Drs. H. Taslim HM Yasin, M.Si
STUDI ILMU AGAMA (Studi Awal Tentang Perbandingan Agama)
Editor: Dr. FUAD RAMLY, M.Si
Diterbitkan Oleh: Ushuluddin Publishing 2013
PERPUSTAKAAN NASIONAL KATALOG DALAM TERBITAN (KDT) STUDI ILMU AGAMA (Studi Awal Tentang Perbandingan Agama) Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Tahun 2013 Ushuluddin Publishing vii + 130 hlm, 13 cm x 20,5 cm ISBN: 978-602-14439-1-0 Hak Cipta Pada Penulis All Right Reserved Cetakan Pertama, November 2013 Pengarang Editor Layout
: Drs. H. Taslim HM Yasin, M.Si ; Dr. Fuad Ramly, M. Hum : Jundy Grafika
Ushuluddin Publishing Jl. Lingkar Kampus Darussalam, Banda Aceh 23111 Telp (0651) 7551295 /Fax. (0651) 7551295 ii
KATA PENGANTAR Sejak tahun 1992 penulis telah mengasuh matakulaih Ilmu Perbandingan Agama pada Fakultas Ushuluddin, Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry serta pada Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Aceh. Oleh karena itu, sebahagian besar dari isi buku ini bahannya berasal dari kumpulan kuliah tersebut dan juga dari buku-buku A.Mukti Ali dan Harun Hadiwiyono masih menjadi rujukan utama dari buku ini. Secara keseluruhan isi dari buku ini bersifat pengantar, untuk itu kepada para mahasiswa dan pembaca lainnya, penulis menganjurkan untuk memperdalamnya melalui buku-buku bacaan lain. Akhirnya, kritikan dan saran yang bersifat membangun selalu diharapkan dan dinantikan untuk memperbaiki dan memperkaya tulisan-tulisan di masa yang akan datang. Banda Aceh, 02 September 2013 Penulis, Drs.H.Taslim HM.Yasin, M.Si
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR, iii I. PENDAHULUAN A. Pengertian Ilmu Perbandingan Agama – 1 B. Sistem dan Metode Ilmu Perbandingan Agama – 2 C. Sejarah Perkembangan Ilmu Perbandingan Agam – 4 D. Pembagian Agama – 11 E. Aliran dalam Ilmu Perbandingan Agama – 15 F. Agama dalam Kehidupan Manusia – 17 G. Manfaat Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama – 18 II. TEORI ASAL-USUL AGAMA A. Asal Usul Agama, 21 1. Aliran Prehistoris-Evolusionistis – 21 2. Aliran Psikologis-Evolusionistis – 24 3. Aliran Magis-Dinamistis – 25 4. Aliran Antropologis (Oer-Monoteistis) – 26 B. Fase-Fase Ketuhanan – 26 C. Monoteisme dalam Kepercayaan Primitif – 27 III. AGAMA PRIMITIF A. Pengertian Agama Primitif – 33 B. Dinamisme – 35 1. Mana – 35 2. Tabu – 36 3. Fetish – 37 4. Upacara terhadap Mana, Tabu, dan Fetish – 37 C. Animisme – 38 1. Totem – 39 2. Jiwa – 40 3. Kepercayaan terhadap Dewa-dewa – 41 4. Kepercayaan terhadap Dewa Tertinggi – 41 iv
IV. SEJARAH AGAMA-AGAMA A. Agama Hindu – 45 1. Keadaan Geografis India – 45 2. Penduduk India – 46 3. Klasifikasi Perkembangan Agama Hindu – 47 4. Ajaran Weda – 48 5. Ajaran Brahmana – 50 6. Ajaran Upanishad – 53 7. Pengajaran tentang Agama Hindu – 55 B. Agama Budha – 56 1. Sumber-sumber Agama Budha – 57 2. Sejarah Kitab Agama Budha – 58 3. Kehidupan Sidharta Gautama – 58 4. Pandangan Para Ahli tentang Sang Budha – 61 5. Ajaran Agama Budha – 62 6. Mazhab-mazhab dalam Agama Budha – 68 7. Perkembangan Agama Budha – 70 C. Agama Kong Fu Tze – 71 1. Asal-Usul Agama Kong Fu Tze – 72 2. Kehidupan Bangsa Cina – 73 3. Sistem Kepercayaan – 74 4. Pokok-pokok Ajaran Kong Fu Tze – 75 V.
PROBLEMATIKA KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA A. Teologi Toleransi – 79 B. Teologi Toleransi: Perspektif Normatif – 81 C. Toleransi Beragama: Perspektif Historis – 87 D. Dialog Antar Umat Beragama – 93 E. Pentingnya Studi Perbandingan Agama – 97 F. Sikap Dialog Antar Umat Beragama – 102 G. Dialog dan Kerjasama – 107 H. Masa Depan Agama-agama – 109 I. Membangun Inklusivisme – 113 J. Pluralisme Agama – 115 1. Lahirnya Pluralisme Agama – 120 2. Pandangan Agama-agama tentang Pluralisme – 123 v
3.Pandangan Para Tokoh tentang Pluralisme Agama – 124 K. Perdebatan Seputar Pluralisme Agama – 126 DAFTAR PUSTAKA
vi
I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Ilmu Perbandingan Agama Biasanya Ilmu Perbandingan Agama dipelajari dari agama yang dipeluk oleh seseorang dalam usahanya untuk memahami isi dan ciri-ciri tertentu dari agama orang lain. Ilmu ini berusaha untuk menemukan serta memahami berbagai persamaan dasar dari berbagai macam agama yang ada. Cara yang ditempuh ini sebetulnya mengabaikan adanya perbedaan-perbedaan yang terdapat pada satu agama dengan agama-agama yang lain. Demikian juga sebaliknya, ada perbandingan agama yang berusaha untuk mencari perbedaan-perbedaan yang ada yang terdapat di antara berbagai macam agama yang pernah tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, Ilmu Perbandingan Agama yang dimaksudkan di sini ialah suatu ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami atau mempelajari gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan yang lain. Dari pemahaman ini, maka yang dipelajari meliputi segi-segi persamaan dan perbedaan antaragama. Selain itu, struktur yang asasi dari pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya akan dipelajari dan juga dinilai.
Pendahuluan
|1
Karena adanya berbagai macam cara dan pendekatan, Ilmu Perbandingan Agama ada kalanya disebut dengan istilah Fenomenologi Agama atau Sejarah Agama, seperti yang dipergunakan oleh The International Association for the History of Religions (IAHR), suatu himpunan kesarjanaan dalam Ilmu Perbandingan Agama. Selain itu, ada yang memilih The Comparative Study of Religions, disamping ada juga yang memilih Science of Religions. Tetapi yang paling dikenal di antara semua nama-nama itu ialah Ilmu Perbandingan Agama atau dengan istilah lain yaitu Comparative Religions. Disamping telah mengakui adanya berbagai macam nama itu, banyak orang mengatakan bahwa tidak ada manfaatnya untuk terus-menerus melibatkan diri dalam perdebatan mengenai istilah-istilah itu, karena tidaklah jarang suatu istilah dipergunakan untuk menunjukkan supremasi pemakaian di dalam bidangnya dan ada kalanya untuk menghindarkan kekacauan pengertian bagi para pembaca. Bagi masyarakat India, mereka mengerti dan lebih mengenal istilah The Comperative Study of Religions daripada istilah-istilah lain seperti Science of Religions atau History of Religions atau Comparative Religions. Istilahistilah seperti yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut menegaskan bahwa mereka berbeda pendapat tentang nama atau sebutan Ilmu Perbandingan Agama ini. Namun demikian di Indonesia ilmu ini lebih dikenal dengan sebutan Ilmu Perbandingan Agama. B. Sistem dan Metode Ilmu Perbandingan Agama Setiap cabang ilmu pengetahuan mempunyai sistem dan metode tersendiri. Sistem yang dimaksudkan di sini ialah susunan pembahasan atas permasalahan tersebut. Ilmu Perbandingan Agama juga mempunyai sistem dan metode tersendiri pula. Susunan permasalahan yang paling 2| Ilmu Perbandingan Agama
mendasar dalam kajian Ilmu Perbandingan Agama ialah: masalah Ketuhanan (Theology); masalah alam gaib (Metaphysics); masalah alam raya (universe); masalah insaniah (Humanity), masalah kebaktian (liturgy); masalah penyelamatan (salvation); masalah hari kebangkitan (Eschatology), dan masalah-masalah lain yang menjadi ajaran pokok setiap agama. Cara pembahasan terhadap susunan permasalahan yang paling pokok itu seringkali di jumpai melalui dua metode yang digunakan. Pertama, pembahasan perbandingan Agama itu mengikuti urutan satu-persatu permasalahan yang paling mendasar, dengan langsung mengungkapkan perbandingan keyakinan dan pendirian satu-persatu agama terhadap satu-persatu permasalahan tersebut. Kegunaan metode pertama tersebut bagi setiap orang yang mempelajarinya, akan langsung memperoleh suatu perbandingan di antara satu-persatu agama itu. Tetapi, kelemahan dari metode pertama tersebut ialah seseorang tidak langsung mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan secara lengkap dari setiap agama tersebut. Hal ini dimungkinkan karena pengetahuan seseorang tentang agama-agama itu bersifat kepingan-kepingan atau menurut permasalahan yang sedang dihadapi. Sedangkan metode yang kedua bersifat meneliti pertumbuhan dan perkembangan satu-persatu agama sepanjang sejarahnya, baik yang berhubungan dengan keyakinan maupun yang berhubungan dengan tata-cara kebaktian yang diharuskan, dan semuanya akan diteliti dan disoroti sepanjang fakta-fakta sejarah yang ada. Kegunaan metode kedua tersebut bahwa setiap orang akan langsung dapat mengenali satu-persatu agama itu secara luas dan mendalam dan pada akhirnya dapatlah diberikan kesimpulan. Tetapi, kelemahan dari metode ini adalah perbandingan antara satu-persatu agama itu diperoleh secara tidak langsung dan tidak mendalam. Pendahuluan
|3
Sangatlah sulit untuk terjun dalam Ilmu Perbandingan Agama karena yang diselidiki oleh ilmu ini hanyalah perbandingan gejala-gejala lahir dari suatu agama. Beberapa kesulitan yang seringkali dijumpai karena: agama yang diselidiki itu ada yang sudah tidak berkembang lagi; ada yang mengalami kemunduran; dan ada pula yang berkembang dengan cepat melampaui penyelidikan yang ada. Untuk mengatasi hal ini Ilmu Perbandingan Agama memerlukan beberapa cabang ilmu bantu lainnya, sehingga kesulitan-kesulitan itu dapat di atasi. Ilmu-ilmu bantu yang diperlukan antara lain: 1) Philology, ilmu ini diharapkan akan dapat memperbandingkan penafsiran-penafsiran yang tepat dari suatu naskah yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat keagamaan. 2) Archeology, ilmu ini akan dapat mengungkapkan bagianbagian peninggalan kuno, bangunan atau menjelaskan cerita-cerita tentang dewa-dewa. 3) Ethnology, ilmu ini dapat memperoleh laporan-laporan terperinci tentang ritus-ritus tertentu yang dipraktekkan oleh sesuatu suku bangsa yang masih primitif dan pandangan mereka terhadap dewa-dewa. 4) Sociology, ilmu ini dapat memberikan analisa dan pengertian tentang organisasi dan struktur masyarakat keagamaan dan dalam hubungannya dengan agama yang lain. 5) Psychology, ilmu ini akan dapat diperoleh analisa tentang pengalaman keagamaan seseorang, khususnya tokohtokoh agama. C. Sejarah Perkembangan Ilmu Perbandingan Agama Mempercayai adanya Tuhan pencipta alam ini adalah tabiat manusia yang terdapat bersama dengan adanya manusia itu sendiri, sejak dari zaman dulu sampai sekarang. Dengan perkataan lain, kepercayaan tentang adanya Tuhan 4| Ilmu Perbandingan Agama
telah mengambil tempat di dalam diri manusia. Umur kepercayaan kepada Tuhan adalah setua umur manusia itu sendiri, sebab Nabi Adam a.s nenek moyang manusia pertama begitu dilahirkan ke dunia langsung dibekali ilmu pengetahuan dan diangkat menjadi Nabi dengan tugas mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa bagi anak-cucunya. Pemikir-pemikir Barat pada masa sekarang telah mencurahkan perhatiannya untuk menafsirkan apa yang tertera dalam Perjanjian Lama mengenai keadaan sosial masyarakat zaman purba dengan berpedomankan dikotomi pembagian agama. Hal ini telah diungkapkan oleh Probien dalam pendahuluan bukunya Les Antiquites Gudaiques (1545) tentang masyarakat Ibrani Kuno. Juga dapat dilihat buku yang ditulis oleh teolog John Spencer tentang sistem kepercayaan dan adat istiadat Ibrani. Dia telah meletakkan dasar-dasar dalam Ilmu Perbandingan Agama dengan mengutamakan metode perbandingan antara keteranganketerangan yang termuat dalam Bible dengan keteranganketerangan dari agama-agama semitis lainnya. Ibnu Fadlan, seorang pengelana bangsa Arab dalam abad-abad pertengahan, telah membuka selubung agamaagama berhala yang banyak dianut oleh bangsa-bangsa Eropa Kuno. Ibnu Batutah telah menulis keterangan terperinci tentang agama dan adat istiadat dari bangsabangsa yang terserak antara Maghribi dan Cina. Penelitian di kalangan suku Afrika Barat telah dilakukan oleh Charles de Brosses yang telah ditulis dalam bukunya Du Culte des dieux fetiches. Dia mengatakan bahwa Fetishisme merupakan bentuk agama yang paling asli. Fetishisme menurut pelaut-pelaut Portugis ialah ajaran menyembah benda-benda yang tidak bernyawa dan binatang oleh penduduk sepanjang pantai Afrika Barat. Dialah yang dianggap sebagai orang pertama yang menulis buku tentang Fetishisme. Pendahuluan
|5
Tetapi dalam arti yang sebenarnya, Friedrich Max Muller (1823-1900) dan karangan-karangannya itulah yang merupakan permulaan Ilmu Perbandingan Agama. Di dunia Barat dia dianggap sebagai “Bapak” Ilmu Perbandingan Agama. Dia adalah seorang sarjana Jerman yang istimewa, yang memilih tinggal di Oxford dan bekerja di sana antara tahun 1854-1876. Dia sangat ahli dalam bahasa Sangsekerta dan Indology yang sangat besar. Dia juga sangat mendalami literatur-literatur suci bangsa India. Bukunya yang berjudul Comparative Mythology telah diterbitkan pada tahun 1865, dan pada tahun 1870 diterbitkan bukunya Introduction to the Science of Religion. Karangan-karangan Max Muller yang lain juga masih banyak lagi, tetapi yang sangat penting diketahui ialah The Sacred Books of the East. Buku ini terdiri dari 51 jilid, yang mulai ditulis pada tahun 1875, yang berisikan tentang terjemahan-terjemahan dari kitab-kitab suci agama Timur. Max Muller berpendapat bahwa sejarah manusia yang sesungguhnya adalah sejarah agama. Agama adalah jalan yang paling baik yang telah ditempuh oleh umat manusia menuju kepada pengetahuan yang lebih benar dan cinta yang lebih mendalam kepada Tuhan. Agama adalah bangunan yang mendasari sejarah (profan) di dunia kini, agama adalah sinar dan nyawa dari sejarah, dan tanpa agama sejarah apa pun akan menjadi tidak suci. Sejak saat itu para ahli lainnya sangat terpengaruh dengan prinsip-prinsip di atas. E. B Tylor (1832-1917) di dalam bukunya Primitive Culture, jelas terlihat dipengaruhi oleh ide-ide di atas tadi. Dia mendukung adanya teori animistis yang mengatakan bahwa Animisme, yaitu kepercayaan kepada roh-roh adalah bentuk agama yang paling tua di dunia ini. Selanjutnya dia mengatakan bahwa dengan adanya mimpi, adanya sakit dan lain sebagainya orang-orang primitif sampai kepada pengertian tentang adanya roh atau jiwa (anima). Dengan pengertian ini mereka mampu memisahkan antara roh dengan tubuh 6| Ilmu Perbandingan Agama
kasar. Dengan pemisahan itu diartikan terdapatlah roh pada setiap benda, baik benda itu hidup maupun mati. Mereka beranggapan roh orang mati itu akan hidup terus menerus. Dari sinilah mulanya mereka mempercayai adanya roh orang yang telah meninggal dunia. Roh orang yang mati itu dapat mengunjungi mereka yang masih hidup di dalam mimpinya. Secara berangsu-angsur roh orang mati itu disanjung-sanjung kemudian dipuja orang. Menurut E.B Tylor, lama kelamaan roh nenek moyang itu diangkat menjadi dewa-dewa yang harus disembah. Seorang sarjana lain yang meninjau agama dari sudut psikologi adalah William James (1842-1910). Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, ia sangat mementingkan adanya perbedaan-perbedaan pengalaman keagamaan dalam orang yang diselidiki. Manusia berbeda itu berbeda satu dengan yang lainnya, maka dalam kemanusiaan terdapatlah pengalaman keagamaan yang berbeda-beda. Kalau dilihat dari segi cara pendekatannya, William James telah membedakan antara ilmu agama dengan teologi. Menurutnya ilmu agama menggunakan metode induktif, sedangkan teologi menggunakan metode deduktif. Dia membuat perbedaan antara “healthy minded soul” dan “sick soul”. Orang-orang dari jenis pertama mengembangkan dirinya secara selaras, sedang orang-orang dari jenis kedua adalah bersifat pesimistis dan bertabiat melankolis. Kepada jenis pertama dimaksudkan oleh William James adalah filosuf Spinoza, kepada jenis kedua digolongkannya Luther dan Bunyan. Berdasarkan penelitian tentang suku asli Australia oleh Spencer, Gillen, Durkheim beranggapan bahwa Totemisme sebagai dasar kehidupan agama dan kebudayaan yang paling asli. Emile Durkheim (1853-1917) mengatakan bahwa totem adalah perwujudan dari kohesi atau integrasi sosial kelompok. Beliau juga mengatakan bahwa agama merupakan satu kesatuan dari kepercayaanPendahuluan
|7
kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap keramat atau suci, yaitu hal-hal yang dipisahkan dari hidup sehari-hari dimana pengaruhnya bersatu di dalam suatu paguyuban hidup. Jadi yang paling mendasar di sini bahwa kepercayaan-kepercayaan dan tingkah laku itu harus berkisar sekitar hal-hal yang suci atau keramat (the sacred) yang tidak boleh dicampur baurkan dengan hidup sehari-hari. Di sini hidup sehari-hari dibedakan dari hal-hal yang keramat atau suci. Sekitar akhir Abad ke-19 terlihatlah adanya usahausaha untuk memperbaiki metode di atas. Pertama-tama sumbangan besar dari Max Weber (1864-1921). Dia seorang ahli hukum, tetapi sangat mendalami soal-soal yang berhubungan dengan ekonomi. Weber dan teman-teman seperjuangannya terutama Werner Sombaert (1863-1941), juga sangat berjasa dalam mempelajari hubungan antara agama dengan ekonomi. Dia memperoleh penyelidikan antara soal-soal sosial dan pengaruhnya terhadap berbagi agama. Pokok pikiran Weber bahwa agama Kristen Barat sebagai suatu keseluruhan dan teristimewa beberapa sekte tertentu yang tumbuh dan muncul sebagai akibat reformasi, telah banyak membantu terbentuknya keadaan jiwa perekonomian yang memungkinkan terjadinya kapitalisme modern. Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa pokok perhatian Weber adalah dalam dua hal, yaitu: agama mempengaruhi pandangan manusia terhadap masyarakat. Perubahan ekonomi dan sosial sangat mempengaruhi agama. Weber yang sudut pandangnya tertentu mementingkan segi pertama. Sedangkan segi yang kedua ditinjaunya secara sepintas lalu saja. Selain Weber, sumbangan Rudolf Otto (1869-1937) terhadap pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Perbandingan Agama juga sangat besar. Dia adalah salah seorang ahli Filsafat bangsa Jerman. Dia telah melakukan penelitian secara serius tentang arti “yang kudus”. 8| Ilmu Perbandingan Agama
Menurutnya setiap orang mempunyai perasaan semacam itu yang disebutnya dengan istilah numinus. Dalam bukunya yang berjudul The Idea of the Holy, Rudolf Otto menganalisis tentang perkataan sakral atau yang kudus dalam arti yang lebih fundamental daripada arti yang banyak dipergunakan oleh tokoh-tokoh teologi Protestan Jerman pada masanya. Dia berpendapat bahwa rasionalisme telah mempengaruhi renungan-renungan keagamaan dengan merumuskan gagasan tentang yang Kudus kepada aspek-aspek Ketuhanan yang dapat dikonsepsikan dan dinyatakan dalam istilah-istilah yang dapat dipahami oleh akal. Selanjutnya Rudolf Otto mengungkapkan bahwa kecendrungan agama di negara Barat ialah kecenderungan mengacaukan keaslian gagasan tentang Yang Kudus atau yang searti dengan “ Yang Sungguh-Sungguh Baik” atau “ Yang Baik Mutlak”. Menurut Rudolf Otto, yang Kudus atau numinus, adalah sesuatu yang berada di luar akal dan konsepsikonsepsi etis. Ia menyatakan bahwa ketiga kata yang membahas pengungkapan tradisi keagamaan di Barat, masing-masing qados (Yahudi), ayios (Yunani) dan sanctus dan saces (Latin) menujukkan kepada “inti yang paling hakiki” dari semua agama. Yang Kudus adalah sesuatu “ kekuatan hidup yang utama”. “Kata” tersebut berarti suatu kategori pengalaman yang tidak dapat dirumuskan, suatu unsur data yang istimewa, suatu jawaban naluriah khusus. Yang terkandung ialah suatu misteri dan mengatasi segala makhluk, suatu tersembunyi dan batini. Yang kudus ialah “ lain sama sekali, luar biasa...”. Dia itu dapat diartikan kuasa mutlak dan suatu unsur keagungan atau sangat penuh dengan kuasa mutlak, bagi orang yang percaya dia menyatakan diri dalam perasaan “kesadaran penciptaan”, bahwa baku bagi perasaan penghambaan agama”. Pendahuluan
|9
Pertumbuhan Ilmu Perbandingan Agama di negaranegara Barat lebih banyak menguntungkan mereka dibandingkan dengan di negara-negara Islam (Timur). Peristiwa ini disebabkan antara lain karena para ahli pikir dunia Barat lebih luas kesempatannya untuk mengkoordinir tenaga dan keuangan mereka dan mengkosolidir hasil-hasil penemuan yang mereka peroleh. Sedangkan keadaan dunia Islam pada Abad ke-17 dilanda oleh kolonialisme dan imperialisme, sehingga setiap kekuatan yang ada harus diarahkan untuk membebaskan tanah air. Segala kegiatan penelitian tentang kebudayaan, kepercayaan dan juga agama tidak sempat dilakukan oleh cendekiawancendekiawan Muslim. Mungkin inilah sebabnya yang paling dominan sehingga banyak buku-buku yang berhubungan dengan agama bangsa Timur dikarang oleh sarjana-sarjana Barat. Hal ini dapat dilihat apabila seorang sarjana Muslim ingin mendalami agamanya dalam hubungannya dengan agama yang lain, harus mengambil tulisan-tulisan dan penemuan orang-orang Barat. Sekitar Abad ke-11 muncul Ali Ibnu Hazm (994-1064) sarjana pertama yang terjun dalam lapangan Ilmu Perbandingan Agama dengan kitabnya Al-Fasl fi al-Milal wal-Ahwa’ wa-al-Nihal, yang membahas agama Kristen yang dapat digolongkan sebagai agama “Politeisme” dan agama yang mempunyai wahyu. Tetapi, wahyu tersebut telah banyak dirobah dan diselewengkan oleh pengikutpengikutnya, sehingga tidaklah jarang dijumpai antara satu ayat dengan yang lain saling bertentangan. Dalam membahas dan mempelajari Ilmu Perbandingan Agama, juga tidak boleh dilupakan jasa besar dari seorang sarjana muslim yang terkenal yaitu Muhammad Abd-al Karim al-Syahrastani (1071-1143) dari negeri Khurasan, Persia. Karya-karyanya yang terkenal ialah Al-Milal wan-Nihal, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh W. Cureton dan juga dalam bahasa Jerman oleh Th. Haarbrucker. 10| Ilmu Perbandingan Agama
Jika kitab karya Ali Ibnu Hazm tersebut dianggap bersifat apologis, maka kitab karya Imam Al-Syahrastani dianggap sebagai literatur yang paling awal mengungkapkan isi Ilmu Perbandingan Agama yang sebenarnya. Dalam buku ini ia telah membagi semua agama sebagai berikut: Islam, Ahlul Kitab (orang-orang yang mempunyai Kitab Suci) ialah orang-orang Yahudi dan Kristen, orang-orang yang mendapatkan wahyu tetapi tidak termasuk kedalam golongan yang kedua ini, dan yang terakhir ialah golongan orang-orang yang bebas berfikir dan ahli-ahli filsafat. Tokoh lain yang tidak boleh ditinggalkan ialah Muhammad Abduh dalam karangan-karangannya yang bersifat apologis yang ditulis secara berturut-turut yang dimuat dalam Al-Manar. Artikel-artikel itu adalah sebagai jawaban terhadap tulisan Farah Antun yang dimuat dalam Al-Jami’ah. Artikel-artikel itu kemudian dikumpulkan dan menjadi satu buku yang bernama Al-Islam wal Nasharaniyah ma’al’ilm wal Madaniyah. Selain karya-karyanya tersebut di atas, juga bukunya yang berjudul al-Islam, Risalah bi Qalam M. Hanotaux wa Radd ‘alaina. Buku ini sebagai jawaban terhadap sebuah artikel yang ditulis oleh Gabriel Hanotaux, menteri Luar Negeri Perancis. Dari uraian di atas dapatlah dilihat bahwa pertumbuhan Ilmu Perbandingan Agama di dunia Islam belumlah menguntungkan dan memuaskan jika dibandingkan dengan pertumbuhannya di negara-negara Barat, termasuk juga sistem dan metodenya masih perlu dikembangkan. D. Pembagian Agama Dilihat dari segi asal usulnya, agama-agama yang ada baik yang masih berkembang maupun yang tidak berkembang lagi dapat dibagi kepada dua kelompok yaitu: Agama Samawy dan Agama Thabi’y. Pendahuluan
|11
Agama Samawy ialah agama yang berasal dari Allah, yang menjadikan isi sekalian alam ini, yang diwahyukan kepada rasul-rasulnya, untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Dasar-dasar keyakinan dalam Agama Samawy itu dari awal turunannya kepada nabi dan Rasul Allah sampai kepada Nabi dan Rasul terakhir, semuanya sama yaitu mengajarkan adanya keyakinan, bahwa “Tuhan Yang Maha Kuasa itu hanya satu, tiada Tuhan selain Dia, yaitu Allah”. Sedangkan Agama Thabi’y ialah agama yang timbul dari hasil pemikiran manusia. Dinamakan Agama Thabi’y karena timbulnya agama yang demikian hanya semata-mata dorongan dari tabiat manusia yang ingin beragama, ingin mengabdi dan memuja kepada sesuatu yang dianggapnya kuasa atas dirinya. Dasar-dasarnya keyakinan dalam Agama Thabi’y ini mengenai Ketuhanan tidaklah jelas dan terperinci, hal ini disebabkan, dasar keyakinannya adalah hasil renungan dan pemikiran manusia semata-mata. Agama Samawy, yang masih berkembang dan dianut oleh umat manusia sampai sekarang ini, ialah: 1) Agama Yahudi; 2) Agama Kristen; 3) Agama Islam. Ketiga Agama Samawy yang masih ada itu yang masih tetap teguh dengan dasar yang asli yaitu tauhid, hanyalah Islam. Sedangkan agama Yahudi dan Kristen telah ditambah dan dikurangi oleh pengikut-pengikutnya. Agama Thabi’y yang ada sekarang ini banyak sekali, antara lain: agama Hindu, Budha, Zoroaster, Shinto dan lain sebagainya. Untuk dapat menentukan sesuatu aliran kepercayaan itu disebut sebagai agama, maka dalam Ilmu Perbandingan Agama ditentukan beberapa persyaratan sebagai berikut: 1) Adanya ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan (akidah); 12| Ilmu Perbandingan Agama
2) Adanya ajaran tentang pemujaan atau penyembahan (ibadah); 3) Adanya peraturan dalam melaksanakan hubungan dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia. Ketiga hal di atas ternyata terdapat dalam satu aliran kepercayaan, maka paham yang demikian itu sudah dinamakan dengan agama. Misalnya paham-paham yang terdapat di negera kita ini, yang mengajarkan semua benda bernyawa dan kepercayaan terhadap roh nenek moyang (aliran Dinamisme dan Animisme), di samping itu dijumpai pula hal yang lain lagi, yaitu upacara-upacara pemujaan dan berbagai aturan untuk kehidupan mereka, seperti dalam upacara perkawinan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan aliran kepercayaan yang demikian dinamai agama. Pada Agama Samawy yang asli, selain ketiga ciri tersebut di atas juga terdapat ciri-ciri yang lain, yaitu: 1) Adanya nabi yang membawa dan mengajarkannya; 2) Adanya kitab suci yang menjadi sumber pengajaran bagi mereka. Dengan demikian dapatlah dijumpai di dalam agama itu lima macam ciri atau persyaratan, yaitu: 1) Adanya sistem kepercayaan (akidah); 2) Adanya pemujaan (ibadat); 3) Adanya aturan-aturan (hukum); 4) Ada yang membawa ajaran dan menyampaikannya (nabi); 5) Adanya yang menjadi sumber ajaran secara tertulis (kitab suci). Joesoef Sou’yb di dalam bukunya Agama-agama Besar Dunia telah menguraikan mengenai agama-agama besar yang masih hidup dan masih mempunyai pengikut sampai saat ini, baik yang berpengikut ratusan juta jiwa maupun yang cuma berpengikut ratusan ribuan jiwa, yang tercatat sebagai berikut: Pendahuluan
|13
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
NAMA AGAMA Yahudi Hindu/Brahmana Zarathustra Budha
PEMBAWA AGAMA Musa (lk 1200 SM) (lk 2000 SM) Zarathustra (660-583 SM) Sidharta Gautama (563483 SM) Jaina Mahavira (556-429 SM) Shinto Mahavira (lk 660 SM) Konghuchu (Kong Fu Kong Hu Chu (551-479 Tze) SM) Tao Lao Tze (604-524 SM) Kristen Yesus (lk 1-30 M) Islam Muhammad (570-632 M) Sikh Guru Nanak (1469-1538 M)
KITAB SUCI Torah Veda Avesta Tripitaka Agamas Kojiki/Nihongi LunYu dll Tao Teh King New Testament Al-Quran Adi Granth
Semua agama-agama di atas berasal dari benua Asia, tapi kemudian berkembang ke Afrika, Eropa, dan Australia. Jika dibagi menurut wilayah asalnya masing-masing, di Asia dapat dirinci lagi sebagai berikut. 1) Asia Barat: a. Agama Yahudi; b. Agama Kristen; c. Agama Islam. 2) Asia Tengah dan Selatan: a. Agama Zarathustra; b. Agama Brahma; c. Agama Budha; d. Agama Jaina; e. Agama Saikh. 3) Asia Timur: a. Agama Shinto; b. Agama Konghuchu; c. Agama Tao.
14| Ilmu Perbandingan Agama
E. Aliran dalam Ilmu Perbandingan Agama Ilmu Perbandingan Agama lahir dalam periode rasionalisme dan karena ilmu ini mempelajari fakta-fakta yang dikumpulkan oleh Sejarah Agama, yaitu berbagai kepercayaan sejak dari kepercayaan masyarakat primitif sampai kepada agama-agama yang lebih sempurna. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa dalam tahuntahun pertama yang berkembang dari Ilmu Perbandingan Agama ialah aliran evolusionisme. Aliran tersebut mengakui bahwa agama itu bukan timbul dari Monoteisme menuju kepada tahap yang lebih sempurna. Monoteisme itu sendiri adalah bentuk terakhir daripada kepercayaan umat manusia. Max Muller berpendapat bahwa asal mula kepercayaan umat manusia ialah penyembahanpenyembahan alam yang henoteistis menurun menjadi Politeisme turun lagi ke Fetishisme lalu meningkat kebentuk panteisme. Pendapat ini mendapat keritikan dari E.B. Tylor dan Andrew Lang, yang mengemukakan bahwa kepercayaan yang paling tua dari umat manusia ialah Animisme. Selanjutnya mendengar ungkapan evolusionisme, maka akan terbayanglah kepada Charles Darwin (18091882). Ajaran Darwin berawal dari kenyataan bahwa tumbuh-tumbuhan dan hewan yang beraneka ragam itu berasal dari beberapa bentuk dasar yang paling sederhana. Berdasarkan teori ini, Darwin ingin menerangkan asal usul dari perbedaan antara tumbuh-tumbuhan mapun hewan yang beraneka ragam itu. Dalam keterangannya, ia mengambil kesimpulan bahwa jenis tumbuh-tumbuhan itu dapat hidup langsung karena berhasil dalam mempertahankan diri. Dalam perjuangannya untuk mempertahankan existensinya maka makhluk-makhluk itu hidup dan mempertahankan diri, mengetahui bagaimana cara menyesuaikan diri, sedangkan sifat-sifat yang tidak berguna ditinggalkan. Pendahuluan
|15
Menurut Darwin sifat-sifat yang masih berguna itu, dari zaman ke zaman, diwariskan dari keturunan-keturunan yang lain. Pada mulanya Darwin hanya memaksudkannya sebagai aplikasi botanis dan zoologis semata-mata, karena dia merasa ragu mengaplikasikan kepada manusia. Untuk menghadapi tantangan dari teori evolusionisme ini, maka timbullah aliran Oer-Monotheism (Monoteisme asli). Aliran ini berpendapat bahwa agama tidak melalui evolusi dari ber-Tuhan banyak menjadi berTuhan satu, tetapi agama sejak dari dulu adalah monoteistis yaitu ber-Tuhan satu. Penulis modern yang mula-mula menekankan adanya Monoteisme ini adalah Andrew Lang. Hal ini telah dijelaskan dalam bukunya yang berjudul The Making of Religion, yaitu tentang kepercayaan terhadap wujud Yang Agung di antara suku-suku primitif, dan terdapatnya bukti yang baik dari tiap kenyataan. Orang-orang primitif tertentu adalah sama monoteisnya dengan sebagian orang-orang Kristen. Mereka mengakui wujud Yang Agung dan sifat-sifat yang tersendiri atau khas. Ketuhanan tidak ditujukan oleh mereka kepada hal-hal lain yang maujud. Wilheim Schmidt (1868) telah mengupas teori-teori tentang asal usul agama dari karya Lubbock, Spencer, Tylor, Andrew Lang, Frazer dan lain-lain. Dia mengatakan bahwa semua teori mereka itu belumlah mencukupi, dan oleh karena itu ditolak. Schmidt telah mengambil kesimpulan bahwa idea tentang Tuhan tidaklah datang melalui evolusi tetapi dengan revealation (wahyu). Kesimpulan ini diambil setelah menyelediki berbagai macam kepercayaan yang dimiliki oleh banyak masyarakat primitif. Dalam penyelidikannya itu ia telah mendapatkan berbagai bukti, bahwa asal mula kepercayaan umat manusia itu adalah Monoteisme, dan Monoteisme ini tidak lain adalah karena ajaran wahyu dari Tuhan. Syeikh Muhammad Abduh adalah sarjana Muslim pertama yang menggunakan teori evolusionisme, dalam 16| Ilmu Perbandingan Agama
analisanya tentang wahyu dan risalah (kerasulan). Dia berpendapat bahwa wahyu yang diberikan kepada rasulrasul yang terdahulu, rasul-rasul nasional, sesuai dengan kecerdasan masyarakat dan zaman yang diajarinya. Demikianlah proses wahyu itu berkembang. Ada kalanya seorang rasul itu diutus hanya untuk masa yang terbatas ada yang hanya untuk satu kaum. Akhirnya sempurnalah risalah yang diberikan kepada nabi Muhammad Saw, sebagai nabi yang paling akhir, nabi universil untuk seantero umat manusia dan seluruh zaman. Tapi harus diingat, bahwa dalam konsepnya tentang Tuhan, Muhammad Abduh tidak mempergunakan teori evolusi. Bagi Muhammad Abduh, syari’at (selain tauhid) yang diwahyukan oleh Allah kepada para Rasul-Nya itu melalui proses evolusi dari kurang sempurna sampai kepada syari’at nabi Muhammad Saw yang sempurna. Tetapi dalam bidang tauhid, Muhammad Abduh tetap berpendirian tidak mengenal istilah teori evolusi. Dengan kata lain, bagi Muhammad Abduh percaya kepada Tuhan Yang Esa (Tauhid) tidak mengalami evolusi.1 F. Agama dalam Kehidupan Manusia Agama bagi kehidupan umat manusia adalah sebagai pedoman hidup (way of life). Orang-orang yang bisa menjalankan perintah-perintah dan aturan-aturan agama, dimana perintah-perintah dijalankan tanpa pengawasan, maka akan mudahlah baginya menjalankan peraturan dan undang-undang tersebut. Maka jelaslah bahwa agama sangat berfaedah bagi manusia terutama bagi orang-orang yang memeluk dan mengamalkannya dengan baik, hal ini disebabkan:
1A.
Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, Yayasan Nida, Yogyakarta,1975, hal. 25-27. Pendahuluan
|17
1) Mendidik manusia agar supaya mempunyai pendirian yang tegas dan jelas, manusia harus mempunyai sifat yang positif dan tepat. 2) Agama mendidik manusia supaya tahu mencari, memiliki ketentraman jiwa. Orang yang beragama dapat merasakan bagaimana besarnya pertolongan agama pada dirinya, lebih-lebih pada ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan. 3) Agama adalah suatu alat untuk membebaskan manusia dari perbudakan materi. Manusia disuruh untuk tunduk kepada Allah Swt. Agama memberi modal supaya manusia besar, kuat dan tidak ditundukkan oleh siapapun. 4) Agama mendidik manusia agar berani menegakkan kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan. Kita mengerti kalau kebenaran sudah tegak, di sanalah manusia akan mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. 5) Agama banyak memberikan sugesti kepada umat manusia agar dalam jiwa mereka tumbuh sifat-sifat utama, seperti: rendah hati, sopan santun, hormat menghormati dan lain sebagainya. Agama melarang agar orang jangan bersifat sombong, congkak merasa tinggi dan sebagainya. 6) Agama mendidik orang supaya untuk kemakmuran masyarakat dan negara dianggapnya sebagai amal shaleh. G. Manfaat Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama Mukti Ali dalam bukunya Ilmu Perbandingan Agama, telah menjelaskan manfaat mempelajari Ilmu Perbandingan Agama yaitu: 1) Ilmu ini adalah suatu usaha yang paling mendalam dan luas yang pernah dihasilkan oleh ilmu pengetahuan, untuk memahami kehidupan batin, alam pikiran dan kecenderungan hati umat manusia. 18| Ilmu Perbandingan Agama
2) Pengetahuan tentang agama-agama lain bukan hanya bermanfaat bagi para mubaligh, tetapi sangat penting bagi setiap Muslim, untuk mencari segi-segi persamaan antara agama islam denga agama di luar Islam. Hal ini sangat berguna untuk perbandingan, untuk membuktikan, dimanakah segi-segi agama Islam yang melebihi agama-agama lainnya. 3) Dengan adanya perbandingan itu, maka akan timbul rasa simpati terhadap orang-orang yang belum mendapat petunjuk kebenaran. Dengan demikian timbullah rasa tanggung jawab untuk menyiarkan kebenarankebenaran dalam agama Islam kepada masyarakat luas. 4) Memang harus diakui bahwa Ilmu Perbandingan Agama ini bisa menjadi bahaya. Apabila salah mempergunakannya tetapi sebaliknya akan merupakan bantuan yang besar bagi perkembangan Islam, apabila betul dalam mempergunakannya. 5) Ilmu Perbandingan Agama ini bukan hanya berguna bagi para mubaligh, tetapi juga bagi para ahli agama Islam, karena pikiran yang ditajamkan dengan perantaraan mempelajari berbagai agama dengn cara membandingkan, akan mudah memahami isi dan pertumbuhan agama-agama lain. 6) Dengan kemajuan teknik yang dialami pada Abad ke-20, yang belum pernah dialami sebelumnya, maka dunia ini seolah-olah menjadi lebih dekat. Dengan lebih dekatnya hubungan antara manusia atau antara kelompok manusia, maka pertemuan antara idea, alam pikiran, juga agama akan lebih nudah terjadi. Hal ini tentu saja akan menimbulkan persoalan baru yang perlu dipecahkan secara sewajarnya. Dalam hal ini Ilmu Perbandingan Agama adalah salah satu alat yang paling baik. 7) Dalam hubungannya dengan agama lain maka orang Islam akan belajar untuk mempergunakan terminologiterminologi dan istilah-istilah agama yang lebih sederhana dan tidak membingungkan, dan akan sadar Pendahuluan
|19
bahwa ajaran-ajaran agama Islam yang sebenarnya sangat mudah dan sederhana, kadang-kadang diselimuti oleh istilah-istilah yang cukup membingungkan bagi orang yang bukan ahli agama Islam. 8) Keuntungan yang paling besar dalam mempelajari berbagai agama ialah keyakinan tentang finalitas dan cukupnya Al-Quran itu. Kita tidak memerlukan interpretasi baru tentang agama Islam. Tetapi yang diperlukan kesanggupan menggali ajaran-ajaran Islam yang selama ini terpendam, berdasarkan keyakinan akan finalitas dan mutlaknya Islam itu
20| Ilmu Perbandingan Agama
II. TEORI ASAL-USUL AGAMA
A. Asal-usul Agama Untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang teori asal-usul agama, para ahli dengan menggunakan pendekatan antropologi telah menggolongkannya ke dalam beberapa aliran sebagai berikut. 1. Aliran Prehistoris-Evolusionistis Kalau dilihat cara bekerjanya, metode dari aliran ini dapat disamakan dengan metode Kreisen, yaitu metode dalam Antropologi yang banyak dianut oleh aliran-aliran Jerman. Metode ini juga biasa disebut Lapisan Kebudayaan, yaitu suatu metode yang menggunakan daerah atau lingkungan-lingkungan kebudayaan sebagai sudut pandangnya. Dalam pembahasan selanjutnya, untuk lebih mudah akan disebut dengan istilah horizon-horizon, yaitu merupakan tahapan-tahapan dalam sejarah umat manusia dan di dalam evolusi kebudayaannya, yang terdiri dari: 1) Horizon primitif, yaitu suatu tingkat kebudayaan yang meliputi: cara hidup, praktek-praktek keagamaan dan adat-istiadat dari manusia pemangku kebudayaan pengumpul makanan dengan cara-cara berburu. Teori Asal Usul Agama |21
Agama yang dipegang pada horizon ini, yaitu adanya rasa takut, teka-teki dan memuja benda-benda yang dianggap mempunyai mana. 2) Horizon Animisme, manusia pemangku kebudayaan ini sudah tergolong kedalam kelompok-kelompok. Artinya mereka tidak lagi sebagai bangsa pengembara pengumpul makanan dan berburu, tetapi memiliki tempa-tempat tinggal desa-desa tertentu dan kehidupannya sudah mulai mengolah tanah. Agamanya, mereka percaya kepada makhluk-makhluk halus yang tidak nampak. Kadang-kadang nampak seperti hantu, tetapi pada umumnya tidak terlihat dan hidup dalam dunia tersendiri. Kadang-kadang terlihat terlepas dari tubuh kasar dan pada suatu keadaan juga bertubuh. 3) Horizon Pertanian, mereka telah mengolah tanah yang dapat menghasilkan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, terutama padi-padian. Di samping itu mereka juga telah mengembangkan pola berternak. Jumlah penduduk semakin bertambah, yang akhirnya memaksa mereka untuk memperluas arial pertanian serta memperluas daerah tempat tinggal. Kepercayaan pada tingkat kebudayaan seperti ini terdapat dua sesembahan yang penting dan berbeda dengan roh-roh dan makhluk dalam Animisme. Pertama, menyembah dewi (kesuburan tanah) yang mempunyai kekusaan untuk menyuburkan tanah dan air. Kedua, yaitu sekelompok dewa-dewa dilamgit yang selalu menjadi tumpuan harapan para petani demi berhasilnya panen mereka, seperti: matahari, bintang, bulan dan lainlain yang selalu diberi bentuk dalam wujud dewa-dewa. 4) Horizon lapisan kebudayaan dari bangsa-bangsa kuno yang sudah berkebudayaan lebih tinggi. Bekas-bekas peninggalannya sangat berkesan bagi manusia modern sekarang ini. Bangsa-bangsa kuno yang telah memiliki kebudayaan tinggi itu mempunyai kesamaan sejarah, 22| Ilmu Perbandingan Agama
yaitu sistem pemerintahan mereka dibentuk berdasarkan sistem kelompok dalam horizon Animisme. Agama mereka merupakan pantulan dari sistem politik dan sosial yang dianutnya dan biasanya politheistis dengan suatu masyarakat dewa. Dewa-dewa mereka seperti dalam horizon pertanian. Dewa-dewa itu sungguh-sungguh berbentuk orang dan diwujudkan dengan cara menarik sebagai akibat bertambah kemampuan berpikir dari masyarakat horizon ini. Adanya pendeta-pendeta yang semakin lama semakin dipercaya dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan agama serta telah menentukan caracara beribadat kepada Tuhan di dalam kuil-kuil. Segi lain yang paling penting dalam horizon ini, ialah timbulnya corak pemikiran yang sama sekali baru yang dapat dijadikan sebagai batas-pemisah dari alam pikiran primitif yang masih serba sederhana dan dari horizon pertanian sebagai horizon pertanian yyang belum tentu bentuknya. Corak pemikiran itu akan disebut alam pemikiran berkeadaban, oleh karena dalam empirium kuno itu sudah terdapat cara berfikir yang teratur ukuran baik dan buruk dan norma-norma hidup bermasyarakat yang kesemuanya itu menjadi ciri manusia modern. Tergolong ke dalam bangsa-bangsa berkebudayaan itu ialah kekaisaran kuno, seperti Mesiar, Assyria dan Babylonia, kerajaan Hebrew atau Israel, negara Yunani dan Romawi dan termasuk juga kekaisaran Tiongkok Purba. Dari sifat-sifat yang terpenting yang dimiliki oleh horizon keagamaan sebelumnya, yaitu bertambah kemampuan untuk renungan-renungan yang konseptuil dalam bentuk kebudayaan kuno itu, kemampuan untuk membentuk konsepsi-konsepsi moral dan agama dari keadaan-keadaan yang memungkinkan perkembangan tokoh-tokoh besar, seperti para nabi, filosof dan tokohtokoh yang mengajarkan akhlak dan agama. Keadaan ini terjadi sekitar tahun 2000 SM. Sampai zaman-zaman berikutnya, memungkinkan untuk zaman ini Teori Asal Usul Agama
|23
dinamakan horizon kenabian. Pada masa ini terdapatlah jumlah ahli pikir bangsa Yunani; nabi-nabi masa Israel dan pemikir-pemikir dari India dan Tiongkok. Di samping itu terdapat pula ahli pikir yang terdiri dari raja-raja, pendeta-pendeta di Mesir dan Mesopotamia. Di Palestina dapat disebutkan rasul-rasul bani Israel, ialah Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Di Iran dapat disebutkan Zoroaster. Akibat lainnya dari perkembangan individu dalam kebudayaan kuno itu, ialah munculnya agama yang diajarkan oleh tokoh-tokoh besar (nabi) seprti: Zoroaster, Budha, Nabi Muhammad, Nabi Musa atau beberapa nabi bangsa Israel dan Yesus Kristus. 2. Aliran Psikologis-Evolusionistis Para sarjana yang memiliki masalah asal mula agama berdasarkan sudut pandangan ini telah merumuskan pendapat mereka dalam hubungan teori yang berbeda-beda. Adapun teori tersebut, antara lain: 1) Pendapat Edward Burnett Tylor dengan Animist theory, mengemukakan bahwa dengan adanya bermacammacam mimpi, sakit dan lain-lain orang primitif sampai kepada adanya pengertian tentang adanya roh atau jiwa. Mereka telah memisahkan antara roh dan tubuh kasar. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapatlah roh pada setiap benda, baik yang hidup maupun yang mati. Bila ada pendapat orang meninggal, rohnya hidup terus menerus serta dapat mengunjungi manusia yang masih hidup di dalam mimpinya. Lama kelamaan roh itu dipuja orang, yang pada akhirnya terjadilah paham pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang. 2) Teori yang berhubungan dengan perasaan manusia primitif yang disebut dengan Perception Theory yang dikemukakan oleh Max Muller. Menurut asal mula agama itu dari “the idea of the infinite”. Konsep ini sebagai akibat dari tanggapan mereka tentang alam raya ini, seperti 24| Ilmu Perbandingan Agama
langit terbentang luas, matahari yang menimbulkan panas, awan bercampur petir. Mereka tidak berdaya terhadap gejala-gejala alam tersebut. 3) The Totem Theory, dengan tokohnya Max Lennan yang kemudian dikembangkan oleh James G. Frazer, Sigmund Freud dan E. Durkheim, mengemukakan bahwa bentuk agama yang paling tua adalah totem, yaitu binatang atau tumbuh-tumbuhan yang dianggap suci yang dihubungkan dengan suku. Suku dianggap berasal dari totem itu dan roh daripada totem itu menempati kedua jenis makhluk itu yang oleh karenanya dianggap suci dan sangatlah pantas untuk disembah. Dengan terjadinya perang dan penakluan sesuatu suku mungkin saja mendapat kemenangan dan dengan demikian totem dari suku itu dianggap lebih tinggi. Dan secara berangsur-angsur, timbullah ide atau pemikiran pada suku primitif itu tentang adanya Wujud Yang Agung atau The Supreme Being. 3. Aliran Magis-Dinamistis Pada bagian yang telah lalu disebutkan bahwa agama yang paling rendah disebut Mana, yaitu benda yang menarik perhatian dan tanda tanya. Keajaiban benda-benda tersebut dianggap sebagai suatu zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Agama Mana ini juga biasa disebut dengan Fetishisme atau Pra-Animisme atau Dinamisme. Pada dasarnya Fetishisme berkeyakinan bahwa sesuatu roh atau kekuatan mungkin saja terdapat pada suatu benda kecil yang kemudian dibawa-bawa sebagai tempat berlindung. Kalau benda itu tidak dapat memberikan bantuan, berarti rohnya telah keluar dan benda tersebut tidak mempunyai manfaat lagi. Teori Fetish ini telah dibela dan dikembangkan oleh para ahli terutama Charles de Brosses. Teori Asal Usul Agama
|25
4. Aliran Antropologis (Oer-Monoteistis) Penulis modern yang pertama-tama menekankan dan mengembangkan adanya Monoteisme di kalangan bangsabangsa primitif ialah Andrew Lang. Tetapi menurut para ahli, sebenarnya jauh sebelum Andrew Lang ini, sudah ada seorang sarjana yang memberikan komentarnya mengenai teori ini, yaitu Joseph Francois Lafiteau (1640-1740) yang beranggapan bahwa kepercayaan akan sesuatu makhluk ketuhanan yang tertinggi adalah suatu kepercayaan yang sudah amat tua dan mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua. Dari usaha penyelidikan-penyelidikan terhadap berbagai macam agama yang dimiliki bangsa-bangsa primitif, terlihatlah bahwa kepercayaan mereka tentang adanya Tuhan Maha Agung dan Esa itu merupakan kepercayaan yang asal atau yang paling tua. Kepercayaan ini sudah ada sebelum adanya elemenelemen lain, seperti: Fetishisme, penyembahan syetan, Animisme, Totemisme atau magis, elemen-elemen yang dipergunakan oleh orang-orang aliran evolusioner dalam teorinya tentang asal usul kepercayaan bangsa primitif.1 B. Fase-fase Ketuhanan Para ahli Ilmu Perbandingan Agama mengenal tiga fase umum yang di lalui oleh masyarakat primitif mengenai kepercayaan terhadap Tuhan atau dewa-dewa. Tiga fase tersebut ialah: 1) Fase Politeisme (fase banyak Tuhan); 2) Fase Henoteisme (fase seleksi); 3) Fase Monoteisme (fase satu Tuhan). Bagi bangsa primitif fase Politeisme telah mengangkat dewa-dewa dengan jumlah puluhan, dan kadang-kadang melebihi puluhan atau bahkan sampai kepada ratusan. Pada fase ini hampir setiap keluarga mempunyai dewa yang 1Ibid.
26| Ilmu Perbandingan Agama
dipuja, atau mempunyai jimat-jimat yang menggantikan dewa-dewa tersebut di rumah, serta menerima do’a-do’a dan korban yang disampaikan kepadanya. Pada fase selanjutnya, dewa-dewa tetap banyak, atau di antaranya itu ada yang lebih menonjol dan menenangkan yang lain. Artinya mereka mempunyai keyakinan di antara sekian banyak dewa tersebut, ada satu dewa yang ditokohkan dan dianggap lebih berkuasa, dan inilah yang disebut dengan fase henotheisme atau fase seleksi. Sedangkan pada fase Monoteisme, suku primitif berkumpul dalam satu pemujaan yang cukup merukunkan mereka. Pada fase ini mereka telah mempercayai tentang adanya Tuhan yang Agung serta Esa. Pendapat ini telah dikemukakan oleh Andrew Lang. C. Monoteisme dalam Kepercayaan Primitif Kalaulah kita mengakui bahwa bangsa-bangsa primitif itu mempunyai kepercayaan kepada Dewa-dewa yang Tertinggi, maka segera timbul pertanyaan apakah agama mereka itu benar-benar merupakan suatu keyakinan yang bersifat Monoteisme ataupun bukan? Untuk menjawab masalah ini, para sarjana berbeda pandangannya. Ada golongan yang mengatakan bahwa, bangsa primitif itu sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan yang satu atau monoteistis. Tetapi pendapat lain mengatakan sifat kepercayaan mereka itu politeistis. Kedua pendapat tersebut perlu dibahas lebih lanjut, sekalipun Theo Huijbers memberikan penilaian bahwa pendapat yang mengatakan agama primitif bersifat politeistis adalah pendapat yang mendekati kepada kebenaran. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa bangsa primitif itu mempunyai kepercayaan monoteistis, antara lain telah dikemukakan oleh Andrew Lang dan Wilhelm Schmidt. Perlu disadari bahwa kehidupan bangsa primitif itu dekat sekali dengan alam. Mereka langsung berhubungan Teori Asal Usul Agama
|27
dengan alam, dan juga memiliki suatu kesadaran tentang adanya zat yang agung. tetapi bukan oleh karena memikirkan alam sekitarnya, tetapi karena dirasakannya dalam hidup ini dan diperolehnya di tengah-tengah pengalaman yang kongkrit. Karena itulah agama mereka bukannya tidak mengenal dunia lain dari dunianya. Begitu pula pandangan mereka yang mementingkan keselarasan hidup perorangan, sosial serta keselarasan kosmos sungguh adalah suatu hal yang sangat bernilai. Maka tidaklah dapat dipungkiri bahwa penghayatan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dikatakan sudah ada. Tetapi persoalannya apakah kepercayaan mereka itu Monoteisme ataupun Politeisme. Kalau dilihat dari sudut pandang agama wahyu, seperti agama Islam, maka agama mereka adalah kafir atau musyrik, dan mereka adalah orang-orang yang menyembah berhala. Hal ini disebabkan penangkapan dan pengertian orang-orang primitif terhadap zat yang maha kuasa sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam Al-Quran sangat jauh sekali, atau tidak terdapat pengertian Tuhan sebagaimana dilukiskan dalam Al-Quran. Mereka kafir terhadap pengertian sebagaimana yang telah digambarkan di dalam Al-Quran. Menurut kenyataannya bahwa dalam masyarakat primitif itu, pengaruh alam sangat besar sekali, sehingga akibatnya berkembanglah magi, sihir, tenung. Demikian pula masyarakat dimana hiduplah faham-faham Fetishisme, timbul kepercayaan kepada daya ajaib, angker, guna-guna, jimat, sakti dan mempunyai tuah. Kesemuanya ini menunjukkan kekerdilah rohani bangsa primitif yang pada akhirnya mereka mengadakan persembahan dan sesajiansesajian. Demikian pula bagi masyarakat animistis, akan dicela sebagai Politeisme, yang telah menggeser perhatian terhadap zat Yang Maha Kuasa (Allah) kepada perhatiannya tentang roh yang halus (yang baik tau yang jahat). Manusia 28| Ilmu Perbandingan Agama
berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang mengatasi alam, sekalipun pada akhirnya mempunyai refleksi pengakuan kepada Pencipta dunia. Artinya paham dan praktek religius manusia primitif tetap berada pada politeistis, dan akan demikian seterusnya. Kalau kita ingin memberikan penilaian terhadap agama bangsa primitif dalam masalah-masalah di atas, mungkin ada baiknya kita melepaskan diri dari wahyu, guna kemudian berdiri di hadapan agama primitif, dan memandang sembahannya sebagai Allah. Allah melebihi segala ciptaannya, tetapi bekerja dalam dunia dan lebihlebih dalam diri manusia. Bukankah Allah telah berfirman dengan perantaraan alam ini, sehingga Allah yang transenden itu juga immanen? Tetapi karena kemampuan akal mereka yang sederhana, mengakibatkan mereka hanya sampai kepada kekuatan pada benda ataupun alam. Dan yang tidak dapat dilupakan bahwa Allah membimbing semua bangsa kepada keselamatan menurut jalannya. Oleh karena itu kita tidak dapat menolak nilai-nilai rohani dalam agama tersebut, tetapi perlu di hormati kemudian ditingkatkan dalam naungan agama wahyu. Hal tersebut dapat saja dilakukan karena bangsa primitif itu dalam kehidupannya sehari-hari sering menghubungkan hidupnya dengan zat yang transenden. Dibalik corak kemusyrikan agama primitif tersimpan suatu perasaan atau pengakuan atas dasar fitrah kejadian manusia terhadap kekuasaan yang mutlak (Allah). Mereka juga mengakui zat Yang Maha Kuasa yang jauh, suci, menakutkan, menarik dan dicintai. Dalam keadaan seperti itu besar kemungkinan berkecamuknya bermacam-macam perasaan atau sikap dalam berhadapan dengan-Nya. Manusia ingin mendekati-Nya tetapi disadari bahwa dirinya jauh dari yang suci. Zat yang transenden juga dianggap menarik sehingga dicintainya dan ingin ditiru. Demikianlah manusia berada dalam dua reaksi yang saling melengkapi. Teori Asal Usul Agama
|29
Dari uraian di atas terlihatlah bahwa suku bangsa primitif menganut agama Politheistis, tetapi di samping itu juga memiliki idea tentang adanya hakikat yang Esa. Hal ini terlihat dengan praktek ibadah mereka sehari-hari. Secara sederhana dapatlah digariskan bahwa kepercayaan suku primitif itu mengandung idea tentang Tuhan Yang Maha Esa. Tidaklah mungkin bahwa akal manusia sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu mencapai kebenaran. Sebab kalau hanya manusia memperoleh pengetahuan tentang Tuhan melalui wahyu semata-mata, berarti manusia pada prinsipnya adalah ateistis, dan manusia tidak akan mampu menerima wahyu dalam bentuk sederhana. Wahyu Allah semestinya ditafsirkan sehingga manusia dapat menerima kebenaran. Manusia mampu menjawab wahyu. Apabila alam dapat dipandang sebagai tempat Allah mewahyukan diri-Nya, maka manusia mungkin mengetahuinya, dan kemungkinan tersebut suatu kemungkinan yang aktif. Hal tersebut akan diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa suku bangsa primitif, yang belum pernah menerima dakwah Islamiyah ataupun misi Kristen, mampu mengetahui adanya zat Yang Esa, melalui penalaran mereka itu sendiri. Itulah yang dikemukakan di mana-mana, yang berasal dari wahyu Allah atau Ilham. Perlu ditegaskan lagi bahwa suku bangsa primitif mempunyai ide tentang Tuhan Yang Maha Esa, bukan pengetahuan tentang Allah melalui akal budi, karena Allah tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu-Nya. Memang bangsa primitif mempunyai ide religius, tetapi masalahnya apakah ide-ide tersebut berhubungan dengan Allah atau dengan kekuatan alam saja.2
2Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Perbandingan Agama I, Jakarta, 1981, hal. 199-203.
30| Ilmu Perbandingan Agama
Agama
Islam,
Teori Asal Usul Agama
|31
32| Ilmu Perbandingan Agama
DAFTAR PUSTAKA
A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, Yayasan Nida, Yogyakarta,1975. A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, Mizan, Bandung,1992. Administrator Insist, Pluralisme Agama, Ancaman Bagi AgamaAgama, http://idrusali85.wordpress.com/2007/08/23/anismalik-%E2%80%9Dpluralisme-agama-ancaman-bagiagama-agama%E2%80%9D/. Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Paramadina, Jakarta, 1999. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Cet. I, Perspektif, Jakarta, 2005. A.R. Golpeigani, Menggugat Pluralisme Agama, Cet. I , Al-Huda, Jakarta, 2005. Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, Cet. I, Pustaka AlKautsar, Jakarta, 2005. Baharuddin Daya, Hubungan Dialog Islam-Kristen di Indonesia, Makalah, Yogyakarta, 1998. Daftar Pustaka |129
Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis, Paramadina, Jakarta, 2001. Budhy Munawar Rahman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Cet I, Mizan, Jakarta, 2004. Budhy Munawar Rachman dan Moh Shofan, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme, Grasindo, Jakarta, 2010. Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Perbandingan Agama I, Jakarta, 1981.
Agama
Islam,
Fatimah, Istiqro, Vol.4, No.1, Depag RI, Jakarta, 2005. M. Saerozi, Perta, No.1, Depag RI, Jakarta, 2006. Muhammad Malik, Dialog, No.54, Tahun xxv, Litbang Depag RI, Jakarta, 2002. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tentang Kebebasan Beragama, dalam Kamaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus (ed), Gramedia Pustaka Utama dan Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 1998. Mujibussalim, Pluralisme Agama Menurut Pemikiran Nurcholish Madjid, Skrispi, Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 2011. M. Quraish Shihab, Atas Nama Agama, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1998. Nurcholish Madjid, “Mencari Akar Islam Bagi Pluralisme Modern: Pengalaman Indonesia”, dalam Mark R.Woodword (ed), Jalan Baru Islam, Mizan, Bandung. Nurcholish Madjid, “Agama Dan Politik”, Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol.1, No.1, 1998. Open Your Hearth Open Your Mind, Pluralisme Agama, http://www.google.comhttp://fikropenmind.blogspot.com/,
130| Ilmu Perbandingan Agama
Said Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Cet. III, Ciputat Press, Jakarta, 2005. Sarana Komunikasi Ulama dan Ummat, Mengenal Aliran Sesat Jaringan Islam Liberal, http://fuui.wordpress.com/antipemurtadan/mengenal-aliran-sesat-jaringan-islamliberal/. Zakiah Daradjat, dkk., Perbandingan Agama-2, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Daftar Pustaka
|131
132| Ilmu Perbandingan Agama