Tugas Matakuliah Hidrometri dan Hidrografi Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES, DEA
Disusun Oleh: Arrizka Yanuar Adipradana (NIM: 12/340004/PTK/8430)
PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
Bab 5. Pengukuran Transpor Sedimen 5.1. Pendahuluan Saluran terbuka dan sungai Alluvial yang mempunyai sedimen dasar berupa material granuler akan mengalami transportasi (perpindahan) sedimen secara individu disebabkan oleh kecepatan aliran yang tinggi. Perubahan kecepatan aliran baik secara alamiah (musim hujan dan kemarau) atau buatan akibat aktivitas manusia akan berpengaruh besar pada transport sedimen. Transpor sedimen akan mengakibatkan erosi dan deposisi pada dasar saluran. Transpor sedimen didefenisikan sebagai perpindahan tempat neto sedimen yang melalui suatu tampang lintang selama periode waktu tertentu. Banyaknya transpor sedimen dinyatakan dalam (berat, massa, volume) per satuan waktu (N/det; kg/det; m3/det). Untuk memudahkan dan memprediksi transport sedimen pada pekerjaan konstruksi sipil pada sungai dan muara maka digunakan berbagai formulasi yang dikembangkan dari hasil eksperimen di lapangan dan laboratorium. Walaupun menghitung transpor sedimen mempunyai akurasi yang kurang baik hal ini disebabkan karena: a. Interaksi antara pergerakan air dan transport sedimen sangat komplek dan sulit untuk dideskripsikan dengan formulasi matematik b. Karena pengukuran transport sedimen mempunyai akurasi yang kurang baik maka formulasi (rumus) yang ada tidak dapat dijadikan acuan Pengukuran transpor sedimen bertujuan untuk: a. Pada irigasi: merancang stabilitas saluran, fenomena transport sedimen pada saluran pengambilan (intake) b. Pada teknik persungaian: merancang cut off pada tikunngan sungai, besarnya pengerukan pada muara sungai, flood control, mendesign umur layanan waduk. Pada bab ini akan disampaikan beberapa subtopik yang terdiri atas: a. b. c. d. e. f.
Sediment Yield (5.2.) Konfigurasi dasar (Bedforms) (5.3.) Klasifikasi dari transport sedimen (5.4.) Pengukuran dari transport sedimen (5.5.) Ukuran butiran (5.6.) Standar Internasional (5.7.)
5.2. Sediment Yield Sedimen dapat dibagi menjadi dua kelompok: kohesif dan non-kohesif. Lumpur adalah sedimen paling halus yang termasuk pada kelompok pertama. Pasir dan kerikil adalah sedimen yang termasuk kelompok kedua. Perbedaan antara keduannya terdapat pada ukuran butiran yang disajikan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Ukuran butiaran berdasarkan British standards
Sediment Yield adalah total sedimen yang keluar dari daerah tangkapan (catchment area) yang melewati stasiun kontrol di outlet daerah tangkapan dinyatakan dalam ton/ tahun atau m3/ km2/ tahun besaran ini menunjukkan kecepatan denudasi atau degradasi dari daerah tangkapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sediment yield dari suatu daerah tangkapan adalah intensitas hujan, ienis tanah dan formasi geologi, penutupan tanah/lahan, penggunaan lahan, topografi, dan kondisi sistem drainasi: kerapatan, kemiringan, bentuk, ukuran dan trase saluran, run-off, karakteristik sedimen (ukuran butiran, mineralogi, dll), karakteristik hidraulika saluran. Metode lain untuk memprediksi sediment yield adalah dengan persamaan empirik, atau dengan persamaan USLE. Wischmeieir and Smith mengusulkan persamaan USLE (The Universal Soil Loss Equation) yang mempertimbangkan sebagain dari faktor-faktor tersebut di atas. Pada sepuluh sungai yang berbeda maka mempunyai perbedaan karakteristik sedimennya, tabel 5.2. memperlihatkan hal tersebut. Tabel 5.2. Debit air dan transport sedimen 10 sungai
Pada tabel 5.2. sungai Hwang Ho mempunyai kecepatan degradasi tertinggi sebesar 1,75 mm/ tahun dengan Volume sedimen 1900 x106 ton/ tahun dan konsentrasi sedimen 15000 mg/ l sedangkan sungai Rhine mempunyai kecepatan deradasi terendah sebesar 0,001 mm/ tahun dengan Volume sedimen 0,72 x106 ton/ tahun dan konsentrasi sedimen 10 mg/ l. 5.3. Konfigurasi dasar (Bedforms) Pada saluran dengan dasar mobile bed (material sedimen non kohesif yang dapat bergerak), terjadi interaksi antara aliran dengan dasar. Perubahan aliran dapat menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi dasar (tinggi kekasaran); dan sebaliknya, perubahan kekasaran akan mempengaruhi aliran itu sendiri.
Pada aliran dalam saluran terbuka, angka Froude, Fr, sering digunakan sebagai kriteria suatu aliran. Untuk tujuan klasifikasi konfigurasi dasar (bedforms), dibedakan 3 regim aliran, yaitu : Lower flow regime, Fr < 1. Transition flow regime, Fr ≈ 1. Upper flow regime, Fr > 1. Untuk aliran di atas dasar berpasir konfigurasi dasarnya dikelompokkan sebagai berikut:
Aliran subkritis, Fr < 1 (lower flow regime) Flat bed, kecepatan aliran sama dengan kecepatan kritis sehingga konfigurasi dasar belum terjadi. Ripple, Ukuran sedimen D < 600 mikrometer (600x 106 m) dengan panjang 5-10 cm dan tinggi 1 cm kemudian akan terus berkembang seiring bertambahnya tegangan gesek dari dasar saluran
Dunes, Untuk seluruh ukuran sedimen dan bertambahnya tegangan gesek dunes akan bertambah. Dunes mempunyai karakter lebih dari dua dimensi, lebih panjang dan tinggi dibanding ripple.
Aliran kritis dan superkritis, Fr ≥ 1 (upper flow regime) Plane bed, washed out dunes. Jika kecepatan sangat jauh bertambah the dunes akan tererosi dan terjadi konfigurasi dasar sehingga dasar menjadi datar kembali transport sedimen menjadi besar. Antidunes, Semakin bertambahnya kecepatan yang ditandai dengan perubahan muka air yang tidak stabil menyebabkan dasar saluran berubah menjadi antidunes Chutes and pools, terjadi saat kecepatan aliran sangat tinggi melebihi kecepatan aliran saat antidunes. Berikut disajikan ilustrasi dari perbedaan konfigurasi dasar pada sungai Rhine di Lobith (perbatasan Jerman-Belanda) selama banjir pada bulan januari 1995 yang tersaji pada gambar 5.1. Pengukuran konfigurasi dasar menggunakan echosounder dengan profil memanjang.
Gambar 5.1. Perubahan konfigurasi dasar selama banjir di Sungai Rhine
5.4. Kasifikasi Transpor Sedimen (Bedforms) Transpor sedimen diklasifikasikan berdasarkan sumber asalnya dan mekanisme transpornya disajikan dalam gambar 5.2. sebagai berikut ;
Gambar 5.2. Klasifikasi transport sedimen
Transpor material dasar adalah transor (pergerakan) material yang ditemukan di dasar sungai. Wash load: sedimen yang tidak ditemukan di dasar sungai karena secara permanen tersuspensi. Bed load: sedimen yang secara kontinu berada di dasar sungai, terangkut secara menggelinding, menggeser, melompat. Suspended load: Sedimen yang tersuspensi oleh turbulensi aliran dan tidak berada di dasar sungai Berdasarkan mekanisme transpornya sedimen suspense terbagi menjadi dua yaitu wash load dan bed material transport. Wash load adalah material yang lebih halus dibandingkan material dasar saluran. Biasanya ukuran butirannya rata-rata D50 = 60 mikrometer untuk mudah membedakan antara wash load dan bed material load. Transport sedimen secara umum dinyatakan sebagai berat / volume kering per waktu atau bulk volume yang memasukkan angka pori kedalam volume tetap per unit waktu. Untuk pengukuran ketiga jenis transport sedimen (wash load, bed load, suspended load) dibutuhkan alat dan metode khusus. Sebelum mendiskripsikan metode pengambilan dan elaborasi data perlu dipahami perbedaan ketiga jenis transport sedimen tersebut. 5.4.2. Bed load Sedimen dasar adalah transpor dari butiran sedimen secara menggelinding, menggeser dan melompat yang terjadi di dasar saluran. Secara umum konfigurasi dari pergerakan sedimen membentuk konfigurasi dasar seperti dunes, ripple,etc. Banyak formulasi yang
telah dikembangkan untuk mendiskripsikan mekanisme dari sedimen dasar yang dilakukan dengan eksperimen di laboratorium atau pun dengan memodelkan fenomena tersebut. Kebanyakan dari persamaan sedimen dasar ini menggunakan angka-angka empirik yang bersifat konstan. Sebagian besar formulasi sedimen dasar yang ada menunjukkan hubungan antara parameter transpor dan parameter aliran.. Parameter transpor
𝑋=
𝑇 ∆.𝑔.𝐷 3
𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑙𝑒𝑠𝑠
(Pers. 5.1)
Parameter aliran
𝑌=
∆𝐷 𝜇.ℎ.𝑆
𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑙𝑒𝑠𝑠
(Pers. 5.2)
Meyer-Peter/ Muller memberikan fungsi sedimen dasar dengan hubungan antara X dan Y sebagai berikut: 𝑋 = 13.3 𝑌 −1 − 0.047
3/2
(Pers. 5.3)
5.4.2. Suspended load Sedimen layang (suspensi) adalah transpor butiran dasar yang tersuspensi oleh gaya gravitasi yang diimbangi gaya angkat yang terjadi pada turbulensi aliran. Itu berarti butiran dasar terangkat ke atas lebih besar atau kecil tapi pada akhirnya akan mengendap dan kembali ke dasar sungai. Banyak persamaan sedimen suspensi yang telah dikembangkan seperti persamaan Engelund dan Hansen namun persamaan ini tidak memberikan informasi yang cukup terkait distribusi konsentrasi dari butiran pada arah vertical, besarnya konsentrasi (C) ditentukan secara teoritik Dalam banyak kasus pengukuran sedimen supensi dilakukan di lapangan agar diketahui distribusi konsentrasi arah vertikal untuk berbagai jenis transport sedimen yang tersaji pada gambar 5.3.
Gambar 5.3. Distribusi konsentrasi arah vertikal (setelah; Hayes, 1978)
5.4.3. Wash load Wash load adalah transpor butiran sedimen yang berukuran kecil dan halus dibanding dengan sedimen dasar juga sangat jarang ditemukan didasar sungai. Besarnya wash load banyak ditentukan oleh karakteristik klimatologi dan erosi dari daerah tangkapan (catchment area). Dalam perhitungan gerusan lokal (local scouring) wash load tidak begitu penting sehingga diabaikan namun untuk perhitungan sedimentasi di daerah dengan kecepatan aliran yang rendah seperti: waduk, pelabuhan, cabangan sungai wash load diperhitungkan. 5.5. Pegukuran transport sedimen Banyak alat dan metode untuk pengukuran berbagai jenis sedimen seperti: sedimen dasar, sedimen suspensi, dan wash load telah dikembangkan, namun tidak semua alat akan dijelaskan pada bab ini hanya beberapa alat yang secara umum sering digunakan untuk pengukuran. Beberapa organisasi dengan pengalaman yang luas di bidang survei hidrometri secara kontinu mengembangkan alat-alat yang sudah ada dan mengembangkan penemuan-penemuan alat dan metode baru. Beberapa alat dan metode untuk pengukuran transpor sedimen tersaji pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Beberapa alat dan metode untuk pengukuran transport sedimen.
5.5.1. Bed load Transport Meter Arnhem (BTMA) BTMA adalah alat untuk mengukur sedimen dasar yan berupa pasir dan kerikil yang berada pada dasar sungai/ saluran. Keuntungan dari alat adalah mempunyai konstruksi yang kuat, simple juga mudah diperbaiki dan dipelihara. Kelemahannya adalah karena dimensinya besar dan berat sehingga membutuhkann penanganan yang lebih. Adapun ilustrasi gambarnya tersaji pada gambar 5.4. Kecepatan aliran harus lebih kecil atau sama dengan 2,5 m/s. Pengukuran sedimen dasar dengan BTMA atau HS mempunyai beberapa asumsi sebagai berikut ;
Tidak ada sedimen layang yang masuk Tinggi dari mulut sampler bersesuaian dengan ketebalan dari lapis dasar (bedlayer) Ukuran butiran antara 60-300 mikrometer diabaikan
Gambar 5.4. Bedload Transport Meter Arnhem (setelah: Nedeco, 1973)
Gambar 5.5. Alat penangkap sedimen dasar tipe USBLH-84 dan HS
Prinsip kerjanya adalah rangka (frame) dimasukkan ke dalam sungai setelah sampai didasar lalu ditekan pada bagian leaf spring. Bentuk dari wire mesh sampler menyebabkan tekanan yang rendah di belakang alat sehingga air dan material dasar terangkut masuk ke dalam mulut penangkap sedimen (sampler mouth). Butiran sedimen dasar yang kasar dapat ditangkap oleh wire mesh sampler, BTMA menangkap material yang lebih kasar dari 300 mikrometer (secara teoritik) sedangkan material diantara 60300 mikrometer akan lolos. Hal perlu diperhatikan dalam pengukuran di lapangan dengan BTMA ini adalah pengambilan sampel dilakukan pada sungai yang lurus (stabil) agar kondisi dasar saluran stabil sehingga memudahkan pengukuran, kecermatan dalam pengukuran terkait kondisi hidraulik juga perlu perhatikan (kedalaman, kecepatan aliran, ukuran butiran, kemiringan). Cara pengambilan sampel Sebaiknya sebelum pengambilan sampel dilakukan pengukuran kedalaman secara longitudinal terlebih dahulu (sounding) agar memudahkan estimasi peletakkan BTMA atau sejenisnya. Sedimen dasar diukur dengan bantuan perahu dengan cara menurunkan alat BTMA atau sejenisnya ke dasar, dengan menentukan jarak panjang sampel yang diukur (L) bergantung pada kedalaman, kecepatan aliran, dan jenis alat juga harus mempunyai jarak panjang yang besar dibanding dengan dunes (panjang konfigurasi dasar) L ≥ λ sampel diambil secara acak dengan waktu dua menit. Ilustrasi tersaji pada gambar 5.6 kasus A.Sedangkan untuk L = λ atau L < λ (kasus B) pengambilan sampel harus acak dan berbeda posisi, iliustrasi tersaji pada gambar 5.6. kasus B.
Gambar 5.6. Posisi perahu saat pengambilan sampel pada dasar pasir (setelah: jansen, 1979)
Elaborasi Sepuluh sampel yan diambil dengan menggunakan BTMA dirata-ratakan dan volume dari rata-rata sampel atau sampel yang telah diambil dikonversi kedalam transport harian (m3/ 24 jam/ m) dengan kurva kalibrasi BTMA yang tersaji pada gambar 5.7. Kurva kalbrasi ini berdasarkan uji laboratorium dengan persamaan sebagai berikut
𝑇𝑖 =
𝛼.𝑣.𝑓 𝑏
(Pers 5.4)
Gambar 5.7. Kurva kalibrasi BTMA (setelah ; Nedeco, 1973)
Setelah mensubstitusi persamaan (5.4) dengan kurva kalibrasi BTMA didapatkan persamaan baru yaitu Ti = 0.017 v sehingga total transport T arah melintang menjadi 𝑇𝑖 =
𝑏𝑖. 𝑇𝑖
(Pers. 5.5)
Dimana, Ti = Transpor sedimen arah melntang (m3/ 24 jam) bi = Lebar dasar sungai/ saluran yang mewakili Ti (m)
5.5.2. Delft Bottle Botol Delft (Delftsen Fles, D.F) adalah alat untuk mengukur sedimen layang/ suspensi pada sungai. Pengukuran dilakukan mulai dari permukaan sampai 0,5 m diatas dasar sungai, untuk pengukuran dibawah permukaan digunakan alat bantu kabel sedangkan yang mendekati dasar digunakan rangka (frame). Interval pengukuran tergantung kebutuhan data semakin banyak semakin baik. Prinsip kerjanya adalah sedimen layang yang terkandung pada air akan melewati mulut botol delft, bentuk mulut tersebut menginduksi tekanan rendah di belakang alat (outlet) sehingga kecepatan air tinggi dan pada akhirnya air dapat masuk kedalam mulut botol delft. Di bagian dalam botol, kecepatan aliran akan berkurang dan menyebabkan sedimen mengendap di dalam botol tersebut. Material yang mengendap diambil kemudian diukur volumenya setelah air dalam botol delft keluar. Biasanya ukuran butiran sedimen lebih besar dari 50 mikrometer. Botol delft meloloskan sebagian sampel jika 100 % dari butiran D < 50 mikrometer, sebagian ukuran butirannya 50 < D < 100 mikrometer. Oleh karena efisiensi dari botol delft adaah fungsi distribusi ukuran butiran material suspensi. Keuntungannya memepunyai konstruksi yang kuat dan simple juga mudah untuk dipelihara dan mudah digunakan untuk berbagai kedalaman. Sampling Sampel sedimen layang diambil dengan botol Delft yang diturunkan dari perahu kedalam sungai dengan bantuan kabel. Kedalaman alat ditentukan oleh kuantitas paidout cable dan menunjukan counter block. Saat botol Delft tenggelam untuk sementara, alat akan menjadi landai pada arah belakang. Setelah alat diisi dengan air menurunkannya dengan cepat untuk mengetahu kedalaman. Waktu sampling mulai diukur dengan stop-watch selama tiga menit sudah memberikan hasi yang baik. Botol Delft diangkat kembali ke perahu, setelah perhitungan total sedimen. Secara umum sampel diambil dengan interval 1,5 m dan diukur secara vertikal dengan mengambil lima sampel dengan interval 10 cm. . Berikut disajikan pada gambar 5.8 alat Botol Delft dengan bagian-bagian kerangkanya kemudian gambar 5.9. menunjukkan beberapa
kedalaman yang akan diukur juga tabel 5.4 form perhitungan pengukuran sedimen dasar dan layang.
Gambar 5.8. Skets Botol Delft
Gambar 5.9 Botol Delft dengan variasi pengukuran
Tabel 5.4 Formulir perhitungan pengukuran sedimen dasar dan sedimen layang
5.5.2. Water Sampler Water sampler digunakan untuk mengukur konsentrasi wash load terdiri dari botol, rubber stopper, suspension-line, heavy weight meta body. Pengukuran dilakukan dengan menurunkan water sampler ke dalam sungai dengan kedalaman yang fix dalam waktu tertentu hingga botol terisi wash load yang cukup, setelah terisi diangkat lalu ditandai sesuai lokasi pengambilan sampel. Keuntungannya adalah mempunyai berat yang ringan sehingga memungkinkan untuk dibawa dengan tangan dan dapat juga digunakan untuk survey pendahuluan. Kelemahannya adalah posisi water sampler saat pengambilan sampel mengganggu pola aliran sehingga tidak dapat digunakan untuk mengukur total sedimen yang terangkut oleh sungai. Wash load terdiri atas butiran yang sangat halus dan tidak terpengaruh oleh distorsi aliran, hasil pengukuran lalu dielabaorasi sehingga didapatkan estimasi besarnya transpor wash load. Ada banyak jenis alat water sampler dua diantara yaitu metal water sampler dan Perspex water sampler ilustrasinya tersaji pada gambar 5.10 dan 5.11
Gambar 5.10. Metal Water Sampler (setelah; Nedeco, 1973)
Gambar 5.11. Perspex Water Sampler (setelah: Nedeco, 1973)
(Pers. 5.6)
5.6. Ukuran butiran Berbagai metode digunakan untuk menganalisis ukuran butiran seperti: metode sedimentasi untuk ukuran butiran lumpur sampai lanau, juga untuk ukuran butiran pasir sampai kerikil. Analisis ini memberikan hasil kurva distribusi ukuran butiran, dari kurva ini kebutuhan informasi untuk penghitungan sedimen dasar dapat diketahui. Diameter nominal, dn, dari butiran didefinisikan sebagai diameter bola yang mempunyai volume yang sama dengan volume butiran Diameter jatuh (fall velocity), dari butiran didefenisikan sebagai diameter bola dengan berat jenis spesifik 2,65 yang mempunyai kecepatan jatuh standar sama dengan kecepatan jatuh butiran. Kecepatan jatuh standar didefinisikan sebagai kecepatan jatuh dari butiran dalam air suling pada suhu 24°C. Diameter sedimentasi adalah merupakan diameter bola yang mempunyai berat spesifik dan kecepatan pengendapan yang sama dengan butiran sedimen, dalam zat cair yang sama dan pada kondisi yang sama pula. Diameter saringan, paling sering digunakan. untuk menentukan ukuran butiran dengan saringan, digunakan beberapa saringan dengan ukuran lubang yang berbeda. Pengukuran diameter butiran dengan cara ini dilakukan untuk butiran yang mempunyai diameter lebih besar dari 0.0625 mm, sesuai
dengan ukuran saringan terkecil. Tabel 5.5 menyajikan karakteristik kekuatan dan struktur dari butiran Tabel 5.5. Tabel karakteristik kekuatan dan struktur (setelah; Hayes, 1959)
Bentuk butiran adalah merupakan salah satu sifat sedimen yang sering dianggap ikut berpengaruh terhadap proses angkutan sedimen. Untuk menyatakan butiran sering digunakan koefisien / parameter tersebut pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
– – –
koefisien yang didasarkan pada volume butiran, koefisien yang didasarkan pada proyeksi luasan butiran, dan koefisien yang didasarkan pada sumbu triaxial (sumbu panjang, sumbu pendek dan sumbu menengah)
Nilai Shape factor didasarkan pada nilai-nilai sumbu triaxial yang saling tegak lurus; yaitu sumbu panjang, a, sumbu menengah, b, dan sumbu pendek, c. 𝑐=
𝑎. 𝑏
(Pers. 5.7)
Untuk butiran berbentuk bola, nilai shape factor ini akan sama dengan satu, sedangkan untuk butiran dengan bentuk selain bola, nilai shape factor lebih kecil dari satu. Shape factor (faktor bentuk), mempengaruhi besar kecilnya hambatan aliran, CD (Pers. 5.8) Hubungan antara kecepatan pengendapan dan diameter ukuran butiran, shape factor, dan angka Reynolds tersaji pada gambar 5.12.
Gambar 5.12. Kurva hubungan antara kecepatan pengendapan dengan diameter ukuran butiran, shape factor, angka Reynolds
Sedangkan untuk analisis ukuran butiran yang lolos ayakan disajikan pada tabel 5.6 dan digrafikikan pada kertas semilogaritmik yang disajikan pada gambar 5.13. Tabel 5.6. Tabel analisis ukuran butiran yang lolos ayakan
Gambar 5 .13 Kurva hubungan antara diameter ukuran butiran dan persentase butiran yang lolos ayakan.
5.7. Standar Internasional Standar internasional digunakan untuk mengkoreksi hasil perhitungan pengukuran transport sedimen.
Daftar Pustaka Boiten, W, 2003, Hydrometry, A.A Balkema Publisher Member of Swets and Zeitlinger Publisher, Lisse-Netherlands.