TRANSMISI RADIASI MATAHARI DAN PROFIL IKLIM MIKRO SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SELA PADA BEBERAPA UMUR KELAPA
NOLI LODRIK BARRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi “Transmisi Radiasi Matahari dan Profil Iklim Mikro serta Hubungannya dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sela pada Beberapa Umur Kelapa” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.
Bogor, Januari 2012 Noli Lodrik Barri NRP G261030031
ii
ABSTRACT NOLI LODRIK BARRI. The Transmission of Solar Radiation and Micro Climate Profiles and Their Relationship to Growth and Crop Production of Intercropping Plants in Several Ages of Coconut. Under supervision by YONNY KOESMARYONO, IMPRON and DOAH DEKOK TARIGANS. Potential of land in coconut plantations to support the program polyculture in Indonesia is very large, but the availability and suitability of the solar radiation distribution and microclimate is the main constraint. The purpose of research was to identify and analyzed the distribution of solar radiation, micro-climate profile, growth and production of intercropping crops, land productivity and economic viability of farming in some coconut ages. Research conducted in the coconut experimental garden Kima Atas, Indonesian Coconut and Palmae Research Institute (ICOPRI) Manado North Sulawesi in 2007-2009. Observation was conducted to identify the distribution of solar radiation, micro-climate and the distribution of rain on coconut age of 5, 20, and 50 years. Experimental studies were intercropping planting, ie maize, rice, and peanuts in coconut plantations and open fields. Solar radiation data observed by the method of moving using a light meter, temperature and air humidity were observed every day using digital termohigrograf and measurement of soil water content by gravimetric method. Intercropping crops data were observed on vegetative and production variables. Data were analyzed with statistic deskriptive, analysis of variance, BC and the land equivalent ratio. The research results show that the transmission of the highest solar radiation occurs at the age of 50 years of coconut (40%) and lowest in the age of 20 years (22%). The simulation results show that highest daily solar radiation temporal distribution in a rectangular plantation coconut cropping systems occurred at 12.00 and triangular systems are spread evenly throughout the day. Spatial distribution of solar radiation on a rectangular system of planting coconut placed in the broader region between rows of coconut in comparison with the triangular system. Air temperature in a plantation coconut 1-2°C lower than the temperature in the open air and moisture proifl otherwise. Air temperature in the coconut age 5 years was higher. Soil water content in coconut plantation age 20 years was higher (41%) compared with the coconut ages 5 and 50 years (21 and 24%). Rainfall interception in the canopy of coconut plantations age of 5, 20, and 50 years were 27, 38, and 29% respectively of the average rainfall that occurs when the observations. The highest average production of maize, rice, and peanut obtained in the age of 50 years of coconut but still lower than production in open fields. Empirical model of the relationship between the transmission of radiation at some ages coconut with production of maize, rice, and peanuts are logarithmic. Mathematical models for maize, rice, and peanuts were Ymaize=2.28ln(Rt)-5.42 [R2=0.99], Yrice= 2.17ln(Rt)-4.85 [R2 = 0.98], and Ypeanut=0.63ln(Rt)-2.01 [R2 = 0.84]. Land Equivalent Ratio (LER) were 1.621.80 it means that coconut plantation land productivity rose an average of> 60 with coconut farming polyculture systems. The coconut farming polyculture with maize, rice, and peanuts is economically feasible to be developed with the average BC ratio> 1.
Keywords : Solar radiation, micro-climate, hujan, polyculture, coconut
iv
RINGKASAN NOLI LODRIK BARRI. Transmisi Radiasi Matahari dan Profil Iklim Mikro serta Hubungannya dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sela pada Beberapa Umur Kelapa. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO, IMPRON, dan DOAH DEKOK TARIGANS. Luas lahan kelapa potensial di Indonesia yang tersedia untuk menerapkan usaha tani polikultur kurang lebih 2.7 juta ha. Potensi ini diperoleh dari luasan pemilikan lahan perkebunan kelapa di tingkat petani sebesar 3.7 juta ha yang diusahakan secara monokultur ada sekitar 96% dan dari aspek agronomi tersedia 75% lahan yang tidak digunakan oleh sistem perakaran kelapa. Jika dihitung secara matematis, maka tersedia lahan kelapa monokultur sekitar 2.7 juta hektar yang berpotensi untuk usaha tani polikultur di Indonesia. Namun, Sistem tanam dan umur kelapa secara khusus akan mempengaruhi transmisi radiasi matahari. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola transmisi radiasi matahari dan profil iklim mikro, distribusi hujan dan produksi beberapa tanaman sela yang dijadikan tanaman indikator pada beberapa umur tanaman kelapa. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Kelapa, Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma) yang berlokasi di Kima Atas-Manado Sulawesi Utara. Metode penelitian yang digunakan menggabungkan penelitian observasi dan eksperimental. Metode penelitian bersifat observasi melalui pengukuran radiasi matahari, suhu udara, kelembaban, dan kadar air tanah di areal pertanaman kelapa yang berumur 5, 20, 50 tahun, dan di lahan terbuka di sekitar perkebunan kelapa. Pengamatan radiasi matahari hanya dilakukan pada saat cuaca cerah dengan menggunakan light meter, pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan termohigrograf, penentuan kadar air tanah dengan metode gravimetri dan parameter distribusi hujan didapatkan alat yang terpasang permanen di tiga umur kelapa. Analisa data dengan statistik deskriptif dan regresi. Metode penelitian eksperimental adalah penanaman tanaman jagung, padi gogo, dan kacang tanah yang ditanam pada petakan yang diletakkan di antara barisan kelapa berjarak 1.5 m dari batang kelapa. Tiap jenis tanaman sela ditanam pada tiga petak pada tiap umur kelapa dan dan di lahan terbuka. Analisis data dilakukan dengan analisis ragam dan regresi . Penelitian eksperimental tergolong pada kegiatan usaha tani polikultur, sehingga perlu dilakukan analisis produktivitas lahan dan kelayakan ekonomi. Analisis produktivitas lahan dengan menghitung land equivalent ratio (LER), yaitu perbandingan antara tingkat produksi usaha tani monokultur dengan produksi usaha tani polikultur. Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha tani kelapa polikultur dengan tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun dengan indikator nilai BC ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transmisi radiasi matahari terbesar ditemukan pada tanaman kelapa umur 50 tahun, yaitu 49% pada kelapa 5 tahun sebesar 38%. dan terendah pada kelapa umur 20 tahun, sebesar 22%. Distribusi temporal radiasi matahari harian kelapa 50 tahun (sistem tanam segiempat) mencapai nilai tertinggi pada tengah hari (pukul 12.00) dan pola ini tidak terjadi
pada kelapa 20 tahun (sistem tanam segitiga). Ditribusi spasial pada sistem tanam segiempat penyebarannya terpusat di bagian tengah lahan di antara barisan kelapa, sedangkan pada sistem segitiga menyebar merata dengan kuantitas lebih rendah dibandingkan sistem tanam segiempat. Simulasi berdasarkan umur kelapa menunjukkan bahwa rata-rata sistem tanam kelapa segiempat menerima radiasi matahari lebih tinggi (57 205 lux) jika dibandingkan dengan sistem tanam segitiga (31 384 lux). Kelapa umur 20 tahun pada sistem tanam segitiga dan segiempat menerima radiasi matahari terendah dibandingkan umur kelapa lainnnya, dengan nilai beruturut-turut 23 394 lux dan 42 689lux. Suhu dan kelembaban udara di pertanaman kelapa tidak terlalu berfluktuasi dibanding di lahan terbuka. Suhu rata-rata pada pertanaman kelapa lebih rendah 1-2oC dibandingkan dengan di areal terbuka, tapi kelembaban udara rata-rata lebih tinggi. Energi radiasi matahari yang diterima pada lahan di antara kelapa berbeda menurut umur juga turut menentukan profil suhu dan kelembaban. Itulah sebabnya suhu di lahan terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah kelapa. Kadar air tanah (KAT) pada tiga lokasi pertanaman kelapa antara 5-80% sedangkan di area terbuka antara 5-32%. Rata-rata KAT pada pertanaman kelapa umur 20 tahun bervariasi antara 15-80% atau rata-rata 41%, dan merupakan kadar air tertinggi dibandingkan dengan dua umur kelapa lainnya yang hanya berkisar antara 21-24%. Distribusi hujan di pertanaman kelapa bervariasi berdasarkan keragaan tanaman karena perbedaan umur. Tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun dapat mengintersep hujan sebesar 38% dari setiap kejadian hujan dan merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan kelapa umur 5 dan 50 tahun berturut-turut sebesar 27 dan 29%. Lahan kelapa umur 5 tahun mendapatkan air hujan 71% dari jumlah total curah hujan yang terjadi dan pada kelapa 20 dan 50 tahun sebesar 63 dan 70%. Produksi jagung berturut-turut mulai dari kelapa umur 5, 20, 50 tahun, dan lahan terbuka masing-masing sebesar 3.2, 1.9, 3.9, dan 5.4 t.ha-1. Produksi padi dengan lokasi yang sama berturut-turut sebesar 2.9, 1.4, 3.5, dan 4.7 t.ha-1. Produksi kacang tanah berturut-turut yaitu 1.6, 0.9, 1.6, dan 1.9 t.ha-1. Model empiris antara persentase transmisi radiasi (Rt) dengan produksi tanaman jagung adalah Y(jgg) =2.28ln(Rt)-5.42, [R2=0.99], tanaman padi Y(padi) =2.17ln(Rt)-4.85 [R2=0.98], dan kacang tanah Y(kcg) =0.63ln(Rt)-2.01, [R2=0.84] Hasil analisis produktivitas lahan antara kelapa+tanaman sela (jagung, padi, dan kacang tanah pada kelapa 20 dan 50 tahun (kelapa+jagung) mendapatkan nilai LER sebesar 1.7 dan 1.6 (kelapa+padi) 1.6 dan 1.8, dan (kelapa+kacanag tanah) 1.8 dan 1.8. Artinya usaha tani polikultur meningkatkan produktivitas lahan perkebunan kelapa sebesar 60-80%. Dikaji dari aspek ekonomi didapatkan bahwa usaha tani kelapa monokultur hanya menguntungkan jika petani menjual produk kelapa berupa kelapa segar (butiran), dengan nilai BC ratio kelapa umur 20 dan 50 tahun 3.1 dan 4.2. Kombinasi produk kelapa dengan tanaman sela pada beberapa umur produk kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun menguntungkan petani dengan BC ratio 1.3-3.6. Oleh karena itu, sebaiknya, model usaha tani kelapa adalah polikultur karena dapat meningkatkan produktivitas lahan dan secara ekonomis langsung meningkatkan pendapatan petani.
vi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
TRANSMISI RADIASI MATAHARI DAN PROFIL IKLIM MIKRO SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SELA PADA BEBERAPA UMUR KELAPA
NOLI LODRIK BARRI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agroklimatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 vi
Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Sudradjat, M.S. Dr. Ir. Sobri Effendi, M.S.
Penguji pada Ujian Terbuka :
Dr. Ir. Chandra Indrawanto, M.Sc. Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S.
viii
RAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Pencipta, Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Program pemerintah di bidang perkebunan kelapa adalah memanfaatkan semaksimal mungkin potensi lahan yang tersedia. Sejak itu, sistem usaha tani polikultur menjadi perhatian utama dalam sistem usaha tani kelapa di Indonesia. Selama proses studi, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporan penulis banyak menerima bantuan yang tak mungkin dapat dibalas. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada: Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., Prof. Dr. Ir. Justika Sjarifuddin Baharsyah, M.Sc., Dr. Ir. Impron, M.Agr.Sc., dan Dr. Ir. Doah Dekok Tarigans, M.Sc., APU yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam hal teknis maupun non teknis penelitian serta mengajarkan apa artinya sebuah perjuangan. Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc (Ketua Program Studi AGK), Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey, M.Sc atas dorongan dan bantuan yang diberikan. Dr. Ir. Gatot Irianto (Kepala Badan Litbang Pertanian), Dr. Ir. Syakir, MS (KaPuslit Bang-Bun), Dr. Ir. Bambang Hellyanto, MSc (Ka. Balitka). Dr. Ir. Chandra Indarwanto, MSc (Ka Balit Palma) atas pemberian dana studi dan penelitian. Dr. Ir. David Allorerung, MS., Dr. Ir. Meldy Hosang, M.Si., Dr. Ir. Donata S. Pandin, M.Si, Dr. Ir. Jaqueline Motula, M.Si, Ir. Ismail Maskromo, M.Si, Engel dan Julianus Matana atas bantuan dan dorongan penyemangat. Staf dan karyawan Balit Palma (Efron Sundalangi, Jetje Ruaw, Jenny Dimpudus) serta teman-teman di Fakultas Pertanian Unsrat (Dr. Rino Rogi) dan Staf GFM IPB (Pak Jun dan Bu Indah). Istri tercinta Dra. Jane A. Panungkelan, M.Si, anak-anaku tersayang Maria dan Pingkan. Terkasih Mama (Almh) dan Ayah tercinta, Papi (alm) dan Mami serta semua keluarga besar atas kaswih saying, bantuan dan dorongan semangat yang diberikan selama saya menempuh pendidikan di IPB sangat berarti dan tak terlupakan Akhirnya, hanya doa dan perhatian yang akan saya berikan kepada semua pihak dengan harapan TUHAN Maha Pengasih dan Penyayang membalas semuanya dan hanya Dia-lah yang memampukan kita semua (Mazmur 37:5). Bogor,
Januari 2012
Noli Lodrik Barri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Molompar-Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 14 November 1960 sebagai anak sulung dari pasangan Mayor Purn.(AD) Andarias Barri dan Tensi W. Kawulusan. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado dan lulus pada tahun 1985. Penulis diterima di Program Studi Agroklimatologi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 1990 dan menamatkannya tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2003. Bea siswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Balai Penelitian Palma (Balit Palma) sejak tahun 1985 di Manado. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah ekofisiologi.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……...………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xv
1.
2
3
4
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan .......................................................................................... 1.3 Keterbaruan …………………………………………………...... TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Matahari pada Sistem Pertanaman ............................... 2.2 Radiasi Matahari pada Pertanaman Kelapa ................................ 2.3 Iklim Mikro dan Produksi Tanaman ...........……........................ 2.4 Distribusi hujan di Pertanaman ….…………………………… METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 3.2 Bahan dan Alat ......................…………………………………. 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................ 3.3.1 Identifikasi transmisi radiasi matahari, iklim mikro, dan distribusi hujan ........................................................ 3.3.2 Penanaman tanaman sela ................................................. 3.4 Pengamatan ................................................................................ 3.4.1 Radiasi matahari ....………………………………………. 3.4.2 Suhu dan kelembaban udara …..……………………....... 3.4.3 Kadar air tanah …………………………………………… 3.4.4 Distribusi hujan ……………………... …………………… 3.4.5 Tanaman kelapa ................................................................... 3.4.6 Tanaman sela ....................................................................... 3.5 Analisis Data ................................................................................. 3.6 Analisis Produktivitas Lahan …………………………………..... 3.7 Analisis Usahatani ........................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaan Tanaman Kelapa …………………………………..... 4.2 Radiasi Matahari ........................................................................... 4.2.1 Intensitas dan lama penyinaran matahari …………............ 4.2.2 Transmisi radiasi matahari ………………………………. 4.3 Suhu dan Kelembaban Udara ………………………………….. 4.4 Kadar Air Tanah ………………………………………………...
1 3 3
5 6 9 11
15 15 15 15 16 17 17 18 18 19 22 24 24 25 26
27 28 28 29 36 38
4.5
Sifat Hujan………………………………………………............. 4.5.1 Curah hujan bulanan dan hari hujan ……………………. 4.5.2 Jeluk hujan …….………………………………………... Distribusi Hujan............................................................................. 4.6.1 Curahan tajuk …………………………………………… 4.6.2 Aliran batang …………………………………………. 4.6.3 Hujan efektif ……………………………………………. 4.6.4 Intersepsi tajuk ………………………………………….. 4.6.5 Hubungan karakter kelapa dengan distribusi hujan …….. Parameter Tanaman Sela ……………………………………….. 4.7.1 Pertumbuhan dan produksi jagung ………………..……. 4.7.2 Pertumbuhan dan produksi padi ………………………... 4.7.3 Pertumbuhan dan produksi kacang tanah ………............ Produktivitas Lahan………….. ………………………………… Kelayakan Ekonomi Usaha Tani Polikultur Kelapa ……………
39 39 40 41 41 42 43 44 45 46 46 50 51 52 53
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ....................................................................................... 5.2 Saran …………………………………………………………….
55 57
PUSTAKA ...................................................................................................
59
LAMPIRAN ……………………………………………………………...
65
4.6
4.7
4.8 4.9 5
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Karakter vegetatif dan produksi tanaman kelapa ..............................
27
2
Intensitas Radiasi matahari dan lama penyinaran harian periode JuniOktober 2007 dan Maret-Juli 2008 ………………………………..
29
Distribusi hujan bulanan dan jumlah hari hujan selama penelitian (Juni 2007– Oktober 2007) ………………………………………....
39
Distribusi hujan bulanan dan jumlah hari hujan selama penelitian (Maret 2008–Juli 2008) …………………………………………….
40
5
Jeluk hujan pada setiap hari hujan di lokasi penelitian ……………..
41
6
Karakter tajuk dan batang kelapa dihubungkan dengan variabel distribusi hujan……………………………………………………….
45
Parameter vegetatif jagung di pertanaman kelapa dan di lahan terbuka ………………………………………………………………
47
Parameter vegetatif dan produksi padi di pertanaman kelapa dan lahan terbuka ………………………………………………………..
50
Parameter vegetatif dan produksi kacang tanah di pertanaman kelapa dan lahan terbuka ……………………………………………………
51
3 4
7 8 9
.
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Instalasi pengukuran distribusi hujan di pertanaman kelapa ………
19
2
Transmisi radiasi matahari pada beberapa umur kelapa …………..
30
3
Distribusi temporal harian radiasi matahari pada beberapa umur kelapa ber berdasarkan waktu pengamatan (hasil observasi)……….
31
4 be 5
6
7
8
9 10 11 12
Distribusi temporal radiasi matahari pada beberapa umur kelapa ber dasarkan waktu pengamatan (hasil simulasi)……………………. Simulasi tanaman kelapa umur 20 tahun dengan tinggi 12 m dan ditanam segitiga. (a) posisi bayangan tajuk dan (b) distribusi spasial radiasi matahari ……………………………………………............... Simulasi tanaman kelapa umur 50 tahun dengan tinggi 15 m dan ditanam segiempat. (a) posisi bayangan tajuk dan (b) distribusi spasial radiasi matahari ……………………………………………...
31
32
33
Distribusi radiasi matahari berdasarkan posisi pengamatan pada sistem tanam kelapa segitiga dan segiempat (simulasi 21 Maret pukul 12.00 pada kordinat 1.32 LU dan 124.54 BT) …….………….
34
Distribusi radiasi matahari di pertanaman kelapa sistem tanam segitiga dan segiempat hasil simulasi dengan 3Ds Max Design versi 2011.………………………………………………………………....
35
Profil suhu dan kelembaban udara di pertanaman kelapa dan areal terbuka ……………………………………………………………..
37
Hubungan curah hujan total dengan curahan tajuk (Tf) di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun …………………….
41
Hubungan curah hujan total dengan aliran batang (Sf) kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun ………………………………………………….
42
Hubungan curah hujan total dengan hujan efektif (Pn) kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun …………………………………………………
43
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Lokasi penelitian …………………………………………………...
65
2
Keragaan tanaman kelapa ………………………………………….
66
3
Persiapan lahan dan penanaman tanaman Sela …………………….
67
4
Langkah-langkah penggunaan software 3Ds Max Design ………...
68
5
Kalibrasi luas anak daun kelapa menggunakan Leaf Area Meter …
69
6
Keragaan tanaman sela …………………………………………….
70
7
a) Lintasan bayangan kelapa tanggal 21 Maret jam 09:00-17:00 Kelapa Dalam umur 50 tahun sistem segiempat 10m x 10m ….
71
b) Lintasan bayangan kelapa tanggal 21 Maret jam 09:00-17:00 Kelapa Dalam umur 20 tahun sistem segitiga 9m x 9m x 9m …...
72
Hasil analisis distribusi radiasi matahari pada sistem tanam kelapa segitiga dan segiempat segiempat (simulasi dengan 3Ds Max Design versi 2011)……………………………………………………….......
73
a) Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 5 tahun di Kima Atas Manado-Sulawesi Utara………………………………………….
74
b) Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 20 tahun di Kima Atas Manado-Sulawesi Utara ………………………….....................
75
c) Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 50 tahun di Kima Atas Manado-Sulawesi Utara …………………………......................
76
8
9
10
11
12
13
14
Hasil analisis statistik variabel vegetatif dan generatif tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah pada pertanaman kelapa dan lagan terbuka ……………………………………………………………… Hasil analisis model empiris huhungan antara transmisi radiasi matahari (Rt) dengan produksi jagung (Yjgg), Padi (Ypadi), dan Kacang tanah (Ykcg)………………..……………………………… Analisis Produktivitas lahan usaha tani polikultur kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah pada lokasi penelitian di Kebun Percobaan Kima Atas-Balit Palma Manado-Sulawesi Utara……………………………………………………….
77
79
81
Analisis usaha tani kelapa polikultur dengan jagung, padi, dan kacang tanah…………………………………………………………
82
13a. Analisis usaha tani kelapa monokultur (kelapa 50 tahun) ……..
83
13b. Analisis usaha tani kelapa monokultur (kelapa 20 tahun) ……..
84
Deskripsi Jagung, Padi, dan Kacang Tanah…………………………
85
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Luas lahan kelapa di Indonesia hingga tahun 2007 sebesar 3.9 juta ha yang tersebar di perkebunan rakyat seluas 3.7 juta ha dan di perkebunan besar negara atau swasta (PBN/PBS) seluas 69 ribu ha (Basri 2010).
Potensi lahan yang tersedia di perkebunan rakyat untuk usaha
tani polikultur sangat besar, karena 96% dari luasan tersebut hanya diusahakan secara monokultur (Thondok 1998). Selain luas lahan yang besar,
maka
sistem
perakaran
kelapa
memungkinkan
penera pan
polikultur seluas 75% dari luas lahan karena akar aktif kelapa hanya menempati lahan seluas 25% sehingga potensi lahan yang tersedia setara dengan lahan seluas 2.7 juta ha (Darwis 1988). Kelapa sebagai komoditi ekspor perkebunan masih mendatangkan devisa bagi negara dan berperan langsung bagi kehidupan sosial dan ekonomi petani. Pesaing utama kelapa adalah kelapa sawit, terutama dalam hal produksi minyak. Namun, banyak produk kelapa yang tidak dapat disubstitusi oleh kelapa sawit, terutama yang berman faat langsung bagi kehidupan sehari-hari. Sumbangan utama produk kelapa pada petani adalah kopra, dan kebanyakan petani menggantungkan pendapatannya pada produk ini.
Akibatnya, secara ekonomi mereka akan sangat
terganggu jika harga kopra rendah. Petani ke lapa umumnya tidak mau mengembangkan program diversifikasi yang dicanangkan pemerintah, apakah diversifikasi horisontal atau diversifikasi vertikal (Mahmud 2008). Pemanfaatan lahan di antara kelapa dengan tanaman sela adalah salah satu program diversifikasi horisontal yang dapat mensubstitusi kekurangan pendapatan petani dari produk kelapa. Sistem usahatani polikultur akan tetap menguntungkan baik dari aspek ekonomi langsung
2 maupun untuk peningkatan produktivitas lahan.
Kombinasi jagung -
kedele dengan populasi tinggi akan meningkatkan produktivitas lahan 10%
(LER
1.1)
dan
menghasilkan
produksi
lebih
tinggi
jika
dibandingkan dengan populasi yagn lebih jarang (Koesmaryono & Sugimoto 2005).
Sistem pengusahaan kelapa polikultur di Indonesia
masih dikelola secara konvensional. Tanaman sela yang ditanam sangat beragam dan tidak teratur, sehingga menyerupai sistem agroforestri (Tarigans & Sumanto 2002). Kendala utama pemanfaatan lahan di pertanaman kelapa adalah kontinuitas ketersediaan radiasi matahari, dan profil iklim mikro yang seringkali mempunyai magnitud yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar tanaman. Transmisi radiasi matahari tertinggi hanya terjadi pada kelapa berumur 1-5 tahun kemudian mulai berkurang hinga mencapai titik terendah pada umur 20 tahun, setelah itu berangsur-angsur meningkat kembali setelah umur tersebut hingga sampai pada umur lebih dari 50 tahun dimana radiasi dengan leluasa meliwati tajuk pertanaman kelapa dan mencapai lahan dibawahnya ( understorey) (Darwis 1988; Nair 1979 diacu dalam Baldy C & Stigter CJ 1997). Iklim mikro seperti suhu, kelembaban, ketersediaan air termasuk radiasi matahari merupakan komponen penting yang saling berinteraksi berpengaruh positif atau negatif bagi keseluruhan proses metabolik pada tanaman.
Oleh karena
itu, pengatahuan dan kemampuan memodifikasi iklim mikro dalam hubungannya dengan managemen usaha tani campuran merupakan hal yang penting jika dihubungkan dengan kemampuan mereka terhadap fungsi-fungsi biologis dan produktivitas tanaman (Stigter & Baldy diacu dalam Koesmaryono et al. 2005). Ditribusi radiasi matahari sebagai unsur yang paling berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman menarik untuk dikaji, apalagi pada sistem pertanaman kelapa.
Perkembangan penelitian seperti ini
berkembang pesat di luar negeri. Kajian distribusi radiasi matahari termodern yang pernah dilakukan adalah dengan menggabungkan metode pemodelan dan simulasi (Dauzat & Eroy 1997; Serra et al. 2001).
3 Pengembangan atau kajian sejenis yang lebih detail jarang dilakukan d i Indonesia, sehingga mendorong dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan data hasil observasi dan teknik virtualisasi tiga dimensi. Penggunaan fasilitas animasi dan light analisis yang
tersedia
memungkinkan
dilakukannya
beberapa
simulasi
berdasarkan tujuan penelitian, seperti mengubah sistem tanam, mengatur waktu simulasi dan membuat beberapa animasi kelapa 3D. 1. Tujuan Tujuan penelitian untuk: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis
transmisi
radiasi
matahari,
distribusi temporal dan spasial pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa. 2. Menganalisis profil suhu dan kelembaban udara serta kadar air tanah pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa. 3. Menganalisis intersepsi hujan, koefisien tajuk, dan hujan efekt if pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa 4. Menganalisis pertumbuhan dan produksi tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah serta hubungannya dengan transmisi radiasi matahari pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa. 5. Mengkaji produktivitas lahan dan kelayakan nilai ekonomi sistem usahatani kelapa polikultur.
1.3 Keterbaruan Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep transmisi radiasi di pertanaman kelapa telah berubah.
Pola yang digunakan selama ini
(Nelliat et al. 1970) hanya dapat diberlakukan pada sistem tanam segiempat. Sedangkan radiasi matahari yang diterima pada sistem tanam kelapa segitiga pada karakter tanaman dan waktu pengamatan yang sama ternyata lebih rendah dibandingkan dengan yang ada pada sistem tanam kelapa segiempat.
4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi Matahari pada Sistem Pertanaman Salah satu unsur iklim yang sering menyebabkan terjadinya kompetisi terutama pada sistem polikultur atau agroforestri adalah radiasi matahari.
Persaingan terhadap radiasi matahari dapat terjadi
karena arsitek tajuk tanaman yang saling menaungi atau juga karena sistem tanam yang rapat.
Intersepsi cahaya pada tanaman tunggal
dipengaruhi oleh arsitektur tanaman baik tinggi tanaman dan ukuran tajuk, serta sudut datangnya radiasi matahari.
Kuantitas cahaya yang
diterima tanaman atau yang diteruskan pada sistem tanaman campuran ditentukan oleh (i) jarak tanam, (ii) tinggi pohon, (iii) lebar tajuk, dan (iv) kepadatan tajuk (Hairiah et al. 2002). Intersepsi radiasi matahari dalam satu sistem pertanaman sangat dipengaruhi oleh populasi tanaman yang ditentukan oleh jarak tanaman yang digunakan (Flenet et al. 1996). Kualitas radiasi matahari yang tiba dipermukaan tanah setelah melewati tajuk tanaman akan berkurang, karena serapan daun terhadap panjang gelombang pada kisaran 400–700nm. Gelombang cahaya warna biru dan merah akan lebih berkurang dibanding hijau dan far -red (Wilson &
Ludlow
1991
diacu
dalam
http://www.fao.org/DOCREP/005/
AC489E/AC48- 9E02.htm). Kejenuhan intersepsi radiasi matahari pada daun tunggal akan terjadi pada tingkat kuantitas tertentu.
Tapi, p ada
tajuk tanaman tidak terjadi demikian, karena terjadi multiple refleksi antar daun dalam tajuk sehingga banyak radiasi matahari yang akhirnya terperangkap dalam sistem tajuk tersebut (Jones 1992). Jumlah, ukuran, dan lokasi dari celah ( gaps) di tajuk yang memungkinkan radiasi masuk ke dalam suatu kawasan hutan, aka n berpengaruh langsung pada ketersediaan dan distribusi radiasi di bagian bawah (understorey) dari kawasan hutan tersebut. Besarnya radiasi yang diteruskan melalui tajuk
menentukan keragaman tanaman,
proses
pertumbuhan, kematian benih, perkembangan atau perubahan struktur (Frazer et al. 1999).
6 Model
intersepsi
radiasi
matahari
pada
sistem
pertanaman
intercroping telah dibuat misalnya oleh Tsubo & Walker (2002) pada tanaman jagung dan buncis. Demikian pula telah dibuat model intersepsi radiasi pada pola tanam hedgerow (sistem pagar) antara Flemingia macrophylla dengan jagung (Friday & Fownes 2001). Prosedur atau model untuk mengetahui transfer radiasi pada barisan tanaman jagung dibuat oleh Ganis (1997). Pendugaan atau model untuk menduga intersepsi radiasi matahari juga telah banyak dibuat. Monteith & Unsworth (1990) atau Zhang & Xu (2002) mengidealkan bentuk tajuk tanaman berdasarkan bentuk geometri tajuk untuk mendapatkan nilai koefisien pemadaman (K) radiasi matahari. Campbell (1986) telah mengembangkan model untuk menduga intersepsi radiasi berdasarkan sudut percabangan daun.
Simulasi
intersepsi radiasi tajuk di kawasan hutan atau pada pohon juga telah dibuat oleh Larsen & Kershaw (1996) dengan membagi bentuk tajuk menjadi tujuh model geometri. Mixlight adalah contoh model berbasis komputer yang dikembangkan untuk menduga radiasi yang tersedia dibawah tajuk pada kawasan hutan yang ada di bagian utara Kanada (Stadt et al. 2001). 2.2 Radiasi Matahari pada Pertanaman Kelapa Dinamika radiasi matahari di pertanaman kelapa merupakan hal penting
yang
perlu
diketahui
untuk
menopang
usahatani
kelapa
berwawasan tanaman campuran. Lamanda et al. (2004) mengemukakan bahwa asosiasi berbagai tanaman pangan atau cash crops dengan tanaman kelapa merupakan isu kunci bagi kesinambungan usahatani kelapa berbasis sistem agroforestry pada daerah tropik basah. Namun efek kompetisi radiasi matahari dan air serta hara perlu mendapat perhatian
untuk
mengoptimalkan
hasil.
Dari
pernyataan
tersebut
menunjukkan bahwa pemahaman tentang dinamika radiasi matahari di pertanaman kelapa sangat penting. Hasil-hasil penelitian untuk mengetahui dinamika radiasi matahari di pertanaman kelapa telah
banyak dibuat baik berdasarkan kultivar,
7 umur, maupun pola tanam. Keragaan pola radias i berdasarkan keragaan tanaman kelapa ternyata cukup tinggi. Bentuk tajuk kelapa mengalami lima fase perkembangan dan setiap fase mempunyai peranan penting dalam pola intersepsi radiasi matahari (Foale et al. 2000 diacu dalam Irianto 2002). Tanaman kelapa umumnya mempunyai bentuk tajuk mulai dari bentuk sapu/tegak, setengah bundar hingga bundar juga jumlah daun yang bervariasi menurut tingkat umur (BALITTRI 1983). Arsitektur tajuk kelapa dengan kedudukan daun yang berkelompok di bagian ujung batang, dan pilotaksis daun yang unik dengan sudut daun dengan batang kelapa rata-rata 45 0 sebenarnya memungkinkan intersepsi tajuk yang lebih efisien dan cukup besar (Darwis 1988). Distribusi
transmisi
radiasi
matahari
pada
kelapa
telah
diklasifikasi berdasarkan beber apa kriteria. Jika hanya berdasarkan pada umur ada peneliti yang membaginya atas tiga tingkatan. Pada tingkatan pertama dikategorikan sebagai good light transmission, yaitu pada umur kelapa kurang dari 5 tahun. Kategori kedua sebagai poor light transmission, yaitu pada umur kelapa antara 5 hingga 20 tahun. Kategori ketiga ketika kelapa berumur lebih dari 20 tahun, dimana pada fase ini besarnya transmisi tergantung sekali pada pertambahan umur kelapa. Kriteria lain membagi umur kelapa menjadi 0 -8 tahun, 8-25 tahun dan lebih dari 25 tahun (http://www.fao.org/DOCREP/005/ AC489E/ AC489E02.htm). Pola distribusi transmisi radiasi matahari juga berhubungan dengan lima stadia tumbuh kelapa, yaitu: Stadia pertama, kelapa berumur 4 hingga 6 tahun. Transmisi radiasi belum jadi masalah karena masih cukup besar yang mencapai bagian bawah dari pertanaman kelapa. Stadia kedua, kelapa berumur 7 hingga 10 tahun. Ciri-cirinya batang mulai meninggi, tajuk telah berkembang penuh, sehingga jika tanaman ditanam rapat, maka besarnya tingkat naungan sangat besar . Di stadia ini, transmisi diperkirakan hanya 20%. Stadia ketiga, kelapa berumur 25 hingga 30 tahun dengan tingkat naungan yang hampir sama denga n pada
8 stadia kedua. Stadia keempat, kelapa berumur 30 hingga 50 tahun, transmisi bervariasi sebesar 23-43%. Stadia kelima, kelapa berumur lebih dari 50 tahun. Kondisi ini sama dengan stadia pertama, biasanya pada tengah hari transmisi bisa mencapai 85% (D arwis 1988). Nelliat et al. (1974) melaporkan bahwa transmisi radiasi matahari bervariasi menurut umur dan berhubungan terbalik dengan tingkat naungan pada lahan dibawah tajuk kelapa. Berdasarkan pada pola tanam, maka ditemukan juga bahwa transmisi radiasi matahari pada pola tanam kelapa segitiga lebih rendah dibanding pola tanam kelapa segiempat ( http://www.fao.org/ docrep/005/ ac489e/ac48-9e02.htm).
Kajian
atau
pengukuran
transmisi
r adiasi
matahari di bawah pertanaman kelapa telah dilakukan di berbagai daerah sentra kelapa di dunia. Di Pilipina telah tersedia data mengenai tingkat transmisi radiasi matahari di pertanaman kelapa pada berbagai tingkat kepadatan populasi, jarak dan pola tanam kelapa hanya untuk yang berumur 20 dan 40 tahun (Davao Research Centre 1998). Persentase radiasi matahari yang diteruskan pada kelapa Genjah Salak (Salak dwarf) dan kelapa Dalam (Tall coconut) berturut-turut sebesar 29% dan 48%, sedangkan pada kelapa Dalam lokal sebesar 40% (Barri & Koesmaryono 2005). Pengukuran yang sama tapi dengan metode berbeda pernah dilakukan pada beberapa umur kelapa Dalam dan kelapa Genjah Salak.
Intersepsi tajuk makin rendah dengan makin tuanya
kelapa, artinya transmisinya makin besar (Irianto 2002). Pengukuran radiasi matahari dalam sistem agroforestri termasuk pada sistem pertanaman kelapa polikultur adalah hal rumit, apalagi jika pertanaman pokok tidak teratur atau sistem dirancang mengikuti model agroforestri yang kompleks. Itulah sebabnya berbagai teknik terus dikembangkan untuk mengatasi hal terebut. Metode pengukuran radiasi matahari paling sederhana telah dibuat untuk pola tanam kelapa segiempat (Moss 1992) dan untuk pola tanam kelapa segitiga (Steel and Whiteman
1980
diacu
dalam
(http://www.fao.org/docrep/005/
ac489e/ac48-9e02.htm). Kedua metode tersebut mengukur radiasi dengan
9 cara berpindah-pindah melalui lintasan yang dibuat di bawa h pertanaman kelapa dan metode ini dikenal dengan istilah mobile sampling. Teknik lain untuk menduga intersepsi radiasi matahari oleh tajuk kelapa yang lebih modern adalah dengan sistem animasi/virtual yang telah dikembangkan peneliti-peneliti dari CIRAD-Perancis (Serra et al. 2001). Selain itu, beberapa model matematika dengan persamaan regresi juga telah dibuat untuk melihat hubungan antara nilai transmisi radiasi dengan
tinggi,
umur
dan
populasi
kelapa
( http://www.fao.org/
docrep/005/ac489e/ac48- 9e02.htm) 2.3 Iklim Mikro dan Produksi Tanaman Iklim mikro yang dimaksud pada pertanaman kelapa terdiri dari radiasi matahari, suhu, kelembaban, angin. Secara umum, semua peubah iklim mikro ini saling berinteraksi dalam sistem produksi tanaman. Penning de Vries & Van Laar (1982) mengklasifikasi sistem produksi tanaman atas empat kategori. Radiasi matahari, suhu dan sifat genetis tanaman akan menjadi faktor pembatas pada kategori pertama karena hara dan air tersedia. Tanaman yang ditanam bersama dalam pola tanaman campuran akan menghadapi berbagai kendala, antara lain kompetisi radiasi matahari, kompetisi air, dan kompetisi hara apabila unsur -unsur tersebut terbatas (Hairiah et al. 2002). Selain itu, antara tanaman sendiri akan saling menimbulkan efek merugikan bagi tanaman lain, seperti menjadi inang hama/penyakit, dan efek naungan. Tapi, jika kombinasi tanaman adalah C3 dan C4, umumnya menguntungkan karena tanaman C4 tidak pernah jenuh cahaya dalam proses fotosintesisnya sebaliknya dengan tanaman C3 (Sugimoto et al. 2005). Radiasi matahari, suhu dan ketersediaan air tanah merupakan unsur-unsur penting bagi sistem produksi
tanaman.
Secara
umum
beberapa
hasil-hasil
penelitian
menunjukkan bahwa besarnya intersepsi radiasi matahari oleh tanaman selalu berbanding lurus dengan produksi biomasa maupun produk si tanaman. Sebaliknya akan terjadi penurunan produktivitas bila energi
10 radiasi matahari yang diterima tanaman tidak sesuai kebutuhan masing masing fase perkembangan tanaman (Squire 1990). Suhu adalah ekspresi dari energi kinetik yang dikeluarkan oleh gerakan-gerakan molekul dan suhu berperan langsung pada respirasi (Handoko 1993). Dalam sistem lingkungan fisik, maka keragaan suhu udara dan tanah sangat dipengaruhi oleh keragaan energi radiasi matahari yang tiba dipermukaan bumi. Itulah sebabnya, keadaan penutupan permukaan lahan oleh tanaman yang berhubungan dengan neraca energi akan mempengaruhi pola suhu udara maupun tanah (Baldy & Stigter 1997). Jika dihubungkan dengan produksi bahan kering, maka seca ra umum dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan suhu 10 0 C produksi bahan kering akan meningkat sebesar dua kali (Q 10 ), dengan catatan tanaman tumbuh dalam kisaran suhu optimum (Chang 1974). Suhu udara sangat menentukan pembentukan jaringan baru melalui peng aruhnya terhadap pembelahan dan pemanjangan jaringan meristem. Peranan suhu pada metabolisme tanaman ditunjukkan dengan pengaruhnya yang besar terhadap proses respirasi (Baharsyah 1982). Suhu tanah juga berperan penting
terhadap
perkecambahan
(Sitaniapess y
1982).
Suhu
dan
kandungan air tanah berperan penting pada pertumbuhan tanaman, terutama pada pembentukan daun, reproduksi organ dan pemasakan (Koermaryono & Sabaruddin 2005). Di kawasan hutan suhu udara akan lebih rendah di banding lahan terbuka, dan variasi diurnal suhu tidak terlalu besar. Pengurangan fluktuasi suhu yang terlalu ekstrim, baik suhu tanah maupun suhu udara biasa dilakukan dengan menggunakan pohon pelindung sepe rti pada pertanaman kopi (Beer et al. 1998). Kelembaban udara berhubungan secara tidak langsung dengan proses transpirasi, karena kandungan uap air udara berhubungan langsung dengan laju transpirasi karena perbedaan tekanan uap air (Handoko 1993). Selain suhu dan kelembaban, maka panjang hari juga berpengaruh utamanya pada fase pertumbuhan tanaman dan perpindahan
11 ke
fase
generatif.
Respon tanaman terhadap panjang
hari akan
berinteraksi dengan suhu udara dan berdasarkan pada kebutuhan akan lamanya penyinaran, maka tanaman digolongkan pada tanaman hari pendek, tanaman hari panjang, dan tanaman berhari netral (Jumin 2002). 2.4 Distribusi Hujan di Pertanaman Jumlah air yang masuk ke dalam kawasan hutan atau pertanaman perkebunan/kelapa merupakan sisa dar i hujan bruto setelah dikurangi jumlah yang diintersepsi dan dievaporasi oleh tanaman/tajuk. Setiap model tajuk mempunyai kemampuan intersepsi berbeda terhadap curah hujan dan hal tersebut berhubungan juga dengan curah hujan total. Bruijnzeel & Critchley (1994) melaporkan bahwa di hutan tropis intersepsi
mencapai
10-25%.
Ramirez
&
Senarath
(1999)
juga
menyatakan bahwa nilai intersepsi suatu tanaman berkaitan erat dengan karakter tanaman itu sendiri dan faktor cuaca. Sehubungan dengan jumlah air yang terint ersepsi, maka pada kawasan ternaungi, ketersediaan air tanah umumnya lebih tinggi dibanding pada lahan terbuka. Sehubungan dengan kandugan air tanah dan neraca energi, maka evapotranspirasi pada tanaman sela yang ditanam pada barisan yang lebar lebih tingg i dibanding pada tanaman yang terkena naungan. Selain itu, kandungan air daun potensial lebih tinggi terdapat di daerah ternaung dibanding yang kena radiasi langsung (http://www.fao.org/ docrep/005/ ac489e/ac48- 9e02.htm). Hubungan produksi biomasa tanaman seringkali juga ditunjukkan dengan respon tanaman terhadap kekeringan. Dampak dari kekeringan antara lain pada tingkat ketersediaan/penyerapan hara bag i tanaman dan penurunan efisiensi penggunaan radiasi matahari karena pengaruhnya terhadap ukuran tajuk (Squire 1990). Hasil tanaman di
daerah tropis
yang rendah karena keterbatasan hujan effective baik intensitas maupun distribusinya.
Hasil penelitian didapatkan bahwa efisiensi penggunaan
radiasi matahari yang diintersepsi oleh jagung dan kacang tanah yang
12 ditanam bersama lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada masa tanam musim kemarau (Koesmaryono & Sabaruddin 2005). Sehubungan dengan ketersediaan air di lahan perkebunan, maka jumlah air yang masuk ke dalam kawasan hutan atau pertanaman perkebunan merupakan sisa dari hujan bruto atau hujan yang tertakar di kawasan terbuka setelah dikurangi jumlah yang diintersepsi dan dievaporasi oleh tanaman/tajuk. Setiap model arsitek tajuk mempunyai kemampuan intersepsi curah hujan berbeda dan kemampuan tersebut juga berhubungan dengan curah hujan total. Ramirez & Senarath (1999) menyatakan bahwa nilai intersepsi hujan setiap tanaman berkaitan erat dengan karakter tanaman itu sendiri dan faktor cuaca. Di hutan hujan tropis, besaranya intersepsi hujan dapat mencapai 10-25% (Bruijnzeel & Critchley 1994). Hal itu terjadi karena bentuk dan struktur tajuk pohon di hutan hujan tropis
terbentuk dari daun dengan morfologi
kebanyakan lebar dan tersusun sangat padat.
yang
Itulah sebabnya hutan
hujan tropis sangat potensial sebagai kawasan tangkapan air untuk konservasi air dan tanah. Menurut Lee (1988 diacu dalam Japar 2000) ekosistem hutan dan perkebunan mempunyai peranan penting dalam mengendalikan air permukaan tanah dan sebagai bagian dari sistem dalam pengaturan siklus air.
Hujan yang sampai di tajuk tanaman akan dihambat oleh daun,
cabang dan batang pohon sebelum mencapai permukaan tanah, dan penghambatan kecepatan tersebut memperkecil energ i kinetik air untuk mendispersi agregat tanah.
Air hujan yang tiba di permukaan tanah
setelah melalui tajuk tanaman disebut curahan tajuk atau troughflow dan yang melalui batang disebut aliran batang atau stemflow. Air hujan yang bisa tiba ke permukaan t anah melalui curahan tajuk dan aliran batang disebut hujan neto (net presipitation) bagi suatu sistem pertanaman baik hutan, perkebunan atau pertanian tanaman pangan atau campuran atau agroforestri. Pada
kelapa
sawit
Lee (2006
diacu
dalam Pelawi
2009)
mendapatkan bahwa curahan tajuk mencapai 65% dari total hujan yang
13 diterima dan menunjukkan hubungan linear yang kuat dengan curah hujan total. Selanjutnya dilaporkan juga oleh Bently (2007 diacu dalam Pelawi 2009) menunjukkan bahwa aliran batang dan curahan tajuk sawit berturut-turut sebesar 1.97%, 57.3% mimiliki hubungan kuat dengan intensitas hujan dengan R 2 (nilai koefisien determinasi) 0.97 dan 0.98. Profil curah hujan efektif tentunya tergantung pada besaran curahan tajuk dan aliran batang. Sedangkan curahan tajuk dan aliran batang tergantung pada morfologi tanaman atau pohon dan intensitas serta lama kejadian hujan. Hujan yang tertahan di daun atau tajuk tanaman disebut hujan terintersep, dan besarnya tergantung pada arsitek tajuk, yang meliputi bentuk dan ukuran tajuk, posisi daun atau sudut daun, sifat anatomi daun, susunan daun dalam membentuk tajuk. Umumnya, air yang terintersep tajuk akan hilang karena menguap, sehingga air intersepsi biasa dikategorikan sebagai air hilang dari sistem pertananam (interception loss). Beberapa peneliti mendapatkan bahwa selain arsitek tajuk, maka hujan efektif dan intersepsi air hujan juga ditentukan oleh intensitas dan lamanya kejadian hujan (Kaimud din 1994). Tujuan pengawetan air (konservasi air), memerlukan tanaman yang mempunyai nilai curahan tajuk dan aliran batang atau hujan efektif yang besar, karena akan memberi peluang yang besar pula untuk membiarkan air hujan masuk pada sistem penyimpanan di suatu wilayah (water storage). Itulah sebabnya, pemilihan je nis vegetasi akan menjadi penting sejalan dengan tujuan kita untuk konservasi air di suatu wilayah. Hujan efektif tiap jenis tertentu dari suatu vegetasi tentunya mempunyai
nilai
spesifiknya,
sehingga
banyak
penelitian
yang
menghasilkan model-model empiris yang menghubungkan antara arsitek tajuk atau jenis pohon tertentu sebagai faktor biologis dengan hujan efektif atau intersepsi hujan. Arrijani (2007) mengkaji hubungan beberapa bentuk arsitek tajuk pohon dengan distribusi hujan dan dampaknya terhadap erosi tanah. Pada tanaman kelapa sawit umur 8 tahun telah diperoleh model empiris intersepsi tajuk dan hujan efektif
14 yang dihubungkan dengan curah hujan total, dimana hubungannya bersifat eksponensial (Suharto 2007). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang ditemukan pada beberapa varietas kelapa, dimana penelit ian yang dilakukan Japar (2000) mendapatkan hubungan linear positif antara curah hujan total dengan hujan efektif, aliran batang dan curahan tajuk, tapi intersepsi cenderung makin menurun. Pada kelapa Dalam, Genjah dan Hibrida diperoleh nilai hujan efektif jauh lebih besar dibanding nilai intersepsi hujan, dan hasil ini bertolak belakang dengan yang diperoleh pada kelapa sawit, padahal dari aspek arsitektur tajuk, kedua jenis tanaman ini mempun yai kemiripan, sehingga seharusnya hasil yang diperoleh mempunyai pola yang sama. Selain itu, penelitian di kelapa sawit tidak membedakan umur tanaman demikian halnya dengan yang dilakukan pada pertanaman kelapa , padahal umur tanaman berhubungan dengan ar sitek tajuk, terutama luas daun dan komposisi daun penyusun tajuk.
METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma) Manado Provinsi Sulawesi Utara. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian sekitar 80 m dpl di 1.23 0 Lintang Utara dan 124.54 0 Bujur Timur.
Lokasi penelitian berdasarkan hasil
unduh dari Google Earth disajikan di lampiran 1. Persiapan dan pelaksanaan penelitian lapang dilaksanakan tahun 2007–2009. Kajian animasi dan simulasi transmisi radiasi matahari dengan program 3Ds Max Design dilakukan tahun 2010-2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat penelitian yang digunakan terdiri atas: Tanaman kelapa Dalam berumur 5, 20 dan 50 tahun (Lampiran 2). Benih jagung Manado kuning, padi gogo dan kacang tanah (deskripsi di Lampiran 14). Pupuk N (urea), P (super fosfat), bahan
lainnya.
termohigrograf
Alat
utama
dan pupuk K (KCl), pestisida, dan
yang
digunakan
adalah
lightmeter,
digital, penakar hujan, bor tanah, leaf area meter,
meteran, timbangan analitis, oven listrik, slang plastik diameter 5 cm, talang air pvc dengan panjang 3.6 m, kamera digital, dan alat tulis menulis. 3.3 Rancangan Penelitian 3.3.1. Identifikasi transmisi radiasi matahari, iklim mikro dan distribusi hujan Kegiatan berupa penelitian observasi untuk mengidentifikasi transmisi radiasi matahari, iklim mikro, kadar air tanah, dan distribusi hujan. Pengukuran atau pengamatan langsung di lapangan (di pertanaman kelapa yang telah terpilih) dilakukan untuk mendapatkan data -data dalam tenggang waktu harian dan juga berdasarkan kejadian hujan. Data-data bersifat harian adalah radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara, kadar air tanah, serta distribusi hujan yang diamati saat ada kejadian hujan. Observasi dilakukan di pertanaman kelapa 5 dan 20 tahun ditanam
16 dengan sistem tanam segitiga dengan jarak 9 x 9m, dan kelapa 50 tahun ditanam segiempat 10 x 10m. Transmisi radiasi matahari erat kaitannya dengan arsitek tajuk tanaman, sehingga perbedaan umur kelapa yang cukup bervariasi diharapkan dapat menjawab hipotesa, bahwa perbedaan umur akan menyebabkan perbedaan ukuran tajuk, dan ukuran tajuk akan menyebabkan perbedaan transmisi radiasi matahari. Memanipulasi atau mendapatkan ukuran tanaman sesuai umur atau mengatur jarak dan sistem tanam kelapa menjadi lebih beragam tentunya tidak dapat dilakukan di lapangan dengan mudah, murah dan cepat. Kendala tersebut di atasi dengan memasukkan metode grafis komputer yang sedang berkembang saat ini.
Program tiga dimensi telah banyak
digunakan untuk kebutuhan konstruksi atau sipil. memanfaatkan fasilitas animasi tersebut.
Penelitian ini juga
Perangkat
lunak yang
memenuhi syarat untuk hal tersebut di atas ad alah 3Ds Max Design. Software ini mempunyai fasilitas memanipulasi objek tiga dimensi, termasuk tanaman kelapa, mengatur jarak dan sistem tanam sesuai keperluan simulasi dan mempunyai fasilitas daylight. Data digital koordinat bumi serta kemampuan fasilit as light analysis dengan satuan penyinaran lux lebih menyempurnakan kemampuan program ini. 3.3.2 Penanaman tanaman sela. Kegiatan penelitian bersifat eksperimental, yaitu dengan menanam tanaman jagung, padi, dan kacang tanah sebagai tanaman sela di antar a kelapa. Penanaman dilakukan pada petak contoh (unit percobaan) berukuran 7 x 10m, setiap unit percobaan diulang tiga kali dan ditempatkan acak, sehingga terdapat 12 unit untuk setiap jenis tanaman sela sehingga total unit percobaan sebanyak 48.
Tanaman jagung
ditanam dengan jarak 60x35 cm, padi 35x35 cm dan kacang tanah 30x30 cm (pengolahan tanah dan penanaman di Lampiran 3).
17 3.4 Pengamatan 3.4.1 Radiasi matahari Pengamatan radiasi matahari hanya dilakukan pada saat cerah (clear sky). Data yang diamati adalah jumlah radiasi matahari di lahan terbuka (I o ) dan di bawah tajuk kelapa (I l ) . Transmisi radiasi matahari (R t ) oleh tajuk kelapa dihitung berdasarkan pada hukum Beer (Monteith & unsworth 1990) yaitu: Rt=(I l /I o) *(100%)
(1)
Pengukuran radiasi matahari pada pukul 09. 00–16.00 pada saat cerah.
Data intensitas radiasi matahari juga dikumpulkan dari Stasiun
Klimatologi Kayuwatu Manado.
Data bangkitan dari program animasi
menggunakan lightmeter helpers (lightmeter khayal) sebanyak 30 x 30 atau 90 unit yang disimulasi pada lahan seluas 10x10m di antara empat pohon kelapa yang dianimasi sesuai keadaan di lapang. Kelapa umur 20 tahun disimulasi dengan jarak tanam segitiga 9x9m, dengan karakter kelapa sesuai keadaan lapang.
Kelapa umur 5 tahun tidak dapat
disimulasi karena tidak didapatkan model 3D kelapa dengan tajuk seperti yang ada di lokasi penelitian. Asumsi yang digunakan dalam simulasi antara lain (1) matahari diasumsikan bersinar secara penuh (tanpa ada awan), (2) posisi barisan tanaman kelapa searah Timur-Barat, (3) lokasi simulasi diatur tepat berada pada koordinat tempat penelitian yaitu 1.23 o LU dan 124.54 o BT dalam pembagian waktu +8 dari waktu Greenwich, (4) simulasi dilakukan pada saat equinox (panjang siang -malam sama atau lintasan matahari tepat di equator) yaitu tanggal 21 Maret atau September pukul 12.00 yang disamakan dengan data observasi, dan (5) ukuran tanaman kelapa 3D disamakan untuk sistem tanam segitiga dan se giempat berdasarkan umur kelapa, yang berubah hanya jarak dan sistem tanam. Simulasi
yang
dilakukan
meliputi
animasi
tutupan
tajuk
(pergerakan bayangan) berdasarkan waktu lintasan matahar i, yaitu mulai pukul 09.00-16.00. Hasil simulasi dipresentasikan berupa gambar
18 pertanaman kelapa+bayangan 3D.
Distiribusi spasial transmisi radiasi
matahari didapatkan setelah data hasil simulasi dengan satuan lux ditransfer ke program spreadsheet (excel). Data dalam bentuk matriks ordo 1x1 sebanyak 900 selanjutnya diubah menjadi ordo 30x30 sesuai tampilan data yang ada di hasil simulasi. dalam
bentuk
ordo
tersebut
dibuat
Berdasarkan tampilan data
grafik
kontour
yang
dapat
menunjukkan distribusi radiasi di permukaan lahan di bawah pertanaman kelapa. Data-data yang tersedia digunakan untuk memperlihatkan transmisi radiasi berdasarkan posisi di antara barisan tanaman atau berdasarkan waktu simulasi. Tahapan ringkas simulasi dan analisis radiasi matahari disajikan di Lampiran 4. 3.4.2 Suhu dan kelembaban udara Pengamatan suhu dan kelembaban udara dilakukan setiap hari menggunakan termo higrograf digital. Pengamatan suhu dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00.
Suhu rata-rata
harian (T) dihitung dengan persamaan: T = (2T 7 + T 13 + T 1 8 )/4
(2)
T 7 adalah suhu udara pukul 07.00; T 13 suhu udara pukul 13.00; T 18 , suhu udara pukul 18.00. Kelembaban udara relatif diamati bersamaan dengan waktu pengukuran suhu. 3.4.3 Kadar air tanah Pengambilan sampel dengan bor tanah pada kedalaman 5 -20 cm, dilakukan setiap 3 hari. Penentuan bobot kering tanah dengan cara dikeringkan dengan oven pada suhu 105 0 C selama 24 jam atau hingga berat kering menjadi konstan. Perhitungan kadar air tanah ( Kat) dengan metode gravimetris (Handoko 1994 dan Baharsjah 1980). Kat = (M a ir /M tk )*(100%) (3)
19 Kat: Kadar air tanah, % M a ir : massa air, g M a ir : M tb -M tk , g (asumsi kerapatan air adalah 1 g.cm -3 ) M tb : massa tanah basah, g M tk : massa tanah kering, g 3.4.4 Distribusi hujan Distribusi hujan di pertanaman terdiri atas: 1. Curah hujan total (Pg ). Data ini diperoleh berdasarkan pengukuran langsung pada lahan terbuka di lokasi penelitian dan dilengkapi dengan data dari stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado. Distribusi hujan diamati melalui instalasi sebagaimana terlihat di Gambar 1. Konversi curah hujan melalui batang dan/atau tajuk kelapa menggunakan metode menurut Kaimudin (1994) sebagai berikut:
Hujan (P)
A
D B C Vi
Vi Li
A Inset: penampung air aliran batang B Inset: Alat penyalur air yang melewati batang kelapa C Talang penampung air hujan yang jatuh meliwati tajuk kelapa D Inset: Inset konstruksi talang penampung air setelah melewati tajuk
Gambar 1 Instalasi pengukuran distribusi hujan di pertanaman kelapa.
20 2. Curahan tajuk kelapa (Troughflow, T f ) Data ini diperoleh dari banyaknya air yang jatuh pada penampung berukuran panjang 3.5 m lebar permukaan 0.12 cm yang diletakkan satu unit memanjang dari batang kelapa ke bagian tengah lahan di antar kelapa. Pada blok dipilih kelapa yang berdekatan untuk tempat meletakkan alat penampung hujan yang meliwati tajuk. Tanaman kelapa contoh dipilih dengan kriteria berbatang lurus dan mempunyai tajuk dengan daun yang relatif lengkap.
Setiap alat mewakili satu pohon,
sehingga untuk sistem tanam segiempat terdapat empat alat dan segitiga terdapat tiga alat penampung. T f = (V it /L) x 10
(4)
T f : curahan tajuk contoh ke-i (mm) V it : volume curahan tajuk kelapa contoh ke-i (cm3 ) L : luas penampang talang (penampung) (cm 2 ) 3. Aliran batang (Stemflow, S f ) Data ini diperoleh dari aliran air pada batang kelapa melalui saluran yang dibuat dari selang berdiameter 5 cm yang telah dibelah salah satu sisinya dan dililitkan pada batang kelapa diketinggian 1.5 m dari permukaan tanah dan celah antara selang dengan batang kelapa ditutup dengan menggunakan aspal (selengkapnya pada Gambar 1). S f = (V ib /L i )*10
(5)
S f : aliran batang kelapa contoh ke-i (mm) V ib : volume aliran batang kelapa contoh ke-i (cm3 ) L i : luas proyeksi tajuk kelapa contoh ke-i (cm2 ) 4. Curah hujan neto (P n) Curah hujan neto adalah jumlah air hujan yang bisa mencapai permukaan tanah di bawah pertanaman kelapa setelah melewati tajuk dan batang kelapa.
21 Pn = T f + Sf
(6)
5. Intersepsi tajuk kelapa, P in t Intersepsi hujan adalah selisih antara curah hujan total dengan curah hujan neto, dihitung dengan persamaan berikut: P in t = Pg – T f - S f
(7)
6. Kapasitas tajuk kelapa, K c Kapasitas tajuk dihubungkan dengan curah hujan total yang diperoleh berdasarkan hubungan linier antara curahan tajuk dengan curah hujan total sebagaimana dirumuskan oleh Fleischenben et al. 2005 diacu dalam Rauf (2009) sebagai berikut: K c =αP-T f
(8)
K c : kapasitas tajuk kelapa umur tertentu (mm) α: koefisien regresi antara curah hujan total dengan curahan tajuk P: hujan total T f : curahan tajuk (mm) 7. Porositas tajuk kelapa, p c Nilai porositas tajuk menggambarkan kemampuan tajuk dalam meneruskan air hujan dan nilai ini diperoleh sebagai rasio antara curahan tajuk dengan hujan total dengan persamaan berikut: pc=
Tf
(9)
P
p c =porositas tajuk kelapa umur tertentu T f =curahan tajuk (mm) P=Curah hujan total total (mm) 8. Kapasitas batang kelapa, K s Kapasitas batang untuk mengalirkan air hujan diperoleh melalui hubungan linear antara aliran batang dengan besarnya hujan pada setiap hari hujan dengan persamaan:
22
K s =αP-S f
(10)
K s : kapasitas batang kelapa umur tertentu (mm) α : koefisien regresi antara hujan total dengan aliran batang P : curah hujan total (mm) S f : aliran batang (mm) 9. Koefisien input batang kelapa, I s
I s=
Sf
(11)
P
I s : koefisien input batang kelapa S f : aliran batang kelapa (mm) 10.
Model pendugaan Model pendugaan yang dimaksud adalah model empiris yang
dibuat dengan menghubungkan curah hujan total (P) dengan curahan tajuk, aliran batang, intersepsi tajuk, dan hujan efektif
pada tanaman
kelapa. Persamaan regresi yang digunakan adalah: Y=αX + β
(12)
Y=Pint(i); Pn(i); Tf(i); Sf(i) i=umur kelapa ke-i α=koefisien regresi atau slope regresi β=galat X=P, adalah input atau prediktor (curah hujan total) 3.4.5 Tanaman kelapa Tanaman kelapa yang terpilih sebagai contoh yang diamati dipilih 20 pohon di tiap blok penelitian, sehingga terdapat 60 pohon contoh. variabel yang diamati di pohon kelapa adalah: Tinggi kelapa atau panjang batang, diukur dari permukaan tana h sampai ke daun terbawah,
lingkar batang, diukur pada ketinggian 1 m, jumlah
23 daun, dihitung semua daun hijau terbuka penuh.
Luas daun diduga
dengan persamaan: TLD=LDR x JDH
(13)
TLD: total luas daun relatif JDH: jumlah daun hijau (pada satu pohon) LDR: luas daun relatif (m 2 ), LDR=(L l x L w )x L n /10.000
(14)
L l : panjang leaflet rata-rata (dipilih lima pasang daun L w : lebar anak daun rata-rata L n : jumlah leaflet (anak daun) Luas anak daun (leaflet) dihitung dengan metode panjang ( L l ) x lebar (L w ) x faktor koreksi (c). Faktor koreksi diperoleh sebagai nilai koefisien regresi antara luas anak daun metode L l x L w (LD pxl ) dengan luas anak daun menggunakan leaf area meter (LD real ). Nilai koreksi tersebut diperoleh dari 50 contoh anak daun yang ditentukan pada tiga posisi di pelepah daun kelapa, yaitu bagian pangkal, tengah, dan ujung. Masing-masing dipilih 3-4 pasang anak daun. (Lampiran 5). Indek Luas Daun (ILD) adalah perbandingan antara luas daun tajuk dengan luas area tutupan tajuk. ILD pada tanaman tunggal adalah perbandingan luas daun dengan proyeksi tutupan tajuk dan pada pertanaman dihubungkan dengan luas lahan pertanaman. ILD pada kelapa adalah total luas daun seluruh populasi kelapa dibagi luasan lahan kelapa. Kelapa yang ditanam segitiga 9 x 9 x 9 m mempunyai populasi 123 pohon dan yang segiempat 10 x 10m populasinya 100 pohon dengan luas yang sama yaitu 10 000 m 2 .
Sederhananya, ILD di pertanaman
kelapa dapat dihitung dengan persamaan: ILD= (LD phn *JK h a )/(L lahan )
(15)
LD phn adalah luas daun per pohon (m 2 ), JK ha jumlah kelapa per hektar, dan L lahan adalah luasan lahan per hektar (10 000 m2 ). Tutupan proyeksi tajuk. Luas tutupan proyeksi tajuk berupa lingkaran lingkaran yang luasannya (L) dihitung berdasarkan persamaan
24 L=Πr 2 , Π bernilai 3.14 dan r adalah jari-jari yang didapatkan dari nilai garis tengah tajuk. Garis tengah tajuk diukur di kedua sisi tajuk pada pelepah daun horizontal yang terpanjang.
Data ini digunakan untuk
penghitungan aliran batang kelapa ( stem flow) dan dasar untuk mambuat model tanaman kelapa 3D. Data produksi kelapa dihitung dari rata-rata jumlah buah per tandan per pohon yang dihitung pada 3 tandan terbawah. produksi kelapa selanjutnya
Potensi
dikonversi ke produksi kopra per hektar.
Satu butir varietas kelapa Dalam sama dengan 300 gram kopra (BALITKA, 2001). Penghitungan konversi butiran menjadi produk kopra (KOPRA) dengan cara sederhana yakni KOPRA=jumlah buah.tandan -1 x 12 bulan x jumlah pohon.ha -1 x 300 g kopra. Selain kopra, maka produksi kelapa dalam bentuk butiran yang disebut KELAPA SEGAR.
Kelapa
butiran dijual dalam satuian kg dan konveri satui butir kelapa untuk satu hektar sama menggunakan formula KOPRA hanya pembobotnya dikali dengan 0.9 kg.butir -1 , (berat rata-rata satu butir varietas kelapa Dalam adalah 0.9 kg). Data produksi
digunakan untuk mengetahui karakter
generatif kelapa, menghitung Land Equivalent Ratio (LER) dan analisis ekonomis kelayakan usaha tani kelapa polikultur (BC ratio). 3.4.6 Tanaman sela Pengamatan tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah terdiri atas: Pengamatan parameter vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan (padi), berat kering dan parameter generatif terutama variabel produksi. Pengamatan dilakukan dalam ubinan 1 m2 dan selanjutnya dikonversi dalam satuan t.ha -1 . 3.5 Analisis Data Analisis data kegiatan penelitian pertama, yaitu berupa data tranmisi radiasi matahari, iklim mikro, kadar air tanah, dan ditribusi hujan dilakukan dengan metode statistik deskriptif. Dengan metode ini, data dapat digambarkan (dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan standar deviasi) atau secara
25 grafis (dalam bentuk tabel atau grafik).
Analisis tersebut ditujukan
untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga lebih mudah dibaca dan lebih bermakna. Jadi data transmisi radiasi, suhu, kelembaban udara dan kadar air tanah dihitung untuk mendapatk an nilai rata-rata, sedangkan data distribusi hujan menggunakan analisis deskriptif dan regresi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh total curah hujan terhadap curahan tajuk, aliran batang, hujan efektif, dan intersepsi tajuk. Data dari penelitian penanaman tanaman sela, yang diperoleh berdasarkan pengamatan pada parameter vegetatif dan generatif dianalisa dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan analisis regresi untuk mendapatkan model empiris hubungan antara transmisi radiasi matahari (R t ) dengan produksi tanaman jagung, padi dan kacang tanah. 3.6. Analisis Produktivitas Lahan Analisis produktivitas lahan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pendayagunaan lahan. ketika sistem usaha tani kelapa polikultur diterapkan pada satu kawasan perkebunan. Produktivitas lahan dinilai berdasarkan besaran atau indeks LER. Jika nilai LER >1, maka kegiatan polikultur memberikan pengaruh positif bagi peningkatan penggunaan lahan dibandingkan dengan usaha tani kelapa monokultur. Pada
penelitian
ini
usahatani
polikultur
yang
dimaksud
kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah.
adalah
LER dihitung
dengan persamaan menurut Harwood (1973 diacu dalam Beets WC 1982) sebagai berikut: LER=(P cmix /Pcmon )+(P TS -imix / P TS -imono ) P c mix
: produksi kelapa (t.kopra.ha -1 ) polikultur
P c mon
: produksi kelapa (setara kopra.ha -1 ) monokultur
P TS -imix
: produksi tanaman sela jenis-i (t.ha -1 ) polikultur; dan
P TS -imono
: produksi tanaman sela jenis-i (t.ha -1 ) monokultur.
(16)
26 Produksi kelapa monokultur (P cmon ) (monoculture product check) menggunakan data rata-rata kelapa unggul BALITKA, yaitu kelapa Dalam Mapanget, Tenga dan Palu. Data produksi kelapa polikultur diperoleh pada saat penelitian dilakukan. Karena data, monokultur dalam bentuk produksi kopra per hektar, maka data kelapa penelitian polikultur (Pc mix ) berupa butiran dikonversi juga menjadi produk kopra per hektar. Data kelapa monokultur dan polikultur tersebut selanjutnya digunakan pada penghitungan LER. Data produksi jagung, padi, dan kacang tanah monokultur (monoculture products check) diperoleh dari hasil penelitian di lahan terbuka dan data produksi tanaman sela polikultur dengan kelapa diperoleh pada kombinasi kelapa umur 20 dan 50 tahun dengan ketiga tanaman sela (Jagung, padi, dan kacang tanah) . Penghitungan LER pada kelapa umur lima tahun tidak dilakukan karena belum berproduksi. Data produksi dikonversi menjadi satuan berat, yaitu ton per hektar. 3.7. Analisis Usahatani Analisis dilakukan untuk melihat keuntungan atau kerugian secara ekonomi dalam usaha tani polikultur berbasis kelapa, yaitu analisis BC ratio. Beberapa asumsi utama adalah (1) luas lahan usaha tani adalah satu hektar, (2) petani menggunakan modal sendiri dalam usaha taninya, (3) penanaman tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah dilakukan dua kali dalam satu tahun, (4) produk kelapa diklasifikasi atas kelapa segar dan kopra,
(5). produksi kelapa dalam buah/tandan/bulan dan
panen dilakukan setiap kuartal (empat bulan sekali), (6) transaksi penjualan dilakukan di kebun petani dan harga kopra atau kelapa segar dianggap sama untuk mencegah adanya disparitas pendapatan , (7) semua tenaga kerja diperhitungkan sebagai biaya produksi, dan (8) periode waktu analisis adalah satu tahun dan harga produk dan biaya kerja tidak berubah. Setelah asumsi-asumsi tersebut ditetapkan, maka selanjutnya analisis usaha tani dilakukan dengan menghitung pendapatan atau produksi usaha tani dan biaya usaha tani, Penghitungan BC ratio usaha
27 tani kelapa dilakukan pada kegiatan kelapa monokultur, kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah, dan tanaman sela monokultur di lahan terbuka.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaan Tanaman Kelapa Hasil pengamatan diperoleh bahwa jumlah daun, lingkar batang dan produksi buah per tandan antar umur kelapa tidak berbeda.
Luas
daun kelapa 5 tahun lebih besar dibanding kelapa 20 dan 50 tahun, selengkapnya disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakter vegetatif dan produksi tanaman kelapa. Umur kelapa (tahun)
Jumlah daun (pelepah. -1
phn )
Luas
ILD 2
daun (m . -1
phn )
Tinggi
lingkar
Produksi
pohon
batang
(buah.
(m)
(m)
tandan -1 . bln -1 )
5
28
339
4
3
-
-
20
31
301
4
12
1
6
50
29
192
2
15
1
5
Kelapa umur 5 tahun mempunyai luas daun terbesar karena kontribusi luas anak-daun (leaflet) lebih luas dibandingkan dengan kelapa umur 20 dan 50 tahun.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
luas daun makin mengecil bersamaan dengan semakin bertambahnya umur kelapa sebagaimana dikemukakan oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya (Ohler 2006; Lamanda et al. 2004; Darwis 1988). Luas proyeksi tajuk kelapa umur 5, 20 dan 50 tahun berturut -turut adalah 39.57, 92.24, dan 50.24 m 2 . Luas proyeksi menunjukkan tingkat penutupan terhadap lahan dalam pertanaman, dan terbukti dengan makin tingginya nilai tersebut naungan di bawah kelapa pada kelapa umur 20 tahun adalah yang tertinggi dan diperparah denga n sistem tanam segitiga yang rapat. Indeks luas daun nilainya sangat dipengaruhi oleh luas tajuk, karena luasan lahan konstan, hal itu terbukti dari nilai ILD pada kelapa umur 5 tahun. Pada umur tertentu tajuk akan mencapai ukuran maksimum dan bisa mencapai ILD maksimum juga kemudian berangsur-angsur nilai tersebut menurun sejalan dengan berkurangnya ukuran daun karena
29 bertambahnya umur kelapa. Jadi mengapa pada umur tertentu produksi tanaman kelapa mulai menurun, dipastikan salah satunya karena pola perkembangan ukuran tajuk tersebut yang dikaitkan dengan proses fotosintesis. Jika dihubungkan dengan umur kelapa, maka ukuran tajuk dan produksi maksimum terjadi antara 45-55 tahun. Berdasarkan pengamatan visual di lapang, menunjukkan bahwa tingkat naungan pada kelapa 20 tahun adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan 50 tahun (Lampiran 2). Sistem tanam kelapa turut memberikan sumbangan yang besar pada hal tersebut . Dengan demikian, karakter tanaman dan sistem tanam kelapa akan memberikan ruang yang berbeda untuk transmisi radiasi matahari
melewati tajuk. Dalam
penelitian ini belum dikaji lebih detail pengaruh dari pergerakan tajuk karena angin. Hal ini sebenarnya menarik untuk dikaji karena pergerakan bayangan tajuk juga berpengaruh pada total transmisi radiasi matahari di pertanaman kelapa. 4.2 Radiasi Matahari 4.2.1 Intensitas dan lama penyinaran matahari Kegiatan penelitian dilakukan selama Juni hingga Oktober 2007 (periode pertama) dan Maret hingga Juli 2008 (periode kedua). Selama penelitian periode pertama, total intensitas radiasi matahari yang diterima 48 957 gcal.cm-2 dengan rata-rata harian 3 221 gcal.cm-2 . Pada periode kedua penelitian (Maret 2008 hingga Juli 2008) intensitas radiasi matahari yang terukur sebanyak 42 571 gcal.cm -2 dan rata-rata harian sebesar 282 gcal.cm-2 . Selama delapan bulan kegiatan penelitian intensitas radiasi matahari bulanan tersebar merata dengan nilai antara 250-358 gcal.cm -2 . Distribusi intensitas radiasi matahari dan lama penyinaran harian disajikan dalam Tabel 2. Intensitas radiasi matahari harian tidak berfluktuasi tinggi selama penelitian berlangsung.
Lama penyinaran harian sebesar 21 -40% dan
rata-rata terjadi selama 4-9 hari. Lama penyinaran >50% terjadi sela ma 10-23 hari tiap bulannya. Lama penyinaran matahari harian tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah bulan Maret.
30 Tabel 2 Intensitas radiasi matahari dan lama penyinaran harian periode tanam Juni-Oktober 2007 dan Maret-Juli 2008 Intensitas Lama penyinaran (%) Bulan -2 gcal.cm 0-2 21-40 41-50 >50 Periode I Juni 293 7 4 8 11 Juli 314 6 7 4 14 Agustus 332 6 5 4 16 September 358 2 8 2 18 Oktober 315 1 9 4 17 Periode II Maret April Mei Juni Juli Sumber:
255 286 325 294 250
10 8 4 6 8
9 9 4 7 8
2 2 2 3
10 11 23 15 12
Data hujan harian dari Stasiun Klimatologi Kayuwatu Manado -Sulawesi Utara.
4.2.2 Transmisi radiasi matahari Pada tanaman tunggal, hubungan antara besarnya radiasi yang diintersep umumnya berbanding lurus dengan bentuk dan luas daun, tetapi pada
sistem pertanaman tidak
demikian,
karena populasi,
pola/sistem tanam, dan umur tanaman lebih menentukan. Sebaran spasial transmisi radiasi pada pertanaman kelapa atau palma lainnya ditentukan oleh beberapa hal, seperti (i) jarak tanam pohon (spasi lorong), (ii) tinggi pohon, (iii) lebar tajuk, dan (iv) kepadatan tajuk (Sitompul 1998). Beberapa kajian tentang hal tersebut sebagian telah dikerjakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan analisis data radiasi matahari pada
pertanaman kelapa, maka diperoleh r ata-rata persentase transmisi radiasi matahari terbesar terdapat di pertanaman kelapa umur 50 tahun (49%) dan terendah pada kelapa umur 20 tahun (22%) (perhatikan Gambar 2). Besarnya nilai transmisi radiasi matahari pada kelapa umur 50 tahun disebabkan oleh makin tingginya tanaman, dimana batang kelapa yang lurus dan ukuran tajuk yang makin kecil memungkinkan radiasi yang diteruskan ke permukaan lahan di antara kelapa lebih banyak.
31
Gambar 2 Transmisi radiasi matahari pada beberapa umur kelapa di Kebun Percobaan Kima Atas Manado-Sulawesi Utara. Pola transmisi radiasi matahari temporal dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisis ternyata pada kelapa umur 5 dan 50 tahun jumlah radiasi tertinggi yang mencapai permukaan lahan di bawah pertanaman kelapa terjadi pada saat mid-day. Tapi, pola tersebut tidak terjadi pada tanaman kelapa umur 20 tahun yang mempunyai tingkat naungan tinggi (Gambar 3). Pola distribusi radiasi pada sistem tanam segitiga selain umur 20 tahun mirip dengan sistem segiempat (garis merah di Gambar 3) tapi, kuantitas radiasi masih lebih rendah diba nding pada sistem tanam segiempat. Itulah sebabnya, ketersediaan radiasi matahari harian yang minim pada pertanaman kelapa sistem tanam segitiga menjadi kendala yang berarti jika usaha tani kelapa polikultur akan diterapkan. Hasil simulasi untuk menunjukkan pola distribusi temporal radiasi matahari harian juga telah dibuat (Gambar 4). Animasi tanaman kelapa 3D dibuat persis menyerupai tanaman kelapa di lokasi, terutama ukuran tinggi dan garis tengah tajuk. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pertanaman kelapa sistem tanam segitiga
menerima radiasi lebih rendah
dibanding pertanaman kelapa sistem tanam segiempat.
32
Gambar 3
Distribusi temporal harian radiasi matahari pada beberapa umur kelapa berdasarkan waktu pengamatan (hasil observasi) di Kebun Percobaan Kima At as, Manado-Sulawesi Utara.
Berdasarkan hasil tersebut, maka program ekstensifikasi atau peremajaan segiempat.
kelapa
sebaiknya
menerapkan
sistem
tanam
kelapa
Pengaturan jarak dan sistem tanam seperti ini akan
menguntungkan jika diterapkan sistem polikultur.
Gambar 4 Distribusi temporal radiasi matahari pada beberapa umur kelapa berdasarkan waktu pengamatan (hasil simulasi)
33
Pola distribusi spasial radiasi matahari pada penelitian ini dikaji dengan menggunakan teknik simulasi.
Animasi kelapa 3D dibuat
menjadi dua model seperti kelapa umur 20 tahun dan 50 tahun dan diatur jarak dan sistem tanam sesuai dengan yang ada di lokasi penelitian. Untuk mendapatkan visual yang jelas, maka simulasi dilakukan pada 21 Maret pukul 12.00. Hasil simulasi disajikan dalam Gambar 5 dan 6.
a a
b Gambar 5
Simulasi tanaman kelapa umur 50 tahun dengan tinggi 15 m dan ditanam segiempat. (a) posisi bayangan tajuk dan (b) distribusi spasial radiasi matahari.
34
a
a
b
Gambar 6
Simulasi tanaman kelapa umur 20 tahun dengan tinggi 12 m dan ditanam segitiga. (a) posisi bayangan tajuk dan (b) distribusi spasial radiasi matahari
Distribusi spasial radiasi matahari pada pertanaman kelapa segitiga menempati kawasan yang sempit pada lahan di antara barisan kelapa sedangkan pada sistem segiempat lahan yang kena paparan radiasi langsung relatif lebih luas dan hampir menempati seluruh kawasan pada lahan di bawah (understorey) tajuk kelapa. Gambar visual dan sebaran data berupa grafik kontour memperkuat hasil observasi mengenai distribusi spasial radiasi matahari di pertanaman kelapa.
35 Data distribusi spasial radiasi matahari pada pertanaman kelapa hasil simulasi dapat divisualisasi berupa skater grafik . Titik pengamatan diberi kode angka 1-30 yang merupakan light meter helpers. Pada saat simulasi setiap titik pengamatan ter sebut akan terlihat data radiasi (dalam satuan lux).
Hasil analisis data dengan excel disajikan dalam
Gambar 7. Pola distribusi spasial radiasi matahari menunjukkan bahwa lahan dalam barisan kelapa sistem tanam segiempat mendapatkan paparan yang tinggi di bagian tengah, namun tidak demikian yang terjadi pada pertanaman kelapa sistem segiempat. Pola distribusi pada sistem segiempat menyerupai pola pada pertanaman kelapa sawit yaitu jumlah radiasi makin membesar ke arah tengah barisan antar tanaman (Wilson & Ludlow 1991) dan pada sistem agroforestri lorong tanaman pohon (Suryanto et al. 2005).
Gambar 7 Distribusi radiasi matahari berdasarkan posisi pengamatan pada sistem tanam kelapa segitiga dan segiempat (simulasi 21 Maret pukul 12.00 pada kordinat 1.32 LU dan 124.54 BT) Variasi sebaran radiasi yang diperlihatkan kelapa umur 20 tahun, akan menambah kesulitan dalam praktek pemanfaatan lahan di antara kelapa. Bagi tanaman-tanaman yang memerlukan naungan, maka sistem
36 tanam segitiga adalah lokasi yang lebih cocok dibanding pada sistem tanam kelapa segiempat. Itulah sebabnya, pemilihan jenis tanaman sela sangat menentukan keberhasilan usaha tani kelapa polikultur. Dasar yang umum digunakan untuk mengetahui pola distribusi radiasi berdasarkan umur kelapa adalah yang dikemukakan oleh Nelliat et.al (1974) yang dikembangkan dari sistem tanam segiempat 7.5x7.5 m. Hasil tersebut sepenuhnya dapat digunakan karena ada sistem tanam lainnya. Oleh karena itu, dengan menggunakan teknik animasi telah dibuat model 3D kelapa sistem tanam segitiga dan segiempat dengan tujuh tingkatan umur berbeda. Simulasi dilakukan pada 21 Maret pukul 10.00-14.00
(lima
jam
tiap
hari)
supaya
didapatkan
data
yang
representatif mewakili setiap karakter umur d an sistem tanam (hasilnya disajikan di Gambar 8).
Gambar 8 Distribusi radiasi matahari di pertanaman kelapa sistem tanam segitiga dan segiempat hasil simulasi dengan 3Ds Max Design versi 2011. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rata-rata radiasi matahari yang mencapai permukaan lahan di pertanaman kelapa sistem segitiga sebesar 31 384lux lebih rendah dibanding sistem segiempat yaitu 57 205lux.
37 Nilai radiasi terendah untuk kedua sistem tanam terjadi pada kelapa umur 20 tahun.
Radiasi matahari pada sistem tanam segitiga dan segiempat
masing-masing adalah 23 394 dan 42 689lux (Gambar 8).
Pola yang
disajikan pada Gambar 8 „mirip‟ dengan yang dikemukakan oleh Nelliat. Perbedaannya bahwa dalam model yang lama tersebut tidak disajikan pola radiasi matahari sistem tanam kelapa segitiga. 4.3 Suhu dan Kelembaban Udara Profil suhu rata-rata harian di pertanaman kelapa berumur 5, 20, dan 50 tahun bervariasi antara 25-29 0 C. Rataan suhu lebih tinggi terukur pada pertanaman kelapa berumur 5 dan 50 tahun dan terendah pada pertanaman kelapa umur 20 tahun. Rataan suhu udara harian di lahan terbuka berkisar antara 27-30 0 C dan lebih tinggi 1-2 0 C dibanding suhu di bawah pertanaman kelapa (Gambar 9). Energi radiasi matahari yang berbeda yang diterima di se tiap pertanaman kelapa menyebabkan perbedaan profil suhu dan kelembaban udara, meskipun tidak berfluktuasi terlalu tinggi Baldy & Stighter (1997) mengemukakan bahwa suhu rata-rata di kawasan agroforestri lebih rendah dibanding kawasan terbuka, dan karena e fek naungan juga, maka variasi suhu di bawah pertanaman tidak terlalu besar. Copeland (1931) mendapatkan variasi suhu di pertanaman kelapa sebesar 2 7 0 C dan di lahan terbuka 30 0 C. Di kawasan hutan suhu udara akan lebih rendah di banding lahan terbuka, dan variasi diurnal suhu tidak terlalu besar. Pengurangan fluktuasi suhu yang terlalu ekstrim, baik suhu tanah maupun suhu udara biasa dilakukan dengan menggunakan pohon pelindung seperti pada pertanaman kopi (Beer et al. 1998). Suhu udara juga dipengaruhi oleh fluktuasi jumlah energi radiasi matahari yang diterima permukaan bumi . Besaran radiasi matahari yang diterima secara langsung mempengaruhi proses perpindahan massa, kapasitas panas udara serta kerapatan udara (Lakitan 2002) dan flutkutasi suhu di dekat permukaan bumi akan
38
Gambar 9
Profil suhu dan kelembaban udara di pertanaman kelapa dan lahan terbuka di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado Sulawesi Utara.
berbanding lurus dengan besarnya energi radiasi matahari yang diterima (Handoko 1993; Jumin 2002). Pengukuran kelembaban memperlihatkan rata-rata kelembaban udara di lahan terbuka dan pertanaman kelapa umur 5 tahun lebih rendah
39 namun lebih berfluktuasi jika dibandingkan dengan di pertanaman kelapa umur 20 dan 50 tahun. Rata-rata fluktuasi harian kelembaban udara tidak begitu besar dan berkisar 75-80%. Kelembaban menyatakan seberapa besar kandungan air yang ada pada satuan kolom udara dan berhubungan dengan laju evapotranspirasi. Kedua unsur iklim mikro ini (suhu dan kelembaban) secara simultan berperan dalam proses transpirasi. Di alam nilai kelembaban udara biasanya berbanding terbalik dengan besaran nilai suhu.(Handoko 1993). Berdasarkan data kelembaban yang terukur menunjukkan bahwa kisaran kelembaban udara masih berada level optimum yang diperlukan tanaman,
sehingga
diasumsikan
bahwa
proses
metabolisme
tidak
mendapat pengaruh negatif. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi akan memperkecil laju evaporasi dan
laju transpirasi tanaman,
sekaligus mempertahankan ketersediaan air lebih lama bagi tanaman kelapa maupun tanaman sela (Proud 2005). Namun, kondisi lembab yang berlangsung lama akan bisa
mendukung berkembangnya penyakit
tanaman yang disebabkan oleh jamur, seperti jamur Phythopthora sp. 4.4 Kadar Air Tanah Kadar air tanah (Kat) pada tiga lokasi pertanaman kelapa berkisar antara 5-80% di area terbuka antara 5-32%. Kat pada pertanaman kelapa umur 20 tahun bervariasi antara 15-80% dengan rata-rata 41% merupakan kadar air tertinggi dibandingkan dengan dua umur kelapa la innya yang berkisar antara 21-24%. Tingkat naungan yang tinggi menyebabkan besaran evaporasi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang banyak mendapat paparan radiasi matahari. Meskipun nantinya terjadi kondisi cekaman air akibat suplai hujan yang kurang, tapi antara tanaman sela dan kelapa tidak akan saling berkompetisi. Sistem perakaran kelapa aktif hanya tersebar 2 m dari pangkal batang dan tanaman sela ditanam pada posisi diluar kawasan perakaran tersebut.
40 4.5 Sifat Hujan 4.5.1 Curah hujan bulanan dan hari hujan Menurut WMO (World Meterogical Organization), batasan hari hujan adalah hari dengan curah hujan ≥ 0.5 mm. Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah hari hujan (HH) selama penelitian periode pertama (Juni 2007 hingga Oktober 2007) adalah 92 hari atau rata-rata 18 HH per bulan. Jumlah curah hujan selama periode tersebut adalah 1 166 mm atau rata-rata 233 mm per bulan. Selama penelit ian, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2007 yakni 366 mm da n hari hujan terbanyak yakni 25. Sebaliknya curah hujan terendah adalah 67 mm dengan jumlah HH 9 terjadi pada bulan September 2007. Kebutuhan air tanaman pangan selama penelitian tetap terpenuhi jika melihat sifat curah hujan dan jumlah hari hujan selama periode tanam pertama maupun kedua. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Distribusi hari hujan (HH), jumlah hujan bulanan, dan jumlah harian selama penelitian (Juni 2007– Oktober 2007). Bulan Hari hujan Curah hujan Curah hujan (HH.bln -1 ) (mm.bln -1 ) (mm.hari -1 ) Maksimum Ratarata Juni 25 366 65 12 Juli 17 143 36 5 Agustus 18 336 72 11 September 9 67 22 2 Oktober 23 254 46 8 Total 92 1 166 Rata-rata 18 233 48 8 Sumber:
Data hujan harian dari Stasiun Klimatologi Kayuwatu Manado -Sulawesi Utara.
Jumlah hari hujan periode kedua penelitian (Maret 2008 hingga Juli 2008) adalah 122 hari dengan total hujan 1 599 mm. Total curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 522 mm dan HH terjadi selama 27 hari. Hujan yang paling rendah terjadi di bulan Mei yaitu 84 mm dan HH 15 hari. Berdasarkan sebaran hujan tersebut dapat dikatakan
41 bahwa air tidak menjadi kendala bagi tanaman sela pada penelitian tahap pertama dan kedua. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Distribusi hujan bulanan dan jumlah hari hujan selama penelitian tahap pertama (Maret 2008–Juli 2008). Bulan
Hari hujan (HH.bln -1 )
Maret April Mei Juni Juli Total Rata-rata Sumber:
28 27 15 24 28 122 24
Curah hujan (mm.bln -1 ) 413 522 84 161 419 1 599 320
Curah hujan (mm.hari -1 ) Maksimum Rata-rata 101 13 138 17 28 3 36 5 144 14 89
11
Data hujan harian dari Stasiun Klimatologi Kayuwatu Manado -Sulawesi Utara.
4.5.2 Jeluk hujan Jeluk hujan menggambarkan sebaran jumlah hujan tertentu yang terjadi setiap hari, dan berdasarkan pengukuran langsung di lapang, telah diklasifikasi empat jeluk hujan, 0-20, 20–40, 40–60, dan >60mm Berdasarkan perhitungan, maka sebaran
jeluk hujan dominan terjadi
pada kisaran 0-20 mm yang terjadi selama 26 HH, tapi intensitas terbanyak pada hujan >60 mm meskipun ha nya 11 HH tapi total curah hujan sebanyak 1 155 mm. Jeluk hujan terendah pada kisaran 0-20 mm dengan total hujan sebanyak 272 mm dan berlangsung selama 26 HH. Data hujan yang dianalisis seperti ini baik untuk informasi pertanian, karena dapat digunakan untuk menentukan jadual tanam. Jeluk hujan 20 harian ini memberikan gambaran distribusi intensitas hujan yang terjadi selama periode tertentu, tergantuing sumber data yang digunakan. Data tersebut
juga
memberikan gambaran bahwa
sepanjang penelitian dilaksanakan.
hujan cukup
merata
Intensitas tinggi (>60 mm) jarang
terjadi, sehingga pemeliharaan tanaman bisa dilakukan dengan baik. Rincian jeluk hujan dan besaran komponen distribusi hujan selama dua periode penelitian (2007 dan 2008) disajikan dalam Tabel 5.
42
Tabel 5 Jeluk hujan pada setiap hari hujan di lokasi penelitian . Komponen Jumlah HH % Curah hujan % Sumber:
0-20 26 47 272 13
Jeluk (mm hari-1 ) >20-40 >40-60 11 7 20 13 340 364 16 17
>60 11 20 1 155 54
Jumlah 55 100 2 131 100
Data hujan harian dari Stasiun Klimatologi Kayuwatu Manado -Sulawesi Utara.
. 4.6 Distribusi Hujan 4.6.1 Curahan tajuk Curahan tajuk pada masing-masing umur kelapa tidak sama besarnya, tapi umumnya mempunyai pola hubungan yang sama dengan total curah hujan, yaitu linear positif Artinya semakin besar curah hujan total, nilai curahan tajuk juga makin besar (Gambar 10).
Gambar 10 Hubungan antara curah hujan total dengan curahan tajuk (Tf) pada beberapa umur tanaman kelapa di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado-Sulawesi Utara. . Persentase curahan tajuk pada kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun berturut-turut 72, 60, dan 60% dari rata-rata total curah hujan yang terjadi di tiap lokasi.
Posisi pelepah daun pada t ajuk kelapa umur 5
43 tahun
umumnya
tegak
dan
berbentuk
sepert
“sapu”,sehingga
memudahkan air hujan melewatinya dibanding pada kelapa umur 20 dan 50 tahun. Pada kelapa dewasa bentuk tajuk seperi bundar ( cone), dan karena pilotaksis daun yang unik, maka pelepah satu deng an yang lainnnya saling silang menyilang dan membuat daun saling menutup. 4.6.2 Aliran batang Kendala pengukuran aliran batang karena adanya tonjolon bekas pelepah daun dan “takikan” yaitu pelukaan yang dibuat pemanjat untuk tempat pijakan kaki saat memanjat kelapa. Aliran air hujan melalaui batang banyak terdispersi (splashed) sehingga tidak semuanya dapat terukur.
Itulah sebabnya pengukuran aliran batang pada penelitian ini
sangat bias sebagaimana yang digambarkan melalui model linear pada Gambar 11 dengan nilai koefisien determinasi yang rendah.
Gambar 11
Hubungan antara curah hujan total dengan aliran batang (S f ) pada beberapa umur tanaman kelapa di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado-Sulawesi Utara.
Berdasarkan hasil analisis maka persentase aliran batang umur 50 tahun sebesar 11% dan kelapa umur 20 tahun sebesar 3% dari rata-rata total curah hujan yang terjadi di tiap lokasi. Hasil yang didapatkan pada
44 beberapa penelitian, khususnya pada kelapa sawit dan tanaman kelapa juga menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu rata-rata kurang dari 20% (Ridwan 2009; Pelawi 2009; Japar 2000). Model empiris hubungan antara curah hujan total dengan
aliran
batang menunjukkan hubungan yang yang tidak berarti, karena koefisien determinasi sangat rendah (Gambar 11). Selain faktor morfologi batang kelapa, maka jarak (distance) tempuh air hujan menuju ke alat pengukur yang jauh menyebabkan bias pengukuran tersebut . Jadi, model yang memadai untuk menyajikan hubungan antara curah hujan total dengan aliran batang tidak dapat diandalkan. 4.6.3 Hujan efektif Hujan efektif atau hujan neto ( Pn ) adalah hujan yang dapat mencapai lahan di bawah suatu pertanaman, dan besarnya P n tergantung pada nilai curahan tajuk (T f ) dan aliran batang (S f ). Model empiris yang menghubungkan antara besarnya curah hujan (P) dengan hujan efektif (Pn ) menunjukkan bahwa makin besar curah hujan total, maka air yang mencapai lahan di bawah kelapa juga akan makin banyak, dan pola ini sama untuk semua umur kelapa yang diteliti (Gambar 12).
Gambar 12 Hubungan total curah hujan dengan hujan efektif (P n ) kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado-Sulawesi Utara.
45 Hubungan curah hujan total dengan hujan efektif pada tanaman kelapa sawit umur 8 tahun bersifat kuadratik dengan model empiris P n =11.244 e 0 .00 77 X (Suharto 2007). Pola hubungan antara hujan total dengan hujan efektif pada semua umur tanaman kelapa bersifat linear positif dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) lebih besar dari 0.80. Artinya, besaran hujan efektif fluktuasinya cukup kuat dipengaruhi oleh curah hujan total. Persentase hujan efektif yang diterima di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun berturut-turut adalah 71, 63, dan 71% dari rata-ratra total curah hujan di masing-masing lokasi.
Lahan di
pertamanan kelapa umur 5 tahun mendapatkan hujan efektif tertinggi di banding umur kelapa 20 dan 50 tahun karena dimungkinkan oleh bentuk tajuk. Hujan efektif pada sawit sebesar 47% (Suharto 2007). Bentuk dan struktur tajuk kelapa sebenarnya tidak terlalu baik untuk mencegah proses erosi permukaan. Anak daun kelapa bisa berfungsi memperbesar butiran air yang jatuh ke tanah, sehingga mempunyai energi kinetik besar saat menerpa permukaan tanah . Energi tersebut bisa mempunya i daya dispersi atau penguraian yang besar terhadap butiran/agregat tanah. 4.6.4 Intersepsi tajuk Intersepsi tajuk tanaman menyatakan besaran dari kemampuan tanaman menahan air hujan. Sebagaimana hujan efektif, maka intersepsi tajuk juga besarannya ditentukan oleh arsitek tajuk setiap tanaman. Intersepsi tajuk adalah selisih antara total curah hujan dengan hujan efektif. Hubungan antara intersepsi hujan dengan curah hujan total tidak mempunyai pola yang jelas tapi pada kelapa sawit, model empiris hubungan curah hujan dengan intersepsi tajuk bersifat kuadratik, dengan persamaan P int =12.122e 0.0083 X (R 2 =0.6792) (Suharto 2007). Intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada kelapa umur 20 tahun (38%) dan terendah pada kelapa 5 tahun (27%) dari rata-rata total curah hujan yang terjadi. Nilai intersepsi tajuk termasuk unik, karena pada curah hujan <10mm persentase intersepsi tajuk bisa mencapai >70%. Artinya, setiap tajuk hanya efektif hanya akan mempunyai kapasitas optimum menahan
46 air pada jumlah tertentu (intensitas rendah), selebihnya fungsi tajuk tidak lagi efektif.
Intersepsi pada sawit umur 8 tahun maksimum bisa
mencapai 65% dari hujan yang terjadi. Intersepsi tajuk kelapa Dalam, Genjah, dan Hibrida berturut-turut sebesar 12, 9, dan 31% (Japar 2000). Pelawi (2009) mendapatkan nilai intersepsi untuk kelapa sawit umur 10, 25 dan 35 tahun berturut-turut sebesar 52, 58, dan 71% dari total hujan yang terjadi. Hasil penelitian, khususnya nilai intersepsi tajuk yang tidak berpola diduga karena karakter tanaman kelapa yang mempunyai pola batang tunggal.
Dicurigai banyak hujan yang jatuh kealat penampung
tanpa melalui tajuk dan itu terjadi pada kelapa umur 5 tahun dan 50. Analisis distribusi hujan lengkapnya disajikan pada Lampiran 8. 4.6.5 Hubungan karakter kelapa dengan distribusi hujan Karakter fisik tanaman kelapa, baik karakter daun atau tajuk maupun batang sangat
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk
meneruskan atau menahan air hujan yang masuk pada sistem pertanaman. Hubungan antara karakter tajuk dengan distribusi hujan dapat ditunjukan dengan nilai kapasitas dan porositas tajuk. Pendekatan ini biasanya digunakan pada sistem tanaman/pohon dan telah diaplikasi pada tanaman kelapa. Nilai karakter tersebut disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Karakter tajuk dan batang kelapa dihubungkan dengan variabel distributribusi hujan (rata-rata hujan.hari -1 adalah 9 mm). Umur kelapa (tahun)
5 20 50
Kapasitas tajuk(K c ) (mm)
Porositas tajuk (P c)
Kapasitas batang (K s ) (mm)
5 11 6
0.7 0.4 0.5
0.0 0.2 -0.7
Koefisien input batang, (I s ) (mm) 0.00 0.02 0.11
Kapasitas tajuk (K c ) adalah nilai yang memberikan petunjuk mengenai kemampuan maksimum tajuk menampung air hujan. Nilai ini adalah fungsi dari curah hujan total dan curahan tajuk. Nilai K c kelapa umur 20 tahun adalah yang tertinggi dibandingk an umur kelapa lainnya.
47 Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa tajuk kelapa tersebut mampu menyimpan hujan untuk setiap kejadian hujan lebih banyak.
Hal ini terjadi ditunjang oleh karakter tajuk antara lain luas
daun, jumlah daun, dan jenis kelapa, yaitu Hibrida. Hibrida persilangan Dalam x Dalam yang terpilih pada penelitian ini memiliki daun lebih rapat dan lebih panjang dibandingkan kelapa Dalam. Porositas tajuk (P c ) adalah sifat dari tajuk untuk bisa ditembus oleh air hujan. Porositas tajuk kelapa umur 5 tahun adalah yang tertinggi, dikarenakan bentuk (shape) tajuk seperti “sapu” artinya sebagian besar pelepah daun hampir tegak, sehingga meloloskan air lebih banyak dibanding tajuk kelapa lainnya pada penelitian ini. Kapasitas tajuk dengan nilai yang tinggi akan diikuti oleh sifat poro sitas yang rendah, artinya tajuk yang dapat menampung hujan lebih banyak , mempunyai sifat untuk meneruskan hujan sebagai curahan tajuk lebih sedikit, begitu juga sebaliknya. Nilai
kapasitas
batang
dan
koefisien
input
batang
tidak
memberikan gambaran atau pola yang jelas, karena nilai yang diperoleh terlalu minim. Hal ini terjadi karena data pengukuran aliran batang tidak mempunyai nilai korelasi yang kuat dengan besarnya curah hujan. Sebagaimana dijelaskan terdahulu bahwa bentuk batang kelapa yang lebih panjang dengan permukaan yang kasar menjadi salah satu penyebabnya. Data analisis distribusi hujan selengk apnya disajikan pada Lampiran 8. 4.7 Parameter Tanaman Sela 4.7.1 Pertumbuhan dan produksi jagung Tanaman jagung yang digunakan pada dasarnya hanya sebagai tanaman indikator, untuk melihat seberapa besar perbedaan radiasi matahari, perbedaan profil suhu dan kelembaban serta distribusi hujan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sela di antara kelapa. Hasil pengamatan memperlihatkan perbedaan rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman jagung pada empat lokasi penanaman.
48 Analisis statistik menunjukkan nilai variabel vegetatif tidak berbeda nyata, tapi jumlah daun dan tinggi tanaman jagung tertinggi didapatkan pada jagung yang ditanam pada lahan terbuka. Itulah sebabnya, jika dihubungkan dengan fungsi daun untuk mengintersep dan tempat terjadinya proses fotosint esa, maka logis jika produksi jagung tertinggi diperoleh pada lahan terbuka. Hasil analisis disajikan dalam Tabel 7 dan analisis ragam di Lampiran 9. Tabel 7 Parameter vegetatif jagung di pertanaman kelapa dan di lahan terbuka. Lokasi
Jumlah daun
Kelapa 5 tahun Kelapa 20 tahun Kelapa 50 tahun Lahan terbuka
Tinggi (cm) 221.6a 155.3b 187.7b 252.9a
8.9b 8.5a 9.8b 10.1b
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%(uji F)
Komponen vegetatif pada jagung yang ditanam pada pertanaman kelapa 20 tahun, terutama tinggi tanaman lebih rendah dibanding lokasi lainnya, gejala etiolasi (pemanjangan) tidak terjadi karena pertumbuhan jagung sangat tidak baik. Jumlah daun tidak berbeda, karena dianggap sifat genetis jagung sampai pada taraf naungan seperti ini tidak menyebabkan gangguan genetis yang parah, sehingga laju pembentukan daun tetap sama meskipun dengan karakter morfologi yang berbe da. Perbedaan radiasi matahari yang diterima akan berpengaruh pada keseluruhan
proses
metabolisme,
sehingga
terjadi
perbedaan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara keseluruhan. Pertumbuhan yang terganggu menyebabkan produksi tanaman tidak mencapai angka potensial.
Squire (1990) mengemukakan bahwa
produksi bahan kering tanaman berbanding lurus dengan besarnya intersepsi radiasi matahari oleh tanaman.
Tanaman jagung yang
tergolong kelompok C4 merupakan contoh tanaman yang memerlukan energi radiasi yang besar.
Hal itu terbukti pada jagung yang di
49 pertanaman kelapa umur 20 tahun, karena transmisi radiasi hanya 22 %. Akibatnya pertumbuhan tanaman tidak sebaik jagung di pertanaman kelapa umur 5 dan 50 tahun atau di lahan terbuka. Rukmana (1997) mengemukakan bahwa jagung yang mendapat naungan berat akan terhambat pertumbuhannya, batang menjadi kurus dan
tongkolnya
produksinya
ringan
cenderung
bahkan
tidak
menurun.
Hasil
mendapatkan nilai parameter vegetatif lahan terbuka dan di tanaman kelapa
terbentuk
buah
penelitian
lebih baik
Musa
sehingga (2007)
pada jagung
di
berumur lebih dari 15 tahun
dibandingkan dengan nilai pada pertanaman kelapa berumur kurang dari 15 tahun. Jika dinamika suhu dihubungkan dengan produksi bahan kering, maka secara umum dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan suhu 10 0 C produksi bahan kering akan meningkat sebesar dua kali (Q 10 ), dengan catatan tanaman tumbuh
dalam kisaran suhu optimum (Chang 1974).
Suhu udara sangat menentukan pembentukan jaringan baru melalui pengaruhnya terhadap pembelahan dan pemanjangan jaringan meristem. Suhu
berperanan
pada
metabolisme
tanaman
ditunjukkan
dengan
pengaruhnya yang besar terhadap proses respirasi (Baharsyah 1982). Pada penelitian ini, rata-rata suhu udara pada berbagai umur tanaman kelapa tidak berbeda dan tidak juga melampaui kebutuhan dasar suhu tanaman jagung, sehingga unsur iklim mikro ini bukan penyebab utama perbedaan produksi bahan kering, tapi lebih dominan karena perbedaan penerimaan radiasi matahari. Pada tanaman semusim, produksi adalah indikator baik tidaknya masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama fase vegetatif. Produksi
tanaman
jagung
yang
diperoleh
pada
penelitian
ini
membuktikan hal tersebut. Tanaman jagung dengan parameter vegetatif yang tidak baik pada pertanaman kelapa umur 20 tahun menghasilkan jagung lebih rendah dibandingkan dengan yang ditanam pada pertanaman kelapa 5, 50 tahun, dan lahan terbuka.
50 Secara umum, produksi jagung yang ditanam di bawah kelapa lebih rendah dibanding dengan produksi jagung pada lahan terbuka (perlakuan kontrol). Produksi jagung di lahan terbuka 5.4 t.ha -1
di
pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun berturut-turut 3.2, 1.9, dan 3.9 t.ha -1 . Rochette et al. (1996) mendapatkan bahwa efisiensi penggunaan radiasi matahari oleh tanaman pada saat berawan bisa berkurang 66 % dibanding saat cuaca cerah. Selanjutnya Braconnier (1998) dengan membuat empat level naungan buatan dengan tingkat transmisi sebesar 31, 41, 72, dan 100% (x) mendapatkan hubungan linear positif antara besarnya tingkat naungan buatan dengan produksi pipilan kering (Y) yang digambarkan
dengan
persamaan
empiris
Y=0.0837x
+
0.2921
(R 2 =0.99).Berdasarkan model tersebut bisa disimpulkan bahwa produksi jagung akan bertambah sejalan dengan meningkatnya penerimaan radiasi radiasi atau akan makin rendah dengan semakin meningkatnya tingkat naungan. Pada
penelitian
menghubungkan
ini
besarnya
telah
dibuat
transmisi
radiasi
model
empiris
matahari
(R t )
yang dengan
produksi tanaman sela. Asumsi yang dibuat untuk membangun model empiris adalah (1) air dan hara tersedia selama masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman, (2) suhu
dan kelembaban antar blok kelapa
tidak berbeda ekstrim (sesuai hasil penelitian), (3) gangguan hama dan penyakit minimal, dan (4) pengelolaan dan pemeliharaan dilakukan sesuai standar untuk tiap jenis tanaman sela. Asumsi-asumsi tersebut yang digunakan sebagai unsur pendukung model empiris yang diperolah. Adapun model empiris untuk jagung yaitu Y (jgg) =2.28ln(R t )-5.42, 2
[R =0.99], analisis selengkapnya disajikan pada Lampiran 10. Jika dihubungkan dengan variabel iklim mikro lainnya seperti s uhu, maka kebutuhan suhu optimal untuk masa pertumbuhan tanaman jagung antara 27-30 0 C (Irfan 1999 diacu dalam Musa 2007). Rataan suhu harian antar lokasi tidak berfluktuasi secara ekstrim dan masih memenuhi kebutuhan optimum bagi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung.
51 Dengan demikian, dapat dianggap bahwa bervariasinya pertumbuhan dan produksi jagung pada percobaan ini lebih ditentukan oleh keragaman penerimaan radiasi matahari karena perbedaan umur tanaman dan sistem tanam kelapa. 4.7.2 Pertumbuhan dan produksi padi Tanaman indikator kedua yang dicobakan pada penelitian ini adalah padi gogo varietas Limboto yang dipesan langsung dari Balai Penelitian Padi (Balit Padi) Badan Litbang Pertanian-Sukamandi, Jawa Barat. Meskipun padi jenis ini dilaporkan resisten terhadap naungan, namun indikator vegetatif dan produksinya memberikan gamba ran bahwa perbedaan penerimaan radiasi matahari yang ditransmisikan akibat perbedaan umur tanaman tetap menyebabkan perbedaan nyata pada parameter yang diamati. Hasil pengamatan karakter vegetatif dan produksi tanaman padi yang ditanam pada tiga umur kelap a dan lahan terbuka disajikan dalam Tabel 8 dan analisis di Lampiran 9. Tabel 8 Parameter vegetatif dan pro duksi padi di pertanaman kelapa dan lahan terbuka. Lokasi
Tinggi padi (cm) 80.9a 87.8b 81.2a 79.8a
Anakan padi Per rumpun 8.4a 7.5a 10.5b 11.3b
Produksi (t.ha -1 ) Kelapa 5 thn 2.9a Kelapa 20 thn 1.4b Kelapa 50 thn 3.5c Lahan terbuka 4.7d Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji F)
Tanaman
padi
gogo
yang
paling
tinggi
ditemukan
pada
pertanaman kelapa umur 20 tahun, hal ini terjadi karena adanya proses etiolasi.
Jumlah radiasi matahari yang mencapai tanaman padi hanya
22% dari total yang diterima di lahan terbuka atau di atas tajuk kelapa sehingga tidak cukup juga bagi pembentukan jumlah anakan yang rata rata hanya 7 per rumpun. Akibatnya, produksi padi Gabah Kering Giling (GKG) di lokasi ini paling rendah dibanding padi gogo yang ditanam di pertanaman kelapa umur 5, 50, dan lahan terbuka.
52 Potensi produksi padi ini tidak tercapai pada penelitian ini, tapi dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa penanaman padi gogo dipertanaman kelapa dengan tingkat transmisi radiasi hanya 38% (kelapa umur 5 tahun) atau 49% (umur 50 tahun) masih memungkinkan untuk dilakukan.
Hubungan antara besarnya transmisi radiasi matahari (R t )
dengan produksi padi gogo (Y padi ) dimodelkan dengan Y (padi) =2.17ln(R t )4.85 [R 2 =0.98] (selengkapnya di Lampiran 10). 4.7.3 Pertumbuhan dan produksi kacang tanah Kacang tanah memberikan respon yang tidak terpola terhadap perbedaan transmisi radiasi matahari dibanding tanaman jagung dan kacang tanah. Berdasarkan analisis ragam, produksi bahan kering antar lokasi berbeda nyata, dan produksi terbesar diperoleh pada lahan terbuka dan terendah pada kelapa berumur 20 tahun. Produksi polong total dan polong berisi terbanyak juga diperoleh dari lahan terbuka dan terendah di kelapa umur 20 tahun. Informasi selengkapnya disajikan dalam Tabel 9 (analisis di Lampiran 9). Tabel 9 Parameter vegetatif dan produksi kacang tanah di pertanaman kelapa dan lahan terbuka. Lokasi Kelapa 5 thn Kelapa 20 thn Kelapa 50 thn Lahan terbuka
Berat kering (g.tan -1 ) 26.5a 25.6a 28.5b 30.0c
Total polong (polong.tan -1 ) 9.4a 9.1b 9.5c 9.6c
Polong berisi (polong.tan -1 ) 6.4a 6.0b 6.4a 6.5a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji F)
Produksi kacang tanah sangat dipengaruhi oleh selain kondisi tanah dan pemeliharaan, juga ketersediaan faktor lingkungan fisik lainnya seperti air, radiasi matahari, suhu. Melalui indikator curah hujan, maka jumlah yang optimal untuk kacang tanah antara 800-1 300 mm per tahun, kondisi ini terpenuhi selama masa tanam. Hasil pengamatan suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian menunjukkan angka yang tidak menjadi penghalang tanaman bertumbuh dan berproduksi dengan
53 baik.
Jadi
adanya
perbedaan
produksi
kemungkinan
besar
lebih
diakibatkan oleh level radiasi yang tidak sesuai, karena kacang tanah umumnya memerlukan cahaya penuh (Anonim 2010). Produksi kacang tanah tertinggi diperoleh di lahan terbuka yaitu 1.9 t.ha -1 . Produksi kacang tanah yang ditanam di bawah kelapa umumnya lebih rendah dibanding lahan terbuka (kontrol). Rata -rata produksi kacang tanah pada pertanaman kelapa umur 5, 20 dan 50 tahun berturut-turut 1.6, 0.9, dan 1.6 t.ha -1 . Rataan Potensi produksi kacang tanah varietas Kelinci menurut deskripsi yang dikeluarkan Pusat Penelitian Tanaman Pangan adalah 1-2 ton.ha -1 [Puslibangtan 2012). Persentase produksi yang ditanam di bawah kelapa dibanding potensi produksi kacang tanah berkisar antara 59.33-88.30%, sedangkan pada lahan terbuka presentase produksi 94% dari potensi produksi tertinggi. Konversi rata-rata produksi kacang tanah dalam penelitian ini tidak mencapai potensi produksi yang lebih dari 2 t.ha -1 . Apalagi pada tanaman kelapa yang berumur 20 tahun produk kacang tanah sangat kurang dibanding lokasi lainnya. Tanpa menyebutkan berapa persentasi tingkat naungan Suparman & Abdurahman (2003) mendapatkan bahwa produksi 14 galur kacang tanah di pertanaman kelapa rata 1.4 t.ha -1 dan di lahan terbuka 2.7 t.ha -1 . Hal ini menunjukkan bahwa memang kacang tanah lebih sesuai diusahakan di lahan terbuka, namun dengan tingkat naungan yang rendah kacang tanah masih dapat berproduksi dengan baik, sebagaimana diperlihatkan hasil kacang tanah pada pertanaman kelapa umur lebih dari 5 dan 50 tahun. Hubungan
antara
transmisi
radiasi
matahari
(R t )
dengan
keragaman produksi kacang tanah (Yk cg ) telah digunakan untuk membuat model empiris produksi kacang tanah. Model empiris mempunyai pola logaritmik dengan persamaan matematik Y k cg =0.63ln(R t )-2.01, [R 2 =0.84] (Lampiran 10). 4.8. Produktivitas Lahan Indikator Parameter produktivitas lahan adalah indeks land equiavalent ratio
(LER). Indeks ini merupakan indikator adanya
54 perubahan tingkat produktivitas lahan setelah diusahakan, baik dengan sistem tanam monokultur maupun polikultur. LER pada penelitian ini dihitung dengan basis usaha tani kelapa polikultur. Nilai LER polikultur kelapa+jagung pada umur kelapa 20 dan 50 tahu n berturut-turut sebesar 1.9 dan 1.75, kelapa+padi
bernilai 1.8 dan 1.9,
dan kelapa+kacang
tanah adalah 1.9 dan 1.8. Semua kombinasi usaha tani kelapa polikultur meningkatkan produktivitas lahan sebesar 75-99%.
Hasil penelitian
Koesmaryono & Sabaruddin (2005) mendapatkan LER pada kombinasi tanaman jagung dan kacang tanah pada musim hujan dan kemarau sebesar 1.63 dan 1.62. Artinya sistim tanam antar tanaman pangan juga dapat meningkatkan produktivitas lahan >60%. Kesimpulan umumnya, bahwa pemanfaatan lahan di antara kelapa atau sistem tanam polikultur
dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Artinya, petani akan mendapatkan nilai tambah dengan sistem tanam polikultur.
Dengan
demikian
pendapatan
petani
akan
meningkat
sekaligus efisiensi penggunaan lahan juga makin bertambah ( Analisis lengkap di Lampiran 11) 4.9 Analisis Usaha Tani Produksi jagung, padi, dan kacang tanah pada penelitian ini umumnya tidak mencapai produksi potensial, apalagi yang diusahakan di bawah pertanaman kelapa. Penghitungan nilai manfaat model usaha tani polikultur dilakukan dengan memasukkan pendapatan antara produk kelapa dengan tanaman sela.
Produk kelapa dalam analisis usaha tani
dibagi menjadi dua macam produk, yaitu kopra dan kelapa segar (butiran). Di beberapa sentra pabrik tepung kelapa atau pabrik minyak , produk kelapa butiran lebih banyak digunakan dibanding kopra. Hasil analisis BC ratio pada usaha tani kelapa monokultur menunjukkan bahwa pada kelapa umur 20 dan 50 tahun sebaiknya produk kelapa diarahkan pada kelapa segar (BC ratio 4.1 dan 3.1), karena produk kopra merugikan dengan (BC ratio 0.4 dan 0.12). Kelapa umur 5 tahun belum dilakukan analisis karena kelapa belum berproduksi.
Jika semua
produk kelapa butiran dikombinasikan dengan produk tanaman sela,
55 maka nilai BC ratio berkisar antara 1.3-3.6. BC ratio tertinggi ada pada kombinasi kelapa-50+jagung (3.6) dan terendah pada kombinasi kelapa 20+padi (1.3).
Jika petani mengandalkan produk kopra, maka hanya
kombinasi kelapa (umur 20 dan 50 tahun) dengan kacang tanah yang nilai BC rationya antara 2.4-3.6, kombinasi kelapa-50+jagung dan kombinasi50+padi bernilai 1.9 dan 1.5, dan kombinasi yang sama pada kelapa umur 20 tahun bernilai 0.7 dan 0.1. Pengusahaan
padi
dan
jagung
yang
tidak
ekonomis
pada
pertanaman kelapa umur 20 tahun, selain disumbang oleh produktivitas tanaman sela yang rendah juga diperparah dengan besarnya biaya produksi (kopra).
Jika tanaman jagung, padi, dan kacang tanah
merupakan usaha tani monokultur seperti di lahan terbuka, maka Nilai BC ratio yang diperoleh adalah 2.5-4.2. Nilai BC ratio >1 menunjukkan bahwa usaha tani tersebut layak secara ekonomi untuk dilakukan. Berdasarkan kajian yang dilakukan dapat dikatakan bahwa nilai kelayakan usaha tani dipengaruhi oleh kuantitas dan harga produk yang dihasilkan.
Produk kopra dengan
rendemen hasil yang kecil terhadap berat buah dibandingkan dengan produk butiran juga berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Biaya memproduksi kopra dan waktu yang diperlukan untuk proses kopra juga berkontribusi terhadap menurunnya pendapatan atau keuntungan petani.
Jadi, Keuntungan yang diperoleh dari usaha tani kelapa
polikultur akibat kontribusi silang dari kedua komoditi yang ada (hasil analisis di Lampiran 12-15).
56
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1.
Distribusi radiasi matahari pada beberapa umur tanaman kelapa memiliki besaran (magnitude) yang berbeda. Transmisi radiasi matahari tertinggi terjadi pada pertanaman kelapa umur 50 tahun (49%),
kemudian pada kelapa 5 tahun (38%)
kelapa 20 tahun (22%).
dan terendah pada
Distribusi temporal harian menunjukkan
bahwa radiasi matahari tertinggi terjadi pada pukul 12.00 atau saat tengah hari. Pola temporal ini hanya terjadi pada sistem tanam kelapa segiempat.
Pada sistem tanam segitiga distribusi radiasi matahari
tidak berhubungan dengan perubahan waktu.
Distribusi spasial
radiasi matahari saat tengah hari menempati lahan lebih luas dibanding dengan sistem tanam segitiga. Simulasi pada tujuh umur kelapa
berbeda
menunjukkan
bahwa
transmis i
radiasi
sistem
segiempat lebih tinggi (57 205 lux) dibandingkan dengan sistem segitiga (31 384 lux). Berdasarkan umur, maka hasil simulasi menunjukkan bahwa pada umur kelapa 20 tahun (segitiga atau segiempat) radiasi matahari di pertanaman kelapa adalah yang paling rendah. Pola distirbusi radiasi matahari sistem tanam segitiga dapat digunakan sebagai pelengkap pola distribusi radiasi pada sistem tanam kelapa segiempat yang telah dibuat sebelumnya. 2.
Profil iklim mikro pada beberapa umur tanaman kelapa umumnya tidak berbeda secara ekstrim. Rata-rata suhu udara harian pada lahan pertanaman kelapa lebih rendah 1-2 o C dibandingkan dengan suhu di lahan terbuka.
Rata-rata suhu udara di bawah pertanaman kelapa
berkisar 25-29 o C dan di lahan terbuka bervariasi antara 27-30 o C. Rata-rata suhu udara tertinggi terdapat pada pertanaman kelapa umur 5 tahun dan terendah
pada umur 50 dan 20 tahun.
Kelembaban
udara di lahan terbuka lebih rendah dibanding kan dengan yang terukur di pertanaman kelapa. Di pertanaman kelapa, kedua unsur iklim mikro ini tidak terlalu berfluktuasi sebagaimana di lahan terbuka. Kadar air tanah (KAT) pada tiga lahan kelapa kelapa adalah
57 5-80% dan di lahan terbuka 5-32%.
Rata-rata KAT tertinggi
ditemukan di lahan kelapa umur 20 tahun yaitu 41% dibandingkan dengan KAT pada lahan kelapa umur 5 dan 50 tahun yang bernilai 21-24%. 3.
Distribusi hujan di pertanaman kelapa bervariasi berdasarkan perbedaan arsitek tajuk kelapa. Tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun dapat mengintersep hujan sebesar 38%, (tertinggi) dan kelapa umur 5 dan 50 tahun berturut-turut sebesar 27 dan 29% dari rata-rata total curah hujan di tiap lokasi. Lahan pertanaman kelapa umur 5 tahun mendapatkan
hujan
efektif
(neto)
sebanyak
71%
dan
pada
pertanaman kelapa umur 20 dan 50 tahun berturut-turut sebesar 63 dan 71%. 4. Pertumbuhan dan produksi tanaman sela pada beberapa umur tanaman kelapa tidak sama dan umumnya lebih r endah dibandingkan dengan di lahan terbuka. Produksi jagung pada kelapa umur 5, 20, 50 tahun, dan di lahan terbuka sebesar 3.2, 1.9, 3.9, dan 5.4 t.ha -1 . Produksi padi (Gabah Kering Giling, GKG) dengan lokasi yang sama sebesar 2.9, 1.4, 3.5, dan 4.7 t.ha -1 . Produksi kacang tanah 1.6, 0.9, 1.0, dan 1.9 t.ha -1 . Model empiris antara persentase transmisi radiasi (R t ) dengan produksi tanaman jagung adalah, Y (jgg) =2.28ln(R t )-5.42, [R 2 =0.99], padi Y (pa di) =2.17ln(R t )-4.85 [R 2 =0.98], dan kacang tanah, Y k cg =0.63ln(R t )-2.01, [R 2 =0.84]. 5.
Hasil analisis produktivitas lahan pada usaha tani kelapa 20 dan 50 tahun polikultur dengan jagung mendapatkan nilai LER berturut-turut sebesar 1.7 dan 1.6. Pada polikultur kelapa+padi nilai LER 1.6 dan 1.8 dan sedangkan pada kelapa+kacang tanah bernilai 1.8 dan 1.8. Sistem
polikultur
perkebunan kelapa
dapat
meningkatkan
produktivitas
lahan
mulai dari 60%. Kelayakan usaha tani kelapa
baik monokultur maupun polikultur dilihat dari nilai BC ratio. Usaha tani kelapa monokultur akan menguntungkan jika petani memproduksi kelapa segar (butir an) untuk dijual (BC ratio 3.1-4.2). Polikultur
kelapa+tanaman
sela
(jagung,
padi,
kacang
tanah)
58 menguntungkan
untuk
diusahakan
(BC
dikombinasikan dengan produk kelapa segar.
ratio
1.3 -3.6)
jika
Jika produk kelapa
berupa kopra, maka keuntungan hanya diperoleh pada kombinasi kelapa (20 dan 50 thn)+kacang tanah (BC ratio 1.1-2.4) dan kombinasi kelapa-50+(jagung atau padi) (BC ratio 1.5-1.9) dan merugikan pada kombinasi kelapa-20+(jagung atau padi). 5.2 Saran Penelitian
dapat
dikembangkan
dengan
memakai
peralatan
pengukur intensitas radiasi matahari yang lebih baik dalam jumlah yang memadai. Penelitian sebaiknya dilanjutkan dengan menggunakan sistem tanam dan umur kelapa lebih beragam dengan melakukan kombin asi monokultur dan polikultur.
Kegiatan penelit ian dilakukan minimal 5
tahun untuk mendapatkan data yang lebih representatif.
Penelit ian
sebaiknya dilakukan di perkebunan kelapa rakyat dengan jarak dan sistem tanam yang tidak teratur. Aplikasi program simulasi tetap dikembangkan sehingga untuk masa d epan tidak perlu lagi melakukan kegiatan lapang yang memakan biaya, tenaga dan tidak efisien.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2010. Kacang tanah (Arachis hypogeal L). Kantor Deputi Menristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http:/www.ristek.go.id [15 Juni 2010) Arrijani. 2007. Korelasi model arsitektur pohon dengan laju aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi: Suatu studi tenjtang peranan vegetasi dalam konservasi tanah dan air pada sub-DAS Cianjur Cisokan Citarum Tengah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Baharsjah JS. 1980. Pengaruh naungan pada berbagai tahap perkembangan dan populasi tanaman terhadap pertumbuhan, hasil dan komponen hasil kedelai (Glycine max (L) Merr) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. --------------. 1982. Hubungan cuaca dengan tanaman [bahan ajar]. Di dalam:Makalah Pelatihan Penerapan Agrometeorologi dalam Pengembangan Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Baldy C, Stigter CJ. 1997. Agrometeorology of multiple cropping in warm climates. INRA-Paris [BALITKA] Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Kelapa Dalam ( cocos nucifera). 2001. Departemen Pertanian. Jakarta [BALITTRI] Balai Penelitian Tanaman Industri. 1983. Petunjuk pelaksanaan blok penghasil tinggi kelapa Dalam. Direktorat jenderal Perkebunan bekerjasama dengan Balai Penelit ian Tanaman Industri, Bogor-Jakarta. Barri NL dan Koesmaryono Y. 2005. Studi kasus pola penerusan radiasi surya di bawah tajuk pertanaman kelapa untuk peningkatan efisiensi lahan. Di dalam: Tanggung jawab agronomi dalam revitalisasi pertanian. Prosiding Seminar Nasional; Malang, 27 – 28 September 2005. Malang: Perhimpunan Agronomi Indonesia. Hlm 98 -106. Basri Haradi. 2010. Grand Strategi Dewan Kelapa Indonesia. http:// www. dekindo.com/content/aboutus/grand_strategy.pdf [2 Januari 2012] Beer J, Muschler R, Kass D, Somarriba E. 1998. Shade management in coffee and cacao plantations. Agroforestry Sistems. (38):139-164
60 Beets WC. 1982. Multiple Cropping and Tropical Farming System. England. Gower Publishing Company Limited. Braconnier S. 1998. Maize-coconut intercropping: Effects of shade and root competition on maize growth and yield. Agronomie (18):373382. Bruijnzeel LA and Critc Hley WRS. 1994. Environmental impact of logging moist tropical forest. IHP Humid Tropics Program Series No. 7. Campbell GS. 1986. Extinction coefficient for radiation in plant canopies calculated using an ellipsoidal inclination angle distribution. Agricultural and Forest Meteorology (36):317-321 Chang JH. 1974. Climate and Agriculture, an Ecological Survey. Aldine Publishing Company. Copeland EB. 1931. London. 233 hlm.
The Coconut. Macmillan and Co., limited.
Darwis SN. 1988. Tanaman Sela di antara Kelapa. Seri Pengembangan No.2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. Dauzat J and Eroy MN. 1997. Simulating light regime and intercrop yield in coconut based farming systems. European Journal of Agronomy (7):63-74. [Davao Research Centre]. 1998. The light levels under coconut canopy. Agronomy and soils division-Philipine Coconut Authority. DavaoPhilipine. Flenet F, James RK, James AB, Mark EW, Donald CR. 1996. Row spacing effect on light extinction coefficients of corn, sorghum, soybean, and sunflower. Agron J. (88):185-190. Frazer GW, Canham CD, Lertzman KP. 1999. Gap light analyzer (GLA) version 2.0: Imaging software to extract canopy structure and gap light transmission indices from true-colour fisheye photographs, users manual and program documentation. Simon Fraser University. 36 hlm. Friday, JB, James HF. 2001. A simulation model for hedgerow light interception and growth. Agricultural and Forest Meteorology (108) : 29-43. Ganis A. 1997. Radiation transfer estimate in row canopy:A simple procedure. Agricultural and forest Meteorology 88:67 -76
61
Hairiah K, Widianto, Sri RU, Betha L. 2002. Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. [ICRAF] International Centre for Research Agroforestry. Bogor. Handoko. 1993. Klimatologi dasar (Landasan pemahaman fisika atmosfir dan unsur-unsur iklim) [editorial]. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Bogor: FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertaninan. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Bogor: FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Http://www.fao.org/DOCREP/005/AC489E/AC489E02.htm. 2004].
[17
Sep
Http://www.puslittan.bogor.net/index.php?bawaan = varietas/varietas_ detail & komoditas=05026&id=Kancil&pg=1&varietas=1. [4 Jan. 2012] Irianto GM. 2002. Karakteristik intersepsi radiasi surya pada kelapa Dalam dan kelapa Genjah [skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Japar JS. 2000. Intersepsi hujan pada kelapa Dalam, Hibrida, dan Genjah [skripsi]. Bogor: Departemen Geo fisika dan Meteorologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Jones GH. 1992. Plant and Microclimate, A Quantitative Approach to Environmental Plant Physiology (second edition). Cambridge University Press. Jumin HB. 2002. Agroekologi, Suatu Pendekatan Fisiolo gis. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kaimuddin. 1994. Kajian Model Pendugaan Intersepsi Hujan di Tegakan pinus merkusii, Agathis lorathifolia dan Schima walicii di Hutan Pendidikan Gunung Wallat Sukabumi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Koesmaryono and Sabaruddin Laode. 2005. Scientific agrometeorological Aspect of Efficient Resources Use in Some Intercropping System in Southeast Sulawesi, Indonesia . J. Agric. Meteorol. 60 (5): 331-35. ----------------, Sabaruddin Laode and Stigter Kees. 2005. Derived agrometerological information serving government and farmer‟s decisions in some intercropping systems in Southeast Sulawesi, Indonesia, J. Agric. Meteorol. 60 (5): 343-47.
62 ----------------- and Sugimoto. 2005. Dry matter production and yield of maizae-soybean intercropping systems. J. Agric. Meteorol. 60 (5): 941-44 Lakitan B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lamanda N, Jean D, Chistophe J, Eric M. 2004. Using 3D architecture models for evaluation of small holder coconut -based agroforestry sistem [artikel]: 1 st World Congress of Agroforestry: Working Together for Sustainable Land Use Sistems. 27 june–2 July 2004. Orlando, florida, USA. Larsen RD, Kershaw JA. 1996. Influence of canopy structure assumptions on predictions from Beer‟s law. A comparison of deterministic and stochastic simulations. Agriculture and forest Meteorology. (81):61-77. Mahmud Z. 2008. Modernisasi usahatani kelapa rakyat. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(4):274-287. Jakarta. Monteith JL, Unsworth MH. 1990. Principles of environmental physics. Edward-Arnold. London Moss JRJ. 1992. Measuring light interception and the efficiency of light utilization by the coconut palm ( Cocos nucifera). Expl. Agric (28):273-285 Musa Y. 2007. Analisis pertanamana jagung pada sistem tumpangsari dengan tanaman kelapa. Jurnal Agrisistem. Desember Vol. 3 No. 2. Nelliat EV, Bavappa KV and Nair PKR. 1974. Multistoryed cropping: A New Dimension Cropping for Coconut Plantation. World Crops 26(6):262-66 Ohler JG. 2006. Modern coconut management; palm cultivation and products. eArticle by Food and Agriculture organization of United Nations http://www.amazon.co.uk/Modern-Coconut-ManagementCultivation-Products/dp/185339467X [ 4 Oktober 2006]. 137 pp. Pelawi SF. 2009. Intersepsi pada berbagai kelas umur tegakan kelapa sawit (Elaeis guinnensis) [skripsi]. Medan: Fakultas Kehutanan , Universitas Sumatera Utara. Penning de Vries, FWT, Van Laar HH. 1982. Simulation of Plant Growth and Crop Production. Center for Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen-Netherland
63 Proud KRS. 2005. A guide to www.udpmindanao.org. [10 Juni 2010].
intercropping
coconuts.
[Puslibangtan] Pusat Penelitian Tanama Pangan. 2012. Deskripsi Tanaman Jagung Manado Kuning, Padi gogo Limboto, dan Kacang Tanah Kelinci. http://puslit.bogor.net/index.php? (9 Januari 2012). Ramirez JA, Senarath SUS. 1999. A Statistical dynamical parameterization of interception and land surface-atmosphere interaction. Am. Meteorol.Soc. (13):4050-4063. Rauf A. 2009. Intersepsi hujan dan pengaruhnya terhadap pemindahan energi dan massa pada hutan tropika basah: Studi kasus taman nasional LORE LINDU [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjan a, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ridwan BM. 2009. Penerapan model Gash untuk pendugaan intersepsi hujan pada perkebunan kelapa sawit (Studi kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung) [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rochette P, Desjardinas RL, Pattey E, Lessard R. 1996. Instantaneous measurement of radiation and water use efficiences of a corn crop. Agron J. 88:627-635. Rukmana HR. 1997. Usaha tani jagung.Yogyakarta: Kanisius Serra M, Dauzat J, Auclair D. 2001. Using plant-architectural models for estimationof radiation transfer in a coconut -based agroforestry sistem. Agroforestry Sistems (53):141-149. Kluwer Academic Publishers [sumber: TEEAL CD-ROM]. Sitaniapessy, P.M. 1982. Pengaruh Iklim dan Cuaca terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sitompul SM. 1998. Radiasi dalam system agroforesti [bahan ajar]. WaNulCAS; Model simulasi untuk sistem agroforestri. [ICRAF] International Centre for Research Agroforestry. Bogor-Indonesia. Stadt KJ, Leiffers VJ, Pinno BD. 2001.Modelling light dynamics in boreal mixwood forests. [Project report, 2001-12]. www.ualberta.ca/sf [10 juni 2009] Sugimoto, Koesmaryono, and Nishii Miyahara. 2005. Canopy photosynthesis of Maize-Soybean intercropping systems. J. Agric. Meteorol. 60(5): 937-940
64 Suharto E. 2007. Model empiris intersepsi tajuk dan curah hujan efektif pada tegakan sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus.(3):365-370 Suparman dan Abdurahman. 2003. Teknik pengujian galur kacang tanah toleran naungan di bawah tegakan pohon kelapa. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8 No.(2):76-79 Suryanto P, Tohari, Sabarnurdin SM. 2005. Dinamika system berbagai sumberdaya (resource sharing) dalam agroforestri: dasar pertimbangan penyusunan strategi silvikultur. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.(2):165-178. Squire GR. 1990. The Physiology of Tropical Crop Production. CAB International-Wallingford-UK. Tarigans DD dan Sumanto. 2002. Penelitian pola usaha tani berbasis kelapa hibrida di Cimerak. Jurnal Littri 8 (4):109-116. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Thondok AR. 1998. Pemanfaatan peluang pengembangan kelapa dalam era globalisasi. Di dalam: Modernisasi Usaha pertanian berbasisi kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa IV. Bandar Lampung 21-23 April 1998. Hlm 25-32 Tsubo M, Walker S. 2002. A model of radiation interception and use by maize-bean intercrop canopy. Forest Ecology and Management (110):203 – 215. Wilson and Ludlow,1991. The Pasture-Cattle-Coconut http://www.fao.org/DOCREP/005/AC489E/AC489E02.htm Maret 2010]
System [10
Zhang Xiao-Quan, Deying Xu. 2002. Modeling radiation transfer within the canopy of a Chinese fir plantation. Forest Ecology and Management (170):107-116.
65
Lampiran 1
Lokasi penelitian di Kebun Percobaan Kima Atas BALIT PALMA (Balai Penelitian Tanaman Palma) ManadoSulawesi Utara
Lokasi penelitian ini terletak pada ketinggian 80 m dpl pada koordinat 1.32 LU dan 124.54 BT dan berjarak 500 m dari Airport Sam Ratulangi kea rah Utara. Kebun Percobaan Kima Atas merupakan salah satu tempat koleksi beberapa varietas kelapa, termasuk jenis kelapa “KOPYOR” yang penelitiannya sedang intensif dilakukan. Blok 50 tahun pada lokasi penelitian adalah lokasi kelapa Dalam Mapanget, Tenga, dan Palu (kelapa Unggul Nasional) yang juga merupakan sumber benih tersertifikasi. Blok 20 tahun adalah koleksi beberapa kelapa Hibrida DalamxDalam saat ini juga sebagai salah satu sumber benih. Blok kelapa 5 tahun merupakan peremajaan kelapa sumber benih yang induknya diambil adalah kelapa Dalam unggul yang ada di Balit Palma.
Kebun Perc. KIM A ATAS BALITKA
Air port Sam Ratulang i
50 thn
Blok 50 thn Blok open lahan 20 thn
Sumber : Google-earth [10 Maret Blok2010] 5 thn (koordinat 1.23 LU; 124.54 BT)
Blok 20 thn
66 Lampiran 2 Keragaan tanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun.
KELAPA UMUR 5 TAHUN Jenis kelapa Dalam Batang belum jelas terbentuk Tajuk belum terbentuk sempurna Rata-rata luas daun 338.53 m2 Tutupan proyeksi tajuk rendah Tinggi batang semu 0.55 m Belum berbuah Sistem tanam segitiga 9x9x9m Pemeliharaan rutin dilakukan
KELAPA UMUR 50 TAHUN Jenis kelapa Dalam Batang lurus, kasar, bertakik Tajuk terbentuk sempurna Rataan luas daun 191.98m 2 Tutupan proyeksi tajuk rendah Rataan tinggi tanaman 15.32m Sistem tanam segiempat 10x10m Pemeliharaan rutin dilakukan
KELAPA UMUR 20 TAHUN Jenis kelapa Hibrida Batang lurus, kasar, bertakik Tajuk terbentuk sempurna Rataan luas daun 301.15m 2 Tutupan proyeksi tajuk tinggi Rataan tinggi tanaman 12.03m Sistem tanam segitiga 9x9x9m Pemeliharaan rutin dilakukan
Sumber: Dokumentasi pribadi
67 Lampiran 3 Persiapan lahan dan penanaman tanaman sela.
Pembajakan lahan penelitian pada pertanaman kelapa umur 50 tahun
Rotari lahan penelitian setelah pembajakan dan penyisiran di lahan terbuka
Tanam jagung di kelapa umur 50 tahun
Tanam kacang tanah di kelapa umur 20 tahun
Sumber: Dokumentasi pribadi
Tanam padi di lahan terbuka
68 Lampiran 4 Langkah-langkah penggunaan software 3Ds Max Design
MO DEL K ELAPA 3D
DIOPERASIKAN DENGAN EXCEL
69 Lampiran 5 Kalibrasi luas anak daun kelapa menggunakan Leaf Area Meter
Jumlah contoh anak daun kelapa 50, diambil secara sengaja dari lima pelepah daun kelapa, bagian ujung, tengah dan bawah. Pengukuran dengan leaf area meter diulang tiga kali. Nilai rata-rata luas dari LAM digunakan untuk membangun persamaan kalibrasi sebagaimana gambar pada Lampiran 10.
Nama alat: Leaf Area Meter, skala 1 x 102 tingkat ketelitian 2 decimal. Lokasi: Laboratorium ekofisiologi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado-Sulawesi Utara.
70 Lampiran 6 Keragaan tanaman sela jagung, padi dan kacang tanah.
Keragaan jagung di kelapa umur 20 tahun Lahan terbuka
Kelapa 5 thn
Kelapa 20 thn
Kelapa 50 thn
Keragaan padi di kelapa umur 50 tahun Keragaan kacang tanah di kelapa umur 50 tahun
Lampiran 7 a)
Posisi bayangan kelapa tanggal 21 Maret jam 08:00 s/d 17:00 Kelapa Dalam umur 50 tahun sistem segiempat 10m x 10m.
09.00
16.00
10.00
15.00
11.00
14.00
12.0 0
13.00
70
72
Lampiran 7: b) Posisi bayangan kelapa tanggal 21 Maret jam 08:00 s/d 17:00 Kelapa Dalam umur 20 tahun sistem segitiga 9m x 9m x 9m
09.0 0
16.0 0
10.0 0
15.0 0
11.0 0
14.0 0
12.0 0
13.0 0
71
73
Lampiran 8 Distribusi radiasi matahari pada sistem tanam kelapa segitiga dan segiempat (Hasil simulasi).
10.00 (Tahun) 5 10 15 20 30 40 50
Umur kelapa (Tahun) 5 10 15 20 30 40 50
67867 48700 50440 50230 65330 72008 73246
10.00 72269 53208 43640 48271 61546 62943 78165
Waktu simulasi 11.00 12.00 13.00 lux 76231 79133 73601 50429 49331 46760 40474 46127 42784 41088 34645 33830 49328 58533 53258 61832 59314 60566 73246 68984 62980
Waktu simulasi 11.00 12.00 13.00 lux 76673 63818 58417 63569 68013 62327 52671 49485 48859 53913 54973 51945 63995 64508 59790 72505 74343 65132 78165 82218 68609
14.00 63642 52338 45685 53649 64503 69076 62980
14.00 42333 53249 44200 51826 58541 65533 69284
Rataan 72095 49512 45102 42689 58190 64559 68287
Rataan 62702 60073 47771 52186 61676 68091 75288
74
Lampiran 9a. Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 5 tahun di Kima Atas Manado-Sulawesi Utara No.
TANGGAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
P
Sf
16 Juni 2007 7.00 0.00 17 Juni 2007 15.00 0.00 18 Juni 2007 13.00 0.00 19 Juni 2007 31.00 0.00 20 Juni 2007 32.00 0.00 26 Juni 2007 4.00 0.00 27 Juni 2007 18.00 0.00 28 Juni 2007 45.00 0.00 29 Juni 2007 5.00 0.00 06 Juli 2007 21.00 0.00 17 Juli 2007 10.00 0.00 19 Juli 2007 10.00 0.00 20 Juli 2007 8.00 0.00 22 Juli 2007 4.00 0.00 24 Juli 2007 11.00 0.00 25 Juli 2007 17.00 0.00 26 Juli 2007 6.00 0.00 27 Juli 2007 8.00 0.00 30 Juli 2007 5.00 0.00 31 Juli 2007 36.00 0.00 1 Agustus 2007 18.00 0.00 14 Agustus 2007 4.00 0.00 20 Agustus 2007 23.00 0.00 21 Agustus 2007 15.00 0.00 22 Agustus 2007 49.00 0.00 23 Agustus 2007 36.00 0.00 24 Maret 2008 7.00 0.00 06 April 2008 59.00 0.00 07 April 2008 16.00 0.00 08 April 2008 95.00 0.00 20 April 2008 59.00 0.00 24 April m2008 139.00 0.00 05 Mei 2008 3.00 0.00 12 Mei 2008 18.00 0.00 13 Mei 2008 24.91 0.00 Rata-rata 24.91 0.00 %-se terhadap P
Tf
Pn
mm 3.27 9.12 10.29 26.60 27.31 0.46 11.86 42.42 1.89 14.78 5.61 4.62 2.03 0.27 5.25 11.29 2.48 3.13 1.17 22.39 13.81 0.46 19.83 11.64 41.52 32.04 4.46 24.26 9.61 39.73 52.74 131.74 0.30 11.23 10.40 17.43 69.96
3.27 9.12 10.29 26.60 27.31 0.46 11.86 42.42 1.89 14.78 5.61 4.62 2.03 0.27 5.25 11.29 2.48 3.13 1.17 22.39 13.81 0.46 19.83 11.64 41.52 32.04 4.46 24.26 9.61 39.73 52.74 131.74 0.30 11.23 10.40 17.43 69.96
P int 3.73 5.88 2.71 4.40 4.69 3.54 6.14 2.58 3.11 6.22 4.39 5.38 5.97 3.73 5.75 5.71 3.52 4.87 3.83 13.61 4.19 3.54 3.17 3.36 7.48 3.96 2.54 34.74 6.39 55.27 6.26 7.26 2.70 6.77 7.60 7.28 29.24
α 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01
K c-5 mm 6.00 2.81 4.65 4.95 3.57 6.28 2.94 3.15 6.39 4.47 5.46 6.03 3.76 5.83 5.85 3.57 4.93 3.87 13.90 4.33 12.90 6.55 3.48 7.87 4.25 2.60 5.23 6.52 56.03 12.53 4.61 6.43 6.91 7.74 3.94 7.15
75
Lampiran 9b Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 20 tahun di Kima Atas Manado-Sulawesi Utara No.
TANGGAL 1 17 Juni 2007 2 18 Juni 2007 3 19 Juni 2007 4 20 Juni 2007 5 26 Juni 2007 6 27 Juni 2007 7 28 Juni 2007 8 29 Juni 2007 9 06 Juli 2007 10 17 Juli 2007 11 19 Juli 2007 12 20 Juli 2007 13 22 Juli 2007 14 24 Juli 2007 15 25 Juli 2007 16 26 Juli 2007 17 27 Juli 2007 18 30 Juli 2007 19 31 Juli 2007 20 01 Agustus 2007 21 02 Agustus 2007 22 03 Agustus 2007 23 11 Agustus 2007 24 14 Agustus 2007 25 15 Agustus 2007 26 19 Agustus 2007 27 20 Agustus 2007 28 21 Agustus 2007 29 22 Agustus 2007 30 23 Agustus 2007 31 24 Agustus 2007 32 25 Maret 2008 35 30 Maret 2008 36 06 April 2008 38 08 April 2008 40 10 April 2008 41 12 April 2008 42 13 April 2008 43 19 April 2008 44 20 April 2008 45 21 April 2008 46 22 April 2008 48 25 April 2008 49 01 Mei 2008 50 02 Mei 2008 51 04 Mei 2008 52 05 Mei 2008 53 12 Mei 2008 54 13 Mei 2008 Rata-rata %-se terhadap P
P 7.00 15.00 13.00 31.00 32.00 4.00 18.00 45.00 5.00 21.00 10.00 10.00 8.00 4.00 11.00 17.00 6.00 8.00 5.00 36.00 18.00 72.00 34.00 39.00 4.00 12.00 31.00 23.00 15.00 49.00 36.00 7.00 2.00 68.00 16.00 123.00 36.00 157.00 42.00 21.00 59.00 80.00 139.00 18.00 50.00 90.00 80.00 3.00 18.00 33.63
Sf 0.11 0.27 0.33 0.70 0.78 0.00 0.41 0.97 0.00 4.26 0.16 0.06 0.00 0.00 0.09 0.10 0.07 0.06 0.00 0.85 0.46 1.16 0.74 0.56 0.00 0.19 0.68 0.53 0.12 0.97 1.04 0.00 0.00 4.34 0.00 3.03 0.00 3.26 0.00 0.14 0.81 1.59 3.32 0.00 4.91 3.17 0.02 0.00 0.00 0.82 2.44
Tf mm 2.68 6.97 3.81 16.78 0.00 0.00 5.88 23.69 1.30 7.42 1.03 1.45 0.54 0.00 0.72 4.03 0.36 0.55 0.26 22.46 5.23 51.82 22.00 21.66 0.00 0.56 12.36 9.25 4.00 27.77 21.18 2.03 0.00 53.33 14.29 107.47 17.82 116.40 23.18 11.66 26.87 47.42 129.83 3.58 39.87 45.40 48.71 0.00 3.63 19.74 58.69
Pn 2.79 7.24 4.14 17.49 0.78 0.00 6.29 24.65 1.30 11.67 1.18 1.51 0.54 0.00 0.81 4.13 0.43 0.61 0.26 23.30 5.69 52.98 22.74 22.21 0.00 0.75 13.04 9.77 4.12 28.75 22.22 2.03 0.00 57.67 14.29 110.50 17.82 119.65 23.18 11.80 27.67 49.01 133.15 3.58 44.79 48.57 48.74 0.00 3.63 20.56 61.13
P int 4.21 7.76 8.86 13.51 31.22 4.00 11.71 20.35 3.70 9.33 8.82 8.49 7.46 4.00 10.19 12.87 5.58 7.39 4.74 12.70 12.31 19.02 11.26 16.79 4.00 11.25 17.96 13.23 10.88 20.25 13.78 4.97 2.00 10.33 1.71 12.50 18.18 37.35 18.82 9.20 31.33 31.00 5.85 14.42 5.22 41.43 31.27 3.00 14.37 13.07 38.87
α 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837 0.837
K c-20 mm 5.58 7.07 9.16 26.78 3.35 9.19 13.98 2.89 10.16 7.34 6.92 6.16 3.35 8.49 10.20 4.66 6.15 3.93 7.67 9.84 8.44 6.46 10.99 3.35 9.48 13.59 10.00 8.56 13.24 8.96 3.83 13.72 3.59 21.06 22.57 12.31 15.01 11.98 5.92 22.52 19.54 5.67 11.49 1.98 29.93 18.25 2.51 11.44 13.90 10.27
76
Lampiran 9c Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 50 tahun di Kima Atas Manado-Sulawesi Utara No.
TANGGAL 1 2 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 23 24 28 31 33 34 38 41 42 43 44 45 48 49 50 52 53 54
17 Juni 2007 18 Juni 2007 20 Juni 2007 26 Juni 2007 27 Juni 2007 29 Juni 2007 06 Juli 2007 17 Juli 2007 19 Juli 2007 20 Juli 2007 22 Juli 2007 24 Juli 2007 25 Juli 2007 26 Juli 2007 27 Juli 2007 30 Juli 2007 31 Juli 2007 02 Agustus 2007 11 Agustus 2007 14 Agustus 2007 21 Agustus 2007 24 Maret 2008 26 Maret 2008 27 Maret 2008 08 April 2008 12 April 2008 13 April 2008 19 April 2008 20 April 2008 21 April 2008 25 April 2008 01 Mei 2008 02 Mei 2008 05 Mei 2008 12 Mei 2008 13 Mei 2008 Rata-rata %-se terhadap P
P 7.00 15.00 31.00 32.00 4.00 45.00 5.00 21.00 10.00 10.00 8.00 4.00 11.00 17.00 6.00 8.00 5.00 18.00 34.00 39.00 23.00 36.00 141.00 110.00 16.00 36.00 157.00 42.00 21.00 59.00 139.00 18.00 50.00 80.00 3.00 18.00 35.53
Sf 0.46 3.03 2.05 1.89 0.00 7.19 0.00 4.39 2.76 3.08 1.58 0.00 2.69 3.68 1.35 1.85 0.00 2.23 3.31 3.91 3.20 3.14 18.47 13.80 0.00 0.00 11.36 0.00 0.47 2.95 12.06 0.32 17.90 4.89 0.00 0.00 3.72 10.48
Tf mm 2.79 8.08 20.79 19.74 0.00 30.65 0.37 13.02 5.14 3.97 2.06 0.00 5.19 8.40 0.55 2.55 0.24 11.76 24.86 20.59 17.80 25.86 108.89 39.51 15.91 27.33 95.47 26.19 10.44 30.68 114.26 3.96 15.17 55.84 0.00 1.10 21.37 60.14
Pn 3.25 11.11 22.84 21.62 0.00 37.84 0.37 17.41 7.89 7.05 3.64 0.00 7.88 12.08 1.90 4.41 0.24 13.99 28.17 24.50 20.99 29.00 127.36 53.31 15.91 27.33 106.83 26.19 10.91 33.63 126.33 4.27 33.06 60.73 0.00 1.10 25.09 70.61
P int 3.75 3.89 8.16 10.38 4.00 7.16 4.63 3.59 2.11 2.95 4.36 4.00 3.12 4.92 4.10 3.59 4.76 4.01 5.83 14.50 2.01 7.00 13.64 56.69 0.09 8.67 50.17 15.81 10.09 25.37 12.67 13.73 16.94 19.27 3.00 16.90 10.44 29.39
α 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65
K c-50 mm 1.67 1.88 1.06 2.60 0.70 2.88 0.63 1.36 2.53 3.14 2.60 1.96 2.65 3.35 2.65 3.01 2.36 0.13 4.76 2.60 2.46 2.94 31.99 1.30 17.77 6.58 1.11 3.21 7.67 25.40 7.74 17.33 23.41 1.95 10.60 10.69 6.02
77
Lampiran 10 Analisis statistik variabel vegetatif dan generatif tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka. 1
Hasil analisis ragam tinggi jagung pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
66 195 58 106 124 301
22 065 7 263
3.04
0.00
2
Hasil analisis ragam jumlah daun jagung pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
4.93 1.86 6.79
1.65 0.23
7.08
0.01
3
Hasil analisis ragam produksi jagung pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
18.62 1.53 20.15
6.21 1.92
32.41
0.00
4
Hasil analisis ragam tinggi padi pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
119.31 23.48 142.79
5
KT 39.77 2.94
F
P
13.55
0.00
Hasil analisis ragam produksi padi pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur kelapa Galat Total
3 8 11
9.12 0.09 9.20
3.04 0.01
278.06
0.00
78
6 Hasil analisis ragam berat kering kacang tanah pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka. Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
35.80 131.20 167.00
11.90 16.40
0.73
0.56
7
Hasil analisis ragam total polong kacang tanah pada pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
0.49 0.64 1.13
0.16 0.08
2.04
0.19
8 Hasil analisis ragam total polong berisi pada kacang tanah di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka. Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa
3
0.41
0.14
1.43
0.31
Galat Total
8 11
0.77 1.17
0.09
7.
Hasil analisis ragam produksi kacang tanah di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun serta di lahan terbuka.
Sumber
DB
JK
KT
F
P
Umur Kelapa Galat Total
3 8 11
16.65 0.67 17.32
5.55 0.08
0.07
0.00
79
Lampiran 11. Analisis model empiris huhungan antara transmisi radiasi matahari (R t ) dengan produksi jagung (Y jgg ), Padi (Y padi ), dan Kacang tanah (Y kcg ). Analisis model empiris hubungan transmisi radiasi matahari ( R t ) dengan produksi jagung (Y jgg ), yaitu Y (jgg) =2.28ln(R t )-5.42, [R 2 =0.99]
Analisis model empiris huhungan transmisi radiasi matahari ( R t ) dengan produksi padi (Y pa di ), Y (pa di) =2.17ln(R t )-4.85 [R 2 =0.98]
80
Lampiran 11 (Lanjutan) Analisis model empiris huhungan transmisi radiasi matahari (R t ) dengan produksi padi (Y k cg ), yaitu Yk cg =0.63ln(R t )-2.01, [R 2 =0.84]
81
Lampiran
12
Analisis produktivitas lahan usaha tani polikultur kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah pada lokasi penelitian di Kebun Percobaan Kima AtasBalit Palma Manado-Sulawesi Utara.
Analisis LER usaha tani kelapa polikultur (kelapa+jagung)
Kelapa , (monoculture product check) Jagung, (monoculture product check) Kelapa umur 50 thn (polikultur) Kelapa umur 20 thn (polikultur) Produksi jagung di kelapa 50 tahun (polikultur) Produksi jagung di kelapa 20 tahun (polikultur) LER kelapa 50 tahun + jagung
Produksi (t.ha-1) 3.5 5.4 3.6 5.3 3.9 1.9 1.75
LER kelapa 20 tahun + jagung
1.87
Komoditi
Analisis LER usaha tani kelapa polikultur (kelapa+padi)
Kelapa , (monoculture product check) Padi, (monoculture product check) Kelapa umur 50 thn (polikultur) Kelapa umur 20 thn (polikultur) Produksi padi di kelapa 50 tahun (polikultur) Produksi padi di kelapa 20 tahun (polikultur) LER kelapa 50 tahun + padi
Produksi (t.ha-1) 3.5 3.1 3.6 5.3 2.8 0.9 1.93
LER kelapa 20 tahun + padi
1.80
Komoditi
Analisis LER usaha tani kelapa polikultur (kelapa+kacang tanah)
Kelapa , (monoculture product check) K. tanah, (monoculture product check) Kelapa umur 50 thn (polikultur) Kelapa umur 20 thn (polikultur) Produksi K. tanah di kelapa 50 tahun (polikultur) Produksi K. tanah di kelapa 20 tahun (polikultur)
Produksi (t.ha-1) 3.5 1.9 3.6 5.3 1.6 0.9
LER kelapa 50 tahun + K. tanah
1.88
LER kelapa 20 tahun + K. tanah
1.99
Komoditi
82
Lampiran 13. Analisis usaha tani kelapa polikultur dengan jagung, padi, dan kacang tanah. Kelapa monokultur Kelapa 50 tahun Kelapa 20 tahun 11 400 000 14 022 3 600 000 4 428 0 2 762 875 2 736 3 212 875 3 186 0 8 637 125 11 285 387 125 1 241 0 3.1 0.1
000 000 0 500 500 0 500 500 0 4.1 0.4
Hasil analisis BC ratio polikultur kelapa dengan tanaman sela (PADI) Uraian Rincian Kelapa monokultur Pendapatan (Rp.) Tanaman sela Kelapa 50 tahun Kelapa 20 tahun Kelapa Butiran 11 400 000 14 022 Kopra 3 600 000 4 428 Biaya (Rp.) Tanaman sela 0 Kelapa Butiran 2 762 875 2 736 Kopra 3 212 875 3 186 Keuntungan (Rp.) Tanaman sela 0 Kelapa Butiran 8 637 125 11 285 Kopra 387 125 1 241 BC ratio Tanaman sela 0 Kelapa Butiran 3.1 Kopra 0.1
000 000 0 500 500 0 500 500 0 4.1 0.4
Uraian Pendapatan (Rp.)
Biaya (Rp.)
Keuntungan (Rp.)
BC ratio
Rincian Tanaman sela Kelapa Butiran Kopra Tanaman sela Kelapa Butiran Kopra Tanaman sela Kelapa Butiran Kopra Tanaman sela Kelapa Butiran Kopra
kelapa 5 tahun+jagung 18 960 000 0 0 6 170 000 1 386 500
kelapa 20 tahun+jagung 11520000 14022000 4428000.00 6170000 2436500 3186500
kelapa 50 tahun+jagung 23640000 11400000 3600000.00 6170000 2462875 3212875
16935500 6591500
26407125 17857125
1.5
2.0 0.7
3.1 1.9
kelapa 5 tahun+padi 18 235 000 0 0 6 170 000 1 386 500
kelapa 20 tahun+padi 6 041 000 14 022 000 4 428 000 6 170 000 2 436 500 3 186 500
kelapa 50 tahun+padi 19 698 000 11 400 000 3 600 000 6 170 000 2 462 875 3 212 875
11 456 500 1 112 500
22 465 125 13 915 125
1.3 0.1
2.6 1.5
11 403 500
Monokultur jagung 32160000 0 0 6170000 0 0 25990000
4.2
10 678 500
1.4
Monokultur padi 21 630 000 0 0 6 170 000 0 0 15 460 000
2.5
81
Hasil analisis BC ratio polikultur kelapa dengan tanaman sela (KACANG TANAH) Kelapa monokultur Uraian Rincian kelapa 5 tahun+k. tanah kelapa 20 tahun+k. tanah kelapa 50 tahun+k. tanah Monokultur kacang tanah Pendapatan (Rp.) Tanaman sela Kelapa 50 tahun Kelapa 20 tahun 27 200 000 15 130 000 27 880 000 32 130 000 Kelapa Butiran 11 400 000 14 022 000 0 14 022 000 11 400 000 0 Kopra 3 600 000 4 428 000 0 4 428 000 3 600 000 0 Biaya (Rp.) Tanaman sela 0 0 6 170 000 6 170 000 6 170 000 6 170 000 Kelapa Butiran 2 762 875 2 736 500 1 386 500 2 436 500 2 462 875 0 Kopra 3 212 875 3 186 500 3 186 500 3 212 875 0 Keuntungan (Rp.) Tanaman sela 0 0 19 643 500 25 960 000 Kelapa Butiran 8 637 125 11 285 500 2 0545 500 30 647 125 Kopra 387 125 1 241 500 10 201 500 2 2097 125 BC ratio Tanaman sela 0 0 2.6 4.2 Kelapa Butiran 3.1 4.1 2.4 3.6 Kopra 0.1 0.4 1.1 2.4 A. Jika dihubungkan dengan produksi atau pendapatan, maka: a.1. Kelapa butiran artinya Produksi kelapa yang terjual dalam bentuk butiran+produksi tanaman sela a.2. Kopra artinya Produksi kelapa dikonversi ke kopra+produksi tanaman sela B. Jika dihubungkan dengan biaya produksi, maka: b.1. Kelapa butiran artinya semua biaya produksi tanaman sela dan kelapa, kecuali biaya pencungkilan daging buah dan pengasapan (kedua kegiatan ini tidak dilakukan ketika petani hanya memproduksi kelapa butiran atau "kelapa Segar" untuk kemudian menjualnya. b.2. Kopra sama dengan point sebelumnya, hanya biaya pencungkilan dan pengasapan dihitung sebagai komponen biaya produksi, karena produk akhir adalah kopra. C. Dalam penghitungan keuntungan dan BC ratio, maka konsep yang digunakan adalah sistem usaha tani polikultur berbasis kelapa+tanaman sela, sehingga; c.1. Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan kelapa (butiran atau kopra) + Produksi tanaman sela (Point A) c.2. BC ratio adalah ratio antara keuntungan (point c.1.) dengan biaya produksi (point B)
83
Lampiran 13a. Analisis usaha tani kelapa monokultur kelapa 50 tahun. Uraian
Satuan
Harga Rp.(000)
Jumlah
Total
Keterangan
Aplikasi
A. PRODUKSI - Kelapa ("Kelapa segar) Butiran1) 1)
- Kopra
kg
9120
1250
kg
2880
1250
11400000 Produk kelapa lebih banyak dijual dalam butiran Kelapa segar (KS) 3600000 Pabrikan (tepung kelapa) membeli berdasarkan berat /butir
Kelapa dijual dengan batoknya sabut kelapa dilepas
11400000 Asumsi: Sumber dana pribadi petani 3600000
TOTAL PENDAPATAN (A) (kelapa butiran) TOTAL PENDAPATAN (A) (kelapa kopra) B. BIAYA PRODUKSI b.1. Biaya Tetap - Lahan
Ha
1
0
0 Asumsi: lahan milik sendiri
- Alat /mesin pertanian
Unit
0
0
0 Asumsi: tidak memakai alat/mesin pertanian
- Bangunan
Unit
0
0
0 Asumsi: tidak ada bangunan khusus 0
Total b.1. b2. Biaya variabel
Asumsi: pempupukan dan penekanan gulma standar 2)
b.2.1. Biaya Bahan/Alat - Pupuk Dasar Urea
kg
100
1250
125000 Kelapa umur >5 tahun, 1000 g urea/phn/thn
0.5 dosis per aplikasi
TSP
kg
75
1500
112500 Kelapa umur >5 tahun, 750g TSP/phn/thn
0.5 dosis per aplikasi
KCl
kg
150
2000
300000 Kelapa umur >5 tahun, 1500g KCl/phn/thn
0.5 dosis per aplikasi
- Pestisida
liter
5
75
- Karung
Unit
10
2500
25000 5 tahun lama pemakaian
- Alat Panen/pembuatan kopra
Unit
2
50000
100000 5 tahun lama pemakaian
Sub total b.2.1.
375 Sekali setahun
662875
b.2.2. Biaya kerja
Standar Sewa tenaga kerja (HOK) Sulut Rp. 50 000,-/org/hari
- Pemupukan
HOK
6
50000
300000 Kemampuan memupuk 25-35 phn/org/hari
- Pemberantasan gulma
HOK
6
50000
300000 Pembabatan rumput manual di areal kebun kelapa, 2000 m /org/hari
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
- Bobokor
HOK
6
50000
300000 Pembersihan piringan kelapa bergaris tengah 4 m, 25-40 phn/org/hari
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
- Pengendalian hama/penyakit
HOK
3
50000
150000 Dilakukan jika ada serangan yang sifatnya massive, 50 phn/org/hari
Sub total b.2.2.
Tiap enam bulan (2 kali kerja/thn) 2
1050000
b.2.3. Pembuatan kopra
Biasanya dikerjakan sendiri petani atau sewa bagi hasil
- Biaya panen
HOK
6
50000
300000 Kemampuan panen dihitung per pohon, 50 phn/org/hari (Rp. 1000/phn)
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
- Biaya kumpul dan angkut kelapa
HOK
6
50000
300000 Kemampuan kumpul dan angkut kelapa, 1000 btr/roda/orang/hari
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
- Biaya pengupasan kelapa
HOK
6
50000
300000 Kemampuan pengupasan, 500 btr/org/hari
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
- Biaya cungkil daging buah kelapa
HOK
6
50000
300000 Kemampuan mencungkil daging buah, 1500 btr/org/hari
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
- Biaya pengasapan
HOK
3
50000
150000 Pengasapan konvensional (bukan dijemur) rata-rata 24 - 30 jam
Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)
macam2
1
150000
- Biaya lain-lain
150000 Biaya tak terduga
Sub total b.2.3.
1500000
Total Biaya (B ) (Butiran)3)
2762875
Total Biaya (B ) (kopra)
3212875
TOTAL BIAYA (C ) (A+B) (butiran)
2762875
TOTAL BIAYA (C ) (A+B) (kopra) KEUNTUNGAN (B ) (butiran) (Rp.)
3212875
KEUNTUNGAN (B ) (kopra) (Rp.)
8637125 387125
BC RATIO (butiran)
3.1
LAYAK
BC RATIO (kopra)
0.12
TIDAK LAYAK
1)
2) 3)
Produksi kelapa 8 btr/tdn/bulan atau (8*12 bulan * 100 phn/ha = 9600 btr/ha) satu butir kelapa (tanpa sabut) beratnya setara 950 g, jadi total produksi 9600*0.950 kg = 9120 kg (Rp. 1250/kg KS) satu butir kelapa setara dengan 300 g kopra, jadi total produksi kopra 9600*0.300 kg = 2880 kg (Rp. 1250 per kg kopra) Disesuaikan berdasarkan petunjuk teknis budidaya kelapa (BALITKA, 2002) Dikurangi biaya pembuatan kopra (pencungkilan daging buah dan pengasapan) Rp. 450.000
82
84
Lampiran 13b. Analisis usaha tani kelapa monokultur kelapa 20 tahun. Uraian
Harga
Satuan
Jumlah
- Kelapa ("Kelapa segar) Butiran
kg
11217.6
1250
Total
- Kopra1)
kg
3542.4
1250
Keterangan
Aplikasi
A. PRODUKSI 1)
14022000 Produk kelapa lebih banyak dijual dalam butiran Kelapa segar (KS) 4428000 Pabrikan (tepung kelapa) membeli berdasarkan berat /butir
Kelapa dijual dengan batoknya sabut kelapa dilepas
14022000 Asumsi: Sumber dana pribadi petani 4428000
Total pendapatan (A) (kelapa butiran) Total Pendapatan (A) (kopra) B. BIAYA PRODUKSI b.1. Biaya Tetap - Lahan
Ha
1
0
0 Asumsi: lahan milik sendiri
- Alat /mesin pertanian
Unit
0
0
0 Asumsi: tidak memakai alat/mesin pertanian
- Bangunan
Unit
0
0
0 Asumsi: tidak ada bangunan khusus
Total b.1.
0 Asumsi: Sumber dana pribadi petani
b.2. Biaya variabel Asumsi: pempupukan dan penekanan gulma standar 2)
b.2.1. Biaya Bahan/Alat - Pupuk Dasar Urea
kg
123
1250
153750 Kelapa umur >5 tahun, 1000 g urea/phn/thn
0.5 dosis/aplikasi
TSP
kg
92.25
1500
138375 Kelapa umur >5 tahun, 750g TSP/phn/thn
0.5 dosis/aplikasi
KCl
kg
184.5
2000
369000 Kelapa umur >5 tahun, 1500g KCl/phn/thn
0.5 dosis/aplikasi
75
- Pestisida
liter
5
- Karung
Unit
10
2500
25000 5 tahun lama pemakaian
- Alat Panen/pembuatan kopra
Unit
2
50000
100000 5 tahun lama pemakaian
Sub total b.2.1.
375 Sekali setahun
786500
b.2.2. Biaya kerja
Standar Sewa tenaga kerja (HOK) Sulut Rp. 50 000,-/org/hari
- Pemupukan
HOK
4
50000
200000 Kemampuan memupuk 25-35 phn/org/hari
Tiap enam bulan (2 kali kerja/thn)
- Pemberantasan gulma
HOK
6
50000
2 300000 Pembabatan rumput manual di areal kebun kelapa, 1500-2000 m /org/hari
Tiap empat bulan (tiga kali kerja/tahun)
- Bobokor
HOK
6
50000
300000 Pembersihan piringan kelapa bergaris tengah 4 m, 25-50 phn/org/hari
Tiap empat bulan (tiga kali kerja/tahun)
- Pengendalian hama/penyakit
HOK
2
50000
100000 Dilakukan jika ada serangan yang sifatnya massive, 50 phn/org/hari
Sub total b.2.2.
900000
b.2.3. Pembuatan kopra
Biasanya dikerjakan sendiri petani atau sewa bagi hasil
- Biaya panen
HOK
6
50000
300000 Kemampuan panen dihitung per pohon, 35-50 phn/org/hari (Rp. 1000/phn)
Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)
- Biaya kumpul dan angkut kelapa
HOK
6
50000
300000 Kemampuan kumpul dan angkut kelapa, 650-1000 btr/roda/orang/hari
Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)
- Biaya pengupasan kelapa
HOK
6
50000
300000 Kemampuan pengupasan, 500-650 btr/org/hari
Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)
- Biaya cungkil daging buah kelapa
HOK
6
50000
300000 Kemampuan mencungkil daging buah, 750-1000 btr/org/hari
Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)
- Biaya pengasapan
HOK
3
50000
150000 Pengasapan konvensional (bukan dijemur) rata-rata 24 - 30 jam
Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)
macam2
1
150000
- Biaya lain-lain Sub total b.2.3.
150000 Biaya tak terduga 1500000
3) (Rp.)
Total Biaya (B ) (Butiran)
2736500
Total Biaya (B ) (kopra) (Rp.)
3186500
TOTAL BIAYA (C ) (A+B) (butiran) (Rp.)
2736500
TOTAL BIAYA (C ) (A+B) (kopra) (Rp.) KEUNTUNGAN (B ) (butiran) (Rp.) KEUNTUNGAN (B ) (kopra) (Rp.)
3186500 11285500 1241500
BC RATIO (butiran)
4.1
LAYAK
BC RATIO (kopra)
0.4
TIDAK LAYAK
1)
3)
Dikurangi biaya pembuatan kopra (pencungkilan daging buah dan pengasapan) Rp. 450.000
83
2)
Produksi kelapa 8 btr/tdn/bulan atau (8*12 bulan * 123 phn/ha = 11808 btr/ha) satu butir kelapa (tanpa sabut) beratnya setara 950 g, jadi total produksi 11808*0.950 kg = 11217.6 kg satu butir kelapa setara dengan 300 g kopra, jadi total produksi kopra 11808*0.300 kg = 3542.4 kg Disesuaikan berdasarkan petunjuk teknis budidaya kelapa (BALITKA, 2002)
85
Lampiran 14. Deskripsi Jagung, Padi, dan Kacang Tanah
Deskripsi Jagung Varietas Manado Kuning Nama Varietas : Manado Kuning SK
: Tahun pelepasan sebelum 1945
Tahun
: 1945
Asal
: Manado
Potensi Hasil
: 1,1 t/ha pipilan kering
Pemulia
: None
Golongan varietas
: bersari bebas
Umur
: kurang lebih 110 hari
Daun
: None
Tongkol
: None
Biji
: Mutiara
Ketahanan terhadap penyakit : Tidak tahan bulai (Sclerospora maydis)
Sumber: [Puslibangtan] 2012 http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&k omoditas=05026&id=Kancil&pg=1&varietas=1 [4 Januari 2012]
86
Lampiran 14. (Lanjutan) Deskripsi Padi Varietas Limboto Nama Varietas : Limboto SK : 706/kpts/tp.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999 Tahun : 1999 Tetua : Papah Aren/IR36//Dogo Rataan Hasil : 3-5 t/ha Pemulia : Erwina Lubis, Murdani D., Suwarno, W. S. Ardjasa Nomor pedigri : TB47H-MR-5 Umur tanaman : 105 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 100 cm Anakan produktif : Sedang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Mendatar Bentuk gabah : Bulat besar Warna gabah : Kuning bergaris coklat Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Sedang Bobot 1000 butir : 28 gram Kadar amilosa : 24 % Ketahanan terhadap : Tahan terhadap lalat bibit hama Penyakit : Tahan terhadap blas daun dan blas leher Anjuran tanam : Cocok ditanam pada lahan kering (gogo) yang subur dengan ketinggian kurang dari 500 m.dpl Sumber: [Puslibangtan] 2012 http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&ko moditas=05026&id=Kelinci&pg=1&varietas=1
87
Lampiran 14. (Lanjutan)
Deskripsi Kacang Tanah Varietas Kelinci Nama Varietas : Kelinci Kategori : Varietas unggul nasional (released variety) SK : 17/Kpts/TP.240/1/1987 tanggal 14 Januari tahun 1987 Tahun : 1987 Tetua : Introduksi dari Uruguay, lewat IRRI Farming System Rataan Hasil : 2.3 ton/ha Pemulia : Sumarno, Lasimin S., Sri Astuti Rais Nomor galur : GH 470 Mulai berbunga : 25-29 hari Umur polong tua : 95 hari Bentuk tanaman : Tegak Bentuk daung muda : Elip, kecil, bertangkai empat Warna pangkal batang : Hijau Warna batang : Hijua Warna daun : Hijau tua Warna bunga : Kuning Warna ginofora : Hijau Warna kulit biji : Merah muda Kontruksi polong : Agak nyata Kulit polong : Nyata Jumlah polong/pohon : 15 Jumlah biji /polong :4 Berat 100 biji : Kurang lebih 45 gram Kadar lemak : 28% Kadar protein : 31% Rendemen biji dari : 67% polong Sifat-sifat lain : -tahan karat daun(Puccinia arachidis) -toleran terhadap becak daun (Cescospora sp.) -agak tahan penyakit layu (Pseudomonas solanacearum) Sumber: [Puslibangtan] 2012 http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&ko moditas=05026&id=Kelinci&pg=1&varietas=1