Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an dengan Pendekatan Ekofeminisme: Kritik Terhadap Tafsir Feminisme Liberal Mintaraga Eman Surya Peneliti dan Pemerhati Gender Di Jakarta
[email protected] Abstract: The interpretation of the gender verses in the Al-Qur'an with eco-feminism approach is the criticism and alternative interpretation of gender verses with liberal feminism approach. This is because of the liberal feminism puts men and women in the positions of binary opposition that makes competition and rivalry. The purposes of this paper are to determine the composition of the interpretation of the gender verses in the AlQur'an with eco-feminism approach and to know the function and the position of the interpretation of gender verses with eco-feminism approach as a criticism and an alternative interpretation of gender verses with liberal feminism approach. This paper is expected to be an alternative of the interpretation of liberal feminism which becomes mainstream in Islamic studies and gender.
Keywords : Ecofeminism, Gender, Liberal feminism Abstrak: Penafsiran ayat-ayat gender dalam Al-Qur'an dengan eco-feminisme pendekatan adalah kritik dan interpretasi alternatif ayat jender dengan pendekatan feminisme liberal. Hal ini karena feminisme liberal menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi oposisi biner yang membuat kompetisi dan persaingan. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menentukan komposisi dari penafsiran ayat-ayat gender dalam Al-Qur'an dengan eco-feminisme pendekatan dan mengetahui fungsi dan posisi penafsiran ayat-ayat jender dengan eco-feminisme pendekatan sebagai kritik dan interpretasi alternatif dari ayat-ayat jender dengan pendekatan feminisme liberal. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi alternatif penafsiran feminisme liberal yang menjadi arus utama dalam studi Islam dan gender.
Kata Kunci: Ekofeminisme, Gender, Feminisme liberal
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 55
melahirkan teks atau dialektikan antara
Pendahuluan Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang
teks dan konteks akan diabaikan karena
sangat terbuka dengan berbagai macam
mufassir dalam hal ini berpegang pada
penafsiran.
sampai
kaedah: “yang dijadikan pegangan adalah
kontemporer, al-Qur’an telah melahirkan
keumuman lafadz, bukan kekhususan
banyak karya tafsir dengan berbagai
sebab” ( اﻟﻌﺒﺮة ﺑﻌﻤﻮم اﻟﻠﻔﻆ ﻻ ﺑﺨﺼﻮص
corak dan pendekatan. Dari sudut corak
)اﻟﺴﺒﺐ.
Dari
era
klasik
penafsiran, muncul aliran tafsir bi a-ra’yi dan tafsir bi al-ma’tsur. Yang pertama adalah
corak
penafsiran
yang
menekankan pada rasionalitas dan yang kedua adalah corak penafsiran yang bersandar pada Hadis. Pendekatan dalam tafsir al-Qur’an juga sangat beragam, mulai dari pendekatan tekstual sampai pendekatan interdisipliner. Corak dan pendekatan
yang
berbeda
dalam
menafsirkan al-Qur’an akan melahirkan produk penafsiran yang berbeda. Ayat-ayat gender dalam al-Qur’an termasuk dalam bagian ayat-ayat yang telah ditafsirkan oleh para mufassir. Yang dimasud dengan ayat-ayat gender adalah ayat-ayat dalam al-Qur’an yang berbicara tentang status dan peran laki-laki dan perempuan. Dan kata kunci yang dapat dipegang untuk mengetahui ayat-ayat gender ialah semua istilah yang sering digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan. (Umar, 2002: 118). Jika tafsir ayat-ayat gender dilakukan dengan corak bi al-ma’tsur dan pendekatan tekstual, maka unsur-unsur budaya yang
56 |
Pendekatan tekstual dirasa oleh sebagian mufassir kontemporer tidak mencukupi
oleh
menggali
khasanah
makna ayat al-Qur’an yang kaya dan kompleks.
Mereka
beralasan
karena
bahasa Arab yang digunakan dalam alQur’an adalah bahasa yang mempunyai hubungan
dialektis
dengan
kondisi
obyektif ketika dan di mana al-Qur’an diturunkan. Berbeda dengan pendekatan tekstual,
dalam
multidisipliner
pada
pendekatan tafsir
ayat-ayat
gender, status dan peran perempuan dan laki-laki yang menjadi perbincangan alQur’an
akan
dilihat
dari
berbagai
perspektif, termasuk di dalamnya adalah perspektif sosio-kultural, sosio-historis dan filosofis. Kajian
tentang
gender
telah
melahirkan berbagai aliran pemikiran feminisme yang dapat pula dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam tafsir ayat-ayat gender. Aliran besar feminisme, seperti feminisme liberal, sosialis, marxis, radikal dan yang paling datang belakangan seperti ekofeminisme, MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
sebagian telah dijadikan sebagai salah
prinsip kesetaraan jender dalam al-
satu perspektif dalam tafsir ayat-ayat
Qur’an meliputi persamaan kedudukan
gender.
liberal
laki-laki dan perempuan sebagai hamba,
menjadi aliran paling dominan dalam
laki-laki dan perempuan diciptakan dari
studi gender, sehingga sebagian besar
unsur yang sama, lalu keduanya sama-
mufassir
kontemporer
yang
sama terlibat dalam drama kosmis, ketika
memfokuskan
pada
ayat-ayat
Adam dan Hawa sama-sama bersalah
Karena
feminisme
studi
gender, menggunakan pendekatan ini.
yang menyebabkannya jatuh ke bumi,
Fatima Mernissi dan Amina Wadud Muhsin
yang
masing-masing
telah
dan
sama-sama
berpotensi
meraih
prestasi di bumi (Umar, 1999:306).
melahirkan karya monumental tentang
Kesimpulan
studi gender dalam al-Qur’an, sangat
tersebut selaras dengan prinsip feminisme
kentara sekali corak feminisme liberal di
liberal yang selau menekankan pada
dalamnya.
Fatima
dan
Amina
persamaan dan kesetaraan.
menyatakan
dalam
karyanya
bahwa
Ekofeminisme
Umar
dalam
karyanya
muncul
sebagai
semua manusia, laki-laki dan perempuan,
aliran feminisme yang menekankan pada
diciptakan seimbang dan setara dan
perbedaan nature antara laki-laki dan
semestinya
penindasan
perempuan. Pada titik inilah perbedaan
antara satu dengan yang lainnya. Garis
mendasar antara ekofeminisme dengan
beras pemikiran Fatima dan Amina itu
feminisme manapun termasuk feminisme
sangat jelas mendapat inspirasi dari
liberal yang
feminisme liberal yang menekankan pada
adanya sosialisasi dan konstruksi sosial
prinsip
(nurture) dalam memandang status dan
tidak
terjadi
persamaan
dan
kesetaraan
sehingga tidak ada lagi suatu kelompok
peran
jenis
(Megawangi,
kelamin
yang
lebih
dominan
(Bryson, 1992: 11).
lebih mendasarkan pada
laki-laki
dan
perempuan
1999:
93-95).
Ekofeminisme memandang perbedaan
Karya Nasaruddin Umar, Argumen
laki-laki dan perempuan adalah sesuatu
al-
yang alami yang keberbedaan itu dalam
Qur’an, menjadi karya paling otoritatif
rangka saling melengkapi antar satu
dalam bidang tafsir ayat-ayat gender di
dengan yang lain. Seperti dikatakan
Indonesia, tampak pula terinspirasi oleh
Elizabeth Wolgast (1980: 36-39), bahwa
feminisme liberal. Salah satu kesimpulan
ada faktor keragaman biologis antara
penting dalam karya itu adalah bahwa
laki-laki dan perempuan dan melihat dua
Kesetaraan
gender:
Perspektif
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 57
jenis kelamin itu sebagai makhluq yang
saat
berbeda, yang keduanya mempunyai
Sehingga,
kekuatan, kelemahan, keagungan, dan
adalah dekonstruksi pemahaman teks dan
tendensi yang berbeda.
mengalihkannya kepada basis filosofis
Apa yang menjadi akar pemikiran
ayat-ayat
feminisme
tersebut
corak
diturunkan.
tafsirnya
liberal
yang
kemudian
menekankan
feminisme bertolak belakang dengan
persamaan dan kesetaraan. Hasilnya, jika
pandangan mainstreem dalam feminisme
laki-laki bisa menjadi pemimpin, maka
liberal. Feminisme liberal mengangap
perempuan pun harus bisa, jika laki-laki
bahwa jika laki-laki dan perempuan
menjadi saksi cukup dengan 2 orang,
setara maka jalan menuju relasi yang
maka demikian pula perempuan, jika
lebih
antara
laki-laki bisa menjadi imam shalat, begitu
keduanya akan terbuka dengan lebar.
pula perempuan, dan laki-laki tidak
Pandangan
berpoligami karena perempuan pun tidak.
adil
tanpa ini
dianggap
penindsan oleh
sebagai
ekofeminisme yang
Jika itu yang dikehendaki oleh
berlebihan, karena menurut salah satu
tafsir model feminisme liberal, maka
tokoh ekofeminisme seperti Douglas Rae
pertanyaannya
menyatakan bahwa walaupun di mana-
dengan jalan seperti itu perempuan akan
mana
yang
merasa terhormat dan tidak dalam posisi
diberikan pada konsep kesetaraan, tetapi
tertindas oleh laki-laki? Kemudian ketika
pada kenyataannya, ketimpangan selalu
ada fakta bahwa perempuan akan merasa
ada dan tidak pernah hilang (Rae, 1981:
bangga dengan perannya yang cenderung
97).
di wilayah domestik, seperti mengasuh
terdengar
sesuatu
pujian-pijian
Tafsir ayat-ayat gender dengan pendekatan
feminisme
ketimbang
apakah
menjadi
harus
pemimpin
telah
publik misalnya, apakah tidak perlu
banyak dilakukan oleh para feminis
untuk memikirkan pendekatan lain dalam
Muslim seperti yang telah disebut di
tafsir
muka. Dalam tafsir ini, jika didapat ayat
menekankan keseimbangan ketimbang
yang
persamaan,
tersurat
liberal
anak
adalah
mendiskreditkan
ayat-ayat
gender lebih
yang
lebih
menekankan
perempuan, seperti kepemimpinan laki-
harmonisasi ketimbang persaingan atau
laki
kesaksian
perseteruan
perempuan, dan kasus poligami, maka itu
perempuan?
atas
perempuan,
antara
laki-laki
dan
dikatakan sebagai bias patriarkhat yang
Pendekatan ekofeminisme dalam
terdapat dalam struktur kebudayaan Arab
tafsir ayat-ayat gender diharapkan akan
58 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
memberi pemahaman baru dalam relasi
mufassir kontemporer yang metode dan
gender yang lebih menekankan pada
pendekatan tafsirnya lebih interdisipliner.
keseimbangan
kosmis.
Feminin
dan
Nasaruddin Umar misalnya, ia
maskulin adalah karakter yang perlu ada
mengkritik metode dan pendekatan yang
jika ingin ada keseimbangan.
dilakukan sebagian besar mufassir klasik
Dunia
menjadi tidak seimbang jika laki-laki dan
yang
perempuan menjadi
saling
berhenti
di
sekitar
teks
dan
berlomba
untuk
mengabaikan analisa semantik, semiotik
seperti
yang
dan hermeneutika (Umar, 2002: 116).
maskulin
diprogramkan feminisme liberal. Kata
Implikasinya
tampak
dari
Sachiko Murata dalam maqnum opusnya,
penafsiran mereka yang mengabaikan
The Tao of Islam, “laki-laki adalah langit
unsur-unsur konteks di luar teks yang
dan perempuan adalah bumi, keduanya
sebetulnya turut melahirkan teks itu
saling membutuhkan dan menghormati”
sendiri. Sehingga, hasil tafsirnya lebih
(Murata, 1996: 155).
cenderung
berkesimpulan
proses
bahwa
perempuan memang dalam posisi yang Pembahasan
tidak sejajar dengan laki-laki, karena
A.
secara tekstual demikianlah yang telah
Feminisme Liberal Ayat-ayat
gender
telah
lama
dinyatakan dalam al-Qur’an. Ini bisa
menjadi bagian dari obyek kegiatan
dilihat dari beberapa ayat yang berbicara
penafsiran oleh para mufassir baik klasik
tentang status dan peran laki-laki dan
maupun kontemporer. Dengan aneka
perempuan dalam al-Qur’an, mulai dari
metode dan pendekatan tafsir dari para
soal
mufassir
itu,
produk
kepemimpinan, kesaksian perempuan dan
tafsirnya
pun
Tafsir
laki-laki sampai kewarisan perempuan
dengan pendekatan tektual ( یﻔﺴﺮ ﺑﻌﻀﻪ
dan laki-laki, tampak bahwa laki-laki
)ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾdan bercorak bi al’ma’tsur
menduduki posisi yang lebih unggul dari
menyebabkan berbeda-beda.
akan lebih menekankan pada analisis linguistik dan selalu bersandar kepada hadis
Nabi
otoritatif
sebagai
dalam
rujukan
proses
paling
penafsiran.
Penafsiran model ini banyak dilakukan oleh para mufassir klasik yang pada akhirnya mengundang kritik dari para
konsep
penciptaan
manusia,
perempuan. Makna tersurat teks inilah yang digunakan oleh sebagain besar mufassir klasik. Karya Yunahar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur’an: Klasik dan Kontemporer (1997), bisa menjadi pintu masuk untuk melihat bagaimana
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 59
pergulatan
pemikiran
para
dapat dikatakan bahwa karya Yunahar ini
mufassir klasik dengan pemikir feminis
hanya melibatkan satu segmen pemikiran
kontemporer
feminis,
saat
antara mengkaji
atau
yaitu
menafsirkan ayat-ayat gender dalam al-
dikomparasikan
Qur’an. Mufassir klasik yang dijadikan
mufassir klasik.
obyek kajian dalam buku tersebut antara
feminis
liberal
dengan
yang
pemikiran
Boleh dikatakan bahwa feminisme
lain az-Zamakhsyari dan al-Alusi yang
liberal
penafsirannya tentang ayat-ayat gender
pemikiran
dikomparasikan
pemikiran
domiansi global pemikiran liberal, baik di
feminis kontemporer semacam Riffat
bidang sosial, ekonomi dan politik,
Hasan, Asghar Ali Engineer dan Amina
feminisme liberal menjadi kajian penting
Wadud Muhsin. Karya ini berkesimpulan
dan mampu memberi inspirasi bagi
bahwa
antara
gerakan-gerakan feminis di seluruh muka
mufassir klasik dengan para feminis
bumi ini, termasuk yang ada di Indonesia.
Muslim kontemporer terjadi disebabkan
Dalam
oleh perspektif yang digunakan masing-
meinstreem pemikiran feminis, alam
masing.
pikirannya senantiasa diposisikan sebagai
dengan
perbedaan
penafsiran
Mufassir
klasik
menggunakan
perspektif
sementara
feminis
tidak
feminisme
telah
menjadi
feminis.
mainstreem
Sejalan
dengan
kedudukannya
kebenaran
universal,
sebagai
bahkan
dalam
Muslim
beberapa segi mampu menggeser nilai-
juga
nilai doktriner Kitab Suci, termasuk di
disebabkan oleh penggunaan metodologi
dalamnya al-Qur’an. Kajian ayat-ayat
yang berbeda dan penilaian yang berbeda
gender
dalam melihat hadis (Ilyas, 1997: 150).
berperspektif feminisme liberal, akan
menggunakannya.
ini
Perbedaan
dalam
al-Qur’an
yang
Kekurangan dalam karya Yunahar
dibawa
adalah
menekankan kebebasan, kesetaraan dan
ketidak
jeliannya
dalam
ke
memetakan para feminis Muslim. Para
persamaan.
feminis itu tidak diklasifikasi berdasarkan
Karya
alam
Amina
liberalisme
Wadud
yang
Muhsin,
latar belakang pemikiran feminismenya,
Qur’an and Women (1992), adalah salah
yaitu apakah feminis liberal, sosialis,
satu contoh bagaimana feminisme liberal
marxis atau radikal. Tetapi dari tiga tokoh
menjadi perspektif pada kajian gender
feminis Muslim yang dijadikan obyek
dalam al-Qur’an. Amina berpandangan
kajian buku ini, tampak background
bahwa informasi kelebihan laki-laki atas
mereka yang feminis liberal. Sehingga
perempuan
60 |
dalam
bidang
ekonomi,
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
kepemimpinan, politik, dan hukum harus
menyoroti
dipandang
perempuan, kesaksian perempuan, hak
sebagai
kelebihan
yang
masalah
kepemimpinan
bersifat sosilogis ketimbang teologis.
waris
Maksudnya adalah bahwa yang demikian
beberapa hukum personal lainnya. Dalam
itu merupakan refleksi keyataan sosilogis
kasus
masyarakat Arab saat ayat-ayat tentang
perempuan sebagaimana tertuang dalam
gender diturunkan, bukan maksud Allah
Q.S. an-Nisa:34, Asghar pada intinya
untuk memposisikan perempuan lebih
mengakui sebab kepemimpinan itu akibat
rendah dari laki-laki (Amina, 1992: 91-
kelebihan
93).
Tetapi kelebihan itu bersifat fungsional Konsistensi
Amina
Wadud
terhadap
gagasan
feminisme
adalah
tampak
dalam
liberal
perempuan,
perkawinan
kepemimpinan
laki-laki
laki-laki
atas
dan atas
perempuan.
bukan kelebihan jenis kelamin. Pada masa
ayat
itu
diturunkan,
laki-laki
tindakan
bertugas mencari nafkah dan perempuan
kontroversialnya dengan menyelenggara-
di rumah menjalankan tugas domestik.
kan shalat Jum’at beberapa waktu lalu
Karena kesadaran sosial perempuan saat
yang ia sendiri bertindak sebagai Khatib
itu masih lemah, maka tugas mencari
dan Imam sementara jamaahnya terdiri
nafkah
atas laki-laki dan perempuan. Isu-isu
keunggulan.
tentang
memahami ayat ini dengan pendekatan
kesetaraan
dan
persamaan
kesempatan dalam ritual Islam yuang
dianggap
sebagai
Asghar
suatu
mengakui
sosio-teologis (Engineer, 1990: 104-5)
selama ini didominasi laki-laki, memang
Pengaruh feminis liberal dalam
menjadi target perjuangan kaum feminis
pemikiran Asghar adalah tampak dari
liberal Muslim. Beberapa tahun yang lalu
pendangannya tentang status dan peran
di
laki-laki dan perempuan yang diangapnya
Yogyakarta
juga
diselenggarakan
pertemuan nasional feminis Muslim yang
sebagai
salah satu rekomendasinya adalah tentang
reconstructed.
perempuan yang menjadi imam, khatib
dominasi laki-laki atas perempuan, jalan
dan muadzin.
yang
sesuatu
yang
Untuk
ditawarkan
social mengakhiri
adalah
dengan
Pemikiran Amina Wadud hampir
menyamakan status dan peran laki-laki
senafas dengan pemikiran Asghar Ali
dan perempuan. Jika peran domestik
Engineer yang sebagian besar tertuang
hanya akan mendudukkan perempuan
dalam karyanya, The Rights of Women in
dalam
Islam (1990). Dalam buku itu, Asghar
perempuan
posisi
subordinat,
maka
didorong
untuk
perlu
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 61
melakuakn
peran-peran
publik
agar
ditemukan
sejumlah
ayat
yang
mempunyai bergainning yang cukup
kelihatannya lebih memihak kepada laki-
dengan
laki, seperti soal kewarisan, persaksian,
laki-laki
sehingga
relasinya
menjadi setara.
poligami, dan hak-haknya sebagai suami
Pengaruh
juga
atau sebagai ayah, ayat-ayat tersebut, kata
tampak dalam pemikiran Fatima Mernissi
Umar, diturunkan untuk menanggapi
yang sebagain besar tertuang dalam
suatu sebab khusus (khusus al-sabab),
karyanya,
Women
An
meskupun redaksinya menggukan lafadz
Historical
and
Enquiry
umum (umum al-lafdz) (Umar, 1999:
(1991), dan Riffat Hasan dalam buku
306). Umar memang tidak secara tegas
yang ditulis bersama Fatima Mernissi,
menyimpulkan
Setara di Hadapan Allah, Relasi Laki-
berpihak pada teori nature atau nurture
Laki dan Perempuan dalam Tradisi Islam
sebagai
pasca Patriarkhi (1995). Baik Mernisi
pandangan para feminis tentang status
maupun Hasan percaya bahwa laki-laki
dan kedudukan laki-laki dan perempuan,
dan perempuan diciptakan Allah setara,
tetapi ia menyatakan bahwa al-Qur’an
sehingga di kemudian hari tidak bisa
mengesankan cenderung mempersilahkan
berubah menjadi tidak setara. Akan tetapi
kepada kecerdasan-kecerdasan manusia
jika kenyataanya tidak setara, itu adalah
di dalam menata peran-peran itu (Umar,
akibat
1999: 305).
dari
feminis
liberal
and
Islam:
Teological
tradisi
patriarkhi
yang
dominan (Mernissi & Hasan, 1995: 44). Di
kalangan
feminis
Muslim
apakah
titik
Begitu
al-Qur’an
pangkal
perbedaan
dominannya
pengaruh
feminisme liberal dalam pemikiran para
Indonesia, pengaruh feminisme liberal
feminis
juga tampak kelihatan. Karya Nasaruddin
tersendiri dalam pertarungan wacana
Umar, Argumen Kesetaraan Jender:
antara Islam dan feminisme. Hegemoni
Perspektif
adalah
feminisme liberal telah mengaburkan
contohnya. Dalam karya monumental itu,
pesan-pesan normatif Islam karena yang
Umar
al-Qur’an
tampak adalah nilai-nilai universal yang
kesetaraan
ditawarkan oleh feminisme liberal. Islam
menyatakan
mengakui gender
al-Qur’an
bahwa
prinsip-prinsip
yang
kedudukan
(1999)
Mulim
adalah
antar
lain
persamaan
bukan
laki-laki
dan
perempuan
tersebut, tetapi telah direduksi hanya
sumber
nilai
sebagai hamba dan khalifah di muka
menjadi
sekedar
bumi (khalifah fi al’ard). Meskipun
justifikasi
atas
62 |
persoalan
dalam referensi
pemikiran
konteks untuk
feminisme
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
libaral. Untuk ini perlu ada pendekatan
pendapatan,
lain dalam studi Islam dan gender yang
dengan kata lain melakukan pekerjaan
dapat menjadi perbandingan bagi arus
yang sama dengan laki-laki. Di sini,
dominan studi gender perspektif Islam.
secara implisit tidak diakui adanya
Pendekatan ekofeminisme dipilih dalam
perbedaan
studi ini untuk menawarkan sesuatu yang
mempengaruhi potensi kemampuan laki-
baru dalam menafsirkan ayat-ayat gender.
laki
Ekofeminisme sebagai pendekatan dalam
1999:28).
partisipasi
biologis
dan
politik,
(amami)
perempuan
atau
yang
(Mengawangi,
tafsir ayat-ayat gender belum pernah
Teori ekofeminisme mempunyai
dilakukan oleh para feminis Muslim yang
konsep yang bertolak belakang dengan
sebagian besar telah dipengaruhi oleh
teori-teori feminisme modern, termasuk
feminisme liberal.
di dalamnya feminisme liberal, yang
Ratna Megawangi adalah salah
telah
mewarnai
gerakan
feminisme
sedikit feminis yang tampil dengan
modern
pemikiran-pemikiran segar yang basis
Indonesia. Teori-teori feminis modern
teorinya adalah ekofeminisme. Persoalan-
berasumsi
persoalan empirik perempuan baik di
makhluq
dalam rumah tangga maupun di sektor
pengaruh lingkungannya dan berhak
publik dikupasnya dengan pendekatan
menentukan
ekofeminisme yang lebih menekankan
Sedangkan teori ekofeminisme adalah
keseimbangan daripada kesetaraan dan
teori yang melihat individu secara lebih
persamaan. Megawangi menulis buku
komprehensif, yaitu sebagai makhluq
yang ia beri judul, Membiarkan Berbeda?
yang terikat yang berinteraksi dengan
Sudut Pandang Baru Relasi Gender
lingkungannya (Megawangi, 1999: 188-
(1999). Satu hal penting yang ia kritik
9). Beberapa buku yang menulis tentang
dalam alam pikiran feminisme liberal
ekofeminisme
adalah “kesetaraan gender 50/50”. Dalam
rujukan antara lain: Judith Plant, Healing
kesetaraan model ini, kata Megawangi,
the Wounds; The Promise of Ecofeminism
asumsi yang dipakai adalah bahwa laki-
(1989); Vandana Shiva, Staying Alive:
laki dan perempuan harus mempunyai
Women, Ecology and Development in
kapasitas, kesukaan, dan kebutuhan yang
India (1988); Anne Primavesi, From
sama, sehingga idealnya harus meraih
Apocalypse to Genesis (1991); Irene
di
dunia bahwa
otonom jalan
yang
ini
termasuk
individu yang
adalah
lepas
hidupnya
dapat
di
dari
sendiri.
menjadi
tingkat kesehatan, pendidikan, tingkat
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 63
Diamond et.al., Reweaving the World:
pentingnya dihidupkan kembali kualitas
The Emergence of Ecofeminism (1990).
feminin di dalam masyarakat. Kualitas
Ekofeminisme
mempunyai
kepedulian, kesatuan, pemeliharaan, dan
manifesto yang disebut “A Declaration of
cinta ini adalah kualitas feminin. Para
Independence”
adalah
feminis yang dipengaruhi oleh pola pikir
sebagai berikut: “When in the course of
ini berpendapat bahwa perempuan secara
human events, it becomes necessary to
intrinsic dianugerahi kapasitas untuk
create a new bond among peoples of the
merasakan kesadaran akan keterikatan
earth, connecting each to the other,
dirinya dengan alam. Sehingga ketika
undertaking, equal responsibilities under
banyak para feminis yang mengadobsi
the laws of nature, a decent respect for
kualitas maskulin, maka adalah sama saja
the welfare of humandkind has not woven
dengan memisahkan perempuan denga
the web of life, we are but one thread
alam.
ini
telah
membuat
within it. Whatever we do to the web, we
ketidakseimbangan
dalam
kehidupan
do to ourselves” (Economist Newsletter,
modern, yaitu lebih berat pada kualitas
1990:7).
maskulin.
yang
Munculnya
isinya
ekofeminisme
juga
Hal
Ekofeminisme
yang
ingin
sejalan dengan perkembangan baru dalam
mengembalikan identifikasi perempuan
filsafat etika yang disebut ecopilosophy
dengan
atau
membebaskan perempuan dari prangkat
deep
ecology,
yaitu
sebuah
alam,
adalah
usaha
untuk
paradigma yang memgkritik peradaban
sistem
Barat yang cenderung merusak ekosistem
perempuan
manusia (Naess, 1986:115). Berbeda
perannya. Sistem maskulin yang telah
dengan pola pikir eksitensialisme yang
mewarnai
menekankan otonomi individu manusia
merusak
terhadap alam, deep ecology adalah
kualitas feminin yang merupakan fitrah
sebuah proses kesadaran untuk melihat
perempuan.
kedirian manusia sebagai yang menyatu
tergabung dalam gerakan feminisme
dengan
liberal,
alam
(Deval
dan
Sessions,
1985:78). Ekofeminisme
maskulin
yang
menjadi
bimbang
peradaban dan
modern,
menutupi Para
turut
membuat
nilai
perempuan
melestarikan
akan telah sakral yang sistem
maskulin dengan propagandanya bahwa berkembang
perempuan yang berperan sebagai ibu
menjadi sebuah gerakan yang ingin
(peran domestik) sebagai “dewi tolol” di
mengembalikan kesadaran manusia akan
sangkar emas (Megawangi, 1999:191).
64 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
Seperti telah tertulis di muka,
dan dimuat dalam Jurnal Profetika, Vol.2,
ekofeminisme sebagai pendekatan dalam
No.1 Januari 2000, adalah studi empirik
tafsir ayat-ayat gender adalah sesuatu
atas konsep peran ganda perempuan yang
yang baru dan perlu diuji cobakan. Upaya
banyak
ini merupakan jalan ketiga (the tirth
keluarga Muslim. Perempuan mempunyai
ways) dari tradisi tafsir klasik yang
peran ganda akibat sinyalemen yang
tektual-normatif
tafsir
sering dilontarkan oleh kaum feminis
kontemporer yang cenderung liberal.
liberal agar perempuan juga mempunyi
Jalan ketika perlu dirintis untuk meretas
peran
kebuntuan metodologis atas fernomena
Ternyata,
tafsir ayat-ayat gender. Dan langkah
tersebut menyatakan bahwa peran ganda
pertama yang perlu dilakukan untuk
perempuan
hanya
memulai
perempuan
semakin
upaya
dan
itu
tradisi
adalah
dengan
dipraktekkan
publik
oleh
keluarga-
sebagaimana
temuan
dalam akan
laki-laki. penelitian membuat
berat
dalam
melakukan penelusuran ilmiah atas karya
menanggung beban hidup. Penelitin ini
ilmiah dan penelitian terdahulu (prior
bisa menjadi data pendukung dalam
research).
melihat bagaimana konsep feminis liberal
Tulisan Wawan Gunawan tentang
beroperasi dalam ranah empirik yang
“Studi Kritis Terhadap Tafsir Feminis”,
ternyata banyak mengandung kelemahan-
dalam Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 38 No. I,
kelemahan.
Th. 2005, dapat menjadi inspirasi untuk
Apa yang diteliti oleh Khilmiyah di
menggali lebih dalam dan komprehensif
atas dikuatkan oleh pendapat Ratna
atas studi terhadap tafsir feminis liberal.
Megawangi yang sebelum khilmiyah
Walaupun dalam tulisan itu Gunawan
penelitian telah menulis “Feminisme:
tidak
menjadikan
Menindas Peran Ibu Rumah Tangga”,
feminisme liberal sebagai titik fokus
dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5 dan
ktitik, akan tetapi secara tersirat ia ingin
6, Vol. V, th. 1994. Ratna menggugat,
mengatakan bahwa feminisme liberal
bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh
terdapat
kaum
secara
banyak
khusus
hal
yang
perlu
feminis
(liberal)
telah
diluruskan, khususnya tentang konsep
memprovokasi kaum ibu untuk tidak mau
rivalitas antara laki-laki dan perempuan.
menjadi ibu yang sesungguhnya. Peran
Penelitian yang dilakukan oleh Akif
domestik dianggap sebagai peran tidak
Khilmiyah tentang ketidakadilan Gender
penting dibanding peran publik yang
dalam Rumah Tangga Keluarga Muslim,
banyak dimainkan oleh laki-laki.
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 65
Penelitian Yunahar Ilyas, “Isu-Isu
setan (QS. al-A'rif [7]: 20), sama-sama
Feminisme dalam Tinjauan Tafsir al-
memakan buah khuldi dan keduanya
Qur’an, Studi Kritis terhadap Pemikiran
menerima akibat terbuang ke bumi (7:
Para Mufassir dan Feminis Muslim”,
22), sama-sama memohon ampun dan
dalam Tesis, Pascasarjana UIN Sunan
sama-sama
Kalijaga Yogyakarta, 1996, menjadi akar
Setelah di bumi, antara satu dengan
pijakan bagi penelitian ini. Hal itu karena
lainnya
Yunahar telah memulai sebuah studi
adalah pakaian bagimu dan kamu juga
kritis terhadap mufassir klasik maupun
adalah pakaian bagi mereka" (QS.
feminis
Baqarah[2]:187).
kontemporer
yang
banyak
mengupas tentang status dan kedudukan
diampuni.Tuhan
saling
(7:
melengkapi,
23).
"mereka al-
Secara ontologis, masalah-masalah
perempuan dan laki-laki dalam al-Qur’an.
substansial
Hanya saja Yunahar tidak memberi jalan
panjang lebar di dalam al-Qur'an. Seperti
bagi pendekatan lain setelah melakukan
mengenai roh, tidak dijelaskan karena hal
studi kritis, tetapi malah cenderung
itu dianggap "urusan Tuhan" (QS.
berpihak kepada mufassir klasik yang ia
Isr'a' [17]: 85). Yang ditekankan ialah
nilai lebih sesuai dengan semangat
eksistensi manusia sebagai hamba/'abid
normativitas al-Qur’an.
(QS. al-Dzariyat [51]: 56) dan sebagai
manusia
tidak
diuraikan
al-
wakil Tuhan di bumi/khalifah fi al-ardl B.
Ayat
Gender
Dalam
Wacana
satu-satunya
Liberal Menurut kalangan liberal, al-Qur'an memberikan
(QS. al-An'am [6]: 165). Manusia adalah
pandangan
optimistis
makhluk
eksistensialis,
karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun
terhadap kedudukan dan keberadaan
manusia
perempuan.
yang
taqwim/QS. al-Thin [95]: 4) tetapi tidak
dan
mustahil akan turun ke derajat "paling
pasangannya, sampai keluar ke bumi,
rendah" (asfala safilin/QS. al-Tin [95]:
selalu menekankan kedua belah pihak
5), bahkan bisa lebih rendah dari pada
dengan menggunakan kata ganti untuk
binatang (QS. al-A'raf [7]: 179).
membicarakan
Semua tentang
ayat Adam
dua orang (dlamir mutsanna), seperti kata
ciptaan
terbaik
(ahsan
Ukuran kemuliaan di sisi Tuhan
huma, misalnya keduanya memanfaatkan
adalah
fasilitas sorga (QS. al-Baqarah [2]:3 5),
membedakan etnik dan jenis kelamin
mendapat kualitas godaan yang sama dari
(QS.
66 |
prestasi
dan
kualitas
tanpa
al-Hujurat [49]: 13). Al-Qur'an
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
tidak menganut faham the second sex
berbagai kebobrokan dan menyampaikan
yang memberikan keutamaan kepada
kebenaran (QS.
jenis kelamin tertentu, atau the first
Bahkan al-Qur'an menyerukan perang
ethnic,
terhadap suatu negeri yang menindas
yang
mengistimewakan
suku
tertentu. Pria dan perempuan dan suku
al-Tawbah [9]: 71).
kaum perempuan (QS. al-Nisa' [4]: 75).
bangsa manapun mempunyai potensi
Gambaran yang sedemikian ini
yang sama untuk menjadi 'abid dan
tidak ditemukan di dalam kitab-kitab suci
khalifah (QS. al-Nisa' [4]: 124 dan s. al-
lain. Tidaklah mengherankan jika pada
Nahl [16]: 97).
masa
Sosok ideal, perempuan muslimah (syakhshiyah
al-ma'rah)
digambarkan
sebagai kaum yang memiliki kemandirian politik/al-istiqlal al-siyasah (QS.
Nabi
ditemukan
sejumlah
perempuan memiliki kemampuan dan prestasi besar sebagaimana layaknya kaum laki-laki.
al-
Hampir semua tafsir yang ada
Mumtahanah [60]: 12), seperti sosok
mengalami gender bias. Hal itu antara
Ratu Balqis yang mempunyai kerajaan
lain disebabkan karena pengaruh budaya
"superpower"/'arsyun 'azhim (QS.
al-
Timur-Tengah yang androcentris. Bukan
Naml [27]: 23); memiliki kemandirian
hanya kitab-kitab Tafsir tetapi juga
ekonomi/al-istiqlal al-iqtishadi (QS. al-
kamus. Sebagai salah satu contoh, al-
Nahl [16]: 97), seperti pemandangan
dzakar/mudzakkar (laki-laki) seakar kata
yang disaksikan Nabi Musa di Madyan,
dengan al-dzikr berarti mengingat. Kata
perempuan mengelola peternakan (QS.
khalifah di dalam kamus Arab paling
al-Qashash [28]: 23), kemandirian di
standar,
dalam
bahwa: "khalifah hanya digunakan di
menentukan
pribadi/al-istiqlal
pilihan-pilihan
al-syakhshi
yang
diyakini kebenarannya, sekalipun harus berhadapan
dengan
suami
bagi
Lisan
al-Arab,
menyatakan
dalam bentuk maskulin" (al-khalifah la yakun illa al-dzakar). Ada
beberapa
ayat
sering
perempuan yang sudah kawin (QS. al-
dipermasalahkan
Tahrim
menentang
memberikan keutamaan kepada laki-laki,
pendapat orang banyak (public opinion)
seperti dalam ayat warisan (QS. al-Nis'a'
bagi perempuan yang belum kawin (QS.
[4]: 11), persaksian (QS. al-Baqarah [2]:
al-Tahrim
Al-Qur'an
228, s. al-Nisa' [4]: 34), dan laki-laki
mengizinkan kaum perempuan untuk
sebagai "pemimpin"/qawwamah (QS. al-
melakukan gerakan "oposisi" terhadap
Nisa' [4]: 34), akan tetapi ayat-ayat itu
[66]:
11)
[66]:
atau
12).
karena
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
cenderung
| 67
tidak bermaksud merendahkan kaum
mitos, dan budaya jahiliyah. Al-Qur'an
perempuan. Ayat-ayat itu boleh jadi
dan
merujuk kepada fungsi dan peran sosial
beberapa
berdasarkan jenis kelamin (gender roles)
dilihat
ketika itu. Seperti diketahui ayat-ayat
mengarah kepada suatu tujuan umum
mengenai
(maqashid
al-syari'ah).
mempunyai riwayat sabab nuzul jadi
mempunyai
seni
sifatnya sangat historical. Lagi pula ayat-
memperkenalkan dan menyampaikan ide-
ayat tersebut berbicara tentang persoalan
idenya, misalnya dengan: a) disampaikan
detail (muayyidat). Umumnya ayat-ayat
secara bertahap (al-tadrij fi al-tasyri), b)
seperti
untuk
berangsur (taqlil al-taklif), dan c) tanpa
mendukung dan mewujudkan tujuan
memberatkan (a'dam al-haraj). Sebagai
umum (maqashid) ayat-ayat essensial,
contoh, upaya menghapuskan minuman
yang juga menjadi tema sentral al-Qur'an.
yang memabukkan (iskar), diperlukan
Ayat-ayat yang diturunkan dalam
empat ayat turun secara bertahap. Jika
suatu sebab khusus (sabab nuzul) terjadi
kita perhatikan ayat-ayat yang turun
perbedaan pendapat di kalangan ulama,
berkenaan dengan persoalan perbudakan,
a) apakah ayat-ayat itu berlaku secara
kewarisan, dan poligami, runtut turunnya
universal tanpa memperhatikan kasus
ayat-ayat tersebut mengarah kepada suatu
turunnya (yufid al-'alm), atau b) berlaku
tujuan, yaitu mewujudkan keadilan dan
universal dengan syarat memperhatikan
menegakkan amanah dalam masyarakat.
perempuan
itu
dimaksudkan
umumnya
persamaan karakteristik illat (khushush
hadits
yang
kasus sebagi
Dalam
berbicara tertentu,
suatu
tentang
hendaknya
proses
Al-Qur'an
tersendiri
melihat
yang
hak
dalam
asasi
al-'illah), yang meliputi empat unsur yaitu
perempuan dalam Islam, kiranya kita
peristiwa, pelaku, tempat, dan waktu,
tidak
atau c) hanya mengikat peristiwa khusus
kepada peraturan-peraturan yang ada
yang menjadi sebab (khushush al-sabab)
dalam kitab-kitab Fiqh. Mestinya juga
turunnya ayat, dengan demikian ayat-ayat
dilihat
dan
dibandingkan
bagaimana
tersebut tidak mengcover secara langsung
status
dan
kedudukan
perempuan
peristiwa-peristiwa lain.
sebelum Islam. Misalnya dalam soal
Al-Qur'an dan Nabi Muhammad
hanya
warisan;
memusatkan
anak
perempuan
perhatian
mendapat
telah melakukan proses awal dalam
separoh bagian dari yang didapat anak
membebaskan manusia, khususnya kaum
laki-laki (QS. al-Nisa' [4]: 11). Ketika
perempuan, dari cengkeraman teologi,
ayat ini memberikan bagian kepada anak
68 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
perempuan, meskipun itu hanya separoh,
martabat
tanggapan masyarakat ketika itu sama
bahkan perempuan selalu di bawah
ketika
perlindungan laki-laki. Kalau ia sebagai
ayat
haid
diturunkan
(akan
perempuan
sudah
diakui,
diuraikan tersendiri), yaitu menimbulkan
isteri
kekagetan (shock) dalam masyarakat,
suami,
karena ketentuan baru itu dianggap
jawabkan oleh Bapak, sebagai saudara
menyimpang dari tradisi besar (great
dipertanggungjawabkan
tradition) mereka. Ketentuan sebelumnya
laki-laki, meskipun ia lebih tua, dan
harta warisan itu jatuh kepada anggota
menerima mahar dari laki-laki. Kaum
keluarga yang bisa mempertahankan clan
laki-lakilah yang bertanggung jawab
atau qabilah, dalam hal ini menjadi tugas
terhadap seluruh anggota keluarga clan
laki-laki. Sekalipun laki-laki tetapi belum
dan/kabilah yang ketika itu sangat rawan.
dewasa maka dihukum sama dengan
Tanpa mengurangi rasa hormat kita
perempuan.
Itulah
sebabnya
Nabi
dipertanggung sebagai
kepada
para
jawabkan
anak
fuqaha',
oleh
dipertanggung oleh
saudara
memang
ada
Muhammad tidak memperoleh harta
beberapa hal dalam kitab Fiqh dinilai
warisan dari bapak dan neneknya karena
telah selesai memenuhi tugas historisnya.
ia masih belum dewasa.
Jika kita konsisten terhadap kaidah al-
Bagaimana
jadinya
seandainya
hukmu yadur ma'a al-illah (hukum
pembagian warisan ketika itu ditetapkan
mengikuti
sama rata kepada anggota keluarga tanpa
maka
membedakan peran jenis kelamin (gender
diadakan berbagai penyesuaian.
perkembangan
fiqh
Islam
sudah
zamannya) semestinya
role), sementara peran sosial berdasarkan
Salah satu upaya al-Qur'an dalam
peran jenis kelamin ketika itu sangat
menghilangkan ketimpangan peran jender
menentukan. Mencari titik temu antara
tersebut ialah dengan merombak struktur
wahyu (revelation) dan budaya lokal
masyarakat qabilah yang berciri patriarki
adalah tugas para ulama. Para ulama
paternalistik menjadi masyarakat ummah
berusaha merumuskan suatu pranata --
yang
kemudian lebih dikenal dengan Fiqh
Promosi karier kelompok masyarakat
Islam-- dengan melakukan sintesa antara
qabilah hanya bergulir di kalangan laki-
kultur Arab dan prinsip-prinsip dasar al-
laki, sedangkan kelompok masyarakat
Qur'an.
ummah ukurannya adalah prestasi dan
berciri
Meskipun laki-laki dalam Fiqh
kualitas,
tanpa
Islam masih terkesan dominan tetapi
kelamin
dan
bilateral-demokratis.
membedakan suku
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
bangsa.
jenis Itulah
| 69
sebabnya
Rasulullah
mengganti
nama
sejak
Yatsrib
awal
Muhammad
Saw.
Oleh
karena
itu
menjadi
pendekatan tekstual akan mengesankan
Madinah, karena Yatsrib terlalu berbau
adanya ayat-ayat yng kontradiktif antara
etnik (syu'ubiyah), sedangkan Madinah
satu dengan lainnya. Problem ini oleh
terkesan lebih kosmopolitan.
ulama diatasi antara lain melalui konsep
Meskipun kebenaran dan kebaikan
naskh, yaitu menghapus atau menunda
yang disampaikan oleh al-Qur'an bersifat
(hingga waktu tak tentu) beberapa ayat
universal dan abadi akan tetapi proses
dengan memprioritaskan ayat lain untuk
verbalisasinya berkaitan erat dengan
diberlakukan. Konsep ini mengisyaratkan
kondisi masyarakat Arab pada masa
bahwa
turunnya. Dalam nada yang lebih berani
diterapkan
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa al-
menyeluruh: sesuatu yang bertentangan
Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab
dengan doktrin keabadian teks al-Qur’an.
dan disesuaikan dengan gaya retorika
Supremasi teks atas spirit atau
mereka agar dapat dipahami (khaldun, tt:
ruhnya ini mengandung potensi besar
438). Rekaman dialog antara ayat-ayat al-
bagi munculnya tafsir agama yang bias.
Qur’an dengan masyarakat Arab terutama
Ayat tentang waris misalnya, pada saat
yang berkaitan erat dengan persoalan
turunnya
personal mereka adalah indikasi kuat bagi
pemberdayaan
adanya relevansi proses pembahasaan
ekonomi.
kebenaran mutlak Al-Qur’an dengan
diwariskan, lalu berubah menjadi mampu
kondisi lokal bangsa Arab pada masa
mewarisi atau memperoleh warisan dan
turunnya.
akhirnya mampu pula mewariskan atau
Namun
al-Qur’an secara
tidak
serentak
dan
mengandung
spirit
perempuan
Mereka
bisa
yang
secara tadinya
mayoritas
memberikan warisan. Dari transformasi
Muslim memiliki kesadaran bahwa al-
ini dapat ditangkap bahwa bagian anak
Qur’an (teks al-Qur’an) sama azali dan
perempuan
abadinya dengan Allah sehingga lahir
mengandung tekanan pesan bahwa separo
kecenderungan
adalah
secara
demikian
teks
untuk
minimal
laki-laki yang
bisa
diterima perempuan. Pada ayat yang
memunculkan problem serius karena
sama bahkan disebutkan bahwa bagian
teks-teks al-Qur’an adalah rekaman atas
perempuan (ibu) adalah sama dengan
perubahan
laki-laki (ayah): “….Dan untuk dua orang
70 |
23
sosial tahun
Keyakinan
jumlah
dari
ini
selama
tekstual.
memahaminya
separo
yang masa
berlangsung kerasulan
ibu-bapa,
bagi
masing-masingnya
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
seperenam dari harta yang ditinggalkan,
Hadis
yang
mengandung
bias
jika yang meninggal itu mempunyai
gender
anak….” (an-Nisa [4]: 11)
Beberapa contoh dapat disebutkan di sini:
Pendekatan tekstual terhadap ayat-
sangat
“Di
mudah
antara
ditemukan.
haknya
adalah
ayat al-Qur’an mesti diwaspadai karena
andaikata di antara dua hidung suami
mempunyai kecenderungan mengabaikan
mengalir darah dan nanah lalu istrinya
spirit pemberdayaan pada seluruh ayat-
menjilati dengan lidahnya, ia belum
ayat yang berkaitan dengan gender.
memenuhi hak suaminya. Seandainya
Muhammad Abduh mensinyalir sebagian
manusia itu boleh bersujud kepada
besar kata-kata al-Qur’an telah berubah
manusia,
kandungan maknanya bahkan pada masa
perempuan
dekat setelah turunnya (Abduh, 1367:
suaminya”. (HR. al-Hakim).
niscaya untuk
aku
perintahkan
bersujud
pada
21). Perubahan makna ini dapat terjadi
Hadis ini dikutip Imam Nawawi
dalam bentuk pemahaman terhadap al-
dalam kitab Uqud ad-Dulujain. Hingga
Qur’an yang bertentangan dengan spirit
kini, kitab tersebut masih dianggap
awalnya.
sebagai rujukan utama di beberapa
Jika al-Qur’an yang diyakini tidak
pesantren di Indonesia. Hasil penelitian
bermasalah dalam otentisitasnya saja
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3)
sudah
menunjukkan
mengandung
potensi
lahirnya
bahwa
kualtitas
sanad
wacana agama yang bias gender, maka
hadis tersebut dloif (lemah) karena
dapat diperkirakan seberapa besar potensi
terdapat perawi yang bermasalah, yaitu
teks-teks religius lainnya seperti hadis,
Sulayman bin Dawud dan al-Qasim.
tafsir, fiqih , dll. dalam melahirkan
Imam Nawawi juga mengutip tiga hadis
wacana
di bawah ini: yang artinya “Jika seorang
agama
yang
bias.
Berbeda
dengan teks al-Qur’an, hadis dapat
istri
bermasalah
periwayatan
meninggalkan tempat tidur suaminya,
maupun redaksinya (sanad dan matan).
maka para malaikat mengutuknya sampai
Oleh karena itu viliditas hadis bertingkat;
pagi. (HR. Bukhari Muslim). Andaikata
shahih, hasan, dloif dan maudlu’ (palsu).
seorang perempuan menghabiskan waktu
Tingkatan hadis yang paling tinggi adalah
malamnya untuk shalat, siang harinya
hadis
untuk
yang
dari
segi
secara
sanad
maupun
matannya tidak mengandung cacat.
menghabiskan
puasa,
malam
lalu
dengan
suaminya
memanggilnya ke tempat tidur sedangkan istri menundanya sesaat, maka kelak
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 71
pada hari kiamat ia akan diseret dengan
tidak hanya relasi yang tidak imbang
rantai dan belenggu, berkumpul dengan
antara laki-laki dan perempuan yang
setan-setan hingga sampai di tempat
mereka
yang serendah-rendahnya. Bahwasanya
masyarakat Muslim di seluruh dunia,
perempuan itu tidak dapat memenuhi hak
tetapi juga relasi tidak seimbang antara
Allah
hak-hak
Muslim dan non Muslim berdasarkan
suaminya. Seumpama suami minta pada
pengalaman pahit yang mereka alami
istrinya sementara istri sedang berada di
hingga kini di tanah Arab.
sebelum
memenuhi
atas punggung onta, maka ia tidak boleh menolak dirinya. (HR. Ath-Thabarani)
tanamkan
Beberapa
dalam
langkah
kesadaran
yang
bisa
ditempuh untuk menghindari bias gender dalam wacana agama adalah sebagai
Hadis-hadis
di
atas
dan
berikut:
semacamnya pada umumnya bermasalah
1. Mewaspadai pengaruh budaya dan
dalam sanad dan seluruhnya bermasalah
bahasa Arab dalam wacana agama.
dari segi matan. Khalid M. Abu el Fadl
2. Membuat
wacana
agama
yang
menyebutkan tiga hal sebagai sebab tidak
mendukung keadilan gender lebih
validnya hadis-hadis tersebut menurut
popular daripada wacana agama
matan,
yang mengandung bias.
yaitu
bertentangan
dengan
kedaulatan Tuhan dan Kehendak-Tuhan yang
bersifat
dengan
mutlak,
diskursus
tidak
al-Qur’an
selaras
memproduksi
tentang
menurut perspektif perempuan.
kehidupan pernikahan, dan tidak sejalan dengan
keseluruhan
riwayat
3. Berperan aktif dan kritis dalam
yang
menggambarkan perilaku Nabi terhadap istri-istrinya (Fadl, 2004: 311). Beberapa faktor pendukung lain dalam lahirnya wacana agama yang bias adalah fakta bahwa perumusan ajaran
4. Menyuguhkan konteks
wacana konteks
agama teks
pembaca
dan dalam
memproduksi wacana agama. 5. Menjadikan spirit keadilan sebagai payung dalam memproduksi dan memahami wacana agama. Sebagaimana
bahasa
pada
agama sejak awal didominasi oleh bangsa
umumnya, bahasa Arab harus dipandang
Arab, sebuah bangsa yang memiliki pra
sebagai alat komunikasi. Alat ini sangat
asumsi
memandang
penting artinya dalam menyampaikan
perempuan. Hingga kini wacana Agama
pesan. Namun demikian, pentingnya alat
masih berkiblat ke negeri Arab, sehingga
tidak kan pernah melampaui pentingnya
72 |
bias
dalam
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
tujuan dalam sebuah komunikasi, yaitu
‘Azîm wa as-Sab’i al-Masâni ,
sampaiknya
t.t.p., Dâr al-Fikr
pesan.
Sebagai
simbol,
bahasa Arab mempunyai peranan penting dalam menyampaikan pesan ilahi melalui
Al-Arabi, Ibnu, tt., Ahkâm al-Qur’ân, Beirut , Dâr Al-Ma’rifah
al-Qur’an. Namun demikian, pentingnya
Al-Bagdadi, Abu al-Fadl Syihab ad-Din
simbol tidak akan pernah melampaui
as-Syayyid Mahmûd Afandi al-
pentingnya hal yang disimbolkan. Oleh
Alusi, t.t., Rûh al-Ma’âni fi Tafsîr
karena itu, bahasa Arab penting untuk
Al-Qur’ân al-‘Azîm wa as-Sab’i al-
dipelajari
Masâni , t.t.p., Dâr al-Fikr
dalam
memahami
ajaran
agama, namun bahasa Arab tetap harus
Al-Qurtubi, Abu Abdullah Muhammad
diwaspadai karakternya yang sangat bias
bin Ahmad al-Ansari,
agar ajaran agama tidak justru digunakan
Jami’ li Ahkâm al-Qur’ân, Kairo,
sebagai
Dâr Al-Katib Al- Arabi
alat
diskriminasi
terhadap
perempuan atas nama agama.
Al-Zamakhsyari,
1967, .Al-
Abu Qasim Jarullah
Mahmud Ibn Umar, 1977, .alKhasysyaf ‘an Haqâiq at-Tanzil wa
Penutup Ayat-ayat
gender
dalam
perspektif feminisme bisa disimpulkan bahwa, anggapan menurut agama, bahwa perempuan pemimpin,
tidak
berhak
semata-mata
‘Uyun al-Aqâwil fi Wujûh at-Ta’wîl , Beirut, Dâr al-Fikr Ankersmit, F.R., 1987, Refleksi tentang
menjadi
Sejarah
mereka
Modern tentang Sejarah, Jakarta:
berkelamin perempuan, harus ditinjau kembali. Kepemimpinan bisa dipegang
Pendapat-Pendapat
Gramedia Az-Zamakhsyari,
Abu Qasim Jarullah
oleh siapa saja, tanpa harus dilihat jenis
Mahmud Ibn Umar al-Khawarizmi,
kelaminnya, asal dia mampu, demikian
al-1977, .Khasysyaf ‘an Haqâiq at-
Perspektif ekofeminisme menandaskan.
Tanzil wa ‘Uyun al-Aqâwil fi Wujûh at-Ta’wîl , Beirut, Dâr al-
DAFTAR PUSTAKA
Fikr Bryson, Valerie, 1992, Feminist Political
Al-Alusi, Abu al-Fadl Syihab ad-Din asSyayyid Mahmûd Afandi, t.t., Rûh al-Ma’âni fi Tafsîr Al-Qur’ân al-
Theory: An Introduction, London: Macmillan Engineer, Ali Asghar, 1994, Hak-Hak Perempuan
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
Dalam
Islam,
| 73
Yogyakarta:
Yayasan
Bentang
Budaya
Masyarakat, cet. XVIII, Bandung : Mizan
Fakih, Mansour, 1997, Analisis Gender
Megawangi,
Ratna,
“Feminisme:
Dan Transformasi Sosial, Cet. II,
Menindas
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tangga”, dalam Jurnal Ulumul
Gunawan,
Wawan,
“Studi
Terhadap Tafsir Feminis”,
Ibu
Rumah
Kritis
Qur’an, No. 5 dan 6, Vol. V, th.
dalam
1994.
Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 38 No. I, Th. 2005
Megawangi, Ratna, 1999, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru
Ilyas, Yunahar, 1996, Isu-Isu Feminisme dalam Tinjauan Tafsir al-Qur’an, Studi Kritis terhadap Pemikiran Para
Peran
Mufassir
dan
Feminis
Muslim, dalam Tesis, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
tentang Relasi Gender, Bandung: Mizan Mernissi, Fatima 1994, Ratu-Ratu Islam yang
Terlupakan,
Bandung
:
Mizan,. Mernissi,
Fatima dan Riffat Hassan,
Ilyas, Yunahar, 1997, Feminisme dalam
1995, Setara di Hadapan Allah,
Kajian Tafsir al-Qur’an: Klasik
Relasi Laki-Laki dan Perempuan
dan
dalam
Kontemporer,
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar 1995,
Problematika Muslimah di Era Jakarta
Islam
Pasca
Patriarkhi, Alih bahasa oleh Team
Jamal, Ahmad Muhammad, Globalisasi
Tradisi
:
Pustaka
Mantiq
LSPPA,Yogyakarta : LSPPA Yayasan Prakarsa Mernissi,
Fatima dan Riffat Hassan,
1995, Setara di Hadapan Allah,
Kasir, Ibnu,1986, Tafsîr al-Qur’ân AlAzîm, Beirut: Dar al-Fikr
Relasi Laki-Laki dan Perempuan Dalam
Tradisi
Islam
Pasca
Khilmiyah, Akif “Ketidakadilan Gender
Patriarkhi, Alih bahasa oleh Team
dalam Rumah Tangga Keluarga
LSPPA,Yogyakarta : LSPPA -
Muslim”, dalam Jurnal Profetika,
Yayasan Prakarsa
Vol.2, No.1 Januari 2000
Mernissi, Fatima, 1991, Women and
M. Quraish Shihab, 1998, Membumikan Al-Qur’an, Wahyu
74 |
Fungsi dalam
dan
Peran
Kehidupan
Islam:
An
Historical
and
Teological Enquiry, Oxford: Brasil Blackwell
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 1, Juli 2014
Muhsin, Amina Wadud, 1994, Wanita di dalam Al-Qur’an, Alih bahasa oleh Yaziar
Radianti,
Bandung
:
Pustaka, cet I.
al-Manâr, Beirut : Dâr al-Fîkr Rida, Muhammad Rasyid, 1973, Tafsir al-Manâr, Beirut : Dâr al-Fîkr
Muhsin, Amina Wadud, 1992, Qur’an
Shihab, M. Quraish, 1998, Membumikan
and Women, Kuala Lumpur: Fajar
Al-Qur’an,
Bakti
Wahyu
Munawar-Rachman, “Islam
dan
Budhy,
1996,
Feminisme,
dari
Sentralisme Kepada Kesetaraan”, dalam
Mansour
Faqih
Fungsi
dan
dalam
Peran
Kehidupan
Masyarakat, cet. XVIII, Bandung : Mizan Shihab, M. Quraish, 1993, “Konsep
dkk.,
Wanita Menurut Al-Qur’an, Hadits
Membincang Feminisme, Cet. I,
dan Sumber-Sumber Ajaran Islam”,
Surabaya : Risalah Gusti
dalam Lies Marcoes dan J.H.
Murata, Sachiko, 1996, The Tao of Islam: kitab Gender
Rujukan dalam
tentang Kosmologi
Relasi dan
Teologi Islam, Bandung : Mizan Palmer, Richard, 2003, Hermeneutika; Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rae,
Rida, Muhammad Rasyid, 1973, Tafsir
Douglas, Cambridge:
Meulleman (ed.), Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual , Jakarta : INIS Umar,
Nasaruddin,
1999,
Argumen
Kesetaraan gender: Perspektif alQur’an, Bandung: Mizan Wolgast, Elizabeth, 1980, Equality and
1981,
Equalities,
The Rights of Women, Ithaca:
Harvard
University
mCornell University Press
Press
Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur’an… (Mintaraga Eman Surya)
| 75