KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003
TENTANG
PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp)
MENTERI KEHUTANAN,
Menimbang :
a. bahwa Burung Walet (Collocalia spp) merupakan salah satu satwa liar yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap menjamin keberadaan populasinya di alam;
b. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, kriteria dan standar perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan dan perizinan pemungutan hasil hutan menjadi kewenangan Pemerintah termasuk pemanfaatan Sarang Brung Walet (Collocalia spp);
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut buir a dan b maka dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pemanfaatan Sarang Brung Walet (Collocalia spp).
Mengingat : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convenion on Internaional Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora; Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen; Keputusan Presiden Nomor 288/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan; Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional; Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6187/Kpts-II/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp)
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
Burung Walet adalah seluruh jenis burung layang-layang yang termasuk dalam marga Collocalia yang idak dilindungi undang-undang.
Sarang Burung Walet adalah hasil Burung Walet yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak Burung Walet.
Habitat alami Burung Walet adalah goa-goa alam, tebing/ lereng bukit yang curam beserta lingkungannya sebagai tempat Burung Walet hidup dan berkembang biak secara alami baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
Habitat buatan Burung Walet adalah bangunan buatan manusia sebagai tempat Burung Walet bersarang dan berkembang biak.
Zona pemanfaatan tradisional adalah zona yang ditetapkan untuk mengakomodir masyarakat di sekitar taman nasional dalam rangka memanfaatkan hasil hutan untuk keperluan hidup sehari-hari.
Pemanenan sarang Burung Walet adalah kegiatan pengambilan sarang Burung Walet dengan metoda atau cara yang idak bertentangan dengan prinsip-prinsip kelestarian.
Panen rampasan adalah Pemanenan Sarang Burung Walet yang dilakukan pada saat Burung Walet telah sempurna dibuat dan belum berisi telur.
Panen tetasan adalah pemanenan sarang Burung Walet yang dilakukan setelah telur Burung Walet menetas dan anak burung walet sudah bisa terbang dan mandiri.
Pembinaan habitat alami adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menjaga keutuhan dan kelestarian lingkungan tempat Burung Walet bersarang dan berkembang biak secara alami.
Pembinaan populasi adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan memulihkan populasi Burung Walet menuju keadaan seimbang dengan daya dukung tempat bersarang dan berkembang biak, sehingga populasinya idak cenderung menurun atau habis.
Pemilik goa tempat bersarang Burung Walet adalah pemilik lahan di luar kawasan hutan yang dibebani hak milik dimana goa atau tempat bersarang Burung Walet berada dan di dalam kawasan hutan idak dikenal adanya kepemilikan goa.
Pasal 2
(1) Maksud ditetapkannya pedoman pemanfaatan sarang Burung Walet adalah sebagai acuan dalam rangka memberikan pelayanan yang berkaitan dengan pemanfaatan sarang burung walet oleh: a. Bupai/ Walikota b. Kepala Balai Taman Nasional atau Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(2) Tujuan pemanfaatan sarang Burung Walet adalah : a. Melindungi dan melestarikan Burung Walet di habitat alami dari bahaya kepunahan baik lokal maupun global; b. Mengopimalkan sarang Burung Walet dalam upaya pemanfaatan secara lestari
Pasal 3
Ruang lingkup pedoman pemanfaatan sarang Burung Walet adalah pemanfaatan sarang Burung Walet yang dilakukan di habitat alami.
BAB II PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET SECARA ALAMI
Pasal 4
(1) Pemanfaatan sarang Burung Walet di habitat alami dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung, zona pemanfaatan tradisional Taman Nasional, blok pemanfaatan Taman Hutan Raya, blok pemanfaatan Taman Wisata Alam, Taman Buru serta pada habitat-habitat alami di luar kawasan hutan.
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks