Dwi Permana Putra I1011131066 Universitas Tanjungpura SMF Pulmonologi RSUD Soedarso Pontianak 2014
Anamnesis dilakukan pada tanggal: 10 Mei 2014, Pukul: 11.20 WIB Identitas Pasien Nama : Ny. R Jenis Kelamin : Laki – Laki Umur : 36 tahun Agama : Islam Suku : Melayu Alamat : Ketapang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Keluhan utama : Sesak Riwayat Penyakit Sekarang Pada bulan Februari 2014 pasien merasakan berat badan menurun perlahan disertai batuk
Pada tahun 2012 pasien merasakan batuk berdahak + demam disertai menggigil
Pada tahun 2013 pasien didiagnosa TBC dan minum OAT selama 6 bulan
Pada bulan Mei 2014 pasien dirawat di RSUD Soedarso
Pada bulan April 2014 pasien mengeluh nyeri perut hebat dan membesar
Pasien juga menderita penyakit Diabetes Mellitus sejak 6 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan
1 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi OAT selama 6 bulan.
Riwayat Penyakit Keluarga
1 tahun yang lalu, pasien pernah dirawat di RS Ketapang selama 2 hari dikarenakan sakit TBC
Pasien mengaku, dikeluarga pasien tidak pernah menderita penyakit seperti pasien rasakan. Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkalnya.
Riwayat Sosial
Sejak 1 tahun yang lalu pasien telah berhenti merokok Sebelumnya, pasien mengaku suka merokok sebanyak kurang lebih 1 bungkus dalam sehari Minum alcohol disangkal Sehari- hari pasien tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga.
Pasien wanita berumur 36 tahun datang dengan keluhan sesak dan nyeri perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit 1 tahun lalu pasien didiagnosa terserang penyakit TBC dan mengkonsumsi OAT selama 6 bulan secara tuntas dan sudah dianggap sembuh. 4 bulan yang lalu pasien merasakan berat badannya semakin menurun secara perlahan-lahan disertai batuk tetapi masih dianggap jarang 1 bulan yang lalu pasien juga merasakan perutnya semakin membesar dan terasa nyeri Pasien juga menderita penyakit Diabetes Melitus sejak 6 tahun yang lalu.
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak lemah dan sesak Kesadaran: kompos mentis GCS : 4/5/6
Tanda Vital:
Tekanan Darah : 110/80 mmHg Nadi : 62x/menit, isi cukup dengan irama teratur Nafas : 36x/ menit , dalam, abdominotorakal Suhu : 36oC
Kulit : sianosis (+) , dekubitus (-), edema (+) pada tangan dan kaki sebelah kiri Mata : Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-) Telinga : secret (-) Hidung : secret (-) , deviasi septum (-) Mulut : bibir sianosis (+), lidah kotor (-), tonsil (T1/T1) Leher : Pembesaran Limfoid (-), kaku kuduk (), deviasi trakea (-), bendungan JVP (-)
Inspeksi : tidak terlihat iktus kordis Palpasi : teraba iktus kordis Perkusi : tidak dapat dinilai Auskultasi : tidak dapat dinilai
Inspeksi: perut tampak membesar Palpasi: nyeri tekan (+) Perkusi: asites (+) Auskultasi: tidak dapat dinilai
Dada :
Bentuk dada normal Tidak ada pelebaran sela iga Warna kulit pucat Nafas cuping hidung (+) Otot bantuan nafas (+)
Paru : Inspeksi : gerakan paru asimetris, tertinggal sebelah kiri Palpasi : fremitus taktil melemah sebelah kiri Perkusi : sonor di lapang paru mulai sela iga 1-3, redup di lapang paru kanan mulai sela iga 4-5 Auskultasi: Pada paru kiri bunyi paru vesikuler melemah mulai sela iga 1-4 Pada paru kanan SIC 1-2 terdapat bunyi (vesikuler & ronki basah halus) Pada paru kanan SIC 3 terdapat bunyi nafas bronchial Pada paru kanan SIC 6 vesikuler melemah
Parameters
Result
Normal
Range
12.0
4.0
12.0
LYM#
3.1
1.0
5.0
MIO#
1.2
0.1
1.0
GRA#
7.8
2.0
8.0
LYM%
25.5
25.0
50.0
MIO%
9.7
2.0
10.0
GRA%
64.8
50.0
80.0
RBC
5.00
4.00
6.20
HGB
14.1
11.0
17.0
HCT
42.9
35.0
55.0
MCV
73.9
80.0
100.0
MCH
24.3
26.0
34.0
MCHC
32.9
31.0
35.5
RDW
21.5
10.0
16.0
PLT
188
150
400
MPV
8.0
7.0
11.0
PCT
0.15
0.20
0.50
PDW
16.9
10.0
18.0
WBC
Pemeriksaan Hasil
Flag
Satuan
Nilai Rujukan
SGOT
38.0
High
U/L
< 32.0
SGPT
22.3
U/L
< 31.0
Pemeriksaan Hasil
Flag
Satuan
Nilai Rujukan
Urea
53.6
High
Mg/dl
10.0 – 50.0
Kreatinin
0.4
Low
Mg/dl
0.6 – 1.4
Pemeriksaan Hasil Glukosa Sewaktu
114
Flag
Satuan
Nilai Rujukan
Mg/dl
70 - 150
10/05/14 S: OS mengatakan sesak nafas O: Keadaan umum tampak sakit berat Kesadaran kompos mentis Tekanan Darah : 110/80 mmHg Nadi : 62x/menit, isi cukup dengan irama teratur Nafas : 36x/ menit , dalam, abdominotorakal Suhu : 36oC
Inspeksi : gerakan paru asimetris, tertinggal sebelah kiri Palpasi : fremitus taktil melemah sebelah kiri Perkusi : sonor di lapang paru mulai sela iga 1-3, redup di lapang paru kanan mulai sela iga 4-5 Auskultasi:
Pada paru kiri bunyi paru vesikuler melemah mulai sela iga 1-4 Pada paru kanan SIC 1-2 terdapat bunyi (vesikuler & ronki basah halus) Pada paru kanan SIC 3 terdapat bunyi nafas bronchial Pada paru kanan SIC 6 vesikuler melemah
A : Susp.TB dan Edem Anasarka P:
Infus RL, IVFD 20 tetes/menit Pasang 02 2 liter/menit Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV) Furosemid 3x1
11/05/14 S: OS mengatakan sesak nafas + nyeri perut O: Keadaan umum tampak sakit berat Kesadaran kompos mentis Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 62x/menit, isi cukup dengan irama teratur Nafas : 36x/ menit , dalam, abdominotorakal Suhu : 35.5oC
Pemeriksaan paru : Inspeksi : gerakan paru asimetris, tertinggal sebelah kiri Palpasi : fremitus taktil melemah sebelah kiri Perkusi : sonor di lapang paru mulai sela iga 1-3, redup di lapang paru kanan mulai sela iga 4-5 Auskultasi:
Pada paru kiri bunyi paru vesikuler melemah mulai sela iga 1-4 Pada paru kanan SIC 1-2 terdapat bunyi (vesikuler & ronki basah halus) Pada paru kanan SIC 3 terdapat bunyi nafas bronchial Pada paru kanan SIC 6 vesikuler melemah
A : Susp.TB dan Edem Anasarka P:
Infus RL, IVFD 20 tetes/menit Pasang 02 2 liter/menit Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV) Furosemid 3x1 Ketorolac 30 mg drip infus
12/05/14 S: pasien apneu O: Keadaan umum tampak sakit berat Kesadaran kompos mentis Tekanan Darah : tidak dapat diperiksa Nadi : nadi sulit teraba Nafas : tidak dapat diperiksa Suhu : 35.5oC
Pemeriksaan paru : Inspeksi : pasien apneu Palpasi : tidak dilakukan Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi: tidak dilakukan A : Susp.TB dan Edem Anasarka P: Pasang 02 masker 7 liter/menit Resusitasi Jantung Paru Pasien meninggal dunia pada pukul 09.00 WIB
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan radiologi, dan diagnosis yang ditegakkan pada pasien ini adalah TB Paru-DM Hubungan antara TB dan DM telah lama diketahui karena pada kondisi diabetes terdapat penekanan pada respon imun penderita yang selanjutnya akan mempermudah terjadinya infeksi oleh mikobakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tb) dan kemudian berkembang menjadi penyakit tuberkulosis. Pasien dengan diabetes memiliki risiko terkena tuberkulosis sebesar 2-3 kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa diabetes
Meningkatnya kepekaan primer pada penyakit DM terhadap infeksi TB Paru disebabkan oleh hiperglikemi yang akan menganggu fungsi neutrofil, monosit, makrofag dan fagositosis Efek metabolic infeksi pada DM diawali oleh kenaikan kadar glukosa darah karena glukoneogenesis yang distimulasi oleh meningkatnya sekresi counter regulatory hormones (glucagon, kortisol, growth hormones, katekolamin) maupun penekanan sekresi insulin oleh sel beta pancreas
Mekanisme terjadinya kerusakan pancreas yang diakibatkan oleh tuberculosis yaitu serangan mikrobakteri secara langsung ke organ pankreas melalui penyebaran tuberkel bakteri dalam darah maupun melalui penetrasi jaringan perkejuan kelenjar getah bening abdominal yang ada disekitar pankreas. Sel-sel langhans dan epiteloid, merupakan tanda infeksi pada infeksi TB Biasanya tidak ditemukan pada jaringan pankreas, namun terjadinya perkejuan dapat mendorong timbulnya kalsifikasi dan amiloidosis pada pancreas
Gambaran radiologi khusus yang muncul pada pasien TB-DM adalah terdiri dari konfluen, kavitas, dan lesi berbentuk baji menyebar dari hilus menuju bagian tepi, terutama pada zona bagian bawah paru, sementara pada pasien TB non DM lesi biasanya berupa infiltrat di lobus atas paru Pada beberapa penelitian yang lain juga ditemukan gambaran radiologis yang umum ditemukan pada pasien TB-DM adalah berupa lesi yang mengenai banyak lobus serta kavitas multipel Individu usia tua cenderung mengalami lesi di lobus bawah paru, kemungkinan hal ini disebabkan karena terjadi perubahan tekanan oksigen alveolar di lobus bawah paru yang disebabkan oleh pengaruh usia atau penyakit DM
Untuk penatalaksanaan TB-DM yang harus diperhatikan adalah mengontrol kadar gula dari pasien. Target kadar gula darah puasa yang harus dicapai untuk mencapai keseimbangan glikemik yaitu <120 mg% dan HbA1c <7% Ppenggunaan insulin sebaiknya digunakan untuk mengontrol kadar gula darah tersebut. Terapi insulin harus segera dimulai dengan menggunakan regimen basal bolus atau insulin premixed Terdapat interaksi antara Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Obat Hipoglikemi Oral (OHO) terutama toksisitas obat yang harus dipertimbangkan ketika memberikan terapi secara bersamaan pada TBDM
Pasien TB-DM juga memperlihatkan respon terapi yang lebih lambat terhadap OAT bila dibandingkan dengan pasien non DM Rifampisin merupakan suatu zat yang bersifat inducer kuat terhadap enzim mikrosomal hepar yang terlibat dalam metabolisme suatu zat termasuk enzim sitokrom P450 dan enzim fase II Induksi pada enzim-enzim tersebut menyebabkan peningkatan metabolisme obat-obatan lain yang diberikan bersamaan dengan rifampisin sehingga mengurangi efek pengobatan yang diharapkan
Rifampisin dapat menurunkan kadar OHO dalam darah pada golongan sulfonilurea (gliklazid, gliburide, glpizide dan glimepirid) dan biguanid Sedangkan, Isoniasid (INH) dapat menyebabkan toksisitas berupa neuropati perifer yang dapat memperburuk atau menyerupai neuropati diabetik, sehingga harus diberikan suplemen vitamin B6 atau piridoksin selama pengobatan TB pada pasien DM
Dosis tinggi INH mungkin dapat menyebabkan hiperglikemia dan pada kasus yang jarang DM mungkin menjadi sulit untuk dikontrol pada pasien yang menggunakan Pirazinamid. Ethionamide juga dapat menyebabkan hipoglikemia Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada farmakokinetik OAT mengakibatkan peningkatan risiko gagal pengobatan pada pasien TBDM Diabetes mellitus mempunyai efek negatif terhadap pengobatan TB terutama pada pasien-pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk sehingga angka kegagalan dan kekambuhan TB lebih tinggi dibandingkan dengan pasien TB non DM
Diabetes mellitus menyebabkan kerusakan pada fungsi imun dan fisiologis paru sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi maupun reaktifasi TB, memperpanjang waktu konversi sputum dan meningkatkan risiko gagal pengobatan yang mendorong terjadinya TB MDR Tuberkulosis dapat menginduki hiperglikemi sehingga dapat menyebabkan GTG bahkan DM karena proses infeksi yang menyebabkan peningkatan sekresi hormon anti-insulin juga disebabkan karena terjadinya kerusakan pankreas seperti pakreatitis maupun amiloidosis akibat proses inflamasi terhadap toksin M. tb Terdapat interaksi antara OAT dengan OHO, sehingga sebaiknya digunakan insulin untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien DM dengan TB
World Health Organization. Global tuberculosis control 2011. Geneva : World Health Organization; 2011. Sulaiman SA, Mohd Zain FA, Abdul Majid S, Munyin N, Mohd Tajuddin NS, Khairuddin Z, et al. Tuberculosis among diabetic patient. Webmed Central Infectious Diseases. 2011;2(12):1-13. Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. Tuberculosis 2007: From basic science to patient care 1st ed. Argentina. Bouciller Kamps. 2007. P.26-52. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and Diabetes : An Appraisal. Ind J Tub 2004;3:1-8 Sanusi S. Diabetes Mellitus dan Tuberculosis Paru. J Med Nus. 2004 ; 25:1-5 Lowy J. Endocrine and Metabolic Manifestation of Tuberculosis. In : Rom WN, Garay SM, eds. Tuberculosis. Philadelphia : Lippincort Williams Wilkins, 2004(2): 587-59 Gery SM. Pulmonary tuberculosis. In: Isa M, Soefyani A, Juwono O, Budiarti LY eds. Tuberkulosis Tinjauan Multidisipliner. Pusat Studi Tuberkulosis Universitas Lampung Mangkurat/RSUD Ulin Banjarmasin. 2001:40-52 Jagirdar J, Zagzag D. Pathology and insight into pathogenesis of tuberculosis. In: Rom WN, Garay SM, eds. Tuberculosis. Philadelphia : Lippincort William Wilkins, 2004 (2):323-41 Isbaniyah Fattiyal, et al. Pedoman diagnosis dan penatalaksaan tuberculosis di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta : 2006. Bennet PH. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and Impaired Glucose Tolerance. In : Kahn CR, Weir GC, eds. In Joslin’s Diabetes Mellitus. Philadelphia. 1994(3):193-200 Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hanser SL. Long DL, Jameson JL, eds. Harrisons Principles of Internal Medicine, New York: McGraw-Hill, 2001(15):2109-37
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FK-UI.RSU Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2006 Jokoprawiro A. Diabetes Mellitus Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-Dasar Terapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.2001. Masharani U, Karam JH., German MS. Pancreatic Hormones & Diabetes Mellitus. In: Greenspan FS, Gardner DG, eds. Basic & Clinical Endocrinology. New York : McGraw-Hill. 2004 (7):658-46. Sanusi H. Diabetes Mellitus tipe 2 pada TB Paru. Abdullah HA, Patau MJ, Susilo HT, Saleh K, Tabrani NA, Mappangara I, dkk. Naskah lengkap PIK X Makassar. 2003: 81-6 Bahar C, Piliang S. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus. Temu Ilmiah 2003 Dalam Rangka “World TB Day 2003”. Medan. 2003 : 32-38 Broxmeyer L. Diabetes mellitus, tuberculosis and the mycobacteria: two millennia of enigma. Med Hypotheses. 2005;65:433–9. Elias D, Markovits D. Induction and therapy of autoimmune diabetes in the non obese diabetic (NOD)/lt mouse by a 65-kDa heat shock protein. Proc Natl Acad Sci. 1990;87:1576-80. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes mellitus : convergence of two epidemics. Lancet Infect Dis. 2009;9(12):737-46. Kapur A, Harries AD, Lonnroth K, Bygbjerg C, Lefebvre P. Diabetes and tuberculosis-old associates posing a renewal public health challenge. US Endrocinology. 2009;5(1):12-14. Niazi AK, Kalra S. Diabetes and tuberculosis : a review of the role of optimal glycemic control. Journal of diabetes & metabolic disorders. 2012;11(28):1-4.