Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
ISSN 2089-3590 | EISSN 2303-2472
WAKAF POLIS ASURANSI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM UNTUK PEMBERDAYAAN UMAT 1Siska 1,2,3
Lis Sulistiani, 2Ilham Mujahid, 3Yandi Maryandi
Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Jl. Ranggagading Bandung 40116 e-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini mengkaji tentang wakaf polis asuransi yang merupakan bagian dari sebuah inovasi dalam menggali potensi harta yang dapat diberdayakan untuk sebanyak-banyaknya orang, dengan nilai manfaat yang lebih besar. Selain bernilai ibadah namun, wakaf tersebut memiliki nilai ekonomi yang besar selama pengelolaannya dipegang oleh pihak yang amanah, efektif dan produktif. Tulisan ini dilakukan melalui metode penelitian kualitatif, melalui telaah yuridis normatif serta studi kepustakaan untuk mengetahui literatur-literatur terkait yang menunjang terhadap tema wakaf polis asuransi. Hasil penelitian menunjukan, dengan adanya kebijakan dan aturan yang mendukung adaya wakaf tersebut menjadikan wakaf polis asuransi menjadi bagian dari bagian potensi jariah ekonomi yang besar untuk pemberdayaan umat. Kata kunci: wakaf, asuransi, ekonomi, dan umat.
1.
Pendahuluan
Wakaf merupakan bentuk muamalah maliyah (harta benda)yang sangat lama dan sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala. Hal ini tidak lain karena Allah SWT menciptakan manusia untuk mencintai kebaikan dan melakukannya sejak ia dilahirkan hingga hidup di tengah-tengah masyarakat. Demikian juga Allah SWT telah menciptakan dua sifat yang berlawanan dalam diri manusia agar mereka mencintai yang lain, bekerjasama dan berkorban untuk mereka, tanpa harus menghilangkan kecintaan pada dirinya sendiri (Qohaf, 2008). Wakaf memainkan peran ekonomi dan sosial yang sangat penting dalam sejarah Islam, wakaf berfungsi sebagai sumber pembiayaan bagi masjid-masjid, sekolah-sekolah, pengkajian dan penelitian, rumah-rumah sakit, pelayanan sosial dan pertahanan (Anwar, 2007). Terkait dengan persoalan wakaf, disini pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf karena selama ini tradisi masyarakat Indonesia dalam pengelolaan wakaf masih cenderung bersifat konsumtif dan pengelolaan secara produktif yang diharapkan oleh pemerintah belum maksimal. Selain itu, persepsi masyarakat dalam memahami wakaf masih terikat dan tersekat dengan pemahaman lama yang hampir mendominasi pemikiran masyarakat Muslim Indonesia. Demi menggali potensi dan manfaat wakaf serta pengelolaannya secara produktif digalilah wakaf dari sisi asuransi khususnya dari asuransi syariah dalam hal ini adalah polis asuransi bagi seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan sebagian hartanya hasil dari klaim di lembaga asuransi syariah tertentu. Dari dana klaim
307
308 |
Siska Lis Sulistiani, et al.
tersebut mengandung potensi yang besar saat disalurkan dalam bentuk wakaf selain menjadi amal jariyah bagi si mayit dapat juga bermanfaat bagi umat disertai bentuk pengelolaan yang efektif dan produktif untuk nilai yang jauh lebih besar Berdasarkan kondisi di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji potensi wakaf asuransi syariah menurut ekonomi Islam dengan judul penelitian adalah: “ Wakaf Asuransi Syariah menurut Ekonomi Islam untuk Pemberdayaan Umat”. Berdasarkan pendahuluan di atas, maka masalah-masalah penelitian yang dikaji adalah sebagai berikut: (1) Apakah yang dimaksud wakaf polis asuransi ? (2) Bagaimana kedudukan hukum wakaf polis asuransi menurut ekonomi Islam? Dan (3) Bagaimana wakaf polis asuransi dapat memberikan pemberdayaan umat? Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Menganalisis pengertian secara terpisah ataupun secara integral mengenai wakaf polis asuransi ; (2) Menganalisis kedudukan hukum wakaf polis asuransi menurut ekonomi islam dan (3) Menganalisis mekanisme wakaf polis asuransi untuk memberikan pemberdayaan umat. Dengan urgensi penelitian sebagai berikut: (1) Penelitian ini dianggap penting karena hasilnya dapat memberikan sumbangan pemikiran khususnya dalam upaya pengembangan bentuk wakaf produktif yang berkembang di Indonesia untuk pemberdayaan ekonomi umat dan (2) Bagi peneliti, dari hasil analisis terhadap wakaf asuransi syariah secara hukum ekonomi islam dan potensinya untuk pemberdayaan umat, sehingga diharapkan dapat mengembangkan suatu konsep pemikiran ekonomi Islam yang progresif untuk perkembangan wakaf produktif di Indonesia. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pengertian wakaf asuransi syariah, kedudukan hukum wakaf asuransi syariah menurut ekonomi Islam, dan mekanisme wakaf polis asuransi untuk pemberdayaan umat. Oleh karena itu, pembahasan difokuskan pada faktor-faktor tersebut.
2.
Tinjauan Pustaka
Wakaf Polis Asuransi menurut Ekonomi Islam untuk Pemberdayaan Umat Kata “wakaf” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu ‘al-waqf ’ dari kata waqafa –yaqifu- waqfan, yang berarti menahan atau menghentikan. Kata lain yang sering digunakan sinonim dengan wakaf adalah al-hubu (jamaknya alahbas) dari kata habasa-yahbisu-tahbisan , yang berarti sesuatu yang ditahan atau dihentikan, maksudnya ditahan pokoknya dan dimanfaatkan hasilnya di jalan Allah. Kata “wakaf” dalam hukum Islam mempunyai dua arti: arti kata kerja, ialah tindakan mewakafkan, dan arti kata benda, yaitu obyek tindakan mewakafkan (Anwar, 2007). Bila wakaf bermakna objek atau benda yang diwakafkan (al-mauquf bih) atau dipakai dalam pengertian wakaf sebagai institusi seperti yang dipakai dalam perundangundangan Mesir. Di Indonesia, istilah wakaf dapat bermakna objek yang diwakafkan atau institusi (Praja, 1995). Dengan kata lain dalam arti kata benda wakaf artinya adalah benda wakaf. Bila dikatakan wakaf tidak boleh dijual artinya benda wakaf tidak boleh dijual (Anwar,2007). Kemudian Imam Abu Hanifah (imam Hanafi) memberikan pengertian wakaf adalah penahanan pokok sesuatu harta dalam tangan pemilikan wakaf
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
Wakaf Polis Asuransi Perspektif Ekonomi Islam untuk Pemberdayaan Umat
| 309
dan penggunaan hasil barang itu, yang dapat disebutkan ariah atau commodate loan untuk tujuan-tujuan amal shaleh.Sementara itu pengikut Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Imam Muhammad memberikan pengertian wakaf sebagai penahanan pokok suatu benda dibawa hukum benda Tuhan yang maha kuasa, sehingga hak kepemilikan dari wakif berakhir dan berpindah kepada Tuhan yang maha kuasa untuk sesuatu tujuan, yang hasilnya dipergunakan untuk manfaat makhluk-Nya (Usman, 2009). Sedangkan dalam UU No.41 Tahun 2004 tentang Perwakafan (Pasal 1 angka 1), wakaf didefinisikan sebagai “perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk di manfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah.” Dalam Undang-undang tersebut tidak ada kata-kata “untuk selama-lamanya” seperti dalam definisi Kompilasi Hukum Islam, karena Undang-undang ini, wakaf tidak selalu abadi, tetapi juga ada kemungkinan untuk selama waktu tertentu, sehingga adanya wakaf produktif serta perkembangannya menjadikannya sebuah peluang positif dalam bidang perwakafan. Adapun pengertian polis asuransi adalah sebuah perjanjian asuransi atau pertanggungan yang bersifat konsensual (terdapat kesepakatan), dibuat secara tertulis didalam suatu akta dari pihak yang telah mengadakan perjanjian. Di akta yang telah dibuat secara tertulis tersebut dinamakan “Polis”. Sehingga polis merupakan sebuah tanda bukti perjanjian dalam pertanggungan yang menjadi bukti tertulis. Adapun pengertian dari wakaf polis asuransi adalah mewakafkan sebagian nilai yang akan diterima jika polis asuransi yang dimiliki seseorang telah dicairkan. Menurut Undang-undang perwakafan Pasal 16 ayat 3, UU No. 41 tahun 2004 Benda Bergerak yang dapat diwakafkan yaitu: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuansyariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait wakaf polis asuransi termasuk dalam poin ke 7 dalam Pasal 16 ayat 3 UU Wakaf No.41 tahun 2004, walaupun secara hakikatnya ia tetap termasuk ke dalam wakaf tunai atau wakaf uang. Pada dasarnya pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf telah diatur dalam undang-undang wakaf pasal 32 -39 tahun 2004, yaitu: PPAIW atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani. dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan: 1. salinan akta ikrar wakaf; 2. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya. Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf., Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir. Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf. Kemudian, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf. Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar. ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 | Vol 6, No. 1, Th, 2016
310 |
Siska Lis Sulistiani, et al.
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah. Mekanisme wakaf polis asuransi di Indonesia yang kini sedang berkembang khususnya sebagai contoh di salah satu yayasan yang mengelola perwakafan di Jakarta yang berlaku sebagai nadzhir, yaitu sebagai berikut (Wakafalazhar): 1. Wakaf Polis Asuransi yang diserahkan lembaga tersebut menggunakan dua akad: a. Akad Wakaf untuk wakaf produktif sebagaian dari nilai Polis Asuransi yang meliputi Uang Pertanggungan (UP) dan Nilai Tunai saat jatuh tempo. b. Akad Amal Kebaikan / Charity ; untuk kepentingan wakif, keluarga wakif, kepentingan umum, sebagaian dari nilai Polis Asuransi (UP dan Nilai Tunai) saat jatuh tempo. 2. Wakaf Polis Asuransi ini akan dimanfaatkan untuk: a. Sebahagian (50%) sebagai Wakaf Produktif b. Sebahagian (50%) untuk program social charity sesuai dengan program kemanusiaan Al-Azhar Peduli Ummat: 1) Cahaya seribu Desa 2) Pemberdayaan ekonomi Pesantren 3) Rumah Gmilang Indonesia 4) Bencana Alam 5) Da'i Sehat 6) Pemakaman Umum AMG dll. 3. Jika nilai UP Polis Asuransi yang diwakafkan > 500jt, maka komposisi pemanfaatannya, sebagaimana berikut: a. Sebahagian (50%) sebagai Wakaf Produktif b. Sebahagian (50%) beasiswa atau pengiriman guru c. Beasiswa untuk anak yang ditunjuk sampai perguruan tinggi di Al-Azhar atau setaraf. d. Pengiriman guru ke daerah yang ditentukan oleh wakif. Bagi setiap wakif yang mewakafkan polis asuransinya, akan mendapatkan fasilitas sebagaimana berikut:
1. Untuk Wakaf Polis Asuransi dengan UP > Rp 100 juta, akan mendapatkan layanan pemulasaraan/tajhizul janazah dan santunan ta'ziah. 2. Untuk Wakaf Polis Asuransi dengan UP > Rp 250 juta, akan mendapatkan layanan pemulasaraan dan biaya pemakaman, 3. Untuk Wakaf Polis Asuransi dengan UP > Rp 500 juta, akan mendapatkan layanan pemulasaraan dan biaya pemakaman (Layanan Jenazah All In One) serta AMG (Al Azhar Memorial Garden) Plus (1 unit single untuk pribadi wakif, jika persediaan masih ada), 4. Unituk Wakaf Polis Asuransi dengan UP > Rp 1 milyar, akan mendapatkan layanan pemulasaraan dan biaya pemakaman (Layanan Jenazah All In One) serta AMG (Al Azhar Memorial Garden) Plus (1 unit single untuk umum dan 2 unit single untuk pribadi wakif, jika persediaan masih ada),
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
Wakaf Polis Asuransi Perspektif Ekonomi Islam untuk Pemberdayaan Umat
| 311
Dengan adanya wakaf polis asuransi ini membuka peluang lebih dalam untuk menggali potensi ekonomi umat untuk diberdayakan kepada sebanyak-banyaknya orang dan bermanfaat pula bagi wakif dunia dan akhirat. Para ahli hukum Islam menyebutkan beberapa dasar hukum wakaf dalam hukum Islam yang meliputi ayat al-Qur’an, hadis, ijma’, dan ijtihad para ahli hukum Islam serta hukum Indonesia yang mengatur tentang wakaf, yaitu sebagai berikut: 1. Firman Allah,
{ لن تنا لواالبر حتى تنغفوا مما تحبون وماتنفقوا من شيء فان هللا به عليم }92:العمران Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali Imran [3]: 92). Dalam Al-qur‘an tidak ditemukan secara explisit dan tegas mengenai wakaf, Alqur‘an hanya menyebutkan dalam artian umum saja, tidak tegas dan khusus menggunakan kata-kata wakaf. Para fuqaha menjadikan ayat-ayat umum itu sebagai dasar wakaf dalam Islam. Seperti ayat-ayat yang membicarakan sedekah, infak dan amal jariyah. Para ulama menafsirkannya bahwa wakaf itu sudah tercakup di dalam cakupan ayat tersebut (Halim, 2005). 2. Mayoritas ulama menyatakan asal mula disyari‘atkannya ibadah wakaf dalam Islam adalah pada periode Rasulullah SAW, di mana ketika itu Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar (Usman, 2008). sebagaimana hadis berikut: Dari Ibnu Umur r.a. (dilaporkan) bahwa ‘Umar Ibn al-Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaibar, lalu beliau datang kepada Nabi Saw untuk minta instruksi beliau tentang tanah tersebut. Katanya: Wahai Rasulullah, saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar yang selama ini belum pernah saya peroleh harta yang lebih berharga dari saya dari padanya. Apa instruksimu mengenai harta itu? Rasulullah bersabda: Jika engkau mau, engkau dapat menahan pokoknya (melembagakan bendanya) dan menyedekahkan manfaatnya. [Ibnu Umar lebih lanjut] melaporkan: Maka Umar menyedekahkan tanah itu dengan ketentuan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Ibnu Umar berkata: Umar menyedekahkankannya kepada orang fakir, kaum kerabat, bidak belian, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (mengurus) untuk makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta. [HR Bukhari].
َ َان ا إنق ُ س َ ِإذَا َم َ اْل إن َ ار َي ٍة َو ِع إل ٍم يُ إنتَفَ ُع ِب ِه َو َولَ ٍد َ ط َع َع َملُهُ ِإ اَّل ِم إن ث َ ََلث َ ٍة ِم إن ِ صدَقَ ٍة َج ِ ات إ ٍصا ِلح عو لَه ُ َي إد
Dari Abu Hurairah r.a. (dilaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah yang mengalir, ilmu yang di manfaatkan atau anak salih yang mendo’akannya. [HR. Muslim]. 1. Sedekah jariyah yang disebutkan dalam hadis Abu Hurairah tidak lain yang dimaksud adalah wakaf, dimana pokok bendanya tetap, sedangkan manfaat benda yang diwakafkan itu mengalir terus (jariyah=mengalir) sehingga wakif
ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 | Vol 6, No. 1, Th, 2016
312 |
Siska Lis Sulistiani, et al.
(pelaku wakaf) tetap mendapat pahala atas amalnya meskipun ia telah meninggal dunia (anwar). 2. Pada tanggal 21 Oktober 2004, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan pada tanggal 15 Desember 2006 pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya 3. Fatwa No.21 tahun 2001 DSN MUI tentang pedoman umum asuransi syariah, Fatwa no.51 tahun 2006 DSN MUI tentang akad mudharabah musytarakah pada asuransi syariah, Fatwa no.52 tahun 2006 DSN MUI tentang tentang akad wakalah bil ujrah pada suransi syaroah dan reasuransi syariah, fatwa No.53 tahun 2006 tentang akad tabarru pada asuransi syariah. Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Fatwa Majelis Ulama Indonesia berikut peraturan turunannya merupakan titik tolak peningkatan pemberdayaan potensi wakaf di Indonesia ke arah yang lebih produktif dalam bingkai fiqh Indonesia. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ini juga menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara produktif sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern. Dalam undang-undang wakaf yang baru ini konsep wakaf mengandug dimensi yang sangat luas. Ia mencakup harta tidak bergerak, maupun yang bergerak, termasuk wakaf uang yang penggunaannya sangat luas, tidak terbatas untuk pendirian tempat ibadah dan sosial keagamaan (Medias,2010). Pemberdayaan wakaf menjadi bagian dari redistribusi ekonomi. Redistribusi ekonomi berarti penyebaran kekayaan dari sebagian kelompok kepada kelompok yang lain baik secara tunai ataupun tidak. Redistribusi juga mencakup pemberian layanan umum (public services), seperti kesehatan dan pendidikan dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Sehingga masyarakat merasakan manfaat material dan kemudian redistribusi itu juga menimbulkan biaya. Oleh karena itu, penggerak atau agen redistributif berfungsi sebagai perantara antara proses pemanfaatan redistribusi dan biaya redistribusi itu. Dalam hal ini, ada tiga jenis redistributive agent: pemerintah, individu dan institusi swasta (Baskan, 2002). Kesadaran masyarakat untuk mengamalkan tingkat religiusitasnya dengan cara wakaf memang cukup tinggi. Namun sayangnya, banyak aset wakaf yang tingkat pendayagunaannya stagnan, dan tidak sedikit yang tidak berkembang sama sekali. Penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya mewakafkan tanah, namun kurang memikirkan biaya operasional sekolah, sehingga yang harus dilakukan adalah pengembangan wakaf prodktif untuk mengatasi hal tersebut. Di tilik dari tujuan dan kontribusi yang dapat diberikan oleh institusi wakaf polis asuransi, maka keberadaan wakaf polis asuransi karena ia pun berkaitan dengan istilah wakaf tunai di Indonesia yang menjadi sangat krusial. Setidaknya ada beberapa hal yang mengakibatkan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia (agustianto,2010): 1. Angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, yang perlu mendapat perhatian dan langkah-langkah yang konkrit. 2. Kesenjangan yang tinggi antara penduduk kaya dengan penduduk miskin 3. Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, sehingga wakaf memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
Wakaf Polis Asuransi Perspektif Ekonomi Islam untuk Pemberdayaan Umat
| 313
4. Sejumlah bencana yang terjadi, mengakibatkan terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandirian masyarakat dalam pengadaan public goods: Sehingga bagian dari trigger sebuah pemberdayaan potensi wakaf untuk umat di Indonesia khusus nya terletak pada sinergisitas kesadaran individu dan akuntabilitas serta sosialisasi yang massif lembaga wakaf terkait.
Gambar 1 Skema akuntabilitas lembaga wakaf (Budiman, 2011)
Sehingga dengan akuntabilitas lembaga asuransi syariah khususnya dalam pengembangan wakaf polis asuransi ini menjadikan lembaga asuransi memiliki fungsi maksimal yang dapat pula membantu dalam meningkatkan pemberdayaan wakaf dan umat. Diantara fungsinya yaitu: 1. wakil yang mengelola resiko nasabah, 2. mudharib dalam menginvestasikan dana nasabah, 3. nadzhir wakaf yang berkewajiban mengelola wakaf nasabah, dan 4. pengelola komunitas takaful dalam rangka saling tolong-menolong Asuransi Syariah Ujrah
Saving/investasi tabarru
Akad wakaf
nadzhir
10%
Diwakafkan
Dikelola secara produktif baik investassi finansial atau sektor rill
Hasil investasi 90% mawquf alaih
ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 | Vol 6, No. 1, Th, 2016
314 |
Siska Lis Sulistiani, et al.
Gambar 2 Mekanisme pengelolaan wakaf polis asuransi
Dengan adanya dana wakaf polis asuransi tersebut tidak boleh digunakan untuk biaya operasional, biaya klaim ataupun terkait dengan operasional perusahaan asuransi syariah. Dana wakaf harus menjadi aset tetap yang keberadaannya abadi, tidak boleh berkurang, tidak boleh habis justru harus produktif dalam pengelolaannya sehingga menghasilkan manfaat yang lebih besar untuk umat, selain itu penyalurannya yang harus efektif dan tepat sasaran merupakan sebuah keniscayaan dalam pengembangan potensi wakaf polis asuransi ini ataupun wakaf produktif lainnya.
3.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan yang disajikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1)wakaf polis asuransi adalah mewakafkan sebagian nilai yang akan diterima jika polis asuransi yang dimiliki seseorang telah dicairkan; (2 )Wakaf merupakan bagian dari pada bentuk filantropi Islam yang seharusnya dikelola secara produktif, asset intinya tidak boleh berkurang dan justru bertambah nilainya dan kebermanfaatannya; dan (3) wakaf polis asuransi sebagaimana mekanisme penyaluran wakaf benda tidak bergerak lainnya yang diatur dalam Pasal 32-39 UU Wakaf No.41 tahun 2004, walaupun wakaf polis ini pun termasuk kategori wakaf tunai atau wakaf uang pada hakikatnya, namun pencatatannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Wakaf polis asuransi syariah merupakan bagian dari pada trobosan perwakafan dalam menggali potensi ekonomi umat untuk mendistribusikan harta secara tepat sasaran dan efektif. Diperlukan sinergisitas pengelolaan wakaf baik antara individu wakif, lembaga sebagai nazir maupun pemerintah ataupun pihak terkait untuk mengelola, mengawasi dan memayungi pengembangan harta wakaf agar tetap produktif, amanah dan bermanfaat untuk pemberdayaan ekonomi umat khususnya di sektor rill. Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti mengusulkan beberapa rekomendasi bagi peneliti lebih lanjut dan pihak terkait sebagai berikut: (1) pengembangan bentukbentuk wakaf produktif dapat terus digali salah satunya dalam bentuk polis asuransi syariah dalam memperkaya potensi pemberdayaan umat;(2) pengawasan dan sosialisasi mengenai wakaf polis asuransi ini perlu dimasifkan; (3) bagi peneliti lebih lanjut, pengembangan bantuk wakaf produktif lain serta mengenai efektifitas wakaf polis asuransi ini di lembaga-lembaga terkait perlu dikaji.
Daftar pustaka Agustianto. (2010) . Wakaf Uang dan Peningkatan Kesejahteraan Umat . Artikel Zona Ekonomi Islam. di publikasikan pada Agustus. al-Usman, Syaikh Muhammad bin Shalih. (2008). Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat Menurut alQuran dan as-Sunnah.Jakarta:Pustaka Imam Syafi‘I. Anwar, Syamsul. (2007). Studi Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: RM Books. Ash-Shan’aniy, Muhammad Ibn Ismail. T.th.Subulus Salam. Bandung: PT.Dipoenogoro.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora
Wakaf Polis Asuransi Perspektif Ekonomi Islam untuk Pemberdayaan Umat
| 315
Baskan, Birol. (2002). Waqf System As A Redistribution Mechanism In Ottoman Empire. Chicago: Northwestern University Department of Political Science. Budiman , Achmad Arief . (2011). Akuntabilitas Lembaga Pengelola Wakaf . Volume 19, Nomor 1, Mei . Semarang: UIN Walisongo. Chaniago, Amran Ys. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: PT.Pustaka Setia. Halim, Abdul. (2005). Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta:Ciputat press. http://www.wakafalazhar.or.id/produk/9Wakaf+Wasiat+Polis+Asuransi/#sthash.FC0KAQAn.dpuf Medias, Fahmi. (2010).Wakaf Produktif, Jurnal Lariba , Jurnal Ekonomi Islam, Vol. IV,No.1 Juli . Yogyakarta: UII. Muslim. Shahih Muslim, (Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.t), Juz 8. Praja, Juhaya S. (1995). Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya. Bandung: Yayasan Piara. Qohaf, Mundzir. (2008) . Manajemen Wakaf Produktif . Jakarta: Khalifa. Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji. ( 2011). Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali Press. Usman, Rahmadi. (2009) .Perwakafan dalam Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 | Vol 6, No. 1, Th, 2016