekolah karena muridnya yang kurang. Hal ini sejalan dengan tujuan kebijakan pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) seperti yang dikemukakan Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Lambay yaitu: Pengelolaan Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay, yaitu bertujuan untuk mememenuhi kebutuhan operasional sekolah, namun karena keterbatasan murid sehingga tidak mencukupi untuk membiayai seluruh kegiatan di sekolah, baiaya yang terbesar secara 79
umum disediakan untuk memberikan insentif kepada guru-guru yang masih mengabdi sesbagai guru honorer karena kekurangan guru pada sekolah-sekolah luar kota. (Hasil Wawancara, Juli 2013). Demikian halnya kalau dilihat dari jawaban responden menyangkut dimensi kualitas sumber daya nampaknya pelaksanaan kebijakan pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP ) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay, masih perlu disempurnakan oleh pelaksana kebijakan, karena masih berada pada level cukup, hal ini berarti pemahaman responden terhadap kelompok sasaran belum maksimal atau manfaat dari kebijakan Pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP ) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay , belum banyak menunjang kebutuhan operasional sekolah. Hasil penelitian menunjukan dari variabel kualitas sumber daya adalah Cukup dari seluruh pertanyaan pada dimensi variabel tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan Pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP ) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay , berkaitan dengan indikator-indikator dari pembentuk dimensi kualitas sumber daya belum dilaksanakan secara optimal. Agar kebijakan pemberian dana BOP dapat berjalan secara efektif, maka yang harus bertangungjawab terhadap sebuah kebijakan, harus mengetahui apa yang harus dilakukannya. Perintah untuk mengimplementasikan kebijakan harus disampaikan secara jelas, akurat dan konsisten kepada orang-orang yang mampu. Jika implementasi kebijakan yang diharapkan oleh pembuat kebijakan tampak tidak secara jelas terspesifikasikan, mungkin saja terjadi kesalahpahaman oleh para pelaksana yang ditunjuk. Sehingga akan terjadi kebingungan para pelaksana 80
mengenai masalah yang harus dilakukannya dan memberi peluang untuk tidak diimplementasikan kebijakan sebagaimana dikehendaki. Dalam pelaksanaan kebijakan, tidak terlepas dari kemampuan sumber daya manusia, Robbins (1996 : 82) mengartikan kemampuan sebagai “kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan”. Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan-kemampuan keseluruhan dari seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. 4. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pemberian Dana BOP Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Peningkatan Mutu pendidikan implementasi kebijakan pemberian dana BOP di SD Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara diuraikan sesuai tahapan yaitu sebagai berikut : a. Perencanaan Sarana dan Prasana Pentingnya sarana dan prasarana yang memadai dan mencakup kebutuhan sangat membantu dan menunjang keberhasilan pendidikan di Sekolah Dasar (SD), adalah Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan pekerjaan yang komplek, karena harus terintegrasi dengan rencana pembangunan baik nasional, regional maupun lokal, perencanaan ini merupakan sistem perencanaan terpadu dengan perencanaan pembangunan tersebut. Perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan tergantung pada jenis program pelayanan dan tujuan yang ditetapkan. Program pendidikan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja akan berbeda dengan program pendidikan yang berorientasi pada pemerataan kesempatan belajar, dalam hal sarana dan prasarananya, karena itu dalam perencanaan kebutuhan tersebut dikaji sistem internal pendidikan dan aspek eksternalnya seperti masalah demographi, ekonomi kebijakan-kebijakan yang ada. Kegagalan dalam tahap perencanaan sarana dan prasarana ini akan merupakan pemborosan dan tidak afaktif dalam implementasinya. Perencanaan operasional, menyusun rencana peningkatan mutu sarana prasarana pendidikan, Setelah target sarana prasana pendidika ditetapkan, maka lembaga pendidikan harus menyusun rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Rencana ini harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang: aspek-aspek mutu sarana prasana pendidikan yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus ditempuh, siapa yang harus melaksanakan, kapan, dan dimana dilaksanakan, serta berapa biaya yang diperlukan untuk sarana prasana pendidikan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan lembaga dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah dan orangtua peserta didik baik secara moral maupun fisik untuk melakankana rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan tersebut. Yang perlu diperhatikan oleh pendidikan di Kecamatan Lambay dalam menyusun rencana program ini adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi Stakeholder pendidikan , khususnya orang tua dan masyarakat (komite sekolah) pada umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan pendidikan dan pemerintah untuk menanggung program ini, dan berapa
sisanya yang harus ditanggung oleh orang tua dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan manajemen ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dana untuk melaksanakan peserta didik dalam program ini bisa dihindari. Setelah target sarana prasana pendidikan ditetapkan, maka pihak pendidikan harus menyusun rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Rencana ini harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang: aspek-aspek mutu sarana prasana pendidikan yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus ditempuh, siapa yang harus melaksanakn, kapan, dan dimana dilaksanakna, serta berapa biaya yang diperlukan untuk sarana prasana pendidikan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan pendidikan di Kolaka Utara dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah dan orangtua peserta didik baik secara moral maupun fisik untuk melakankan rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan tersebut. Namun dalam pelaksanaan perencanaan ini belum berjalan sebagaimana yang diharapkan karena masih banyak masyarakat yang kurang mendukung daripada pelaksanaan program tersebut. b. Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan pendidikan di Kecamatan Lambay, yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana program ini adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi Stakeholder pendidikan, khususnya orang tua dan masyarakat (komite sekolah) pada umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan sekolah dan pemerintah untuk menanggung 81
program ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orang tua dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan manajemen ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dana untuk melaksanakan peserta didik program ini bisa dihindari. Dalam melengkapi sarana tersebut belum dapat terpenuhi secara optimal karena system pendanaan yang belum mencukupi sebagaimana yang diharapkan. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan penunjang untuk keaktifan proses belajar mengajar. Barang-barang tersebut kondisinya tidak akan tetap, tetapi lama kelamaan akan mengarah pada kerusakan, kehancuran bahkan kepunahan. Namun agar saran dan prasarana tersebut tidak cepat rusak atau hancur diperlukan usaha pemeliharaan yang baik dari pihak pemakainya. Pemeliharaan atau maintenanace merupakan suatu kegiatan yang kontinu untuk mengusahakan agar sarana dan prasarana pendidikan yang ada tetap dalam keadaan baik dan siap untuk dipergunakan. Pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan pengadaan biaya yang termasuk dalam keseluruhan anggaran persekolahan dan diperuntukan bagi kelangsungan “building”, “equipment”, serta “furniture”, termasuk penyediaan biaya bagi kepentingan perbaikan dan pemugaran, serta penggantian. Perlunya pemeliharaan yang baik terhadap bangunan, perabot dan perlengkapan sekolah dikarenakan kerusakan sebenarnya telah dimulai semenjak hari pertama gedung, perabot dan perlengkapan itu diterima dari pihak pemborong, penjual atau pembeli sarana tersebut, kemudian disusul oleh proses kepunahan, meskipun pemeliharaan yang baik telah dilakukan terhadap sarana tersebut selama dipergunakan, 82
rutin melaksanakan pemeliharaan setiap tahun. c. Penggunaan/pemakaian sarana dan prasarana pendidikan Penggunaan/pemakaian sarana dan prasarana pendidikan merupakan tanggungjawab pada setiap jenjang pendidikan . Untuk kelancaran kegiatan tersebut, bagi pendidikan di Kolaka Utara yang mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana atau petugas yang berhubungan dengan penanganan saran dan prasarana pendidikan diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal tersebut. yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana adalah: 1. Penyusunan jadwal harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya 2. Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupkan prioritas utama 3. Waktu/jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal tahun pelajaran 4. Penugasan/penunjukan personil sesuai dengan dengan keahlian pada bidangnya 5. Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana pendidikan, antar kegiatan intrakulikuler dengan ekstrakulikuler harus jelas. Dengan demikian bahwa penggunaan atau pemakaian dari pada sarana pendidikan yang ada, dianggap sudah saatnya untuk rehabilitasi karena ada yang sudah kurang layak untuk dipergunakan dan apabila hal tersebut dibiarkan maka akan menghambat proses pelaksanaan program pendidikan di Kolaka Utara karena fasilitas kurang layak untuk dipergunakan. d. Sumber daya manusia. Pelaksana pendidikan memerlukan kompetensi setiap pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai sehingga mampu mengelola dan memanfaatkan
setiap sarana pendukung tidak mampu menyamai perlengkapan yang diberikan dan ini dapat berakibat pada proses pelaksanaan pendidikan, di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara Sesuai hasil wawancara dengan Kepala UPTD Kecamatan Lambay mengatakan bahwa : Pelaksanaan pendidikan di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara telah berjalan dan dilaksanakan sebagaimana adanya, namun ketersediaan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, hal tersebut merupakan salah satu kendala yang dialami dalam pelaksanaan pendidikan di kecamatan Lambay karena sumber daya yang melaksanakan pendidikan sangat terbatas latar belakang yang sesuai dengan pendidikan tersebut. (Wawancara, bulan Juli 2013). Dari hasil penelitian bahwa dengan indikator-indikator pembentuk kebijakan pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP ) Pada Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay bahwa sumber daya manusia pelaksana kebijakan terbatas, sehingga dalam pertanggung jawaban kebijakan perlu tenaga teknis yang mendampingi. e. Implementasi Standar Sarana dan Prasarana pendidikan. Penyusunan standar sarana dan prasarana diharapkan mampu memberikan motivasi dalam mendukung dan meningkatkan pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Namun penerapan atau implementasinya secara keseluruhan tidak mudah, meskipun standar nasional merupakan kreteria minimum tidak setiap pendidikan mampu memenehuinya. Implementasinya pun dilakukan secara bertahap dan
diutamakan kebutuhan yang benarbenar diperlukan dalam proses pembelajaran. Setiap sarana dan prasarana yang disiapkan mewakili kebutuhan utama dari sebuah baik pendidikan Formal maupun pendidikan Non Formal. Pada dasarnya dengan standar nasional pendidikan diharapkan mampu memeratakan segala kegiatan maupun sarana pendukung dalam pendidikan yang meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Namun selalu ada implikasi dari setiap penerapan sebuah kebijakan, dan tidak pula dengan standar sarana dan prasarana, karena implikasi dari penerapannya menimbulkan kendalakendalan dan permasalahan baru yang pemecahannya tidaklah mudah karena akan berkaitan dengan standar nasional yang lain. Misalkan saja kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, Peserta didik dan kelulusannya, penilaian dan pengelolaan maupun pelaksanaan pembiayaan yang sesuai dan merata. Implikasi berkaitan dengan akibat dari implementasi sebuah program atau kegiatan, dalam implementasi standar sarana dan prasarana tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah implikasi dari penerapan tersebut. Bila setiap sarana dan prasaran yang di adakan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam standar, maka akibat yang mungkin terjadi seperti yang diuraikan diatas adalah munculnya kebijakan lain yang berkaitan dengan pilihan untuk memenuhi terlebih dahulu kebutuhan utama dari sebuah pendidikan ataupun satuan pendidikan . Demikian pula dengan perlengkapan setiap ruang selalu di lakukan dengan bertahap dan berkelanjutan. Apabila dilakukan dengan secara langsung yang sesuai dengan ketentuan hambatan yang paling utama adalah pemeliharaan maupun pembiayaan yang tidak 83
mencukupi dan memadai bagi sarana dan prasarana yang disiapkan. Pembangunan yang disesuaikan dengan ketentuan sebuah bagunan pada lahan yang tersedia akan memberikan dampak pada sempitnya ruang bermain/olahraga ataupun pembangunan sarana yang lainnya seperti laboratorium, UKS maupun perpustakaan. Kendala ini biasanya ditemui dikota-kota besar yang tidak memiliki lahan yang begitu luas, atau meskipun memiliki lahan yang luas, dengan penerimaan peserta didik yang tidak sesuai dengan rasio minimum dalam setiap kelas menjadikan penambahan gedung yang lebih banyak. Pembangunan sarana dan prasarana pada pendidikan menurut pandangan dari beberapa sumber yang diwawancarai peneliti mengungkapkan bahwa : Memang kita bangun sarana prasarana itu sesuai dengan ketentuan yang ada. Jadi seperti ukuran ruangan belajar itu sesuai dengan ukuran standar, ya, 8 x 9m2. Jadi saya kira kalau berbicara mengenai sarana prasarana saya pikir untuk ini adalah sekolah yang relatif baik, menurut ukuran kita, iya kan? Namun fasilitas lain masih dirasa belum mencukupi seperti laboratorium, kalau kegiatan pembelajaran saya kira termasuk lengkap, perpustakaan juga ada namun belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya. (wawancara Juli 2013). Sejalan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar sarana dan prasarana, dalam rangka mendukung terselenggaranya proses pembelajaran yang efektif dan mampu memberikan pelayanan yang maksimal 84
kepada peserta didik, tentu harus perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. Ketersedian sarana dan prasarana baik sarana utama maupun sarana pendukung, sangat mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran. Sarana utama berupa ruang belajar yang nyaman dan laboratorium yang mamadai didukung oleh sarana – sarana pendukung yang lain memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Jika sarana dan prasarana yang tersedia menjadi standar pembelajaran pada pendidikan akan memberikan kontribusi yang menentukan pula, lahirnya lulusan – lulusan yang berkualitas. Sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai agar dapat tetap memberikan kegunaan yang optimal atau memerlukan prawatan yang baik dan kontinyu. Perawatan harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan oleh tenaga – tenaga yang memang kompoten di bidangnya. Dari Standar Nasional Pendidikan yang tersedia, faktor penghambat tidak terlalu berarti, tinggal bagaimana komitmen dan kemampuan manajerial pada setiap stake holder, seperi yang diungkapkan Kepala Sekolah SD di Kecamatan Lambay mengemukakan bahwa : Penghambat sebetulnya tidak terlalu bermasalah, hanya yang jadi penghambat itu adalah ketidak updatetan atau update informasi dari tenaga edukasi, tenaga-tenaga kependidikan lainnya itu bagian dari penghambat kecil, tapi kalau itu manajemen mempersiapkannya, dan mempersiapkan sarana komunikasi, jaringan internet itu bagian dari pendukung, tapi kalau tidak, itu bagian dari penghambat” ( wawancara Juli 2013 ).
Berdasarkan data yang ada yang menjadi penghambat utama dalam mengelolah dan mengimplementasikan kebijakan pemberian bantuan BOP di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara setiap tahunnya, relatif sama karena jumlah siswa yang ada juga relatif sama dari 3 (tiga) tahun terakhir. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD Lambay mengemukakan bahwa : Dari segi prestasi akademik saya tidak terlalu sanksi sebenarnya, walaupun semua fasilitas dan sarana yang ada disini sudah kurang memenuhi standar pendidikan. Hal tersebut perlu pembenahan, menambahkan apa yang rusak, kan begitu. Yang menyangkut persoalan prestasi dari ekstrakurikuler, ini yang perlu didorong terus, apakah itu kegiatan-kegiatan, apakah kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dan lain sebagainya, ini perlu didorong terus supaya dia berkesinambungan. Bukan hanya prestasi akademik tapi dia juga berperstasi dari segi yang lainnya. (wawancara Juli 2013 ). Sehingga kalau ditinjau lebih jauh, perhatian masyarakat terhadap eksistensi pendidikan di Kecamatan Lambay masih bersifat “elitis” terbatas pada kalangan tertentu saja. Benar bahwa dalam sejarahnya pendidikan di Kolaka Utara merupakan lembaga pendidikan yang dibangun dan dikelolah atas inisiatif masyarakat, tetapi kepemilikannya masih bersifat eksklusif. Meskipun mengakar kuat, pendidikan di Kolaka Utara masih merefleksikan kerja individual ketimbang kolektif. Hal ini mengakibatkan sense of ownership masyarakat terhadap pendidikan rendah.
Kondisi tersebut perlu dijadikan bahan pemikiran oleh pihak stake holders, yang bertanggung jawab dalam pembinaan pendidikan,di Kolaka Utara, untuk mengembangkan suatu sistem perbaikan pendidikan yang berkelanjutan (continous quality improvement), karena sampai sekarang. Nampak bahwa perbaikan yang dilakukan itu parsial, tidak ada kesinambungan, dan hanya bersifat tambal sulam. Sesuai hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa teori yang dipergunakan untuk mendukung implementasi kebijakan pemberian Dana Bantuan operasional pendidikan (BOP ) dalam meningkatkan mutu pendidikan Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka yang dikemukakan oleh Edward III (1980:9-10), yang terdiri dari (1) Komunikasi, (2) Disposisi, (3) kualitas sumber daya manusia, (4) Struktur Birokrasi, kemudian dalam proses implementasi kebijakan bukan saja aspek pengetahuan yang dikembangkan tetapi juga aspek keterampilan dan aspek sikap, sehingga Bantuan operasional pendidikan (BOP) diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal bagi pengembangan sumber daya manusia, semuanya mendukung dari penelitian tersebut. E. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraiakan pada Bab IV, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Implementasi kebijakan pemberian dana BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara telah 85
dilaksanakan namun relatif belum berhasil secara optimal. Penentuan guru yang akan menerima beaguru sepenuhnya menjadi otoritas Kepala Sekola yang dapat secara subyektif kurang memahami kondisi obyektif guru. Pihak sekolah hanya mengandalkan data yang diberikan oleh guru atau masukan antar anggota tim. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak guru yang seharusnya lebih layak menerima beaguru, tetapi tidak mendapatkannya. Dalam penentuan sekolah yang menerima dana BOP, juga sepenuhnya menjadi otoritas komite Kecamatan yang tidak mendasarkan diri pada kondisi obyektif masing-masing sekolah. Konsekuensinya, sangat dimungkinkan sekolah yang seharusnya lebih layak menerima BOP, justru tidak memperolehnya karena tidak diusulkan oleh komite kecamatan. 2. Faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan pemberian dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Lambay Kabupaten Kolaka Utara dari sisi perencanaan belum direncanakan secara optimal, sehingga dalam penggunaan dana BOP belum memenuhi kebutuhan guru, karena menyangkut keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah menyebabkan terbatasnya jumlah guru yang dapat memperoleh beaguru dan juga terbatasnya jumlah sekolah yang memperoleh dana bantuan operasional. Kemudian sistem pelaporannya tidak dilakukan secara terbuka sehingga guru-guru tidak mengetahui proses pelaporan tersebut, karena tidak adanya aturan dalam mengaja, serta terbatasnya kontrol masyarakat, karena pengelolaan dana BOP menjadi kewenangan pemerintah provinsi melalui Tim Teknis Kegiatan (TTK) 86
yang ada di Kabupaten yang notabene bukan dari pihak sekolah, sehingga pertanggung jawabanya . 2. Saran-Saran 1. Penerapan kebijakan Pemberian dana BOP tidak dapat mempergunakan sistem target tetapi harus menyesuaian dengan kondisi riil di lapangan. Dengan demikian akan bersifat local spesific, Untuk itu, sebaiknya program beaguru dan BOP dimasukkan ke dalam program anggaran rutin Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, sehingga berkelanjutan atau dapat diteruskan. 2. Perlunya disosialisasikan ke masyarakat isi program Pemberian dana BOP agar masyarakat dapat mengontrol program tersebut. Untuk itu, agar fungsi dan peran komite sekolah dikembalikan sebagai organisasi yang membantu atau memfasilitasi penetapan dan penyaluran beaguru serta BOP, sedangkan masyarakat berperan memberikan data obyektif dan mengontrol implementasi kebijakan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Coombs, Philip H. 1987. Apakah Perencanaan Pendidikan Itu? Diterjemahkan oleh Istiwidayanti. Bhatara Karya Aksara dan Unesco Paris. Jakarta. Dinas Pendidikan dan kebudayaan Prov. Sultra. 2008. Petunjuk teknis Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan. Effendi, Sofian. 2000. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. Materi Kuliah MAP-UGM, Yogyakarta.
Islamy,
Irfan. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta ; Bumi Aksara.
Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.43 tahun ke 9 Juli 2003.
Lie,
Anita. 2004. Menuntut Tanggungjawab Negara atas Pendidikan. KCM Harian Kompas, 5 Agustus 2004.
Soemanto, Wasty. 1992. Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta. Jakarta ; Bumi Aksara.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung ; PT Remaja Rosdakarya.
Soenarya, Endang. 2000. Teori Perencanaan Pendidikan. Yogyakarta ; Adicita.
Nasrullah. 2004. Gerakan Percepatan Melek Aksara Langkah Politis Mendongkrak HDI. Harian Kompas, 29 November 2004. halaman 5.
Vembriarto. 1985. Pengantar Perencanaan Pendidikan. Yogyakarta ; Andi Offset.
Nurkholis. 2002. Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang. www.pendidikan-network.org.id. 29.10.2004.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta ; MedPress.
Putra, Fadillah, 2001, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar. Pramudji. 1983. Perbandingan Pemerintahan. Jakarta ; Bumi Aksara.. Ratnawati, P. 2003. Mengukur Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan
87
ANALISIS KEMAMPUAN APARATUR DALAM MENINGKATKAN KINERJA APARATUR DI INSPEKTORAT DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG OLEH : YADI LUSTIADI, DOSEN ADM. PUBLIK UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ABSTRACT Intention of this writing is: (1) To know and analyse the ability officer in improving performance of officer of Inspectorate of Area of Regency of Bandar Lampung , (2) To know and factors analyst supporting the make up of ability officer in improving performance of officer of Inspectorate of Area of Town Bandar Lampung. Research Method used by descriptive by using analysis qualitative. conducted Descriptive research to depict precisely is nature of and circumstance, symptom or growth symptom in relation of between research with the other symptom society. Result of research indicate that the ability officer in improving officer performance in Inspectorate of Area of Town Bandar Lampung have goodness, that matter is supported with according to between area of duty officer with the education and training which have been followed by the officer. As for factors supporting the make-up of ability officer in supporting officer performance is aspect of job quality, what good relative in executing duty as officer, job amount which still less in certain solution during, and also time accuracy finish the good work relative. Keyword : Ability Aparatur, Performance, Aparatur. A. Pendahuluan Tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Government), telah mendorong adanya konsekuensi logis perlunya berbagai upaya dan kerja keras dari semua jajaran penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah dalam rangka memperbaiki kinerjanya secara profesional. Guna mewujudkan hal tersebut, salah satu kuncinya adalah meningkatkan intensitas, kualitas dan efektifitas pengawasan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen harus ditempatkan dan dilaksanakan oleh setiap pejabat struktural atau fungsional pada seluruh jenjang atau strata menurut tugas, fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam rangka meningkatkan efisien dan efektifitas pelaksanaan pemerintahan daerah, maka partisipasi semua pihak sangat dibutuhkan. penyelenggaran pemerintahan yang efektif adalah 88
merupakan kebutuhan yang sangat mendesak khususnya pada masa reformasi sekarang ini. Arah pendekatannya yaitu difokuskan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini ditandai oleh terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tertib dan teratur dalam menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan kebutuhan yang berlaku. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di kalangan aparat pemerintah daerah, salah satunya disebabkan oleh kurangnya kemampuan aparatur dalam tubuh pemerintahan daerah itu sendiri. Selain itu, untuk mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, perlu memperhatikan akuntabilitas dan profesionalitas pengelolaan pemerintahan. Olehnya itu, dalam pembentukan organisasi dan penentuan jabatan selayaknya memperhatikan kompetens aparatur seperti pendidikan dan pelatihan, keterampilan, pengalaman kerja, etos kerja, perilaku, kemampuan bekerjasama dan komitmen kerakyatan yang tinggi sehingga
tercipta produktivitas kinerja yang dapat meningkatkan citra organisasi baik internal maupun eksternal. Dalam kaitan itulah, maka kinerja pegawai sangat penting dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi. Beberapa hal terkait dengan itu adalah perlunya faktor keterampilan, kecakapan, dan pengalaman kerja yang melekat pada diri inidividu yang dapat dicapai melalui suatu proses pembelajaran, pelatihan dan pengalaman pada unit kerja, jabatan dan masa kerja pegawai. Kemampuan kerja bagi pegawai yang ditempatkan sebagai tenaga tenis operasional, biasanya lebih ditekankan pada kemampuan keterampilan pada bidang tugas tertentu, seperti tugas pengawasan dalam arti yang lebih luas, yakni pengawasan atas pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan khususnya di daerah. Kantor Inspektorat Daerah di Kota Bandar Lampung yang memiliki fungsi dalam melakukan pengawasan kinerja pemerintahan daerah. Dimana salah satu misi yang ingin dicapai adalah dengan mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan manejemen pemerintahan daerah. Kemudian fungsi lainnya adalah dengan melakukan pengawasan, pemeriksaan, penilaian dan pengusutan atas dua asas, yaitu: Badan Pengawasan Daerah Provinsi sebagai wujud vertikalnya, dan Walikota sebagai sumber penerimaan tugas, sehingga untuk menunjang pelaksanaan tenaga pengawasan, maka digunakan tenaga pengawas atau pembantu pengawasan, yang diperlukan penandatanganan dalam surat perintah tugas pemeriksaan dan penilaian. Pengusutan dilakukan sendiri oleh Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan data hasil pengawasan Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung bahwa jumlah temuan adalah 37 buah, jumlah rekomendasi 37 buah; selesai ditindak lanjut 24 buah (64,9%), sementara proses 13 buah (35,1%) yang
belum ditindak lanjuti tidak ada. Dari sejumlah temuan tersebut di atas 37 buah temuan dengan nilai kerugian negara/daerah sebesar Rp 105.358.919; belum ditindak lanjuti, 13 buah temuan kewajiban setor kepada Negara senilai Rp 18.464.502; telah ditindaklanjuti Rp 86.894.417; sisa Rp 18.464.502, yang masih dalam proses. Pada bidang tatalaksana kerja, masih ditemukannya adanya kontradiksi antara apa yang telah diprogramkan dan yang telah dilaksanakan, sehingga sulit untuk dilakukan evaluasi atas program kerja yang telah disusun dan yang telah dilakukan. Berdasarkan pelaksanaan pengawasan oleh Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung tersebut, maka keberadaan Badan Pengawasan Daerah merupakan instansi vertikal dari badan pengawasan yang ditugaskan sebagai aparat pengawasan umum, dimana dalam melakukan pengawasan tugas-tugas secara administratif maupun operasional diperlukan adanya mekanisme kerja, baik sebagai pembantu Bupati dalam pelaksanaan pengawasan maupun kedudukannya sebagai instansi vertikal yang bertanggungjawab kepada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung . Namun permasalahan yang terjadi bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan belum dilakukan secara efektif, alasannya karena pelaksanaan pemeriksaan kinerja pemerintahan daerah selama ini belum sesuai dengan yang direncanakan, dimana dapat dilihat pelaksanaan pengawasan tidak tepat waktu, hal ini disebabkan karena adanya keterlambatan dalam pengumpulan data yang akan digunakan dalam pemeriksaan dan selain itu dalam pemeriksaan belum dapat diputuskan bidang-bidang penyimpangan yang seringkali terjadi penyelewengan pemerintah daerah, penomena pengawasan dan disiplin yang berjalan di Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung. 89
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan aparatur dalam dalam meningkatkan kinerja aparatur Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung ? 2. Faktor-faktor yang menunjang peningkatan kemampuan aparatur dalam meningkatkan kinerja aparatur pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung? Tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan aparatur dalam mening-katkan kinerja aparatur Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung . 2. Untuk mengetahui dan menganalis faktor-faktor yang menunjang pening-katan kemampuan aparatur dalam meningkatkan kinerja aparatur Inspek-torat Daerah Kota Bandar Lampung. B. Kajian Teori 1. Kemampuan Aparatur Kemampuan aparatur adalah merupakan suatu konsep dalam ilmu administrasi, khususnya dalam kajian teori organisasi dan administrasi sumber daya manusia. Berbagai rumusan tentang kemampuan aparatur yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang di kemukakan oleh Hasibuan (2000:12) menjelaskan bahwa kemampuan aparatur adalah totalitas dari semua keahlian yang diperlukan untuk mencapai hasil kerja yang bisa dipertanggungjawabkan. Konsep ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kinerja yang positif, maka seorang aparatur dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik diharapkan memiliki sejumlah kemampuan dalam bekerja. Kemampuan kerja ini tentunya didukung oleh potensi yang dimiliki oleh seorang 90
pegawai atau aparatur. Potensi inilah yang kemudian harus dikerahkan seoptimal mungkin pada setiap pelaksanaan tugastugas yang diberikan. Kemudian teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menurut Thoha (1985:19) bahwa kemampuan merupakan salah satu unsur kematangan yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan pelatihan dan pengalaman. Sedangkan Ndraha (1990:23) menjelaskan bahwa kemampuan adalah merupakan modal berupa kecakapan, ketangkasan, keterampilan, atau modal lain yang memungkinkan pegawai dapat berbuat banyak bagi organisasi. Pendapat tersebut lebih diperjelas oleh Winarno (1986:32) bahwa kemampuan kerja adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan hasil yang memuaskan, baik berupa barang maupun jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat. Kemampuan manusia adalah kualitas yang hakiki yang melekat pada diri seseorang. Pemahaman mengenai aspek kemampuan kerja yang lebih luas dikemukakan oleh Hasibuan (2000:12), bahwa: Kemampuan kerja adalah totalitas dari semua keahlian yang diperlukan untuk mencapai hasil yang bisa dipertanggungjawabkan. Kemampuan dapat dilihat dalam tiga dimensi yang berbeda: 1. Kemampuan dalam melaksanakan prosedur kerja yang praktis, teknik-teknik khusus dan disiplin ilmu pengetahuan. 2. Kemampuan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacammacam elemen yang semuanya terlibat dalam penyusunan kebijakan dan dalam situasi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengaturan, penilaian dan pembaharuan.
3. Kecakapan dalam memberikan motivasi secara langsung”. Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, menunjukkan bahwa memang kemampuan kerja aparat tidak semata ditunjang oleh faktor kemampuan intelektual, tetapi juga menyangkut kemampuan fisik dan mental psikologis serta perilaku aparat. Namun relevansinya dengan penelitian ini, lebih ditekankan pada aspek kemampuan aparat dalam melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan kinerja pegawai. 2. Konsep Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:67). Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani dan Rosidah (2003:223), menjelaskan kinerja merupakan catatan out come yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk kualitas pelayanan yang disajikan. Untuk dapat mempelajari kinerja suatu organisasi, harus diketahui ukuran keberhasilan untuk menilai kinerja tersebut. Sehingga indikator atau ukuran kinerja itu tentunya harus dapat merefleksikan tujuan dan misi dari organisasi yang bersangkutan, karena itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bagi suatu organisasi privat yang tujuan pembentukannya adalah memproduksi
barang untuk mendapatkan keuntungan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar ia mampu memproduksi (productivity) dan seberapa besar keuntungan yang diraih (economy). Indikator berikutnya adalah efisiensi dan efektifitas proses yang dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa kinerja berhubungan dengan bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan berdasarkan tanggungjawab namun tetap mentaati segala peraturanperaturan, moral maupun etika yang ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Dari beberapa pendapat pakar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai atau suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya atau sebagai gambaran mengenai tentang besar kecilnya hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan visi, misi suatu organisasi yang diembannya Sedangkan dalam organisasi publik, masih sulit untuk menentukan kriteria kinerja yang sesuai. Bila ditinjau dari tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah untuk memenuhi dan melindungi kepentingan publik, maka kinerja organisasi publik dapat dikatakan berhasil apabila mampu mewujudkan tujuan dan misinya dalam memenuhi kepentingan dan kebutuhan publik tersebut. Mengenai kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik ini dikemukakan oleh Dwiyanto (1995:1): “Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi swasta. Stake91
holders organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan antara satu dengan yang lain”. Namun berdasarkan atas pemahaman terhadap tujuan dan misi organisasi, Dwiyanto lebih lanjut mengemukakan ada lima indikator untuk menilai kinerja organisasi publik, yaitu: produktifitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Sejalan dengan pendapat tersebut Lenvine dalam Dwiyanto (1995:7) mengusulkan tiga konsep untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu: responsivenees, responsibility dan accountability. Sedangkan Keban (1995:6-7) berpendapat bahwa untuk mengukur kinerja organisasi publik dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: pendekatan managerial dan pendekatan kebijakan. Dengan asumsi bahwa efektifitas dari tujuan organisasi publik tergantung dari dua kegiatan pokok tersebut, yaitu: public management and policy (manajemen publik dan kebijakan). Untuk mengukur kinerja pegawai dalam penelitian ini maka digunakan teori yang dikemukakan oleh Bernardin dan Russel dalam Ruky, (2002:340), mengemukakan bahwa kinerja merupakan kemampuan kerja atau hasil dari kerja seseorang pegawai yang dapat diukur dari dimensi, kualitas kerja, kuantitas kerja, dan ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan. Dasar pemikiran melakukan penelitian mengenai Analisis Kemampuan Aparatur dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai di Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung adalah untuk mengetahui dan menganalisis besarnya Pengaruh Pengawasan terhadap kinerja pegawai, serta mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi Kemampuan Aparat terhadap Kinerja pegawai khususnya pegawai di kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung.
92
C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan analisa kualitatif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara tepat sifatsifat dan keadaan, gejala atau perkambangan gejala dalam hubuungannya antara penelitian dengan gejala kemasyarakat lainnya. Menurut Nawawi (1990: 60) penelitian deskriptif adalah pemecahan masalah dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya. Adapun informan dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai pada kantor Inspektorat Kota Bandar Lampung , yaitu sebanyak 8 orang. Dengan rincian yaitu: (1) 1 orang Kepala Kantor, (2) 1 orang Sekretaris, (3) 2 orang Kepala Bagian, (4) 2 orang kepala seksi, (5) 2 orang staf pada Inspektorat Wilayah Kota Bandar Lampung. D. Pembahasan a. Kemampuan Aparatur Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Dalam penelitian ini dengan melibatkan informan yang telah menjawab beberapa pertanyaan penelitian memperlihatkan beberapa kecenderungankecenderungan, antara lain pertanyaan penelitian mengenai pendapat informan dalam menilai apakah pendidikan dan latihan diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai khususnya di kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung , pada umumnya informan mengakui bahwa selain tingkat pendidikan yang relevan dengan pekerjaan kantor, juga diperlukan diklat, karena salah satu persyaratan menjadi Pegawai Negeri Sipil 100% saja minimal telah mengikuti diklat prajabatan. Hal itu menunjukkan bahwa
dalam rangka pengembangan sumber daya aparatur mau tdak mau diklat sangat perlu.Sumber daya aparatur bagi organisasi adalah unsur terpenting bila dibandingkan dengan sumber daya organisasi lainnya, artinya bahwa sumber daya aparatur merupakan faktor penggerak yang menentukan maju mundurnya suatu organisasi,termasuk organisasi pemerintah. Menurut Sadu Wasistiono (2001:40) mengemukakan bahwa “seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ketergantungan organisasi kepada unsur manusia bukannya menjadi semakin sedikit melainkan sebaliknya bertambah besar”.Ketergantungan organisasi dengan sumber daya manusia dinyatakan oleh Siagian (1997:6)bahwa” justru letak keberhasilan dan kekurangberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannyapada tingkat dominan tergantung pada kemampuan seluruh anggota organisasi”. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa setiap organisasi dalam mencapai tujuannya sangat membutuhkan dukungan dari sumber daya aparatur pada pemerintah daerah. Koswara (2001:267) menge-mukakan bahwa:”yang diperlukan tidak hanya jumlahnya yang cukup, tetapi juga kualitas para pegawai yang harus diukur dengan melihat latar belakang pendidikan, keterampilan, pengalaman kerja, jenjang kepangkatan dan status kepegawaian”. Dengan demikian dapat di kemukakan bahwa keefektipan organisasi dalam mencapai tujuannya akan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh kualitas sumber daya paratur yang dimilikinya. Menurut keterangan informan, Kepala Seksi Kepegawaian Inspektorat Daerah, menjelaskan bahwa: “Kemampuan aparatur Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung bila dilihat dari dimensi tingkat pendidikan sudah cukup memadai, itu dapat dilihat dari jumlah pegawai Inspektorat Daerah yang berpendidikan Strata Dua, Strata Satu
dan Diploma yang berjumlah 22, dibandingkan dengan pegawai yang berpendidikan SMA sebanyak 7 orang.”. (Wawancara 2014). Kesempatan untuk mengikuti diklat di kantor Inspektorat Daerah menurut keterangan informan, sangat terbuka lebar apalagi bidang pengawasan membutuhkan aparatur yang terampil dan banyak aturan dari pusat yang senantiasan mengalami perubahan sehingga aparatur mesti megikuti penjelasan-penjelasan melalui diklat yang diselenggarakan oleh Kementerian dan Lembaga terkait. Adapun kemampuan aparatur, yang ditinjau dengan indikator keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dalam penelitian ini menunjukkan adanya keterkaitan yang signifikan dengan permasalahan penelitian. Muatan diklat yang dianggap dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemampuan tersebut, antara lain akan meningkatkan pengetahuan pegawai khususnya yang berkaitan dengan bidang tugasnya serta pengetahuanpengetahuan umum berkaitan dengan etika kepegawaian, manajemen dan kepemimpinan dan lain-lain Kemampuan aparatur yang ditinjau dari dimensi tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat mutlak dimiliki sebelum memasuki dunia pekerjaan, karena proses perekrutan pegawai biasanya membutuhkan spesifikasi pendidikan yang dipersyaratkan sesuai dengan tugas organisasi yang dipilih. Namun dalam penelitian ini pendapat aparatur Inspektorat Daerah mengenai tingkat pendidikan mereka bila ditinjau dengan indikator adanya kesempatan bagi pegawai untuk melanjutkan pendidikan serta relevansi pendidikan pegawai dengan pekerjaan kantor yang menjadi bidang tugasnya, pada umumnya cukup beragam. Penjelasan lainnya seperti yang dikemukakan oleh, Inspektur Pembantu II Inspektorat Daerah Bandar Lampung, bahwa: 93
“Peningkatan kemampuan aparatur melalui pendidikan sangat penting selama itu untuk kebaikan organisasi, dan selama saya diInspektorrat ini tidak pernah pimpinan melarang pegawai jika ada yang mau melanjutkan pendidikan, bahkan beliau senantiasa mendorong untuk itu. Jadi kesempatan untuk meningkatkan kemampuan pegawai sudah terpenuhi mengingat perkembangan dunia dewasa ini yang begitu pesat sehingga kemampuan aparatur juga harus diasah terus.” (Wawancara 2014). Dengan demikian bahwa kemampuan aparatur perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan, sesuai pendapat Hasibuan (2000:12) menjelaskan bahwa kemampuan aparatur adalah totalitas dari semua keahlian yang diperlukan untuk mencapai hasil kerja yang bisa dipertanggungjawabkan. Konsep ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kinerja yang positif, maka seorang aparatur dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik diharapkan memiliki sejumlah kemampuan dalam bekerja. Kemampuan kerja ini tentunya didukung oleh potensi yang dimiliki oleh seorang pegawai atau aparatur. Potensi inilah yang kemudian harus dikerahkan seoptimal mungkin pada setiap pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan. Apabila menyimak dan mendalami pernyataan informan tersebut maka dapat ditarik suatu maksud bahwa walaupun secara teori pelaksanaan pendidikan dan latihan seyogyanya memberikan pengaruh positif bagi pengembangan prestasi pegawai, namun faktanya tidak sedikit pegawai baik pada tingkat staf sampai tingkatan pimpinan, diklat tersebut tidak menunjukkan perubahan yang berarti baik perubahan pola pikir maupun perilaku dalam menata kerja-kerja birokrasi dimana seseorang melaksanakan pekerjaannya. 94
Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa satu hal yang kadang-kadang diabaikan oleh pegawai negeri sipil adalah menyangkut masalah sikap dan perilaku, karena walaupun kinerjanya baik, pengetahuan dan keterampilannya meningkat, namun aspek sikap dan perilaku ini menjadi salah satu hal yang dapat mengembalikan keadaan pegawai yang sudah baik menjadi buruk. Pola perilaku pegawai dibentuk secara alamiah ataupun dengan kondisi lingkungan dimana seorang pegawai meniti karir. Secara alamiah, perilaku individu sangat berhubungan faktor bawaan/gen seseorang yang dibentuk atas pola perilaku yang dilakukan oleh keluarga secara turun temurun. Sedangkan secara lingkungan, berhubungan dengan sistem lingkungan yang berkembang di lingkup organisasi, misalnya faktor kepemimpinan, sarana dan prasarana, dan lain-lain. Khusus mengenai dukungan pimpinan terhadap upaya pengembangan sumberdaya manusia di kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung. Sesuai hasil wawancara dengan informan, Sekretaris Inspektorat yang memberi penjelasan mengenai kemampuan aparatur berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki para pegawai. Dalam kesempatan itu beliau menjelaskan bahwa: “Selama ini kemampuan aparatur Inspektorat sudah memadai, khususnya dalam bidang masingmasing, hanya saja terkadang kita ini masih harus banyak belajar dengan pokok pekerjaan di Inspektorat. Kenapa saya katakan seperti itu, karena beberapa diantara pegawai Inspektorat dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, ada dari pendidikan agama, pendidikan dan hukum. Jadi menurut saya untuk mengetahui suatu pekerjaan kantor tidak ada jalan lain harus belajar
terus dengan melaui pengiriman pegawai untuk mengikuti diklat,baik diklatpim maupun diklat teknis, kursus-kursus serta memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti program tugas belajar dan izin belajar”. (Wawancara 2014). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh kategori baik,kategori baik ini mengandung makna bahwa secara umum informan menilai baik terhadap kesesuaian latar belakang pendidikan formal yang dimiliki pegawai dengan penempatan, kesempatan pegawai mengikuti pendidikan dan jenis kursus, pelatihan yang ada telah memadai. Kodisi ini ditunjukkan oleh jawaban informan bahwa penempatan pegawai cenderung belum semuanya sesuai dengan latar belakang pendidikan formal yang dimiliki pegawai, sehingga dukungannya terhadap pencapain organisasi kurang maksimal.Pada umumnya para pegawai mengharapkan agar mereka ditempatkan sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang dimilikinya. Seharusnya organisasi ketat dalam menerapkan salah satu prinsip dalam penempatan pegawai yaitu: the right man on the right place. Menurut Siagian (1994:173),”Ini merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam manajemen sumber daya manusia,apabila tidak diterapkan akan berakibat pada rendahnya aktivitas dan mutu kerja,tingkat kemungkinan yang cukup tinggi, keinginan yang besar dibarengi oleh kepuasan kerja yang rendah”. Sedangkan kesempatan dalam memperoleh program kesempatan belajar juga belum terbuka bagi seluruh pegawai dan dalam penentuan pesertanya cenderung subyektif.Sementara itu kebijakan dalam program ijin belajar dipandang sebagi formalitas untuk meningkatkan starata pendidikan dalammemenuhi persyartan formal kenaikan pangkat,sehingga belum kepada tataran peningkatan kualitas. Alwi
(2001:230) menyatakan bahwa”pendidikan formal,sampai saat ini masih dipandang sebagai cara yang paling baik bagi pengembangan karyawan.Tentu dengan catatan,lembaga pendidikan yang diikuti adalah lembaga pendidikan yang menawarkan system yang didukung oleh tenaga profesional. Berdasarkan keterangan-keterangan informan tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan aparatur khususnya terkait dengan implementasi tugas pokok dan fungsinya ditentukan dengan tingkat pendidikan dan latihan baik formal maupun fungsional, sehingga dalam dalam sebuah organisasi birokrasi hal itu menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh pimpinan. Apabila ada aparaturnya yang belum dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang tugasnya, maka seharusnya pimpinan memberikan kesempatan kepada untuk meningkatkan kapasitasnya melalui pendidikan dan pelatihan atau paling tidak pimpinan memberikan penugasanpenugasan secara berkala kepada pegawai bersangukutan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini penting dilakukan mengingat besarnya keterkaitan antara kinerja pegawai dengan output organisasi khususnya menyangkut dengan pelayanan publik. Dengan demikian, pegawai pada kantor Inspektoerat daerah Kota Bandar Lampung dituntut untuk mempunyai pengalaman yang luas terhadap seluk beluk berbagai macam tingkat pekerjaan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi peningkatan efektivitas organisasi. b. Kinerja Aparatur Pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung. Penilaian kinerja merupakan satu kegiatan yang sangat penting bagi suatu organisasi karena hasil penilaian ini dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan organisasi dalam pencapaian misinya. 95
Untuk organisasi yang memberikan pelayanan kepada publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu telah sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan harapan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi dapat dilakukan secara sistematis dan lebih terarah. Kecenderungan yang terjadi selama ini kaitannya dengan penilaian kinerja organisasi adalah tidak didasarkan pada output akan tetapi lebih didasarkan pada input, sehingga dorongan untuk mewujudkan hasil dan kinerja cenderung rendah dalam kehidupan birokrasi. Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung sebagai suatu lembaga dalam melaksanakan misi yang diembannya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai aktor, dalam hal ini pegawai yang ada dalam organisasi tersebut. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan oleh adanya upaya dari para pegawai yang berada pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung . Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja pegawai dengan kinerja organisasi, atau dengan kata lain bila kinerja pegawai baik maka kinerja organisasi akan baik pula, oleh karena itu, meskipun unit analisis dalam penelitian ini adalah Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, namun hal ini tidak bisa terlepas dari visi dan misi organisasi Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung itu sendiri. Kualitas kerja aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung akan dilihat dari tingkat pemahaman aparat pelaksana terhadap uraian pekerjaan, jumlah permasalahan yang berhasil diselesaikan dan tingkat kepuasan pengguna jasa terhadap pelayanan yang 96
diberikan. Berkaitan dengan hal ini, berikut ini ditampilkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang staf di Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung menyangkut pemahaman terhadap tugas kantor : “Tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan dapat kami pahami, dalam pelaksanaan tugas apabila kami menemukan kesulitan dalam penanganannya, hal itu kami koordinasikan dengan rekan-rekan sekerja atau langsung kepada pimpinan, untuk mendapatkan solusi pemecahannya, sehingga tugas yang dibebankan dapat selesai sesuai dengan kualitas yang diinginkan oleh pimpinan “ (Hasil wawancara 2014). Hasil penelitian tersebut didukung pendapat Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani dan Rosidah (2003:223), menjelaskan kinerja merupakan catatan out come yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk kualitas pelayanan yang disajikan. Dengan demikian bahwa pegawai pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung selalu menjaga agar pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan selalu dilaksanakan dengan baik agar kualitas kerja yang diinginkan pimpinan dapat tercapai. Kemudian Kuantitas kerja dalam konteks penelitian ini adalah kemampuan aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung untuk mengenali kebutuhan pengguna jasa, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi pengguna jasa, dalam waktu
tertentu. Untuk itu, aspek kuanlitas Kerja akan dilihat melalui keterkaitan antar program kegiatan dengan kebutuhan organisasi, daya tanggap aparat dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhankeluhan yang disampaikan pengguna jasa dan tersedianya wadah serta kesempatan bagi pengguna jasa untuk menyampaikan saran atau keluhan. Secara singkat, kuanlitas Kerja mengukur daya tanggap aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Hal ini sangat diperlukan karena merupakan bukti kemampuan aparat untuk mengenali kebutuhan pengguna jasa, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan. Keterangan tersebut senada dengan penjelasan informan Saksama B. Agung, staf Inspektorat dalam menaggapi pertanyaan serupa, yakni: Tugas aparatur Inspektorat pada prinsipnya cukup berat, karena menyangkut integritas PNS di satu sisi, dan kinerja organisasi disisi lain. Dalam menghadapi suatu persoalan yang cukup berat yang mengharus organisasi mengambil keputusan yang strategis serta menyangkut penyelamatan APBD. Namun tetap dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut harus tetap sopan dan mengedepankan asas kepatutan. (Wawancara 2014). Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa menyangkut kualitas layanan aparatur pada kantor Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung yang dilihat dari aspek kesopanan dan keramahan dalam melaksanakan tugas sebagai aparatur khususnya dalam menangani permasalahan atas hasil temuan dapat dikatakan sudah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengguna jasa, namun masih perlu
peningkatan lagi demi meningkatkan kinerja Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung . Kepatuhan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya merupakan suatu kesatuan yang dapat meningkatkan produktivitas, baik individu maupun suatu organisasi, sehingga dapat menimbulkan prestasi kerja baik antar unit terkait maupun maupun antar lembaga terkait, dengan demikian harapan dalam menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan dapat terwujud. Penilaian kinerja merupakan satu kegiatan yang sangat penting bagi suatu organisasi karena hasil penilaian ini dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan organisasi dalam pencapaian misinya. Untuk organisasi yang memberikan pelayanan kepada publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu telah sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan harapan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi dapat dilakukan secara sistematis dan lebih terarah. Kecenderungan yang terjadi selama ini kaitannya dengan penilaian kinerja organisasi adalah tidak didasarkan pada output akan tetapi lebih didasarkan pada input, sehingga dorongan untuk mewujudkan hasil dan kinerja cenderung rendah dalam kehidupan birokrasi. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, mengatakan bahwa : Pada umumnya aparatur Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, sudah bekerja dengan baik, namun masih ada aparatur yang kurang disiplin terhadap bidang tugas yang dibebankan kepadanya, hal tersebut karena aparatur belum bekerja secara profesional dalam melaksanakan 97
tugas-tugasnya, aparatur masih sering mengabaikan bidang tugasnya sehingga sering ada pekerjaan yang terbengkalai, namun demikian dengan adanya pengawasan yang baik dari pimpinan secara perlahan sudah mulai membaik, utamanya dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan. (Hasil wawancara 2014). Pendapat tersebut didukung oleh konsep yang dikemukakan oleh Siagian (2000:139) menyatakan pengawasan itu merupakan salah satu fungsi organik daripada manajemen. Pernyataan tersebut lebih memperhatikan aspek organiknya di dalam organisasi dan manajemen, artinya seluruh fungsi manajemen lainnya mulai dari ; perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan yang dilaksanakan dalam organisasi dapat dikendalikan atau diawasi secara langsung aktivitas organisasi secara keseluruhan. Setiap aktivitas perencanaan, pengorganisasian, dan penggerakan yang dijalankan pimpinan dalam organisasi harus dalam kendali dan diawasi pimpinan, seperti keberhasilan merencanakan kegiatan organisasi harus diawasi pimpinan, mengatur aktivitas keorganisasian diawasi pimpinan, termasuk usaha mengatur dan mengendalikan orang-orang dalam organisasi harus diawasi pimpinan organisasinya. Dalam suatu organisasi, faktor pengawasan terhadap pegawai sangat dibutuhkan dan merupakan komponen yang cukup mempengaruhi daripada proses pelayanan, oleh karena itu organisasi harus cukup jeli menangani hal tersebut, dalam upaya memberikan pelayanan yang prima, maka pengawasan harus betul-betul dilakukan dengan baik dengan demikian hasil akhir dari pelayanan adalah meningkatnya prestasi pegawai. Pengawasan terhadap pegawai mencermikan tanggung jawab seseorang atau kelompok/ satuan kerja/unit atas beban kerja yang 98
diberikan, sesuai dengan tujuan organisasi maka hal ini perlu diperhatikan bahwa organisasi tidak akan dapat berjalan dengan baik jika kurang memperhatikan masalah pengawasan masing-masing unit. Pengawasan merupakan penilaian kembali dan menilai hasil kerja termasuk dua aspek penting di dalam melaksanakan pengawasan yang dilakukan pimpinan organisasi terhadap para bawahannya di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Menurut penulis bahwa kemampuan aparatur dalam menjalankan tugasnya sangat mempengaruhi terhadap peningkatan kemampuan pegawai, dengan demikian bahwa aparatur yang bertugas dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan sendirinya dapat meningkatkan hasil yang baik, sebab aparatur dapat memberikan standar waktu dalam memberikan pelayanan kepada pemakai layanan standar sesuai program yang telah dicanangkan, dengan harapan pada evaluasi akhir dalam memberikan pelayanan dapat berhasil dengan baik. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung sebagai unsur pelaksana yang membantu Bupati dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan bidang pengawasan, administrasi, organisasi, dan tata laksana serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat daerah Kota. Jangka waktu penyelesaian tugas-tugas aparat khususnya dalam aspek administrasi merupakan salah satu aspek yang dilihat dalam mengukur efektivitas pelaksanaan tugas aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung . Berikut ini akan ditampilkan dalam tabel salah satu contoh tugas pokok Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung yaitu penanganan administrasi kantor yaitu pengelolaan dan penyelesaian surat masuk.
Terkait dengan indikator kemampuan menyelesaikan permasalahan sehingga menimbulkan kepuasan pengguna jasa terhadap kinerja orgasnisasi atau yang diberikan oleh aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung , secara umum dapat dikategorikan cukup walaupun masih ditemukan adanya komplain dari pengguna jasa, meskipun dengan intensitas yang relatif kecil utamanya terkait dengan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan lembaga pemeriksa keuangan (BPK) ataupun Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan. Penilaian terhadap aspek efektivitas aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung dari indikator permasalahan yang dapat diselesaikan antara lain melalui ketepatan pelayanan administrasi yang diberikan. Surat-surat yang masuk terlebih dahulu dilakukan proses Agenda Surat oleh Sub Bagian Kepegawaian dan/atau pada masingmasing Bidang/Inspektur Pengawasan Pembangunan, kemudian diteruskan kepada Sekretaris untuk di disposisi kepada bagian yang secara langsung berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi atau yang tercantum dalam isi surat. Semakin tepat waktu yang dijanjikan untuk memberikan pelayanan administrasi maka dapat dikatakan semakin tinggi tingkat efektivitas kinerja aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Kualitas pekerjaan kantor yang dapat dinilai melalui tingkat kualitas dari hasil yang dikerjakan menjadi hal yang mesti diraih oleh setiap pegawai dalam meningkatkan hasil yang diperoleh organisasi. Hasil penelitian tersebut, sejalan dengan pendapat Bernardin dan Rusell (1993:379) menyebutkan bahwa kinerja merupakan tingkat pencapaian/ rekor produksi akhir pada suatu aktivitas organisasi atau fungsi kerja khusus selama periode tertentu. Masih terkait dengan penjelasan tersebut. Dengan demikian
bahwa kualitas kerja merupakan salah satu dimensi yang sangat penting dalam mengukur kinerja pegawai. Dalam proses pelaksanaan tugastugas kantor pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung, pegawai selalu diberi motivasi dari pimpinan untuk memberikan pelayanan yang terbaik melalui spontanitas dalam menangani per-masalahan, tenggang waktu penyelesaian suatu permasalahan/pekerjaan dan tata krama dalam memberikan pelayanan. Kualitas layanan terdiri dari berbagai dimensi yang cukup kompleks, sehingga pemecahan masalah terhadap kualitas pelayanan publik tersebut membutuhkan sebuah proses dan cara-cara yang tidak mudah dan simpel, hal ini mengharuskan kita untuk melihat permasalahan yang muncul dengan berbagai dimensi, dan bukan hanya dilihat dari satu dimensi semata. Dalam konteks ini Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung yang merupakan media pelayanan di bidang administrasi. Dengan demikian Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung harus tetap melakukan langkah-langkah perbaikan di segala aspek kegiatannya, dalam rangka meningkatkan kinerja aparaturnya, mengingat akan semakin dimungkinkan munculnya komplain dari pengguna jasa atas pelayanan yang diberikan oleh aparat. Konsekwensi logis bagi Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung selaku organisasi yang memberikan layanan kaitannya dengan pengawasan pembangunan dan pemerintahan di Bandar Lampung adalah menempatkan mitra sebagai faktor terpenting dalam pelaksanaan tugas. Adapun kontrol oleh publik sebagai pengguna jasa dapat digunakan sebagai cara untuk penilaian terhadap baik atau tidaknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi pelayanan publik tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan aparat Inspektorat Daerah Kota 99
Bandar Lampung, persepsi pengguna jasa tersebut diambil dari hasil wawancara penulis terhadap beberapa pengguna jasa, yang berada di Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung , sebagaimana yang telah penulis tentukan berdasarkan data dan dokumen yang tersedia. Kualitas kerja pegawai cenderung menjadi semakin penting dalam organisasi publik dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Banyak pandangan negatif menyangkut kinerja organisasi publik muncul karena ketidakpuasan pengguna jasa terhadap layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian kepuasan pengguna jasa terhadap layanan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan pengguna jasa sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan pengguna jasa seringkali tersedia secara mudah dan murah. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kualitas layanan adalah seberapa besar kepuasan pengguna jasa terhadap layanan yang diterima dari aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung . Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa besar kemampuan aparat dalam menampung aspirasi dan problem dari pengguna jasa, yang selanjutnya dicarikan solusi pemecahannya. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh aparat secara efektif didayagunakan untuk melayani kepentingan pengguna jasa. Dalam konteks ini, idealnya segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa. Kemampuan dan sumberdaya dari aparat ini sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan dapat dicapai. Kinerja aparat pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung akan dapat maksimal apabila konsentrasi anggota organisasi benar-benar tercurah 100
untuk melayani pengguna jasa dalam hal seluruh instansi yang menjadi mitra dalam pengawasan. Pada prinsipnya suatu organisasi merupakan suatu sistem yang bagianbagiannya merupakan unit-unit, sub-unit sampai yang terkecil di dalamnya mempunyai fungsi, tugas atau pekerjaanya sendiri dengan sasaran dan tujuan khusus tersendiri, juga unit-unit, sub unit dan komponen lainnya itu tidak dapat melepaskan diri dalam hubungannya satu dengan yang lainnya dalam suatu kesatuan organisasi. Setiap unit berkewajiban mendukung pelaksanaan unit kerja yang lainnya, karena setiap unit tidak akan berfungsi dengan baik tanpa kerja sama dengan unit lainnya. Peranan pelayanan bagi setiap unit kerja menurut tingkatan dan membantu efektivitas kegiatan organisasi agar penyelesaian tugas sesuai waktu yang ditentukan. E.Simpulan dan Saran a. Simpulan Berdasarkan penjelasan dan hasil analisis pada pembahasan masalah sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kesimpulan bahwa kemampuan aparatur dalam meningkatkan kinerja pegawai di Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung sudah relatif baik, hal itu ditunjang dengan tingkat pendidikan aparatur yang sudah mulai mengikuti baik pendidikan formal, maupun dengan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh aparatur tersebut. kemudian keterampilan pegawai yang sudah mulai membaik, walaupun belum optimal, karena belum sepenuhnya ditunjang oleh pengalaman yang memadai karena pada umumnya pegawai yang ada merupakan pegawai yang belum lama bertugas pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung walaupun sudah ada
beberapa pegawai juga yang sejak diangkat bertugas pada kantor tersebut. Namun demikian, kendala yang ditemuan adalah setelah mengikuti diklat adalah sikap dan perilaku aparatur dalam menyikapi pekerjaan yang belum sesuai dengan harapan sehingga dapat mengurangi kinerja pegawai. 2. Faktor-faktor yang menunjang peningkatan kemampuan aparatur dalam meningkatkan kinerja aparatur pada Inspektorat Daerah Kota Bandar Lampung adalah aspek pendidikan dan pelatihan yang sudah baik, karena adanya kesempatan kepada aparatur untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahlian, sedangkan keterampilan dan pengalaman masih perlu pembenahan, karena pegawai pada umumnya masih mempunyai pengalaman yang kurang memadai dalam menyelesaikan tugas-tugas kantor. b. Saran 1. Pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang merupakan kriteria dari kualitas sumber daya aparatur, adalah persyaratan yang harus dimiliki pegawai dalam mendukung pelaksanaan tugas. Demikian pula halnya dalam rangka mewujudkan efektivitas organisasi Inspektorat Daerah. Oleh karenanya upaya peningkatan pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan pegawai Inspektorat Daerah sangat perlu mendapatkan prioritas. Upaya ini antara lain dapat dilakukan melalui pengiriman pegawai guna mengikuti pendidikan formal dengan mengambil bidang kajian yang relevan dengan kebutuhan organisasi seperti administrasi pemerintahan daerah, keuangan daerah, dan hukum. Dan melalui pendidikan
non formal berupa kursus komputer, diklat-diklat teknis. 2. Dalam setiap pembenahan organisasi, hendaknya Inspektorat Daerah tidak hanya memfokuskan kepada perbaikan internal organisasi saja, tetapi lebih penting lagi secara eksternal membuat organisasi ini menjadi lembaga “superbody” dalam pengawasan pembangunan di Bandar Lampung dalam rangka perbaikan-perbaikan kinerja pemerintah daeran yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Bernardin, Jhon, and Russel, E. A. Joyce. 1998. Human Resource Management ; An Experiental Aproach Dwiyanto, Agus. 1995. Penilian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam Seminar Sehari: Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya. Yogyakarta ; Fisipol UGM. Echols, John M, and Shadily, Hassan. 1992. An English-Indonesian Dictionary (Kamus Inggris Indonesia). Jakarta ; PT Gramedia. Fathoni Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen. Jakarta ; Rineka Cipta. Gaffar, Afan. 2000. Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar. Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta ; Gunung Agung. Keban, Yeremias, T. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajement dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor Publik, 101
Kebijakan dan Penerapan. Yogyakarta ; MAP-UGM. Kumorotomo Wahyudi, dan Subando, Margono, Agus. 1998. Sistem Informasi Manajement Dalam Organisasi Publik. Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Bandung ; Remaja Rosdakarya. Manullang. 2006. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta ; Ghalia Indonesia. Nawawi, H. Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press. Ndraha, Taliziduhu. 1990. Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta ; Rineke Cipta. Prawirosentono, Suyudi. 1992. Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta ; BPFE. Reksohadiprodjo, Sukanto. 2008. Dasardasar Manajemen. edisi keenam. cetakan kelima. Yogyakarta ; BPFE. Sarwoto, 2010. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta ; Ghalia Indonesia. Siagian P. Sondang. 2008. Pengantar Manajemen. edisi pertama. cetakan pertama. Jakarta ; Bumi Aksara. Siswandi dan Indra Iman. 2009. Aplikasi Manajemen Perusahaan, edisi 102
kedua, Jakarta: Media.
Mitra
Wicana