EFEKTIVITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KOMPOS JERAMI TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFAT SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO DI TANAH ULTISOL
TESIS
Oleh NOVIA CHAIRUMAN 067002004/TNH
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Novia Chairuman : Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos..., 2008 USU e-Repository © 2008
EFEKTIVITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KOMPOS JERAMI TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFAT SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO DI TANAH ULTISOL
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NOVIA CHAIRUMAN 067002004/TNH
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: EFEKTIVITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KOMPOS JERAMI TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFAT SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO DI TANAH ULTISOL : Novia Chairuman : 067002004 : Ilmu Tanah
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Ketua
(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP)
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc)
Tanggal lulus : 25 Agustus 2008
Anggota
(Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, MSc)
Telah diuji pada Tanggal 25 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: : : : :
Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP 1. Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc 2. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP 3. Ir. T. Sabrina, MAgrSc, PhD 4. Dr. Ir. Rosmayati, MS
ABSTRAK Novia Chairuman. 067002004. Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Ketersediaan Fosfat serta Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol. Padi gogo yang ditanam pada tanah Ultisol, produktivitasnya masih rendah. Pemberian CMA dan kompos jerami dapat mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui efektifitas CMA pada beberapa tingkat pemberian kompos jerami dalam meningkatkan ketersediaan fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah Ultisol. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dari bulan Februari sampai dengan Juni 2008. Rancangan yang digunakan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap, terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari 4 taraf pemberian CMA (0; 7,5; 15; dan 22,5 g pot-1) dan faktor kedua terdiri dari 4 taraf pemberian kompos jerami (0; 25; 50; dan 75 g pot-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh CMA nyata meningkatkan P tersedia dan bobot kering jerami, tetapi tidak nyata terhadap produksi. Pengaruh kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi. Interaksi CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi. Produktivitas padi tertinggi pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Efektivitas CMA terhadap P tersedia pada dosis 7.5 g pot-1 sampai 22.5 g pot-1 meningkat dengan bertambah dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Terhadap bobot kering jerami, efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1 menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Efektivitas CMA tertinggi terhadap P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi adalah pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Kata kunci : CMA, kompos jerami, P tersedia, padi gogo, Ultisol
ABSTRACT Novia Chairuman. 067002004. Effectivity of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal at some level giving of rice straw compost to availibility of phosphate, growth and production of upland rice on Ultisol soil. Upland rice productivity farming on Ultisol soil still low. CMA and rice straw compost can solved the problems. This research conducted at Research Station of Pasar Miring, District of Deli Serdang, North Sumatra Province, from Februay - June 2008. This research aim was to study CMA effectivity at some level giving of rice straw compost in improving the availibility of phosphate fertilizer, production and rice growth in Ultisol soil. The research used Factorial Complete Randomized Design; consist of two factors and three replications. First factor consist of 4 level giving of CMA (0; 7.5; 15; and 22.5 g pot-1), and second factors consist of 4 level giving of rice straw compost ( 0; 25; 50; and 75 g pot-1). The results of research indicate that CMA has significant influence in improving available P and dry wight of rice straw, but has not significant of rice production. Rice straw compost has significant influence in improving available P, dry wight rice straw, and rice production. CMA and rice straw compost have significant influence in improving available P, dry wight of rice straw, and rice production. The highest rice production in dose 15 g pot-1 CMA and 75 g pot-1 rice straw compost. Effectivity of CMA to available P in dose 7.5 g pot-1 till 22.5 g pot-1 increasing at the height of dose rice straw compost till 75 g pot-1. The dry wight of rice straw, effectivity of CMA at dose 22.5 g pot-1 creasing at the height of rice straw compost till 75 g pot-1. Effectivity of CMA highest to available P, dry wight of rice straw, and rice production is in dose 15 g pot-1 CMA and 75 g pot-1 rice straw compost. Key words: CMA, rice straw compost, available P, upland rice, Ultisol
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul : “Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Ketersediaan Fosfat Serta Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol”. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ; 1. Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan mulai dari awal penelitian hingga tesis ini dapat diselesaikan. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan hingga tesis
ini dapat
diselesaikan. 3. Bapak Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk kelengkapan tesis ini. 4. Ibu Ir. T. Sabrina, MAgrSc, PhD, selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan demi kelengkapan tesis ini. 5. Ibu Dr. Ir. Rosmayati, MS, selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan demi kelengkapan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas ilmu yang telah disampaikan selama penulis mengikuti perkuliahan. 7. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 8.
Bapak Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan fasilitas kepada penulis dalam meraih gelar Magister Sains ini.
9. Bapat Ir. T. Marbun, MP, selaku Kepala Kebun Percobaan Pasar Miring beserta staf
yang telah membantu dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam
pelaksanaan penelitian. 10. Bapak Ir. Musfal, MP, selaku Kepala Laboratorium BPTP Sumatera Utara sekaligus teman penulis seangkatan di Sekolah Pascasarjana USU yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan bagi kelengkapan tesis ini. 11. Para analis Laboratorium BPTP Sumatera Utara dan para analis Laboratorium Biologi Tanah USU yang telah banyak membantu selama penulis melakukan penelitian di laboratorium. 12. Seluruh rekan mahasiswa SPs USU Program Studi Ilmu Tanah dan Agronomi angkatan 2006, serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
13. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta H. Chairuman (Alm) dan Hj. Rohani. Ayahanda dan Ibunda Mertua M. Yatim dan Hj. Ratna Wilis, atas dorongan dan doa yang telah diberikan selama ini. 14. Khusus kepada suami tercinta Munawar M, SH dan anak-anakku yang tersayang Raihan Azzahra dan Farhan Al Rasyid yang dengan sabar dan ikhlas mendampingi penulis dalam mengatasi segala kesulitan yang dihadapi sejak dari awal penelitian hingga selesainya tesis ini. 15. Adik-adikku Yan Eka Chairuman, SE. Ak, Ir. Ibnu Rusdi Chairuman, dan Ir. Dahlia Mutiara Chairuman, MM yang telah memberikan dorongan dan doa sehingga selesainya tesis ini. Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan tak dapat penulis urutkan namanya satu demi satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga amalan baik yang telah diberikan akan mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amin Yaa Rabbal Alamin.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : “Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami Terhadap Ketersediaan Fosfat Serta Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol”. Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik dalam meraih gelar Magister Pertanian pada Program Studi Ilmu Tanah di Universitas Sumatera Utara. Sebagai insan yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis akan menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pihak yang memerlukannya.
Medan, September 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Nopember 1967 di Kabanjahe Sumatera Utara. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, puteri dari Bapak H. Chairuman (Alm) dan Ibu Hj. Rohani. Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Yayasan Kartini Medan, tahun 1983 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Medan dan tahun 1986 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Medan. Pada tahun 1991 penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S1) pada Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara Medan. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menjadi staf peneliti pada Kelji Sumberdaya di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara sejak tahun 2003 sampai sekarang. Penulis dikaruniai dua orang anak yaitu Raihan Azzahra dan Farhan Al Rasyid dari pernikahan dengan Munawar M, SH.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK……………………………………………………………………… i ABSTRACT…………………………………………………………………...... ii UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………………. iii KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………....... vii DAFTAR ISI......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiv PENDAHULUAN................................................................................................ Latar Belakang............................................................................................ Perumusan Masalah.................................................................................... Tujuan Penelitian........................................................................................ Hipotesis Penelitian..................................................................................... Manfaat Penelitian......................................................................................
1 1 4 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... Tanah Ultisol dan Pengelolaannya.............................................................. Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Pengaruhnya terhadap Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman.......................................... Peranan Fosfor sebagai Unsur Hara Tanaman............................................ Peranan Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfat...............................
7 7 8 13 15
BAHAN DAN METODA..................................................................................... Tempat dan Waktu...................................................................................... Bahan dan Alat............................................................................................ Metode Penelitian....................................................................................... Pelaksanaan Penelitian................................................................................ Peubah Amatan...........................................................................................
17 17 17 18 20 22
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. Hasil...................................................................................................................... 1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Panen.......................................................... 2. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen............................................................. 3. Serapan Hara Tanaman............................................................................ 4. Derajat Infeksi CMA................................................................................
26 26 26 28 31 33
5. Pertumbuhan Tanaman............................................................................ 6. Komponen Produksi.................................................................................
34 44
Pembahasan........................................................................................................... A. Pengaruh Aplikasi CMA terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol .................................................................. B. Pengaruh Aplikasi Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol................................................... C. Pengaruh Aplikasi CMA dan Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol....................................................................................................
50
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. Kesimpulan................................................................................................ Saran...........................................................................................................
68 68 69
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
70
50 57 61
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
1. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada Umur 63 HST..................................................................
26
2. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada Umur 63 HST..................................................................
27
3. Efectivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap P Tersedia……………………........................................
28
4. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah Setelah Panen.....................................................................
29
5. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah Setelah Panen.....................................................................
29
6. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik Setelah Panen ............................................................................................
30
7. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik Setelah Panen ............................................................................................
31
8. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur 63 HST . .................................................................................
32
9. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur 63 HST . ..........................................................................................
32
10. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST ............................................................
33
11. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST ............................................................
34
12. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Maksimum pada Umur 50 HST ................................................................
35
13. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Maksimum pada Umur 50 HST ................................................................
36
14. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Produktif………………………………………………………………….
36
15. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Produktif……………………………………………………………….. ..
37
16. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST ............................................................
38
17. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST ............................................................
39
18. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST .............................................................
39
19. Pengaruh Interaski CMA dan Kompos Jerami terhadap Robot Kering Akar pada Umur 63 HST .............................................................
40
20. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen .....................................................................
41
21. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen .....................................................................
42
22. Efectivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen.................................
44
23. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Gabah Isi………………………………………………………………………. ..
44
24. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Gabah Isi…………………………………………………………………………
45
25. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah Hampa………. …………………………………………………...
46
26. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah Hampa………. …………………………………………………...
46
27. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah ... …………………………………………………………………
47
28. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah ... ………………………………………………………................
48
29. Efectivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah......................................................................
48
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Halaman
1. Kurva Respon P Tersedia Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami............................................
27
2. Kurva Respon Bobot Kering Jerami Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami...................................
43
3 Kurva Respon Hasil Gabah Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami............................................
49
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Halaman
1. Deskripsi Padi Gogo................................................................................
76
2. Bagan Unit Percobaan.............................................................................
77
3. Hasil Analisis Kompos Jerami Umur 100 Hari.......................................
78
4. Prosedur Analisis Tanah dan Tanaman...................................................
84
5. Hasil Analisis Sampel Tanah Awal di Bangun Purba.............................
85
6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap P TersediaTanah Setelah .........................................................
86
7. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah Setelah ..............................................................
87
8. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik Setelah Panen…. ....................................................
88
9. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur 63 HST .................................................
89
10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST ...............................
90
11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Maksimum pada Umur 50 HST .................................
91
12. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Produktif .……………..............................................
92
13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST ................................
93
14. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST ..................................
94
15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami Setelah Panen .......................................
95
16. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Gabah Isi ...……………………………………………...........
96
17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah Hampa ... …………………………............
97
18. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah ..…………………………………………...........
98
19. Data Pengamatan P Total Tanaman pada Umur 63 HST.......................
99
20. Matriks Korelasi Antar Berbagai Peubah Amatan dari Kombinasi Pemberian CMA dan Kompos Jerami.....................................................
100
PENDAHULUAN Latar Belakang Padi gogo memegang peranan penting dalam sistem pertanian rakyat Indonesia. Selain padi sawah, padi gogo mempunyai kontribusi yang sangat berarti dalam memenuhi kebutuhan pangan daerah maupun nasional. Dewasa ini perkembangan produksi dan produktivitas padi gogo di Sumatera Utara cukup memprihatinkan. Dalam dekade terakhir, propinsi ini hanya mampu meningkatkan luas panen sekitar 1,06% dan peningkatan produktivitas sebesar 1,60% per tahun. Pada tahun 2005, produktivitas padi gogo baru mencapai 2,65 t/ha. Artinya terjadi peningkatan produktivitas dari tahun sebelumnya sekitar 5,41%, sementara 9 tahun sebelumnya persentase gambaran produktivitas padi gogo di Sumatera Utara berkisar antara 0,96%-1,61% (BPS, 2005). Tingkat produktivitas padi gogo yang diusahakan di lahan kering masih rendah yaitu sekitar 1,6-2,5 t/ha. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh beberapa kendala diantaranya adalah kesuburan tanah. Padi gogo kebanyakan ditanam pada lahan-lahan marginal seperti tanah Ultisol yang banyak terdapat di Indonesia. Kendala umum yang dijumpai pada tanah Ultisol adalah tingkat ketersediaan P yang sangat rendah, kemasaman tanah tinggi, pH rata-rata < 4,5, kejenuhan Al tinggi,
miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg dan kandungan
bahan organik rendah. Rendahnya ketersediaan P disebabkan karena terfiksasi liat Al dan Fe membentuk AlP dan FeP yang sukar larut (Prasetyo dan Suradikarta, 2007).
Sifat biologi yang tidak menguntungkan pada tanah Ultisol adalah rendahnya populasi mikroorganisme yang bermanfaat, salah satunya adalah cendawan Mikoriza. Dalam mengatasi permasalahan hara P pemupukan merupakan salah satu cara yang terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas. Disamping itu pemberian bahan organik dan pupuk hayati merupakan kebijaksanaan yang harus dilakukan. Pupuk hayati atau dikenal dengan pupuk mikroba merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Simanungkalit, 2001). Mikoriza merupakan jenis cendawan yang menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah yang mengalami kekahatan P. Mikoriza tidak hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman, tetapi juga menekan kebutuhan pupuk 20%-30% (Sutanto, 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan P pada lahan masam tersebut adalah dengan cara pemberian mikoriza. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu alternatif yang memungkinkan dalam mengefisienkan penggunaan pupuk.
Menurut Nuhamara
(1994) dalam Subiksa (2002), CMA dapat meningkatkan serapan hara dan hasil tanaman.
Efektifitas infeksi CMA itu sendiri dipengaruhi oleh spesies CMA,
tumbuhan inang dan faktor lingkungannya. Tiap spesies CMA memiliki tingkat efektifitas dan interaksi fisiologi yang berbeda terhadap tumbuhan inangnya. Ada tidaknya kecocokan antara tumbuhan inang dengan CMA akan berpengaruh terhadap tingkat kolonisasi dan sporulasi.
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa, vesikel dan spora yang dapat menginfeksi tanaman. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulan untuk tanaman berikutnya. Pengelolaan bahan organik tanah sudah waktunya mendapat perhatian dalam perbaikan tingkat kesuburan tanah, peningkatan efisiensi pupuk serta peningkatan produksi tanaman (Rauf et al, 1996). Dalam upaya meningkatkan produksi padi secara berkelanjutan perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kandungan bahan organik tanah melalui pemanfaatan jerami padi (Las et al, 1999). Pada kenyataannya kebanyakan petani membakar atau hanya menumpuk jerami setelah selesai panen tanpa adanya tindakan pengembalian ke lahan dengan alasan sukar melapuk. Pengomposan merupakan salah satu teknologi yang sangat sederhana, diartikan sebagai proses biologi oleh mikroorganisme secara terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus. Menurut Suriadikarta dan Adimihardja (2001), jerami padi dapat menjadi sumber K yang murah dan mudah tersedia, karena setiap 5 ton jerami minimum mengandung 90
kg KCl. Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang, antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn). Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K 75%, S 70%, Ca 30% dan Mg 20% dari total kandungan hara tersebut dalam jerami.
Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi gogo di tanah Ultisol adalah rendahnya ketersediaan fosfat.
Hal ini disebabkan terfiksasinya sebagian
besar P oleh ion aluminium yang konsentrasinya cukup tinggi di tanah ini. Upaya untuk meningkatkan ketersediaan fosfat dapat dilakukan dengan pendekatan secara biologi yaitu melalui pemanfaatan cendawan mikoriza. Mikoriza sangat berpotensi dalam meningkatkan ketersediaan hara fosfat. Penambahan bahan organik seperti jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat secara tidak langsung melalui reaksi pengkelatan antara senyawa Al-P dan Fe-P yang bereaksi dengan asam organik melepaskan P. Dengan pemberian mikoriza maka keberadaan mikoriza di dalam tanah tetap terjaga. Faktor yang dapat meningkatkan efektivitas mikoriza pada tanah Ultisol adalah dengan penambahan kompos jerami padi. Di sisi lain, potensi jerami yang besar belum dimanfaatkan secara optimal, karena petani lebih tertarik membakarnya setiap selesai panen dengan alasan lebih praktis. Kebiasaan petani yang menumpuk dan menjadikan jerami sebagai kompos
jarang dilakukan.
Akibat yang ditimbulkan adalah lahan menderita kekurangan
bahan organik. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan mikoriza pada tanaman padi gogo di tanah Ultisol, sampai saat ini belum diketahui bagaimana efektivitas mikoriza pada berbagai dosis kompos jerami padi, sehingga perlu dilakukan penelitian bagaimana meningkatkan produksi maksimal padi gogo ditanah Ultisol dengan memanfaatkan CMA dan jerami yang dijadikan kompos.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh CMA dalam meningkatkan ketersediaan hara fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah Ultisol. 2. Untuk mengetahui pengaruh kompos jerami dalam meningkatkan ketersediaan hara fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah Ultisol. 3. Untuk mengetahui interaksi CMA dan kompos jerami dalam meningkatkan ketersediaan hara fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah Ultisol. Hipotesis Penelitian 1. Diduga CMA dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, pertumbuhan, dan produksi padi gogo. 2. Diduga kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, pertumbuhan, dan produksi padi gogo.
3. Diduga Interaksi CMA dan kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, pertumbuhan dan produksi padi gogo.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Khusus : Dari hasil penelitian ini diperoleh dosis CMA dan kompos jerami yang tepat dalam meningkatkan produksi maksimum padi gogo di tanah Ultisol.
b. Manfaat Umum : Bahan masukan bagi percobaan di lapang sebagai tindak lanjut dalam usaha meningkatkan ketersediaan hara fosfat dan produksi padi gogo melalui pemanfaatan CMA dan kompos jerami.
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol dan Pengelolaannya Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari luas total daratan Indonesia (Subagyo et al., 2004). Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering. Namun demikian, pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman terutama tanaman pangan bila tidak dikelola dengan baik. Ditinjau dari segi budidaya tanaman tanah Ultisol dikategorikan tidak produktif, karena pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan aluminium dan miskin kandungan bahan organik.
Tanah ini juga miskin kandungan hara
terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan peka terhadap erosi (Adiningsih dan Mulyadi, 1993). Kekahatan P di tanah Ultisol merupakan masalah keharaan yang paling penting, sebab kekahatan P itu tidaklah semata-mata karena kandungan P tanah yang memang rendah, tetapi sebagian besar P dalam keadaan tersemat (Hardjowigeno, 1993). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.
Untuk
mengatasi kendala tersebut dapat diterapkan, selain teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan pemberian bahan organik, juga dapat dilakukan dengan
pemanfaatan mikroorganisme yang berpotensi dalam menyediakan unsur hara. Lynch (1983) menyatakan bahwa teknologi tanah yang dikombinasikan dengan praktek-praktek usaha tani merupakan alat yang sangat penting untuk mengembangkan pertanian pada tanah mineral masam tropika.
Teknologi ini
mencakup segala upaya memanipulasi jasad renik tanah dan proses metabolic mereka untuk mengoptimumkan produksi tanaman. Penggunaan jasad renik tanah cendawan mikoriza arbuskula (CMA) telah mulai diupayakan dalam kebijaksanaan pengelolaan tanah mineral masam tropika. Widada dan Kabirun (1995) menemukan bahwa CMA mempunyai peranan yang besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika. Pada tanah-tanah tersebut ditemukan beberapa spesies CMA yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap kemasaman dan keracunan aluminium serta berpotensi besar dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Pengaruhnya terhadap Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah berarti “akar jamur” (Atmaja, 2001). Secara umum mikoriza di daerah tropika tergolong didalam dua tipe yaitu: Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)/Endomikoriza dan Ektomikoriza. Jamur ini pada umumnya tergolong kedalam kelompok Ascomycetes dan Basidiomycetes (Pujianto, 2001). Mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar dibagi menjadi dua golongan :
1. Ektomikoriza, jamur berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar. 2. Endomikoriza, jamur berkembang di dalam akar di antara dan di dalam sel-sel korteks akar. Endomikoriza memiliki daerah sebaran yang sangat luas sedangkan tipe ektomikoriza ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu saja. Jamur-jamur tanah yang dilaporkan membentuk Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah dari genus Acaulospora, Gigaspora, Glomus dan Sclerocyctis, dari famili Endogoneceae, kelas Phycomycetes (Trappe and Schenck, 1982). Jamur-jamur tersebut belum dapat ditumbuhkan dalam media buatan tanpa tanaman inang (Mosse, 1981).
Jamur CMA tergolong
penginfeksi akar paling banyak ditemukan dibandingkan jamur penginfeksi akar lainnya. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi CMA adalah kedelai, bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada singkong, jagung, sorgum, kacang tanah, legum penutup tanah. Kabirun (2002) dalam penelitiannya mengenai tanggap padi gogo terhadap inokulasi beberapa spesies CMA dan pemupukan fosfat di entisol nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tanaman, serapan P tanaman, jumlah gabah isi dan berat jerami. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994 dalam Subiksa, 2002). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Menurut Nuhamara (1994) dalam Subiksa (2002), bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, dan menjamin terselenggaranya proses biogeokemis. Namun demikian respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan CMA tapi juga oleh kondisi tanah dimana tanaman itu berada. Efektifitas CMA ditentukan oleh faktor abiotik seperti pH, kadar air, konsentrasi hara, suhu, pengolahan tanah dan pemberian pupuk serta pestisida. Faktor biotik seperti interaksi CMA dengan akar tanaman inangnya, tipe perakaran tanaman inangnya, dan kompetisi antar cendawan itu sendiri. Adanya kolonisasi akar oleh CMA tetapi respon tanaman rendah atau tidak ada hal ini menunjukkan CMA sama sekali lebih bersifat parasit. Pengaruh CMA terhadap pertumbuhan secara umum dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan unsur hara, baik
unsur hara makro maupun mikro. CMA melalui jaringan hifa eksternalnya dapat memperbaiki
dan memantapkan struktur
tanah.
Sekresi senyawa - senyawa
polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Terhadap serapan hara jaringan hifa eksternal CMA akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa dapat menyusup ke pori-pori tanah yang paling halus, sehingga hifa dapat menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994 dalam Subiksa, 2002). Selanjutnya Smith et al, (2003) mengemukakan bahwa pada interaksi yang optimum, simbiosis CMA dapat menyediakan jalur dominan untuk penyediaan P tanaman. Meningkatnya serapan P tanaman dengan pemberian CMA menurut Mosse (1981) disebabkan karena daerah penyerapan akar diperluas oleh miselium eksternal cendawan itu sendiri sehingga absorbsi hara P lebih banyak. Diketahui pula bahwa CMA menghasilkan enzim fosfatase, hal ini memungkinkan CMA untuk melarutkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Selanjutnya hasil penelitian Bolan (1991) menunjukkan bahwa kecepatan masuknya P ke dalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dari pada kecepatan
masuknya P melalui rambut akar tanaman. Disamping P tanaman yang terinfeksi CMA juga memperlihatkan terjadinya peningkatan terhadap serapan N, K, Ca dan beberapa unsur mikro essensial lainnya.
Pengaruh CMA dalam pertumbuhan
tanaman telah pula diinformasikan yaitu, tanaman yang bermikoriza lebih tenggang terhadap salinitas dan kemasaman tanah, keracunan logam berat dan gejolak suhu tanah. CMA dapat memacu sintetis fitohormon yang berperanan dalam pertumbuhan tanaman dan proses fotosintesa, merangsang nodulasi dan penambatan nitrogen pada legum dan memberi perlindungan akar dari infeksi patogen (Lynch, 1983; Mosse, 1981). Pengaruh inokulasi jamur mikoriza lebih baik pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk P kurang tersedia dari pada yang dipupuk dengan pupuk P mudah tersedia bagi tanaman (Vaast, 1996). Pada ketersediaan hara yang rendah, hifa dapat menyerap hara dari tanah yang tidak dapat diserap oleh akar sehingga pengaruh CMA terhadap serapan hara tinggi.
Namun pada P yang cukup, akar tanaman dapat
berperan sebagai organ penyerap hara sehingga tanaman mengakumulasi P dalam jumlah yang tinggi. Pada keadaan ini CMA tetap mendapatkan senyawa C dari tanaman sehingga mempengaruhi metabolisme tanaman. Serapan hara oleh CMA tidak menyebabkan respons pertumbuhan yang positif karena faktor lain seperti akuisisi C menjadi pembatas pertumbuhan tanaman sehingga pada keaadan P yang sangat tinggi bahkan dapat menyebabkan respons yang negatif terhadap kolonisasi CMA (Smith and Read, 1997). Hubungan simbiosis antara jamur mikoriza dan akar bersifat parasitisme yang tidak berbahaya tetapi memberikan keuntungan kepada
tanaman inang, jamur mendapatkan karbohidrat dan energi dari tanaman, sedangkan tanaman
mendapatkan
unsur
hara
yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan
(Bethlenfalvay,1992). Peningkatan hasil telah dilaporkan pada berbagai jenis tanaman yang diinokulasi dengan CMA antara lain : pada jagung (93,0%), kedelai (56,2%), padi gogo (25,0%), kacang tanah (23,8%), cabai (22,0%), bawang merah (62,0%) dan semangka (77,0%) (Sastrahidayat 2000), kedelai (29,2-35,8%) (Hamidah 1997; Ernita 1998).
Peranan Fosfor sebagai Unsur Hara Tanaman Fosfor didalam tanah dapat digolongkan pada beberapa bentuk yaitu
P
dalam bentuk organik, anorganik dan P yang ada dalam larutan tanah. P anorganik di dalam tanah jumlahnya rata-rata lebih banyak dibandingkan P organik. P di dalam tanah dapat pula dibagi dalam bentuk terikatannya yaitu dalam bentuk CaP, FeP, dan AlP (Buckman and Brady, 1980). Ketersediaan P di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan pH tanah, artinya semakin naik pH sampai pada batas tertentu (netral) tanah maka ketersediaan P akan meningkat pula. Keadaan sebaliknya terjadi bilamana terjadinya penurunan pH tanah maka ketersediaan P akan menurun pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P disebabkan karena pada pH rendah konsentrasi Al dan Fe akan meningkat dan terfiksasinya P oleh kedua unsur tersebut akan semakin meningkat pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P pada pH tanah diatas netral atau alkalis hal ini disebabkan terfiksasinya P oleh Ca
membentuk endapan. Dari golongan Ca ini yang terpenting adalah mineral flour apatit, golongan ini adalah yang sukar larut. Mineral flour apatit terdapat di dalam tanah yang sudah mengalami proses pelapukan lanjut pada horizon bawah. Dari golongan Ca yang mudah larut adalah senyawa Calsium Fosfat. P organik tanah berasal dari sisa bahan organik yang melapuk seperti serasah tanaman dan hewan. Kebanyakan P organik mudah tersedia oleh tanaman melalui proses mineralisasi oleh mikroba. Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba akan memisahkan asam fosfat dari senyawa P organik. Senyawa organik yang terpenting adalah asam fitat, fosfolipida dan asam nukleat (Anderson, 1966). Senyawa P yang dapat diambil oleh tanaman terdapat dalam berbagai bentuk seperti H2PO4- , HPO4-2 dan PO4-3. Senyawa P yang diambil oleh tanaman berfungsi dalam pembentukan nukleotida dalam penyusunan RNA, DNA, NADP, ATP dan lain sebagainya. Fosfor memainkan peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, penyimpanan dan transfer energi, komponen penting bagi asam nukleat, nukleotida, koenzim dan beberapa reaksi biokimia lainnya (Tisdale et al, 1993). Fosfor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan karena fosfor banyak terdapat di dalam sel tanaman berupa unit nukleotida merupakan suatu ikatan yang mengandung P sebagai penyusun RNA, DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Foth (1991) menyatakan bahwa P berpengaruh terhadap peningkatan dan produksi dan bahan kering tanaman. Dengan demikian kekahatan P pada tanah akan membatasi semua aspek metabolisme dan pertumbuhan tanaman dimana akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, daun
berwarna ungu, kematangan tanaman dan pembentukan biji tertunda sehingga produksi serta bahan kering tanaman menjadi rendah.
Peranan P pada tanaman
menurut Buckman and Brady (1980) adalah : (1) untuk pembelahan sel, pembentukan lemak serta albumin, (2) pembentukan bunga, biji dan buah, (3) merangsang perkembangan akar, (4) mempercepat kematangan tanaman, (5) memperkuat batang dan tanaman serealia, (6) meningkatkan kualitas tanaman terutama rumput dan sayuran dan (7) meningkatkan kekebalan terhadap penyakit terutama cendawan. Peranan Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfat Bahan organik berperan penting dalam tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kehadiran bahan organik cukup besar peranannya di dalam tanah yaitu : (1) memperbaiki agregasi dan meningkatkan kemampuan tanah menahan air, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation dan ketersediaan hara bagi tanaman, (3) mengurangi aktivitas Al dan Fe dalam memfiksasi P dan (4), merupakan sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme (Foth, 1991). Masukan bahan organik ke dalam tanah akan mengalami penguraian oleh jasad renik dan menghasilkan senyawa organik berupa asam-asam organik yang dapat mengurangi fiksasi P karena membentuk senyawa yang stabil dengan Al dan Fe. Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman atau hewan lebih bersifat ion negatif dan mampu mengkhelat ion Fe dan Al di dalam tanah (Hakim et al, 1986). Bahan organik mempengaruhi struktur tanah, gerakan udara dan air, pH tanah, kandungan hara, dan kapasitas pegang air. Bahan yang terbentuk mempunyai berat volume yang lebih
rendah dari pada bahan dasarnya, bersifat stabil, kecepatan proses dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik (Sutanto, 2002). Peranan bahan organik sebagai pengendali kesuburan tanah belum dapat digantikan, walaupun sebagai sumber hara sudah dapat digantikan oleh pupuk anorganik (Imran, 2001). Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang, antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn). Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K 75%, S 70%, Ca 30% dan Mg 20% dari total kandungan hara tersebut dalam jerami (Suriadikarta dan Adimihardja, 2001). Hasil penelitian Arafah (2004) menyatakan bahwa pemberian kompos jerami kompos pupuk organik pada tanaman padi sawah memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah . Pemupukan SP 36 dan KCl pada tanaman padi sawah tidak perlu lagi dilakukan pada lahan sawah yang menggunakan pupuk organik berupa kompos jerami selama 3 musim tanam secara berturut.
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada bulan Februari sampai dengan Juni 2008.
Bahan dan Alat Tanah. Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh adalah tanah Ultisol yang diambil dari Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang. Inokulum. Inokulum CMA Mycofer dalam bentuk multi spesies (Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus entucicatum, Acaulospora tuberculata) yang berasal dari Institut Pertanian Bogor. Kompos Jerami. Kompos jerami diperoleh dari hasil pengomposan selama selama 100 hari. Pupuk. Pupuk yang digunakan adalah pupuk fosfat alam (32% P2O5), Urea, dan KCl yang merupakan pupuk dasar. Benih Padi. Benih padi yang digunakan adalah varietas Situ Patenggang, deskripsi disajikan pada Lampiran 1. Pestisida. Pestisida yang akan digunakan adalah Spontan 400 SL, Bestok 50 EC, dan Bavistin 50 WP untuk mengendalikan hama dan penyakit, apabila diperlukan.
Peralatan. Peralatan yang digunakan adalah rumah kasa, polybag, cangkul, timbangan, mistar, gunting, pisau, mikroskop, kantongan plastik, amplop besar, buku, alat tulis, serta bahan dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan secara faktorial yang diulang 3 kali. Ada 2 faktor yang diuji : faktor pertama adalah perlakuan mikoriza dan faktor kedua adalah perlakuan kompos jerami. Susunan perlakuan sebagai berikut : Faktor pertama, perlakuan mikoriza : M0 = 0 g/pot M1 = 7,5 g/pot M2 = 15 g/pot M2 = 22,5 g/pot Faktor kedua, perlakuan kompos jerami : J0 = 0 g/pot (setara 0 t/ha) J1 = 25 g/pot (setara 5 t/ha) J2 = 50 g/pot (setara 10 t/ha) J3 = 75 g/pot (setara 15 t/ha) Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali, maka diperoleh 48 unit percobaan. Dalam penelitian ini dibuat tanaman duplikat
karena adanya pemanenan pada akhir pertumbuhan vegetatif (63 HST), sehingga terdapat 96 unit percobaan. Bagan unit percobaan disajikan pada Lampiran 2. Penelitian menggunakan Rancangan Faktorial dalam RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan model matematis sebagai berikut : Yjk = µ + Mj + Jk + (MJ) jk + Ejk Dimana : Yjk
= parameter yang diamati
µ
= rerata
Mj
= faktor mikoriza ke- j
Jk
= faktor kompos jerami ke-k
(MJ)jk
= interaksi mikoriza j dengan kompos jerami k
Ejk
= faktor error dari penelitian Data pengamatan dianalisis dengan software Irristat Program secara faktorial
dalam RAL dan dilanjutkan dengan uji beda rata DMRT 5% bila dalam uji F memperlihatkan pengaruh yang nyata (Gomez dan Gomez, 1995). Sedangkan untuk melihat hubungan antar parameter dianalisis secara regresi menggunakan aplikasi MS.Excel.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan kompos jerami Jerami segar sebanyak 100 kg terlebih dahulu direndam selama satu malam (agar jerami tetap lembab) dimasukkan ke kotak kayu yang dasarnya dialas dengan goni plastik kemudian disiram dengan 2 kg pupuk Urea yang sudah dilarutkan dengan air, kemudian ditutup rapat dengan papan. Setelah satu minggu, tumpukan jerami dibalik dengan cara memindahkan tumpukan paling atas ke paling bawah dan seterusnya. Tumpukan harus dijaga kelembabannya agar tetap stabil selama proses pengomposan dengan cara menyiram dan memerciki air. Panen kompos jerami dilakukan bila jerami telah matang dengan kriteria : suhu dingin, struktur lunak/hancur, warna coklat gelap sampai hitam, tidak berbau (Sutanto, 2000). Hasil analisis kompos jerami disajikan pada Lampiran 3. Pengambilan contoh tanah dan analisis tanah awal Tanah komposit jenis ultisol diambil dari beberapa titik pada lokasi pertanaman padi gogo di Bangun Purba pada kedalaman lebih kurang 20 cm sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam kantong plastik, selanjutnya dianalisa dilaboratorium. Analisis tanah sebelum perlakuan bertujuan untuk menentukan status hara tanah. Analisis sifat kimia yang dilakukan meliputi pH (Metoda elektrometry), C organik, P tersedia (Bray-I), P total (Metoda Spectrophotometry), N-total (Metoda Kjeldahl), K-dd, Ca-dd, Mg, Na, KTK (Metoda AAS), Al (Metoda Titrimetry), dan
tekstur tanah (Metoda Hydrometer), prosedur analisis tanah dan tanaman disajikan pada Lampiran 4 dan hasil analisis tanah awal pada Lampiran 5. Persiapan tanah Tanah yang diambil untuk penelitian dibersihkan dari batuan dan sisa tanaman.
Kemudian tanah dikering anginkan dan diayak lolos ukuran 2 mm,
ditimbang sebanyak 10 kg dan dimasukkan ke dalam polybag.
Kompos jerami
diberikan pada saat satu minggu sebelum tanam, dengan cara dicampur merata dengan tanah sesuai dosis perlakuan. Pemupukan Rekomendasi pemupukan diberikan berdasarkan hasil analisis tanah awal, yaitu Urea 198 kg ha-1 (1,00 g pot-1), fosfat alam 241 kg ha-1 (1,21 g pot-1), dan KCl 118 kg ha-1 (0,60 g pot-1). Pupuk fosfat alam diberikan sekaligus pada saat tanam, sedangkan Urea dan KCl diberikan setengah dosis pada saat tanaman berumur 10 HST dan sisanya pada saat tanaman berumur 30 HST. Penanaman dan pemberian inokulum CMA Benih padi varietas Situpatenggang ditugalkan sebanyak 10 biji per pot dan pada umur 7 hari setelah tanam (HST) dilakukan penjarangan 4 batang per pot. Inokulum CMA diberikan sekaligus pada saat tanam sedekat mungkin dengan biji. Pemeliharaan tanaman Penyiraman dilakukan setiap dua hari sekali, kecuali bila ada hujan penyiraman tidak dilakukan. Tanaman setiap minggu dibersihkan dari gulma dan
untuk pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman disemprot dengan pestisida. Pemanenan Panen stadia vegetatif dilakukan pada 63 HST meliputi pengambilan tanaman tujuannya adalah untuk menganalisa serapan hara fosfat pada sampel daun, mengetahui bobot kering tanaman, bobot kering akar dan pengukuran derajat infeksi mikoriza pada akar yang tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh mikoriza terhadap perkembangan akar.
Pengambilan contoh tanah untuk mengetahui P
tersedia. Panen stadia generatif, disesuaikan dengan umur varietas atau 90% tanaman padi sudah mulai menguning sekaligus pengambilan contoh tanah untuk mengetahui P total dan C organik.
Peubah Amatan Stadia vegetatif : 1. Anakan maksimum Jumlah anakan maksimum dihitung pada saat tanaman berumur 50 HST dengan menghitung seluruh jumlah anakan per polybag. 2. Bobot kering tajuk dan akar Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan saat tanaman berumur 63 HST dan saat panen. Tanaman dikeluarkan dari polybag dengan hati-hati, dimasukkan ke ember yang berisi air bersih kemudian digoyang-goyang agar tanaman dan akar
bersih dari tanah-tanah yang menempel, setelah bersih tajuk dan akar dipisahkan. Tajuk di masukkan ke dalam kantong kertas yang sudah diberi lobang-lobang kecil, sedangkan akar dipotong bulu-bulu akarnya dengan berat yang sama untuk mengukur derajat infeksi mikoriza dan sisanya dimasukkan ke dalam kantong kertas kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 65O C sampai bobotnya stabil. 3. Derajat infeksi CMA Pengukuran derajat infeksi pada akar tanaman dengan menggunakan Metoda Kormanik dan Mc Graw (Kormanik. P. et al, 1979 dalam Mansur, 2003). Akar dilihat di bawah mikroskop dengan cara menghitung berapa banyak akar yang terinfeksi CMA. Kriteria akar yang terinfeksi adalah terdapatnya struktur mikoriza pada akar. 4. Serapan P Total serapan hara dianalisis dari sampel daun pada saat tanaman berumur 63 HST.
Sampel daun dicuci dengan air mengalir untuk membuang abu yang
menempel, dibilas dengan aquades dan dimasukkan ke dalam kantong kertas yang sudah diberi lobang-lobang kecil dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65O C sampai bobotnya stabil.
Daun yang sudah kering dihaluskan dengan grinder
selanjutnya siap untuk dianalisis.
Penetapan P dilakukan dengan Metoda
Spectrophotometry. 5. P tersedia P tersedia diukur dengan mengambil contoh tanah dan dianalisis menggunakan Metoda Bray-I.
Stadia generatif : 1. Anakan produktif Jumlah anakan produktif dihitung pada saat panen, yang dihitung hanya anakan yang memiliki malai. 2. Gabah isi per malai Pengamatan gabah isi adalah dengan menghitung jumlah gabah berisi dalam satu malai. 3. Persentase gabah hampa Pengamatan persentase gabah hampa adalah dengan menghitung jumlah gabah hampa dalam satu rumpun. Persentase gabah hampa (%) = jumlah gabah hampa x 100% jumlah seluruh gabah 4. Bobot kering gabah Pengamatan bobot kering gabah per pot dihitung pada saat panen. Gabah dipisahkan dari malai kemudian dikeringkan dengan cara dijemur sampai kadar airnya mencapai 14%. Hasil (g rumpun-1) = bobot gabah kering panen x (100-14) (100-KA panen) Ket : KA = Kadar Air 5. Bobot kering jerami Pengukuran bobot kering tanaman setelah panen bertujuan untuk mengetahui potensi biomassa.
6. P total Untuk penetapan P total diambil dari contoh tanah saat panen kemudian dianalisa dengan Metode HCl 25%. 7. C organik Untuk penetapan C organik diambil dari contoh tanah saat panen kemudian dianalisa dengan Metode Spectrophotometry.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Panen P Tersedia P tersedia pada umur 63 hari setelah tanam (HST) dari hasil analisis ragam sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji.
P tersedia sangat nyata
meningkat akibat pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami. Kedua perlakuan juga memperlihatkan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 6). Tabel 1. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada Umur 63 HST Perlakuan P-tersedia -----------------------------ppm-----------------------------CMA (g pot -1) 0.0 1.52 c 7.5 1.62 bc 15.0 1.96 a 22.5 1.72 b Kompos Jerami (g pot -1) 0 1.45 c 25 1.63 b 50 1.62 b 75 2.12 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Pada Tabel 1 diketahui bahwa dengan penambahan CMA rata-rata P tersedia meningkat sampai dosis 15 g pot-1 CMA, sedangkan dengan penambahan kompos jerami rata-rata P tersedia meningkat sampai dosis tertinggi. P tersedia tertinggi 3.06 ppm adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g kompos jerami (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada Umur 63 HST Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 ---------------------------------ppm-----------------------------CMA (g pot -1) 0.0 1.40 b 1.44 b 1.45 b 1.79 a 7.5 1.41 c 1.76 a 1.60 b 1.72 ab 15.0 1.38 c 1.68 b 1.70 b 3.06 a 22.5 1.60 b 1.65 b 1.72 b 1.93 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Berdasarkan kurva respon P tersedia akibat perlakuan CMA pada berbagai tingkat kompos jerami (Gambar 1), dapat diketahui bahwa pemberian CMA pada berapa dosis kompos jerami terhadap P tersedia menunjukkan persamaan yang linier. Y 0 g CM A
Y 7.5 g CM A
Y 15 g CM A
Y 22.5 g CM A
3.50 2
P tersedia (ppm)
3.00
Ŷ 15 = 0.0047x + 1.343,R = 0.7061
2.50
2
Ŷ 7.5 = 0.0031x + 1.507,R = 0.4002
2.00 1.50 1.00
2
2
Ŷ 0 = 0.0202x + 1.196, R = 0.7565
Ŷ 22.5 = 0.0042x + 1.566, R = 0.8875
0.50 0.00 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 -1 Kompos Jerami (g pot )
Gambar 1. Kurva Respon P Tersedia Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami
Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap dosis CMA, P tersedia meningkat secara linier dengan meningkatnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Pada Tabel 3 juga diketahui bahwa efektivitas CMA terhadap P tersedia pada setiap dosis semakin meningkat dengan meningkatnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Efektivitas CMA terhadap P tersedia tertinggi (121.38%) adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Tabel 3. Efektivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap P Tersedia Kompos Jerami (g pot -1) CMA (g pot -1) 25 50 75 ---------------------------------%----------------------------7.5 25.00 13.00 21.95 15.0 21.38 23.41 121.38 22.5 2.62 6.98 20.12 Meningkatnya P tersedia ini disebabkan aktivitasnya CMA yang mampu melarutkan P dan kompos jerami sebagai sumber bahan organik dapat mengurangi aktivitas Al dan Fe dalam memfiksasi P, sehingga P tersedia di dalam tanah akan meningkat. Kompos jerami sebagai sumber bahan organik memberikan kondisi yang menguntungkan bagi aktivitas CMA dalam meningkatkan P tersedia di dalam tanah.
2. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen 2. 1. P-Total Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa P total tanah setelah panen sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan P total tanah.
Tabel 4. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah Setelah Panen Perlakuan P-total ---------------------------- mg 100 g-1---------------------CMA (g pot -1) 0.0 13.33 b 7.5 16.80 a 15.0 16.70 a 22.5 16.56 a -1 Kompos Jerami (g pot ) 0 14.55 b 25 14.36 b 50 17.66 a 75 16.81 ab Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Demikian juga dengan pengaruh kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang sangat nyata.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata P total tanah
meningkat dengan meningkatnya dosis CMA sampai 15 g pot-1, sedangkan pada perlakuan kompos jerami rata-rata P total meningkat sampai dosis 50 g pot-1. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa P total tertinggi 21.77 mg 100 g-1 adalah pada dosis kombinasi 7.5 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami. Tabel 5. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah Setelah Panen Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1) 0 25 50 75 ---------------------------- mg 100 g-1-------------------------CMA (g pot -1) 0.0 12.39 bc 10.14 c 17.27 a 13.51 b 7.5 12.01 c 17.64 b 21.77 a 15.77 b 15.0 15.02 c 17.74 ab 15.46 b 18.67 a 22.5 18.77 ab 12.04 c 16.14 b 19.28 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Peningkatan kandungan P total tanah ini disebabkan oleh pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami serta interaksi keduanya mampu meningkatkan kandungan P total melalui kontribusinya dalam melepaskan P baik dalam bentuk organik maupun anorganik di dalam tanah.
2. 2. C-Organik Berdasarkan hasil uji statistik pada Lampiran 8, terhadap C organik setelah panen sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. C organik sangat nyata meningkat akibat pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami.
Tetapi pengaruh
kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang tidak nyata. Pada Tabel 7 diketahui bahwa C organik tertinggi (1.15%) pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami. Sedangkan yang terendah adalah tanpa perlakuan, yaitu 0.54%. Tabel 6. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap C-Organik Setelah Panen Perlakuan C-Organik ---------------------------------%----------------------------CMA (g pot -1) 0.0 0.77 b 7.5 0.81 b 15.0 0.94 a 22.5 0.84 b Kompos Jerami (g pot -1) 0 0.65 c 25 0.73 b 50 1.01 a 75 0.97 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.
Tabel 7. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik Setelah Panen Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 ---------------------------------%--------------------------------CMA (g pot -1) 0.0 0.54 0.73 0.90 0.89 7.5 0.64 0.68 1.04 0.89 15.0 0.70 0.75 1.15 1.14 22.5 0.71 0.75 0.96 0.94 Peningkatan C organik ini berasal dari sel-sel CMA itu atau mikroorganisme lainnya, serta aktivitas akar yang terinfeksi. Bahan organik yang merupakan hasil dekomposisi kompos jerami juga merupakan penyumbang karbon organik terbesar di dalam tanah.
3. Serapan Hara Tanaman Serapan P Serapan P tanaman padi gogo pada 63 HST sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji.
Pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami sangat nyata
meningkatkan serapan P tanaman. Kedua perlakuan juga memperlihatkan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 9). Pada Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata serapan P nyata meningkat dengan meningkatnya dosis CMA dan kompos jerami. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa efektivitas CMA terhadap serapan P semakin meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Serapan P meningkat 231.07% dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Serapan P tertinggi 180.27 mg rumpun
-1
adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.
Sedangkan serapan P terendah 39.78 mg rumpun
-1
adalah pada dosis 22.5 g pot-1
CMA tanpa kompos jerami. Tabel 8. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur 63 HST Perlakuan Serapan P --------------------------mg rumpun -1---------------------1 CMA (g pot ) 0.0 105.06 c 7.5 111.94 bc 15.0 125.87 ab 22.5 134.54 a -1 Kompos Jerami (g pot ) 0 95.45 c 25 108.36 c 50 124.89 b 75 148.68 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Kondisi ini menunjukkan bahwa akar tanaman padi gogo yang terinfeksi CMA akan meningkatkan serapan hara terutama P. Tabel 9. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur 63 HST Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1) 0 25 50 75 ----------------------------mg rumpun -1-----------------------CMA (g pot -1) 0.0 54.45 d 88.25 c 118.74 b 158.80 a 7.5 89.46 b 114.05 a 125.26 a 118.99 a 15.0 98.23 c 100.22 c 124.73 b 180.27 a 22.5 39.78 b 130.89 a 130.85 a 136.66 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT Penambahan kompos jerami sebagai sumber bahan organik selain meningkatkan P tersedia juga memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan
CMA di dalam tanah, sehingga akan meningkatkan aktivititas CMA membantu tanaman dalam penyerapan hara P.
4. Derajat Infeksi CMA Hasil analisis ragam derajat infeksi CMA pada akar tanaman padi gogo umur 63 HST yang disajikan pada Lampiran 10, menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami sangat nyata
terhadap
derajat
infeksi
CMA.
Tetapi
pengaruh
kedua
perlakuan
memperlihatkan interaksi yang tidak nyata. Tabel 10. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST Perlakuan Derajat Infeksi CMA ---------------------------------%----------------------------CMA (g pot -1) 0.0 30.83 b 7.5 59.17 a 15.0 57.50 a 22.5 58.33 a Kompos Jerami (g pot -1) 0 46.67 b 25 50.00 ab 50 51.67 ab 75 57.50 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Pada Tabel 10 diketahui bahwa rata-rata persentase kolonisasi CMA pada akar tanaman padi gogo semakin meningkat dengan meningkatnya dosis CMA maupun dosis kompos jerami. Nyatanya pengaruh tunggal CMA terhadap derajat
infeksi akar ini menunjukkan adanya kompatibilitas antara CMA dan akar tanaman padi gogo. Sedangkan nyatanya pengaruh tunggal kompos jerami terhadap derajat infeksi CMA disebabkan oleh bahan organik hasil dekomposisi kompos jerami akan memperbaiki struktur tanah, sehingga akar tanaman padi gogo berkembang baik, maka akan semakin banyak akar yang terinfeksi oleh CMA. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa derajat infeksi tertinggi 70.00%, diperoleh pada dosis kombinasi 7.5 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Tabel 11. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1) 0 25 50 75 ---------------------------------%--------------------------------CMA (g pot -1) 0.0 20.00 30.00 36.67 36.67 7.5 53.33 53.33 60.00 70.00 15.0 60.00 56.67 56.67 56.67 22.5 53.33 60.00 53.33 66.67
5. Pertumbuhan Tanaman 5. 1. Anakan Maksimum Hasil analisis ragam jumlah anakan maksimum pada umur 63 HST yang disajikan pada Lampiran 11 nyata pada perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal kompos jerami sangat nyata terhadap jumlah anakan maksimum.
Sedangkan
pengaruh tunggal CMA dan interaksi kedua perlakuan tidak nyata terhadap anakan maksimum padi gogo. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya dosis CMA mapun kompos jerami, maka jumlah anakan maksimum juga semakin
meningkat sampai dosis 15 g pot-1 CMA.
Jumlah anakan maksimum tertinggi
26.33 batang rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami. Dibandingkan dengan tanpa pemberian, jumlah anakan maksimum meningkat 36.21% (Tabel 13). Tabel 12. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan Maksimum pada Umur 50 HST Perlakuan Anakan Maksimum ----------------------batang rumpun -1---------------------CMA (g pot -1) 0.0 21.50 7.5 21.67 15.0 23.00 22.5 22.50 -1 Kompos Jerami (g pot ) 0 20.58 b 25 22.50 a 50 23.50 a 75 22.08 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Peningkatan jumlah anakan maksimum yang disebabkan oleh pengaruh tunggal kompos jerami ini disebabkan adanya kontribusi unsur hara N yang dihasilkan dari dekomposisi kompos jerami sebagai sumber bahan organik di dalam tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, seperti pembentukan anakan padi gogo.
Tabel 13. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan Maksimum pada Umur 50 HST Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 -1 -------------------------batang rumpun ----------------------CMA (g pot -1) 0.0 19.33 21.67 22.67 22.33 7.5 21.00 22.00 22.33 21.33 15.0 20.67 22.67 26.33 22.33 22.5 21.33 23.67 22.67 22.33
5. 2. Anakan Produktif Hasil analisis ragam jumlah anakan produktif yang disajikan pada Lampiran 12 menunjukkan pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami tidak nyata terhadap jumlah anakan produktif. Tetapi pengaruh kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang nyata. Tabel 14. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan Produktif Perlakuan Anakan Produktif ----------------------batang rumpun -1---------------------CMA (g pot -1) 0.0 13.42 7.5 14.58 15.0 14.08 22.5 14.33 Kompos Jerami (g pot -1) 0 13.83 25 14.00 50 14.25 75 14.33 Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.
Pada Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata jumlah anakan produktif cenderung meningkat dengan meningkatnya dosis CMA maupun kompos jerami.
Anakan
produktif tertinggi 16.33 batang rumpun-1 adalah pada dosis 7.5 g pot-1 CMA tanpa kompos jerami. Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa pada dosis 15 pot-1 sampai 22.5 g pot-1 CMA, penambahan kompos jerami hingga 75 pot-1 tidak mempengaruhi jumlah anakan produktif padi gogo. Nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami terhadap peningkatan jumlah anakan produktif disebabkan oleh kompos jerami yang diberikan sebagai sumber bahan organik selain penyumbang hara P bagi tanaman juga merupakan substrat alami bagi CMA dan memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan CMA, sehingga aktivitas CMA dalam penyerapan P berjalan maksimal. Tabel 15. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan Produktif Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1) 0 25 50 75 -1 -------------------------batang rumpun ----------------------CMA (g pot -1) 0.0 10.67 b 15.00 a 14.33 a 13.67 a 7.5 16.33 a 13.33 b 14.33 ab 14.33 ab 15.0 13.00 a 14.33 a 13.67 a 15.33 a 22.5 15.33 a 13.33 a 14.67 a 14.00 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
5. 3. Bobot Kering Tajuk Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 13, bobot kering tajuk pada umur 63 HST sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal
CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan bobot kering tajuk. Tetapi pengaruh kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang tidak nyata. Tabel 16. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST Perlakuan Anakan Produktif -----------------------------g rumpun -1---------------------1 CMA (g pot ) 0.0 51.91 b 7.5 56.18 ab 15.0 64.23 a 22.5 64.89 a -1 Kompos Jerami (g pot ) 0 45.75 c 25 56.70 b 50 65.11 ab 75 69.66 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Pada Tabel 16 diketahui bahwa rata-rata bobot kering tajuk semakin dengan meningkatnya dosis CMA maupun kompos jerami. Bobot kering tajuk tertinggi 87.18 g rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami (Tabel 17). Nyatanya pengaruh CMA ini disebabkan fungsi CMA yang dapat meningkatkan serapan P tanaman dan nyatanya pengaruh kompos jerami disebabkan oleh kompos jerami sebagai sumber bahan organik, selain penyumbang beberapa unsur hara juga dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga perkembangan akar menjadi lebih baik dan penyerapan hara menjadi maksimal. Peningkatan bobot kering tajuk ini juga sejalan dengan meningkatnya P tersedia dan serapan P tanaman.
Tabel 17. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 -1 -----------------------------g rumpun -------------------------CMA (g pot -1) 0.0 30.52 55.21 68.38 53.52 7.5 42.13 53.98 62.61 66.00 15.0 48.73 55.11 65.92 87.18 22.5 61.60 62.51 63.53 71.94
5. 4. Bobot Kering Akar Bobot kering akar pada umur 63 HST dari hasil analisis ragam Lampiran 14 sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal kompos jerami dan interaksi CMA dan kompos jerami sangat nyata meningkatkan bobot kering akar. Tetapi pengaruh tunggal CMA menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Tabel 18. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST Perlakuan Bobot Kering Akar -----------------------------g rumpun -1--------------------CMA (g pot -1) 0.0 5.65 7.5 5.79 15.0 6.69 22.5 6.17 Kompos Jerami (g pot -1) 0 5.25 b 25 5.98 ab 50 7.08 a 75 5.99 ab Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.
Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot kering akar cenderung meningkat dengan meningkatnya dosis CMA sampai 15 g pot-1 dan kompos jerami sampai 50 g pot-1.
Peningkatan bobot kering akar ini disebabkan oleh adanya
penambahan bahan organik yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga akar tanaman
berkembang
menjadi
lebih
baik
dan
memberikan
habitat
yang
menguntungkan bagi perkembangan CMA, sehingga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan akar tanaman padi gogo. Pada Tabel 19 diketahui bahwa pertumbuhan akar semakin baik dengan adanya penambahan kompos jerami hingga 50 g pot-1 pada aplikasi CMA hingga 15 g pot-1. Sebaliknya pada dosis CMA 22.5 g pot-1, penambahan kompos jerami tidak mempengaruhi pertumbuhan akar. bobot kering akar tertinggi 9.17 g rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami. Tabel 19. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1) 0 25 50 75 -1 -----------------------------g rumpun -------------------------CMA (g pot -1) 0.0 4.37 c 5.57 bc 7.27 a 5.40 c 7.5 4.83 a 5.90 a 6.37 a 6.03 a 15.0 4.67 c 6.27 bc 9.17 a 6.67 b 22.5 7.13 a 6.17 a 5.50 a 5.87 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
5. 5. Bobot Kering Jerami Setelah Panen Hasil uji statistik yang disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa bobot kering jerami setelah panen sangat nyata terhadap perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami, serta interaksi kedua perlakuan memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata dalam meningkatkan bobot kering jerami. Tabel 20. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen Perlakuan Bobot Kering Jerami --------------------------g rumpun -1-----------------------CMA (g pot -1) 0.0 62.36 b 7.5 77.98 a 15.0 64.55 ab 22.5 77.35 ab Kompos Jerami (g pot -1) 0 62.04 b 25 72.66 ab 50 71.19 ab 75 76.35 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Pada Tabel 20 diketahui bahwa rata-rata bobot kering jerami meningkat dengan meningkatnya dosis kompos jerami. Pada Tabel 21 diketahui bahwa bobot kering jerami tertinggi 106,87 g rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 22.5 g pot-1 CMA dan 25 g pot-1 kompos jerami. Nyatanya pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami terhadap peningkatan bobot kering jerami disebabkan oleh fungsi CMA dan kompos jerami itu sendiri dalam menyuplai unsur hara P yang berguna dalam meningkatkan bobot kering jerami. Demikian juga interaksinya disebabkan oleh kompos jerami yang diberikan sebagai sumber bahan organik selain penyumbang
hara P bagi tanaman juga merupakan substrat alami bagi CMA dan memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan CMA, sehingga aktivitas CMA berjalan maksimal dalam penyerapan unsur hara P dan air oleh tanaman, sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tabel 21. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 -----------------------------g rumpun -1-------------------------CMA (g pot -1) 0.0 42.25 c 80.33 a 61.62 b 65.25 b 7.5 85.46 b 50.89 c 74.54 b 101.01 a 15.0 51.43 b 52.54 c 64.87 b 89.35 a 22.5 69.00 c 106.87 a 83.73 b 49.78 d Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT Berdasarkan dari kurva respon bobot kering jerami setelah panen yang disajikan pada Gambar 2, diketahui bahwa pada dosis 0, 7.5, dan 22.5 g pot-1 CMA pada beberapa tingkat kompos jerami menunjukkan persamaan yang kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 7.5 g pot-1 CMA, bobot kering jerami semakin menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga dosis 31.76 g pot-1. Kemudian akan meningkat bila ditambahkan dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Sebaliknya, pada dosis 22.5 g pot-1 CMA, bobot kering jerami semakin meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga dosis 31.90 g pot-1. Kemudian akan menurun bila ditambahkan dosis kompos jerami hingga 75g pot-1. Sedangkan pada dosis 15 g pot-1 CMA, dengan penambahan kompos jerami hingga dosis 7.5 g pot-1 bobot kering jerami meningkat secara linier.
Y 0 g CM A
Y 7.5 g CM A 2
Ŷ 22.5 = -0.0287x + 1.8314x + 71.51
-1
Bobot Kering Jerami (g rumpun)
120
2
R = 0.9277
Y 15 g CM A
Y 22.5 g CM A 2
Ŷ 7.5 = 0.0244x - 1.55x + 82.69 2
R = 0.8848
100 80 60 40 Ŷ 15 = 0.5044x + 45.634 R2 = 0.8534
20
Ŷ 0 = -0.0138x2 + 1.2347x + 46.207 R2 = 0.5748
0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 -1 Kompos Jerami (g pot )
Gambar 2. Kurva Respon Bobot Kering Jerami Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa efektivitas CMA terhadap bobot kering jerami, pada dosis 15 g pot-1 semakin meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Tetapi efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1 akan menurun bila ditambahkan dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Namun pada dosis 7.5 g pot-1 CMA, penambahan kompos jerami 25 g pot-1 hingga 50 g pot-1 terjadi penurunan persentase bobot kering jerami. Hal ini menunjukkan bahwa suplai hara yang diberikan belum cukup untuk meningkatkan bobot kering jerami. Kemudian bobot kering meningkat bila ditambahkan kompos jerami sebanyak 75 g pot-1.
Tabel 22. Efektivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen Kompos Jerami (g pot -1) CMA (g pot -1) 25 50 75 ---------------------------------%----------------------------7.5 -40.45 -12.78 18.20 15.0 2.12 26.08 73.66 22.5 54.88 21.35 -27.86
6. Komponen Produksi 6. 1. Gabah Isi Hasil analisis ragam pada Lampiran 16 diperoleh bahwa pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami tidak nyata terhadap jumlah gabah isi. Tetapi pengaruh kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang sangat nyata. Tabel 23. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Gabah Isi Perlakuan Gabah Isi ---------------------------butir malai-1---------------------------------CMA (g pot -1) 0.0 107.50 7.5 116.08 15.0 114.17 22.5 119.67 Kompos Jerami (g pot -1) 0 106.50 25 117.00 50 116.33 75 117.58 Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa gabah isi tertinggi 142.67 butir malai-1 adalah pada dosis kombinasi 22.5 g pot-1 CMA dan 25 g pot-1 kompos jerami. Persentase gabah isi meningkat 42.67% dibandingkan dengan tanpa pemberian CMA
dan kompos jerami. Pemberian CMA dan kompos jerami cenderung meningkatkan rata-rata jumlah gabah isi per malai. Peningkatan terhadap pengisian gabah ini juga sejalan dengan adanya pertumbuhan dan produksi yang baik pada tanaman. Dibuktikan oleh nyatanya P tersedia dan serapan P tanaman akibat aplikasi CMA dan kompos jerami, sehingga pembentukan komponen-komponen generatif dapat berjalan baik. Tabel 24. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Gabah Isi Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 -1-------------------------------------------------------------------butir malai CMA (g pot -1) 0.0 100.00 b 105.67 ab 108.67 ab 115.67 a 7.5 101.00 b 113.67 ab 122.00 ab 127.67 a 15.0 103.33 b 106.00 b 120.67 ab 126.67 a 22.5 121.67 b 142.67 a 114.00 bc 100.33 b Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT 6. 2. Persentase Gabah Hampa Persentase gabah hampa hasil analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan yang diuji.
Pengaruh tunggal kompos
jerami sangat nyata terhadap persentase gabah hampa. Sedangkan pengaruh tunggal CMA dan interaksi kedua perlakuan tidak nyata terhadap persentase gabah hampa. Pada Tabel 25 diketahui bahwa rata-rata persentase gabah hampa menurun dengan meningkatnya dosis kompos jerami.
Tabel 25. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah Hampa Perlakuan Gabah Hampa ------------------------------%-------------------------------CMA (g pot -1) 0.0 24.42 7.5 23.67 15.0 19.75 22.5 23.50 -1 Kompos Jerami (g pot ) 0 26.33 a 25 26.33 ab 50 21.83 bc 75 19.67 c Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT Persentase gabah hampa terendah yaitu 17.33% adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami (Tabel 26). Nyatanya pengaruh tunggal kompos jerami terhadap penurunan persentase gabah hampa, selain bahan organik penyumbang unsur hara P, juga memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan akar, sehingga penyerapan unsur hara dan air berjalan maksimal. Kondisi ini akan berpengaruh baik terhadap penurunan persentase gabah hampa. Tabel 26. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah Hampa Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1) 0 25 50 75 ----------------------------------%-------------------------------CMA (g pot -1) 0.0 32.67 24.67 21.67 18.67 7.5 26.00 23.33 23.67 21.67 15.0 24.00 20.33 17.33 17.33 22.5 22.67 25.67 24.67 21.00 Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
6. 3. Hasil Gabah Hasil gabah berdasarkan uji statistik pada Lampiran 18 memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan yang diuji.
Pengaruh tunggal
kompos jerami nyata terhadap hasil gabah, begitu juga dengan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata. Tetapi pengaruh tunggal CMA tidak nyata terhadap hasil gabah. Tabel 27. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah Perlakuan Hasil Gabah --------------------------g rumpun -1-----------------------CMA (g pot -1) 0.0 36.51 7.5 41.04 15.0 37.71 22.5 39.10 -1 Kompos Jerami (g pot ) 0 32.18 b 25 40.45 ab 50 38.94 ab 75 42.79 a Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa pada dosis 0, 7.5, dan 15 g pot-1 CMA, rata-rata hasil gabah terus meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami. Hasil tertinggi 46.37 g rumpun-1 diperoleh pada dosis 15 pot-1 CMA dan 75 pot-1 kompos jerami.
Sedangkan pada dosis 22.5 g pot-1 CMA diperoleh hasil gabah
tertinggi 45.55 g rumpun-1 pada dosis kompos jerami 25 g pot-1, kemudian hasil gabah menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami.
Tabel 28. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah Kompos Jerami (g pot -1) Perlakuan 0 25 50 75 -----------------------------g rumpun -1-------------------------CMA (g pot -1) 0.0 26.49 c 36.56 b 37.11 b 45.87 a 7.5 33.52 b 42.98 a 43.44 a 44.23 a 15.0 31.66 c 36.72 bc 36.09 bc 46.37 a 22.5 37.05 b 45.55 a 39.09 ab 34.70 b Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Y 0 g CM A
Y 7.5 g CM A
Y 15 g CM A
Y 22.5 g CM A Ŷ 7.5 = 0.1304x + 36.154 R2 = 0.6965
50
-1
Hasil Gabah (g rumpun )
45 40 35 30 25
Ŷ 0 = -0.0005x2 + 0.2741x + 27.377 R2 = 0.9166
20
Ŷ 15 = 0.174x + 31.185 R2 = 0.8213
15
Ŷ 22.5 = -0.0052x2 + 0.3327x + 37.902 R2 = 0.7775
10 5 0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 -1 Kompos Jerami (g pot )
Gambar 3. Kurva Respon Hasil Gabah Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami Berdasarkan kurva respon yang disajikan pada Gambar 3 diketahui bahwa pada dosis 0, 7.5, dan 15 g pot-1 CMA, hasil gabah meningkat secara linier dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Sebaliknya pada dosis 22.5 g
pot-1 CMA memperlihatkan persamaan yang kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 22.5 g pot-1 CMA produksi meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 32 g pot-1. Kemudian produksi akan menurun bila ditambahkan kompos jerami hingga 75 g pot-1. Tabel 29. Efektivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah Kompos Jerami (g pot -1) CMA (g pot -1) 25 50 75 ---------------------------------%----------------------------7.5 28.22 29.59 31.95 15.0 15.98 13.99 46.46 22.5 22.91 5.48 -6.37 Pada Tabel 29 diketahui bahwa efektivitas CMA pada dosis 7.5 g pot-1 dan 15 g pot-1 terhadap hasil gabah semakin meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami. Hal ini bila dihubungkan dengan P tersedia, serapan P, dan bobot kering tajuk juga diperoleh pada dosis tersebut, sehingga pada kondisi ini peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman berjalan maksimal. Sebaliknya efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1 semakin menurun bila ditambahkan kompos jerami hingga 75 g pot-1. Hal ini juga menunjukkan bahwa pada dosis tersebut terjadi penurunan P tersedia dan serapan P tanaman, sehingga akan menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pembahasan
A. Pengaruh Aplikasi CMA terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol Pengaruh tunggal CMA sangat nyata dalam meningkatkan P tersedia, kandungan P total, dan karbon organik di dalam tanah. Peningkatan P tersedia ini tidak terlepas dari aktivitas CMA itu sendiri dalam melarutkan P yang terfiksasi melalui aktifitas enzim fosfatase yang dihasilkannya sehingga P tersedia bagi tanaman.
Sesuai dengan pernyataan Lambers et al., (1998), bahwa dalam
aktivitasnya mikoriza akan mengeluarkan enzim fosfatase dimana enzim tersebut mampu melarutkan P yang terfiksasi oleh ion Al dan Fe, sehingga P yang tersedia ditanah akan meningkat. Asam fosfatase yang terdapat pada hifa CMA yang sedang aktif menimbulkan aktivitas fosfatase pada permukaan akar yang menyebabkan P inorganik dibebaskan dari sumber P organik tanah pada daerah dekat permukaan sel sehingga dapat diserap melalui mekanisme penyerapan hara (Bolan, 1991). Hasil penelitian Musfal (2008), menyatakan bahwa dengan pemberian CMA pada tanaman jagung di tanah Inseptisol, P tersedia meningkat 16.94 ppm (85%). Demikian juga dengan penelitian Hasanudin (2003), bahwa dengan pemberian CMA pada tanaman jagung di tanah Ultisol, P tersedia meningkat 14.75 ppm. Bila dilihat pada Tabel 1, bahwa rata-rata P tersedia tertinggi di dalam tanah yang disebabkan oleh penambahan CMA yaitu sebesar 1.96 ppm, masih digolongkan sangat rendah. Hal ini diduga tanaman yang diberi CMA akan meningkatkan serapan P tanaman yang akan
digunakan dalam proses pertumbuhannya, sehingga P tersedia menjadi rendah. Disisi lain, karena kandungan P total tanah yang digunakan dalam penelitian ini seperti disajikan pada Lampiran 20 juga masih tergolong rendah, yaitu 9.76 ppm. Nyatanya Peningkatan kandungan P total disebabkan oleh CMA memberikan kontribusi dalam penambahan P, baik dalam bentuk tersedia maupun tidak tersedia atau P anorganik yang disebut P labil dan P organik yang disebut P stabil di dalam tanah. Dibuktikan dengan penambahan CMA, rata-rata P total tanah mengalami peningkatan 26.03% lebih tinggi dari pada tanpa pemberian CMA. Peningkatan kandungan karbon organik di dalam tanah akibat pengaruh tunggal CMA diduga akibat meningkatnya aktivitas akar tanaman padi gogo yang terinfeksi CMA mengeluarkan eksudat berupa karbon organik. Disisi lain, C organik juga berasal dari sel-sel CMA itu sendiri dan mikroorganisme lainnya di dalam tanah yang berperan sebagai sumber energi bagi perkembangannya. Namun demikian kandungan karbon organik di dalam tanah ini juga masih tergolong sangat rendah (0.77%-0.94%). Hal ini diduga karbon yang dihasilkan baik dari eksudasi akar atau dari mikroorganisme lainnya juga digunakan sebagai sumber energi bagi aktivitas CMA. Menurut Hairiah et al., (2000), karbon merupakan sumber makanan mikroorganisme tanah dalam hal ini CMA, sehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akan memacu kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksireaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa pengaruh tunggal CMA sangat nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman dan derajat infeksi CMA. Dapat dilihat pada Tabel 5, bahwa rata-rata serapan P meningkat dengan meningkatnya dosis CMA.
Akar yang terinfeksi CMA akan semakin luas daya
jelajahnya karena adanya hifa eksternal yang berkembang di luar akar, sehingga serapan P tanaman akan meningkat. Pengaruh CMA yang mampu meningkatkan serapan hara P tanaman juga berkaitan dengan peran CMA dalam meningkatkan penyerapan air, transpirasi dan fotosintesis dari tanaman inang mempunyai kaitan yang erat dengan pembentukan polifosfat pada hifa sehingga dapat mempertahankan internal fosfat yang rendah (low internal phosphate) atau mengurangi kebutuhan eksternal P (Chang, 1994). Mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang mampu mengkatalis hidrolisis komplek fosfat tidak larut yang terdapat di dalam tanah menjadi bentuk fosfat larut yang tersedia bagi tanaman (Marshner, 2002) dan (Fakuara dan Setiadi, 1990 dalam Niswati, et al., 1996). Selanjutnya fosfat larut ini dengan cepat akan diserap langsung oleh hifa eksternal mikoriza dan kemudian ditransfer ke tanaman inang. Dengan demikian tanaman yang diinokulasi mikoriza mempunyai kemampuan untuk menyerap fosfat yang terikat dalam tanah (Manske, 1998 dalam Sastrahidayat, et al., 1999), sehingga penyerapan P menjadi lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza. Hasil penelitian Musfal (2008) juga membuktikan bahwa dengan pemberian CMA, rata-rata serapan P pada tanaman jagung meningkat 10.71 mg batang-1 (23.22%). Kabirun (2002), menyatakan bahwa pemberian beberapa jenis CMA pada
padi gogo, serapan P (35.40 mg pot-1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian (15.56 mg pot-1).
Sastrahidayat et al., (1999) melaporkan bahwa
kandungan unsur P tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) lebih tinggi pada perlakuan inokulasi mikoriza daripada tanpa inokulasi, dengan efisiensi serapan P 20 - 23%. Nyatanya derajat infeksi CMA akibat pengaruh tunggal CMA menunjukkan adanya kompatibilitas antara CMA dengan akar tanaman padi gogo. Simbiosis yang saling menguntungkan ini disebabkan oleh adanya fotosintat yang berguna bagi CMA di sekitar perakaran tanaman padi gogo, sehingga CMA berkembang baik disekitar perakaran. Peningkatan kecepatan fotosintesis juga akan meningkatkan kandungan karbohidrat yang selanjutnya meningkatkan infeksi CMA.
Menurut Marschner
(2002) infeksi dipengaruhi oleh spesies jamur, tumbuhan inang dan faktor lingkungannya. Dibuktikan pada Tabel 6, bahwa rata-rata derajat infeksi cenderung meningkat dengan bertambahnya dosis CMA. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya infeksi akar mungkin ditentukan oleh populasi dan distribusi spora yang ada di dalam tanah, sedangkan populasi dan distribusi spora sendiri ditentukan oleh kemampuan akar bermikoriza untuk membentuk spora-spora baru (Mansur, 2003). Dalam penelitian ini masih ditemukan akar tanaman padi gogo yang terinfeksi tanpa adanya aplikasi CMA, yaitu sekitar 20%, hal ini membuktikan bahwa masih terdapat CMA alami, karena spora-spora dari CMA mampu bertahan hidup pada kondisi tanah yang tidak subur (Lampiran 5).
Menurut Mansur (2003), bahwa spora
merupakan sumber inokulum yang paling penting karena ketahanannya terhadap
pengaruh lingkungan. Spora juga dapat bertahan hidup sampai 2 tahun sebelum berkecambah. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, pengaruh tunggal CMA nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk dan sangat nyata dalam peningkatan bobot kering jerami dan penurunan persentase gabah hampa.
Hal ini membuktikan bahwa dalam jaringan akar tanaman, CMA
berpengaruh positif terhadap aspek fisiologis tanaman inang. Pengaruh utamanya adalah meningkatnya pengambilan P dan naiknya bobot kering tanaman terutama pada tanah-tanah yang mempunyai P tersedia rendah (Ojala et al, 1983, Sanders dan Seikh, 1983 dalam Santosa, 1986). Adanya peningkatan bobot kering tajuk dan bobot kering jerami ini mencerminkan bahwa dengan inokulasi CMA mampu memacu produksi berat kering tajuk (Nurlaeny et al., 1996). Secara umum tanaman yang diinokulasi CMA pertumbuhannya akan lebih baik dari pada tanaman tanpa CMA sehingga aktivitas fotosintesa juga berjalan baik. Disamping itu CMA juga dapat memacu sintesis fitohormon yang berperanan dalam pertumbuhan tanaman dan proses fotosintesa (Lynch, 1983; Mosse, 1981).
Fenomena ini didukung oleh
pernyataan Lakitan (1995) yang menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman akan memberikan kotribusi terhadap peningkatan berat berangkasan kering tanaman. Mosse (1981) telah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza pada beberapa jenis tanaman pertanian, bahwa dengan pemberian mikoriza terjadi peningkatan bobot kering dan kandungan fosfat tanaman yang sangat signifikan dibandingkan tanpa mikoriza. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kabirun (2002) bahwa dengan
pemberian CMA pada padi gogo di tanah entisol mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman serta bobot kering tanaman. Hasil penelitian Musfal (2008), juga membuktikan bahwa CMA nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung. Peningkatan bobot kering tajuk terjadi disebabkan oleh adanya peningkatan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara N.
Karena menurut Setiadi,
(1998), tanaman yang bermikoriza selain dapat meningkatkan penyerapan unsur hara P, juga menyerap unsur hara lain seperti N, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Na, S, Mn, dan Zn. Penyerapan unsur-unsur hara ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pembentukan tajuk. Hasil penelitian Purba et al., (2005), bahwa dengan pemberian CMA (Glomus fassciculatum) bobot kering tajuk kelapa sawit meningkat 166% pada tanah ultisol. Pengaruh CMA terhadap pertumbuhan dan kandungan fosfor pada tanaman singkong diperoleh peningkatan bobot kering terbesar yaitu 833.33%. Penurunan persentase gabah hampa akibat pengaruh tunggal CMA disebabkan oleh tanaman yang terinfeksi mikoriza melalui jaringan hifanya mampu memperluas bidang serapan akar sehingga tanaman mendapat suplai hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman (Cruz, 1991). Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001). Dibuktikan pada Tabel 14, bahwa pemberian CMA rata-rata persentase gabah hampa menurun hingga 19.75% dibandingkan dengan tanpa pemberian CMA, rata-
rata persentase gabah hampa 24.42%. Hal ini membuktikan bahwa CMA efektif dalam menurunkan persentase gabah hampa pada tanaman padi gogo. Pengaruh tunggal CMA tidak nyata dalam meningkatkan bobot kering akar, anakan maksimum, anakan produktif, gabah isi, persentase gabah hampa, dan hasil gabah.
Tidak nyatanya pengaruh CMA terhadap bobot kering akar ini sangat
kontradiktif dengan teori yang ada bahwa CMA dapat menyebabkan peningkatan sistem perakaran misalnya percabangan akar, panjang akar sekunder, menginduksi pembentukan akar kuartier, dan peningkatan intensitas percabangan akar lateral (Kaldorf and Muller, 2000). Kondisi ini diduga unsur hara P yang diserap akar masih digunakan untuk pertumbuhan di bagian tajuk tanaman. Pengamatan terhadap bobot kering akar ini juga dilakukan pada saat tanaman berumur 63 hari, diduga masih ada penambahan bobot kering akar akibat perlakuan CMA, sehingga perlakuan CMA belum menunjukkan pengaruh yang nyata.
Sedangkan tidak nyatanya pengaruh
tunggal CMA terhadap anakan maksimum, disebabkan oleh peran CMA yang lebih dominan terhadap ketersediaan hara P dibandingkan dengan unsur N yang sangat berguna dalam pembentukan anakan padi gogo. Tidak nyatanya pengaruh tunggal CMA terhadap anakan produktif, gabah isi, persentase gabah hampa, dan hasil gabah diduga P tersedia yang disumbangkan oleh CMA dan fotosintat yang dihasilkan masih sangat rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan tanaman dalam meningkatkan parameter tersebut. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa P tersedia di dalam tanah akibat penambahan dosis CMA yang masih sangat rendah, yaitu 1.52 ppm-1.96 ppm. Faktor lain juga disebabkan oleh kandungan Al yang sangat tinggi di
dalam tanah, seperti yang disajikan pada hasil analisis tanah awal (Lampiran 5), sehingga banyak P yang terfiksasi oleh Al. Kondisi ini juga dapat dilihat dari ratarata kandungan P total tanaman yang disajikan pada Lampiran 19, bahwa kandungan P total tanaman tergolong rendah yaitu antara 0.017%-0.030%. Karena menurut Thomas et al., (2001), bahwa kandungan P total tanaman padi < 0.2% tergolong rendah. Akibatnya, walaupun CMA mampu meningkatkan P tersedia di dalam tanah dan serapan P tanaman, tetapi belum cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman seperti penambahan bobot kering akar, pembentukan anakan, anakan produktif, gabah isi dan hasil gabah.
B. Pengaruh Aplikasi Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaruh tunggal kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan P tersedia, P total tanah, dan kandungan C organik. Dibuktikan pada Tabel 1, bahwa rata-rata P tersedia meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami.
Hal ini disebabkan kompos jerami yang
merupakan sumber bahan organik merupakan penyumbang P di dalam tanah. Penambahan kompos jerami sebagai sumber bahan organik di dalam tanah berperan dalam melepasan P yang terfiksasi, karena bahan organik diketahui dapat mengurangi jerapan P oleh oksida besi dan Al. Bahan organik ini akan melapuk menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat dan fulvat.
Kedua asam ini memegang
peranan penting dalam pengikatan Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia. Sesuai
dengan pernyataan Soepardi (1983), bahwa adanya senyawa organik yang cukup memungkinkan terjadinya khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation logam (Fe, Mn, Al). Terbentuknya khelat logam akan mengurangi pengikatan P oleh oksida maupun lempung silikat sehingga P menjadi lebih tersedia. Penambahan kompos jerami yang ditambahkan ke dalam tanah sebagai bahan organik juga merupakan penyumbang P organik dan anorganik di dalam tanah sehingga kandungan P total tanah juga meningkat (Sutanto, 2002). Peningkatan karbon organik di dalam tanah adalah karena kompos jerami yang ditambahkan sebagai bahan organik merupakan penyumbang karbon di dalam tanah. Dibuktikan pada Tabel 3 bahwa dengan pemberian kompos jerami, rata-rata kandungan karbon organik tanah meningkat 55.38% daripada tanpa pemberian kompos jerami. Hasil penelitian Sembiring dan Jamil (2007) juga melaporkan bahwa dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah rata-rata kandungan karbon organik tanah meningkat sekitar 28-54%. Menurut Hakim, et al., (1986), karbon merupakan komponen paling besar dalam bahan organik yaitu sekitar 44%, sehingga pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan karbon di dalam tanah. Karbon organik di dalam tanah ini akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia dan biologi. Namun bila dilihat pengaruh kompos jerami terhadap rata-rata kandungan karbon organik setelah panen di dalam masih tergolong sangat rendah, yaitu 0.73%0.90%, hal ini diduga karbon yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik berupa CO2 bereaksi ke dalam tanah membentuk asam karbonat, Ca, Mg, K karbonat, atau bikarbonat yang mudah larut dan hilang atau diserap ke dalam tanaman. Kemudian
sebagian besar CO2 yang dihasilkan juga kembali ke udara kemudian diambil lagi oleh tanaman melalui fotosintesa. Pengaruh tunggal kompos jerami juga sangat nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman dan derajat infeksi CMA. Penambahan kompos jerami sebagai sumber bahan organik ke dalam tanah juga akan memperbaiki kondisi fisik tanah. Struktur tanah menjadi lebih baik, karena terbentuknya granulasi, sehingga perkembangan akar menjadi lebih maksimal. Hal ini juga dibuktikan pada Lampiran 14, bahwa pengaruh tunggal kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan bobot kering akar. Meningkatnya pertumbuhan akar dan bertambahnya volume akar akan berpengaruh terhadap besarnya kontak akar dengan tanah, maka akan semakin aktif akar tersebut dalam menyerap unsur hara dan air, sehingga akan berpengaruh terhadap serapan P tanaman. Meningkatnya pertumbuhan akar, maka proses eksudasi juga akan meningkat, dimana akar akan mengeluarkan karbon dan asam-asam organik yang sangat berguna bagi CMA sehingga berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi akar. Menurut Hapsoh (2003) ketersediaan P di dalam tanah mempengaruhi persentase kolonisasi. Rendahnya konsentrasi P tersedia diduga akan meningkatkan efektivitas CMA dalam mengkolonisasi akar, karena dalam kondisi P tersedia rendah permeabilitas membran sel akar akan meningkat dan aktivitas akar semakin meningkat, sehingga akar mudah diinfeksi oleh CMA. Dalam hal ini penambahan kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat di dalam tanah walaupun jumlahnya sedikit, sehingga mampu meningkatkan efektivitas CMA dalam menginfeksi akar tanaman padi gogo.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi padi gogo, bahwa pengaruh tunggal kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan anakan maksimum, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering jerami, penurunan persentase gabah hampa, dan peningkatan hasil gabah. Penambahan kompos jerami selain sebagai sumber sebagai bahan organik juga sebagai penyumbang unsur hara yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Nyatanya kompos jerami terhadap jumlah anakan maksimum, disebabkan oleh bahan organik yang dihasilkannya juga sebagai menyuplai unsur hara N yang sangat berguna bagi peningkatan jumlah anakan padi gogo. Seperti dijelaskan oleh Doberman dan Fairhurst (2000) bahwa kandungan hara jerami selain Si (4-7%), K (1,2-1,7%), juga mengandung unsur N (0,5-0,8%), P (0,07-0,12%), dan S (0,05-0,10%). Bahan organik mempunyai peran yang sangat kompleks, diantaranya adalah sebagai bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya dan sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Menurut Foth (1991), bahan organik berperan penting dalam tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kehadiran bahan organik cukup besar peranannya di dalam tanah yaitu : (1) memperbaiki agregasi dan meningkatkan kemampuan tanah menahan air, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation dan ketersediaan hara bagi tanaman, (3) mengurangi aktivitas Al dan Fe dalam memfiksasi P dan (4), merupakan sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1992), dalam kondisi normal kebanyakan tanaman mencurahkan sebagian besar biomassanya pada tajuk. Peningkatan bobot kering akar ini disebabkan adanya penambahan volume akar akibat unsur hara P yang dilepaskan
oleh bahan organik. Buckman and Brady (1980) menyatakan bahwa unsur hara P selain berfungsi sebagai pembentukan bunga, biji dan buah, juga merangsang perkembangan akar. Selain itu dekomposisi kompos jerami menghasilkan bahan organik juga mengandung unsur-unsur hara yang sangat dibutuhkan dalam mendukung pertumbuhan dan produksi padi gogo. Brady (1990), menyatakan bahwa hasil dekomposisi bahan organik bila dimasukkan ke dalam tanah akan menghasilkan beberapa unsur yang dihasilkan seperti N, P, dan K. Pengaruh tunggal kompos jerami tidak nyata dalam meningkatkan anakan produktif dan gabah isi. Kondisi ini juga diduga adanya keterkaitan P tersedia yang disumbangkan oleh penambahan kompos jerami yang sangat rendah yaitu antara 1.45 ppm-2.12 ppm dan tingginya kandungan Al di dalam tanah, sehingga belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pembentukan anakan produktif dan gabah isi per malai.
C. Pengaruh Aplikasi CMA dan Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa interaksi CMA dan kompos jerami sangat nyata mempengaruhi P tersedia, P total tanah, dan serapan P tanaman. Nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami terhadap parameter tersebut disebabkan kompos jerami sebagai sumber bahan organik, selain sebagai penyumbang hara P oragik maupun anorganik, juga menghasilkan substrat alami bagi perkembangan CMA dan mikroorganisme lainnya. Bahan organik berfungsi memperbaiki struktur tanah, merangsang granulasi sehingga menambah ruang pori
tanah yang, akibatnya
CMA akan mendapat suplai oksigen yang cukup bagi
perkembangannya dan aktivitasnya akan berjalan maksimal dalam meningkatkan P tersedia. Disisi lain kondisi ini sangat mendukung bagi perkembangan akar, karena dengan meningkatnya perkembangan akar, maka semakin besar peluang CMA untuk mengkolonisasi akar tanaman padi gogo, sehingga penyerapan unsur hara P juga menjadi meningkat. Pada Tabel 2 diketahui bahwa P tersedia tertinggi diperoleh pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami, yaitu 3.06 ppm. Namun pada dosis 22.5 g pot-1 CMA terjadi penurunan P tersedia menjadi 1.93 ppm. Hal ini diduga dengan bertambahnya dosis CMA, maka serapan P tanaman semakin meningkat, sehingga akan mengurangi jumlah P tersedia di dalam tanah. Dibuktikan dengan keefektifan CMA terhadap P tersedia lebih tinggi pada dosis 15 g pot-1 dibandingkan dengan keefektifan CMA pada dosis 22.5 g pot-1. Hasil penelitian Zulaika dan Gunawan (2006), bahwa serapan fosfat tanaman cabai merah akibat perlakuan CMA dan pupuk fosfat pada tanah ultisol meningkat sebesar 26.39%. Soepardi (1983) juga menyatakan bahwa serapan unsur hara oleh tanaman sangat dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara dalam tanah.
Hal ini
dibuktikan dengan P tersedia dan serapan P tertinggi juga diperoleh pada dosis kombinasi yang sama, yaitu 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami, seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan 8. Didukung oleh hasil analisis korelasi antara serapan P tanaman dan P tersedia yang disajikan pada Lampiran 20 menunjukkan nilai yang tinggi (R2=0.998), hal ini menggambarkan bahwa serapan P tanaman erat
hubungannya dengan P tersedia di dalam tanah. Serapan P terendah diperoleh pada dosis 22.5 g pot-1 CMA dan tanpa pemberian kompos jerami. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya suplai hara P dari kompos jerami di dalam tanah, maka unsur hara yang diserap tanaman menjadi sedikit. Dibuktikan dengan kurva respon P tersedia, penambahan kompos jerami hingga 75 g pot-1 pada setiap dosis CMA meningkatkan P tersedia di dalam tanah. Sedangkan terhadap P total tanah setelah panen, nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami disebabkan oleh CMA dan bahan organik hasil dekomposisi kompos jerami memberikan kontribusi unsur hara P, baik dalam bentuk organik maupun anorganik sehingga meningkatkan kandungan P total tanah. Berdasarkan analisis korelasi antara P tersedia dan kandungan P total tanah yang disajikan pada Lampiran 20 juga menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu R2 = 0.848, hal ini menggambarkan bahwa P tersedia erat hubungannya dengan kandungan P total di dalam tanah. Kondisi ini disebabkan oleh terjadinya dinamika keseimbangan bentukbentuk fosfat di dalam tanah. Keseimbangan antara P larutan, P labil, dan P stabil tergantung pada penambahan fosfor, immobilisasi fosfor larut oleh mikroorganisme, pelapukan bahan organik dan pH serta waktu reaksi (Sanches, 1992). Apabila hara pada larutan tanah telah berkurang segera diisi dari bentuk P labil. Selanjutnya bila P labil semakin berkurang maka P stabil akan menentukan konsentrasi P larutan di dalam tanah (Stewart and Sharplay, 1987). Peningkatan P tersedia dan serapan P tanaman ini ditunjukkan oleh nyatanya peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman yang disebabkan pengaruh interaksi
CMA dan kompos jerami, seperti dilihat pada parameter bobot kering akar, bobot kering jerami, anakan produktif, gabah isi, dan hasil gabah. Nyatanya peningkatan bobot kering akar yang dihasilkan akibat interaksi CMA dan kompos jerami disebabkan oleh peran bahan organik dalam memperbaiki struktur tanah. Disamping itu memberikan habitat yang menguntungkan bagi perkembangan CMA, dimana CMA akan mendapatkan oksigen yang cukup karena semakin bertambahnya pori-pori tanah. Dengan demikian CMA akan aktif menyerap unsur hara P yang berguna dalam penambahan bobot kering akar. CMA melalui jaringan hifa eksternalnya juga dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat.
Sekresi senyawa-senyawa
polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Kondisi ini sangat menguntungkan
dalam
perkembangan
akar
tanaman
padi
gogo.
Dengan
berkembangnya akar, maka semakin banyak bulu-bulu akar yang kontak dengan tanah maka semakin banyak unsur hara P dan unsur-unsur hara lainnya serta air yang diserap sehingga berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering jerami, anakan produktif, gabah isi, dan hasil gabah. Unsur hara P dapat meningkatkan jumlah biji terutama pada tanaman yang masih muda. Peranan P pada tanaman dapat mendorong pertumbuhan akar, membantu memindahkan susbstansi dari batang, daun dan bagianbagian tanaman lainnya menuju ke biji. Akar yang dikolonisasi CMA menghasilkan
senyawa semacam sitokinin dan auksin yang mendukung pertumbuhan tanaman (Bertha et al., 1993). Disamping itu CMA berfungsi meningkatkan serapan air oleh tanaman sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air pada waktu kekeringan, maka akan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan produksi.
Selain
meningkatkan kemampuan menyerap hara, kolonisasi akar dengan mikoriza secara tidak langsung berpengaruh terhadap modifikasi tingkat transpirasi dan laju fotosintesa (Marschner, 2002). Berdasarkan hasil analisis korelasi antara hasil gabah, P tersedia, dan serapan P menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu R2 = 0.856 dan 0.819. Kondisi ini menunjukkan bahwa produksi erat hubungannya dengan P tersedia di dalam tanah dan serapan P tanaman. Unsur P pada tanaman memberikan pengaruh favorabel melalui kegiatan: merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pematangan, membantu pengangkatan bahan fotosintat ke biji, memperbesar perbandingan berat biji dan jerami, serta memperbaiki kualitas hasil tanaman biji-bijian (Ahn, 1993). Berdasarkan kurva respon bobot kering jerami yang disajikan pada Gambar 2, bahwa penambahan kompos jerami pada dosis tertentu akan mengurangi efektivitas CMA dalam meningkatkan bobot kering jerami. Hal ini diduga berkaitan dengan kompos jerami yang diberikan pada dosis tersebut masih mengalami proses dekomposisi, sehingga unsur hara P yang dihasilkan dalam jumlahnya sedikit diimobilisasi di dalam sel-sel CMA.
Selama proses ini berlangsung akan
berpengaruh terhadap laju peningkatan bobot kering jerami.
Pada Tabel 20,
pemberian 7.5 g pot-1 CMA, efektivitas CMA terhadap peningkatan bobot kering
jerami menjadi menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami sebanyak 25 g pot-1 dan 50 g pot-1. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 7.5 g pot-1 CMA, dengan bertambahnya dosis kompos jerami, suplai hara yang diberikan belum cukup untuk meningkatkan bobot kering jerami. Kemudian terjadi peningkatan bobot kering jerami dengan bertambahnya dosis kompos jerami sebanyak 75 g pot-1. Hal ini menunjukkan bahwa unsur hara P yang dilarutkan oleh CMA melalui bantuan enzim fosfatase dari penambahan kompos jerami sebagai bahan organik sebanyak 75 g pot-1 sudah mencukupi dalam kenaikan bobot kering jerami. Berdasarkan kurva respon hasil gabah yang disajikan pada Gambar 3 dan efektivitas CMA pada berbagai dosis kompos jerami terhadap hasil gabah (Tabel 29), diketahui bahwa pada dosis 22.5 g pot-1 CMA, dengan penambahan kompos jerami pada dosis 50 g pot-1 sampai 75 g pot-1, efektivitas CMA terhadap peningkatan hasil gabah mengalami penurunan. Hal ini diduga pada dosis CMA tersebut, semakin banyak kompos jerami yang diberikan, dimana proses dekomposisi masih berlangsung karena kompos jerami yang diberikan dengan ratio C/N : 24.02 (Lampiran 3). Maka unsur hara yang dihasilkan oleh bahan organik terutama hara P masih sedikit. Sedangkan pupuk fosfat alam yang digunakan sebagai pupuk dasar dalam penelitian ini juga diduga belum sepenuhnya digunakan oleh tanaman karena sifatnya yang lambat melapuk (slow release). Disisi lain unsur hara P ini kemudian diimobilisasi di dalam sel-sel CMA yang ditambahkan ke dalam tanah, sehingga tidak mencukupi dalam peningkatan persentase kenaikan hasil gabah. Berdasarkan uraian
tersebut perlu disarankan penelitian ini dilanjutkan untuk melihat efek residu dari kompos jerami. Hasil penelitian diketahui bahwa interaksi CMA dan kompos jerami tidak nyata terhadap parameter C organik dan derajat infeksi akar. Kondisi ini diduga terjadinya kompetisi antara
CMA dan kompos jerami dalam meningkatkan
kandungan karbon organik di dalam tanah, karena karbon yang dihasilkan dari dekomposisi kompos jerami juga digunakan CMA untuk perkembangannya. Rendahnya kandungan karbon organik di dalam tanah akan menghambat perkembangan CMA. Rendahnya populasi CMA menyebabkan proses kolonisasi akar menjadi sedikit, sehingga berpengaruh tidak nyata terhadap derajat infeksi akar. Kandungan karbon yang rendah juga menyebabkan CMA akan mengikat nitrogen, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh tidak nyata terhadap pembentukan anakan padi gogo. Seperti dijelaskan oleh Sutanto (2002), bahwa mikroorganisme akan mengikat nitrogen tergantung pada ketersediaan karbon. Apabila ketersediaan karbon terbatas, tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikrorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Tidak nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami terhadap anakan maksimum, bobot kering tajuk, dan penurunan persentase gabah hampa diduga fotosintat yang dihasilkan selain digunakan oleh CMA juga belum mencukupi dalam memenuhi kebutuhan tanaman karena masih rendahnya kandungan unsur hara seperti N, P, dan C organik yang berguna terhadap parameter tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengaruh CMA nyata meningkatkan P tersedia dan bobot kering jerami, tetapi tidak nyata terhadap produksi. P tersedia tertinggi 1.96 ppm pada dosis 15 g pot-1 CMA dan bobot kering jerami tertinggi, yaitu 77.98 g rumpun-1 pada dosis 7.5 g pot-1 CMA. 2. Pengaruh kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi padi gogo. P tersedia tertinggi 2.12 ppm pada dosis 75 g pot-1 kompos jerami. Bobot kering jerami tertinggi, yaitu 76.35 g rumpun-1 pada dosis 75 g pot1
kompos jerami. Sedangkan produksi tertinggi 42.79 g rumpun-1 pada dosis 75 g
pot-1 kompos jerami. 3. Interaksi CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi padi gogo. P tersedia tertinggi 3.06 ppm pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Bobot kering jerami tertinggi 106.87 g rumpun-1 pada dosis kombinasi 22.5 g pot-1 CMA dan 25 g pot-1 kompos jerami. Sedangkan produksi tertinggi 46.37 g rumpun-1 pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.
4. Efektivitas CMA terhadap P tersedia pada dosis 7.5 g pot-1 sampai 22.5 g pot-1 meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Sedangkan terhadap bobot kering jerami, efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1 menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. 5. Efektivitas CMA tertinggi terhadap P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi adalah pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa : 1. Untuk mendapatkan hasil gabah tertinggi dapat digunakan dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. 2. Disarankan penelitian ini dilanjutkan untuk melihat pengaruh residu dari CMA dan kompos jerami untuk tanaman padi atau rotasi tanaman palawija.
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J. S. dan Mulyadi. 1993. Alternatif teknik rehabilitasi dan pemanfaatan lahan alang-alang dalam Prosiding Pemanfaatan Lahan Alang-alang untuk Usahatani Berkelanjutan. Bogor, 1 Desember 1992. Puslittanak, Bogor. Ahn, P.M. 1993. Tropical soils and fertilizers use, intermediate tropical agriculture series. Longman Group. UK Limited. Malaysia. Anderson, G. 1966. Nucleic acids, derivatives and organic phosphates in soil biochemistry. Ed A. D. Mc. Laren and G. H. Peterson. Marcel Dekker. Inc New York. Arafah. 2004. Efektivitas pemupukan P dan K pada lahan bekas pemberian jerami selama 3 musim tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Jurnal Sains dan Teknologi, Agustus 2004, Vol.4 No.2: 65-71. ISSN 1411-4674 65 Atmaja, I W D. 2001. Bioteknologi Tanah (Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar BPS. 2005. Sumatera Utara. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Daerah Tk. I Sumatera Utara. Beethlenfalvay, G.J.1992. Mycorrhizae and crop production. In : Proceedings of a symposium on Mycorrhizae in Sustainable Agriculture. Special publication No.54. Asa. 1-27. Berta, G., S. Sgorbati, V. Soler, A. Fusconi, A. Trotta, A. Citterio, M.G. Bottone, E. Sparvoli and S. Scannerini. 1990. Variations in chromatin structure in host nuclei of a vesicular arbuscular mycorrhiza. New Phytol., 14, 199-216. Bolan, N.S. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in uptake of phosphorus by plants. Plant and soil 134:189-207. Brady, N.C. 1990. The Natural and Properties Soils. Macmillan Publishing Company. New York. Buckman, O. H and N. C. Brady. 1980. The nature and properties of soil. Mac Millan Co. Inc. New York. Chang, D. C.N. 1996. the use of arbuscular mycorrhiza (AM) fungi for horticultural crops. Food & Fertilizer Technology Center. Technical Bulletin, 144 : 1-7.
Cruz, R. E. 1991. Final report of the consultant on mycorrhiza program development in the IUC Biotechnology Center. PAU-IPB, Bogor. Doberman, A. and T. Fairhust. 2000. Rice nutrient disorder & nutrient management. Potash & Potash Institute of Canada. Ernita. 1988. Tanggap tanah Ultisol Tambunan A terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai akibat pemberian inokulan rhizobia dan mikroba pelarut fosfat serta abu tandan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara Medan, Program Pascasarjana. Foth, H. D. 1991. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 450 hal. Gomez. K.A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian . Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Hairiah, K., Widianto, Noordwijk, dan G. Cadisch. Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.
2000.
Pengelolaan Tanah
Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, Go Ban Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Hamidah, H. 1997. Peningkatan ketersediaan hara N dan P pada tanah Ultisol melalui inokulasi rhizobia dan mikoriza vesikular arbuskula serta pemupukan batuan fosfat pada tanaman kedelai [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara Medan, Program Pascasarjana. Hapsoh. 2003. Kompatibilitas MVA dan beberapa genotip kedelai pada berbagai tingkat cekaman kekeringan tanah ultisol: Tanggap Morfologi dan hasil [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Pertama Akademi Presindo. Jakarta 130 Hal. Hasanudin. 2003. Peningkatan ketersediaan dan serapan N dan P serta hasil tanaman jagung melalui inokulasi mikoriza, azotobacter dan bahan organik pada Ultisol. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 5(2). Hal 83-89.
Imran. 2001. Optimalisasi pemanfaatan jerami melalui teknologi pengomposan cepat. Prosiding Seminar Nasional. Memantapkan Rekayasa Paket Teknologi Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam Era Otonomi Daerah. Bengkulu 31 Oktober-1 Nopember 2001. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Kabirun, S. 2002. Tanggap padi gogo terhadap inokulasi jamur mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfat di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (2), p 49-56. Kaldorf, M. and J.L. Muller. 2000. AM fungi might affect the root morphology of maize by increasing indole-3-butyric acid biosynthesis. Physiol. Planta., 109, 58-67. Lakitan, B. 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lambers, H., F.S. Chapin and T.L. Pons. 1998. Plant Fisiological Ecological. Springer-Verlag. New York. Las, I., A.K. Makarim, Sumarno, S. Purba, M. Mardikarini dan S. Kartaatmadja. 1999. Pola IP-300, konsepsi dan prospek implementasi system usaha pertanian berbasis sumberdaya. Badan Litbang Pertanian. Jakarta Lynch, J. M. 1983. Soil biotechnology microbiologycal factor in crop productivity. Blackwell. Scientific Publication. London. 191 p Mansur, I. 2003. Bahan Kuliah dan Praktikum Technical Assitance dalam Penelitian. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Marschner, H. 2002. Mineral Nutrition of Higher Plants. Fifth printing. Academic Press. London. UK. Mosse, B. 1981. Vesicular mycorrhyza research for tropical agriculture. Rer Bull, 94. Hawaii Inst. Of Trop. Agric and human resources. Univ of Hawaii, Honolulu. Musfal. 2008. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula terhadap pemberian pupuk spesifik lokasi tanaman jagung di tanah Inceptisol [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara Medan, Program Pascasarjana. Niswati, A., S. G. Nugroho, M. Utomo, dan Suryadi. 1996. Pemanfaatan Vesikula arbuskula untuk mengatasi pertumbuhan tanaman jagung akibat cekaman kekeringan. Jurnal Tanah Tropika. 3 : 26-31.
Nurlaeny, N., H. Marschner, E. George. 1996. Effect of liming and mycorrhizals colonization on soil phosphate depletion and phosphate uptake by maize (Zea mays L.) and soybean (Glycine max L.) grown in two tropical acid soils. Plant and Soil 181: 275-285 Pujianto. 2001. Pemanfaatan jasad mikro, jamur mikoriza dan bakteri dalam sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Prasetyo, B. H dan D.A. Suriadikarta. 2007. Karakteristik, potensi, dan teknologi penegelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Purba, T., E. Munir, S. Asmarlaili, W. Darmosarkoro. 2005. Kompatibilitas jenis mikoriza vesikular arbuskular terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) pada tanah Ultisol. Seminar sehari peranan pupuk organik dan pupuk hayati untuk peningkatan efisiensi pemupukan pada tanaman pertanian. Medan, 4 Agustus 2005. Rauf, M., O. Suherman dan Djafar Baco. 1996. Pertumbuhan, produksi padi dan pengelolaan pupuk pada padi sawah. Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi. Buku I. Balitpa. Setiadi Y. 1998. Fungi Mikoriza Arbuskular dan prospeknya sebagai pupuk biologis. Prosiding workshop aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskular pada tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. PAU Bioteknologi IPB. The British Council. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung. Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropical. ITB Bandung. 397 p. Santosa, D. A. 1986. Teknik dan Metode Penelitian Mikoriza Vesikular Arbuskular. Lab. Biologi Tanah. IPB. Bogor. 57 hal. Sastrahidayat, K. Wakidah dan Syekfani. 1999. Pengaruh Mikoriza Vesikula Arbuskula terhadap peningkatan enzim fosfatase, beberapa asam organik dan pertumbuhan kapas (Gossypium hirsutum L.) pada Vertisol dan Alfizol. Agrivita 21 (1) : 10 – 19.
Sastrahidayat, IR. 2000. Aplikasi mikoriza vesikular arbuskula pada berbagai jenis tanaman pertanian di Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I: Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula sebagai agen bioteknologi ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas lahan dibidang kehutanan, perkebunan, dan pertanian di era milenium baru. Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI), Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan, dan The British Council. Bogor, 15-16 November 1999. Sembiring, H dan A. Jamil. 2007. Sifat tanah sebagai pengaruh residu fosfor dan bahan organik pada lahan sawah tadah hujan di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional. Medan. Hal 18-26 Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia : Suatu pendekatan terpadu. Buletin Agrobio Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Smith, S.E., F.A. Smith and I. Jacobsen. 2003. Mycorrhizal fungi can dominate phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol. 133, 16-20. Smith, S. E and D. J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. New York: Academic Press Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan mikoriza untuk penanggulangan lahan kritis. makalah falsafah sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Suriadikarta, D.A. dan A. Adimiharja. 2001. Penggunaan pupuk dalam rangka peningkatan produktivitas lahan sawah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 20 No. 4:1 44-52 Sutanto, R. 2002. Pertanian organik menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan. hlm 71-81. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Stewart, J.W.B and A. M. Sharplay. 1987. Controls dinamic of soil and fertilizers phosphorous and sulfur. SSSA Special Publication Number 19. Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. dalam Sumberdaya lahan di Indonesia dan pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Thomas, D., F. Thomas, E. Mutert. 2001. Soil Fertlity Kit. A toolkit for acid, upland soil fertility management in Southeast Asia. Potash and Phosphate Institute of Canada. Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1993. Soil fertility and fertilizers. Macmillan Publishing Company, New York, Collier Macmillan, Publisher, London. Trappe, J. M. and N. C. Schenck. 1982. Taxonomy of the fungi forming endomycorrhizal. Methods and principles of mycorrhizal research. APS St. Paul MN. p 1-9. Vaast van Noordwijk, M. and P. De Willigen 1991. Root functions in agricultural systems. Plant roots and their environment. Elsevier, Amsterdam p. 381-395. Widada, J. dan S. Kabirun. 1995. Peranan Mikoriza VA dalam Pengelolaan Tanah Mineral Masam Tropika. Makalah Seminar Nasional Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta. Wright, S. F., and A, Uphadhyaya. 1998. A survey of soils for aggregate stability and glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuskular mycorrhizal fungi. Plant and Soil 198:97-107. Zulaika, S dan Gunawan. 2006. Serapan fosfat dan respon fisiologis tanaman cabai merah cultivar Hot Beauty terhadap mikoriza dan pupuk fosfat pada tanah ultisol. Bioscientiae. Vol 3 No. 2. Juli 2006. hal 83-92.
Lampiran 1. Deskripsi Padi Gogo VARIETAS SITU PATENGGANG Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanamam Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Bobot 1000 butir Hasil Ketahanan thdp penyakit Daerah kesuaian tanam Sifat istimewa
: 110-120 hari : Tegak : 100-110 cm : 10-11 batang : Ungu tua : Hijau tua : Kuning kotor : Ungu : Hijau,tepi daun tua berkilau ungu : Bagian atas kasar,bawah permukaan halus : Tegak : Menyudut 35-50 derajat terhadap batang : Agak gemuk : Kuning kotor : Sedang : Tahan rebah : Sedang : 26,5-27,5 gr (KA 14%) : 3,6-5,6 t/ha (GKP) : Tahan terhadap blast diferensial : Lahan kering musim hujan,tumpang sari,sawah pada kemarau,lahan tipe tanah aluvial dan podsolik, ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl : Aromatik lebih wangi dari pandanwangi, respon terhadap pemupukan.
Lampiran 2. Bagan Unit Percobaan : BAGAN UNIT PERCOBAAN M3J3
M0J2
M1J0
M0J1
M3J1
M0J2
M3J0
M1J3
M2J3
M2J2
M2J2
M0J1
M1J1
M0J0
M3J3
M2J3
M2J2
M2J0
M3J1
M3J0
M3J2
M1J0
M0J3
M1J3
M0J2
M1J1
M3J1
M1J3
M2J1
M1J1
M2J0
M1J2
M0J3
M3J2
M0J1
M0J0
M0J3
M3J3
M2J2
M1J2
M2J0
M1J2
M0J0
M2J3
M2J1
M2J1
M1J0
M3J0
I
III
II
U
Lampiran 3. Hasil Analisis Kompos Jerami Umur 100 Hari No. Jenis Analisis Nilai 1. C-Organik (%) 11.7 2. N-Total (%) 0.49 3. C/N Ratio 24.02 Sumber : Laboratorium Tanah BPTP Sumut
Lampiran 4. Prosedur Analisis Tanah dan Tanaman Prosedur Analisis Tanah 1. Analisis pH Metoda
: Elektrometry
Cara kerja
:
Timbang 10 g contoh tanah lolos ukuran 2mm dan pindahkan kedalam botol kocok. Tambahkan 25 ml aquades, kocok selama 30 menit dan baca pH nya dengan alat pH meter yang terlebih dahulu sudah distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7. 2. Analisis C organik Metoda
: Spectrophotometry
Cara kerja
: Timbang 0,50 g contoh tanah ukuran lolos 0,5 mm kedalam labu
ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml Kalium Dicromat 1 N dan aduk perlahan, tambahkan secara hati – hati sebanyak 7,5 ml Asam Sulfat pekat. Kocok secara perlahan dan diamkan selama 2 jam selang waktu 30 menit dikocok perlahan. Setelah dingin encerkan hingga 100 ml dengan penambahan aquadest. Biarkan selama satu malam dan esoknya diukur Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang gelombang maksimum (561 atau 590 nm). Sebagai pembanding pada saat yang sama dilakukan pengerjaan deret standar. Pipet masing – masing sebanyak 0, 0,5, 1, 2, 3 dan 5 ml larutan standar 5000 ppm C kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml Kalium Dicromat 1 N dan 7,5 ml Asam Sulfat pekat, aduk perlahan dan diamkan selama 2 jam, selang waktu 30 menit dikocok perlahan setelah 2 jam (dingin) encerkan hingga 100 ml dengan aquadest, diamkan semalam dan esoknya dibaca Absorbannya dengan alat Spectrohotometer pada panjang gelombang maksimum. Perhitungan : (%) C-organik = ppm kurva x 0,02 x fk
3. Analisis N total Metoda
: Kjeldahl
Cara kerja
: Timbang 0,5 g contoh tanah lolos ukuran 0,5 mm dan pindahkan
kedalam labu Kjeldahl. Tambahkan lebih kurang 0,5 g katalisator serta 3 ml Asam Sulfat pekat. Destruksi selama 3 sampai 4 jam pada suhu lebih kurang 35o C. Selesai destruksi biarkan hingga dingin kemudian tambahkan 25 ml aquadest dan kocok. Pindahkan cairan destruksi kedalam labu destilasi dan pasang labu destilasi tersebut pada alat Kjeltex. Pasang erlenmayer penampung dan hidupkan alat sesuai Intruksi kerja Alat. Secara otomatis alat akan menambah 40 ml NaOH 40 % dan mengisi erlenmayer penampung dengan Asam Borat 1 % yang sudah dicampur dengan Indikator Conaway. 4. Analisis P tersedia Metoda
: Metoda Spectrophotometry
Cara kerja
:
Timbang 1,5 g contoh tanah dan pindahkan ke dalam botol kocok. Tambahkan 15 ml Larutan Bray, kocok selama 5 menit selanjutnya disaring dengan kertas saring ukuran no. 41. Pipet 2 ml hasil saringan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml pereaksi fosfat encer, kocok dan diamkan selama 30 menit. Selanjutnya baca Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang gelombang 693 nm. Untuk pembanding lakukan pembacaan terhadap larutan standar. Pipet masing-masing larutan standar 0, 1, 2, 3, 5, dan 10 ppm P sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml pereaksi fosfat encer, kocok dan diamkan selama 30 menit, kemudian baca Absorbannya dengan alat Spectrophoto meter pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan : (ppm) P = ppm kurva x 10 x fk
5. Analisis P total Metoda
: HCl 25%
Cara kerja
:
Timbang 1 g contoh tanah dan pindahkan ke dalam botol kocok. Tambahkan 10 ml HCl 25%, kocok selama 5 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring no. 41. Untuk penetapan P-total pipet 0,2 ml hasil saringan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 1,8 ml aquadest dan 10 ml pereaksi fosfat encer, kocok dan diamkan selama 30 menit. Selanjutnya baca Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan : Ac – Bb (mg/100 g) P2O5 = --------------------- x ppm standard x 10 x 2,29 x fk Astd 6. KTK Metoda
: Amonium Asetat
Cara kerja
:
Timbang 2,5 g tanah ukuran lolos 0,5 mm, pindahkan ke dalam corong yang sudah dilapisi dengan kertas saring. Tambahkan 2 x 10 ml Amonium Asetat 1 N, hasil saringan ditampung dengan labu ukur 100 ml. Untuk penetapan KTK tambahkan 2 x 10 ml Natrium Asetat 1N ke dalam corong yang berisi endapan tanah. Hasil saringan dibuang, cuci endapan tanah tadi dengan 4 x 10 ml ethanol 96% dan hasil cucian dibuang, biarkan endapan tanah dalam corong hingga kering (+ 2 jam). Tambahkan 2 x 10 ml Amonium Asetat 1 N, ekstrak ditampung dalam labu ukur 100 ml. Encerkan hingga batas. Hasil saringan untuk penetapan KTK. Pengukuran KTK, pipet 1 ml hasil saringan ke dalam tabung reaksi dan encerkan hingga 10 ml dengan aquades, kocok hingga homogen dan baca kadar unsur Na dengan alat AAS. Saat yang sama dilakukan pembacaan deret standar masing-masing unsur.
Perhitungan : (me/100 g) KTK
= ppm kurva x 1000 x 0,004350 x fk
7. Analisis Al-dd Metoda
: Titrimetry
Cara kerja
:
Timbang 2,5 g contoh tanah, pindahkan ke dalam botol kocok. Tambahkan 25 ml larutan KCl 1 M, kocok selama 30 menit dan disaring dengan kertas saring no. 41. Pipet 10 ml hasil saringan ke dalam erlenmayer, tambahkan 3 tetes indikator PP dan titar dengan NaOH 0,02 N hingga warna pink (T.1). Netralkan warna pink yang terjadi dengan penambahan lebih kurang 2 tetes HCl 0,02 N. Selanjutnya tambahkan 2 ml larutan NaF 4 % (kalau adanya Al terbentuk warna merah jambu), netralkan warna merah jambu yang terbetuk dengan mentitrasi dengan HCl 0,02 N (T.2). Perhitungan : T.1
= Titrasi pemakaian NaOH 0,02 N
T.2
= Titrasi pemakaian HCl 0,02 N
fk
= Faktor korekai
8. Analisis tekstur fraksi pasir, debu, dan liat Metoda
: Hydrometer
Cara kerja
:
Timbang 25 g contoh tanah dan pindahkan ke dalam tabung blender. Tambahkan 200 ml aquadest dan 10 ml larutan pendispersi, blender selama 5 menit, selanjutnya pindahkan semua ekstrak tanah tersebut ke dalam gelas ukur 500 ml. Bilas tabung blender hingga bersih dan masukkan ke dalam labu ukur tadi. Tepatkan volume cairannya hingga 500 ml dengan penambahan aquadest. Kocok dan diamkan selama satu malam. Esoknya kocok lagi hingga sempurna dan segera celupkan alat Hydrometer, setelah lebih kurang 20 detik baca angka skala yang berhimpitan dengan permukaan cairan suspensi (A). Diamkan selama 2 jam, kemudian celupkan lagi alat
Hydrometer dan baca angka yang berhimpitan dengan permukaan cairan suspensi (B). Saat yang sama dilakukan pengukuran blanko dan suhu suspensi. Perhitungan : (A – B) ( %) Debu = ------------------------------------------------------ x 100% 25/fk – 25/100 x (%) C-org x 1,724 x fk B ( %) Liat = ------------------------------------------------------ x 100% 25/fk – 25/100 x (%) C-org x 1,724 x fk ( %) Pasir = 100 – (% Debu + % Liat) Prosedur Analisis Tanaman 1. Pengukuran derajat infeksi CMA Metoda
: Kormanik dan Mc Graw
Cara kerja
:
Pilih akar halus (rambut akar) segar dengan diameter antara 0,2 hingga 2 mm, dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Akar yang sudah dicuci bersih dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama 24 jam. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan dalam pengamatan infeksi CMA. Akar akan terlihat berwarna putih atau pucat. Akar tersebut dicuci dengan air mengalir selanjutnya direndam dalam larutan HCl 2% selama satu malam. Esoknya akar dicuci kembali dengan air mengalir kemudian akar direndam dalam larutan Trypan Blue 0,05%, selanjutnya dalam larutan Lacto Glycerol. Pengamatan total infeksi dilakukan dengan cara mengambil 10 potong akar yang sudah direndam dalam larutan Lacto Glycerol disusun di atas kaca preparat dan diamati di bawah mikroskop. Akar yang terinfeksi terdapat hifa, arbuskula atau vesicular yang ditandai dengan (+). Sedangkan yang tidak terdapat hifa, arbuskula
atau vesicular ditandai dengan (-).
Persentase akar yang terinfeksi dihitung
berdasarkan rumus : Jumlah akar yang terinfeksi (+) % Akar terinfeksi = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah seluruh akar yang diamati (+) dan (-) 2. Analisis serapan hara P Metoda
: Metoda Spectrophotometry
Cara kerja
:
Timbang 1 g contoh daun yang sudah digrinder halus, pindahkan ke dalam Erlenmeyer 125 ml. Tambahkan 8 ml Asam Nitrat dan 2 ml Asam Perklorat pekat dan diamkan semalam. Esoknya destruksi pada suhu awal + 100oC selanjutnya suhu dinaikkan hingga + 200oC. Destruksi dihentikan bila sudah keluar asap berwarna putih. Selanjutnya cairan destruksi dibiarkan dingin, setelah dingin encerkan dengan aquadest hingga volumenya 100 ml dan kocok hingga sempurna. Pipet 0,1 ml cairan destruksi encer tambahkan 0,9 ml aquades dan 9 ml larutan pengompleks fosfat, kocok dan diamkan selama 30 menit.
Baca Absorbannya dengan alat
Spectrophotometer pada panjang gelombang 695.
Saat yang sama dilakukan
pembacaan deret standar P 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Perhitungan : ( %) P = ppm kurva x 0,1 x fk Serapan P = (%) P x bobot kering tanaman
Lampiran 5. Hasil Analisis Sampel Tanah Awal di Bangun Purba No. Jenis Analisis Nilai 1. pH (H2O) 3.77 2. C-Organik (%) 0.41 3. N-Total (%) 0.11 4. P-Bray I (ppm) 4.21 5. P-Total (mg/100 g) 9.76 6. K-dd (me/100 g) 0.02 7. Ca-dd (me/100 g) 1.35 8. Mg (me/100 g) 0.38 9. Na (me/100 g) 0.09 10. Al-dd (me/100 g) 1.64 11. Al-Saturation (%) 47.13 12. KTK (me/100g) 5.47 13. Tekstur - Pasir (%) 53.20 - Debu (%) 13.01 - Liat (%) 33.79 Sumber : Laboratorium Tanah BPTP Sumut
Kriteria Sangat asam Sangat rendah Rendah Rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sedang Sangat rendah Sangat tinggi Sangat tinggi Rendah Liat Berpasir
Lampiran 6. Data Pengamatan P Tersedia pada Umur 63 HST Ulangan Perlakuan I II III --------------------------ppm--------------------------M0J0 1.471 1.398 1.338 M0J1 1.425 1.446 1.436 M0J2 1.478 1.309 1.563 M0J3 1.763 1.743 1.858 M1J0 1.467 1.363 1.394 M1J1 1.814 1.762 1.705 M1J2 1.478 1.647 1.647 M1J3 1.667 1.700 1.785 M2J0 1.340 1.351 1.447 M2J1 1.694 1.685 1.647 M2J2 1.763 1.743 1.605 M2J3 2.889 2.987 3.290 M3J0 1.551 1.631 1.631 M3J1 1.694 1.631 1.616 M3J2 1.647 1.731 1.774 M3J3 1.858 1.816 2.111
Rataan 1.402 1.436 1.450 1.788 1.408 1.760 1.591 1.717 1.380 1.675 1.703 3.055 1.605 1.647 1.717 1.928
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada Umur 63 HST Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 7.003 0.467 56.27 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 1.249 0.416 50.16 ** 2.90 4.46 Jerami (J) 3 3.043 1.014 122.25 ** 2.90 4.46 MxJ 9 2.711 0.301 36.31 ** 2.19 3.01 Error 32 0.266 0.008 Total 47 7.269 kk = 5.3%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 7. Data Pengamatan P Total Tanah Setelah Panen Ulangan Perlakuan I II III ----------------------- mg 100 g-1--------------------M0J0 12.72 10.78 13.66 M0J1 10.79 7.89 11.74 M0J2 17.38 19.24 15.19 M0J3 12.93 15.15 12.46 M1J0 12.97 10.86 12.20 M1J1 18.83 18.43 15.67 M1J2 22.65 18.98 23.67 M1J3 16.07 17.01 14.22 M2J0 13.68 17.37 14.02 M2J1 16.62 20.16 16.13 M2J2 14.29 14.92 17.17 M2J3 20.82 16.49 18.69 M3J0 16.98 20.38 18.94 M3J1 12.52 11.57 12.02 M3J2 14.46 16.16 17.80 M3J3 20.97 17.96 18.92
Rataan 12.39 10.14 17.27 13.51 12.01 17.64 21.77 15.77 15.02 17.64 15.46 18.67 18.77 12.04 16.14 19.28
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Setelah Panen Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 456 30 9.96 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 102 34 11.11 ** 2.90 4.46 Jerami (J) 3 97 32 10.61 ** 2.90 4.46 MxJ 9 257 29 9.36 ** 2.19 3.01 Error 32 98 3 Total 47 kk = 11.0%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 8. Data Pengamatan C Organik Tanah Setelah Panen Ulangan Perlakuan I II III --------------------------- %---------------------------M0J0 0.62 0.49 0.52 M0J1 0.72 0.85 0.62 M0J2 0.87 0.82 1.02 M0J3 0.98 0.86 0.82 M1J0 0.67 0.70 0.55 M1J1 0.69 0.62 0.73 M1J2 1.15 0.97 0.99 M1J3 0.79 1.02 0.87 M2J0 0.62 0.65 0.84 M2J1 0.85 0.68 0.72 M2J2 1.20 1.16 1.09 M2J3 1.15 1.10 1.18 M3J0 0.75 0.69 0.68 M3J1 0.80 0.73 0.72 M3J2 1.10 0.92 0.87 M3J3 0.92 1.02 0.88
Rataan 0.54 0.73 0.90 0.89 0.64 0.68 1.04 0.89 0.70 0.75 1.15 1.14 0.71 0.75 0.96 0.94
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik Setelah Panen Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 1.44 0.10 12.95 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 0.19 0.05 8.42 ** 2.90 4.46 Jerami (J) 3 1.14 0.36 51.45 ** 2.90 4.46 MxJ 9 0.11 0.01 1.62 tn 2.19 3.01 Error 32 0.24 0.01 Total 47 1.58 kk = 10.3%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata
Lampiran 9. Data Pengamatan Serapan P Tanaman pada Umur 63 HST Ulangan Perlakuan I II III ---------------------mg rumpun -1--------------------M0J0 56.17 55.13 52.04 M0J1 88.75 83.43 92.58 M0J2 119.69 118.54 117.98 M0J3 158.86 160.67 156.88 M1J0 89.74 88.98 89.65 M1J1 115.28 114.17 112.71 M1J2 126.22 123.98 125.57 M1J3 120.14 118.86 117.96 M2J0 96.84 98.42 99.42 M2J1 100.03 100.91 99.72 M2J2 124.90 122.81 126.48 M2J3 182.34 179.22 179.24 M3J0 119.84 117.96 121.53 M3J1 132.99 130.93 128.76 M3J2 133.72 125.94 132.88 M3J3 139.42 135.23 135.32
Rataan 54.44 88.25 118.74 158.80 89.46 114.05 125.26 118.99 98.22 100.22 124.73 180.27 119.78 130.89 130.85 136.66
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur 63 HST Sumber F tabel Db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 39682 2645 36.31 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 6388 2129 29.23 ** 2.90 4.46 Jerami (J) 3 18980 6327 86.84 ** 2.90 4.46 MxJ 9 14313 1580 21.83 ** 2.19 3.01 Error 32 2332 73 Total 47 42013 kk = 7.2%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 10. Data Pengamatan Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST Ulangan Perlakuan Rataan I II III ----------------------------%---------------------------M0J0 20 20 20 20.00 M0J1 30 20 40 30.00 M0J2 30 40 40 36.67 M0J3 40 40 30 36.67 M1J0 50 50 60 53.33 M1J1 50 50 60 53.33 M1J2 60 60 60 60.00 M1J3 80 70 60 70.00 M2J0 80 60 40 60.00 M2J1 70 40 60 56.67 M2J2 60 50 60 56.67 M2J3 70 50 50 56.67 M3J0 60 50 50 53.33 M3J1 70 50 60 60.00 M3J2 50 60 50 53.33 M3J3 70 70 60 66.67 Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi CMA Pada Umur 63 HST Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 8331 555 6.66 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 6823 2274 27.29 ** 2.90 4.46 Jerami (J) 3 740 247 2.96 * 2.90 4.46 MxJ 9 769 85 1.02 tn 2.19 3.01 Error 32 2667 83 Total 47 10998 kk = 17.7%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 11. Data Pengamatan Anakan Maksimum pada Umur 50 HST Ulangan Perlakuan Rataan I II III ------------------- batang rumpun-1------------------M0J0 22 19 17 19.33 M0J1 23 21 21 21.67 M0J2 23 22 23 22.67 M0J3 22 24 21 22.33 M1J0 20 21 22 21.00 M1J1 20 23 23 22.00 M1J2 24 22 21 22.33 M1J3 21 20 23 21.33 M2J0 21 23 18 20.67 M2J1 24 20 24 22.67 M2J2 25 28 26 26.33 M2J3 22 25 20 22.33 M3J0 22 20 22 21.33 M3J1 24 24 23 23.67 M3J2 24 23 21 22.67 M3J3 24 23 20 22.33 Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Maksimum pada Umur 50 HST Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 101 7 2.27 * 2.02 2.70 CMA (M) 3 18 6 2.01 tn 2.90 4.46 Jerami (J) 3 53 18 5.91 ** 2.90 4.46 MxJ 9 31 3 1.14 tn 2.19 3.01 Error 32 95 3 Total 47 197 kk = 7.8%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 12. Data Pengamatan Anakan Produktif Ulangan Perlakuan I II III ------------------- batang rumpun-1------------------M0J0 11 9 12 M0J1 15 16 14 M0J2 14 14 15 M0J3 15 14 12 M1J0 17 17 15 M1J1 13 14 13 M1J2 16 12 15 M1J3 13 13 17 M2J0 11 13 15 M2J1 14 16 13 M2J2 14 13 14 M2J3 13 17 16 M3J0 18 15 13 M3J1 15 10 15 M3J2 14 15 15 M3J3 16 13 13
Rataan 10.67 15.00 14.33 13.67 16.33 13.33 14.33 14.33 13.00 14.33 13.67 15.33 15.33 13.33 14.67 14.00
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan Produktif Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 72 5 1.65 ns 2.02 2.70 CMA (M) 3 9 3 1.04 ns 2.90 4.46 Jerami (J) 3 2 1 <1 2.90 4.46 MxJ 9 61 7 2.33 * 2.19 3.01 Error 32 93 3 Total 47 164 kk = 12.1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 13. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST Ulangan Perlakuan Rataan I II III ---------------------g rumpun -1----------------------M0J0 37.87 24.78 28.91 30.52 M0J1 62.37 67.62 35.64 55.21 M0J2 65.99 68.48 70.66 68.38 M0J3 63.68 50.98 45.91 53.52 M1J0 39.22 46.43 40.75 42.13 M1J1 40.80 67.99 53.14 53.98 M1J2 57.05 70.58 60.21 62.61 M1J3 64.76 66.62 66.62 66.00 M2J0 51.83 49.94 44.42 48.73 M2J1 66.23 40.22 58.87 55.11 M2J2 74.60 67.40 55.77 65.92 M2J3 70.55 91.69 99.29 87.18 M3J0 64.11 67.09 53.61 61.60 M3J1 67.78 87.97 31.79 62.51 M3J2 56.68 75.67 58.25 63.53 M3J3 55.17 86.79 73.85 71.94 Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 7450 497 3.30 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 1441 480 3.19 * 2.90 4.46 Jerami (J) 3 3978 1326 8.81 ** 2.90 4.46 MxJ 9 2031 226 1.50 tn 2.19 3.01 Error 32 4819 151 Total 47 12269 kk = 20.7%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 14. Data Pengamatan Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST Ulangan Perlakuan I II III ---------------------g rumpun -1----------------------M0J0 4.26 3.84 5.00 M0J1 6.23 4.92 5.57 M0J2 7.47 6.38 7.97 M0J3 6.62 4.57 5.00 M1J0 4.23 4.37 5.90 M1J1 5.92 6.38 5.41 M1J2 6.39 4.77 7.96 M1J3 7.56 4.83 5.70 M2J0 5.23 4.12 4.65 M2J1 6.39 7.43 5.00 M2J2 8.37 8.71 10.42 M2J3 6.58 6.99 6.43 M3J0 8.73 6.12 6.55 M3J1 7.58 6.23 4.69 M3J2 5.50 5.60 5.40 M3J3 5.93 6.69 5.00
Rataan 4.37 5.57 7.27 5.40 4.83 5.90 6.37 6.03 4.67 6.27 9.17 6.67 7.13 6.17 5.50 5.87
Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 60 4 4.02 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 8 3 2.61 tn 2.90 4.46 Jerami (J) 3 20 7 6.79 ** 2.90 4.46 MxJ 9 32 4 3.57 ** 2.19 3.01 Error 32 32 1 Total 47 93 kk = 16.5%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 15. Data Pengamatan Bobot Kering Jerami Setelah Panen Ulangan Perlakuan I II III ---------------------g rumpun -1----------------------M0J0 46.20 48.48 32.07 M0J1 95.40 77.26 68.32 M0J2 71.41 52.71 60.74 M0J3 60.47 63.83 71.44 M1J0 90.04 90.98 75.36 M1J1 44.79 51.73 56.16 M1J2 77.90 66.00 79.71 M1J3 96.54 105.06 101.44 M2J0 51.53 44.31 58.52 M2J1 44.97 58.09 54.57 M2J2 61.39 59.73 73.48 M2J3 97.33 80.11 90.60 M3J0 82.28 64.06 60.65 M3J1 110.84 102.50 107.27 M3J2 81.71 77.60 91.89 M3J3 57.15 43.89 48.30
Rataan 42.25 80.33 61.62 65.25 85.46 50.89 74.54 101.01 51.45 52.54 64.87 89.35 69.00 106.87 83.73 49.78
Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Jerami Setelah Panen Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 16675 1112 16.89 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 2452 817 12.42 ** 2.90 4.46 Jerami (J) 3 1330 443 6.74 ** 2.90 4.46 MxJ 9 12892 1432 21.76 ** 2.19 3.01 Error 32 2106 66 Total 47 18781 kk = 11.5%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 16. Data Pengamatan Jumlah Gabah Isi Ulangan Perlakuan I II III ---------------------- butir malai-1--------------------M0J0 105 109 86 M0J1 117 96 104 M0J2 118 99 109 M0J3 119 119 109 M1J0 95 116 92 M1J1 141 84 116 M1J2 121 118 127 M1J3 134 111 138 M2J0 102 106 102 M2J1 90 120 108 M2J2 120 130 112 M2J3 125 124 131 M3J0 129 111 125 M3J1 150 128 150 M3J2 116 108 118 M3J3 104 92 105
Rataan 100.04 105.67 108.93 115.76 100.99 113.64 122.15 127.67 103.17 106.00 120.67 126.70 121.52 142.54 114.07 100.11
Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Gabah Isi Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 6494 433 3.05 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 939 313 2.21 tn 2.90 4.46 Jerami (J) 3 996 332 2.34 tn 2.90 4.46 MxJ 9 4559 507 3.57 ** 2.19 3.01 Error 32 4535 142 Total 47 11029 kk = 12.1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 17. Data Pengamatan Persentase Gabah Hampa Ulangan Perlakuan I II III --------------------------- %---------------------------M0J0 30 39 29 M0J1 22 26 26 M0J2 20 18 27 M0J3 20 17 19 M1J0 25 21 32 M1J1 18 29 23 M1J2 25 25 21 M1J3 18 26 21 M2J0 27 21 24 M2J1 25 20 16 M2J2 18 18 16 M2J3 17 13 22 M3J0 21 20 27 M3J1 20 33 24 M3J2 30 21 23 M3J3 21 26 16
Rataan 32.67 24.79 21.67 18.79 26.06 23.33 23.78 21.91 23.96 20.33 17.16 17.33 22.52 25.47 24.72 21.26
Lampiran 17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah Hampa Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 642 43 2.28 * 2.02 2.70 CMA (M) 3 158 53 2.80 tn 2.90 4.46 Jerami (J) 3 285 95 5.06 ** 2.90 4.46 MxJ 9 199 22 1.18 tn 2.19 3.01 Error 32 601 19 Total 47 1243 kk = 19.0%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 18. Data Pengamatan Hasil Gabah Ulangan Perlakuan I II III -----------------------g rumpun-1---------------------M0J0 23.14 30.35 25.99 M0J1 30.87 40.27 38.55 M0J2 42.61 33.59 35.14 M0J3 40.92 48.90 47.78 M1J0 37.84 33.07 29.65 M1J1 46.35 43.76 38.82 M1J2 42.74 39.37 48.22 M1J3 37.98 49.88 44.83 M2J0 31.80 34.75 28.42 M2J1 35.08 42.94 32.14 M2J2 34.02 33.78 40.48 M2J3 48.53 49.73 40.84 M3J0 35.49 40.83 34.85 M3J1 44.54 38.58 53.52 M3J2 35.40 39.44 42.43 M3J3 41.31 32.37 30.43
Rataan 26.49 36.56 37.11 45.87 33.52 42.98 43.44 44.23 31.66 36.72 36.09 46.37 37.06 45.55 39.09 34.70
Lampiran 18. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah Sumber F tabel db JK KT F hit Keragaman 5% 1% Perlakuan 15 1471 98 4.36 ** 2.02 2.70 CMA (M) 3 137 46 2.02 ns 2.90 4.46 Jerami (J) 3 748 249 11.08 ** 2.90 4.46 MxJ 9 587 65 2.90 * 2.19 3.01 Error 32 719 22 Total 47 2190 kk = 12.3%; * * = berbeda nyata pada taraf 1%;* = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 19. Data Pengamatan P Total Tanaman pada Umur 63 HST Ulangan Perlakuan I II III ---------------------------(%)--------------------------M0J0 0.015 0.022 0.018 M0J1 0.014 0.012 0.026 M0J2 0.018 0.017 0.017 M0J3 0.025 0.032 0.034 M1J0 0.023 0.019 0.022 M1J1 0.028 0.017 0.021 M1J2 0.022 0.018 0.021 M1J3 0.019 0.018 0.018 M2J0 0.019 0.020 0.022 M2J1 0.015 0.025 0.017 M2J2 0.017 0.018 0.023 M2J3 0.026 0.020 0.018 M3J0 0.019 0.018 0.023 M3J1 0.020 0.015 0.041 M3J2 0.024 0.017 0.023 M3J3 0.025 0.016 0.018
Rataan 0.018 0.018 0.017 0.030 0.021 0.022 0.020 0.018 0.020 0.019 0.019 0.021 0.020 0.025 0.021 0.020
Lampiran 20. Matriks korelasi antar berbagai peubah amatan dari kombinasi pemberian CMA dan kompos jerami P tersedia P total C organik Serapan P Infeksi BK BK akar BK Anakan CMA tajuk jerami maksimum P tersedia P total C organik Serapan P Infeksi CMA BK tajuk BK akar
-----
Anakan produktif
Gabah isi
% gabah hampa
Hasil
0.848
0.974
0.998
0.292
0.991
0.131
0.761
0.216
0.254
0.371
0.571
0.856
-----
0.963
0.570
0.661
0.978
0.872
0.080
0.195
0.397
0.125
0.476
0.142
-----
0.999
0.995
0.680
0.978
0.846
0.681
0.290
0.332
0.737
0.850
-----
0.702
0.980
0.357
0.693
0.492
0.369
0.563
0.767
0.819
-----
0.750
0.265
0.509
0.328
0.357
0.299
0.437
0.377
-----
0.990
0.872
0.998
0.457
0.516
0.736
0.759
-----
0.108
0.368
0.242
0.470
0.670
0.481
-----
0.999
0.507
0.580
0.574
0.745
-----
0.856
0.998
0.966
1.000
-----
0.116
0.869
0.981
-----
0.877
1.000
-----
0.491
BK jerami Anakan maksimum Anakan produktif Gabah isi % gabah hampa Hasil Novia Chairuman : Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos..., 2008 USU e-Repository © 2008
-----