“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016 Mofea
Sukhebi
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BURUH MIGRAN INDONESIA DI LUAR NEGERI Oleh Sukhebi Mofea*)
Abstrak Perlindungan hukum buruh migran/TKI di luar negeri terdapat dalam beberapa ketentuan hukum internasional maupun hukum positif Indonesia. Ketentuan hukum Internasional yang dibahas dalam tulisan ini hanyalah Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention onteh Protection of The Right of All Migran Workers and Members of Theirs Families) 1990. Pada dasarnya perlindungan yang diberikan konvensi ini menyangkut pengakuan dan jaminan pada aspek hak-hak yang dimiliki oleh setiap buruh migrant dan anggota keluarganya, serta aspek kewajiban negara untuk memberikan perlindungan kepada buruh migrant serta mewujudkan pemenuhan hak-haknya. Sebenarnya konvensi 1990 ini mengatur secara komprehensif dan rinci mengenai hakhak buruh migrant dan seluruh anggotanya, yang berlaku secara universal, sayangnya sampai saat ini Pemerintah RI belum meratifikasi konvensi tersebut. Sedangkan ketentuan hukum positif yang mengatur perlindungan TKI diatur dalam UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. UU ini lebih banyak mengatur prosedur dan tata cara penempatan TKI di Luar Negeri, dan hanya sedikit mengatur pemberian jaminanperlindungan hak-hak buruh migrant dan anggota keluarganya. Oleh sebab itu hingga saat ini perjuangan pembelaan hak-hak buruh migrant/TKI dan anggota keluarganya belum dapat dilaksanakan secara optimal. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Buruh Migran, TK A. PENDAHULUAN Faktor utama mobilitas tenaga kerja antar negara dipengaruhi hal yang dominan yaitu faktor ekonomi. Masalah kesempatan kerja semakin penting dan mendesak, karena diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini akan mengakibatkan tingkat pengangguran semakin meningkat. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), nilai tukar rupiah yang cenderung melemah. Dalam kondisi yang demikian alternatif yang paling tepat
dilakukan adalah mencari pekerjaan diluar negeri.1 Rendahnya upah minimum di dalam negeri juga ikut memicu/mendorong orang mencari pekerjaan diluar negeri yang dipandang lebih prospektif dibandingkan jika bekerja di negerinya sendiri. Secara normatif mencari pekerjaan/bekerja diluar negeri adalah sahsah saja. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Pasal 31 yang mengatur bahwa : Setiap Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), halaman 54 1
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
17
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri, meskipun bekerja di luar negeri adalah hak bagi setiap tenaga kerja, akan tetapi dalam kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan, banyak hambatan/kendala yang dihadaoai para TKI baik sebelum penempatan, masa penempatan maupun pasca penempatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus yang menimpa TKI maupun keluarganya dinegara dimana mereka bekerja, seperti penganiayaan, pembunuhan, pelecehan seksual, penangkapan, pengusiran, penekanan upah, upah yang tidak dibayarkan/dikurangi, sulitnya memperoleh akses pendidikan untuk anak-anak mereka dan masih banyak lagi. Oleh karena itu diperlukan peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional yang lebih spesifik untuk dapat melindungi mereka. Perudang-undangan Nasioanl yang mengatur perlindungan buruh migrant antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pada konsideran menimbang huruf c, d dan e disebutkan bahwa tenaga kerja Indonesia di luar negeri serring dijadikan objek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu negara wajib menjamin dan melindungan hak asasi warga negaranya yang bekerja baik dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan anti perdaganagn manusia. Dalam
Sukhebi Mofea
hal penempatan TKI di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.2 Beberapa ketentuan Hukum Internasional juga mengatur tentang perlindungan buruh migrant dan keluarganya. Permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah KetentuanKetentuan Hukum Internasional dan Hukum Nasional mana saja yang mengatur perlindungan hukum buruh migrant TKI di Luar negeri dan keluarganya? B. PEMBAHASAN Perlindungan buruh migrant diatur dalam konvensi internasional, tentang Perlindungan Hak semua Buruh Migran dan anggota keliuarganya (International Convention on the Protection of the Right of All Migrant Workers and Members of Their Families) 1990. Disamping itu ada beberapa konvensi yang lainnya yang mengatur tentang buruh migrant. Di sini hanya akan dibahas Konvensi 1990 karena konvensi ini mengatur lengkap (komprehensif) dan rinci mengenai hakhak buruh migrant yang berlaku universal. Pada saat ini Indonesia menjadi negara anggota yang ikut menanda-
Dewa Rai Astawa, Aspek Perlindungan Hukum Hak-Hak TKI di Luar Negeri, tesis, (Semarang: Program Magister Ilmu Hukum UNDIP, 2006), halaman 3-4 2
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
18
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
tangani, dan belum meratifikasi ketentuan konvensi tersebut.3 Sedangkan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diatur dalam salah satu bab dari UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. UU ini lebih banyak mengatur prosedural dan tata cara penempatan TKI ke luar negeri, dan hanya sedikit mengatur hak-hak dan pemberian jaminan perlindungan hak-hak buruh migrant dan anggota keluarganya. Dapat dikatakan undangundang ini belum banyak mengadopsi hak-hak buruh migrant dan anggota keluarganya yang dijamin dalam konvensi tahun 1990. Oleh sebab itu hingga saat ini perjuangan pembelaan hak-hak buruh migrant dan anggota keluarganya belum dapat dilaksankan secara optimal. Perlindungan dalam bentuk lainnya adalah perlindungan yang diberikan pemerintah berdasarkan konsititusi negeran, sebagaimana dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri RI. Perlindungan diberika kepada WNI dan Badan Hukum Indonesia berdasarkan UU No. 1/1982 tentang Ratifikasi Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi 1965 tentang Hubungan Konsuler, dan UU No 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri. 1. Perlindungan Buruh Migran Berdasarkan Konvensi Tahun 1990 mengakui dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar dari buruh migrant dan anggota keluarganya dan bersifat nondiskriminasi. Konvensi ini berlaku dari tahap : - Persiapan untuk migrasi - Pemberangkatan YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum Indonesia, (Jakarta : Sentralisme Production, 2006), halaman 202
Sukhebi Mofea
- Transit - Seluruh masa tinggal dan pekerjaan yang dibayar di dalam negara tempat bekerja - Kembali ke asal buruh migrant Buruh migrant menurut konvensi ini adalah seseorang yang akan, tengah atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu negara dimana dia bukan menjadi warga negaranya. Sedangkan anggota keluarga adalah orang yang kawin dengan buruh migran atau mempunyai hubungan dengannya, yang menurut hukum berakibat sama dengan perkawinan. Juga anak-anak dibawah umur dan orang lain yang menjadi tanggungan mereka, yang secara hukum dianggap keluarga.4 Tidak termasuk pengertian buruh migrant adalah : - Orang yang dipekerjakan oleh organisasi/badan internasional, atau dikirimi/dipekerjakan oleh negara di luar wilayahnya, untuk menjalankan fungsi resmi yang statusnya diatur oleh hukum internasional umum atau konvensi internasional khusus - Orang yang dikirm/dipekerjakan oleh negara atas nama negara di luar wilayahnya, yang berpartisipasi dalam programprogram pengembangan dan kerja sama lainnya - Orang yang bertenpat tinggal di negara yang berbeda dengan negara asalnya sebagai penanam modal - Pelaut dan buruh pada instansi lepas pantai yang belum diterima untuk bertempat tinggal dan melakukan
3
4
Ibid, halaman 204
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
19
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
pekerjaan yang dibayar negera tempatnya bekerja.
di
Konvensi ini mengakui dan tidak membedakan antara buruh imigran yang memiliki dokumen maupun yang tidak memiliki dokumen. Dengan kata lain konvensi ini memberikan hak dan perlindungan yang sama terhadap buruh migrant yang tidak berdokumen. Hal ini mengingat dan mendasarkan pada pertimbangan bahwa buruh migrant yang tidak memiliki dokumen sering dipekerjakan dalam kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan buruh-buruh lain, dan majikan/pengusaha berupaya mencari buruh-buruh semacam itu untuk memperoleh keuntungan dalam persaingan yang tidak wajar. Pada dasarnya perlindungan yang diberikan Konvensi 1990 ini menyangkuti pengakuan dan jaminan pada aspek hak-hak yang dimiliki olejh setiap buruh migran dan anggota keluarganya, serta aspek dari keawajiban negara (baik negara, asal maupun negera tempatnya bekerja) untuk memberikan perlingan kepada buruh migrant serta mewujudkan pemenuhan hak-haknya Hak-hak buruh migrant menurut Konvensi 1990, antara lain : - Hak dasar untuk bebas dari diskriminatif - Hak dasar untuk berpindah dan berkumpul dengan keluarganya - Hak dasar untuk bebas dari kerja paksa - Hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama dan menjalankan agamanya - Hak atas kebebasan menyampaikan pendapat
Sukhebi Mofea
- Hak dasar untuk bekerja dan upah yang menyumbang pada standar hidup yang sama - Hak dasar persamaan didepan hukum dan perlindungan hukum yang sama - Hak dasar atas pembayaran yang sama dan pekerjaan yang sama - Hak dasar atas perlindungan melawan pengusiran sewenangwenangan negara atas pekerjaan - Hak dasar untuk pulang ke negara asal jika pekerja menginginkan - Hak dasar atas persamaan standar hidup bagi kesehatan dan kesejahteraan anggota keluarganya - Hak dasar atas kondisi aman pekerjaan yang aman dan kebersihan dan keamanan lingkungan pekerjaan - Hak dasar atas pembatasan yang layak dari jam kerja, istirahat dan waktu luang - Hak dasar atas kebebasan berserikat dan bergabung dalam serikat pekerja - Hak dasar atas perlindungan selama kehamilan dari pekerjaan yang berbahaya - Hak dasar perlindungan bagi anak-anak atas eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang membahayakan dirinya atau kesejahteraan dan pertumbuhannya, dan - Hak dasar bagi anak-anak pekerja migrant atas pendidikan. Ada beberapa ketentuan Konvensi ILO yang mengatur tentang pembatasan usia anak untuk dapat dipekerjakan dan larangan memperkejakan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk bagi anak, yang secara tidak langsung juga memberikan kesempatan kepada
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
20
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
anak untuk bisa mengenyam bangku sekolah/pendidikan, yaitu:5 - Konvensi Usia Minimum, 1973 (No 138) - Konvensi Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak, 1999 (No 182) Kewajiban-kewajiban negara terhadap pekerja/buruh migrant menurut Konvensi 1990, antara lain: - Kewajiban untuk memberikan perlindungan efektif terhadap kekerasan fisik ancaman dan intimidasi, baik yang dilakukan oleh pejabat publik maupun perorangan, kelompok maupun lembaga, termasuk verifikasi oleh petugas penegak hukum harus dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku - Negara wajib memberitahukan setiap penangkapan terhadap buruh migrant dan anggota keluarganya, termasuk alasanya, serta tuduhan yang diajukan dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka - Kewajiban untuk memberitahukan setiap penangkapan, penahanan, selama menunggu untuk diadili, dan penahanan dam bentuk lainnya kepada Konsuler atau Pejabat Diplomatik negara asalnya, apabila yang bersangkutan memintanya - Negara harus memberitahukan hak-haknya berdasarkan perjanjian internasional lain yang berlaku antara negara-negara yang bersangkutan, untuk berkorespondensi dan bertemu dengan pejabat tersebtu diatas dan
-
-
-
-
-
-
5
ILO, Menguak KOnvensi-Konvensi Inti ILO Lewat Dialog Sosial Pengalaman Di Indonesia, (Jakarta: Oraganisasi Perburuhan Internasional Kantor Jakarta, 1999) halaman 117
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
Sukhebi Mofea
mengatur advokat dengan mereka Kewajiban untuk melaksanakan peradilan guna menentukan keabsahan penahanan tersebut ternyata tidak sah menurut hukum. Negara wajib memberikan ganti kerugian terhadap penahanan yang dilakukan secara melawan hukum Kewajiban untuk menyediakan bantuan penerjemah, jika perlu tanpa membayar Kewajiban untuk memberikan perlakuan yang manusiawi, menghormati martabat yang melekat pada diri manusia dan identitas budaya terhadap buruh migran dan anggota keluarganya yang ditahan Kewajiban negara memisahkan dari orang yang dipidana terhadap buruh migran dan anggota keluarganya yang dikenakan tuduhan. Terdakwa dibawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa, dan segera mungkin dihadapkan ke sidang pengadilan. Kewajiban negara untuk memisahkan dari orang yang dipidana atau tengan menunggu persidangan, terhadap buruh-buruh migran dan anggota keluarganya yang ditahan karena melanggar ketentuan imigrasi Negara harus menjamin, bahwa perbuatan seseorang yang menghancurkan atau mencoba menghancurkan dokumen identitas, dokumen yang memberikan ijin masuk atau keluar, tempat kediaman, atau tempat tinggal dalam wilayah nasional atau ijin kerja merupakan tindakan melawan hukum. Penyitaan tanpa hak atas dokumen-dokumen tersebut, tidak boleh dilakukan
21
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
tanpa adanya bukti resmi yang terperinci. Dalam hal apapun tidak diperkenankan untuk menghancurkan paspor atau dokumen yang setara milik buruh migran dan anggota keluarganya, selain oelh pejabat public yang diberi kewenangan oleh hukum - Negara tempat bekerja yang melakukan pengusiran tidak boleh mengurangi hak apapun yang telah diperoleh buruh migrant dan anggota keluarganya, sesuai dengan hukum negara tersebut, termasuk hak untuk menerima gaji dan hasil lain yang menjadi haknya - Negara wajib memberitahukan hak buruh migran dan anggota keluarganya untuk memperoleh upaya perlindungan dan bantuan pejabat konsuler atau diplomatik dari negara asalnya terhadap pengusiran - Negara wajib melindungi hakhak buruh migran dan memastikan hak-hak tersebut dijalankan oleh majikan/pengusaha sesuai dengan perjanjian kerja 2. Perlidungan TKI Berdasarkan UU No. 39/2004 Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI atau TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. UU No. 39/2004 secara khusus mengatur pelindungan TKI dalam Bab VI tentang perlindungan TKI Pasal 77-84, dan Bab X tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pasal 94-99. Disamping itu perlindungan TKI dalam undang-undang ini tersebar
Sukhebi Mofea
ke dalam pasal-pasal yang mengatur perihal prosedur dan mekanisme penempatan TKI di luar negeri, mulai masa pra-penempatan, penempatan dan pasca penempatan/pemulangan. Bab VI undang-undang ini lebih mengatur perlindungan negara (pemerintah) terhadap TKI pada masa bekerja atau penempatan. Dimana Perwakilan RI memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional. Perwakilan RI melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksanaan penempatan TKI swasta (PPPTKIS) dan TKI yang ditempatkan di luar negeri. Selain itu dalam rangka memberikan perlindungan TKI di luar negeri pemerintah dapat menetapkan jabatan atase ketenagakerjaan pada perwakilan RI tertentu. Badan Nasioanl Penempatan dan Perlindungan TKI (BNPPTKI) Guna mewujudkan perlindungan TKI di luar negeri yang lebih terpadu, pemerintah berupaya mewujudkan BNPPTKI, yang merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab presiden yang berkedudukan di ibukota. BNPPTKI berfungsi melaksanakan kebijakan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Tugas-tugas BNPPTKI adalah : (1) Melaksanakan penempatan TKI atas dasar perjanjian tertulis antara Pemerintah RI dengan pemerintah negara pengguna, atau pengguna berbadan hukum di negera tujuan, dan
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
22
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
(2) Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan dan melakukan pengawasan mengenai, dokumen, pembekalan akhir pemberangkatan (PAP), penyelesaian masalah, sumber-sumber pembiayaan, pemberangkatan hingga pemulangan, peningkatan kualitas TKI, informasi, peningkatan kualitas pelaksana penempatan TKI dan peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Untuk kelancaran pelaksanaan penempatan TKI, BNPPTKI membentuk Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di ibukota provinsi dan atau tempat pemberangkatan TKI yang dianggap perlu. Balai tersebut oleh dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.6 Pelaksanan Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) Perusahaan yang akan menjadi PPTKIS harus mendapat ijin tertulis berupa Surat Izin PPTKI (SIPPTKI) dari menteri. Syaratsyarat untuk mendapatkan SIPPTKI adalah : (1) Perusahaan berbadahn hukum Perseroran Terbatas (PT) (2) Memiliki modal disetor Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) (3) Membuka deposito sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (4) Memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri minimal 5 tahun berjalan (5) Memiliki unit pelatihan kerja, dan
6
Sukhebi Mofea
(6) Memilki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI. SIPPTKI diberikan untuk jangka waktu 5 tahun sekali dan dapat diperpanjang dengan persetujuan menteri. PPTKIS dilarang mengalihkan SIPPTKI kepada pihak lain. Kewajiban membuka deposito bertujuan untuk menyediakan dana bagi perlindungan TKI apabila PPTKIS tidak memenuhi kewajibannya sesuai yang ditentukan dalam perjanjian penempatan. PPTKIS wajib menambah biaya keperluan penyelesaian perselisihan atau sengketa calin TKI/TKI apabila dana deposito tersebut tidak mencukupi. Pelaksana Penempatan TKI swasta yang melakukan perekrutan, wajib memliki Surat Izin Pengerahan (SIP) dari Menteri Ketenagakerjaan. Sedanbgkan untuk mendapatkan SIP, PPTKIS terlebih dahulu harus memiliki : (a) Surat Berjanjian Penempatan (b) Surat Permintaan TKI dari Pengguna (c) Rancangan Perjanjian Penempatan, dan (d) Rancangan Perjanjian Kerja Untuk poin (a), (b) dan (d) harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang pada perwakilan RI di negara tujuan. Perekrutan hanya dapat dilakukan pada TKI yang memenuhi syaratsyarat: (1) Berusia minimal 1 tahun. Bagi TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna perorangan berusia minimal 21 tahun (2) Sehat jasmani (3) Tidak dalam keadaan hamil (Bagi TKI perempuan)
YLBHI dan PSHK, Op Cit, halaman 207
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
23
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
(4) Berpendidikan minimal lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat. Perekrutan itu dilaksanakan oleh PPTKIS pada pencari kerja yang telah terdaftar di kantor Disnaker setempat. Dokumentasi Tenaga Kerja Indonesia yang akan diberangkatkan keluar negeri harus memiliki dokumen-dokumen sebagai berikut : (1) KTP, ijasah pendidikan terakhir, akte kelahiran/surat keterangan lahir (2) Surat keterangan status perkawinan/surat nikah bagi yang telah menikah (3) Surat izin dari suami/istri, orang tua, atau wali (4) Sertifikat kompetensi kerja (5) Surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi (6) Paspor yang diterbitkan oleh kantor imigrasi setempat (7) Visa kerja (8) Perjanjian Penempatan TKI (9) Perjanjian Kerja, dan (10) Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri Perjanjian Penempatan Perjanjian penempatan adalah perjanjian tertulis antara PPTKIS dengan calon TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan. Perjanjian penempatan ditandatangani oleh para pihak setelah calon TKI yang bersangkutan terpilih dalam perekrutan. Perjanjian penempatan sekurang-kurangnya memuat: - Nama dan alamat PPTKIS - Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, alamat TKI - Nama dan alamat pengguna
Sukhebi Mofea
- Hak dan kewajiban para pihak dalam rangka penemapatan TKI di luar negeri sesuai dengan kesepakatan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh calon pengguna sebagaimana tercantum dalam perjanjian Kerjasama Penempatan - Jabatan dan jenis pekerjaan TU sesuai permintaan pengguna - Jaminan pelaksana penempatan PPTKIS kepada TKI dalam hal pengguna tidak memenuhi kewajibannya sesuai Perjanjian Kerja - Waktu keberengakatan TKI - Biaya Penempatan dan cara pembayarannya - Tanggung jawab pengurusan penyelesaian masalah - Akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan oleh salah satu pihak, dan - Tanda tangan para pihak Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Perlindungan ini menjadi bagian dari program kerja dari dan menjadi tanggungjawab Departemen Luar Negeri (Deplu) RI. Perlindungan ditunjukkan pada Warga Negara Indonesia(WNI) dan Badan Hukum Indonesia yang mengalami masalah dan membutuhkan perlindungan dan pembelaan hokum di Negara dimana yang bersangkutan menetap. Perlindungan terhadap TKI/pekerja migrant pada prinsipnya dilakukan melalui upaya pendekatan secara politis, pemberian bantuan kemanusiaan dan bantuan hukum. 1. Perlindungan Dengan Pendekatan Politis Perlindungan terhadap TKI dan keluarganya di luar negeri dengan mengupayakan pendekatan secara politik dengan cara
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
24
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
melakukan dan membuat perjanjian kerjasama antar pemerintan atau G to G (Goverment to Goverment) dari Negara penerima TKI, melakukan kerjasama G to G dengan sesama Negara pengirim tenaga kerja, kerjasama G to NGO (Goverment to Non-Goverment Organization), kerjasama G to Internasional Organization, kerjasama dengan organisasi keagamaan, dan kerjasama G to Privat atau Privat to Privat. Kerjasama G to G dari Negara penerima diupayakan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU), Arrangements atau perjanjian birateral (YLHI dan PSHK : 2006). Tanpa dasar ini maka hubungan G to G dari Negara penerima pengacu (terbatas) pada Konvensi Wina 1963 yang mengharuskan setiap perwakilan Negara asing untuk tetap menghormati kedaulatan dan otoritas Negara tuan rumah. Hal ini tentunya dapat menghambat pelaksanaan perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah RI di Negara penerima TKI yang bersangkutan. Pemerintah RI telah membuat MoU dengan beberapa Negara penerimaan TKI, seperti: - MoU RI dengan Kerajaan Yordania tentang Penempatan TKI (2 Mei 2011); - MoU RI dengan Korea Selatan tentang pengiriman TKI Sektor Formal (Agustus 2004); dan - MoU RI dengan Malaysia tentang Pengiriman TKI Sektor Formal (Agustus 2004). Berkaitan dengan akses untuk memperoleh pendidikan (formal) bagi anak-anak TKI di
Sukhebi Mofea
Malaysia, Pemerintah RI harus secara intensif membicarakan hal iyu dengan Malaysia untuk dapat menerobos rintanganrintangan yang selama ini menjadi batu sandungan. 2. Pemberian bantuan Kemanusiaan Perlindungan ini lebih banyak diberikan kepada TKI yang sedang menjalani proses peradilan di Negara setempat, dikarenakan adanya tuduhan telah melakukan tindak pidana. Perlindungan ini dilakukan dengan melakukan kunjungan secara periodik dan pemantauan, serta memberikan dukungan moril kepada TKI yang mengalami masalah. Bantuan lainnya adalah pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari selama dalam proses menjalani peradilan, menyediakan rohaniawan, dan memberikan pelayanan kesehatan/psikososial, serta membantu pemulangan TKI ke tanah air. 3. Pemberian Bantuan Hukum Bantuan hukum yang diberikan kepada TKI bermasalah antara lain dilakukan dengan cara: - Pendampingan - Konsultasi mengenai hukum yang berlaku - Brtindak sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan antara TKI dengan Pengguna; Menyediakan advokat baik yang bersifat pro bono maupun feepaying.
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
25
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
optimal. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah RI melakukan hubungan dengan pihak-pihak yang terkait dengan masalah TKI, termasuk dengan Negara penerima TKI melalui pembuatan Memotandum of Understanding (MoU).
C. PENUTUP Berdasarkan uraian yang dipaparkan di muka, maka sebagai simpulan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Perlindungan buruh migrant diatur dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak semua Buruh Migran dan Anggota keluarganya (Internasional Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers dan Members of Their Families) 1990. Konvensi ini mengatur secara lengkap (konprehensip) dan rinci mengenai hak-hak buruh migrant dan anggota keluarganya yang berlaku universal. Tentunya Konvensi ini dapat dijadikan landasan hukum bagi Pemerintah RI untuk menyelesaikan persoalan kasus hukum bagi pemerintah RI untuk menyelesaikan persoalan kasus hukum yang dihadapi buruh migran/TKI baik yang legal maupun illegal, termasuk pemenuhan hakhak pekerja migrant dan anggota keluarganya yang antara lain adalah hak untuk memperoleh pendidikan formal di Malaysia bagi anak-anak imigran tersebut. Disamping itu ketentuan perlindungan bagi pekerja migran juga diatur dalam beberapa ketentuan Konvensi ILO. 2. Dalam perundang-undangan nasional perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diatur dalam salah satu bab dari UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar negeri dan beberapa pasal yang tersebar di dalam UU tersebut. UU ini lebih banyak mengatur prosedural dan tata cara penempatan TKI ke luar negeri, dan hanya sedikit mengatur hak-hak dan pemberian jaminan perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya belum dapat dilaksanakan secara
Sukhebi Mofea
D. DAFTAR PUSTAKA Aris Ananta, 1996, Liberalisasi Ekspor dan Impor Tenaga Kerja Suatu Pemikiran Awal, Jakarta : Pusat Penelitian Lembaga Demografi FEUI Abdul Rachmad Budiona, 1999, Hukum Perburuhan Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada Darwan Prinst, 2000, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti FX.
Djumialdji, 1992, Selayang Pandang Mengenal ILO, Yogyakarta : Liberty
_____________, 1997, Perjanjian Kerja, Bandung: Bumi Aksara I
Dewa Rai Astawa, 2006, Aspek Perlindungan Hukum Hak-Hak TKI di Luar Negeri, Tesis, Semarang : Program Magister UNDIP
ILO, 1999, Menguak Konvensi-Konvensi Inti ILO Lewat Dialog Sosial Pengalaman di Indonesia, Jakarta : Kantor Perwakilan ILO Jakarta Imam
Soepomo, 2001, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta : Djambatan.
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
26
“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016
Sukhebi Mofea
Iman Syahputra Tunggal dan Amin Wijaya Tunggal dan Amin Wijaya Tunggal, 1999, Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan Baru di Indonesia, Jakarta : Harfind Lalu Husni, 2000, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
27