Business Benefit
CICO
CICO / Supplier
Consumer demand visibility
Supplier
Business Benefit
Front end agreements
Reduce supply risk
Joint business plan
Improved in-stock levels
More accurate forecast
Increased service to distributor
Create Demand Forecast
Reduce inventories
Project planning & Daily planning
Create Demand Forecast
Reduce inventories
Exchange Project, Forecast and Collaboration on Exception Review Review Project project schedule, and daily usage daily usage as part of forecast consensus meeting
Reduce planning / deployment costs
Increased sales
Increased transparency
Reduce replenishment cycle Create order forecast
Create order forecast
Collaboration Supply and Distribution Planning
Simplified, exception-based process
Simplified, exception-based process
Gambar 3.13. Keuntungan CPFR Bagi CICO dan Pemasok Keuntungan bagi pemasok •
Reduce supply risk
•
Improved in-stock levels
•
Reduce inventories
•
Increased sales
•
Increased transparency
•
Simplified, exception-based process Tabel 3.3. Mekanisme yang ada pada penerapan CPFR
NO
1
Koordinasi
User dengan Inventory Control
Kegiatan
Mekanisme
Pembuatan Usage Plan
Standarisasi dari pembagian informasi
Pembuatan Forecast
Standarisasi metode forecast yang digunakan
Review forecast
Standarisasi koreksi forecast Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
Hasil yang diharapkan Usage plan di submit 6 bulan sebelum proyek berjalan atau setiap awal tahun untuk perubahan kebutuhan suku cadang Penggunaan metode forecast time series, holt's model dan winter's model Disiplin dilakukan perkuartal Information Sharing berjalan lebih maksimal mengenai kebutuhan material, baik untuk proyek dan kegiatan rutin
80
Tabel 3.3. Mekanisme yang ada pada penerapan CPFR (lanjutan) NO
Koordinasi
Kegiatan
Mekanisme
Hasil yang diharapkan
Pembuatan Forecast
Standarisasi metode forecast yang digunakan
Penggunaan metode forecast time series, holt's model dan winter's model
Pembuatan Kontrak
2
Inventory Control dengan Buyer/Procurement specialist
Proses Procurement Proses Pengorderan barang
Standarisasi yang berhubungan dengan tipe kontrak, parameter koordinasi, pembagian keuntungan Standarisasi proses procurement Standarisasi pengelompokkan barang dan tingkat pemenuhan Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
Proses Procurement Pembuatan Kontrak 3
Buyer dengan Pemasok
Proses pengorderan barang
Standarisasi proses procurement Standarisasi yang berhubungan dengan tipe kontrak, parameter koordinasi, pembagian keuntungan Standarisasi proses pengorderan barang, penjadualan order Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
4
Inventory Control dengan Warehouse
Kontrak jangka panjang yang dapat mengakomodasi kebutuhan dalam periodenya Proses procurement berjalan tepat waktu Pengorderan sesuai jadual Information Sharing berjalan dengan baik mengenai kemampuan pemasok, lead time dan jadual pemesanan barang Proses procurement berjalan tepat waktu Nilai kontrak jangka panjang yang lebih akurat Pengorderan sesuai jadual Information Sharing mengenai barang, leadtime dan monitoring order Level inventory selalu update dan semua pihak dapat mengetahuinya
Mengontrol Level Inventory
Standarisasi kegiatan pengontrolan level inventory
Menyeleksi barang yang akan di writeoff
Standarisasi prosedure penyeleksian barang yang tidak terpakai di gudang
Barang yang tidak terpakai selama 5 tahun dapat segera di write-off
Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
Information Sharing mengenai level inventory, barangbarang yang tidak digunakan lagi (dihapus/diwriteoff)
81
Tabel 3.3. Mekanisme yang ada pada penerapan CPFR (lanjutan) NO
5
6
Koordinasi
Warehouse dengan Pemasok
Warehouse dengan User
Kegiatan
Mekanisme
Pengiriman Barang Pengecekan barang
Standarisasi proses pengiriman barang dan dokumentasinya Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
Pengorderan barang Pengiriman Barang
Standarisasi proses pengiriman barang dan dokumentasinya
Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
Hasil yang diharapkan Peningkatan kualitas pelayanan Pekerjaan lebih cepat dilaksanakan Information Sharing mengenai jumlah barang yang dikirim, kecocokan dengan order, Pengorderan sesuai jadual Peningkatan kualitas pelayanan Information Sharing mengenai waktu pengiriman, jumlah barang yang diorder dan meng update data di sistem
b. Vendor Managed Inventory (VMI) Strategi berikutnya dari inventory management adalah Vendor Managed Inventory (VMI). Pada VMI ini pemasok diberi tanggungjawab untuk mengatur inventory dari perusahaan. Pemasok memiliki akses ke inventory CICO dan bertanggung jawab untuk
mengeluarkan
order
permintaan.
CICO
akan
memberikan
atau
menginformasikan seberapa banyak inventory digudang dan juga jumlah kebutuhan. Pada koordinasi dengan VMI ini, maka pemasok akan melakukan semua kegiatan forecast dan pengorderan (lihat Gambar 3.14). Inventory control hanya mengawasi aktivitas dari pemasok. Satu hal yang harus di perhatikan pemasok adalah level inventory di gudang yang ada di lokasi. Pemasok akan memperhitungkan berapa Apabila inventroy di gudang diperkirakan tidak mencukupi lagi memenuhi kebutuhan user yang akan datang, maka pemasok akan memproses order dan mengirimkan barang ke gudang user sesuai dengan kebutuhan. banyak barang yang harus di simpan di gudang user di lapangan. Kinerja pemasok akan diukur dari keberhasilannya mencapai target yang ditetapkan perusahaan (SAR, TOR, IPR dan SL).
82
Dengan adanya target yang telah ditetapkan perusahaan, maka diharapkan jumlah inventory akan berkurang. Pada akhirnya perusahaan dapat meningkatkan profit, dengan adanya penghematan uang, waktu dan tenaga kerja, dan peningkatan kualitas pelayanan dari penerapan VMI ini.
Vendor Managed Inventory (VMI)
Pemasok melakukan semua kegiatan forecasting dan pengorderan
Tugas inventory control berkurang
Pemasok mengirimkan langsung barang ke user
Jumlah inventory berkurang
Pemasok harus memenuhi target Perusahan (SL, SAR, IPR, TOR)
Kualitas pelayanan meningkat
Saving money, time and man power
Gambar 3.14. Diagram Solusi VMI Untuk bisnis proses VMI dapa dilihat pada Gambar 3.15 Kegiatan berawal dari pemberian usage plan oleh user dan historical data dari inventory control. Datadata tersebut menjadi dasar bagi para pemasok untuk menentukan estimasi nilai kontrak VMI. Setelah para pemasok menentukan estimasi nilai kontrak, maka estimasi tersebut akan diberikan ke procurement untuk dilakukan penyeleksian (proses procurement). Hasil dari proses procurement adalah VMI kontrak. Pemasok yang memenangkan VMI kontrak akan melayani order langsung dari user. Jadi inventory control tidak lagi melayani orde dari user. Inventory control hanya menerima informasi dan juga mengawasi untuk setiap order yang dikeluarkan oleh user dan setiap barang yang dikirm oleh pemasok. Pemasok akan mengirimkan order selama nilai kontrak belum tercapai. Apabila nilai VMI kontrak sudah berakhir, maka procurement akan melakukan proses procurement yang baru untuk VMI kontrak. Pengiriman barang langsung ke user di lapangan. Apabila barang dikirim, maka proses pembayaranpun juga menyertai. Semua inventory berada dipemasok
dan user. Kinerja pemasok akan dipantau dari
service level dalam pemenuhan order.
83
Gambar 3.15. Bisnis Proses untuk VMI
84
Tabel 3.4. Mekanisme yang ada pada penerapan VMI NO
1
Koordinasi
User dengan Pemasok
Mekanisme
Hasil yang diharapkan
Pembuatan Usage Plan
Standarisasi dari pembagian informasi
Usage plan akan diberikan ke pemasok pada awal tahun dan 6 bulan sebelum proyek berjalan
Pembuatan Forecast
Standarisasi metode forecast yang digunakan
Review forecast
Standarisasi koreksi forecast
Kegiatan
Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
2
3
Inventory Control dengan pemasok
Procurement dan pemasok
Data
Standarisasi pembagian informasi yang dibutuhkan
Monitoring order and performance
Standarisasi penilaian hasil kerja (service level)
Proses Pembuatan kontrak
Standarisasi dalam hal tipe kontrak dan parameter kontrak,
Pemasok membuat forecast berdasarkan kebutuhan user di lapangan Pemasok melakukan koreksi terhadap forecast Information Sharing berjalan lebih maksimal mengenai kebutuhan material, baik untuk proyek dan kegiatan rutin dari user Information Sharing berjalan lebih maksimal mengenai kebutuhan data periode sebelumnya Semua informasi berkaitan dengan order dan pengiriman barang harus diinformasikan ke inventory control Kontrak lebih jelas dan memberi keuntungan untuk kedua belah pihak
3.1.3. Metode forecast yang lebih akurat (Time series, Holt’s model dan Winter’s model) Langkah-langkah dalam membuat forecast
Gambar 3.16. Langkah-langkah pembuatan Forecast
85
Untuk penjelasan langkah-langkah pembuatan forecast Gambar 3.16 adalah sebagai berikut: 1. Tujuan dari Forecast Tahap awal dari pembuatan forecast adalah penentuan tujuan dari pembuatan forecast itu sendiri. Di Chevron Indonesia Company (CICO), Forecast yang dibuat adalah forecast kebutuhan untuk barang-barang stok. Barang-barang stok tersebut dapat berupa suku cadang mesin atau peralatan. Apabila ada kerusakan atau kegiatan perawatan pada mesin atau peralatan tersebut, maka diharapkan suku cadang selalu tersedia di gudang. Kerusakan pada mesin atau peralatan tidak dapat diprediksikan. Kecuali kegiatan perawatan yang sesuai dengan buku panduan dari pabrik. Ketidakpastian
kebutuhan
tersebut
harus
diantisipasi
dengan
menyediakan stok suku cadang di gudang. Maka didapatlah tujuan dari pembuatan forecast yaitu untuk memperkirakan kebutuhan suku cadang dikemudian hari agar nantinya kita bisa menentukan jumlah stok suku cadang yang harus disediakan di gudang. 2. Analisis data Apabila mesin tersebut baru, maka kebutuhan suku cadang berdasarkan perkiraan saja atau hanya untuk kepentingan perawatan yang terencana saja. Sedangkan untuk mesin lama, maka kita bisa menjadikan data penggunaan masa lalu sebagai acuan awal dalam pembuatan forecast kebutuhan. Dari data masa lalu akan terlihat apakah penggunaan suku cadang tersebut memiliki satu pola tertentu atau pola yang berubah ubah setiap tahun. Untuk perhitungan forecast di CICO, penulis menggunakan variabel Level (L), Trend (T) dan Seasonal. Level dan trend dapat telihat dari grafik penggunan suku cadang. Untuk lebih jelasnya mengenai langkah-langkah pembuatan forecast, dapat dilihat pada Gambar 3.17.
86
Define the purpose / reason for the Forecast Collect and Analyze Historical Data Develop and Refine a Forecast Model Evaluate External Factors
Evaluate Internal Factors
Gambar 3.17. Langkah-langkah pembuatan Forecast 3. Setelah kita menentukan termasuk ke jenis apakah kebutuhan suku cadang ini, maka kita bisa melakukan forecast model. Untuk jenis pola kebutuhan tanpa ada level atau trend, maka kita menggunaakan metode time series saja, yaitu moving average dan simple exponential smoothing. Apabila pola kebutuhan terdapat level dan trend tapi tidak ada seasonal, 87
maka kita menggunakan Holt’s model. Apabila semua faktor ada, Level, Trend, dan Seasonal, maka kita menggunakan Winter;s model. Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan metode forecast yang sesuai, maka kita bisa menyusun forecast untuk periode yang akan datang. 4. Setelah forecast dibuat, maka kita akan mengkaji faktor-faktor internal yang tidak tercermin di data masa lalu. Seperti kegiatan proyek, jadual perawatan mesin, atau penambahan mesin baru. Semua kebutuhan kegiatan tersebut ditambahkan ke dalam forecast yang kita buat berdasarkan waktu kebutuhan yang telah ditentukan. 5. Faktor terakhir yang harus diperhitungkan juga adalah faktor ekternal. Faktor eksternal tersebut dapat berupa keadaan ekonomi negara secara umum, perubahan peraturan dan lain-lain yang akan mempengaruhi proses pengadaan suku cadang di masa datang. Untuk dapat membuat forecast dengan tingkat akurasi yang tinggi, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui faktor apa saja yang diperlukan untuk membuatnya.
Gambar 3.18. Forecasting model Dua faktor utama yang untuk membuat forecast adalah metode forecast dan data (lihat Gambar 3.18). Penjelasan lebih lanjut mengenai kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut.
88
a. Data Data-data yang dimaksud disini adalah data pemakaian tahun atau periode sebelumnya, data rencana kerja rutin tahun atau periode kedepan yang membutuhkan barang-barang stok, kegiatan projek, data adanya perubahan jumlah mesin atau peralatan dan modifikasi mesin yang nantinya menentukan jumlah stok untuk suku cadang. Semua data tersebut harus memiliki kejelasan dalam hal jumlah barang yang dibutuhkan, waktu pemakaian, deskripsi barang, tempat pemakaian dan yang melakukan pengorderan. Untuk saat ini, usage plan hanya berisi nilai maksimum dan minimum. b. Metode Apabila metode forecast yang dipakai dapat mendeteksi penurunan kebutuhan, baik dari data-data tahun sebelumnya ditambah usage plan, kemudian membuat forecast kebutuhan lebih detail (baik itu dalam bulan atau perkuartal) sehingga inventory control dapat memperhitungkan standar deviasi dari forecast kebutuhan, maka akan didapat nilai parameter baru yang mungkin lebih akurat. Dengan adanya parameter yang lebih akurat, maka kemungkinan untuk kelebihan inventory juga dapat diperkecil. Metode yang digunakan dalam proyek akhir ini ada tiga, yaitu time series (moving average dan simple exponential smoothing) Holt’s model dan Winter’s model. •
Moving average Kita menggunakan metode ini ketika pola kebutuhan tidak menunjukkan adanya trend atau seasonality. Perhitungan awal Lt = ( Dt + Dt −1 + ... + Dt − N + ) / N Ft +1 = Lt dan Ft + n = Lt Perhitungan estimasi Lt +1 = ( Dt +1 + Dt + ... + Dt − N + 2 ) / N , Ft + 2 = Lt +1 Catatan: Systematic component of demand = Level (L) t = periode
89
Lt = estimasi dari level pada akhir periode t Tt = estimasi dari trend pada akhir periode t St = estimasi dari faktor seasonal untuk periode t Ft = Forecast kebutuhan untuk periode t (dibuat pada periode t-1 atau sebelumnya) Dt = aktual kebutuhan pada periode t Et = Forecast error pada periode t •
Simple exponential smoothing Estimasi awal dari Level
L0 =
1 n ∑ Dt n i =1
Forecast untuk semua periode Ft +1 = Lt dan Ft + n = Lt Setelah melakukan observasi kebutuhan pada periode tertentu maka estimasi level menjadi
Lt +1 = αDt +1 + (1 − α )lt L t +1 =
t +1
∑ α (1−α ) n Dt +1−n n =0
•
Holt’s model Systematic component of demand = level + trend Dt = at + b Estimasi Level (Lt) dan Trend (Tt) untuk periode berikutnya Ft +1 = Lt + Tt dan
Ft + n = Lt + nTt
Setelah melakukan observasi kebutuhan pada periode tertentu maka estimasi level dan tren menjadi Lt +1 = αDt +1 + (1 − α )( Lt + Tt ) Tt +1 = β ( Lt +1 − Lt ) + (1 − β )Tt ) α = smoothing constant untuk level, 0<α<1 β = smoothing constant untuk trend, 0<β<1
90
•
Winter’s model Systematic component of demand = (Level + trend)x Seasonal factor Forecast untuk periode berikutnya Ft +1 = ( Lt + Tt ) S t +1 dan Ft +1 = ( Lt + lTt ) S t +l Lt +1 = α ( Dt +1 / S t +1 ) + (1 − α )( Lt + Tt ) Tt +1 = β ( Lt +1 − Lt ) + (1 − β )Tt S t + p +1 = γ ( D t +1 / Lt +1 ) + (1 − γ ) S t +1 α = smoothing constant untuk level, 0<α<1 β = smoothing constant untuk trend, 0<β<1 γ = smoothing constant untuk seasonal, 0<γ<1 (Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p.179-199)
Setelah kedua faktor tadi terpenuhi, dimana data cukup dan metode yang sesuai, maka inventory control akan mengolah data dengan metode tersebut dan menghasilkan satu forecast untuk periode kedepan. Dari forecast tersebut, inventory control akan mengeluarkan Purhcase Request (PR) dimana nanti akan diproses Buyer. Buyer kemudian mengadakan pembelian dari pemasok. Kemudian pemasok akan mengisi stok di gudang. Selain mengeluarkan PR, inventory control juga menetapkan parameter berupa ROP, ROQ dan SS yang menjadi alat kontrol untuk melakukan proses pengisian ulang. Semua kegiatan di atas secara terus menerus dilakukan. User akan mengeluarkan Warehouse Request (WR) ke warehouse.Barang kemudian dikirimkan ke user apabila stok tersedia. Apabila level inventory mencapai ROP, maka inventory control akan mengeluarkan delivery order ke pemasok untuk mengisi kembali stok sebesar ROQ. Setiap adanya WR dari user akan di up date ke sistem. Inventory control akan selalu memonitoring apakah forecast sesuai dengan kebutuhan aktual. Apabila ada penyimpangan, maka inventory control harus menyesuaikan parameter yang ada. Contoh perhitungan pembuatan Forecast untuk 976 adalah sebagai berikut
91
Tabel 3.5. Data dua tahun kebutuhan barang 976 Periode Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06
000000976 86 30 65 80 100 79 80 50 60 85 75 57 40 50 40 60 77 100 54 40 40 40 65 100
Tabel 3.6. Rata-rata kebutuhan dalam periode 12 bulan
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
000000976 Deseason Deseason aliszed Seasonal Factor Demand aliszed (St) Demand (Dt) Demand (Dt") 63 54 1.174 40 53 0.757 53 46 52 1.008 70 51 51 1.365 89 55 51 1.752 90 53 50 1.800 67 51 49 1.369 45 48 48 0.935 50 44 47 1.056 63 45 47 1.342 70 46 1.529 79 45 1.745
976 100
Nilai
80 Demand (Dt)
60
Deseasonaliszed Demand (Dt")
40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Periode
Grafik 3.1. Grafik kebutuhan 976 Dari Grafik terlihat bahwa tidak ada trend dan seasonality. Oleh karena itu pengolahan data menggunakan metode Four-Period Moving average dan simple exponential smoothing. Nilai Level dan trend L T
54.442 -0.788
92
Tabel 3.7. Perhitungan model Simple exponential smoothing Simple exponential Smoothing α= 0.1 000000976 Period
Demand
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Level (Lt) Forecast (Ft)
64.71 65 62 61 62 65 67 67 65 63 63 64 65
63 40 53 70 89 90 67 45 50 63 70 79
Error (Et)
65 65 62 61 62 65 67 67 65 63 63 64
Absolute Error Mean Absolute (At) Error (MSEt)
2 25 10 -9 -26 -25 0 22 15 1 -7 -14
2 25 10 9 26 25 0 22 15 1 7 14
MADt
% Error
MAPEt
TSt
2 13 12 11 14 16 14 15 15 13 13 13
3 61 18 13 30 28 0 49 30 1 10 18
3 32 27 24 25 25 22 25 26 23 22 22
1 2 3 2 0 -2 -2 0 1 1 1 -1
0.05 15 13 11 17 23 31 57 56 45 41 39
Tabel 3.8. Perhitungan model Four-period Moving Average 000000976 Period
Demand
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
63 40 53 70 89 90 67 45 50 63 70 79
Forecast Level (Lt) (Ft)
63 75 79 73 63 56 57 65 70
Absolute Mean Absolute Error (Et) Error (At) Error (MSEt)
63 75 79 73 63 56 57 65
-26 -14 12 28 13 -6 -13 -13
26 14 12 28 13 6 13 13
663 435 336 441 386 328 306 290
MADt
% Error
MAPEt
TSt
26 20 17 20 18 16 16 16
29 16 18 61 26 10 19 17
29 23 21 31 30 27 26 24
-1 -2 -2 0 1 0 0 -1
Tabel 3.9. Kesimpulan metode Forecast TS Range Min Max
Forecasting Method
MAD
MAPE(%)
Four-period moving average
16
24
-2
1
Simple exponential smoothing
13
22
-2
3
Dari data perhitungan di atas terlihat bahwa Simple exponential Smoothing memiliki nilai MAD dan MAPE yang lebih kecil dibandingkan dengan Four-period Moving average. Standar deviasi untuk Simple exponential smoothing adalah 1.25 X MAD, yaitu 16,25. Sedangkan standar deviasi untuk Four-period moving average 20. Oleh karena itu, untuk 976 inventory control bisa menggunakan metode forecast simple exponential smoothing untuk penyusunan forecast periode berikutnya. Untuk forecast periode ke 13, 14, 15, 16 sama dengan level untuk periode 12 yaitu 65.
93
Setelah penentuan forecast di atas, maka langkah selanjutnya adalah penentuan nilai parameter SS, ROP dan ROQ. Nilai parameter ini akan dievaluasi perkuartal. Untuk kuartal pertama (periode 13 s/d 16) perhitungan nya sebagai berikut: Tabel 3.10. Tabel forecast kuartal pertama Periode 13 14 15 16
Lead Time Service level STD d D Price Order cost Holding cost
Forecast 65 65 65 65
14 (hari)/ 0.47 (bulan) 99.99% Z = 3.72 13 65 706 16.4198 100 20%*price
SS = STD * Z * Lead _ time SS = 13 * 3.72 * 0,47 SS = 33 ROP = SS + (d * lead _ time) ROP = 33 + (65 * 0,47) ROP = 63 ROQ =
(2 * D * Order _ cos t ) (20% * Pr ice)
ROQ =
(2 * 706 * 100) (20% * 16,4198)
ROQ = 207 SS ROP ROQ
33 63 207
Catatan: •
Standar deviasi didapat dari data demand kuartal pertama tahun sebelumnya. Untuk standar deviasi kuartal kedua akan diambil dari standar deviasi data aktual demand kuartal pertama tahun yang sama. Begitu seterusnya.
94
•
Untuk forecast periode 17 s/d 20 (kuartal kedua), akan ditentukan dari Level data aktual demand kuartal pertama (sebelumnya). Rumusnya adalah sebagai berikut Lt +1 = αDt +1 + (1 − α )l t Setelah didapat Levelnya, maka level tersebut akan menjadi forecast untuk periode 17 s/d 20. Begitu seterusnya.
•
Order cost dan setup cost tidak berubah.
Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa nilai parameter yang baru jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai parameter sebelumnya. Tabel 3.11. Perbandingan nilai parameter lama dan baru Parameter SS ROP ROQ
Lama 400 600 600
Baru 33 63 207
Selisih 367 537 393
Inventory level dengan metode forecast yang baru 300 250 Jumlah
200 Inventory level
150
ROP
100 50 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
Periode
Grafik 3.2. Simulasi level inventory dengan metode Forecast yang baru Dari Grafik 3.2 di atas, maka dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan level inventory tetapi tidak mengurangi kualitas pelayanan atau tidak terjadi stock out. Dengan kata lain, ketika kita menurunkan nilai-nilai parameter, kualitas pelayanan tetap terjaga. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya level inventory yang minus.
95
Hal lain yang dicapai dari nilai parameter yang baru adalah penurunan jumlah inventory dalam satu periode dibandingkan dengan jika kita tetap memakai nilai parameter yang lama.
3.1.4. Pengkajian pembuatan kontrak jangka panjang.
Selama ini belum semua barang stok yang dicover oleh kontark jangka panjang. Ada beberapa alasan kenapa tidak dicover oleh kontrak jangka panjang, yaitu: •
Pemasok tidak bersedia melakukan kontrak jangka panjang karena mekanisme kontrak yang tidak menguntungkan bagi pemasok. Tidak adanya ikatan atau minimum pembelian dari Chevron dalam satu periode kontrak. Ketidakpastian kuantitas pembelian dari Chevron membuat pemasok menanggung lebih besar risiko. Pemasok harus menyetok barang di gudang apabila barang tersebut susah didapat. Apabila tidak ada pembelian terhadap barang tersebut, atau pembelian kurang dari perkiraan awal, maka kelebihan stok akan menjadi beban pemasok. Melihat alasan-alasan di atas, penulis mencoba memberikan solusi mengenai kontrak jangka panjang tersebut, yaitu: •
Adanya kepastian minimum pembelian dari Chevron. Kepastian itu didapat dari forecast yang dibuat besama antara inventory control dengan pemasok.
•
Meningkatkan rasa saling percaya antara CICO dengan pemasok dengan cara berbagi informasi berkaitan dengan rencana kerja kedepan dari CICO.
•
Adanya mekanisme pemberian diskon bagi CICO apabila pencapaian nilai target lebih dari 70%.
3.2. Analisis Solusi Bisnis
3.2.1. Peningkatan tingkat kedisiplinan melalui kebijakan dan peraturan perusahaan.
Setelah dilaksanakannya kebijakan-kebijakan yang menyangkut tingkat kedisiplinan dan juga mekanisme koordinasi, maka penulis mencoba untuk memberikan
96
gambaran tentang hasil dari penerapan tersebut. Untuk lebih jelas dapat melihat Tabel 3.12. Pada Tabel 3.12 tersebut dapat dilihat perbandingan antara kondisi sebelum dan sesudah adanya kebijakan. Tingkat kedisiplinan dalam pengisian usage plan meningkat dari kondisi sebelumnya. Selain itu review meeting juga selalu dilakukan dan berjalan lebih efektif. Tingkat akurasi forecast meningkat karena information sharing yang telah berjalan lebih baik dan juga penggunaan metode forecast yang lebih akurat. Dukungan dari user juga akan lebih baik terutama dalam hal forecasting dan inventory control. Evaluasi kinerja juga dilakukan lebih baik dimana setiap pihak (user, inventory control, procurement dan pemasok) memiliki KPI dan targetnya masing-masing. Apabila target tercapai, maka akan ada reward bagi pihak yang melakukan. Begitu juga sebaliknya, apabila tidak tercapai maka akan ada punishment untuk pihak tersebut. Tabel 3.12. Perbandingan kondisi sebelum dan sesudah adanya Kebijakan Aspek
Kondisi sebelum
Pengisian usage plan
tidak selalu dilakukan
Review meeting
Dilakukan apabila perlu
Forecast
Tingkat akurai rendah
Koordinasi
Informastion sharing belum berjalan maksimal
Dukungan dari user
Masih kurang dalam hal forecasting
Evaluasi nilai target
Hanya untuk internal departemen SCM
Pemberian Reward and punishment
Tidak ada
Kondisi setelah adanya kebijakan Disiplin melakukan pengisian usage plan Lebih sering dilakukan dan lebih efektif Tingkat akurasi lebih baik Information sharing berjalan lebih baik User memiliki komitment yang kuat dalam hal forecasting dan inventory Disosialisasikan ke seluruh departemen dan menjadi target bersama Sudah dilakukan
97
3.2.2. Mekanisme koordinasi antara User, Inventory Control, Buyer dan pemasok.
Penjelasan perbandingan antara koordinasi dalam bentuk CPFR dan VMI dapat dilihat pada Tabel 3.13. Tabel 3.13. Perbandingan antara CPFR, VMI dengan kondisi saat ini NO
Kegiatan
Kondisi saat ini Dilakukan oleh Inventory control
Forecasting 1
Data usage plan tidak lengkap dengan waktu penggunaan User tidak selalu mengirimkan usage plan Kurangnya koordinasi dalam hal pembagian informasi keadaan dilapangan Jadual forecasting yang belum jelas
2
Procurement
Kondisi setelah penerapan CPFR Dilakukan secara bersama-sama dengan User, inventory control, dan pemasok Data usage plan lebih terperinci dalam hal waktu penggunaan dan jumlahnya Disiplin dalam mengirimkan usage plan Inventory control atau buyer mengunjungi user di lapangan sehingga mendapat informasi yang lebih akurat Forecasting diadakan setiap akhir tahun dan dievaluasi setiap kuartal
Kondisi setelah penerapan VMI Dilakukan oleh vendor dan diawasi oleh inventory control Data usage plan akan diolah oleh vendor/pemasok Disiplin dalam mengirimkan usage plan Inventory control memberikan semua informasi yang didapat dari user ke pemasok Forecast merupakan tanggung jawab dari pemasok
Masih menggunakan metode forecast sederhana
Metode forecast lebih akurat
Kinerja pemasok yang belum jelas
Penyeleksian pemasok dengan syarat-syarat yang lebih rinci
Internal lead time tidak dapat diprediksi
Internal lead time dapat dikurangi karena adanya blanked order contract
Tidak semua barang stok dicover oleh blanked order contract
Persentase barang stok yang dicover blanked order contract meningkat (target 100%)
Blanked order kontrak diganti dengan kontrak kerja sama (out sourching)
Harga barang tetap untuk satu periode kontrak
Harus ada mekanisme penyesuai harga barang apabila harga yang telah ditetapkan melebihi atau kurang dari harga pasar yang berlaku
Buyer harus mencari tahu harga barang setiap dilakukannya proses procurement
Pemasok akan memastikan forecast tidak akan jauh dari aktual kebutuhan Penyeleksian pemasok lebih ketat dan terperinci Internal lead time dapat dikontrol oleh pemasok sehingga kinerja pelayanan tetap memenuhi target
98
Tabel 3.13. Perbandingan antara CPFR, VMI dengan kondisi saat ini (lanjutan) Kegiatan
Kondisi saat ini
Kondisi setelah penerapan CPFR
Procurement
Tingkat kepercayaan buyer dengan pemasok masih rendah
Tingkat kepercayaan buyer dengan pemasok lebih tinggi
3
Kontrak
Kontrak jangka panjang yang tidak mengikat
Kontrak jangka panjang yang mengikat dan saling menguntungkan
Kontrak jangka panjang yang mengikat dan saling menguntungkan
4
Pengisian Ulang
Adanya keterlambatan pengiriman
Barang dikirim tepat waktu
Perusahaan menetapkan target KPI
Pemasok tidak siap dengan barang stok
Pemasok harus siap setiap saat apabila ada order
Pemasok tidak mengetahui kondisi inventory level
Pemasok dapat memonitor inventory level
Pemasok dapat mengetahui kapan order akan tiba Pemasok dapat mengatur inventory level sesuai dengan kebutuhan user dan harus mencapai target perusahaan
Pengisian ulang
Masih melibatkan buyer untuk menerbitkan PO
Pemasok langsung mengirimkan barang ketika sampai ROP dengan persetujuan inventory control (adanya DO) / tidak melibatkan buyer
Keterlibatan procurement hanya di awal pembuatan kontrak kerja sama.
Kebijakan dan peraturan
Belum adanya kebijakan mengenai koordinasi langsung dengan pemasok
Adanya kebijakan dan peraturan yang mengatur pelaksanaan CPFR
Adanya kebijakan dan peraturan yang mengatur pelaksanaan VMI
Biaya pengorderan barang adalah 20% dari harga barang
Perlu adanya pengkajian terhadap biaya yang harus dikeluarkan (apakah lebih besar dari cara sebelumnya atau lebih kecil)
Perlu adanya pengkajian terhadap biaya yang harus dikeluarkan (apakah lebih besar dari cara sebelumnya atau lebih kecil)
NO
2
5
6
Biaya
Kondisi setelah penerapan VMI Buyer percaya kepada pemasok untuk melakukan sebagian dari tugas mereka
Kedua alternatif di atas apabila dilakukan oleh CICO akan membantu dalam melakukan aktifitas inventory management-nya. Satu hal yang menjadi perhatian CICO adalah seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan dan bagaimana perbandingannya dengan
biaya sistem saat ini. Tetapi biaya yang besar akan
dirasakan pada awal penerapan (jangka pendek). Untuk jangka panjang, CICO akan dapat menghemat biaya dan meningkatakan profit perusahaannya lebih dari saat ini.
99
Untuk pemilihan alternatif, penulis mengusulkan untuk menerapkan CPFR untuk koordinasi inventory management di CICO. Dengan adanya CPFR, maka kita dapat memaksimalkan koordinasi antara user, inventory Control dan pemasok. Untuk VMI, penulis menilai metode ini bisa dilaksanakan. Tetapi ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi CICO, yaitu pemasok harus memiliki akses langsung ke user dan tersedianya gudang/ tempat penyimpanan barang di lokasi kerja (masing-masing wilayah operasi). Saat ini, pemasok tidak diizinkan untuk dapat langsung ke lokasi kerja dan juga tidak tersedianya gudang pada lokasi kerja. Hal-hal ini harus dipertimbangkan CICO apabila menerapkan VMI.
3.2.3. Metode forecast yang lebih akurat (Time series, Holt’s model dan Winter’s model)
Keuntungan yang didapat apabila menerapkan metode forecast yang baru dapat dilihat pada Tabel 3.13.Dari tersebut terlihat jelas bahwa dengan menggunakan metode baru yaitu Time series atau Holt’s model atau Winter model, dimana memperhitungkan adanya kecenderungan dari data sebelumnya dan juga memperkirakan kebutuhan akan datang, maka inventory control dan pemasok dapat membangun forecast yang lebih akurat atau tingkat kesalahan yang rendah. Sehingga kinerja pelayanan dari inventory management dapat meningkat. Berdasarkan analisa tesebut, penulis mengusulkan untuk penggunaan metode forecast yang baru. Tabel 3.14. Perbandingan metode forecast awal dengan metode forecast yang baru Dengan metode baru (Time series, Holt's model dan Winter's model)
Aspek
Metode sebelumnya
Tingak akurasi
Rendah
Waktu pengerjaan
Tidak memerlukan waktu yang lama
Nilai parameter (SS, ROP dan ROQ)
Tidak sesuai dengan aktual kebutuhan
Sesuai dengan aktual kebutuhan
Pihak yang terlibat
Inventory control
Inventory control, User dan pemasok
Jumlah inventory
Cenderung tidak terkontrol (ada kenaikan)
Bisa dikontrol dan cenderung turun
Koreksi Forecast
terkadang tidak dilakukan
Selalu dilakukan
Lebih baik dan cenderung meningkat Dengan bantuan software akan lebih cepat
100
Tabel 3.14. Perbandingan metode forecast awal dengan metode forecast yang baru (lanjutan) Aspek
Metode sebelumnya
Dengan metode baru (Time series, Holt's model dan Winter's model)
Pembagian jenis kebutuhan
Kebutuhan barang proyek dan rutin dijadikan satu
Pemisahan antara kebutahan proyek dengan kebutuhan rutin
Kinerja pelayanan
Adanya stock out
Akan lebih baik (stok out dapat diminimalisasi)
3.2.4. Pengkajian pembuatan kontrak jangka panjang
Untuk memperlihatkan perbedaan mekanisme pembuatan kontrak jangka panjang sebelumnya dan mekanime baru, maka penulis merangkumnya dalam Tabel 3.15. Tabel 3.15. Perbandingan mekanisme kontrak lama dengan kontrak baru Aspek
Mekanisme kontrak sekarang
Mekanisme kontrak yang baru
Risiko
Risiko dalam kegiatan inventory management masih belum teratasi dengan baik, seperti tidak tersedianya barang/suku cadang pada saat dibutuhkan.
Berusaha mengurangi risiko dengan melakukan information sharing yang lebih efektif dan efisien.
Pembelian minimum
Tidak ada pembelian minimum
Mekanisme pembelian lebih baik karena tingkat akurasi forecast yang tinggi
Target pemenuhan
Tidak adanya target pemenuhan nilai kontrak
Apabila tercapai target nilai kontrak tercapai(misalnya 80%) maka akan ada pemotongan harga / diskon
Jumlah barang yang dicover oleh blanked order kontrak
Tidak semua tercover
Akan meningkat
Penentuan nilai kontrak
Estimasi kasar dari inventory control dan user
Adanya koordinasi antara inventory control, user dan pemasok
Dari tabel di atas, maka penulis mengusulkan agar CICO menggunakan mekanisme kontrak yang baru. Dengan mekanisme kontrak yang baru tersebut, hubungan bisnis
101
antara CICO dengan pemasok dapat lebih baik karena kontrak yang dibuat dapat saling menguntungkan. 3.2.5. Kajian Key Performance Indicator (KPI) Untuk dapat melihat kinerja masing-masing pihak, yaitu user, inventory control dan pemasok, maka performance indicator harus selalu dijaga. Performace indicator tersebut adalah: •
Order fulfiment, baik dari pemasok dan juga dari inventory control. Target dari pemenuhan order adalah 99,99%.
•
Delivery On time, pengiriman barang oleh pemasok. Target pengiriman barang oleh pemasok adalah 100% tepat waktu.
•
Stock Available at warehouse, dimana targetnya adalah barang tersedia pada saat waktu yang dibutuhkan.
•
Average total inventory. Untuk PI ini, targetnya adalah terjadi penurunan jumlah inventory setiap tahunnya.
•
Annual production. PI ini tergantung dari kondisi di lapang. Pihak inventory management tidak bisa mengontrol PI ini.
•
Total usage, merupakan total pemakaian user selama satu periode. Semua pemakaian harus dicatat dan dievaluasi.
Performance indicator sebagai faktor yang akan dipakai dalam perhitungan KPI. Apabila performace indicator terus berada pada level yang baik (sesuai target), maka perhitungan KPI akan memberikan hasil yang baik pula. •
Apabila order fullfilment dan delivery on time meningkat, maka service level dapat meningkat.
•
Apabila stock available at warehouse dapat dijaga pada level optimum, dimana stok yang tersedia sesuai dengan kebutuhan user (total kebutuhan user), maka Stock Available Ratio juga dapat meningkat.
•
Average total inventory berhubungan dengan annual production. Apabila produksi dalam satu tahun menurun, diharapkan total inventory tahun yang sama juga menurun.
102
Performance Indicator
Order fulfillment
Key Performance Indicator (KPI)
Delivery On time
Service Leve
Stock available at warehouse
Service Available Ratio
Average Total Inventory
Inventory to Production Ratio
Annual production
Turn Over Ratio
Total Usage
Gambar 3.19. Hubungan PI dan KPI Untuk melihat pengaruh solusi terhadap masalah yang dihadapi, maka penulis menggambarkan diagram hubungan solusi dan hasil yang dicapai pada Gambar 3.20. Penjelasanya adalah sebagai berikut: •
Pemakaian metode forecast yang baru telah dilakukan, maka tingkat kesalahan dalam forecast dapat dikurangi.
•
Apabila semua kebijakan telah diterapkan, maka user akan disiplin dalam mengisi usage plan dan melaksanaan review meeting. Dengan tingkat akurasi forecast yang meningkat maka pengorderan akan sesuai dengan kebutuhan. Pada akhirnya jumlah inventory dapat dikontrol pada level optimal. Koreksi level optimal pada inventory akan dapat menurunkan jumlah inventory.
•
Penerapan CPFR telah dijalankan maka koordinasi antara user, inventory control, procurement dan pemasok akan berjalan lebih efektif dan efisien.
•
Mekanisme kontrak yang telah diperbaharuhi, maka kerjasama antara CICO dengan pemasok dapat lebih ditingkatkan. Semua barang stok dapat dicover
103
oleh Blanked Order Contract dan kegiatan procurement dapat diminimalisasi sehingga internal lead time dapat di kurangi. Internal lead time yang berkurang akan mempercepat proses pengorderan dan pemasok juga dapat tepat waktu untuk mengirim barang. •
Kinerja dari semua akan terus dikontrol dari hasil yang dicapai, yaitu jumlah penurunan inventory dan kualitas pelayanan.
104
105