TUGAS KKS GIGI DAN MULUT
Pembimbing: Drg. Billy
Oleh
Pervinder Singh 04101401133
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014
1. WHITE SPOT LESSION White spot atau lesi putih adalah proses awal terjadinya karies namun pada fase ini permukaan gigi masih utuh. Lesi email awal dikenal pula dengan “white spot lesion” karena secara klinis lesi ini terlihat sebagai bercak yang berwarna putih pada gigi. Daerah white spot ini akan terlihat jelas pada gigi karena gigi yang asli berwarna putih transparan dan mengkilat serta dilapisi pelikel (lapisan tipis bening dan tipis pada gigi). Jika pelikel ditumbuhi oleh kuman maka terbentuklah plak dan hal ini jika dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (bercampur dengan kalsium), mengeras dan membentuk karang gigi. Karang gigi inilah yang mengganggu keseimbangan proses demineralisasi – remineralisasi tadi. White spot ini ditemukan pada area yang mudah tertimbun plak seperti permukaan gigi incisivus maksila, area pit dan fissur serta dibawah kontak pointdiantara gigi geligi.
Lesi ini terjadi akibat level pH pada permukaan gigi lebih menurun dan tidak dapat diimbangi dengan proses remineralisasi. Ion-ion asam dapat berpenetrasi ke dalam lapisan prisma yang porus sehingga menyebabkan demineralisasi dibawah permukaan gigi. Sedangkan permukaan gigi diatasnya tetap utuh karena adanya peningkatan level ion Ca2+, HPO42-, fluoride, dan kapasitas dapar oleh saliva.
2. KARIES Definisi Karies gigi merupakan kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantaraan mikroorganisme yang terdapat dalam saliva. Karies ini juga merupakan proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email akibat
terganggunya keseimbangan email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen organic dan terjadi kavitas. Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati.
Klasifikasi Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokan menjadi: a. Karies pada email Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu. b. Karies pada dentin Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang. c.
Karies pada ke pulpa Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit.
Berdasarkan kedalamannya karies gigi dibagi atas: a. Karies superfisialis yaitu karies yang hanya mengenai email b. Karies media yaitu karies yang mengenai email dan telah mencapai dentin c. Karies profunda yaitu karies yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa.
Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan : 1. D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering 2. D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah 3. D3, karies mencapai email 4. D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ) 5. D5, karies menyerang dentin 6. D6, karies menyerang pulpa
3. IRITASI PULPA, HYPEREMI PULPA, DAN PULPITIS a. Iritasi pulpa Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi mengalami kerusakan sampai batas dentino enamel junction Gejala-gejala : a. Kadang-kadang ngilu bila makan/ minum dingin, manis, asam dan bila sikat gigi b. Rasa ngilu akan hilang bila rangsangan dihilangkan Pemeriksaan objektif : a. Terlihat karies yang kecil b. Dengan sonde : tidak memberi reaksi, tetapi kadang-kadang terasa sedikit c. Tes thermis : dengan chlor etil terasa ngilu, bila rangsang dihilangkan biasanya rasa ngilu juga hilang Therapi :diberi tumpatan sesuai indikasinya
b. Hyperemi pulpa Hyperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hyperemi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan, terjadi sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di dalam pulpa.Pulpa terdiri dari saluran pembuluh darah halus, serabut saraf,dan saluran lympe Gejala-gejala : a. Terasa lain jika terkena makanan/ minuman manis,asam panas dan dingin. b. Makanan/minuman dingin lebih ngilu daripada makanan/minuman panas. c. Kadang-kadang sakit kalau kemasukan makanan Pemeriksaan objektif :
a. Terlihat karies media atau propunda b. Bila di tes dengan chlor etil terasa ngilu c. Di test dengan sonde kadang terasa ngilu,kadang tidak d. Perkusi tidak apa-apa Terapi : a. Bila ada karies media ditambal sesuai indikasinya,bila mahkota cukup baik. b. Bila karies propunda dilakukan pulpa capping , bila mahkotanya baik
c. Pulpitis Pulpitis merupakan peradangan pulpa, kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri yang telah menggerogoti jaringan pulpa. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persyarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi saat melewati pembuluh saraf yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut. Reaksi pulpa sebagian disebabkan oleh lama dan intensitas rangsangnya. Rangsang yang ringan dan lama bisa menyebabkan peradangan kronik, sedangkan rangsang yang berat dan tiba-tiba besar kemungkinan mengakibatkan pulpitis akut (Walton dan Torabinejad, 2003). Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi atas: 1. Pulpitis reversibel. Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel. Pulpitis reversibel yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan setelah perawatan ortodonsi. Yang termasuk pulpitis reversibel adalah: a) Peradangan pulpa stadium transisi b) Atrofi pulpa c) Pulpitis akut Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang. Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya
sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas dan oleh udara dingin. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel dan ireversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis ireversibel adalah lebih parah dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversibel, penyebab sakit umumnya peka terhadap stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan pada pulpitis ireversibel rasa sakit datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibel asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik
2. Pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal. Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidakj elas. Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama.
3. Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke pulpa. Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total. Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal dan tes listrik. Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuifaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus. Pulpa terkurung oleh dinding yang kaku, tidak mempunyai sirkulasi daerah kolateral, dan venul serta limfatiknya kolaps akibat meningkatnya tekanan jaringan sehingga pulpitis irreversible akan menjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversible diserap atau didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang tebuka ke dalam rongga mulut, proses nekrosis akan tertunda; pulpa di daerah akar akan tetap vital dalam jangka waktu yang cukup lama. Gejala –gejala : a. Tidak ada keluhan sakit b. Warna gigi berubah Pemeriksaan objektif : a. Gigi berubah warna b. Gigi dengan tumpatan silikat c. Dengan test termis tidak menimbulkan reaksi apa-apa
d. Test vitalitas tidak mempunyai reaksi Terapi : Untuk gigi yang mempunyai akar satu diadakan perawatan urat syaraf. Untuk gigi yang mempunyai akar lebih dari satu diadakan pencabutan bila ada keluhan.
4. PERIODONTITIS
Periodontitis
adalah
seperangkat
peradangan
penyakit
yang
mempengaruhi
periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta kehilangan gigi. Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis. Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan alat-alat yang kotor
berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan) dapat mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya
Adapun etiologi dari periodontitis kronis, yaitu :
Akumulasi plak dan kalsifikasi kalkulus (tartar) diatas (supra) dan/atau dibawah (subgingiva) pada batas gingiva.
Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain : a. Porphiromonas gingivais (P.gingivais) b. Prevotella intermedia (P.intermedia) c. Capnocytophaga d. A.actinomycetem comitans (A.a) e. Eikenella corrodens f. Campylobacter rectus(C.rectus)
Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan dengan kehilangan yang progressif dari ligament periodontal dan tulang alveolar, dan pada akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi : a. Perlekatan gingiva dari gigi b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan. c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan gingiva. d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea)
Gambaran klinis Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan mendeteksi perubahan inflamasi kronis pada marginal gingival, kemunculan poket periodontal dan kehilangan perlekatan secara klinis. Penyebab periodontal ini besifat kronis, kumulatif, progresif dan bila telah mengenai jaringan yang lebih dalam akan menjadi irreversible. Secara klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan gingiva disekitar leher gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi. Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement enamel junction menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket. Pada beberapa keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila tersentuh. Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan menjadi goyang dan mudah lepas dari soketnya.
5. PERSARAFAN GIGI DAN MULUT Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial, selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII. Nervus Trigeminus ( N. V ) :
1. N. Opthalmicus 2. N. Maxillaris 3. N. Mandibularis
a. N. Opthalmicus
Cabang terkecil dari ganglion gasseri keluar dari cranium melalui fissura orbitalis superior.Inervasi struktur di dalam; orbita, dahi, kulit kepala, sinus frontalis, palpebra superior.
b. N. Maksila N. Maxillaris keluar dari cranium melalui foramen rotundum fossa pterygopalatina terus berjalan melalui fissura orbitalis inferior ke anterior canalis infra orbitalis. Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Cabang N. Maxillaris Saraf
Lokasi
Inervasi
n. palatinus mayus 1.
1. n. pharyngeus 2. n. palatinus mayus
keluar mell foramen
mucoperiosteum palatal molar & premolar RA & beranastomosis dg n. nasopalatinal
palatinus mayor
3. n. palatinus minor 4. n. nasopalatinus 5. n. nasalis superior
n. nasopalatinus keluar
dari
kanalis
nasopalatinus 2.
3.
N.
Alveolaris
(caninus ka-ki) semua akar gigi molar ke-2, 3 & akar gigi
Superior Posterior
molar 1 kec. Akar mesiobukal
N.
gigi premolar 1 & 2 & akar mesiobukal gigi
Alveolaris
Superior Medius 4.
mucoperiosteum palatal regio gigi anterior RA
N.
molar 1 RA gigi insisivus sentral & lateral, caninus,
Alveolaris
membran mukosa labial, periosteum, alveolus
Superior Anterior
V. N. Infra orbitalis
semua pada satu sisi RA Keluar
melalui
foramen infra orbitalis.
palpebra inferior, sisi lateral hidung & labium oris superior
c. N. Mandibula Cabang terbesar keluar dari ganglion gasseri. Dari cranium keluar melalui foramen ovale membentuk 3 cabang; n. buccalis longus, n. Lingualis, n. alveolaris inferior Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi. Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.
Cabang
Mandibularis Saraf
I.
N.
Buccalis
longus
Lokasi
Inervasi
Berjalan diantara kedua caput m.
membran
pterygoideus externus menyilang
mucoperiosteum lateral gigi molar atas
ramus dan masuk ke pipi melalui
dan bawah
mukosa
bukal,
m. Buccinators Berjalan ke bawah superfisial dari m. pterygoideus internus II. N. Lingualis
berlanjut kelingual apeks gigi molar ke-3 RB. Masuk ke basis
2/3 anterior lidah, mucoperiosteum & membran mukosa lingual
lidah melalui dasar mulut Cabang terbesar N. Mandibularis. Turun dibalik m. pterygoideus externus disebelah posterior-lateral n.lingualis, berjalan antara ramus mandibula & III. N.
Alveolaris
Inferior
ligamentum sphenomandibularis masuk ke canalis mandibula. Bersama arteri alveolaris inferior berjalan di dalam canalis mandibula & mengeluarkan percabangan untuk inervasi geligi RB dan keluar melalui foramen mentale
Cabang N. Alveolaris
1.
n. Mylohyoideus
2.
r. Dentalis brevis
3.
r. Mentalis
4.
r. Incisivus
Inferior
m. Mylohyoideus, venter anterior m. digastrici di dasar mulut. molar, premolar, proc. Alveolaris & periosteum, membran mukosa bukal kulit dagu, membran mukosa labium oris inferior gigi incisivus sentral-lateral, caninus
N.
ANTIBIOTIK Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Sering terjadi salah pemahaman bahwa semua infeksi harus diberikan antibiotik, padahal tidak semua infeksi perlu diberikan antibiotik. Pada beberapa situasi, antibiotik mungkin tidak banyak berguna dan justru bisa menimbulkan
kontraindikasi.
Untuk
menentukannya,
ada
3
faktor
yang
perlu
dipertimbangkan. Yang pertama adalah keseriusan infeksi ketika pasien datan ke dokter gigi. Jika pasien datang dengan pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang cepat, atau difuse celulitis, antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua adalah jika perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi bisa menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi. Pada keadaan lain, pencabutan mungkin saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat perlu dilakukan untuk mengontrol infeksi sehingga gigi bisa dicabut. Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang muda dan dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga penggunaan antibiotik bisa digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan penurunan pertahanan tubuh, seperti pasien dengan penyakit metablik atau yang melakukan kemoterapi pada kanker, mungkin memerlukan antibiotik yang cukup besar walaupun infeksinya kecil. Indikasi penggunaan antibiotik : 1. Pembengkakan yang berproges cepat 2. Pembengkakan meluas 3. Pertahanan tubuh yang baik 4. Keterlibatan spasia wajah 5. Pericoronitis parah 6. Osteomyelitis Kontra indikasi penggunaan antibiotik : 1. abses kronik yang terlokalisasi 2. abses vestibular minor 3. soket kering 4. pericoronitis ringan Penisilin
masih
menjadi drug
of
choice yang
sensitif
terhadap
organisme Streptococcus (aerobik dan anaerobik), dimana bakteri ini paling banyak ditemukan dan efektif melawan bakteri anaerobik spektrum luas.
Untuk
pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan clindamycin. Cephalosporin dan cefadroxil sangat berguna untuk infeksi yang lebih luas. Cefadroxil diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat kali sehari. Tetracycline, terutama doxycycline adalah pilihan yang baik untuk infeksi yang ringan. Metronidazole dapat berguna ketika hanya terdapat bakteri anaerob. Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah infeksi hilang, karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat dengan pengobatan antibiotik maupun pembedahan akan mengalami perbaikan yang sangat dramatis dalam penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu, antibiotik harus tetap diminum hingga 2 hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari). Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya endodontik atau ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga antibiotik harus tetap diminum hingga 9 – 10 hari. Penambahan beberapa administrasi obat antibiotik juga dapat dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh dengan cepat.
ANTIBIOTIKA DALAM KEHAMILAN Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen. Definisi teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal.
Dilihat dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi manjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan berspektrum luas. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok, yaitu: 1. Yang menggangu metabolisme sel mikroba. Termasuk disini adalah Sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH
2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Termasuk disini adalah Penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin 3. Yang merusak keutuhan membran sel mikroba. Termasuk disini adalah Polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin 4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Termasuk disini adalah Streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, spektinomisin 5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Termasuk disini adalah Rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.
FARMAKOKINETIKA ANTIBIOTIKA Faktor-faktor yang penting dan berperan dalam farmakokinetika obat adalah absorpsi, distribusi, biotransformasi, eliminasi, faktor genetik dan interaksi obat. Antibiotika yang akan mengalami transportasi tergantung dengan daya ikatnya terhadap protein plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang secara farmakologis aktif, yaitu punya kemampuan sebagai antimikroba. Perubahan fisiologis pada ibu yang terjadi selama kehamilan bisa mempengaruhi konsentrasi antibiotika dalam serum, sehingga bisa mempengaruhi efek obat. Perubahanperubahan itu adalah : a. Kehamilan bisa merubah absorpsi obat yang diberikan peroral b. Kehamilan bisa merubah distribusi obat yang disebabkan karena peningkatan distribusi volume (intravaskuler, interstisial dan di dalam tubuh janin) serta peningkatan cardiac output c. Kehamilan merubah interaksi obat-reseptor karena timbul dan tumbuhnya reseptor obat yang baru di plasenta dan janin d. Kehamilan dapat merubah ekskresi obat melalui peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
Pada tahun 1980, Food and Drug Administration memperkenalkan 5 kategori untuk obat-obat yang diberikan selama kehamilan. Lima kategori itu adalah:
Kategori A : Obat-obat yang menurut studi terkontrol tidak menimbulkan resiko pada janin
Kategori B : Untuk obat-obat yang berdasarkan studi pada binatang dan manusia tidak menunjukkan resiko yang bermakna. Termasuk disini adalah : 1. Dari studi pada binatang tidak menunjukkan resiko, tetapi belum ada studi pada manusia mengenai hal tersebut 2. Dari studi pada binatang menunjukkan adanya resiko, tetapi dari hasil studi yang terkontrol baik pada manusia menunjukkan tidak adanya resiko
Kategori C : Untuk obat-obat yang belum didukung studi adekuat, baik pada binatang maupun pada manusia atau obat-obat yang menunjukkan efek yang merugikan pada studi binatang tetapi belum ada studi pada manusia
Kategori D : Untuk obat-obat yang ada bukti resikonya pada janin tetapi manfaatnya jauh lebih besar
Kategori X : Untuk obat-obat yang terbukti mempunyai resiko terhadap janin dan resiko itu lebih berat daripada manfaatnya. Menurut Eriksson dkk, ada 4 prinsip teratogenik yang menyebabkan suatu antibiotika 1
bisa menimbulkan efek teratogenik yaitu : 1. Sifat antibiotika dan kemampuannya untuk memasuki tubuh janin 2. Saat obat bekerja 3. Kadar dan lama pemberian (dosis) 4. Kesempurnaan genetik janin
Obat Aman Bagi Kehamilan Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
Amoxicillin
Ampicillin
Clindamycin
Erythromycin
Penicillin
OBAT ANALGETIK Obat Analgesik terbagi atas 2, yaitu : a. Golongan Steroid Contoh
: Hidrokortison, Deksametason, Prednisone
b. Golongan AINS (non steroid) Contoh : Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat, Ibuprofen
Mekanisme Kerja No. Golongan Obat
Mekanisme Kerja
1.
Menghambat
Steroid
terbentuk
enzim
asam
fosfolipase A2
arakhidonat.
Tidak
sehingga
tidak
adanya
asam
arakhidonat berarti tidak terbentuknya prostaglandin. 2.
AINS (Non Steroid)
Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2 saja sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan
Pemakaian NSAID Abses gigi sering kali dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri gigi yang muncul akibat keradangan salah satunya disebakan oleh adanya infeksi dentoalveolar yaitu masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh melalui jaringan dentoalveolar (Sukandar & Elisabeth, 1995). Untuk mengatasi hal tersebut biasanya melalui pendekatan farmakologis dengan pemberian obat analgesik untuk meredakan rasa nyeri dengan efek analgesiknya kuat dan cepat dengan dosis optimal. Pasien dengan nyeri akut memerlukan obat yang dapat menghilangkan nyeri dengan cepat, efek samping dari obat lebih dapat ditolerir daripada nyerinya (Rahayu, 2007).
Gambar . Mekanisme aksi NSAIDs (non streroidal antiinflammatory drugs)
Obat anti inflamasi non steroid (non streroidal antiinflammatory drugs/ NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer dan memiliki aktivitas penghambat radang
dengan
mekanisme
kerja
menghambat
biosintesis
prostaglandin
melalui
penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Efek analgesik yang ditimbulkan ini menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia kemudian mediator kimiawi seperti bradikini dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Efek analgesik NSAIDs telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian peroral. Sementara efek antiinflamasi telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul bervariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya di dalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Oleh karena itu, interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping pada saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.