TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Meurut Steenis (2003) klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom :
Plantae, Divisio :
Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermeae,
Class : Dicotyledoneae, Ordo : Leguminales, Family : Poaceae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine max L. Merill. Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral, dan akar serabut. Pada tanah yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai kedalaman hingga 15 cm. Pada akar lateral terdapat bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya akan terbentuk 15-20 heri setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelaia atau kacang kacangan lainnya, bintil akar tidak akan tumbuh. Oleh karena itu benih yang akan ditanam harus dicampur dengan legin (Suprapto, 1989). Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 30-100 cm. Setiap batang dapat membentuk 3-6 cabang. Bila jarak antara tanaman dalam barisan rapat, cabang menjadi berkurang atau tidak bercabang sama sekali. Untuk itu diperlukan jarak tanam yang tepat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliat (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni oval dan lanceolate, tetapi praktisnya, diistilahkan dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Kedelai berdaun sempit lebih banyakditanami oleh petani dibandingkan tanaman kedelai berdaun lebar, walaupun dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai berdaun lebar menyerap sinar matahari lebih banyak daripada yang berdaun sempit. Namun
Universitas Sumatera Utara
keunggulan tanaman kedelai berdaun sempit adalah sinar matahari akan lebih mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga (Adisarwanto, 2007). Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam setiap bunga terdapat alat jantan dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemubgkinan terjadinya kawin silang secara alam amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Menurut penelitian sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Suprapto, 1989). Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bukan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong (Irwan, 2006). Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam- macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau bulat pipih. Besar biji tergantung varietas (Suprapto, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh Iklim Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab (Prihatman, 2000). Kedelai adalah tanaman cuaca panas cocok untuk pertumbuhan sepanjang tahun di sebagian besar daerah tropis. Suhu minimal 150 C diperlukan untuk berkecambah benih dan rata-rata suhu 20-250 C untuk tumbuh tanaman. Kedelai memerlukan setidaknya moderat kelembaban tanah untuk berkecambah dan bibit untuk menjadi mapan, tetapi membutuhkan kering cuaca untuk produksi biji kering (perhatikan bahwa segar, biji hijau untuk konsumsi langsung dapat diproduksi selama musim hujan). Kedelai menderita jika tanah tergenang air. Tanaman kedelai dapat menahan kekeringan yang cukup (Martin, 1998). Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya, terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200 mm/bulan, sedangkan tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Herawati, 2009). Tanah Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir (Irwan, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Prihatman, 2000). Kedelai membutuhkan pupuk, termasuk macronutrients fosfor dan kalium (P dan K) dan kadang-kadang mikronutrien. Nitrogen tidak diperlukan jika kedelai yang diinokulasi dengan benar. Kedelai membutuhkan jumlah yang agak besar fosfor, kalsium, magnesium, dan sulfur. Elemen kecil kadang-kadang diperlukan. Kedelai tidak dapat direkomendasikan untuk tanah yang tidak dibuahi (Martin, 1998). Salinitas Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik dan peningkatan
tekanan
osmotik
akar
yang
mengakibatkan
terganggunya
pertumbuhan tanaman (Slinger & Tenison, 2005). Secara umum cekaman salinitas membahayakan tanaman melalui tiga cara yaitu : (1) level garam tinggi menyebabkan tekanan osmotik meningkat (potensial air pada media perakaran lebih rendah atau negatif) sehingga menyebabkan tanaman mengalami cekaman kekeringan. (2) Toksisitas ion seperti ion-ion Cl-dan Na+yang berlebihan. (3) Ketidak seimbangan unsur hara akibat
Universitas Sumatera Utara
penghambatan penyerapan nutrisi, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Ashraf dan Harris, 2003; Gorham, 2007). Dampak cekaman salinitas terhadap tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti: konsentrasi ion, lama terjadinya cekaman, spesies tanaman, kultivar, fase pertumbuhan tanaman, organ tanaman dan kondisi lingkungan. Dua tipe utama mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yaitu (1) meminimalkan jumlah garam yang masuk ke dalam tanaman atau memperkecil akumulasinya pada jaringan fotosintetik dan (2) meminimalkan konsentrasi garam di dalam sitoplasma. Toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas tergantung pada morfologi, kompartemen dan senyawa organik kompatibel, pengaturan transpirasi, kontrol pergerakan ion, karakteristik membran, tingginya rasio Na/K pada sitoplasma serta kelenjar garam (Flowers dan Flowers, 2005).
Hasil
penelitian Aini et al. (2012) menyatakan bahwa respon tanaman pada cekaman salinitas berbeda pada spesies atau genotip yang berbeda. Tanah salin adalah tanah yang mengandung garam NaCI terlarut dalam jumlah banyak sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Larntan garam tanah biasanya tersusun daTi ion Na+, Ca++, Mg ++, CI-, CO4-2 dan CO3-2 (Donahue et al., 1983 ), sehingga pengikatan NaCl akan menurunkan kadar Kalium (Suwarno, 1985). Walaupun Na, Cl clan ion lain meracun tanaman, tetapi pengaruh negatlf tanah salin terhadap pertumbuhan tanaman lebih dikarenakan efek tekanan osmose (Donahue et al, 1983). Tingkat salinitas tanah dikelompokkan menjadi : 1) Salinitas rendah dengan daya hantar listrik (DHL) = 2-4 mmhos/cm. 2) Salinitas sedang dengan DHL sebesar 4-8 mmhosl
Universitas Sumatera Utara
3) Salinitas 'tinggi dengan DHL sebesar 8-15 mmhosl 4) Salinitas sangat tinggi dengan DHL lebih dari 15 mmhos/cm. Menurut Soepardi (1979) kelebihan atau akumulasi garam dapat terjadi melalui : (a) adanya evaporasi yang tinggi dibeberapa daerah seperti rawa Evaporasi ini mempercepat terjadinya pengendapan garam dipermukaan tanah (b) intrusi air laut melalui sungai yang sering terjadi di daerah muara sebagai akibat naik turunnya air laut karena peristiwa pasang surut. Spesies-spesies
tanaman
mempunyai
toleransi yang
berbeda-beda
terhadap kadar garam di dalam tanah, dan berakibat spesifik pula untuk masing-masing spesies (Donahue et al., 1983). Pada tanaman di padi dengan tekanan osmose 6 decisiemens per meter mengakibatkan berkurangnya basil sebesar 25%, gandum berkurang hasilnya 25 % pada tekanan osmose 8 decisiemens per meter, sedangkan kedelai mulai berkurang hasilnya pada tekanan osmose 7 decisiemens per meter. Dengan demikian nampaknya kedelai lebih toleran terhadap salinitas dibanding padi. Pada penelitian generasi F2 diperoleh bahwa
jumlah tanaman yang
ditanam sebanyak 751 tanaman. Tanaman yang mampu hidup berdasarkan penelitian yang memiliki salinitas yang tinggi sebanyak 510 tanaman. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh tanaman yang mampu bertahan hidup tersebut menggunakan suatu mekanisme toleransi dengan mengubah tipe pertumbuhan dari determinate menjadi indeterminate. Tanaman determinate menghasilkan biji besar sedangkan tipe indeterminate menghasilkan biji kecil (Wahyudi, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Sebaran Normal Karakter-Karakter Pertumbuhan Dan Produksi Menurut Mahendra (2010) benih F2 merupakan populasi
yang
bersegregasi. Tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi F2 ini tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya. Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai penduga pola pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat. Sebaran data yang menyimpang dari sebaran normal sangat berpengaruh terhadap proses seleksi pada generasi berikutnya karena pengukuran kemajuan genetik yang dihitung berasarkan asumsi bahwa data menyebar normal (Bari, 1998). Data yang bersifat kontinu tetapi tidak menyebar normal dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang besar atau interaksi genotipe dengan lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996). Karakter agronomi suatu tanaman dikelompokkan menjadi dua yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu sampai dua gen mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya. Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen yang pola segregasinya tidak mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya (Fehr, 1987). Beberapa karakter agronomi penting seperti hasil, ukuran biji, bobot biomassa, ketahanan terhadap cekaman biotik dan toleransi terhadap cekaman abiotik dikendalikan oleh banyak gen dengan efek yang kecil. Efek karakter ini dinamakan
karakter poligenik. Pewarisan pada karakter yang poligenik
dinamakan pewarisan kuantitatif. Efek gen secara individual tidak dapat dilacak
Universitas Sumatera Utara
sehingga
pada
karakter
yang
poligenik
tidak
dapat
dikelompokkan
(chahal and Gosal, 2002). Pada tanaman menyerbuk sendiri tingkat segregasi yang tertinggi terjadi pada generasi F2 (Welsh, 1991). Menurut (Crowder, 1997), tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi ini tergambarkan melalui sebaran frekuensi genotipenya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai penduga pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendali suatu sifat. Karakter agronomi merupakan karakter tanaman berdasarkan morfologi dan hasil tanaman yang dibagi ke dalam karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif umumnya dicirikan dengan sebaran fenotipenya diskontinu yang dikendalikan oleh gen monogenik ataupun oligogenik yang pengaruh gen secara individu mudah dikenal. Karakter kuantitatif umumnya dicirikan oleh sebaran fenotipenya kontinu atau menunjukkan sebaran normal dan dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing gen berpengaruh kecil terhadap ekspresi suatu karakter (Trustinah, 1997). Fakta beragamnya pola populasi segregasi F2 dari delapan kombinasi persilangan kedelai tersebut diduga terjadi karena adanya pengaruh pewarisan di luar inti yang berperan atau pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan tumbuh (panjang hari dan suhu) pada saat pemunculan (emergence) berpengaruh terhadap munculnya ekspresi daun multifoliolate pada pertumbuhan kedelai selanjutnya
(Orf et
al, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Aksi Gen Aditif Epistasis Duplikat Dan Komplementer Keragaman genetik terdiri atas ragam genetik aditif, dominan, dan epistasis. Ragam genetik aditif adalah ragam genetik yang menyebabkan terjadinya kesamaan sifat diantara tetua dan turunannya. Fenotipe pada aksi gen aditif disebabkan penjumlahan dari masing-masing alel tanpa interaksi dengan alel lain (interaksi alelik atau non alelik), sedangkan pada aksi gen epistasis, fenotipe ditentukan oleh interaksi alel-alel dari lokus yang berbeda (Roy, 2000). Menurut Jayaramachandran et al. (2010), penyebaran karakter kuantitatif pada tanaman yang menjulur ke kiri atau ke kanan menunjukkan adanya pengaruh lingkungan, interaksi genotipe dan lingkungan, pautan gen, dan epistasis. Penyebaran karakter panjang tajuk, nisbah panjang tajuk akar, bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang tidak membentuk sebaran normal terjadi karena keterlibatan gen-gen non aditif dalam mengendalikan keragaman pada populasi F2 atau karena pengaruh lingkungan yang besar dan dikendalikan oleh aksi gen aditif epistasis yang bersifat Komplementer. Interaksi antar alel (epistasis) yang lebih penting pada tanaman menyerbuk sendiri, seperti kedelai adalah interaksi aditif x aditif. Bentuk interaksi ini dapat terfiksasi pada generasi lanjut (Barona et al., 2012). Pada populasi F2 aksi gen yang terjadi bersifat epistasis aditif x aditif yang masih belum terfiksasi tetapi diharapkan interaksi gen epistasis pada populasi F2 ini dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. Bila seleksi dilakukan pada generasi lanjut (F5) diharapkan aksi gen epistasis aditif x aditif dan aksi gen aditif telah
Universitas Sumatera Utara
terfiksasi, sehingga pada generasi ini tingkat homozigositasnya telah tinggi (± 95%) (Santoso, 2007). Pola segregasi populasi F2 untuk karakter-karakter agronomi bersifat epistasis dominan resesif. Hal ini berarti bahwa karakter-karakter tersebut dikendalikan oleh gen yang bereaksi epistasis dominan-resesif artinya gen dominan pada satu lokus dan gen resesif pada lokus lain mempengaruhi penampakan fenotipe yang sama (Stansfield dan Susan, 2006). Toleransi kedelai terhadap tanah masam dikendalikan oleh aksi gen aditif yang juga dipengaruhi aksi gen epistasis. Pewarisan sifat jumlah polong kedelai di tanah masam dikendalikan oleh aksi gen epistasis. Aksi gen epistasis berperan penting dalam adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik seperti cekaman aluminium (Phillips, 2008). Menurut Bnejdi et al. (2011) aksi gen yang mengendalikan suatu karakter pada generasi awal sulit dipisahkan dari epistasis duplikat. Epistasis duplikat adalah interaksi epistasis antara gen aditif x aditif, interaksi antar lokus ini dapat meningkatkan toleransi kedelai terhadap Al pada kondisi tercekam.
Universitas Sumatera Utara