5
TINJAUAN PUSTAKA ASI Eksklusif Pengertian ASI Ekslusif ASI ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Depkes 2004). UNICEF pada tahun 1999 memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI menjadi 6 bulan dan pada tanggal 13 – 17 Maret 2000 sebanyak dua puluh ahli berkumpul di Geneva untuk membantu WHO dan UNICEF dalam merumuskan waktu pemberian ASI eksklusif. Para ahli berpendapat bahwa sepanjang 10 tahun setelah Deklarasi Innocenti, cukup bukti ilmiah untuk mengubah jangka waktu pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan, maka ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif dari mulai lahir sampai 6 bulan (UNICEF 2006). ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Roesli 2004). Menurut WHO (2003) bagi keluarga miskin pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan akan lebih bermakna karena dapat mencegah kejadian infeksi, diare dan menghemat pengeluaran. Keputusan ibu erat kaitannya dengan pemberian ASI pada bayinya. Penelitian Dermer (2001) bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI adalah kurangnya informasi tentang manfaat ASI. Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan persepsi yang kurang tepat tentang ASI yang pada akhirnya akan mempengaruhi praktek ibu untuk memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif, oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi yang tepat tentang ASI eksklusif. Jumlah bayi yang meninggal karena tidak diberikan ASI eksklusif setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif selama 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13 persen.
6
Selain itu ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000). Hasil penelitian di Jakarta-Indonesia (Roesli 2008), menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk inisiasi dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil bagi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif dari pada ibu yang tidak melakukan inisiasi dini. Selain itu, inisiasi dini atau menyusui dini dapat menurunkan resiko kematian bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 1997 sebesar 42,4 persen turun menjadi 39,5 persen pada tahun 2003, sementara pemakaian susu formula meningkat dari 10,8 persen tahun 1997 menjadi 32,4 persen pada tahun 2003. Proporsi penurunan pemberian ASI eksklusif dan peningkatan pemakaian susu formula ini mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi dan mengurangi resiko kanker payudara dan rahim pada ibu. Manfaat Pemberian dan Keunggulan ASI Eksklusif: Keuntungan menyusui ASI eksklusif tidak hanya dirasakan oleh bayi saja tetapi dirasakan pula manfaatnya oleh ibu (Roesli 2008). Manfaat menyusui bagi bayi: (1) ASI mengandung nutrisi yang optimal, baik kuantitas maupun kualitasnya, (2) ASI meningkatkan kesehatan bayi, (3) ASI meningkatkan kecerdasan bayi, dan (4) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-anak (bonding). Manfaat menyusui bagi ibu: (1) mengurangi resiko kanker payudara, (2) mengurangi resiko kanker indung telur dan kanker rahim, (3) mengurangi resiko keropos tulang, (4) mengurangi resiko rheumatoid artritis, (5) metode KB paling aman, (6) mengurangi diabetes maternal, (7) mengurangi stress dan gelisah, dan (8) berat badan lebih cepat kembali normal. Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Hal ini disebabkan karena bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit, seperti: 1) infeksi saluran pencernaan, 2) infeksi saluran pernapasan, 3) meningkatkan resiko alergi, 4) meningkatkan resiko serangan asma, 5) menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, 6) meningkatkan resiko kegemukan, 7) meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, 8) meningkatkan resiko kencing manis, 9) meningkatkan resiko
7
kanker pada anak, 10) meningkatkan resiko penyakit menahun, 11) meningkatkan resiko infeksi telinga tengah, 12) meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar, 13) meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan, 14) meningkatkan kurang gizi, dan 15) meningkatkan resiko kematian (Roesli, 2008). ASI Perahan ASI perahan adalah ASI yang dikeluarkan dari puting susu baik dengan menggunakan alat pemompa maupun menggunakan tangan secara manual. Kandungan gizi ASI perahan dapat bertahan 6-8 jam pada udara luar, 24 jam di dalam termos es, 2x 24 jam pada lemari es dan 2 minggu di freezer serta 3 bulan di freezer pada lemari es dua pintu, Roesli (2000). Adapun manfaat ASI perah atau ASI pompa adalah: (1) Memerah ASI untuk persediaan saat ibu bekerja; bagi ibu bekerja yang tidak dapat membawa bayinya ke tempat kerja, pemberian ASI perah akan tetap memungkinkan bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan. (2) Memerah ASI untuk bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau bayi sakit yang lemah; bila bayi terlalu kecil atau terlalu lemah sehingga belum dapat minum langsung pada ibu, ASI perah dapat diberikan melalui pipet atau sendok. Hal ini dilakukan supaya tidak menyebabkan bayi lelah. Bila keadaan bayi sudah memungkinkan dianjurkan untuk secepatnya menyusu pada ibunya. (3) Menghilangkan bendungan; perahlah sesering dan sebanyak
mungkin, yang
diperlukan agar payudara tetap nyaman dan kelenturan puting susu terjaga. Beberapa ibu mungkin perlu memerah setiap kali sebelum menyusui. Pada ibu yang lain mungkin hanya perlu memerah satu atau dua kali sehari. Beberapa ibu mendapatkan bahwa kompres hangat atau pijatan lembut membuat ASI mengalir. (4) Menjaga kelangsungan persediaan ASI saat bayi sakit atau berat badan bayi sangat rendah; Saat bayi sakit atau sangat kecil sehingga belum dapat diberi minum melalui mulut, memerah ASI merupakan jalan untuk mempertahankan persediaan ASI. Ibu harus memerah sebanyak mungkin dan sesering mungkin agar pasokan ASI terjaga. (5) Menghilangkan rembesan/penetesan ASI; Pemerahan ASI yang cukup banyak akan mengurangi tekanan pada payudara sehingga akan mengurangi perembesan atau penetesan. (6) Memudahkan bayi minum bila ASI terlalu banyak; Bila ASI ibu terlalu banyak, perahlah ASI
8
sebelum menyusui agar bayi tidak tersedak. ASI perahan diberikan dengan sendok saat bayi selesai disusui (Roesli 2000). Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Memerah dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu sehingga ibu dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja. Memerah dengan tangan mudah dilakukan bila payudara lunak. Namun, jika payudara sangat terbendung dan nyeri maka harus menggunakan alat untuk memerah yang banyak dijual di apotik atau toko perlengkapan bayi. Implementasi ASI Eksklusif Implementasi ASI eksklusif adalah tindakan ibu untuk memberikan bayinya ASI secara eksklusif atau tidak. Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu: (1) mempersiapkan payudara bila diperlukan, (2) mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui, (3) menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya, (4) memilih tempat melahirkan yang ”sayang bayi”, (5) memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif, (6) Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran dalam menyusui bayinya, dan (7) menciptakan pikiran positif tentang ASI dan menyusui. Ibu yang sedang hamil dan memasuki trimester akhir hendaknya mengurut payudara sehingga setelah melahirkan, ASI dapat langsung keluar dan bisa disusukan kepada bayinya. Kegagalam pemberian ASI eksklusif umumnya adalah karena setelah melahirkan ASI tidak keluar sehingga banyak ibu memberikan bayinya madu atau susu formula karena khawatir bayinya kekurangan cairan. Selain faktor ASI tidak keluar begitu melahirkan masih banyak faktor lain yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif seperti tradisi memberikan nasi pisang yang dilumatkan kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan dengan alasan supaya bayinya kenyang dan nantinya tidak rewel, serta memberikan susu formula ketika ibu bepergian atau bekerja. Sosialisasi ASI perahan yang belum tersebar luas juga merupakan salah satu penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif di mana banyak ibu-ibu yang menyangka ASI yang sudah dikeluarkan akan cepat basi dan belum terbiasanya memerah ASI. Dengan demikian susu formula merupakan alternatif pengganti
9
ASI, jika ibu tidak berada di rumah. Bayi yang sudah merasakan susu formula atau dot susu sebelum mendapatkan ASI umumnya tidak mau minum ASI (Roesli 2000). Penyuluhan Ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia membangun terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Margono 2003). Selanjutnya yang dimaksud dengan penyuluhan pembangunan (termasuk pembangunan di bidang kesehatan) adalah upaya transformatif melalui pendekatan pendidikan, komunikasi, dan partisipasi agar masyarakat dapat mengambil keputusan mengelola kegiatan menuju kesejahteraannya (Amanah 2005). Secara internal manusia cenderung mempertahankan pola perilaku, kebiasaan-kebiasaan, dan adat istiadat yang telah dimiliki. Kalaupun manusia ternyata berubah dari zaman ke zaman, itu terutama karena pengaruh lingkungan. Penyuluhan
pembangunan
berusaha
mengendalikan
atau
memanipulasi
lingkungan tersebut sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orangorang tertentu untuk mau mengubah pola perilakunya yang akan memperbaiki mutu hidup mereka. Perubahan perilaku kearah yang berkualitas pada dasarnya merupakan esensi dari penyuluhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara mandiri. Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah hal-hal yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak langsung. Secara umum perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas (keturunan) merupakan konsepsi dasar atau modal bagi perkembangan perilaku, sedangkan lingkungan merupakan kondisi untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).
10
Bloom (Winkel 1996) membagi perilaku ke dalam tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik yang kemudian oleh para ahli pendidikan dikembangkan menjadi hal yang dapat diukur yaitu pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan. Bloom mengklasifikasi ranah kognitif atas tujuh: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi; ranah afektif atas lima: (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3) penilaian, (4) organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup; serta ranah psikomotorik atas tujuh: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola gerakan, dan (7) kreativitas. Asngari (2001) mengatakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang, dapat dilakukan dengan mengubah salah satu ranah itu atau ketiga-tiganya. Perubahan masing-masing ranah itu saling mempengaruhi. Sehubungan dengan itu, kebutuhan menjadi salah satu faktor yang nyata bagi seseorang berperilaku. Kebutuhan itu sendiri ada yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan yang nyata (real needs). Masalahnya tidak semua kebutuhan yang dirasakan seseorang itu merupakan kebutuhan yang nyata, demikian juga sebaliknya, tidak semua kebutuhan yang nyata benar-benar dirasakan seseorang. Dalam kaitan ini penting bagi penyuluh untuk mengubah kebutuhan yang nyata menjadi kebutuhan yang dirasakan individu sasaran penyuluhan. Mardikanto (1992) menjelaskan bahwa hal yang utama adalah felt needs dari pada real needs. Persepsi Persepsi adalah interpretasi individu akan makna sesuatu bagi dirinya dalam menafsirkan suatu obyek dalam lingkungannya. Seseorang dalam memberikan arti pada suatu obyek seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi tersebut sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan pengindraaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu. Hal ini dirasa penting untuk mengetahui prinsip persepsi bagi penyuluh dalam
11
mengapresiasikan bagaimana seseorang menginterpretasikan persepsi terhadap lingkungannya dan sejauhmana persepsi tersebut berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek persepsi ibu bekerja adalah ASI eksklusif. Sehubungan dengan itu menurut Asngari (1984), persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam memegang peranan penting Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam konteks persepsi ibu bekerja, respon terhadap ASI eksklusif dapat berupa memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi adalah kepribadian, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya faktor personal dan faktor situasional atau yang disebut oleh Krech dan Crutchfield yaitu faktor fungsional dan struktural (Rakhmat 2007). Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi di antaranya kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan faktor personal seseorang. Adapun faktor struktural yang mempengaruhi persepsi adalah faktor-faktor yang berasal dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang timbul pada sistem syaraf individu. Kunci utama untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan pencatatan yang benar terhadap suatu situasi (Thoha 1999). Satu orang dan atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama, mengalami kejadian yang sama serta menerima stimulus yang sama, kemungkinan terjadi penerimaan dan
12
penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang dialami. Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Persepsi merupakan proses yang didahului oleh penginderaan, di mana penginderaan merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu panca indera. Proses ini tidak berhenti di sini saja. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito 2002). Persepsi bersamaan dengan keterlibatan dan memori ibu bekerja
akan mempengaruhi
pengolahan informasi. Setelah ibu bekerja melihat, memperhatikan, dan memahami stimulus maka ibu bekerja dapat mengambil kesimpulan dalam pengimplementasian ASI eksklusif pada bayinya. Pengertian persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandangan atau interpretasi ibu bekerja tentang ASI eksklusif terhadap implementasi pada bayi yang dimilikinya. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Ibu Bekerja Faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
persepsi
ibu
bekerja
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari dalam dan faktor yang berasal dari luar. Adapun faktor dari dalam yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja
yaitu: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan ibu,
pendapatan keluarga, jumlah anak yang pernah disusui, dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Adapun faktor
dari luar yang berhubungan dengan
persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yaitu: jumlah jam kerja, jarak tempat tinggal ke tempat kerja, peluang pemberi kerja terhadap ASI eksklusif, dan dukungan suami.
13
Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi seseorang melalui proses belajar yang dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pendidikan merupakan sarana belajar yang selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian dan sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Di era modern ini pendidikan bagi wanita terus meningkat sehingga banyak wanita yang bekerja di luar rumah. Dengan semakin banyaknya wanita yang bekerja khususnya pada wanita yang memiliki bayi menyebabkan terganggunya rutinitas menyusui. Pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam tumbuh kembang anak. Dengan pendidikan yang lebih baik, orang tua lebih dapat
menerima segala informasi terutama yang berkaitan dengan cara
pengasuhan anak dan menjaga kesehatan anaknya (Soetjiningsih 1995). Menurut Khomsan (2002) ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan bayinya. Kasnodihardjo dan Budiarso (1996) mengemukakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Sharma di Burundi mengungkapkan bahwa
tingkat
pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif. Wanita yang berpendidikan SMP ke atas kemungkinan untuk menyusui secara eksklusif adalah dua pertiga dibandingkan dengan wanita yang pendidikannya rendah. Dilihat dari besarnya persentase bayi yang mendapatkan ASI tidak eksklusif, ternyata tidak sama tinggi pada semua strata pendidikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa diantara ibu-ibu yang berpendidikan tinggi besarnya persentase bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ibu-ibu yang berpendidikan rendah. Keadaan demikian mencerminkan belum adanya perubahan yang mencolok beberapa tahun terakhir. Hasil analisis menunjukkan semakin rendah pendidikan ibu, semakin besar proporsi bayi yang diberi ASI tidak eksklusif.
14
Jenis Pekerjaan Ibu bekerja adalah ibu yang mencurahkan waktunya untuk bekerja baik pada sektor formal maupun informal dengan imbalan berupa uang setiap bulannya.
Pekerja di sektor informal menurut istilah umum Depnakertrans,
diartikan sebagai seluruh usaha komersial dan tidak komersial yang tidak terdaftar, yang tidak mempunyai struktur organisasi resmi, dan pada umumnya bercirikan: dimiliki oleh keluarga, kegiatan dalam skala kecil, padat tenaga kerja, menggunakan teknologi yang telah diadaptasi, dan adanya ketergantungan kepada sumber daya lokal. Sektor informal juga dapat diartikan sebagai unit usaha skala kecil yang memproduksi barang dan jasa, dan umumnya masuk dalam golongan yang belum mendapatkan pelayanan dari pemerintah, atau mendapatkan bantuan dari pemerintah yang membuat usaha tersebut berkembang. Pekerja formal diartikan sebagai seluruh usaha komersial yang terdaftar dan memiliki struktur organisasi
resmi
memiliki
ketentuan
dan
aturan
yang
jelas
dengan
mempersyaratkan keahlian yang dimiliki pekerja (Depnakertrans 2006). Gambaran pekerja wanita di sektor formal dan informal menurut Sakernas (Februari 2007) adalah menurut jenis pekerjaan, wanita yang bekerja di sektor formal sebanyak 9,1 juta (sebagai pengusaha hanya 5,5% dan sisanya 94,5% persen sebagai pekerja), sedangkan yang lainnya sebanyak 26,3 juta bekerja di sektor informal (berusaha sendiri, berusaha sendiri dibantu pekerja tidak tetap, dan pekerja bebas di pertanian dan non-pertanian). Peningkatan partisipasi wanita dalam memasuki lapangan pekerjaan di luar rumah dari waktu ke waktu semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan tuntutan
ekonomi
yang
menyebabkan
sebagian
keluarga
tidak
dapat
mempertahankan kesejahteraannya hanya dari satu sumber pendapatan. Selain itu dengan semakin tingginya tingkat pendidikan wanita juga menyebabkan semakin banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah. Masuknya wanita dalam dunia kerja akan mengubah peran ibu dalam mengasuh anak (Sumarwan 1993). Khomsan (2004) menyatakan bahwa konsep tentang ASI eksklusif sekarang ini terasa semakin sulit untuk dilaksanakan oleh ibu-ibu bekerja. Kesibukan akibat bekerja di luar rumah merupakan penghambat utama seorang ibu untuk menyusui anaknya dengan lebih baik.
Sedangkan menurut Azwar
15
(2003), terbatasnya waktu cuti hamil dan melahirkan bagi ibu-ibu yang bekerja menyebabkan masa pemberian ASI eksklusif tidak dapat berlangsung lebih lama, karena ibu harus segera kembali bekerja. Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya upaya untuk memberikan ASI secara eksklusif. Ibu yang bekerja masih dapat memberikan ASI eksklusif dengan cara memerah ASI sebelum berangkat ke tempat kerja, dengan demikian bukanlah suatu alasan bagi ibu untuk tidak menyusui ASI secara eksklusif (Roesli 2001). Kualitas dan kuantitas ASI tidak berpengaruh dengan kondisi ibu bekerja. Pada ibu telah diajarkan cara mempertahankan produksi ASI dengan cara memompa ASI pada saat berada di tempat kerja serta dengan menyusui bayi lebih sering pada malam hari, ternyata jumlah ibu yang ASI nya masih cukup sampai bayi umur 6 bulan lebih sedikit jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, Kondisi ini diduga akibat beban fisik ibu karena pekerjaan sehingga tidak dapat mempertahankan produksi ASI ( Suradi 1992). Pendapatan Ibu dan Keluarga Pendapatan adalah imbalan yang diperoleh seseorang karena pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan yang diterima pada umumnya dalam bentuk uang. Pendapatan keluarga biasanya diukur bukan hanya dari pendapatan seorang saja misalnya pendapatan ibu, tetapi berdasarkan pendapatan dari seluruh anggota keluarga yang bekerja (Sumarwan 2003). Ibu yang bekerja pada sektor informal dimana pekerjaannya tidak terikat oleh peraturan dan jumlah jam yang ditentukan pihak perusahaan cenderung pendapatannya pun rendah. Berbeda dengan ibu yang bekerja pada sektor formal di mana aturan dan pekerjaannya jelas, pendapatan perbulan disesuaikan dengan perjanjian atau aturan yang ada pada perusahaan, di mana UMR Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah Rp. 873.231 (UMR 2009). Biasanya pada perusahaan swasta waktu lembur bekerja diperhitungkan dengan imbalan pendapatan yang lebih banyak daripada kerja normal. Dengan kata lain semakin banyak jumlah jam dalam melakukan kegiatan pada tempat ibu bekerja maka akan semakin banyak pula imbalan berupa gaji yang didapatkan. Hal ini berbeda pada Ibu yang bekerja pada sektor pemerintahan di mana perhitugan pendapatan bukan berdasarkan jumlah jam yang mereka gunakan untuk bekerja tetapi berdasarkan pangkat atau
16
jabatan ibu pada tempat kerja. Dengan demikian jenis pekerjaan di sektor formal maupun informal memiliki pendapatan perbulan yang bervariasi tergantung di mana ibu bekerja. Menurut Soetjiningsih (1995) keluarga yang berpendapatan memadai dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak, karena dengan pendapatan tersebut orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. Keluarga dengan pendapatan yang tinggi, maka pembelian susu formula semakin menunjukkan peningkatan yang cukup besar, tetapi menyusui anak justru mengalami penurunan yang sangat cepat. Contoh ini dapat dilihat dari 60 persen ibu di Gujarat yang memiliki penghasilan rendah menyusui anaknya hingga umur 6 bulan. Persentase ini menurun dengan tajam ketika pendapatan meningkat dan hanya 8 persen saja dari ibu yang pendapatannya tinggi menyusui anaknya (Berg 1986). Sedangkan menurut Depkes (2001) ASI memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi keluarga. Bayi yang tidak mendapat
ASI eksklusif memerlukan
setidaknya 10 kaleng perbulan selama 4 bulan pertama kehidupan bayi. Biaya tersebut seharusnya tidak dikeluarkan jika ibu memberi ASI eksklusif. Meskipun demikian menurut Pudjiadi (2000) ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi baik umumnya telah mendapat pendidikan yang cukup, sehingga mengetahui jenis makanan yang diperlukan ibu selama hamil. Bayi yang dilahirkan juga cukup bulan dan sehat serta dapat memproduksi ASI yang cukup banyak. Oleh sebab itu bayi pada golongan tingkat sosial ekonomi ini umumnya memiliki kesehatan yang lebih baik pula. Jumlah Anak yang Pernah Disusui Ibu Pengalaman menyusui bagi ibu merupakan suatu riwayat menyusui yang akan mempengaruhi proses menyusui selanjutnya. Menurut Nelson (2000) pengalaman menyusui yang baik akan mendorong keinginan ibu untuk menyusui kembali pada kelahiran bayi berikutnya. Sebaliknya pengalaman yang buruk akan membuat ibu menjadi trauma untuk mulai menyusui kembali. Petugas kesehatan perlu mengetahui pengalaman ibu sehubungan dengan pemberian makanan bayi. Hal ini berkaitan dengan jumlah anak yang pernah disusui ibunya, di mana menurut Sajogyo et al. (1994) perlu ada jarak antara kelahiran anak yang satu dengan kehamilan berikutnya setidaknya 18 bulan sampai 2 tahun agar ibu
17
memiliki kesempatan untuk menyusui. Keadaan fisik ibu akan terlalu berat jika harus menyusui dan hamil lagi. Di samping itu kehamilan juga akan mengurangi jumlah ASI yang dikeluarkan bahkan mungkin berhenti sama sekali. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif Menurut Azis (1995) pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh dari pihak luar diri subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara bertanya kepada orang lain, pengalaman sendiri, mendengarkan cerita orang atau melalui media massa. Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding (menyusui) berpengaruh kuat terhadap awal dan periode menyusui. Ibu yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui sebelum melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Suradi (1992) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seorang ibu mau menyusui karena ibu mengetahui cara menyusui yang benar, manfaat, dan keunggulan ASI. Faktor tersebut merupakan pendorong yang mampu memberikan dukungan kepada ibu untuk berhasil menyusui. Hal ini sama dengan pendapat Widjaya (2002) bahwa faktor yang mengakibatkan seorang ibu tidak termotivasi untuk menyusui bayi di antaranya karena kurangnya informasi yang diperoleh ibu tentang manfaat dan keunggulan ASI serta ketidaktahuan ibu untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI pada masa menyusui. Kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui
di mana banyak ibu masa kini
mendapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuannya tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001). Agar pemberian ASI eksklusif dapat berjalan dengan baik, diperlukan manajemen yang baik dalam menyusui, meliputi: perawatan payudara, praktek menyusui yang benar, serta dikenalinya masalah dalam laktasi dan penatalaksanaannya (Mansjoer et al. 2000). Dengan demikian ibu yang ingin berhasil dalam menyusui sebaiknya mempersiapkan diri dengan mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan dasar ASI eksklusif dan manajemen laktasi (Riordan dan Auerbach 1998).
18
Pengetahuan tentang manfaat dan keunggulan ASI eksklusif dari berbagai penelitian sebenarnya sudah dikenal luas oleh masyarakat namun dari penelitian tersebut terungkap bahwa hanya sedikit ibu yang mengetahui bahwa ASI dapat mencegah penyakit tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan di Semarang menunjukkan bahwa wanita dari semua tingkat ekonomi mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang kegunaan ASI dan mempunyai sikap positif terhadap upaya pemberian ASI, akan tetapi dalam prakteknya tidak selalu konsisten dengan pengetahuan mereka, sehingga walaupun pengetahuan dan sikap masyarakat positif, belum menunjukkan perilaku menyusui yang positif ( Kasnodihardjo dan Budiarso 1996). Pengetahuan tentang perawatan payudara perlu diperhatikan oleh ibu menyusui, hal ini diperlukan supaya ibu menyusui tidak mengalami kesulitan selama masa penyusuan pada bayinya. Adapun cara melakukan perawatan payudara dimaksudkan untuk memperbaiki sirkulasi darah dan cairan limfe di daerah payudara, untuk merawat dan melatih puting susu, agar selalu bersih dan tahan terhadap mekanisme gesekan waktu bayi menyusu, dan untuk memperlancar pengeluaran kolostrum dan ASI. Untuk itu perawatan payudara sebaiknya sudah dilakukan sejak ibu hamil pada trimester akhir masa kehamilan. Mengurut payudara juga sangat diperlukan pada minggu-minggu pertama masa menyusui dan sepanjang masa menyusui. Pengetahuan ini seharusnya dimiliki oleh para ibu hamil supaya nantinya dapat memberikan ASI secara eksklusif. Jumlah Jam Kerja Jumlah jam kerja adalah curahan waktu yang dikeluarkan untuk bekerja baik di rumah maupun di luar rumah dengan imbalan pendapatan atau upah setiap bulannya. Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan ibu selain fungsi utamanya sebagai ibu rumah tangga baik kegiatan di sektor formal maupun informal yang dilaksanakan di luar rumah secara rutin dengan tujuan untuk mencari nafkah. Berdasarkan hasil penelitian Arifin (2002), ibu yang bekerja mempunyai waktu yang relatif sedikit untuk rumah tangga, sehingga dengan turut sertanya ibu bekerja untuk mencari nafkah khususnya ibu yang masih menyusui bayinya menyebabkan bayi tidak dapat menyusu ASI dengan baik dan teratur sehingga
19
fungsi pengasuhan baralih kepada anggota keluarga yang tinggal di rumah, pada saat itulah umumnya bayi mendapat makanan dan minuman selain ASI. Jumlah jam kerja yang digunakan ibu untuk bekerja di luar rumah akan berdampak pada pola pengasuhan dan pemberian ASI pada bayi yang dimilikinya. Bagi ibu yang bekerja di luar rumah, curahan waktu yang diberikan untuk pekerjaan rumah tangga terutama untuk mangasuh anak relatif berkurang. Peran dan tugas ibu untuk mengasuh, merawat, dan mendidik anak seringkali diserahkan kepada orang lain. Pada hakekatnya kesibukan karena bekerja tidak selalu mutlak menimbulkan akibat yang kurang baik untuk perkembangan anak, sebab yang lebih penting adalah kualitas hubungan antara ibu dan anak. Kegiatan ekonomi wanita akan berdampak negatif jika kegiatan itu tidak dapat dijalankan selaras dan bersama-sama dengan mengasuh anak atau jika ibu tidak mendapatkan orang lain untuk merawat anaknya (Riphat 1991). Jarak Tempat Tinggal ke Tempat Kerja Jarak tempat tinggal ke tempat kerja adalah ukuran jauh dekatnya lokasi tempat ibu bekerja yang diukur dengan satuan kilometer. Pada tempat kerja yang mempekerjakan perempuan, secara ideal hendaknya memiliki tempat penitipan bayi/anak, terlepas jauh atau tidaknya lokasi tempat kerja ke rumah. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui setiap beberapa jam. Namun bila tidak memungkinkan karena tempat kerja jauh dari rumah dan tidak memiliki kendaraan sendiri ataupun mobil jemputan dari kantor, menjadikan waktu yang digunakan ibu di luar rumah bertambah karena jauhnya jarak rumah dengan tempat kerja. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan ibu berada di luar rumah karena harus menempuh lokasi pekerjaan yang cukup jauh serta ditambah jumlah jam kerja yang relatif lama. Kondisi demikian menyebabkan curahan waktu untuk anaknya menjadi berkurang. Jarak tempat tinggal ke tempat kerja yang setiap hari harus ditempuh menyebabkan ibu yang bekerja harus berangkat pagi-pagi dan sampai di rumah sore hari. Hal ini berdampak pada berkurangnya curahan waktu yang dimiliki ibu untuk mengasuh bayinya.
20
Peluang Pemberi Kerja terhadap ASI Eksklusif Peningkatan pemberian ASI dilaksanakan sebagai upaya peningkatan kualitas SDM yang merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional, khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan status kesehatan ibu bekerja dan bayinya dilaksanakan secara lintas sektoral dan terpadu dengan melibatkan peran serta masyarakat khususnya masyarakat pekerja. Program peningkatan pemberian ASI menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk mendukung ibu hamil dan ibu menyusui dalam melaksanakan tugas sesuai kodratnya sebagai perempuan dengan memantapkan tanggung jawab dan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah yang terkait, asosiasi pengusaha, serikat pekerja, LSM dalam program pemberian ASI di tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Implementasi program pemberian ASI eksklusif mengupayakan setiap petugas dan sarana pelayanan kesehatan di tempat kerja mendukung perilaku menyusui yang optimal, dengan: 1) Menyediakan sarana ruang memerah. 2) Menyediakan perlengkapan untuk memerah dan penyimpanan ASI. 3) Menyediakan materi penyuluhan ASI. 4) Memberikan
penyuluhan
ASI.
5)
Mengembangkan
dan
memantapkan
pelaksanaan ASI bagi pekerja wanita melalui pembinaan dan dukungan penuh dari pihak pengusaha (Depkes 2005). Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilakukan yaitu: 1) Mengembangkan KIE melalui peningkatan penyuluhan dan promosi dengan mengembangkan KIE yang spesifik melalui metode dan media yang sesuai dengan sasaran, antara lain: seminar, pelatihan, kampanye, siaran melalui media elektronik, dan media cetak. 2) Menggerakkan pengusaha melalui advokasi dan sosialisasi kepada dunia usaha agar memberikan dukungan kepada pekerja wanita yang menyusui bayinya dengan memberikan izin untuk memerah susunya serta menyediakan ruangan khusus untuk memerah ASI yang dilengkapi dengan tempat penyimpanan ASI sementara, (ASI dalam lemari es dapat bertahan selama 2 x 24 jam, sedangkan di luar lemari es bertahan selama 6-8 jam. 3) Meningkatkan keterpaduan, koordinasi, dan integrasi yang dilakukan secara lintas sektoral melalui kegiatan dalam tim baik di tingkat pusat, Propinsi, dan Kabupaten. 4) Mengembangkan dan membina Tempat Penitipan Anak (TPA). 5)
21
Memantapkan pemantauan dan evaluasi dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan secara berkala untuk menilai keberhasilan program ASI eksklusif bagi pekerja wanita baik dari segi pelaksanaan maupun dampaknya pada peningkatan produktivitas kerja dan peningkatan status kesehatan dan gizi ibu maupun bayinya (Depkes 2005). Suatu program peningkatan pemberian ASI pada pekerja wanita mempunyai dampak positif tidak hanya untuk pekerja tersebut tetapi juga untuk keluarganya, masyarakat, dan terutama untuk organisasi atau perusahaan di mana wanita tersebut bekerja. Untuk mendukung keberhasilan program PP-ASI bagi pekerja wanita maka perlu adanya dukungan dari semua pihak khususnya pihak manajemen perusahaan. Peraturan bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan tentang peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja dimana masing-masing menteri memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu: 1) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
bertugas dan bertanggung jawab memberikan
pengetahuan dan pemahaman pada pekerja/buruh perempuan tentang pentingnya ASI bagi tumbuh kembang anak serta kesehatan pekerja/buruh perempuan dan memberikan pemahaman dan kesadaran pengusaha/pengurus di tempat kerja tentang pemberian kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja. 2) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertanggung jawab mendorong pengusaha/pengurus, serikat pekerja/serikat buruh agar mengatur tata cara pelaksanaan pemberian ASI dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dengan mengacu pada ketentuan
peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan
dan
mengkoordinasikan pemasyarakatan pemberian ASI di tempat kerja. 3) Menteri kesehatan bertanggung jawab melakukan pelatihan dan menyediakan petugas terlatih pemberian ASI dan
menyediakan, meyebarluaskan bahan-bahan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang peningkatan pemberian ASI (Depkes 2008).
22
Dukungan Suami Dukungan suami berperan aktif terhadap keberhasilan seorang ibu dalam praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya (Roesli 2000). Wanita secara fisik mampu menyusui, ditambah lagi jika mereka mendapatkan dorongan yang cukup dari anggota keluarga untuk menyusui secara eksklusif. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan ibu menyusui, dukungan suami adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari suami. Sebenarnya suami mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu (Roesli 2000). Proses menyusui bukan hanya hubungan antara ibu dan bayi, tetapi suami juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya. Upaya yang dapat dilakukan suami adalah membantu merawat bayi dan menciptakan suasana nyaman. Suami dapat membantu menggendong bayi dan memberikannya kepada ibu saat bayi ingin disusui, kemudian suami membantu mengganti popok, memandikan bayinya, mengajak bermain, serta mendendangkan lagu buat bayinya. Suami juga diharapkan membantu pekerjaan rumah tangga bahkan membantu memijat bayinya (Roesli 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Clinical Pedriatric pada tahun 1994, terdapat 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan bahwa kelancaran menyusui hanya 26,9 persen karena suami tidak mengerti peranannya. Sedangkan keberhasilan menyusui mencapai 98 persen karena suami paham akan peranannya. Oleh sebab itu
maka keterlibatan suami dalam keberhasilan
menyusui sangat besar, bahkan Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah (Roesli 2004). Lebih lanjut Roesli (2008) menjelaskan bahwa di Australia dan di beberapa negara bagian di Amerika, selain empat bulan cuti ibu melahirkan, ada juga cuti bagi ayah yang mempunyai bayi baru lahir selama 2-4 minggu.