Dunia Electronic Commerce Gedung Putih pada bulan Juli tahun 1997 mendeklarasikan telah terjadinya sebuah revolusi industri baru yang akan berdampak pada stabilitas ekonomi global, yaitu sejalan dengan fenomena maraknya bisnis secara elektronik/digital dengan menggunakan internet sebagai medium bertransaksi. Metode bertransaksi ini kemudian lebih dikenal sebagai istilah “E-Commerce”. Definisi dari “E-Commerce” sendiri sangat beragam, tergantung dari perspektif atau kacamata yang memanfaatkannya. Association for Electronic Commerce secara sederhana mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis secara elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu “penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis”. Tidak puas dengan definisi tersebut, CommerceNet menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi “proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan intranet”. Sementara Amir Hartman dalam bukunya “Net-Ready” (Hartman, 2000) secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce sebagai “suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C)”. Beberapa kalangan akademisi pun sepakat mendefinisikan E-Commerce sebagai “salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital”. Terlepas dari berbagai jenis definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dari masing-masing definisi, dimana E-Commerce memiliki karakteristik sebagai berikut: Terjadinya transaksi antara dua belah pihak; Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi; dan Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut. Dari karakteristik di atas terlihat jelas, bahwa pada dasarnya E-Commerce merupakan dampak dari berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, sehingga secara signifikan merubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini adalah terkait dengan mekanisme dagang. Semakin meningkatnya komunitas bisnis yang mempergunakan internet dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari secara tidak langsung telah menciptakan sebuah domain dunia baru yang kerap diistilahkan sebagai “cyberspace” atau dunia maya. Berbeda dengan dunia nyata (real world), cyberspace memiliki karakteristik yang unik dimana seorang manusia dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapa saja di dunia ini sejauh yang bersangkutan terhubung ke internet. Hilangnya batasan dunia yang memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara efisien dan efektif ini secara langsung merubah cara perusahaan dalam melakukan bisnis dengan perusahaan lain atau konsumen. Peter Fingar mengungkapkan bahwa pada prinsipnya E-Commerce menyediakan infrastruktur bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi proses bisnis internal menuju lingkungan eksternal tanpa harus menghadapi rintangan waktu dan ruang (time and space) yang selama ini menjadi isu utama. Peluang untuk membangun jejaring dengan berbagai institusi lain tersebut harus dimanfaatkan karena dewasa ini persaingan sesungguhnya terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat memanfaatkan ECommerce untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis inti yang digelutinya.
Jika dilihat secara seksama, pada dasarnya ada 4 (empat) jenis relasi dalam dunia bisnis yang biasa dijalin oleh sebuah perusahaan (Fingar, 2000): 1. Relasi dengan pemasok (supplier); 2. Relasi dengan distributor; 3. Relasi dengan rekanan (partner); dan 4. Relasi dengan konsumen (customer). Berdasarkan bisnis intinya, masing-masing perusahaan memiliki urutan proses utamanya sendiri-sendiri (core processes), dimana pada berbagai titik sub-proses, terjadi interaksi antara perusahaan dengan salah satu entiti relasi di atas. Jika dahulu kebanyakan relasi hanya dapat terjalin secara “one-to-one relationship” karena alasan efisiensi, maka dengan adanya E-Commerce, hubungan antar perusahaan dengan entiti eksternal lainnya dapat dilakukan secara “many-to-many relationship” dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.
Internet/Intranet/Extranet
DISTRIBUTORS
CUSTOMERS
Manufacturing and Production
Finance and Management
R&D and Engineering
Inward Focused Core Business Process and Applications Procurement Distribution Supply Chain Logistics
Marketing Advertising Sales Customer Care
SUPPLIERS
PARTNERS
Sumber: Peter Fingar et al, 2000
Tiga jenis jaringan teknologi informasi biasanya dibangun pada sebuah perusahaan, yaitu: internet, intranet, dan ekstranet. Internet merupakan jaringan komputer yang dapat menghubungkan perusahaan dengan domain publik, seperti individu, komunitas, institusi, dan organisasi. Jalur ini merupakan jalur termurah yang dapat digunakan perusahaan untuk menjalin komunikasi efektif dengan konsumen. Mulai dari tukar menukar data dan informasi sampai dengan transaksi pembayaran dapat dilakukan dengan cepat dan murah melalui internet. Jenis ECommerce yang cocok memakai jalur internet ini adalah B-to-C. Intranet merupakan infrastruktur jaringan komputer yang menghubungkan semua sumber daya manusia, baik manajmen maupun staf, dalam sebuah perusahaan sehingga dengan mudah mereka dapat saling berkomunikasi untuk menunjang aktivitas bisnis sehari-hari. Aplikasi-aplikasi yang berhubungan dengan komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi biasanya diimplementasikan di dalam sistem intranet ini. Sementara Ekstranet merupakan sebuah infrastruktur jaringan yang menghubungkan perusahaan dengan para pemasok dan rekanan bisnisnya. Jika dahulu teknologi EDI (Electronic Data Interchange) banyak dipergunakan untuk keperluan ini, tipe ECommerce B-to-B merupakan pilihan tepat untuk membangun sistem ekstranet di perusahaan. Pada akhirnya, E-Commerce bukanlah sekedar mekanisme penjualan barang atau jasa melalui medium internet, tetapi lebih pada sebuah transformasi bisnis yang merubah caracara perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya sehari-hari. Perubahan mendasar dan redefinisi ulang terhadap bisnis inti perusahaan sering kali harus dilakukan sehubungan dengan fenomena ini, karena berbagai paradigma baru telah mengubur prinsip-prinsip manajemen konvensional yang jika masih terus dilaksanakan akan justru menjadi hal yang merugikan perusahaan (disadvantage).
Mekanisme Electronic Commerce dalam Dunia Bisnis Mempelajari E-Commerce sebenarnya cukup mudah, karena tidak jauh berbeda dengan memahami bagaimana perdagangan atau bisnis selama ini dijalankan. Yang membedakannya adalah dilibatkannya teknologi komputer dan telekomunikasi secara intensif sebagai sarana untuk melakukan dua hal utama (Kosiur, 1997): Mengolah data mentah menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan bersama oleh para pelaku bisnis dan konsumen; dan Mendistribusikan data atau informasi tersebut secara cepat dan efisien ke seluruh komponen bisnis yang membutuhkan. Dari beragam jenis aplikasi E-Commerce yang ada, secara prinsip mekanisme kerjanya kurang lebih sama, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Follow-On Sales Access Searches Queries Surfing
Customers
Online Ads
Online Orders
Standard Orders
Distribution Online: Soft Goods Delivery: Hard Goods
Electronic Customer Support
Sumber: David Kosiur, 1997
Ada dua hal utama yang biasa dilakukan oleh konsumen (Customers) di dunia maya (arena transaksi yang terbentuk karena adanya jaringan internet). Pertama adalah melihat produk-produk atau jasa-jasa yang diiklankan oleh perusahaan terkait melalui websitenya (Online Ads). Kedua adalah mencari data atau informasi tertentu yang dibutuhkan sehubungan dengan proses transaksi bisnis atau dagang (jual beli) yang akan dilakukan. Jika tertarik dengan produk atau jasa yang ditawarkan, konsumen dapat melakukan transaksi perdagangan dengan dua cara. Cara pertama adalah secara konvensional (Standard Orders) seperti yang selama ini dilakukan, baik melalui telepon, faks, atau langsung datang ke tempat penjualan produk atau jasa terkait. Cara kedua adalah melakukan pemesanan secara elektronik (Online Orders), yaitu dengan menggunakan perangkat komputer yang dapat ditemukan dimana saja (rumah, sekolah, tempat kerja, warnet, dsb.). Berdasarkan pesanan tersebut, penjual produk atau jasa akan mendistribusikan barangnya kepada konsumen melalui dua jalur (Distribution). Bagi perusahaan yang melibatkan barang secara fisik, perusahaan akan mengirimkannya melalui kurir ke tempat pemesan berada. Yang menarik adalah jalur kedua, dimana disediakan bagi produk atau jasa yang dapat digitisasi (diubah menjadi sinyal digital). Produk-produk yang berbentuk semacam teks, gambar, video, dan audio secara fisik tidak perlu lagi dikirimkan, namun dapat disampaikan melalui jalur internet. Contohnya adalah electronic newspapers, digital library, virtual school, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, melalui internet dapat dilakukan pula aktivitas pasca pembelian, yaitu pelayanan purna jual (Electronic Customer Support). Proses ini dapat dilakukan melalui jalur konvensional, seperti telepon, ataupun jalur internet, seperti email, tele conference, chatting, dan lain-lain. Diharapkan dari interaksi tersebut di atas, konsumen dapat datang kembali dan melakukan pembelian produk atau jasa di kemudian hari (Follow-On Sales). Secara strategis, ada tiga domain besar yang membentuk komunitas E-Commerce, yaitu: proses, institusi, dan teknologi. Seperti telah dijelaskan di atas, proses yang terjadi di dalam perdagangan elektronik kurang lebih sama. Elemen pertama adalah “proses”. Proses yang berkaitan dengan produk atau jasa fisik, biasanya akan melalui rantai nilai (value chain) seperti yang diperkenalkan oleh Michael Porter: Proses utama terdiri dari: inbound logistics, production, outbound logistics and distribution, sales and marketing, dan services; dan Proses penunjang terdiri dari: procurement, firm infrastructure, dan technology. Sementara proses yang melibatkan produk atau jasa digital, akan mengikuti rantai nilai virtual (virtual value chain) seperti yang diperkenalkan oleh Indrajit Singha, yang meliputi rangkaian aktivitas: gathering, organizing, selecting, synthesizing, dan distributing.
Institutions • Government • Merchants • Manufacturers • Suppliers • Consumers
Processes • Marketing • Sales • Payment • Fulfillment • Support
EC Networks • Intranet • Internet • Extranet
Sumber: David Kosiur, 1997
Elemen kedua adalah “institusi”. Salah satu prinsip yang dipegang dalam E-Commerce adalah diterapkannya asas jejaring (inter-networking), dimana dikatakan bahwa untuk sukses, sebuah perusahaan E-Commerce harus bekerja sama dengan berbagai institusiinstitusi yang ada (perusahaan tidak dapat berdiri sendiri). Sebuah perusahaan dotcom misalnya, dalam menjalankan prinsip-prinsip perdagangan elektronik harus bekerja sama dengan pemasok (supplier), pemilik barang (merchant), penyedia jasa pembayaran (bank), bahkan konsumen (customers). Kerjasama yang dimaksud di sini akan mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang diinginkan dengan cara melakukannya secara otomatis (melibatkan teknologi komputer dan telekomunikasi). Elemen ketiga adalah “teknologi informasi”. Pada akhirnya secara operasional, faktor infrastruktur teknologi akan sangat menentukan tingkat kinerja bisnis E-Commerce yang diinginkan. Ada tiga jenis “tulang punggung” teknologi informasi yang biasa dipergunakan dalam konteks perdagangan elektronik: intranet, ekstranet, dan internet. Intranet merupakan infrastruktur teknologi informasi yang merupakan pengembangan dari teknologi lama semacam LAN (Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network). Prinsip dasar dari intranet adalah dihubungkannya setiap sumber daya manusia (manajemen, staf, dan karyawan) di dalam sebuah perusahaan. Dengan adanya jalur komunikasi yang efisien (secara elektronis), diharapkan proses kolaborasi dan kooperasi dapat dilakukan secara efektif, sehingga meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal pengambilan keputusan. Setelah sistem intranet terinstalasi dengan baik, infrastruktur berikut yang dapat dibangun adalah ekstranet. Ekstranet tidak lebih dari penggabungan dua atau lebih intranet karena adanya hubungan kerja sama bisnis antara dua atau lebih lembaga. Contohnya adalah sebuah perusahaan yang membangun “interface” dengan sistem perusahaan rekanannya (pemasok, distributor, agen, dsb.). Format ekstranet inilah yang menjadi cikal bakal terjadinya tipe E-Commerce B-to-B (Business-to-Business). Infrastruktur terakhir yang dewasa ini menjadi primadona dalam perdagangan elektronik adalah menghubungkan sistem yang ada dengan “public domain”, yang dalam hal ini diwakili oleh teknologi internet. Internet adalah gerbang masuk ke dunia maya, dimana produsen dapat dengan mudah menjalin hubungan langsung dengan seluruh calon pelanggan di seluruh dunia. Di sinilah tipe perdagangan E-Commerce B-to-C (Businessto-Consumers) dan C-to-C (Consumers-to-Consumers) dapat diimplementasikan secara penuh.
18 Imperatif Electronic Commerce di Dunia Bisnis Dalam bukunya “Enterprise E-Commerce”, Peter Fingar, Harsha Kumar dan Tarun Sharma secara gamblang menjelaskan 18 imperatif yang mencirikan keberadaan e- commerce dalam dunia bisnis (Fingar, 2000).
18 Imperatives of E-Commerce 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Power Shift to Customer Global Sales Channel Reduced Costs of Buying and Selling Converging Touch Points Always Open for Business Reduced Time-to-Market Enriched Buying Experience Customization Self-Service Reduced Barriers of Market Entry Demographics of the Internet User
12. Power Shift to Communities-ofInterest 13. Cybermediation 14. Logistics and Physical Distribution 15. Branding: Loyalty and Acceptance Still Have to be Earned 16. When Most Markets Behave Like the Stock Market 17. Auctions Everywhere 18. Hyper-Efficiency
Sumber: Peter Fingar et al, 2000
#1 - Power Shift to Customer Pada era industri terdahulu, filosofi bisnis yang dipergunakan adalah produk sentris, dimana perusahaan menciptakan produk secara masal dan konsumen membelinya. Situasi “satu arah” tersebut disebabkan karena konsumen tidak memiliki informasi yang transparan mengenai biaya penciptaan produk yang ditawarkan, sehingga penjual memiliki kekuatan untuk menentukan harga yang disukainya. Dengan internet, maka terjadilah fenomena “cost transparency” dimana pelanggan dapat dengan mudah mengetahui secara gratis informasi dan perkiraan biaya produksi sebuah barang atau jasa. Kompetisi yang sedemikan ketat secara tidak langsung telah mengakibatkan terjadinya pergeseran kekuatan dari perusahaan pencipta produk ke konsumen (konsumen sentris). Dengan kata lain, kunci keberhasilan bisnis e-commerce terletak pada kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kepuasan konsumen atau calon pelanggan. #2 – Global Sales Channel Berbeda dengan berusaha di dunia nyata dimana faktor geografis merupakan arena pertukaran barang atau jasa secara fisikal, arena bisnis e-commerce adalah di World Wide Web. Internet memberikan peluang yang sama kepada perusahaan kecil maupun besar, baru maupun lama, dalam hal wilayah jangkauan ke pelanggan. Dengan menghubungkan dirinya ke internet, berarti perusahaan telah terkoneksi dengan seluruh komunitas dunia maya yang ada di bumi ini, tidak perduli seberapa jaug lokasi geografis yang ada. Dengan kata lain, perusahaan baru mendapatkan kesempatan yang sama dengan perusahaan yang telah lama berdiri dalam memperoleh kesempatan melakukan interaksi dengan calon pelanggan. Di sisi lain, perusahaan yang telah mapan akan selalu mendapatkan pesaing baru dari berbagai belahan dunia karena tidak adanya “barrier to entry” dalam memasuki bisnis digital ini.
#3 – Reduced Costs of Buying and Selling Karakteristik internet secara tidak langsung telah mereduksi biaya variabel hingga mendekati nol. Dengan membuat katalog produk yang diletakkan di situs perusahaan misalnya, maka biaya yang dibutuhkan agar katalog tersebut dilihat satu atau sejuta orang tidak berubah. Biaya pencetakan brosur pun dapat dikatakan tidak ada karena secara tidak langsung telah dibebankan kepada pelanggan (mereka yang tertarik cukup mencetak halaman situs terkait). Biaya transaksi pun dapat secara signifikan dikurangi mengingat proses administrasi telah dapat digantikan secara otomatis oleh aplikasi atau perangkat lunak (software). Di sisi pembelian, biaya yang secara signifikan dapat dikurangi adalah biaya penyimpanan barang (inventory cost). Teori Just-In-Time (JIT) atau inventori minimum dapat dengan mudah diterapkan karena aplikasi e-commerce B-to-B (Businessto-Business) yang menyediakan informasi secara real time dan online dapat diimplementasikan oleh perusahaan dan rekanannya (supplier). #4 – Converging Touch Points Teknologi komputer, elektronika, dan telekomunikasi telah berhasil menciptakan berbagai jenis produk-produk digital mulai dari yang kompleks sampai dengan yang sederhana dan mudah dibawa kemana-mana (portable) yang memungkinkan para praktisi bisnis dan pelanggan melakukan transaksi jual beli. Tengoklah bagaimana teknologi telepon genggam (handphone) telah sedemikan berkembang sehingga alat yang tadinya hanya merupakan alat komunikasi, kini telah dapat dipergunakan untuk mencari informasi di internet (browsing) dan melakukan transaksi jual beli saham (teknologi Wireless Application Protocol). Berbagai alat digital sederhana dengan fungsi khusus pun mulai bermunculan yang pada dasarnya dipergunakan oleh pelanggan sebagai media melakukan transaksi dengan berbagai perusahaan. Contohnya adalah PDA (Personal Digital Assistant), palm top, pager, pervasive computer, dan lain sebagainya. Berkembangnya berbagai jenis produk ini merupakan dampak konvergensi tiga industri: komputer, telekomunikasi, dan informasi (content). #5 – Always Open for Business Bisnis e-commerce merupakan aktivitas 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 365 hari setahun – atau non stop. Representasi sebuah perusahaan dan aktivitasnya di dunia maya adalah situs korporat dengan berbagai fasilitasnya. Transaksi bisnis dimungkinkan dilakukan oleh siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja, sehingga tidak ada waktu jeda atau istirahat dalam melayani pelanggan. Dengan kata lain, faktor keamanan, sekuritas, redundansi, dan skalabilitas harus benar-benar diperhatikan untuk mendukung kebutuhan ini. Harap diingat, bahwa satu menit saja situs terkait tidak beroperasi dapat berakibat fatal terhadap citra perusahaan. #6 – Reduced Time-to-Market Beberapa jenis bisnis e-commerce secara tidak langsung telah melibatkan konsumen pada proses produksi sehingga seolah-olah terjadi percepatan pada proses penciptaan produkproduk baru (time-to-market). Tengoklah situs download.com dimana beribu-ribu perangkat lunak yang sedang pada tahap percobaan (beta testing) dapat secara gratis didownload dan dinikmati oleh konsumen sebelum perangkat lunak yang bersangkutan selesai dikembangkan dan dijual secara resmi di pasar. #7 – Enrinched Buying Experience Berbelanja di internet merupakan pengalaman tersendiri bagi konsumen karena sifatnya yang unik. Tersedianya berbagai jenis perangkat lunak dengan fasilitas yang menarik dan menyenangkan dalam menawarkan berbagai cara berbelanja adalah strategi perusahaan ecommerce untuk menarik calon pelanggannya di dunia maya. Contohnya adalah diimplementasikannya aplikasi multimedia dalam bisnis pelelangan rumah sehingga seseorang yang tertarik untuk membeli rumah di negara lain dapat dengan mudah melihat keadaan luar dan dalam rumah yang bersangkutan tanpa harus meninggalkan kantor tempatnya bekerja. Atau tersedianya fasilitas berbincang-bincang (chatting) secara langsung dan interaktif dengan customer service atau salesman sebelum memutuskan untuk membeli barang terkait. Tidak jarang pula disediakan suatu ruang diskusi dimana komunitas pembeli barang tertentu saling berbagi pengalaman dan bertukar pikiran (misalnya para pengguna hardware sejenis, atau barang-barang elektronika lainnya). Keberadaan fasilitas ini tidak saja untuk menarik perhatian pelanggan, namun lebih jauh lagi telah sanggup mengurangi berbagai biaya yang seharusnya terjadi dalam bisnis konvensional (bayangkan seberapa banyak customer service yang dibutuhkan jika perusahaan memiliki satu juta pelanggan aktif !).
#8 - Customization Salah satu daya pikat dari bisnis e-commerce dewasa ini adalah kemampuan yang ditawarkan kepada konsumen untuk menciptakan produk unik sesuai dengan kebutuhan spesifik konsumen tersebut (customization). Lihatlah bagaimana sebuah perusahaan ecommerce di industri musik menawarkan pelanggannya untuk menentukan lagu apa saja yang diinginkan untuk direkam pada pita rekaman (kaset) atau cakram rekaman (compact disc). Proses pemasaran (marketing) pun dapat dilakukan secara individual (one-on-one) sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan. Produksi secara masal (mass production) secara perlahan-lahan telah bergeser menjadi produk masal yang khusus (mass customization). #9 – Self-Service Berbagai fasilitas (email, chatting, portal, dsb.) di internet secara tidak langsung telah mengajarkan dan memaksa konsumen untuk melayani dirinya sendiri. Seseorang yang ingin membeli sebuah merek televisi tertentu misalnya dapat dengan mudah bertanya kepada orang-orang yang telah membeli sebelumnya untuk dimintai komentar dan penilaiannya. Dilihat dari perspektif perusahaan, keadaan ini tentu saja memiliki dampak positif dan negatif-nya. Sisi positif yang ditimbulkan adalah berkurangnya biaya marketing atau customer service untuk memperkenalkan produk atau jasa tertentu, namun di pihak lain dapat mengakibatkan kerugian atau berkurangnya calon pelanggan jika terdapat konsumen yang kecewa atau tidak puas dengan kualitas produk atau jasa yang ditawarkan. #10 – Reduced Barriers of Market Entry Konsep “barrier to entry” yang berlaku di dunia nyata hampir tidak dapat diterapkan di dunia maya mengingat begitu mudahnya untuk melakukan bisnis di internet. Cukup dengan biaya sekitar 50-100 dolar Amerika setahun, seseorang dapat membuka bisnis dotcom-nya. Mempertahankan keunggulan kompetif-pun merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan mengingat begitu mudahnya bisnis tertentu ditiru dan dikembangkan. Strategi khusus perlu diterapkan oleh siapa saja yang ingin berbisnis di internet, terutama yang memiliki visi jangka panjang. #11 – Demographics of the Internet User Mencermati demografi dari calon konsumen di internet merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha, terutama dalam rangka mendefinisikan dan menentukan segmen market yang ingin digarap (khususnya bagi tipe e-commerce B-to-C). Begitu banyaknya perusahaan di internet yang menawarkan jasa serupa memaksa masing-masing perusahaan untuk memiliki sesuatu yang lain dari pada yang lain. Karena telah terjadi pergeseran dari bisnis berbasis produk menjadi bisnis berbasis konsumen, maka perusahaan harus secara jelas memilih target pasarnya. Kebanyakan perusahaan ecommerce yang berhasil, secara kontinyu dan intensif mempelajari dan menganalisa market dan perilaku konsumennya (consumer behavior) berdasarkan data dan informasi yang diperoleh sehari-hari. Misalnya melalui rekaman (record) dari situs-situs yang biasa mereka kunjungi, profil atau karakteristik konsumen, tingkat pendapatan (income level) dan daya beli (purchasing power), trend, dan lain sebagainya. #12 – Power Shift to Communities-of-Interest Salah satu fenomena yang terjadi di dunia maya adalah kecenderungan pembentukan komunitas-komunitas berdasarkan kepentingan tertentu. Misalnya adalah forum para penggemar musik jazz, kelompok diskusi para pengajar mata kuliah matematika, asosiasi para pengguna software dengan merek tertentu, dan lain sebagainya. Kelompok atau komunitas informal ini secara tidak langsung memiliki peranan yang cukup kuat (bargaining power) karena para konsumen saling memberikan penilaian berdasarkan pengalamannya terhadap mutu atau kualitas produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan tertentu. Tentu saja perusahaan harus semakin berhati-hati dalam menciptakan produk atau jasa serta melayani pelanggannya karena keburukan yang terjadi akan dengan mudah diceritakan dari “mulut ke mulut” dan tersebar dan diketahui seluruh pengguna internet (komunitas terkait).
#13 - Cybermediation Keberadaan berbagai komunitas dan sumber informasi secara gratis di internet tentu saja secara tidak langsung akan mematikan berbagai jenis bisnis mediasi seperti yang biasa dilakukan oleh broker, agen, penasehat, distributor, konsultan dan lain sebagainya karena calon konsumen akan cenderung bertanya atau berdiskusi secara gratis dengan komunitasnya di internet. Peranan mereka akan digantikan oleh apa yang dijuluki sebagai “infomediary”, yaitu perusahaan yang menguasai informasi. Karena perusahaan inilah yang memiliki informasi sebagai sarana penunjang agar barang yang secara fisik diproduksi oleh sebuah peruasahaan dapat sampai ke tangan pelanggan secara efisien dan efektif. Infomediary ini pula yang akan berperan besar dalam meningkatkan nilai (value) dari produk atau jasa yang ditawarkan di internet. #14 – Logistics and Physical Distribution Walau bagaimanapun keberhasilan bisnis e-commerce tetap tergantung pada dua variabel besar, yaitu proses logistik (penyimpanan barang secara fisik) dan distribusi (pengiriman barang ke pelanggan). Waktu dan ruang menjadi faktor penentu keberhasilan di sini karena aspek efisiensi, efektivitas, dan kontrol sangat tergantung pada seberapa jauh perusahaan yang bersangkutan memiliki infrastruktur informasi. Tengoklah bagaimana konsep JIT (Just-In-Time) inventory hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki informasi akurat dan infrastruktur jaringan komputer yang baik dengan para supplier. Demikian pula dengan diperlukannya hubungan aliansi melalui komputer dengan perusahaan-perusahaan kurir yang bertanggung jawab untuk menyebarkan atau mengirimkan barang ke lokasi tertentu. #15 – Branding Acceptance Seperti halnya di dunia nyata, merek tetap dibutuhkan di dunia maya. Alasannya sangat sederhana, karena pada kenyataannya begitu banyak perusahaan-perusahaan yang menawarkan produk atau jasa sejenis, dan calon konsumen harus memilih yang diinginkannya. Aspek-aspek pemasaran seperti TOM (Top of Mind) dan Branding Awareness merupakan target awal yang paling tidak harus diperhitungkan untuk dimiliki oleh sebuah perusahaan di mata pelanggan. Namun harus diingat, bahwa pada akhirnya kepuasan pelanggan atau kepercayaan pelanggan yang akan menjadi faktor penentu loyalitas terhadap perusahaan. Di dalam dunia maya, sangat sulit menanamkan loyalitas kepada pelanggan karena begitu banyaknya perusahaan lain yang bersedia memberikan produk atau jasa yang sama dengan harga yang lebih murah. Sebaliknya, pelanggan yang dikecewakan atau tidak puas dengan pelayanan perusahaan tertentu, akan berpaling ke situs lain dan sangat sulit untuk berbalik kembali. #16 – Stock Market Behavior Konsep pasar bebas dan “perfect competition” yang biasa ditemukan dalam teori-teori ekonomi merupakan kenyataan biasa yang terjadi di dunia maya. Transaksi barang dan jasa yang terjadi akan mengikuti pola bursa saham. Harga sebuah barang dan jasa tidaklah tetap, melainkan akan mudah berfluktuasi dari waktu ke waktu karena karakteristiknya yang telah menjadi komoditas. Strategi harga (pricing) yang diimbangi dengan kualitas produk dan pelayanan pelanggan merupakan aspek penentu keberhasilan perusahaan dalam berkompetisi dalam lingkungan dinamis tersebut. #17 – Auctions Everywhere Konsep ekonomi “mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan seminimum mungkin” dimanifestasikan dalama bentuk model bisnis lelang. Hampir semua situs-situs besar akan melakukan teknik penjualan sejenis lelang dengan berbagai variasinya terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Tipe e-commerce B-to-B dan Bto-C akan segera dilengkapi dengan jenis transaksi C-to-C. Yang perlu dicatat bahwa tidak hanya barang bekas yang dilelang, tetapi produk baru atau bahkan yang belum jadi (seperti rumah atau paket liburan) dapat diperjualbelikan melalui konsep lelang. #18 – Hyper-Efficiency Pada akhirnya, target akhir dari dimanfaatkannya internet sebagai medium melakukan transaksi adalah untuk mengifisienkan market. Perusahaan akan berlomba-lomba melakukan efisiensi untuk menekan harga produk atau jasa sehingga secara makro fenomena hyper-efficiency akan terlihat. Yang berhasil memenangkan persaingan adalah mereka yang dapat melakukan efisiensi tertinggi pada proses bisnisnya (value chain)