UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS BUMI PADA JALUR PIPA TRANSMISI DI INDONESIA
TESIS
OLEH
AULIA RAMADHANI 0706174114
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK KIMIA KEKHUSUSAN MANAJEMEN GAS JAKARTA JANUARI 2011
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS BUMI PADA JALUR PIPA TRANSMISI DI INDONESIA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Teknik
OLEH
AULIA RAMADHANI 0706174114
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK KIMIA KEKHUSUSAN MANAJEMEN GAS JAKARTA JANUARI 2011
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Aulia Ramadhani
NPM
: 0706174114
Tanda Tangan :
Tanggal
: 6 Januari 2011
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama
: Aulia Ramadhani
NPM
: 0706174114
Program Studi
: Program Pasca Sarjana Teknik Kimia Kekhususan Manajemen Gas
Judul Tesis
: Analisa Kenaikan Tarif Transportasi Gas Bumi Pada Jalur Pipa Transmisi di Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Kimia Kekhususan Managemen Gas, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Ir. Asep Handaya S.,MEng
(.................................)
Penguji
: Prof Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA (.................................)
Penguji
: Ir. Sutrasno Kartohardjono, MSc.,PhD
(.................................)
Penguji
: Ir. Dijan Supramano, MSc
(.................................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 6 Januari 2011
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Manajemen Gas pada Fakultas Teknik Kimia Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Asep Handaya Saputra.,MEng, sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, diskusi serta saran dan ide yang sangat membantu dalam penyusunan tesis ini; 2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan 3. Sahabat-sahabat saya di S2 Manajemen Gas yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 6 Januari 2011
Aulia Ramadhani
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Aulia Ramadhani
NPM
: 0706174114
Program Studi : Program Pasca Sarjana Teknik Kimia Kehususan Manajemen Gas Departemen
: Teknik
Fakultas
: Teknik Kimia
Jenis karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Analisa Kenaikan Tarif Transportasi Gas Bumi Pada Jalur Pipa Transmisi di Indonesia Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 6 Januari 2011
Yang menyatakan
( Aulia Ramadhani )
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
ABSTRAK Nama
: Aulia Ramadhani
Program Studi : Program Pasca Sarjana Teknik Kimia Kekhususan Manajemen Gas Judul
: Analisa Kenaikan Tarif Transportasi Gas Bumi Pada Jalur Pipa
Transmisi di Indonesia
Tujuan Tesis ini adalah untuk menganalisa pengaruh jika terjadi kenaikan Tarif terhadap keekonomian dari sisi Shipper, Transporter dan Pemerintah dengan menggunakan variasi kenaikan Tarif mulai dari US$ 0,8 / MSCF sampai US$ 2,0 / MSCF. Dari sisi Shipper, setiap kenaikan Tarif sebesar US$ 0,1 / MSCF maka akan menurunkan Net Contractor Share sebesar US$ 69 juta pada level TOP, US$ 73 juta pada level DCQ dan US$ 83 juta pada level MDQ. Dari sisi Transporter, hasil evaluasi terhadap analisa IRR menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tarif sebesar US$ 0,1 / MSCF akan menaikan IRR Transporter sebesar kurang lebih 1%. Dari sisi Pemerintah, setiap kenaikan Tarif sebesar US$ 0,1 / MSCF akan menurunkan Penerimaan Negara menjadi US$ 143 juta pada level TOP , US$ 151 juta pada level DCQ dan US$ 173 juta pada level MDQ. Selain itu juga dibuat perbandingan terhadap keekonomian investasi pembangunan pipa baru dengan besarnya tambahan biaya yang muncul karena adanya kenaikan Tarif. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa biaya investasi pembangunan pipa baru akan menjadi lebih murah ketika Tarif dinaikkan mulai dari US$ 1,2 / MSCF Kata Kunci: Tarif, IRR, Penerimaan Negara, Net Contractor Share
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
ABSTRACT Name
: Aulia Ramadhani
Major
: Post Graduate Program Chemical Engineering Specialty in Gas Management
Title
: Analysis of Natural Gas Transportation Tariff Increase on Transmission Pipeline in Indonesia
The purpose of this thesis is to analyze the economic effect of the Shipper, Transporter and Government if there is any Tarif increase started from US$ 0,8 / MSCF to US$ 2,0 / MSCF. From Shipper point of view, every increase in Tariff for US$ 0,1 / MSCF will decrease Net Contractor Share to US$ 69 Million at TOP level, US$ 73 Million at DCQ level and US$ 83 Million at MDQ level. From Transporter point of view, the evaluation results of the IRR analysis shows that every increase in Tariff for US$ 0,1 / MSCF will raise IRR by 1%. From Government point of view, every increase in Tariff for US$ 0,1 / MSCF will decrease Goverment Revenue to US 143 Million at TOP level, US$ 151 Million at DCQ level, and US$ 173 Million at MDQ level. Comparison has also been made between investment cost to build new pipeline with additional cost appear due to Tariff increase. The analysis result shows that the investment cost will be cheaper when Tariff is being increased started from US$ 1,2 / MSCF Key Words: Tariff, IRR, Government Revenue, Net Contractor Share
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL TESIS
i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
ii
PENGESAHAN
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS
v
ABSTRAK
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1. PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG
1
1.2 PERUMUSAN MASALAH
3
1.3 TUJUAN PENELITIAN
3
1.4 BATASAN MASALAH
3
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PEMANFAATAN GAS BUMI DI INDONESIA
6 5
2.1.1 Peranan Gas Bumi Dalam Perekonomian Indonesia
6
2.1.2 Cadangan Gas Bumi Indonesia
9
2.1.3 Penjualan Gas Bumi di Indonesia
10
2.2 INFRASTRUKTUR GAS BUMI INDONESIA
11
2.2.1 Rencana Pengembangan Jaringan Pipa Gas Bumi
11
2.2.2 Jaringan Pipa Gas di Sumatera
12
2.2.3 Desain Basis Pipa Transmisi
14
2.3 KONTRAK PENJUALAN GAS BUMI
16
2.3.1 Kontrak Sebagai Sumber Perikatan
16
2.3.2 Resiko Hukum Dalam Kontrak Migas
17
2.3.3 Struktur Kontrak Penjualan Gas
19
2.3.4 Penetapan Harga Gas Bumi
21
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
2.3.5 Model Harga Gas Bumi
23
2.4 MEKANISME PRODUCTION SHARING CONTRACT DI INDONESIA
24
2.4.1 Prinsip-prinsip dalam Production Sharing Contract
24
2.4.2 Mekanisme Production Sharing Contract
26
2.5 PENENTUAN TARIF TRANSPORTASI GAS BUMI DI AMERIKA SERIKAT
29
2.5.1 Industri Gas Bumi di Amerika Serikat
29
2.5.2 Aturan Mengenai Tarif di Amerika Serikat
31
2.5.3 Proses Perubahan Kenaikan Tarif
33
2.6 PENENTUAN TARIF TRANSPORTASI GAS BUMI DI INDONESIA
34
2.6.1 Aturan Mengenai Tarif di Indonesia
34
2.6.2 Mekanisme Pengajuan Kenaikan Tarif di Indonesia
36
2.7 ANALISA KEEKONOMIAN
37
2.7.1 Net Present Value (NPV)
37
2.7.2 Internal Rate of Return (IRR)
38
3. METODE PENELITIAN
39
3.1 PENGUMPULAN DATA AWAL
39
3.2 EVALUASI KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS
40
3.3 EVALUASI JARINGAN PIPA
40
3.4 HASIL KEEKONOMIAN
41
4. EVALUASI KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS
39
4.1 ASAS KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM KONTRAK GTA 4.2 PERUBAHAN TARIF DALAM KONTRAK GTA 5. EVALUASI KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS
43 45 48
5.1 EVALUASI PENYALURAN GAS BUMI MELALUI PIPA TRANSMISI
48
5.2 EVALUASI TEKNIS JARINGAN PIPA TRANSMISI
51
5.3 EVALUASI KEEKONOMIAN
54
5.3.1 Biaya Investasi Pipa
54
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
5.3.2 Biaya Operasional Pipa
55
5.3.3 Perhitungan Aliran Kas
56
5.4 HASIL KEEKONOMIAN
60
5.4.1 Hasil IRR
61
5.4.2 Penerimaan Negara
63
5.4.3 Keekonomian Pembangunan Pipa Baru
66
6. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
69
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Produksi Minyak Bumi Harian di Indonesia (1966-2008)
7
Gambar 2.2
Target Energy Mix di Indonesia sampai tahun 2025
8
Gambar 2.3
Peta Cadangan Gas Alam Indonesia (per 1 Januari 2009)
10
Gambar 2.4
Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional
12
Gambar 2.5
Infrastruktur Pipa Transmisi di Sumatera
13
Gambar 2.6
Skema Kontrak Jual Beli Gas
21
Gambar 2.7
Model Production Sharing Contract
28
Gambar 2.8
Industri Gas Bumi di Amerika Serikat sebelum deregulasi
30
Gambar 2.9
Industri Gas Bumi di Amerika Serikat setelah deregulasi
31
Gambar 2.10 Tahapan-tahapan Penetapan Tarif
36
Gambar 3.1
Diagram Alir Metodologi Penelitian
40
Gambar 5.1
Skema Pipa Transmisi Transporter
52
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Total Produksi Harian Minyak Bumi dan Kondensat (1989-Juni 2010)
7
Tabel 2.2
Pemakaian Gas Indonesia Tahun 2009
10
Tabel 2.3
Faktor Desain Untuk Jaringan Pipa Gas
16
Tabel 5.1
Daily Contract Quantity (DCQ) (2003-2023)
49
Tabel 5.2
Ship or Pay (SOP) 2010-2020
50
Tabel 5.3
Maximum Daily Quantity (MDQ) ( 2010-2023)
51
Tabel 5.4
Spesifikasi Pipa Transporter
51
Tabel 5.5
Perkiraan Biaya Investasi
54
Tabel 5.6
Biaya Investasi Tetap
54
Tabel 5.7
Estimasi harga beli gas Singapura
57
Tabel 5.8
Biaya Pembangunan Gas Plant
59
Tabel 5.9
Hasil Perhitungan IRR
61
Tabel 5.10
Hasil Perhitungan IRR Dengan Kenaikan Biaya Operasional di
Tabel 5.11
Tahun 2010
63
Hubungan Kenaikan Tarif dengan Net Contractor Share
68
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Simulasi Penyaluran Gas Lampiran 2 Biaya Investasi Pembangunan Pipa Lampiran 3 Perhitungan WACC Lampiran 4 Hasil Perhitungan IRR Lampiran 5 Hasil Perhitungan IRR dengan Kenaikan Tarif di Tahun 2010 Lampiran 6 Hasil Simulasi Penerimaan Negara Lampiran 7 Simulasi Keekonomian Pembangunan Pipa Baru Lampiran 8 Hasil Perhitungan Net Contractor Share
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. Dalam upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional sehingga mampu mendukung kesinambungan
pembangunan
nasional
guna
mewujudkan
peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha Migas nasional mengingat peraturan perundang-undangan sebelumnya (UU No.44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang maupun tantangan yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 22 Tahun 2001, Kegiatan Usaha Hilir Migas berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Didalam melaksanakan tanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan di sektor Hilir, maka Pemerintah sesuai amanat Undang-undang No. 22 Tahun 2001 telah membentuk suatu badan independen yaitu badan yang mengatur penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui Pipa (Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden No. 86 Tahun 2002), yang selanjutnya badan ini disebut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang selanjutnya akan disebut Pemerintah.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UU No.22 Tahun 2001 khususnya yang menyangkut kegiatan usaha hilir Migas, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. PT. X, yang selanjutnya disebut Transporter adalah pihak yang mengoperasikan jalur pipa di wilayah Sumatera sepanjang kurang lebih 400 km telah mengajukan kenaikan Tarif kepada Pemerintah menjadi dua kali lipat dari sekitar US$0,7/MSCF. Kenaikan tersebut kemudian tidak disetujui oleh PT.Y, yang selanjutnya disebut Shipper, yang merupakan
Kontrator Kontrak Kerja
Sama (KKKS) dengan pemerintah yang menggunakan pipa tersebut untuk mengangkut gas menuju ke tempat Buyer (pembeli gas). Shipper adalah pihak yang mempunyai kontrak Gas Transportation Agreement (GTA) dengan Transporter. Proses penentuan Tarif awal sebesar US$ 0.7/MSCF dilakukan melalui kajian bersama antara PT.X dan PT.Y, dimana disepakati oleh kedua belah pihak bahwa PT.X akan mendapatkan mendapatkan keuntungan yang wajar didalam GTA dengan tingkat Internal Rate of Return (IRR) sebesar kurang lebih 9% untuk pengiriman gas selama 20 tahun melalui pipa berukuruan 28”. Permasalahan bisa muncul dikemudian hari jika Pemerintah menyetujui kenaikan Tarif seperti yang diajukan oleh Transporter, karena sudah ada kontrak GTA antara Shipper dan Transporter yang salah satu isinya adalah menyepakati besaran Tarif yang berlaku di dalam kontrak GTA tersebut. Jika Transporter kemudian memberlakukan kenaikan Tarif terhadap kontrak GTA yang sudah ada, tentunya bisa berpengaruh kepada keekonomian kontrak GTA itu sendiri dan juga keekonomian kontrak yang terkait seperti Kontrak Jual Beli Gas (GSPA) antara Seller dan Buyer dan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang diterima oleh Pemerintah. Sebuah wacana kemudian jika Shipper ingin membandingkan antara biaya mana yang paling rendah antara biaya tambahan yang harus dikeluarkan atas kenaikan Tarif yang sebelumnya adalah US$ 0.7/MSCF dengan keekonomian membangun suatu pipa baru dengan spesifikasi pipa yang sama yang dimiliki oleh Transporter.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar dampak keekonomian bagi Shipper, Pemerintah dan Transporter jika terjadi kenaikan Tarif.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk: -
Mengetahui pengaruh kenaikan Tarif terhadap penerimaan Shipper jika terjadi kenaikan Tarif Transportasi Gas
-
Menganalisa kenaikan IRR dari sisi Transporter jika Tarif jadi dinaikkan.
-
Mengetahui pengaruh kenaikan Tarif terhadap Penerimaan Negara jika terjadi kenaikan Tarif Transportasi Gas.
-
Menganalisa keekonomian pembangunan pipa baru yang mempunyai spesifikasi pipa yang sama dengan Transporter jika dibandingkan dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh Shipper terhadap kenaikan Tarif.
1.4.
-
BATASAN MASALAH
Simulasi pembangunan pipa baru akan menggunakan data teknis Pipa yang dipakai dalam kontrak GTA yang ada.
-
Proyeksi kebutuhan gas bumi sampai tahun 2023.
-
Data keekonomian diperoleh melalui data yang sudah pernah dipublikasikan.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini dibagi dalam 6 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Bab
Pendahuluan
memberikan
penjelasan
mengenai
latar
belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab Tinjauan Pustaka menjelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan Industri Gas Bumi, struktur dari kontrak jual beli Gas Bumi, Konsep Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia, penentuan Tarif di negara lain sebagai pembanding, pasokan dan pemanfaatan gas bumi di Indonesia. Juga dilihat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai industri Migas khususnya mengenai masalah Transportasi Gas Pengumpulan data teknis pipa terkait yang meliputi, jenis, panjang, volume, diameter, tekanan pipa, serta spesifikasi gas yang masuk ke pipa juga sebagai informasi awalan untuk simulasi pembuatan pipa baru.. Dan terakhir adalah mengenai teori keekonomian juga akan dijabarkan lebih lanjut untuk melakukan analisa keekonomian.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab Metodologi Penelitian, dibahas tahapan-tahapan yang dilakukan didalam penelitian ini. Subbab III.1
Pengumpulan Data Awal
Subbab III.1
Evaluasi Kenaikan Tarif Transportasi Gas
Subbab III.2
Evaluasi Jaringan Pipa
Subbab III.3
Hasil Keekonomian
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
BAB IV. EVALUASI KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS
Evaluasi terhadap kenaikan Tarif transportasi gas milik Transporter akan dilihat dari sisi asas keadilan dan kepastian hukum dalam kontrak GTA di Indonesia, bagaimana pengaturan Tarif dalam kontrak GTA dengan melihat dari model-model pengaturan Tarif yang umumnya ada dalam kontrak GTA dan kemudian akan dilakukan analisa mengenai apakah kenaikan Tarif transportasi gas bisa diimplementasikan kedalam kontrak GTA, terutama kontrak GTA yang sudah ada. kemudian akan dievaluasi lebih lanjut resiko-resiko bisnis yang mungkin akan muncul jika Tarif transportasi dinaikkan, khususnya mengenai keberlakuan dari Tarif baru tersebut terhadap kontrak GTA dan resiko-resiko yang ada jika salah pihak melakukan tidak melanjutkan ketentuan dalam kontrak GTA.
BAB V. EVALUASI JARINGAN PIPA
Pada bab ini akan memuat mengenai hasil analisa terhadap hal-hal sebagai berikut yaitu: -
Besarnya penerimaan yang akan diterima oleh Shipper jika Tarif dinaikkan
- Besarnya IRR yang akan didapatkan oleh Transporter jika Tarif dinaikkan. - Keekonomian Penerimaan Negara jika Tarif dinaikan. - Keekonomian pembangunan pipa baru dibandingkan dengan kenaikan Tarif.
BAB VI. KESIMPULAN
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PEMANFAATAN GAS BUMI DI INDONESIA 2.1.1 Peranan Gas Bumi Dalam Perekonomian Indonesia Kontribusi kegiatan Migas dalam perekonomian nasional telah terbukti peranannya dalam memajukan perekonomian dan mendorong pembangunan negara Indonesia sejak awal mula berdirinya negara ini sampai dengan sekarang . Sektor Migas merupakan salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar, yaitu sebesar 31.6% dari total pendapatan negara pada tahun 2008 (Siaran Pers Ditjen Migas:2009). Secara khusus, sampai saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, minyak bumi juga berperan sebagai komoditi penghasil penerimaan negara dan devisa. Peranan minyak bumi yang besar tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan minyak bumi semakin menipis. Intensitas penggunaan minyak bumi dalam konsumsi energi primer di Indonesia sebesar 0,507. Artinya, separuh lebih konsumsi energi primer yang menggerakkan perekonomian kita berasal dari minyak bumi dan dari data APBN dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Dalam lima tahun terakhir, sektor migas mampu menyumbang pendapatan negara sebesar 16% hingga 32%, atau rata-rata sekitar 25%. Pada tahun 2005, sektor migas menyumbang 138 trilyun, dari APBN sekitar 490 trilyun, atau 28%. Pada tahun 2006, kontribusinya meningkat menjadi 32%, atau sebesar 201 trilyun dari sekitar 636 trilyun APBN. Tahun 2007 menurun menjadi 24%, dan naik lagi menjadi 29% pada tahun 2008 (Cas Dira:2010).
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Gambar 2.1 Produksi Minyak Bumi Harian di Indonesia (1966-2008) Sumber: Ditjen Migas
Tabel 2.1 Total Produksi Harian Minyak Bumi dan Kondensat di Indonesia (1989-Juni 2010) Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1996 1998 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TOTAL
Minyak Bumi 1,12 1,28 1,41 1,51 1,50 1,33 1,32 1,27 1,21 1,12 1,01 0,97 0,93 0,87 0,84 0,85 0,80 0,39 19,72
Kondensat 0,18 0,18 0,18 0,00 0,00 0,17 0,15 0,14 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,12 0,12 0,12 0,12 0,06 2,21
Total 1,30 1,46 1,59 1,51 1,50 1,50 1,47 1,42 1,34 1,25 1,14 1,10 1,06 0,98 0,95 0,98 0,92 0,45 21,92
Sumber: Ditjen Migas
Dari Tabel 2.1 bisa terlihat bahwa penurunan produksi minyak bumi telah terjadi setelah tahun 1996. Pada tahun 1996 Produksi minyak nasional mencapai
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
1,5 juta barel/hari, dan terus mengalami penurunan sehingga produksi tahun 2009 hanya sebesar 920 ribu barel/hari. Sebagian besar sekitar 88% dari total produksi nasional berasal dari lapangan yang ditemukan pada awal tahun 1940an dan 1970/1980-an sehingga mengalami penurunan produksi secara alami dengan laju penurunan sebesar 5-15% per tahun. Di lain pihak harga minyak bumi sangat sulit untuk diperkirakan, sebagai akibat banyaknya faktor tak menentu yang berpengaruh. Seiring dengan meningkatnya pembangunan terutama pembangunan di sektor industri, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan energi terus meningkat. Menyadari kebergantungan yang sangat besar kepada minyak bumi tersebut, maka telah dilakukan upaya untuk menekan pertumbuhan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunakan bahan bakar non-minyak untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, dimana salah satunya adalah pemanfaatan gas bumi. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam penghapusan subsidi bahan bakar minyak dan listrik yang dilakukan sejak akhir tahun 2000 serta konversi minyak tanah ke gas, maka diperkirakan pada tahun 2005 hingga 2025 pemakaian gas bumi akan terus meningkat sepanjang kurun waktu tersebut seiring dengan berkurangnya pemakaian bahan bakar minyak.
Gambar 2.2 Target Energy Mix di Indonesia sampai tahun 2025 Sumber: Ditjen Migas
Dalam gambar 2.2 terlihat bahwa penggunaan minyak bumi di tahun 2005 sebagai sumber energi sangatlah besar yaitu 54% dan ditargetkan pada
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
tahun 2025 penggunaannya akan dikurangi menjadi kurang dari 20% dan meningkatkan pemakaian sumber energi yang lain seperti batubara, geothermal, dan gas bumi yang terakhir ini ditargetkan pemakaiannya menjadi 30% di tahun 2025.
2.1.2 Cadangan Gas Bumi Indonesia
Berdasarkan data dari Ditjen Migas, Indonesia memiliki cadangan gas bumi sebesar 159,63 juta standar kaki kubik (TSCF) pada tahun 2009, terdiri dari kategori cadangan terbukti 107.34 TSCF dan kategori cadangan potensial 52.29 TSCF seperti yang terlihat dalam Gambar 2.2, dimana total cadangan gas bumi di Indonesia turun sebanyak 6.14 % dari tahun 2008. Cadangan terbesar berada di Natuna, Sumatera, dan Papua. Khusus untuk Sumatera selatan, cadangan gas alam per 1 Januari 2009 yaitu 17.74 TSCF. Saat ini terdapat 10 KKKS produsen gas utama Indonesia yaitu Total E&P, Conoco Phillips, Pertamina dan mitra, BP Tangguh, ExxonMobil, Vico, Petrochina, Chevron, PHE ONWJ dan Santos. Berdasarkan data Ditjen Migas, produksi Total E&P pada tahun 2009 mencapai 2.738.65 MMSCFD, Conoco Phillips sebesar 1.434.82 MMSCFD, Pertamina dan mitra sebesar 1.045.15 MMSCFD, BP Tangguh sebesar 225.83 MMSCFD, ExxonMobil sebesar 651.69 MMSCFD, Vico sebesar 464,81 MMSCFD, Petrochina sebesar 322.27 MMSCFD, Chevron sebesar 313 MMSCFD, PHE ONWJ sebesar 300,84 MMSCFD dan Santos sebesar 131,44 MMSCFD. Sementara total produksi dari berbagai KKKS lainnya mencapai 757,53 MMSCFD.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Gambar 2.3 Peta Cadangan Gas Alam Indonesia (per 1 Januari 2009) Sumber: Ditjen Migas
2.1.3
Penjualan Gas Bumi di Indonesia Berdasarkan data Ditjen Migas data produksi gas alam Indonesia tahun
2009 sebesar 2,887 BSCF. Produksi gas dihasilkan dari produksi Pertamina, Pertamina Joint Operation Body (JOB), Pertamina Technical Assistance Contract (TAC) dan Pertamina Joint Operation Body - Production Sharing Contract (JOB-PSC), serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) / Production Sharing Contract (PSC). Tingkat produksi gas sebagian besar dihasilkan dari Production Sharing Contract (PSC) yakni sekitar 2,542 BSCF, diikuti oleh produksi Pertamina (termasuk JOB, JOB-PSC dan TAC) sekitar 344 BSCF. Tabel 2.2 Pemakaian Gas Indonesia Tahun 2009
Pertamina Pertamina TAC JOB-PSC PSC Total
Pemakaian Gas Tahun 2009 (dalam BSCF) Own Use Local Fertilizer Refinery LPG Condensate LNG 40.27 105.2 65.842 16.038 1.557 2.726 19.939 0.58 0.316 5.332 286.25 363.122 154.994 14.926 16.166 4.6 1218.501 329.82 488.58 226.17 30.96 17.72 4.60 1,218.50 11.42% 16.92% 7.83% 1.07% 0.61% 0.16% 42.21%
PGN Gas 85.883 1.279 187.253 296.108 274.42 296.11 9.51% 10.26%
Sumber: Ditjen Migas (data diolah kembali)
Dari Tabel 2.2 bisa dilihat pemakaian Gas alam di Indonesia dipakai pada beberapa sektor. Penggunaan gas alam di Indonesia antara lain untuk penggunaan pada sumur gas sendiri untuk keperluan produksi, industri pupuk,
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
pengilangan, LPG (Liquified Petroleum Gas), kondensat, LNG (Liquified Natural Gas), dll. Sebagian besar gas alam yang diproduksi di Indonesia diproses menjadi LNG yakni sekitar 1,218 BSCF atau sekitar 42% dari jumlah produksi gas bumi Indonesia per tahunnya., sementara untuk pasar dalam negeri (lokal) rata-rata sekitar 488 BSCF per tahunnya. 2.2 INFRASTRUKTUR GAS BUMI 2.2.1 Rencana Pengembangan Jaringan Pipa Gas Bumi Indonesia Sejalan dengan meningkatnya permintaan gas bumi serta membaiknya harga gas di dalam negeri, para produsen gas bumi aktif melakukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan gas bumi yang baru. Upaya tersebut, mulai menampakkan hasil dengan ditemukannya sumber-sumber baru seperti di Natuna, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Tengah. Penemuan-penemuan tersebut umumnya belum bisa dimanfaatkan secara optimal mengingat sumber gas bumi yang ditemukan jauh dari pasar sedangkan sarana penghubungnya,
yaitu
sistim
transmisi
gas,
masih
terbatas.
Dalam
mengembangkan infrastruktur gas bumi nasional, Pemerintah menetapkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional sebagai acuan bagi badan usaha untuk melakukan investasi dalam pembangunan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi nasional yang nantinya akan saling terintegrasi satu sama lainnya seperti yang bisa dilihat dari gambar dibawah ini. Adanya kemudian interkoneksi pipa gas Sumatera - Jawa Barat – Jawa Timur ataupun dari Kalimantan Timur ke Jawa Timur adalah sangat penting dan strategis. Dengan adanya pipa tersebut maka kelebihan pasokan gas bumi dari suatu daerah akan mudah dialihkan ke daerah lain yang mengalami kekurangan. Multiplier effect dari pembangunan jaringan pipa gas antara wilayah, selain menyerap tenaga kerja, juga akan menumbuhkan usaha distribusi gas serta munculnya sentra-sentra industri baru di wilayah yang dilalui pipa gas seperti di Lampung, Jawa Tengah dan wilayah lainnya. Apabila rencana interkoneksi pipa antar wilayah dapat terealisasi maka akan terbentuk jaringan pipa gas bumi nasional terpadu (Indonesia Integrated Gas Pipeline) yang menghubungkan Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Rencana tersebut merupakan agenda nasional
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
untuk yang mewujudkan cita-cita penggunaan pipa sebagai common carrier pipelines. Pengembangan jaringan transmisi gas antar wilayah, selain akan berdampak positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial, tetapi juga akan menghasilkan penghematan nasional dalam pemanfaatan energi.
Gambar 2.4 Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional Sumber: BPH Migas
2.2.2 Jaringan Pipa Gas di Sumatera Jaringan transmisi gas melalui pipa telah beberapa yang dibangun di Sumatera,
dikembangkan
berdasarkan
kebutuhan
proyek.
Transporter
mengoperasikan jalur transmisi dari Sumatera Selatan menuju ke arah – Sumatera Tengah yang mempunyai panjang 536 km dan dari Sumatera SelatanSingapura dengan panjang 468 km dengan Transporternya adalah Transgasindo Indonesia (TGI). PGN selaku Transporter juga mengoperasikan jalur Sumatera Selatan-Jawa Barat yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pertama adalah Pagar Dewa-Labuhan Maringgai sepanjang 268 km dan Labuhan MaringgaiBojonegara dengan panjang pipa 105 km (SSWJ I), dan Grissik Pagar dewa sepanjang 196 km dan Pagardewa-Labuhan Maringgai-Muara Bekasi-Rawa
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Maju sepanjang 466 km (SSWJ II). Sementara Pertamina mengoperasikan pipa transmisi dari Musi menuju Palembang dengan panjang 200 km dan di bagian utara Sumatera, Pertamina juga mengoperasikan pipa dari Pangkalan Branda menuju Wampu dengan panjang 51 km yang bisa dilihat selengkapnya dari gambar berikut ini:
Gas Pipeline
Gambar 2.5 Infrastruktur Pipa Transmisi di Sumatera Sumber: Wood Mackenzie
2.2.3 Desain Basis Pipa Transmisi Untuk membangun suatu jaringan pipa Transmisi perlu ditentukan terlebih dahulu parameter yang akan dipakai sebagai dasar pengkajian desain basis dari pipa yang akan dibuat, diantaranya adalah: a) Pemilihan jalur pipa
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Pemilihan jalur pipa dikembangkan untuk keperluan penentuan lokasi yang disusun sebagai suatu standar penilaian rute yang akan dipakai untuk penentuan lokasi jalur pipa. Pemilihan jalur pipa harus memperhatikan hal-hal berikut ini: - Cost efficiency - Pipeline Integrity - Environment Impacts - Public Safety, - Land-use constraints - Restricted proximity to existing facilities b) Tekanan operasional maksimum Pembatasan tekanan operasional atau bisa diistilahkan dengan Maximum Allowable Operating Pressure (MAOP) dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat keamanan yang layak disesuaikan dengan lokasi. Mengacu kepada ASME B31.8, untuk menentukan besarnya tekanan operasi boleh maksimum, beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan adalah: spesifikasi pipa (diameter, ketebalan serta sambungan pipa) serta lokasi jaringan pipa dibangun. MAOP = ( 2 x S x t x F x E x T) / D + 14,7 Dimana : S
= Specific Minimum Yield Strength
t
= Tebal pipa,
F
= Faktor desain
E
= Longitudinal joint function
D
= Diameter luar pipa
T
= Temperatur duration
c) Faktor Desain Pipa Untuk menentukan Faktor Desain Pipa, harus ditentukan terlebih dahulu Kelas Lokasi. Mengacu kepada ASME B31.8, Kelas Lokasi adalah klasifikasi geografi dari area berdasarkan kepadatan populasi dan karakteristik lain dengan mempertimbangkan tipe konstruksi, tekanan operasi dan metode pengetesan.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Klasifikasi lokasi untuk desain dan konstruksi dibagi dalam empat kelas lokasi yaitu : •
Kelas lokasi 1, merupakan lokasi dalam 1 mil mempunyai 10 bangunan atau kurang yang digunakan untuk hunian manusia. Kelas lokasi 1 dimaksudkan untuk merefleksikan area seperti tanah terlantar, gurun, padang rumput, pegunungan, tanah peternakan, tanah pertanian dan area yang jarang berpenghuni.
•
Kelas lokasi 2, merupakan lokasi dimana dalam 1 mil area mempunyai lebih dari 10 bangunan dan kurang dari 46 bangunan yang berpenghuni. Kelas lokasi ini merefleksikan area pinggiran kota, kawasan industri, daerah peternakan, pedesaan dan lain-lain.
•
Kelas lokasi 3, merupakan lokasi dimana dalam 1 mil area mempunyai 46 atau lebih bangunan
berpenghuni. Kelas
lokasi ini merefleksikan
perkembangan perumahan pinggir kota, pusat perbelanjaan, daerah pemukiman, kawasan industri dan sebagainya. •
Kelas lokasi 4, merupakan area dimana terdapat banyak bangunan bertingkat, padat lalu lintas dan pada daerah tersebut banyak terdapat utilitas di bawah tanah dan sebagainya.
Kaitan antara faktor desain pipa dengan kelas lokasi ditunjukkan sebagai berikut: Kelas lokasi
Faktor desain pipa
Kelas lokasi 1
0,72
Kelas lokasi 2
0,60
Kelas lokasi 3
0,50
Kelas lokasi 4
0,40
Tabel 2-3 Faktor Desain Untuk Jaringan Pipa Gas Sumber: ASME B31.8
e) Penentuan Diameter Pipa dan Ketebalan Pipa Penentuan diameter pipa tergantung pada besarnya total volume gas yang akan dialirkan sedangkan ketebalan pipa tergantung pada tekanan operasi maksimum dan kelas lokasi. Hal ini mengacu pada standar ASME B31.8.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
t=
PxD 2S F ET
dimana : t
= Tebal minimum, in
P
= Tekanan desain, psig
D
= Nominal Diameter luar pipa, in
F
= Desain faktor ditentukan dari Kelas lokasi
S
= Spesific minimum Yield Strength, psi
E
= Longitudinal Joint Factor
T
= Temperatur derating factor
2.3 KONTRAK PENJUALAN GAS BUMI 2.3.1 Kontrak Sebagai Sumber Perikatan Kontrak merupakan dasar dari banyak kegiatan sehari hari dan bagian dari ekonomi pasar. Dalam masyarakat modern kontrak menyediakan cara-cara bagi para individu maupun badan hukum untuk melakukan transaksi penyediaan barang dan atau jasa untuk suatu harga sebagai hal yang pokok. Di Indonesia istilah kontrak sehari-hari mengandung arti suatu perjanjian tertulis yang menimbulkan perikatan bagi para pihak. Dalam hukum Indonesia, pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (KUH Perdata) adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan diriya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian atau kontrak dapat dibedakan menurut berbagai cara, misalnya: a. Perjanjian dapat dibedakan berdasarkan subyeknya, seperti kontrak jual beli, sewa, konstruksi dsb. b. Perjanjian dibedakan menurut jenisnya, apakah mempunyai bentuk baku atau dapat dinegosiasikan sendiri-sendiri. c.
Perjanjian dibedakan berdasarkan nama, perjanjian bernama mempunyai nama sendiri yang diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang atau merupakan perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata dan undangundang lain. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang timbul,
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Perjanjian ini lahir dalam praktik asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kontrak GTA merupakan bagian dari kontrak yang tidak bernama karena tidak diatur secara spesifik di dalam undang-undang.
2.3.2 Resiko Hukum Dalam Kontrak Migas Resiko hukum adalah hal yang umum di semua terjadi dalam suata industri
(misalnya
risiko
hukum
yang
timbul
sehubungan
dengan
kontrak manajemen, surat peraturan, hukum perburuhan, dll). Setiap industri menghadapi risiko tertentu yang unik untuk industri itu. Dengan demikian, perusahaantertentu industri umumnya mengadopsi kebiasaan tertentu dan praktek-praktek
pada
industri
secara
luas
untuk
mengalokasikan
risiko tersebut dengan cara yang berlaku umum. Hal ini juga berlaku dalam industri minyak dan gas,yang sangat khusus dan terdiri dari sejumlah relatif kecil pemain kunci. Dalam hal ini. Dalam industri minyak dan gas, seperti di semua industri
lainnya,
risiko
hukum
muncul
dengan
mengacu
pada
hubungan antara perusahaan dan pemain lain di pasar. Ada tiga hubungan yang mempunyai kaitannya dengan resiko hukum yang mungkin terjadi, diantaranya adalah (Robert Lewis:2005) : a) Hubungan dengan Pemerintah, resiko yang bisa terjadi diantaranya adalah: •
Resiko politik, dimana Pemerintah bisa mempengaruhi suatu perusahaan Migas untuk memastikan agar tujuannya tercapai.
•
Heavy regulation, yaitu adanya kebijakan peraturan yang sangat berlebihan (heavy regulation), dimana perusahaan Migas menjadi subjek dari banyak peraturan-peraturan mulai dari peraturan mengenai lingkungan, tenaga kerja, pajak, perdagangan, distribusi dan transportasi, dll, sehingga perusahaan Migas harus menyediakan waktunya untuk memastikan agar mereka compliance dengan semua peraturan-peraturan yang ada.
•
Expropriation
of
Asset,
tindakan
Pemerintah
untuk
melakukan
pengambilalihan asset dari perusahaan Migas merupakan salah satu resiko
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
yang dihadapi seperti yang terjadi pada gerakan nasionalisai perusahaan Migas di Venezuela. •
Mulitple jurisdiction, jika aktivitas dari perusahaan Migas berada dalam juridiksi dari beberapa negara, yang masing mempunyai peraturannya masing-masing,
maka
perusahan
Migas
tersebut
harus
melakukan
compliance terhadap setiap juridiksi hukum dari masing-masing negara yang berbeda. b) Hubungannya dengan perusahaan lain, resiko yang bisa terjadi adalah: •
Interdependence, dimana biasanya perusahan Migas satu sama lainnya adalah rekan kerja sekaligus kompetitor. Perusahaan Migas seringkali bekerjasama untuk memenangkan suatu proyek tertentu, tapi bisa saling bersaing untuk memenangkan proyek lainnya. Hal ini tentu bisa menimbulkan conflict of interest.
•
Intellectual property, teknologi memainkan peran yang vital. Perusahaan yang mempunyai keunggulan teknologi pasti mempunyai keunggulan kompetitif terhadap kompetitornya. Adanya secondment dari karyawan masing-masing perusahaan Migas bisa mengekpose kepada terbukanya informasi yang dianggap rahasia kepada kompetitornya.
•
Contractual Obligation, adanya kontrak Migas membutuhkan keahlian yang mendalam mengenai industri Migas. Perbedaan pemahaman terhadap kontrak Migas bisa mengakibatkan adanya dispute atau sengketa satu sama lain yang biasanya bisa bernilai jutaan dolar dan proses penyelesaiannya bisa membutuhkan jangka waktu yang lama.
•
Market volatility, dalam sejarahnya industri Migas sangat mudah terpengaruh terhadap banyak kejadian diluar kontrol dari Industri Migas itu sendiri. Seperti adanya serangan teroris, perang, dll. Permintaan dan penawaran bisa berubah secara tiba-tiba yang mengakibatkan ketidakmampuan dari perusahaan Migas untuk melaksanakan kewajibannya dalam kontrak.
c) Hubungannya dengan resiko yang lain, seperti adanya resiko operasional yang mungkin terjadi seperti kebakaran, pipa bocor dsb, yang bisa mengakibatkan adanya tuntutan hukum dari pihak lain.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
2.3.3 Struktur Kontrak Penjualan Gas Volume gas yang tersedia untuk dijual oleh perusahaan minyak dan gas adalah dipengaruhi oleh besarnya jumlah gas yang diproduksi dan ketentuanketentuan fiskal yang berlaku. Biaya produksi, pajak, kendali pemerintah atau kekuatan supply dan demand adalah faktor-faktor yang menentukan harga jual gas. Ada beberapa hal-hal yang menjadi isi utama dalam suatu kontrak jual beli gas diantaranya adalah (vivek chandra:2006): •
Terms (Jangka Waktu), jangka waktu didalam kontrak jual beli gas bisa singkat hanya satu hari, atau bisa sangat lama 20 sampai 30 tahun atau sampai umur ekonomis dari sumur tersebut diproduksi.
•
Quantity (Kuantitas), secara umum ada dua jenis tipe kontrak jual beli gas dilihat dari jenis komitmennya, yaitu, depletion kontrak dan supply kontrak. Depletion kontrak adalah kontrak jual beli gas yang mempunyai dedicated field atau gas reserves yang dikomitmenkan untuk kontrak tersebut. Supply kontrak adalah kontrak jual beli gas yang suplai gasnya bersumber dari uncommited gas reserves dari Seller (penjual gas). DCQ (Daily Contract Quantity) adalah jumlah kontrak harian gas yang bisa di suplai oleh Seller. Sementara MDQ (Maximum Daily Quantity) adalah jumlah gas maksimum yang bisa diambil oleh Buyer. Sementara kewajiban Buyer adalah untuk mengambil gas di level TOP (Take-or-Pay).
•
Delivery Obligation (Kewajiban Pengiriman), Seller mempunyai kewajiban pengiriman gas sesuai kontrak. Untuk firm kontrak, Seller berkewajiban untuk mengirim gas sesuai dengan contract quantity yang diperjanjikan, untuk flexible contract, Seller hanya berkewajiban untuk mengirim gas selama ketersediaan gas yang diminta oleh Buyer dapat dipenuhi oleh Seller (interuptible contract)
•
Take-or-Pay (TOP), adalah jumlah mínimum gas yang harus dibayar oleh Buyer, hal ini untuk memastikan adanya jaminan minimum pendapatan yang bisa diperoleh oleh Seller.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
•
Gas Quality (Kualitas Gas), meliputi maksimum dan mínimum heating value, maksimum level impurities yang diperbolehkan seperti kandungan O2, CO2, delivery pressure, dan kandungan air.
•
Condition Precedent (Kondisi Pendahuluan) adalah hal hal yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum suatu kontrak itu bisa berlaku, seperti selesainya proyek, telah lengkapnya perijinan, GTA atau GSPA telah ditandatangani.
•
Nomination (Nominasi), adalah kebutuhan gas yang diminta oleh Buyer untuk keesokan harinya dan untuk beberapa hari kedepan (misalnya 3 hari, atau 1 minggu kedepan)
•
Force Majeure (Keadaan Kahar), adalah hal-hal yang berada diluar jangkauan manusia dan tidak bisa diprediksikan sebelumnya yang bisa mengakibat terhambatnya baik itu suplai, pengiriman maupun penerimaan gas, contohnya: gempa bumi, kebakaran.
•
Stabilization clauses, yaitu hal-hal yang memberikan pengampunan bagi para pihak untuk tidak melaksanakan kewajibannya dan terbebas dari suatu sanksi jika suatu kontrak tidak lagi mempunyai nilai ekonomis bagi salah satu atau semua pihak dalam kontrak jual beli gas, seperti sudah habisnya cadangan gas (reserves) yang ada lebih cepat dari perkiraan dan perubahan hukum yang berlaku.
Secara lengkap skema suatu kontrak jual beli gas dapat dilihat dari gambar berikut ini: Construction Period
Field
Field readiness
Start date & Firm date
Gas Specification
Gas Source
Maintenance day
Uncommitted Reserve
Daily demand swings
DCQ, MDQ, TOP, ACQ
Production rate / storage capacity
Contract
Period
Delivery point
Seller appointment
Law & resolution
Penalties
Contract Volume
Contract Price
GSPA
Gambar 2.6 Skema Kontrak Jual Beli Gas
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Legal issues
CP & F M
2.3.4 Penetapan Harga Gas Bumi Harga jual gas bumi menyangkut kepentingan beberapa pihak diantaranya adalah Seller, Buyer dan Pemerintah. Seller dalam hal ini adalah KKKS, sedangkan konsumen gas bumi adalah perusahaan pemakai gas bumi yaitu pabrik pupuk, baja, semen, gas kota dan lain-lain. Harga
ekonomi
gas
bumi
bisa
dibilang
unik
dimana
setiap
lapangan/wilayah berbeda-beda harganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga keekonomian gas bumi adalah (Ditjen Migas : 2004) a) Letak lapangan gas bumi (onshore, offshore, remote dan laut dalam) b) Jarak sumber gas dengan pasar c) Jumlah cadangan (besar, sedang, kecil) d) Karakteristik gas (high/low CO2, H2S, etc.) e) Infrastruktur (sistem transportasi gas, jalan, dll) f) Biaya (investment capital/non-capital, OM, dll) g) Pendanaan (sendiri, pinjaman) h) Peraturan Pemerintah (pajak, insentif, dll) i) Model perusahaan (KKKS, Joint Operating Business (JOB), Technical Asisstance Contract (TAC), dll) Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi harga ekonomi gas bumi adalah pajak dan besarnya bagi hasil, dimana total pajak dan bagi hasil untuk Pemerintah mencapai 85% untuk minyak dan 70% untuk gas bumi. Harga jual gas
bumi,
selain
bergantung
pada
harga
ekonomisnya,
tetapi
juga
mempertimbangkan daya beli konsumen sehingga harga jual kepada konsumen yang satu berbeda dengan yang lainnya. Ada beberapa pihak yang dapat melakukan kontrak jual beli gas bumi dengan produsen gas bumi, diantaranya adalah: Pabrik pupuk, Pembangkit listrik (PLN dan Listrik Swasta), Transporter / Distributor gas (seperti PGN),
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Pabrik petrokimia, Kilang minyak bumi, Industri, Trader. Harga gas bumi, akan ditentukan pada saat negosiasi antara Seller (penjual gas bumi) dengan Buyer (pembeli gas bumi), namun harga tersebut harus mendapat persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM). Sebelum harga gas bumi tersebut disetujui ada beberapa hal yang akan dievaluasi terlebih dulu, yaitu (Ditjen Migas:2009) - Gas Reserves (cadangan gas), yang tersedia harus dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kontrak dan cadangan tersebut disertifikasi oleh lembaga yang memiliki kompetensi. - Gas Price (Harga), ditentukakan berdasarkan kesepakatan antara produsen dan konsumen mengacu kepada perhitungan keekonomian pengembangan lapangan serta memenuhi prinsip kewajaran bisnis (penilaiannya dilakukan dengan benchmarking dengan harga gas bumi pada region yang sama atau dengan konsumen sejenis). - Economics (Keekonomian), mengacu pada Plant of Development (POD) yang sudah disetujui dan memberikan keuntungan bagi negara serta mempunyai biaya produksi efektif dan efisien. - Technical (aspek Teknis), rencana pengembangan lapangan dan pembangunan infrastruktu sesuai dengan kemampuan produksi yang optimal. - Legal (aspek Hukum), yaitu perjanjian jual beli gas tidak boleh bertentangan dengan Production Sharing Contract antara Pemerintah dan KKKS dan mekanisme jual beli meminimalkan adanya inside trading.
2.3.5 Model Harga Gas Bumi Ada beberapa model dari harga gas bumi di Indonesia, diantaranya adalah (Ditjen Migas:2009) : - Fixed Price, dimana harga gas bumi berlaku tetap sepanjang kontrak. Formula ini tidak diminati oleh produsen gas, karena tidak memberikan keuntungan jangka panjang bagi produsen gas bumi, sebaliknya bagi konsumen formula ini dianggap paling menguntungkan.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Fixed with Escalation Price, dimana harga gas bumi berlaku eskalasi harga secara periodik. Formula ini memberikan keuntungan bagi produsen gas bumi, namun konsumen masih dapat menerima - Cap Price, dimana harga gas bumi berfluktuasi, mengacu pada kombinasi harga produk dan harga minyak bumi dengan menetapkan Floor Price dan Ceiling Price. Formula ini dimaksudkan untuk melindungi produsen gas bumi dari jatuhnya harga minyak bumi serta melindungi konsumen gas bumi dari melambungnya harga minyak bumi. - Indexed Price, dimana harga gas bumi berfluktuasi, mengacu harga minyak bumi tertentu seperti mengindeks pada harga Indonesia Crude Price (ICP), Japan Crude Cocktail, HSFO. Formula ini sangat memberatkan konsumen gas bumi, mengingat tingginya harga minyak bumi saat ini
2.4 MEKANISME PRODUCTION SHARING CONTRACT DI INDONESIA Kontrak Production Sharing (Production Sharing Contract) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Kontrak Bagi Hasil menurut PP No.35 tahun 2004 adalah suatu bentuk Kontrak Kerja sam dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi. Bentuk Kontrak. Producion Sharing ini disebut dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas bumi Negara dan seterusnya masih tetap dipergunakan dalam UU No.22 tahun 2001. Dalam Pasal 6 dan 11 UU No. 22 Tahun 2001 tersebut dijelaskan bahwa kegiatan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi) dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (BPMIGAS). Bagian ketentuan umum menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
2.4.1. Prinsip-prinsip dalam Production Sharing Contract Prinsip-prinsip utama dalam Production Sharing Contract (Simamora: 2000) adalah sebagai berikut: a. Manajemen ada tangan negara Negara ikut serta dan mengawasi jalannya operasi secara aktif dengan tetap memberikan kewenangan kepada KKS untuk bertindak sebagai Operator dan menjalankan operasi di bawah pengawasannya b. Penggantian biaya operasi (Cost Recovery) Penggantian biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh KKKS dalam Production Sharing Contract mengandung makna bahwa KKKS mempunyai kewajiban untuk menalangi terlebih dahulu biaya operasi yang diperlukan, yang kemudian diganti kembali dari hasil penjualan atau dengan mengambil bagian dari minyak dan gas bumi yang dihasilkan.
c. Pembagian hasil produksi (production split) Pembagian hasil produksi setelah dikurang biaya operasi dan kewajiban lainnya merupakan keuntungan yang diperoleh Kontraktor dan pemasukan dari sisi negara. Biasanya pembagian hasil produksi antara minyak dan gas bumi berbeda. Dalam pembagian minyak biasanya negara mendapatkan bagian yang lebih besar dari pada KKKS, sebaliknya untuk pembagian hasil gas bumi biasanya bagian negara lebih kecil karena secara teknologi, komersial dan finansial minyak lebih mudah pengelolaannya. Menurut PP No.35 Tahun 1994, biasanya untuk minyak, production split adalah 85:15 yang artinya adalah KKKS akan mendapat bagian 15% dari pendapatan setelah dikurangi pajak. Sementara untuk gas sendiri porsinya adalah dari 65:35 sampai dengan 70:30. d. Pajak (Tax) Pengenaan pajak penghasilan perusahaan ini dikaitkan erat dengan besarnya pembagian hasil produksi antara negara dan KKKS. Besarnya pajak biasanya adalah 48% setelah Production split. e. Kepemilikan aset ada pada negara Umumnya semua peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan operasi menjadi milik negara segera setelah dibeli atau setelah depresiasi.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
f. Jangka Waktu Jangka waktu Production Sharing Contract adalah 30 tahun (sesuai dengan pasal 18 Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing) dimana termasuk jangka waktu eksplorasi selama 6-10 tahun. Di dalam fase eksplorasi g. Relinquishment Kontraktor wajib mengembalikan sebagian wilayah kerjanya kepada negara. Hal ini dimaksudkan untuk optimalisasi pemanfaatan wilayah kerja pertambangan migas. Wilayah kerja yang sudah dikembalikan ke negara biasanya akan dibuka kembali untuk lelang terbuka. Pengembalian sebagian wilayah kerja biasanya dilakukan pada tahun ketiga seluas 25% dari wilayah kerja, kemudian di tahun keenam seluas 25% dari wilayah kerja asal, dan terakhir di tahun kesepuluh seluas 15%-20% dari wilayah kerja asal. Sehingga ketiga memasuki tahun kesebelas, kontraktor secara efektif hanya berusaha di wilayah kerja seluas 30%-35% dari wilayah kerja asal. Kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumber daya Migas yang diterapkan dalam PSC sangat memerlukan adanya kepastian pengembalian modal investasi yang telah ditanam oleh para investor, kondisi tersebut merupakan bisnis yang penuh resiko. Modal investasi dan resiko yang besar adalah merupakan karakteristik yang khusus pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitas sumber daya Migas. Lebih lanjut dikatakan bahwa setiap keputusan kegiatan kegiatan eksplorasi sangat dipengaruhi oleh dua hal yang patut dipertimbangkan yaitu resiko dan ketidakpastian. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan suatu analisis ekonomi kelayakan dan penilaian resiko keuangan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan pengembangan lapangan minyak dan atau gas bumi yang diketemukan atau berhasil. Analisis ekonomi pada pengembangan lapangan minyak dan atau gas serta pendapatan
yang
akan
dihasilkan
dari
pengembangan
lapangan
direfleksikan dalam suatu proyeksi arus kas (cash flow) berdasarkan aturan dan ketentuan fiskal yang disepakati dalam Production Sharing Contract. Berdasarkan proyeksi arus kas dapat dilakukan penilaian apakah pengembangan lapangan Migas tersebut ekonomis atau tidak ekonomis. Analisis ekonomi
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
merupakan rangkaian terakhir dalam tinjauan proses perencanaan pengembangan lapangan Migas dalam kerangka Production Sharing Contract. Hasil analisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap rencana selanjutanya.
2.4.2 Mekanisme Production Sharing Contract Mekanisme
Production
Sharing
Contract
Indonesia
merupakan
kententuan fiskal yang mengacu pada aturan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 35 tahun 1994 tentang Ketentuan Kontrak Bagi Hasil. Secara mendasar ketentuan fiskal akan menjadi cerminan arus kas pada Production Sharing Contract tersebut dan akan berpengaruh dalam perhitungan penerimaan atau bagi hasil yang akan diperoleh Pemerintah dan KKS. Di sisi lain dalam perhitungan arus kas akan sangat dipengaruhi pula oleh parameter yang bersifat kondisional yang merupakan faktor yang tidak dapat ditentukan sebelumnya. Terdapat dua jenis parameter dalam Production Sharing Contract, yaitu: a.
Ketentuan fiskal yang ditentukan dan diatur oleh Pemerintah, ketentuan fiskal tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam kontrak kerja sama yang akan disetujui oleh KKKS. Ketentuan fiskal tersebut dibuat dengan berpedoman akan menguntungkan kedua belah pihak yaitu Pemerintah sebagai pemilik sumber daya serta KKKS sebagai pemilik modal dan pelaksana pengusahaan. Termasuk dalam ketentuan fiskal ini adalah: - First Trance Petroleum (FTP) - Domestic Market Obligation (DMO) - Investment Credit (IC) - Equity to be split - Tax (Pajak)
b. Paramater yang bersifat kondisional atau ditentukan dari kondisi teknis dan pengaruh lingkungan ekonomi. Keberadaan parameter yang bersifat kondisional tidak dapat ditentukan sebelumnya namun akan sangat mempengaruhi hasil perhitungan arus kas Production Sharing Contract. Termasuk dalam jenis parameter ini adalah: - Besar dan ukuran cadangan Migas yang diketemukan
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Harga minyak atau gas bumi - Jumlah investasi yang diperlukan - Biaya operasi produksi
Berdasarkan kedua parameter diatas, dapat dibuat diagram aliran arus kas Production Sharing Contract Indonesia sebagaiman terlihat pada gambar 2.7 dibawah ini:
Gross Revenue
Government Share 32.69%
20%
Contractor Share 67.31%
-F TP
FTP
FTP
17%
- Investment Credit - Cost Recovery
+ Investment Credit 100%
32.69%
+ Profit Share
+ Cost Recovery
67.31%
= Profit Share
+ Profit Share
48%
+ Income Tax
- Income Tax
Gambar 2.7 Model Production Sharing Contract
a.
Gross Revenue (GR), adalah pendapatan dari hasil produksi minyak atau gas yang dinyatakan dalam nilai uang atau GR adalah Harga x Produksi. Keakuratan perkiraan perhitungan cadangan sangat penting untuk mengetahui berapa GR yang akan dihasilkan, sehingga dapat ditentukan apakah investasinya akan ekonomis atau tidak.
b.
First Tranche Petroleum (FTP), yaitu bagian hasil produksi minyak atau gas yang akan dikurangkan secara langsung dari GR. FTP adalah merupakan jaminan penerimaan yang pertama bagi Pemerintah dan KKKS. Besarnya FTP bermacam-macam dari 15% sampai 25% dari hasil produksi. Persentase yang umumnya sering digunakan adalah 20%.
c.
Investment Credit (IC), KKKS bisa mendapatkan pengembalian dari investasi yang sudah dikeluarkan untuk membangun fasilitas produksi
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
minyak atau gas. Besarnya sebesar IC biasanya adalah 17% dari jumlah investasi yang dibutuhkan biaya yang secara langsung atas fasilitas produksi minyak mentah dan 55% untuk pembangunan fasilitas produksi gas bumi. d.
Cost Recovery (CR), merupakan biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk memproduksi minyak dan atau gas bumi yang akan diperoleh kembali sesuai dengan ketentuan yang ada apabila diketemukan minyak atau gas. CR secara umum terdiri dari: - Operating cost - Intangible development costs - Depreciation of tangible costs - Exploration costs - Prior years unrecovered cost - Interest Cost Recovery
e. Equity to be split (ETS), merupakan bagian minyak atau gas bumi yang akan dibagi antara Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. f. Domestic Market Obligation (DMO), adalah kewajiban KKKS untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri dengan harga diskon. Pemerintah akan membayar DMO selama 60 bulan pertama dengan harga pasar kemudian setelah itu hanya membayar 10% dari harga pasar. Besarnya kewajiban DMO maksimum adalah 25% dari bagian KKKS. Namun jika CR lebih besar daripada GR maka, KKKS dibebaskan dari kewajiban DMO. Berbeda dengan DMO untuk minyak bumi, DMO untuk gas tidak harga yang diatur oleh Pemerintah karena maksud dan tujuan dari pemberlakuan DMO gas adalah lebih kepada untuk menjamin kepastian pasokan gas untuk konsumsi dalam negeri. g. Taxable Income (TI), adalah pendapatan kontraktor yang akan dikenakan pajak atau TI = CS-DMO
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
2.5 PENENTUAN TARIF TRANSPORTASI GAS BUMI DI AMERIKA SERIKAT 2.5.1 Industri Gas Bumi di Amerika Serikat Amerika Serikat mempunyai Industri gas bumi yang sangat berkembang pesat. Dalam statistik yang dikutip dari Energy Information Administration (EIA), di Amerika Serikat terdapat lebih dari 530 tempat pengolahan gas dan 160 perusahaan transmisi gas. Sejarah industri gas bumi di Amerika Serikat bisa dibagi menjadi dua fase, yaitu sebelum deregulasi dan pasca deregulasi. a. Sebelum deregulasi, struktur industri gas bumi di Amerika Serikat sangat sederhana seperti terlihat dalam table 2.5, yang terdiri dari produsen, Interstate Pipeline (transporter), LDC (Local Distribution Company) dan End User. Produsen hanya bisa menjual gas di wellhead dengan harga gas termasuk juga tarif transportasi gas yang diatur oleh badan pengatur yang bernama Federal Energy Regulatory Committee (FERC) sebagaimana bisa dilihat dari gambar dibawah ini: Producer
Interstate Pipeline
LDC
End User
Gambar 2.8 Industri Gas Bumi Amerika Serikat sebelum deregulasi Sumber:EIA
b. Pasca deregulasi, diawali oleh laporan oleh Departemen Kehakiman dan Federal Trade Commission pada tahun 1938 yang menemukan bahwa industri pipa transmisi dengan cepat menjadi sebuah industri monopoli alami. Kemudian dikeluarkanlah beberapa peraturan-peraturan penting yang merubah struktur industri gas bumi di Amerika Serikat, yang diantaranya adalah; Natural Gas Act tahun 1978, yang tidak lagi mengatur harga gas di wellhead, tetapi tetap menetapkan batas atas dari harga gas tersebut (ceiling price). Sementara semua kontrak-kontrak yang ada sebelum aturan ini dikeluarkan dinyatakan tetap berlaku. Kemudian pada tahun 1985 dikeluarkan peraturan, Natural Gas Wellhead Decontrol Act; yang menghapuskan kontrol FERC terhadap penentuan harga gas dan atau tarif pada saat first gas sales. Selain itu producer diperbolehkan untuk menjual
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
langsung gas tersebut tidak hanya di wellhead, tetapi juga bisa menjual gas tersebut langsung ke End User atau melalui Marketer. Di tahun 1992, FERC mengeluarkan FERC Order 636 yang memisahkan antara fungsi transmisi dan pemasaran gas (unbundling). Struktur dari industri gas bumi di Amerika Serikat bisa dilihat dari Gambar 2.8 berikut ini: Producer
Marketer
LDC
End User
Transporter
Gambar 2.9 Industri Gas Bumi Amerika Serikat setelah deregulasi Sumber:EIA
2.5.2 Aturan Mengenai Tarif Di Amerika Serikat Dengan adanya deregulasi industri gas bumi di Amerika Serikat, telah menjadi praktek standar di Amerika Serikat sejak tahun 1985 bahwa besarnya Tarif transportasi gas dapat dinegosiasikan secara bebas antara Transporter dan Shipper atau ditentukan berdasarkan supply dan demand. Berdasarkan Natural Gas Act section 4, FERC tidak lagi menentukan besarnya Tarif, namun besarnya persentase tetap keuntungan yang diperoleh oleh Transporter harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari FERC. Besarnya Return of Equity (ROE) yang disetujui oleh FERC dalam dunia industri minyak dan gas Amerika Serikat berkisar dari 11% dan tidak lebih dari 13% (smead:2009). FERC akan memeriksa dengan seksama semua elemen biaya yang harus dikeluarkan Transporter untuk mereka bisa memberikan pelayanan. FERC akan memastikan bahwa Transporter tidak akan melakukan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta mendapatkan keuntungan yang berlebihan, sehingga pasar akan menjadi tetap kompetitif. Sebelum melakukan perubahan Tariff, Transporter harus melakukan pemberitahuan perubahan Tarif, kepada FERC. Mulai 1 april 2010, pemberitahuan harus diajukan secara elektronik melalui sistem web (e-filling), hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
jumlah dokumen yang harus di simpan di tempat penyimpanan dokumen, sekaligus mengurangi biaya pengiriman dan korespondensi lainnya. Menurut Crowe (2009), ketika Transporter ingin melakukan perubahan Tarif (yang biasanya dalam bentuk kenaikan Tarif), ada beberapa informasi (working paper) yang harus disampaikan agar FERC, Shipper dan pihak terkait lainnya tidak hanya memahami tapi juga bisa menganalisa basis biaya yang dipakai oleh Transporter untuk mengajukan kenaikan Tarif dan juga menentukan apakah perhitungan kenaikan Tarif telah dilakukan secara benar dan merefleksikan bahwa ada kenaikan biaya yang harus ditanggung Transporter dalam melaksanakan normal operasinya. Transporter harus menyajikan detail historikal data bulanan selama 12 bulan yang akan dijadikan sebagai periode dasar (base period) sekaligus mengidentifikasi perubahan yang diketahui dan bisa diukur terhadap biaya dan tarif lainnya yang yang akan terjadi dalam selang waktu 9 bulan setelah base period. Periode selama 9 bulan ini dinamakan periode pengujian (test period). Working paper yang dibutuhkan dan harus dilampirkan baik itu dalam base period maupun test period adalah sebagai berikut: Statement A: Summary of Cost of Service Statement B: Rate Base Components and Calculation of Return on Rate Base Statement C: Gas Plant in Service Statement D: Accumulated Depreciation Statement E: Working Capital Statement F: Capitalization, Cost of Debt, Rate of Return on Equity and Weighted Cost of Capital Statement G: Base Period and Projected Test Period Contract Levels and Volumes Statement H: Operation and Maintenance Expenses, Depreciation Rates and Expense, Other Taxes and Income Tax Calculations Statement I: Functionalization, Classification and Allocation of Cost of Service Statement J: Billing Determinants and Derivation of Unit Rates Statement L: Balance Sheet Statement O: System Operations Statement P: Prepared Testimony
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
2.5.3
Proses Perubahan Kenaikan Tarif Tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh Transporter pada saat
mereka akan melakukan kenaikan Tarif adalah sebagai berikut: -
Mengisi formulir pemberitahuan kenaikan tarif kepada FERC dengan menyertai working papers yang dibutuhkan.
-
Transporter juga harus melakukan pembuktian penuh dalam bentuk kesaksian langsung dari pejabat perusahaan dan saksi ahli yang kompeten.
-
Setelah melakukan pemberitahuan, Transporter tidak diperkenankan untuk memberlakukan kenaikan Tarif lebih awal dari enam bulan setelah pemberitahuan, dalam rangka memberikan waktu bagi FERC, Shipper dan pihak terkait lainnya untuk memeriksa working papers Transporter, dan diharapkan semua masalah telah selesai dalam jangka waktu 6 bulan.
-
Dalam waktu sepuluh hari setelah pemberitahuan, Shipper dan atau pihak terkait lainnya pihak terkait harus mengajukan permohonan untuk campur tangan jika berkeinginan untuk berpartisipasi dalam kasus tersebut, dalam bentuk petisi sebagai sebagai sikap protes terhadap kenaikan Tarif .
-
Dalam waktu 30 hari setelah pemberitahuan dan protes juga telah diajukan oleh Shipper dan pihak terkait lainnya, FERC akan memanggil para pihak terkait dan mengadakan sidang dengar pendapat (hearing).
-
Dalam sidang dengar pendapat, semua saksi-saksi akan diperiksa kesaksiannya dan di cross check kebenaran isinya kesaksiannya satu persatu. Selain itu juga diperiksa fakta-fakta yang terkait dengan masalah yang sedang diperiksa. Sidang dengar pendapat dipimpin oleh seorang hakim yang merupakan anggota dari FERC yang ditunjuk membuat suatu rekomendasi awal kepada FERC.
-
Karena proses formal dapat mengambil waktu yang sangat lama dan mengkonsumsi sumber daya yang luas, Transporter kebanyakan juga melakukan upaya penyelesaian diluar sidang. Dalam proses penyelesaian, perundingan di antara Transporter, Shipper, dan staf FERC berjalan secara paralel dengan jalannya sidang kasus ini.
-
Hasil dari persidangan nantinya adalah berupa suatu rekomendasi awal kepada FERC dan kemudian FERC akan mengevaluasi rekomendasi awal ini
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
sebelum mengambil keputusan akhir. Terhadap keputusan akhir, bisa dimintakan re hearing lagi jika ada pihak pihak yang merasa tidak puas terhadap keputusan yang telah dibuat oleh FERC dan bisa melakukan banding setelahnya jika tetap merasa kurang puas terhadap keputusan yang dibuat
oleh
FERC.
2.6 PENENTUAN TARIF TRANSPORTASI GAS BUMI DI INDONESIA 2.6.1 Aturan Mengenai Tarif Di Indonesia Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 22/2001, Kegiatan Usaha Hilir Migas berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Namun Pemerintah tetap berkewajiban menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian bahan bakar minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta mengatur kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai dan mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Didalam melaksanakan tanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan usaha pengangkutan gas dalam pipa guna menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM di seluruh wilayah NKRI dan mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi dalam negeri, Pemerintah telah membentuk suatu badan independen yaitu Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa (Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002 dan Keputusan Presiden No. 86 Tahun 2002). Untuk selanjutnya Badan ini disebut Pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan -ketentuan pada UU No.22/2001 khususnya dalam hal kegiatan usaha hilir Migas, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2004 untuk melaksanakan tanggung jawab pemerintah atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi yang mendapatkan Hak Khusus yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai Peraturan Pemerintah No.67 tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa menyatakan fungsi Pemerintah adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan pengangkutan Gas Bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri. Tugas Pemerintah meliputi pengaturan, penetapan dan pengawasan mengenai: - Ketersediaan dan distribusi BBM; - Cadangan BBM nasional; - Pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM; - Tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa; - Harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; - Pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi Penentuan Tarif di Indonesia diatur didalam Peraturan no.16/p/BPH Migas/VII/2008 Tentang Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dimana tujuan dari penetapan tersebut adalah: - Untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi dalam negeri - Mengoptimalkan pemanfaatan jaringan pipa transmisi dan pipa distribusi gas bumi.
Tarif yang akan ditetapkan Pemerintah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1) Sistem Perangko (Postage Stamp) Penggunaan sistem perangko dalah penerapan Tarif yang sama dari sumber gas sampai kepada pelanggan di setiap titik penyerahan pada wilayah tertentu.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
2) Sistem Jarak Penggunaan sistem jarak adalah penerapan Tarif yang berbeda tergantung jarak dari sumber Gas Bumi sampai kepada pelanggan pada setiap titik penyerahan. Pemerintah dapat melakukan penyesuaian Tarif yang diusulkan oleh Transporter atau Shipper dengan disertai menyebutkan alasan dan melampirkan rincian perhitungan serta data pendukung apabila terdapat salah satu atau beberapa kondisi sebagai berikut: - Adanya perubahan nilai investasi dan/atau investasi baru. - Adanya penambahan/pengurangan jumlah Shipper. - Adanya perubahan Biaya Operasi dan Pemeliharaan yang berpengaruh - secara signifikan terhadap keekonomian Transporter. - Habisnya masa manfaat ekonomis yang diperhitungkan dalam penetapan Tarif yang berlaku. - Adanya perubahan kontrak (GTA) yang terkait dengan perubahan volume Gas Bumi yang diangkut. 2.6.2
Mekanisme Pengajuan Kenaikan Tarif di Indonesia
Langkah-langkah penetapan Tarif dapat dilihat sebagaimana disampaikan gambar berikut ini: Transporter Menyampaikan dan mempresentasikan usulan Tarif kepada Pemerintah Pemerintah Melakukan verifkasi dan evaluasi usulan Tarif Komite Pemerintah Mengadakan dengar pendapat dengan Transporter dan Shipper Komite Pemerintah Mengadakan sidang komite untuk menetapkan Tarif Ka Komite Menerbitkan SK Penetapan Tarif berdasarkan hasil sidang komite
Gambar 2.10 Tahapan-tahapan Penetapan Tarif Sumber: BPH Migas
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Usulan Tarif diajukan secara tertulis oleh Transporter kepada BPH Migas dan kemudian BPH Migas akan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap usulan Tarif yang diajukan oleh Transporter dengan mempertimbangkan kepentingan baik itu Transporter, Shipper dan Konsumen gas bumi melalui pipa. - Apabila usulan penyesuaian Tarif dapat diterima Badan Pengatur dapat mengadakan dengar pendapat dengan Transporter dan Shipper sebelum menetapkan Tarif. - Shipper dapat meminta penjelasan kepada Badan Pengatur mengenai hal-hal yang terkait langsung dengan usulan Tarif yang telah dievaluasi dan akan ditetapkan oleh Badan Pengatur. - Dalam menetapkan Tarif, Badan Pengatur tidak memerlukan persetujuan dari Transporter dan/atau Shipper dan tidak didasarkan kepada kesepakatan antar Transporter dan Shipper. - Sidang Komite BPH Migas kemudian akan menetapkan besarnya Tarif.
2.7 ANALISA KEEKONOMIAN 2.7.1 Net Present Value (NPV) Net Present Value atau Net Present Worth atau Discounted Cash Flow merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini. Dari uraian yang dikemukakan diatas, net present value adalah selisih antara jumlah present value dari cash flow yang direncanakan diterima dalam beberapa waktu mendatang dengan jumlah present value dari investasi. Adapun kriteria diterima atau tidaknya suatu usulan investasi dengan menggunakan NPV adalah bahwa jika NPV positif, maka proyek/usulan investasi feasible atau diterima, sedangkan apabila NPV negatif maka usulan investasi ditolak
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Arus kas masuk dan keluar yang didiskontokan pada saat ini (present value (PV)). yang dijumlahkan selama masa hidup dari proyek tersebut dihitung dengan rumus:
dimana: t - waktu arus kas i - adalah suku bunga diskonto yang digunakan Rt - arus kas bersih (the net cash flow) dalam waktu t Pada tabel berikut ditunjukkan arti dari perhitungan NPV terhadap keputusan investasi yang akan dilakukan. Bila...
Berarti...
Maka...
NPV> 0
investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi perusahaan
Proyek bisa dijalankan
NPV < 0
investasi yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan
Proyek ditolak
NPV = 0
investasi yang dilakukan tidak mengakibatkan perusahaan untung ataupun merugi
Kalau proyek dilaksanakan atau tidak dilaksanakan tidak berpengaruh pada keuangan perusahaan. Keputusan harus ditetapkan dengan menggunakan kriteria lain misalnya dampak investasi terhadap positioning perusahaan.
2.7.2. Internal Rate Of Return (IRR) IRR adalah metode tingkat pengembalian (rate of return) yang paling luas digunakan untuk menjalankan analisis ekonomi teknik. Metode ini memberikan solusi untuk tingkat bunga yang menunjukkan persamaan dari nilai ekivalen dari arus kas masuk (penerimaan dan penghematan) pada nilai ekivalen arus kas keluar (pembayaran, termasuk biaya investasi) IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya digunakan acuan bahwa investasi yang dilakukan harus lebih tinggi dari Minimum acceptable rate of return atau Minimum atractive rate of
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
return (MARR). MARR adalah laju pengembalian minimum dari suatu investasi yang berani dilakukan oleh seorang investor Sedangkan MARR (Minimum Attractive Rate of Return) merupakan tingkat pengembalian minimum yang diinginkan dan sebagai indikator dalam pengambilan keputsan manajemen dari beberapa pertimbangan. Diantara pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut: - jumlah uang yang tersedia untuk investasi dan sumber dari dana-dana tersebut (yaitu: dana ekuitas atau dana pinjaman). - Jumlah proyek yang layak untuk investasi dan keperluannya (yaitu, apakah mempertahankan operasi yang ada sekarang dan bersifat esensial atau memperluas operasi sekarang dan bersikap selektif). - Besarnya resiko yang dirasakan sehubungan dengan peluang-peluang investasi. Dengan menggunakan rumus NPV, IRR adalah i’% yang pada nilai ini N
N
∑ R ( P / F , i'%, k ) = ∑ E k =0
k
k =0
k
( P / F , i '%, k )
Untuk Rk = penghasilan atau penghematan netto untuk tahun ke-k. Ek = pengeluaran netto termasuk tiap biaya investasi untuk tahun ke-k N = umur proyek Apabila IRR lebih besar daripada tingkat biaya modal yang diperhitungkan, maka proyek investasi layak untuk dilaksanakan. Apabila IRR lebih kecil daripada tingkat biaya modal (MARR), maka sebaliknya proyek investasi tersebut ditolak.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi Penelitian dalam bentuk diagram ilir dapat dilihat dari pada gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
3.1 PENGUMPULAN DATA AWAL Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data awal informasi mengenai data cadangan gas di Sumatera dan informasi supply demand gas untuk pasar yang ada serta pasar potensial untuk pemasaran gas terhadap volume gas yang belum dimanfaakan. Juga dilihat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai industri Migas khususnya mengenai masalah Transportasi Gas dan dilanjutkan dengan melihat bagaimana mekanisme perubahan Tarif transportasi pipa gas di Indonesia dan membandingkannya dengan mekanisme perubahan Tarif transportasi gas di Amerika Serikat. Struktur dari kontrak GTA sebagai bagian dari kontrak Migas juga akan dilihat beserta resiko-resiko bisnis yang ada dalam kontrak Migas dan bagaimana kontrak GTA mengatur mengenai masalah Tarif. Pengumpulan data teknis pipa terkait yang meliputi, jenis, panjang, volume, diameter, tekanan pipa, serta spesifikasi gas yang masuk ke pipa juga sebagai informasi awalan untuk simulasi pembuatan pipa baru. Mekanisme Production Sharing Contract juga akan dijabarkan sehubungan dengan akan dianalisanya bagian dari pemerintah yang mungkin akan terpengaruh jika Tarif transportasi gas dinaikkan. Dan terakhir adalah mengenai teori keekonomian juga akan dijabarkan lebih lanjut untuk melakukan analisa keekonomian nantinya jika Tarif transportasi dinaikkan.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
3.2 EVALUASI KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS Analisa akan berfokus kepada pemetaan permasalahan kenaikan Tarif transportasi gas milik Transporter dilihat sisi asas keadilan dan kepastian hukum dalam kontrak GTA di Indonesia, bagaimana pengaturan Tarif dalam kontrak GTA dengan melihat dari model-model pengaturan Tarif yang umumnya ada dalam kontrak GTA dan kemudian akan dilakukan analisa mengenai apakah kenaikan Tarif transportasi gas bisa diimplementasikan kedalam kontrak GTA, terutama kontrak GTA yang sudah ada. kemudian akan dievaluasi lebih lanjut resiko-resiko bisnis yang mungkin akan muncul jika Tarif transportasi dinaikkan, khususnya mengenai keberlakuan dari Tarif baru tersebut terhadap kontrak GTA dan resiko-resiko yang ada jika salah pihak melakukan tidak melanjutkan ketentuan dalam kontrak GTA.
3.3 EVALUASI JARINGAN PIPA Pada tahap ini akan beberapa evaluasi yaitu - Evaluasi teknis, yang meliputi, lokasi awal tapping point dan titik keluaran pipa, jenis, panjang, diameter, tekanan pipa, serta spesifikasi gas yang masuk ke pipa akan menggunakan akan dibuat sama dengan yang dimiliki Transporter. Selain itu juga akan dievaluasi kapasitas pipa, kebutuhan kapasitas kompresor, kapasitas atau volume pipa, kebutuhan akan fuel gas, biaya operasi dan kompresor pipa, depresiasi, biaya investasi pipa dan kompresor yang berlaku umum untuk pemakaian pipa sampai tahun 2023. - Evaluasi Supply dan Demand Gas, akan melihat pemanfatan ruas pipa berdasarkan besarnya supply gas yang diambil dari pipa gas milik Transporter, sedangkan analisa tingkat utilitas pipa di tahun tahun mendatang berdasarkan proyeksi pasar gas bumi hingga tahun 2023. - Evaluasi Keekonomian, menggunakan metode penelitian yang mengambil datadata baik data-data literatur maupun data lapangan yang kemudian diolah menjadi data-data yang akan digunakan sebagai input data untuk dimasukkan kedalam suatu model dengan menggunakan Microsoft Excel untuk mengevaluasi keekonomian kenaikan Tarif sampai tahun 2023 dengan menggunakan asumsi kenaikan Tarif dengan variasi dari US$ 0.8/MSCF
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
sampai dengan US$ 2/MSCF. Evaluasi keekonomian ini nantinya akan melihat keekonomian dari tiga pihak yaitu: 1) Dari sisi Transpoter, untuk melihat berapa pendapatan yang akan diterima oleh Transporter dengan menganalisa Internal Rate of Return (IRR) pipa milik Transporter tersebut pada level penggunaan pipa di Take-or-Pay (TOP), Daily Contract Quantity (DCQ), dan Maximum Daily Quantity (MDQ) yang datanya akan diambil dari data kontrak yang sudah pernah dipublikasikan. Kapasitas pipa gas di level TOP akan memakai asumsi pemanfaatan gas hanya 95% dari DCQ dan untuk MDQ akan memakai asumsi 115% dari DCQ dengan memakai variasi kenaikan Tarif dari menjadi US$ 0.8/MSCF sampai dengan US$ 2 /MSCF. 2) Dari sisi Shipper, keekonomiannya akan dilihat dengan menganalisa penerimaan yang akan diterima oleh Shipper dan selain itu juga membandingkan biaya yang paling rendah antara biaya tambahan yang harus dikeluarkan dengan adanya kenaikan Tarif dengan variasi kenaikan Tarif dari menjadi US$ 0.8/MSCF sampai dengan US$ 2 /MSCF dengan menggunakan biaya investasi dan biaya operasional yang berlaku umum yang harus dikeluarkan oleh Shipper dengan membangun suatu jaringan pipa gas yang baru yang memiliki spesifikasi yang sama seperti yang dimiliki Transporter. 3) Dari sisi Pemerintah, adalah untuk melihat pendapatan yang akan diterima oleh Pemerintah dari Production Sharing Contract, jika Tarif dinaikkan dengan memakai variasi kenaikan Tarif menjadi US$ 0.8/MSCF sampai dengan US$ 2 /MSCF. Sebagai alat analisa akan digunakan mekanisme Production Sharing Contract untuk bagi hasil gas bumi.
3.4 HASIL KEEKONOMIAN Berdasarkan evaluasi keekonomian maka akan dilihat bagaimana hasil keekonomian tersebut untuk melihat tiga hal seberikut: -
Besarnya Net Contractor Share jika Tarif dinaikkan dengan memakai variasi angka kenaikan Tarif dari US$ 0.8/MSCF sampai US$ 2,0/MSCF
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
-
Besarnya IRRTransporter jika Tarif dinaikan dengan memakai variasi angka kenaikan Tarif dari US$ 0.8/MSCF sampai US$ 2,0/MSCF.
-
Besarnya penerimaan negara dari Production Sharing Contract jika Tarif dinaikkan.
-
Mana yang lebih ekonomis biaya tambahan yang harus dikeluarkan dengan adanya kenaikan Tarif dengan Biaya harus dikeluarkan oleh Shipper untuk membangun suatu jaringan pipa gas yang baru.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
BAB IV EVALUASI KENAIKAN TARIF TRANSPORTASI GAS
4.1 ASAS KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM KONTRAK GTA
Dalam kehidupan masyarakat yang saling membutuhkan dan saling tergantung dalam memenuhi kehidupan ekonomi yang semakin berskala global, kontrak merupakan bagian dari Hukum Perdata yang sangat penting. Lingkupnya sangat luas dan dipengaruhi oleh berbagai gaya dan sistem hukum, antara lain sistem common law dan sistem civil law. Secara sederhana bisa diartikan sistem hukum
common
law
menjadikan
keputusan-keputusan
pengadilan
(yurisprudensi) sebagai dasar hukum dan konsep peradilannya memakai sistem juri, sedangkan pada civil law, yang dijadikan dasar hakim mengambil keputusan adalah peraturan perudang-undangan yang berlaku. Di Indonesia istilah kontrak dalam terminologi sehari-hari mengandung arti suatu perjanjian tertulis yang menimbulkan pengikatan bagi para pihak untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang. Kontrak sebagai bagian dari Hukum Perjanjian memiliki beberapa asas penting yang perlu diketahui terutama pada saat pembuatannya untuk menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum, diantaranya adalah:
- Kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak pada pokoknya menyatakan bahwa para pihak bebas membuat perjanjian-perjanjian dengan siapapun yang dikehendaki dan menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian. Berlakunya asas kebebasan berkontrak di Indonesia dapat dilihar dari Pasal 1329 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Pemahaman asas kebebasan berkontrak ini bukan dalam pengertian yang mutlak karena dalam kebebasan tersebut terdapat berbagai pembatasan, antara lain oleh aturan-aturan
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
hukum nasional yang sifatnya publik seperti ketertiban umum dan kesusilaan. Undang-undang tertentu telah mencantumkan ketentuan-ketentuan yang boleh dan tidak boleh dicantumkan dalam suatu kontrak Batas ini dikenal dalam prinsip hukum latin yang berbunyi ”pacta private juri publicio derogare non posunt\”. Dalam KUHPerdata, rambu-rambu yang membatasi kebebasan berkontrak termasuk yang termuat dalam Pasal 1320 mengenai empat persyaratan untuk sahnya suatu perjanjian dan Pasal 1338 ayat (3) yang menyatakann bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik merupakan suatu sendi yang terpenting dalam Hukum Perjanjian. Menurut Madjedi yang mengutip Subekti, hukum itu selalu mengejar dua tujuan, yaitu untuk menjamin kepastian (ketertiban) dan memenuhi tuntutan keadilan. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dapat dipandang sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum (janji itu mengikat) dan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dipandang sebagai tuntutan keadilan.
- Itikad Baik
Rambu-rambu lain yang membatasi kebebasan berkontrak adalah asas Itikad Baik. Dalam istilah bisnis, itikad baik yang berasal dari Latin ”bona fide” diartikan sebagai upaya untuk tidak mencari keuntungan yang tidak wajar atau tidak menipu orang lain. Persyaratan itikad umumnya berhubungan dengan kinerja dan penegakan berlakunya kontrak dan juga sering diberlakukan selama negosiasi. Di Indonesia asas itikad baik dalam KUHPerdata dimuat dalam Pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Berlakunya asas itikad baik yang ditetapkan dalam Pasal 1338 tersebut mempunyai daya kerja baik pada waktu perjanjian dilaksanakan maupun pada waktu perjanjian itu dibuat. Artinya suatu perjanjian tidak sah apabila dibuat berlandaskan itikad buruk, seperti penipuan dan karenanya itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian dibatasi oleh itikad baiknya. Selanjutnya, itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban adalah itikad baik pada waktu melaksanakan perjanjian, dimana pelaksanaan harus mengindahkan norma-norma kepatutan
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
dan keadilan dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang mungkin menimbulkan kerugian terhadap pihak lain, yakni suatu penilaian baik terhadap tindak-tanduk salah satu pihak dalam melaksanakan apa yang dijanjikan, yang bertujuan mencegah kelakuan yang tidak patut atau sewenang-wenang dalam pelaksanaan tersebut.
- Kepatuhan terhadap kontrak (Sancity of Contract)
Kepatuhan terhadap kontrak berlandaskan pada prinsip-prinsip bahwa pra pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan dalam kontrak yang disepakati. Dalam hal ini hukum tidak memberikan keringanan atau pembebasan kepada pihak yang berusaha menghindari akibat dari suatu persetujuan atau tawar menawar yang sekarang hasilnya disesalkan.
4.2 PERUBAHAN TARIF DALAM KONTRAK GTA
Dalam pasal no. 64 UU no 22 tahun 2001, telah diatur bahwa semua kontrak yang dibuat oleh badan usaha yang bergerak di bidang minyak dan gas akan tetap berlaku sampai kontrak tersebut berakhir. Dalam hal ini kontrak GTA bisa dikategorikan sebagaimana kontrak yang dimaksud dalam pasal 64 tersebut dikarenakan kontrak GTA di buat dan di tandatangani sebelum UU no.22 tahun 2001 berlaku. Dalam rangka melakukan pengawasan transportasi gas bumi melalui pipa, Pemerintah juga berwenang untuk menetapkan tarif transportasi gas melalui pipa. Dalam pasal 30 dari peraturan BPH Migas no.16 tahun 2008 mengenai penetapan Tarif Transportasi Gas Bumi dikatakan bahwa Tarif yang sudah ada sebelum peraturan tersebut dikeluarkan akan tetap berlaku, yang bisa diartikan keberlakuaannya adalah sampai kontrak berakhir. Di dalam kontrak GTA sendiri juga sudah terdapat pengaturan bahwa kontrak tidak bisa dirubah, diamandemen atau ditambah, kecuali dengan adanya perjanjian tertulis yang dilakukan oleh para pihak.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Dapat disimpulkan bahwa Undang-undang no.20 tahun 2001 dan peraturan BPH Migas no 16 tahun 2008 telah memberikan bukti yang jelas bahwa hukum di Indonesia sendiri memberikan pengakuan terhadap prinsip Sancity of Contract, sehingga aturan-aturan yang ada mengenai Tarif tetap berlaku. Dalam kontrak GTA biasanya terdapat beberapa hal yang diatur berkaitan dengan kewajiban baik itu Shipper maupun Transporter sebagai berikut: -
Transporter akan mengasuransikan pipa transmisi untuk mengantisipasi resiko yang mungkin akan muncul pada saat periode konstruksi dan operasi selama berlakuknya kontrak GTA.
-
Transporter berhak untuk membuat pipa interkoneksi dengan syarat bahwa Gas yang disalurkan melalui pipa interkoneksi tersebut memenuhi persyaratan kualitas dan tekanan sesuai di dalam kontrak GTA.
-
Transporter gagal, selain dari alasan force majeur, untuk melaksanakan kewajiban penyaluran gas maka Transporter harus membayar ganti rugi termasuk penalti yang terjadi di dalam kontrak GSPA.
-
Shipper bertanggung jawab untuk membangun fasilitas yamg diperlukan untuk melakukan koneksi dengan pipa Transporter.
-
Transporter akan bertanggung jawab menanggung biaya interkoneksi di titik keluar gas.
-
Transporter akan secepatnya melakukan perbaikan jika Pipa Transmisi mengalami kerusakan atau atau tidak mampu untuk melakukan kewajiban transportasi gas.
-
Seluruh biaya untuk perbaikan dan pemeliharaan jalur pipa adalah atas biaya dari Transporter.
-
Shipper membayar Tarif sesuai dengan yang disepakati.
Ketidakmampuan dari satu pihak untuk melaksanakan kewajibannya dan menyerahkan kewajiban tersebut kepada pihak akan membuat pihak yang tidak bisa melaksanakan kewajibanya sebagai pihak yang melakukan “breach of contract” dan kepadanya bisa dituntut hal-hal sebagai berikut:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Kompensasi Kerugian, yaitu sejumlah pembayaran sebagai biaya untuk mengkompensasi kerugian yang dialami. - Consequential Damage - uang untuk kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran yang terjadi di masa mendatang. Dimana para pihak pada saling mengetahui bahwa akan ada kerugian yang terjadi di masa yang akan dating jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. - Peniadaan - kontrak dibatalkan dan kedua belah pihak dibebaskan dari kinerja lebih lanjut Dapat disimpulkan bahwa kontrak GTA yang dibuat sebelum UU No.22 tahun 2001 dan juga Peraturan BPH Migas no 16 tahun 2008 dinyatakan tetap berlaku sampai kontrak tersebut berakhir dan setiap perubahan dari isi kontrak termasuk Tarif harus berdasarakan kesepakatan para pihak yang terkait. Dan para pihak yang melanggar dapat dikenakan sanksi atas pelanggarannya tersebut.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
BAB V EVALUASI JARINGAN PIPA
5.1 EVALUASI PENYALURAN GAS BUMI MELALUI PIPA TRANSMISI Kontrak GTA antara Transporter dengan Seller menyepakati penyaluran gas bumi menuju Singapura dan Batam. Start Up dilakukan 30 bulan setelah penandatangan kontrak GTA dan Commisioning dilakukan dua bulan sebelum Start Up pada tahun 2003. Buyer membeli Gas dari Seller berdasarkan besarnya kandungan energi (Btu) yang terkandung di dalam Gas tersebut, sedangkan Seller membayar Tarif kepada Transporter berdasarkan besarnya volume (Scf) yang disalurkan kedalam Pipa Transmisi. Kontrak penyaluran gas bumi melalui Jaringan Pipa Transmisi milik Transporter adalah sampai tahun 2020 dengan volume Daily Contract Quantity (DCQ) yang disepakati naik secara bertahap dengan peningkatan penyaluran volume gas mulai tahun 2006 dan mencapai plateau pada tahun 2010 untuk penyaluran gas ke Singapura (355.1 Mmscfd) dan tahun 2012 untuk penyaluran gas ke Batam (109.2 Mmscfd). Konsumen gas terbesar dari Batam adalah PLN dan Batamindo (Independent Power Producer (IPP)) dengan total penyaluran gas sekitar 80 Bbtud pada tahun 2010 dan sekitar 80% penyaluran gas ke Singapura di gunakan untuk keperluan Power Generation.
Asumsi
heating
value
yang
digunakan
adalah
1,035
MMBTU/MMSCF. Profil penyaluran gas berdasarkan data yang didapat dari ADB dan Wood Mackenzie dapat dilihat dari tabel 5.1 berikut ini:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Tabel 5.1 Daily Contract Quantity (DCQ) (2003-2020) Periode 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Batam Bbtud 31,1 31,1 31,1 39,1 51,2 72,3 72,8 79,4 67,2 113,0 113,0 113,0 113,0 101,0 101,0 101,0 101,0 45,8 45,8 45,8 45,8
Mmscfd 30,0 30,0 30,0 37,7 49,5 69,8 70,4 76,7 64,9 109,2 109,2 109,2 109,2 97,5 97,5 97,5 97,5 44,3 44,3 44,3 44,3
Singapore Bbtud Mmscfd 75 72,0 152 147,0 185,8 179,6 236,1 228,1 268,2 259,1 318,3 307,5 321,4 310,5 367,5 355,1 367,5 355,1 367,5 355,1 367,5 355,1 367,5 355,1 367,0 354,6 367,0 354,6 367,0 354,6 367,0 354,6 367,0 354,6 367,0 354,6 368,0 355,5 369,0 356,5 370,0 357,5
Shipper mempunyai kewajiban pengiriman gas sesuai kontrak. Untuk firm kontrak, Shipper berkewajiban untuk mengirim gas sesuai dengan contract quantity yang diperjanjikan, untuk flexible contract, Shipper hanya berkewajiban untuk mengirim gas selama ketersediaan gas yang diminta oleh Buyer dapat dipenuhi oleh Seller Selain dari volume DCQ yang disepakati, biasanya juga disepakati besaran volume untuk TOP atau Ship or Pay (SOP) yang mempunyai prinsip yang sama dengan TOP dimana Seller berkewajiban untuk menyalurkan sejumlah minimal volume Gas kedalam Pipa Transmisi milik Transporter. Besarnya persentase nilai SOP sama nilainya dengan besarnya TOP. Besaran SOP adalah 95% dari DCQ.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Besarnya MDQ, yaitu jumlah maksimal gas yang bisa disalurkan juga disepakati antara Transporter dengan Seller yang besarnya adalah sekitar 115% DCQ. DCQ (Daily Contract Quantity) adalah jumlah kontrak harian gas yang bisa di suplai oleh Seller. Sementara MDQ (Maximum Daily Quantity) adalah jumlah gas maksimum yang bisa diambil oleh Buyer. Sementara kewajiban Buyer adalah untuk mengambil gas di level TOP (Take-or-Pay).
Volume TOP dan MDQ bisa dilihat dari Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.2 Ship or Pay (SOP) 2010-2023 Periode 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Batam Bbtud 29,5 29,5 29,5 37,1 48,7 68,7 69,2 75,4 63,8 107,4 107,4 107,4 107,4 95,9 95,9 95,9 95,9 43,5 43,5 43,5 43,5
Mmscfd 28,5 28,5 28,5 35,9 47,0 66,3 66,8 72,9 61,7 103,8 103,8 103,8 103,8 92,7 92,7 92,7 92,7 42,1 42,1 42,1 42,1
Singapore Bbtud Mmscfd 70,8 68,4 144,5 139,7 176,5 170,6 224,3 216,7 254,7 246,1 302,4 292,2 305,3 295,0 349,1 337,3 349,1 337,3 349,1 337,3 349,1 337,3 349,1 337,3 348,6 336,8 348,6 336,8 348,6 336,8 348,6 336,8 348,6 336,8 348,6 336,8 349,6 337,8 350,5 338,7 351,5 339,6
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Tabel 5.3 Maximum Daily Quantity (MDQ) ( 2010-2023) Periode 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Batam Bbtud 35,7 35,7 35,7 44,9 58,9 83,1 83,8 91,3 77,3 130,0 130,0 130,0 130,0 116,1 116,1 116,1 116,1 52,7 52,7 52,7 52,7
Mmscfd 34,5 34,5 34,5 43,4 56,9 80,3 80,9 88,2 74,7 125,6 125,6 125,6 125,6 112,2 112,2 112,2 112,2 50,9 50,9 50,9 50,9
Singapore Bbtud Mmscfd 85,7 82,8 175,0 169,1 213,7 206,5 271,5 262,3 308,4 297,9 366,1 353,7 369,6 357,1 422,6 408,3 422,6 408,3 422,6 408,3 422,6 408,3 422,6 408,3 422,0 407,8 422,0 407,8 422,0 407,8 422,0 407,8 422,0 407,8 422,0 407,8 423,0 408,7 424,0 409,7 425,0 410,6
5.2 EVALUASI TEKNIS JARINGAN PIPA TRANSMISI Spesifikasi Pipa Transmisi Transporter dapat dilihat dari tabel 5.4 berikut ini: Tabel 5.4 Spesifikasi Pipa Transporter Deskripsi Pipa
Pipa Transmisi Transporter
Diameter (inch)
28
Total Length (km)
468
Wall thickness
0,47;0,5;0,625
Pipe Grade
API 5L X65;API 5L X70,
Coating Design Pressure (psig)
3 Layer PE, + Concrete coating 1.650
Max Operation Pressure (psig)
1.500 Impress Current (onshore) & Sacrificial anode (offshore)
CP Protection
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Jaringan Pipa Transmisi milik Transporter berjarak total 468 km, dimana sekitar 220km berada di onshore dan 248km berada di offshore dengan memakai pipa 28” dengan panjang dari masing-masing ruas pipa adalah sebagai berikut:
Singapore Segmen 4
Batam
Segmen 3
Segmen 2 Sumatra
Segmen 1
= metering system for = gas in = gas out
Gambar 5.1 Skema Pipa Transmisi Transporter
Panjang dari masing-masing segmen ruas pipa adalah sebagai berikut: -
Segmen 1
: 136.1 km
-
Segmen 2
: 72.34 km
-
Segmen 3
: 214.3 km
-
Segmen 4
: 45.56 km
Konfigurasi pipa dipilih sesuai dengan ketersediaan gas, lokasi pasar dan proyeksi permintaan gas. Pipa ditanam dan dilindungi dengan polyethlene coating proteksi katodik. Power –operated shut off valves akan dipasang pada setiap interval 25km dan dioperasikan melalui lokal atau remote stations untuk
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
mengisolasi segmen-segmen pipa bila terjadi keadaan darurat atau dalam kegiatan pemeliharaan. Seluruh material yang digunakan untuk kontruksi pipa dan pengelasan diinspeksi dengan teknik x-ray dan test hidrostastik. Pipa di desain dengan Tekanan Maksimum Operasi 1650 psig dengan Maksimum Operation Pressure sebesar 1500 psig dengan memakai Design flow rate ke Singapore adalah 403/138 MMscfd (max/min) dan 30 MMscfd menuju Batam. Design pipa dibuat agar bisa mengantisipasi kenaikan demand gas dimasa depannya. Delivery Pressure di Titik Serah Batam adalah 400/350 psig (max/min) dan Delivery Pressure di Titik Serah Singapore adalah 1500/420 (max/min). Simulasi penyaluran gas dari tempat Seller menggunakan Pipa milik Transporter menuju ke Batam dan Singapura dapat dilihat dari Simulasi Penyaluran Gas yang terdapat pada Lampiran 1. Kapasitas pipa gas tanpa menggunakan kompressor adalah 400 MMscfd sedangkan jika menggunakan kompressor (4,000 HP, Ratio @ 1.2) maka kapasitas pipa akan naik menjadi 465 MMscfd. Untuk mengantisipasi kenaikan demand gas maka akan ada pembangunan kompressor tahap 2 sehingga kapasitasnya akan naik menjadi 600 MMscfd, yang bisa dilihat dari Grafik 5.1 berikut ini:
Grafik 5.1 Kapasitas Pipa Transmisi
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
5.3 EVALUASI KEEKONOMIAN 5.3.1 Biaya Investasi Pipa Biaya Investasi Pipa merupakan biaya modal yang diperlukan untuk pembangunan sistem perpipaan dari awal hingga siap untuk menyalurkan gas. Biaya investasi diasumsikan berasal dari modal sendiri (equity) dan pinjaman (debt). Asumsi sumber investasi berasal dari pinjaman Asian Development Bank (ADB) sebesar 70% dengan suku bunga 6% dan periode pengembaliannya adalah selama 10 tahun dan modal sendiri sebesar 30. Estimasi Biaya pembuatan Pipa Transmisi dari adalah sebagai berikut:
Tabel 5.5 Perkiraan Biaya Investasi Komponen Biaya Investasi Biaya Investasi Tetap Biaya Modal Kerja Biaya Kompresor Total
US$ 326.376.595 16.318.830 14.900.000 357.595.425
- Biaya Investasi Tetap Biaya investasi tetap memakai estimasti biaya pembangunan jaringan transmisi pipa yang dibuat oleh Transporter yang detail komponennya secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 2. Berikut ini adalah ringkasan dari biaya investasi tetap:
Tabel 5.6 Biaya Investasi Tetap Ruas Pipa Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 Segmen 4 Total
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
US$ 75.621.800 39.613.625 167.650.844 43.490.326 326.376.595
- Biaya Modal Kerja Biaya modal kerja diasumsikan adalah 5% dari total Biaya investasi tetap. - Biaya Kompresor Biaya untuk pembangunan
kompresor menggunakan rule of thumb
(Sheddon:2006) sebagai berikut:
Biaya Kompresor (dalam US$) = 2,970,000 + 1,120P P = dalam horse power (hp)
Dengan menggunakan 2 kompresor dengan masing-masing kekuatan sebesar 4000 hp, dimana 1 kompresor dalam posisi standby maka Biaya Kompresor adalah : 2,970,000 + 1,120 (4000) (2) = US$ 14,900,000
5.3.2 Biaya Operasional Pipa Biaya Operasional Pipa adalah pengeluaran yang diperlukan agar kegiatan operasi berjalan lancar sehingga dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan perencanaan. Biaya operasional pipa diantaranya meliputi biaya pajak properti, biaya pemeliharan (inspeksi, kalibrasi, peralatan serta perlengkapan), biaya asuransi dan biaya overhead lainnya (tenaga kerja, administrasi, perizinan, dsb) dan biaya fuel kompresor. - Biaya Pemeliharaan Fasilitas Besarnya biaya pemeliharaan jaringan gas bumi diasumsikan sebesar 1,5% dari total investasi dengan eskalasi kenaikan sebesar 7,71% tiap tahunnya. - Biaya Asuransi Besarnya Biaya Asuransi diasumsikan sebesar 7% dari seluruh biaya investasi yang dibayarkan secara bertahap dengan schedule pembayaran selama 20 tahun.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Biaya Overhead Biaya Overhead pengelolaan jaringan pipa diasumsikan sebesar 2% dari Biaya Investasi dengan eskalasi kenaikan sebesar 5% tiap tahunnya. - Biaya Bahan Bakar Gas Kompresor Konsumsi bahan bakar gas untuk kompresor sesuai dengan yang disepakati antara Seller dan Transporter yaitu sekitar 4.5 MMSCFD. Diasumsikan harga gas untuk bahan bakar kompresor di dekat daerah jabung adalah US$ 1 / MMBTU sampai dengan kontrak berakhir di tahun 2020. Dengan memakai asumsi 1035 MMBTU/MMSCF maka biaya bahan bakar kompresor perhari adalah:
Biaya Bahan Bakar Gas Kompresor = 4.5 MMSCFD x US$ 1 / MMBTU x 1035 MMBTU/MMSCF = US$ 4,657.5 / hari . 5.3.3 Perhitungan Aliran Kas Dalam melakukan perhitungan aliran kas, parameter yang ditetapkan adalah: - Periode Operasi Asumsi penggunaan pipa adalah dari tahun 2003-2023. Pendapatan dan pengeluran dihitung berdasarkan periode ini. - Tingkat Pajak Pendapatan Tarif PPH Badan yang dibayar oleh Transporter sesuai dengan UU No.36 tahun 2008 Pasal yaitu tarif pajak untuk wajib badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah 25%. - Tingkat Diskonto Tingkat diskonto merupakan perubahan nilai uang sebagai fungsi waktu. Tingkat diskonto ditetapkan sesuai dengan besarnya nilai WACC.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Harga gas bumi Harga beli gas bumi sesuai dengan perjanjian jual beli gas bumi antara Seller dengan Buyer, dimana harga gas bumi ke Batam ditetapkan US$ 3 / MMBTUD dan harga beli gas bumi ke Singapura adalah sesuai dengan estimasi pergerakan harga HSFO sebagai berikut:
Tabel 5.7 Estimasi harga beli gas Singapura Year
$Mmbtu
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
3,0 3,4 4,1 4,8 5,5 6,2 7,9 9,7
Year
$Mmbtu
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
11,5 12,2 13,5 14,0 14,4 14,8 15,5 16,0
Year 2019 2020 2021 2022 2023
$Mmbtu 16,4 16,9 17,4 17,8 18,3
- Weighted Average Cost of Capital (WACC) Adalah rata-rata tertimbang biaya modal sendiri (equity) dan modal pinjaman (debt) yang di investasikan pada suatu kegiatan usaha.
WACC = CoE x E/(D+E) + CoD x D/(D+E) CoE = biaya modal sendiri = Rf + β (MEM+ICRP) CoD = biaya modal pinjaman = i x (1-t)
Dimana: E = modal sendiri D = modal pinjaman i = bunga pinjaman t = tingkat pajak pendapatan Rf = tingkat bebas resiko Β = Sensitivitas laju pengembalian asset perusahaan terhadap pergerakan pasar modal
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
MEM = base premium for market equity market ICRP = Indonesia country risk premium
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan tersebut, didapatkan WACC adalah sebesar 7,32% yang perhitungannya dapat dilihat dari Lampiran 3 - Pendapatan Pendapatan berasal dari tarif pengangkutan gas ke Batam dan Singapura. - Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian pipa. - Depresiasi Depresiasi menggunakan metode garis lurus (straight line) selama 20 tahun. - Iuran BPH Migas Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2006 tentang Besaran Penggunaan Iuran Badan Usaha Dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, maka besarnya iuran yaitu 3% untuk nilai penjualan gas sampai dengan 100 BSCF selama setahun dan 2% untuk penjualan gas diatas 100 BSCF. - Pajak Pajak setiap tahun dihitung sebesar 28% sebelum tahun 2010 dan 25% mulai tahun 2010 dan sesudahnya. - Inflasi Asumsi nilai inflasi yang digunakan adalah 7,71 yang merupakan ratarata inflasi di Indonesia dari tahun 2003-2010.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
- Tarif Besaran tariff dari tahun 2003-2009 adalah US$ 0,7 / MSCF dan untuk tahun 2010 dan sesudahnya menggunakan besaran Tarif dengan variasi dari US$ 0,7 / MSCF – US$ 2,0 / MSCF. - Net Cash Flow (NCF) NCF dihitung dengan mengurangi jumlah investasi dan pendapatan dengan biaya pemeliharaan fasilitas, biaya overhead, iuran BPH Migas, bunga dan pajak. -
Pajak Production Sharing Contract Untuk tingkat pajak PSC memakai asumsi rate dengan nilai 48%.
-
Gas Plant Investment Asumsi pembuatan sebuah gas plant untuk menghitung bagi hasil penjualan gas bumi memakai asumsi biaya yang terdapat di Plant of Development dari Seller yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 5.8 Biaya Pembangunan Gas Plant Project Investment Exploration Drilling Development Drilling Field facilities Central Gas Plant Exploration Drilling Capitalized Interest Investment Credit (55%) Operating Cost 2003 Inflasi
MM$ 87 100 214 227 18 83 730 401 MM$ 21,8 7,71%
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
5.4 HASIL KEEKONOMIAN
5.4.1
Hasill IRR
Hasil perhitungan lengkap IRR dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil ringkasannya diperlihatkan pada Grafik 5.2 berikut ini yang memperlihatkan besarnya IRR Transporter dengan berbagai variasi Tarif sebagai berikut:
Grafik 5.2 Hasil IRR dengan variasi tingkat Harga dan Volume kontrak
Grafik 5.2 Hasil IRR dengan variasi tingkat Harga dan Volume kontrak
Dari hasil perhitungan dengan variasi Tarif dari US$ 0,7 – US$ 2,0 dan dengan memakai asumsi penyaluran gas pada level TOP, DCQ dan MDQ dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: -
Dengan memakai Tarif tetap US$ 0,7 / MSCF maka nilai IRR pada level DCQ adalah 9,40% yang mana nilai IRR inilah yang disepakati antara Shipper dengan Seller pada saat penentuan Tarif di awal kontrak.
-
Setiap kenaikan Tarif USS 0,1 / MSCF pada level DCQ, TOP, maupun MDQ maka akan menaikan IRR sebesar kurang lebih 1% yang bisa terlihat pada tabel berikut ini:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Tabel 5.9 Hasil Perhitungan IRR Tarif Transportasi $0,7 $0,8 $0,9 $1,0 $1,1 $1,2 $1,3 $1,4 $1,5 $1,6 $1,7 $1,8 $1,9 $2,0
-
TOP 95% 8,5% 10% 11% 12% 13% 14% 15% 15% 16% 17% 17% 18% 18% 19%
Volume Penjualan DCQ 100% 9,4% 11% 12% 13% 14% 15% 15% 16% 17% 17% 18% 19% 19% 20%
MDQ 115% 12% 13% 14% 15% 16% 17% 18% 18% 19% 20% 20% 21% 21% 22%
Tingkat IRR minimum adalah sebesar 8,5% pada level penyaluran gas di TOP dengan Tarif US$ 0,7 / MSCF sedangkan jika Tarif yang dipakai adalah US$ 2,0 pada level MDQ maka bisa diperoleh IRR maksimum sebesar 22%.
-
Setiap kenaikan penyaluran Gas dari TOP menjadi DCQ dan DCQ menjadi MDQ untuk tingkat Tarif yang sama maka akan menaikan IRR sebesar kurang lebih 1%.
-
Setiap kenaikan Tarif USS 0,1 / MSCF pada maka akan menaikan pendapatan sebesar (dalam Juta Dollar) US$ 58,164, US$ 61,226, US$ 70,409, secara berurutan pada level TOP, DCQ dan MDQ.
-
Jika diasumsikan terdapat kenaikan biaya operasional sebesar 2 kali pada tahun 2010, maka perhitungan IRR0 maka perhitungan IRR, yang detailnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan ringkasannya adalah sebagai berikut:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Grafik 5.3 Hasil IRR Dengan Kenaikan Biaya Operasional 2 Kali Lipat di tahun 2010
Grafik 5.3 Hasil IRR Dengan Kenaikan Biaya Operasional 2 Kali Lipat di tahun 2010
Dari hasil perhitungan dengan variasi Tarif dari US$ 0,7 – US$ 2,0 dan dengan memakai asumsi penyaluran gas pada level TOP, DCQ dan MDQ dan terdapat kenaikan biaya operasional menjadi dua kali lipat pada tahun 2010 dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: -
Dengan memakai Tarif tetap US$ 0,7 / MSCF maka nilai IRR pada level DCQ adalah 8,22% atau mengalami penurunan sebesar 1,18% dari IRR awal yang tidak menggunakan asumsi kenaikan biaya operasional.
-
Setiap kenaikan Tarif USS 0,1 / MSCF pada level DCQ, TOP, maupun MDQ maka akan menaikan IRR sebesar kurang lebih 1% yang bisa terlihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Tabel 5.10 Hasil Perhitungan IRR dengan Kenaikan Biaya Operasional di tahun 2010 Volume Penjualan Tarif Transportasi $0,7 $0,8 $0,9 $1,0 $1,1 $1,2 $1,3 $1,4 $1,5 $1,6 $1,7 $1,8 $1,9 $2,0
5.4.2
TOP
DCQ
MDQ
95% 7,25% 8,83% 10,16% 11,31% 12,34% 13,26% 14,10% 14,87% 15,59% 16,26% 16,90% 17,49% 18,05% 18,59%
100% 8,22% 9,75% 11,04% 12,17% 13,18% 14,08% 14,92% 15,68% 16,40% 17,06% 17,69% 18,28% 18,84% 19,38%
115% 10,84% 12,25% 13,46% 14,53% 15,50% 16,38% 17,18% 17,93% 18,63% 19,29% 20,25% 20,49% 21,04% 21,57%
Penerimaan Negara
Hasil perhitungan lengkap penerimaan negara dari Production Sharing Contract jika Tarif transportasi dinaikkan dari US$ 0,7 / MSCF menjadi US$ 0,8 – US$ 2,0 dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil ringkasannya diperlihatkan pada Grafik 5.3 dan 5.4 berikut ini yang memperlihatkan besarnya pendapatan yang diterima oleh negara terhadap bagi hasil penjualan gas bumi dan juga besarnya cost recovery yang mesti ditanggung pemerintah dikarenakan adanya kenaikan Tarif transportasi gas sebagai berikut:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Grafik 5.4 Hubungan Cost Recovery dengan kenaikan Tarif
Dari gambar diatas bisa dilihat bahwa setiap kenaikan penyaluran gas dari level TOP, DCQ dan MDQ akan menaikan tingkat cost recovery dan juga bisa dijelaskan hal-hal berikut ini: -
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran TOP maka akan menaikkan cost recovery menjadi US$ 212 juta atau sebesar US$ 10 juta pertahunnya.
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran DCQ maka akan menaikkan cost recovery menjadi (dalam juta dollar) US$ 223 atau sebesar kurang lebih US$ 11 juta pertahunnya.
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran MDQ maka akan menaikkan cost recovery menjadi (dalam juta dollar) US$ 257 atau sebesar kurang lebih US 12 juta pertahunnya. Dengan adanya kenaikan cost recovery maka hal tersebut tentu juga akan
mempengaruhi sisi penerimaan negara dari bagi hasil penjualan gas, yang lebih lanjut bisa dilihat dari Grafik 5.5 dibawah ini:
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Grafik 5.5 Hubungan Penerimaan Negara dengan kenaikan Tarif -
Setiap kenaikan penyaluran gas dari level TOP, DCQ dan MDQ akan menurunkan penerimaan negara.
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran TOP maka akan menurunkan penerimaan negara menjadi US$ 143 juta atau sebesar US$ 6,8 juta pertahunnya.
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran DCQ maka akan menurunkan penerimaan negara menjadi US$ 151 juta atau sebesar US$ 7,2 juta pertahunnya.
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran MDQ maka akan menurunkan penerimaan negara menjadi US$ 173 juta atau sebesar US$ 8,2 juta pertahunnya
5.4.3 Keekonomian Pembangunan Pipa Baru
Keekonomian pembangunan pipa baru dibuat untuk membandingkan antara biaya yang dibutuhkan oleh Shipper jika diandaikan Shipper tetap menolak kenaikan Tarif dan memutuskan untuk menghentikan kontrak dengan
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Transporter dan membangun pipa baru untuk menyalurkan gas dari tempatnya menuju ke tempat Buyer yang detail perhitunganya bisa dilihat dari Lampiran 7. Tujuan dari dibuatnya perbandingan ini ditujukan untuk melihat kewajaran kenaikan Tarif transportasi gas bumi, yang mungkin akan terlihat tidak wajar jika selisih kenaikan Tarif transportasi gas bumi lebih besar daripada membangun sebuah pipa transmisi.
Beberapa asumsi yang digunakan antara lain, bahwa Biaya pembangunan pipa menggunakan biaya pembangunan pipa Transporter dengan memakai eskalasi harga sebesar 7,71%. Periode konstruksi pipa hingga selesai dimulai dari tahun 2010-2012. Tahun 2013 merupakan tahun dimulainya penyaluran gas. Volume penyaluran gas ditetapkan berada di level DCQ. Depresiasi biaya pembangunan pipa adalah selama 11 tahun dari tahun 2013-2023. Hasil dari perhitungan antara biaya pembangunan pipa baru dengan selisih kenaikan Tarif bisa dilihat secara berikut:
Grafik 5.6 Perbandingan Biaya Investasi Pipa Baru dengan Selisih Kenaikan Tarif
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa range selisih kenaikan Tarif sebesar US$ 0,8 / MSCF sampai US$ 1,1 / MSCF masih lebih rendah
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
dibandingkan dengan pembangunan pipa baru. Namun ketikan Tarif sudah dinaikkan menjadi US$ 1,2 / MSCF keatas maka biaya yang pembangunan pipa tersebut menjadi lebih rendah daripada selisih terhadap kenaikan Tarif tersebut, sehingga bisa disimpulkan bahwa keekonomian pembangunan pipa baru akan ada pada saat Tarif dinaikkan oleh Transporter mulai dari US$ 1,2 / MSCF
5.4.4
Hasil Perhitungan Net Contractor Share Net Contractor Share merupakan hasil yang diperoleh oleh KKKS
terhadap bagi hasil yang didapatkan melalui FTP dan Equity Split, yang bisa secara lengkap perhitungannya di dalam Lampiran 8. Net Contractor Share akan menjadi suatu nilai tambah yang sebenarnya (real added value) bagi suatu perusahaan dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan dalam menghasilkan suatu pendapatan. Ringkasan dari Net Contractor Share dapat dilihat dari Grafik 5.7 dibawah ini:
Grafik 5.7 Hubungan Kenaikan Tarif dengan Net Contractor Share
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
Dari Grafik 5.7 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: -
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran TOP maka akan menurunkan Net Contractor Share menjadi US$ 69 juta
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran DCQ maka akan menurunkan Net Contractor Share menjadi US$ 73 juta.
-
Setiap kenaikan Tarif setiap US$ 0,1 / MSCF di level penyaluran MDQ maka akan menurunkan Net Contractor Share menjadi US$ 83 juta
Secara lengkap ringkasan perhitungannya dapat dilihat dari Tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11 Hubungan Kenaikan Tarif dengan Net Contractor Share Tarif Transportasi $0,7 $0,8 $0,9 $1,0 $1,1 $1,2 $1,3 $1,4 $1,5 $1,6 $1,7 $1,8 $1,9 $2,0
Net Contractor Share TOP DCQ MDQ 95% 100% 115% $9.359 $9.326 $9.227 $9.290 $9.253 $9.143 $9.221 $9.180 $9.060 $9.152 $9.108 $8.976 $9.083 $9.035 $8.893 $9.014 $8.963 $8.809 $8.945 $8.890 $8.726 $8.876 $8.818 $8.642 $8.807 $8.745 $8.559 $8.738 $8.672 $8.476 $8.669 $8.600 $8.392 $8.600 $8.527 $8.309 $8.531 $8.455 $8.225 $8.462 $8.382 $8.142
Net Contractor Effect TOP DCQ MDQ 95% 100% 115% ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69) ($69)
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73) ($73)
($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83) ($83)
BAB VI KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa keekonomian maka bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dari sisi Shipper, setiap kenaikan Tarif sebesar US$ 0,1 / MSCF maka akan menurunkan Net Contractor Share sebesar US$ 69 juta pada level TOP, US$ 73 juta pada level DCQ dan US$ 83 juta pada level MDQ.
2. Dari sisi Transporter, hasil evaluasi terhadap analisa IRR menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tarif sebesar US$ 0,1 / MSCF akan menaikan IRR Transporter sebesar kurang lebih 1%.
3. Dari sisi Pemerintah, setiap kenaikan Tarif sebesar US$ 0,1 / MSCF akan menurunkan Penerimaan Negara menjadi US$ 143 juta pada level TOP , US$ 151 juta pada level DCQ dan US$ 173 juta pada level MDQ.
4. Dari hasil perbandingan terhadap keekonomian investasi pembangunan pipa baru dengan besarnya tambahan biaya yang muncul karena adanya kenaikan Tarif, menunjukkan bahwa biaya investasi pembangunan pipa baru akan menjadi lebih murah ketika Tarif dinaikkan mulai dari US$ 1,2 / MSCF
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA Buku,Laporan&Artikel 1) Blank, Leland, & Tarquin, Anthony.(2002). Engineering Economy. New York: MacGraw-Hill. 2) Crowe, Elizabeth H. (2009). An Initial Assessment of the Tariff Filing and Identification of Additional Information Needed. Foresite Energy Services. 4) Conocophillips. (2008, October). Gas Commercial. Materi presentasi. 3) Dira, Cas. (2010, September). Peran Strategis Minyak dan Gas Bumi. Diakses 3 November 2010. http://www.kompasiana.com 5) Ditjen Migas. (2006). Buku Putih: Permasalahan Kritis Sektor Migas Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia. Jakarta. 6) Ditjen Migas. (2004). Laporan Final Tim Teknis: Studi Rancangan Kebijakan Pemanfaatan Gas Dalam Negeri. Jakarta. 7) Ditjen Migas (2009,Mei). Penetapan Harga Untuk Konsumen Hulu. Dipresentasikan pada saat sosialisasi Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual dan Penjualan Gas Bumi/LNG/LPG (PTK 029/PTK/VII/2009.) 8) Ditjen Migas.(2004). Studi Rancangan Kebijakan Pemanfaatan Gas Dalam Negeri.Jakarta. 9) Madjedi, Hasan. (2009). Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum. Jakarta: Fikahati Aneska. 10) Lemigas. (2003).Survei Penelitian Serta Pengolahan Data dalam rangka Pembangunan Pipa Gas Jawa Barat – Jawa Timur. Jakarta 11) Lewis, Robert. (2005). Oil and Gas Industry: Legal Risk Comparative Analysis. Lovel International Law Firm. 12) Perusahaan Gas Negara. (2002). Sejarah PGN:1859-2001. Jakarta. 13) Rudi. M Simamora. (2000). Hukum Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: Djambatan 14) Smead, Richard G.(2009). U.S. Pipeline Regulatory Procedures: Lessons Learned for Application in Other Jurisdictions. Navigant Consulting Inc. 15) Swastioko, Budhi Suryanto. (2010). Oil and Gas in Indonesia. Balongan.
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011
16) Siaran Pers ESDM. (2009, Mei). Sebanyak 12 Kontrak Hulu Minyak dan Gas Bumi, 3 Kontrak Coal Bed Methane (CBM), 4 Gas Sales Agreement dan 1 Head of Agreement (HoA) di Tandatangani. Diakses 1 October 2010. http://www.Migas.go.id. 17) Tyler, Graham. (2009). Sumatera Fundamentals. Wood Mackenzie. 18) Vivek Chandra.(2006). Fundamentals of Natural Gas: An International Perspective. Tulsa, Oklahoma: Penn Well Corporation.
Peraturan Perundang-undangan 19) Undang-undang Tentang Minyak dan Gas Bumi. UU No.22 Tahun 2001. 20) Peraturan BPH Migas no.16/p/BPH Migas/VII/2008 Tentang Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. 21) Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, PP No.35 tahun 2004, LN No.123 Tahun 2004, TLN No.4435. 22) Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 67 Tahun 2002 tentan Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, LN No.141 Tahun 2002, TLN No.4253. 23) Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.22 Tahun 2001. LN No.136 Tahun 2001, TLN No.4152.
Website 24) www.eia.doe.gov 25) www.ferc.gov 26) www.pgn.co.id 27) www.wikipedia.org 28) www.bphmigas.go.id 29) www.migas.go.id
Analisa Kenaikan..., Aulia Ramadhani, FT UI, 2011