Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
TERIMA KASIH IBU... ENGKAULAH INSPIRASIKU [caption id="attachment_304" align="alignleft" width="150"]
Terima Kasih Ibu, Engkau Inspirasiku[/caption] Oleh: Endang Sulistyowati, S.Farm., Apt* Terimakasih ibu, engkaulah inspirasiku. Ukiran lembaran hidup kini sudah mencapai lebih dari seperempat abad namun jasamu akan terus terkenang sepanjang masa, tak lengang ditelan masa, indah jika mengingat namanya, selalu menjadi inspirasi dalam kehidupan. IBU, 3 kata yang penuh makna akan cinta, kasih sayang dan pengorbanan.
Saat ibu mengandung kita... Kehidupan ibu mulai berubah. Diawal kehadiran kita sudah mengusik kenyamanan tidurnya, tulang punggungnya terasa pegal dan hanya bisa tidur dalam posisi telentang karena menjaga kita yang ada di dalam perutnya. Di tengah malam pun terkadang ia harus terbangun karena di dalam perutnya kita terus menerus bergerak sehingga membuatnya sulit istirahat. Ketika makan tidak jarang ibu memuntahkan apa saja yang sudah ia makan. Bahkan untuk kesehatan kita, ibu menghindari makanan yang ia sukai dan sangat menjaga pola makannya agar kelak kita bisa dilahirkan dengan sehat. Hal ini tidak hanya terjadi satu atau dua hari namun hingga 9 bulan ibu dengan susah payah berusaha menjaga kita dengan baik. Dan ketika kita ingin menatap dunia, dengan tabah ia menahan rasa sakit yang amat hebat ketika melahirkan. Ada seorang ibu yang harus menjalani induksi persalinan dan tentu hal tersebut sangat menyakitkan bagi ibu, dan ada pula ibu yang menjalani operasi caesar dengan biaya yang tidak sedikit. Semua pengorbanan yang ibu lakukan hanyalah ingin agar kita semua bisa dilahirkan dengan selamat. Ketika saat itu harus memilih, maka ibu akan memilih buah hatinya dilahirkan dengan selamat meskipun harus ditukar dengan nyawanya. Mengingat hal tersebut tentu kita akan merasa sangat malu karena pengorbanan yang sudah ibu lakukan tidak akan pernah bisa digantikan dengan apapun.
1/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Ketika kita mulai menatap dunia... Rasa takut dan derai tangis menyeruap dalam diri ketika mulai menatap dunia, namun dengan kehangatan kasih sayang ibu memeluk kita dengan erat dan mengatakan “Wahai anakku! semua akan baik-baik saja, ibu akan selalu mendampingimu.” Ketika kita mulai tumbuh, kita hanya bisa menangis, saat lapar, saat buang air kecil, saat kepanasan, saat kedinginan, dan hal-hal lain yang kita tidak bisa mengungkapkannya kecuali hanya dengan tangisan, ibu dengan sangat sabar berusaha memahami keinginan kita, membuat kita merasa sangat nyaman akan keberadaannya. Bahkan ketika ibu sedang makan dan kita menangis karena buang air besar maka ibu dengan cekatan segera membersihkan tanpa merasa jijik sedikitpun. Siang dan malam ibu berusaha menjaga kita dengan baik, menyuapi ketika lapar, memberi ASI ketika haus, menyelimuti agar tidak ada satupun nyamuk mengganggu kenyamanan tidur kita bahkan tidak jarang ibu harus terjaga sepanjang malam saat kita tidak bisa tidur dan menangis karena minta digendong. Ia lebih memperhatikan kesehatan buah hatinya daripada dirinya sendiri. Semua ia lakukan tanpa letih dan pamrih sedikitpun.
Ketika kita bersekolah... Waktu berlalu hingga mengantarkan kita menjadi anak yang tumbuh sehat. Pagi-pagi dengan sabar ibu membangunkan kita untuk mempersiapkan diri ke sekolah. Ia sudah menyiapkan sarapan pagi, alat-alat sekolah, menyetrika baju seragam kita dan membuatkan bekal makan siang. Tak lupa ibu juga memberikan uang saku agar kita bisa membeli makanan ringan di sekolah. Pertama kita menginjakkan kaki di sekolah, ada ketakutan memasuki dunia baru dengan teman-teman yang baru. Namun senyum ibu selalu menentramkan hati kita, seolah mengatakan “Semua akan baik-baik saja anakku” hingga kita pun menjadi percaya diri untuk mulai mengenal dan berteman dengan hal-hal baru di sekolah. Sepulang sekolah ibu menyambut kita dengan bahagia, menanyakan hari-hari yang kita lalui di sekolah, menyimak celotehan kita tentang teman-teman di sekolah. Baju kotor yang kita pakai digantinya dengan baju yang bersih, menemani dan menyuapi kita makan, tiada sedikitpun ia mengeluh lelah dihadapan kita. Ibu selalu berwajah ceria dihadapan kita. Andaikan kita tahu saudaraku, dipenghujung malam ia sudah terbangun agar apa yang kita butuhkan bisa disiapkan lebih awal. Belum lagi ia juga membantu ayah bekerja pada siang hari, tentulah sangat capek. Malam harinya, ibu dengan sangat sabar mengajari kita membaca al-Qur’ân. Dengan terbatabata kita mengucapkan hingga kita bisa membaca al-Qur’ân dengan baik serta mengenal Rabb yang telah menciptakan kita. Saat kita terlelap tidur, ibu masih dengan kesibukannya membersihkan rumah, melipat dan menyetrika baju, membantu beberapa pekerjaan ayah kita dan mempersiapkan kebutuhan kita untuk sekolah esok harinya. Semua ia lakukan dengan senang agar bisa memberikan segala sesuatu yang menjadi keinginan buah hatinya.
2/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Ketika kita mulai beranjak dewasa... Semakin dewasa, pola pikir seorang anak akan berubah mengikuti masanya. Teringat saat duduk di bangku sekolah, kita punya segudang aktivitas, hobi dan beragam teman-teman. Kitapun mulai asyik dengan kegiatan kita masing-masing dan lebih banyak kita habiskan waktu diluar rumah bersama teman-teman sekolah. Tidak jarang ketika ibu meminta tolong kita untuk membelikan atau melakukan sesuatu maka yang terlontar dari mulut kita segudang alasan atau menunda-menunda yang sesungguhnya kita enggan melakukannya, bukan kemudian segera datang memenuhi panggilan ibu. Kala kita ingat, saat itu ada seorang sahabat Rasûlullâh yang dipanggil berkali-kali oleh ibunya namun ia tidak menyahut. Kemudian Ibunya marah dan mengadukannya kepada Rasûlullâh. Mengetahui hal itu Rasûlullâh kemudian menegur sahabat tersebut. Sebenarnya saat itu sahabat juga sedang melakukan amal kebaikan yaitu mengerjakan ibadah shalat dhuha. Namun pada saat yang bersamaan ia dipanggil ibunya. Dan menurut Rasûlullâh yang lebih baik adalah memenuhi panggilan ibu terlebih dahulu dan mengerjakan shalat dhuha lagi setelah memenuhi panggilan ibunya. Mengingat kembali hal itu tentunya akan membuat kita untuk merenungkan kembali bagaimanakah sikap kita dengan orang tua terutama ibu kita? Sudahkah kita menjadi anak yang selalu menyambut panggilannya dengan segera? Ataukah berpura-pura tidak mendengar karena lebih asyik mengerjakan sesuatu yang lain? Saat kita mengalami masa-masa sulit di sekolah, ibu selalu berusaha mendampingi dan memotivasi kita. Ibu sangat menjaga agar buah hatinya berhasil dalam studinya. Ada seorang ibu yang harus bolak balik ke Biro Konseling sekolah karena berkali-kali anaknya melakukan halhal yang melanggar peraturan sekolah, namun ibu masih dengan sabar memenuhi panggilan tersebut dengan harapan dikemudian hari anaknya akan menjadi lebih baik. Ketika kita memasuki pekan ujian Ibu sibuk menyiapkan segala sesuatu agar kita belajar dengan tenang. Ia menyiapkan berbagai makanan ringan dan membuatkan kita secangkir teh atau kopi agar kita tidak mengantuk saat belajar. Bahkan tidak jarang ibu mendampingi kita belajar hingga tertidur diatas kursi. Menjelang kelulusan tiba, ibu sangat khawatir bahkan terkadang tidak bisa tidur karena memikirkan kelulusan buah hatinya dan berharap kelak buah hatinya dapat mewujudkan apa yang telah dicita-citakan. Orang tua mengharapkan anaknya memiliki pendidikan yang lebih tinggi sehingga mereka akan berusaha semaksimal mungkin agar anaknya bisa meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi yaitu di perguruan tinggi. Ibu menemani kita mendaftar di kampus yang menjadi keinginan kita. Ketika harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan, Ibu tetap bersemangat dan memotivasi kita. Berbagai upaya dilakukan mendaftar dari satu kampus ke kampus yang lain meskipun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Ibu begitu sabar menemani mencarikan tempat tinggal untuk kita meskipun harus berjalan di bawah terik matahari, masuk dari satu rumah ke rumah yang lain dengan harapan bisa memilihkan yang terbaik untuk putra putrinya. Tidak hanya itu saja, ibupun juga membelikan segala kebutuhan bahkan setiap hari ia menelepon kita hanya sekedar menanyakan kabar kita, menayakan bagaimana hari-hari kita kuliah, teman-teman baru kita, adakah kesulitan selama perkuliahan, dan beberapa hal lain
3/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
yang menunjukkan betapa besar perhatiaannya pada kita. Bahkan ketika ibu mendengar kabar kita sedang sakit maka ibu langsung datang dari jauh hanya untuk menengok keadaan kita. Kalaupun belum bisa datang Ibu rajin menelepon untuk memantau keadaan kita, mengirimkan paket berisi makanan dan buah-buahan kesukaan kita. Dan tahukah kita saudaraku? Ketika Ibu belum bisa menengok kita, nan jauh disana ia tidak bisa tidur dan kehilangan selera makan karena mengkhawatirkan kondisi kita. Ketika kita sedang menikmati pendidikan di kampus, pernahkah terpikir oleh kita, orang tua sibuk mencarikan biaya untuk pembayaran kuliah dengan bekerja keras tanpa kenal lelah, ada yang pinjam kesana kemari dan bahkan ibu rela menjual barang kesayangan pemberian ayah kita. Atau barangkali ada yang mengurangi jatah pengeluaran makan dan tidak sedikit yang berpuasa dengan harapan tetap bisa memberikan yang terbaik bagi pendidikan buah hatinya. Terlebih bagi kita yang bersekolah di luar kota, kita tidak bisa menyaksikan secara langsung kebaikan yang dilakukan oleh orang tua kita. Setiap bulan uang selalu dikirimkan, mencukupi segala kebutuhan kuliah kita mulai dari buku, alat komunikasi, dan perlengkapan lain yang tentu jumlahnya tidak sedikit. Ibu kita akan berkata “Alhamdulillâh, uang kuliah ada, jangan khawatir...” Seolah-olah memberikan jaminan kepada kita bahwa tidak ada masalah di rumah. Meskipun segudang problem keuangan berada dihadapan ibu kita. Semua dilakukan dengan tujuan membantu mewujudkan impian buah hatinya. Namun apa yang sudah kita lakukan? Sudah sesuaikah balasan pengorbanan atas kebaikan mereka? Mungkin ada diantara kita yang kuliah namun hanya sekedar kuliah. Datang hanya sekedar memenuhi kewajiban presensi sebagai prasyarat ujian, ada yang menitipkan tanda tangan absen pada temannya dan entah sibuk dengan kegiatan di luar yang tidak ada hubungannya dengan perkuliahan. Ada yang tidak pernah datang perkuliahan namun uang spp selalu dibayarkan. Bahkan yang lebih parah tidak pernah datang perkuliahan, uang spp tidak pernah dibayarkan dan digunakan untuk kepentingan sendiri hingga kedua orang tua dipanggil oleh pihak universitas. Astaghfirullâh...! Setelah anak beranjak dewasa tanggung jawab dan pengorbanan ibu semakin berat karena harus mendidik anak-anaknya menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tua dan berguna bagi bangsa dan agamanya. Ketika kita menatap ibu maka akan nampak garis keriput di dahi dan sudut-sudut matanya begitu pula rambutnya hitam legam kini separuh lebih sudah tergantikan dengan warna putih mengkilat yang menandakan usianya yang semakin menua. Satu yang tidak berubah adalah cahaya kasih sayang, cinta dan keikhlasan yang tepancar dari kedua sorot matanya. Atas segala tengadah tangan dan lantunan doa-doa yang selalu ditujukan untuk kita, tetes keringat pengorbanan yang tidak akan pernah terbalas dengan apapun, serta tangis di setiap sujud-sujud malamnya yang panjang hingga bisa mengantarkan kita meraih apa yang dicitacitakan maka sudah saatnya kini kita merawat dan membahagiakan ibu. Bukan semakin membebaninya dengan berbagai macam persoalan. Bahagiakanlah ibu dengan perubahan kita menjadi anak yang membanggakan baginya. Kebanggaan ibu terhadap anak adalah ketika putra-putrinya tumbuh menjadi seorang pribadi
4/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
yang sukses tidak sekedar dunia namun sukses di akhirat juga. Sebab kesuksesan dunia yang tidak diiringi dengan kesuksesan akhirat justru akan menyesatkan manusia dari jalanNya sebaliknya kesuksesan dunia yang diiringi dengan peningkatan ukhrawi akan menjadikan kita semua pribadi bermanfaat dan memberikan kontribusi besar pada kemajuan. Insya Allâh hal ini akan menjadi tabungan amal kebaikan yang pahalanya akan dialirkan untuk kedua orang tua kita. Saudaraku yang budiman, sedikit tulisan ini tidak akan mampu mewakili sedemikian banyak kebaikan yang dilakukan oleh Ibu kita. Bagi yang belum pernah bertemu dengan ibu di dunia insya Allâh tabungan amal kebaikan yang kita lakukan di dunia kelak akan mampu mempertemukan kita di Jannah-Nya. Bagi yang pernah merasa tersakiti hatinya oleh ibu maka renungkanlah kembali bahwa ibu lebih banyak menanggung pengorbanan, kesusahan dan kekecewaan atas tingkah laku, sikap dan perkataan kita. Bagi yang pernah menyakiti ibunya maka segeralah bertaubat pada Allâh dan meminta maaflah padanya sebelum terlambat. Semoga Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ senantiasa menuntun kita menjadi putra-putri yang berbakti pada orang tua dan jalan surga bagi keduanya. Sebagai akhir dari tulisan ini, mari kita renungkan bersama firman Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ, “15. Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan sehingga apabila anak itu telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dan dia berdoa “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai, dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh! aku bertaubat kepada engkau dan sungguh aku termasuk orang Muslim.” (QS al-Ahqâf [46]: 15)
5/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
* Penulis adalah Mahasiswa S2 UGM Program Studi Farmasi
6/6 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)