TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
Telaah Terhadap Hadits Munqathi’ Sebagai Hujjah Dalam Hukum Islam Husin Abdul Wahab Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak: Hadits munqathi’ atau hadits yang terputus sambungan sanadnya selama ini dianggap tidak dapat dijadikan landasan dalam menetapkan hukum Islam. Tulisan ini akan mengelaborasi Hadits Munqathi’ sebagai satu sumber yang sebenarnya dapat dijadikan landasan bagi menetapkan hukum bagi ummat Islam berdasarkan pendapat para ulama dan pakar ilmu hadits. Kata-kata kunci: Hadits Munqathi’, hukum Islam.
A. Pendahuluan Islam sebagai agama samawi yang diturunkan Allah mempunyai fungsi dan peran sebagai pedoman serta panduan hidup, baik dalam kehidupan duniawi maupun dengan tujuan akhir untuk menyelamatkan makhluk jin dan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dimensi ajaran Islam memberikan aturan tentang tata cara berhubungan dengan Tuhan (Hablumminallah), serta tata cara berhubungan dengan sesama makhluq(Hablumminannas), termasuk di dalamnya persoalan hubungan dengan alam sekitar atau lingkungan hidup. Yang semua itu telah diatur didalam alQur’an walaupun sebahagiannya dalam bentuk global, dan kemudian dijelaskan secara detail melalui hadits Rasulullah Saw.. Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. sebagai pedoman kehidupan ummat manusia yang berlaku secara universal, AlMedia Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
125
126
HUSIN ABDUL WAHAB
Qur’an diturunkan secara lengkap, tidak ada sesuatu pun masalah yang luput dari Al-Qur’an walaupun masih dalam bentuk global. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an ada yang menjelaskan berbagai hal terkait dengan kehidupan manusia, baik secara terperinci (tafshili) maupun global (mujmal) dan sekaligus dilengkapi dengan hadits sebagai media penguat untuk mengelaborasi hal-hal yang masih mubham dalam al-Qur’an. Dengan berpatokan serta bernakhoda kepada Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Saw. ummat manusia akan mendapatkan apa yang mereka cari, yakni ketenangan, kedamaian sebagai makhluk sosial, baik didunia maupun di akhirat. Namun semenjak zaman Nabi Muhammad SAW sampai saat ini tidak sedikit orang yang meragukan dan mengingkari kebenaran Al-Qur’an juga al-hadits sebagai sumber utama terhadap penetapan hukum dalam Islam. Dalam menerima pesan-pesan Al-Qur’an, ummat maanusia terbagi tiga, yaitu ada yang menerima dengan sepenuh hati dan segera mengamalkannya, ada yang menolak dan berbuat zhalim atas dirinya sendiri, dan ada yang ambigu antara menerima atau menolak kebenaran Al-Qur’an, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Surat Fatir ayat 32: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.1
Seluruh umat Islam telah faham dan mengerti bahwa hadits Rasulullah SAW merupakan pedoman hidup yang utama setelah alQuran. Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkannya, tidak diperincikan menurut dalil yang masih utuh, tidak dikhususkan dalam menurut petunjuk ayat yang masih muthlak dalam al-Quran, maka hendaklah dicarikan penyelesaiannya dalam hadits. Namun permasalahan yang muncul kemudian adalah tidak semua hadits bisa dijadikan sebagai sumber hukum, Dalam hal ini hadits dibagi kedalam tiga kategori: shahih, hasan dan dha’if. Setiap kategori dijelaskan jenisnya, syarat-syarat Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
yang harus dipenuhi oleh rawi ataupun matan hadits. Dengan demikian dapat diketahui riwayat yang cacat, mudhtharib, syadz, ditolak atau ditangguhkan hingga diperoleh argumentasi lain yang menguatkan atau melemahkannya. Disamping itu dibahas pula tentang tata cara menerima, mempertimbangkan dan menetapkan kedudukan hadits tingkah laku ataupun penerimaannya.2 Dalam makalah ini penulis berusaha untuk membahas tentang hadits munqathi’ yang masuk dalam kategori dhoif sebagai sumber tasyri’ dalam Islam, yang dirumuskan sebagai berikut :
B. Hadits Munqathi’ Sebagai Sumber Hukum Islam 1. Hadits sebagai sumber hukum Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menempati kedudukan setelah AlQur’an. Bagi umat Islam merupakan keharusan untuk mengikuti hadits sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an baik berupa perintah maupun larangan. Sebab Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber syari’at yang saling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan merujuk kepada keduanya sekaligus dan seorang mujtahid tidak mungkin mengabaikan salah satunya. Sebagaimana firman Allah dalam alQur’an surat Annisa:
ِﱠ ِ ِ ُوﱄ ِ اﻟﻠﻪ وأ ِ ـﻨﺎزﻋﺘﻢ َ ُ َﻃﻴﻌُﻮا ﱠ ْ َِ ﻣﻨﻜﻢ ْ ِ اﻟﺮﺳﻮل َوأ َ اﻟﺬﻳﻦ ْ ُْ َ ََﻓﺈن ﺗ ْ ُ ْ اﻷﻣﺮ َ َ آﻣﻨُﻮا أَﻃﻴﻌُﻮا ﱠ َ َﻳﺎ أَﻳﱡ َـﻬﺎ ِ ﺑﺎﻟﻠﻪ واﻟْﻴ ٍ ِ ِ ِ ـﻮم ِ ِ َ ُ ِ ْ ُﻛﻨﺘﻢ ﺗ ِ ِ ﺷﻲء ﻓَ ﱡ ِ ِ اﻟﻠﻪ و ﱠ ِ ذﻟﻚ َﺧْﻴ ٌـﺮ َ َ اﻵﺧﺮ ُ َ ـﺮدوﻩُ َإﱃ ﱠ ْ َ َ ـﺆﻣﻨﻮن ﱠ ْ ُْ ُ اﻟﺮﺳﻮل ْإن ُ َْ ﰲ ِ َْ َﺣﺴﻦ ﺗﺄوﻳﻼ ُ َ ْ َوأ “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
127
128
HUSIN ABDUL WAHAB kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”3
Ayat ini dapat dipahami bahwa keberadaan sunnah sebagai wahyu Allah mempunyai kedudukan yang sederajat dengan AlQur’an, yang wajib diamalkan sebagaimana kewajiban mengamalkan Al-Qur’an. Sementara itu kalau ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an jelas lebih tinggi daripada otoritas hadits/sunnah, karena Al-Qur’an mempunyai kualitas “qath’iy” baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafshili). Sedangkan hadits/sunnah berkulitas “qath’iy” secara global dan tidak secara terperinci. Dalam artian, jika suatu masalah atau kasus terjadi terjadi dimasyarakat, tidak ditemukan dasar hukumnya dalam Al Qur'an, maka hakim atau mujtahid harus kembali kepada Hadits Nabi SAW. Disisi lain karena Nabi saw. Sebagai manusia yang tunduk di bawah perintah dan hukumhukum Al-Qur’an, Nabi saw. Tak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada manusia.4 Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang memiliki tauladan yang mulia. Beliau diutus dengan misi kerahmatan seluruh alam dengan tuntunan wahyu Tuhan dalam setiap langkahnya. Keindahan budi pekerti dan aura kebaikan yang terus terpancar menjadikan seluruh mahluk memujinya. Kemuliaan budi pekerti beliau terpancar dari sifat ma’shum yang dimilikinya, artinya beliau selalu terjaga dari hal-hal yang tidak terpuji. Bahkan lebih lanjut dalam sebuah hadits disebutkan: Sa’ad bin Hisyam bin Amir bertanya kepada Aisyah RA, “ wahai ummul mukminin, tolong beritahu aku tentang akhlaq rasulullah SAW”, Aisyah menjawab: “bukankah engkau suka membaca al-Qur’an?” Sa’ad menjawab: “ya”, Aisyah berkata:” sesungguhnya akhlaq nabi SAW adalah al-Qur’an (HR. Muslim)
Tak hanya dari kaum muslim yang mengidolakannya, namun para sarjana barat mengimitasi dan mengikuti langkah beliau dalam suksesi kehidupan. Michael heart, misalnya, memposisikan Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
beliau pada posisi yang pertama dalam hal tokoh terkemuka dunia sepanjang zaman melebihi para cendikiawan yang lain5 Jadi jelaslah bahwa hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an, berikut diuraikan dalil-dalil yang menjelaskan kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam:
2. Al-Qur’anul Karim Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan Allah SWT merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan individu. Dengan demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al qur’an: أطﯿﻌﻮا ﱠ ْ ِ َ ﺣﻤﻠﺘﻢ ْ ِ َ ﱠﺳﻮل وإن َ َ ﺣﻤﻞ ُ ِ َ َ َﷲ ُ ِ َ ُْﻗﻞ ْ ﻓﺈن َ َ ﱠ َ ﻓﺈﻧﻤﺎ َﻋﻠَﯿ ِْﮫ َﻣﺎ ُ ﱢ َ ُ وأطﯿﻌﻮا اﻟﺮ ْ ُ ْ ْﻜﻢ َﻣﺎ ُ ﱢ ْ ُ وﻋﻠَﯿ َ ﺗﻮﻟﻮا َ ِ ﱠ ُ َ ْ ﱠﺳﻮل ِإﻻ َ َ وﻣﺎ ُ ِ ُ ْ اﻟﺒﻼغ ُ َ ﺗﻄﯿﻌﻮهُ ﺗَﮭ اﻟﻤﺒﯿﻦ ُ ِ ُ ِ ُ ﻋﻠﻰ اﻟﺮ َ َ ْﺘﺪوا Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".6
Berdasarkan kenyataan ini, maka sebenarnya Allah juga menyebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an kewajiban mengamalkan hadits/sunnah yang menunjukkan bahwa hadits dijadikan sebagai salah satu sumber ajaran Islam.
3. Hadis Nabi SAW Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda: ﻛـﺘﺎب ﷲِ َو ُ ﱠ ُ ْ ََ ْ َ أﻣﺮﯾ ِْﻦ (ﻧﺒﯿﮫ )رواه ﻣﺎﻟﻚ ْ ﻟﻦ َ ِ ﱡ ِ ﺳـﻨﺔَ َ ِ ﱢ َ َ ِ َ ﺑﮭﻤﺎ َ ْ َ ﻜﻢ ْ ُ ْ ﺗﻤﺴ ْ ُ ﺗﺮﻛـﺖ ِﻓـ ْﯿ ِ ِ ﱠـﻜﺘﻢ َ َ ﺗﻀﻠﻮا َﻣﺎ
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
129
130
HUSIN ABDUL WAHAB “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Malik)
Dalam hadis lain beliau bersabda: َ َ َ .. )رواه اﺑﻮ داود...ﻮاﻋﻠَﯿ َْﮭﺎ ﺑﮭﺎوﻋ ﱡ َ ْﻀ َ َ َ ِ ﱠﻜﻮا اﻟﻤـﮭ ِ ﱢ ْ ُ ﺗﻤﺴ ِ ِ اﻟﺨﻠﻔﺎء اﻟﺮ ِ َ َ ُ ْ ﺳﻨﺔ ِ ﺑﺴﻨﺘﻲ َو ُ ﱠ ِ ْﻜﻢ ِ ُ ﱠ ْ ُ ﻓﻌﻠـﯿ َ َ ْﺪﯾـﯿ َْﻦ َ ْ ﱠاﺷﺪﯾ َْﻦ (و اﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ “Wajib bagi sekalian berpegangan teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadis-hadis tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis/menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.7
4. Kesepakatan Ulama (Ijma’) Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum beramal; karena telah sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Bahkan kesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan terkandung di dalam hadits ternyata sudah sejak masa Rasulullah hidup. Sepeninggal beliau, semenjak masa Khulafa’ al-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkannya, akan tetapi bahkan menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.8 Sejarah telah mencatat bahwa Rasulullah Saw. menyatakan kegembiraannya dan syukur kepada Allah atas baiat sahabat Mu’adz bin Jabal (seorang sahabat yang diangkat penuh untuk jadi duta di Yaman), bahwa ia akan berpedoman kepada al-Quran, kemudian al-Sunnah dan yang terakhir ijtihadnya sendiri. Hal tersebut memberi gambaran betapa urgennya posisi hadits sebagai pedoman utama setelah al-Quran
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
C. Fungsi-fungsi hadits terhadap al- Qur’an Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
َ ْ َ ْ َ َ واﻟﺰﺑﺮ ﯾﺘﻔﻜﺮون َ ُ وﻟﻌﻠﮭﻢ َ َ َ ﱠ َ اﻟﺬﻛﺮ ِ ُ َ ﱢ َ ْ َ ِ وأﻧﺰﻟﻨﺎ ْ ُ إﻟﯿﮭﻢ َ َ َ ﱠ ْ ِ ْ َ ِ ﻧﺰل َ ﻟﻠﻨﺎس َﻣﺎ ُ ﱢ َ ْ إﻟﯿﻚ ﱢ ِ َِ َْﱢ ِ ﻟﺘﺒﯿﻦ ِ ﱠ ِ ُ ﺑﺎﻟﺒﯿﻨﺎت َ ﱡ “keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang 10 telah diturunkan kepada mereka9 dan supaya mereka memikirkan,”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar alQur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya. Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam-macam. Imam Malik bin Anas menyebut lima macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’. Imam Syafi’i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-tafshil, bayan at-takhshish, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayanal-isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, dan bayan al-takhshish.11 Untuk lebih jelas berikut akan diuraikan beberapa hal mengenai fungsi hadis terhadap Al-Qur’an.
1. Bayan at-Taqrir Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan alitsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut: “Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim) Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
131
132
HUSIN ABDUL WAHAB
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini: ُ ْ َ اﻟﮭﺪى ُ ْ ﻓﯿﮫ ْ َ َ ﻗﺎن ً ُ آن ُ ْاﻟﻘﺮ ﺷﮭﺪ َ ِ َ ﻓﻤﻦ َ ُ ْ ﻣﻦ َ ِ وﺑﯿﻨﺎت َ َ َ َ َﺷﮭ ُْﺮ ٍ َ ﻟﻠﻨﺎس َ َ ﱢ ِ ِ أﻧﺰل َ ِ ْ ُ اﻟﺬي ِ رﻣﻀﺎن ﱠ ِ َ ْواﻟﻔﺮ ِ ھﺪى ِ ﱠ ُ َ َ ﱠ ْ ﻣﻨﻜﻢ ﱠ ُﺑﻜﻢ ٌ َ َ َ َ ْ ﱠ َ ْ ُ ِ ُ أﺧﺮ ً ِ َ ﻛﺎن َ وﻣﻦ ْ ﻣﺮﯾﻀﺎ َ َ ﻓﻌﺪة ِﻣﻦ أﯾ ٍﱠﺎم ِ ﺳﻔﺮ ْ ُ َ اﻟﺸﮭ َْﺮ ُ ِ ُﯾﺮﯾﺪ ﷲ ُُِْ َ َ ُﻓﻠﯿﺼﻤﮫ ٍ َ أو َﻋﻠﻰ وﻟﺘﻜﺒﺮوا ﱠ ُ ِ ْ ُ ِ َ اﻟﻌﺴ َْﺮ َ َ َﷲ وﻟﺘﻜﻤﻠﻮا ْ ِ ﱠ ُ ِ ُ ْاﻟﯿُ ْﺴ َﺮ َوﻻ ﺗﺸﻜﺮون َ ُ ُ ْ َ وﻟﻌﻠﻜﻢ ُ اﻟﻌﺪةَ َ ِ ُ َ ﱢ ُ ْ ﺑﻜﻢ ْ ُ ھﺪاﻛﻢ َ َ َ ﱠ ْ ُ َ َ ﻋﻠﻰ َﻣﺎ ُ ُ ِ ﯾﺮﯾﺪ Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”12
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.13
2. Bayan at-Tafsir Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum. Dalam fungsi ini, hadist mempunyai peran sebagai berikut: a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global) Sebagai contoh hadis berikut: (أﺻﻠﻲ )رواه اﻟﺒﺨﺎرى َْﱡ ِ ْ ُ ُ ﻛﻤﺎ َراَﯾ ْ ْﺘﻤﻮﻧﻲ ُ َ ﱢ َ َ ﺻﻠﻮا “Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah: ُ َ َوأﻗﯿﻤﻮا اﻟﺼﱠﻼة َ وآﺗﻮا ﱠ ﱠاﻛﻌﯿﻦ َ ِ ِ ﻣﻊ اﻟﺮ ُ َ ْاﻟﺰﻛﺎةَ َوار َ َ ﻛﻌﻮا ُ َِ َ “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”.14 b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayatayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut: (ﻻﺗﻘﻄﻊ ﯾﺪ اﻟﺴﺎرق اﻻ ﻓﻲ رﺑﻊ دﯾﻨﺎر ﻓﺼﺎﻋﺪا )رواه ﻣﺴﻠﻢ “Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut: ﷲ َ ﱠ ٌ ِ َ ُوﷲ َ ِ ﱠﺎرق َواﻟﺴ َ َ ﻛﺴﺒﺎ ُ ِ َواﻟﺴ ﺣﻜﯿﻢ َ ِ ﻧﻜﺎﻻ ُ َ ْ َ ُﱠﺎرﻗﺔ ً َ َ ْﺪﯾﮭﻤﺎ ِ ﻣﻦ ﱠ َ َ َ ﺑﻤﺎ ٌ ِ َ ﻋﺰﯾﺰ َ ِ ﺟﺰاء َ ُ َ ِ ﻓﺎﻗﻄﻌﻮا أَﯾ “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”15
c. Men-takhsis ayat yang ‘am Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.16 Sebagai contoh:
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
133
134
HUSIN ABDUL WAHAB
ﻻﯾﺮث اﻟﻘﺘﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﻘﺘﻮل ﺷﯿﺄ “Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat anNisa’ ayat 11 berikut: ﯾﻮﺻﯿﻜﻢ ﱠ َ ْ ﻣﺜﻞ َﺣﻆﱢ اﺛﻨﺘﯿ ِْﻦ َ َ ُ ﱠ ﻓﺈن ُ ﱠ ْ ِ َ اﻷﻧﺜﯿَﯿ ِْﻦ َ َ ْ ﻓﻮق ﻓﻠﮭﻦ َ ْ َ ﻧﺴﺎء ُ ْ ِ ﻟﻠﺬﻛﺮ ً َ ِ ﻛﻦ ْ ُ ِ ْ َ ﷲ ُ ِﻓﻲ ُُ ِ ُ ِ َ أوﻻدﻛﻢ ِ ﱠ ْ ُ َ ْ َُُ ﱢ َ ً َ ْ ُ ْﻓﻠﮭﺎ اﻟﻨﺼ َ وإن ﻣﻤﺎ ُ ُ ﻣﻨﮭﻤﺎ اﻟﺴ وﻷﺑﻮﯾ ِْﮫ ِ ﱢ َ ِ َ ﻛﺎﻧﺖ َ َ َ ﺛﻠﺜﺎ َﻣﺎ ٍ ِ َ ﻟﻜﻞ َ واﺣﺪة ﱡﺪس ِ ﱠ ََ َ ﻒ ِ َ ﺗﺮك َ ُ ِ واﺣﺪ َ ﱡ ُ ُ ﻓﻸﻣﮫ ٌإﺧﻮة َ ِ َ َ وﻟﺪ ْ ِ َ اﻟﺜﻠﺚ ٌ َ َ ُﯾﻜﻦ َﻟﮫ ْ ُ َ ﻓﺈن َ ْﻟﻢ ْ ِ َ وﻟﺪ ٌ َ َ ُﻛﺎن َﻟﮫ ْ ِ ﺗﺮك َ َ ﻓﺈن َ َ إن َ ََ ِ أﺑﻮاهُ َ ﱢ َ ْ ِ ُﻛﺎن َﻟﮫ َ َ ُوورﺛﮫ َ َ َ ُ ُ ْ ْ َ ُ َ ُ ُ ﱡﮭﻢ آﺑﺎؤﻛﻢ َوأﺑ َ ُ ْﻨﺎؤﻛﻢ ﻻ ُ ﻓﻸﻣﮫ اﻟﺴ ْ ﺑﮭﺎ َ ِ ﯾﻮﺻﻲ ِ ُ وﺻﯿ ٍﱠﺔ ِ َ ﱡﺪس ِﻣﻦ ﺑَﻌ ِْﺪ ِ َ ﱢ ْ ُ ﺗﺪرون أﯾ ْ ْ َ أو َدﯾ ٍْﻦ ﱠ ﱠ ْ ً ﻣﻦ ﷲِ ِ ﱠ ﺣﻜﯿﻤﺎ َ َ َإن ﷲ َ ِ ﻓﺮﯾﻀﺔ ً َ ﻟﻜﻢ ُ َ َْ َ ِ َ ﻧﻔﻌﺎ ْ ُ َ أﻗﺮب ً ِ َ ﻋﻠﯿﻤﺎ ً ِ َ ﻛﺎن “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
3. Bayan at-tasyri’ Yang dimaksud bayan al-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja. Bayan ini oleh Abbas Mutawalli Hammadah dengan “zaa’id ‘ala al-kitab al-kariim” (tambahan terhadap nash al-Qur’an). Hadis Rasulullah SAW yang termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara isteri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Suatu contoh, hadis tentang zakat fitrah, sebagai berikut: ﺻﻠﻰ ﱠ ﷲِ َ ﱠ رﺳﻮل ﱠ َ َ رﻣﻀﺎن ْ ِ اﻟﻔﻄﺮ َ َ ﻓﺮض َﱠ اﻟﻨﺎس َ َ َ َ ﻣﻦ َ َ َ وﺳﻠﻢ َ ُ َ أن َ ﷲُ َﻋﻠَﯿ ِْﮫ َ َ ﱠ ِ ﻋﻠﻰ ﱠ ِ ْ ِ ْ َزﻛﺎة َ ْ ُ أو َ َ ﺷﻌﯿﺮ ْ ِ أﻧﺜﻰ ْ ِ ﺻﺎﻋﺎ ْ ِ ﺻﺎﻋﺎ ً َ أو ً َ ْﻠﻤﯿﻦ َ ِ ِ اﻟﻤﺴ ﻛﻞ ُ ﱟ ﻋﻠﻰ ُ ﱢ ْ َ ذﻛﺮ ْ َ ﺣﺮ ْ َ ﺗﻤﺮ ُ ْ ﻣﻦ ٍ َ َ أو َﻋﺒ ٍْﺪ ٍ ِ َ ﻣﻦ ٍ ْ َ ﻣﻦ “Bahwasanya Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan Muslim.”(HR. Muslim)
Ibnu al- Qayyim berkata, bahwa hadis-hadis Rasul SAW yang berupa tambahan terhadap al-Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak atau mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap (Rasul SAW) mendahului al-Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-Nya.17
4. Bayan al-Nasakh Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya. Kata nasakh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan), dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal). Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadits terhadap al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadits yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok. Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
135
136
HUSIN ABDUL WAHAB
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith, meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah. Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat bahwa hadith tersebut harus mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah. Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur, tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh ulama Hanafiyah. Salah satu contoh yang bisa diajukan oleh para ulama ialah sabda Rasul SAW dari Abu Umamah al-Bahili, yang berbunyi: إن ﷲ ﻗﺪ اﻋﻄﻰ ﻛﻞ ذي ﺣﻖ ﺣﻘﮫ ﻓﻼ وﺻﯿﺔ ﻟﻮارث )رواه أﺣﻤﺪ واﻷرﺑﻌﺔ (اﻻاﻟﻨﺴﺎئ “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang hak(masing-masing), maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Ahmad dan al arba’ah, kecuali An-Nasaai’i)
Hadis di atas dinilai Hasan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi. Hadith ini menurut mereka menasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180, yang berbunyi: َ َ ﻛﺘﺐ ُ ْ َ ْ أﺣﺪﻛﻢ ْ ِ اﻟﻤﻮت ْﺮوف َ ِ َ ْ َ ﻟﻠﻮاﻟﺪﯾ ِْﻦ َ ِ َ ْ ِ ُاﻟﻮﺻﯿﱠﺔ َ َ َ إن ِ ُ ﺑﺎﻟﻤﻌ ِ َ ْ ﺗﺮك َﺧﯿ ًْﺮا َ َ َ ْﻜﻢ ِ َإذا َ ُِ ْ ُ ﻋﻠﯿ ُ ُ َ َ َ ﺣﻀﺮ َ ْ ِ واﻷﻗﺮﺑﯿﻦ ًّ َ َ َ ﺣﻘﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺘﻘﯿﻦ َ ِْ ُﱠ “diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf18, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat berdasarkan surat al-Baqarah ayat 180 di atas, di-nasakh hukumnya oleh Hadith yang menjelaskan bahwa kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat.19
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
Dari fungsi-fungsi hadits terhadap al-Qur’an seperti yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa posisi hadits terhadap al-Qu’an minimal ada tiga: Pertama; yang sejalan dengan al-Qur’an, menegaskan, mengkukuhkan apa yang ada didalamnya, seperti hadits-hadits yang berisi perintah sholat, zakat, keharaman riba dll. Kedua; yang menjelaskan apa yang mujmal (global) dan Amm (umum) dalam al-Qur’an. Hadits akan menjelaskan apa yang menjadi maksudnya, seprti penjelasan tentang tata cara mengerjakan sholat, cara membayar zakat dan pembagiannya dll. Ketiga; yang merupakan ketentuan mandiri, yang tidak memiliki penjelasan explisit dari al-Qur’an, seperti keharaman memakan himar (keledai) piaraan.20 C. Dalil-dalil kehujahan hadits. Di dalam al-Quran, ada beberapa kandungannya yang bersifat ijmaly (global) dan umum, namun ada pula kandungan al-Quran yang bersifat tafshily (terperinci). Hal-hal yang bersifat global dan umum, sudah barang tentu memerlukan penjelasan-penjelasan yang lebih terang dalam penerapannya sebagai pedoman hidup manusia. Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah telah diberikan tugas dan otoritas untuk menjelaskan isi kandungan al-Quran itu. Bahkan untuk hal-hal yang bersifat teknis ritu, penjelasan itu bukan hanya bersifat lisan, tetapi juga langsung amalan praktis. Para ulama telah sepakat bahwa Hadits atau al-Sunnah alNabawiyah wajib ditaati sebagaimana posisi al-Quran di dalam pengambilan suatu hukum syariat (itsbat al-Hukum), al-Sunnah adalah sumber kedua dalam Syariat Islam, dalil hal tersebut banyak sekali terdapat dalam al-Quran, ijma’, dan Filsafat (pemikiran para ulama’)21. Allah berfirman dalam Surat an-Nahl ayat 44: َْ َ َْ َ .ﯾﺘﻔﻜﺮون َ ُ وﻟﻌﻠﮭﻢ َ َ َ ﱠ َ اﻟﺬﻛﺮ ِ ُ َ ﱢ َ وأﻧﺰﻟﻨﺎ ِإﻟَﯿ َ ﻟﻠﻨﺎس َﻣﺎ ُ ﱢ َ ْ ْﻚ ﱢ ْ ُ ْﮭﻢ َ َ َ ﱠ ْ ِ ﻧﺰل ِإﻟَﯿ ِ ﻟﺘﺒﯿﻦ ِ ﱠ Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
137
138
HUSIN ABDUL WAHAB
Ayat tersebut merupakan salah satu penetapan tugas Rasul untuk menjelaskan al Quran itu. Bahkan dalam surat al-Hasyr ayat 7 dan surat an-Nisa’ ayat 80, Allah memberi penegasan atas kewajiban ummat Islam untuk mentaati dan mengikuti segala apa yang dikemukakan oleh Rasulullah. إن ﱠ واﺗﻘﻮا ﱠ ُ ُ َ ﱠﺳﻮل ُ ﻓﺎﻧﺘﮭﻮا َ ﱠ ْ َ ﻧﮭﺎﻛﻢ ﷲَ ِ ﱠ ُ ِ َ َﷲ اﻟﻌﻘﺎب ُ َ ْ َ ُﻋﻨﮫ ُ ُ آﺗﺎﻛﻢ اﻟﺮ ِ َ ِ ْ ﺷﺪﯾﺪ ْ ُ َ َ وﻣﺎ ُ ُ َ وﻣﺎ َ َ ُﻓﺨﺬوه َ َ Artinya : Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr 7).
ً ِ َ ْﮭﻢ وﻣﻦ َ َ ﱠ أطﺎع ﱠ ْ َ َ َﷲ ْ َ َ ﱠﺳﻮل ْ َ ﺣﻔﯿﻈﺎ َ َ ْ َ ْﻓﻤﺎ َأر َ َ َ ﻓﻘﺪ َ ُ ﯾﻄﻊِ اﻟﺮ ِ ُ ﻣﻦ ْ ِ ﺳﻠﻨﺎك َﻋﻠَﯿ َ َ ﺗﻮﻟﻰ Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. An-Nisa’ 80).
Kebanyakan ulama Hadits menyepakati bahwa dilihat dari segi sanad, Hadits itu terbagi menjadi 2 yaitu; Hadits mutawatir dan Hadits ahad. Namun menurut versi yang dikemukakan kalangan Hanafiyah, Hadits itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: mutawatir, masyhur, dan ahad22. Semua ulama telah sepakat akan kehujjahan Hadits Mutawatir, namun mereka berselisih pendapat dalam hal kehujjahan Hadits ahad, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau jamaah, namun tidak mencapai derajat mutawatir.23 D. Tinjauan Hadits Munqathi’ sebagai sumber Hukum. Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang dan babsebelumnya bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, namun karena banyaknya jumlah hadits, tidak semua hadits bisa dijadikan sumber hukum. Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadist Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if, dan diantara yang masuk kategori hadits dha’if adalah hadits munqathi’. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak, termasuk hadits munqathi’. Prosedur penyeleksian dan penetapan originalitas suatu hadits dilakukan oleh ulama hadits misalnya dengan cara: a. Mengisnad kan hadits, berkenaan dengan hal ini para sahabat dan tabi'in tidak pernah menanyakan tentang asal sumber berita, tetapi setelah terjadinya fitnah dikalangan umat Islam mereka mulai mempertanyakan asal sumber berita. b. Memeriksa benar dan tidaknya hadits yang diterima, hal ini dilakukan dengan cara berusaha pergi bertanya kepada sahabat dan tabi'in serta imam-imam hadits. c. Mengkritik periwayat dan menerangkan keadaan-keadaan mereka tentang kebenaran dan kedustaannya, dalam hal ini ulama mengalami kesulitan yang besar sekali karena mereka harus mempelajari sejarah periwayat hadits, perjalanan hidupnya, dan hal-hal yang tersembunyi bagi umum dari keadaan-keadaan para periwayat itu. Untuk itu ulama telah membuat kaidah umum untuk menetapkan para periwayat hadits boleh diterima riwayatnya atau tidak. Kaidah ini disebut ilmu al-jarh wa al-ta'dil. d. Membuat kaidah umum untuk membedakan derajat-derajat hadits, ulama membagi hadits dalam beberapa derajat. Masing-masing derajat ditetapkan kaidah-kaidah untuk membedakannya dengan derajat yang lain. Mereka membuat kaidah-kaidah untuk menshahihkan dan mendha’ifkan suatu hadits. e. Menetapkan kriteria-kriteria hadits maudhu, untuk menyaring hadits dan memisahkan hadits shahih, hasan dan Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
139
140
HUSIN ABDUL WAHAB
dha’if dari maudhu mereka menetapkan dasar-dasar yang harus dipegang dalam menetapkan hadits-hadits maudhu24
1. Pengertian Hadits Munqathi’ Kata munqathi’ berasal dari اﻧﻘﻄﻊ – ﯾﻨﻘﻄﻊ – اﻧﻘﻄﺎﻋﺎ – ﻓﮭﻮ ﻣﻨﻘﻄﻊberarti terputus yaitu lawan dari muttashil = bersambung. Sedangkan menurut istilah, para ulama terdahulu mendefinisikannya sebagai:” hadits yang sanadnya tidak tersambung dari semua sisi”.25 Menurut sebagian ulama’ hadits (al-hakim) bahwa hadits munqathi’ adalah hadits dimana dalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya oleh rawi. Definisi lain disebutkan bahwa hadits munqathi’ adalah : ھﻮ ﻣﺎ ﺳﻘﻂ ﻣﻦ رواﺗﮫ راو واﺣﺪ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﺤﺎﺑﻲ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ واﺣﺪ او ﻓﻲ ﻣﻮاﺿﻊ ﻣﺘﻌﺪدة ﺑﺸﺮط 26 ﻋﺪم اﻟﺘﻮاﻟﻰ ﻓﻲ ﻣﻮاﺿﻊ اﻟﺴﻘﻮط Yaitu hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat disatu tempat atau dibeberapa tempat dengan syarat tidak berturut-turut.
2. Contoh Hadits Munqathi’ ﻗﺎل اﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺷﻌﯿﺐ اﻧﺎ ﻗﺘﯿﺒﺔ ﺑﻦ ﺳﻌﯿﺪ ﻧﺎ اﺑﻮ ﻋﻮاﻧﺔ ﻧﺎ ھﺸﺎم ﺑﻦ ﻋﺮوة ﻋﻦ ﻓﺎطﻤﺔ ﺑﻨﺖ اﻟﻤﻨﺬر ﻋﻦ ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻻ ﯾﺤﺮم ﻣﻦ اﻟﻀﺎع اﻻ ﻣﺎﻓﺘﻖ:ام ﺳﻠﻤﺔ ام اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﻗﺎﻟﺖ اﻻﻣﻌﺎء ﻓﻰ اﻟﺜﺪي و ﻛﺎن ﻗﺒﻞ اﻟﻔﻄﺎم Berkata ahmad ibu syu’aib, telah menceritakan kepada kami, qutaibah ibn said, telah menceritakan kepada kami hisyam ibn urwah, dari Fatimah binti mundzir, dari ummu salamah, ummil mu’minin , ia telah berkata,”telah bersabda rasulullah SAW, tidak menjadikan apa-apa yang sampai dipencernaan dari susu, dan adalah (teranggap hal ini) sebelum anak berhenti (dari minum susu)
Secara sederhana kalau kita gambarkan maka sanadnya adalah: a. Ahmad Ibn Syu’aib b. Qutaibah Ibn Said c. Abu Awanah d. Hisyam ibn Urwah e. Fatimah binti Mundhir f. Ummu Salamah g. Rasulullah Muhammad SAW Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
Fatimah (e) tidak mendengar hadits tersebut dari ummu salamah (f), sebab waktu ummu salamah meninggal, Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak pernah bertemu dengannya. Jadi jelas bahwa diantara Fatimah dan ummu salamah ada seorang perawi yang gugur oleh karena itu hadits ini disebut munqathi’27
3. Hukum Hadits Munqothi’ Para ulama’ telah sepakat bahwa hadits munqathi’ adalah hadits mardud dan dha’if serta tidak dapat dijadikan sebagai hujjah karena tidak dapat diketahiu keadaan perawi yang digugurkan/dihapus artinya ada rawi yang tidak jelas keadaan dan kualitasnya atau yang lebih populer dikalangan muhadditsin dengan istilah (majhul).28 E. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan lima hal: 1. Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran, dimana kita diwajibkan mempercayai hadits yang betul-betul datang dari Rasulullah Saw.sebagaimana kita mempercayai AlQuran. 2. Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai bayan al-taqrir (penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam AlQur’an; sebagai bayan al-Tafsir (menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an); sebagai bayan altasyri’ (mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja); sebagai bayan al-Nasakh (menghapus, menghilangkan, dan mengganti ketentuan yang teradapat dalam Al-Qur’an). 3. Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadits berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. 4. Hadist merupakan bagian yang tak terpisahkan dari al-Quran sebagai dasar dan pegangan hidup setiap muslim sebab ia mempunyai kedudukan yang ssangat penting dalam Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
141
142
HUSIN ABDUL WAHAB
mengamalkan ajaran Islam. Tanpa hadis, ajaran al-Quran tidak dapat dilaksanakan secara utuh dan komplit. 5. Tidak semua hadits bisa dijadikan sebagai sumber hukum, diantaranya adalah hadits dha’if, yang mempunyai banyak macam-macamnya diantaranya adalah hadits munqathi’.
Catatan: 1
QS: Fatir’: ayat 32 Musthafa al-Siba'i, al-Sunnah Wamakanatuha Fi Tasyri' al- Islami, terjemahan Dja'far Abd. Muchith (Bandung: Diponegoro, 1993) hlm. 172 3 QS: an- Nisa’: ayat 59 4 Mohmmmad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis (Rasail Media Group, Semarang : 2007) hal: 30. 5 Michael H. Hart, 100 Tokoh paling berpengaruh sepanjang masa, (PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta: 1982) hal: 7 6 QS: An-Nuur, ayat 54 7 Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), Hal: 53-55 8 Ibid, Munzier Suparta, hal : 55 - 56 9 Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran 10 QS: an- Nahl, ayat : 44 11 Op. Cit, Munzier Suparta, hal : 58 12 QS:Al- Baqarah, ayat:185 13 Loc. Cit, Munzier Suparta, hal : 58 14 QS. Al-Baqarah : ayat 43 15 QS: al-Ma’idah ayat : 38 16 Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010), hal: 26-29 17 Op. Cit, Munzier Suparta, hal : 65 18 Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris 19 Op. Cit, Khusniati Rofiah, hal : 32 - 33 20 Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul Al-Hadits, (Penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta: 1998) hal: 39 21 Wahbah al-Zuhaily,. Ushul Fiqh. (Kulliyyah al-Da’wah al-Mansyurah, Beirut; 1990). Hlm: 36 22 Op. Cit, Muhammad Hajjaj Al-Khatib, hal : 301 23 Rahmat Syafe’I,. Ilmu Ushul Fiqih. (PT. Pustaka Setia, Bandung: 1999) Hal:, 60. 24 Hasbi Ash-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009) hlm. 67-68 25 Syaikh Manna’ Al-Qathathan, Pengantar Studi Hadits, Pustaka Al-Kautsar, (Jakarta: 2005) Hal : 38 26 Al-maliki. 1990. Al-Minhal Al-Lathif Fi Ushul Al-Hadits Al-Syarif . Jami’ Al-Huquq Mahfudhah. Hlm. 104 27 Totok jumantoro. 2002. Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 134 28 Op. Cit, Syaikh manna’ al-Qathathan, hal : 139. 2
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
TELAAH TERHADAP HADITS MUNQATHI’ …
DAFTAR PUSTAKA
Al-maliki. 1990. Al-Minhal Al-Lathif Fi Ushul Al-Hadits Al-Syarif . Jami’ Al-Huquq Mahfudhah Al-Qur’anul Karim Hasbi Ash-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009) Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010) Michael H. Hart, 100 Tokoh paling berpengaruh sepanjang masa, (PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta: 1982) Mohmmmad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis (Rasail Media Group, Semarang : 2007) Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul Al-Hadits, (Penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta: 1998) Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008) Musthafa al-Siba'i, al-Sunnah Wamakanatuha Fi Tasyri' al- Islami, terjemahan Dja'far Abd. Muchith (Bandung: Diponegoro, 1993) Rahmat Syafe’I,. Ilmu Ushul Fiqih. (PT. Pustaka Setia, Bandung: 1999) Syaikh Manna’ Al-Qathathan, Pengantar Studi Hadits, Pustaka AlKautsar, (Jakarta: 2005) Totok jumantoro. 2002. Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Aksara. Wahbah al-Zuhaily,. Ushul Fiqh. (Kulliyyah al-Da’wah al-Mansyurah, Beirut; 1990)
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
143