TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFICKING) Oleh: Oksidelfa Yanto Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan Email:
[email protected] Abstrak Tindak pidana perdagangan orang, terus saja berkembang dengan bentuk dan modus yang mengerikan. Jaringannya terorganisir dengan rapi. Tidak saja di Indonesia namun juga ke luar negeri. Dalam praktek, tindak pidana perdagangan manusia yang sering menjadi korbannya adalah wanita dan anak-anak. Anak dan wanita dieksploitasi dengan berbagai cara. Mulai dari perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan sampai pada penjeratan utang. Cara-cara seperti tersebut diatas, pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk kejahatan yang menabrak rambu-rambu kehidupan manusia yang sesungguhnya dan bertolak belakang dengan hak-hak hidup yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Agar hak-hak untuk hidup manusia tidak diabaikan, maka tindak pidana perdagangan manusia harus segera dihentikan. Inilah bentuk tanggungjawab negara yang seharusnya dilaksanakan dalam rangka perlindungan hak asasi manusia. Kata Kunci: Tanggungjawab, Tindak Pidana, Perdagangan Manusia Abstract The Crime of human trafficking is still gowing in any terrible shapes and modus. its networking is well-organized both domestically and internationally. Women and children are highly-potensial victims of human trafficking. There are various ways in exploiting the victims into human trafficking. Human trafficking is contradicted to the constitutional guarantee on human rights, especially right to life, as written in The 1945 Constitution of Republic of Indonesia. In order to stop the human rights violation as descibed above, the Government must get the human trafficking stopped. This is the responsibility of state on human rights protection. Keywords: Responsibility of State, Crime, Human Trafficking
A.
Pendahuluan Dalam ketentuan hukum pidana materiil, dijelaskan bentuk dan jenis tindak
pidana yang dapat berupa tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan tindak 1
pidana khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP. Salah satu tindak pidana khusus yang sering terjadi dalam kehidupan manusia adalah tindak pidana perdagangan manusia.1 Meski masuk dalam kejahatan khusus sebagaimana diatur dalam UndangUndang (UU) Nomor 21 tahun 2007, namun Tindak pidana perdagangan manusia juga bertentangan dengan Pasal 297 KUHP, Pasal 324 KUHP dan Pasal 526 RUU (Rancangan Undang-Undang) KUHP. Kejahatan ini meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sehingga tidak salah tindak pidana perdagangan dan atau penyelundupan manusia diperkirakan merupakan kejahatan dengan nilai keuntungan terbesar ke-3 (tiga) setelah kejahatan Penyelundupan Senjata dan Peredaran Narkoba.2 Meski Indonesia sudah memiliki ketentuan hukum yang mengatur tindak pidana perdagangan manusia, namun dalam praktek perdagangan manusia selalu saja terjadi dengan modus yang mengerikan apalagi kejahatan ini memiliki keuntungan terbesar ke-3 (tiga) setelah kejahatan Penyelundupan Senjata dan Peredaran Narkoba.
1
Dengan demikian sangat jelas bagi kita bahwa kasus kejahatan perdagangan manusia bukanlah kasus pidana umum seperti yang diatur dalam KUHP. Namun tindak pidana ini diatur dalam undang-undang tersendiri. Hal ini disebabkan karena modus dari kejahatan ini mengancam keberadaan Hak Asasi Manusia yang sejatinya tidak boleh dirampas oleh siapapun. Disamping itu, kejahatan ini sindikatnya terkadang melibatkan banyak negara secara internasional. Sehingga untuk kejahatan perdagangan orang jika diatur dalam KUHP, maka tidak akan sanggup KUHP merumuskan pasalpasal yang akan mengancamnya. Untuk itu haruslah dirumuskan dalam suatu peraturan hukum tersendiri diluar KUHP. 2 Indonesia merupakan negara sumber utama perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan, anak-anak, dan laki-laki, dan dalam tingkatan yang jauh lebih rendah menjadi negara tujuan dan transit perdagangan seks dan kerja paksa. Masing-masing propinsi dari 33 propinsi di Indonesia merupakan daerah sumber dan tujuan perdagangan manusia, dengan daerah sumber yang paling signifikan adalah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Sejumlah besar pekerja migran Indonesia menghadapi kondisi kerja paksa dan terjerat utang di di negara-negara Asia yang lebih maju dan Timur Tengah - khususnya Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Kuwait, Suriah, dan Irak. Lebih jauh baca http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/laporanpolitik/perdangangan-manusia.html.
2
Tidak salah kemudian kejahatan ini bertentang dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).3
B.
Pembahasan 1. Pengertian Perdagangan Manusia Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 Tentang
Perdagangan Orang dapat dijumpai definisi Perdagangan Orang (trafficking) yaitu: Tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi4 atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Sementara dalam Pasal 1 ayat 2-nya dijelaskan; Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Substansi hukum bersifat
3
Pada dasarnya mengapa perdagangan orang bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini disebabkan perdagangan orang dilakukan melalui cara ancaman, penipuan, penculikan, pemaksaan, kecurangan, kebohongan dan penyalahgunaan kekuasaan serta bertujuan untuk praktek-praktek prostitusi, pornografi, kekerasan atau eksploitasi, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa. Dalam kontek ini, maka jika salah satu cara tersebut di atas dilakukan, sehingga terjadi perdagangan orang, maka dianggap sebagai kejahatan yang melanggar hak asasi manusia. Didalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 4 Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual,organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil” “Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan”.
3
formil karena berdasar pembuktian atas tujuan kejahatan trafiking, hakim dapat menghukum seseorang). Pengertian dari perdagangan orang juga dapat dilihat dari Pasal 3 Protokol PBB5. Menurut Protokoler PBB perdagangan orang (trafficking) berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Agak berbeda kiranya apa yang dijelaskan dalam Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum. Dalam KUHP tersebut tidak memberikan penjelasan mengenai kata “perdagangan”. Namun R. Soesilo dalam bukunya memberi penjelasan terhadap Pasal 297 KUHP tersebut yaitu bahwa: “Yang dimaksudkan dengan perniagaan atau perdagangan perempuan ialah melakukan perbuatan-perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya mencari perempuan-perempuan muda untuk dikirimkan ke luar negeri yang maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran.”6 Penjelasan Soesilo tersebut mempersempit arti dari memperniagakan kepada tujuan “prostitusi”. Penjelasan Soesilo kemudian diperkuat oleh Noyon-Langemeyer seperti dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, yang mengatakan bahwa: “perdagangan perempuan harus diartikan sebagai: semua perbuatan yang langsung bertujuan untuk menempatkan seorang perempuan dalam keadaan tergantung dari kemauan orang
5
Di Indonesia, protocol PBB tentang Trafficking diadopsi dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak. RAN dikuatkan dalam bentuk Keppres RI Nomor 88 tahun 2002, disebutkan Trafficking Perempuan dan Anak adalah segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau tindakan perekrutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan penampungan sementara atau ditempat tujuan, perempuan dan anak. 6 R. Soesilo, KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politea, 1995, hlm. 217.
4
lain, yang ingin menguasai perempuan itu untuk disuruh melakukan perbuatanperbuatan cabul dengan orang ketiga (prostitusi)”7 C.S.T. Kansil mengatakan bahwa selama ini perdagangan orang dianggap sama dengan perbudakan, yang diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang berada di bawah kepemilikan orang lain.8 2. Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia Dilihat dari bentuknya, perdagangan orang dapat terjadi dalam berbagai peristiwa sebagai berikut: Pertama, penjualan anak. Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaki seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Kedua, penyuludupan manusia. Penyuludupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan, sebagai cara untuk memperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung, keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi ke dalam sebuah kelompok negara, orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau warga negara tetap. Ketiga, migrasi dengan tekanan. Migrasi, baik yang bersifat legal maupun ilegal adalah proses orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan satu tempat dan pergi ke tempat lain. Perdagangan perempuan dan anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ke tempat kain secara paksa, ancaman kekerasan atau penipuan. Keempat, Prostitusi anak. Prostitusi anak adalah anak yang dilacurkan, menggunakan anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Pengertian tersebut meliputi: menawarkan, mendapatkan dan menyediakan anak untuk prostitusi. Prostitusi perempuan dewasa. Prostitusi perempuan dewasa yang masuk kategori perdagangan orang adalah perempuan yang ditipu.9
7
Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta-Bandung: PT Eresco, 1980) hal.128. 8 Heny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang “Kebijakan Hukum Pidana dan Pencegahannya” (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 27. 10. www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=149:ben tuk-bentuk-perdagangan-orang-&catid=125:artikel&Itemid
5
Bentuk-bentuk perdagangan diatas menunjukan bahwa anak-anak dan wanita muda diselundupkan untuk dijadikan pekerja di tempat-tempat yang rawan prostitusi. Mereka dipaksa melakukan aktifitas seksual demi keuntungan para pelaku perdagangan manusia tersebut. Inilah bentuk kejahatan yang sebenarnya sudah tidak bisa dibiarkan terus berkembang.
3. Jumlah Kasus Perdagangan Manusia Jika kita lihat target dan sasaran dari perdagangan manusia ini maka para sindikat lebih banyak mengincar para wanita dan anak-anak, khususnya mereka yang berusia muda. Kasus perdagangan manusia atau yang dikenal dengan trafficking in person di Indonesia membumbung tinggi. Menurut data e-perlindungan Kementerian Luar Negeri, selama kuartal pertama tahun ini telah terjadi peningkatan hingga 73% atau sebanyak 109 kasus, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, menurut catatan organisasi internasional untuk migrasi (IOM), kasus perdagangan orang di Indonesia pada periode 2008-2010 mencapai 1.647 orang. Jumlah ini bisa terus meningkat bila tidak ditanggulangi oleh semua pemangku kepentingan.10 Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah melaporkan bahwa ada 358 korban perdagangan manusia pada tahun 2011, termasuk 111 perempuan dan tidak punya anak; sebagian besar korban (53 persen) berasal dari Jawa Barat. Tahun 2012 sebanyak 27 juta orang di seluruh dunia menjadi korban perbudakan modern,yang kita sebut perdagangan manusia. (Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton).11 Menurut laporan Global tentang Perdagangan Manusia tahun 2014, yang diluncurkan oleh Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) di Wina; “Satu dari tiga korban dari perdagangan manusia adalah anak, dan anak perempuan 10
http://news.detik.com/berita/2581041/kemlu-kasus-perdagangan-manusia-di-indonesiameningkat-tajam 11 http://counterwomentrafficking.blogspot.co.id/p/data-dan-fakta.html
6
serta perempuan yang secara khusus menjadi target dan dipaksa menjadi “budak modern”. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ada tempat di dunia di mana anak-anak, perempuan dan laki-laki aman dari perdagangan manusia. Kemudian UNODC juga melaporkan setidaknya ada 152 negara asal dan 124 negara tujuan yang dipengaruhi oleh perdagangan manusia, dan lebih dari 510 perdagangan manusia yang saling bersimpangan di dunia. Dari itu setiap negara perlu mengadopsi Konvensi PBB untuk Menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional dan protokol serta berkomitmen untuk menerapkan secara penuh berbagai ketentuan tersebut. 12 Komnas Perempuan tahun 2013 dalam Catatan Tahunan nya memaparkan jumlah kasus perdagangan orang yang ditangani sebanyak 614 kasus. Sedangkan IOM (International Organization for Migration) menangani 1.559 korban di tahun yang sama. Sehubungan dengan kondisi di atas dan adanya mandat yang telah diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Kepolisian di NTT, Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia (Amasiaga) melakukan audiensi dengan Wakil Kepala Kepolisian R.I. (Wakapolri) untuk mengingatkan dan mendesak komitmen Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagai satu bagian yang utuh dengan pemerintahan Jokowi untuk membongkar mafia perdagangan orang secara khusus di wilayah NTT.13 Dari gambaran diatas, Indonesia termasuk negara yang rentan menjadi pengirim dan tujuan praktik perdagangan manisa (human trafficking), khususnya perempuan dan anak-anak.
4. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Manusia Pengaturan mengenai perdagangan manusia secara eksplisit terdapat dalam berbagai macam konvensi dan peraturan, baik tingkat nasional maupun internasional.
12
http://unic-jakarta.org/2014/11/25/ perdagangan anak meningkat menurut laporan PBB
terbaru. 13
http://www.bantuanhukum.or.id/web/blog/polri-bongkar-segera-kasus-perdagangan-orang-
di-ntt
7
Ditingkat internasional pada tahun 1926, lahirlah sebuah instrumen internasional yang secara tegas melarang praktek perbudakan. Konvensi ini kemudian ditandatangani di Jenewa pada tanggal 25 September 1926. Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah guna pengahapusan sesegera mungkin perangkat-perangkat kelembagaan serta praktek-praktek yang meliputi perbudakan berdasarkan hutang, perhambaan, pertunangan anak dan praktek-praktek perkawinan dimana seorang perempuan diperlakukan sebagaiharta milik, baik oleh keluarganya sendiri maupun keluarga suaminya, atau bisa diwariskan setelah kematian suaminya.14 Selanjutnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1949 melahirkan suatu konvensi atau yang kita kenal dengan Convention for the Supression of the Traffic in Person and of the Exploitation of the Prostitution of Others. Konvensi ini mewajibkan negara peserta untuk menghukum mereka yang menjerumuskan orangorang, bahkan korban jika menyetujuinya, demi memuaskan manusia lainnya. Dalam konvensi ini juga disebutkan bahwa negara peserta juga terikat untuk menghukum mereka yang mengeksploitasi pelacur. Konvensi ini juga mencakup mereka yang secara finansial terlibat dalam pengelolaan atau pengoperasian rumah pelacur atau siapapun yang menyewakan atau menyewa tempat-tempat untuk melacurkan orangorang lain.15 Dan pada tanggal 15 Desember 2000, Majelis Umum PBB, berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 55/25 mengadopsi Konvensi tentang United Nations Convention Against Transnational Organized Crime atau Konvensi mengenai Kejahatan Terorganisir beserta ketigaprotokolnya, yakni: Pertama, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol Pergadangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak); Kedua, Protocol Against the Smuggling of Migrants by Land Air and Sea, 14 15
http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/hukum-perdagangan-manusia-human.html. Ibid.
8
supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol Penyelundupan Migran); Ketiga, Protocol against the Illicit Manufacturing of and Trafficking in Firearms, Their Parts and Components and Ammunition,
supplementing
United
Nations
Convention
against
Transnational Organized Crime (Protokol Perdagangan Senjata Gelap). Dalam Preambule Protokol, Negara Peserta (States Parties) menyatakan tindakan efektif (effective action) untuk mencegak dan memerangi perdagangan wanita dan anak memerlukan pendekatan internasional komprehensif di negara-negara asal, transit, tujuan (the countries of origin, transit, and destination) termasuk upaya-upaya untuk mencegah perdagangan, menghukum pelakunya (trafficker), dan melindungi korbanya termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional.16 Di Indonesia tindak pidana perdagangan manusia diatur dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Orang yang diperdagangkan (korban trafficking) adalah seseorang yang direkrut, dibawa, dibeli, dijual, dipindahkan, diterima atau disembunyikan. Modusnya bermacam-macam. Ada yang dengan cara ancaman, penggunaan kekuasaan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentaan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain), terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang. Pelaku dari tindak pidana ini dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam pasal tersebut dijelaskan rincian sanaksi yang dapat dijatuhkan. Lebih lengkapnya pasal tersebut berbunyi; “Bahwa setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
16
Ibid.
9
atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”. Sanksi yang sama ini juga berlaku untuk dikenakan pada setiap tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang mengakibatkan orang tereksploitasi. Disamping ketentuan khusus UU Trafficking diatas, pengaturan perdagangan manusia juga dapat dilihat sanksinya dalam Pasal 297 KUHP yang berbunyi; “Memperdagangkan perempuan dan laki-laki yang belum dewasa dihukum penjara selama-lamanya enam tahun”. Kemudian juga dalam Pasal 324 KUHP yang berbunyi; “Barangsiapa dengan biaya sendiri atau orang lain menjalankan perniagaan budak belian atau melakukan perbuatan perdagangan budak belian atau dengan sengaja turut campur dalam hal itu, baik langsung maupun tidak langsung, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Mengingat korban dari perdagangan manusia termasuk juga anak-anak, maka pengaturannya selain dalam UU Nomor 21 tahun 2007 juga diatur dalam UndangUndang Perlindungan Anak (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak). Hadirnya UU perlindungan anak ini menegaskan bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Bahkan dalam konstitusi dijelaskan bahwa; “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia”. 10
Jika dibaca lebih jauh UU perlindungan anak, maka dalam Pasal 20-nya dinyatakan; ”Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.” Selanjutnya Pasal 21 (1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. (3) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak. Meski telah memiliki Undang-Undang untuk mencegah dan melindungi manusia dari perdagangan, namaun apalah artinya sebuah UU jika tidak diimplementasikan dengan baik. Sekarang bagaimana negara dengan segala tanggungjawab yang sudah diamanatkan dalam Undang-Undang, baik UU Nomor 21 tahun 2007 maupun dalam UU Nomor UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak melaksanakannya dengan baik sehingga UU bukan hiasan kertas saja yang minim implementasi akan tetapi Undang-undang harus dapat memberikan perlindungan pada manusia dimana dan kapanpun untuk terhidar dari perbuatan perdagangan manusia.
5. Tindak Pidana dan Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana atau perbuatan pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan 11
masyarakat. Tindak pidana pada hakikatnya adalah perbuatan yang melawan hukum, baik secara formal maupun secara material. Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.17 Mengenai pengertian pidana pada hakikatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep pertama-tama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasikan tujuan pemidanaan, konsep bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan atau pembinaan individu sebagai pelaku tindak pidana.18 A. Ridwan Halim menggunakan “istilah delik untuk menterjemahkan strafbaar feit dan mengartikannya sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-undang.19 Hukum pidana Negara-negara Anglo-Saxon menggunakan istilah offense atau criminal act untuk maksud yang sama.20 Moeljatno berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah: ”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.”21 Pendapat Moeljatno tersebut diartikan, tindak pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan.22 17
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hal.83. 18 Ibid, hal.93. 19 Ridwan A. Halim, Hukum Pidana dan Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal 31. 20 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan II (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 86. 21 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal 54. 22 Ibid.
12
Menurut Bonger, seorang ahli kriminologi, “pidana” diartikan sebagai penderitaan yang dikenakan dengan sengaja oleh masyarakat (dalam hal ini negara) dan penderitaan ini hanya dapat dikatakan sebagai pidana kalau dimasukkan dalam hukum pidana dan dinyatakan oleh hakim.23 Dalam hal ini, maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dapat dikatakan bahwa orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi haruslah diingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula.24 Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Bambang Poernomo, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut: “Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”25 Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, Bambang Poernomo, juga berpendapat mengenai kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana.26 Maksud dan tujuan diadakannya istilah perbuatan pidana maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit namun belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah stafbaar feit dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci menerangkan 23
W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: Pustaka Sarjana, 2003), hal 24-
25. 24
Ibid. Bambang. Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992), hal.
25
130. 26
Ibid, hal 130.
13
pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya. Hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga ditengah-tengah masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang menunjukan pengertian perbuatan melanggar norma dengan mendapat reaksi masyarakat melalui putusan hakim. Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana
pada
orang
yang telah
melakukan
perbuatan
pidana
atas
dasar
pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle of legality). Asas legalitas inilah yang kemudian menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundangundangan. Artinya harus ada terlebih dahulu peraturannya. Biasanya ini lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu: Pertama, tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Kedua, untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. Ketiga, aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kealpaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dan kepada orang tersebut dapat diberikan sanksi sesuai keasalahannya. 14
Sementara untuk pelaku tindak pidana27 perdagangan orang dapat digolongkan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut: Pertama, orang perseorangan yaitu setiap individu/perorangan yang secara langsung bertindak melakukan perbuatan pidana perdagangan orang; Kedua, kelompok yaitu kumpulan 2 (dua) orang atau lebih yang bekerja sama melakukan perbuatan pidana perdagangan orang; Ketiga, korporasi yaitu perkumpulan/organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subjek hukum yang bergerak di bidang usaha yang dalam pelaksanaannya melakukan penyalahgunaan izin yang diberikan; Keempat, aparat yaitu pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang diberi wewenang tertentu namun melakukan penyalahgunaan dari yang seharusnya dilakukan. Pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagaimana disebutkan diatas melakukan kejahatan dengan membentuk sebuah sindikat yang kadang sulit tersentuh oleh hukum. Sindikat ini berkembang dengan menembus lintas negara. Para pelaku dengan sangat piawai dan tipu muslihat serta rayuan menjerat mangsanya terutama perempuan dan anak-anak. Lalu korban dieksploitasi dengan berbagai modus yang pada akhirnya korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri
dari
jeratan hutang, kesulitan
ekonomi yang melilit dan kemiskinan. Indonesia merupakan salah satu Negara yang kadang menjadi sumber dan tempat terjadinya perdagangan manusia. Bahkan kejahatan ini sudah sangat mencemaskan. Wajar jika Indonesia sempat dimasukkan di daftar Negara yang mengabaikan penenganan perdagangan manusia oleh Amerika Serikat. Barulah pada tahun 2005 indonesia dikeluarkan di daftar itu. Meski begitu perdagangan manusia tetap terjadi di Indonesia dengan modus dan cara yang sangat mengkawatirkan.
27
Dalam pasal 55 (1) KUHP yang berbunyi: (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Pertama, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; Kedua, mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
15
6. Faktor Penyebab Trafiking Anggota Komisi VIII DPR RI Saraswati Rahayu Djojohadikusumo mencatat, sedikitnya 100 ribu anak jadi korban perdagangan manusia. Jumlah ini belum termasuk jumlah wanita yang sudah di atas usia 18 tahun. Jumlah perdagangan manusia di Indonesia sejalan dengan jumlah perdagangan manusia di dunia. Setiap 42 (empat dua) detik, 1 orang menjadi korban perdagangan manusia. Masalah terbesar yang menyebabkan angka perdagangan manusia begitu besar masih disebabkan faktor ekonomi. Banyak warga di Indonesia, khususnya di daerah lahan pekerjaan tidak terbuka dengan luas. Ekploitasi ekonomi kemiskinan ini masih jadi faktor. Pendidikan kurang, lahan pertanian tidak ada dukungan dari pemerintah. Selain menjadi korban perdagangan manusia di bidang seks, tidak sedikit anak-anak yang dipekerjakan paksa di beberapa perusahaan. Di Indonesia, sedikitnya ada 3 (tiga) bidang industri yang paling banyak mempekerjakan anak. Industri emas, footware, dan tembako.28 Memang faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan menjadi persoalan utama terjadinya tindak pidana perdagangan manusia. Namun demikian tidak ada satupun faktor khusus yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia di Indonesia. Hal ini disebabkan masing-masing faktor saling kait-mengkait satu sama lainnya. Dari itulah perdagangan manusia terjadi karena bermacam-macam keadaan serta persoalan yang berbeda-beda pula. Untuk itu dapat disimpulkan beberapa faktor terjadinya perdagangan manusia atau trafficking antar lain: Pertama, kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban. Kedua, kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa melihat risiko dari pekerjaan tersebut. Ketiga, kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi 28
http://news.liputan6.com/read/2142451/100-ribu- anak - indonesia - korban - perdaganganmanusia-setiap-tahun
16
salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orang tua. Keempat, lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas. Kelima, lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking.29 Disamping itu terdapat juga faktor yang lain yang menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia yaitu; Pertama, keinginan cepat kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap trafiking. Kedua, faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya trafiking. Ketiga, peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Keempat, peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Kelima, perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini dan tentu saja rentan akan praktek trafficking. Keenam, kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.30
29
http://www.idlo.org/DOCNews/Human_trafficking (perdagangan manusia). Lebih jauh baca http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/hukum-perdagangan-manusiahuman.html. 30
17
7. Perlindungan Korban Perdagangan Orang Kepolisian Sektor Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau, mengungkap kasus perdagangan manusia (human trafficking) dengan menangkap tiga pelaku dan dua korban dari Sukabumi, Jawa Barat, berusia 14 dan 15 tahun berstatus pelajar.31 Jajaran Polres Cirebon berhasil mengamankan seorang pelaku yang diduga terlibat dalam sindikat perdagangan manusia. Pelaku merupakan pemilik kafe di Kepulauan Riau. Ia merekrut gadis-gadis belia asal Kabupaten Cirebon untuk dijadikan pekerja seks komersial di Batam. Pelaku mengawali aksinya dengan cara membuka lowongan pekerjaan untuk tenaga perempuan sebagai pelayan restauran. Ternyata setelah di Batam, gadis-gadis belia yang direkrut justru dipekerjakan sebagai wanita penghibur.32 Direktorat
Tindak
Pidana
Umum
Badan
Reserse
Kriminal
Polri
mengamankan dua warga negara Indonesia atas dugaan tindak perdagangan orang ke Guangzhou, Cina. Penangkapan ini bermula dari informasi yang diberikan oleh KJRI untuk di Cina, bahwa TKI asal Indonesia, yaitu Susniah, Poniyem, Alsifah, Fitriana Dewi, Dulhalim, Surahman, Dede, dan Sella, yang melarikan diri ke KJRI akibat dipekerjakan tanpa mendapat gaji.33 Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia memulangkan 53 warga negara Indonesia (WNI) korban perdagangan manusia. Puluhan WNI tersebut diduga akan diseludupkan ke Timur Tengah. Terungkapnya kasus perdagangan manusia ini berawal dari informasi pengiriman TKI yang diterima KBRI Malaysia dari perwakilan Indonesia di Timur Tengah. Informasi tersebut kemudian
31
Lihat http: // www. antara news. com/ berita/ 420435/ pelajar- jadi- korban- perdaganganmanusia- di- Batam 32 Lebih jauh baca http://www.kabar-cirebon.com/read/2015/09/enam-gadis-pabedilan-jadikorban-perdagangan-manusia 33 Lebih jauh baca http://news.detik.com/berita/2531676/dua-pelaku-perdagangan-manusia-kecina-dibekuk
18
dikembangkan lebih lanjut oleh tim satuan tugas perlindungan WNI di Kuala Lumpur yang bekerja sama dengan Polis Diraja Malaysia (PDRM).34 Dari beberapa kasus yang terjadi diatas, terlihat bahwa perdagangan manusia sungguh sangat memprihatinkan. Kejahatan ini terjadi tidak saja di dalam negeri namun juga sampai keluar negeri. Korbannya wanita dan anak-anak. Mereka ditipu dan dijual layaknya barang dagangan. Mereka yang diperdagangan ditipu dan dibujuk dengan berbagai cara. Dengan diiming-imingi pekerjaan bagus dan gaji besar, mereka dibawa dan kemudian ditempatkan di suatu tempat yang jauh dari harapan. Kejadian ini terus saja berlangsung seolah-olah hukum tidak ada yang mengaturnya. Padahal hukum dengan segenap aparat hukum dan pemerintah yang menjalankannya dapat menghentikan atau setidaknya mencegah terjadinya perdagangan manusia. Sehingga akan didapat perlindungan bagi manusia yang menjadi korban trafficking. Mengingat betapa sudah sangat berbahayanya tindak pidana perdagangan manusia terutama wanita dan anak-anak, maka sudah seharusnya negara atau pemerintah
Indonesia
mempunyai
tanggung
jawab
untuk
mencegah
dan
menanggulangi perdagangan perempuan dan anak.35 Apalagi Indonesia punya peraturan khusus. Dengan peraturan perundang-undangan khusus yang sudah ada, sepantasnyalah pemerintah Indonesia menjerat pelakunya demi terlindunginya para korban. Secara konstitusional negara wajib menyelenggarakan perlindungan bagi warga negaranya. Sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 34
Lihat lebih jauh http://news.liputan6.com/read/2140216/53-wni-korban-perdaganganmanusia-di-malaysia-dipulangkan 35 Dari modus dan bentuk tindak pidana perdagangan orang, terlihat bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk ekploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu.
19
Pasal lain dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4 juga menjelaskan pentingnya perlindungan bagi manusia. Landasan konstitusionalnya secara terang-terangan telah mengatur tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak-hak perempuan dan anak-anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat (2), yang rumusannya: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Perlunya diberikan perlindungan hukum bagi korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga internasional. Oleh karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Pentingnya perlindungan korban kejahatan mendapat perhatian serius dapat dilihat dari Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power oleh PBB, sebagai hasil dari The Seventh United Nation Conggres on the Prevention of Crime and The treatment of Offenders, yang berlangsung di Milan, Italia, September 1985. Salah satu rekomendasinya yaitu bentuk perlindungan yang diberikan mengalami perluasan tidak hanya ditujukan bagi korban kejahatan (victims of crime), tetapi juga perlindungan terhadap korban akibat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Dalam memberikan perlindungan bagi korban, hal ini tidak lepas dari masalah keadilan dan hak asasi manusia, di mana banyak peristiwa yang ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh perlindungan hukum yang memadai, oleh karena itu perlu perhatian dari pemerintah secara serius, dan memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan dalam upaya menegakan hukum.36 Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pengertian perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu: Pertama, dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang). Kedua, dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminan/santunan hukum atas penderitaan/ kerugian orang yang telah 36
Upaya Perlindungan Bagi Korban Kejahatan Human Trafficking, http://pembaharuanhukum.blogspot.co.id/2008/12/oleh-oktarinaz-maulidi-bab-i.html.
20
menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan “penyantunan korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan pemaafan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan sebagainya.37 Adalah sangat penting kiranya memberikan perlindungan kepada masyarakat oleh pihak-pihak terkait dari tindak pidana perdagangan manusia. Misalnya, Kepolisian sebagai aparat hukum harus aktif melakukan penyelidikan. Karena peneyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. (Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP). Hal ini bertujuan agar pelaku tindak pidana perdagangan orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan serta penipuan dapat dihukum dengan hukuman yang ada.
C.
Penutup 1. Kesimpulan Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan,
penculikan,
penyekapan,
pemalsuan,
penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana perdagangan manusia. Pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara 37
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.61.
21
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Dalam kasus perdagangan manusia masalah terbesar yang menyebabkan angka perdagangan manusia begitu besar masih disebabkan faktor ekonomi (kemiskinan) dan tingkat pendidikan yang rendah. Negara atau pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk mencegah dan menanggulangi perdagangan perempuan dan anak. Hal ini mengingat secara konstitusional negara wajib menyelenggarakan perlindungan bagi warga negaranya, sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945. Sejauh ini, tindakan negara atas kasus perdagangan manusia masih jauh dari maksimal. Meski ada upaya-upaya yang sudah dilakukan. Akan tetapi upaya tersebut harus selalu di maksimalkan demi melindungi harkat dan martabat manusia seutuhnya.
2. Saran Pemerintah agar secara terus-menerus meningkatkan kesadaran masyarakat dengan berbagai cara, misalnya melalui penyuluhan. Penyuluhan bisa saja melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan lembaga swadaya masyarakat, tentunya bersamasama dengan pemerintah dan aparat hukum terkait. Masyarakat desa atau daerahdaerah yang rawan sumber perekrutan sehingga terjadi perdagangan manusia harus menjadi prioritas untuk diberikan penyuluhan. Karena jika dilihat sasaran dari sindikat perdagangan manusia ini adalah masyarakat desa. Disamping itu, masyarakat harus selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap semua orang, terutama orang yang belum dikenal. Jangan sampai tergoda dengan bujuk rayu dan janji manis. Dan yang tidak kalah penting untuk dilakukan juga adalah penegakan hukum yang maksimal bagi pelakunya. Undang-undang yang ada harus diimplementasikan dengan sungguhsungguh untuk efek jera, baik bagi pelaku atau siapa saja sindikat yang ingin mencoba melakukan tindak pidana perdagangan manusia. Kita tunggu tanggungjawab negara dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia.
22
Daftar Pustaka
Buku Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan II (Jakarta: Rineka Cipta, 1994). Bambang. Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992). Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2007). Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011). Heny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang “Kebijakan Hukum Pidana dan Pencegahannya” (Jakarta: Sinar Grafika, 2011). Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987). Ridwan A. Halim, Hukum Pidana dan Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982). R. Soesilo, KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politea, 1995. Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta-Bandung: PT Eresco, 1980). W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: Pustaka Sarjana, 2003).
Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 39 tahun 1939 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak). 23
Internet http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/laporan-politik/perdangangan-manusia.html. http://unic-jakarta.org/2014/11/25/ perdagangan anak meningkat menurut laporan pbb terbaru. www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1 49:bentuk-bentuk-perdagangan-orang-&catid=125:artikel&Itemid http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/hukum-perdagangan-manusia-human.html. http://news.liputan6.com/read/2142451/100- ribu- anak - indonesia - korbanperdagangan-manusia-setiap-tahun http://www.idlo.org/DOCNews/Human_trafficking (perdagangan manusia). http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/hukum-perdagangan-manusia-human.html. http: // www. antara news. com/ berita/ 420435/ pelajar- jadi- korban- perdaganganmanusia- di- Batam http://www.kabar-cirebon.com/read/2015/09/enam- gadis- pabedilan- jadi -korbanperdagangan-manusia http://news.detik.com/berita/2531676/dua-pelaku- perdagangan -manusia- ke-cinadibekuk http://news.liputan6.com/read/2140216/53-wni- korban- perdagangan- manusia-dimalaysia-dipulangkan http://pembaharuan-hukum.blogspot.co.id/2008/12/oleh- oktarinaz- maulidi- babi.html Upaya Perlindungan Bagi Korban Kejahatan Human Trafficking. http://counterwomentrafficking.blogspot.co.id/p/data-dan-fakta.html http://news.detik.com/berita/2581041/kemlu- kasus- perdagangan- manusia- diindonesia-meningkat-tajam http://www.bantuanhukum.or.id/web/blog/polri-bongkar- segera-kasus-perdaganganorang-di-ntt
24