BIDANG UNGGULAN KODE/NAMA RUMPUN ILMU
: PENDIDIKAN NILAI DAN KARAKTER : 605/KEBIJAKAN PUBLIK
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN INSTITUSI UNDIKSHA
PENGEMBANGAN MODEL PEWARISAN JIWA KEBANGSAAN BERBASIS SOCIAL PARADOXS PARADIGM (SPP) DIKALANGAN GENERASI MUDA MENUJU TERWUJUDNYA CIVIC COMMUNITY (STUDI PADA KARANG TARUNA PEDESAAN DI KABUPATEN BANGLI – BALI)
Tim Peneliti : Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. NIDN: 0021026701 Drs. I Nyoman Wirya, M.Pd. Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 120/UN48.14/PL/2014 Tanggal 6 April 2014
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2014 1
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN INSTITUSI UNDIKSHA 2014 Judul Penelit ian : Pengembangan Model Pewarisan Jiwa Kebangsaan Berbasis Social Paradoxs Paradigm (SPP) Dikalangan Generasi Muda Menuju Terwujudnya Civic Community (Studi Pada Karang Taruna Pedesaan di Kabupaten Bangli – Bali) Kode/Nama Rumpun Ilmu : 605/Kebijakan Publik Bidang Unggulan PT : Pendidikan Nilai dan Karakter Topik Unggulan : Upaya dan Model Penanaman Idio logi Nasional dan Semangat Kebangsaan Ketua Penelit i a. Nama Lengkap : Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. b. NIDN : 0021026701 c. Jabatan Fungsio nal : Guru Besar d. Program Studi : PKn e. Nomor HP : 087863066333 f. Alamat surel (e-mail) :
[email protected] Anggota Penelit i (1) a. Nama Lengkap : Drs. I Nyo man Wirya, M.Pd. b. NIDN : 0009015501 c. Perguruan Tinggi : Undiksha Lama Penelit ian Keseluruhan : 2 (dua) Tahun / 2014 – 2015 Penelit ian Tahun ke : 1 (pertama) Biaya Penelit ian Keseluruhan : Rp. 80.000.000 selama 2 (dua) tahun Biaya Tahun Berjalan Diusulkan ke DIKTI Rp. Diusulkan Internal PT Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) Dana Inst itusi Lain Rp. Singaraja, 15 Oktober 2014 Mengetahui, Ketua Pusat Penelit ian Nilai dan Pendidikan Karakter
Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd.. NIP. 196702211993031002
Ketua Penelit i,
Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. NIP. 196702211993031002
2
DAFTAR ISI
SAMPUL .......................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
ii
DAFT AR ISI .........................................................................................
iii
RINGKASAN .............................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.2 Tujuan Khusus Penelit ian ............................................................. 1.3 Keutmaan (Urgensi) Penelit ian ......................................................... 1.4 Target Temuan Penelit ian ................................................................... 1.5 Manfaat (Kontribusi) Penelit ian ........................................................
1 1 2 3 4 5 6 6 11 12 13 13 13 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 2.2. Studi Pendahuluan yang Telah Dilakukan ............................................ 2.3 Peta Jalan Penelit ian ..................................................................... BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 3.1 Lokasi dan Subjek Penelit ian ......................................................... 3.2. Tahapan, Sumber Data, Metode, dan Indikator Produk Penelit ian ..... 3.3 Analisis Data Penelit ian ............................................................... BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ........................................ 4.1 Biaya Penelit ian ....................................................................................... 4.2 Jadwal Penelit ian .............................................................................
15 15
DAFT AR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN 1. Justifikasi Anggaran Penelit ian 2. Sarana dan Prasarana Pendukung 3. Struktur Tim Penelit i dan Pembagian Tugas 4. Daftar Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Penelit i 5. Surat Pernyataan Ketua Tim Penelit i
3
RINGKASAN Tujuan khusus dari penelit ian ini adalah mengembangkan mode l pewarisan jiwa kebangsaan dikalangan generasi muda, khususnya kalanga n karang taruna di Kabupaten Bangli, berbasis paradigma sosial terbalik (social paradox paradigm) menuju terwujudnya masyarakat civic (civic co mmunit y). Secara rinci, tujuan dari penelit ian ini adalah: Tujuan Penelit ian Tahun I (2014) yaitu: (1) Mengident ifikasi dan memetakan “nilai dasar kebangsaan” yang saat ini dimiliki o leh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada d i Kabupaten Bangli – Bali. (2) Menggali dan memformulasikan “nilai-nila i kebangsaan” yang ingin dipahami dan diwarisi oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. (3) Menggali da n memetakan pandangan masyarakat (tokoh agama, tooh polit ik, tokoh adat, dan masyarakat umum) terhadap pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh generas i muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. (4) Menggali dan memetakan modalitas sosial dan budaya yang dimiliki o le h kalangan generasi muda untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan, pada para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. (5) Memformulasikan draft model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik menuju terwujudnya civic co mmunit y dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. Tujuan Penelit ian Tahun II (2015) yaitu: (1) Mengembangkan model pewarisan nilai-nilai kebangsaa n berbasis paradigma sosial terbalik menuju terwujudnya civic co mmunit y dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. (2) Menguji efekt ivitas penerapan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik menuju terwujudnya civic co mmunit y dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. (3) Merumuskan rekayasa sosia l (social enginering) dalam bentuk konsep dasar kebijakan model pewarisan nilainilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik menuju terwujudnya civic communit y dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Provinsi Bali. Penelit ian ini akan dilakukan di 4 (empat) Kecamatan yang ada d i Kabupaten Bangli. Sampel penelit ian terdiri dari: karang taruna, tokoh adat, tokoh desa dinas, kepala dinas, para legis lat if (DPRD), pemerintah daerah, dan masyarakat umum. Instrumen penelit ian menggunakan: lembar observasi, pedoman wawancara, kuisio ner, studi dokumentasi, dan vidie sosialisasi 4 pilar kebangsaan. Penelit ian ini merupakan penelit ian pengembangan yang memaduka n model Borg dan Gall dengan model Miles dan Huberman. Keseluruhan data penelit ian akan dianalisis dengan menggunakan teknis analisis lintas situs, deskripsi rinci, explanation part icipatory appraisal (EPA), dan SMART. Penelit ian ini akan dilakukan selama 2 Tahun (2014 – 2015), dimana produk untuk setiap tahunnya dapat dijabarkan sebagai berikut: Tahun I (2014), produk penelit ia n terdiri dari: (1) profil wawasan dan nilai kebangsaan karang taruna, (2) sraft model pewarisan jiwa kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik, (3) draft rekayasa sosial pemberdayaan karang taruna, (4) artikel ilmiah, dan (5) laporan penelit ian. Tahun ke II (2015), produk penelit ian terdiri dari: (1) model pewaisa n jiwa kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik yang valid, prakt is, dan siap pakai, (2) model rekayasa sosial pemberdayaan karang taruna berbasis paradigma 4
sosial terbalik, (3) profil pemahaman jiwa kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli, (4) artikel ilmiah, dan (5) laporan penelit ian. Kata kunci: pewarisan jiwa kebangsaan, paradigma sosial terbalik, karang taruna, civic co mmunit y, kabupaten Bangli.
5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa ini dengan cerdas telah mampu menghantarkan seluruh rakyat Indonesia mencapai kebebasan hakiki sebagai sebuah nation yang berdaulat secara de facto dan de jure (Adam, 2007:17). Makna dari statemen esensial proklamator tersebut pada dasarnya telah menginspirasi seluruh masyarakat untuk berpikir, bersikap, dan berlaku sesuai dengan semangat juang kebangsaan yang secara etic dan moralis tertuang dalam konstitusi negara, yaitu UUD 1945. Hal ini dapat dilihat dari lajunya pembangunan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan fisik yang telah, sedang, dan akan terus dilakukan oleh pemerintah. Namun tidak semua dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita founding father di atas. Pada tataran realitas, di masyarakat saat ini masih terjadi berbagai penyimpangan dan “pengabaian” nilai-nilai dan pilar kebangsaan, sehingga telah menjerumuskan bangsa ini kedalam kubangan kemiskinan mental dan keterpurukan moral nation yang demikian terstruktur (Lasmawan, 2011:87). Berbagai kebijakan pembangunan, kegiatan penelitian, dan pelatihanpelatihan telah dilakukan dalam rangka pembangunan dan penguatan pilar-pilar kebangsaan dalam bernegara Indonesia, namun fakta dilapangan menunjukkan masih terjadi arus deras menurunnya integritas nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme bernegara dikalangan masyarakat, terutama generasi muda. Realitas ini tentu paradoxsan dari semangat pembangunan yang telah ditetapkan secara formal mulai dari Repelita di jaman orde baru sampai propernas di era reformasi saat ini. Artinya, masih ada yang salah dengan pembangunan mental dan moral kebangsaan, khususnya dikalangan generasi muda. Hal ini terbukti, dengan meningkatnya perilaku agresif dan tindak kejahatan dikalangan generasi muda, serta pembiaran-pembiaran aparat terhadap penyimpangan makna penegakan hukum di masyarakat.
6
Bersandar pada analisis konseptual dan empiris di atas, maka dipandang perlu untuk mengkaji dan menggagas formula pembangunan karakter dan jiwa kebangsaan yang relevan dengan “semangat dan karakteristik” generasi muda dengan basis organisasi kepemudaan pada tingkat desa, yaitu karang taruna. Sejalan dengan hal itu, penerapan konsep dan paradigma sosial terbalik (social paradoxs paradigm) sangat kompatibel untuk dijadikan sebagai nilai dasar dan pola pengembangan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan menuju terwujudnya civic community atau masyarakat civic (madani).
1.2 Tujuan Penelitian Bersandar pada latar belakang dan fokus masalah di atas, dan dengan mempertimbangkan capaian indikator penelitian, maka penelitian ini akan dilakukan selama 2 (dua) tahun, dimana tujuan khusus dari penelitian ini pada setiap tahunnya dapat diformulasikan sebagai berikut: Tujuan Penelitian Tahun I (2014) 1) Mengidentifikasi dan memetakan “nilai dasar kebangsaan” yang saat ini dimiliki oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 2) Menggali dan memformulasikan “nilai-nilai kebangsaan” yang ingin dipahami dan diwarisi oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 3) Menggali dan memetakan pandangan masyarakat (tokoh agama, tooh politik, tokoh adat, dan masyarakat umum) terhadap pemahaman nilainilai kebangsaan oleh generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 4) Menggali dan memetakan modalitas sosial dan budaya yang dimiliki oleh kalangan generasi muda untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan, pada para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 5) Memformulasikan draft model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma
sosial terbalik
menuju terwujudnya
civic
community
dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali.
7
Tujuan Penelitian Tahun II (2015) 1) Mengembangkan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma
sosial terbalik
menuju terwujudnya
civic
community
dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 2) Menguji efektivitas penerapan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik menuju terwujudnya civic community dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 3) Merumuskan rekayasa sosial (social enginering) dalam bentuk konsep dasar kebijakan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma
sosial terbalik
menuju terwujudnya
civic
community
dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali.
1.3. Keutmaan (Urgensi) Penelitian Penelitian Sayid Al Buchori (2012) di Kecamatan Rancaekek Bandung, menyimpulkan bahwa banyak kalangan generasi muda (78,03 %) tidak mengerti apa arti dari nilai kebangsaan, dan 66,57 % tidak mampu mengucapkan dengan benar sila-sila Pancasila, serta 81,19 % tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mewarisi nilai-nilai kebangsaan. Sementara penelitian Nilawati, Wayan (2012) di Provinsi Kalimantan Timur menyimpulkan bahwa: (1) sebagian besar responden (anak SMA) tidak memahami apa arti dan makna nilai-nilai kebangsaan Indonesia, (2) sebagian besar responden tidak mengerti apa makna dari 4 (empat) pilar kebangsaan bagi diri dan bangsa Indonesia, dan (3) sistim pewarisan nilainilai kebangsaan bagi generasi muda masih sangat lemah, terutama dikalangan keluarga dan masyarakat. Sejalan dengan itu, Lasmawan (2011) menyimpulkan bahwa: (1) model pewarisan nilai-nilai nasionalisme dikalangan generasi muda masih bertumpu pada pendidikan formal yang gersang dan hanya menyentuh aras permukaan semata, dan (2) peran serta keluarga dan masyarakat dalam pendidikan dan pelatihan nasionalisme dikalangan generasi muda relatif rendah dan belum terpola sesuai dengan nilai-nilai keadaban lokal. Bercermin pada 3 (tiga) temuan penelitian di atas, serta didukung oleh statemen (pernyataan dari beberapa tokoh bangsa, seperti Almarhum Taufik Kiemas (Tempo tgl 21-2-2013) yang menyatakan bahwa bangsa ini telah 8
kehilangan arah dan jati dirinya, sehingga pewarisan dan pembudayaan 4 pilar kebangsaan adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Sementara pemerhati dan sekaligus ketua umum PGRI Pusat, Sulistio (dalam koran Kompas tanggal 29 Maret 2013) menyatakan bahwa, penting dilakukan pelatihan dan kegiatan-kegiatan sejenis kepada para guru, agar mereka mampu dan terampil dalam melakukan dan memfasilitasi pewarisan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari 4 pilar kebangsaan sebagaimana yang selama ini didengungkan diseluruh pelosok negeri, maka pengembangan model pendidikan dan pewarisan nilai-nilai kebangsaan di kalangan generasi muda, khususnya para karang taruna sebagai ujung tombak pembangunan desa dan bangsa merupakan harga mati, bilamana bangsa ini tidak ingin lebih jauh terpuruk kedalam ngarai kehancuran. Pandangan dan temuan penelitian di atas, menginsyaratkan betapa penting dan mendesaknya revitalisasi dan rekonstruksi model pewarisan nilai-nilai kebangsaan dilakukan oleh kita semua, sebagai sebuah bangsa yang sangat menghargai keharmonian dan modalitas sosial-budaya. Salah satu model pewarisan nilai-nilai tersebut adalah model internalisasi sosial yang bersumber dari logika terbalik (paradox) yang menekankan pada bagaimana alur pewarisan itu bukannya bersumber dari atas (pemerintah) atau orang tua, melainkan berangkat dari nilai dasar diri si pewaris (kalangan generasi muda) sehingga proses pewarisannya akan berjalan alamiah dan sesuai dengan alam si pewaris (generasi muda). Disisi lain, kebutuhan akan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan yang bersandar pada logika sosial terbalik semakin dipandang penting, seiring dengan semakin memudarnya kepercayaan generasi muda pada orang tua, tokoh masyarakat, dan tokoh formal pemerintahan. Artinya, manakala trend (kecendrungan) kepercayaan generasi muda terhadap lingkungannya telah memudar, maka balikkan trend tersebut dengan cara mengakomodir lingkungan alam kedirian mereka sebagai starting poin pewarisan nilai-nilai tersebut, yang dalam hal ini adalah nilai-nilai kebangsaan. Asumsi dan paradigma berpikir di atas, sejalan dengan pandangan Stopsky (2011) yang menyatakan bahwa: logika sosial tidak bisa disepadankan dengan logika kebijakan, politik, dan agama, sehingga kepadanya harus diberikan “ruang gerak” yang memadai agar tujuan revolusi atau inovasi sosial yang dilakukan 9
berlangsung
dengan
kewajaran.
Bertalian
dengan
hal
tersebut,
maka
pengembangan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan menuju terwujudnya civic community berbasis paradigma sosial terbalik, bisa jadi merupakan solusi yang paling mungkin dilakukan dalam pemertahanan keutuhan dan integritas kebangsaan Indonesia. Disisi lain, pewarisan nilai-nilai kebangsaan dikalangan generasi muda, khususnya para karang taruna di pedesaan, semakin mendesak dilakukan, mengingat untuk kasus masyarakat Bali, teruna teruni merupakan aset desa dan sekaligus pemegang tongkat estafet keberlanjutan dan keutuhan desa adat itu sendiri. Artinya, pengembangan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini memiliki “nilai jual” dan “nilai strategis” yang tinggi dalam kaitannya dengan pembangunan wawasan kebangsaan serta model pendidikan nilai dan karakter sebagai salah satu unggulan dalam pengembangan penelitian di lingkungan Undiksha, sebagaimana yang tertuang secara tegas dalam RIP Penelitian Undiksha Tahun 2013 yang baru saja dijustifikasi melalui SK Rektor Undiksha.
1.4 Target Temuan Penelitian Berangkat dari tujuan dan urgensi penelitian di atas, dan sesuai dengan SKIM Penelitian Unggulan Institusi yang tertuang dalam RIP Penelitian Undiksha, maka kedepannya penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan produk (temuan penelitian), yang berupa:
1) Artikel Ilmiah yang Dipublikasikan 2) Rekayasa Sosial (social enginering) tentang Model Pewarisan Nilai-nilai Kebangsaan. 3) Profil nilai-nilai kebangsaan dikalangan karang taruna, sebagai dasar perumusan kebijakan bagi pemerintah daerah setempat (Bangli). 4) Model pemberdayaan modalitas sosial-budaya desa, sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pembangunan generasi muda. 5) Laporan penelitian
10
1.5 Manfaat (Kontribusi) Penelitian Mengacu pada latar belakang, tujuan penelitian, dan target luaran (produk) penelitian, maka secara akademis dan praktis, penelitian ini memiliki nilai manfaat (kontribusi) bagi: 1) Institusi Undiksha, sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang menggawangi pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan, temuan penelitian ini akan sangat membantu penguatan dan pengukuhan aspek akademis Undiksha, khususnya dalam bidang pengembangan kajian-kajian dan model pendidikan nilai dan karakter kebangsaan, sebgaimana yang telah dituangkan dalam RIP Penelitian Undiksha
(pusat
penelitian
pendidikan
karakter
dan
nilai-nilai
kebangsaan). Disisi lain, temuan penelitian ini nantinya secara praktis akan memperkuat tali temali pengembangan dan pemodelan pendidikan kebangsaan dalam berbagai disiplin keilmuan di beberapa Jurusan di Undiksha serta kerjasama institusi dengan masyarakat Kabupaten Bangli khususnya sebagai salah satu stake holder lulusan Undiksha itu sendiri. 2) Bagi pengembangan keilmuan, khususnya disiplin ilmu sosial dan humaniora yang menaungi bidang kajian pusat penelitian pendidikan nilai dan karakter kebangsaan yang ada di Lembaga Penelitian Undiksha, temuan penelitian ini merupakan salah satu bentuk tanggungjawab Undiksha dalam pengembangan dan diversifikasi keilmuan, sehingga secara langsung akan memperkaya referensi dan tesa-tesa terkait pendidikan nilai dan karakter kebangsaan. Disisi lain, temuan penelitian ini, khususnya yang menyangkut model pewarisan nilai-nilai kebangsaan merupakan pengayaan langsung dari disiplin ilmu humaniora dan ilmu sosial, sehingga dapat memperluas cakrawala berpikir mahasiswa, khususnya mereka yang berada dalam lingkup ilmu-ilmu sosial dan humaniora. 3) Bagi pemerintah Kabupaten Bangli, temuan penelitian ini sangat bermanfaat dalam pemetaan dan penemuan profil wawasan kebangsaan dan pemahaman nilai-nilai kebangsaan kalangan generasi muda khususnya 11
karang taruna sebagai salah satu sentral pembangunan di Kabupaten Bangli. Disisi lain, temuan ini, khususnya menyangkut model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik, akan menjadi referensi yang sangat berguna dalam merumuskan berbagai kebijakan yang bertalian dengan pembangunan kesadaran generasi muda pedesaan, dan pemberdayaan masyarakat desa secara umum di kabupaten Bangli.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 1. Generasi Muda dan Pemertahanan Integritas Kebangsaan Pemuda memiliki peran vital dalam kemajuan bangsa. Di pundak merekalah dibebankan tanggung jawab besar untuk membawa bangsa dan negara ini menjadi lebih baik. Nilai-nilai kebangsaan, persaudaraan, kegotongroyongan harus selalu ada dalam diri pemuda. Saat ini bangsa kita sedang krisis. Krisis moral, krisis percaya diri, krisis identitas, dan krisis nasionalisme. Derasnya arus informasi melalui berbagai media mau tidak mau telah merubah cara berfikir dan berperilaku pemuda saat ini. Melalui pendidikan formal dan informal diharapkan dapat membentuk kepribadian pemuda yang tangguh, mandiri, kreatif, dan memiliki rasa nasionalisme tinggi. Sesuai dengan paparan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Andi Mallarangeng dalam pidato sambutannya pada peringatan Sumpah Pemuda ke-84 menyatakan bahwa kita semua, dan pemuda khususnya, perlu memantapkan tekad untuk terus menerus mempertahankan kemandirian dan kreativitas. Membangun identitas kebangsaan yang lebih kokoh dan bermartabat dan senantiasa berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Sumpah Pemuda, Pancasila, dan UUD 1945. Saat ini yang terpenting adalah pendidikan moral yang merupakan pondasi paling dasar dalam pembentukan karakter pemuda yang sesuai dengan nilai sumpah pemuda, pancasila, dan UUD 1945. Melalui pendidikan formal, dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi hendaknya tidak semata-mata menitik beratkan pada kemampuan akademik. Sejak dini mereka harus diajarkan bagaimana memiliki rasa bangga atas budayanya, banngga dengan nilai-nilai kebangsaan, dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Jangan sampai hanya melahirkan pemuda-pemuda yang ‘pandai’ tetapi tidak tetapi tidak menjaga bermartabat bangsa, bahkan cenderung ingin memecah belah negara ini. Bung Karno dan Bung Hatta sebagai bapak bangsa senantiasa menggelorakan semangat kebangsaan bangsa Indonesia dengan menanamkan sejarah kebangsaan. Bung Karno selalu menanamkan kejayaan dan kebesaran bangsa Indonesia melalui 13
pemahaman sejarah kebangsaan. Bangsa yang tidak memahami sejarah kebangsaannya bagaikan wayang kulit yang tiada gagangnya. Ia akan lemas, lunglai dan tidak mampu berdiri tegak dengan gagahnya. Bangsa yang tidak menghayati sejarah kebangsaannya tidak akan mampu menyerap nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi bangsa berikutnya. Nilai-nilai dasar kebangsaan bersumber dari nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa itu. Nilai-nilai dasar kebangsaan mengalir dari sumbernya mengarungi bukit, lereng, jurang dan lembah menjadi aliran semangat kebangsaan yang dahsyat, yang mampu menembus dan menggerus bebatuan yang menghalangi cita-cita kebangsaan yang hendak diraih oleh bangsa Indonesia. Semangat kebangsaan adalah penggerak nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa dan menjadi ruh bangsa Indonesia. Nilai dasar kebangsaan itu statik, sedangkan nilai yang bergerak terus yang menjadi pendorong semangat kebangsaan adalah nilai instrumental atau nilai praksis yang senantiasa dapat disesuaikan dengan konteks dan situasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia setiap saat. Oleh sebab itu semangat kebangsaan inilah yang senantiasa harus terus menerus digugah, didorong dan dibangkitkan, agar terus menerus bergejolak di dalam hati setiap bangsa Indonesia. Nilai kebangsaan yang secara umum terdapat pula dalam nilai-nilai budaya masyarakat suku bangsa yang terdapat di Indonesia tersebut, dijadikan tali pengikat atau simpai yang menjalin persatuan berbagai suku bangsa tersebut menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia. Namun usaha menjalin persatuan bangsa Indonesia waktu itu masih dalam proses, karena nilai-nilai kebangsaan yang membingkai persatuan menjadi satu bangsa masih dalam proses penanaman atau inplantasi melalui pendidikan. Upaya penanaman tersebut ternyata memerlukan waktu satu generasi. Setelah satu generasi, generasi berikutnya inilah yang mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dalam bentuk wujud nyata bangsa Indonesia. Walaupun bangsa Indonesia yang diikrarkan itu masih dalam kekuasaan penjajahan bangsa asing atau bangsa lain, namun kesepakatan menjadi bangsa Indonesia tidak dapat dibatasi atau dihambat oleh penjajahan bangsa lain. Bangsa Indonesia secara nyata (de facto) telah ada sejak 28 Oktober 1928. Dalam upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan atau membangun bangsa (nation building) 14
perlu adanya institusi yang melaksanakan, memantau dan mengevaluasi usahausaha pembangunan bangsa Indonesia secara terus-menerus dan berlanjut. Pembangunan bangsa Indonesia tidak ada hentinya dan tidak ada akhirnya selama bangsa Indonesia ini masih eksis dan masih dikehendaki eksistensinya. Nilai-nilai kebangsaan dalam
hal
ini
juga
menjadi etika
bagi
penyelenggara negara. Sedangkan sebagai ideologi nasional nilai-nilai kebangsaan melandasi pandangan (cara pandang) atau falsafah hidup bangsa Indonesia. Nilainilai kebangsaan tersebut mewujud dalam realita kehidpan bangsa Indonesia yang majemuk
(pluralistik)
yang
menjadi
kesepakatan
dalam
membangun
kebersamaan. Sebagai jati diri bangsa, nilai-nilai kebangsaan tersebut berwujud menjadi sikap dan peri laku yang nampak pada atau ditunjukkan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi nilainilai kebangsaan yang secara dinamik mewujud dalam semangat kebangsaan adalah penggerak perjuangan bangsa Indonesia menuju arah cita-cita yang telah disepakati bersama. 2. Empat Pilar Kebangsaan Empat pilar kebangsaan, tema yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat dalam berbagai diskusi, semakin mendominasi seiring derasnya gelombang modernisasi yang mereduksi semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam fantasi labirin demokrasi yang masih banyak konflik vertikal maupun horizontal dalam masyarakat. Empat pilar kebangsaan, artinya ada empat tiang penguat/penyangga yang sama sama kuat, untuk menjaga keutuhan berkehidup kebangsaan Indonesia. Artinya empat pilar kebangsaan adalah empat penyangga yang menjadi panutan dalam keutuhan bangsa indonesia yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Empat pilar kebangsaan yang dikampanyekan untuk menumbuhkan kembali kesadaran cinta tanah air untuk seluruh rakyat Indonesia. Dalam perjalanannya empat pilar kebangsaan yang merupakan mantra ajaib dalam membina persatuan belum di jelaskan bagaimana sampai ia menjadi begitu ampuh sebagai jurus tanpa data fakta sejarah dan perjalanannya. Memaknai 4 alinea dalam Preambule UUD’45, ini merupakan rangkuman sejarah Bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda 1928, hingga dibentuknya NKRI 15
melalui pengesahan konstitusi UUD’45 pada 18 Agustus 1945. Alinea pertama mengutarakan tentang sikap Bangsa Indonesia yang tidak mau dijajah dan tidak akan pernah menjajah dalam bentuk apapun, kemerdekaan ialah hak segala bangsa, hal ini menjelaskan bahwa setiap Bangsa memiliki harkat dan martabat hidup yang setara. Tersirat alinea pertama menceritakan komitmen “Bhineka Tunggal Ika”. Komitmen untuk bersatu menjadi sebuah cita-cita untuk Mengangkat Harkat dan martabat agar sejajar dengan bangsa lain di dunia. Alinea kedua menceritakan proses perjuangan dan pergerakan telah sampai pada saat yang berbahagia hingga mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. secara tersirat menceritakan peristiwa 1 juni 1945 dimana Bangsa Indonesia Menetapkan Pancasila sebagai Dasar Indonesia. Alinea ketiga, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, untuk
mengangkat
harkat
dan
martabat
Indonesia
pun
menyatakan
kemerdekaan.Ini sangat jelas menceritakan peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Alinea keempat menceritakan peristiwa setelah Bangsa Indonesia merdeka yaitu didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkedaulatan rakyat berdasarkan pancasila. Rumusan tersebut membentuk kerangka filosofis NKRI yaitu ; Sumpah Pemuda sebagai komitmen Bhineka Tunggal Ika, Pancasila Dasar Indonesia Merdeka, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan UUD’45. Ke-4 Pilar ini merupakan kandungan dari 4 peristiwa yang bersifat kausalitas. 3. Karang Taruna dalam Konstruksi Wadah Kebhinekaan Karang taruna Indonesia adalah salah satu wadah bagi generasi muda Indonesia yang telah didirikan di Jakarta tepatnya pada taggal 26 Septeber 1960. Karang Taruna secara umum di Indonesia adalah wadah pengembangan generasi muda dan putusan yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab social dari, oleh, dan untuk masyarakat, khususnya generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas social sederajat sampai tingkat nasional, bergerak terutama di bidang kesejahteraan social (Kesos)”. Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa Karang Taruna adalah organisasi pemuda atau remaja Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah NKRI. Sehingga karang taruna boleh diaktakan sebagai organisasi modern dan bukan organisai konvensional yang 16
mengangkat pengurus dari kalangan keluarga, keturunan dan kerabat (Impalinkar, 2007). Karang taruna terkatagori kedalam organisasi modern. Organisai modern disebut juga sebagai organisai rasional dan legal, adalah organisasi yang dalam kegiatannya terdapat pemisahan yang tegas antara urusan pribadi dengan urusan organisasi” (Sukamti, 2011). Dengan diterapkannya model organisai modern ini maka karang taruna melakukan pergantian kepemimpinan secara berkala setiap lima tahun sekali yang dipilih oleh anggota dan bukan berdasarkan kepengurusan. Jadi wadah karang taruna merupakan arena untuk pembelajaran dan mempraktikkan teori-teori demokrasi dikalangan remaja dan pemuda yang dimulai pada tingkat desa/kelurahan sampai tingkat nasional. Menurut Permendagri (2004), dalam menjalankan fungsi, visi, dan misinya, karang taruna tidak lapas dari pijakan tujuan organisasi karang taruna, adapun tujuan karang taruna terdapat dalam pasal 6 Anggaran Dasar, sebagaimana berikut:
Mewadahi setiap remaja dan pemuda yang peduli dalam penanganan permasalahan social, serta meningkatkan pengalaman kerjasama antara sesama generasi muda dalam rangaka mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan social bagi generasi muda dan menyiapkan kader yang beriman, bermoral, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab untuk siap mengabdi kepada masyarakat dan menjadi calon-calon pimpinan di masa mendatang.
Memberi arah, bimbingan, pendampingan, dan advokasi kepada generasi muda penyandang masalah social dalam rangka penghargaan usaha-usaha kesejahteraan sosial.
Menumbuhkan potensi keberagaman bakat, keterampilan, kewirausahaan dan pengetahuan hingga pwenyelesaian masalah yang signifikan untuk mendukung upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka implementasi otonomi daerah dan peningkatan ekonomi kerakyatan.
Mendorong setiap warganya dan warga masyarakat pada umumnya untuk mampu menjalin toleransi dalam kehidupan kemasyarakatan dan menjadi perekat persatuan dalam perbedaan dan keberagaman yang tinggi.
17
Membina kejasama strategis dan saling menguntungkan dengan kalangan pemerintah, sector swasta, organisasi social, lembaga swadya masyarakat, para praktisi pengembangan masyarakat, cendikiawan, dan mitra kepemudaan lainnya, guna kemajuan dalam kemandirian dan independensi organisasinya dan cita-cita kesejahteraan masyrakat yang menjadi tujuan geraknya.
Dilihat dari tujuan karang taruna sebagaimana tertuang dalam pasal 6 Permendagri di atas menunjukkan bahwa karang taruna mempunyai posisi strategis dalam pembangunan bangsa, dimana melalui wadah karang taruna para remaja
/
pemuda
ditempa
dan disiapkan
dengan
berbgai
kemapuan,
mengembangakan bakat minat, guna mencapai kesejahteraan hidup masa depan para remaja atau generasi muda sebagai generasi pengganti dalam meneruskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu sangata wajar apabila kegiatan masing-masing karang taruna tiap daerah bias persis sama namun kadang berbeda. Konsep yang sama dan buku adalah mengenai pembinaan beroganisai dan pengembangan wawasan kebangsaan dan bela Negara, sedangkan pengembangan bakat dan minat harus disesuikan dengan bakat dan minat anggota, mana yang dominant dan mana yang bias dijalankan dengan efektif yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan sebagainya.
2.2. Studi Pendahuluan yang Telah Dilakukan Strategi dan analisis yang bertalian dengan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan sebagai bagian integral dari pendidikan berdemokrasi dan pembangunan karakter bangsa, pada dasarnya telah banyak dilakukan. Baik yang berupa kajian ilmiah, penelitian, maupun kegiatan-kegiatan seminar workshop dan sejenisnya. Artinya, secara akademis hal tersebut telah dimulai dan dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini membuktikan bahwa pewarisan nilai-nilai kebangsaan, terlebih dikalangan generasi muda telah menjadi kebutuhan yang teramat berharga dan strategis dalam konstruksi pembangunan integritas kebangsaan.
18
Terdapat beberapa studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti maupun orang lain yang bersentuhan langsung dengan fokus masalah penelitian ini, diantaranya: penelitian Lasmawan (2011) menyimpulkan bahwa: (1) model pewarisan nilai-nilai nasionalisme dikalangan generasi muda masih bertumpu pada pendidikan formal yang gersang dan hanya menyentuh aras permukaan semata, dan (2) peran serta keluarga dan masyarakat dalam pendidikan dan pelatihan nasionalisme dikalangan generasi muda relatif rendah dan belum terpola sesuai dengan nilai-nilai keadaban lokal. Sejalan dengan hal itu, tim peneliti juga telah melakukan studi pendahuluan terkait dengan fokus masalah penelitian ini, yang hasilnya secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) fakta dilapangan menunjukkan bahwa: kalangan karang taruna dikabupaten Bangli, masih banyak yang belum mengerti dan memahami apa arti nilai kebangsaan dan bagaimana cara pemertahanannya (Wawancara tanggal 18 agustus 2013 dengan ketua dan beberapa anggota karang taruna arsha tunggal desa bonyoh), (2) program kegiatan dan aktivitas karang taruna di desa bayung gede belum banyak menyentuh aras tentang pewarisan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme kepemudaan, sehingga bagi mereka konsep kebangsaan dan nasionalisme hanya merupakan konsep tanpa makna yang sering mereka dengar dan lihat di media massa (kesimpulan wawancara dengan ketua dan beberapa anggota karang taruna eka arsa darma desa bayung gede, tanggal 21 September 2013). Apa yang terurai di atas, sejalan dengan temuan penelitian Sayid Al Buchori (2012) di Kecamatan Rancaekek Bandung, yang menyimpulkan bahwa: banyak kalangan generasi muda (78,03 %) tidak mengerti apa arti dari nilai kebangsaan, dan 66,57 % tidak mampu mengucapkan dengan benar sila-sila Pancasila, serta 81,19 % tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mewarisi nilai-nilai kebangsaan. Sementara penelitian Nilawati, Wayan (2012) di Provinsi Kalimantan Timur menyimpulkan bahwa: (1) sebagian besar responden (anak SMA) tidak memahami apa arti dan makna nilai-nilai kebangsaan Indonesia, (2) sebagian besar responden tidak mengerti apa makna dari 4 (empat) pilar kebangsaan bagi diri dan bangsa Indonesia, dan (3) sistim pewarisan nilai-nilai kebangsaan bagi generasi muda masih sangat lemah, terutama dikalangan keluarga dan masyarakat. Sejalan dengan itu, Lasmawan (2011) menyimpulkan 19
bahwa: (1) model pewarisan nilai-nilai nasionalisme dikalangan generasi muda masih bertumpu pada pendidikan formal yang gersang dan hanya menyentuh aras permukaan semata, dan (2) peran serta keluarga dan masyarakat dalam pendidikan dan pelatihan nasionalisme dikalangan generasi muda relatif rendah dan belum terpola sesuai dengan nilai-nilai keadaban lokal. Berdasarkan beberapa penelitian dan studi pendahuluan yang telah dipaparkan di atas, tampaknya tim peneliti telah memiliki seperangkat wawasan dan konsep dasar yang terkait dengan fokus masalah penelitian, sehingga secara akademis, tim peneliti telah tahu dan paham kemana, apa, dimana, dan bagaimana data akan dijaring, diolah, diverifikasi, dan dijustifikasi, yang pada akhirnya akan menghasilkan temuan yang benar-benar relevan dan kompatibel terkait dengan penelitian unggulan Undiksha sebagaimana yang tertuang pada RIP Penelitian Undiksha tahun 2013, khususnya yang menyangkut pusat penelitian nilai dan karakter bangsa. 2.3 Peta Jalan Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan studi pendahuluan yang telah dilakukan, maka secara diagramatik, dapat dijabarkan peta jalan atau road map dari penelitian ini sebagai berikut:
20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Bangli Provinsi Bali, pada tahun 2014 – 2014. Secara metodis, penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R & D) yang menggunakan pendekatan Borg dan Gall (1989), yang dipadukan dengan model studi sosial ala Milles dan Huberman (1992), sampai ditemukannya produk yang sesuai dengan fokus masalah penelitian yaitu model pewarisan nilai-nilai kebangsaan dikalangan generasi muda, yaitu para karang taruna di Kabupaten Bangli. Subjek penelitian atau sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa kelompok, yaitu: (1) kelompok masyarakat umum, (2) kelompok karang taruna, (3) kelompok tokoh desa adat, (4) kelompok tooh desa dinas, (5) kelompok aparatur pemerintah, (6) kelompok legislatif (DPRD), dan (7) kelompok akademisi (expert). Besaran jumlah subjek penelitian akan berkembang sejalan dengan kebutuhan data penelitian, namun untuk tahap pengembangan model akan ditetapkan 4 desa adat sebagai sampel penelitian, yang tersebar di 4 kecamatan yang ada di Kabupaten Bangli. 3.2. Tahapan, Sumber Data, Metode, dan Indikator Produk Penelitian Secara diagramatik dan rinci, Tahapan, Sumber Data, Metode, dan Indikator Produk Penelitian (out put) dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Kegiatan/Aktivitas Tahun I (2014) Studi bibliografi tentang nilai-nilai kebangsaan dan posisi nilai kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli
Studi lapangan di lokasi penelitian (4 Kecamatan, 16 desa dinas) di Kabupaten Bangli
Sumber Data
Metode/ Instrumen
Buku, Jurnal, Berita, Dokumen Studi terkait fokus masalah penelitian Dokumentasi
1. Masyarakat Umum 2. Karang taruna 3. Tokoh masyarakat 4. Tokoh adat 5. Tokoh agama 6. Tokoh pemerintahan formil
Pedoman wawancara Lembar observasi Kuisioner Focus group
Hasil (Out Put)
Profil konseptual nilai-nilai kebangsaan dan tingkat pemahaman karang taruna Kabupaten Bangli terhadap nilainilai kebangsaan. Profil posisi awal pemahaman dan kepemilikan nilainilai kebangsaan karang taruna di masing-masing
21
Triangulasi dan Validasi Data Penelitian
7. Akademisi dan politikus (DPRD) 1. Dokumen tentang nilai-nilai kebangsaan dan pemuda 2. Responden penelitian berdasarkan kelompoknya 3. Data itu sendiri (yang ada sesuai dengan jenis instrumen pengumpulnya)
discussion Interrater validity respons Thick description Analisis lintas situs ala Miles dan Huberman
desa adat dan kecamatan Data tentang posisi nilai kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli Profil wawasan kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli
1. Dokumen 2. Masyarakat Umum 3. Karang taruna 4. Tokoh masyarakat 5. Tokoh adat 6. Tokoh agama 7. Tokoh pemerintahan formil/Dinas 8. Akademisi dan legislator (DPRD) 1. Dokumen/Referensi 2. Judgement Validation
Focus Groups Discussion (FGD) Justifikasi Expert Research and Development ala Borg and Gall
Draft model pewarisan nilainilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm.
Judgement Validation
Validasi profil pemahaman dan pemilikan nilai-nilai kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli Tahun II (2015)
1. Dokumen/Referensi 2. Judgement Validation
Judgement Validation
Draft model pewarisan nilainilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm yang telah teruji oleh tim pakar (ahli) Draft profil pemahaman dan pemilikan nilainilai kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli
Pengembangan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Focus Groups Discussion (FGD) Justifikasi Expert Research and Development ala Borg and Gall
Model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm yang siap dicobakan secara riil
Focus Groups Discussion (FGD) Justifikasi Expert Research and Development ala Borg and Gall
Profil pemahaman dan pemilikan nilai-nilai kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli, yang siap di desiminasikan
Pengembangan draf model pewarisan nilainilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm
Validasi Draft Model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm
Justifikasi profil pemahaman dan pemilikan nilai-nilai kebangsaan karang taruna Kabupaten Bangli
Dokumen Masyarakat Umum Karang taruna Tokoh masyarakat Tokoh adat Tokoh agama Tokoh pemerintahan formil/Dinas 8. Akademisi dan legislator (DPRD) 1. Dokumen 2. Masyarakat Umum 3. Karang taruna 4. Tokoh masyarakat 5. Tokoh adat 6. Tokoh agama 7. Tokoh pemerintahan formil/Dinas 8. Akademisi dan legislator (DPRD)
22
Perumusan social enginering Model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm
1. Perda Kabupaten Bangli 2. Dinas Pendidikan dan Pemuda 3. Kantor Pemberdayaan Desa 4. Desa Adat 5. Karang Taruna 6. Anggota DPRD
Perumusan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm
1. Dokumen/ Referensi 2. Judgement Validation 3. Practitioner (Pemda) Validation
Focus Groups Discussion (FGD) Justifikasi Expert Research and Development ala Borg and Gall Judgement and Practitioner Validation
Rekayasa Sosial Kebijakan Pemberdayaan Karang Taruna dalam pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm Model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis social paradox paradigm yang valid, objektif, dan praktis, serta siap pakai.
3.3 Analisis Data Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan yang dipadukan
dengan
menganalisis,
metode
penelitian
mengkompa-rasikan,
budaya
untuk
mensinergikan,
mengidentifikasi, mengembangkan,
mengevaluasi, dan mendesiminasikan model yang dihasilkan, sehingga mampu mengurai masalah-masalah penelitian secara mendasar (grounded). Model yang diacu dalam pengembangan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik ini adalah model penelitian pengembangan ala Borg dan Gall (1989) dan model penelitian budaya menurut Nickerson (2002), yang secara umum terdiri dari: (1) fase analisis masalah, (2) fase integrasi nilai, (3) fase pengembangan model, (4) fase pengujian model, dan (5) fase evaluasi dan desiminasi. Keseluruhan
data
dalam
penelitian
ini
akan
dianalisis
dengan
menggunakan beberapa teknik analisis data, yaitu: (1) untuk data yang bersifat kualitatif, terutama yang berkaitan dengan dinamika proses pengembangan model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbalik datanya akan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif, (2) untuk data pada tahap validasi model, analisis yang dilakukan menggunakan EFA (explanatory factor analisys) dengan menggunakan model SMART (Spesifik, Managable, Applicable, Raliabel, Time Bound) sebagai sub faktor. Adapun matriks analisis datanya dapat dijabarkan sebagai berikut: 23
Sub- Faktor
Dimensi Model Konsepsi 1 2
3
dst
Struktur 1 2
3
dst
Sintaks 1 2
3
dst
Spesifik Managable Applicable Relevan Time-bound
3.4 Jadwal Penelitian Tahun I (2014) No. 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Rincian Kegiatan Pengurusan Ijin penelitian (lemlit dan kesbanglinmas provinsi dan kabupaten) Pengembangan dan validasi instrumen Studi bibliografi fokus masalah penelitian Pelatihan field worker data penelitian Koordinasi dengan karang taruna/ pengurus desa adat Pengambilan data penelitian Analisis data penelitian Pengembangan draf model Pengembangan profil karang taruna Focus group discussion (FGD) Validasi model oleh tim pakar dan praktisi (stake holders) Penyusunan draft hasil penelitian Penyusunan artikel ilmiah penelitian Seminar Hasil Penelitian Pengumpulan hasil akhir penelitian dan penerbitan artikel ilmiah
Apr X
Jadwal Pelaksanan/Bulan Mei Jun Jul Agst Sep Okt
Nov
X X
X X X X X
X X
X X X X
X X X X X X X X
24
Tahun II (2015) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14 15
Rincian Kegiatan Rapat koordinasi tim peneliti Uji model oleh pakar Revisi model Penerapan model di 4 desa adat yang tersebar di 2 Kabupaten Pengumpulan data penelitian Analisis data penelitian Rapat koordinasi tim peneliti Penyusunan draf laporan akhir Seminar draf laporan akhir Revisi draf laporan akhir Penyusunan laporan akhir penelitian Penyusunan artikel ilmiah Penggandaan dan pengiriman laporan akhir penelitian Penerbitan artikel di Jurnal Terakreditasi / berskala internasional
Jadwal Pelaksanan/Bulan Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt X X X X X X X X
X
X
Nov
X X X X X X X X X X
25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Bersandar pada temuan hasil penelitian terhadap pengembangan mode l pewarisan jiwa kebangsaan berbasis social paradoxs paradigm (spp) dikalangan generasi muda menuju terwujudnya civic community adalah sebagai berikut. 4.1.1 “Nilai dasar kebangsaan” yang saat ini dimiliki oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali Berdasarkan temuan hasil penelitian nilai dasar kebangsaan” yang saat ini dimiliki oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali adalah: hidup rukun dalam perbedaan, tertib, menghargai orang lain, menaati peraturan, gotong royong, kepemimpinan, cinta lingkungan sekitar, musyawarah, kejujuran, kedisiplinan dan senang bekerja, mentaati aturan dimasyarakat, pentingnya harga diri, bangga sebagai bangsa indonesia, menaati peraturan perundang- undangan, Menghargai dan menaati keputusan bersama, berorganisasi, menghargai dan menaati keputusan bersama. Darmadi mendefinisikan nilai ( value) yang dikutip dari Fraenkel (1981), sebagai berikut: ”value is idea, concept about what someone thinks is important related to aesthetics, ethics…How people behave and conduct…Standar of conduct, veaty, efficiency or worth that people endorse and that peole to live up or maintain….quitain to what is and just…Means end ends of behavioral or norms…Is a powerfull emotional commitment…”. Dikatakan juga bahwa value ini adanya dalam ”People’s minds” (anganangan manusia) serta berlainan dengan lainnya (seseorang dengan lainnya, kelompok dengan lainnya) (2007: 27) Sementara kebudayaan, di definisikan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan berpola, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1983:182). Kebudayaan merupakan suatu cara adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Ciri suatu tekanan lingkungan yang spesifik berperan sebagai pemicu timbulnya perubahan kebudayaan (Clide,1951:35). Makmur (2011), mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan yang kompleks yang 26
di dalamnya terkandung sistem pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan yang diterima oleh masyarakat. Artinya, nilai budaya adalah upaya yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia,
seluruh aktifitas
manusia.
Koentjaraningrat
(1989)
mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai, berharga, dan paling penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan warga masyarakat. Sebagai konsep, nilai budaya bersifat umum, memiliki lingkup luas, tidak kongkret, sehingga berada dalam ranah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan, dan berakar dalam alam jiwa mereka. Nilai budaya yang kerap disebut juga sebagai nilai kearifan local (local wisdom) terbentuk melalui proses penginternalisasian nilai-nilai dengan ekpresif, progresif, dan integratif (Makmur, 2011). Hal ini yang di bidang permuseuman diistilahkan sebagai pewarisan atau bimbingan edukasi atau “program publik”. Tidak keliru bila disebutkan bahwa museum melayani masyarakat dan perkembangannya, karena nilai budaya bersifat relatif dan dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat yang memperoleh pengaruh dari budaya lain sebagai dampak dari adanya interaksi. 4.1.2 Menggali dan memformulasikan “nilai-nilai kebangsaan” yang ingin dipahami dan diwarisi oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali Nilai- nilai kebangsaan yang ingin dipahami dan diwarisi oleh kalangan generasi muda yaitu: 1) Percaya kepada TYME, 2) Percaya diri, 3) Toleransi, 4) Kerja sama atau gotong royong, 5) Rasa Empati, 6) Kejujuran, 7) Nasionalisme, 8) Keteguhan hati, 9) Kepemimpinan, 11)Tanggung jawab, 12) Keberanian mengambil resiko, 13) Rendah hati, 14) Kesetiaan, 15) Kemandirian, dan 16) Keadilan. Nilai yang utama untuk diformulasikan adalah nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua 27
pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga dan hal yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu diusahakan supaya terjadinya sifat kesatuan sosial tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Gotong royong merupakan suatu bentuk saling menolong yang berlaku di desa-desa di Indonesia terutama masyarakat agraris tradisional. Dalam gotong royong ini masyarakat-masyarakat terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut ikatan primordial, yaitu lewat ikatan keluarga, dekatnya letak geografis serta iman kepercayaan. Selanjutnya, ini menjadi suatu solidaritas yang mekanis yang terintegrasi secara struktural yang menjadikan pertukaran sosial berlangsung terbatas karena anggotanya bersifat homogen dalam mentalitas dan moralitas serta mempunyai suatu kesadaran kolektif dan iman kepercayaan bersama. Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti “bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan”. Katanya berasal dari “gotong” = bekerja, “royong” = bersama. “Bersamasama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia. Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan memerlukan orang lain dalam berbagai hal, seperti bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain. Gotong royong merupakan suatu wujud nyata dalam bentuk interaksi sosial. Masyarakat Indonesia terkenal dengan sikap ramah, kekeluargaan dan gotong royongnya didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk menyelesaikan segala problema yang ada didalam kehidupan masyarakat dibutuhkan sikap gotong royong yang dapat mempermudah dan memecahkan masalah secara efisien. Semangat gotong royong dalam masyarakat didorong oleh: a. bahwa manusia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama dengan orang lain atau lingkungan sosial b. pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia lainnya; c. manusia perlu menjaga hubungan baik dengan sesamanya; dan d. manusia perlu menyesuaikan dirinya dengan anggota masyarakat yang 28
lain. Pemuda sebagai salah satu unsur dari suatu masyarakat, dimana setiap aktivitasnya diharapkan mampu melakukan sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Dalam masyarakat pemuda diharapkan memberikan peranan-peranan nyata yang langsung dirasakan dalam masyarakat. Peranan dari pemuda yang diharapkan dapat mewujudkan membawa maju desanya dan menciptakan kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat. Untuk mewujudkan suatu kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat tentunya harus ada kerjasama atau gotong royong dari berbagai elemen yang ada dalam masyarakat. Setiap elemen dalam masyarakat tersebut berperan secara maksimal sesuai dengan kedudukannya. Kerjasama dari para pemuda Karang Taruna dan masyarakat dalam melakukan kegiatan gotong royong akan berdampak besar dalam kehidupan sosial Desa. Gotong royong dapat dilihat dari kegiatan kerja bakti yang dilakukan oleh pemuda dan masyarakat untuk pembangunan Desa. Kegiatan gotong royong sudah tidak dapat dipungkiri lagi sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang turun temurun, sehingga keberadaannya harus dipertahankan. Pola seperti ini merupakan bentuk nyata dari solidaritas mekanik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, sehingga setiap warga yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu, karena saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Gotong royong akan memudar apabila rasa kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan tidak lagi terdapat bantuan sukarela, bahkan telah dinilai dengan materi atau uang. Sehingga jasa selalu diperhitungkan dalam bentuk keuntungan materi, yang akibatnya rasa kebersamaan makin lama akan semakin menipis dan penghargaan hanya dapat dinilai dengan uang yang hanya dapat dilakukan mereka yang memiliki dan membayar dengan uang. Tampaknya untuk kondisi yang serba materi seperti ini jangan sampai terjadi, karena nilai-nilai kebersamaan yang selama ini dijunjung tinggi menjadi tidak ada artinya lagi. Gotong royong memiliki nilai yang luhur, harus tetap di jaga keberadaannya karena gotong royong menjadi bagian dari kehidupan yang menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan, kegiatan gotong-royong, setiap pekerjaan dilakukan secara bersama-sama tanpa memandang kedudukan seseorang tetapi memandang 29
keterlibatan kebersamaan dalam suatu proses pekerjaan sampai dengan yang diharapkan. Semangat kebersamaan dan kegotong royongan yang telah mengakar dan melembaga dalam kehidupan masyarakat, menjadikan masyarakat kita hidup rukun dan damai dalam mengisi pembangunan dengan suasana kekeluargaan. Hal ini patut dikembangkan dan didayagunakan sebagai nilai-nilai pembangunan dalam rangka penguatan integritas sosial untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 4.1.3 Menggali dan memetakan pandangan masyarakat (tokoh agama, tooh politik, tokoh adat, dan masyarakat umum) terhadap pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali Pandangan masyarakat (tokoh agama, tooh politik, tokoh adat, dan masyarakat umum) terhadap pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali adalah masih rendahnya kesadaran karakter bangsa yang dimiliki generasi muda. karakter bangsa, sesungguhnya adalah segala sesuatu terkait dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan kebangsaan, dalam hal ini keindonesiaan kita. Rendahnya karakter kebangsaan generasi muda ditemukan pada Pancasila, saat ini nyaris hanyalah sebagai kosa kata, istilah yang tidak lebih seperti ketika kita membincangkan Hari Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, dan sebagainya. Dia diingat ketika hari lahirnya, sedangkan nilai-nilainya seperti asing dalam kehidupan kita. Malahan, hari lahir Pancasila sajapun diperingati secara terbatas. Padahal Pancasila pernah sering dikumandangkan sebagai falsafah, pandangan hidup, way of life, ideology, dasar Negara Indonesia. Kata-kata ini sampai kini tentu tidak banyak yang membantah, namun lagi-lagi tidak banyak dikedepankan sehingga terasa asing bagi banyak kalangan, terlebih di kalangan generasi muda. Bahkan, pernah pula, Pancasila dikaitkan dengan berbagai kosa kata lain, seperti demokrasi Pancasila, ekonomi Pancasila, pers Pancasila, dan sebagainya.
30
Harus diakui, kita tidak dapat melupakannya, Pancasila pernah demikian popular ketika masa Orde Baru. Pemerintahan masa Orde Baru memang sangat antusias mengusung Pancasila dalam segala sisi kehidupan bangsa dan Negara. Masa itu dikedepankan satu asas Pancasila bagi organisasi politik dan kemasyarakatan. Masa itu pula kita mengenal P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), BP-7 (Badan Pembinaan Pelaksananaan Pendidikan P-4), dan Tim P-7 (Tim Penasehat Presiden untuk Pelaksanaan P-4). Segala-galanya ketika itu orang menyebut Pancasila sehingga harus diakui pula banyak terjadi hal-hal yang kebablasan. Seiring dengan pergantian masa dari Orde Baru ke era reformasi, Pancasila lantas dikesampingkan. Hujatan yang dialamatkan kepada pemerintahan Orde Baru telah berimbas kepada Pancasila dengan menyebut dan menuding, Pancasila disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan, dan penafsiran Pancasila dilakukan secara sepihak. Segala cacat yang ditimpakan kepada Orde Baru dinilai karena penyalahgunaan Pancasila. Lucunya, boleh jadi ada penerapan atau pengamalan yang salah terhadap Pancasila tapi kenapa justru Pancasila yang dikebiri? Ibarat kita tidak pandai menari, lantai yang disalahkan. Pancasila kala itu kita tuding habis, termasuk menyalahkan para Bapak Bangsa yang telah mewariskan Pancasila tersebut. Pancasila kita hadapkan, pertentangkan atau bandingkan dengan agama, padahal berulangkali ditegaskan Pancasila bukanlah agama. Kini, seribu alasan boleh kita kemukakan mengapa Pancasila sempat kita pinggirkan. Lantas, ketika ada pengakuan, kesadaran bahwa nilai-nilai Pancasila memang tidak terbantahkan untuk keindonesiaan kita, mengapa kita tidak kembali mencuatkannya? Tampaknya, kinilah saatnya kita kembali menggelorakan Pancasila sebagai dasar Negara, falsafah hidup bangsa dan Negara Indonesia yang penuh kemajemukan ini. Tatkala era kebebasan, kehidupan yang penuh keterbukaan, demokrasi demikian akrab dalam kehidupan kita saat ini, upaya menggelorakan, memasyarakatkan Pancasila merupakan suatu keharusan. Ketika kita tidak lagi 31
berdebat soal kesejarahannya maka kinilah saatnya Pancasila benar-benar dapat kita jadikan sebagai salah satu identitas utama keindonesiaan kita. Salah satu karakter, jati diri Indonesia, haruslah itu Pancasila. Ketika kita mulai berpikiran sempit, sektarian, bersikap primordial, otonomi daerah yang kebablasan, ketika itu pulalah kita harus mengedepankan Pancasila. Tentu saja, cara-cara yang dilakukan tidak harus persis sama dengan masa Orde Baru. Kalau perlu, otoritas dalam upaya memasyarakatkan Pancasila itu tidak harus lembaga pemerintah tetapi mungkin lembaga independen. Prinsipnya, upaya pemasyarakatan Pancasila harus segera dilakukan. Harus ada kemauan semua pihak, segenap komponen bangsa, menghidupkan kembali Pancasila. Paling tidak, Pancasila harus benar-benar digerakkan dalam dunia pendidikan. Ketika Kementerian Pendidikan Nasional mengedepankan pendidikan karakter bangsa dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2010, harusnya dapat menjadikan Pancasila sebagai ikon karakter bangsa dan Negara Indonesia. Saatnya kini, dari TK hingga perguruan tinggi, Pancasila dipopulerkan. Bila upaya tersebut dapat dilakukan, barulah kita meyakini Pancasila dapat menjadi rujukan,
namun
jika
tidak
ada
tindakan,
gerakan
masyarakat
untuk
mensosialisasikannya, maka ajakan Presiden SBY menjadikan Pancasila sebagai rujukan, hanyalah himbauan tanpa makna, retorika tak berkesan. Mari kita nantikan, apakah Pancasila memang serius akan kembali digelorakan? Sebagai upaya membangun karakter, Pancasila memang harus banyak kita pikirkan, kita bicarakan, kita upayakan untuk diamalkan. Bila penghayatan dan pengamalannya sudah menjadi kebiasaan, melekat dalam kehidupan, barulah butir-butir atau nilai-nilai Pancasila itu menjadi bagian dari karakter keindonesiaan kita. 4.1.4 Menggali dan memetakan modalitas sosial dan budaya yang dimiliki oleh kalangan generasi muda untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan, pada para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali Modalitas sosial dan budaya yang dimiliki oleh kalangan generasi muda untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan, pada para karang taruna 32
yang ada di Kabupaten Bangli – Bali adalah wawasan kebangsaan dan sikap gotong royong. Wawasan kebangsaan adalah pandangan dari suatu bangsa terhadap negaranya untuk mencapai tujuan-tujuan awal. wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki citacita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang tidak lahir dengan sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial dan politik. Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya. Dalam hal ini Budaya bangsa adalah kebiasaan-kebiasaan atau kebudayaan-kebudayaan yang dianggap sebagai dasar untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa, wawasan kebangsaan berperan sebagai benteng dalam mempertahankan kultur bangsa di era globalisasi. Tiga unsur Wawasan Kebangsaan yaitu : Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan dan Semangat Kebangsaan. Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Rasa Kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat atau besar, manakala kita secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki bangsanya. Rasa kebangsaan adalah suatu perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kita sering membaca dan mendengar melalui media massa baik elektronik maupun cetak bahwa banyak orang menyampaikan pendapat tentang penyelesaian konflik Aceh menurut cara berpikir sendiri-sendiri, tetapi sampai sekarang belum ada yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk membantu menumpas pemberontak GAM. Sebagai Contoh: Ketika bangsa ini membebaskan Irian Jaya, Presiden Soekarno 33
menyatakan melalui siaran RRI : pada tanggal 1 Mei 1961, sebelum ayam berkokok Bendera Merah Putih sudah berkibar di Irian Barat dan Belanda sudah meninggalkan Indonesia. Saat itu juga para pemuda-pemudi bangsa Indonesia berduyun-duyun mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan dan sukarelawati untuk bersama-sama dengan Angkatan Perang mengusir Belanda, demikian juga pada saat konfrontasi dengan Malaysia. Ini semua menunjukkan bahwa pada saat itu rasa kebangsaan bangsa Indonesia cukup tinggi, yang sama sekali berbeda dengan kondisi sekarang. Paham kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa dan negara Indonesia yang diploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Pemahaman tersebut harus sama pada setiap anak bangsa meskipun berbeda dalam latar belakang pendidikan, pengalaman serta jabatan. Substansi dari paham kebangsaan adalah pengertian tentang bangsa, meliputi apa bangsa itu dan bagaimana mewujudkan masa depannya. Uraian rinci tentang paham kebangsaan Indonesia adalah sebagai berikut: Pertama, Atas "Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" pada tanggal 17 Agustus 1945, bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia lahirlah sebuah bangsa yaitu "Bangsa Indonesia", yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, etnis dan agama. Bangsa ini lahir dari buah persatuan bangsa yang solid dan kesediaan saling berkorban dalam waktu yang panjang dari para pendahulu kita. Bangsa Indonesia lahir tidak didasarkan sentimen atau semangat primordialisme agama, maupun etnis, melainkan didasarkan pada persamaan nasib untuk menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan terhormat. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintah. Dengan demikian setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada diskriminasi diantara warga masyarakat, termasuk upaya pembelaan negara. Apabila setiap warga negara konsisten dengan kesepakatan bersama yang dihasilkan oleh para pendahulu kita itu, kiranya bentrokanbentrokan antar anak bangsa tidak perlu terjadi, hanya karena perbedaan suku, agama, etnis maupun golongan. Kedua, bagaimana mewujudkan masa depan bangsa ? Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa 34
perjuangan bangsa Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia menuju suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Uraian tersebut adalah tujuan akhir bangsa Indonesia yaitu mewujudkan sebuah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan masa depan bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui program pembangunan nasional baik fisik maupun non fisik. Sasaran pembangunan yang bersifat fisik ditujukan untuik meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan yang bersifat non fisik diarahkan kepada pembangunan watak dan character bangsa yang mengarah kepada warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dengan mengedepankan sifat kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Semangat Kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Kondisi semangat Kebangsaan atau nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Berbicara Semangat Kebangsaan, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di Ambarawa, dimana Semangat kebangsaan diwujudkan dalam semboyan "Merdeka atau Mati". Semangat Kebangsaan merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya. Motivasi tersebut bagi setiap anak bangsa harus dibentuk, dipelihara dan dimantapkan sehingga setiap orang akan rela mati demi NKRI. Kita sadar betul bahwa kondisi bangsa yang pluralisme atau kebhinekaan memerlukan suatu pengelolaan yang baik, sehingga tidak menjadi ancaman bagi keutuhan dan kesatuan bangsa. Dengan Semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari Semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Kesetiakawanan sosial, mengandung makna adanya rasa satu nasib dan sepenanggungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hadirnya rasa 35
kepedulian terhadap sesama anak bangsa bagi mereka yang mengalami kesulitan akan mewujudkan suatu rasa kebersamaan sesama bangsa. Semangat rela berkorban, kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka, lepas dari penjajahan. Sudah banyak korban para Kusuma Bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Sebagai bangsa yang besar sepatutnya kita semua wajib menghormati para pahlawan pejuang kemerdekaan. Kita semua sepakat bahwa semangat rela berkorban tersebut, bukan hanya pada saat perjuangan kemerdekaan saja, tetapi sekarang juga kita masih mendambakan adanya kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dalam pembangunan. Jiwa patriotik. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, disamping memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu untuk apa mereka berkorban. Bagi setiap anak bangsa jiwa patriotik ini hendaknya sudah menjadi darah daging dalam kehidupannya. Selain Wawasan Kebangsaan perlu dipahami pula apa itu Wawasan Nasional dan Wawasan Nusantara. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Wawasan Nasional diartikan sebagai ”cara pandang suatu bangsa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam hubungan antar negara yang merupakan hasil perenungan filsafat tentang diri dan lingkungannya dengan memperhatikan sejarah dan kondisi sosial budaya serta memanfaatkan konstelasi geografis guna menciptakan dorongan dan rangsangan dalam usaha mencapai tujuan nasional”. Sementara Wawasan Nusantara adalah ”wawasan nasional bangsa indonesia yang dijiwai Pancaasila dan Undang-undang Dasar 1945, menghendaki adanya persatuan dan kesatuan wilayah, rakyat dan pemerintah dalam mencapai tujuan nasional dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Karang Taruna merupakan suatu wadah organisasi bagi para pemuda Desa. Karang Taruna yang merupakan sebuah wadah bagi generasi muda di sebuah Desa yang diharapkan menjadi tulang punggung bangsa dan negara, khususnya di Desa harus mampu memberikan suatu jaminan tentang kehidupan sejahtera dalam masyarakat. Sebagai Lembaga/Organisasi yang bergerak di 36
bidang sosial Karang Taruna (pemuda) tidak sebagi objek pembangunan melainkan harus dapat menjadi subjek pembangunan. Pemuda sebagai salah satu unsur dari suatu masyarakat, dimana setiap aktivitasnya diharapkan mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Sebagai agen perubahan dalam masyarakat, pemuda sedapat mungkin berperan aktif dan kreatif dalam kehidupan sosial masyarakat, hal ini diharapkan dapat memberikan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik bagi kehidupan sosial dalam masyarakat. Sesuai dengan kedudukannnya dalam masyarakat sebagai agen perubahan dan ujung tombak dari kemajuan Desanya, pemuda selalu memberikannya peranan secara maksimal dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nasution berikut ini : Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. Peranan mencakup kewajiban dan hak yang bertalian dengan kedudukan” (Nasution, 2004:73). Peranan merupakan perilaku yang diharapkan dari seseorang atau kelompok yang mempunyai status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti dia menjalankan suatu peranan. Di dalam masyarakat kita seolah-olah telah ditentukan peranan-peranan sosial yang mesti dimainkan oleh seorang yang menduduki sebuah status dan dapat diharapkan tingkah laku individu-individu di dalam mengikuti pola yang dibenarkan sesuai dengan peranan. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan pemuda Desa Kerjo Kidul dalam masyarakat hubungannya dengan kegiatan gotong royong masyarakat yang kita temui dilapangan antara lain sebagai berikut kegiatan nyinom, siskampling, kerja bakti, gotong royong bersama masyarakat bersih-bersih Desa, kerja bakti pembangunan Desa, menjenguk orang sakit dan lain-lain. kedudukan yang penting dalam masyarakat
sehingga
peranannya
selalu
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusinya dalam kehidupan sosial masyarakat. Peranan yang dilakukakn pemuda dalam masyarakat dibawah organisasi Karang Taruna, diharapkan dapat mewujudkan membawa maju desanya dan menciptakan kehidupan yang aman, damai, sejahtera, bahagia, harmonis dan dinamis dalam masyarakat.
37
4.1.5 Memformulasikan draft model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma sosial terbaik menuju terwujudnya civic community dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali 4.1.5.1 Rasional Model Pewarisan nilai Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kuperman, via Mulyana, 2004). Seperti sosiolog pada umumnya, Kuperman memandang norma sebagai salah satu bagian terpenting dari kehidupan sosial sebab dengan penegakan norma seseorang dapat merasa tenang dan terbebas dari segala tuduhan masyarakat yang akan merugikan dirinya. Nilai merupakan keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya (Allport, via Mulyana, 2004). Menurut Gordon Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologi yang disebut keyakinan. Keyakinan ditempatkan sebagai wilayah psikologi yang lebih tinggi dari wilayah lainnya seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Kluckhohn (Brameled, via Mulyana, 2004), mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat yang sifatnya membedakan ciri-ciri individu atau kelompok) dari apa yang diinginkan yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Pengertian tersebut merupakan kesimpulan dari beberapa pengertian nila diatas, dimaksudkan sebagai takaran manusia sebagai pribadi yang utuh atau nilai yang berkaitan dengan konsep benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat tertentu. Nilai kemanusiaan adalah nilai mengenai harkat dan martabat manusia. Manusia merupakan makhluk yang tertinggi di antara makhluk ciptaan Tuhan sehingga nilai-nilai kemanusiaan tersebut mencerminkan kedudukan manusia sebagai makhluk tertinggi di antara maklukmakhluk lainnya. Seseorang mempunyai nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi menghendaki masyarakat memiliki sikap dan perilaku sebagai layaknya manusia. Sebaliknya dia tidak menyukai sikap dan perilaku yang sifatnya merendahkan manusia lain. Nilai budaya merupakan nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat. Koentjoroningrat (1984: 8-25) mengemukakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat. Nilai budaya merupakan lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Jadi, nilai budaya adalah suatu 38
yang dianggap sangat berpengaruh dan dijadikan pegangan bagi suatu masyarakat dalam menentukan seseorang berperikemanusiaan atau tidaknya. Selanjutnya Koentjoroningrat (1984: 3) mengemukakan suatu sistem nilainilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia yang tingkatnya lebih kongkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan nilai budaya tersebut. Koentjoroningrat
(1984: 4) mengungkapkan bahwa nilai budaya
dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan, yakni: (1) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam hubungan manusia dan masyarakat, (4) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesama, (5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam kenyataan bahwa manusia tidak hidup di dalam alam hampa. Manusia hidup sebagai manusia yang bermasyarakat, tidak mungkin tanpa kerja sama dengan orang lain. Secara lahiriah dan batiniah maka manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna disbanding dengan makhluk lain, karena pada manusia selain kehidupan ia juga mempunyai kemampuan untuk berfikir dan berkarya. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia, yang di antara para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian, dan akhirnya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Hal tersebut dilakukan oleh para anggota masyarakat dalam suatu golongan karena manusia tidak bias hidup sendiri. Dalam masyarakat lama terbentuk segolongan masyarakat dengan cara mengikat atau interatif. Dalam masyarakat seperti ini manusia tunduk kepada aturan-aturan dan adat kebiasaan golongan tempat mereka hidup. Hal ini dilakukan karena mereka menginginkan kehidupan yang stabil, kokoh, dan harmonis. Jika hal itu tercapai, manusia dalam masyarakat tersebut tidak terlihat peranannya, yang lebih jelas tampak ke luar justru kebersamaannya. Segala macam masalah menjadi masalah bersama dan harus diselesaikan bersama.
39
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilainilai yang berhubungan dengan kepentinggan para anggota masyarakat, bukan nilai yang dianggappenting dalam satu anggota masyarakat sebagai individu, sebagai pribadi. Individu atau perseorangan berusaha mematuhi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat karena dia berusaha untuk mengelompokkan diri dengan anggota masyarakat yang ada, yang sangat mementingkan kepentingan bersama bukan kepentingan diri sendiri. 4.1.5.2 Tujuan Pengembangan model: 1) Mengidentifikasi dan memetakan “nilai dasar kebangsaan” yang saat ini dimiliki oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 2) Menggali dan memformulasikan “nilai-nilai kebangsaan” yang ingin dipahami dan diwarisi oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 3) Menggali dan memetakan pandangan masyarakat (tokoh agama, tooh politik, tokoh adat, dan masyarakat umum) terhadap pemahaman nilainilai kebangsaan oleh generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 4) Menggali dan memetakan modalitas sosial dan budaya yang dimiliki oleh kalangan generasi muda untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan, pada para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 5) Memformulasikan draft model pewarisan nilai-nilai kebangsaan berbasis paradigma
sosial terbalik
menuju terwujudnya
civic
community
dikalangan para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali. 4.1.5.3 Sasaran Model Program 1. Masyarakat di pedesaan 2. Karang Taruna yang ada di Kabupaten Bangli- Bali 4.1.5.3 Fihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Model 1. Desa Adat 2. Lembaga karang taruna 3. Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa 4. Tokoh masyarakat desa adat 5. Universitas Pendidikan Ganesha 40
4.1.5.4 Tugas Pokok dan Fungsi Desa Adat 1. Membina dan mengidentifikasi masyarakat miskin perkotaan wilayahnya 2. Mengawasi pelaksanaan program 3. Membangun komunikasi antar warga secara berkelanjutan 4. Menyediakan lokasi pembinaan dan pelatihan keterampilan 5. Memberikan hukuman atau sanksi adat kepada warga pelanggar
di
Lembaga Karang Taruna 1. Melaksanakan program pembinaan dan pendampingan 2. Mengidentifikasi masyarakat miskin perkotaan di wilayahnya 3. Mengawasi pelaksanaan program/kegiatan 4. Menggali dana dari warga masyarakat bagi terlaksananya program 5. Mendampingi SKPD dalam pembinaan kepada warga binaan Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa 1. Mengembangkan program pelatihan, pendampingan, dan pembinaan 2. Mengkoordinasikan kegiatan dengan Bappeda 3. Melakukan evaluasi kegiatan/program 4. Memberdayakan masyarakat yang telah menjalani pelatihan dan pembinaan Tokoh masyarakat desa adat 1. Melakukan pembinaan kepada warda desa adat 2. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program 3. Mendampingi pelaksanaan program 4. Mengkoordinasikan kegiatan dengan lembaga pemerintah dan desa adat Universitas Pendidikan Ganesha (Pusat Penelitian Pemberdayaan Masyarakat) 1. Membantu penyusunan program kegiatan 2. Melakukan pelatihan 3. Melakukan pendampingan 4. Melakukan pembinaan warga 5. Mengevaluasi kegiatan/program 6. Meembantu penggalian dana partisipasi 7. Mengkoordinasikan kegiatan dengan lembaga terkait 8. Memformulasikan model dan instrumen evaluasi program
41
4.1.5.5 Strategi dan Sasaran Program NO 1
STRATEGI Mendeskripsikan kedudukan nilai, norma, dan moral dalam masyarakat
ARAH KEBIJAKAN a.
Mengaplikasikan kedudukan nilai dalam kehidupan sehari- hari
b. Mengaplikasikan kedudukan norma dalam kehidupan sehari- hari c. Mengaplikasikan kedudukan moral dalam kehidupan sehari- hari 2
Menentukan nilai-nilai Pancasila dalam sosio-budaya Bangsa Indonesia
a.
Menentukan Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari- hari
b. Menentukan Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kehidupan seharihari c. Menentukan persatuaan Indonesia dalam kehidupan sehari- hari d.
e
3
pewarisan nilai-nilai Pancasila
a.
Menentukan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dalam kehidupan sehari- hari Menentukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia perwakilan dalam kehidupan sehari- hari Mengaplikasikan Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari- hari
b. Mengaplikasikan Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kehidupan sehari- hari c. Mengaplikasikan persatuaan Indonesia dalam kehidupan sehari- hari d.
e.
Mengaplikasikan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dalam kehidupan sehari- hari Mengaplikasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia perwakilan dalam kehidupan sehari- hari
42
4.1.5.6 Program Kegiatan yang Telah Dihasilkan dan Dilaksanakan Program/Kegiatan
Lokasi
Sasaran
1.
Kegiatan Gotong Royong dalam karang taruna
2 Desa/Kelurahan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan petugas tentang Jamkesmas
2.
Pengimplementasian nilai- nilai kebangsaan
Kota/Kabupaten
SKPD terkait di lingkungan Kota/ Kabupaten
4.1.5.7 Mekanisme Pelaksanaan Model
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Generasi muda seringkali dihadapkan pada penyatuan sikap dan perilakunya dalam jargon yang bernama “Nasionalisme”. Nasionalisme sebagai ideologi
dapat
dilihat
sebagai
sebuah
kesadaran
nasional.
Menurut Frans Magnis Suseno, ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang 43
eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana generasi muda memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Istilah ideologi adalah istilah yang seringkali dipergunakan terutama dalam ilmu-ilmu sosial, akan tetapi juga istilah yang sangat tidak jelas. Banyak para ahli yang melihat ketidakjelasan ini berawal dari rumitnya konsep ideologi itu sendiri. Ideologi dalam pengertian yang paling umum dan paling dangkal biasanya diartikan sebagai istilah mengenai sistem nilai, ide, moralitas, interpretasi dunia dan lainnya. Menurut Antonio Gramsci, ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya. Secara sederhana, Franz Magnis Suseno mengemukakan tiga kategorisasi ideologi. Pertama, ideologi dalam arti penuh atau disebut juga ideologi tertutup. Ideologi dalam arti penuh berisi teori tentang hakekat realitas seluruhnya, yaitu merupakan sebuah teori metafisika. Kemudian selanjutnya berisi teori tentang makna sejarah yang memuat tujuan dan norma-norma politik sosial tentang bagaimana suatu masyarakat harus di tata. Ideologi dalam arti penuh melegitimasi monopoli elit penguasa di atas masyarakat, isinya tidak boleh dipertanyakan lagi, bersifat dogmatis dan apriori dalam arti ideologi itu tidak dapat dikembangkan berdasarkan pengalaman. Salah satu ciri khas ideologi semacam ini adalah klaim atas kebenaran yang tidak boleh diragukan dengan hak menuntut adanya ketaatan mutlak tanpa reserve. Dalam kaitan ini Franz Magnis-Suseno mencontohkan ideologi Marxisme-Leninisme. Kedua, ideologi dalam arti terbuka. Artinya ideologi yang menyuguhkan kerangka orientasi dasar, sedangkan dalam operasional keseharianya akan selalu berkembang disesuaikan dengan norma, prinsip moral dan cita-cita masyarakat. Operasionalisasi dalam praktek kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan 44
secara apriori melainkan harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk citacita bersama. Dengan demikian, ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ketiga, Ideologi dalam arti implisit atau tersirat. Ideologi semacam ini ditemukan dalam keyakinan-keyakinan masyarakat tradisional tentang hakekat realitas dan bagaimana manusia harus hidup didalamnya. Meskipun keyakinan itu hanya implisit saja, tidak dirumuskan dan tidak diajarkan namun cita-cita dan keyakinan itu sering berdimensi ideologis, karena mendukung tatanan sosial yang ada dan melegitimasi struktur non demokratis tertentu seperti kekuasaan suatu kelas sosial terhadap kelas sosial yang lain. Dari beberapa fungsi tersebut, terlihat bahwa pengaruh ideologi terhadap sikap dan nasionalisme generasi muda sangat berkaitan erat. Memahami format sosial politik suatu generasi muda akan sulit dilakukan tanpa lebih dahulu memahami ideologi yang ada dalam generasi muda tersebut. Dari sinilah terlihat betapa ideologi merupakan perangkat mendasar dan merupakan salah satu unsur yang akan mewarnai aktivitas sosial dan politik setiap generasi muda. Tanda pertama pertumbuhan nasionalisme sebagai sebuah ideologi sudah bisa dijejaki pada era Renaissance (tepat ketika terjadi pembakaran reformator agama Jan Hus di Konsili Konstanz, terjadi pula perang Hussit di Bohemia dan Moravia yang menajamkan kesadaran nasional orang Ceko; reformasi Martin Luther dan nada anti-Roma serta terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Jerman telah menumbuhkan kesadaran orang-orang Jerman sebagai orang Jerman). Nasionalisme dalam arti yang sesungguhnya telah ada sejak pasca revolusi Perancis. Dalam paham Jean Jacques Rousseau tentang kedaulatan rakyat, dia mengetengahkan paham tentang ”bangsa”. Pada era romantik (1700 – 1800an) konsep kebangsaan dilihat sebagai sumber masyarakat, (Adams, 2004). Sejak abad ke-19, nasionalisme telah menjadi motivasi dan sikap politik bangsa di Eropa. Pada awal abad 20, paham nasionalisme berpuncak pada Perang Dunia I dengan mewujudkan peta geo-politik Eropa sampai sekarang, aliansi Jerman-Italia, pembebasan Yunani-Bulgaria-Serbia dari Turki serta kemerdekaan di beberapa negara bagian Slavia dari imperialisme Austria, Turki, Rusia dan Jerman. Pada permulaan abad ke 20, gelombang nasionalisme terasa di wilayah 45
dunia ketiga. Nasionalisme menjadi senjata moral ampuh untuk melegitimasi perjuangan kemerdekaan. Secara umum, peran nyata para generasi muda terdiri dari 5 gelombang nasionalisme di Indonesia, yang berulang hampir 20 tahun sekali yang dapat kita lihat dari perjalanan sejarah nasional; sejak kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, kemerdekaan 1945, bangkitnya orde baru 1966, dan bangkitnya orde reformasi 1998. Generasi muda atau pemuda adalah penentu perjalanan bangsa di masa berikutnya. Generasi muda mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya. Generasi muda adalah motor penggerak utama perubahan. Generasi muda diakui perannya sebagai kekuatan pendobrak kebekuan dan kejumudan masyarakat. Nasionalisme merupakan sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa dan negaranya. Namun, secara empiris, nasionalisme tidak sesederhana definisi itu. Nasionalisme tidak seperti bangunan statis, tetapi selalu dialektis dan interpretatif, sebab nasionalisme bukan pembawaan manusia sejak lahir, melainkan sebagai hasil peradaban manusia dalam menjawab tantangan hidupnya. Terbukti dalam sejarah Indonesia, kebangkitan rasa nasionalisme didaur ulang kembali oleh para generasi muda, karena mereka merasa ada yang menyimpang dari perjalanan nasionalisme bangsanya. Sejumlah pakar menilai prinsip nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia umumnya telah mengalami degradasi lantaran terus menerus tergerus oleh nilai-nilai dari luar. Jika kondisi dilematis itu tetap dibiarkan, bukan tidak mustahil degradasi nasionalisme akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Degradasi nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia muncul karena kegagalan dalam merevitalisasi dan mendefinisikan pemahaman nasionalisme. Generasi muda Indonesia umumnya belum sadar akan ancaman arus global yang terus menerus menggerogoti identitas bangsa. Degradasi nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia kondisinya semakin parah karena belum adanya pembaharuan atas pemahaman dan prinsip nasionalisme dalam diri generasi muda. Kegagalan meredefinisi nilai-nilai 46
nasionalisme telah menyebabkan hingga kini belum lahir sosok generasi muda Indonesia yang dapat menjadi teladan. Akibatnya peran orang tua masih sangat mendominasi segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Runtuhnya nasionalisme tidak terlepas dari ekspansi tanpa henti dari pengaruh globalisasi. Saat ini, generasi muda Indonesia seperti kehilangan akar yang kuat sebagai bagian daru elemen bangsa. “Westernisasi terus menggerus nasionalisme, generasi muda lebih menikmati hiburan-hiburan berbudaya barat seperti clubbing sebagai salah satu budaya hedonis daripada berdiskusi mengenai nasionalisme. Perilaku kebarat-baratan itu sudah semakin parah menjangkiti generasi muda, terutama di kota-kota besar. Tergerusnya akar tradisi sebagai bangsa Indonesia akibat ekspansi globalisasi bisa menjadi ancaman besar bagi eksistensi NKRI. Sebelum membahas nasionalisme generasi muda kontemporer, perlu dipaparkan terlebih dahulu peran generasi muda nasionalis dalam perubahanperubahan besar yang terjadi pada Bangsa Indonesia. Pertama, Generasi muda Dalam
Nasionalisme
Gelombang
Pertama:
Kebangkitan Nasional 1908
Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia diawali oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolah anak para priyayi Jawa, di sekolah yang disediakan Belanda di Djakarta. Para mahasiswa kedokteran di Stovia, merasa muak dengan para penjajah, –walaupun mereka sekolah di sekolah penjajah— dengan membuat organisasi yang memberi pelayanan kesehatan kepada rakyat yang menderita. Kedua, Generasi muda Dalam Nasionalisme Gelombang Kedua: Sumpah Pemuda 1928 Setetah Perang Dunia I, filsafat nasionalisme abad pertengahan, mulai merambat ke negara-negara jajahan melalui para mahasiswa negara jajahan yang belajar ke negara penjajah. Filsafat nasionalisme itu banyak mempengaruhi kalangan terpelajar Indonesia, misalnya, Soepomo ketika merumuskan konsep negara integralistik banyak menyerap pemikiran Hegel. Bahkan, Soepomo terangterangan mengutip beberapa pemikiran Hegel tentang prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan persatuan dalam negara seluruhnya. Dalam perkembangannya kemudian banyak diciptakan lagu-lagu kebangsaan yang sarat dengan muatan semangat nasionalisme seperti Indonesia Raya, Dari Sabang 47
Sampai Merauke, Padamu Negeri, dan sebagainya. Selain Soepomo, Hatta, Sutan Syahrir pun sudah aktif berdiskusi tentang masa depan negaranya, ketika mereka masih belajar di benua Eropa, atas beasiswa politic-etis balas budi-nya penjajah Belanda. Mereka inilah di masa pra & pascakemerdekaan yang nantinya banyak aktif berkiprah menentukan arah biduk kapal Indonesia. Di dalam negeri, Soekarno sejak remaja, masa mahasiswa, bahkan setelah lulus kuliah, terus aktif menyuarakan tuntutan kemerdekaan bagi negerinya, lewat organisasi-organisasi yang tumbuh di awal abad 20. Kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam 1 negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh para generasi muda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan sebagainya, kemudian diwujudkan secara nyata dengan menggelorakan Sumpah Pemoeda di tahun 1928. Ketiga, Generasi muda Dalam Nasionalisme Gelombang Ketiga: Kemerdekaan 1945 Pada nasionalisme gelombang ketiga ini, peran nyata para generasi muda yang menyandra Soekarno-Hatta ke Rengas-Dengklok agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dapat kita baca dari buku-buku sejarah. Keempat, Generasi muda Dalam Nasionalisme Gelombang Keempat: Lahirnya Orde Baru 1966. Pada tahun 1966 terjadi pemberontakan G30S/PKI, mahasiswa dan organisasi kepemudaan serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966 memiliki pengaruh yang besar dalam menjatuhkan rezim Orde Lama dimana Soeharto dan para tentara tidak mungkin bisa ‘merebut’ kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno. Namun pada akhir tahun 1970-an para generasi muda khsususnya mahasiswa dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus. Sebaliknya para tentara diguritakan ke dalam tatatan masyarakat sipil lewat dwifungsi ABRI. Kelima, Generasi muda Dalam Nasionalisme Gelombang Kelima: Lahirnya Orde Reformasi 1998 Rezim Orba yang berkuasa selama 32 tahun berakhir kekuasaanya akibat krisis ekonomi tahun 1997, yang kemudian ditindaklanjuti oleh gerakan mahasiswa dalam meruntuhkan kekuasaan otoriter Orba. Gelombang krisisi ekonomi yang melanda Asia Tenggara, dimanfaatkan dengan baik oleh para mahasiswa dan generasi muda, yang sudah termarjinalkan 48
oleh dwi fungsi ABRI. Para generasi muda dan utamanya adalah mahasiswa berhasil menjatuhkan Soeharto dari kursinya. Pada orde reformasi sekarang ini, para generasi muda dan mahasiwa perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam membangkitkan kembali nasionalisme gelombang berikutnya! Nasionalisme yang perlu diwujudkan di gelombang berikutnya adalah bukan nasionalisme di gelombang-gelombang sebelumnya. Kita harus memilih nasionalisme yang humanis dan dapat menjadi rekan sejawat demokrasi. Tentu saja dalam konteks ini gagasan nasionalisme gelombang berikutnya ini tidak dapat dibebankan pada pundak pejabat negara, perwira militer, atau kalangan intelektual saja, tetapi juga perlu mendengar dan merekam suara masyarakat akar rumput yang selama ini tidak tersuarakan. Melihat persoalan tersebut, perlu adanya redefinisi atas pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia. Tantangan generasi muda saat ini berbeda dengan era tahun pada gelombanggelombang momentum kepemudaaan sebelumnya. Jika dulu nasionalisme generasi muda diarahkan untuk melawan penjajahan, kini nasionalisme diposisikan secara proporsional dalam menyikapi kepentingan pasar yang diusung kepentingan global, dan nasionalisme yang diusung untuk kepentingan negara. Generasi muda dituntut mencermati kondisi kekinian, kita tidak boleh antipati dengan pasar. Namun generasi muda dituntut tetap nasionalis demi kepentingan bangsa. Nasionalisme kebangsaan tidak terlepas dari situasi global. Generasi muda Indonesia harus mencermati secara kritis realitas kepentingan global terhadap Indonesia. Disamping itu, pemerintah pusat dapat mempercepat distribusi pembangunan di semua daerah agar tidak tumbuh semangat etnonasionalisme dalam diri generasi muda. Degradasi nasionalisme dapat dijawab melalui strategi kebudayaan dari pelbagai etnis dan suku sebagai landasan dalam melakukan modernisasi ala Indonesia. Generasi muda di semua daerah dituntut agar tidak mengedepankan kepentingan yang bersifat kedaerahan dengan begitu kesejahteraan dapat diciptakan secara bersama-sama. Hal tersebut meruapakan adalah tugas dan tanggung jawab generasi muda saat ini yaitu penciptaan kesejahteraan dan keadilan yang diperjuangkan secara bersama-sama. 49
Nilai-nilai dasar kebangsaan bersumber dari nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa itu. Nilai-nilai dasar kebangsaan mengalir dari sumbernya mengarungi bukit, lereng, jurang dan lembah menjadi aliran semangat kebangsaan yang dahsyat, yang mampu menembus dan menggerus bebatuan yang menghalangi cita-cita kebangsaan yang hendak diraih oleh bangsa Indonesia. Semangat kebangsaan adalah penggerak nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa dan menjadi ruh bangsa Indonesia. Nilai dasar kebangsaan itu statik, sedangkan nilai yang bergerak terus yang menjadi pendorong semangat kebangsaan adalah nilai instrumental atau nilai praksis yang senantiasa dapat disesuaikan dengan konteks dan situasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia setiap saat. Oleh sebab itu semangat kebangsaan inilah yang senantiasa harus terus menerus digugah, didorong dan dibangkitkan, agar terus menerus bergejolak di dalam hati setiap bangsa Indonesia. Nilai kebangsaan yang secara umum terdapat pula dalam nilai-nilai budaya masyarakat suku bangsa yang terdapat di Indonesia tersebut, dijadikan tali pengikat atau simpai yang menjalin persatuan berbagai suku bangsa tersebut menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia. Namun usaha menjalin persatuan bangsa Indonesia waktu itu masih dalam proses, karena nilai-nilai kebangsaan yang membingkai persatuan menjadi satu bangsa masih dalam proses penanaman atau inplantasi melalui pendidikan. Upaya penanaman tersebut ternyata memerlukan waktu satu generasi. Setelah satu generasi, generasi berikutnya inilah yang mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dalam bentuk wujud nyata bangsa Indonesia. Walaupun bangsa Indonesia yang diikrarkan itu masih dalam kekuasaan penjajahan bangsa asing atau bangsa lain, namun kesepakatan menjadi bangsa Indonesia tidak dapat dibatasi atau dihambat oleh penjajahan bangsa lain. Bangsa Indonesia secara nyata (de facto) telah ada sejak 28 Oktober 1928. Dalam upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan atau membangun bangsa (nation building) perlu adanya institusi yang melaksanakan, memantau dan mengevaluasi usahausaha pembangunan bangsa Indonesia secara terus-menerus dan berlanjut. Pembangunan bangsa Indonesia tidak ada hentinya dan tidak ada akhirnya selama bangsa Indonesia ini masih eksis dan masih dikehendaki eksistensinya.
50
Nilai-nilai kebangsaan dalam
hal
ini
juga
menjadi etika
bagi
penyelenggara negara. Sedangkan sebagai ideologi nasional nilai-nilai kebangsaan melandasi pandangan (cara pandang) atau falsafah hidup bangsa Indonesia. Nilainilai kebangsaan tersebut mewujud dalam realita kehidpan bangsa Indonesia yang majemuk
(pluralistik)
yang
menjadi
kesepakatan
dalam
membangun
kebersamaan. Sebagai jati diri bangsa, nilai-nilai kebangsaan tersebut berwujud menjadi sikap dan peri laku yang nampak pada atau ditunjukkan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi nilainilai kebangsaan yang secara dinamik mewujud dalam semangat kebangsaan adalah penggerak perjuangan bangsa Indonesia menuju arah cita-cita yang telah disepakati bersama. Empat pilar kebangsaan, tema yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat dalam berbagai diskusi, semakin mendominasi seiring derasnya gelombang modernisasi yang mereduksi semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam fantasi labirin demokrasi yang masih banyak konflik vertikal maupun horizontal dalam masyarakat. Empat pilar kebangsaan, artinya ada empat tiang penguat/penyangga yang sama sama kuat, untuk menjaga keutuhan berkehidup kebangsaan Indonesia. Artinya empat pilar kebangsaan adalah empat penyangga yang menjadi panutan dalam keutuhan bangsa indonesia yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Empat pilar kebangsaan yang dikampanyekan untuk menumbuhkan kembali kesadaran cinta tanah air untuk seluruh rakyat Indonesia. Dalam perjalanannya empat pilar kebangsaan yang merupakan mantra ajaib dalam membina persatuan belum di jelaskan bagaimana sampai ia menjadi begitu ampuh sebagai jurus tanpa data fakta sejarah dan perjalanannya. Memaknai 4 alinea dalam Preambule UUD’45, ini merupakan rangkuman sejarah Bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda 1928, hingga dibentuknya NKRI melalui pengesahan konstitusi UUD’45 pada 18 Agustus 1945. Alinea pertama mengutarakan tentang sikap Bangsa Indonesia yang tidak mau dijajah dan tidak akan pernah menjajah dalam bentuk apapun, kemerdekaan ialah hak segala bangsa, hal ini menjelaskan bahwa setiap Bangsa memiliki harkat dan martabat hidup yang setara. Tersirat alinea pertama menceritakan komitmen “Bhineka 51
Tunggal Ika”. Komitmen untuk bersatu menjadi sebuah cita-cita untuk Mengangkat Harkat dan martabat agar sejajar dengan bangsa lain di dunia. Alinea kedua menceritakan proses perjuangan dan pergerakan telah sampai pada saat yang berbahagia hingga mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. secara tersirat menceritakan peristiwa 1 juni 1945 dimana Bangsa Indonesia Menetapkan Pancasila sebagai Dasar Indonesia. Alinea ketiga, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, untuk
mengangkat
harkat
dan
martabat
Indonesia
pun
menyatakan
kemerdekaan.Ini sangat jelas menceritakan peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Alinea keempat menceritakan peristiwa setelah Bangsa Indonesia merdeka yaitu didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkedaulatan rakyat berdasarkan pancasila. Rumusan tersebut membentuk kerangka filosofis NKRI yaitu ; Sumpah Pemuda sebagai komitmen Bhineka Tunggal Ika, Pancasila Dasar Indonesia Merdeka, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan UUD’45. Ke-4 Pilar ini merupakan kandungan dari 4 peristiwa yang bersifat kausalitas. Dalam pewarisan nilai-nilai perjuangan ini menjadi pedoman nasional kepada pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang tangguh. Terwujudnya semangat pengabdian yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa yang lebih maju. Disadari ini memerlukan biaya. Program ini merupakan investasi bagi masa depan bangsa. Permasalahannya tinggal tekad untuk melaksanakannya demi masa depan dan negara kita. Karang taruna dalam kontruksi wadah kebhinekaan. Karang taruna Indonesia adalah salah satu wadah bagi generasi muda Indonesia yang telah didirikan di Jakarta tepatnya pada taggal 26 Septeber 1960. Karang Taruna secara umum di Indonesia adalah wadah pengembangan generasi muda dan putusan yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab social dari, oleh, dan untuk masyarakat, khususnya generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas social sederajat sampai tingkat nasional, bergerak terutama di bidang kesejahteraan social (Kesos)”. Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa Karang Taruna adalah organisasi pemuda atau remaja Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah NKRI. Sehingga karang taruna boleh diaktakan sebagai 52
organisasi modern dan bukan organisai konvensional yang mengangkat pengurus dari kalangan keluarga, keturunan dan kerabat (Impalinkar, 2007). Karang taruna terkatagori kedalam organisasi modern. Organisai modern disebut juga sebagai organisai rasional dan legal, adalah organisasi yang dalam kegiatannya terdapat pemisahan yang tegas antara urusan pribadi dengan urusan organisasi” (Sukamti, 2011). Dengan diterapkannya model organisai modern ini maka karang taruna melakukan pergantian kepemimpinan secara berkala setiap lima tahun sekali yang dipilih oleh anggota dan bukan berdasarkan kepengurusan. Jadi wadah karang taruna merupakan arena untuk pembelajaran dan mempraktikkan teori-teori demokrasi dikalangan remaja dan pemuda yang dimulai pada tingkat desa/kelurahan sampai tingkat nasional. Menurut Permendagri (2004), dalam menjalankan fungsi, visi, dan misinya, karang taruna tidak lapas dari pijakan tujuan organisasi karang taruna, adapun tujuan karang taruna terdapat dalam pasal 6 Anggaran Dasar, sebagaimana berikut:
Mewadahi setiap remaja dan pemuda yang peduli dalam penanganan permasalahan social, serta meningkatkan pengalaman kerjasama antara sesama generasi muda dalam rangaka mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan social bagi generasi muda dan menyiapkan kader yang beriman, bermoral, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab untuk siap mengabdi kepada masyarakat dan menjadi calon-calon pimpinan di masa mendatang.
Memberi arah, bimbingan, pendampingan, dan advokasi kepada generasi muda penyandang masalah social dalam rangka penghargaan usaha-usaha kesejahteraan sosial.
Menumbuhkan potensi keberagaman bakat, keterampilan, kewirausahaan dan pengetahuan hingga pwenyelesaian masalah yang signifikan untuk mendukung upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka implementasi otonomi daerah dan peningkatan ekonomi kerakyatan.
Mendorong setiap warganya dan warga masyarakat pada umumnya untuk mampu menjalin toleransi dalam kehidupan kemasyarakatan dan menjadi perekat persatuan dalam perbedaan dan keberagaman yang tinggi. 53
Membina kejasama strategis dan saling menguntungkan dengan kalangan pemerintah, sector swasta, organisasi social, lembaga swadya masyarakat, para praktisi pengembangan masyarakat, cendikiawan, dan mitra kepemudaan lainnya, guna kemajuan dalam kemandirian dan independensi organisasinya dan cita-cita kesejahteraan masyrakat yang menjadi tujuan geraknya.
Dilihat dari tujuan karang taruna sebagaimana tertuang dalam pasal 6 Permendagri di atas menunjukkan bahwa karang taruna mempunyai posisi strategis dalam pembangunan bangsa, dimana melalui wadah karang taruna para remaja/
pemuda
ditempa
dan
disiapkan
dengan
berbgai
kemapuan,
mengembangakan bakat minat, guna mencapai kesejahteraan hidup masa depan para remaja atau generasi muda sebagai generasi pengganti dalam meneruskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu sangat wajar apabila kegiatan masing-masing karang taruna tiap daerah bias persis sama namun kadang berbeda. Konsep yang sama dan buku adalah mengenai pembinaan beroganisai dan pengembangan wawasan kebangsaan dan bela Negara, sedangkan pengembangan bakat dan minat harus disesuikan dengan bakat dan minat anggota, mana yang dominant dan mana yang bias dijalankan dengan efektif yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan sebagainya.
54
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan temuan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat sisimpulkan bahwa: Pertama, nilai dasar kebangsaan yang saat ini dimiliki oleh kalangan generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali adalah: hidup rukun dalam perbedaan, tertib, menghargai orang lain, menaati peraturan, gotong royong, kepemimpinan, cinta lingkungan sekitar, musyawarah, kejujuran, kedisiplinan dan senang bekerja, mentaati aturan dimasyarakat, pentingnya harga diri, bangga sebagai bangsa indonesia, menaati peraturan perundang-
undangan,
Menghargai
dan
menaati
keputusan
bersama,
berorganisasi, menghargai dan menaati keputusan bersama. Kedua, nilai- nilai kebangsaan yang ingin dipahami dan diwarisi oleh kalangan generasi muda yaitu: 1) Percaya kepada TYME, 2) Percaya diri, 3) Toleransi, 4) Kerja sama atau gotong royong, 5) Rasa Empati, 6) Kejujuran, 7) Nasionalisme, 8) Keteguhan hati, 9) Kepemimpinan, 11)Tanggung jawab, 12) Keberanian mengambil resiko, 13) Rendah hati, 14) Kesetiaan, 15) Kemandirian, dan 16) Keadilan. Ketiga, Pandangan masyarakat (tokoh agama, tooh politik, tokoh adat, dan masyarakat umum) terhadap pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh generasi muda, yaitu para karang taruna yang ada di Kabupaten Bangli – Bali adalah masih rendahnya kesadaran karakter bangsa yang dimiliki generasi muda. karakter bangsa, sesungguhnya adalah segala sesuatu terkait dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan kebangsaan, dalam hal ini keindonesiaan kita. Rendahnya karakter kebangsaan generasi muda ditemukan pada Pancasila, saat ini nyaris hanyalah sebagai kosa kata, istilah yang tidak lebih seperti ketika kita membincangkan Hari Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, dan sebagainya. Dia diingat ketika hari lahirnya, sedangkan nilai-nilainya seperti
55
asing dalam kehidupan kita. Malahan, hari lahir Pancasila sajapun diperingati secara terbatas.
5.2 Saran Pertama, Generasi muda sebagai pewaris nilai- nilai kebangsaan hendaknya mampu mengaplikasikan nilai- nilai kehidupan yang tertuang dalam butir- butir pancasila. Kedua, Pewarisan dalam arti penerusan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Indonesia, dari generasi ke generasi, harus dilakukan dengan sadar dan bertanggung jawab, demi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila harus kita hayati sungguh-sungguh dan kita amalkan dalam kehidupan sebagai bangsa, jika kita tidak ingin tenggelam dalam arus dunia yang makin menggelora dengan pesatnya perkembangan teknologi. Ketiga, Kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia di tengahtengah ideologi yang dianut oleh negara lain, mengharuskan kita untuk mengupayakan secara berencana pelestarian nilai-nilai Pancasila, agar generasi yang akan datang tetap dapat menghayati dan mengamalkannya dan agar intisari nilai-nilai yang luhur itu tetap menjadi pedoman bangsa Indonesia sepanjang masa. Kempat, Pewarisan nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945 berhubungan erat dengan adanya peralihan generasi. Nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945 memberikan landasan serta arah kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu tidak boleh dirubah dan harus dijaga kemurniannya. Kelima, Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam usaha pelestarian nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945 adalah faktor manusianya sendiri yaitu semangat dan tekad para pemimpin dan penyelenggara pemerintahan serta seluruh rakyat Indonesia.
56
DAFTAR PUSTAKA Adam, Cindy. (2007). Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Edisi Revisi 2007). Jakarta: Yayasan Bung Karno dan Penerbit Media Pressindo. Al Buchori, Sayid. (2012). Menakar Kedalaman dan Keutuhan Nilai Nasionalisme dikalangan Generasi Muda: Studi Kasus pada Karang Taruna di Kecamatan Rancaekek Bandung. Jurnal Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Volume 1 Tahun 2012, halaman 7274. Borg and Gall. (1989). Educational Research, New York :Pinancing. Washington: The Word Bank. Depsos RI, (2004). Kebijakan Dasar Pembangunan Masyarakat Miskin Pedesaan. Jakarta: Departemen Sosial RI. Diener, E., Nickerson, C., Lucas, R.E., & Sandvick, E., (2002). Dispositional affect and job outcomes. Social Indicator Research, 59, 229-259. Impalinkar, Azis. (2007). Karang Taruna dan Pewarisan Nilai-nilai Bangsa. Jurnal Pemuda dan Olahraga. Volume 1, Tahun XXVII. Halaman 2731. Koran Kompas tanggal 29 Maret 2013, halman 7. Kemerosotan nasionalisme pemuda dan tantangan globalisasi. Koran Tempo tgl 21-2-2013, halaman 5: Menggugat kedirian anak bangsa melalui pelatihan pendalaman nilai-nilai kebangsaan. Lasmawan, Wayan. (2011). Studi pemetaan peranan karang taruna dan pemertahanan nilai-nilai karakter bangsa di Kabupaten Bangli. (laporan Penelitian). Bangli: Bappeda Kabupaten Bangli. Lembaga Penelitian Undiksha. (2013). RIP Penelitian Undiksha Tahun 2013. Singaraja: Lemlit Undiksha Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Andi Mallarangeng. (2010). Pidato sambutannya pada peringatan Sumpah Pemuda ke-84. Jakarta: Kemenpora. Mattew, Miles dan A. Michael Huberman. (1992). Analalisis Data Kualitatif. Jakarta: Univesitas Indonesia. Nilawati, Wayan. (2012). Studi evaluatif efektivitas pembinaan kepemudaan di daerah pedalaman Kalimantan Timur (laporan penelitian). Kalimantan Timur: Bappeda Provinsi Kalimantan Timur. Permendagri nomor 57 Tahun 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 TentangPerlindungan Wilayah Geografis dan Pembinaan Kewilayahan Spesifik Lokasi Stopsky, Slovan. (2011). Social Paradoxs Paradigm. USA-Singapore-Beussel: McMillan Sukamti, Ahmad. (2011). Pewarisan nilai-nilai nasionalisme dan peranan pemuda sebagai integrator kebangsaan. Jurnal Ilmu Sosial. UNS. Volume 3, Tahun 2011. Sumantriansyah, Inul. (2010). Mengurai benang kusut nasionalisme pemuda: kajian sosial budaya pedesaan. Jurnal Wanita UNS. Solo: UNS Press. 57
LAMPIRAN –LAMPIRAN Lampiran 1: JUSTIFIKASI ANGGARAN Rincian Pembiayaan Tahun 2014 (Tahun I) . Bahan Habis/Habis Pakai No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Satuan Pembia yaan/Pembelian Tinta Printer HP Laser Jet 3500 Flas Disk 2.5 MB Multy Kertas HVS 70 gram Kertas folio bergaris Kertas manila/bagan Stop map Balpoint Staples Penggandaan instrumen Penggandaan laporan Memor y Handyca mp Sony CD RW Kaset Kosong Block Note Kabinet Amplop besar Papan pencacah data Media Flowchart Spidol besar Kertas CD/buram
Vol. 2 buah 4 buah 10 rim 5 rim 20 lbr 150 buah 10 lusin 2 buah 1 paket 1 paket 2 buah 2 dooze 5 buah 150 buah 150 buah 10 buah 6 sets 2 lusin 10 rim
Bia ya Satuan 550.000 238.000 40.000 100.000 10.000 2500 150.000 25.000 750.000 2.750.000 175.000 150.000 10.000 10.000 5000 25.000 150.000 75.000 25.000
Jumlah Sub Total
Bia ya Total 1100.000 950.000 400.000 500.000 200.000 375.000 500.000 50.000 750.000 2.750.000 350.000 300.000 50.000 1.500.000 750.000 250.000 1.650.000 150.000 250.000 Rp. 10.250.000
b. Peralatan-Studi Kepustakaan No 1 2 3 4 5 6 1 2
Satuan Pembia yaan/Pembelian Sewa LCD Toshiba 2 unit Sewa Handy Camp Sony Sewa ruang seminar Sewa ka mera digital Sewa laboratorium ilmu sosial Sewa 1 sets unit analisis material instruksional Sewa cybernet library Pembelian refer ensi (jurnal, artikel, dan buku) Jumlah Sub Total
Vol. 5 bln 5 bln 2 hari 5 bln 5 bulan 5 bulan 200 jam 1 paket
Bia ya Satuan 250.000 150.000 1.500.000 100.000 1.250.000 1.050.000
Bia ya Total 1.250.000 750.000 3.000.000 500.000 6.250.000 5.250.000
20.000 2.500.000
2.000.000 2.500.000 Rp.9.200.000
c. Perjalanan - Studi Kepustakaan No 1 2
Jenis Perjalana n (PP) Transportasi pakar pendidikan multikultur Transportasi lokal tim peneliti Jumlah Sub Total
Vol. 1 OK
Bia ya Satuan 200.000
Bia ya Total 200.000
32 OK
25.000
800.000 Rp. 1.000.000 58
d. Honor Tim pelaksa na Jabatan dan TIM Ketua Peneliti Anggota Peneliti (1 orang) Jumlah Sub Total
Bln.Kerja 10 bulan 10 bulan
Jam/Mgu 12 jam 10 jam
Honor/Jam 5.000 5.000
Jumlah Total 2.000.000 1.250.000 Rp. 3.250.000
e. Lain-lain No 1
2
Satuan Pembia yaan/Pembelian Surat menyurat dan dokumentasi untuk koordinasi pelaksanaan penelitia n Bia ya pulsa untuk komunikasi tim peneliti dan administrasi penelitia n Jumlah Sub Total
Vol. 1 paket
Bia ya Satuan 500.000
500.000 500.000
1 paket
500.000
500.000
Rp.1.000.000
59
Lampiran 2: DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA PENELITIAN
(1) LABORATORIUM Untuk pelaksanaan penelitian ini, pengujian terhadap material penelitian akan dilakukan di laboratorium Fakultas Ilmu Sosial Undiksha, yang kebetulan Ketua Peneliti Merupakan Pengelola dan sekaligus Penanggungjawab Laboratorium, sehingga akan memudahkan bagi pelaksanaan penelitian ini. (2) PERALATAN UTAMA Untuk kepentingan penelitian ini, tim peneliti telah memiliki beberapa peralatan utama bagi kelancaran pelaksanaan penelitian, sehingga tidak perlu lagi membeli atau mengedakan peralatan tersebut. Adapun peralatan tersebut terdiri dari: Nama Peralatan
Jumlah Unit
Kepemilikan
Personal Computer (PC)
2 Unit
Tim Peneliti
Printer
1 Unit
Tim Peneliti
Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan nilainilai kebangsaan
121 Eks
Tim Peneliti
Buku
125 Eks
Tim Peneliti
Kegunaan Menunjang penyusunan instrumen, analisis data, pelaporan, dan pengetikan artikel ilmiah Mencetak segala keperluan untuk dokumen pelaksanaan penelitian Untuk menyusun proposal, pengembangan instrumen, dan pembahasan temuan penelitian, serta penguatan temuan dalam merancang model rekayasa sosial, sebagai dampak dari temuan penelitian (model yang dihasilkan) Untuk menyusun proposal, pengembangan instrumen, dan pembahasan temuan penelitian, serta penguatan temuan dalam merancang model rekayasa sosial, sebagai dampak dari temuan penelitian (model yang dihasilkan)
(3) KETERANGAN TAMBAHAN: 1) Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Bangli, dimana tim peneliti dibawah bendera institusi yaitu UNDIKSHA, telah memiliki komitmen kerjasama secara permanen (MoU), sehingga akan memudahkan akses
60
informasi, dukungan birokrasi, serta akses dokumen yang dibutuhkan bagi kelancaran penelitian. 2) Untuk kepentingan perbaikan atau reparasi peralatan yang rusak selama pelaksanaan penelitian, tim peneliti akan menggunakan bengkel akademis dan bengkel umum yang ada di seputaran lokasi penelitian.
Lampiran 3:
SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN PEMBAGIAN WAKTU KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI No.
Nama/NIP/NIM
1.
Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. NIP.196702211993031002
2.
Dr. Iyus Akhmad Haris, M.Pd. NIP.195501091981091001
Jabatan dalam Tim Waktu (jam/mgn) Ketua Peneliti 12 jam / minggu
Uraian Tugas dalam Tim / Kegiatan Penelitian
1. Menyusun proposal penelitian 2. Mengembangkan instrumen penelitian 3. Melakukan uji coba/validasi instrumen penelitian 4. Mengumpulkan data penelitian 5. Menganalisis keseluruhan data penelitian 6. Mengkoordinasikan tugas masing-masing anggota tim peneliti 7. Memimpin rapat koordinasi peneliti 8. Penanggungjawab keseluruhan kegiatan penelitian 9. Menyusun laporan tahunan dan laporan akhir penelitian 10. Menyusun artikel hasil penelitian 11. Mempresentasikan draft hasil penelitian Anggota Peneliti 1. Membantu pengembangan I instrumen penelitian 8 jam / minggu 2. Membantu melakukan uji coba/validasi instrumen penelitian 3. Mengumpulkan data penelitian 4. Membantu menganalisis keseluruhan data penelitian 5. Membimbing tesis mahasiswa 6. Melatih dan memodelkan 61
7.
4.
Drs. I Made Suryadi, Anggota Peneliti M.Si. II NIP.195806201986011001 8 jam / minggu
1. 2.
3. 4. 5. 6.
7.
pengambilan data kepada mahasiswa Membantu menyusun laporan tahunan dan laporan akhir penelitian Membantu pengembangan instrumen penelitian Membantu melakukan uji coba/validasi instrumen penelitian Mengumpulkan data penelitian Membantu menganalisis keseluruhan data penelitian Membimbing tesis mahasiswa Melatih dan memodelkan pengambilan data kepada mahasiswa Membantu menyusun laporan tahunan dan laporan akhir penelitian
62
Lampiran 4: BIODATA KETUA DAN ANGGOTA PENELITI
1. Ketua Peneliti: I. IDENTITAS DIRI 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Nama Lengkap Jabatan Fungsional Nomor Induk Pegawai Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah
1.6 1.7 1.8
Nomor Telepon/Faksimile Nomor HP Alamat Kantor
1.9 1.10 1.11
Nomor Telepon/Faksimile Alamat E-mail Lulusan yang Telah Dihasilkan Mata Kuliah yang Diampu
1.12
: Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. : Guru Besar/IV b : 196702211993031002 : Bonyoh, 21 Februari 1967 : Jl. P. Komodo – Gang Timbul 1 A Singaraja – Bali : (0362) 29346 : 087863066333 : Jl. Udayana Nomor 12 C Singaraja Bali Kode Post: 81116 : (0362) 22928 / (0362) 22928 :
[email protected]. S1 = 121 orang S2 = 167 0rang S3 = 3 orang 1. Pengantar Ilmu Sosial 2. Pendidikan Ilmu Sosial 3. Pengembangan Kurikulum IPS 4. Pendidikan IPS Terpadu 5. Wawasan Pendidikan Dasar
II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program :
S1
2.2 Nama PT
FKIP UNUD
PPS IKIP Bandung
UPI Bandung
2.3 Bidang Ilmu
PMP dan KN
Pendidikan IPS-SD
Pendidikan IPS
2.4 Tahun Masuk
1987
1995
1999
2.5 Tahun Lulus
1991
1997
2002
2.6 Judul Skripsi/ Thesis/Disertasi
Peranan LKMD dalam Pembangunan Fisik dan Non Fisik di Desa Bonyoh – Kintamani Kabupaten Bangli – Bali
2.7 Nama Pembimbing/Promotor
1.
Drs. I Gede Nurdana 2. Drs. Made Narta Aryanta
S2
Pengembangan model Cooperative Learning dalam Pembelajaran IPS Sekolah Dasar (Studi Pembela-jaran pada Siswa Kelas 5 SD di Kabupaten Bangli – Bali) 1. Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA. 2. Prof. Dr. H. Abdul Azis
S3
Pengembangan Model Pembelajaran IPS – SD Melalui Model SainTeknologi-Masyarakat (Suatu Penelitian Pengembangan Pendidikan IPS di Kabupaten Buleleng – Provinsi Bali) Promotor: Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA.
63
Wahab, MA.
Co-Promotor: Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, MA. Pembimbing: 1. Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriatmadja, MA. 2. Prof. Dr. Hj. Anna Pudjiati, M.Sc.
III. PENGALAMAN PENELITIAN No.
Tahun
1
2013
2
2012
3
2011
4
2010
5
2009
6
2008
7
2007
Judul Rekonstruksi Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi Pendidikan IPS Sekolah Dasar: Pengembangan Model Kurikulum Alternatif Berbasis Teori Rekonstruksi Sosial Ala Vygotsky Rekonstruksi Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi Pendidikan IPS Sekolah Dasar: Pengembangan Model Kurikulum Alternatif Berbasis Teori Rekonstruksi Sosial Ala Vygotsky Rekonstruksi Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi Pendidikan IPS Sekolah Dasar: Pengembangan Model Kurikulum Alternatif Berbasis Teori Rekonstruksi Sosial Ala Vygotsky PENGEMBANGAN SPEKTRUM PENDIDIKAN IPS: Rekonstruksi Kompetensi Ke-IPS-an Berdasarkan Formula Rekonstruksi Sosial Vygotsky untuk Memfungsionalkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan IPS - SD PENGEMBANGAN SPEKTRUM PENDIDIKAN IPS: Rekonstruksi Kompetensi Ke-IPS-an Berdasarkan Formula Rekonstruksi Sosial Vygotsky untuk Memfungsionalkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan IPS - SD Pengembangan model pembelajaran IPS Sekolah Dasar Berbasis Sosialbudaya (Studi pengembangan-inovatif dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar) Pengembangan Model Materi Pendidikan Multikultur dalam
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) Hibah 75.000.000 Pascasarjana DP2M Dikti Hibah 82.500.000 Pascasarjana DP2M Dikti Hibah 85.000.000 Pascasarjana DP2M Dikti
Hibah Kompetensi DP2M Dikti
100.000.000
Hibah Kompetensi DP2M Dikti
100.000.000
Hibah Bersaing DP2M Dikti
45.000.000
Hibah 81.000.000 Pascasarjana 64
Pembelajaran IPS dan PKn di SMP
DP2M Dikti
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 1. Program Pengabdian Masyarakat Terjadwal No.
Tahun
1
2011
Judul
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) DP2M/ Dikti 150.000.000
Iptek Bagi Wilayah (IbW) di Kabupaten Buleleng - Bali 2010 Pendidikan dan pelatihan penyusunan Hibah 75.000.000 proposal penelitian multi tahun bagi staf PMPTK dosen STIKNA Jemberana – Negara Bali 2008 Pelatihan penyusunan angka kredit dan DIPA 55.000.000 poin kenaikan pangkat serta golongan bagi STIKES satf edukatif STIKES Jemberana – Bali 2007 Pendidikan dan Pelatihan Penyusunan Tes APBD 15.000.000 Standar IPS SMP Bagi Guru-Guru SMP di Kabupaten Kabupaten Buleleng Buleleng 2006 Pendidikan dan Pelatihan Penyusunan DIPA IKIP 5.000.000 Alat Evaluasi PKn Berbasis Kompetensi Negeri Bagi Guru-Guru SMP Mandiri di Singaraja Kabupaten Buleleng – Bali 2. Program Pengabdian Masyarakat (Sebagai Pemakalah/Pemateri)
2
3
4
5
Judul Makalah/Publikasi (1) (2) (3) (4)
(5)
Tahun
Struktur Kurikulum berbasis Kompetensi dalam Konstelasi Kurikulum Inti PERTI Hindu Penjaminan Mutu Sekolah dan Program Sertifikasi Guru Penilaian Berbasis Kompetensi dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Pengembangan sistim penjaminan mutu di lingkungan kinerja UPTD SKB Kabupaten Bangli Otonomi pengelolaan dan pembiayaan pendidikan menuju terwujudnya sumber daya manusia yang profesional
2009 2008 2007 2007
2007
Tempat/ Penyelenggara Dirjen Hindu-Buda Jakarta UJM Undiksha MKKS SMP Kabupaten Buleleng SKB Kabupaten Bangli Kabupaten Bangli
V. PENGALAMAN MENULIS ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No.
Tahun
Judul Artikel Ilmiah
1
2009
Rekonstruksi Pemikiran Inovatif dalam Pendidikan IPS: Sebuah Telaah EmpirisAkademis
Volume/ Nomor XXXII/3 Agustus 2009
Nama Jurnal Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha 65
2
2008
3
2007
4
(Terakreditasi) Media Komunikasi FPIPS (ISSN)
Pengembangan Pendidikan Multikultur: Revitalisasi Nilai- Kebangsaan dalam Konteks Instruksional Studi evaluatif kinerja pelaksana pendidikan di era manajemen berbasis sekolah pada wilayah garapan UPT Kecamatan Tejakula – Kabupaten Buleleng
XXX/1 Januari 2008 XXV/1 Januari 2007
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha (Terakreditasi)
2006
Pelatihan penyusunan penelitian tindakan kelas (PTK) berbasis Gugus pada guru SD di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
II/1, Januari 2006
Jurnal Widya Laksana LPM Undiksha (ISSN)
5
2005
Potret riil pembelajaran IPS: XVII/2 refleksi pergantian kurikulum Agustus 1994/1999 dengan Kurikulum 2005 2004 pada konteks Ke-IPS-an
Media Komunikasi FPIPS (ISSN)
6
2004
Revolusi Pendidikan IPS: Menggeser Paradigma Keilmuan ke Paradigma Budaya dalam Konteks Cultur-Instruksional
Media Komunikasi FPIPS (ISSN)
XV/3, Desember 2004
VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU No.
Tahun
Judul Buku
1
2003
Telaah Kurikulum IPS
2
2005
3
2006
4
2008
Pendidikan Ilmu Sosial (Buku I) Kinerja Guru dan Otonomi Pendidikan Pembelajaran IPS-SD Terintegrasi
Jumlah Halaman 145 217 211 274
Penerbit Jurusan PPKn FIS Undiksha Unit Penerbitan Undiksha (ISSBN) Unit Penerbitan Undiksha (ISSBN) Sedang Tahap Editing untuk Terbit
66