UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT BERDASARKAN HASIL EVALUASI PENERAPAN PROTAP (Studi Kasus Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit) An Effort for the Improvement of Management of Solid Waste, Based on the Results of an Evaluation on the Implementation of a Standard Operating Procedure ( A Case Study on the Management of Solid Waste at Hospital) Rahayu Sri Pujiati ABSTRACT This research specifically addressed the issue of the mechanism of solid waste management at hospitals. This was a chase study type. An analysis on the results of a hospital solid waste input-process-output evaluation revealed factors influencing the process of solid waste management as part of a strategic issue to be addressed by the hospital; grounding the basis for an improvement plan and operation that will support a draft for an improvement effort. Grounded on researcher deduction and a Nominal group Technique (NGT) activity, a draft for an effort was chosen, from those projected, to serve as a reference for the resolution of future as well as current issues. Research results revealed Hospital operations to be improving, as shown by the increase in number of service provided. Solid waste produced by each and every ward is categorized into medical solid waste and non- medical solid. Solid waste management at the Hospital involves shorting-out, stockpiling, transporting, and dissolving processes. Discrepancies between the application of this solid waste management process and the set standard operating procedure is evident. Issues arising in the application of waste management processes are influence by the Human Resources, budgetary, high volume of medical solid waste, supporting equipment, standard operating procedure, and time factors. It is recommended that training, seminar, refreshing programs and evaluations on the standard operating procedure is important in order to inmprove the management of solid waste. Key words : hospitality solid waste, standard operating procedure
Rahayu Sri Pujiati, S.K, M.Kes. adalah dosen bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja PSKM Universitas Jember 20
Rahayu Sri Pujiati: Upaya Peningkatan Pengelolaan Limbah.... 21
PENDAHULUAN Rumah sakit (RS) merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat untuk penelitian. Kehadiran RS sebagai lembaga pelayanan kesehatan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimum (Depkes RI., 1994). Pada masa ini pembangunan RS baik swasta maupun pemerintah cenderung meningkat baik dari segi jumlah dan kecanggihan sarana dan prasarananya. Selain membawa dampak positif, RS juga membawa dampak yang negative yaitu dengan adanya limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS, jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu pembangunan RS harus disertai dengan pengawasan, pemantauan, dan perhatian terhadap limbah RS yang dihasilkan. Karena sifat pelayanan dan kegiatan yang diberikan oleh RS cukup komplek menjadikan RS sebagai sumber bermacam penyakit yang ada dalam masyarakat juga sebagai sumber distribusi penyakitpenyakit tersebut, berhubung RS selalu dihuni, di kunjungi oleh orang-orang baik yang sehat maupun yang rentan terhadap penyakit (Depkes RI., 1995). Masalah pengelolaan sampah dan limbah RS termasuk kegiatan monitoring-nya, khususnya di Indonesia relatif masih baru, sebab prioritas pelayanan RS selama ini masih lebih menitik beratkan pada peningkatan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam rangka memasuki tahap tinggal landas pembangunan kesehatan pada masa mendatang peran RS dalam pelayanan kesehatan makin menonjol meskipun derajat kesehatan makin meningkat. Dengan demikian RS di masa depan dituntut untuk memenuhi kemampuan serta senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dan berbagai perubahan. Hal yang perlu diperhatikan bahwa keberhasilan RS justru dinilai dari mutu bukan biaya, jika mutu terjamin, biaya akan turun, permintaan pasar dan produktivitas akan baik, hasilnya adalah kepuasan pelanggan dan meningkatnya pendapat RS (Kuntjoro, 1995). Oleh karena itu RS perlu dikelola secara effisien dan efektif untuk meningkatkan mutu, cakupan layanan dan harus dikelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi pelayanan kesehatan meningkat. RS sebagai bentuk produksi jasa pelayanan harus dapat ditingkatkan mutunya. Dalam kaitan ini RS perlu dilengkapi dengan perangkat organisasi yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi (Wasisto, 1994). Sebagai suatu sistem, RS merupakan suatu organisasi yang komplek dengan berbagai karekteristiknya yang dapat menghasilkan jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan demikian RS sebagai sistem terpadu
22 Jurnal IKESMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2006
(koprehensif) bukan merupakan suatu konglomerasi dari tiap-tiap pelayanan, karena sebagai mana sebuah sistem maka RS justru terdiri dari berbagai sub sistem yang saling terkait antara lain sub sistem pelayanan dasar, bagian administrasi, bagian teknik dan pemeliharaan, bagian penunjang serta bagian servis. Bagian servis yang merupakan salah salah satu sub sistem di RS, yang terdiri dari laundry, cleaning, kamar jenazah, pengelolaan limbah, keamanan dan pencegahan, menjadi salah satu yang paling disoroti dewasa ini sebagai pelayanan dengan nilai tambah tertentu (Modul MMRS UGM, 1997). Karena sampah RS merupakan hasil limbah dari proses kegiatan operasional RS, maka upaya pengelolaan limbah RS bisa di mulai sejak awal proses limbah dihasilkan di unit pelayanan. Unit pelayanan RS antara lain meliputi unit keperawatan, unit laboratorium, unit laundry, unit kamar operasi, unit kebidanan, unit polikinik, unit radiology, serta unit gizi. Proses pemilahan dan perlakuan awal limbah di unit pelayanan akan melibatkan semua petugas yang terkait dengan unit kegiatan tersebut. Dari hasil survei pengelolaan limbah RS di wilayah Asia Tenggara oleh WHO pada awal 1995, antara lain menunjukkan bahwa Indonesia 68% dari sekitar 90 RS yang di survei sudah melaksanakan sistem pemilahan jenis limbah sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan, sedangkan penggunaan simbol dan warna pada kontainer beru dilaksanakan oleh 20% Rs. Sebanyak 42% dari RS tersebut telah memiliki program pengelolaan sampah yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (WHO-SEARO, 1995). Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah tersebut. Misal, sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik dan lain-lain. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman pathogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sedang pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat sekitar akibat proses pembususkan, pembakaran dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di dalam sampah (Brunner dan Keller, 1972). Kegiatan kesehatan lingkungan merupakan tanggung jawab moral bagi penghasil limbah, termasuk RS sebagai penghasil limbah medis dan non medis, sehingga keberhasilannya tergantung dari pihak menejemen RS. Semakin tingi tanggung jawab pengelola limbah RS di letakkan dalam struktur organisasi RS maka secara teoritis pengelolaan limbahnya akan semakin baik. Pada kenyataannya hasil pengelolaan limbah padat belum tentu sudah aman untuk kesehatan lingkungan, karena tergantung bagaimana cara RS melakukan pengelolaan limbah padatnya (terutama limbah medis). RS yang mampu khususnya
Rahayu Sri Pujiati: Upaya Peningkatan Pengelolaan Limbah.... 23
dalam segi dana, maka RS akan menyelenggarakan pengolahan limbah padat sesuai stadart yang ditetapkan peraturan pemerintah. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung yang merupakan unit penelitian, merupakan satu kesatuan unit yang terdiri dari berbagai unit/ruang yang terkait dengan pengelolaan limbah padat dan penghasil limbah padat. Rancang bangun penelitian ini adalah penelitian operasional (operational research) yaitu suatu penerapan atau pemanfaatan metoda analisis untuk membantu mengambil kebijaksanaan memilih beberapa kemungkinan untuk mencapai tujuan, penelitian operasional juga merupakan suatu Reflection In Action (RIA) atau sering disebut “bebenah sambil jalan”. Action menunjukkan kegiatan atau yang lazim disebut intervensi, perubahan dan perbaikan. Sedangkan reflection menunjukkan pada penelitian monitoring dan evaluasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi serta berdasarkan dari dokumen-dokumen inventaris ruang beserta laporan-laporan yang ada. Analisis data dilakukan dengan menggunakan deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan table dari model perencanaan yang menberikan suatu hasil dari penelitaian yang dilakukan, dengan kata lain menilai sejauh mana variable yang diteliti sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditetapkan dalam prosedur tetap (Protap). Berdasarkan hasil keputusan akhir dari proses analisis kemudian dikonsultasikan dengan menejemen RS yang terkait untuk perencanaan pelaksanaan rencana perbaikan pengelolaan limbah padat. Bentuk pelaksanaan kegiatan adalah perbaikan serta penerapan yang terkait dengan pengelolaan limbah padat di seluruh unit yang terkait dengan pengelolaan limbah padat RS. Untuk evaluasi penerapan protap dilakukan pada proses pelaksanaan pengelolaan limbah padat dari awal sampai akhir, serta dilengkapi dengan data tentang pengetahuan pengelolaan limbah padat RS (knowledge, attitude, practice). Dimana dari hasil evaluasi akan didapat suatu bentuk rencana kegiatan yang akan dilaksanakan guna mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam proses pengelolaan limbah padat tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan pengelolaan limbah padat ini meliputi input yang didalamnya mencakup Sumber Daya Manusia (man), anggaran (money), limbah padat yang dihasilkan (material), peralatan (machine), protap (methods), waktu (time); proses pengelolaan limbah padat RS, dimana hasilnya menunjukkan
24 Jurnal IKESMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2006
keberhasilan perbaikan suatu kegiatan sekaligus kendala yang ditemukan di dalam proses tersebut; kualitas limbah yang tidak membahayakan manusia dan lingkungan adalah ouput yang diharapkan dari rangkaian kegiatan penanganan limbah yang dihasilkan RS. Dari hasil evaluasi input-proses-output pengelolaan limbah padat RS dilakukan analisis sehingga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengelolaan limbah padat dari hasil tersebut masuk dalam isue strategis yang dikembangkan dalam RS, dimana isue strategis tersebut melandasi perencanaan dan pelaksanaan perbaikan sehingga dapat disusun suatu draf upaya perbaikan. Dengan telaah peneliti dan kegiatan Nominal Group Technique (NGT) meliputi Nominal Group Activity dimana masing-masing peserta diminta menuliskan penyebab dari permasalahan yang ada serta masing-masing peserta diminta menuliskan alternative pemecahan dari permasalahan tersebut; Recorded Round Robin Procedure, para peserta diminta menyampaikan kembali ide-idenya dan petugas pencatat menuliskan semua penyebab masalah beserta alternatif penyelesaiannya; Serial Discussion, para peserta mendiskusikan ide-ide yang telah ditulis oleh pencatat; Voting Priority Listing dan Penentuan Ranking, dimana para peserta diminta membuat daftar prioritas untuk solusi pemecahan masalah, kemudian peserta juga diminta melakukan ranking dari ide-ide yang telah ditulis, hasil tabulasi dikumpulkan dan disajikan sebagai hasil akhir NGT yang berupa urutan prioritas; Discussion of Vote, urutan prioritas dari hasil didiskusikan lagi untuk mendapatkan kesepakatan dan diputuskan upaya terpilih dari draf upaya perbaikan yang ada sebagai pemecahan masalah yang timbul atau masalah yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan RS semakin berkembang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah layanan yang dimiliki. Keseluruhan ruang yang memberikan pelayanan medis maupun non medis merupakan sumber penghasil limbah padat di RS. Untuk jenis limbah padat dari tiap ruangan dibedakan menjadi limbah padat medis dan limbah padat non medis, dimana volume limbah padat medis dalam sehari sebesar 0,6397 m3 dan limbah padat non medis sebesar 0,4411 m3. Pelaksanaan pengelolaan limbah padat di RS ini meliputi pemisahan, penampungan, pengangkutan, dan pemusnahan. Dalam proses pengelolaan limbah padat tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan protap yang diterapkan, yaitu pada proses pemisahan, ditunjukkan dengan masih adanya atau tercampurnya limbah padat medis dengan limbah padat non medis terutama dalam ruangan yang lebih disebabkan karena ketidak sesuaian warna kantong plastik pelapis pada bak penampung serta simbol/lambang yang tidak tepat, selain itu petugas pengangkut dan pemusnah limbah padat medis harus melakukan pemilahan kembali antara jenis-jenis limbah padat medis yang masuk kategori benda tajam seperti jarum suntik, bahan dari kaca/gelas seperti ampul ataupun bekas botol infus; penampungan juga tidak berbeda pada proses pemisahan; pengangkutan, pada tahap
Rahayu Sri Pujiati: Upaya Peningkatan Pengelolaan Limbah.... 25
ini ketidaktepatan pengangkutan oleh masing-masing petugas pengangkut (limbah padat medis dan limbah padat non medis) disebabkan oleh kurang tersedianya jumlah kantong plastik pelapis untuk bak penampung yang sesuai dengan jenis limbahnya ( merah untuk limbah padat medis dan hitam untuk limbah padat non medis) sehingga ketika untuk masing-masing limbah kantong plastik pelapis tidak tersedia maka yang dipergunakan adalah kantong plastik pelapis yang tersedia saja (contoh : limbah padat medis dapat ditampung dalam kantong plastik pelapis warna hitam yang seharusnya untuk limbah padat non medis ataupun sebaliknya) serta minimnya pengetahuan para petugas pengangkut, para petugas pengangkut hanya mengetahui warna kantong plastik pelapis yang ada sehingga apabila sampai ada penggunaan kantong plastik pelapis yang tidak sesuai dengan jenis limbah padat yang ditampungnya maka sebenarnya petugas pengangkut sampah juga tidak akan tahu karena kantong-kantong tersebut sudah diikat untuk mencegah tercecernya limbah yang ditampung; dan pemusnahan, pada tahap ini lebih disebabkan adanya kerusakan pada incinerator yang tidak bisa melakukan pembakaran dengan suhu minimal 1000ºC sehingga sisa hasil pembakaran belum sempurna, pembakaran dilakukan secara manual dengan bantuan minyak tanah serta suhu yang dihasilkan didalam incinerator kurang dari 150 ºC sehingga masih banyak limbah padat medis yang tidak habis terbakar, bahkan masih banyak yang masih dalam bentuk aslinya sehingga masih memberikan kemungkinan timbulnya bahaya dari sisa hasil pembakaran tersebut apabila tidak dilakukan penanganan lebih lanjut. Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pengelolaan limbah padat dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi : Sumber Daya Manusia yaitu tingkat pendidikan yang beragam sehingga terdapat ketidakseragaman pemahaman dalam penganganan limbah padat; banyak petugas terutama responden yang belum pernah mengikuti pelatihan khususnya tentang pengelolaan limbah RS; rendahnya pengetahuan tentang pengelolaan limbah padat yaitu 53,3% yang kemungkinan juga disebabkan karena rendahnya yang pernah mengikuti pelatihan. Anggaran, dimana tidak ada kekhususan pengalokasian dana pada tiap jenis kegiatan kesehatan lingkungan RS sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama ketika ada pengajuan dana untuk pemenuhan sarana penunjang pengelolaan limbah RS, volume limbah padat medis yang cukup besar yaitu 0,6397 m3 /hari, peralatan pendukung ditunjukkan dengan kondisi incinerator yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi dengan maksimal, yang menyebabkan proses pembakaran tidak maksimal hanya mampu membakar dengan suhu kurang dari 150ºC sehingga sampah tidak bisa hancur sempurna; desain gerobak limbah padat medis yang kurang sesuai aturan yaitu terbuka sehingga memungkinkan limbah padat medis tercecer ataupun menetes (yang berupa cairan, misalkan darah); simbol/lambang yang tidak sesuai dengan jenis limbah begitu juga dengan warna kantong plastik pelapisnya sehingga menimbulkan kerancuan dalam pemisahan dan
26 Jurnal IKESMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2006
pengangkutan oleh petugas; petugas kurang memahami bahaya yang ditimbulkan oleh limbah padat yang ditanganinya, ditunjukkan dengan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai ketika menangani limbahnya, dilapangan masih sering ditemui sebelum limbah padat medis di bakar dalam incinerator petugas membuka ikatan kantong plastik pelapis limbahnya untuk memilah bahan-bahan yang masih dapat dimanfaatkan (misalkan botol infus dari plastik) padahal bahanbahan tersebut sudah terkontaminasi dengan limbah medis lainnya, selain itu kemungkinan petugas untuk terkena benda tajan ataupun rucing juga sangat besar karena sarung tangan yang digunakan berasal dari bahan karet yang tipis (handscoon) bukan berasal dari kulit. Protap, belum pernah dilakukan peninjauan mengenai isi protap sejak diterapkan, sehingga banyak ketidak sesuaian pelaksanaan dilapangan dengan aturan yang diterapkan, karena kondisi dan situasi RS sendiri telah mengalami perkembangan baik dari segi jenis ataupun layanan yang diberikan. Waktu, ditunjukkan dengan pengangkutan limbah padat medis yang dilakukan 1x sehari sehingga menimbulkan penumpukan dibeberapa ruang/unit penghasil limbah, keterlambatan pengajuan permintaan kantong plastik pelapis sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi pada saat dilakukan pengangkutan oleh petugas , pemusnahan limbah padat medis 1x sehari, sehingga memungkinkan terjadi penumpukan limbah medis ditempat pemusnahan, hal yang paling berbahaya adalah kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh limbah padat medis tersebut karena tidak ada tempat khusus dengan keamanan yang terjamin untuk mencegah timbulnya pencemaran kelingkungan. Upaya terpilih yang dilaksanakan untuk mengatasi faktor-faktor penyebab masalah tersebut adalah perbaikan dan penyempurnaan protap bersama surat tugas disamping surat tugas yang telah ada, perbaikan atau penyempurnaan simbol/lambang pada bak penampung limbah padat serta penyempurnaan desain gerobak limbah padat medis dengan dilengkapi kantong berpenutup dari bahan plastik tebal, pelaksanaan refresing / penyegaran kembali tentang kesehatan lingkungan dan pengelolaan limbah padat RS pada petugas ruangan dan petugas lapangan dengan mendatangkan nara sumber dari Dinas Kesehatan setempat, incinerator dalam taraf perbaikan serta adanya penanganan alternative pada limbah padat medis dan hasil akhir sisa pembakaran limbah padat medis dengan melakukan penampungan pada sumur khusus yang kedap. Disarankan adanya suatu bentuk pelatihan, diklat atau refresing secara berkala oleh pihak RS sendiri yang khusus diikuti oleh petugas pelaksana di level bawah serta melakukan evaluasi terhadap isi protap dan kegiatan kesehatan lingkungan RS seiring dengan perkembangan RS.
Rahayu Sri Pujiati: Upaya Peningkatan Pengelolaan Limbah.... 27
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan RS Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung telah melaksanakan rangkaian proses pengelolaan limbah padat medis dan limbah padat non medis meliputi kegiatan pemilahan, penampungan, pengangkutan, dan pemusnahan. Berdasarkan evalusi penerapan protap dalam pengelolaan limbah padat RS, terdapat beberapa hal yang belum sesuai dengan isi protap yang telah ditetapkan dan diterapkan oleh RS, yaitu terdapat ketidak sesuaian simbol/lambing dan warna kantong plastik pelapis; jenis ruang ada yang telah mengalami perkembangan baik dalam jumlah maupun bentuk layanannya; petugas belum melakukan pemilahan limbah padat secara sempurna; desain gerobak belum sesuai standar, incinerator dalam kondisi rusak sehingga pembakaran dilakukan secara manual dan suhu kurang dari 150ºC, petugas tidak menggunakan pakaian kerja lengkap dengan APD; Isi protap juga menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan perkembangan kondisi dan situasi RS saat ini sehingga perlu dilakukan peninjauan kembali isi protap. Faktor-faktor penyebab pelaksanaan pengelolaan limbah padat tidak sesuai isi protap adalah SDM, responden belum pernah mengikuti pelatihan, dan tingkat pengetahuan dengan kategori rendah sebesar 53,3%; anggaran, belum ada pengalokasian anggaran yang spesifik; material, jumlah limbah padat medis (0,64 m3/hari) dan limbah padat non medis (0,44 m3/hari) yang dihasilkan; alat, kerusakan incenarator dan ketidak sesuaian warna kantong plastik serta simbol/lambang; metoda, belum pernah dilakukan peninjauan isi protap; waktu, ketidak sesuaian waktu pengangkutan, penyediaan kantong plastik pelapis dan pemusnahan limbah (khususnya limbah medis) sesuai isi protap. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor penyebab diatas adalah perbaikan dan penyempurnaan isi protap; perbaikan simbol/lambang dan penyempurnaan desain gerobak sampah medis; pelaksanaan kegiatan refreshing Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit; incinerator dalam tahap perbaikan dan ada alternative penanganan terhadap limbah padat medis dan hasil akhir sisa pembakaran limbah padat medis. Saran Perlu diadakan pelatihan, diklat, refreshing secara berkala oleh pihak rumah sakit sendiri yang diikuti oleh petugas pelaksana di level bawah, sehingga mampu menambah pengetahuan dan merubah perilaku petugas dalam menjalankan tugasnya.
28 Jurnal IKESMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2006
Melakukan evaluasi terhadap isi protap, pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit secara berkala seiring dengan perkembangan kegiatan dan kondisi RS. Pengaturan system anggaran dengan memberikan tanggungjawab pada bagian Instalasi Sanitasi untuk membuat dan mengatur kebutuhan penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan lingkungan RS di bawah pengawasan manajemen RS. DAFTAR RUJUKAN Abednego
H.M., 1995. Sistem Monitoring Limbah Rumah Sakit dan Kecenderungan di Masa Mendatang. Disampaikan pada Seminar Pengelolaan Limbah Rumah Sakit oleh HAKLI Jatim dan AKLI Surabaya.
Achmadi U.F., 1995. Konsep Penanganan Limbah Rumah Sakit. Disampaikan pada Seminar Pengelolaan Limbah Rumah Sakit oleh HAKLI Jatim dan AKLI Surabaya. Brunner Dirk R., dan Keller, Daniel J., 1972. Sanitary Landfill. Desain and Operation. Washington DC : USEPA. Depkes RI., 1994. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Dirjen PPM & PLP. Depkes RI., 1995. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta : Dirjen. PPM & PLP. Depkes RI., 1997. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Kuntjoro, T., 1995. Total Quality Management : Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Seminar Manajemen Mutu Terapan. Bapelkes Bandung. Magister Manajemen RS UGM, 1997. Penanganan Limbah RS : Manajemen Lingkungan RS. Yogyakarta. Magister Manajemen RS UGM, 1997. Prinsip-prinsip Manajemen RS : Manajemn Pelayanan Dasar. Yogyakarta. Moleong L, 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-9. Bandung : Rosada Karya. Supriyanto, 1999. Motivasi Manajemen Sumber Daya Manusia. MARS : Universitas Airlangga Surabaya.
Rahayu Sri Pujiati: Upaya Peningkatan Pengelolaan Limbah.... 29
Tchobanoglous G., 1977. Solid Waste Engeneering Principles and Management. Toronto : Mc.Grow Hill Book Company. Wasisto, 1994. Transparansi Rumah Sakit : Tantangan Manajemen Rumah Sakit pada PJPT II. Kuliah perdana Magister Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta : UGM. William A. Reinke, 1994. Perencanaan Kesehatan Untuk Meningkatkan Efektivitas Manajemen. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. WHO, 1995. The Report of Survey on Hospital Waste Management in South East Asia Region. New Delhi : SEARO.