TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM BAHASA INDONESIA OLEH GURU DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS (STUDI KASUS DI SMA NEGERI 1 PADANG)
ARTIKEL
SIERMIATI NPM 1110018512007
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015
1
TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM BAHASA INDONESIA OLEH GURU DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS (STUDI KASUS DI SMA NEGERI 1 PADANG) Siermiati1, Syahrul R2, Diana Kartika3 Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta, 2 Universitas Negeri Padang, 3Universitas Bung Hatta. Email:
[email protected]
1
Abstract
The background of this research is the teacher always use directive speech act does’nt match the contact so that not give an convertable so the student in the learning process. The research doing to explain the directive speech acts used in the Indonesian language teachers in SMAN 1 Padang relating to the form of a directive speech act, the type of directive speech acts, and strategies used in the directive speech act. The research uses the theory of Searle (1979) about directive speech act theory and politeness Brown and Levinson (1987) on the concept of face. This type of this research is descriptive qualitative research method. Data of the research is a speech teacher taken through recording. The data were analyzed with the Miles and Huberman models with data reduction, data presentation, and conclusion. Data directive speech acts were identified and classified based on the form of directive speech acts are used, the type, and strategies narrate. Based on the research findings, it was concluded form of directive speech act mode using declarative, interrogative, and imperative. Type of speech act requested, asking, commanding, forbidding, approve, and advising. The strategy used the strategy speech frankly without further ado (BTTB), speechk with politeness strategies positive (BDBKP), speech with a strategy of negative politeness (BDBKN), and vague strategy (BS). Keywords: directive speech acts, strategy of speech act, Indonesia language, teacher, learning process. Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh guru yang sering menggunakan tindak tutur direktif yang tidak sesuai dengan konteks, sehingga memberi ketidaknyamanan bagi sisiwa dalam proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan tindak tutur direktif berbahasa Indonesia yang digunakan guru dalam pembelajaran di SMA Negeri 1 Padang, yang menyangkut bentuk tindak tutur direktif, jenis tindak tutur direktif, dan strategi yang digunakan dalam tindak tutur direktif. Penelitian menggunakan teori Searle (1979) tentang tindak tutur direktif dan teori kesantunan Brown dan Levinson (1987) tentang konsep muka. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Data penelitian adalah tindak tutur guru yang diambil melalui perekaman. Data yang terkumpul dianalisis dengan model Miles dan Huberman yakni dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Data tindak tutur direktif tersebut diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan bentuk tindak tutur direktif yang digunakan, jenis, dan strategi bertutur. Berdasarkan temuan penelitian, disimpulkan bentuk tindak tutur direktif menggunakan modus deklaratif, interogatif, dan imperatif. Jenis tindak tutur meminta, bertanya,
2
memerintah, melarang, menyetujui, dan menasihati. Strategi yang digunakan yakni strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB), strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif (BDBKP), strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif (BDBKN), dan strategi samar-samar (BS). Dari pembahasan disarankan agar tindak tutur yang digunakan hendaknya tidak selalu menggunakan jenis tindak tutur direktif memerintah karena tindak tutur memerintah dalam pembelajaran menyebabkan tekanan bagi siswa dalam melakukan tindakan tersebut. Kata kunci: tindak tutur direktif, strategi bertutur, bahasa Indonesia, guru, dan pembelajaran. 1. PENDAHULUAN Komunikasi yang terjadi pada manusia terjadi di mana saja, kondisi apa saja, dan media yang digunakan melalui bahasa. Tidak terkecuali dalam ranah pendidikan, khususnya di ruang kelas merupakan wahana pertemuan antara guru dan siswa dalam bertindak tutur. Tindak tutur yang digunakan guru berbentuk komunikasi verbal dan nonverbal dalam berinteraksi di kelas. Komunikasi verbal berupa bahasa lisan maupun tulisan sebagai medianya. Sementara itu, komunikasi nonverbal dalam bentuk bahasa tubuh dan ekspresi muka yang beriringan dengan bahasa lisan ketika bertindak tutur. Guru berperan aktif dalam mengkomunikasikan bahasa lisan maupun tulisan dalam pembelajaran di kelas yakni dengan mengkomunikasikan maksud atau pesan secara singkat, jelas, dan terpola. Jika guru kurang memperhatikan tindak tuturnya maka maksud atau pesan yang disampaikan tidak sampai atau tidak tercapai tujuan secara tepat. Dalam kajian pragmatik yang membahas tentang tindak tutur menarik untuk diteliti, khususnya tindak tutur direktif guru ditemukan seperti tindak tutur meminta, bertanya, memerintah, melarang, menyetujui, dan menasihati, serta ditemukan juga tuturan dengan modus deskriptif, interogatif dan imperatif. Tindak tutur direktif dijadikan pokok penelitian karena tindak tutur direktif dapat mengancam muka, baik muka penutur maupun mitra tutur,
sehingga membuat mitra tutur harus berhati-hati jika tidak ingin menanggung risiko. Hal yang paling penting bahwa bertindak tutur perlu dipelajari karena penutur selalu terlibat komunikasi dengan mitra tutur setiap hari. Berdasarkan penelitian awal yang diselenggarakan di SMA Negeri 1 Padang pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014, ditemukan dalam proses pembelajaran, guru sering menggunakan tindak tutur direktif yang tidak sesuai dengan konteks, sehingga memberi ketidaknyamanan bagi sisiwa dalam proses pembelajaran. Tindak tutur direktif yang merupakan salah satu jenis tindak ilokusi yang mengharapkan maksud dari penutur. Menurut Leech (1993:164) tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang ditata untuk menghasilkan sebuah efek melalui dorongan dari penutur. Dalam bertindak tutur, penutur dan mitra tutur harus memahami strategi bertutur dengan mempertimbangkan adanya perbedaan jarak sosial antara penutur dan mitra tutur, status sosial penutur yang lebih tingi dari mitra tutur, serta ancaman suatu tindak tutur berdasarkan suatu budaya tertentu (Brown dan Levinson, (1997:76—77). Beranjak dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tindak tutur direktif guru di SMA Negeri 1 Padang dalam proses belajar-mengajar bahasa Indonesia. Tindak tutur direktif berpotensi sebagai tindak pengancam muka kedua belah pihak, baik penutur maupun mitra tutur. Karena itu, guru harus memahami cara bertutur dan
3
memakai strategi bertutur ketika menggunakan tindak tutur direktif, serta memperhatikan konteks situasi saat tuturan berlangsung. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bentuk tindak tutur direktif, mengetahui jenis tindak tutur direktif, dan menjelaskan strategi bertutur yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas di SMA Negeri 1 Padang. 2. KAJIAN PUSTAKA Austin (1965:98—101) menguraikan tiga jenis tindakan yang melekat pada tindak tutur. Tindakan-tindakan tersebut adalah sebagai berikut: (1) tindak lokusioner (locutionary acts); (2) tindak ilokusi (illocutionary acts); dan (3) tindak tutur perlukusi (perlocutionary acts). Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur yang sesuai dengan makna kalimat yang diujarkan. Tindak tutur lokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan, the act of saying something. Dalam tindak lokusioner tidak mempermasalahkan maksud dari ujaran tersebut, tetapi tindak lokusioner merupakan tindak menyampaikan informasi melalui penutur. Tindak tutur ilokusioner (illocutionary acts) adalah tindak melakukan sesuatu dalam bahasa Inggris disebut dengan the act of doing something. Tindak tutur perlokusi (perlocutionary acts) merupakan tindak tutur yang memberikan pengaruh kepada petutur. Tindak perlokusi dalam bahasa Inggris disebut the act of affecting someone. Selain ketiga jenis tindak tutur tersebut, langsung dan tidak langsung tuturan tidak dapat dilepaskan dalam bertindak tutur. Menurut Parker, tuturan bring me my coat (Ambilkan jaket saya) menunjukkan suatu tindak ilokusioner yaitu meminta sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur langsung. Berbeda dengan tuturan could you bring me my coat? (dapatkah Anda mengambilkan jaket saya?) tuturan ini merupakan tindak
ilokusionernya bertanya, dan secara tidak langsung termasuk tindak ilokusioner meminta yang tidak langsung (Nadar, 2009:17—19). Secara khusus, Searle (1969:8) mendeskripsikan tindak ilokusi ke dalam lima jenis tindak tutur yang memiliki fungsi komunikatif. Kelimat jenis tindak tutur tersebut diramu sebagai berikut: (a) assertives, we well people how thing are; (b) directives, we try to get them to do things; (c) commissives, we commit ourselves to doing things; (d) expressives, we exspressour felling and attitudes, and (e) declaration, we bring about changers in the world through our utterences. Berpijak kepada pendapat Searle, Gunarwan (1994:48) menjabarkan jenis tindak tutur tersebut ke dalam lima jenis yang dijabarkan sebagai berikut. (1) Tindak tutur asertif (assertives), yaitu tindak tutur yang mengikat penutur terhadap apa yang diujarkan dalam tuturan itu. Misalnya, menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming), (2) Tindak tutur direktif (directives), yaitu tindak tutur yang dituturkan penutur dengan maksud memberikan pengaruh kepada mitra tutur agar melakukan tindakan yang diinginkan penutur. Misalnya, memesan (ordering), memerintah (comanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending). (3) Tindak tutur ekspresif (expressives), yaitu tindak tutur yang menyatakan sikap psikologis penutur terhadap sesuatu. Misalnya meminta maaf (pardoning) , berterima kasih (thanking), dan memberi selamat (congratulating). (4) Tindak tutur komisif (commissives), yaitu tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau penawaran. Misalnya; berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan (offering). (5) Tindak tutur deklarasi (declarations), yaitu tindak
4
tutur yang menghubungkan apa yang tuturkan dengan realita sebenarnya. Misalnya, memutuskan, memberi nama, dan mengangkat. Searle membagi tindak tutur direktif ke dalam enam jenis, yakni: (a) requestive (meminta) yang meliputi: meminta, memohon, menekan, mengundang, dan mendorong; (b) questions (pertanyaan) yang meliputi: bertanya, inkuiri, dan menginterogasi; (c) prohibitives (pelarangan) yang meliputi: melarang dan membatasi; (d) requirement (persyaratan) yang meliputi: menghendaki, memerintah, mengarahkan, dan menuntut; (e) permissives (persetujuan) yang meliputi: menyetujui, mengabulkan, mengizinkan, membolehkan, dan memaafkan; serta (f) advisories (nasihat), yang meliputi menasihati, memperingatkan, mengusulkan, menyarankan (Ibrahim, 1993:27—32). Bach dan Harnish (1979) mengelompokan tindak tutur direktif menjadi enam bagian, yaitu (1) kelompok permintaan yang mencakup: meminta, memohon, mengajak, mendorong, mengundang, dan menekan; (2) kelompok pertanyaan yang menyangkut bertanya, berinkuiri, dan berinterogasi; (3) kelompok persyaratan yang mencakup memerintah, menuntut, mendikte, mengarahkan, mengintruksikan, mengatur, dan mensyaratkan; (4) kelompok larangan yang mencakup melarang dan membatasi; (5) kelompok pengizinan yang mencakup: memberi izin, membolehkan, mengabulkan, melepaskan, memperkenankan, memberi wewenang, dan menganugerahi; serta (6) kelompok nasihat yang mencakup: menasihati, memperingatkan, mengusulkan, membimbing, menyarankan, dan mendorong (Syahrul, 2008:34). Strategi patut dipakai dalam bertutur oleh penutur dan mitra tutur agar dapat terhindar dari bobot keterancaman muka
atau disebut face-threatening acts (FTA). According to Brown and Levinson (1987: 91—227), realizations of politeness strategies in language consists of five, they are:(1)introduction; (2)bald on record; (3) positive politeness; (4) negative politeness, and (5) off record. Bald on record (a) cases of non-minimization of the face threat and (b) cases of FTA oriented bald on record usage Positive politeness Strategy 1: notice, attnd to H (his interests, wants, needs, goods); strategy 2: exaggerate (interest, approval, sympatathy with H); strategy 3: intensify interest to H; strategy 4: use in group identity markers; strategy 5: seek agreement; strategy 6: avoid disagreement; strategy 7: presuppose / raise/ assert common ground; strategy 8: joke; strategy 9: assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s wants; strategy 10: offer, promise; strategy 11: be optimistic; strategy 12: include both S and H in the activity; strategy 13: give (or ask for) reasons; strategy 14: assume or assert reciprocity, and strategy 15: give gifts to H (goods, sympathy, understanding, cooperation). Negative politeness Strategy 1: be conventionlly indirect; strategy 2: question, hedge; strategy 3: be pessimistic; strategy 4: minimize the imposition, Rx; strategy 5: give deference; strategy 6:apologize; strategy 7: impersonalize S and H; strategy 8 state the FTA as a general rule, and strategy 9 : norminalize; strategy 10: go on record as incurring a debt, or as not indebting H. Off record Strategy 1: give hints; strategy 2: give association clues; strategy 3:
5
presuppose; strategy 4: understate; strategy 5 overstate: strategy 6: use tautologies; strategy 7: use methapors; strategy 8: be ironic; strategy 9: use methapors; strategy 10: use rhetarical questions; strategy 11: be ambiguous; strategy 12: be vague; strategy 13: over generalize; strategy 14 displace H, and strategy 15: be incomplete, use ellipsis. Secara umum pragmatik merupakan ilmu bahasa yang membahas bentuk bahasa dan konteksnya. Konteks memiliki peran yang tidak dapat ditinggalkan dalam pragmatik. Menurut Rahardi (2005:51), konteks sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam tuturan. Dengan demikian, konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebagai tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan. Hymes (1968:99) by using the tools of S.P.E.A.K.I.N.G., a researcher opens up the potential meanings of a speech community or by examining these smaller units. Your interests should help you choose which of these tools will help you with your analysis. S= The first letter ("S") designates Situation, which includes both the scene and the setting. This is where the activities are talking place and the overall scene in which they are a part. P= The second refers to the Participants involved. This area includes the people present and the roles they play, or the relationships
they have with other participants. E= Next, the Ends or goals of communication can be studied. A= Acts, or speech acts include both form and content. That is, any action can be considered a communicative action if it conveys meaning to the participants. K= One can also choose to focus upon the Key or tone of speech. How the speech sounds or was delivered. I= Instrumentality or the channel through which communication flows can be examined. N= The Norms of communication or the rules guiding talk and its interpretation can reveal meaning. G= Finally, one can look at cultural or traditional speech Genres, such as proverbs, apologies, prayers, small talk, problem talk, etc. Eelen berpendapat bahwa kesantunan berkenaan dengan ‘perilaku yang benar’ yang menunjukkan bahwa kesantunan tidak terbatas pada bahasa, tetapi juga mencakup perilaku nonverbal dan nonlinguistik (Syahrul, 2008:14). Selanjutnya, Lavandera menambahkan, untuk melihat tuturan tersebut santun dan tidak santunnya tidak dilihat dari makna bentuk bahasa tersebut, tetapi kesantunan dapat dinilai dari kondisi terjadinya tuturan (Kartika, 2010:35). Masalah muka (face) berkenaan dengan citra diri. Brown dan Levinson (1987:61) mendefinisikan face (muka) sebagai citra diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki oleh setiap warga masyarakat. Muka terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan; (a) muka positif
6
adalah citra diri atau kepribadian positif yang konsisten yang dimiliki oleh warga yang berinteraksi (termasuk di dalamnya keinginan agar citra diri positif ini diakui dan dihargai); dan (b) muka negatif merupakan keinginan setiap warga untuk wilayah, hak perseorangan, dan hak untuk bebas dari gangguan, yaitu kebebasan bertindak dan kebebasan dari kewajiban melakukan sesuatu. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language laearning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanakkanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya (Chaer, 2003:167). Ellis menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Yang pertama tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran berlangsung di dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Tipe kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-lat bantu belajar yang sudah dipersiapkan (Chaer 2003:243). 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metode deskriptif bermaksud menggambarkan secara jelas tentang objek yang diteliti, menggambarkan keseluruhan data secara sistematis, dan akurat. Penelitian ini menggunakan dua data, yakni data tuturan dan catatan lapangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas X IPA 3, 5, 6, 7, dan
IPS 8 serta kelas XI IPA 1, 3, 4, 5, dan 6. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang secara langsung mengumpulkan semua data tentang tindak tutur direktif guru dalam penelitian ini. Selain peneliti sebagai instrumen penelitian, peneliti memakai alat bantu untuk membantu penelitian dengan mempersiapkan alat tulis dan alat perekam. Alat perekam yang digunakan adalah tape recorder merek Sony dengan program Cool Edit Pro 2.0. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, perekaman, wawancara. Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek dalam suatu kurun waktu tertentu dan teknik observasi untuk mendapatkan data yang tidak terekam menyangkut peristiwa, gejala, waktu, dan topik. Perekaman digunakan untuk mendapatkan data sebanyak mungkin terhadap bentuk, jenis, dan strategi bertutur berbahasa Indonesia guru dalam proses pembelajaran. Agar peneliti tidak dicurigai merekam percakapan guru, peneliti menyembunyikan tape rekorder di dalam saku dan tas, dan guru tidak tidak mengetahui bahwa tuturan direkam sehingga kealamian data terjaga. Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan komponen-komponen tutur, yang berkaitan dengan tujuan tutur, dan topik tuturan serta wawancara tentang persepsi guru terhadap hasil deskripsi data yang menyangkut bentuk, jenis, dan strategi bertutur berbahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas. Data dapat dinyatakan valid apabila yang dilaporkan sesuai dengan kenyataan terhadap objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik pengecekan keabsahan data menggunakan uji kredibilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009:366—378)
7
bahwa uji kredibitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, dan menggunakan bahan referensi. Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh menggunakan berbagai macam teknik pengumpulan data yang ditemukan lebih dari satu sumber. Menurut Sugiyono, (2009:335—345), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil rekaman, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unitunit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Miles and Huberman (1984:15—20) menjabarkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam menganalisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/perification. 4. PEMBAHASAN 1. Bentuk Tindak Tutur Direktif a. Modus Deklaratif Tuturan bermodus deklaratif bermaksud memberikan suatu informasi kepada mitra tutur mengenai suatu hal atau peristiwa tertentu. Berikut ini dipaparkan data mengenai tuturan yang menggunakan modus deklaratif. (1) G: Besok Anda kan ada lomba penulisan karya ilmiah, nanti Bapak suruh teman Anda memilih judul-judul yang bagus untuk dilombakan. Kutipan (1) guru menggunakan perintah tidak langsung untuk melakukan sesuatu dengan
menggunakan modus deklaratif. Status sosial penutur lebih tinggi daripada mitra tutur sehingga tidak ada alasan bagi penutur untuk melakukan tuturan tersebut. Namun, karena penutur menggunakan kata sapaan Bapak serta penggunaan kata ganti orang kedua jamak Anda yang sering digunakan guru dalam pembelajaran, mengisyaratkan bahwa penutur menyatakan diri sebagai anggota satu kelompok dengan mitra tutur. Dengan demikian, perintah tidak langung tidak mengancam muka mitra tutur sehingga dapat memperlunak daya ilokusi. Selain menggunakan kata ganti orang jamak, juga digunakan penunjuk waktu besok. Dalam konteks pembelajaran di kelas, guru menggunakan perintah tidak langsung berkaitan dengan tugas yang diberikan sebelumnya. b. Modus Interogatif Modus interogatif atau lebih dikenal dengan kalimat tanya, bertujuan menanyakan suatu hal atau persoalan tertentu. Berikut akan diuraikan data yang berkaitan dengan modus interogatif dapat dilihat pada data berikut. (2) G: Dapatkah Anda mengambil daftar hadir di ruangan Ibuk? Modus interogatif digunakan penutur dalam percakan di kelas. Penutur menggunakan modus pertanyaan dengan maksud memerintah. Tuturan dengan modus interogatif tersebut merupakan tuturan yang disampaikan secara tidak langsung. Modalitas yang digunakan dengan menggunakan kata sapaan Ibuk dan kata gantik orang kedua tunggal Anda, sehingga memberikan efek perlunakan daya ilokusi. Berdasarkan konteks situasi, tuturan tersebut ditujukan guru kepada siswa untuk mengambil daftar hadir sebelum memulai pelajaran. c. Modus Imperatif Tuturan bermodus imperatif dalam bahasa Indonesia berfungsi ajakan,
8
perintah, permintaan, atau permohonan agar mitra tutur melakukan sesuatu sesuai keinginan penutur. Berikut diuraikan data yang berkaitan dengan modus imperatif. (3) G: Yang sudah selesai dikumpulkan! S: Ya, Pak. Tindak tutur tersebut merupakan bentuk tindak tutur direktif menggunakan modus imperatif. Modus imperatif atau kalimat perintah tersebut merupakan tuturan lansung, sehingga tingkat keterancaman muka mitra tutur tinggi dan tuturan tersebut dapat memperkuat daya ilokusi. Berdasarkan konteks situasi, tuturan dituturkan guru pada saat proses pembelajaran dan ditujukan kepada seluruh siswa yang sedang mengerjakan tugas di ruang kelas. 2. Jenis tindak tutur direktif a. Tindak Tutur Direktif Permintaan (Requestif) Tindak tutur direktif meminta merupakan tindak tutur yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur dengan maksud meminta mitra tutur agar melakukan tindakan yang sesuai dengan maksud penutur. Tindak tutur direktif meminta yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas dijelaskan sebagai berikut. (4) G:Tolong siapkan buat formulir notulennya, nanti kalau sudah selesai kumpulkan ke Ibuk sebagai nilai kognitifnya. S: Ya, Buk. Tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur direktif meminta yang digunakan guru atau penutur agar siswa atau mitra tutur melakukan tindakan dengan maksud yang disebutkan oleh penutur dalam tuturannya. Indikator yang dijadikan sebagai penanda tindak tutur direktif meminta ditandai dengan modalitas tolong. Tuturan tersebut merupakan bentuk perintah tidak langsung yang dilakukan oleh guru dan ditujukan kepada siswa yang terlibat dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas. Sesuai dengan konteks situasi
tutur, tuturan tersebut terjadi pada saat siswa sedang menampilkan hasil rapat di depan kelas, masing-masing notulen rapat diminta untuk menyimpulkan hasil rapat. Tindak tutur tersebut tidak menimbulkan efek untuk memperkuat daya ilokusi sehingga tidak mengancam muka mitra tutur. b. Tindak Tutur Direktif Pertanyaan (Questions) Tindak tutur direktif pertanyaan merupakan tindak tutur yang dikemukakan oleh penutur dengan maksud bertanya kepada mitra tutur. Berikut cuplikan datanya. (5) G:Kesederhanaan Bung Hata dilihat dari mana? S: Dia ingin beli sepatu Bally, Buk. G:Ya. Kalau kita pikir-pikir dak kan mungkin seorang wakil presiden tidak mampu membeli sepatu Bally. Tapi Bung Hatta beda, meskipun Dia orang nomor dua di Indonesia, dia lebih mementingkan rakyatnya. Ketika dia jalan-jalan ke luar negeri dia ingin sekali membeli sepatu Bally tapi dia berpikir dari pada dia membeli sepatu itu lebih baik dia berikan uangnya kepada rakyatnya, sehingga sampai akhir hayatnya potongan kertas sepatu Bally masih ada tersimpan. Tindak tutur tersebut menunjukkan tindak tutur direktif pertanyaan yang dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai maksud yang disebutkan di dalam tuturan tersebut. Indikator yang menunjukkan tindak tutur direktif pertanyaan dengan ditandai pemakaian modalitas dari mana dalam pertanyaan kesederhanaan Bung Hatta dilihat dari mana dan penanda modalitas jawaban ya serta tuturan yang menghendaki informasi. Penggunaan penanda modalitas tersebut dapat menurunkan tingkat keterancaman muka mitra tutur dan sekaligus upaya penutur untuk mendekatkan diri kepada mitra tutur tanpa memperhatikan status sosial
9
dan berusaha memperlebar jarak sosial, sehingga tuturan tersebut dapat memperlunak daya ilokusi. Tindak tutur terjadi di ruang kelas pada saat proses pembelajaran. Tuturan tersebut terjadi di dalam kelas, pada saat guru menerangkan materi tentang biografi Bung Hatta. Tindak tutur tersebut ditujukan kepada semua siswa yang sedang mengikuti proses pembelajaran. c. Tindak Tutur Direktif persyaratan (Requirement) Tindak tutur direktif persyaratan merupakan tindak tutur dituturkan penutur untuk memerintah, mengarahkan, menghendaki, dan menuntut mitra tutur agar melakukan tindakan sebagaimana maksud tuturan tersebut. Data berikut memperlihatkan tindak tutur direktif persyaratan. (6) G: Anak Bapak sekalian, sekarang pelajaran kita tentang prosedural. Sekarang Bapak perintahkan Anda menyampaikan bagaimana cara memasang tali sepatu. Lutfi maju ke depan! Peragakan kepada kami bagaimana cara memasang tali sepatu! Tindak tutur memerintah yang dilakukan penutur kepada mitra tutur agar melakukan tindakan sesuai dengan maksud penutur dalam tuturannya tergambar pada kutipan (6). Indikator yang menunjukkan tindak tutur direktif memerintah terdapat pada ujaran Lutfi maju ke depan! yang memberi maksud memerintah siswa memperagakan cara memasang tali sepatu. Penggunaan kata sapaan halus Anak Bapak sekalian, kata sapaan Bapak, penggunaan kata ganti orang pertama kami, kita dan Anda, dan penyebutan nama siswa Lutfi menandakan bahwa penutur sudah akrab dengan mitra tutur. Pengunaan kata sapaan tersebut memberikan efek pelunakan daya ilokusi. Dilihat dari konteks situasi, tuturan tersebut terjadi pada saat guru memberikan materi pelajaran teks prosedural. Tindak tutur
itu ditujukan guru kepada siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk memperagakan prosedur pemasangan tali sepatu di depan kelas. d. Tindak Tutur Direktif Pelarangan (Prohibitives) Tindak tutur direktif pelarangan merupakan tindak tutur yang dikemukakan penutur untuk melarang mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dilarangkan tersebut. Kutipan berikut memperlihatkan hal itu. (7) G :Kan gagah anak bujang bapak kalau dimasukkan baju ke dalam seperti ini. Jangan keluarkan bajunya sampai pulang ya, Faldo. Tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur direktif melarang dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan dengan maksud yang disebutkan oleh penutur. Indikator yang menandakan tindak tutur direktif melarang ditandai dengan modalitas jangan. Tindak tutur itu menimbulkan efek memperkuat daya ilokusi dan membuat bobot keterancaman muka mitra tutur. Namun, karena guru menggunakan pujian dalam tuturan kan gagah anak bujang bapak, membuat tingkat keterancaman muka mitra tutur rendah sehingga memperlunak daya ilokusi. Berdasarkan konteks situasi tutur, tindak tutur (7) ditujukan kepada seorang siswa yang sedang mengikuti pelajaran dalam kelas tidak memasukkan baju, setelah diberitahu, barulah siswa tersebut memasukkan bajunya sehingga terjadilah tindak tutur tersebut. Tindak tutur tersebut merupakan respons guru terhadap tuturan sebelumnya. e. Tindak Tutur Direktif Persetujuan (Permistives): membolehkan Tindak tutur direktif persetujuan (membolehkan ) merupakan tindak tutur yang dikemukakan penutur agar melakukan tindakan sebagaimana maksud yang terkandung dalam tuturan.
10
Data yang memperlihatkan tindak tutur direktif persetujuan (membolehkan) yang digunakan guru dipaparkan sebagai berikut. (8) G: Anda boleh konsultasi dengan teman dekat. S: Ya, Pak. Tindak tutur direktif membolehkan merupakan tindak tutur yang digunakan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan maksud yang dituturkan penutur. Tuturan tersebut merupakan respons dari tuturan sebelumnya baik dari siswa maupun dari guru. Indikator yang dijadikan sebagai penanda tindak tutur direktif membolehkan ditandai dengan modalitas boleh. Selain menggunakan penanda modalitas, juga digunakan kata ganti orang kedua tunggal Anda. Pemakaian penanda modalitas dan kata ganti orang menandakan bahwa guru akrab dengan siswa sehingga tidak ada alasan bagi guru untuk melakukan tuturan tersebut, dan tuturan tersebut dapat memperlebar jarak sosial antara penutur dan sekaligus dapat memperlunak daya ilokusi sehingga tuturan tersebut tidak menimbulkan bobot keterancaman muka mitra tutur. Berdasarkan konteks situasi tutur, tuturan tersebut terjadi pada saat guru memberikan materi ajar tentang penulisan karya tulis ilmiah dan tindak tutur tersebut merupakan respons guru terhadap tindak tutur siswa sebelumnya dan tindak tutur itu ditujukan kepada semua siswa yang sedang mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. f. Tindak Tutur Direktif Nasihat (Advisories) Tindak tutur direktif nasihat (menyarankan) merupakan tindak tutur yang dituturkan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai maksud penutur. Cuplikan data berikut memperlihatkan tuturan tersebut. (9) G: Lebih bagus membuat judul dengan diskusi dari pada membuat sendiri S: Ya, Pak.
Tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur direktif menyarankan yang digunakan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan maksud penutur dalam tuturannya. Indikator yang menandakan tindak tutur direktif menyarankan ditandai dengan frasa lebih bagus membuat judul dengan diskusi dari pada membuat sendiri. Tuturan tersebut disampaikan dalam bentuk tuturan tidak langsung, sehingga tuturan tersebut tidak menimbulkan keterancaman muka mitra tutur dan sekaligus dapat memberikan efek memperlunak daya ilokusi. Sesuai dengan konteks situasi tutur, tuturan itu terjadi di dalam kelas pada saat siswa sedang mengikuti mata pelajaran bahasa Indonesia dengan materi ajar penulisan karya tulis ilmiah. Tindak tutur itu ditujukan guru kepada seluruh siswa yang terlibat dalam proses belajarmengajar di ruang kelas agar siswa berdiskusi dalam menetapkan judul penelitian. 3. Strategi Tindak Tutur Direktif a. Bertutur Terus Terang tanpa Basa-Basi (BTTB) Strategi bertutur terus terang tanpa basabasi (BTTB) dalam tuturan berbentuk perintah langsung yang ditandai dengan penanda modalitas, frasa, dan kata keterangan, sehingga, tuturan tersebut memiliki daya ilokusi yang kuat yang berpotensi sebagai tindak pengancam muka petutur. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (10)G:Ulang kembali! Anda membaca kumur-kumur. S: Ya, Pak. Pada tindak tutur tersebut menunjukkan adanya bentuk perintah langsung yang dituturkan penutur kepada mitra tutur. Strategi BTTB digunakan dengan maksud memerintah penutur melakukan sesuatu yang ditandai dengan menggunakan frasa ulang kembali, baca lagi dan pemarkah jawab ya sesuai dengan tutauran itu. Tuturan tersebut dituturkan untuk memerintahkan siswa
11
mengulangi bacaannya kembali agar siswa lain memahami penyampaian siswa tersebut. Tuturan tersebut memperkuat daya ilokusi dan dapat menyebabkan risiko ketencaman muka mitra tutur. Berdasarkan konteks situasi, tindak tutur itu terjadi di dalam kelas pada saat guru memberikan materi pelajaran tentang teks prosedur kompleks. Tindak tutur tersebut ditujukan guru kepada siswa yang tidak jelas membacakan hasil tugasnya di depan kelas. b. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Positif (BDBKP) Bertutur dengan basa-basi kesantunanan positif termasuk dalam tuturan tidak langsung dan upaya untuk memperlunak daya ilokusi. Strategi BDBKP dengan substrategi menggunakan penanda identitas sebagai anggota kelompok yang sama dapat dilihat pada data berikut. (11) G: Ananda sekalian, dari biografi orang terkenal ini, Anda apresiasikan kepada diri Anda. Jika Bung Hatta terkenal kesederhanaannya, maka kita refleksikan kepada diri kita apakah kita bisa hidup sederhana seperti Bung Hatta. Kutipan (11) merupakan tuturan dengan menggunakan strategi BDBKP ditandai dengan adanya substrategi penanda identitas kelompok yang sama. Penanda modalitas yang digunakan adalah kita. Penggunaan substrategi tersebut dapat dipahami bahwa guru mengidentifikasikan diri sebagai anggota kelompok yang sama dengan siswa. Meskipun jenis tindak tutur direktif yang digunakan untuk memerintah, tetapi guru mengikutsertakan diri ketika memerintah, sehingga tindak tutur direktif memerintah dengan strategi BDBKP dikatakan santun. Selain penggunaan kata ganti orang pertama kita, penggunaan kata sapaan Ananda sekalian dan kata sapaan Anda dapat
menurunkan tingkat keterancaman muka mitra tutur dan sekaligus memperlunak daya ilokusi. Berdasarkan konteks situasi, tuturan tersebut ditujukan kepada semua siswa yang sedang melaksanakan proses pembelajaran di ruang kelas.
c. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Negatif (BDBKN) Pelunakan daya ilokusi dilakukan dengan merealisasikan dengan bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif (BDBKN) dengan substrategi memberikan penghargaan. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (12) G: Ya bagus, beri tepuk tangan dulu. Wajah boleh mungil, kesing boleh kecil, tapi isi kepalanya tidak kecil Bapak percaya itu. S: (semua siswa bertepuk tangan) Tindak tutur tersebut merupakan strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif menggunakan substrategi memberikan penghargaan yang ditandai dengan frasa ya bagus dan frasa wajah boleh mungil, kesing boleh kecil, tapi isi kepalanya tidak kecil. Bapak percaya itu. Strategi tersebut direalisasikan ke dalam tindak tutur direktif meminta yang dituturkan penutur dengan menggunakan bentuk tuturan tidak langsung dalam konteks situasi pembelajaran. Penanda tindak tutur direktif meminta ditandai oleh penggunaan frasa beri tepuk tangan dulu dalam tuturan itu. Tuturan tersebut dengan menggunakan frasa ya bagus dan frasa wajah boleh mungil, kesing boleh kecil, tapi isi kepalanya tidak kecil Bapak percaya itu mengandung pijian. Tujuan guru menggunakan substrategi memberi penghargaan untuk memperlebar jarak sosial dengan cara meninggikan kedudukan mitra tutur di hadapan penutur, sehingga mitra tutur merasa diberi kebebasan untuk melakukan keinginannya. Tindak tutur tersebut menimbulkan efek memperlunak daya ilokusi yang tidak mengancam muka mitra tutur.
12
Berdasarkan konteks situasi tutur, tindak tutur itu terjadi di dalam kelas pada saat siswa menampilkan hasil karya tulis ilmiah di depan kelas. Tindak tutur tersebut ditujukan guru kepada siswa yang menampilkan hasil karya tulis dengan bagus. d. Bertutur Samar-Sama (BS) Upaya pelunakan daya ilokusi dilakukan dengan menggunakan strategi bertutur samar-samar Penelitian ini juga menemukan strategi kesantunan bertutur samar-samar (BS) dalam pembelajaran di kelas. Strategi bertutur dengan samarsamar dengan substrategi menggunakan pertanyaan retoris ditemukan pada data berikut. (13) G: Kan sudah ada motto kita SERAASA. Apa itu SERAASA? Strategi bertutur dengan samar-samar ditemukan pada kutipan (13). Pengunaan strategi ini ditandai adanya substrategi menggunakan pertanyaan retotis karena maksud tuturan disampaikan dalam bentuk tuturan langsung. Penggunaan substrategi menggunakan pertanyaan retoris dalam tuturan tersebut dapat dilihat dari maksud tindak tutur yang tidak menghendaki jawaban atas pertanyaan yang diberikan guru karena semua siswa di sekolah tersebut sudah paham arti motto SERAASA yang berarti Segera Ambil Apabila Sampah Ada yang disebutkan guru tersebut. Penggunaan kata SERAASA yang bermaksud memerintah siswa untuk mengambil sampah yang bertebaran di dalam kelas. Penggunaan kata perintah yang dituturkan melalui tindak tutur bertanya menimbulkan efek pelunakan daya ilokusi sehingga tuturan tersebut menjadi santun. Konteks situasi pada saat terjadi tuturan, anggota OSIS sedang mengadakan SIDAK (Instruksi Mendadak) di dalam kelas.
5. SIMPULAN Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan, simpulannya sebagai berikut. 1. Tindak tutur direktif dalam bahasa Indonesia yang digunakan guru dalam pembelajaran disampaikan dengan modus deklaratif, interogatif, dan imperatif yeng berbentuk tuturan langsung maupun tidak langsung. 2. Tindak tutur direktif berbahasa Indonesia guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Padang direalisasikan dalam bentuk permintaan, pertanyaan, persyaratan, pelarangan, persetujuan, dan pengizinan. 3. Strategi yang digunakan guru terhadap siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB), strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif (BDBKP), strategi bertutur dengan kesantunan negatif (BDBKN), dan strategi bertutur samar-samar (BS). Dalam bertutur, guru menggunakan strategi tutur yang berbeda dan dalam konteks yang berbeda pula. Strategi BTTB direalisasikan dalam tindak tutur direktif meminta dan memerintah. Strategi BDBKP dihubungkan dengan pemakaian substrategi seperti tuturan berjanji, dan tuturan menggunakan penanda identitas sebagai anggota kelompok yang sama. Strategi BDBKN dihubungkan dengan pemakaian substrategi seperti tuturan memberikan penghargaan. Tuturan dengan menggunakan strategi samarsamar atau BS yaitu dengan menggunakan tuturan yang menyatakan pertanyaan ritoris, menjadikan pesan ambigu dan tuturan yang menggunakan isyarat. Strategi bertutur dalam tindak tutur direktif tidak terlepas dari konteks situasi pada saat tuturan berlangsung.
13
DAFTAR PUSTAKA Austin, J.L. 1962. How to Do Thing with Words. New York: Oxford University Press. Brown, Penelove and Stephen C. Levinson.1987. Politeness: Some Universals in Language Usage.Cambridge University Press. Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana: Discourse Analiysis. Terjemahan oleh I Soetikno. 1996. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Gunarwan, Asim. 1994. Pragmatik: Pandangan Mata Burung. Jakarta: Unika Atma Jaya. Ibrahim, Abdul Syukur. 1992. Kajian tindak tutur. Surabaya: usaha nasional. Kartika, Diana. 2010. Kesantunan Tindak Tutur Memohon dalam Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa Jepang. Studi Kasus pada Program Bahasa Indonesia Penutur Asing Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Padang: Lembaga Kajian Aset Budaya Indonesia. Leech.1993. prinsip-prinsip pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka. Jakarta: UI.
Searle, John R. 1975. Indirect Speech Act: syntax dan semantics vol. 3, ed. Peter cole dan jerry l. Morgan. New york: Academic Press. Syahrul. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyibak Fenomena Berbahasa Indonesia Guru. Padang: UNP Press. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabetala. Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press: Miles, BB, dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatf. Jakarta: UI Press. Nadar, FX. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
14