Telah dipublikasikan pada : Prosiding Seminar “ Arsitektur dalam Teknologi Pembangunan Perumahan Dan Perkotaan ISBN :978-979-3701-74-3 Mei 2009
TAMAN WISATA “ TO KAILI “, ALTERNATIF PENATAAN KAWASAN PANTAI TALISE Fuad Zubaidi Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Tadulako fhoead @yahoo.co.id Abstrak Pada hakikatnya, karya Arsitektur adalah hasil upaya manusia menciptakan lingkungan yang utuh untuk menampung kebutuhan manusia bertempat tinggal, berusaha atau bersosial budaya. Sasaran utamanya adalah ruang yang dapat menampung kegiatan manusia sekaligus memiliki makna, baik pada skala elemen bangunan maupun kawasan. Ruang merupakan bagian dari suatu bangunan, suatu kelompok bangunan, lingkungan bahkan suatu kawasan. Kawasan pantai teluk Palu memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata selain meningkatkan kualitas ruang publik ; panorama alam yang indah, lokasi strategis, pencapaian yang relatif mudah karena berada di pesisir pantai teluk Palu. Pengembangan wisata teluk Palu diharapkan dapat memperbaiki elemen lingkungan, mengintensifkan penggunaan lahan untuk berbagai fungsi sehingga meningkatkan kualitas lingkungan, daya tarik ,serta daya serap kota Palu sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW). Penelitian Terhadap Kawasan pesisir pantai dan Arsitektur Tradisional sebagai suatu strategi pembangunan berwawasan identitas yang sepatutnya ditangkap sebagai peluang yang sangat berharga untuk dapat melakukan apa yang disebut “ Vernacular Revival “ maksudnya adalah upaya untuk menyerap dan mengadaptasi keunikan Arsitektur Tradisional Kaili untuk kemudian di wujud kan kembali dalam bentuk yang baru dan menyiratkan kekinian atau modernitas. Diusulkan, salah satu upaya sebagai alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan hidup khususnya di pesisir pantai dengan mengembangkan penataan pesisir pantai yang berwawasan lingkungan dan budaya sebagai salah satu upaya membangun “
Vernacular Revival “ dengan menata kawasan pesisir pantai dengan konsep taman wisata. Kata Kunci : Pesisir pantai, Lingkungan, dan Taman Wisata
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengembangan sektor pariwisata merupakan bagian dari pembangunan nasional dan terkait dengan pembangunan sektorsektor lainnya, keberhasilan sektor pariwisata turut menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan umum pembangunan sektor pariwisata di Sulawesi Tengah adalah meningkatkan semua aspek kepariwisataan agar Sulawesi Tengah dapat menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Dari sekian banyak kawasan wisata yang ada, banyak pula yang belum mendapat perhatian dan pembangunan secara optimal khususnya pengembangan objek wisata bahari. Salah satu objek wisata yang belum mendapat perhatian dan pengembangan adalah pantai Talise sebagai salah satu dari objek wisata bahari dengan aksesibilitas pencapaian yang tinggi dari pusat kota adalah salah satu objek rekreasi yang banyak mendapat perhatian wisatawan nusantara (pengunjung lokal) sehingga menjadi tempat yang sangat ramai dikunjungi masyarakat terutama pada hari libur untuk melepas rutinitas sehari-hari. Untuk menarik lebih banyak pengunjung rekreasi pantai Talise, perlu dukungan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan objek wisata yang tidak hanya mengandalkan potensi rekreasi yang ada tapi mempertimbangkan beberapa aspek lainnya sehingga jumlah kunjungan pada objek wisata pantai Talise dapat meningkat. Pengembangan Teluk Palu merupakan suatu hal yang sangat strategis, karena mempunyai aksesibilitas yang tinggi sebagai pusat pengembangan dan ibukota propinsi Sulawesi Tengah sehingga berdampak positif terhadap kawasan Teluk Palu. Seiring dengan program pembangunan kawasan wisata di propinsi Sulawesi Tengah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kegiatan rekreasi, maka dipandang perlu untuk mengembangkan penataan sarana dan prasarana pendukung kegiatan rekreasi , penanganan masalah lingkungan serta lokasi yang belum dikembangkan merupakan permasalahan utama dalam pengembangan objek wisata pantai Talise.
Hakekat Arsitektur mempertautkan atributnya sebagai produk teknologi dengan tempat dan waktu tertentu, serta menyandang fungsi sebagai katalisator yang menghubungkan teknologi dengan budaya dan lingkungan Setempat. Dengan demikian upaya menciptakan Arsitektur berwawasan identitas mengandung arti bahwa “ Benang Merah “ yang menjiwai arsitektur Tradisional masa silam menjadi sumber atau landasan untuk melangkah dan menyambungkannya dengan “ Benang Emas “ Arsitektur Modern dimasa Depan. Oleh karena itu dilakukan suatu usaha yang nyata untuk mengoptimalkan fungsi objek wisata serta penanganan masalah lingkungan Pantai Talise sebagai salah satu potensi wisata dan potensi alam / lingkungan yang harus dipertahankan keasrian nya dengan jalan menyusun dan menetapkan suatu pola perencanaan yang sesuai dengan peruntukan lahan yang ada, dimana salah satu solusi penyelesaian yang dimaksud adalah “Taman Wisata To Kaili sebagai sebuah Alternatif Penataan Pesisir Pantai Talise Palu”. 2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat di identifikasi beberapa fenomena sebagai suatu permasalahan penataan lingkungan kawasan pesisir pantai Talise antara lain yaitu; penataan kawasan pesisir pantai yang tidak berlangsung baik dan tanpa perencanaan yang matang hingga terkesan pembangunan di pesisir pantai dibangun secara parsial dan kurang mempertimbangkan beberapa aspek seperti lingkungan, sosial, budaya, dan perilaku masyarakat walaupun di sisi lain ketersediaan sarana dan prasarana rekreasi dan wisata di pesisir pantai masih kurang memadai. Selain hal tersebut kadang kala pembangunan yang dilakukan disekitar kawasan pesisir pantai dapat menimbulkan kerusakan mutu lingkungan disebabkan pembangunan yang dilakukan tidak saling ber integrasi dan berkelanjutan. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan Kegiatan Wisata dan Rekreasi Pantai Menurut definisi yang luas, pariwisata atau wisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial budaya, alam, dan ilmu. Banyak batasan mengenai apa yang disebut “wisata“, yaitu setiap orang yang bepergian dari suatu tempat tinggalnya untuk berkunjung ketempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungan tersebut,
adalah lagi yang membedakan antara tourist dengan excursionist. Tourist adalah mereka yang melakukan perjalanan lebih dari 24 jam, sedang excursionist kurang dari 24 jam. Menurut Wall dalam soekadji, 2000 “Wisata adalah kegiatan bepergian dari suatu tempat ke tempat yang lain diluar tempat tinggalnya. Sementara itu kata rekreasi berasal dari bahasa latin yaitu Re dan cratio yang berarti penciptaan kembali. Istilah ini memiliki persamaan kata dengan membangun suasana yang baru atau pemanfaatan waktu istirahat atau rekreasi adalah penyegaran kembali badan dan pikiran melalui suatu kegiatan yang menggembirakan hati serta menyegarkan hati, seperti menikmati hiburan, piknik, tamasya dan berpetualang. (Soekadji,2000). Tujuan kegiatan wisata dan rekreasi sangatlah jelas seperti apa yang telah digambarkan pada pengertian wisata secara umum yaitu : kegembiraan, kepuasan, dan kenikmatan, keseimbangan fisik serta mental. Namun secara rinci tujuan kegiatan wisata dan rekreasi dapat dibedakan berdasarkan tingkat umur pelakunya : Bagi anak-anak (usia 3 - 12 tahun) wisata mempunyai fungsi membantu dalam pertumbuhan serta perkembangan fisik maupun mental, tahapan awal dari pengenalan kaidah-kaidah alam. Bagi anakanak, wisata mempunyai arti tersendiri, disini perlu adanya perhatian serta bimbingan dari orang tua tanpa mengurangi kebebasan anak. Bagi remaja (usia 13 – 21 tahun), wisata adalah hal yang perlu untuk mengembangkan bakat serta keseimbangan jiwa. Wisata dan rekreasi merupakan faktor yang dapat menghilangkan kejenuhan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat membantu mengurangi ketegangan yang mungkin terjadi dalam kehidupan. Bagi orang dewasa (usia 22 tahun ke atas),wisata ataupun rekreasi bagi orang dewasa adalah suatu kegiatan yang senantiasa dibutuhkan, karena mempunyai banyak tujuan disamping apa yang telah digambarkan seperti : kegembiraan, kepuasan, keseimbangan fisik serta mental, secara tidak langsung dapat lebih mengakrabkan anggota keluarga yang kadang banyak sibuk dengan kegiatan masingmasing. Selain tujuan wisata dan rekreasi menuntut klasifikasi tingkat umur, wisata juga mempunyai beberapa tujuan penting seperti edukatif, informasi, dan komunikatif. Pada hakikatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan dibatasi di sebabkan karena beberapa faktor. Motif perjalanan wisata atau kegiatan wisata antara lain adalah; motif fisik, motif budaya, motif interpersonal dan motif status atau prestisius. Klasifikasi tersebut tentu dapat di sub klasifikasi kan menjadi kelompok-kelompok motif yang lebih kecil berdasarkan sub kelas motif
wisata serta tipe wisatanya seperti; motif bersenang-senang atau tamasya, motif rekreasi dengan tipe wisata rekreasi (Recreation Tourist), motif Kebudayaan dalam tipe wisata budaya (Culture Tourism), motif wisata Olah Raga, motif wisata Bisnis, motif Wisata Konvensi, motif Spiritual, motif Interpersonal, motif Kesehatan, dan motif wisata sosial 2. Tinjauan Pengembangan Daerah Pantai Kebanyakan daerah-daerah pantai merupakan sasaran pembangunan yang sering menimbulkan konflik kepentingan, perencanaan dan pembangunan daerah pesisir pantai sering dilaksanakan pada suatu model yang bebas, terpecah-pecah, tidak saling terintegrasi dan sering menimbulkan dampak negatif pada lingkungan alam. Evaluasi dan perencanaan yang rasional karenanya diperlukan, yang mana melalui hal ini pengawasan lingkungan dapat diformulasikan dan diimplementasikan. Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan identitas, merupakan alat yang paling efektif untuk menjamin bahwa kualitas alam lingkungan dan keindahan daerah pantai berjalan baik. Jadi bagian ini menggambarkan beberapa faktor khusus yang perlu dipertimbangkan saat berhadapan dengan daerah pantai. a. Daerah Lingkungan yang Peka 1) Lahan basah dan dataran pasang surut Pada umumnya lahan basah pasut dan dataran pasut tidak boleh diisi atau dibangun. Tingginya muka air, tanah yang tidak stabil dan resiko banjir membuat pembangunan menjadi sulit. Nilai habitat lahan basah pasut sebagai suaka marga satwa, pembersih, penghasil unsur hara, tempat berpijak dan atraksi keindahan membuat nilai konservasinya menjadi penting. 2) Pantai Berpasir Beberapa pantai berpasir mudah rusak karena kegiatan manusia. Hilangnya vegetasi melalui injakan akan meningkatkan erosi. Pondasi bangunan biasanya tidak stabil, bahaya dari banjir mungkin tinggi, dan persediaan air dan masalah sisa buangan sering terjadi dan mahal biayanya. 3) Pembangunan yang Layak untuk Pantai Kualitas alam lingkungan dan daya tarik halaman yang menghadap ke pantai dapat rusak karena pembangunan yang tidak layak. Pembangunan yang intensif menyebabkan hilangnya banyak vegetasi dan meningkatkan bahaya polusi dari sistem septic.
Bangunan perlu dimundurkan dari tepi pantai dengan satu dermaga umum dari banyak dermaga pribadi. b. Pembangunan Lahan Pantai 1) Lokasi Pembangunan Bangunan-bangunan dan tipe-tipe pembangunan lainnya yang tidak memerlukan suatu lokasi pantai harus berada lebih ke darat dari garis pantai. Penempatan pembangunan yang demikian ke arah daratan akan menjaga daerah pesisir pantai bebas untuk pemanfaatan yang berkaitan dengan air yang lebih sesuai. Fasilitas-fasilitas penunjang untuk pangkalan termasuk bangunanbangunan dan daerah penyimpanan harus bertempat di darat. Penempatan fasilitas-fasilitas ini pada tepi pantai akan mengambil ruang terbuka yang berharga, mencemarkan perairan sekitarnya dengan aliran yang bergelora, dan secara luas meningkatkan kemungkinan kerusakan karena angin topan. Pangkalan sebaiknya bertempat di daerah-daerah dengan tepi yang curam dengan sirkulasi air yang baik, yang memberikan perlindungan terhadap gelombang dan topan. Pada kebanyakan kasus, garis pantai alami dapat secara luas dilestarikan dengan menempatkan dermaga terapung lebih jauh ke air. Hal ini akan mengurangi biaya pengerukan dan membangun dam yang mahal, dan akan melindungi pantai untuk rekreasi. 2) Kualitas Keindahan Desain setiap pembangunan pantai harus memperlihatkan kualitas keindahan dalam pertimbangan. Kemudahan pencapaian bagi masyarakat umum terhadap keindahan alam harus siap dapat dinikmati. Pemandangan daerah pantai dan estuaria dapat dilestarikan melalui pengguna zona penyangga atau melalui perencanaan ukuran dan lokasi jalan dan struktur bangunan dengan mengingat dampaknya yang nyata. c. Sistem Perairan dan Pembangunan 1) Penggunaan Jembatan, Tanggul dan Dok Jembatan, tanggul dan dok di perairan pasang surut dan lahanlahan basah harus dibangun, dengan demikian sirkulasi air tidak tertahan atau terhalang. Jembatan-jembatan lebih diinginkan daripada tanggul dengan penyaluran aliran air; jalan-jalan lintasan rawa dan dataran pasut yang ditinggikan dengan tiang-tiang mengawetkan habitat alam dan kurang merusak daripada tanggul. 2) Penggunaan Pancang Apabila perlu untuk memasang suatu bangunan di perairan pasang surut, pancang-pancang lebih baik dari pada tanah dan kerikil pengisi. Air, sedimen dan satwa liar dapat bergerak dengan bebas
dibawah tiang-tiang dimana pada struktur yang padat akan menimbulkan halangan. 3) Mempertahankan Pola Drainase Alami Pola drainase alam dari lahan-lahan pantai harus dipelihara. Penyaluran dan pengubahan aliran air pantai dapat menimbulkan polusi, merubah kadar garam dan mengurangi aktivitas biologi di muara dengan mengubah aliran dari payau, dataran pasang surut dan daerah-daerah perairan dangkal lainnya. 4) Peletakan Sumur Apabila sumur dipergunakan untuk persediaan air, air tanah yang tawar mungkin persediaannya berkurang di daerah-daerah pantai. Pemompaan air ke luar kadang-kadang menyebabkan air asin mencemarkan sumber air. Masalah penting ini diperlukan studi secara mendalam yang berkaitan dengan pembangunan pada suatu lokasi pantai. 5) Sistem Tangki Kotoran Sistem septik yang direncanakan dengan buruk dapat menimbulkan kesulitan terutama yang dekat garis pantai. Mengingat air biasanya dekat permukaan, air buangan mungkin masuk ke air tanah sebelum ini dibersihkan dengan baik. Tanah air yang mudah meresapkan air dan lahan-lahan basah yang relatif tidak meresap memerlukan perhatian khusus dalam bentuk dan mungkin membatasi lokasi pembangunan; batuan dasar yang dekat permukaan mungkin juga penyebab masalah. 6) Dampak Pengerukan Pengerukan seringkali merubah pola sirkulasi air dan sanitasi membebaskan bahan pencemar dari endapan dasar. Lumpur yang halus terganggu melalui pengerukan, mengeruhkan air dan membuat habitat yang buruk untuk organisme dasar sesudah endapan. Endapan lumpur mudah dipindahkan oleh pasang dan arus; saluran yang mampet mungkin seringkali perlu dikeruk ulang. Bilamana mungkin pengerukan harus dihindarkan. Apabila perlu, harus diminimalkan dan diatur secara berhati-hati. 7) Reklamasi Pantai dan Perairan Pasang Surut Sebagai suatu ketentuan, pantai dan perairan pasut tidak perlu ditimbuni atau dengan cara lain dirubah. Pengisian daerah pasut sering mengakibatkan banjir dan menyebabkan erosi. Selain itu penimbunan memindahkan aliran air dan endapan, merusak habitat, serta merusak daerah dangkal yang produktif. Dengan perencanaan yang berhati-hati, sempadan dapat dihindari dengan menempatkan pembangunan jauh dari tepi pantai yang tererosi. Jika tidak, ini mungkin untuk menetapkan atau membangun suatu jalur penyanggah vegetasi antara sempadan dan air. Ini akan
membantu mencegah sempadan dan akan melindungi habitat dan meningkatkan produktivitas. 8) Pantai yang Tererosi Perlindungan pelabuhan, tembok laut atau struktur lainnya yang tegak lurus terhadap tepi pantai seringkali memutuskan transportasi pasir karena aksi gelombang. Pasir mungkin terbentuk pada salah satu sisi dari penghalang ketika pantai pada sisi yang lainnya telah tererosi. Menghindari struktur yang demikian memungkinkan prosesproses alam untuk mensuplai kembali pantai yang tererosi dengan pasir. (Rees Colin, 1992 ). 3. Tinjauan Arsitektur Tradisional Pada hakikatnya suatu karya arsitektur adalah hasil dari pada usaha manusia menciptakan lingkungan yang utuh untuk menampung kebutuhan manusia bertempat tinggal, berusaha atau bersosial budaya. Budaya merupakan hal yang bersifat totalis kompleks dari gagasan-gagasan dan hal-hal yang dihasilkan oleh manusia di dalam pengalaman sejarahnya. Budaya menjadi pola pikir dan tindakan yang melandasi kegiatan manusia yang membedakannya dari manusia yang lain. Budaya juga dapat digambarkan sebagai cara manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan dalam mencapai keinginan serta tujuannya. Arsitektur tradisional adalah ungkapan budaya dan merupakan hasil pikir dari sebuah renungan yang berhubungan dengan manusia, alam dan Yang Maha Kuasa, oleh karenanya arsitektur tradisional bersifat spiritual sekaligus keduniaan, yang dibuat secara individu ataupun komunal. Arsitektur tradisional sebagai salah satu identitas dan pendukung kebudayaan, merupakan endapan fenomena dan tidak luput dari proses pergeseran kebudayaan dalam suatu bangsa, sehingga secara revolusioner perkembangan sangat lamban. Sedangkan tuntutan akan makna serta identitas dari arsitektur tradisional semakin meningkat. Agar tidak terjadi pergeseran nilai arsitektur tradisional, maka diperlukan usaha pembinaan dan pengembangan arsitektur Indonesia, yang ditekankan pada pengkajian mengenai nilai budaya yang berkaitan dengan arsitektur tradisional Indonesia dan dilakukan secara terpadu dengan memahami proses perubahan, (Budiharjo,1997). Arsitektur yang bertradisional adalah arsitektur yang dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah tradisional dan disebut arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang secara turun temurun dan menyesuaikan diri dengan kondisi dan potensi alam sekitarnya. Tradisi mengandung arti kebiasaan yang
dilakukan dengan cara yang sama oleh beberapa generasi tanpa mengalami perubahan yang berarti. Dengan demikian arsitektur tradisional mempunyai pengertian : “Suatu bangunan berkembang secara turun temurun pada pertumbuhan suatu suku bangsa dengan pertimbangan aspek-aspek tradisi, ritual, religius dan menyesuaikan diri terhadap kondisi dan potensi yang ada di sekitarnya”. (Sumalyo, 1999). 4. Tinjauan Arsitektur Kaili Kesinambungan antara masa lampau-masa kini dan masa depan, yang mengejawantah dalam karya-karya arsitektur setempat, merupakan faktor kunci dalam penumbuhan rasa harga diri, percaya diri dan jati diri atau identitas.Peninggalan sejarah di Indonesia khususnya dibidang bangunan yang nyata hampir tidak ada, kecuali beberapa alat rumah tangga. Tetapi dengan adanya kronika-kronika tertentu atau prasasti yang ada, dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangunnya. Salah satu benda itu adalah tempat tinggalnya. Dengan keahlian mereka mencoba untuk membuat bentuk, warna, tekstur yang mampu menyatu perasaan entah itu senang, takjub maupun takut. Karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menemukan dan menciptakan dunianya sendiri, memelihara dan selalu memperbaharuinya sehingga makin lama pengolahan itu semakin berkembang. Dengan sedikit keahlian pertukangan, pengetahuan membangun secara praktis dan spontan serta akal yang dipunyai, dapat memecahkan secara logis kebutuhan-kebutuhan hidup yang sangat dekat dengan alam. Hal ini yang melatarbelakangi lahirnya Arsitektur Tradisional di Indonesia, seperti halnya Arsitektur Tradisional Kaili. Suku Kaili merupakan salah satu suku yang berada di wilayah Sulawesi Tengah. Suku Kaili merupakan suku yang mayoritas karena keanekaragaman budayanya dan bahasanya selain itu terdapat banyak peninggalan-peninggalan sejarah suku Kaili yang menjadi bukti perkembangan suku Kaili baik itu benda-benda seni, adapt istiadat, maupun karya arsitektur tradisional Kaili. Secara umum karakter arsitektur tradisional Kaili mempunyai beberapa kemiripan dan ikatan benang merah dengan beberapa bangunan arsitektur tradisional di beberapa daerah seperti halnya : Bugis, Makassar dan Toraja. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa bentuk atap yang mirip, namun demikian arsitektur tradisional mempunyai karakter dan ciri khas yang cukup kuat dan beraneka ragam.
Bangunan tradisional suku Kaili berupa : rumah tinggal (Souraja/Banuambaso/Sapo Oge/Banua Magau, Katamba, Tinjai Kanjai), rumah tempat ibadah (Masigi), rumah tempat menyimpan (Gampiri), rumah tempat musyawarah (Baruga). Pada dasarnya empat nama rumah raja adalah sama artinya rumah besar atau rumah raja, akan tetapi istilah souraja menurut istilah tradisional Kaili kurang dikenal di daerah Tanah Kaili. Istilah souraja adalah istilah yang telah mendapat pengaruh Bugis Melayu, sedangkan banua mbaso atau banu magau adalah istilah Kaili dengan dialek “Ledo dan Sapo Oge”. Sedangkan untuk rumah tinggal yang lain didasarkan atas stratifikasi sosial penduduk Kaili pada waktu itu. Rumah Kataba yaitu rumah tinggal yang digunakan golongan menengah bangsawan, artinya “Kataba” berarti rumah papan yang terdiri dari bahan papan semuanya. Rumah “Tinja Kanjai” yaitu rumah untuk golongan rakyat biasa, “Tinja Kanjai” artinya rumah ikat. Rumah ibadah di Kaili disebut Masigi yang berarti Masjid yang menandakan mayoritas penduduk Kaili adalah pemeluk agama Islam. Rumah tempat musyawarah atau “Baruga” biasa juga disebut sebagai rumah adat tempat melakukan musyawarah atau melakukan beberapa pertemuan adat, yang biasa juga dipakai sebagai tempat penyelenggaraan pesta perkawinan dan sebagainya. Rumah tempat menyimpan / lumbung atau yang disebut dengan “Gampiri” yaitu bangunan yang berbentuk rumah panggung persegi empat memanjang. Bentuk sederhana dan tidak mempunyai jendela yang digunakan untuk menyimpan padi pada saat panen. Secara umum falsafah arsitektur tradisional merupakan pola pikir dan pola hidup tradisional yang selalu menghargai dan menimbulkan hubungan yang harmonis dengan alam. Masyarakat tradisional tidak hanya berpikir mikrokosmos atau dunia bawah, atau yang biasa disebut pola kehidupan horizontal, tetapi juga terhadap makrokosmos, dunia atas yang selalu berhubungan dengan sang pencipta Ilahi Rabbi. Arsitektur tradisional sebagai ungkapan budaya serta pola pikir pembuatnya dan merupakan hasil dari sebuah renungan, menyangkut kehidupan manusia dan penciptanya. Sehingga arsitektur tradisional bersifat spritual dan religius. Pada dasarnya, semua usaha dalam masyarakat tradisional mempunyai arti yang cukup luas. Setiap tindakan yang bersifat fisik ada hubungannya dengan kehidupan sesudah kehidupan PEMBAHASAN
Keberadaan suatu tempat wisata sebagai suatu sarana yang senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri menunjang pengembangan kepariwisataan utama di Kota Palu. Sarana seperti ini lahir dan berkembang pada kawasan yang memiliki latar belakang keindahan alam dan adat istiadat serta budaya yang mempunyai daya tarik sendiri dan menjadikan wisatawan lebih nyaman dan betah untuk tinggal beberapa waktu di tempat itu. Kawasan pantai teluk Palu memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata bahari, lokasi yang strategis, pencapaian dan aksebilitas yang cukup tinggi. Pengembangannya diharapkan mampu lebih meningkatkan kualitas lingkungan yang ada dan mampu menjadi daya tarik dan daya serap wisata hingga mempunyai daya saing yang cukup tinggi. Berbagai kegiatan wisata maupun rekreasi dapat dikembangkan pada kawasan teluk Palu, salah satu diantaranya adalah Taman Wisata Pantai Talise Palu. 1. Potensi dan Arti Penting Keberadaan Taman Wisata Pendekatan dasar yang digunakan dalam perencanaan dan pengembangan objek wisata bahari adalah “environmental planning approach” yang ditujukan untuk mencapai sasaran Kota Palu yang indah, bersih dan tertib sesuai konsep masyarakat di Kota Palu yang tersirat dalam motto : “Maliu Ntinuvu” pengabdian yang tulus dilandasi dengan semangat persatuan dan kesatuan yang kokoh dengan senantiasa mendapat lindungan Tuhan Yang Maha Esa, dalam melaksanakan pembangunan demi kehidupan yang makmur, sejahtera dan lestari. Aspek lingkungan sekitar kawasan yang mendukung keberadaan perencanaan Taman Wisata Pantai Talise antara lain : a. Pemukiman penduduk, penataan perumahan penduduk sekitar kawasan Teluk Palu. Penduduk sekitar kawasan termasuk masyarakat yang berpenghasilan rendah dan yang menengah yang umumnya menjadi nelayan dan pedagang kecil. b. Sarana dan prasarana : untuk prasarana kota terdiri dari sistem transportasi, komunikasi, kelistrikan dan pengairan air bersih maupun air kotor telah tersedia pada kawasan. c. Kondisi pantai teluk Palu : untuk kawasan pariwisata sepanjang pantai teluk Palu yang sebagian besar masyarakat kota Palu menjadikan tempat rekreasi dan melakukan aktivitas seperti berenang, bermain serta menikmati lingkungan alam. Untuk kawasan pantai Teluk Palu merupakan satu potensi wisata bahari yang khas karena di kawasan ini selain panorama pegunungan yang kental juga memiliki pantai yang memikat, di pesisir selatan terletak pusat kota Palu sebagai ibukota propinsi Sulawesi Tengah.
Selain itu potensi yang dapat dikembangkan yaitu potensi untuk kegiatan olah raga dan rekreasi berupa : Penyediaan sarana bermain dan plaza untuk anak Penyediaan sarana olah raga seperti volley pantai, kano, dan pacuan kuda pantai Penyediaan sarana rekreasi lain seperti lomba burung merpati Tour keliling , di sekitar kawasan pesisir pantai dan teluk Palu
2. Prospek Pengembangan Taman Wisata sebagai Wadah Wisata dan Rekreasi Salah satu daya tarik wisata yang mengundang wisatawan berkunjung ke Kota Palu karena kekhasan suasana teluk Palu dan pantainya, potensi alam berupa sumber daya alamnya, budaya, serta beberapa peninggalan sejarah yang ada. Hal tersebut membuka prospek yang cukup luas dan besar bagi pengembangan dan peninggalan objek wisata di teluk Palu itu sendiri. Hal ini mengingat : a. Ditunjang oleh kebijakan pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi pantai Teluk Palu untuk dijadikan kawasan pariwisata. b. Secara geografis kota Palu yang merupakan ibukota Propinsi Sulawesi Tengah pulau Sulawesi dan sebagai simpul trans Sulawesi hingga menguntungkan dari segi pencapaian. c. Banyak memiliki potensi objek wisata, baik wisata alam, wisata bahari dan objek wisata agro. Khusus objek wisata bahari banyak menarik wisatawan karena memiliki potensi pantai yang indah, seperti Tanjung Karang, Pantai Enu dan Pantai Teluk Palu. Selain dari beberapa prospek yang ada, beberapa hal lain yang secara tidak langsung menjadikan taman wisata pantai mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan. Salah satunya kebiasaan dewasa ini bagi wisatawan mancanegara. Umumnya wisatawan mencanegara sudah merasa bosan untuk tinggal di apartemenapartemen maupun hotel-hotel yang menjulang tinggi dengan panorama yang membosankan. Mereka menginginkan sarana akomodasi dan rekreasi yang melahirkan kesan alami yang terletak pada lingkungan alam yang masih asri dan segar. Kecenderungan pengadaan sarana tersebut yang berkembang semakin pesat, sebagian besar mengarah ke hal yang serba lux dan mewah, hal ini memberi peluang bagi pengadaan dan perencanaan sarana wisata dan akomodasi dengan kesan natural dan hadir dalam bentuk (karakter) tersendiri.
Karena adanya tuntutan tersebut, secara umum menunjang prospek pengembangan dan pengadaan Taman Wisata To Kaili Pantai Talise Palu. Hal-hal yang menunjang prospek pengembangan yaitu : a. Adanya peningkatan jumlah wisatawan dari tahun ke tahun yang berkunjung ke kota Palu. b. Kurangnya sarana akomodasi yang menunjang wisata yang ada. c. Tuntutan serta keinginan wisatawan untuk menikmati fasilitas yang berlatar belakang panorama alami. 3. Peranan Taman Wisata terhadap Peningkatan Pariwisata di kota Palu Taman wisata pantai dengan panorama alam pantai dan pegunungan serta karakter budaya berperan meningkatkan sektor pariwisata di Sulawesi Tengah khususnya di Kotamadya Palu. Karena taman wisata pantai merupakan sarana wisata dan fasilitas rekreasi, yang diperuntukkan bagi wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara dengan lokasi yang berlatar belakang keindahan panorama alam pantai teluk Palu serta pertemuan sungai Palu yang membelah dan membentang di tengah kota Palu. Didukung oleh beberapa objek wisata yang berada sekitar lokasi memberi kemudahan dalam hal pelayanan bagi wisatawan Tinjauan pelayanan Taman Wisata To Kaili Pantai Talise Palu seiring dengan peningkatan kualitas ruang publik meliputi aktivitas yang berlangsung dalam perwadahan, pelaku kegiatan dan motifasi pemakai memperoleh gambaran tentang kebutuhan perwadahan, pelaku kegiatan dan fasilitas ruang yang dibutuhkan. Adapun aspekaspek yang ditinjau adalah : a. Identitas jenis kegiatan Kebutuhan ruang Taman wisata To Kaili Pantai Talise meliputi aktivitas yang berlangsung baik itu kegiatan wisata maupun rekreasi. Identifikasi kegiatan pada sarana Taman wisata To Kaili Pantai Talise dibagi menjadi beberapa fungsi kegiatan yang berlangsung seperti: kegiatan utama wisata dan rekreasi pantai, jenis kegiatan/fasilitas pendukung/fasilitas pelengkap dan service. b. Motivasi pemakai Motivasi pemakai dalam hal ini adalah menyangkut motivasi dari kedua unsur yaitu 1) Motivasi pengelola yaitu; keinginan untuk melayani para wisatawan / pengunjung sebaik-baiknya untuk memperlancar kegiatan sehingga memperoleh imbalan atau keuntungan.
2) Motivasi pengunjung yaitu; mengisi waktu luang dengan aktivitas sesuai kegemaran atau hobby, dan mengunjungi beberapa tempat yang mempunyai daya tarik wisata. PENUTUP A. Kesimpulan Sarana Taman Wisata Pantai Talise merupakan satu sarana tempat berlangsungnya aktivitas wisata dengan berbagai macam motif wisata serta mewadahi kegiatan wisata dengan beberapa motif dan atraksi wisata yang ada serta sebagai sarana rekreasi baik di dalam maupun di luar ruangan yang memanfaatkan potensi pantai Teluk Palu guna menampung wisatawan yang berkunjung baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara dengan tujuan yang beraneka ragam baik untuk darma wisata, rekreasi, berlibur, santai, mengembangkan hobby, juga tempat persinggahan perjalanan dinas lokakarya serta mencari souvenir khas daerah Palu. Perancangan Sarana Taman Wisata To Kaili dalam suatu lokasi perancangan sangat dipengaruhi oleh potensi dan kondisi fisik yang ada. Lokasi yang baik dan tepat merupakan langkah awal yang perlu dipikirkan dan orientasinya pada pasar, karena pada dasarnya motivasi utama wisatawan yang berkunjung adalah untuk suasana wisata, rekreasi dan hiburan. Selain itu untuk memberikan presepsi pengunjung sebelum datang di lokasi, perlu adanya suatu image, citra serta tema yang tepat dalam suatu perancangan Taman Wisata yang berwawasan lingkungan dan beridentitas budaya. Karena bagaimanapun uniknya dan menariknya suatu perancangan tidak dapat dikatakan sukses kalau tidak setiap bagian yang diciptakan dalam rancangan mempunyai fungsi dan citra yang berdaya guna dan mendukung kegiatan kepariwisataan. Melihat potensi dan kondisi fisik yang ada di kawasan potensi wisata Teluk Palu, maka sarana yang dirancang adalah berupa sarana wisata dan rekreasi yang mempunyai karakter khas daerah Kaili, juga dapat memberikan image citra lingkungan Daerah Tepian Pantai ( DTP ) dengan spesifikasi rancangan mengikuti alur pantai dan pertemuan sungai sebagai keindahan visual yang khas.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, Eko, 1997, Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, Djambatan Jakarta. Budiharjo, Eko, 1997, Arsitektur dan kota di Indonesia, Alumni Bandung. Coolin, Rees, 1992, Pedoman Pengembangan Daerah Perkotaan dan Daerah Pantai, Asian Wetlan Bureau. De Chiara, Joseph,Koppelman. Lee, 1997, Standar Perencanaan Tapak, Erlangga, Jakarta Departemen Pekerjaan Umum, 1992, Permasalahan Pantai di Indonesia, Lokakarya penyebarluasan standar. Fakultas Teknik UNTAD, 1997, Kompilasi Data Arsitektur Tradisonal Kaili, Jurusan Arsitektur UNTAD J.Spillane. James, 1987, Ekonomi Pariwisata, Kanisius, Yogyakarta Koentjaraningrat, 1995, Sejarah dan Teori Antropologi, UI Press, Jakarta Mahmud. Zohrah, 1982, Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Tengah, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional DEPDIKBUD, Palu Marcus. L. Cooper, Francis.C,1990, People Places, Design Guidelines for Urban Open Space, Van Nostrad Reinhold, New York Matullada. A, 1986, Modal Personality Orang Kaili, UNTAD Press, Palu Sidartha, 1996, Identitas Budaya dan Arsitektur Indonesia, Alumni, Bandung Soekadji.R.G, Anatomi Pariwisata, Memahami Pariwisata sebagai Sistemic Linkage, Gramedia, Jakarta
Sumalyo. Yulianto, 1999, Arsitektur Modern, Gajah Mada Press, Yogyakarta Tore. L. Azeo, 1989, Waterfront Development, Van Nostrand Reinhold, New York