DRA. HJ. ANNI JUWAIRIYAH Former Member of Regional House Representative; Chairperson, PPCI East Kalimantan Hj. Anni Juwairiyah, SE born on June 16, 1960 is currently living in Samarinda. She had served as Province Regional House of Representative member of East Kalimantan in 2004-2009 (fraksi PAN). The mother of 3 children gained her Bachelor degree from University of Sebelas Maret Surakarta (UNS) taking Bachelor of Economics in 1985 and continued her study in Master Degree of Law in Mulawarman University (UNMUL) Samarinda, graduated in 2010.
¬RINGKASAN PRESENTASI “BECOMING A CANDIDATE” Oleh : Anni Juwairiyah A. Mulai Terjun ke Dunia Politik :
Sejak tahun 1999, saya diminta oleh ketua DPW PAN (Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional) Kaltim, ketika itu, untuk ikut aktif di PAN Kaltim. Merasa ragu dan sedikit takut akan dunia politik, sehingga belum bersedia. Ketua DPW PAN Kaltim kembali mengharapkan agar saya bersedia aktif, karena saya merupakan representasi „Aisyiyah/ Muhammadiyah. Dengan alasan itu saya tidak dapat menolak lagi. Terlebih suami sangat mendukung, agar saya aktif di dunia politik.
Ketika itu saya bersedia aktif di PAN Kaltim, hanya bila dalam struktur kepengurusan diletakkan di bidang yang tidak terlalu berat. Namun akhirnya, setelah masuk di lingkungan partai saya harus konsekuen, dan menerima apa yang diamanatkan kepada saya.
B. Aktif di Partai Politik : Periode 2000 – 2005, saya menerima amanat sebagai Sekretaris Badan Pemberdayaan Perempuan, sekaligus Wakil Sekretaris DPW PAN Kaltim. Mengingat PAN waktu itu masih merupakan partai baru, maka program utama adalah konsolidasi organisasi, memperkuat basis anggota. Mulailah dengan membentuk organisasi-organisasi sayap partai atau mitra partai, khususnya yang beranggotakan perempuan. Ketika itu, hangatnya era reformasi masih terasa sangat kuat. Penguatan bagi partai-partai baru sangat sering dilakukan. Termasuk PAN, dan saya sering diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan penguatan partai juga sering saya ikuti, baik yang diselenggarakan oleh lembaga dari Dalam Negeri dan Luar Negeri. Semuanya memperluas wawasan saya di bidang politik.
Menjelang Pemilu 2004, diberlakukan UU Politik, yang mengharuskan setiap partai politik mengajukan 30% calon anggota dewan perempuan (affirmative action). PAN salah satu partai yang sangat concern terhadap UU tersebut, khususnya terhadap keterwakilan perempuan dalam parlemen. Keadaan ini semakin menggairahkan saya dalam organisasi politik. Salah satu motto yang saya yakini adalah, kata-kata dalam Hadits : “Wanita adalah tiang Negara”, bila wanita kuat Negara pun menjadi kuat. Bersama Ketua Pemberdayaan Perempuan, kami menyusun “kekuatan” perempuan. Kalimantan Timur terdiri dari 5 (lima) Daerah Pemilihan (Dapil). Di setiap Dapil setidaknya ada 1 (satu) orang perempuan yang kuat, artinya : memiliki potensi, mempunyai basis massa, dan harus punya keberpihakan dengan perempuan. Akhirnya tersusun Daftar Calon Sementara yang memenuhi ketentuan Affirmative Action. Ketua Pemberdayaan Perempuan DPW PAN Kaltim di Dapil 1 , dan saya ditempatkan di Dapil 2.
Ketika itu, ketentuan calon jadi masih sesuai urutan. Ternyata partai meletakkan saya di nomor 1. Tentu senang karena Partai mempercayai saya di urutan satu. Namun sedikit risau, betulkah kondisi saya tidak memunculkan masalah, karena selalu ada syarat “sehat jasmani rohani”. Setelah mencari berbagai info, Alhamdulillah, keberuntungan masih menyertai saya, semua berjalan lancar, di DCT (Daftar Calon Tetap) saya tetap di urutan no 1.
C. Perjalanan Menuju Kursi DPRD Kaltim. Saat kampanye merupakan hal berat yang harus saya hadapi, diantaranya : • Medan kampanye di Dapil saya, bukan hal yang mudah, karena di beberapa tempat harus menggunakan speed boat, perahu kayu (orang disini menyebut “klotok”) menuju pulau-pulau kecil yang harus dikunjungi. Perjalanan darat pun dengan kondisi jalan yang sebagian besar rusak berat. • Saya belum pernah berhubungan/berhadapan secara langsung dengan sebagian besar masyarakat/konstituen saya di Dapil 2 tersebut. • Meskipun telah mengikuti pelatihan-pelatihan, tetapi berada di lapangan, saya masih merasa tidak memiliki kemampuan menentukan strategi yang tepat. • Incumbent (yang ketika itu masih duduk di DPRD Kaltim dari PAN), adalah seseorang pria, yang memiliki kedudukan di masyarakat sangat kuat, dokter, alim ulama/ tokoh masyarakat, dan hampir seluruh infrastruktur partai berada di pihaknya. Namun pertolongan Allah SWT, ada seorang volunteer dari Jakarta, yang berasal dari Kaltim, mengetahui keadaan saya, beliau menyatakan siap membantu saya dengan sukarela. Dia buatkan peta, kantong-kantong suara yang mungkin bisa saya dapatkan. Dia atur kapan saya harus tampil dan kapan saya tidak perlu tampil. Sampai ke hal-hal kecil, seperti : media kampanye (kaos, pin, bendera, dll) dia yang membantu menyiapkan.
Saya berusaha mempraktekkan semua ilmu dari perlatihan-pelatihan yang saya dapatkan. Misalnya : Manajemen Kampanye, Cara Meraih Konstituen, dll. Melalui internet saya mengikuti apa kegiatan dan materi kampanye (issue-issue strategis) yang disampaikan oleh tokoh-tokoh PAN di tingkat nasional, terutama bpk. Amien Rais, untuk disampaikan ke calon pemilih saya. Karena saya sudah menerima mandat kuat dari Partai, saya berada di no urut 1, saya merasa harus menang dengan suara yang signifikan. Dalam system no urut, bila suatu partai mendapatkan kursi, maka no urut 1, pasti akan jadi, meskipun pemilihnya lebih sedikit dari nomor-nomor di bawahnya. Saya berusaha keras untuk mendapatkan selisih suara yang signifikan supaya posisi saya kuat. Saya tidak sedikit pun masuk ke kantung-kantung yang dimasuki oleh saudara saya tadi. Jadi harus “menyerang daerah baru” (floating mass) atau basis organisasi saya „Aisyiyah dan jaringan dari saudara volunteer tadi. Pada Pemilu 2004, kondisi masyarakat masih bagus, belum terlalu bersifat “transaksional”. Itu semua memudahkan saya dalam meraih suara. Pada akhirnya, saya menang. Tapi sayang, partai saya hanya menikmati sisa kursi di ke-5 Dapil. Namun saya tetap bersyukur, mempunyai selisih lebih 1000 suara dengan dan sang “incumbent”. Alhamdulillah, berhasil kursi DPRD Kaltim, dengan lancar. Namun tetap berkeyakinan bahwa jabatan adalah amanah, bisa datang dan pergi, sesuai yang Allah kehendaki, jadi tak perlu terlalu bangga atau disambut dengan pesta suka cita, cukup berdo‟a memohon kekuatan dari Allah swt.
D. Mengemban Amanah di DPRD Kaltim PAN mendapatkan 5 kursi DPRD Kaltim periode 2004-2005, dari 5 (lima) Dapil. Empat orang pria dan saya perempuan sendiri. Diantara mereka saya berada di urutan no 2 dalam jumlah perolehan suara. Itu membuat saya lebih percaya diri.
Secara keseluruhan ada 9 orang perempuan dari 45 orang anggota DPRD Kaltim. Menurut saya cukup bagus, karena mencapai 20%. Saya berada di Komisi IV, yang membidangi kesejahteraan rakyat, meliputi urusan: pendidikan, kesehatan, perempuan, pemuda dan olahraga, buruh, agama, dan lain-lain. Sesuai dengan bidang dan pengalaman saya. Selama saya duduk di DPRD Kaltim hampir tidak menemukan masalah yang terkait dengan kondisi disabilitas saya, dan bahkan saya tidak terlalu menyadari saya seorang penyandang disabilitas. Pernah seseorang menyampaikan kepada Ketua PAN ketika itu, agar saya tidak usah terlalu sering mengikuti perjalanan anggota dewan….kasihan, katanya. Untung saja ketua PAN tidak menanggapi masalah itu, dan justru saya diperkuat untuk melaksanakan tugas DPRD apa pun itu, dan setiap melangkah masuk ruang harus selalu punya konsep.
Bertemu dengan komunitas penyandang disabilitas ketika Kaltim akan menyelenggarakan PON dan PORCANAS. Olah Raga, merupakan bidang yang menjadi tangung-jawab Komisi IV, karenanya kami sering hearing dengan KONI termasuk Organisasi Olah Raga Penyandang Cacat. Di situlah baru kemudian saya mengenal PPCI. Tahun demi tahun di DPRD Kaltim, penuh pengalaman suka atau duka. Alhamdulillah semua terlewati dengan selamat. Pada Pemilu 2009, saya merasa harus terus berjuang, kalau pun saya tidak duduk lagi, setidaknya mempertahankan kursi di Dapil saya ada dan tetap dipegang oleh seorang perempuan. Namun situasi dan kondisi Pemilu 2004 dan 2009 sangat berbeda. Berganti ketua partai kebijakan pun berubah, itu sebuah kenyataan politik, dan resiko politik. Akhirnya di Pemili 2009, saya tidak meraih suara signifikan dan karena sesuatu hal, akhirnya PAN pun kehilangn kursi di Dapil 2.
E. Hal Berkesan Selama berada di DPRD Kaltim. Beberapa hal yang sangat berkesan bagi saya selama berada di DPRD Kalimantan Timur, antara lain : • Ketika berhasil melepas kebekuan hubungan tenaga kerja magang di Jepang. Beberapa tahun sebelumnya Jepang memutuskan untuk tidak menerima Tenaga Kerja Magang di Jepang dari Kaltim, karena tenaga kerja magang asal Kaltim seringkali tidak disiplin, bahkan ada yang pulang sebelum masa kerjanya berakhir. Sehingga tahun berikutnya Jepang tidak mau menerima lagi tenaga kerja dari Kaltim. Bersama dengan pihak Menakertrans dan Disnaker Kaltim, akhirnya menemui Pihak Penerima Tenaga Kerja magang di Jepang. Stelah melalui pembicaraan akhirnya, Jepang kembali membuka peluang bagi tenaga kerja magang dari Kaltim. • Adanya masalah internal sehingga pada tahun 2008, DPRD Kaltim berganti wakil Ketua, yang berasal dari Fraksi . Dalam Tata Tertib DPRD Kaltim, Fraksi yang bersangkutan harus mengajukan 2 (dua) orang calon untuk dipilih dengan dengan pemungutan suara. Dari Fraksi PAN mengajukan nama seorang sahabat saya laki-laki dan nama saya. Sudah sangat saya pahami konstelasi politik yang ada pasti berpihak pada laki-laki. Bagi saya, siapa pun tidak masalah, karena masih berasal dari Fraaksi yang sama, namun saya tidak ingin hanya diri saya sendiri yang memilih nama saya.
Maka saya berusaha untuk mencari dukungan kepada seluruh teman-teman perempan, untuk memilih saya, sekaligus saya memohon kepada ketua-ketua fraksi agar berkenan anggota perempuan yang ada dalam fraksinya memilih saya. Ternyata para ketua fraksi berkenan menerima permintaan saya. Maka target suara yang bisa saya peroleh adalah 9. Namun apa yang terjadi, saya mendapat 16 suara dan sahabat saya tadi 18 suara, yang lain tidak hadir. Bukan jadi atau tidak jadi wakil ketua yang menjadi catatan saya, namun bukti bahwa saya perempuan, dan penyandang disabilitas, namun dengan usaha, dapat mencapai atau bahkan melebihi apa yang diharapkan. Menjelang Porcanas 2008, ketika itu ketua dewan ingin membedakancbesaran bonus yang diterima oleh atlit penyandang disabilitas dan bukan penyandang disabilitas. Dengan dukungan Fraksi PAN, saya merasa keberatan bila terjadi pembedaan. Akhirnya disamakan besaran bonus yang diterima baik atlit disable maupun atlit bukan disable.
Samarinda, 3 Oktober 2012