TANGGUNG JAWAB PIDANA KORPORASI
Laode M Syarif Komisoner KPK
Realitas UU Nasional
100
• Lebih UU Nasional yang mengatur secara Khusus Tanggu Jawab Pidana Korporasi • UU Lingkungan Hidup, UU TPPU, UU P3H, UU Perkebunan, UU TIPIKOR, UU Tata Ruang, UU Pertambangan, dll • Tapi Sangat Sedikit Korporasi yang dituntut di Pengadilan
• MENGAPAAAA ???
Konsep Tanggung Jawab Pidana Korporasi Pelaku
Pertanggungjawaban TAHAP 1: Pelaku natural person, pertanggungjawaban natural person. Contoh: KUHP TAHAP 2: Pelaku korporasi, pertanggungjawaban natural person. Contoh: UU 41/1999 (UU Kehutanan) TAHAP 3: Pelaku korporasi, pertanggungjawaban korporasi. Contoh: UU TPPU, UU Tipikor dan UU PPLH.
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam UNCAC Pasal 26 ayat 1 UNCAC:
“Each State Party shall adopt such measures as may be necessary, consistent with its legal principles, to establish the liability of LEGAL PERSONS for participation in the offences established in accordance with this Convention.” Note: INDONESIA SUDAH MENGATUR PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TENTANG TINDAK SEBELUM DISEPAKATINYA UNCAC MELALUI PENGESAHAN PASAL 20 UU NO 31 TAHUN 1999 PIDANA KORUPSI
PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM KASUS TIPIKOR Hukum Acara
Kesalahan Eksekusi Putusan
“Kehadiran Perma No. 13 Tahun 2016 MENJAWAB PERSOALAN TERSEBUT… Meberikan kepastian hukum bagi KORPORASI maupun APGAKUM”
PERMA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PERTAMA, penjelasan ketentuan umum yang menjelaskan berbagai hal termasuk bentuk korporasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dan pengurus yang juga meliputi penerima manfaat (beneficial owners).
KEDUA, Perma tersebut mengatur mengenai perbuatan dan beberapa bentuk kesalahan dari korporasi. Melalui hal tersebut maka diharapkan memberikan pedoman bagi hakim dalam menilai kesalahan oleh korporasi walaupun masih membuka peluang hakim dalam menemukan bentuk kesalahan korprorasi lainnya. Salah satu bentuk kesalahan adalah tidak melakukan pencegahan sesuai Pasal 4 ayat (2) Perma tersebut sehingga harusnya pasca perma ini, swasta melakukan langkah-langkah pencegahan korupsi secara serius.
KETIGA, perma tersebut mengatur mengenai tata cara penanganan perkara dengan pelaku tindak pidana adalah korporasi, mulai dari bagaimana tata cara pemeriksaan sampai dengan penanganan korporasi induk, subsidiari dan yang berhubungan serta korporasi yang melakukan peleburan, penggabungan, pengambilalihan serta pemisahan. KEEMPAT, Perma tersebut mengatur mengenai tata cara penanganan aset korporasi termasuk kebolehan bentuk penyimpanan berupa uang hasil penjualan aset korporasi yang disita dengan potensi nilai ekonomi yang menurun sampai adanya putusan. Kelima, Perma ini mengatur mengenai eksekusi denda, uang pengganti, restitusi serta sanksi lainnya.
Sumber: FCPA Stanford University
5 SANKSI TERBESAR FCPA
• US v Alstom S.A………………………..US$772,290,800 • US v Siemens A…………………………US$448,500,800 • US v VimpleCom Ltd…………………US$420,326,798 • US v Kellog Brown & Root LCC…..US$402,002,000 • US v BAE System PLC…………………US$400,000,400
Note: Melibatkan SUAP di INDONESIA Sumber: FCPA Stanford University
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Legislasi Tipikor di Indonesia Pasal 20 UU Tipikor “(1) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. (2) Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi APABILA TINDAK PIDANA TERSEBUT DILAKUKAN OLEH ORANGORANG BAIK BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA MAUPUN BERDASARKAN HUBUNGAN LAIN, BERTINDAK DALAM LINGKUNGAN KORPORASI tersebut baik sendiri maupun bersama-sama….”
Perbandingan Section 7 (1) UKBA 2010 dan Pasal 20 UU Tipikor UNCAC “A relevant commercial organisation (“C”) is guilty of an offence under this section if a person (“A”) associated with C bribes another person intending— (a) to obtain or retain business for C, or (b) to obtain or retain an advantage in the conduct of business for C. (2) Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi APABILA TINDAK PIDANA TERSEBUT DILAKUKAN OLEH ORANG-ORANG BAIK BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA MAUPUN BERDASARKAN HUBUNGAN LAIN, BERTINDAK DALAM LINGKUNGAN KORPORASI tersebut baik sendiri maupun bersamasama….”
HUKUM ACARA DALAM PASAL 20 UU TIPIKOR Pasal 20 UU Tipikor (3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. (4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain. (5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan. (6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat PENGURUS BERKANTOR.
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam UU TPPU di Indonesia
a) b) c) d)
Pasal 6 dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Investigasi Pidana Korporasi
Sebagai Perbandingan: Bukti apa yang dibutuhkan untuk menyidik kasus ini?
Suatu …. Perbandingan…
Alat Bukti Apa yang dibutuhkan dan siapa/apa/dimana … yang harus diperiksa ??
Kasus “Aneh tapi Nyata” • Mr Tengku Jafaar (Direktur) PT Holliday Development Menyuap Gubernur dan 3 Bupati Rp 3M , untuk mendirikan Perumahan dan lapangan Golf di kawasan hutan lindung. • Mr. Tengku Jafaar dibantu oleh Bendahara PT Holliday Development untuk mencairkan dana di Bank Lippo. • Pemilik (Owner PT Holliday Development) Mr Chiang Kai Sek, menyetujui pemberian suap tersebut. • Gubernur dan 3 Bupati terbukti serta Tengku Jafaar terbukti memberi/menerima suap tersebut. • Apakah kita biarin saja PT Holliday Development melenggang? • Bukti-bukti apa yang kita butuhkan untuk menjerat PT Hollidatu Development ?
Sekedar Contoh dan Perbandingan
KASUS GIRI JALADHI WANA • Latar Kasus: PT. GJW merupakan badan hukum yang menjalankan usaha dibidang perdagangan, industri, agrobisnis, pembangunan dan design interior. Pada tahun 2010 PT. GJW didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum atas pelanggaran Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Jo. Pasal 20 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. • Pendekatan: Hakim mempertimbangkan pengembangan dari Pasal 20 UU Tipikor sehingga dimasukan juga pendapat ahli serta pemeriksaan bahwa selain adanya hubungan kerja serta dilakukan oleh orang yang memiliki posisi, kegiatan tersebut juga sesuai dengan tujuan korporasi serta untuk manfaat bagi korporasi. • Sanksi: Denda yang jauh LEBIH KECIL dibanding PENGURUS korporasi (Rp. 1.317.782.129,00) serta pidana tambahan penutupan sementara selama 6 (enam) Bulan
Note: Satu-Satu-nya Contoh yang ada di Indonesia
Kasus Kalista Alam • Latar Kasus: PT. Kallista Alam sebagai badan hukum diwakili oleh Subianto Rusid yang merupakan Direktur PT. Kallista Alam. Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa PT. Kallista Alam sebagai korporasi telah melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf (h) yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 116 ayat (1) huruf (a), Pasal 118, Pasal 119 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. • Pendekatan: Hakim menggunakan pendekatan kesengajaan dengan kemungkinan bahwa tindakan tidak menyiapkan sarana dan prasarana menyebabkan terjadinya kebakaran. Selain itu, pertanggungjawaban pengurus tidak menghapus pertanggungjawaban korporasi. Pendekatan yang dilakukan adalah teori power and acceptance sesuai penjelasan UU PPLH • Sanksi: menolak kasasi sehingga menguatkan putusan Pengadilan Tinggi dan menjatuhkan pidana denda 3 Milyar serta menghapus pidana tambahan rehabilitasi lahan karena sudah diputuskan dalam putusa perdata.
Serious Fraud Office (SFO) and Rolls-Royce
Praktik Suap ‘Membudaya’ The UK's Serious Fraud Office (SFO) found conspiracy to corrupt or failure to prevent bribery by Rolls-Royce in China, India, Indonesia and other markets. The firm apologised "unreservedly" for the cases spanning nearly 25 years.
Mengaku Salah British engineering giant Rolls-Royce will pay £671m to settle corruption cases with UK and US authorities. The SFO revealed 12 counts of conspiracy to corrupt or failure to prevent bribery in seven countries - Indonesia, Thailand, India, Russia, Nigeria, China and Malaysia. Rolls-Royce said it would also pay $170m (£141m) to the US Justice Department, and a further $26m (£21.5m) to Brazilian regulators.
Mengaku Salah The agreement between the SFO and Rolls-Royce, approved by the court on Tuesday, is known as a deferred prosecution agreement (DPA). It is only the third such agreement that the SFO has struck since they were first introduced into UK law in 2014. They allow organisations to pay huge penalties, but avoid prosecution, if they freely confess to economic crimes such as fraud or bribery.
Indonesia-Garuda
In Indonesia, senior Rolls-Royce employees agreed to pay $2.2m and give a Rolls-Royce Silver Spirit car to an intermediary. There was an "inference" that this money was a reward for the intermediary "showing favour" to Rolls-Royce in respect of a contract for Trent 700 engines, used in airplanes, the SFO said.
Zero Tolerance In its statement, Rolls-Royce chief executive Warren East said: "The behaviour uncovered in the course of the investigations by the Serious Fraud Office and other authorities is completely unacceptable and we apologise unreservedly for it. "The past practices that have been uncovered do not reflect the manner in which Rolls-Royce does business today. "We now conduct ourselves in a fundamentally different way. We have zero tolerance of business misconduct of any sort," he added. The company's lawyer, David Perry, told the court that it had undergone a "fundamental change" since the investigations began, overhauling systems, training, governance and ethics strategies.
Bagaimana Menyidiknya? 1. 2. 3. 4. 5.
Orang-nya dulu atau perusahaan-nya dulu? Bukti-bukti apa dulu yang di kumpulkan? Dokumen-dokumen apa yang diperiksa dulu? Siapa dulu yang diperiksa? Ilmu apa dan alat apa saja yang dibutuhkan dalam investigasi?
6. Dan sejumlah pertanyaan lainnya.... PIKIRKAN
!!!
Hal-Hal yang Diperhatikan • Korporasi banyak model dan jenisnya (holding-subsidiarysister: Company) • Menghukum Korporasi memberi pelajaran pada pelaku usaha agar STOP menyuap. • “Hati-hati” menghukum korporasi yang “Go-Public”…tapi kalau dia nyata salah maka harus “diajari” agar tidak jahat lagi dikemudian hari. • Yang kurang dari APH kita “KEBERANIAN MENCOBA” karena ILMU-nya kita sudah miliki. • Semoga ada berita di Koran/Radio/TV…ada KORPORASI dijerat tindak pidana korupsi ☺
Terima Kasih