TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, dan sebagainya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawarawa yang ”dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk, 2004). Penambahan bahan organik dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana kandungan aluminium tanah tinggi, terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis (Novizan, 2005). Sistem pergiliran tanaman padi dengan tanaman semusim lainnya seperti semangka pada tanah sawah dapat membantu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah serta menambah bahan organik tanah. Umur tanaman semangka berkisar antara 60-75 hari memberikan peluang besar untuk dikembangkan terutama pada lahan sawah tadah hujan setelah panen padi sawah. Komoditas ini dapat dijadikan sebagai rotasi dengan tanaman pokok (padi sawah), dan telah
Universitas Sumatera Utara
terbukti memberikan nilai tambah yang cukup besar.
Setelah
panen padi sawah,
petani memasukkan jerami padi ke dalam tanah sebagai mulsa tanaman semangka dan membuat saluran drainase (BPTP Sumatera Barat, 2007). Awalnya jerami padi dibuang dari areal persawahan atau dibakar setelah panen padi. Namun sekarang ini jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai mulsa untuk tanaman semangka sekaligus alas tempat buah semangka sehingga buah yang dihasilkan cukup bersih dan tidak langsung berada di atas permukaan tanah. Keracunan aluminium (Al) berpengaruh dengan pH tanah, apabila pH tanah < 5 maka terjadi keracunan Al. Adapun gejala keracunan Al pada tanaman yaitu pertumbuhan akar tidak normal, akar pendek, menebal, dan terjadi klorosis pada bagian antar tulang daun tua berwarna putih/kuning. Konsentrasi Al pada larutan tanah sangat tinggi ketika pH tanah rendah. Nilai pH meningkat pada tanah tergenang dan konsentrasi Al pada larutan tanah menurun dibawah level kritis keracunan Al. Menurut IRRI (2003) keracunan besi (Fe) terjadi pada banyak jenis tanah, tetapi umumnya tanah sawah dengan penggenangan yang berlangsung permanen selama pertumbuhan tanaman. Gejala umum lokasi yang mengalami keracunan Fe yakni berdrainase buruk, KTK tanah serta kandungan hara makro rendah pada kisaran nilai pH yang cukup lebar (pH 4-7). Reduksi besi adalah reaksi yang paling penting di dalam tanah masam tergenang karena dapat menaikan pH dan ketersediaan P serta manggantikan kation lain dari tempat pertukaran seperti K +. Peningkatan Fe2+ pada tanah masam dapat menyebabkan keracunan besi pada padi, apabila kadarnya dalam larutan sama dengan 300 ppm. Konsentrasi besi dalam larutan tanah diatur oleh pH tanah,
Universitas Sumatera Utara
kandungan bahan organik, kandungan besi itu sendiri dan lamanya penggenangan (Ponnamperuma, 1985). Keracunan Al Keracunan Al yang berlebihan di dalam tanah menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Pada tanaman padi sawah mulai terjadi pada pH 4.5-5.0 untuk bibit padi dan pada pH 3.4-4.0 untuk tanaman yang lebih tua. Gejala keracunan Al dapat terlihat dari adanya warna putih atau kuning (klorosis) dibagian antar tulang daun tua. Namun demikian, karena keracunan Al menghambat pertumbuhan akar tanaman terkadang gejala-gejala tersebut belum terlihat, padahal tanaman sudah sulit tumbuh (Van Mensvoort dkk, 1985). Menurut IRRI (2002) kelarutan Al yang tinggi di dalam tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi antara lain menghambat pertumbuhan anakan, menghambat pertumbuhan akar sehingga akar akan tumbuh kerdil dan bahkan bisa merusak akar, khususnya pada tanaman padi yang sangat rentan terhadap adanya Al. Tabel 1. Jangkauan Optimal dan Tingkat Kritis Untuk Terjadinya Keracunan Al Tahap Bagian pertumbuhan tanaman Anakan untuk pembentukan malai
Optimum Tingkat (mg keracunan Tunas
kg-1 ) –
15 18
> 100
Bintik-bintik putih sampai kuning diikuti oleh kematian daun dan hangus daun. Nekrosis daerah klorotik terjadi jika keracunan Al parah (Tabel 1). Toksisitas Aluminium mengurangi pertumbuhan tunas dan akar. Varietas berbeda dalam toleransi toksisitas Al. Pada kultivar peka, akar terhambat dan cacat. pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
terhambat, tetapi anakan bisa normal. Terbelakang pertumbuhan akar dalam hasil penyerapan nutrisi berkurang dan toleransi kekeringan berkurang. Al juga mempengaruhi pertumbuhan secara tidak langsung dengan menginduksi defisiensi Mg. Kejenuhan Al > 30% dan pH tanah (H2 O) < 5,0, dalam larutan tanah menunjukkan potensi keracunan Al
(Dobermann and
Fairhurst, 2000). Keracunan Fe Besi (Fe) merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tumbuhan. Dalam tanaman, besi berfungsi sebagai penyusun klorofil, kofaktor enzim, dan berperan dalam perkembangan kloroplas. Besi juga berperan pada transfer elektron dalam respirasi (Suhartini, 2004). Keracunan besi pada tanaman padi dapat diamati dengan melihat beberapa gejala pada daun diantaranya gejala daun yang berkarat dan berwarna coklat gelap, serta sistem perakaran tanaman yang kurang berkembang (Yamanouchi dan Yoshida, 1981). Ameliorasi keracunan Fe yakni tambahkan kapur untuk
mencegah
keracunan Fe pada lahan kering yang digenangi (dosis kapur berkisar antara 500 – 2.000 kg/ha, tergantung dari tingkat kemasaman tanah), pemberian bahan organik atau jerami dapat menurunkan kadar Fe dalam tanah, pemupukan dilakukan secara berimbang antara hara N, P, dan K, dimana kombinasi pemupukan N, P, K, dengan pengapuran dan penggunaan bahan organik merupakan teknologi yang baik untuk menanggulangi keracunan Fe (Kasno, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Jangkauan Optimal dan Tingkat Kritis Untuk Terjadinya Keracunan Fe Tahap Bagian pertumbuhan tanaman
Optimum Tingkat (mg keracunan
Anakan untuk pembentukan Y malai Kandungan
Fe
dalam
Daun
kg-1 )
100 – 150 300 – 500
tanaman
biasanya
(tidak
>
selalu)
tinggi
(300 – 2.000 mg Fe Kg-1 ), tetapi kandungan kritis Fe (Tabel 2) tergantung pada umur tanaman dan keadaan nutrisi pada umumnya. Ambang kritis lebih rendah dalam keadaan kesuburan tanah yang rendah dimana asupan nutrisi tidak tepat seimbang sedangkan konsentrasi kritis pada peristiwa keracunan Fe dalam tanah > 300 mg Fe L-1 (Dobermann and Fairhurst, 2000). Pola Tanam Padi – Semangka Pada Tanah Sawah Pergiliran Tanaman (rotasi tanaman) yaitu menanam jenis tanaman yang tidak sefamili secara bergiliran (bergilir). Tujuan cara ini untuk memutus siklus hidup Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Polikultur yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Contohnya mempunyai perakaran yang berbeda bila akan ditanam berdekatan. Misalnya, wortel dan bawang
merah,
buncis
daun bawang, cabai dan daun bawang.
dan
selada,
kedelai
Sistem perakaran setiap
tanaman
dan yang
berbeda, ada yang dalam, dangkal dan melebar, rimbun dan sebagainya. Sistem perakaran ini penting untuk menentukan jarak tanam dan memilih jenis tanaman. Tanaman yang dipilih sebaiknya yang mempunyai perakaran yang berbeda bila
Universitas Sumatera Utara
akan ditanam berdekatan. Misalnya, wortel dan bawang merah, buncis dan selada, kedelai dan daun bawang, cabai dan daun bawang (Divisi Pertanian Bitra, 2002). Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230 C. Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU–450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau, produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah
produksi
dapat
menurun,
karena
penyerbukan
kurang
intensif
(http://www.warintek.ristek.go.id., 2008). Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian tempat 0–650 m dpl dengan temperatur 220 C–270 C sedangkan di dataran tinggi 650–1.500 m dpl dengan temperatur 190 C–230 C (http://warintek.bantul.go.id., 2008). Tanaman semangka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal pada ketinggian 100-300 m dpl. Suhu optimum untuk dapat berproduksi dengan baik adalah 25-350 C pada siang hari dan 18-220 C pada malam hari (Wihardjo, 1993). Tanah sawah beririgasi umumnya diolah dengan cara pelumpuran (pudding). Pengaruh pelumpuran terhadap sifat fisik tanah menjadi sangat spesifik pada lahan sawah dan sekaligus memberikan indikasi perbedaan perubahan sifat fisik tanah antara
tanah
yang
disawahkan
dengan
tanah
yang
tidak
disawahkan (Prasetyo dkk, 2004). Pelumpuran akan menekan pertumbuhan gulma, membuat perakaran tanaman padi mudah berkembang, dan mudah melakukan
Universitas Sumatera Utara
sistem pindah-tanam. Pelumpuran juga berakibat terhadap kondisi tanah menjadi lebih reduktif, memerlukan air dan tenaga yang cukup besar, pembajakan menyebabkan partikel tanah dan hara hanyut mengikuti aliran air dan sejalan dengan itu dekomposisi bahan organik akan lambat. Pada jenis- jenis tanah tertentu budidaya tanaman padi sebenarnya tidak mutlak memerlukan pengolahan tanah sebab ketersediaan air lahan sawah sudah dapat membantu proses pelumpuran. Namun demikian belum ada penelitian yang menyatakan bahwa pelumpuran meningkatkan efisiensi penyerapan hara dan air oleh tanaman. Oleh karena itu pengembangan budidaya tanpa olah tanah (TOT) pada padi sawah perlu dilakukan, karena disamping tanah dapat dilestarikan, biaya dan waktu juga dihemat (Isnaini, 2005). Relatif singkatnya umur tanaman semangka sekitar 60-75 hari memberikan peluang besar untuk dikembangkan terutama pada lahan sawah tadah hujan setelah panen padi sawah. Komoditas ini dapat dijadikan sebagai rotasi dengan tanaman pokok (padi sawah), dan telah terbukti memberikan nilai tambah yang cukup besar (BPTP
Sumatera
Barat,
2007).
Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menambahkan bahwa
semangka toleran
terhadap kelembaban rendah dan agak toleran terhadap kekeringan, tetapi peka terhadap genangan air. Menurut Rukmana (1994) menyatakan bahwa curah hujan yang baik bagi pertanaman semangka adalah 40-50 mm/bln, dan cocok ditanam di daerah dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl. Menurut Paje dan Vossen (1994) curah hujan yang berlebihan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan
vegetatif
yang
berlebihan,
mempengaruhi
pembungaan, dan menyebabkan penyakit daun dan busuk buah.
Universitas Sumatera Utara
Pada penanaman semangka, kelembaban udara cenderung rendah bila sinar matahari menyinari areal penanaman, berarti udara kering yang miskin uap air. Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman semangka, sebab di daerah asalnya tanaman semangka hidup di lingkungan padang pasir yang berhawa kering. Sebaliknya, kelembaban yang terlalu tinggi akan mendorong tumbuhnya jamur perusak tanaman dan suhu udara yang ideal bagipertumbuhan tanaman semangka adalah suhu harian rata-rata yang berkisar 20–30 mm (BAPPENAS, 2000). Khususnya Kecamatan Surantih (Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat) dan umumnya di Pesisir Selatan merupakan daerah yang sangat cocok untuk pertanaman semangka. Komoditas semangka merupakan tanaman dataran rendah dengan ketinggian tempat yang disukai 0-400 m di atas permukaan laut dan suhu berkisar 25-30o C serta curah hujan rendah (120-150 mm/musim). Kondisi ini sangat sesuai untuk membudidayakan tanaman semangka. Apalagi kecamatan Surantih memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 1.333 ha dan Kabupaten Pesisir Selatan mencapai 29.672 ha. Umumnya lahan ini memiliki produktivitas rendah dengan hasil padi sawah rendah, hanya berkisar 2,0-2,5 t/ha dengan penanaman padi sekali dalam setahun yang disebabkan air irigasi tidak mencukupi sehingga lahan menjadi bera. Agar pendapatan petani meningkat, lahan ini dapat dimanfaatkan dengan penanaman semangka setelah panen padi sawah (BPTP Sumatera Barat, 2010).
Universitas Sumatera Utara