1
TINDAK PIDANA JABATAN SUATU BENTUK KEJAHATAN TERHADAP PUBLIK “Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abstrak: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang selama ini diberlakukan dalam menyelesaikan masalah kepidanaan, dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat, karena munculnya berbagai tindang kejahatan baru yang tidak terakomodasi dalam KUHP. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah mengajukan rancangan KUHP, salah satu materi yang terdapat dalam rancangan KUHP tersebut adalah tindak pidana jabatan pada BAB. XXXI. Tindak pidana jabatan adalah segala bentuk tindakan yang dapat merugikan publik sebagaimana yang tertera pada Pasal 652-678 rancangan KUHP. Sedangkan pembaruan hukum yang dikandung dalam rancangan KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana jabatan tidak relevan dengan kondisi perkembangan masyarakat, hal ini nampak pada pengaturan mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap teknologi informasi dan masalah penyalahgunaan jabatan yang merugikan negara, menurut hemat penulis masuk pada tindak pidana jabatan, namun diatur dalam tindak pidana korupsi. Kata Kunci: Tindak pidana jabatan, kejahatan terhadap publik PENDAHULUAN Tindak Pidana Jabatan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditempatkan pada Bab. XXXI mulai dari Pasal 652 sampai Pasal 678, (28 Pasal) bila dibandingkan dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang selama ini berlaku kejahatan yang dilakukan dalam Jabatan berada pada Bab. XXVIII mulai dari Pasal 413 samapai Pasal 437 (25 Pasal), bila dilihat jumlah pasalnya ada penambahan pasal sebagai konsekuensi adanya penambahan terhadap jenis tindak pidana yang telah diakomodasi dalam rancangan tersebut. Sedangkan bentuk kejahatan terhadap publik saat ini juga mengalami penambahan jenis tindak pidana sebagai mana telah diaomodasi dalam rancangan KUHP sebagaimana tersebar dalam bab-bab yaitu: 1. Tindak pidana yang membahanyakan keamanan umum, bagi orang, kesehatan, dan lingkungan hidup (Bab. VII) 2. Tindak Pidana Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu (Bab.XI)
Supremasi, Volume VI Nomor 1, April 2011
3.
Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas (Bab.XII) 4. Tindak Pidana Pemalsuan Materai, Segel Cap Negara, dan Merek (Bab.XIII) 5. Tindak Pidana Kesusilaan (Bab.XVI) 6. Tindak Pidana Pembocoran Rahasia (Bab.XX) 7. Tindak Pidana Penggelapan (Bab.XXVII) 8. Tindak Pidana Perbuatan Curang (Bab.XXVIII) 9. Tindak Pidana Kepercanyaan dalam menjalankan Usaha (Bab.XXIX) 10. Tindak Pidana Penghancuran dan Pengrusakan Barang (XXX) 11. Tindak Pidana Jabatan (Bab.XXXI) 12. Tindak Pidana Korupsi (Bab.XXXII) 13. Tindak Pidana Pemudahan, Penerbitan, dan Pencetakan (Bab.XXXIIV) Jenis tindak Pidana dalam rancangan KUHP tersebut beberapa diantaranya telah dikenal dalam KUHP yang masih berlaku saat ini, sedangkan dalam konteks kejahatan terhadap kepentingan publik Rancangan KUHP telah memunculkan dua bab tindak pidana baru yakni tindak pidana perbuatan curang dan tindak pidana korupsi. Dalam ISSN 1412-517X
2
_______________Tindak Pidana Jabatan Suatu Bentuk Kejahatan Terhadap Publik..., Andi Kasmawati
Rancangan KUHP juga dimunculkan jenis tindak pidana yang membahanyakan kesehatan dan lingkungan hidup dalam kategori tindak pidana yang membahanyakan keamanan umum, tindak pidana penyalah gunaan Narkotika dan Psikotropika serta tindak pidana pencucian uang yang masuk dalam bab tindak pidana Pemudahan. Rancangan KUHP ini merupakan realisasi dari keinginan masyarakat Indonesia untuk melakukan pembaharuan hukum yang selama ini telah dirasakan tidak akomodatif terhadap perkembangan saman. Oleh karena itu dalam uraian makalah ini akan membahas mengenai: 1. Bagaimanakah bentuk konsepsi tindak pidana jabatan dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana ? 2. Apa Relevansinya antara konsepsi tindak pidana jabatan dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana dengan konteks perkembangan masyarakat. PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Pembaharuan hukum khususnya hukum Pidana di Indonesia dilaksanakan melalui dua jalur berupa: 1. Pembuatan Undang-Undang yang maksudnya untuk mengubah, menambah dan melengkapi KUHP yang sekarang berlaku, dan 2. Menyusun Rancangan Kitab UndangUndang Hukum Pidana (RUU-KUHP) yang tujuannya untuk menggantikan KUHP yang sekarang berlaku dan merupakan warisan Kolonial. Pembaharuan hukum (KUHP) itu didasarkan pada alasan-alasan, baik politik, sosiologis, maupun praktis, serta alasan adaptif KUHP nasional yang nantinya diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kecenderungan-kecenderungan internasional yang diakui oleh masyarakat beradab. Usaha pembaharuan hukum pidana melalui penyusunan Rancangan UndangUndang KUHP sudah dimulai sejak tahun 1958 dengan terbentuknya Lembaga
Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) yang kemudian diubah menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Sejak itu berturutturut berhasil disusun Konsep Rancangan KUHP Buku I, Konsep KUHP tahun 1972, Konsep KUHP tahun 1982/1983, Konsep KUHP tahun 1987/1988, Konsep KUHP tahun 1991/1992, Konsep KUHP tahun 1999/2000 dan pada tahun 2004/2005 merupakan perubahan terakhir yang kelak akan di sahkan oleh DPR-RI. Pembaharuan secara harfiah pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang bersifat mengubah keadaan dari yang lama menjadi baru, yang dilaksanakan secara bertahap. Oleh karena sasaran pemabangunan adalah manusia Indonesia, maka perubahan yang diinginkan itu, selain tertujuan pada kebutuhan, juga akan mengubah sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri. Dalam hal ini, sasaran perubahan yang dimaksud tidaklah dapat terlepas dari masalah-masalah yang menyangkut tata nilai yang hidup dalam masyarakat yang hakikatnya menuntut juga adanya keteraturan. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan perlu ditunjang oleh hukum sebagai pengarah dan sarana menuju masyarakat pancasila, yang kita citacitakan berdasarkan undang-undang dasar negara republik Indonesia Tahun 1945. Sejalan dengan itu dalam masa pembangunan ini, sebenarnya hukum tidak hanya diharapkan akan dapat berfungsi sebagai sarana pembaharuan, tetapi sekaligus dapat berfungsi pula sebagai sarana pembangunan masyarakat dan pengayoman masyarakat. Dengan perkataan lain hukum tidak lagi hanya mengikuti perkembangan masyarakat, tetapi tampil didepan memberi arah pada pembentukan suatu masyarkat yang dicitacitakan. Sehubungan dengan hal tersebut, hukum perlu dibangun secara terencana agar hukum sebagai penujang ataupun hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dapat berjalan secara serasi, mempersiapkan masyarakat agar dapat melaksanakan pemabangunan nasional pada umumnya
3 dalam suasana keteraturan, aman, tertib, adil, dan damai. Tindak Pidana Jabatan yang merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap publik, yang menempatkan masyarakat pada posisi yang dirugikan sehingga memerlukan payung hukum untuk memperoleh keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, dalam memperoleh hak-haknya sebagai warga masyarkat yang membutuhkan pelanyanan yang maksimal dari para birokrat (pejabat pemerintahan). Penyusunan Konsep KUHP Baru tidak dapat dipisahkan dari ide/kebijakan pembangunan sistem hukum nasional yang berlandaskan pancasila sebagi nilai-nilai berkehidupan kebangsaan yang dicitacitakan. Ini berarti pembaharuan hukum pidana nasional seyogyanaya juga dilatarbelakangi dan bersumber/berorientasi pada ide-ide dasar (basic ideas) yang terkandung didalamnya keseimbangan nilai/ide/paradigma: 1) moral religius 2) kemanusiaan 3) kebangsaan 4) demokrasi dan 5) keadilan sosial. Harapan tentang pembaharuan hukum teruatama hukum pidana, saat ini sementara dalam proses pembahasan, masalahnya adalah apakah dalam Rancangan KUHP tersebut mampu mengadopsi secara mendasar menganai kejahatan pejabat dalam melaksanakan tugasnya sesuai asas ilmu pemerintahan, dan bentuk penegakan hukumnya yang sangat problematik karena luasnya bidang ilmu tersebut. KONSEP TINDAK PIDANA JABATAN 1. Jabatan dalam Hubungannya dengan Kepentingan Publik Sebagai suatu kenyataan hukum, negara itu merupakan suatu organisasi jabatan-jabatan (Ambtenorganisatie). Yang dimaksud dengan ”Jabatan” ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap (Kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara Supremasi, Volume VI Nomor 1, April 2011
(Kepentingan Umum). Setiap Jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi. Jabatan diadakan guna kepentingan umum (publik), maka terjadi hubungan antara pejabat dan pubik. Adanya hubungan antar pejabat dan publik (masyarakat), sehingga diperlukan mekanisme berupa aturan atau instrumen. Boleh atau tidaknya beraktivitas, administrasi negara beserta perangkatnya dalam suatu instansi negara (pejabat atau pegawai sebagai abdi negara/publik), perlu dipersenjatai satu instrumen, umumnya dengan tindakan konkrit seperti penurunan keputusan-keputusan. Instrumen itu merupakan satu aturan main (tatakrama), yang mengatur langkah administrasi negara pas berhubungan dengan publik/masyarakat. Dalam hubungan antara pejabat (pegawai) dengan publik/masyarakat dijelaskan bahwa ada tatakrama atau aturan (hukum) yang berlaku sebagai sarana untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak, dan bila dilanggar akan mendapat sanksi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hukum. Pejabat yang melakukan pelanggran terhadap jabtannya dapat mengakibatkan kerugian orang lain dalam hal ini publik/masyarakat dapat dilakukan tidakan melanggar hukum sebagaiman telah ditetapkan dalam hukum pidana atau tindak pidana jabatan. 2. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Jabatan Dalam RUU-KUHP Penjelasan Pasal 652 RUU-KUHP dijelaskan bahwa: Yang dimaksud dengan ”Komandan Tentara Nasional Indonesia” adalah komandan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Yang dimaksud ”pejabat sipil” adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diganti
ISSN 1412-517X
4
_______________Tindak Pidana Jabatan Suatu Bentuk Kejahatan Terhadap Publik..., Andi Kasmawati
dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, dan Peraturan pelaksanaannya. Tindak pidana yang diatur dalam pasal-pasal Rancangan KUHP terdiri dari : 1. Penolakan atau Pengabaian Tugas yang Diminta (Pasal 652-653) 2. Penyalahgunaan Jabatan (Pasal 654) 3. Pemalsuan Buku atau Register Administrasi (Pasal 655) 4. Penghilangan atau perusakan Barang Dokumen (Pasal 656) 5. Pegawai Negeri dan Hakim Yang menerima Suap (Pasal 657-659) 6. Penyalahgunaan Kekuasaan (Pasal 660663) 7. Pemaksaan dalam Jabatan dan Penyalahgunaan Kewenangan (Pasal 664665) 8. Pelepasan Orang Yang ditahan (Pasal 666) 9. Tidak Memberitahukan Orang Yang Ditahan (Pasal 667) 10. Penolakan Permintaan Keterangan (Pasal 668-679) 11. Melampaui Batas Kewenangan (Pasal 671) 12. Penyalahgunaan Pengiriman Surat dan Paket (Pasal 672-673) 13. Pembocoran isi Surat, Telegram dan Telepon (Pasal 674) 14. Perluasan Tindak Pidana (Pasal 675) 15. Mengawinkan Orang Yang Terhalang untuk Kawin (Pasal 676) 16. Pengeluaran Salinan Putusan Pengadilan (Pasal 677) 17. Menahan Surat Dinas (Pasal 678). Bentuk-bentuk tindak pidana jabatan dalam Rancangan KUHP tersebut bila dibandingkan dengan KUHP, dari segi substansi tidak begitu banyak yang berubah demikian pula pada penetapan sangksi pidana hanya ada penembahan pada denda dengan berbagaimacam kategori, yang banyak mengalmi perubahan adalah konteks kalimat atau redaksi dari setiap jenis tindakan kejahatan. Mencermati bentuk kejahatan yang kemungkinan akan dilakukan oleh seorang pejabat Militer maupun Pejabat Sipil,
merupakan tindakan kejahatan terhadap masyarkat (Publik). Rumusan-rumusan pasal dalam kejahatan terhadap kepentingan publik memiliki berbagai macam karakter. Konsekuensinya selain terdapat dimensi penegakan hukum pidana, namun tetapi juga dilaksanakan melalui sarana kebijakan negara lainnya, seperti hukum administrasi dan mekanisme spesifik sektor lainnya, termasuk penyelesaian sengketa secara perdata. Selain itu, dalam kerangka penegakan hukum kejahatan ini cenderung berhimpitan dengan hukum administarasi, khususnya berkenaan dengan konteks sanksisanksinya. Karakter sanksi administrasi umumnya bersifat reparatif sedangkan konsep sanksi dalam hukum pidan cenderung retributif. Adanya dua karakter sanksi yang kemungkinan diterapkan dalam tindak pidana jabatan yaitu yang bersifat retributif dimana sanksi yang diberikan bersifat memperbaiki kesalahan dapat berupa sanksi administasi, sedangkan sanksi yang diterapkan dalam hukum pidana adalah sanksi retributif yaitu sanksi hukuman penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana. TINDAK PIDANA JABATAN, RELEVANSINYA DENGAN KONTEKS PERKEMBANGAN MASYARAKAT/PUBLIK Perkembangan Masyarakat saat ini semakin kompleks, karena kompleksnya berdampak pada perilaku yang dapat menimbulkan hubungan hukum antara satu dengan yang lainnya semakin berkembang, yang kemungkinannya dapat menimbulkan pelangaran terhadap aturan yang ada, demikian pula halnya dalam penyelenggaraan suatu jabatan yang dipegang oleh seseorang yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Relevansi antara Tindak Pidana Jabatan dengan Konteks Perkembangan Masyarakat dalam kepentingan publik adalah :
5 1. Dengan mengenalkan konsep akan terbangun sebuah sistem logika pidana (termasuk didalamnya adalah mengenai rumusan-rumusan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana) yang berdaya guna untuk menghadapi jenisjenis kejahatan dengan spesifikasi khusus yang menyerang kepentingan Masyarakat. 2. Dengan mengemas kejahatan terhadap kepentingan publik secara khusus, diharapkan dataran kajian dan praktek hukum diharapkan hukum pidana memiliki mekanisme prefentif dan refresif. Signifikansi lainnya adalah untuk mendorong tidak pidana yang termasuk dalam kategori kejahatan terhadap kepentingan masyarakat sebagai kejahatan yang serius. 3. Faktual bahwa proses transisi demokrasi Indonesia belum sepenuhnya menjamin kepentingan masyarakat secara adil dan pantas. 4. Bahwa posisi tawar masyarakat (sosiety) tidak cukup kuat dihadapan aktor lainnya, seperti aparatur birokrasi dan sektor suasta (koorporasi) HUKUM PIDANA UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN PUBLIK 1. Kodifikasi Hukum Pidana dalam mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Hukum itu bukan merupakan tujuan, tapi hanya merupakan jembatan, yang akan/harus membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. Bila berpegang pada prinsip tersebut, maka kita perlu terlebih dahulu mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan, baru setelah diketahui masyarakat yang bagaimana yang dicitacitakan oleh bangsa Indonesia, dpatlah dicari sistem hukum yang bagaimana yang dapat membawa rakyat kita kearah masyarakat yang dicita-citakan itu dan politik hukum
Supremasi, Volume VI Nomor 1, April 2011
yang bagaimana yang dapat menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki itu. Bila dihubungkan dengan konteks hukum pidana yang berlaku di Indonesia, maka politik hukum dalam hukum pidana diawali dari keberlakuan berbagai jenis hukum yang ada di Indonesia, sebagai masyarakat yang memiliki tatanan hukum sendiri, kemudian mengadopsi hukum yang dibawa oleh kolonial, hingga saat ini masih diberkakukan dengan menyesuaikan perkembangan masyarakat. Kodifikasi hukum (dikumpulkan dalam satu buku/KUHP) dilakukan untuk memberikan legitimasi hukum agar dapat berlaku secara menyeluruh tanpa diskriminasi dan hukum itu dapat dilihat secara utuh. Di Indonesia dikenal dua wujud hukum Pidana yakni: 1. Hukum Pidana dikumpulkan dengan cara menyatukannya dalam satu kitab kodifikasi, dalam hal ini dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2. Hukum Pidana yang tersebar dalam berbagai Undang-Undang yang spesifik. Biasanya dalam bagian terakhir (sebagai kaidah sanksi) memuat ancama hukuman pidana atas pelanggaran pasal-pasal tertentu dari undang-undang teretentu Jenis yang kedua ini seringkali disebut sebagai undang-undang pidana khusus, yang termasuk undang-undang pidana khusus adalah: a. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan b. Peraturan hukum administratif yang memuat sanksi pidana c. Undang-undang yang memuat Pidana Khusus (iussingulaius speciale) yang memuat delik-delik untuk kelompok orang tertentu atau berhubungan dengan perbuatan tertentu. Dibandingkan dengan hukum lainnya Hukum Pidana memiliki karakter tersendiri, dalam pembagian hukum klasik hukum dapat dibagi dalam 4 (empat) penggolongan hukum yaitu: Hukum Tata Negara, Hukum Tata
ISSN 1412-517X
6
_______________Tindak Pidana Jabatan Suatu Bentuk Kejahatan Terhadap Publik..., Andi Kasmawati
Usaha Negara, Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Karakteristik dari hukum Pidana adalah menaungi tata laku dan hubungan antar anggota masyarakat agar selaras dengan kaidah-kaidah hukum, sosial, serta normanorma yang hidup dalam masyarakat, karakter inti dari hukum pidana masuk kedalam noma-norma hukum (undangundang) tersebut jika ada ancaman pidana (straf) terhadap pelanggaran atas norma tertentu. Rancangan Perubahan Kitab UndangUndang Hukum Pidana dalam hal Tindak Pidana Jabatan, bila di persandingkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang ini, tidak mengalami banyak perubahan, sejalan dengan apa yang kemukanan pada penjelasan buku II angka 2 yang berbunyi: ”Seirama dengan lajunya pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, diperkirakan jenis tindak pidana baru masih akan muncul. Oleh karena itu, terhadap jenis tindak pidana baru yang akan muncul yang belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini pengaturannya akan dilakukan dalam undang-undang tersendiri. Dengan demkian, KUHP mendatang (yang saat ini masih dalam bentuk rancangan) masih membuka peluang untuk tumbuh kembangnya pengaturan hukum pidana diluar KUHP. Realitas saat ini, perkembngan hukum pidana khususnya (undang-undang pidana khusus) yang umumnya bersinggungan dengan kepentingan publik termasuk Tindak pidana Jabatan diatur dalam berbagai undangundang yang spesifik. Sejalan dengan politik kodifikasi hukum pidana nasional Indonesia, Rancangan KUHP seharusnya telah memuat jenis tindak pidana yang sebelunya tersebar keberbagai undang-undang di luar KUHP. Dengan demikian nampaklah bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya undangundang baru yang memanyungi tindak kejahatan yang belum muncul saat ini dan belum terakomodir dalam Rancangan KUHP.
Perbedaan lainnya antara Rancangan KUHP dengan KUHP yang selama ini berlaku adalah pada KUHP terdiri dari 3 (tiga) buku sedangkan pada Rancangan KUHP terdiri dari 2 (dua) buku yaitu Buku 1 (satu) tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 6 Bab dari Pasal 1 sampai Pasal 211). Buku 2 (dua) Tentang Tindak Pidana terdiri dari 36 Bab. Dari Pasal 212 sampai Pasal 741, sedangkan bagian ketiga adalah penjelasan. Rancangan KUHP yang terdiri dari: 1. Penjelasan umum, 2. Penjelasan buku kesatu, 3. Penjelasan buku kedua dan 4. penjelasan Pasal demi Pasal. Perbedaan antara Rancangan KUHP dengan KUHP ini nampak sangat jelas dan tajam dari segi substansi karena antara buku II dan Buku III pada KUHP disatukan dalam Rancangan KUHP menjadi buku II, nampak bahwa pemahaman tentang Kejahatan dan Pelanggaran yang dibedakan secara jelas dalam KUHP disatukan dalam Rancangan KUHP dengan merubah konteksnya dimana kedua tindakan tersebut adalah merupakan Tindak Pidana (tindak kejahatan). 2. Rumusan Pasal-Pasal Tindak Pidana Jabatan Dalam Rancangan KUHP Tindak Pidana Jabatan yang dimaksudkan dalam Rancangan KUHP adalah tindakan sebagaimana diatur dari Pasal 652 sampai Passal 677. Rumusan pasal dalam kejahatan jabatan dalam Rancangan KUHP secara garis besar mengabsorpsi ketentuan-ketentuan dalam KUHP, termasuk sistematikanya yang cenderung serupa, masing-masing jenis tindak pidana diberikan judul yang terdiri dari 15 paragraf ditambah satu paragraf perluasan tindak pidana. Rumusan atas tindak pidana jabatan berkaitan dengan penyelenggaraan negara, dimaksudkan untuk memberikan ramburambu bagi pegawai negeri atau yang dipersamakan untuk tidak menyimpang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sebagaimana telah diatur dalam UndangUndang No. 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari
7 Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Pada Pasal 3 undang-undang tersebut mengatur bahwa: Dalam menyelenggarakan jabatannya, pegawai negeri atau yang dipersamakan memiliki acuan etika pelaksanaan pekerjaan. Dalam pasal-pasal pada undang-undang tersebut mengandung asas-asas sebagai berikut : 1. Asas Kepastian Hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara. 2. Asas Tertib Penyelenggaraan negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keselarasan, dan keseimbngan dalam pengendalian penyelenggaraan negara. 3. Asas Kepentingan Umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif 4. Asas Keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. 5. Asas Proporsionalitas yaitu asas yang menutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. 6. Asas Profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Asas Akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau raknyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas yang dikemukakan tersebut menjadi dasar bagi penyelenggara Supremasi, Volume VI Nomor 1, April 2011
pemerintahan maupun profesi dalam menjalankan tugas melanyani masyarakat karena pada prinsipnya pejabata negara atau kaum profesional adalah sebagai pelanyan masyarakat/publik. Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahannya berorientasi pada pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggannya. Menempatkan masyarakat atau pelanggan dengan cara : 1. Mendekatkan diri kepada masyarakat 2. Menempatkan Masyarakat pada kursi pengemudi 3. Mengubah Perhatian Pemerintah yang berorientasi pada lembaga masyarakat atau publik 4. Keakraban dengan pengguna, keterbukaan, dan Holistik PENUTUP 1. Pada Rancangan Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya tindak pidana jabatan, tidak nampak adanya perubahan yang mendasar, hal ini dapat dilihat pada substasi tindak pidana yang diatur pada KUHP lama dengan rancangan KUHP sama saja, yang mengalami perubahan yaitu: 1) adanya pengklasifikasian jenisjenis tindak pidana, 2) semua jenis tindak pidana adalah kejahatan, yang dahulu ada pelanggaran, 3) jernis sanksi mulai dari hukuman penjara hingga denda yang telah dikategorikan. 2. Dalam konsepsi tindak pidana jabatan pada rancangan perubahan KUHP belum nampak relevansi yang tegas dengan kondisi perkembangan masyarakat, hal ini nampak pada pengaturan mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap teknologi informasi dan masalah penyalahgunaan jabatan yang merugikan negara, menurut hemat penulis masuk pada tindak pidana jabatan, namun diatur dalam tindak pidana korupsi.
ISSN 1412-517X
8
_______________Tindak Pidana Jabatan Suatu Bentuk Kejahatan Terhadap Publik..., Andi Kasmawati
DAFTAR PUSTAKA Andi Abu Ayyub. 2006, Rancangan Kitab Undang-UndangHukum Pidana. -------------------- 2006, Substansi Baru dan Pasal-Pasal Rancangan KUHP Yang Krusial. Badra Nawawi Arief. 2005, Pembaharuan hukum Pidana dalam Presfektif Kajian Perbandingan, Citra Aditya Bakti, Bandung. C.F.G. Sunaryati Hartono.1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung. C.S.T. Kansil, 1989 Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. David Osborne & Ted Gaebler, 2005 Mewirausahakan Birokrasi, Reinventing Governmant, Victory Jaya Abdi, Jakarta. David Osborne & Peter Plastrik. 2004, Memangkas Birokrasi, Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, Teruna Grafika, Jakarta. ELSAM & KOMNAS HAM, 2005, Kejahatan Terhadap Publik Dalam Rancangan KUHP. Francis Fukuyama. 2005, Memperkuat Negara, Gramedia, Jakarta. Philiphus M. Hadjon dkk. 1995, Pengantar Hukum Administarasi Indonesia Gajah Mada University Prees,Yogyakarta. Pipit R.Kartawidjaja. 2006, Pemerintah Bukan Negara, Graha Pena Building, Surabaya. Sudarto. 1986, Kapita Selekta Hukum pidan, Alumni Bandung. Wirjono projodikoro. 2003 Asas-Asas Hukum Pidana, Refika Aditama, Jakarta. Yoman Serikat Putra Jaya.2005. Relevansi Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan Hukum pidana Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang
bersih dan bebas dari Korupsi dan Nepotisme.
Kolusi