SATU Bola basket memantul beraturan dibawah telapak tangan seorang gadis tomboy. Dengan sekali lemparan, gadis itu berhasil memasukan bolanya kedalam ring basket dihadapannya. Tak lama ia berteriak girang, karena berhasil mengalahkan seorang pria yang menjadi lawan mainnya. “Yes, gue menang! Hahaha, berarti giliran lo ya yang traktir gue sama Luna minggu ini” katanya sambil mengelap keringat didahinya dengan handuk kecil. “Iya iya... Tapi jangan yang mahal ya, Bunda lagi marah nih gara-gara kemarin makanya gue lagi gak dikasih uang”jawab Kara lalu duduk disebelah gadis cantik yang sedari tadi hanya menunggu ia dan Vio bermain basket. “Kamu sih bolos sekolah! Jadi di skors kan!” omel Luna. “Tau tuh Lun, omelin aja biar kapok! Masa lima hari sekolah, cuma masuk dua hari” timpal Vio. “Eh bondol! Kan dua harinya lo ikut bolos sama gue!” bantah Kara. Lalu ia dan Vio sama-sama beradu pandang dengan datar ketika Luna mengerenyitkan dahinya sambil menatap mereka curiga. Setelah itu, mereka langsung memeluk tubuh mungil Luna seakan menyadari telah berbuat suatu kesalahan.
“Oh jadi kamu bohongin aku, Vi? Katanya dua hari sakit, pantes aku mau jenguk kerumah kamu, ada aja alasannya” “Kamu juga, Kar? Katanya kamu cuma bolos sehari, dua harinya izin nganterin bunda ketemu rekan bisnisnya. Bagus ya kalian” lanjut Luna. Matanya bergantian menatap dua sahabatnya dengan tatapan kesal. Membuat Vio dan Kara semakin merasa bersalah. “Maaf Lun, dua hari itu gue lagi males banget ketemu Matematika” ujar Vio dengan membawa alasan matematika, pelajaran yang memang ia benci sejak lahir, katanya. “Iya Lun, gue lagi pusing banget sama urusan band. Kalo gue masuk, pasti gue langsung dimintain lagu baru sama anak-anak. Soalnya udah lewat deadline tapi gue masih gak punya ide” ujar Kara dengan membawa alasan ekskul bandnya, terlebih ia tercatat sebagai ketua ekskul band di sekolahnya. “Iya iya aku maafin, tapi jangan diulangin lagi ya?” Wajah manisnya perlahan tersenyum. Beruntung Vio dan Kara mempunyai sahabat seperti Luna. Karena kemalasan mereka yang hampir melewati batas, selalu tertolong oleh Luna yang memang dikodratkan menjadi seorang gadis yang pintar dan pemaaf. Luna.
2
“Terus kalian diskors berapa hari?” tanya
“Gue sih gak di skors, hidup gue kan terhiasi oleh kehokian dari lahir” Vio tersenyum kecil sambil melirik Kara yang sudah melotot kearahnya. “4 hari Lun, pak Bambang ngeliat gue lagi makan diluar pas gue bolos sendirian makanya gue langsung dapet skors”jawab Kara. Mendengar itu Luna dan Vio langsung tertawa geli. “Yaudah nanti aku coba ngomong ke pak Bambang, siapa tau hukuman kamu bisa dikasih keringanan” kata Luna yang memang seorang murid kesayangan pak Bambang guru bahasa Indonesia mereka. “Serius? Makasih ya Lun...” “Hidup gue lengkap banget sih. Punya satu malaikat baik, dan satu malaikat jahat” tambah Kara lalu memeluk kedua sahabatnya. “Maksud lo apa, Kar?” Vio menatapnya dengan tajam. Namun Kara dan Luna hanya tertawa pelan sambil mengacak pelan rambut pendek Vio.
3
ALUNA Luna menghempaskan tubuhnya disofa sambil mengetukan jemarinya dipaha, mengikuti alunan musik dari headphone yang ia pasang di telinganya. “Did you regret (Did you regret) Ever standing by my side Did you forget (Did you forget) What we were feeling inside Now I'm left to forget About us” - don‟t forget, demi lovato. “Oh jadi adek gue masih belum bisa lupain mantan ya?” sebuah suara membuat mata Luna terbuka kaget, dan menghentikan nyanyian dari suara merdunya. “Apaan sih kak, orang cuma nyanyi...”bantah Luna. Tangannya meraih headphone ditelinganya lalu memilih pilihan stop pada playlist dihandphonenya. “Masa sih? Kakak kenal kamu dari kamu masih bayi loh, Lun” “Terus apa hubungannya kalo kak Aldy kenal aku dari dulu? Lagian udah ah jangan bahas dia, aku males” omelnya sambil menyenderkan tubuhnya dibahu kakak satu-satunya.
4
“Eh tapi kamu belum cerita sama kakak kenapa kamu putus sm Gio, setiap kakak tanya jawabnya entar-entar mulu” sindir Aldy. “Aku diputusin” “Gara-gara apa?” “Gak masuk akal sih alasannya. Katanya dia cemburu lihat aku sama Kara terus, padahal kan aku gak berduaan tapi bertiga juga sama Vio. Terus lusanya aku lihat dia udah makan dikantin berdua sama anak baru dari kelasnya dia”adu Luna, membuat kakaknya geram. Karena bagi Aldy, siapapun orangnya tidak ada yang berhak menyakiti hati adiknya. “Eh tapi kak Aldy udah janji loh, gak bakal negur Gio”tambah Luna, seakan mengerti kekesalan kakaknya. Aldy hanya menarik nafas panjang, berusaha menghilangkan emosinya. Kalau saja Luna tidak melarangnya, sudah habis wajah Gio ia pukul. “Kamu kenapa gak pacaran sama Kara aja? Kakak lihat, dia baik loh. Jauh lebih baik dari mantan kamu itu” hampir saja Luna tersedak mendengarnya. Entah karena hal apa, tubuhnya mendadak tegang mendapati pertanyaan seperti itu. “Kak, aku sama Kara itu sahabatan...” “Terus kalo sahabatan kenapa? Udah banyak loh, sahabat jadi cinta..”ledek Aldy.
5
Luna mencubit lengan kakaknya seakan tidak setuju dengan ucapannya. Namun diam-diam, kata-kata kakaknya terlintas dalam pikirannya. „Sahabat jadi cinta?‟ “Eh Lun, kamu udah minum obat?”tanya Aldy membuat Luna tersadar dari lamunannya. “Belum kak” “Kok belum?! Kan itu harus diminum rutin! Ayo cepet minum!” “Kan katanya itu cuma vitamin, jadi ya gak harus rutin gapapa kan?”bantahnya santai. “Mau cuma vitamin kek, apa kek, harus tetep rutin! Kamu mau, kakak bilangin sama Mama Papa?”ancam Aldy, lalu Luna beranjak dan menyiapkan obatnya untuk diminum. Aldy menatap adiknya sayu.
Harusnya, Luna memang tidak usah menelan obatobat itu. Harusnya, biar dia saja yang merasakan semuanya. Harusnya...
6
AKARA Akara memetik gitarnya sambil memikirkan nada-nada dari lagu yang akan ia ciptakan. Sambil sesekali menyoret-nyoret kertas dihadapannya, ia meraih rokok yang ia letakan diasbak berbentuk hati. Hadiah dari Vio dan Luna, ketika bandnya berhasil meraih juara pertama pada event tahunan antar sekolah. Tiba-tiba terdengar suara klakson dari perkarangan rumahnya. Ia tersenyum. Bundanya baru saja pulang kerja. Kara mengintip kebawah dari balkon kamarnya, lalu senyumnya mendadak hilang ketika melihat laki-laki itu lagi yang mengantar pulang bundanya. Tak lama kemudian, suara panggilan dari Bundanya menyuruh Kara untuk turun kebawah. Dan karena tidak ingin membuat Bundanya berteriak lebih keras, ia menuruti dan menghampiri Bundanya. “Besok kamu masuk ya, jangan bolos lagi”kata Bundanya sambil terus tersenyum. Sepertinya, suasana hati Bunda sedang bahagia. Membuat Kara malah semakin kesal, tersadar bahwa Bundanya pasti bahagia karena laki-laki tadi. “Bunda kok senyum terus? Abis kemana sama laki-laki itu?”tanya Kara menyelidiki. “Kan Bunda sudah bilang, namanya om Arya. Kamu jangan sensi terus dong sama dia, dia kan baik sama Bunda” 7
“Ah yaudah lah, gak usah bahas dia. Bunda udah makan? Kara belum nih, nungguin Bunda pul....” “Bunda sudah makan, tadi om Arya ajak Bunda makan malam di restoran Jepang kesukaan Bunda” potong Bundanya, lagi-lagi sambil tersenyum bahagia. “Padahal tadi Kara ke restoran itu juga, beli makanan buat Kara sama Bunda. Udah lama, gak makan malem sama Bunda” kata Kara, membuat Bundanya terdiam merasa bersalah. Kara menaiki anak tangga dengan cepat, ia ingin sekali membanting pintu kamarnya kesal. “Maafin Bunda, Kara...” “Sini Bunda temenin kamu makan” “Kara udah gak laper lagi” jawab Kara ketus. Kara hanya tidak bisa terima. Kara yakin, hanya Ayahnya yang benar-benar bisa mencintai dia dan Bundanya sekalipun Ayahnya sudah meninggalkan mereka ke surga...
8
VIOLA Viola mengencangkan volume musik dari speaker dikamarnya, ketika mendengar suara ribut itu datang kembali. Lalu ia menutup kedua telinganya dengan bantal namun suara itu masih terus terdengar, bahkan semakin keras. Dan ia semakin buntu ketika telinganya mendengar suara tamparan lalu diikuti jeritan tangis mamanya. Jemarinya menghampiri rokok diselipan tasnya, lalu menyalakan sambil beranjak keluar dari kamarnya. Sengaja ingin menarik perhatian kedua orang tuanya, ia menghisap dalam-dalam rokoknya ketika melewati pertengkaran mereka. “Viola! Sejak kapan kamu merokok?!”bentak Papanya. “Sejak Vio ngerasa gak punya orang tua lagi. Puas?” jawabnya lalu menyumbulkan asap rokok kehadapan Papanya. “Jangan kurang ajar seperti wanita ini, Viola! Dasar gak becus ngurus anak! Kamu lihat sekarang, Viola ikutan gak bener kayak kamu!!” Papanya menunjuk tajam wajah Mamanya yang juga menatap lelaki itu dengan tatapan benci. “Kamu yang gak becus! Kamu kira saya gak tahu perselingkuhan kamu?” “Kata siapa saya selingkuh?!” wajah Papanya semakin memerah, urat-urat dilehernya semakin terlihat jelas. 9
“Vio harus tau kalau Papanya selingkuh! Jangan hanya menyalahkan saya!” Vio menarik nafas berusaha menahan air matanya. Lalu dengan emosinya, ia berlari keluar rumah setelah sebelumnya membanting kencang pintu rumahnya. Tidak pernah ada kedamaian. Tidak pernah ada kehangatan. Bahkan rasanya, ia sendiri lupa kapan terakhir kali ia merasakan kebahagiaan yang seutuhnya. Yang ia tahu, tidak pernah ada ketulusan selain dari kedua sahabatnya. Luna dan Kara...
10