Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
HARTA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH YUDI IRWAN & BERTARIYA MUKTI UTAMI Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Iqra Annisa Pekanbaru Jl. Riau Ujung No. 73 Pekanbaru-Riau 28282 Website: www.stei-iqra-annisa.ac.id/Email:
[email protected] ABSTRACT In the life of the world, the human need for survival treasure. Every effort will be made in order to have the treasure. Man who lives only for this worldoriented, so many people are trapped in the search for, own and use property. Islam as a way of life that is in accordance with human life itself, both for life in this world and the hereafter, have arranged matters relating to property, whether to get it and how to use it. Islamic economics is a discipline that gives space corresponding to human life and man, man and nature and man and Allah. Islamic economics has given an answer, how humans should relate to the treasure. A treasure not to be abandoned, the treasure is something that must be mastered in a good way and used in a way that is good for people to obtain the blessing of Allah. Keywords: Treasure, Islamic, Economic Syariah. ABSTRAK Dalam kehidupan di dunia, manusia memerlukan harta untuk kelangsungan hidupnya. Segala upaya akan dilakukan agar bisa memiliki harta tersebut. Manusia yang kehidupannya hanya berorentasi untuk dunia saja, maka banyak manusia yang terjebak dalam mencari, memiliki dan menggunakan hartanya. Islam sebagai jalan hidup yang sangat sesuai dengan kehidupan manusia itu sendiri, baik untuk kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat, telah mengatur hal-hal yang berkenaan dengan harta, baik cara memperolehnya dan cara menggunakannya. Ekonomi syariah merupakan suatu disiplin ilmu yang memberikan ruang gerak yang sesuai dengan kehidupan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Allah SWT. Ekonomi syariah telah memberikan satu jawaban, bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan harta tersebut. Harta bukan untuk ditinggalkan, harta adalah sesuatu yang harus dikuasai dengan cara yang baik dan dipergunakan dengan cara yang baik agar manusia mendapatkan ridho Allah SWT. Kata Kunci: Harta, Islam, Ekonomi Syariah.
922
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
A. PENDAHULUAN . . . . . . . . “. . . Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. . .”(An-Nuur:33).1
Hakikat harta sebenarnya adalah milik Allah. Di dalam ayat Al qur’an banyak kita temukan bahwa harta disandarkan kepemilikan hakikinya kepada Allah. Kemudian Allah telah memberikan wewenang-Nya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut dengan cara-cara yang telah ditetapkan. Jika manusia mendapatkan maupun menguasai hartanya dengan mengabaikan ketentuan dari Allah maka ia tidak berhak memilikinya. Bisa jadi harta tersebut merupakan rezekinya tetapi bukan miliknya karena didapatkan dengan cara yang tidak sah secara agama.2 Harta yang Allah berikan kepada menusia dapat dipergunakan untuk menyejahterakan dirinya, keluarga, masyarakat sekitar, negara bahkan penduduk dunia. Sejahtera artinya hidup dengan harta yang berkah. Salah satu ciri harta yang berkah adalah baik dan halal cara mendapatkannya, baik dan halal memanfaatkannya,baik dan halal menyalurkannya. Harta yang didapat dengan baik, dimanfaatkan dan disalurkan dengan baik sesuai tuntunan agama Islam merupakan harta yang berkah. Harta yang berkah itulah yang akan membawa kesejahteraan bagi pemiliknya, baik sejahtera lahir maupun batin.3 Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat
1
M. Sholahuddin, Asas-AsasEkonomi Islam, ( Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2007),
hlm. 41. 2
Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, ( Jakarta: Gema Insani Pres, 2007),hlm. 20. 3 Didin Hafidhuddin,.... hlm. 1-2.
923
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta. Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesama manusia. Bukanlah takut sesuatu pengaruh dalam kehidupan manusia karna harta. Maka kita semua membutuhkan kepada harta, dan kebutuhan kita ini adalah berbeda-beda. Seperti halnya perbedaan kita dalam mencari jalan semuanya itu akan saling kita praktekkan, yaitu sebagaian orang ada yang berlebih-lebihan mencintai kepada harta, sehingga harta itu dijadikan salah satu tujuan dalamhidup. Sebagian lagi ada yang bersungguh-sungguh mencari harta sampai kepada tingkatan yang dicita-citakan, sehingga seperti dihadapkan dimukanya musuh yang nyata.4 Salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.5Maka jelaslah bahwa kedudukan harta sebagai perhiasan dapat mengalahkan keberadaan manusia. Kehormatan dan harga diri manusia jauh lebih rendah dibanding harta dan benda. Demikian juga ketika manusia disamakan dengan harta dan perhiasan. Maka, ketika manusia masih berfungsi dan memenuhi standar sebagai perhiasan, ia masih terpakai. Sementara, jika manusia yang dianggap sebagi harta tidak memenuhi standar sebagai perhiasan, maka ia akan segera terbuang.6
4
Muhammad mahfud Bably, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2000), hlm. 1. 5 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Pena Grafika, 2012), hlm. 20. 6 Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta dengan Sedekah dan Silaturahmi, ( Jogyakarta: Sabil, 2013 ), hlm. 17-18.
924
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Dalam Islam, harta bukan sebagai tujuan, akan tetapi sebagai sarana untuk mendapatkan manfaat dan untuk mencapai sebuah keinginan. Barangsiapa yang menggunakan harta dalam koridor tersebut, maka ia akan menjadi kebaikan untuk dirinya dan masyarakat, dan barangsiapa yang menggunakannnya sebagai tujuan dan kenikmatan, maka hartanya akan berubah menjadi syahwat yang dapat mengantarkan dirinya melakukan kerusakan, dan membuka pintu-pintu kerusakan terhadap manusia.7 Berkenanan dengan harta pula, dalam Al qur’an dijelaskan laranganlarangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dala hal ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta, dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan tersebut sebagai berikut: 1. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak menusia, berupa: a) Memakan harta sesama manusia dengan cara yang bathil, firman Allah: Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil. (Al baqarah: 188) b) Memakan harta dengan jalan penipuan, firman Allah: Artinya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (AnAn’am: 152). c) Dengan jalan melanggar janji dan sumpah, firman Allah:
7
Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,(Yogyakarta : BPFE, 2006),hlm. 149.
925
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Artinya:
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah Hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (Al-Nahl:92).
d) Dengan jalan pencurian, firman Allah: Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.(Al-Maidah:38)
2. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagaian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga, firman Allah: Artinya: (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.( Ali- Imran:130) 3. Penimbunan harta dengan jalan kikir, firman Allah: Artinya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.(AlTaubat:34). 926
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
4. Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir)8, firman Allah: Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Al-isra: 26) Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah hak sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu bukanlah tujuan tetap sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Dalam Al-Quran surat Al-Hadiid (57):7 disebutkan tentang alokasi harta.
Artinya: Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya.Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.(Al-Hadiid:7) Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang Telah disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros. Belanja dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat berproduksi sehingga terpenuhinya segala kebutuhan hidupnya. Jika tidak ada manusia yang bersedia menjadi konsumen, dan jika daya beli masyarakat berkurang karena sifat kikir melampaui batas, maka cepat atau lambat roda produksi niscaya akan terhenti, selanjutnya 8
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakata, RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 15-17.
927
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
perkembangan bangsa akan terhambat. Dan mewujudkan distribusi kekayaan yang adil, jujur, dan marata, Islam menetapkan tindakantindakan yang potisitif dan prohibitif.9 Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya serta menafkahkan di jalan Allah. Dengan kata lain Islam memerangi kekikiran dan kebakhilan. Larangan kedua dalam masalah harta adalah tidak berbuat mubadzir kepada harta karena Islam mengajarkan bersifat sederhana. Harta yang mereka gunakan akan dipertanggungjawabkan di hari perhitungan. Sebagaimana seorang muslim dilarang memperoleh harta dengan cara haram, maka dalam membelanjakannya pun dilarang dengan cara yang haram. Ia tidak dibenarkan membelanjakan uang di jalan halal dengan melebihi batas kewajaran karena sikap boros bertentangan dengan paham istikhlaf harta majikannya (Allah). Norma istikhlaf adalah norma yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki manusia hanya titipan Allah. Adanya norma istikhlaf ini makin mengukuhkan norma ketuhanan dalam ekonomi Islam. Dasar pemikiran istikhlaf adalah bahwa Allah-lah Yang Maha Pemilik seluruh apa dan siapa yang ada di dunia ini: langit, bumi, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, batuan, dan sebagainya, baik benda hidup ataupun mati, yang berpikir ataupun tidak bepikir, manusia atau nonmanusia, benda yang terlihat ataupun tidak terlihat Kewajiban menggunakan harta atau ketidakbolehan menahan harta adalah
suatu ciri khas ekonomi dalam islam. Karena Islam
mendorong untuk berinfak dengan arti mengorbankan dijalan yang baik, dan mengharamkan menimbun harta.Dengan maksud agar harta itu tidak menetap dalam gudang yang jauh dari penggunaan, tentunya itu tidak akan menghasilkan manfaat. Akan tetapi Islam itu mendorong untuk mengorbankan hartanya. Sehingga dengan itu dapat saling menggunakan dan akan menjadikan manfaat yang sempurna bagi sesama manusia. 9
Muhammad Sharif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 79.
928
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Karena itu bahwa bukanlah suatu tujuan akan tetapi hanya seabagai jalan saja. Allah mengharamkan berlebih-lebihan dan kemewahan, karena bahaya kemewahan di bidang ekonomi dan social dalam hubungannya dengan individu. Allah juga mengharamkan usaha mendapatkan harta dengan
jalan
menyalahgunakan
kekuasaan
atau
pengaruh,
dan
menghapus usaha yang tersembunyi yang diperoleh dengan cara ini serta mengarahkannya pada perpengdaharaan kaum muslim. Yang mula-mula menerapkan prinsip ini adalah Rasulullah SAW. Bagaimana harta itu menjadi berkah membuat pemiliknya tidak merasa rakus dengan hartanya. Dan bagaimana kita tidak dikendalikan dengan harta tapi kita yang mengendalikan harta tersebut. Kita sebagai muslim melakukan harta yang dimilki dapat bermanfaat buat kita dan orang lain.Tetapi apakah harta adalah segalanya. Ternyata tidak harta bukanlah segalanya karena harta tidak bisa membeli kebahagiaan dan keimanan. Dalam konteks ekonomi Islam harta yang kita miliki sebenarnya bukanlah miliki kita tetapi milik Allah swt. Dan kita hanya sekedar dititipi belaka. Dan harta yang Allah titipkan kepada kita itu di dalamnya terdapat hak-hak fakir, miskin, yatim, dan lain-lain. Yang harus kita pedulikan. Sehingga di dalam ekonomi Islam harta itu mempunyai peran yang sangat besar baik peran dalam hal individu, sosial, maupun dengan lingkungan sekitar. Harta merupakan sarana sarana menguji keimanan seseorang. Apakah dengan atau tanpa harta seseorang akan terpengaruh atau tidak dalam mengabdi dan beribadah kepada Allah. Hal ini karena diantara tujuan hukum Islam adalah memelihara harta tidak boleh berbuat zalim terhadap orang lain serta wajib menggunakan harta itu dalam hal-hal yang diridhoi Allah SWT.
B. KONSEP TEORITIS 1. Pengertian Harta Harta dalam bahasa arab dengan al-maal. Artinya sesuatu yang digandrungi 929
dan
dicintai
oleh
manusia.
Al
muyul
yang artinya
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
‘kecendrungan’ mempunyai akar kata yang sama dengan al-maal, yaitu sesuatu yang hati manusia cendrung ingin memilikinya.10 Ada juga mengartikan al-mal dengan sesuatu yang menyenangkan manusiadan mereka menjaganya, baik dalam bentuk materi maupun manfaat.11 Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menuruti istilah, ialah“ segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar diantara manusia”.12 Menurut ulama’ Hanafiyah yang dikutip oleh Nasrun Haroen,13 almal (harta) yaitu: Artinya: “segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan”. Milik ialah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain. Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta biasa dicampuri oleh orang lain.14 Menurut para fuqaha, harta tersusun oleh dua unsur, yaitu: a. Unsur wujud (Aniyah), yang berarti bahwa harta tersebut ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan), karenanya manfaat sebuah rumah yang dipelihara oleh seseorang tidak disebut sebagai harta, tetapi termasuk milik atau hak. b. Unsur kebiasaan dalam masyarakat (urf), yang berarti bahwa harta adalah segala sesuatu yang dipandang sebagai harta oleh seluruh manusia atau sebagai manusia.15 Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu. 10
DidinHafidhuddin, Agar HartaBerkahdanBertambah, (Jakarta: GemaInsani, 2007), hlm.
8. 11
Rahmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, (Bandung :Pustaka Setia, 2000), hlm. 21 Abdul Rahman Ghazaly,…hlm 17. 13 NasrunHaroen, FiqhMuamalah,(Jakarta :Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke-2, hlm. 12
73. 14
HendiSuhendi, FiqhMuamalah, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2010), hlm. 9-10. Ismail Manawi, FiqhMuamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm.31.
15
930
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu: a. Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah. b. Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan, kita kembali ke kampung akhirat. c. Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya16 d. Dan harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan.17 Tidak ada manusia yang tidak membutuhkan harta, dalam Al- Qur’an, kata mal (harta) disebutkan dalam 90 ayat lebih. Sedangkan di dalam hadits Rasulullah, kata harta banyak sekali disebutkan tidak terhitung jumlahnya. Allah Swt menjadikan harta benda sebagai salah satu di antara dua perhiasan kehidupan dunia. Allah Swt. Berfirman: AL –Khafi, 46. Artinya:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.(Al-Khafi: 46)18
2. Macam-Macam Harta Menurut ahli fikih, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terbagi beberapa bagian, tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumya sendiri. Pembagian harta tersebut adalah: a. Mal mutaqawim dan ghair mutaaqawwin
16
Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Islam, (Yogyakarta, Ekonisia, 2003), hlm. 192. Asyaraf Muhammad Dawwabah, Meneladani Bisnis Rasulullah, ( Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2008), hlm 1 18 Ismail Nawawi, …hlm. 33. 17
931
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
1) Mal mutaqawim adalah,sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syariah atau harta yang diperoleh manusia dengan upaya atau usaha dan dipperolehkan oleh syariat untuk dimanfaatkan. 2) Mal ghairu mutaqawin yaitu, harta yang belum sepenuhnya berada dalam genggaman manusia. Atau harta tersebut tidak diperbolehkan syariat untuk dimanfaatkan kecuali dalam kondisi darurat. Kadang-kadang, mal mutaqawin diartikan dengan dzimah, yaitu mempunyai nilai, seperti pandangan para ahli fikih, sesungguhnya manfaat-manfaat itu tidak dinilai karena adanya akad sewa-menyewa untuk memenuhi kebutuhan. b. Mal mistli dan mal qimi Mal mistli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya dalam arti seabagaiannya berdiri ditempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.Mal mistli dibedakan sebagai berikut: 1) Sesuatu yang dapat ditakar atau ditimbang (al-makilat). 2) Sesuatu yang dapat ditimbang (al-mauzunat). 3) Sesuatu yang dapat dihitung dan mempunyai kemiripan bentuk fisik (al-‘adadiyat). 4) Sesuatu yang dapat diukur dan mempunyai kesamaan bagianbagiannya (al-dzirayat), seperti kain dan kertas, tapijika terdapat perbedaan atas bagianya (juz) maka dikategorikan sebagai qimi, sepeti harta. 5) Mal qimi ialah benda-benda
yang kurang dalam kesatuan-
kesatuannya, karena sabagian tidak dapat berdiri di tempat seabagian yang lainnya tanpa perbedaan. Atau barang yang tidak ada persamaannya dalam pasaran, tetapi nilai-nilai satuannya berbeda.
Dalam perjalananya, mal mistli dapat berubah menjadi mal qimi atau sebaliknya.
932
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
1) Jika mal mitsli susah untuk didapatkan di pasaran maka secara otomatis menjadi mal qimi. 2) Jika terjadi percampuran kedua mal mistli dari jenis berbeda. 3) Jika Mal qimi terdapat banyak padananya di pasaran maka secara otomatis berubah menjadi mal mistli. c. Harta Istilaki dan Harta Isti’mali Pengertian dari kedua pembagian harta dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Harta istilak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. 2) Harta istilak terbagi menjadi dua, yaitu: ada yang istilak haqiqi dan istilak huguqi. 3. Landasan Al Qur’an Tentang Harta Kalau harta milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan suruhan untuk menjadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifahkhalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu. Hak menjadi khalifah Allah dalam harta disimpulkan dari pengertian hak khalifah umum yang diperuntukkan bagi manusia, sesuai firman-Nya:
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al-Baqarah: 30)
933
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dalam harta, pada hakikatnya menunjukkan bahwa manusia merupakan wakil atau petugas yang bekerja pada Allah demi kebaikan seluruh masyarakat Islam. Oleh karena itu, menjadi kewajiban manusia sebagai khalifah-khalifah Allah untuk merasa terikat dengan perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah tentang harta ini dan menaatinya. Pandangan Islam secara umum tentang hak milik berkaitan erat dengan pemahaman Islam yang universal. Seorang muslim tidak akan dapat mengambil kesimpulan dari aya-ayat Al qur’an yang berbicara tentang hak milik, kecuali jika ia mengkaitkan dengan pandangan Islam dalam masalah akidah, akhlak, dan akhir perjalanan dunia.19 Karena harta sebagai titipan, manusia tidak memiliki harta secara mutlak sehingga dalam pandangan tentang harta, terdapat hak-hak orang lain. adapun harta dalam Al qur’an ialah, harta seabagai perhiasan kehidupan dunia, Allah berfirman: surat Al-Khafi: 46. Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.(AlKhafi: 46). Tentang harta sebagai cobaan, Allah berfirman: surat At-Taghaabun: 15. Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.(At-Taghaabun: 15) Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Ali-Imran: 14
19
Agustianto, Lutfi T Riazki, fiqih Perencanaan Keuangan Syariah, (Depok: Gema Pesona Estate, 2010), hlm. 18-19.
934
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatangbinatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(AliImran:14). Harta sebagai sarana untuk menghimpunbekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman: Surat Al baqarah: 262. Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(AL- Baqarah: 262). Haramnya mengambil harta orang lain secara tidak benar, Allah berfirman: Surat Al- Baqarah: 188. Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.(Albaqarah: 188).
935
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Satu hal penting yang layak ialah bahwa meskipun Al qur’an itu sangat menghargai arti dan peran penting al-anwal bagi hidup dan kehidupan manusia, namun pada saat bersamaan, Al qur’an juga mengingatkan secara serius perihal kemungkinan al-anwal bisa merusak kehidupan manusia manakala terdapat keliruan atau kesalahan dalam cara memperoleh dan menggunakannya. Itulah pula sebabnya mengapa sejumlah ayat Al qur’an mengingatkan manusia agar berhati-hati dengan al-anwal yang bisa mencelakakan meskipun pada saat bersamaan sangat pula dibutuhkan akan tetapi, dalam sejumlah ayat tertentu yang mengingatkan manusia supaya berhati-hati dari kemungkinan dirusak oleh harta kekayaan (al-anwal).20
4. Landasan Hadist Tentang Harta Harta yang berkah sebagaimana sudah disebutkan adalah harta yang halal yang didapatkan dengan cara yang halal. Artinya zat (benda dan cara mendapatkannya sesuai dengan tuntutan agama. Harta yang dimiliki pertama kali harus dikeluarkan zakatnya. Agar lebih berkah harta tersebut juga dipakai untuk kebaikan seperti infak dan sedekah. Seperti hadist HR Muslim: ُ صلهى ه قَا َل َرسُو ُل ه َار َجهَنه َم َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل ه َم َما ِم ْن َ َِّللا ِ اح ِ ص ِ ب َك ْن ٍز ََل يُؤَ دِّي زَ َكاتَهُ إِ هَل أحْ ِم َي َعلَ ْي ِه فِي ن صفَائِ َح فَيُ ْك َوى ِبهَا َج ْنبَاهُ َو َجبِينُهُ َحتهى يَحْ ُكم َ فَيُجْ َع ُل Artnya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang pemilik harta benda yang tidak membayar zakatnya, melainkan pada hari kiamat akan dibuatkan untuknya seterika api yang dipanaskan di neraka Jahannam, kemudian disetrikakan pada lambungnya, dahinya dan punggungya.(HR.Muslim: no 1648). Allah menjanjikan harta yang dibelanjakan di jalan Allah, yaitu untuk nafkah, zakat, jihad, dan sedekah lainnya akan bertambah dengan 20
Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi,(Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 54.
936
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
berlipat ganda. Tidak tanggung-tanggung, ada yang sepuluh kali lipat ada yang tujuh puluh kali lipat ada yang sepuluh kali lipat. Bahkan Allah melipatkan lagi dari ukuran-ukuran itu, maka Nabi menyatakan,
ِ ِ ُ ال رس ِ ْ َالرقِ ِيق فَأ َُّدوا َزَكاةَ أ َْموالِ ُكم ِم ْن ُك ِّل ِمائَت ْي َخَْ َسة ْ ت َع ْن َّ اْلَْي ِل َو ُ صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ ْد َع َف ْو َ ول اللَّه ُ َ َ َق ْ َ Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh aku telah membebaskan diri dari -kewajiban mengeluarkan sedekahkuda dan budak, maka tunaikanlah zakat harta kalian dari setiap dua ratus (dirham) lima dirham."( Nasa’i 2432). Seorang muslim yang diberikan anugerah berupa harta benda akan mensyukurinya dengan berbagai cara kepada sesama.21 Telah diriwiyatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa ia berkata , sabda Rasulullah SAW: الدنيا حضرة حلوة من اكتسب فيها ما َل من حلله وانفته في حقه اثابه َّللا عليه واورده خنته ومن اكتسب ما َل من غير حله وانقفه في غير حقه احله َّللا دار الهوان ورب متخوض في ما ل َّللا ورسو له له النا ر يوم القيا مة Artinya: Dunia itu bagaikan tumbuh-tumbuhan yang menarik. Barang siapa yang mencari harta dunia dari hartayang halal, kemudian dibelanjakan sesuai dengan haknya, maka alllah ta’ala akan memberi pahala dan akan didatangkan dalam surga, dan barang siapa mencari harta dunia, bukan dari harta yang halal dan dibelanjakan bukan pada haknya, maka Allah akan menempatkan kedalam tempat yang hina. Dan banyak orang yang ambisi dalam mencari dijalan Allah dan RasulNya yang masuk kedalam api neaka pada hari kiamat.(Al-Baihaqi) 5.Fungsi Harta Secara garis besar, menurut Mustafa Ahmad Zarqa’ yang dikutip oleh Hasrum Haroen bahwa dalam kepemilikan dan penggunaan harta, di samping untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, juga harus dapat memberi manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain. inilah diantaranya fungsi sosial dari harta itu, karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah 21
Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, ... hlm. 62-65.
937
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
yang dititipkan ketangan-tangan manusia. Di samping itu, penggunaan hata dalam ajaran Islam harus senantiasa dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam angka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta. Melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka pembantu sesama manusia.22
6. Konsep Harta Menurut Ekonomi Syariah Al qur’an yang menjadi dasar semua hukum Islam, dengan tegas menyatakan bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu yang ada di dunia, sedangkan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Seluruh manusia secara kolektif diperbolehkan untuk memiliki, menikmati, dan memindahtangankan kekayaan yang diakui dan dipelihara dalam Islam. Harta dalam kehidupan umat manusia saling terkait erat. Harta merupakan sarana berkehidupan di dunia untuk mencapai akhirat. Secara fitrahnya manusia senang dengan harta, hata merpakan perhiasan manusia. Manusia tanpa harta akan memenuhi banyak kesulitan, karena sifat harta adalah fasilitas atau sarana untuk keperluan beribadah terhadap Rabb-nya. Namun demikian harta bukanlah segala-galanya, karena harta tanpa faktor manusia, maka harta tidak mempunyai fungsi apa-apa atau tidak berguna. Sehingga dalam hal ini mengelolaan harta menjadi hal yang penting demi kemaslatan hidup manusia. Dalam mengelola harta maka konsep Islam sangat hikmah dan bijaksana. Konsep Islam menekankan bahwa harta tidak melahirkan harta, akan tetapi kerja yang menciptaka harta. Oleh karenanya, untuk mendapatkan dan memiliki harta orang harus bekerja atau berkarya untuk menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi, selain itu, pemilikan manusia bersifat mandat atau amanah, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT. Dalam pandangan ekonomi Islam, kerja adalah setiap tenaga jasmani maupun kemampuan akal yang dikeluarkan manusia dalam kegiatan 22
Nasrum Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007) hlm. 75.
938
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
perekonomian sesuai dengan syariah, bertujuan mendapatkan penghasilan dan penghidupan. Sementara Baqir Quraisyi (dalam Muhammad, 2004) mendefinisikan setiap kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja, dan merasakan penderitaan dalam melakukan kegiatan tersebut, dengan tujuan mendapatkan harta untuk memenuhi kebutuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.23 Dengan konsep harta tidak melahirkan harta, maka Islam tidak mengenal pembungaan harta yang menghasilkan tambahan pemilikan uang tenpa bekerja dan berpartisipasi bersama pihak lain dalam pengolahan perekonomian. Dalam kaitan ini Allah SWT telah memerintahkan membangun dan bekerja. Dengan kata lain Islam menyukai produktivitas, tidak menyukai kemalasan, pengangguran dan kemandegan. Islam
memandang
harta
dengan
acuan
akidah,
yakni
dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak milik. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya karena hikmah Ilahiah. Hubungan manusia dengan lingkungannya diikat oleh berbagai kewajiban, sekaligus manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang. Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu. Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu: a. Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah. b. Allah adalah pemilik semua harta yang sesungguhnya dan mutlak seperti yang tercantum dalam firman Allah Q.S. (5/120) yang artinya:
23
Lukman Hakim, prisip-prinsip ekonomi Islam, (Penerbit Erlangga,2012), hlm. 86.
939
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
“langit dan bumi beserta apa yang ada didalamnya adalah milik Allah”.
Artinya:
Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja sedangkan manusia sebagai khalifah di bumi hanya sebagai wakil dari Allah dalam menggunakan harta (delegated and restricted ownership). Oleh karena itu dalam penggunaan harta, manusia harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. sebagaimana seorang wakil dalam hukum muamalah harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh muwakkil (yang mewakilkan). c. Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan. Islam tidak memandang rendah harta kekayaan dan juga tidak memandangnya sebagai penghalang untuk mencari derajat yang tertinggi dan taqarrub ke pada Allah, tetapi harta dianggap sebagai salah satu nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat manusia dan wajib disyukuri. Bahkan dalam Al-Qur’an penyebutan harta seringkali menggunakan kata “khair” yang berarti baik. Harta juga disebut dalam Al-Quran sebagai perhiasan dunia, yaitu sebagai bekal bagi manusia untuk menjalani kehidupannya di dunia. Jadi, manusia tidak perlu menghindari harta karena bukan selamanya harta itu bencana bagi pemiliknya. Di sisi lain, harta bukanlah sebagai alat untuk bersenangsenang semata. Namun harta juga merupakan ujian kenikmatan dari Allah. Syariat
Islam
menganjurkan
manusia
untuk
berusaha
mendapatkan harta yang halal dengan usaha yang halal juga, dan sebaliknya melarang harta yang haram yang diperoleh dari usaha yang haram. Bahkan suatu usaha untuk mendapatkan harta yang halal itu dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah dan akan diberi pahala serta ampunan. 940
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Islam juga mengatur pemerataan ekonomi dalam semua tingkatan ekonomi, dengan diwajibkannya zakat bagi orang-orang yang telah memiliki harta yang telah melampaui nishab. Tidak hanya berhenti sampai disini, tapi islam juga menganjurkan shadaqah, infaq, wakaf bagi orang-orang yang mempunyai harta yang lebih meskipun belum mencapai nishab. Semua ini bertujuan agar harta tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, tetapi orang-orang fakir miskin juga bisa memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek, baik dalam sosial, ekonomi, dan politik maupun kehidupan yang bersifat spritual.24Firman Allah dalam Qs. Almaidah ayat 3: . Artinya:
Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Dalam firman Allah SWT tersebut dijelaskan jelas menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan, baik yang bersifat material maupun nonmaterial. Karena itu ekonomi sebagai satu aspek kehidupan, tentu juga sudah diatur oleh Islam. Ini bisa dipahami, sebagai agama yang sempurna, mustahil Islam tidak dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi. Suatu sistem yang dapat digunakan sebagai panduan bagi manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Suatu sistem yang garis besarnya sudah diatur dalam Al-Qur’an dan AsSunnah. Dalam mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah menyediakan 24
sumber
dayanya
di
alam
raya
ini.
Allah
Swt
Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Media Group, 2007), hlm. 1.
941
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya.Dan harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan.25 Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak tidak dapat melepaskan diri dari harta. Harta adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga karena begitu penting dan berharganya, manusia seringkali berlomba untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Bahkan seringkali pula menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Allah berfirman dalam Al qur’an: Artinya:
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.(Al-Hadiid: 7).26
7. Peranan Harta Dalam Ekonomi Syariah a. Harta sebagai pembersih dan pensuci. Allah SWT berfirman: Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(At-Taubah:103).
Ambillah hai Muhammad dari mereka yang telah mengakui dosadosanya itu, sedekah (zakat) yang akan membersihkan dosa-dosa mereka. Ambilah harta itu sebagai pembersih dan pensuci mereka dari dosa-dosa 25
Asyaraf Muhammad Dawwabah, Meneladani Bisnis Rasulullah, ( Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2008), hlm. 1. 26 Agustianto, Fiqih Perencanaan Keuangan Syariah, . . . hlm. 14.
942
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
dan sifat-sifat dengki. Dan dengan zakat tersebut, kebaikan mereka akan bertambah sehingga mareka naik kepada derajat orang-orang yang ikhlas. b. Harta adalah ujian Menurut perspektif Islam, harta bukanlah sebagai alat untuk bersenang-senang semata. Namun,
harta juga merupakan ujian
kenikmatan dari Allah SWT. Artinya:
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 155).
Harta merupakan ujian kenikmatan yang diberikan Allah untuk menguji hamba-Nya, apakah dengan harta itu mereka bersyukur atau menjadi kufur. Oeh sebab itu, disebutkan dalam firman Allah sebagi fitnah atau ujian. Artinya:
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar. (Al-Anfaal: 28).
Berdasarkan ayat diatas kita menemukan bahwa harta ditangan orang mukminn adalah sarana menuju pahala dari Allah sebagaimana harta ditangan orang kafir adalah kemurkaan Allah kepadanya. Artinya:
943
Kepada masing-masing golongan baik golongan Ini maupun golongan itu kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Al-Isra:20).
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Lebih tegas, Allah berfirman khusus mereka yang kafir: Artinya:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. ( Al-An’am:44).
C. PENUTUP Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfaatkan, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal. Islam memandang harta dengan acuan dari Al-Qur’an yang mulia dan Hadist Rasulullah SAW, yakni untuk kesejahteraan manusia, alam, dan pemiliknya untuk kemaslahatan bersama. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya hanyalah, orang yang diberi amanah dan akan mempertanggung jawabkannya kelak dihadapan Allah SWT. Hubungan manusia dengan alam dan manusia, diikat oleh berbagai kewajiban, sekaligus manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang sebagai makhluk ciptakan Allah SWT. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah. Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang abadi. Karena manusia sebagai pengemban amanah dalam mengelola harta di dunia, maka manusia harus bisa mendapatkan dan mengeluarkannya untuk menjamin kesejahteraan bersama dalam meraih ridho dan keberkahan dari Allah SWT.
944
Yudi Irwan & Bertariya Mukti Utami : Harta Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
D. DAFTAR PUSTAKA Abdul Husain al-Tariqi, Abdullah.. Ekonomi Islam. Prinsip, Dasar, dan Tujuan. Alih bahasa: M. Irfan Syofwani, Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004. Al-Harits, Jaribah bin Ahmad, Fiqh Ekonomi Umar bin Khattab, Jeddah: Dar al-Andalus al-Khadra, 2003/1424 Alma, Buchari. Dasar-dasar Etika Bisnis Islami, cet. III. Bandung: CV Alfabeta, 2003. Azizy, A. Qodri. Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, cet. I.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Al-Mushlih, Abdullah dan ash-Shawi, Shalah. Fikih Ekonomi Keuangan Islam, alih bahasa Abu Umar Basyir, cet. I. Jakarta: Darul Haq, 2004. Al-Shalih, Ahmad bin Muhammad. Manajemen Islami Harta Kekayaan, cet. II, Solo: Era Intermedia, 2002. Ash-Shiddiqy, Hasbi. Pengantar Fiqh Mu’amalah, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1997 Bukhari, Shahih Al-Bukhari (Beirut: Dar al-Fikr, 1401H/1981M) Fathy Usman: al-Fikru al-Qanuny al-Islamy Baina Ushul al-Syariah Wa Turatsi al-Fiqh, Kairo: Maktabah Wahabiyah, tt Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, alih bahasa Zainal Arifin dan Dahlia Husin, cet. IV, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Rahman I. Doi, Abdur. Muamalah. Syari’ah III, alih bahasa Zaimudin dan Rusydi Sulaiman, cet. I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996. Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar Fikr, tt Suhendi M.Si, H. Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
945