TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda
Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon asli Pulau Kalimantan dan juga telah ditetapkan sebagai salah satu jenis andalan setempat (JAS) untuk Provinsi Kalimantan Timur. Pohon ulin juga merupakan tempat bersarang orangutan dan buah yang muda menjadi makanannya. Dalam rangka melestarikan hutan ulin maka perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui penanaman. Sehubungan dengan itu perlu pengadaan bibit ulin . Salah satu cara pengadaan bibit ulin adalah dengan teknik pemotongan biji ulin. Makalah ini mengemukakan pengadaan bibit ulin dengan teknik pemotongan biji meliputi pengumpulan buah, memecahkan kulit biji, pengecambahan biji, penyapihan bibit, pemotongan biji semai, pengecambahan sisa biji dan pemeliharaan bibit, serta pemanfaatan untuk media pembelajaran kediklatan. Kata kunci : bibit ulin, pemotongan berulang, kediklatan PENDAHULUAN Ulin adalah salah satu jenis asli (native tree species) Pulau Kalimantan yang telah dikenal sejak ratusan tahun oleh masyarakat terutama di pedalaman. Jenis ini dikenal dengan nama belian, tabulin, telian, tulian dan ulin. Di luar negeri kayu ulin dikenal dengan nama Borneo ironwood (Martawijaya et al., 1981). Nama botani ulin adalah Eusideroxylon zwageri Teisjm & Binn., termasuk suku Lauraceae. Jenis pohon ulin juga telah ditetapkan sebagai salah satu jenis andalan setempat Provinsi Kalimantan Timur. Berkaitan dengan itu harus dilakukan upaya pelestarian diantaranya
melalui penanaman pohon ulin pada lokasi
yang sesuai dengan tempat
tumbuhnya. Pengadaan bibit ulin perlu dilakukan untuk kegiatan penanaman tersebut. Effendi (2006) mengemukakan berbagai keunggulan kayu ulin : (1) kayunya sangat kuat dan sangat awet dan digolongkan dalam Kelas Kuat I dan Kelas Awet I, (2) memiliki daya terubus yang baik, (3) pohon yang dewasa tahan terhadap kebakaran, (4) memiliki umur yang panjang sampai ratusan tahun, (5) penggunaan kayu yang sangat beragam mulai dari atap sampai jembatan dan (6) bijinya dapat menghasilkan lebih dari satu bibit melalui teknik pemotongan biji. Pemanfaatan pohon ulin cukup banyak. Daunnya digunakan untuk bahan penyubur rambut. Buahnya digunakan untuk melawan pembengkakan. Tonggak digunakan untuk bahan kerajinan seperti pembuatan mebel dan lain-lain. Kayu ulin digunakan untuk atap
1
yang disebut sirap, bahan konstruksi bangunan rumah yaitu kusen, rangka rumah, lantai, dinding, pintu dan jendela. Kegunaan lainnya meliputi pagar, jembatan, perkapalan, penurapan, bak truk dan tiang telpon & listrik ( Yusliansyah et al., 2004). Luas hutan yang terdapat pohon ulin dan produksi kayu ulin semakin menurun dari tahun ke tahun seiring dengan kegiatan penebangan pohon ulin baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor dalam bentuk flooring antar lain ke Cina. Bahkan beberapa lokasi yang dulunya terkenal sebagai penghasil kayu ulin seperti Sebulu, Batulicin, kini hanya tinggal cerita saja. Pohon ulin juga dimanfaatkan oleh orangutan (Pongo pygmaeus) yang merupakan satwa liar yang dilindungi dan terancam punah (Endangered species) yang hidup di hutanhutan Kalimantan. Banyak orangutan menggunakan tajuk pohon ulin sebagai sarang untuk tidur. Buah ulin yang muda menjadi salah satu makanan orangutan di samping buah-buahan yang lain yang terdapat di dalam hutan tersebut. Untuk mempertahankan kelestarian hutan ulin, maka harus dilakukan penanaman baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Meskipun pertumbuhan ulin lambat namun penanaman tetap harus dilakukan. Penebangan ulin saat ini tidak sebanding dengan jumlah pohon ulin yang ditanam. Pengadaan bibit ulin dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu biji, cabutan, stum, puteran dan stek pucuk. Berikut ini disajikan cara pengadaan bibit ulin yang dilakukan di Persemaian Balai Diklat Kehutanan (BDK) Samarinda melalui teknik pemotongan biji berulang sebagai media pembelajaran kediklatan. TEKNIK PEMBUATAN BIBIT ULIN BDK Samarinda saat ini sedang melakukan pengamatan di Persemaian miliknya terhadap pembibitan biji ulin mulai januari tahun 2007 sampai sekarang. Berikut ini disajikan tahapan teknik pembuatan bibit ulin yang dilakukan di persemaian BDK Samarinda, sebagai berikut : 1. Pengumpulan buah Untuk memperoleh buah yang baik dalam jumlah sesuai kebutuhan maka dilakukan survei tegakan alam ulin baik di hutan primer (virgin) ataupun hutan bekas tebangan yang masih banyak terdapat pohon yang sudah berbuah cukup banyak atau tanaman ulin yang sudah sering berbuah dan cukup banyak. Selanjutnya pilihlah pohon induk ulin yang baik yaitu pohonnya lurus, tidak berpenyakit dan mempunyai tajuk yang bagus dan tidak rusak Lakukan pengumpulan buah atau biji yang baik yaitu tidak berlubang, tidak pecah, tidak dimakan landak pada bagian titik tumbuhnya. Juga tidak terdapat jamur pada biji ulin.
2
Bila diguncang biji ulin tidak mengeluarkan suara, dimana biji masih menempel pada batok. Buah ulin yang baru jatuh berwarna hijau dan masih terdapat kulit buah sedangkan buah yang lama dan masih baik sudah tidak mempunyai kulit buah dan bijinya mempunyai kulit / batok yang keras. Buah atau biji yang telah dikumpulkan selanjutnya dibawa ke persemaian untuk disemaikan 2. Memecahkan kulit biji Biji ulin yang berbentuk batok seperti batok kelapa sulit dipecahkan tanpa merusak bijinya. Cara yang mudah ialah dengan menjemur biji pada terik matahari selama 2-3 hari tergantung panasnya matahari. Landasan tempat penjemuran biji sebaiknya menggunakan semen atau seng. Kulit biji yang keras akan retak dengan mudah di waktu panas dan bila telah dingin kulit tersebut sulit dipisahkan dari biji. Karena itu kulit batok dilepaskan sewaktu biji masih dalam keadaan retak dan masih panas. Biji tanpa kulit selanjutnya disiram dengan air lalu di tempatkan pada lokasi yang teduh. 3. Pengecambahan biji Perlakuan biji ulin di Persemaian BDK Samarinda dengan memecah kulit biji. Setelah biji dipisahkan antara kulit dengan buah bijinya/ cotyledonnya, tahap selanjutnya biji tidak dipotong dan sebagian biji dipotong menjadi 3 (tiga) bagian yaitu; kepala, tengah dan ujung. Perlakukan perkecambahan biji ulin dikelompokan menjadi empat perlakukan yaitu : 1. Po (biji tidak dipotong) 2. P1 ( potongan biji bagian kepala ) 3. P2 ( potongan biji bagian tengah ) 4. P3 ( potongan biji bagian ujung ) Biji tanpa kulit disemaikan pada bedeng semai yang diisi pasir. Ukuran bedeng 2x1 m atau bak perkecambahan yang ada dan berada di rumah kaca atau di bawah naungan sarlon atau naungan pohon . Dalamnya bedeng pasir sekitar 15 cm. Biji dibenamkan dalam bak pasir dan kurang lebih satu cm dari permukaan. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Adapun jumlah dan jenis perlakukan biji ulin yang dilakukan pengamatan di Persemaian BDK Samarinda seperti dalam tabel di bawah ini. No 1 1 2 3
Perlakukan Po (biji tidak dipotong) P1 (potongan biji bagian kepala) P2 (potongan biji bagian tengah) P3 (potongan biji bagian ujung)
Jumlah 100 173 54 132
Keterangan
3
Setelah umur 25 – 30 hari sudah ada tanda-tanda pertumbuhan, dengan ditandai munculnya beberapa biji mulai tumbuh. Pada umur tersebut sudah tumbuh untuk perlakuan Po (biji tidak dipotong) tumbuh 4 batang, dan P1 (potongan bagian kepala) tumbuh 3 batang.
Semai biji ulin
Semai kepala
potongan Semai tengah
potongan Semai potongan ujung
4. Penyapihan bibit Biji mulai berkecambah setelah lebih kurang 25 hari. Biji ulin akan tetap berada di tanah. Setelah tinggi semai mencapai 25-30 cm atau telah memiliki jumlah daun 4 – 6 helai dilakukan pemotongan biji. Setelah pemotongan biji maka semai disapih ke dalam polybag yang telah disediakan. Hasil pengamatan sementara setelah satu tahun adalah : No 1 2 3 4
Perlakukan Po P1 P2 P3 Jumlah
Biji ulin yang telah tumbuh dan siap disapih
Jumlah 100 173 54 132 459
Tumbuh 82 125 34 83 324
Disapih 69 96 22 71 258
Biji ulin yang telah berkecambah siap disapih
Keterangan
Prosentase Tumbuh 70,5 %.
Bibit ulin siap tanam yang berasal dari biji yang dipotong.
TEKNIK PEMBIBITAN BIJI ULIN BERULANG Biji ulin mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bibit lebih dari satu dengan teknik pemotongan biji. Ada dua cara yang dapat digunakan yaitu (a) memotong biji menjadi 2-3 bagian tergantung panjangnya biji lalu biji yang telah dipotong disemaikan (b) biji disemaikan terlebih dahulu dan setelah berkecambah maka biji pada semai dipotong. Sisa potongan biji dikecambahkan lagi. Bila sisa biji telah berkecambah maka dilakukan
4
pemotongan lagi pada biji yang berkecambah lalu potongan dikecambahkan lagi demikian seterusnya hingga diperoleh 2-3 bibit dalam setiap biji. Dibandingkan
dengan
pemotongan
biji
pada
permulaan
atau
sebelum
dikecambahkan di mana ukuran biji 3-4 cm pada cara (a), dan ukuran biji yang lebih besar pada cara (b) maka diharapkan teknik yang terakhir diharapkan akan lebih berhasil. Benih yang berukuran lebih besar diharapkan akan memberikan keberhasilan perkecambahan yang lebih baik. 1. Pemotongan biji semai Bibit ulin yang tingginya 20-30 cm dan berdaun 4-6 helai, didongkel dari bak pasir dengan hati-hati jangan sampai biji lepas dari semai. Dengan menggunakan pisau atau cutter yang tajam dan steril maka biji dipotong sepanjang kurang lebih 4 cm dari pangkal semai. Semai yang telah dipotong sebagian bijinya disapih ke dalam polybag yang telah disiapkan. Ukuran poybag sekitar 15x20 cm. Polybag yang telah berisi semai ulin disusun pada bedeng semai yang diberi naungan sarlon atau naungan pohon. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari kecuali hujan. 2. Penyemaian sisa biji Sisa biji ulin yang telah dipotong dari semai dapat berkecambah lagi. Biji tersebut disemaikan pada bak pasir seperti waktu penyemaian biji yang pertama. Sisa biji akan semaikan lagi namun memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sekitar 3-4 bulan. Bila telah biji telah berkecambah dan sisa biji masih cukup panjang maka dilakukan pemotongan biji sepanjang sekitar 4 cm. Semai disapih ke dalam polybag dan sisa biji disemaikan lagi di bak kecambah. Setiap biji dapat menghasilkan 2 - 4 bibit tergantung dari panjangnya biji ulin. Semakin panjang biji ulin semakin banyak bibit yang dapat dihasilkan.
Hasil penyemaian biji ulin
Biji ulin yang telah tumbuh dipotong sebagian
Biji ulin yang telah dipotong disemaikan kembali
Hasil penyemaian pemotongan biji ulin kedua
3. Penyapihan bibit Pelaksanaan kegiatan penyapihan dari pengecambahan sisa biji ini sama dengan penyapihan sebelumnya yaitu, setelah tinggi semai mencapai 25-30 cm atau telah memiliki
5
jumlah daun 4 – 6 helai dilakukan pemotongan biji. Setelah pemotongan biji maka semai disapih ke dalam polybag yang telah disediakan. 4. Pemeliharaan bibit. Kegiatan pemeliharaan bibit di bedengan memegang peranan yang penting dalam keberhasilan pengadaan bibit ulin. Penyiraman bibit dilakukan pada pagi hari kecuali hujan. Pembersihan terhadap gulma dilakukan setiap bulan tergantung keadaan gulma. Untuk menghindari persaingan antar bibit maka dilakukan pemisahan terhadap bibit. Bibit yang sama tingginya ditempatkan pada tempat yang sama. Untuk menghindari serangan penggerek batang yang sering menyerang bibit ulin maka perlu diberi insektisida antara lain furadan. Pemberian furadan di atas tanah pada polybag. Bibit ulin siap tanam setelah tingginya 40-60 cm dan biasanya memerlukan waktu sekitar 12 bulan. Hasil pengamatan bibit yang sudah disapih setelah umur 2 bulan, harus segera ditempatkan di luar yang mendapat cahaya matahari langsung, sebab kalau tidak bibit akan mati.
PEMANFAATAN UNTUK KEDIKLATAN Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan persemaian BDK Samarinda perlu adanya langkah-langkah nyata untuk memanfaatkan persemaian tersebut dalam kediklatan. Salah satu pemanfaatan persemaian ini adalah dengan memperkenalkan pengadaan bibit ulin dengan pemotongan biji ulin berulang. Teknik pengadaan bibit ulin dengan pemotongan biji berulang
ini telah di
informasikan kepada peserta diklat khususnya, bidang rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial, terutama kediklatan yang materinya ada yang terkait dengan kegiatan di persemaian. Ini diberikan untuk memperkaya pengetahuan yang menyangkut kegiatan pembibitan. Dan diharapkan para peserta diklat bisa mencobanya, untuk jenis-jenis lain yang mungkin dapat dikembangkan di daerah masing-masing. Ternyata para peserta diklat antusias meresponnya. Teknik pengadaan bibit ulin dengan pemotongan biji berulang ini, dapat dipakai sebagai salah satu media dalam penyelenggaraan kediklatan, dan juga untuk memperkaya pengetahuan tentang persemaian dan pembibitan tanaman hutan khususnya jenis kayu ulin. Diklat-diklat yang telah memanfaatkan teknik ini antara lain : a) Diklat Perbenihan; b) Diklat Pembibitan dan Persemaian.; c) Diklat Budidaya Gaharu.; d) Diklat Pengelolaan Hutan Rakyat; e) Diklat Pembuatan Alat Bantu Penyuluhan Kehutanan; f) Diklat lainnya yang mata diklatnya ada persemaian. 6
PENUTUP Pembuatan bibit ulin dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui teknik pengupasan kulit biji, pemotongan biji. Dengan teknik pemotongan biji berulang ini satu buah biji dapat menghasilkan 3-4 bibit tergantung panjangnya biji. Dengan demikian maka penggunaan biji lebih hemat dan lebih efisien. Seperti diketahui biji ulin mempunyai ukuran panjang dan berat yang cukup besar. Melalui penerapan teknik ini maka kebutuhan biji untuk pembuatan bibit ulin dapat dikurangi sampai 50 % bila persentase keberhasilan cukup tinggi. Selain itu teknik ini dapat dimanfaatkan dalam kediklatan yaitu sebagai media pembelajaran dalam kediklatan.
DAFTAR PUSTAKA Effendi, R. 2006. Pohon Ulin dan Keunggulannya. Lembusuana volume 6 nomor 66 bulan September 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Martawijaya, I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Yusliansyah, R. Effendi , Ngatiman, Sukanda, Ernayati, T.Wahyuni. 2004. Status Litbang Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm &Binn). Balai Litbang Kehutanan Kalimantan Samarinda. Riskan Effendi (2003) Teknik Silvikultur Ulin, Balai Litbang Kehutanan Samarinda
Kalimantan,
Yusliansyah dan Ady Iskandar (2003), Ulin, Kayu Andalan Kalimantan Yang Multi Guna, Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Samarinda. Laporan Kegiatan Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda.tahun 2010.
7
