URGENSI TAUBAT DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Rakhmawati Abstrak Manusia adalah tempatnya kesalahan dan dosa, dan sebaik-baik orang yang bersalah dan berdosa adalah orang yang sadar dan mau bertaubat kepada Allah sesegera mungkin dengan niat yang tulus tidak akan mengulanginya. Tentu saja taubat tidak hanya dilakukan setelah melakukan dosa, taubat seharusnya menjadi rutinitas umat Islam dalam rangka menyucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Jika Nabi saja yang dijamin masuk Surga senantiasa beristigfar memohon ampun tidak kurang 100 kali tiap harinya, apalagi kita sebagai umatnya yang sering bergelimang dengan dosa. Kata Kunci : Taubat –Istighfar -Dosa A. Pendahuluan Taubat merupakan salah satu aspek yang urgen dalam kehidupan umat Islam dan termasuk tema pokok dalam kajian sufistik. Pembahasan taubat tidak sekedar berupa ungkapan deskriptif agar dapat dipahami oleh orang Islam, akan tetapi taubat merupakan titah Tuhan kepada seluruh komunitas manusia dengan tidak memandang stratifikasi sosialnya, siapapun yang mengintegrasikan dirinya ke dalam seruan perdamaian dan keselamatan dengan masuk ke dalam agama Allah, maka baginya dikenakan perintah bertaubat. Di antara dalil tentang perintah taubat adalah: Terjemahnya: Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, hai orang-orang mukmin, agar supaya kamu semua berbahagia.1
Taubat dalam realitas empirik diasumsikan sebagai upaya rujuk manusia kepada Tuhannya untuk mengenyahkan noda-noda hitam atas penyimpangan-penyimpangan yang dilakukanya. Taubat oleh kebanyakan visi masyarakat dianggap sebatas penyesalan dari setiap orang-orang yang telah berbuat kesalahan atau dosa. 1
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung;Al-Jumanatul Ali, 2005), h. 354
127
Urgensi Taubat dalam Kehidupan Manusia
Persepsi masyarakat ini dijustifikasi oleh sebagian pendapat ilmuan muslim tentang rumusan taubat. Menurut rumusan yang dipaparkan oleh al-Shiddiqiy, taubat merupakan upaya hamba yang menyesalkan dosa-dosa yang diperbuatnya. Dosa hamba, menurutnya, ada dua, dosa hamba kepada Tuhannya dan dosa hamba kepada sesama manusia, bagi hamba yang telah melakukan perbuatan dosa baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama manusia maka wajib baginya untuk melakukan taubat. 2 Menurut al-Gazaliy, perbuatan dosa merupakan racun yang ada dalam diri manusia yang dapat merusak kehidupan manusia. Perbuatan tersebut dapat dimusnahkan dalam diri manusia dengan jalan melakukan taubat dengan menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukannya, karena dengan taubat dapat menerangi hati sebagaimana matahari dapat memberikan penerangan kepada kegelapan. 3 Jika taubat itu merupakan perintah Tuhan, maka taubat harus dilakukan oleh siapa pun dengan tidak memandang sebab. Sebab yang dapat mendekati kepastian bahwa taubat itu dilakukan karena manusia sebagai hamba Allah, karena sebagai hamba Allah maka ia harus senantiasa melakukan taubat. Namun dalam realitas masyarakat, muncul stigma negatif terkait taubat misalnya taubat itu nanti belakangan, taubat itu nanti di usia tua, taubat hanya bagi yang berdosa dan lainnya. Menunda taubat kesannya memandang remeh dosa yang dapat dihapus dengan taubat di kemudian hari. Padahal taubat tidak seharusnya ditunda, apalagi diterima tidaknya taubat seseorang adalah kewenangan Allah semata. Untuk itu, perlu pengkajian tentang urgensi taubat dalam kehidupan manusia. B. Pengertian Taubat Istilah taubat berasal dari bahasa Arab
#Ô¢LÎP #0#O΢QÏ# –#OE¢P yang
berarti raja’ ‘anil-ma’siah “kembali dari perbuatan maksiat”. 4 Istilah ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dan telah menjadi bahasa Indonesia “taubat”. Pengertian taubat yang dimaksud dalam tulisan ini adalah merujuk pada pengertian akar kata seperti yang terdapat dalam kitab Maqayis al-Lugah dan pengertian yang diungkap oleh al-Ragíb alAsfahany dalam kitabnya Mu'jam Mufradat Li al-faz al-Qur'an. Kata taubat yang berakar dari huruf t-w-b pada asalnya mengandung arti al2
Lihat Muhammad al-Siddiqiy al-Syafi‘i, Dalil al-Falihin (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), h. 78. 3 Lihat Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazaliy, Ihya’ ‘Ulum al-Din, juz IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), h. 4. 4 Lihat Ibrahim, al-Mu‘ jam al-Wasit (Kairo: t.p, 1972), h. 90.
128
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Rakhmawati
ruju’ “kembali”. 5 Yang dimaksud kembali di sini adalah kembali kepada Allah dalam keadaan apapun dan di mana pun berada. Misalnya dalam
NÅj½D##ÇÁ#OEP# bermakna#ËÆ©#¬ÎXk#“telah kembali dari dosanya”.6
kalimat
Mencermati makna taubat di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa makna asal taubat adalah kembali. Yang dimaksud kembali adalah kembali kepada Allah dengan ketataatan dan ketundukan dan meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Kata taubat dalam penjelasan leksikal di atas selalu dikaitkan dengan kata dosa dan maksiat. Dengan demikian, taubat itu selalu dilakukan karena orang tersebut sebelumnya telah meninggalkan Allah dan melanggar perintah-Nya dengan berbuat maksiat dan dosa. Bila ia sadar dan menyesal atas perbuatan dosa dan maksiatnya dan kembali kepada Allah dalam arti taat dan patuh, maka orang tersebut telah bertaubat. C.
Kewajiban dan Keutamaan Taubat Firman Allah, QS. al-Tahrim :8
1#1#1##Eé\ÎçxæÅ#÷ÔLæ èÎPæ #ìËü¾½D#Õô½úJ#DÎçLÎçP#DÎçÆÁæ H#æÇÏìjü½D#EæÊïÏFô EæÏ Terjemahnya : ‘Hai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya...’7 Maksud ayat di atas adalah bertaubatlah kepada Allah semurnimurninya. Kata-kata ini sebenarnya sifat dari orang yang bertaubat. Karena orang yang bertaubat memurnikan jiwanya dengan taubatnya itu. Adapun kata-kata taubat disifati dengan nasuh adalah sebagai mubalagah dengan cara menisbatkan kata sifat ini kepada majaz, atau yang bersengatan dengan menjerat, yakni menjahit. Seolah-olah taubat itu menjahit lubang yang ditembus oleh dosa.8 Keutamaan taubat juga tergambar dalam hadis Nabi yang berbunyi;
õÔ] æw ì EîƽD#õÔµô gì Eîx½D#Eé\ÎçxÅæ #÷ÔæLèÎæP#ìËü¾½D#Õô½Jú #DÎçLÎçP#õÓgæ EæQµô #æÀEôµ#ìÔLæ èÎîQ½D#OEæL #èÇ©æ # lû Ðè Âæ ç©# Çú Lè # Óô kæ Eæ©ç # Çè ©æ # u ú Âæ ©è Gô ½ö D# Çè ©æ # O í EæÊs ì # ÎçLFô # EæÆTæ hî \ æ #q æ çÅÎçÏ# çÇLè # çhÂæ \ è Fô # EæÆTæ hî \ æ 5
Lihat 'Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu'jam Maqayis alLugah, juz I (Beirut: Dar al-Jil, 1991), h. 358. 6
Ibid., h. 175 dan 375 Departemen Agama RI, op.cit., h. 951. 8 Lihat Anshory Umar ,Terjemah Durratun Nashihin, Jil. II (Semarang:AsySyifa’, 1991), h. 549 7
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
129
Urgensi Taubat dalam Kehidupan Manusia
#ç˾ü½D#Õü¾w æ #òÑMì Æî ½D#èÇ©æ #EæÂÉç hç \ æ Fô #úÇÐè Uæ Ïìh\ æ #ígÎçªp è Áæ #çÇLè #ì˾ü½D#çhMè ©æ #EæÆTæ hî \ æ #íhÏè Îæ o ç #úÇLè #ìWkú Eæ]½ö D #û¿æMæX#æRè]Pæ #êhì©Eôµ#çËîÅôGô¹#çËLæ ÎçÅçi#ÖælæÏ#æÇÁì èÝçÂö½D#îÈJú #æÀEôµ#ìËp ì ö²Åæ #èÇ©æ #çlc æ Iö½DæÍ#æÃü¾o æ Íæ #ìËèоô©æ #Dæjº ô Éæ #ìËLì #æÀEô¶±ô #ì˲ì Åè Fô #Õô¾©æ #îlÁæ #íOEæLjç ¹ ô #çËLæ ÎçÅiç #ÖælÏæ #ælX ì Eô²½ö D#îÈJú Íæ #ìËÐè ¾ô©æ #櫶ô Ïæ #èÈFô #ç´EædÏæ #ìËLì Íæ #E÷½nú Æè Áæ #æÀnæ Åæ #û¿çXkæ #èÇÁì #ìÌhì Mè ©æ #ìÔLæ Îè Qæ Lì #çblæ ±ö Fô #çËü¾½ô #æÀEôµ#îÃçT#ì˲ì Åè Fô #æ¸Îè ±ô #ìÌhì Ðæ Lì #íOEæÊs ì #ÎçLFô #æÀEôµ #èhµô Íæ #ô§¶ô Ðè Qæ o è Eô±#÷ÔÁæ Îè Åæ #æÄEæƱô #çËo æ Fö kæ #æ«{ æ Îæ ±ô #çËLç Dlæ s æ Íæ #çËÁç Eæª ô #EæÊÐè ¾ô©æ #çËQç ¾ô\ ì Dæk#ç˪æ Áæ Íæ #øÔº ô ¾ôÊè Áæ #Õô½Jú # ç«X ì èkFô #æÀEôµ# çËü¾½D# ×æ Eæs#EæÁ# èÍFô #çuó ô ªæ ö½DæÍ# ïl] æ ö½D# Ëì èоô©æ # îhQæ èsD# DæiJú # ÕîQ\ æ # çËçQ¾ô\ ì Dæk# èRMæ Éæ iæ #êlÏúlX æ Íæ #ôÔÅæ DæΩæ #ÎçLFô #ç˪æ Læ EæP#çÌhæ Æè ©ì #çËQç ¾ô\ ì Dæk#DæiKú ±ô #çËo æ Fö kæ #櫱ô kæ #îÃTç #÷ÔÁæ Îè Åæ #æÄEæƱô #æ«X æ læ ±ô #ÑìÅEôºÁæ #æÀEôµÍæ #æWúkEæ]ö½D#çRèªÂì o æ #õÓækEæÂç©#EæÆTæ îh\ æ #çuæÂè©ôGö½D#EæÆTæ îh\ æ #ôÔæÁEæoõF#ÎçLFô #æÀEôµÍæ #úuæÂè©ôGö½D#èÇæ© #æÃÐìÉDælèLúJ#èÇ©æ #úuÂæ ©è Gô ½ö D#èÇ©æ #úuÂæ ©è Gô ½ö D#çhØì Eôµ#ñѱì Îõ¹#ìËü¾½D#çhÐè Mæ ©ç #çËçÂo è D#ûþìp è çÁ#ÎçLFô Íæ #õÔMæ ªè çs #èÇ©æ # Óô kæ Eæ©ç # Çè ©æ # u ç Âæ ©è Gô ½ö D# EæÆTæ hî \ æ # Ôô Ïæ Íú EæªçÁ# ÎçLFô # Àæ EôµÍæ # hí Ïè Îæ ço# Çú Lè # W ì kú Eæ]½ö D# Çè ©æ # Ñ ò Âì Ðè Qî ½D 9 ìËü¾½D#ìhèMæ©#èÇæ©#íhèÏæÎço#úÇèL#ìWúkEæ]ö½D#èÇæ©#òÑìÂèÐîQ½D#æÃÐìÉDælèLúJ#èÇæ©æÍ#ìËü¾½D#ìhèMæ©#èÇæ©#ìgæÎèoôGö½D Artinya : Seorang mukmin melihat dosanya seperti gunung yang berada di atasnya, ia kuatir akan ditimpanya. Sedangkan orang yang banyak berbuat dosa melihat dosanya sebagai lalat yang lewat di hidungnya lalu dihardiknya. Bagi Allah, lebih baik taubat hamba yang mukmin daripada taubat seorang laki-laki yang turun dari tunggangannya di tempat sunyi sepi (padang pasir), kemudian meletakkan kepalanya dan jatuh tertidur. Ketika ia bangun, ia mendapati binatang tunggagannya beserta makanan dan minumannya tidak ada. Lalu dicarinya sampai ia diserang panas, dahaga dan lain-lain sampai ia berkata: Aku akan kembali ke tempatku semula, akan tidur sampai mati. Kemudian ia menaruh kepalanya di atas tangannya agar bisa mati.. Akhirnya ia terbangun dan tiba-tiba tungganngannya beserta bekal dan minumannya datang kembali. Maka Allah lebih menyukai taubat seorang mukmin daripada kesukaannya orang ini dengan kembalinya binatang tunggangannya.10 Hadis tersebut secara tekstual menggambarkan bahwa Allah lebih menyukai taubat seorang mukmin daripada kesukaannya seseorang dengan 9
Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhariy, Sahih Bukhari, kitab ad-da’awat bab al-Taubah, hadis no.2744 (Riyadh:Dar Alimul Kutub, 1996 M, 1417 H), h. 145 10 Adib Bisri Musthofa, Terjemah Sahih Muslim, Juz IX (Cet.I;Semarang:AsySyifa’, 1993), h. 673-674
130
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Rakhmawati
kembalinya binatang tunggangannya besertta bekal dan minumannya setelah hilang di padang pasir. Secara kontekstuaal, hadis tersebut dapat dimaknai bahwa Allah menyukai orang-orang yang bertaubat sehingga pintu taubatNya senantiasa terbuka bagi orang yan ng mau bertaubat; orang yang senantiasa menyadari dirinya akan dosa-do osa yang ia telah lakukan. Hadis ini juga dapat dimaknai bahwa taubat setin nggi gunung akan diampuni oleh Tuhan (selain syirik) bilamana kita taubat dengan sebenar-benarnya taubat (Taubat al-Nasuha). Olehnya itu, taubat adaalah wajib bagi setiap umat Islam. Bagi orang-orang awam setaraf haanya mempunyai ilmu syariat dan tarekatnya belum sempurna, maka taubat yang dilakukan hanyalah karena menyesali dosa yang telah diperbuat. Akaan tetapi jika sudah sampai pada kesempurnaan ibadah dan kejernihan jiw wa, maka taubat tidak hanya dilakukan setelah melakukan dosa saja. Kita K menyadari jika telah sampai pada tingkatan ma’rifat maka tentu saja keemungkinan kecil kita melakukan dosa, hampir tak berbuat dosa. Kaarena hati kita telah dijaga kesempurnaannya dan kebersihannya dari noda-noda n dosa. Nah, apakah jika kita tidak berdosa lalu tidak tidak meelakukan taubat?, sesungguhnya meskipun tak melakukan dosa, maka hendaknya tetap tekun bertaubat.11 Dengan demikian, taubat dilakukaan tidak harus setelah melakukan dosa, taubat seharusnya menghiasi kehidup pan kita sebagai seorang muslim. Hal ini akan membawa kepada kejernihan hati dan kedekatan kepada Allah swt. D. Batas Waktu Diterimanya Taubat Seseorang Firman Allah QS. al-Nisa’ (4) ( :18
Terjemahnya : 18) Dan tidaklah taubat itu diterim ma Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apab bila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan n: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubatt) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-oraang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.12 Dalil di atas di perkuat p dengan hadis Nabi yang 11 12
Ali Hasyim, Menuju Puncak Tasawuf (Cet.I; ( Surabaya: Visi 7, 2006), h. 29 Departemen Agama RI, op. cit., h. 81 Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 20114( ISSN: 2087-8761)
131
Urgensi Taubat dalam Kehidupan Manusia
berbunyi;
#íOEîÆX æ # ÎçLFô # ûlèÐôºçL# çÇèL# çhÐì½Îæ ö½D# EæÆæTîhæ\# lû èÐÂæ çÅ# úÇèL# Ëì ü¾½D# hì èM©æ # çÇèL# çhîÂ] æ çÁ# EæÆTæ îh\ æ #èÇæ©# N ì îÐp æ çÂö½D# Çú èL# ìhÐìªo æ # èÇæ©# hí èÏmæ # úÇèL# òѾì©æ # èÇæ©#ïÒÍú hæ ªæ ö½D# hí îÂ] æ çÁ# çÇèL# Ëì ü¾½D# çhèM©æ # ÑìÆTæ îh\ æ #çrEîƽD#EæÊÏï Fô #EæÏ#æÀEô¶±ô #æþüo æ Íæ #ìËÐè ¾ô©æ #ç˾ü½D#Õü¾w æ #ì˾ü½D#çÀÎçokæ #EæÆMæ ó ôc æ #æÀEôµ#ìËü¾½D#ìhèMæ©#úÇèL#úlìLEæX #DÎõ¾w ì Íæ # DÎõ¾®æ t è çP# Èè Fô # ¿æ Mè µô # Ôì ] æ ½ì Eîx½D# Àú Eæ©è Gô ½ö EìL# DÍçkgì EæLÍæ # DÎçPÎçÂPæ # Èè Fô # ¿æ Mè µô # Ëì ü¾½D# Õô½Jú # DÎçLÎçP #òlòp½D# Ñì±# Ôì µô hæ îx½D# ìÓælèUô¹æÍ# ç˽ô # èÃõ¹úlö¹ìi# Óì læ Uè º ô Lì # Ãè º õ Lò kæ # Çæ Ðè Læ Íæ # Ãè º õ Ææ Ðè Læ # Òìj½ü D #Ñì±#ôÔæªçÂçYö½D#èÃõºèÐô¾æ©#ælæ Qæ ö±D#èhµô #æËü¾½D#îÈFô #DÎçÂô¾è©DæÍ#DÍçlMæ èYçPÍæ #DÍçlx æ èÆçPÍæ #DÎõµmæ èlçP#ìÔæÐìÅEô¾ªæ ö½DæÍ #èÇÂæ ±ô # Ôì Áæ EæÐ¶ì ½ö D# Äú Îè Ïæ # Õô½Jú # DæjÉæ # ÑìÁEæ©# Çè Áì # DæjÉæ # ÒúlÊè s æ # Ñì±# DæjÉæ # ÑìÁÎè Ïæ # Ñì±# DæjÉæ # ÑìÁEô¶Áæ #Eô¾±ô #Eæʽô #DégÎç]X ç #èÍFô #EæÊLì #E÷±Eô²d è Qì o è D#êlØì EæX#èÍFô #êÀgì Eæ©#êÄEæÁJú #ç˽ô Íæ #Òìhªè Læ #èÍFô #ÑìPEæÐ\ æ #Ñì±#Eæʹ ô læ Pæ #Eô½Íæ #ç˽ô #îZ\ æ #Eô½Íæ #çËô½#ôÓEô¹æm#Eô½Íæ #çËô½#ôÓEô¾æw#Eô½æÍ#Eô½ôF#ìÌlú èÁFô #Ñì±#çËô½#ô¼kæ EæL#Eô½æÍ#ç˾ôèÂs æ #çËô½#çËü¾½D#æ«æÂæX #îÄÝç Ïæ #Eô½Íæ #E÷¾çXkæ #øÓFô læ Áè D#îÇÁî Ýç Pæ #Eô½#Eô½Fô #ìËÐè ¾ô©æ #ç˾ü½D#æOEæP#æOEæP#èÇÂæ ±ô #æOÎçQÏæ #ÕîQ\ æ #ç˽ô #îlLì #Eô½Íæ #ç˽ô #æÄÎè w æ 13çË ô èÎo æ Íæ #ç˲ô èÐo æ #ç´EædÏæ #ûÈEôóö¾çpLì #çÌlæ Êæ ö¶Ïæ #èÈFô #Eü½Jú #EéÆÁì èÝçÁ#êlX ì Eô±#îÄçÝÏæ #Eô½Íæ #DélX ì EæÊçÁ#ñÑLì Dælè©Fô Artinya: Mewartakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair, mewartakan kepada kami al-Walid bin Bukair, yaitu Abu jannab (Khabbab) mewartakan kepadaku ‘ Abdullah bin Muhammad al-Adawiy dari Aliy bin Zaid, dari said bin al-Musayyab, dari jabir bin Abdullah,dia berkata :Rasulullah SAW berkhutbah kepada kami, beliau mengatakan : “Wahai manusia! Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah sebelum kamu meninggalkan dunia. Bersegeralah kamu sekalian mengerjakan kebajikan sebelum kamu sibuk. Hubungkanlah sesuatu yang antara kamu sekalian akan diberi rizki, akan ditolong dan akan ditambal kekurangan kalian. Ketahuilah olehmu sekalian, bahwasanya Allah itu telah memfardukan kepada kalian mengadakan shalat jumat di tempatku ini, pada hari ini, bulan ini, dari tahun ini sampai kiamat. Barangsiapa meninggalkan jumat, baik ketika aku masih hidup atau sepeninggalku nanti dan dia mempunyai pemimpin yang adil atau zalim/kurang adil, karena menghina atau karena mengingkarinya maka semoga Allah memporak-porandakkan persatuannya dan Allah tidak memberkati urusannya. Ingatlah, tidak ada shalat baginya, tidak ada puasa baginya, tidak ada zakat baginya, tidak ada haji baginya, tidak ada kebaikan baginya sampai dia bertaubat. Barangsiapa bertaubat, maka Allah akan mengampuninya. Ingatlah sekali-kali wanita tidak boleh mengimami 13
Ibn Majah,Sunan Ibn Majah, kitab iqamatussalah wa sunnatu fiha bab fi fard al-Jum’ah, h.ke 1081, Juz II (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), h. 343
132
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Rakhmawati
seorang lelaki. Sekali-kali tidak boleh seorang Badui mengimami orang beriman, kecuali kalau ada paksaan Sultan, dia takut pedang dan cambuknya.14 Secara tekstual hadis di atas, Nabi menganjurkan kita untuk bertaubat sebelum meninggal, ini artinya taubat sebelum meninggal adalah syarat diterimanya taubat, penyesalan atau taubat tiada gunanya bila ruh telah meninggalkan jasad. Sedangkan secara kontekstual, hadis tersebut menganjurkan untuk bertaubat sesegera mungkin, janganlah kita menunggununggu waktu, dengan alasan kita masih muda, masih sehat, karena umur adalah rahasia Allah. Disamping itu, hadis tersebut menganjurkan untuk melakukan berbagai macam kebaikan sebagai bekal di akhirat nanti. Secara logika, tentu saja kualitas taubat berbeda bila dilakukan pada usia muda dan di usia tua. Boleh jadi taubat pada usia tua hanya karena ia tidak mampu lagi untuk melakukan kemaksiatan. Taubatnya hanya karena terpaksa menerima kenyataan fisiknya yang lemah. Berbeda tentunya jika taubat dilakukan pada usia muda di mana godaan sangat tinggi yang didukung dengan kemampuan yang dimiliki untuk melakukannya. Namun hal tersebut tidak ia lakukan. Secara logika pula bila berbuat baik itu dilakukan pada usia senja maka tentu tidak akan mampu menutupi usia yang telah lewat, yang dipergunakan hanya untuk berbuat dosa. Dengan demikian, taubat seharusnya tidak mengenal istilah kata “nanti” sebagai bentuk penundaan. Di sisi lain ajal seseorang tidak dapat ditunda bilamana waktu yang telah ditentukan telah tiba. E. Cara (Metode) Bertaubat
#îlôôGö½D# æ«ìÂæo# çËîÅFô # ôÓægèlçL# ÑìLôF# èÇ©æ # ôÓîlçÁ# Çú èL# Íúlè©æ # èÇæ©# õÔæMèªçs# EæÆæTîhæ\# êNèÉæÍ# EæÆæTîhæ\ #çrEîƽD#EæÊïÏFô #EæÏ#æÀEôµ#çËîÅôF#æÃü¾o æ Íæ #ìËèÐô¾æ©#çËü¾½D#Õü¾w æ #òÑìMîƽD#èÇ©æ #ælæÂç©#æÇèLD#çWòh] æ çÏ#îÑìÅænçÂö½D 15 æ Íæ #înæ©#ìËü¾½D#Õô½Jú#çOÎçPFô #ÑòÅKú ±ô #èÃõºòLkæ #Õô½Jú#DÎçLÎçP í ÓîlæÁ#ôÔØæ EìÁ#ûÄèÎÏæ #î¿õ¹#î¿X Artinya : Menceritakan kepada kami Wahab, menceritakan kepada kami Syu’bah, dari ‘Amr Ibn Murrah dari Abi Burdah bahwasanya kami mendengar ag Agri al-Mazniy menceritakan kepada Ibn Umar dari Nabi, bersabda : Wahai manusia, bertaubatlah kepada Tuhan kalian karena sesungguhnya 14
H. Abdullah Shonhaji dkk, Terjemah Sunan Ibn Majah (Cet.II:Semarang;AsSyifa’, 1992), h. 793 15 Muslim, Sahih Muslim, Kitab Zikr Bab Istigfar wal istiktsar minhu hadis no. 2 (t.tp;t.tp,t.th), h. 474 Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
133
Urgensi Taubat dalam Kehidupan Manusia
aku bertaubat kepada-Nya seratus kali setiap sehari. Secara tekstual hadis di atas menginformasikan bahwa Nabi walaupun terjaga dari kesalahan tetapi beliau tetap bertaubat dengan melakukan istighfar sebanyak seratus kali setiap hari, bukan karena beliau telah melakukan kesalahan dan ingin menebus kesalahannya tersebut, tetapi beliau beristighfar karena hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jika Nabi saja bertaubat seratus kali setiap hari maka bagaimana seharusnya kita yang setiap saat bergelimang dengan dosa?, sudah sepantasnya kita memohon ampun sebanyak-banyaknya kepada Allah. Secara kontekstual hadis tersebut menginformasikan bahwa bentuk atau cara bertaubat tidak hanya dilakukan bila telah berbuat dosa tetapi taubat dalam bentuk ucapan “istighfar” harus dilakukan setiap harinya. Karena terkadang manusia tidak menyadari dirinya bahwa ia telah berdosa (baik kecil maupun besar). Olehnya itu, dengan istighfar, maka kita akan senantiasa mensucikan diri kita sehingga dekat dengan Allah swt. Hanya orang-orang sucilah yang mampu mendekatkan diri Allah dan terhindar dari berbagai macam bencana. Makna istighfar lebih jauh dijelaskan oleh Jalaluddin Rahmat yang mengatakan, apa yang disebut taubat dan apa yang disebut istighfar?. Istighfar artinya memohonkan maghfirah. Apa yang disebut dengan maghfirah?. Menurut asal katanya, maghfirah berarti penutup. Istighfar artinya kita meminta agar dijaga dari akibat-akibat dosa kita, karena setiap dosa menimbulkan akibat-akibat buruk di dalam hidup kita. Orang-orang Hindu percaya betul dengan apa yang disebut karma. Karma itu sebetulnya akibat buruk dari dosa. Dengan istighfar, kita meminta perlindungan agar kita dijaga dari akibat buruk dari dosa itu. Dengan beristighfar, kita memohon kepada Allah agar akibat-akibat dosa kita ditutup.16 Dengan demikian, taubat harus dilanjutkan dengan istigfar, dan istigfar ini seharusnya dilakukan setiap saat. Dengan istigfar tersebut Allah akan menjaga kita dari akibat dosa yang pernah kita lakukan. F.
Syarat-syarat Taubat Dalam hadis Nabi disebutkan;
#ÑìLFô #èÇ©æ #ôÓlî çÁ#úÇLè #ÍúlÂè ©æ #èÇ©æ #ôÔMæ ªè s ç #èÇ©æ #êkhæ Æè õ #EæÆTæ hî \ æ #ôÔMæ Ðè s æ #ÑìLFô #çÇLè #úlº ö Læ #ÎçLFô #EæÆTæ hî \ æ #çWhò ] æ Ïç #æÃü¾o æ Íæ #ìËÐè ¾ô©æ #çËü¾½D#Õü¾w æ #òÑMì Æî ½D#ìOEæ]w è Fô #èÇÁì #æÈEô¹Íæ #îlô Gô ½ö D#çRªè Âì o æ #æÀEôµ#ôÓgæ lè çL #ì˾ü½D#Õô½Jú #DÎçLÎçP#çrEîƽD#EæÊÏï Fô #EæÏ#æþüo æ Íæ #ìËÐè ¾ô©æ #ç˾ü½D#Õü¾w æ #ì˾ü½D#çÀÎçokæ #æÀEôµ#æÀEôµ#ælæÂç©#æÇèLD 16
Jalaluddin Rahmat dkk., Kuliah-Kuliah Tasawuf (Cet. II; Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), h. 232.
134
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Rakhmawati
#Í#b#ÑìLFô #EæÆTæ îh\ æ #íiEæªçÁ#çÇèL#ìËü¾½D#çhèÐæMç©#ÌEæÆæTîhæ\#íÓîlÁæ #ôÔæØEìÁ#ìËèÐô½úJ#úÄèÎÐæ ö½D#Ñì±#çOÎçPôF#ÑòÅúKô± #Ñì±#ôÔMæ èªçs#èÇ©æ #èÃçÊý¾õ¹#āÒhì èÊÁæ #çÇèL#úÇÂæ è\îl½D#çhèM©æ Íæ #ægçÍDæg#ÎçLFô #EæÆTæ îh\ æ #ÕîÆUæ ç½ö D#çÇLè D#EæÆTæ hî \ æ .17gì EæÆo è Kú ½ö D#DæjÉæ Artinya : Mengabarkan kepada kami Abu bakr Ibn Abi Syaibah, mengabarkan kepada kami Gundar dari Syukbah dari Amr Ibn Murrah dari Abi Burdah berkata, beliau telah mendengar Agarra, dia adalah seorang sahabat Nabi diceritakan oleh Ibn Umar berkata : Rasulullah bersabda : Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah karena sesunguhnya aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari... Secara tekstual dan kontekstual sama dengan hadis di atas, tetapi menurut syarah hadis Muslim bahwa hadis tersebut sejalan dengan beberapa firman Allah yang telah disebutkan terdahulu. Yaitu sebab-sebab permohonan ampun dan taubat. Olehnya itu syarat-syarat taubat ada tiga sekiranya hanya berhubungan dengan Allah, yaitu ; 1. Meninggalkan untuk melakukan hal-hal yang maksiat 2. Menyesali perbuatan yang telah dilakukan 3. Berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Husain Ya’qub bahwa pada hakekatnya taubat berdiri di atas tiga kaki, yaitu; ikhlas, berlepas diri dari dosa dan menyesal.18 Namun bila berhubungan dengan manusia maka ditambah satu yaitu Menyelesaikan urusan-urusan dengan orang yang berhak dengan meminta maaf.19 Selanjutnya, adapu tanda-tanda orang yang telah bertaubat adalah; 1. Menahan lidahnya dari sesuatu yang tiada berguna dan menahan dirinya dari mengumpat, memfitnah, dan berdusta. 2. Di dalam hatinya tidak terdapat dengki dan keinginan untuk bermusuhan dengan sesama manusia. 3. Meninggalkann kawan-kawan yang jahat dan tidak bergaul dengannya lagi. 4. Mempersiapkan dirinya dengan memperbanyak bekal yang akan dibawa untuk masa sesudah mati, menyesali dosanya, mohon 17
Muslim Kitab azzikr wa adau’a wa at-Tauba wa al-istigfar Muhammad Husain Ya’qub, Misteri Jalan Taubat (surakarta: Telaga Ilmu,2007), h.153 19 Salim Bahreisy, Terjemah Riyadhus Shalihin (Cet.X;Bandung: al-Ma’arif, 1987), h. 54 18
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
135
Urgensi Taubat dalam Kehidupan Manusia
ampunan kepada Tuhannya, dan bersungguh-sungguh dalam melakukan ketaatannya.20 Dengan demikian, orang yang telah menyatakan diri bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubatan nasuha) harus mampu menjaga dirinya dari berbagai macam hal yang dapat menjerumuskan ia kembali kepada kemaksiatan tersebut. Di samping itu, yang tak kalah pentingnya adalah taubat atas dosa sesama manusia yang disertai dengan permohonan maaf kepada orang yang telah dizalimi dilanjutkan dengan menjalin hubungan baik dengannya, menceritakan kebaikannya, memberikan pertolongan kepadanya bilamana membutuhkan dan tetap menjalin silaturrahmi dengan keluarganya meskipun orang tersebut telah meninggal. G. Kesimpulan Taubat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap hamba Allah yang telah melakukan maksiat dengan menempuh tiga syarat yaitu : a)Meninggalkan untuk melakukan hal-hal yang maksiat; b)Menyesali perbuatan yang telah dilakukan; c) Berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan. Dari segi waktu, taubat tidak hanya dilakukan bila telah melakukan dosa tetapi harus dilakukan setiap hari dengan ucapan “istigfar” sampai 100 kali sebagai upaya untuk mensucikan diri guna mendekatkan diri kepada Allah yang berimplikasi pada kebahagian di dunia dan di akhirat kelak. Taubat adalah upaya menyucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Di samping itu, taubat berimplikasi positif pada kehidupan seorang muslim pasca ia bertaubat. Hal ini akan nampak dalam pergaulannya seharihari, di mana ia tidak lagi melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah seperti mengghibah, memfitnah, atau menyakiti orang lain. Segala hal yang dilakukan senantiasa menjadi rahmat bagi diri dan lingkungannya. Dengan demikian, sangat jelas prilaku orang-orang yang telah memutuskan secara sadar untuk bertaubat kepada Allah dibandingkan orang yang taubatnya masih sebatas ucapan.
20
Abdulllah Zaki al-Kaaf, Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 135
136
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Rakhmawati
DAFTAR PUSTAKA Al-Bukhariy, Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Sahih Bukhari, kitab ad-da’awat bab al-Taubah, hadis no.2744 Riyadh:Dar Alimul Kutub, 1996 M, 1417 H. Al-Gazaliy, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Ihya’ ‘Ulum al-Din, juz IV Beirut: Dar al-Fikr, 1995 Al-Kaaf, Abdulllah Zaki. Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan. Bandung: Pustaka Setia, 1999. Al-Syafi‘i, Muhammad al-Siddiqiy Dalil al-Falihin Bairut: Dar al-Fikr, t.th. Bahreisy, Salim Terjemah Riyadhus Shalihin Cet.X;Bandung: al-Ma’arif, 1987. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya Bandung;Al-Jumanatul Ali, 2005. Hasyim, Ali. Menuju Puncak Tasawuf. Cet.I; Surabaya: Visi 7, 2006. Ibrahim, al-Mu‘ jam al-Wasit Kairo: t.p, 1972 Majah, Ibn. Sunan Ibn Majah, kitab iqamatussalah wa sunnatu fiha bab fi fard al-Jum’ah, h.ke 1081, Juz II Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th. Muhammad Husain Ya’qub, Misteri Jalan Taubat Surakarta: Telaga Ilmu,2007 Muslim, Sahih Muslim, Kitab Zikr Bab Istigfar wal istiktsar minhu hadis no. 2 t.tp;t.tp,t.th. Musthofa, Adib Bisri Terjemah Sahih Muslim, Juz IX Cet.I;Semarang:AsySyifa’, 1993 Rahmat Jalaluddin. dkk., Kuliah-Kuliah Tasawuf. Cet. II; Bandung: Pustaka Hidayah, 2000. Shonhaji, H. Abdullah Sunan Ibn Majah Cet.II:Semarang;As-Syifa’, 1992 Umar, Anshory. Terjemah Durratun Nashihin, Jil. II Semarang:Asy-Syifa’, 1991 Zakariya, 'Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Mu'jam Maqayis al-Lugah, juz I Beirut: Dar al-Jil, 1991
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
137