Warta
ILO Jakarta Warta dalam Dua Bahasa - Mei 07
dari Kami INDONESIA harus selangkah lebih maju dan lebih cepat merespons berbagai permasalahan tenaga kerja dan ketenagakerjaan. Itulah tuntutan yang belakangan ini kuat mengemuka. Sejalan dengan itu, Program Pekerjaan yang Layak ILO di Tingkat Negara memusatkan dukungan bagi Indonesia dan konstituen tripartit untuk menangani berbagai masalah utama dalam masalah ini. Salah satu bagian dari program tersebut yakni menghentikan eksploitasi di tempat kerja, khususnya bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan penyiksaan terhadap pekerja migran. Program ini juga memfokuskan diri pada penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memajukan dialog sosial serta administrasi ketenagakerjaan. Harus diakui, tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia berada pada area ketenagakerjaan ini. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang selama enam tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah pengangguran. Karenanya, untuk membantu menangani tantangan ketenagakerjaan ini, ILO berusaha memobilisasi kaum muda dan menciptakan program terpadu dalam pelatihan pendidikan dan keterampilan di lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia. ILO pun melanjutkan pemulihan beberapa aspek yang terkena dampak tsunami dan gempa bumi melalui program-program ketenagakerjaan. Di Aceh, ILO berencana memperluas kegiatan ini ke berbagai komunitas yang terkena dampak paling parah. Sedangkan di Papua, ILO memiliki program khusus untuk membantu penduduk setempat. Dan, di Timor Leste, kami membantu pemulihan krisis serta pembangunan ekonomi melalui berbagai proyek penyediaan kesempatan kerja dan pelatihan. Tentunya, kekuatan terbesar ILO untuk menjalakan pogram ini adalah adanya dukungan dari konstituensi tripartit. Karena itulah beragai usaha kerja sama dengan pemerintah, pengusaha, dan pekerja menjadi cara yang paling efektif untuk menangani berbagai tantangan tenaga kerja dan ketenagekerjaan di negeri ini.
Sebuah kolase pada Pameran Foto ILO
Menuju Masa Depan Anak yang Lebih Baik:
ILO-IPEC dan APINDO beri
PEMAGANGAN KERJA
ANAK
yang bekerja tidak hanya menghambat haknya atas pendidikan, tetapi juga merusak harapan masa depan yang lebih baik. Tidak bisa tidak, harus ada langkah konkret untuk memutus mata rantai masalah tersebut. Setidaknya, upaya itu bisa dilihat dari delapan mantan pekerja anak yang mengikuti pemagangan Astra Honda, di
pemagangan tiga bulan, hasil kerja sama ILO-IPEC dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Selain Astra Honda, perusahaan pabrik makanan Bogasari dan produsen garmen Unitex, merupakan anggota Apindo lain yang berpartisipasi dalam program unik ini. Program pemagangan dimulai dengan pelatihan intensif selama dua minggu tentang berbagai keterampilan. Para pelatih yang berpengalaman membantu peserta menentukan tujuan-tujuan pribadinya, mencari kekuatan mereka, serta membangun kepercayaan diri dan keterampilan berkomunikasi yang mereka perlukan agar berhasil selama dan setelah pemagangan. Setelah tiga bulan, banyak dari peserta muda tersebut berharap bisa menemukan pekerjaan yang lebih stabil. Sedangkan bagi mereka yang tertarik untuk memulai bisnis sendiri, Apindo menyanggupi membantu memberikan berbagai keterampilan kewirausahaan.
Jakarta Utara. Hal ini setidaknya bisa menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada kata terlambat bagi para pengusaha untuk membantu mengangkat derajat kehidupan para pekerja anak. Anto—bukan nama sebenarnya—misalnya. Ia ingin sekali mendapatkan pekerjaan tetap. Dengan pekerjaannya itu dia berharap bisa memberikan kehidupan yang layak kepada gadis yang ingin dinikahinya. Sementara, Sahab (juga bukan nama sebenarnya) bermimpi menjadi mekanik motor. Ia berniat membantu orangtuanya dan mewujudkan masa depan yang lebih baik untuk saudarasaudara kandungnya. Program Anto dan Sahab hanya sebagian kecil dari 30 mantan pekerja anak yang keluar dari perdagangan obat-obatan terlarang dan pekerja anak di sektor lainnya. Untunglah, Astra Honda bersedia memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengejar impiannya. Anto dan kawan-kawannya inilah yang terpilih dalam program
2
“Program pemagangan ILO IPEC-Apindo memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk mempelajari berbagai keterampilan yang dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan layak. Program tersebut juga menunjukkan © ILO kepada perusahaan bahwa mereka sebetulnya dapat memberikan kontribusi yang berkesinambungan bagi masa depan kaum muda Indonesia,” tutur Annemarie Reerink, Kepala Penasihat Teknis ILO-IPEC. ILO-IPEC juga berharap program pemagangan akan membantu mengatasi trauma pekerja anak. Dan yang terpenting, dengan dukungan, siapa pun—termasuk para mantan pekerja anak—dapat menjadi pekerja atau wirausahawan yang berhasil.
“
pemagangan ILO IPEC-Apindo memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk mempelajari berbagai keterampilan yang dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan layak. Program tersebut juga menunjukkan kepada perusahaan bahwa mereka sebetulnya dapat memberikan kontribusi yang berkesinambungan bagi masa depan kaum muda Indonesia
pekerja anak Kiat Komunitas
Kelian Dalam
menghapus Pekerja Anak Pertama Terbuka. Sekolah ini memberikan kelas-kelas formal empat jam sehari, empat hari dalam seminggu, bagi anakanak di Kelian Dalam.
© ILO/Imelda Sibala
PUTUS sekolah lebih awal merupakan salah satu penyebab meningkatnya pekerja anak di Indonesia. Tapi tak perlu terus meratapi kondisi tersebut. Mesti ada usaha untuk mengakhiri problem tersebut. Dan, Sekolah Menengah Pertama Terbuka di Desa Kelian Dalam, Kutai Barat, Kalimantan Timur, adalah contohnya. Sekolah ini diupayakan bisa menambah akses pendidikan yang dapat menurunkan insiden pekerja anak dan memajukan prospek masa depan anak-anak yang kurang beruntung. Ketika Program Penghapusan Pekerja Anak (IPEC) ILO memulai program penghapusan pekerja anak di Kutai Barat, tahun 2004, banyak anak yang bekerja secara ilegal di penambangan emas. Dari sana diketahui bahwa penghapusan pekerja anak tidak hanya mengeluarkan mereka dari tempattempat penambangan. Tapi banyak anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan setelah lulus dari sekolah dasar, karena ongkos transportasi ke sekolah menengah pertama terdekat tidak dapat dijangkau oleh kebanyakan orangtua.
Redaksi
Akhirnya para orangtua di Kelian Dalam mengidentifikasi pembangunan sekolah menengah pertama menjadi prioritas darurat, jika anak-anak ingin dijauhkan dari tempat-tempat penambangan ilegal yang tersebar di sana. Tetapi, karena beberapa anak lebih berkeinginan masuk sekolah menengah pertama biasa dan kebetulan terdapat beberapa guru di lokasi terpencil ini, IPEC-YPSS (Yayasan Pembangunan Sendawar Sakti–LSM lokal yang khusus menangani masalah pendidikan) memutuskan untuk membangun sebuah Sekolah Menengah
Pemimpin Redaksi: Alan Boulton Wakil Pemimpin Redaksi: Peter Rademaker Editor Eksekutif: Gita Lingga Koordinator Editorial: Gita Lingga Alih Bahasa: Gita Lingga Sirkulasi: Budi Setiawati Kontributor: Abdul Hakim/Annemarie Reerink/Dede Shinta Sudono/Imelda Sibala, Albert Bonasahat/Lotte Kejser, Kee Beom Kim, Lusiani Julia, Galuh S. Wulan, Gita Lingga, Manuel P. Mesquita/Roberto Pes, Riska Efriyanti/Parissara Liewkeat, and Rolly Damayanti.
Karena anak-anak di sana terbiasa bekerja, kegiatan IPEC tidak hanya terpusat membantu komunitas dalam membangun sekolah baru, tetapi juga meningkatkan kualitas pengajaran di sekolah. Kelas-kelas dijadwalkan, sehingga anak-anak dapat menggabungkan sekolah dengan berbagai kegiatan untuk mencari penghasilan (yang tidak berbahaya). Pada sisi yang lain, para guru terus dilatih bagaimana membuat proses belajar terasa menyenangkan dan atraktif bagi anakanak yang rentan putus sekolah itu. Program kesehatan dan kunjungan rutin ke rumah-rumah untuk memastikan bahwa para orangtua tetap mendukung hak anaknya untuk memperoleh pendidikan juga digelar. Kesuksesan sekolah ini jelas terlihat dari berbagai penghargaan yang diterima para muridnya dalam dua tahun akademik belakangan ini. Semua murid kelas 9 dinyatakan lulus, dan jumlah anak yang masih bekerja di sektor pertambangan pun menyusut tajam. Dengan bantuan berkelanjutan dari ILO-IPEC dan YPSS serta dukungan penuh dari murid dan orangtua, sekolah ini sekarang sedang dalam proses menjadi Sekolah Menengah Pertama Satu-Atap, yang bisa memiliki akses bantuan dari Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini memungkinkan pemberian pelayanan pendidikan yang terintegrasi di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama kepada anak-anak di Kelian Dalam dan desa-desa di sekitarnya. Para orangtua dan anggota komunitas terus mendukung sekolah ini dengan berbagai sumber daya yang mereka kumpulkan. ILO-IPEC juga menjadi mitra dari berbagai organisasi di Kalimantan Timur yang telah meniru kisah sukses di Kelian Dalam. Jika program seperti ini mendapatkan banyak sokongan, anak-anak yang kurang mampu tentunya dapat bersekolah dan tidak lagi bekerja di tempat-tempat pertambangan yang berbahaya. Desain & Produksi: Ikreasi Warta ILO Jakarta Menara Thamrin Building Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia Telp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766 Email:
[email protected], Website: www.ilo.org/jakarta Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO.
3
Agar Syafei Meraih Mimpinya Menjadi
Arsitek
TIGA bulan terakhir, Syafei* mengikuti pelatihan
tentang bagaimana cara membangun berbagai model arsitektur yang diselenggarakan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Menurut Syafei, pelatihan yang diikutinya sangat menarik. Bukan lantaran ia bisa mengejar impian masa kecilnya kembali, tetapi karena ternyata ia bisa mengetahui dirinya sangat berbakat bidang ini. Baginya, hal itu mampu membangkitkan penghargaan atas dirinya sendiri. Bersama Syafei, 20 anak lainnya pun mengikuti pelatihan konstruksi model arsitektur selama tiga bulan. Syafei merupakan salah satu dari ratusan anak Indonesia yang terpaksa menjalani kehidupan di balik terali besi, karena terperosok dalam obat-obatan terlarang. Selama setahun ini ia menjadi penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Anak Tangerang, dan akan segara dibebaskan. Menurut Firmansyah, Koordinator Program dari YCAB, berdasarkan pelatihan yang digelarnya anak-anak sebenarnya bisa cepat belajar dan memiliki motivasi yang sangat tinggi. Beberapa dari mereka malah menunjukkan bakat yang sangat kuat. Ia percaya dalam beberapa bulan lagi, kelompok ini dapat membangun sebuah model skala lapas anak.
DAFTAR ISI 1 Dari 2 3 4 6 7 7 8
Kami Pekerja Anak
Menuju Masa Depan Anak yang Lebih Baik: ILO-IPEC dan APINDO beri Pemagangan Kerja Kiat Komunitas Kelian Dalam menghapus Pekerja Anak Agar Syafei Meraih Mimpinya Menjadi Arsitek
T imor Leste
Keluar dari Krisis, Kembali Bekerja Tingkatkan Peluang Kerja bagi Kaum Muda Pekerjaan yang Layak untuk Timor Leste
Hak dalam Bekerja Mencetak Kader di Kantong-kantong TKI
Ketenagakerjaan
11 12 13 4
Menciptakan tempat Kerja yang Aman dan Sehat Ketika Pelajar Belajar Bisnis Mengasah Naluri Bisnis ODHA
“Model skala ini dapat digunakan sebagai portfolio. Dengan demikian mereka bisa berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dari para arsitek karena mampu membangun model skala berbagai bangunan dan rencana lokasi,” ujarnya. Program Penghapusan Pekerja Anak ILO memberikan dukungan penuh bagi program pelatihan yang juga berkerja sama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) ini. Program ini maupun program-program lainnya ditujukan untuk memberikan konseling psikososial dan berbagai kegiatan kreatif kepada anak-anak mantan kurir dan penjual obat-obatan terlarang. Tujuannya adalah untuk mencegah agar mereka tak kembali menggeluti pekatnya perdagangan obat-obatan terlarang ketika dibebaskan nanti. YCAB juga menyediakan pelatihan lebih lanjut mengenai konstruksi model bagi anak-anak, sekaligus membantu memasarkan produk mereka melalui program kewirausahaan. Direktorat Pendidikan Khusus Departemen Pendidikan Nasional pun tak kalah menunjukkan niat baiknya untuk memberikan kontribusi dalam kedua pelatihan tersebut. Boleh dibilang, pelatihan konstruksi model ini merupakan jenis pelatihan keterampilan baru yang sangat disukai anak-anak yang menjalani kehidupan di Lapas anak. Banyak dari mereka yang menghabiskan waktu luangnya untuk membangun dan menyempurnakan model-model yang mereka buat. Setidaknya pelatihan ini bisa membangkitkan kembali impian masa kecil mereka, yaitu memiliki rumah sendiri dan memberikan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Perlindungan Sosial
14 15 16
Mengembalikan Mimpi Pahlawan Devisa
17 18
ILO-KDP berdayakan Perempuan Serambi Mekah
Nining Ivana: Nyala Lilin dalam Kegelapan Serikat Pekerjapun perangi Epidemi HIV
Jender
19
Kendati Jumlah Pekerja Perempuan Membanyak, Kesenjangan Masih Melebar International Women’s Day: Protecting Women Migrant Workers against HIV/AIDS
Dialog Sosial
20 21 9 10 9 16
Meretas Dialog Sosial Pengusaha-Pekerja Cuplikan ASEAN dan ILO bekerja sama tangani masalah Perburuhan dan Ketenagakerjaan Salam Perpisahan Publikasi Agenda
PAMERAN FOTO “P otr et Dunia Kerja di Indonesia” “Potr otret 1 Mei - 31 Mei 2007
© ILO/A.Mirza
© ILO/A.Mirza
Berkenaan dengan peringatan Hari Buruh se-Dunia yang jatuh pada satu Mei, ILO menggelar pameran foto bertajuk “Potret Dunia Kerja Indonesia” pada Selasa, 1 Mei 2007, bertempat di Galeri Seni QB World, Kemang, Jakarta. Empat puluh lima foto akan dipamerkan sepanjang bulan Mei. Foto-foto tersebut menggambarkan beragam bentuk dan warna realitas kehidupan kerja Indonesia dari Aceh hingga Papua, dari jermal hingga perkantoran di gedung-gedung tinggi di Jakarta. Pameran ini dimaksudkan untuk mendorong minat dan kesadaran masyarakat tentang isu-isu yang terkait dengan kondisi kerja, ketenagakerjaan, hak dasar dalam bekerja, serta keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian penting dari pembangunan di Indonesia.
5
Keluar dari Krisis, Kembali Bekerja NAMANYA Dulce Maryal Soares. Penduduk Dili ini berusia 30 tahun. Saat terjadi krisis, ia tinggal di Betor Leste. Namun tatkala kekerasan di lingkungannya merebak, dia dan keluarganya meninggalkan rumah dan berpindah ke kamp pengungsian lokal. Kondisi kamp itu sangat sederhana. Tempat berlindung, makanan, minuman, dan fasilitas sanitasi disediakan organisasi-organisasi donor. Sayang—karena keterbatasan dana—ia dan para pengungsi lain terjebak dalam situasi sulit. Kini ia sudah bermukim di kamp tersebut selama delapan bulan dan tidak tahu berapa lama lagi harus tinggal di sana. Dulce merupakan satu dari 37.224 orang yang ikut serta dalam proyek mencari penghasilan “Servi Nasaun” (Bekerja untuk Bangsa) dari ILO/UNDP. Ia mendapatkan penghasilan sebesar US$ 24 untuk dua minggu. Tugas dia membersihkan lingkungan sekitar kamp. Selama krisis berkecamuk, Dulce tak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang wirausahawan. Tetapi, begitu melilhat ada kesempatan di komunitasnya, ia tidak mau menyia-nyiakannya. Berbekal kesempatan dan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ia mempergunakan uangnya sebagai modal untuk membuka kedai sate di dalam kamp. Potongan-potongan metal ia kais untuk dijadikan panggangan. Sementara sejumlah uangnya ia belikan arang dan ayam. Harapan Dulce tak meleset. Usahanya sukses. Dalam sebulan, ia mendapatkan keuntungan hingga US$ 60. Proyek Servi Nasaun ILO/UNDP memang dirancang untuk mengampanyekan perdamaian dan stabilitas dengan menyediakan kesempatan jangka pendek bagi para pengungsi lokal dan warga Timor lainnya yang rentan, khususnya bagi kaum muda. Proyek yang dilaksanakan Kementerian Tenaga Kerja dan Reinsersi Komunitas Divisi Pengembangan Ketenagakerjaan dan Keterampilan, menerima bantuan sebesar US$ 1.733.370 dari Pemerintah Jepang, Australia, dan Swedia serta dari Biro Pencegahan dan Pemulihan Krisis UNDP. Setelah enam bulan digelar, proyek ini telah menciptakan 464.872 hari kerja, mempekerjakan lebih dari 37.000 orang. Ada pun 44% dari mereka ialah kaum muda, 49% adalah wanita, dan 19% lainnya merupakan pengungsi lokal. Yang patut mendapatkan apresiasi, dari jumlah keseluruhan, 78,4% dari mereka ternyata tidak bekerja sebelum krisis. Selama ini berbagai aktivitas yang dijalankan antara lain membersihkan puing-puing dan sampah, membersihkan selokan dan pantai, juga merehabilitasi dan memelihara sarana-sarana olahraga. Dari fokus utama di Dili, berbagai proyek kini diperluas hingga wilayah Atauro, Aileu, Liquica, Baucau, Bobonaro, Ermera, dan Oecusse.
6
© ILO/M. Mesquita
Tingkatkan Peluang Kerja bagi Kaum Muda Berbekal pengalaman sukses Servi Nasaun, ILO Timor-Leste dan Kementerian Tenaga Kerja dan Reinsersi Komunitas, bekerja sama dengan UNDP, memperkenalkan intervensi promosi kerja jangka pendek baru, Proyek Serbisu ba Dame (Bekerja untuk Perdamaian), April 2007. Didukung Komisi Eropa, proyek tersebut bertujuan untuk mengurangi potensi konflik dan destabilisasi di Timor-Leste dengan memberikan kesempatan kerja jangka pendek bagi penduduk yang memainkan peranan penting dalam destabilisasi, khususnya kaum muda. Skema pekerjaan jangka pendek memberikan kontribusi untuk menghasilkan beberapa hal: 1) Meningkatkan stabilitas, yang dicapai dengan melibatkan kaum muda dalam aktivitas-aktivitas produktif selama masa prapemilu; 2) Meningkatkan daya beli 23.350 penduduk dan membangkitkan perekonomian lokal; 3) Memperluas kesempatan kerja terutama di daerah-daerah dan menurunkan tekanan ekonomi rumah tangga pengungsi lokal dari Dili; 4) Meningkatkan kemandirian pada kaum muda, dan keterbukaan pada skema kerja nasional atau pelatihan; 5) Di seluruh wilayah negara tersebut, serangkaian hasil nyata dicapai melalui sekelompok pekerja pada infrastrktur pedesaan, termasuk grass-cutting, pembersihan drainase nasional dan jalanjalan, rehabilitasi jalan-jalan pedesaan, rehabilitasi kanal-kanal irigasi, dan sebagainya.
Pekerjaan yang Layak untuk
Timor Leste
TEREZINHA adalah perempuan yang sangat dinamis. Ia tinggal di Maliana. Suaminya meninggal akibat bentrokan yang terjadi pascareferendum kemerdekaan 1999 lalu. Sang suami meninggalkan tiga orang anak. Tak mau hidup terlunta-lunta Terezinha bertahan hidup dengan berjualan sayur di sepanjang jalan. Meskipun pekerjaan itu tidak cukup memberikannya waktu bagi keluarga, juga hasilnya tidak cukup untuk membayar biaya sekolah anakanaknya, ia tetap bertahan. Hingga dia kemudian memilih memutuskan untuk meminta bantuan Pusat Kerja Wilayah Kementerian Tenaga Kerja dan Reinsersi Komunitas Lokal. Instansi yang kunjunginya merujuk Terezinha ke Pusat Pengembangan Bisnis. Tak sia-sia. Di sini ia ikut serta dalam pelatihan selama dua minggu, yaitu Memulai Usaha Anda (SYB). Selama pelatihan, Terezinha mengembangkan ide bisnis dan mempelajari memiliki usaha kecil. “Pelatihan tersebut mengubah pemikiran saya tentang bisnis! Saya pun mempelajari banyak hal penting yang saya terapkan sehari-hari pada bisnis baru saya, seperti memperkirakan biaya dan harga produk, melakukan perencanaan, memisahkan pengeluaran keluarga dengan bisnis, dan bagaimana menghadapi para pemasok,” tuturnya menjelaskan.
Setelah mengikuti pelatihan tersebut, Terezinha, dengan bantuan Pusat Kerja Wilayah, mempersiapkan segala hal untuk mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan mikro. Terezinha pun berhasil membuka toko peralatan dapur. Toko tersebut–sekarang menjadi salah satu toko terbesar di Kota Maliana–mampu membantunya melunasi pinjaman, memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan untuk menabung. Malah ia pun merencanakan akan membuka bisnis lain di kota tersebut. Terezinha hanyalah satu contoh sukses STAGE (Program Pelatihan Keterampilan untuk Memperoleh Pekerjaan)— program yang memang sengaja memberikan pelatihan lokal untuk memberdayakan masyarakat pedesaan Timor Leste. Sekitar 8.200 orang pencari pekerjaan layak telah terdaftar di pusat-pusat kerja wilayah di Dili, Bancan, Bobonaro, dan Oecusse, dengan tingkat partisipasi wanita sebesar 40.2%. Sementara sedikitnya 1.171 penganggur terdaftar ikut serta dalam kursus-kursus pelatihan perusahaan yang diselenggarakan program tersebut. Dari angka tersebut, lebih dari 3.000 peserta mendapatkan pekerjan atau mendapatkan penghasilan setelah mengikuti kegiatan yang didukung STAGE ini. Tak cuma itu. STAGE juga membuat langkah konkret lanjutan di area pelatihan keterampilan. Pertemuan Pelatihan Kejuruan Nasional—yang melibatkan semua Penyedia Pelatihan Keterampilan di Timor-Leste—diselenggarakan untuk mempromosikan konsep “Pelatihan Kemitraan” (antara pusat-
pusat pelatihan dan para pengusaha). Pelatihan ini diharapkan bisa menjadi langkah dasar untuk mengembangkan sistem pelatihan keterampilan yang didasarkan pada kebutuhan lapangan kerja. Pertemuan tersebut selain menghasilkan nota kesepakatan antara Kementerian Tenaga Kerja dan Reinsersi Komunitas, juga berhasil melibatkan 12 pusat pelatihan yang akan berpartisipasi membangun dukungan keuangan dan teknis untuk melaksanakan program-program pelatihan keterampilan.
“
Sekitar 8.200 orang pencari pekerjaan layak telah terdaftar di pusat-pusat kerja wilayah di Dili, Bancan, Bobonaro, dan Oecusse, dengan tingkat partisipasi wanita sebesar 40.2%. Sementara sedikitnya 1.171 penganggur terdaftar ikut serta dalam kursus-kursus pelatihan perusahaan yang diselenggarakan program tersebut. Dari angka tersebut, lebih dari 3.000 peserta mendapatkan pekerjan atau mendapatkan penghasilan setelah mengikuti kegiatan yang didukung STAGE ini
”
STAGE juga berhasil menyelesaikan berbagai rencana kerja untuk memperkuat Kementerian Tenaga Kerja dan Reinsersi Komunitas Divisi Pengembangan Ketenagakerjaan dan Keterampilan. Untuk saat ini fokus yang ingin dicapai adalah dengan memusatkan pengembangan keterampilan manajerial dan teknis dan para stafnya. Sementara itu, Divisi Pengembangan Ketenagakerjaan dan Keterampilan mencapai kapasitas operasional yang mengagumkan dalam hal provisi pelayanan pasar tenaga kerja—termasuk konseling kerja dan mediasi kerja, organisasi, pemantauan, dan program-program pengawasan pelatihan dan ketenagakerjaan. Unit Informasi Pasar Tenaga Kerja dan Administrasi yang berkualitas dari Dana Pelatihan Ketenagakerjaan dan Kejuruan (EVTF) merupakan area khusus yang ditargetkan dalam pembangunan kapasitas. Jose Assalino, Kepala Penasihat Teknis STAGE mengatakan, tahun 2006-2007 merupakan periode yang sangat menantang bagi Timor-Leste, juga bagi program STAGE. Betapa tidak. Setelah terjadi krisis April 2006, usaha keras komunitas untuk menormalkan kembali keadaan gagal dilakukan, setelah di awal 2007 terjadi serangkaian kekerasan di berbagai jalan di Dili. “Namun Timor-Leste percaya mampu mengembalikan keadaan yang buruk tersebut menjadi lebih baik. Dan, program STAGE mampu membuktikan memberikan kontribusi positif dan penting dalam hal ini,” tambah Jose.
7
Mencetak Kader
di Kantong-kantong PEKERJA migran memang tergolong berisiko tinggi terinfeksi penyakit ini karena mobilitasnya yang tinggi. Sejalan dengan pelaksanaan Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)—badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah ketenagakerjaan dan perburuhan— menggelar berbagai program dan kegiatan di bawah Proyek Program Pendidikan HIV/AIDS di Tempat Kerja, dengan pendanaan dari Departemen Perburuhan Amerika Serikat dan Indonesian Partnership Fund dari Pemerintah Inggris.
TKI
“ ”
Ada banyak ikhtiar agar para pekerja migran tak gampang digerogoti HIV/AIDS. ILO Jakarta telah memprakarsainya.
ILO tidak bekerja sendiri. Organisasi ini menjalin kerja sama dengan sejumlah instansi dan lembaga swadaya masyarakat, seperti Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), Departemen Kesehatan (Depkes), Asosiasi Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Balai Pelayanan dan Penempatan TKI (BP2TKI), dan lembaga lainnya seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Solidaritas Perempuan. Beragam kegiatan yang dilakukan antara lain, meningkatkan kapasitas pemerintah, agen penyalur, pekerja migran, serta memperkuat pemahaman dan pengetahuan pekerja dan keluarganya mengenai HIV/AIDS. Semua itu dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi dampak HIV, memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja migran, serta menghilangkan stigma, dan diskriminasi. Dalam hal kebijakan, Depnakertrans dan Depkes saat ini sedang menyusun prosedur pelaksanaan tes HIV yang ramah pekerja migran (friendly migrant testing). Berdasarkan prosedur ini, nantinya tes yang dilakukan bebas dari diskriminasi, disesuaikan dengan kebutuhan para pekerja migran, untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahateraan mereka. Proyek pun rutin menggelar pelatihan bagi para instruktur dari BP2TKI, APJATI, kepala asrama, dan para fasilitator dari LSM. Mereka yang dilatih diharapkan mampu menjadi kader fasilitator yang akan menebarkan informasi HIV/AIDS kepada pekerja
migran di seluruh wilayah, khususnya kawasan “kantong” TKI di Indonesia. “Para instruktur merupakan aktor yang bersentuhan langsung dengan para pekerja migran,” tutur Galuh Sotya Wulan, Manajer Program Nasional ILO Jakarta untuk Proyek Pendidikan HIV/AIDS. Pelatihan diikuti sejumlah instruktur Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dari 16 Balai BP2TKI dan 82 PJTKI yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air . Pelatihan juga melibatkan para ibu asrama yang memiliki BLKLN, juga para aktivis LSM. Pelatihan ini digelar di sejumlah daerah, yang dibagi ke dalam dua wilayah. Wilayah I meliputi Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang, Jakarta, Bandung, Banjarbaru, dan Pontianak. Sedangkan Wilayah II meliputi Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Parepare, Mataram, dan Kupang. Pelatihan digelar saban bulan sejak Juli 2006 hingga 18 Januari 2007. Rata-rata setiap pelatihan dilakukan selama tiga hingga empat hari, baik di awal, pertengahan, maupun akhir bulan. Pelatihan ini secara keseluruhan telah menjangkau 51 pelatih pra keberangkatan BP2TKI, 99 instruktur dan 65 ibu asrama PJTKI, serta 281 fasilitator dari LSM. Dari sini ditemukan fakta, meningkatnya pemahaman peserta setelah mengikuti pelatihan—yang jika dirata-rata mencapai 2040 persen. Sejumlah perserta mengaku mendapatkan banyak manfaat dari pelatihan tersebut. Dari hasil evaluasi akhir, seorang instruktur dari sebuah agen kerja swasta di Jawa Timur, contohnya, sebelumnya mengaku hanya memiliki pemahaman terbatas mengenai HIV. Tapi, © ILO “Setelah pelatihan ini saya mampu memberikan informasi secara tepat mengenai HIV bagi para calon pekerja migran. Saya juga bisa memberikan dukungan dan perawatan yang tepat bagi mereka yang diketahui HIV positif,” tuturnya. Sementara seorang instruktur BP2TKI dari Jakarta menegaskan, akan menggunakan metode dan informasi yang ia peroleh dalam pelatihan pra keberangkatan. Dari pelatihan tersebut semua pihak yang terlibat memang diharapkan memiliki kecakapan untuk menyampaikan informasi secara komprehensif kepada para calon pekerja migran tentang penularan dan pencegahan HIV/AIDS, tingkat kerentanan dalam tahap migrasi, cara melakukan migrasi yang aman, serta mengetahui berbagai organisasi yang dapat dijadikan rujukan di negara-negara tujuan. Dengan kata lain mereka inilah sumber informasi bagi para calon TKI, terutama terkait HIV/AIDS.
8
ASEAN dan ILO bekerjasama tangani masalah
Perburuhan dan Ketenagakerjaan SEKRETARIAT ASEAN dan ILO menandatangani sebuah Perjanjian Kerjasama untuk memperkuat kerjasama dan kemitraan kedua Organisasi pada 20 Maret 2007. Sekretaris Jenderal ASEAN Ong Keng Yong dan Direktur Jenderal ILO Juan Somavia menandatangani Perjanjian tersebut di Jenewa, Swiss. Perjanjian tersebut menandakan komitmen kedua organisasi tersebut dalam menangani masalah-masalah perburuhan dan ketenagakerjaan di wilayah ASEAN, serta dalam mempromosikan kemajuan sosial.
Somavia menegaskan bahwa “Perjanjian Kerjasama tersebut merupakan sebuah langkah strategis untuk mewujudkan Dekade Pekerjaan Layak di Asia yang diperkenalkan dalam Pertemuan Regional ILO tahun lalu. Hal ini merupakan dasar yang kuat untuk saling bekerja sama sebagai upaya menjamin bahwa integrasi regional yang terjadi turut meliputi dimensi sosial yang kuat dan mengarah kepada globalisasi yang adil.”
Publikasi
Di bawah Perjanjian tersebut, Sekretariat ASEAN dan ILO akan memperdalam kerjasama mereka dalam pelaksanaan berbagai program dan proyek, termasuk di bidang kesehatan dan dan keselamatan kerja, HIV/AIDS dan tempat kerja, implikasi ketenagakerjaan terhadap liberalisasi perdagangan, kesempatan kerja bagi kaum muda, pelatihan kejuruan, jaminan sosial dan migrasi kerja. Kedua organisasi ini akan
Eradication of Forced Labour International Labour Conference 96th Session* ISBN 978-92-2-118134-7 Publikasi ini menampilkan masukan dari Komite bahwa pelaksanaan sepenuhnya Konvensi kerja paksa masih memerlukan terselesaikannya beragam isu kompleks. Diharapkan bahwa survei akan memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan dua Konvensi mendasar tentang kerja paksa sebagai upaya penghapusannya secara total, serta memberikan kejelasan terhadap poin-poin tertentu dan akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Konvensi-konvensi ini, baik oleh pemerintah maupun mitra sosial.
© ILO
Ong mengatakan,“Perjanjian ini merupakan langkah untuk melanjutkan momentum yang dibangun melalui kerjasama ASEAN-ILO dan menekankan hubungan yang saling melengkapi antara komunitas ASEAN dan Agenda Pekerjaan yang Layak dari ILO.”
menjalin kerjasama dalam pertukaran informasi, studi penelitian, dan perwakilan dalam berbagai pertemuan tingkat operasional. Kantor ILO Jakarta dan Direkturnya, Alan Boulton, ditunjuk menjadi pelaksana di bawah Perjanjian Kerjasama tersebut. ASEAN, yang terdiri dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, memiliki jumlah penduduk lebih dari 560 juta, dengan daya beli lebih dari 400 milyar dolar Amerika tiap tahunnya, dan dengan angkatan kerja sebesar 330 juta jiwa. Antara tahun 2000 dan 2006, wilayah ASEAN mengalami tingkat pertumbuhan PDB rata-rata per tahun sebesar 5,7%. Namun, tingkat pengangguran di wilayah tersebut meningkat dari 5% menjadi 6.6% di tahun yang sama. Jumlah ekspor ASEAN berjumlah 650 juta dollar Amerika di tahun 2005, di mana total ekspor Asia mencapai 22%.
Trade and Employment: Challenges for Policy Research*
Gender Equality around the World)
ISBN 978-92-2-119551-1
ISBN 978-92-2-119317-3
Studi ini merupakan hasil dari penelitian bersama antara Sekretariat Organisasi Perdagangan Bebas (WTO) dan ILO. Studi ini mengkaji isu yang menjadi perhatian dari kedua organisasi, yang menegaskan hubungan antara perdagangan dan ketenagakerjaan. Sistem perdagangan multilateral memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan global dan mempromosikan hasil ketenagakerjaan yang lebih baik.
Publikasi ini merupakan kumpulan artikel-artikel pilihan yang diterbitkan di Majalah World of Work dari tahun 1999 hingga 2006. Artikel-artikel ini ditulis secara komprehensif mengenai beragam isu dari tantangan yang dihadapi para perempuan pencari kerja di Estonia, hingga pendekatan siklus kehidupan yang inovatif atas kesetaraan jender di Republik Tanzania, hingga kebijakan progresif mengenai cuti kelahiran anak bagi suami di Norwegia. * hanya tersedia dalam bahasa Inggris
9
© ILO
Perpisahan Salam
SALAM perpisahan kami ucapkan kepada dua rekan yang telah memberikan kontribusi besar bagi berbagai program kegiatan ILO di Indonesia dan Timor Leste. CARMELO NORIEL Kepala Penasihat Teknis Proyek Deklarasi Bidang Hubungan Industrial ILO/Amerika Serikat. Selama enam tahun terakhir ia menggawangi proyek ini.
© ILO
Berbagai program yang dijalankan Carmelo dalam proyek ini merupakan hasil kerja sama berdasarkan Perjanjian Bersama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Apindo serta tiga konfederasi serikat pekerja. Merekalah yang telah berkomitmen membangun kepercayaan dan kapasitas hubungan industrial di tingkat Menakertrans, H.E. Erman Soeparno, dan nasional dan regional. Carmelo Noriel Di bawah komando Carmelo tercatat jumlah penerima langsung dari program ini mencapai lebih dari 300 kegiatan, dengan menjangkau lebih dari 15.000 perwakilan pekerja, pengusaha dan pemerintahan di 10 provinsi. Sementara itu sedikitnya 60.000 publikasi telah didistribusikan kepada para peserta dan pihak-pihak yang terkait dengan proyek ini. Proyek ini memberikan pengaruh besar melalui berbagai kumpulan publikasi, baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. Proyek juga dijalankan melalui berbagai pelatihan, seminar, dan aktivitas untuk mengampanyekan kerja sama manajemen kerja, pemahaman serta aplikasi prinsip-prinsip perundingan bersama yang lebih baik, hukum dan praktik hukum ketenagakerjaan yang mendukung, mekanisme penyelesaian persoalan yang efektif, hingga penanganan pasar kerja yang baik. Carmelo melaksanakan berbagai kegiatan tersebut dengan baik dan banyak mendapat pujian. Dia juga kerap memperoleh penghargaan dari konstituen ILO dan pihakpihak yang terlibat mengampanyekan hubungan industrial yang lebih baik di Indonesia. Selanjutnya Carmelo akan kembali ke Filipina.
Peter Rademaker dan mantan Menko Ekuin, Dorodjatun Kuncoro Jakti
PETER RADEMAKER Wakil Direktur Kantor ILO Jakarta, sejak Agustus 2003. Dia sangat aktif merancang dan melaksanakan program kerja sama teknis ILO di Indonesia dan Timor Leste. Tantangan dalam tugas yang diemban Peter salah satunya adalah pembangunan sebagai respons ILO terhadap bencana tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias, termasuk berbagai program untuk membantu pengembangan perekonomian dan pemulihan krisis di Timor Leste. Dalam kegiatan pemulihan pascatsunami, Peter bekerja keras merancang beragam strategi proyek dan meyakinkan para donor untuk mendukung kegaitan ILO dalam pelayanan ketenagakerjaan darurat, keterampilan, pelatihan K3, pembangunan ekonomi lokal, keuangan mikro, rehabilitasi struktur dan bantuan untuk pengusaha dan serikat pekerja. Kontribusi Peter juga terlihat jelas pada pelaksanaan program-program ILO, baik melalui kerja sama dengan para serikat pekerja, rekan-rekan di pemerintahan, pengusaha, maupun badan-badan PBB lainnya. Tidak sekadar membantu pelaksanaan program, Peter juga menyediakan berbagai kesempatan untuk merancang program-program ILO yang inovatif berdasarkan keahlian dan pengalamannya. Sebagai contohnya, ia menggagas proyek baru pelatihan pendidikan dan keterampilan yang berpusat pada provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia. Dalam program ini berhasil digabungkan kegiatan ILO di lapangan kerja bagi kaum muda, pengembangan keterampilan, pelatihan pekerja anak dan kewirausahaan. Selanjutnya Peter akan mengemban tugas di Pusat Pelatihan Internasional ILO di Turin. (*)
SMART Workers adalah bincang-bincang radio interaktif, kerja sama ILO dengan radio SmartFM yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut tentang isu ketenagakerjaan, simak terus 95,9 FM !
10
Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia:
menciptakan tempat kerja yang aman & sehat Di seluruh belahan dunia diperkirakan sekitar 6.000 pekerja kehilangan nyawa mereka setiap harinya akibat kecelakaan, luka-luka dan penyakit akibat kerja. Diperkirakan sekitar 2,2 juta jiwa di seluruh belahan dunia kehilangan nyawa mereka setiap tahunnya akibat kecelakaan ataupun penyakit yang terkait pekerjaan. Setiap tahunnya, 270 juta menderita luka-luka parah dan 160 juta lainnya mengalami penyakit jangka panjang ataupun pendek yang terkait dengan pekerjaan mereka.
11
“Pekerjaan yang layak haruslah merupakan pekerjaan yang aman. ILO menolak anggapan bahwa kecelakaan dan penyakit bukanlah “bagian dari pekerjaan”. Kecelakaan kerja dapat dicegah. Pengalaman memperlihatkan budaya keselamatan yang kuat menguntungkan baik pekerja dan pengusaha maupun pemerintah. Teknik-teknik pencegahan telah terbukti efektif mencegah kecelakaan kerja dan meningkatkan kinerja usaha,” kata Alan Boulton, Direktor ILO di Indonesia.
Ketika Pelajar
BELAJAR TINGKAT pengangguran kaum muda di Indonesia—yang enam kali lebih tinggi dibanding orang dewasa—harus segera dicarikan jala keluarnya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan budaya berwirausaha yang sanggup menyerap pengangguran kaum muda di pasar tenaga kerja. Boleh disebut, pendidikan sangat memainkan peranan penting dalam membangun budaya kewirausahaan ini. Dimulai sejak usia dini, pendidikan dapat menstimulasi
Paket KAB memang dirancang pada pendidikan kejuruan dan lembaga pelatihan untuk memberikan kesadaran, tantangan, prosedur, karakteristik, dan sikap yang diperlukan kaum muda agar sukses berwirausaha. Berbeda dari proses mengajar tradisional, materi pelajaran KAB didasarkan pada berbagai pelatihan, kerja kelompok, permainan, yang berbasis pada buku pelajaran khusus. Dengan gaya mengajar partisipatif yang melibatkan para pelajar sepanjang proses belajar berlangsung, paket ini melibatkan pendekatan modular © ILO selama 120 jam pelajaran dalam sembilan modul. “Mulanya, saya ragu menggunakan materi instruksional KAB di kelas. Saya khawatir tidak dapat menjawab berbagai pertanyaan dari murid terkait teknikteknik baru yang saya gunakan. Untungnya, semua bisa berjalan baik,” tutur Christin, membagi pengalamannya kepada 22 guru lain dari enam Pusat Pengembangan Pendidikan Teknis Kejuruan dalam Pelatihan Guru, yang digelar selama dua minggu, Januari 2007 lalu.
kesadaran berwirausaha, memberikan banyak pilihan kerja dan membantu kaum muda menjadi lebih kreatif dan percaya diri dalam mengejar karier yang diinginkannya. Tahun 2005 silam, ILO yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional memperkenalkan program Pelatihan Mengetahui tentang Bisnis (Know about Business/ KAB) pada sistem pendidikan menengah kejuruan dan teknik di Indonesia sebagai proyek percobaan. Tujuannya adalah untuk mendorong semangat berwirausaha bagi kaum muda Indonesia, termasuk untuk meningkatkan kemampuan kerja mereka saat memasuki dunia kerja kelak Salah satu guru yang menghadiri Pelatihan Pengetahuan Bisnis untuk Guru—yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan dan ILO, Juli 2005— adalah Christin Soviantary dari SMKN 2 Denpasar. Christin merupakan salah satu guru dari 42 sekolah yang ikut serta dalam uji coba materi pelajaran dan metodolog ini. Dia pun telah mengujicobakan metodologi pembelajaran KAB ini kepada lebih dari 300 siswanya di kelas 1 dan 2.
12
Christin malah dapat cepat bisa melihat efek positif penerapan metodologi KAB terhadap anak didiknya. “Saya melihat metodologi KAB merupakan sarana yang efektif untuk mempelajari kewirausahaan. Sederhana, menyenangkan, dan mudah dimengerti. Itulah sebabnya catatan akademik anak didik saya lebih tinggi dibandingkan sebelum menerima KAB. Mereka pun tertarik belajar tentang bisnis,” kata dia menambahkan. Belum lama ini, 10 tenaga pengajar telah mempromosikan dan memberikan Pelatihan KAB bagi 116 guru Kewirausahaan dari 75 SMK di seluruh Indonesia. Bahkan, untuk memberikan pengalaman praktis bisnis, melalui program gabungan ILO dan Departeman Pendidikan Nasional, beberapa murid yang tertarik untuk memulai usaha sendiri telah berpartisipasi dalam program Memulai Bisnis Anda. Melengkapi program KAB, program Memulai Bisnis Anda ini dianjurkan bagi mereka yang memiliki ide bisnis dan ingin memulai usaha sendiri. Dari apa yang sudah dilakukan ini, diharapkan, pendidikan kewirausahaan menjadi bagian penting dari sistem pendidikan di Indonesia. Sehingga kualitas dan kontribusi sektor usaha kecil akan berpengaruh besar dalam mengembangkan perekonomian Indonesia.
ketenagakerjaan
Mengasah Naluri Bisnis Epidemi global HIV/AIDS berdampak besar pada usia kerja. Stigma dan diskriminasi terkait HIV/ AIDS bisa mengubah perilaku, menghancurkan prospek kerja dan karier, serta menghambat akses layanan kesehatan dan sosial lainnya. Saat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) kehilangan pekerjaan akibat stigmatisasi sosial dan kondisinya tersebut, boleh dibilang, memulai usaha kecil secara mandiri merupakan satusatunya pilihan untuk memperoleh penghasilan.
ODHA
© ILO/A. Mirza
Dukungan memulai usaha sendiri merupakan strategi penting untuk meringankan berbagai beban masalah yang dialami ODHA dan anggota keluarganya. Langkah ini setidaknya bakal meningkatkan kelangsungan hidup mereka, bahkan memungkinkan mendapatkan pengobatan dan perawatan setalah perolehan pendapatan meningkat. Untuk mencegah pengucilan sosial terhadap ODHA, ILO bekerja sama dengan UNDP melaksanakan proyek percontohan Mengembangkan Akses Menuju Kewiraswastaan dan Pelatihan Membangun Usaha untuk
Kreatif dan Gigih adalah Kuncinya ”Nama saya Anton Wahab (bukan nama sesungguhnya). Saya mempunyai sepupu yang HIV positif. Dia kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS. Untuk memastikan sepupu saya dapat mandiri secara finansial, tiada pilihan lain kecuali memulai usaha sendiri. Awalnya, saya mengira harus memiliki modal dulu untuk memulai usaha baru. Namun, setelah mengikuti Pelatihan SYB ILO bagi Calon Wirausahawan, awal Januari 2007 lalu, saya menyadari bahwa modal bukanlah segalanya. Saya harus kreatif dan gigih menghasilkan ide usaha baru. Dengan ide usaha yang baik, setiap orang dapat memulai usahanya sendiri. Keterlibatan saya dalam enam hari pelatihan SYB mendorong saya mendapatkan perizinan formal dari salah satu kantor perwakilan perusahaan komputer terkemuka di Jakarta. Tujuannya adalah untuk mengembangkan rencana keuangan dan menawarkan kemitraan dengan pabrik setempat di Jawa Barat agar mendanai usaha saya. Kami berdua, saya dan sepupu kemudian mengembangkan usaha tersebut. Tidak lama, saya pun mendapatkan izin serupa dari kantor perwakilan di Cina. Dari penjualan pertama saya pada Februari 2007, satu bulan setelah saya mengikuti pelatihan, saya memperoleh keuntungan Rp 5 juta (US$ 540). Kini saya terus berupaya mengembangkan usaha ini.”
ODHA. Dalam pelatihan ini peningkatkan kecakapan kerja dan kemampuan kerja mandiri, adalah prioritasnya. Proyek ini bertujuan melatih LSM dan pihak terkait serta penyedia jasa pelatihan swasta di bidang kewirausahaan dan pelatihan agar cakap memberikan jasa pelatihan dan konseling kepada ODHA. “Sebagai hasil pelatihan, masing-masing pelatih diharapkan melaksanakan sedikitnya dua pelatihan Memulai Usaha Sendiri, yang menjangkau dan memungkinkan ODHA dan keluarganya memulai dan menjalankan usahanya sendiri,” kata Rolly Damayanti, Staf Proyek ILO untuk Program SYB, menjelaskan. Sebagai tindak lanjutnya, salah satu LSM, Bandung Plus Support, menggelar Pelatihan Kewirausahaan SYB. Mengikuti panduan dalam Panduan Pelatih SYB, organisasi ini menargetkan para pelatih utama yang memiliki ide bisnis, mengikuti pelatihan secara penuh selama enam hari dengan biaya sendiri. ”Kami menerima banyak lamaran untuk pelatihan kedua. Kami pun menawarkan layanan konsultasi dengan biaya. Misalnya, dalam konsultasi mengembangkan cash flow atau rencana usaha,” tutur Reno—bukan nama sebenarnya—pelatih SYB yang juga HIV positif. Menurut Reno, pelatihan yang diberikan ILO menambah rasa percaya diri, meningkatkan keterampilan dan kemampuannya memperoleh pendapatan yang cukup untuk diri dan keluarganya. “Saya senang melihat kelompok pendukung saya dapat menerapkan strategi dan teknik yang mereka pelajari dari pelatihan memulai usaha sendiri sebagai cara untuk dapat hidup mandiri. Mereka tidak perlu lagi bergantung pada bantuan keluarga ataupun pemerintah,” ungkap Reno.
13
Mengembalikan
MIMPI
Pahlawan Devisa
“ ”
Perhatian saya adalah memfasilitasi prosedur pengiriman tenaga kerja yang murah, cepat, dan aman, sesuai dengan ketentuan hukum dan meningkatkan posisi tawarmenawar para TKI kita di pasar dunia
PERNYATAAN
Jumhur Hidayat yang dilontarkan setelah dia diangkat sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) boleh jadi akan menjadi angin segar bagi para TKI. Wajar saja jika mereka yang menggantungkan nasibnya di negeri orang itu berharap mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
Mari kita tengok sejenak jumlah TKI yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Berdasarkan data tahun 2001-2006, tercatat tenaga kerja yang termobilisasi ke luar negeri mencapai 280.000-615.000 orang. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan miskin dari daerah-daerah terpencil di negeri ini. Mereka merajut mimpi memiliki kehidupan yang lebih baik di luar negeri, sebagai jawaban atas masalah kemiskinan dan pengangguran yang membelit keluarganya. Selama ini berbagai bahaya migrasi, kompleksitas masalah, dan durasi proses penempatan masih berada di luar pemahaman mereka. Para pahlawan devisa itu kerap mengabaikan berbagai bahaya yang terjadi dalam proses migrasi. Mereka hanya memusatkan perhatian: yang penting bisa berangkat ke negera tujuan kerja, untuk mengakhiri kemiskinan keluarganya! Semoga derita panjang para TKI bias cepat diputus, apalagi setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 6/ 2006 tentang Kebijakan Reformasi Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dan Peraturan memang sedang berupaya untuk
14
Jumhur Hidayat, sebagaimana dikutip The Jakarta Post, 23 Januari 2007.
menyederhanakan prosedur migrasi ketenagakerjaan bagi TKI. Itu misalnya melalui proses penempatan yang lebih aman, murah, dan cepat, sehingga bias memacu lebih banyak lagi TKI untuk bermigrasi melalui jalur-jalur resmi. Terkait dengan itu, Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis untuk Proyek Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ILO, mengatakan ILO akan mendukung pemerintah Indonesia. Menurut Lotte, dukungan ILO, misalnya, diberikan melalui kerja sama teknis mengenai evaluasi kebijakan sistem manajemen migrasi, penawaran dan permintaan tenaga kerja, penggunaan dana, serta mengembangkan kapasitas pelatihan di dalam perusahaan untuk meningkatkan pelaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah secara efektif. “Kegiatan tersebut mendukung tujuan Program Pekerjaan Layak di Tingkat Negara periode 2006-2009, di mana Indonesia menjadi negara dengan pekerjaan yang layak untuk mengakhiri eksploitasi tenaga kerja. Diharapkan dengan memperkuat perlindungan para pekerja migran, kisah tragis dan mimpi yang terkoyak, akan segera menjadi kenangan,” ujar Lotte. © ILO/A. Mirza
Nining Ivana
Nyala Lilin
dalam kegelapan © ILO/A. Mirza
petugas hanya menjawab singkat, “Coba deh, tanya lagi ke kliniknya.” Dia tak bisa menjelaskan sama sekali.
SOSOKNYA seperti remaja lainnya—rambut dicat kecokelatan, lincah dan kenes. Tubuh mungilnya dibalut celana jins dan kaus merah jambu lengan panjang. Suaranya bersemangat dengan senyum yang tak pernah lepas. Siapa nyana, sejak dua tahun lalu ia diketahui HIV positif. Namun, mantan pekerja migran di Malaysia ini, tidak mau terkubur dalam keterpurukan karena ia yakin harapan itu selalu ada. Dia tak mengutuk kegelapan. Namaku Nining Ivana, usiaku 22 tahun. Aku hanyalah salah satu pekerja migran yang kurang beruntung lantaran tertular HIV/AIDS. Kaum migran seperti aku masih lekat dicap stempel warga kelas dua di negeri seberang. Semua berawal pada Juli 2003. Kesuksesan kakakku yang hijrah ke Malaysia membuatku ingin menyusulnya menjadi pekerja migran. Selepas ujian akhir sekolah menengah, dan bahkan belum menerima ijazah, tanpa pikir panjang kusambut lowongan kerja ke negeri jiran. Anganku sederhana: bisa menabung dan membantu orangtua. Aku ditawari bekerja di sebuah perusahaan sarung tangan. Karena perusahaan itu sedang membutuhkan karyawan, hanya dalam satu minggu diuruslah perjalananku oleh sebuah agen PJTKI. Aku berangkat hanya dengan impian, tanpa mengetahui betul apa yang akan aku hadapi di sana. Tak disangka, enam bulan bekerja aku mulai sakit-sakitan. Aku pikir sekadar kangen rumah, dan butuh penyesuaian saja. Maklum, aku selama ini belum pernah jauh dari keluarga. Beruntung, di tempat kerjaku ada klinik. Aku pun memeriksakan diri pada Maret 2004. Dikatakan, aku hanya perlu istirahat dan diberi izin istirahat dua hari. Tapi kondisiku tidak bertambah baik. Aku seringkali tiba-tiba jatuh jatuh pingsan. Akhirnya setelah perdarahan hebat dari hidung dan mulut, dan sempat dirawat selama beberapa hari, aku mendesak untuk diperiksa secara lengkap. Tidak ditemui halhal yang mencurigakan. Tes kesehatan menyatakan aku sehat-sehat saja. Tes HIV pun negatif. Dokter hanya menyebutkan jantungku sedikit bermasalah, dan aku hanya diberikan vitamin. Tapi kondisiku kian memburuk. Akhirnya, kuputuskan untuk pulang apalagi uangku telah habis untuk membiayai pengobatan. Perusahaan hanya menanggung 10 ringgit dan selebihnya harus ditanggung sendiri oleh pekerja. Tipisnya keuangan keluargaku membuat keinginanku untuk mengais rezeki, muncul kembali. Kuhubungi kembali PJTKI yang dulu memberangkatkan aku. Pada November 2004, aku ikut tes psikologi untuk mengisi lowongan di sebuah pabrik elektronik. Setelah itu, aku ikut tes kesehatan di bilangan Tebet, Jakarta. Kuanggap tes ini sekadar formalitas. Toh sebelumnya aku pernah menjalaninya di Malaysia. Namun, bagai petir di siang bolong, harapanku runtuh ketika sang petugas PJTKI memberitahuku bahwa aku unfit. “Kamu tak bisa berangkat karena kena penyakit,” ujarnya. Kulirik formulir data tes kesehatanku di mejanya. Rupanya aku diduga positif HIV. “Sakit apa?” aku balik bertanya. Sang
Aku pun kembali ke sana. Mereka menjelaskan dari sekian banyak calon TKI yang dites, hanya aku yang diduga terkena HIV. Aku hanya bisa bingung dan melongo. HIV, selama ini sama sekali tak selintas pun terbayang dalam benakku. Penyakit apa ini? Yang kutahu penyakit ini mematikan. Aku pun dirujuk ke RSCM, untuk konsultasi lebih lanjut. Kembali dijelaskan bahwa aku diduga terkena HIV. Dokter lagilagi hanya meminta aku kembali ke klinik untuk dites kembali. Terpaksalah empat hari kemudian aku kembali menjalani tes yang sama di klinik yang sama dengan hasil yang sama pula. Tiada penjelasan ataupun pendampingan tentang apa saja yang harus aku persiapkan menghadapi kenyataan harus hidup dengan HIV. Aku merasa sendirian. Aku tak bisa membayangkan masa depanku. Pikiranku kosong. Kuisi hari-hariku dengan kesendirian, menunggu waktu dijemput sang maut. Aku menemukan alamat sebuah lembaga yang peduli HIV/AIDS melalui salah satu saluran teve. Mulailah kuberanikan diri berkonsultasi. Aku pun teringat, selama tiga tahun saat di sekolah menengah pertama aku suka memakai narkoba jarum suntik. Satu jarum suntik bisa dipakai bergantian untuk menghemat. Kemungkinan besar aku terkena HIV jauh sebelum berangkat ke Malaysia. Namun, karena masih berada di masa jendela, ketika di tes di Malaysia statusku masih negatif. Aku tidak mau mati sia-sia, karena terapi obat dan bergaya hidup sehat dapat memperpanjang harapan hidup. Semenjak itu aku bersemangat belajar lebih banyak tentang HIV, dan aktif mengikuti berbagai pelatihan hingga akhirnya mengikuti program pendampingan kesehatan. Aku juga berani membuka diri. Pada akhir 2006 aku mengaku di depan publik. Keluargaku sendiri baru tahu pada 2005 ketika pertama kali melakukan terapi di RS Dharmais. Untunglah keluarga mendukung penuh diriku, walau mereka sempat ketakutan bakal kutulari. Mereka sadar, diskriminasi akan membunuhku perlahan-lahan. Kini aku bersyukur bisa bekerja sebagai satu dari tiga kader muda di sebuah puskesmas di Cilincing—sebuah program kerja sama KPAD Jakarta Utara dan IHPCP (Indonesian HIV Prevention and Care Project). Kini aku mengisi hari-hari melakukan penyuluhan, terutama kepada para pemakai narkoba jarum suntik. Honornya cukup buat kebutuhan keseharianku. Aku tak ingin orang lain terkena HIV seperti aku. Orang yang terlanjur terinfeksi pun bisa bangkit seperti apa yang aku tunjukkan. Di sisa hidupku, aku masih merajut harapan supaya mewujud-nyata. Justru aku beruntung terkena HIV, karena aku jadi terdorong untuk belajar. Kini aku menjadi konselor menyebarluaskan informasi mengenai hal ini. Jika tidak, mungkin aku akan mati muda dengan sia-sia. Aku masih menyimpan harapan merantau ke negeri seberang. Karena, HIV tidak berbeda dengan penyakit lain dan bukanlah penentu layak-tidaknya aku bekerja. Aku berharap akan semakin banyak pendidikan dan pelatihan diberikan mengenai HIV. Karenanya, keinginanku sederhana. Pelayanan dan pengetahuan kesehatan adalah hak bagi semua orang— termasuk penderita HIV.
15
perangi epidemi HIV SERIKAT PEKERJA pun
TEMPAT kerja berpotensi besar membatasi berbagai efek buruk epidemi HIV. Beragam program di tempat kerja yang melindung hak-hak pekerja, dukungan pencegahan, dan tersedianya akses perawatan sangat membantu memerangi dampak dari virus mematikan tersebut.
kesepakatan di tempat kerja berdasarkan Praktik ILO tentang HIV/AIDS dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 68/2004.
Tradisi yang kuat dari pembelajaran ini memang telah dibangun oleh tiga konfederasi serikat kerja di Indonesia—KSPI, KSPSI, dan KSBSI—untuk melatih para pendidik. Tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat provinsi. Ketiga Keanggotaan yang banyak dan jaringan serikat pekerja konfedearsi tersebut memiliki pendidik HIV/ AIDS di Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, yang terstruktur merupakan instrumen kuat untuk Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, meminimalisir dampak HIV Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua. Para kader itulah yang nantinya mendidik anggota-anggota serikat mengenai pencegahan HIV. Mesipun di beberapa tempat kerja peranan para Di samping mewujudkan Komitmen Deklarasi Nasional pengusaha sudah mulai diwujudkan, sayangnya, kontribusi Tripartit untuk Memerangi HIV/AIDS di Dunia Kerja, beberapa para pekerja dan organisasi serikat pekerja seringkali masih tantangan nyata bagi serikat pekerja adalah membangun diabaikan. Padahal, “Keanggotaan yang banyak dan jaringan program berkelanjutan dalam skala besar terhadap epidemi serikat pekerja yang terstruktur merupakan instrumen kuat tersebut. Selama ini beberapa tantangan yang sering untuk meminimalisir dampak HIV,” ujar Galuh S. Wulan, mengemuka adalah kurangnya sumber daya untuk Manajer Proyek untuk Proyek Pendidikan HIV/AIDS di meningkatkan komitmen program HIV/AIDS, masih lemahnya Indonesia. serikat pekerja di beberapa sektor dan industri, serta lemahnya Serikat-serikat pekerja di Indonesia, menurut Galuh, penyebaran informasi tentang HIV/AIDS di tempat kerja. sebenarnya memiliki pengalaman yang berpengaruh di tempat kerja, sehingga jika dikonsolidaskan untuk membangun barisan baru dalam memerangi epidemi tersebut, akan sangat efektif. ”Serikat pekerja bisa merancang program yang berorientasikan hak-hak atas pencegahan dan perawatan,” lanjut Galuh.
“ ”
Agenda
Sekadar mencontohkan, KSBSI Jawa Timur telah memulai perundingan kolektif untuk pelatihan HIV/AIDS bagi anggotanya dan para pejabat kecamatan. Mereka merancang
1
Pameran Foto ILO: Potret Dunia Kerja di Indonesia, Jakarta, 1 – 31 Mei
2 3
Peluncuran Laporan Global tentang Diskriminasi, Jakarta, 14 Mei
4 5 6 7 8
Pelatihan Manajemen Proyek untuk, Jakarta, 21 – 23 Mei*
Mengenang Mereka yang Hidup dengan HIV/AIDS, Jakarta, Batam, Jayapura, Jawa Timur, 20 – 21 Mei*
Peluncuran Hasil Penelitian tentang Prinsip-prinsip Deklarasi ILO, Jakarta, 29 Mei. Pelatihan Memulai Usaha untuk Pekerja Migran, 25 daerah pengirim pekerja migran, Juni* Forum Kebebasan Berserikat, Jakarta, awal Juni * Peringatan Hari Internasional Menentang Pekerja Anak, Jakarta, 12 Juni * direncanakan
16
© ILO
Berdayakan
Perempuan Serambi Mekah ILO-KDP
UNTUK memajukan pengembangan kewirausahaan perempuan Aceh pascatsunami, ILO bekerja sama dengan Program Pengembangan Kecamatan (KDP) mengadakan Pelatihan bagi Pelatih Jender dan Kewirausahaan (GET Ahead), Januari 2007 lalu. Program percobaan ini memungkinkan 105 perempuan dalam KDP mempelajari jender dan berbagai keterampilan kewirausahaan.
Target pelatihan ini adalah mencetak pelatih ahli dari kecamatan dan Kantor Pemberdayaan Masyarakat (PMD) dari 13 kecamatan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dari pelatihan tersebut, Kecamatan Aceh Jaya terpilih sebagai kecamatan percobaan selama Februari-Maret 2007.
© ILO
Perlengkapan Pelatihan Jender dan Kewirausahaan ILO (GET Ahead) dan Modul Memulai dan Memajukan Usaha Anda merupakan instrumen praktis yang diperkenalkan untuk manajemen bisnis dan kesetaraan jender. Beberapa instrumen dan beberapa isu, seperti teknik pelatihan partisipatif, kampanye kesetaraan jender, serta manajemen keuangan dan kelompok, diperkenalkan di KDP sepanjang 2007. ”Dari semua pelatihan yang kami terima selama program pascatsunami, pelatihan GET Ahead ini sangat berbeda. Suasananya mendukung kami untuk dapat menyerap materi pelatihan dengan sangat mudah,” terang salah satu pelatih
Sejak awal Desember 2005, ILO menerapkan keahlian teknis dan pengalaman internasional dalam pemulihan ekonomi lokal dan pembangunan—khususnya instrumen praktis manajemen bisnis dan kesetaraan jender untuk KDP (Program Pengembangan Kecamatan). Kerja sama ini sendiri didasarkan pada nota kesepakatan bersama yang ditandatangani ILO, KDP, Bank Dunia, Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR), dan Badan Pengembangan Komunitas (BPM) Provinsi NAD.
Target kerja sama ini tak lain adalah untuk memajukan berbagai program ekonomi berkelanjutan yang lebih baik di masyarakat, dengan memperkuat kapasitas pelatihan KDP. Kekuatan KDP ini terletak pada mobilisasi komunitas di masyarakat dalam pembangunan. ILO sendiri terus Dari semua pelatihan yang kami terima selama program mengembangkan pascatsunami, pelatihan GET Ahead ini sangat berbeda. ketenagakerjaan ahli teknis, khususnya untuk berbagai Suasananya mendukung kami untuk dapat menyerap program dan pekerjaan materi pelatihan dengan sangat mudah pembangunan jalan yang berorientasi pada sumber daya lokal.
“ ”
ahli, Cut Salihan dari Kecamatan Setia Bhakti. Hal senada dikatakan Efi Iskandar dari Unit Manajemen Daerah Provinsi NAD KDP. Menurut fasilitator KDP ini, pelatihan ini mampu mengembangkan keterampilannya dalam membuka dan memperluas perspektif untuk meningkatkan standar kehidupan kaum perempuaan yang dibinanya.
Program ini pun bertujuan mengembangkan pemberdayaan ekonomi komunitas, khususnya pengembangan kewirausahaan kaum perempuan. Secara rinci program gabungan ini berfokus pada empat area yang terintegrasi: Pertama, kampanye kesetaraan jender; Kedua, meningkatkan keterampilan manajemen bisnis; Ketiga, meningkatkan manajemen kelompok; dan Keempat, meningkatkan manajemen keuangan.
17
Kendati Pekerja Perempuan Membanyak,
KESENJANGAN masih Melebar JUMLAH perempuan bekerja saat ini lebih besar ketimbang sebelumnya. Namun, kesenjangan yang masih terjadi dalam hal status, kepastian kerja, gaji, dan pendidikan antara kaum perempuan dan laki-laki berperan dalam menciptakan “feminisasi pekerja miskin”, demikian laporan terbaru Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) yang dikeluarkan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. Berdasarkan “Tren Ketenagakerjaan Perempuan Global 2007”, jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam pasar kerja—baik yang sedang bekerja maupun mencari pekerjaan— berada di tingkat tertinggi. Pada 2006, ILO memperkirakan bahwa 1,2 miliar dari 2,9 miliar pekerja di dunia adalah perempuan. Kendati demikian, ILO menyakatan bahwa semakin banyak juga perempuan yang menganggur (81,8 juta), terjebak dalam pekerjaan berproduktivitas rendah seperti di bidang pertanian dan jasa atau menerima gaji lebih rendah untuk pekerjaan berjenis sama dengan pria. Selanjutnya, ILO menyatakan bahwa jumlah perempuan usia produktif yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan tidak lagi bertambah atau bahkan menurun di beberapa wilayah. Ini disebabkan semakin banyaknya jumlah perempuan muda yang menjalani pendidikan ketimbang bekerja. “Meski terdapat sejumlah kemajuan, masih banyak perempuan yang masih terjebak dalam pekerjaan bergaji terendah, kerapkali di ekonomi informal dengan perlindungan hukum yang kurang memadai, sedikit atau tiadanya perlindungan sosial, dan dengan ketidakpastian yang tinggi,” tutur Direktur Jenderal ILO, Juan Somavia. “Mempromosikan
pekerjaan yang layak sebagai perangkat mendasar dalam misi global di bidang kesetaraan jender akan diperluas bersamaan dengan peningkatan pendapatan dan kesempatan bagi perempuan serta mengangkat keluarga mereka dari kemiskinan.” Laporan tersebut menambahkan bahwa perempuan harus diberikan kesempatan untuk mengentaskan diri dan keluarga mereka dari kemiskinan melalui penciptaan peluang kerja yang layak yang dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang produktif dan berpenghasilan baik dengan kondisi yang bebas, aman, dan bermartabat. Jika tidak, proses feminisasi kemiskinan akan terus berlanjut hingga generasi berikutnya. Laporan pun memperlihatkan bahwa dari jumlah perempuan yang bekerja lebih banyak yang bekerja dengan mendapatkan gaji (47,9%) ketimbang 10 tahun lalu (42,9%). Namun, studi ini juga menegaskan bahwa semakin miskin suatu wilayah, semakin besar kecenderungan perempuan, dibandingkan laki-laki, menjadi pekerja keluarga tanpa dibayar atau menjadi pekerja mandiri dengan penghasilan rendah. Transisi dari pekerja keluarga tanpa bayaran atau pekerja mandiri dengan penghasilan rendah menjadi pekerja dengan gaji merupakan loncatan besar ke arah kebebasan dan penentuan diri bagi banyak perempuan, demikian ILO. Namun, di wilayah-wilayah paling tertinggal di dunia, jumlah perempuan yang menjadi pekerja keluarga masih jauh lebih besar dibandingkan laki-laki. Hanya sedikit perempuan yang menjadi pekerja dengan gaji. Di Sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, empat dari 10 perempuan bekerja dikategorikan sebagai pekerja keluarga dibandingkan dengan dua dari 10 laki-laki. Di Asia Selatan, enam dari 10 perempuan bekerja dikategorikan sebagai pekerja keluarga, sementara laki-laki hanya dua dari 10 orang. Di Timur Tengah dan Afrika Utara, proporsinya tiga dari 10 perempuan dan satu dari 10 laki-laki. Dalam Laporan Tren Ketenagakerjaan Global untuk Perempuan lalu (2004), diperkirakan perempuan mencapai 60 persen dari pekerja miskin dunia—orang yang bekerja tetapi tidak mendapatkan penghasilan yang cukup untuk mengangkat diri dan keluarga mereka berpenghasilan 1 dolar Amerika per orang, per hari. Menurut studi terbaru ILO, “tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa situasi ini telah berubah selama ini atau akan berakhir di masa mendatang.”
© ILO
18
jender Hari Perempuan Internasional:
Melindungi Pekerja Migran Perempuan
dari
SEKITAR 1,4 juta orang Indonesia, atau 450.000 orang per tahunnya, pergi ke luar negeri untuk bekerja selama tiga tahun belakangan ini. Tujuh puluh lima persen dari mereka adalah perempuan. Migrasi ketenagakerjaan memiliki banyak manfaat. Migrasi ketenagakerjaan menawarkan prospek kerja bagi banyak orang yang sulit mendapatkan pekerjaan di dalam negeri dan membantu penuntasan masalah pengangguran di Indonesia.
HIV/AIDS
Sayangnya, ketimbang memperoleh kehidupan yang lebih baik, sejumlah pekerja migran, khususnya perempuan, menghadapi masalah serius. Perempuanlah, misalnya, yang kerap dipaksa melayani hasrat seksual sang majikan, diperdagangkan, termasuk ditipu bahkan dipaksa dijerumuskan ke dalam lembah hitam prostitusi. Mereka memiliki akses yang terbatas atas informasi dan layanan kesehatan. Belum lagi rasa sendiri dan ketidaktahuan mengenai penularan dan penanggulangan HIV yang menjadikan mereka semakin berisiko besar terkena HIV/AIDS. Tingkat terinfeksinya pun terbilang lebih cepat ketimbang laki-laki. Guna memberikan perlindungan dan pemahaman yang lebih baik mengenai HIV/AIDS, ILO menggelar interaktif dialog, “Melindungi Pekerja Migran Perempuan terhadap HIV/AIDS”, pada Kamis, 8 Maret 2007, di Hotel Nikko Jakarta, Jakarta. Dialog ini menampilkan Jumhur Hidayat (Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia/BNP2TKI), Nafsiah Mboi (Sekretaris Komisi AIDS Nasional), Nining Ivana (Aktivis/Mantan Pekerja Migran dengan HIV), dan Alan Boulton (Direktur ILO di Indonesia). Diselenggarakan berkenaan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional, dialog ini disiarkan langsung oleh KBR68H, sebuah stasiun radio nasional. Dialog dimoderatori Nini Carlina, Duta Buruh Migran Indonesia. “Pekerja migran Indonesia memberikan sumbangan besar kepada perekonomian dan masyarakat Indonesia serta menjadi bagian penting dari angkatan kerja. Tantangan saat ini adalah menemukan cara memaksimalkan kontribusi migrasi terhadap pertumbuhan dan pembangunan serta penyediaan perlindungan dan dukungan yang tepat terhadap warga Indonesia yang berniat bekerja di negara lain. Perlindungan ini termasuk informasi dan saran tentang tindak kekerasan yang dialami pekerja migran perempuan serta risiko terhadap infeksi HIV,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia.
© ILO
Temuan-temuan utama dari laporan ILO terbaru berjudul “Bergantung di Tali Rapuh”, mengenai pekerja migran perempuan pun diluncurkan. Laporan ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama Solidaritas Perempuan, sebuah LSM nasional, di tiga daerah pengirim di Jawa Timur (Sumenep, Malang dan Bojonegoro). Temuan-temuan memperlihatkan bahwa, sebagai kelompok yang paling rentan terhadap infeksi HIV, hanya segelintir calon pekerja migrant perempuan yang benar-benar memahami modus penularan HIV. Juga hanya segelintir yang betul-betul menyadari bahwa kondom dapat mencegah infeksi menular seksual, termasuk HIV/AIDS. Risiko-risiko tadi diperparah dengan sulitnya para calon dan pekerja migrant mengakses informasi, termasuk informasi mengenai HIV/AIDS. Kalaupun mereka menerima informasi, kebanyakan masih diselimuti dengan mitos-mitos—misalnya, HIV dianggap ditularkan melalui gigitan nyamuk atau hanya menulari pekerja seks komersial atau kaum gay. Kondisi ini diperunyam dengan kendala bahasa akibat tingkat pendidikan pekerja migran yang rendah. Laporan pun menyimpulkan adanya kebutuhan mendesak akan program pendidikan dan informasi, tidak hanya bagi calon pekerja migran tapi juga bagi pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam migrasi kerja: instruktur, badan penyalur, kepala asrama dan fasilitator. Dengan akses informasi yang memadai, pekerja migran dapat melindungi dirinya dengan lebih baik sehingga tidak mudah lagi diperdaya.
“
Pekerja migran Indonesia memberikan sumbangan besar kepada perekonomian dan masyarakat Indonesia serta menjadi bagian penting dari angkatan kerja. Tantangan saat ini adalah menemukan cara memaksimalkan kontribusi migrasi terhadap pertumbuhan dan pembangunan serta penyediaan perlindungan dan dukungan yang tepat terhadap warga Indonesia yang berniat bekerja di negara lain
Meretas Dialog Sosial Pengusaha - Pekerja
UNTUK mengampanyekan pekerjaan layak bagi semua, ILO memprakarsai dialog sosial antar pengusaha dan serikat pekerja. Dari dialog diharapkan berhasil dirumuskan formulasi untuk melaksanakan kebijakan nasional dalam bidang politik, ekonomi, maupun isu-isu lainnya. Apalagi perwakilan pengusaha dan pekerja memiliki hak suara yang sama dengan pemerintah untuk menyusun berbagai kebijakan dan program. Di Indonesia, ILO menyediakan bantuan teknis untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis. Buktinya, seiring dengan berakhirnya Proyek Deklarasi Hubungan Industrial ILO/USA pada Desember 2006, ILO langsung mengembangkan proyek baru yang dirancang untuk meningkatkan dialog sosial dan mengampanyekan tersedianya lapangan kerja bagi kaum muda, antara serikat pekerja dan asosiasi pengusaha (Apindo). Proyek ini merupakan bagian dari program global, di mana biro ILO untuk para pekerja (ACTRAW) dan kegiatan pengusaha (ACTEMP) mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah Norwrgia. Proyek yang akan berlangsung hingga Desember 2007 ini, selain bertujuan untuk menggagas dialog sosial melalui bipartit, juga akan merancang kerangka kerja gabungan pekerja-pengusaha yang lebih baik.
Program bagi pekerja Pembangunan kapasitas untuk para pemimpin tingkat lokal atau provinsi dalam dialog sosial dengan menyelenggarakan pelatihan bagi 90 pelatih dari serikat pekerja di Jakarta, Batam, dan Malang. Program ini juga akan mendukung diskusi serikat pekerja yang membahas tentang isu-isu tenaga kerja, termasuk hukum ketenagakerjaan, baik di tingkat nasional maupun provinsi. Peningkatan peran serikat pekerja bagi kaum muda, termasuk memperluas perwakilan serikat pekerja bagi para pekerja muda. Program ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pengembangan skema nasional untuk meningkatkan keterampilan dan penciptaan lapangan kerja melalui iklim investasi yang lebih baik. Pendirian Lembaga Penelitian Tenaga Kerja dan Pelatihan Indonesia. Lembaga ini bertujuan membantu serikat pekerja di Indonesia untuk memperkuat kapasitasnya dengan melaksanakan sejumlah penelitian dan pelatihan tentang agenda tenaga kerja, serta berpartisipasi aktif dalam pengembangan kebijakan nasional dan lokal terkait pekerjaan layak juga pengurangan angka kemiskinan. Institusi ini akan dijalankan oleh tiga konfederasi di Indonesia: KSPSI, KSPI, dan KSBSI.
20
Program bagi pengusaha Memperkuat kapasitas penelitian Apindo untuk meningkatkan sistem pendidikan dan pelatihan di tingkat nasional maupun sektoral guna menyerap tenaga kerja dan produktivitas kaum muda. Memperkuat kapasitas Apindo untuk menciptakan hubungan yang efektif dengan berbagai institusi pelatihan kejuruan lokal di berbagai provinsi dan industri terpilih. Memperluas program Apindo untuk mengembangkan kewirausahaan bagi perempuan guna meningkatkan peluang kerja bagi mereka.
Berbagai Kunjungan ke ILO Jakarta KANTOR ILO Jakarta terus menerima berbagai kunjungan dari berbagai institusi pemerintah, pendidikan, dan lain sebagainya. Sekitar 24 anggota DRPD Jawa Timur mengunjungi ILO Jakarta, Februari lalu. Mereka berdiskusi dengan ILO Jakarta tentang aktivitas dan program-program tenaga kerja dan ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya aktivitas ketenagakerjaan di Jawa Timur, seperti para pekerja migran, perdagangan anak, isu HIV/AIDS, dan lain-lain. Kunjungan juga dilakukan sivitas akademika Universitas Internasional Batam, 13 April lalu. Sekitar 40 mahasiswa dan dosen berdiskusi untuk menambah pemahaman mengenai peranan dan fungsi ILO di Indonesia. Mereka melontarkan berbagai pertanyaan seperti peranan ILO dalam memajukan kapasitas serikatserikat pekerja, kontribusi serikat dalam pembuatan kebijakan, pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, berbagai jenis program yang dirancang untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, termasuk program HIV/AIDS di tempat kerja.
Cuplikan: Pertemuan Konsultatif ILO Jakarta Para perwakilan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Koordinator Perekonomian, asosiasi pengusaha (Apindo), dan tiga konfederasi serikat pekerja (KSBSI, KSPI, dan KSPSI) berpartisipasi dalam Pertemuan Konsultatif Tripartit yang diselenggarakan ILO Jakarta, Selasa, 3 April 2007 silam. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mendiskusikan program ILO di Indonesia (Program Pekerjaan Layak di Tingkat Negara 20062009) dalam 2-3 tahun mendatang. Pertemuan tersebut juga menegaskan komitmen ILO Jakarta untuk memperbarui program ini berdasarkan masukan dan saran dari para konstituen tripartit. Sebagai prioritasnya, program ini akan mengintegrasikan kontribusi ILO bagi program-program pengembangan
SekilasBerita
© ILO/Gita Lingga
nasional, mengidentifikasi berbagai kesempatan dari program gabungan PBB, kampanye pekerjaan yang layak dan pengurangan kemiskinan. Ada pun tiga program prioritas bagi Indonesia adalah: Pertama, menghentikan eksploitasi di tempat kerja; Kedua, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan dan pemulihan kehidupan, khususnya bagi kaum muda; dan Ketiga, dialog sosial untuk pertumbuhan ekonomi serta prinsip dan hak di tempat kerja.
Laporan Global ILO terbaru tentang Kesetaraan di T empat Kerja 2007: Tempat
Temuan-temuan Utama untuk Asia Pasifik
Dalam laporan paling terlengkap mengenai diskriminasi saat ini, laporan ILO bertajuk “Kesetaraan Kerja: Menjawab Tantangan” (Equality at work: Tackling the challenges)1 memberikan gambaran global mengenai diskriminasi kerja serta memaparkan keberhasilan dan kegagalam dalam memerangi diskriminasi baik dalam bentuk tradisionalnya seperti jenis kelamin, ras atau agama, maupun dalam bentuk terbaru seperti usia, orientasi seksual, status HIV/AIDS dan kecacatan. Secara global, tingkat partisipasi kerja kaum perempuan terus meningkat, dan saat ini berkisar 56,6 persen. Namun, kondisi di Asia Pasifik bervariasi. Di Asia Selatan, tingkat partisipasi kerja perempuan hanya berkisar 43,5 persen (hanya kisaran Timur Tengah dan Afrika Utara lebih rendah). Di Asia Timur dan Pasifik mencapai 61,2 persen. Sejumlah negara memiliki kesenjangan jender yang memprihatinkan. Di India hanya 26 persen kaum perempuan yang berpartisipasi dalam angkatan kerja dibandingkan dengan 84,1 persen laki-laki – kesenjangan sebesar lebih dari 58 poin. Di Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia kesenjangan tersebut mencapai lebih dari 30 poin. Di Indonesia, tingkat pengangguran perempuan pada 2006 sekitar 13,3 persen, dibandingkan laki-laki 8,6 persen. Di
Malaysia, pada 2004 tingkatnya mencapai 3,8 persen (laki-laki 3,4 persen), di India 5,3 persen (4.9 persen). Kendati demikian, ada sejumlah kondisi yang menggembirakan. Di Thailand tingkat pengangguran sama antara laki-laki dan perempuan (1,7 persen), dan di sejumlah negara tingkat pengangguran perempuan lebih rendah, seperti di Filipina 6,8 persen dibandingkan 7,6 persen untuk laki-laki. Juga terjadi kesenjangan dalam penghasilan. Di Asia Selatan persentase perempuan yang bekerja tanpa bayaran merupakan yang tertinggi di dunia, 60 persen. Di Asia Timur dan Pasifik, lebih dari 11 persen adalah pekerjaan tanpa bayaran dan 12 persen lainnya adalah bekerja sendiri. Di Singapura, Taiwan (China) dan Hongkong (China) dibayar 3040 persen lebih rendah.
21
Parade Poster-poster Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan mempromosikan program ILO di Indonesia, ILO Jakarta menerbitkan beberapa Poster
Proyek HIV/AIDS
Proyek Pelatihan Polisi
Proyek Kesetaraan Jender
Proyek Pekerja Migran
Pr oyek Y outh Employment Proyek Youth