Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
UJI ALAT PENYANGRAI MEKANIS TIPE ROTARI DENGAN KOMODITAS KACANG KEDELAI (Test of Mechanical Roaster Rotary Type with Soybean Commodity) Syahnan Riady Nasution1, Saipul Bahri Daulay1 dan Lukman Adlin Harahap 1 1)
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155 Diterima 1 Juni 2013 / Disetujui 22 Juni 2013
ABSTRACT Mechanical roaster has multi functional for bean commodities. The aim of study was to test mechanical coffee roaster rotary type with soybean commodity. This research was conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in November until December 2012 by study of literature, experiment, observation, and testing of the equipment. Parameters observed were effective capacity, moisture content, and the economic analysis. The results showed that the effective capacity of a mechanical soybean roaster type rotary was 5.590 kg/h, the highest water content was 7.07% and the lowest was 5.70%, while from the economic analysis, the BEP was 3.885,42 kg, NPV 16% and 20% were Rp. 13. 758.853,97 and Rp. 12.086.672,76, respectively and the IRR was 52,91%. Keywords: mechanical roasters, soybean, water content, effective capacity.
sebagai alat penyangrai kopi. Alat penyangrai mekanis di pasaran memiliki multi fungsi untuk berbagai jenis kacang-kacangan. Oleh karena itu, penulis menguji alat penyangrai mekanis tipe rotari ini untuk komoditas kacang kedelai. Pengolahan kedelai dengan cara sangrai dapat dihasilkan produk berupa bubuk kedelai. Bubuk kedelai digunakan sebagai minuman segar, karena memiliki nilai gizi yang tinggi. Kadar protein bubuk kedelai bisa menggantikan susu (milk). Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam dua alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas/pertumbuhan mikroba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0oC dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang/tidak memberi kesempatan untuk tumbuh/hidupnya mikroba dengan pengeringan/penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu. Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan cita rasa yang khas dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi bubuk kedelai. Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kedelai dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis (Suharto, 1991).
PENDAHULUAN Banyak orang yang kurang mengetahui tentang tingginya nilai protein yang terkandung dalam kacang-kacangan, misalnya pada kacang kedelai, sehingga sering kali jauh lebih rendah persejajarannya dengan daging dan ikan (perhatikan saja penilaian orang terhadap tempe, tahu, dan oncom dibanding terhadap ikan dan daging) (Adi Sarwanto, 2005). Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan berkembangnya pekembangan perdagangan antar negara yang terjadi pada abad awal ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, Australia, India, dan Amerika. Menurut laporan, kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Masuknya kacang kedelai pertama di Indonesia adalah di Pulau Jawa yang dibawa oleh imigran Cina yang mengenalkan beberapa jenis makanan yang berbahan baku kedelai (Suprapto, 2001). Dalam penelitian ini penulis menguji alat penyangrai mekanis tipe rotari untuk komoditas kacang kedelai yang sebelumnya telah diteliti
98
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
Menurut Ratnaningsih (2010), selain direbus dan dimasak menjadi lauk pauk yang bernilai gizi tinggi atau dibudidayakan menjadi kecambah, kedelai juga dimanfaatkan dengan lebih luas dengan teknologi yang sederhana sebagai bahan makanan lain. Di antara yang telah berupaya mengembangkan bubuk kedelai sebagai pengganti bubuk kopi sebagai alternatif minuman kopi adalah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. Hasil penelitian mereka menunjukkan bubuk kedelai bisa dimanfaatkan sebagai minuman non aditif bagi pencandu kopi yang oleh dokter dianjurkan untuk mengurangi atau menghentikan minum kopi. Penerapan hasil pengkajian BPTP Yogyakarta itu telah dikembangkan di Kabupaten Sleman, Bantul dan Kulonprogo. Pengembangan ini dapat dikembangkan melalui industri rumahan. Sehingga selain melengkapi cara-cara yang sudah ada untuk meningkatkan nilai tambah biji kedelai, pemanfaatan baru tepung kedelai ini bisa meningkatkan kegiatan wanita dalam kegiaan industri rumah tangga, khususnya di pedesaan (Roby, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk menguji alat penyangrai kopi mekanis tipe rotari dengan komoditas kacang kedelai serta menganalisis nilai ekonomi, kapasitas alat, dan kadar air alat penyangrai mekanis tipe rotari ini.
Parameter yang Diamati 1.
Kapasitas efektif alat Kapasitas efektif alat ditentukan dengan menghitung banyaknya biji kedelai yang telah disangrai (kg) tiap satuan waktu yang dibutuhkan selama proses penyangraian (jam). Hal ini dapat dihitung berdasarkan rumus: Kap. Alat = …(1) (Daywin, dkk, 2008). 2.
Kadar Air Kadar air didapat dengan mengurangkan kadar air awal dengan kadar air akhir dibagi dengan kadar air awal dikali seratus persen. Hal ini dapat dihitung dengan rumus: ..... (2) (AOAC, 1984). 3.
Analisis Ekonomi 1. Biaya penyangraian biji kedelai Perhitungan biaya penyangraian biji kedelai dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap, atau lebih dikenal dengan biaya pokok. Hal ini dapat dihitung dengan rumus: BP = + BTT]C ........................ (3)
dimana : BP = Biaya pokok (Rp/satuan produksi) BT = Total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Total biaya tidak tetap ( Rp/jam) x = Total jam kerja pertahun (jam/tahun) C = Kapasitas alat (Rp/satuan produksi)
METODOLOGI Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah kacang kedelai 1 kg dan gas LPG 3 kg 1 buah. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah alat tulis, kalkulator, komputer, timbangan, oven, cawan, stopwatch, kompor gas, kamera dan termometer. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur (kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang alat penyangrai ini. Setelah itu, dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter. Prosedur Penelitian Dipilih bahan yang akan disangrai. Ditimbang bahan yang akan disangrai sebanyak 1 kilogram. Dihidupkan kompor hingga suhu dalam wadah penyangraian mencapai 750C selama ±4 menit. Dimasukkan bahan kedalam wadah penyangrai melalui corong masukan. Ditunggu selama waktu 6 menit. Dimatikan kompor gas. Dikeluarkan bahan yang telah disangrai melalui saluran keluaran. Ditimbang bahan yang telah disangrai. Dilakukan pengamatan parameter.
a. Biaya tetap Menurut Darun (2002), biaya tetap terdiri dari: 1. Biaya penyusutan (Metoda Garis Lurus). Hal ini dapat dihitung dengan rumus: D= ...................... (4) dimana: D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Nilai awal alsin (harga beli/pembuatan) (Rp) S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp) n = Umur ekonomi (tahun) Umur ekonomi alat dalam penelitian ini adalah 5 tahun 2. Biaya bunga modal dan asuransi. Hal ini dapat dihitung dengan rumus: I= ...................... (5)
99
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
dimana: i = Total persentase bunga modal dan asuransi (18% pertahun) 3. Biaya pajak Diperkirakan bahwa biaya pajak adalah 2% pertahun dari nilai awalnya. 4. Biaya gudang/gedung Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5–1%, rata-rata diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) pertahun.
CIF = Cash inflow COF = Cash outflow dengan kriteria: - NPV > 0, berarti usaha menguntungkan, layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. - NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan serta dikembangkan. - NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.
b. Biaya tidak tetap Biaya tidak tetap terdiri dari: 1. Biaya listrik (Rp/Kwh). Perhitungannya dengan mengkonversikan satuan HP menjadi KW, kemudian dikali pengeluaran Rupiah per KWH. 2. Biaya perbaikan alat. Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan rumus: Biaya reperasi = ........................... (6)
4.
Internal rate of return (IRR) Untuk mengetahui kemampuan untuk dapat memperoleh kembali investasi yang sudah dikeluarkan dapat dihitung dengan menggunakan IRR. Hal ini dapat dihitung dengan rumus: IRR = i1 – dimana: i1
3. Biaya Operator Biaya operator tergantung pada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya.
i2 NPV1 NPV2
(i1 – i2)..................... (9) = Suku bunga bank paling atraktif = Suku bunga coba-coba = NPV awal pada i1 = NPV pada i2
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.
Break even point (BEP) Manfaat perhitungan titik impas (BEP) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Untuk menentukan produksi BEP maka dapat dihitung dengan rumus: N= ............................. (7)
Proses Penyangraian Proses penyangraian biji kedelai kering dilakukan dengan cara memanaskan silinder penyangraian terlebih dahulu selama ± 4 menit untuk mencapai suhu di dalam silinder penyangraian sebesar 75oC. Setelah suhu yang diinginkan tercapai kemudian motor listrik dihidupkan dan dimasukkan biji kedelai kering ke dalam silinder penyangraian melalui saluran pemasukan. Saat disangrai, biji kedelai kering akan diaduk oleh poros pengaduk dengan jumlah putaran per menit sebesar 35,5 rpm. Setelah biji dimana: kedelai kering dimasukkan, proses penyangraian N = Jumlah produksi minimal untuk dilakukan selama 6 menit. Data hasil mencapai titik impas penyangraian dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah BT = Biaya tetap pertahun (Rupiah) ini. R = Penerimaan dari tiap unit produksi Dari hasil penelitian yang dilakukan (harga jual) (Rupiah) dengan lama penyangraian 9,74 menit, suhu BTT = Biaya tidak tetap per unit ±75oC dan dengan menggunakan biji kedelai produksi (Rupiah) kering jenis lokal sebanyak 1 kg. Dari data di atas 3. Net present value (NPV) diperoleh rataan berat kedelai setelah disangrai Identifikasi masalah kelayakan financial adalah 0,906 kg dan rataan konsumsi bahan dianalisis dengan metode analisis financial bakar gas sebanyak 0,15 kg. Berat kedelai dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang sebelum disangrai lebih besar dari pada berat digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau kedelai setelah disangrai karena terjadi tidak untuk diusahakan. Hal ini dapat dihitung kehilangan kandungan air akibat penguapan air dengan rumus: CIF – COF ≥ 0 ....................................... (8) yang ada di dalam biji kedelai dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dimana:
100
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis Tabel 1. Hasil penyangraian Ulangan Waktu Pemanasan (Menit)
(Suharto, 1991).
Waktu Sangrai (Menit)
Berat Awal(kg)
Berat Akhir (kg)
Berat Gas Awal (kg)
Berat Gas Akhir (kg)
I
3,28
6
1
0,900
6,75
6,65
II
3.15
6
1
0,920
6,65
6,50
III
3.57
6
1
0,900
6,50
6,30
IV
4,35
6
1
0,910
6,30
6,15
V
4,43
6
1
0,900
6,15
6.00
Rataan
3,74
6
1
0.906
-
-
Tabel 2. Rataan kenaikan suhu selama pemanasan Waktu Suhu (°C) (Menit) I II III 1 42 36 39 2 61 59 59 3 73 70 64 3,59 75 75 71 4,39 75 Dari Tabel 2 di atas didapat bahwa untuk mencapai suhu 75oC di dalam silinder penyangraian dibutuhkan waktu rata-rata pemanasan selama 3,74 menit. Hubungan antara kenaikan suhu selama pemanasan terhadap waktu dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Rataan (°C) IV 38 59 73 75 -
V 38 51 64 71 75
38,6 57,8 68,8 73,4 75
selama proses penyangraian. Kapasitas efektif alat dapat dilihat dari Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Kapasitas alat Waktu Berat Setelah Ulangan Sangrai Disangrai (Menit) (Kg) I 9,28 0,900 II 9.57 0,920 III 10,43 0,900 IV 9,15 0,910 V 10,35 0,900 Rataan 9,74 0,906
Kapasitas Efektif Alat (Kg/Jam) 5,819 5,768 5,177 5,967 5,217 5,590
Pada penelitian ini, lama waktu penyangraian dihitung mulai dari pemanasan silinder penyangrai dan waktu penyangraian mulai saat bahan dimasukkan sampai bahan matang sangrai yaitu 6 menit. Dalam hal ini proses penyangraian pada setiap ulangan dilakukan tidak secara kontinyu agar perlakuan pada setiap percobaan menjadi sama. Dari hasil ini diperoleh rataan berat bahan setelah disangrai sebesar 0,906 kg dengan lama waktu rata-rata 9,74 menit. Maka didapat kapasitas efektif alat sebesar 5,590 kg/jam. Artinya dalam waktu 1 jam alat ini dapat menghasilkan kedelai sangrai sebanyak 5,590 kg. Dari Tabel 3 di atas diperoleh hubungan antara kapasitas efektif alat terhadap waktu penyangraian dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar 1. Grafik hubungan antara suhu terhadap waktu selama pemanasan Kapasitas Efektif Alat Kapasitas efektif alat didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam menghasilkan suatu produk (Kg) persatuan waktu (jam). Dalam hal ini kapasitas efektif alat dihitung dari perbandingan antara banyaknya kedelai yang disangrai (kg) dengan waktu yang dibutuhkan
101
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
terendah didapat pada ulangan IV dan V yaitu sebesar 5,70%. Rataan kadar air yang didapat pada penelitian ini adalah 6,36%. Dari Tabel 5 di atas hubungan antara kadar air bahan setelah sangrai terhadap waktu penyangraian dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Gambar 2. Grafik hubungan antara kapasitas efektif alat terhadap waktu sangrai. Kadar Air Gambar 3. Hubungan antara kadar air bahan setelah sangrai terhadap waktu penyangraian.
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat per satuan bobot bahan. Kadar air didapat dengan mengurangkan berat awal (kg) dengan berat akhir (kg) dibagi dengan berat akhir (kg) dikali seratus persen. Kadar air kedelai sangrai dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Analisis Ekonomi
Tabel 4. Kadar air kedelai sebelum disangrai. Berat Berat Setelah di Rataan Kadar Awal Oven (gr) (gr) Air (%) (gr) 1 2 3 5 4,5 4.4 4.3 4.40 13,63 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan , kadar air bahan kedelai sebelum disangrai adalah sebesar 13,63%. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Penetapan Harga Dasar Gabah Dan Palawija yang menyatakan bahwa persyaratan kualitas terhadap harga dasar kacang kedelai adalah dengan kadar air 14%. Tabel 5. Kadar air kedelai setelah disangrai. Ulangan Berat Berat Setelah di Rataan Kadar Awal Oven (gr) (gr) Air (%) (gr) 1 2 3 I 5 4,6 4,7 4.7 4.67 7,07 II 5 4,7 4,7 4,7 4,70 6,38 III 5 4,7 4,6 4,7 4,67 7,07 IV 5 4,8 4,7 4,7 4,73 5,70 V 5 4,7 4,8 4,7 4,73 5,70 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kadar air tertinggi didapat pada ulangan II dan III sebesar 7,07%, sedangkan kadar air
102
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat ditentukan. Dari analisis ekonomi yang dilakukan diperoleh biaya untuk memproduksi kedelai sangrai sebesar Rp. 1.901,32/kg. Artinya, untuk memproduksi kedelai sangrai sebanyak 1 kg dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.901,32/kg (Y1). Dari penelitian sebelumnya, yaitu analisis ekonomi pada alat penggiling multifucer biaya pokok yang harus dikeluarkan dalam menggiling (kopi, kacang hijau dan jagung) adalah sebesar Rp. 359,15/kg (Y2). Harga biji kacang kedelai kering jenis lokal di pasaran adalah Rp. 9.000,00/kg. Rataan berat kedelai seteah sangrai adalah 0,906 kg. Persentase berat yang hilang pada alat penggiling multifucer tersebut 20% dari berat sebelum bahan digiling. Berat kedelai setelah digiling dengan alat penggiling multifucer ini adalah 0,724 kg atau 724 gr (berat awal sebelum digiling 0,906 kg). Jadi untuk memproduksi 1 kg bubuk kedelai dibutuhkan 1,38 kg kedelai kering. Harga untuk 1,38 kg kedelai kering adalah Rp. 12.430,93 (Y3). Sedangkan harga bubuk kedelai yang di buat dari kedelai lokal dengan kulit arinya yang di produksi oleh Tiga Mutiara Group adalah Rp. 25.000,00/200 gr. Maka, harga untuk bubuk kedelai dari patokan harga yang diproduksi oleh Tiga Mutiara Group
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
(Rp. 25.000,00/200 gr) adalah Rp. 125.000,00/kg. Dari data di atas untuk menghitung keuntungan/kerugian yang diperoleh dengan menggunakan alat ini adalah: Keuntungan/kerugian = Keuntungan/kerugian =
-
NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan
Internal rate of return (IRR) IRR ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Dalam menginvestasikan sampai dimana kelayakan usaha itu dapat dilaksanakan. Maka hasil yang didapat dari perhitungan ini adalah sebesar 52,91% . Artinya kita dapat menaikkan bunga sampai pada keuntungan 52,91%, jika lebih dari itu maka akan mengalami kerugian. Usaha ini masih layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank tidak melebihi 52,91%, jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.
= = Rp. 110.308,60/kg Apabila hasilnya positif berarti mendapatkan keuntungan, sedangkan negatif mengalami kerugian. Jadi, dari perhitungan tersebut diperoleh keuntungan Rp. 110.308,60/kg apabila di pasarkan dalam bentuk bubuk kedelai. Break even point (BEP) Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Manfaat perhitungan titik impas (BEP) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, alat penyangrai kedelai mekanis tipe rotari ini akan mencapai BEP pada nilai 3.885,42 kg. Hal ini berarti alat ini akan mencapai titik impas apabila telah memproduksi kedelai sangrai sebanyak 3.885,42 kg.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kapasitas efektif alat penyangrai kedelai mekanis tipe rotari yang didapat dalam penelitian sebesar 5,590 kg/jam. Kadar air kedelai sebelum sangrai adalah 13,63%, sedangkan rataan kadar air kedelai setelah sangrai adalah 6,36%. Biaya pokok yang dikeluarkan untuk memproduksi kedelai sangrai sebanyak 1 kg dari alat penyangrai kedelai mekanis tipe rotari adalah Rp 1.901,32. Alat ini akan mencapai BEP (titik impas) setelah menyangrai kedelai sebanyak 3.882,42 kg, NPV 16% dan 20% dari alat penyangrai kedelai mekanis tipe rotari ini adalah Rp. 13.758.853,97 dan Rp. 12.086.672,76 yang artinya usaha ini layak untuk dijalankan, dan IRR dari alat penyangrai kedelai mekanis tipe rotari ini adalah 52,91%.
Net present value (NPV) NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh, dapat diketahui besarnya nilai NPV 16% dari alat ini adalah sebesar Rp. 13.758.853,97 dan NVP 20% dari alat ini adalah sebesar Rp. 12.086.672,76. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar atau pun sama dengan nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darun (2002) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu: - NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan; - NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan;
Saran Dengan kapasitas alat yang masih rendah perlu dilakukan pengembangan alat untuk meningkatkan kapasitas alat, dan perlu penelitian lebih lanjut untuk berbagai komoditas kacangkacangan.
DAFTAR PUSTAKA Adi Sarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta
103
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 3 Th. 2013
AOAC, 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC.
Ratnaningsih, N., 2010. Kedelai dan ProdukProduk Olahannya. PT. Sinergi Pustaka Indonesia, Bandung. Roby., 2011. Bubuk Kedelai Sebagai Alternatif Bubuk Kopi. [14 September 2012].
Darun, 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. USU, Medan. Daywin, F. J., dkk., 2008. Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Jakarta.
Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Suprapto, Hs., 2001 , Bertanam Kedelai, Penerbit Swadaya, Jakarta.
104