TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN EFEKTIF Oleh : Untung Khoiruddin
ABSTRAC The fundamental concept of educational technology is to enable learners to learn optimally by the development and utilization of various learning resources that is suitable with their conditions and environments. This concept entails the new challenges posed by a rapidly changing world. These challenges according to The International Commission on Education for the Twenty first Century (1996) requires the development of the four pillars of the foundations of education to meet the requirement of learning throughout life. Those pillars are : learning to be, learning to know, learning to do, and learning to live together in harmony. The application of educational technology concept varies according to the needs the available resources. The initial development of educational technology was associated with audiovisual media. The First Five Year Development Plan decided in 1969 had stated the utilization of radio broadcasting for improving the quality of education. A number of feasibility studies. A. PENDAHULUAN Dalam teknologi pendidikan lebih merupakan suatu disiplin ilmu terapan, berkembang oleh adanya kebutuhan dilapangan yaitu kebutuhan untuk belajar secara efektif, efisien, luas, banyak, cepat dan sebagainya. Untuk ini ada suatu produk yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan belajar tersebut, dan ada yang ditemukan dan dapat didayagunakan untuk kepentingan yang sama. Di tengah kepentingan permasalahan belajar yang terus berkembang, kemajuan teknologi komunikasi dan informatika yang sangat cepat telah menawarkan sejumlah kemungkinan yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan oleh sebagian orang, telah membalik cara berpikir orang tentang bagaimana orang dapat mengambil manfaat kemajuan itu untuk kepentingan belajar. Teknologi pendidikan bukan sekedar terapan teknologi dalam pendidikan dan lebih sempit lagi pada proses pembelajaran. Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang mandiri.1 Ada dua term signifikan yang menjadi konsentrasi kita dalam kajian teknologi pendidikan, yaitu teknologi dan pendidikan. Namun pada kesempatan kali ini akan diawali pada pendidikan yang muaranya nanti pada pengembangan 1
. Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan : Pengertian dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta : 1989, Pustekom Depdikbud dan Rajawali, hlm. 45
pendidikan itu sendiri yang melibatkan teknologi, sehingga muncul rumusan teknologi pendidikan. Pendidikan Nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan bedasarkan kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Karena itu Sisdiknas merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dalam Pasal 1 UU Sisdiknas, No. 20 Tahun 2003, pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Namun realita kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan khususnya sekolah ( sebagai lembaga social yang paling konservatif dan statis dalam masyarakat) sering kurang mampu mengikuti dan menanggapi arus dinamika. Sehingga idealisme yang dirumuskan seringkali jauh panggang dari api. Oleh karena itu supaya pendidikan yang diselenggarakan mampu membekali peserta didik dalam menghadapi tantangan hidupnya di masa depan, harus ada antisipasi terhadap perkembangan yang akan datang. Kita harus menyadari bahwa tantangan masa depan itu erat kaitannya dengan perubahan social yang semakin cepat, yang akan berimplikasi pada pergeseran nilai masyarakat. Kerenanya, pendidikan juga tidak hanya bertujuan menghasilkan pribadi yang cerdas dan terampil, tetapi juga pribadi yang berbudi luhur. Untuk membentuknya maka interaksi dan sosialisasi menjadi pilihan bagi masing-masing individu dengan masyarakatnya, sehingga terbentuk mainkind. Menurut Everett Rogers, teknologi adalah suatu rancangan langkah instrumental untuk memperkecil keraguan mengenai hubungan sebab-akibat dalam mencapai hasil yang diharapkan. Selanjutnya bahwa teknologi umumnya mempunyai dua komponen ; aspek perangkat keras yang berupa peralatan dan aspek perangkat lunak yang berupa informasi. Sedangkan menurut Ferdinand Braudel yang berpendapat bahwa segala sesuatu itu teknologi. Ia juga mengingatkan bahwa teknologi bukannya sekedar aplikasi ilmu pengetahuan, melainkan juga perbaikan proses serta sarana yang memungkinkan suatu generasi menggunakan pengetahuan generasi sebelumnya sebagai dasar bertindak. Association for Educational Communication and Technology (AECT) mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, produser, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
Istilah tersebut dipergunakan untuk menjelaskan bagian pendidikan yang menyangkut segala aspek pemecahan permasalahan belajar manusia melalui proses yang rumit dan saling berkaitan. Dalam perkembangan teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu didasarkan pada acuan yang dapat diterima sebagai pembenar keilmuan. Secara falsafi dasar keilmuan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Ontologi yaitu rumusan tentang gejala pengamatan yang dibatasi pada pokok telaah yang belum tergarap oleh disiplin ilmu lain. 2. Epistemologi yaitu usaha intelektual dalam upaya memperoleh kebenaran dalam mengkaji pokok telaah 3. Aksiologi yaitu nilai-nilai yang menentukan makna atau bermanfaat dari pokok telaah. 2 Sehingga obyek formal teknologi pendidikan adalah “ aktivitas belajar manusia “, baik yang dilakukan secara mandiri perorangan maupun yang tergabung dalam organisasi. Aktvitas belajar yang dimaksud tidak terbatas yang berlangsung dan terjadi dalam konteks apa saja, kapan saja, di mana saja, dan dengan apa saja. Aktivitas dapat berlangsung sesuai kebutuhan dan kondisi. Secara visual obyek formal teknologi pendidikan adalah sebagaimana tergambar dibawah ini :
PERSEKOLAHAN
PELATIHAN
Gambar 1 : Obyek Formal Teknologi Pendidikan Upaya khusus secara intelektual dalam melakukan pengakajian terhadap obyek formal keilmuan, para ahli teknologi pendidikan melakukan secara terarah dan terencana dengan pendekatan yang berbeda guna menjamin hasil yang maksimal. Pendekatan yang diterapkan B E L A dalam J A R mengembangkan disiplin teknologi pendidikan sebagai ilmu yang mandiri, yang mencakup antara lain : a. Isomorfi yaitu menggabungkan sejumlah bidang kajian/bidang ilmu (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, perekayasaan, informatika dan sebagainya) ke dalam satu kebulatan tersendiri. b. Sistematik yaitu dengan cara yang berurutan terarah, logis dalam upaya pemecahan masalah. c. Sinergistik yaitu menjamin adanya nilai tambah dengan adanya integrasi dari beberapa disiplin ilmu dan uapaya terarah. d. Sistemik yaitu melakukan pengakajian secara total holistic menyeluruh. Semua itu merupakan upaya untuk memujudkan dari landasan epistemology dalam teknologi pendidikan. Sehingga semua bentuk teknologi adalah system yang diciptakan untuk suatu tujuan tertentu dengan esensi membantu mempermudah manusia dalam 2
. Fatah Syukur NC, Teknologi Pendidikan, Semarang : 2005, RaSAIL, hlm. ix
memperingan usahanya, meningkatkan produknya, dan efesiensi atas sumber daya yang diperlukan. Secara subtantif setiap teknologi adalah bebas nilai, tetapi penggunaannya tidak dapat lepas dari system nilai dimana teknologi itu digunakan. Teknologi pendidikan bermanfaat untuk memperluas kesempatan belajar individu yang membutuhkanm, menjadikan belajar yang lebih efektif dan efesien, memungkinkan orang belajar sesuai kebutuhan dan kondisinya. Dengan teknologi pendidikan individu yang oleh karena kondisinya tidak memperoleh akses belajar secara formal di lembaga pendidikan persekolahan, dapat melakukan aktivitas belajar untuk mengembangan dan penciptaan diri secara lebih baik. Nilai-nilai kemanfaatan inilah yang secara falsafi menjadi landasan aksiologi dalam pengembangan teknologi pendidikan lebih lanjut. Perkembangan teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu yang mandiri, disamping memerlukan landasan pembenaran secara falsafi juga perlu didukung dengan proses pembenaran yang bersifat ilmiah. Pembenaran ini dapat dinyatakan dalam berbagai kegiatan pengembangan, penelitian, dan penilaian guna menghasilkan suatu teori, model, system, bukti-bukti ilmiah, program aksi dan kebijakan. 3 Teknologi pembelajaran berkembang dari suatu praktek mengajar yang alat peraga untuk mengefektifkan pencapaian hasil belajar siswa, kemudian berkembang pada penggunaan media dalam proses pembelajaran. Perbedaan anatara keduanya terletak pada fungsi perangkat yang digunakan dalam system pembelajaran. Artinya suatu perangkat berfungsi sebagai alat peraga manakala perangkat difungsikan sebagai alat Bantu bagi pembelajar dalam menyajikan pesan pembelajaran kepada pembelajar. Tetapi manakala perangkat yang sama dapat berfungsi sebagai media integral dalam system pembelajaran, ada pembagian peran antara media dengan pembelajar dalam proses penyajian pesan pembelajaran. Perkembangan selanjutnya sampai pada penggunaan terminology teknologi pendidikan dengan pemahaman bahwa setiap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keefektifan hasil belajar menjadi cakupan atau obyek kajian teknologi pendidikan. Dalam konteks ini sempat dikenal adanya terminology “ teknologi kinerja “ sebagai representasi terhadap upaya melakukan pelatihan yang efektif dalam jangka waktu pendek dengan menggunakan metode, media, dan simulasi. Baru dalam perkembangan terakhir digunakan terminology “ teknologi pembelejaran “ dengan focus kajian pada aspek belajar manusia. Proses perkembangan konsep tersesbut secara visual dapat digambarkan dalam bagan berikut ini :
TEKNOLOGI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN MEDIA PEMBELAJARAN 3
. Op-Cit, hlm. 50 PERAGA PEMBELAJA RAN
Gambar 2 : Perkembangan Terapan Teknologi Pendidikan Pembelajaran4 ( adaptasi dari Romiszowski, 1989 ) Sejalan dengan perkembangan konsep dan terapam di lapangan sebagaimana tergambar di atas, teknologi pembelajaran secara konseptual didefenisikan sebagai teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian tentang proses, sumber dan system belajar (Seels and Richey, 1994) Defenisi ini memuat empat komponen, antara lain sebagai berikut : 1. Teori dan praktek 2. Fungsi desain, pengembagan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian. 3. Proses, sumber, dan system belajar. 4. Untuk belajar. Untuk lebih jelasnya berikut divisualisasikan dalam bentuk gambar : Pengembangan proses,
Pemanfaatan proses,
sumber & system belajar
TEORI DAN PRAKTEK Desain proses, sumber & system belajar
sumber & system belajar Pengelolaan proses, sumber & system belajar Penilaian/penelitian
proses & 1994 system) Gambar 3 : Definisi Teknologi Pembelajaran5 ( Seels and sumber Richey, belajar Mengacu pada definisi di atas, seorang teknolog pendidikan atau seorang yang telah memperoleh pendidikan akademik serendahnya pada level sarjana, idealnya menguasai kelirna bidang atau kawasan teknologi pembelajaran tersebut. Tetapi dalam kenyataan di lapangan, jarang seseorang yang menguasai sekaligus mampu melaksanakan kelima fungsi itu secara menyeluruh. Seorang akademi cenderung menguasai pada aspek teori dalam desain pembelajaran, teori dalam pengelolaan sember untuk belajar. Sementara seorang praktisi cenderung menguasai dan melaksanakan praktek dalam pengelolaan proses dan sumber belajar. Berkenaan dengan kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai oleh seorang teknolog pendidikan tersebut agar mampu memperoleh gambaran secara umum tentang teknologi pendidikan, dimana posisi disiplin teknologi pendidikan
4
.Romiszowski, A. J., Designing Instructional System, London, 1989 : Kogan Page, hlm.
67 5
. Barbara Seels and Rita C. Richey, Instructional Technology ; The Definition and Domain of the Field, Washington, DC : AECT, hlm. 71
dalam kancah perkembangan ilmu-ilmu lain, maupun pada praktis terapan dalam proses belajar manusia. Dalam dunia pendidikan diperlukan lingkungan yang nyaman, bersih, aman, ramah / hangat, sehingga akan memberikan kesempatan untuk betah beraktivitas dalam belajar siswa. Oleh karena itu dapat melalui proses-proses sebagai berikut : B. PROSES PEMBELAJARAN Proses pembelajaran pada dasarnya mengantar para pelajar memulai belajar, jadi tidak menjadikan para pelajar pandai karena harus menjadikan diri pandai sesuai dengan kemampuan intelektual yang ada pada mereka. Proses pembelajaran adalah proses yang amat pragmatis dan konkret ; melihat dan mempergunakan keadaan nyata, terutama keadaan intelektual para pelajar merupakan pandangan yang sempit harus direkonstruksi. Demikian pula dengan proses kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Sudah saatnya system pembelajaran kita lebih memperhatikan potensi dan kelemahan peserta didik. Dengan demikian pemasungan daya kreatif setiap siswa dapat dieleminir. Dari sinilah maka konsep pendidikan membebaskan menjadi pilihan bagi guru dan siswa. Pendidikan yang membebaskan adalah situasi dimana guru dan siswa sama-sama harus belajar, sama-sama memiliki subyek kognitif, selain juga samasama memiliki perbedaan. Guru yang membebaskan tidak melakukan sesuatu kepada siswa, tetapi melakukan sesuatu bersama siswa. Kegiatan bersama itulah proses belajar yang optimal, karena melibatkan semua komponen dan perangkat. Dari proses yang berlangsung itulah masingmasing akan memiliki persepsi dan pengalaman belajar yang diharapkan inheren dalam dirinya. Proses atau means dalam belajar itu memang lebih penting daripada end atau tujuan. Kerana dalam proses lebih mementingkan fungsi, bukan output yang dipaksakan, juga bukan mengejar nilai sebagaimana yang terjadi disekolah. Perlu diingat bahwa misi utama guru adalah enlightment, mempersiapkan anak didik sebagai individu yang bertanggung jawab dan mandiri. Pencerahan itu dilakukan melalui proses-proses liberating, educating dan civilizing.6 Dalam proses belajar, ada baiknya setiap siswa bisa mengidentifikasikan dirinya sendiri. Ini akan membantu mereka memilih metode atau cara, strategi dan gaya belajar yang sesuai dengan kemampuan dan kelamahannya. Proses belajar itu sendiri meliputi ; a. Signifikan belajar. b. Teori-teori belajar. c. Hubungan belajar dengan memori dan pengetahuan. d. Fase-fase yang dilalui dalam peristiwa belajar.
6
. Loc-Cit, hlm. 21
C. QUANTUM LEARNING Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Rita Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan banyak variable yang mempengaruhi cara belajar orang. Ia mencakup factor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Secara umum ada dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar, yaitu : a. Bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas). b. Cara kita mengatur dan mengolah informasi (dominasi otak). Maka ketika seseorang telah akrab dengan gaya belajarnya, ia akan dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu dirinya belajar lebih cepat dan lebih mudah. Dengan mempelajari bagaimana memahami cara belajar orang lain akan dapat membantu memperkuat relasi dengan mereka. Setidaknya ada tiga gaya belajar yang dikenalkan oleh Michael Grinder, yaitu : a. Visual yaitu belajar dengan cara melihat. b. Auditorial yaitu belajar dengan cara mendengar. c. Kinestetik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Sedangkan bagi guru sendiri, sebelum kegiatan PBM dimulai maka segala kebutuhan dan kemungkinan yang akan terjadi dalam proses itu harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang. Mulai dari persiapan, metode, pendekatan, maupun materi yang akan disampaikan. Berkaitan dengan metode, maka pemakaian metode haruslah selalu diikuti dengan penelitian dan evaluasi yang dilaksanakan secara kontinue. Berdasarkan kesadaran tersebut, maka dalam menghadapi adanya bermacam-macam metode mengajar, seorang pendidik tidak boleh fanatik terhadap pemakaian satu metode tertentu saja. Ia harus mampu mengadakan korelasi dan kombinasi antara satu metode dengan metode lainnya, sehingga pelajaran dapat berlangsung lebih baik dan dapat lebih berhasil. Ada beberapa hal sebagai bahan pertimbangan dan dasar pemilihan metode,yaitu: 1. Relevan dengan tujuan pendidikan 2. Persesuaiannya dengan waktu, tempat, alat-alat yang tersedia dan tugas dan tugas pendidik. 3. Persesuaiannya dengan jenis kegiatan yang tercakup dalam pendidikan. 4. Menarik perhatian peserta didik 5. Maksudnya harus dapat dipahami oleh peserta didik. 6. Sesuai dengan kecakapan dan pribadi pendidik yang bersangkutan. Namun dari kesemuanya itu yang paling penting adalah bagaimana seorang pendidik bisa menjalin interaksi yang baik dengan peserta didik. Bagaimana pendidik dapat memahami kondisi dan situasi di mana proses PBM berlangsung. Bagaimana pesan pendidikan dapat diserap dan dipahami peserta didik.
D. FORUM EDUKATIF Orang memahami dunia dengan perantaraan bahasa. Orang harus mendapatkan kesempatan untuk belajar menggunakan bahasa secara kritis sedemikian rupa sehingga mencerminkan hal yang dibicarakan dan juga memantul pada bahasa yang digunakan dalam pembicaraan itu. Kepandaian bahasa sangat minimal pun adalah perlu untuk melindungi kepentingan seseorang di dunia dan untuk memahami situasi dirinya sebaik-baiknya, sehingga ia dapat bertindak dengan tepat atas situasi itu. Namun budaya diam (culture of silence) yang sudah berlangsung sejak beberapa abad lamanya sampai sekarang pun belum bisa hilang. Anak-anak di perbolehkan menyanyi dan mengobrol, tapi tidak diperbolehkan mengetahui atau membicarakan persoalan orang dewasa. Begitu pula ketika seorang siswa tidak diperbolehkan menanyakan suatu hal pada guru karena dianggap lancing, tabu, tidak sopan dan sebagainya. Ini adalah bentuk ketidakseimbangan komunikasi horizontal anatara guru dan siswa. Sehingga terkadang dampak pada timbulnya image bahwa guru itu tidak bisa mengetahui kemauan siswa. Maka jalan lain yang ditempuh adalah mencari. E. KESIMPULAN Dengan penjelasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 2. Teknologi pembelajaran berkembang dari suatu praktek mengajar yang alat peraga untuk mengefektifkan pencapaian hasil belajar siswa, kemudian berkembang pada penggunaan media dalam proses pembelajaran 3. Teknologi Pendidikan merupakan alat atau media untuk meningkatkan pembelajaran yang efektif sehingga terwujud suasana yang kondusif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, 2000, Bumi Askara. Aqib, Kharisuddin, Al – Hikmah, Surabaya, 1998, Dunia Ilmu. Aqib, Kharisuddin, Inabah,Surabaya, 2005, Bina Ilmu. Anwar, Ali, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, Kediri, 2004, IAIT Press. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Ciputat, 1999, Logos Wacana Ilmu. Buchori, Muchtar, Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan, Jakarta, 1994, Tiara Wacana. Barbara Seels and Rita C. Richey, Instructional Technology ; The Definition and Domain of the Field, Washington, DC : AECT Fatah Syukur NC, Teknologi Pendidikan, Semarang : 2005, RaSAIL. Gunawan, Adi, Kamus Praktis Ilmiah Populer, Jakarta, Kartika..
Jalal, Fattah, Abdul, Azas-azas Pendidikan Islam, Bandung, 1988, Diponegoro. Langgulung, Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, 1995, Al – Ma’arif. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung, 2002, Remaja Rosdakarya. Materi Pelatihan Kepala Sekolah/Pengawas 1E, Batu, 2006, IAPBE. Materi Pelatihan Dimensi Pengawas-UPTD 1B, 2006, IAPBE. Romiszowski, A. J., Designing Instructional System, London, 1989 : Kogan Page. Sudjana S, HD, Pendidikan Nonformal (Nonformal Education), Bandung, 2004, Falah Production Sukmadinata, Syaodih, Nana, Pengembangan Kurikulum ( Teori dan Praktek ), Bandung, 1997, Remaja Rosdakarya. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Jakarta, 2004, Raja Grafindo Persada. Rahim,Husni, Arab Baru Pendidikan Islam di Indonesia , Ciputat, 2001, Logos Wacana Ilmu. Said, Fa’fat, Muhammad, Rasululloh SAW Profil Seorang Pendidik (Methodolodi Pendidikan dan Pengajarannya), Jakarta, 1994, Firdaus. Pidarta, Made, Landasan Kependidikan, Jakarta, 1997, Rineka Cipta. Saridjo, Marwan, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta 1997/1998, Amissco. S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta, 2001, Bumi Aksara. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, 2000, Remaja Rosdakarya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), 2003, Sinar Grafika. Ulwan, Nasih, Abdullah, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta, 1995, Pustaka Amani. Uman, Cholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya, 1998, Duta Aksara. Yukl, Gary, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Jakarta, Prenhallindo. Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan : Pengertian dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta : 1989, Pustekom Depdikbud dan Rajawali.