ISBN:978-602-99172-5-3 ISBN:978-602-99172-7-7
Proceeding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat RENCANA INDUK PENELITIAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN PENELITIAN DI PERGURUAN TINGGI UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO Sukoharjo, 15 September 2012
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO Jl. Letjend. Sujono Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593156, Fax. (0271) 591065
[email protected]
ISBN: 978-602-99172-7-7
Proceeding SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA Sukoharjo, 15 September 2012
Tema:
ER
AN
BA
NG
UN
N USANTAR
U
A
RSITAS V VE ET NI
RENCANA INDUK PENELITIAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN PENELITIAN DI PERGURUAN TINGGI
SU
K O H A RJ O
Reviewer:
Dr. Ir. Ali Mursyid Wahyu Mulyono, M.P Purwani Indri Astuti, S.S., M.Hum Suprapto, S.T., M.Eng
Editor:
Ahimsa Kandi Sariri, S.P., M.Sc. Ainur Komariah, S.T.
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA
SUKOHARJO 2012
NG
UN
N USANTAR
U
A
RSITAS V E V ET NI
E
BA
N A R
SU
K O H A RJ O
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO Jl. Letjend. Sujono Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593156, Fax (0271) 591065
[email protected]
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga Proceeding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo dengan tema “Rencana Induk Penelitian sebagai Upaya Pengembangan Penelitian di Perguruan Tinggi” dapat terselesaikan dengan baik. Seminar ini diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo pada tanggal 15 September 2012 bertempat di ruang seminar. Seminar serta penerbitan proceeding ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran aktif dosen dan mahasiswa dalam pengembangan keilmuan melalui kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Artikel dalam proceeding ini disusun sesuai dengan pengelompokan bidang ilmu, terdiri dari 10 judul penelitian bidang pertanian dan teknik, 10 judul penelitian bidang humaniora, 10 judul penelitian bidang ilmu sosial dan pendidikan, 19 judul pengabdian kepada masyarakat serta 1 judul kegiatan ilmiah mahasiswa. Seminar dan penerbitan proceeding ini dapat dilaksanakan berkat dukungan serta partisipasi berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada para peneliti dan pelaksana pengabdian kepada masyarakat yang telah mempresentasikan makalahnya dalam seminar ini dan kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya proceeding ini. Kami menyadari, bahwa penyajian proceeding ini masih belum sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga proceeding ini dapat bermanfaat.
Sukoharjo, September 2012
Editor
iii
LAPORAN KETUA PANITIA
SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVET BANTARA SUKOHARJO Assalamu’alaikum Wr. Wb. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Yang terhormat Bapak Pembantu Rektor I, II dan III, Bapak/Ibu Dekan dan Pembantu Dekan, Bapak/Ibu Ketua Program Studi di lingkungan Univet Bantara, Ketua LPPM Univet Bantara Sukoharjo dan Bapak Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum sebagai nara sumber serta Bapak/Ibu pemakalah dan mahasiswa yang berbahagia. Pertama-tama dan yang utama, marilah kita senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga pada kesempatan yang baik ini kita dapat melaksanakan dan mengikuti kegiatan seminar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tahun 2012 yang diselenggarakan oleh LPPM Univet Bantara Sukoharjo dalam keadaan sehat dan tak kurang suatu apa. Seminar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ini mengusung tema “Rencana Induk Penelitian (RIP) sebagai Upaya Pengembangan Penelitian di Perguruan Tinggi”. Seminar ini bertujuan untuk membahas tentang RIP dan juga sebagai wadah guna deseminasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Dosen maupun mahasiswa Univet Bantara Sukoharjo, dan merupakan salah satu kewajiban setelah melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat maupun mahasiswa yang telah melaksanakan PKM. Kegiatan seminar ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan oleh LPPM Univet Bantara Sukoharjo. Dalam seminar ini, kurang lebih 50 judul penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di bawah koordinasi LPPM yang akan dipresentasikan. Adapun sumber dana Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat tersebut berasal dari APBU Univet Bantara maupun dana-dana dari luar seperti DP2M Dikti, Kopertis Wilayah VI, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan lainlain Seminar ini terselenggara berkat bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Rektor beserta jajarannya atas segala dukungannya. Ketua LPPM yang telah mempercayakan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan seminar ini baik moril maupun materiilnya, Bapak/Ibu Dosen/ penulis/pemakalah dan mahasiswa yang telah berpartisipasi dalam kegiatan seminar ini. Bapak Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum yang berkenan hadir dan bersedia menjadi pembicara utama. Semoga kegiatan seminar ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bermanfaat bagi kemajuan Univet Bantara di bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Semoga dapat menjadi amal ibadah dan amal ilmiah. Kami mohon maaf yang setulus-tulusnya kepada Bapak/Ibu dan mahsiswa jika dalam proses penyelenggaraan masih banyak kekurangan. Semoga tidak mengurangi makna dan manfaat seminar ini. Selamat melaksanakan seminar dan ada tindak lanjut yang dapat dilahirkan dari seminar ini. Tetap semangat dan sukses. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Sukoharjo, 15 September 2012 Ketua Panitia Suprapto
iv
SAMBUTAN KETUA LPPM UNIVET BANTARA SUKOHARJO
Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Segala puji hanya pantas tertuju kepada Allah, Sang pencipta dan pengelola alam semesta raya. Sebuah institusi perguruan tinggi sudah semestinya memiliki unggulan yang khas sesuai dengan potensi sumber daya manusia, perangkat keras yang dimiliki, serta potensi kewilayahan. Demikian juga halnya dalam penelitian, setiap perguruan tinggi seharusnya mengetahui potensinya sehingga penelitian para dosennya terarah pada penelitian unggulan yang nantinya akan memperkokoh eksistensi perguruan tinggi itu sendiri sekaligus bermanfaat bagi lingkungan, wilayah, dan negara. Untuk mengetahui bidang-bidang unggulan dari sebuah perguruan tinggi dibutuhkan pemahaman tentang apa itu rencana induk penelitian (RIP). Selanjutnya setiap perguruan tinggi harus bisa menyusun dokumen RIP. RIP perguruan tinggi adalah sebuah dokumen yang substansinya mengacu kepada kebijakan senat universitas, renstra, evaluasi diri dan kebijakan lain di tingkat institusi. Dari RIP inilah nantinya akan dikembangkan topik-topik penelitian unggulan dengan road map yang jelas dan solutif-komprehensif, mulai dari riset dan pengembangan, teknologi, produk, sampai dengan pasar. Kegiatan seminar kali ini dimaksudkan untuk membahas seluk beluk RIP sehingga peserta memiliki persamaan persepsi tentang RIP. Selain dari pada itu, seminar ini juga menjadi dapat wadah guna mendeseminasikan hasil-hasil penelitian/PPM dosen serta mahasiswa PKM sebagai salah satu kewajiban bagi dosen setelah melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat maupun mahasiswa yang telah melaksanakan PKM. Seminar ini saya anggap juga penting untuk memenuhi tugas dosen dalam menjalankan tugas Tri Darma Perguruan Tinggi yang berimbang antara melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Seorang dosen yang tidak pernah melakukan penelitian sudah barang tentu ilmunya hanya itu-itu saja, bahkan materi kuliahnya sama dengan materi kuliah dari dosennya dahulu (mungkin sudah berpuluh-puluh tahun) ketika dia kuliah. Akhirnya saya berharap ilmu yang kita berikan kepada mahasiswa kita adalah ilmu yang selalu berkembang dari penelitian-penelitian yang kita lakukan. Kemudian ilmu itu kita sebarluaskan ke masyarakat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat sehingga ilmu kita menjadi ilmu yang amaliah, dan amal kita menjadi amal yang ilmiah. Selamat berseminar, semoga sukses dan membawa barakah. Terima kasih. Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Ketua LPPM Ali Mursyid WM.
v
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Kata Pengantar
ii
Laporan Ketua Panitia
iii
Sambutan Ketua LPPM Univet Bantara Sukoharjo
iv
Daftar Isi
vi
Penelitian Bidang Pertanian dan Teknik 1.
Perbandingan Aspergillus niger dalam Fermentasi Daun Trembesi (Albizia saman) untuk Meningkatkan Kualitasnya sebagai Pakan Ternak Ruminansia Ahimsa Kandi Sariri, Ali Mursyid Wahyu Mulyono dan Engkus Ainul Yakin
1–6
2.
Perbandingan Karakteristik Kualitas Isi Rumen Sapi dengan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Engkus Ainul Yakin, Ali Mursyid Wahyu Mulyono, Sri Sukaryani, Sugiyanto
7 - 11
3.
Potensi Beras Wulung sebagai Makanan Diet Penderita Diabetes Mellitus: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Antosianin Sri Hartati
12 - 17
4.
Pengaruh Fortifikasi Tepung Kara Pedang (Canavalia Ensiformis L. Dc.) Terhadap Tepung Terigu Pada Karakteristik Mie Kering Achmad Ridwan Ariyantoro
18 - 27
5.
Karakterisasi Edible Film Komposit dari Glukomanan Umbi Iles-Iles (Amorphopallus muelleri blume) dan Maizena Siswanti, R. Baskoro Katri Anandito, Godras Jati Manuhara
28 - 36
6.
Analisis Usaha Tani Padi Organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Ir. Catur Rini Sulistyaningsih, M.M.
37 - 47
7
Efektifitas Tepung Daun Sirsak (Annona Muricata) untuk Mengendalikan Kumbang Bubuk Kacang (Callosobruchus Analis F.) pada Biji Kacang Hijau (Vigna Radiata L.) Yos Wahyu Harinta; Nugraheni R., Catur Rini S., Sudarmi; Agung Setyorini
48 - 53
8
Optimasi Limbah Lokal Cair Pabrik Gula di Bidang Infrastruktur Marwahyudi
54 - 62
9
Analisis Karakteristik Penyebab Kesuksesan Produk Shampo di Sukoharjo Mathilda Sri Lestari, Rahmatul Ahya dan Budi Wibowo
63 - 69
vi
10
Tabung Daylighting Berbahan Sederhana untuk Penerangan Pasif pada Bangunan Rumah Tinggal Sodikin, Suprapto dan Muchammad Yusuf Widiyanto
70 - 75
Penelitian Bidang Humaniora 11 Ajaran-ajaran Moral di Balik Keindahan Teks-teks Tembang Macapat Karya Ranggawarsita R. Adi Deswijaya, Agus Efendi, dan Nurnaningsih
76 - 83
12 Imperatif Bahasa Indonesia dalam Buku Imperatif dalam Bahasa Indonesia Karya Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum Dewi Kusumaningsih
84 - 91
13 Analisis Makian Berbahasa Inggris dalam Novel Black Boy Karya Richard Wright Giyatmi, Endang Dwi Hastuti, Nunun Tri Widarwati, dan Ratih Wijayava
92 - 99
14 Analisis Pergeseran (Rank Shift) Kalimat Majemuk Bertingkat dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dalam Terjemahan Novel Harry Potter and The Order of Phoenix Nunun Tri Widarwati, Endang Dwi Hastuti, Ratih Wijayava, Giyatmi
100 - 108
15 African American Struggle Against Discrimination in The U. S: Condoleezza Rice Case Nurnaningsih, Veronika Unun P, Arin Arianti, Sari Handayani
109 -111
16 Makna Simbolik Dalam Upacara Kelahiran Adat Jawa di Kalurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Surakarta Nurnaningsih, R. Adi Deswijaya dan Indraswari Pikatan
112 - 117
1117 Strategi Penerjemahan Teks Iklan Berbahasa Inggris untuk Produk Unggulan di Kabupaten Sukoharjo Purwani Indri Astuti, Betty Gama, dan Endang Dwi Hastuti
118 - 125
118 Analisis Transposisi Terjemahan Satuan-satuan Lingual pada Novel Edensor Karya Andrea Hirata Ratih Wijayava, Nunun Tri Widarwati, Endang Dwi H, dan Giyatmi
126 - 132
19 Kemampuan Berbahasa Jawa Ragam Krama di Kalangan Mahasiswa Prodi PBSD Univet Bantara Sukoharjo Sawitri, Mas Sukardi, dan Djiwandana
133 - 137
2 20 Kesalahan Pemakaian Kata Penghubung dalam Skripsi Mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Wiwik Darmini, Tutik Wahyuni, Sri Wahono Saptomo, dan Suparmin
138 - 147
Penelitian Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan 21
Efektivitas Kepemimpinan Top Down Autokratis Pada Posdaya Mekarsari Betty Gama, Yoto Widodo, Agustina Intan Niken Tari
vii
148 - 154
22
Perbedaan Prestasi Belajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Kependidikan Antara Mahasiswa yang Sudah Mengajar Dengan Mahasiswa yang Belum Mengajar (Penelitian pada Program Studi Ppkn) Cucu Siti Sukonsih Dan M.H. Sri Rahayu
155 - 162
23
Eksperimentasi Modifikasi Direct Instruction Menggunakan Strategi Gallery Of Learning Dan Firing Line Terhadap Prestasi Belajar Matematika Dan Kecerdasan Kolektif Siswa Erika Laras Astutiningtyas, Dewi Susilowati, Dan Isna Farahsanti
163 - 167
24
Etika Tata Pergaulan Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Tahun 2012 Muh Husyain Rifai, Agus Sudargono, Dan Sukamto
168 - 171
25
Peningkatan Prestasi Belajar Mahasiswa Melalui Model Pembelajaran Stad-Kg Pada Mata Kuliah Kalkulus I Januar Budi Asmari, Herry Agus Susanto, Afif Afghohani
172 - 177
26
Persepsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Terhadap Profil Dan Kompetensi Profesional Dosen Tahun Akademik 2011/2012 R.B. Kasihadi, Yuliani Sri Widaningsih, Munawir
178 - 183
27
Pengaruh Metode Pembelajaran Langsung Dan Discovery Inquiry terhadap Prestasi Belajar dan Pendidikan Karakter Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Tahun Pelajaran 2011/2012 Sri Kusdinah, Sudarno, Ira Pramuda Wardhani, I Made Ratih Rosanawati
184 - 191
28
Peran Tutor Sebaya Dalam Upaya Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA Nur Rokhimah Hanik, Sri Harsono, Dan Siti Akbari
192 - 297
29
Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Berdasarkan Nilai-Nilai Falsafah Bangsa Pranowo Narjosoeripto
198 - 203
30
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Lesson Study 204 - 208 Terhadap Prestasi Belajar Geometri Analitik I Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo Utami Murwaningsih, Krisdianto HP, Joko Bekti H, dan Andhika Ayu W
Pengabdian Kepada Masyarakat 31 IbM Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Agustina Intan Niken Tari, Sri Hartati, Siswanti, Suparjono, Suharno
209 - 215
32 Penerapan Teknologi Pembuatan Telur Asin dengan Ekstrak Jeruk Nipis dan Larutan Garam Jenuh sebagai Upaya Mempercepat Penetras Garam ke dalam Telur Itik di Kabupaten Karanganyar Sri Sukaryani
216 - 220
viii
33 IbM Mahasiswa Agribisnis Univet Bantara Sukoharjo Nugraheni Retnaningsih, Sudarmi, Catur Rini S., Yos Wahyu H., Agung Setyorini
221 - 224
34 IbM Kelompok Ibu- ibu PKK dengan Pengenalan Budidaya Sambiloto secara Hidroponik dan Pemanfaatannya sebagai Obat Tradisional Sudarmi
225 - 229
35 Pelatihan Pembuatan Bakso dan Crispy Jamur Tiram Catur Budi Handayani, Sri Hartati, Ahmad Ridwan
230 - 235
36 PMKBI Penyusunan PTK Berbasis Lesson Study di SD Negeri Kepuh 01 dan SD Negeri Kepuh 03 Nguter Sukoharjo Andhika Ayu W, Utami Murwaningsih, Joko Bekti H, Isna Farahsanti
236 - 240
37 Penelusuran Artikel Ilmiah Berbasis Internet bagi Mahasiswa Program Studi PGSD Univet Bantara Sukoharjo Benedictus Sudiyana, Mukti Widayati, Y. Sugiyanto, Bambang Trianto, dan Titik Sudiatmi
241 - 249
38 Pelatihan Program Microsoft Office Bagi Tenaga Administrasi di Univet Bantara Sukoharjo Darsini dan Ainur Komariah
250 - 255
39 Pelatihan Program Archicad bagi Mahasiswa Teknik Sipil (Desain Bangunan 3 Dimensi) Iwan Ristanto dan Marwahyudi
256 - 261
40 Abmas Kompetitif: Peningkatan Profesionalitas Guru melalui Workshop Penyusunan PTK Kenang Tri Hatmo dan Utami Murwaningsih
262 - 265
41
266 - 269
Pelatihan Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru-guru SD Negeri Kragilan Kec. Mojolaban Kabupaten Sukoharjo MH. Sri Rahayu, Cucu Siti Sukonsih, Toni Harsan, Mustakim, Lies Sudibyo dan Pranowo NS
42 Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Negeri 3 Mandan Kabupaten Sukoharjo Siti Akbari, Suwarto, dan Agus Purwanto
270 - 273
43 Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran bagi Guru-guru Sekolah Dasar Negeri Gentungan 1, 2, dan 3 Kecamatan Mojogedang Karanganyar Sri Harsono, Nur Rokhimah Hanik, dan Suwarto
274 - 279
44 Pelatihan Mengupas Mete pada Posdaya ”BANTARA NGUDI REJEKI” Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Suprapto dan Rahmatul Ahya
280 - 286
45 Abmas Penulisan Karya Ilmiah bagi Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo Tutik Wahyuni dan Wiwik Darmini
287 - 299
ix
46
Pelatihan Memperkenalkan Diri dan Keluarga bagi Siswa SDN Jombor 03 Sukoharjo Veronika Unun Pratiwi, Nurnaningsih, Sari Handayani, dan Arin Arianti
290 - 294
47
Abmas Peningkatan Kegiatan Posyandu melalui Pijat Bayi Wartini dan Titik Haryanti
295 - 300
48
Abmas Peningkatan Pengetahuan tentang ASI Eksklusif pada Salimah Titik Haryanti dan Wartini
301 - 305
49
Pelatihan Penulisan Artikel bagi Pengurus SUED (Student Union English Department) Univet Bantara Sukoharjo Endang Dwi Hastuti, Nunun Tri Widarwati, Ratih Wijayava, Giyatmi
306 - 312
Kegiatan Ilmiah Mahasiswa 50
Penerbitan dan Pemasaran Buku Kamus Bergambar 3 Bahasa (Indonesia – Inggris – Jawa) Rokhayati, Arif Santoso, dan Khoirul Bariyyah N
x
313 - 317
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Perbandingan Aspergillus niger dalam Fermentasi Daun Trembesi (Albizia saman) untuk Meningkatkan Kualitasnya sebagai Pakan Ternak Ruminansia Ahimsa Kandi Sariri, Ali Mursyid Wahyu Mulyono dan Engkus Ainul Yakin Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No. 1, Sukoharjo 57521. Tel. +62-0271-593156, fax. +62-0271-591065, Korespondensi e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Aspergillus niger yang ditambahan ke dalam fermentasi daun trembesi yang dapat meningkatkan kualitas daun trembesi sebagai pakan ternak ruminansia. Daun trembesi yang telah dipritili sebelum difermentasi dibagi dalam perlakuan yaitu kontrol = penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi dengan konsentrasi 0% berat kering hijauan, An-1 = penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi dengan konsentrasi 0,5% berat kering hijauan, An-2 = penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi dengan konsentrasi 1% berat kering hijauan. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola searah. Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, kandungan protein kasar, kandungan serat kasar, kandungan lemak kasar, kandungan mineral (abu). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam fermentasi dapat menurunkan kandungan saponin dan serat kasar, tetapi sebaliknya meningkatkan protein kasar dan kandungan mineral dalam daun trembesi dan Penggunaan Aspergillus niger dengan konsentrasi 1% dalam fermentasi menghasilkan kualitas daun trembesi terfermentasi lebih baik daripada konsentrasi 0,5%. Kata-kata kunci: fermentasi, Aspergilus niger, trembesi, pakan, ruminansia PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia pada tahun 2010 mencanangkan gerakan ―Trembesisasi‖. Gerakan ini merupakan gerakan penghijauan untuk mengurangi pemanasan global. Pencanangan penanaman pohon trembesi (Albizia saman) yang banyak ditanam sebagai tumbuhan peneduh di pinggir jalan itu merupakan bagian dari gerakan "one man one tree" yang telah digalakkan oleh pemerintah sebelumnya. Presiden akan membagikan satu juta biji pohon trembesi kepada gubernur seluruh Indonesia untuk ditanam di daerah masing-masing. Pohon trembesi berasal dari daerah Amerika Latin dan sekarang telah tersebar ke seluruh daerah beriklim tropis di dunia, termasuk di Indonesia. Pohon tersebut memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat, dapat menyerap 28,5 ton/tahun karbondioksida dan mempunyai perakaran yang dapat bersimbiosis dengan bakteri rhizobium untuk mengikat nitrogen dari udara. Sebaliknya banyak riset menyatakan bahwa trembesi termasuk jenis pohon dengan evaporasi atau penguapan tinggi sehingga berpotensi mengeringkan sumber air selain itu juga merupakan pohon yang mempunyai perakaran yang dangkal sehingga pohon ini mudah roboh selain itu trembesi bersifat invasif karena memiliki tajuk yang luas, sekaligus tebal. Kondisi ini membuat cahaya matahari sulit menembus tanaman di bawah naungan tajuknya sehingga tidak bisa tumbuh subur, bahkan mati. Di luar kontroversi tentang penanaman trembesi ternyata masyarakat telah memanfaatkan tanaman ini. Buah trembesi menjadi makanan ringan bagi manusia. Daun dan kulit buah trembesi digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Hasil wawancara dengan peternak sapi di Desa Munggur Kecamatan/Kabupaten Karanganyar ternyata ternak sapi sangat menyukai daun dan kulit buah trembesi sehingga menjadi pakan utama ternak sapi mereka.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
1
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai lambung jamak dengan empat kompartemen dan senantiasa mengalami proses ruminasi. Keberlangsungan proses ruminasi sangat tergantung dengan adanya bahan pakan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi. Bahan pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi banyak terdapat pada hijauan tanaman. Sel dalam tanaman mengandung dinding sel yang nutrien khas penyusunnya adalah selulosa. Selulosa adalah polimer D-glukosa dengan ikatan ß-1,4 Glikosidik (Carlile et al., 2001). Indonesia adalah negara yang beriklim tropis. Ciri khas pada iklim tropis ini mempunyai dua musim ekstrim yaitu musim penghujan dan musim kemarau selain itu pada daerah beriklim tropis mempunyai temperatur dan kelembaban udara yang tinggi. Kondisi ini sebenarnya sangat tidak menguntungkan bagi ternak khususnya ternak ruminansia karena ketersediaan hijauan pakan sangat tidak terjamin. Pada musim penghujan hijauan berlimpah tetapi pada saat musim kemarau sangat kurang bahkan pada daerah-daerah tertentu bisa dikatakan tidak ada. Pada kondisi kekeringan, akan terjadi penjualan ternak secara besarbesaran. Hal ini disebabkan ketidaktersediaannya hijauan pakan sebagai kebutuhan pokok ternak ruminansia, sehingga untuk mempertahankan ternak yang ada, peternak akan memberikan hijauan pakan seadanya yang biasanya diperoleh dari tanaman tahunan. Trembesi adalah tanaman tahunan yang sering disebut ever green dan masuk dalam familia Mimosoideae. Daun, biji, dan kulit batang trembesi mengandung saponin di samping itu daun dan bijinya mengandung polifenol. (Mc Donald et al., 1988). Padahal menurut Widodo (2005) saponin ada pada seluruh bagian tanaman, misalnya pada daun, batang, akar, bunga dan biji sedangkan jumlahnya bervariasi sesuai waktu pemotongan. tetapi di sisi lain tanaman ini mempunyai perakaran yang dapat bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang bisa mengikat N bebas Saponin adalah glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Senyawa aktif permukaan dari saponin bersifat seperti sabun dan dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa pada pengocokan dan memiliki rasa pahit yang mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan sehingga merusak membran sel dan menginaktifkan enzim sel serta merusak protein sel (Hostettmann, 1995). Saponin dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologis tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim seperti enzim kimotripsin sehingga menghambat produktivitas dan pertumbuhan ternak. Efek biologis utama dari saponin adalah saponin mampu menghemolisis sel darah merah karena interaksi saponin dengan membran (protein, fosfolipida dan kolesterol) dari eritrosit. Hemolisis adalah terlepasnya hemoglobin ke dalam plasma darah akibat pemecahan eritrosit (Francis et al., 2002). Pakan yang mengandung lebih dari 0,20% saponin akan berakibat buruk terhadap pertumbuhan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan. Saponin pada alfalfa dapat mengakibatkan kembung pada ruminansia karena saponin merupakan agen-agen aktif pada permukaannya dalam memproduksi sabun yang bersifat membusa. Level rendah penggunaan tepung alfalfa menurunkan jumlah rata-rata pertumbuhan unggas, yang menjadi efek utama dari kandungan saponin adalah pada palatabilitas dan feed intake dibandingkan pada efek metabolismenya. Penggunaan strain rendah saponin meningkatkan level alfalfa menjadi bahan makanan untuk ruminansi tanpa menurunkan penampilan pertumbuhannya (Francis et al., 2002). Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat menjadi alkohol, asam laktat, asam butirat dan asam karbonat serta pelepasan panas. Protein dirombak menjadi amonia, asam amino, amida, asam asetat, asam butirat dan air. Suliantari dan Rahayu (1990) menyatakan bahwa dengan fermentasi terjadi penghilangan zat anti nutrisi yang bersifat racun antara lain glukosida. Selanjutnya fermentasi daun ubikayu dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan protein, nilai kecernaan dan penurunan serat kasar (Balitnak, 1994). Hasil penelitian Sariri dkk (2012) menunjukkan bahwa dengan penggunaan Aspergillus niger dan Lactobacillus plantarum meningkatkan kualitas trembesi yang difermentasi dan menurunkan kandungan saponin di dalamnya, sedangkan penurunan kandungan serat kasar trembesi yang difermentasi oleh Aspergillus niger lebih besar dibandingkan dengan penggunaan Lactobacillus plantarum tetapi penurunan saponin tidak berbeda nyata antara keduanya.
2
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi, Kimia dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta dan analisis saponin dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pelaksnaan fermentasi diawali dengan memisahkan daun trembesi dari batang tertier (dipritili) kemudian dikumpulkan dan ditimbang. Setiap unit percobaan memerlukan 0,5 kg daun trembesi basah. Kemudian membuat media untuk menumbuhkan Aspergillus niger yaitu potatoes dekstrose broth (PDB). Dalam penelitian ini dibuat PDB sebanyak 150 ml kemudian dituang dalam tabung reaksi masing-masing 10 ml sebanyak 4 tabung reaksi untuk perlakuan An-1 dan 15 ml dalam 4 tabung reaksi untuk perlakuan An-2. Kemudian disterilisasi. Setelah itu menumbuhkan Aspergillus niger dalam media PDB sesuai perlakuan dan diinkubasi selama 5 hari dalam suhu kamar secara aerob. Daun trembesi yang terkumpul kemudian dibagi-bagi dalam perlakuan: Kontrol = penambahan inokulum Aspergillus niger 0% berat kering daun trembesi An-1 = penambahan inokulum Aspergillus niger A. niger 0,5% berat kering daun trembesi An-2 = penambahan inokulum Aspergillus niger A. niger 1% berat kering daun trembesi Masing-masing perlakuan diulang 4 kali kemudian masing-masing bagian ditambah Aspergillus niger kemudian diaduk rata dan dimasukkan kedalam plastik polyetilen, ditekan dipadatkan kemudian dipres dengan sealer. Setelah tiga hari dilakukan pembongkaran kemudian diukur kandungan nutrien daun trembesi terfermentasi melalui analisis proksimat dan analisis saponin. Dalam penelitian ini variabel yang diamati adalah: kandungan nutrien yang meliputi kadar air, protein kasar, lemak kasar, abu dan karbohidrat kasar melalui analisis proksimat dan kandungan saponin daun trembesi (Soejono , 2004). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah. Apabila faktor perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata (P < 0,05) maka diuji lagi dengan Duncan‟s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 % (Ali-Mursyid, 2011). . HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrien daun trembesi terfermentasi Untuk mengetahui perbedaan kualitas daun trembesi yang difermentasi dengan perlakuan dan kontrol dilakukan analisis proksimat. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrien daun trembesi terfermentasi Kandungan bahan (%) Air Abu Lemak kasar Protein kasar Serat kasar Kontrol 8,79a 3,88a 5,85b 10,83a 70,65b b b c b An-1 8,87 4,03 6,04 17,61 63,45a a b a c An-2 8,81 4,07 5,56 18,10 63,46a Ket: superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Perlakuan
Dari Tabel 1, terlihat bahwa dengan penambahan Aspergillus niger. memberikan perngaruh yang nyata terhadap kontrol baik dalam kandungan air, lemak kasar, protein kasar, karbohidrat kasar dan mineral (abu). Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi daun trembesi dapat mengefektifkan proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachman (1989) dan Judoamidjojo et al. (1992) bahwa fermentasi
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
3
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
merupakan upaya pemanfaatan mikroba untuk meningkatkan nilai tambah suatu bahan atau substrat dengan produk bahan pangan atau pakan. Perlakuan penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi dapat meningkatkan kadar air dalam daun trembesi, bahkan pada perlakuan penambahan Aspergillus niger 0,5% berat kering daun trembesi ternyata dapat berpengaruh nyata terhadap kandungan air daun trembesi terfermentasi. Fermentasi daun trembesi mengakibatkan transformasi molekuler sehingga komposisi nutrien yang terkandung didalam daun trembesi mengalami perubahan. Hal ini bisa diakibatkan karena aktivitas Aspergillus niger akan menghasilkan asam yaitu asam sitrat. Dengan keadaan asam akan menghambat aktivitas mikroorganisme dalam penguraian karbohidrat dan protein yang hasil sampingannya adalah uap air. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar abu pada daun trembesi yang difermentasi relatif rendah tetapi dengan penambahan Aspergillus niger 0,5% dan 1% memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Kadar abu pada analisis proksimat menunjukkan kandungan mineral bahan. Prawirokusumo (1994) menyatakan bahwa semua jaringan tubuh manusia, hewan dan tumbuhan mengandung zat anorganik yang disebut dengan mineral. Aspergillus niger adalah jamur yang mempunyai miselium. Miselium-miselium Aspergillus niger ini bisa memberikan penambahan zat anorganik dalam daun trembesi. Adanya penambahan zat anorganik dari Aspergillus niger membuat kandungan mineral dalam daun trembesi terfermentasi dengan penambahan Aspergillus niger 0,5% dan 1% dapat berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Kandungan lemak kasar pada daun trembesi terfermentasi rendah walaupun dengan penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi berpengaruh secara nyata dibandingkan kontrol. Prawirokusumo (1994) menyatakan bahwa dalam pakan, lemak tersusun sebagian besar oleh triglycerida (95-98%) dan sisanya phospholipid dan cholesterol. Pada produk tanaman seperti daun trembesi tidak terdapat cholesterol. Sedangkan menurut Dwidjoseputro (1991) bagian-bagian tubuh tanaman rendah akan lemak. Pada perlakuan penambahan Aspergillus niger 0,5% dalam fermentasi mempunyai kandungan lemak kasar paling tinggi dan berpengaruh nyata terhadap kontrol. Hal ini bisa diakibatkan oleh hasil samping dari fermentasi karbohidrat dalam daun trembesi. Fermentasi karbohidrat akan menghasilkan vollatyl fatty acid yang merupakan suatu lemak. Penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi daun trembesi baik 0,5% maupun 1% memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein kasar daun trembesi. Meningkatnya kandungan protein kasar bisa disebabkan karena adanya protein bentukan baru yang tersusun dari penggabungan antara N bebas dari bangkai bakteri dan senyawa sisa asam lemak volatile (campuran asam asetat, propionat dan butirat) yang telah kehilangan ion O, N dan H. Terbebasnya O, N dan H tersebut disebabkan oleh peningkatan suhu selama proses fermentasi. Selain itu dengan keadaan asam yang diakibatkan oleh kehadiran Aspergillus niger akan mengurangi aktivitas enzim yang akan menguraikan protein. Kandungan serat kasar daun trembesi dengan penambahan Aspergillus niger berbeda nyata dibandingkan kontrol. Kandungan serat dalam tumbuhan mengakibatkan produk tanaman tidak mudah dicerna oleh ternak. Tanaman sebenarnya mengandung selulosa dan hemiselulosa yang merupakan suatu polisakarida. Tetapi pada dinding sel tumbuhan, selulosa dan hemiselulosa ini dilingkupi oleh lignin. Keberadaan lignin inilah yang mengakibatkan produk tanaman sulit dicerna. Semakin tua umur tanaman maka semakin tinggi kandungan serat kasar tanaman tersebut (Parakkasi, 1995) yang diakibatkan oleh semakin tinggi kandungan ligninnya. Adanya serat kasar tersebut membuat suatu pakan semakin sulit dicerna dan kurang palatabel walaupun keberadaan serat kasar ini mutlak harus ada dalam pakan ternak ruminansia. Serat kasar dibutuhkan oleh ternak ruminansia untuk menjamin keberlangsungan proses ruminasi. Fermentasi berarti merubah struktur bahan pakan menjadi lebih mudah dicerna, mereduksi komponen yang bersifat allergen, anti nutritif ataupun susah dicerna, hingga menambahkan metabolit penting yang bersifat anti patogen, antioksidan hingga anti karsinogenik (Anonim, 2001). Aspergillus niger adalah jamur. Menurut Pitt and Hocking (1997) dalam Ali-Mursyid dkk, (2006) jamur merupakan mikrobia multiseluler dengan filamen yang panjang dan
4
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bercabang dan sel-selnya tergolong eukariotik, non fotosintetik dengan dinding sel berupa khitin, suatu polisakarida dari N-asetil glukosamin. Sebagian besar jamur merupakan organisme yang dianggap lebih powerfull dalam menghasilkan enzim ekstra seluler, termasuk selulase. Jamur mampu melakukan penetrasi pada jaringan tanaman dengan jalan masuknya hifa ke dalam jaringan (Carlile et al., 2001). Pada waktu daun trembesi difermentasi dengan bantuan Aspergillus niger maka Aspergillus niger berkembang biak dengan cepat dan melakukan penetrasi pada jaringan secara maksimal. Dengan penetrasi hifa jamur ke dalam jaringan tanaman maka akan membuka ikatan lignin dalam dinding sel tanaman. Dengan membukanya ikatan lignin maka akan menurunkan kandungan lignin dalam dinding sel yang selanjutnya akan menurunkan kandungan serat kasarnya. Dengan penurunan kandungan serat kasar maka akan semakin mudah hijauan tercerna. Kandungan saponin daun trembesi terfermentasi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi Aspergillus niger yang ditambahan ke dalam fermentasi daun trembesi yang dapat meningkatkan kualitas daun trembesi sebagai pakan ternak ruminansia. Untuk melihat kualitas suatu bahan sebagai pakan ternak maka perlu dilihat kandungan nutrien dan anti nutrien bahan tersebut. Daun trembesi mengandung zat anti nutrien saponin (Sariri, 2012). Perlakuan fermentasi dengan penambahan Aspergillus niger bertujuan untuk meningkatkan kualitas daun trembesi sebagai pakan ternak. Kandungan saponin daun trembesi yang telah difermentasi menurut perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan saponin daun trembesi terfermentasi Perlakuan Kandungan saponin (%) Kontrol 1,023a An-1 0,736b An-2 0,681c Ket: superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Tabel 2 menunjukkan bahwa dengan penambahan Aspergillus niger dalam fermentasi daun trembesi baik dengan konsentrasi 0,5% dan 1% memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kandungan saponin daun trembesi dibandingkan dengan kontrol. Walaupun memberikan pengaruh yang nyata tetapi penurunan kandungan saponin dalam penelitian ini belum mencapai batas toleransi kandungan saponin dalam pakan. Francis et al., (2002) menyatakan bahwa pakan yang mengandung lebih dari 0,20% saponin akan berakibat buruk terhadap pertumbuhan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan. Aspergillus niger adalah jamur. Jamur merupakan organisme yang dapat menghasilkan enzim ekstra seluler. Jamur mampu melakukan penetrasi pada jaringan tanaman dengan jalan masuknya hifa ke dalam jaringan (Carlile et al., 2001). Kemampuan jamur inilah yang akan memacu proses fermentasi, Suliantari dan Rahayu (1990) menyatakan bahwa dengan fermentasi terjadi penghilangan zat anti nutrisi yang bersifat racun. Dengan bantuan Aspergillus niger maka proses fermentasi terjadi lebih optimal sehingga proses penghilangan zat anti nutrisi saponin dalam daun trembesi oleh Aspergillus niger pun dapat berlangsung lebih optimal. KESIMPULAN Kesimpulan Penggunaan Aspergillus niger dalam fermentasi dapat menurunkan kandungan saponin dan serat kasar, tetapi sebaliknya meningkatkan protein kasar dan kandungan mineral dalam daun trembesi. Penggunaan Aspergillus niger dengan konsentrasi 1% dalam fermentasi menghasilkan kualitas daun trembesi terfermentasi lebih baik daripada konsentrasi 0,5%.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
5
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Saran Melihat hasil penelitian yang diperoleh maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penggunaan konsentrasi Aspergillus niger lebih tinggi, karena dengan konsentrasi 0,5% dan 1% belum dapat menurunkan kandungan saponin sampai di bawah toleransi yaitu 0,20%. DAFTAR PUSTAKA Ali-Mursyid, W.M., Zaenal Bachruddin, Zuprizal dan Muhammad Nur Cahyanto.2006. Mutan Jamur Selulolitik Trichoderma reesei Resisten terhadap Represi Katabolit untuk Meningkatkan kualitas Onggok sebagai Bahan Pakan Alternatif Ayam Petelur. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Univet Bantara. Sukoharjo. Ali-Mursyid, W.M., 2011. Buku Ajar : Rancangan Percobaan. Kepel Press. Yogyakarta. Anonim, 2001. Pengawetan Hijauan Untuk Pakan Ternak (Silase). Proyek Peningkatan Teknologi Sapi Perah. Direktorat Jenderal Peternakan. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. JICA Japan. Jawa Barat. Balitnak, 1994. Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Limbah Pengolahan Tapioka/Sagu sebagai Pakan Ternak. Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Carlile, M.j., S.C. Watkinson and G.w.Gooday. 2001. The Fungi. 2nd. Academy Press. LondonCalifornia. Dwidjoseputro,D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Francis, George; Zohar Kerem, Harinder P. S. Makkar and Klaus Becker (December 2002). "The biological action of saponins in animal systems: a review". British Journal of Nutrition 88 (6): 587–605. doi:10.1079/BJN2002725. PMID 12493081 Hostettmann, K.; A. Marston (1995). Saponins. Cambridge: Cambridge University Press. p. 3ff. ISBN 0-521-32970-1. OCLC 29670810 McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4 edition. Longman Scientific & Technical. England. Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Prawirokusumo, Soeharto. 1993. Ilmu Gizi Komparative. BPFE. Yogyakarta. Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. PAU-IPB. Bogor Sariri, A.K., 2012. Fermentasi dengan Menggunakan Berbagai Jenis Mikrobia untukMenurunkan Kandungan Saponin Daun Trembesi (Albizia saman). Laporan Penelitian Kompetitif. Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Suliantari dan W.P. Rahayu. 1990. Teknologi Fermentasi Biji-bijian dan Umbi-umbian. PAUIPB. Bogor. Soejono, Mohammad. 2004. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Jurusan NMT fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Widodo, Wahyu. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. UMM Press. Malang.
6
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Perbandingan Karakteristik Kualitas Isi Rumen Sapi dengan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Engkus Ainul Yakin, Ali Mursyid Wahyu Mulyono, Sri Sukaryani, dan Sugiyanto Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara, Jl. Letjen Sujono Humardani No. 1, Sukoharjo 57521. Telp. +62-0271-593156, fax. +62-0271-591065 E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik isi rumen sapi yang berasal dari rumah potong hewan dibandingkan dengan kandungan nutrien rumput gajah. Enam buah sampel yang terdiri dari tiga buah sampel isi ruman sapi dan tiga buah sampel rumput gajah didistribusikan ke dalam 2 macam perlakuan. Kedua perlakuan dianalisis proksimat untuk mengetahui komposisi kimia bahan. Analisis statistik menggunakan t-test. Variabel yang diamati meliputi bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, dan abu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa komposisi kimia antara isi rumen sapi dan rumput gajah menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap bahan kering (17,11 ± 0,37% dan 21,22 ± 0,80%), protein kasar (15,35 ± 0,97% dan 8,97 ± 0,49%), serat kasar (13,41 ± 0,39% dan 22,28 ± 0,33%), abu (16,98 ± 0,23% dan 14,45 ± 0,53%), sedangkan bahan organik (83,06 ± 0,18% dan 85,26 ± 1,19%) menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05). Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa komposisi kimia protein kasar dan serat kasar isi rumen sapi lebih bagus dibandingkan dengan rumput gajah, sedangkan bahan organik tidak berbeda sehingga isi rumen sapi memungkinkan untuk dijadikan pakan pengganti rumput. Kata-kata kunci: isi rumen sapi, rumput gajah, analisis proksimat PENDAHULUAN Usaha pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilaksanakan jika hanya mengandalkan hijauan pakan ternak, hal ini disebabkan antara lain kurang tersedianya lahan untuk tanaman pakan ternak di daerah padat penduduk karena lahan yang ada digunakan untuk pemukiman, industri tanaman pangan dan perkebunan. Menurut Soeharsono dan Tawaf (1994) kekurangan pakan ternak ruminansia di Indonesia meningkat sekitar 4% setiap tahun, termasuk dalam hal ini kekurangan pakan konsentrat. Masalah kekurangan pakan ruminansia dapat diatasi dengan cara memanfaatkan limbah Rumah Potong Hewan (RPH) yang masih mengandung nilai nutrisi yang relatif tinggi sebagai pakan ternak, yaitu dengan memanfaatkan Isi Rumen Sapi (IRS), sebagai bahan pakan untuk ternak ruminansia. Iklim di Indonesia yang mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau sangat beda keadaannya dalam penyediaan pakan terutama pada musim kemarau. Pada musim hujan pakan berupa hijauan dapat didapatkan dengan mudah, akan tetapi pada musim kemarau pakan berupa hijauan menjadi langka dan sulit didapatkan, dan kalaupun ada harganya mahal. Dan apabila peternak terpaksa membeli hijauan pada musim kemarau tentunya hal ini akan berimbas pada turunnya pendapatan dikarenakan harus membeli pakan tambahan berupa hijauan. Untuk mensiasati hal tersebut maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan cara mengawetkan hijauan yang kemudian bisa diberikan pada musim kemarau, akan tetapi bila hijauan yang tersedia juga terbatas maka hal ini kemudian menjadi faktor pembatas dalam pengawetan hijauan pakan. Salah satu limbah industri rumah potong hewan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu isi rumen sapi. Penggunaan isi rumen sapi dari rumah potong hewan sebagai pakan ternak potong dilaporkan oleh Messermith (1973) yang menggunakan isi rumen sebagai bahan penyusun ransum sampai 15% dapat menghasilkan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pertambahan berat badan harian (PBBH), konsumsi pakan, efisiensi dan konversi pakan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Penggunaan isi rumen sebagai sebagai salah satu bahan pakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan sangat membantu penyediaan pakan, kelestarian lingkungan, dan mendukung program pembangunan khususnya di perkotaan. Salah satu cara untuk menghilangkan bau busuk, mencegah terjadinya pembusukan (mengawetkan) dan mempertahankan nilai nutrisinya adalah dibuat silase, yaitu pengawetan dengan cara fermentasi dengan produk utama asam laktat. Pada dasarnya isi rumen sapi merupakan bahan pakan yang terdapat dalam rumen sebelum menjadi feses dan dikeluarkan dari dalam rumen setelah hewan dipotong. Kandungan nutrisi isi rumen sapi cukup tinggi, hal ini disebabkan karena zat makanan terkandung belum terserap sehingga kandungan nutrisi tidak jauh berbeda dengan zat makanan yang berasal dari bahan bakunya (Hungate, 1971). Kandungan zat makanan yang terdapat pada isi rumen sapi yaitu bahan kering 10,65-15,68%, protein kasar 11,58%, serat kasar 24,01%, ekstrak ether 3,01%, bahan organik 83,92% dan ekstrak tanpa nitrogen 54,68% (Utomo et al., 2007). METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Tempat penelitian di RPH Giwangan Yogyakarta, Laboratorium Biokimia Fakultas Peternakan UGM. Materi penelitian Materi penelitian terdiri dari isi rumen sapi dan rumput gajah. Isi rumen sapi digunakan dalam penelitian ini didapat dari rumah potong hewan Giwangan Yogyakarta. Sedangkan rumput gajah yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari laboratorium ternak potong Fakutas Peternakan UGM. Alat Peralatan yang akan digunakan adalah timbangan pakan merk Goat kapasitas 15 kg dengan kepekaan 50 g serta seperangkat alat laboratorium untuk analisis sampel. Pelaksanaan penelitian Rancangan percobaan. Enam sampel penelitian yaitu masing-masing sebanyak tiga buah sampel isi rumen dan tiga buah sampel rumput gajah diambil dan diangin-anginkan sebentar kemudian sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label lalu dianalisiskan di laboratorium untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam sampel tersebut Variabel pengamatan Variable yang diamati dalam penelitian ini adalah bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar dan abu. 1. Bahan kering Bila bahan pakan dipanaskan pada temperatur 1050C selama 5 jam atau pada 1350C selama 2 jam, maka akan diperoleh bahan yang tidak mengandung air. Bahan tersebut disebut bahan kering. Air yang hilang menguap adalah kandungan air bahan pakan yang jumlahnya dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: H= x 100 H = Air yang terkandung di dalam bahan pakan WB = Berat awal bahan pakan yang dianalisis (gram) WA = Berat bahan pakan setelah dipanaskan (gram)
8
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2. 3.
4.
5.
Bahan organik. 100% - % abu Protein kasar Sampel dianalisis dengan alat Kjeldahl, yaitu metode mendeteksi unsur nitrogen dengan perlakuan titrasi oleh sodium hidroksida (NaOH). Kandungan protein bahan pakan dihitung dengan formula sebagai berikut: P= x 100 P = Protein yang terkandung di dalam bahan pakan (%) TS = Hasil titrasi pada sampel (milimeter) TK= Hasil titrasi pada kontrol (milimeter) BS = Berat sampel yang digunakan (miligram) Serat kasar Dihitung dengan cara menghitung persentase bahan yang hilang setelah bahan pakan dibakar pada temperatur 7000C selama 1 jam atau dilakukan dengan penambahan larutan H2SO4 pekat sambil dipanaskan selama setengah jam, kemudian didinginkan selama setengan jam dengan penambahan NaOH. Abu Bila bahan pakan dipanaskan dengan temperatur 5500C pada suatu perabuan (tanur) selama 3 jam, maka akan diperoleh bahan berwarna putih yang disebut abu atau mineral. Kandungan abu pakan dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: A= x 100 A = Abu yang terkandung di dalam bahan pakan (gram) BM = Berat bahan pakan setelah proses pengabuan (gram) BS = Berat bahan pakan yang diabukan (gram)
Analisis statistik Data di analisis menggunakan analisis uji t-test. Analisis data Data dianalisis menggunakan metode analisis ragam, apabila perlakukan menunjukkan pengaruh nyata terhadap perubah (variabel yang diamati) maka dilanjutkan dengan uji perbandingan rata-rata menggunakan uji jarak berganda Duncan pada jenjang murad = 0,05 (DMRT). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan analisis proksimat yang telah dilaksanakan tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Rerata komposisi kimia isi rumen sapi dan rumput gajah (% bk) Bahan Isi rumen sapi (IRS) Rumput gajah (RG) Bahan kering (BK) 17,11 ± 0,37a 21,22 ± 0,80b ns Bahan organik (BO) 83,02 ± 0,18 85,26 ± 1,19 Protein kasar (PK) 15,33 ± 0,97c 8,97 ± 0,49a a Serat kasar (SK) 13,41 ± 0,39 22,28 ± 0,33c c Abu 16,98 ± 0,23 14,45 ± 0,53a ac Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat significant (P<0,01) ns non significant (P>0,05). Variabel
Bahan kering Hasil rerata komposisi kimia bahan kering isi rumen sapi dan rumput gajah tercantum dalam Tabel 1. Rerata kedua perlakuan berturut-turut yaitu 17,11 ± 0,37 dan 21,22 ± 0,80 menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01).
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
9
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Analisis proksimat bahan kering isi rumen sapi menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan kering rumput gajah. Hal ini terjadi karena isi rumen hasil pemotongan berasal dari sapi didapatkan pada pemotongan tengah malam dan baru dikirimkan ke laboratorium pada siang harinya. Hal ini tentu saja akan menurunkan kandungan air dari isi rumen tersebut karena diangin-anginkan terlebih dahulu. Kandungan bahan kering dari isi rumen sapi bervariasi tergantung dengan lama tingkat pengeringan isi rumen, semakin lama isi rumen dianginkan maka kandungan bahan keringnya akan semakin rendah. Apabila isi rumen sapi ingin kandungan bahan kering naik maka sebaiknya isi rumen yang didapatkan bisa dianginkan lebih lama atau bisa dijemur di bawah sinar matahari sehingga kandungan air akan berkurang. Kandungan bahan kering rumput 21,22 ± 0,80% bila dibandingkan dengan kandungan bahan kering isi rumen sapi 17,11± 0,37% maka memang bahan kering rumput lebih tinggi, namun apabila kita menginginkan dalam pembuatan silase isi rumen sapi maka bisa ditambahkan bahan yang mempunyai bahan kering yang tinggi seperti onggok kering, dedak dan bekatul sehingga kandungan bahan kering dari isi rumen akan meningkat. Bahan organik Hasil rerata komposisi kimia bahan organik isi rumen sapi dan rumput gajah tercantum dalam Tabel 1. Rerata kedua perlakuan berturut-turut yaitu 83,02 ± 0,18% dan 85,26 ± 1,19% menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Kandungan bahan organik kedua perlakuan berbeda tidak nyata karena walaupun isi rumen sapi telah mengalami proses fermentasi di dalam rumen tetapi hal tersebut tidak berpengaruh terhadap kandungan bahan organik isi rumen sapi bila dibandingkan dengan rumput gajah. Kandungan bahan organik dari isi rumen sapi ini sesuai dengan pendapat (Utomo et al., 2007) yang menyatakan bahwa kandungan bahan kering isi rumen sapi yaitu 83,92%. Protein kasar Hasil rerata komposisi kimia protein kasar isi rumen sapi dan rumput gajah tercantum dalam Tabel 1. Rerata kedua perlakuan berturut-turut yaitu 15,33 ± 0,97% dan 8,97 ± 0,49% menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01). Analisis proksimat protein kasar isi rumen sapi 15,33 ± 0,97% menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan proksimat rumput gajah 8,97 ± 0,49%. Hal ini terjadi karena rumput yang dimakan oleh sapi kemudian dicerna di saluran pencernaan sapi dan dibantu oleh mikroorganisme yang secara tidak langsung akan meningkatkan kandungan protein dari isi rumen sapi. Kandungan protein kasar dari isi rumen sapi meningkat karena adanya aktivitas mikroba di dalam rumen. Protein yang berasal dari makanan pertama kali dihidrolisa oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisa protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar amonia. Protein mudah didegradasi di dalam rumen pada pH yang baik yaitu 6,5. Gula terlarut yang tersedia dalam rumen dipergunakan segera oleh mikroba untuk menghabiskan amonia. Bakteri dalam rumen mempunyai enzim proteolitik yaitu proteinase dan peptidase yang berfungsi memecah protein dalam rumen. Hasil diaminase ini yaitu NH3 dan asam lemak. Mikrobia mempergunakan NH3 sehingga di dalam rumen banyak NH3. Amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikrobia untuk mensintesis protein mikroba. Bahkan amonia yang dibebaskan dari urea atau garam-garam amonium lain dapat dipergunakan untuk sintesis protein mikroba. Ruminansia dapat memanfaatkan NPN (urea, biuret) sebagai sumber asam amino, melalui jasa mikroorganisme. Jadi protein pakan dihidrolisa oleh mikroorganisme rumen menjadi asam amino, dan digunakan langsung oleh mikroorganisme untuk pembentukan protein tubuh. Kandungan protein kasar isi rumen sapi yaitu 15,33 ± 0,97% lebih tinggi dari pendapat Utomo et al. (2007) yang menyatakan bahwa kandungan kimia protein kasar isi rumen sapi adalah 11,58%.
10
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Serat kasar Hasil rerata komposisi kimia serat kasar isi rumen sapi dan rumput gajah tercantum dalam Tabel 1. Rerata kedua perlakuan berturut-turut yaitu 13,41 ± 0,39% dan 22,28% ± 0,33 menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01). Analisis proksimat serat kasar isi rumen sapi (13,41 ± 0,39%) menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan proksimat serat kasar rumput gajah (22,28% ± 0,33). Hal ini terjadi karena rumput yang dimakan mengalami proses pencernaan di dalam rumen sehingga kandungan serat kasar isi rumen sapi mengalami penurunan. Apabila ingin meningkatkan kandungan serat kasar dari isi rumen sapi agar sama dengan kandungan serat kasar rumput gajah maka isi rumen bisa ditambahkan bahan lain yang kadar serat kasarnya tinggi seperti onggok kering, dedak atau bekatul. Abu Hasil rerata komposisi kimia serat kasar isi rumen sapi dan rumput gajah tercantum dalam Tabel 1. Rerata kedua perlakuan berturut-turut yaitu 16,98 ± 0,23% dan 14,45 ± 0,53% menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01). Kandungan abu isi rumen sapi lebih tinggi dibandingkan dengan rumput karena di dalam rumen terjadi proses pencernaan mikrobia yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar abu dari isi rumen sapi. SIMPULAN Penelitian disimpulkan bahwa komposisi kimia protein kasar dan serat kasar isi rumen sapi lebih bagus dibandingkan dengan rumput gajah, sedangkan bahan organik tidak berbeda sehingga isi rumen sapi memungkinkan untuk dijadikan pakan pengganti runput. PERSANTUNAN Terima kasih diucapkan kepada Univet Bantara Sukoharjo (APBU Tahun Anggaran 2011/2012) yang telah mendanai kegiatan ini melalui Program Penelitian Kompetitif Bidang Ilmu (PKBI) tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA Utomo, R., L.M. Yusiati, U. Umiyasih, Aryogi, dan Isnandar. 2007. Pemanfaatan Isi Rumen Limbah Rumah Potong Hewan sebagai Pakan Alternatif Pengganti Hijauan. Kerjasama UGM Yogyakarta dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta. Messermith, T. L. 1973. Evaluation of Dried Paunch Feed as Roughages Source in Ruminant Finishing Ration. M. A. Departement of Animal Science. University of Nebraska
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
11
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Potensi Beras Wulung sebagai Makanan Diet Penderita Diabetes Mellitus: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Antosianin Sri Hartati Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend S. Humardani No. 1 Sukoharjo 57521, Telp. +62-0271-593156, Fax. +62-0271-591065 e-mail :
[email protected] ABSTRAK: Konsumsi makanan nabati yang mengandung kaya polifenol (termasuk di dalamnya adalah flavonoid, dan antosianin adalah salah satu flavonoid) sangat berkaitan dengan rendahnya resiko penyakit seperti diabetes mellitus, jantung coroner dan kanker. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui perubahan komponen kadar antosianin beras wulung sebelum pemasakan dan setelah dilakukan pemasakan menjadi nasi dan menjadi tepung (powder). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Searah. Perlakuan (variabel tetap) adalah metode/cara pengolahan beras wulung (yaitu pengolahan menjadi nasi, pengolahan menjadi tepung dan tanpa diolah sebagai kontrol), sedang variabel tergantung adalah kadar antosianin. Masing-masing perlakuan diulang 2 kali dengan masing-masing 3 ulangan sampel. Data yang diperoleh dianalisis dengan One Way Anova dengan bantuan program SPSS versi 11.5 dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil menunjukkan bahwa terjadi perubahan penurunan kandungan antosianin yang signifikan (P<0,05) dalam pengolahan beras wulung (beras hitam) menjadi tepung beras wulung dan nasi wulung. Penurunan kandungan antosianin mencapai 93,89% terjadi pada pengolahan dengan pemasakan menjadi nasi wulung. Kadar antosianin beras wulung pecah kulit adalah 2,506 mg/100g sampel, sedang tepung beras dan nasi berturut-turut 2,133 dan 0,153 mg/100g sampel. Kata kunci : beras wulung, antosianin, tepung beras wulung, nasi wulung PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) tergolong penyakit degeneratif yang prevalensinya cukup tinggi. Angka insiden dan prevalensi DM cenderung meningkat dari informasi berbagai penelitian epidemiologi. Prevalensi DM di dunia menurut International Diabetes Federation (IDF) mencapai 246 juta tahun 2007 dan diproyeksikan menjadi 380 juta pada tahun 2025 (Perkem Ind, 2006; Pimentel,P, 2007). WHO memprediksi di Indonesia terdapat kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prevalensi Diabetes tipe 2 meningkat secara eksponensial, dan diperkirakan mencapai lebih 300 juta kasus pada tahun 2030 (Wild et al, 2004). Berbagai penelitian telah dilakukan di beberapa negara berkembang dan data WHO menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi jumlah pasien diabetes terjadi di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang menempati peringkat ke-5 di dunia (Suyono, 2006). Dengan kecenderungan meningkatnya penyakit degeneratif, diperlukan suatu upaya dikembangkannya makanan/minuman yang menyehatkan. Makanan/minuman fungsional telah banyak dikembangkan dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis tubuh agar dapat melindungi tubuh dari penyakit-penyakit degeneratif tersebut. Makanan (pangan) fungsional adalah pangan yang selain bergizi juga mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan seseorang (Muchtadi dan Wijaya, 1996). Meskipun diharapkan memberikan manfaat bagi kesehatan, makanan fungsional tidak dianggap sebagai obat, melainkan dikategorikan tetap sebagai makanan, oleh karena itu makanan fungsional seharusnya dikonsumsi sebagai layaknya makanan sehari-hari. Bentuknya dapat berupa makanan atau minuman (Fardiaz, 1997; Hilliam, M. 2000.).
12
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk dikonsumsi manusia. Di antara varian beras dijumpai beras hitam (Oryza sativa L. indica). Beras hitam ini memiliki nama yang berbeda-beda tergantung di mana beras hitam tersebut berada. Beras hitam yang ada di Solo dikenal dengan nama "beras wulung" yang menurut sejarahnya, dahulu merupakan beras yang khusus dikonsumsi di lingkungan para Raja dan digunakan untuk jenis ritual tertentu. (Kristamtini, 2009; Tri Dewanti, 2009). Pada beberapa tahun terakhir petani di sekitar Solo khususnya Boyolali, giat menanam varian padi beras hitam ini. Produksi beras wulung pada tahun 2008 yang lalu mencapai kurang lebih 36 ton (Anonim, 2010). Meskipun produksinya belum tinggi, setiap tahun diketahui permintaan akan beras ini terus meningkat. Petani yang banyak mengembangkan beras wulung ini terutama yang tinggal di wilayah Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono dan Kecamatan Teras. Di Dukuh Suro Duwur, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras lahan seluas 3,6 ha bisa memanen 4,32 ton gabah. Di desa ini akan dikembangkan penanaman hingga 50 ha. (Solopos, 2 April 2011). Di Korea, beras hitam menjadi bagian penting dalam pemeliharaan kesehatan karena kaya akan vitamin, mineral, dan antioksidan. Dilaporkan bahwa dalam dedak beras hitam terdapat kandungan antosianin (salah satu kelompok antioksidan) sebanyak 5,55 mg/g bahan (Ono, et al., 2003). Pada lapisan kulit terluar (outer layer), beras hitam memiliki kandungan flavonoid yang di dalamnya termasuk antosianin sebanyak 6,4 g/100 gr kulit terluar. Pengaruh positif dari polifenol (termasuk di dalamnya flavonoid) pada homeostatistik glukosa ditunjukkan dalam sejumlah besar penilitian in vitro pada beberapa hewan coba yang didukung dengan bukti-bukti epidemiologi pada diet kaya polifenol (Hanhineva et al, 2010). Konsumsi makanan nabati yang mengandung kaya polifenol sangat berkaitan dengan rendahnya resiko penyakit seperti diabetes mellitus, jantung coroner dan kanker. (Scalbert et al, 2005). Oleh karena itu beras wulung diketahui mempunyai potensi dalam penurunan gula darah sehingga sangat cocok dikonsumsi sebagai makanan diet para penderita Diabetes Mellitus (DM). Hartati dkk, (2011) telah melakukan penelitian terkait beras wulung yang dikembangkan GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) MARSUDI MULYO Dukuh Surodhuwur, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Hasil menunjukkan bahwa komponen dominan dari beras wulung (beras hitam) adalah karbohidrat (64,98% wb). Kadar protein total 15,41% wb, kadar lemak 4,23% wb, mineral (abu) 2,04% wb, serat kasar 3,52% wb serta kadar air 13,34%. Terdapat perubahan penurunan kandungan polifenol (total phenol) yang signifikan dalam pengolahan beras wulung (hitam) menjadi tepung beras hitam dan nasi hitam. Total phenol beras wulung (hitam) 0,656 mg ekuivalen asam gallat/100 g, tepung beras hitam 0,484 mg ekuivalen asam gallat/100 g dan nasi beras hitam 0,27 mg ekuivalen asam gallat/100 g. Diduga perubahan juga akan terjadi pada kandungan antosianin sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan utuk mengetahui seberapa besar kadar perubahannya. Proses pengolahan beras menjadi nasi maupun tepung diduga akan merubah selain komponen polifenol juga konstituen polifenol yang salah satunya adalah antosianin. Ingin diketahui perubahan kandungan antosianin yang ada pada beras wulung sebelum dimasak dan setelah dilakuan proses pemasakan baik menjadi nasi maupun tepung beras sehingga akan diperoleh informasi apakah potensi beras wulung sebagai makanan diet terapi masih dipertahankan setelah pemasakan. Penelitian dilaksanakan dengan mengevaluasi pemasakan beras wulung dengan variabel dua cara pemasakan yang berbeda yaitu pengolahan menjadi nasi dan pengolahan menjadi tepung. Pengamatan meliputi analisa kandungan antosianin bahan baku (beras wulung) dan pengamatan perubahan kadar antosianin sesudah pengolahan. METODE PENELITIAN Bahan, alat dan jalannya penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan di Laboratorium MIPA Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Bahan penelitian terutama beras
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
13
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
wulung diambil dari GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) MARSUDI MULYO Dukuh Surodhuwur, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Bahan-bahan kimia untuk analisis antosianin diperoleh di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang diperlukan dalam perlakuan menanak nasi yaitu rice cooker SHARP Model : KS-M18L(W). Perlakuan dalam pembuatan powder (bubuk) beras wulung dibutuhkan wajan stainless steel dan pengaduk (sothil), blender, serta ayakan. Jalannya penelitian seperti tampak pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa penelitian dilakukan dengan menganalisa kadar antosianin awal dari beras wulung sebelum dilakukan pengolahan dan setelah beras mengalami pengolahan baik menjadi nasi maupun tepung (powder) selanjutnya perubahan kadar antosianin dievaluasi. Proses penanakan nasi dan proses pembuatan powder/tepung beras wulung dilakukan mengacu seperti yang telah dilakukan Hartati dkk (2011).
Beras wulung pecah kulit
Pengolahan menjadi nasi
Analisis kadar Antosianin
Pengolahan menjadi tepung
Evaluasi kadar zat potensi
Analisis kadar Antosianin
Analisis data
Pelaporan
Gambar 1. Jalannya penelitian secara keseluruhan Analisa kandungan antosianin (Sompong et al, 2011) Analisa kandungan antosianin dilakukan dengan metode spektrophotometri seperti yang pernah dilakukan Sompong et al (2011). Antosianin diekstrak dengan methanol asam (methanol dan 1 M HCl 85:15, v/v) dengan rasio pelarut dan sampel adalah 1 : 10. Absorbansi diukur setelah sentrifugasi pada 535 nm dengan dikurangi kontrol (reagent blank). Cyanidin 3glucoside-chloride digunakan sebagai pigment standard dan total antosianin diekspresikan mg cyanidin 3-glucoside equivalent per 100 g sampel.
Rancangan percobaan dan analisis data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Searah. Variabel tetap adalah metode/cara pengolahan beras wulung (yaitu beras wulung pecah kulit tanpa pengolahan, pengolahan menjadi nasi dan pengolahan menjadi tepung melalui proses penyangraian). Sementara variabel tergantung adalah kadar antosianin. Masing-masing perlakuan akan diulang 2 kali dengan masing-masing 3 ulangan sampel. Data
14
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
yang diperoleh dianalisis dengan One Way Anova dengan bantuan program SPSS versi 11.5. Bila terdapat perbedaan antar perlakuan akan dilanjutkan dengan Uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya (Hartati, 2011) yang menyimpulkan bahwa komponen dominan dari beras wulung (beras hitam) adalah karbohidrat (64,98% wb). Kadar protein total 15,41% wb, kadar lemak 4,23% wb, mineral (abu) 2,04% wb, serat kasar 3,52% wb serta kadar air 13,34%. Selain itu, terdapat perubahan penurunan kandungan polifenol (total phenol) yang signifikan dalam pengolahan beras wulung (hitam) menjadi tepung beras wulung dan nasi beras wulung. Total phenol beras wulung (hitam), tepung beras wulung tepung beras wulung dan nasi beras wulung berturut-turut adalah 0,656 mg, 0,484 mg dan 0,27 mg ekuivalen asam gallat/100 g. Pengaruh pemasakan beras wulung menjadi nasi wulung dan tepung beras wulung terhadap kadar antosianin yang dikandung dalam masing-masing produk tampak sebagaimana dalam Gambar 2. Dari Gambar 2 tersebut terlihat bahwa terdapat perubahan kadar antosianin yang signifikan (P<0,05) antara beras wulung (berupa beras pecah kulit/PK) dengan tepung beras wulung maupun nasi beras wulung. Kadar antosianin beras wulung pecah kulit sebesar 2,506 mg/100g sampel (% wb), sedang tepung beras dan nasi berturut-turut 2,133 dan 0,153 mg/100g sampel (% wb). Dalam basis perhitungan dry basis kadar antosianin beras wulung pecah kulit adalah 2,8918 mg/100g, tepung beras wulung 2,4091 dan nasi beras wulung adalah 0.4741 mg/100g. Kadar antosianin tersebut berbeda dengan kandungan antosianin beras hitam setengah sosoh (SSH) dan pecah kulit (PK) yang diteliti oleh Swasti dan Astuti (2007) yang mempunyai kandungan antosianin 149 ± 11 mg/100g (db) dan 152 ± 16 mg/100g (db). Hal ini dikarenakan selain terdapat perbedaan metode analisis kandungan antosianin, juga terdapat perbedaan sampel beras yang digunakan. Swasti dan Astuti (2007) melakukan penentuan kandungan antosianin dengan metode perbedaan pH dan sampel beras yang digunakan ditanam di Jawa Barat dengan varietas yang berbeda dengan sampel dalam penelitian ini, sedang dalam penelitian ini menggunakan metode menurut Sompong et al (2011). Kadar antosianin mg/100g (%db)
2.8918a 3.0000
2.4091b
2.0000 0.4741c
1.0000 0.0000 Brs H. PK
Tep Brs H
Nasi Brs H
Gambar 2. Perubahan kadar antosianin (mg/100g) beras Wulung (Brs W.PK) menjadi tepung beras Wulung (Tep Brs W) dan Nasi beras Wulung (Nasi Brs W) Beras wulung yang masih berupa beras pecah kulit (Brs W.PK) memiliki kadar antosianin yang paling tinggi, diikuti tepung beras (Tep Brs W) dan nasi beras wulung (Nasi Brs W). Hal ini dikarenakan produk berupa beras pecah kulit belum mengalami perlakuan panas dibanding dengan kedua produk yang lain. Nasi beras wulung mengalami penurunan kadar antosianin yang paling tinggi dikarenakan proses pengolahan beras menjadi nasi memerlukan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
15
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
perlakuan panas yang lebih tinggi dan lebih lama dibanding dengan proses pembuatan tepung beras wulung, di samping itu pada proses pembuatan tepung beras wulung juga beras tidak mengalami proses pencucian sehingga kemungkinan besar kandungan antosianin tidak terikut terbuang bersama air bekas pencucian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hiemori et al. (2009) yang meneliti stabilitas termal dari antosianin dan dinyatakankan bahwa semua metode pemasakan nasi (rice cooker, pressure cooker dan on a gas range) menghasilkan penurunan antosianin secara signifikan (P<0,001). Lebih lanjut dikatakan bahwa pemasakan beras hitam menghasilkan kerusakan (degradation) secara termal dari cyanidin-3-glucoside. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa untuk mengambil manfaat dari beras wulung khususnya terhadap kandungan antosianin, sebaiknya pemasakan beras wulung dilakukan dengan dibuat menjadi tepung (powder). Pengolahan beras wulung menjadi tepung hanya mengalami sedikit pemanasan yaitu dengan penyangraian. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan penurunan kandungan antosianin yang signifikan dalam pengolahan beras wulung (beras hitam) menjadi tepung beras wulung dan nasi wulung. Penurunan kandungan antosianin mencapai 93,89% terjadi pada pengolahan dengan pemasakan menjadi nasi wulung. Kadar antosianin beras wulung pecah kulit, tepung beras wulng dan nasi wulung berturut-turut adalah 2,8918 mg/100g sampel, 2,4091 mg/100g sampel dan 0,4741 mg/100g sampel (%db). Saran Penelitian lanjut masih perlu terus dilakukan untuk mengetahui cara pengolahan yang tepat dari beras wulung untuk memperoleh bukti bahwa beras wulung mempunyai potensi sebagai diet penderita diabetes mellitus. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Boyolali dalam Angka 2009. BPS Kab. Boyolali. Fardiaz, Dedi, 1997. Makanan Fungsional dan Pengembangannya melalui Makanan Tradisional. Prosiding Seminar Tekn. Pangan, 5-8 Juli, Yogyakarta. Hanhineva, Kati, Riitta Törrönen, Isabel Bondia-Pons, Jenna Pekkinen, Marjukka Kolehmainen, Hannu Mykkänen and Kaisa Poutanen, 2010. Impact of Dietary Polyphenols on Carbohydrate Metabolism. Review. Int. J. Mol. Sci. 2010, 11, 13651402 Hartati S., A. Intan Niken Tari, Catur Budi Handayani, Sulistyawati., 2011. Pengaruh Pemasakan terhadap Kandungan Polifenol Beras Wulung yang Berpotensi sebagai Diet Terapi Penderita Diabetes Mellitus. Laporan Penelitian APBU Univet Bantara Sukoharjo. Hiemori,Miki, Eunmi Koh and Alyson E. Mitchell, 2009. Influence of Cooking on Anthocyanins in Black Rice (Oryza sativa L. japonica var. SBR). J. Agric. Food Chem., (5): 1908-1914. Hilliam, M. 2000. Functional Food : How big is the Market? World of Food Ingredients 12 : 5053. Kristamtini, 2009. Mengenal Beras Hitam dari Bantul. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/ Muchtadi, D, dan C. Hanny Wijaya, 1996. Pangan Fungsional : Pengenalan dan Perancangan. Kursus singkat ― Makanan Fungsional dan Keamanan Pangan‖ PAU PAngan dan Gizo, UGM, Yogyakarta. Ono, K., Sugihara, N., Hirose, Y. dan Katagiri, K., 2003. An Examination of Optimal Solvents for Anthocyainin Pigments from Black Rice Produced in Gifu. J. Agric. Food Chem., 2003, 51 (18), pp 5274–5279.
16
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Perkem Ind (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta Pimentel, P, 2007. Diabetes Prevalence Surges to 246 milion. 19th World Diabetes Congress, 37 Desember 2006. Cape Town South Africa. Medical Tribune. February. pp 6. Scalbert, A., Johnson, I.T., Saltmarsh, M., 2005. Polyphenols: antioxidants and beyond. American Journal of Clinical Nutrition 81: 215S–217S. Solopos, 2 April 2011. Boyolali Kembangkan Beras Wulung. Sompong,R, Siebenhandl-Ehn,S, G.Linsberger-Martin, E. Berghofer, (2011). Physicochemical and Antioxidative properties of Red and Black Rice Varieties from Thailand, China and Sri Lanka. Food Chemistry 124: 132–140 Suyono, S., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi 4, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, hal. 1874-1878. Swasti, Yuliana Reni dan Mary Astuti, 2007. Aktivitas Antioksidan Antosianin Beras Hitam Dalam Low-Density Lipoprotein (LDL) Plasma Darah Manusia Secara In Vitro. Thesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tri Dewanti W Mubandrio, 2009. Beras Hitam. http://terminalcurhat.blogspot.com/2009/10/beras-hitamberas-yang-menyehatkan.html Wild, S.; Roglic, G.; Green, A; Sicree, R.; King, H., 2004. Global prevalence of diabetes: Estimates for the year 2000 and projection for 2030. Diabetes Care 27: 1047-1053.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
17
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pengaruh Fortifikasi Tepung Kara Pedang (Canavalia Ensiformis L. Dc.) terhadap Tepung Terigu pada Karakteristik Mie Kering Achmad Ridwan Ariyantoro Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen. S. Humardani No.1, Sukoharjo, (HP:085647030988); e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh fortifikasi tepung kara pedang terhadap tepung terigu pada karakteristik mie kering. Perlakuan pada penelitian ini adalah variasi penggunaan tepung kara pedang (0%, 5%, 10% dan 15%) dari tepung tepung terigu 100%. Analisis kimia meliputi kadar air, abu dan protein serta uji sensoris (warna, rasa, aroma, elastisitas dan keseluruhan) mie kering. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan selanjutnya data dianalisis secara statistik dengan Anova dan DMRT.Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi penambahan tepung kara pedang yang digunakan, maka semakin tinggi kadar protein dan kadar abu mie kering, serta semakin menurunk n penilaian penelis terhadap warna, rasa, aroma, elastisitas dan keseluruhan mie kering. Kata-kata kunci: tepung kara pedang, mie kering PENDAHULUAN Saat ini, mie telah digunakan sebagai salah satu pangan pengganti nasi. Hal ini tentu sangat menguntungkan ditinjau dari sudut pandang penganekaragaman konsumsi pangan agar masyarakat kita tidak terlalu bergantung kepada beras sebagai makanan pokok. Mie mempunyai banyak keunggulan dan disukai banyak masyarakat Indonesia dalam hal tekstur, rasa, kenampakan, dan kepraktisan penggunaannya (Astawan, 1999). Tetapi bahan baku mie berasal dari tepung terigu yang merupakan bahan impor dari luar negeri. Berdasarkan data BPS (2007), pada tahun 2003 impor terigu mencapai 343.144,9 ton sedangkan tahun 2006 mencapai 536.961,6 ton meningkat 19%. Harga tepung terigu dari Rp 3.613 per kg pada November 2007 naik menjadi Rp 6.134 per kg pada Desember 2007 (Departemen Perdagangan, 2008) dan pada Januari 2008 mencapai Rp 13.000 sampai Rp 13.400 per kg. Hal ini sangat merugikan masyarakat banyak, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mencari bahan pengganti tepung terigu tersebut. Kara pedang mengandung protein yang sangat tinggi sehingga dapat meningkatkan kandungan protein produk mie kering. Menurut Kay (1979) dan Salunke dan Kadam (1989), kandungan gizi terutama kandungan protein yang terdapat dalam kara pedang yaitu sebesar 23,8% - 27,6%. Di samping itu, kara pedang merupakan salah satu jenis koro-koroan yang termasuk keluarga Leguminoceae dan merupakan jenis tanaman lokal (Widianarko, et al, 2003). Berdasarkan Kanetro dan Hastuti (2006), semua jenis kacang-kacangan mempunyai potensi yang sama penyedia protein nabati yang relatif murah dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat di negara berkembang. Berdasar uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan tepung kara pedang untuk fortifikasi tepung terigu dalam pembuatan mie kering. METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta dan Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
18
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2008 sampai Agustus 2008. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kara pedang (Canavalia ensiformis L. DC) dibeli dari Pasar Legi, Solo, tepung terigu jenis hard (cap Cakra Kembar) dengan kadar protein 13-14%, air aquades (H2O), garam (NaCl), soda abu atau natrium karbonat (Na2CO3) dan kalium karbonat (K2CO3) 1:1 teknis. Sedangkan untuk bahan analisa proteinnya berupa pro analat meliputi asam sulfat pekat (H2SO4), air raksa oksida (HgO), larutan natrium hidroksida (NaOH)-natrium tiosulfat (Na2S2O3), kalium sulfat (K2SO4), larutan asam borat jenuh (Na2B4O7 10H2O) dan larutan asam klorida (HCl) 0,02 N. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencetak mie, baskom plastik, kompor gas, wajan, bin dryer, cabinet dryer, blender dan peralatan untuk uji sensoris. Peralatan untuk analisa kadar air meliputi oven, cawan, desikator, penjepit cawan, timbangan digital. Peralatan untuk analisa kadar abu meliputi cawan pengabuan, tanur pengabuan dan penjepit cawan. Peralatan untuk analisa kadar protein meliputi pemanas kjeldahl, labu kjeldahl berukuran 30 ml/50 ml, alat distilasi lengkap dengan erlenmeyer berpenampung berukuran 125 ml, dan buret 25 ml/50 ml. Perancangan penelitian dan analisis data 1. Perancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan percobaan rancangan acak lengkap T0K0 = 100 % tepung terigu : 0 % tepung kara pedang T0K1 = 100 % tepung terigu : 5 % tepung kara pedang T0K2 = 100 % tepung terigu : 10 % tepung kara pedang T0K3 = 100 % tepung terigu : 15 % tepung kara pedang Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. 2. Analisis mie kering Sedangkan untuk uji produk mie kering yang dihasilkan meliputi: a. Analisa sifat kimia Analisa sifat kimia dilakukan terhadap mie kering yang dihasilkan, yang meliputi kandungan air, abu dan protein. Penentuan kandungan air menggunakan metode oven (Apriyantono et al, 1989). Kandungan abu ditentukan dengan metode penetapan total abu (Apriyantono et al, 1989). Kandungan protein ditentukan dengan metode kjeldahlmikro (Apriyantono et al, 1989). b. Uji sensoris Guna mengetahui tingkat penerimaan konsumen dilakukan uji kesukaan untuk parameter warna, rasa, aroma, elastisitas, dan keseluruhan dengan menggunakan 30 panelis tak terlatih (Kartika, et al, 1988). 3. Analisis data Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis data dilakukan dengan mengaplikasikan software Excel dan SPSS 13.0. Tata laksana penelitian 1. Pembuatan tepung kara pedang Tahapan pembuatan tepung kara pedang tamak dalam Gambar 1 (Modifikasi dari Widowati, et al., 1999).
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
19
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai Persiapan bahan: kara pedang Disortasi Direndam + 6 jam Direbus + 30 menit pada suhu 80-90oC Pengupasan kulit Penjemuran sinar matahari (+ 7 jam) Pengeringan dengan bin dryer selama 3-4 jam Digiling dengan blender Diayak 80 mesh Selesai
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung kara pedang 2. Pembuatan mie kering dengan beragam konsentrasi. Pembuatan mie kering menggunakan metode Antarlina (1997) yang dimodifikasi, adalah seperti yang terlihat dalam Gambar 2.
20
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai Persiapan bahan: tepung kara pedang, tepung terigu, air aquades, soda abu Pencampuran bahan menjadi adonan Pengulenan adonan Pembentukan adonan menjadi lembaran Pembentukan mie Pengukusan selama 10 menit, 100 0C (menjadi mie basah) Pengeringan selama 2 jam, 60 0C Selesai
Gambar 2. Diagram alir pembuatan mie kering HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimia mie kering 1. Kadar air mie kering Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 2002). Kandungan air pada produk mie kering sangat mempengaruhi waktu umur simpan mie kering. Semakin tinggi kandungan air maka semakin pendek umur simpan mie kering. Oleh karena itu mengetahui kandungan air mie kering merupakan hal yang penting. Hasil analisis kadar air mie kering disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa kadar air mie kering yang diperoleh berkisar 10% basis basah (bb). Hal ini sudah sesuai dengan SNI tahun 1992 yaitu kadar air yang dipersyaratkan untuk produk mie kering yaitu maksimal 10% bb. Tabel 1. Kadar air mie kering (% bk) berbagai kombinasi perlakuan Sampel Kadar air (% bk) T0K0 10,101 ab T0K1 10,412 abcd T0K2 10,199 abc T0K3 10,086 a Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
21
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
Hasil analisis kadar air menunjukkan nilai kadar air mie kering berkisar antara 1011% basis kering (bk). Kadar air mie kering T0K0 (10,101%) tidak berbeda nyata dengan kadar air mie kering T0K1, T0K2 dan T0K3 (10,412%, 10,199% dan 10,086%). Kadar abu mie kering Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri bahan organik dan air. Sisanya terdiri unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2002). Oleh karena itu perlu dilakukan uji kadar abu untuk mengetahui kadar abu mie kering yang dibuat. Untuk hasil analisis kadar abu mie kering disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis kadar abu tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar abu yang diperoleh kombinasi perlakuan yang telah dilakukan berkisar 1% bb. Hasil ini sudah sesuai dengan SNI tahun 1992 mie kering yang ada yaitu kadar abu yang dipersyaratkan dalam produk mie kering adalah maksimal 3% bb. Kadar abu mie kering T0K0 (1,335%) menunjukkan berbeda nyata dengan mie kering T0K2 dan T0K3 (1,556% dan 1,564%). Namun tidak berbeda nyata dengan mie kering T0K1 (1,430%). Kara pedang menurut Kay (1979) dan Salunkhe & Kadam (1989) mengandung mineral 2,27-4,2%, sehingga jika kara pedang tersebut ditambahkan dengan konsentrasi bertingkat maka akan meningkatkan nilai kadar abu mie kering. Kara pedang menurut Vadivel dan Janardhanan (2001) mengandung mineral 3-5,8% bk, sehingga jika kara pedang tersebut ditambahkan dengan konsentrasi bertingkat maka akan meningkatkan nilai kadar abu mie kering. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan Widyasrini (2008), bahwa semakin tinggi kara glinding yang digunakan dalam pembuatan mie basah, maka semakin meningkat pula kadar abu mie basah. Tabel 2. Kadar abu mie kering (% bk) berbagai kombinasi perlakuan Sampel Kadar abu (% bk) T0K0 1,335 ab T0K1 1,430 bc T0K2 1,556 cde T0K3 1,564 cde Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
3. Kadar protein mie kering Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 2002). Oleh karena fungsinya yang amat penting bagi tubuh, maka perlu dilakukan uji protein yang terdapat dalam mie kering yang dibuat. Hasil analisis kadar protein disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis kadar protein tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar protein mie kering yang diuji berkisar antara 1417%. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan SNI yang ada yaitu untuk kadar protein mie kering minimal 8% bb. Kadar protein mie kering T0K3 (17,518%) menunjukkan berbeda nyata dengan mie kering T0K0 (14,926%), namun jika dibandingkan dengan mie kering T0K1 dan T0K2 (16,222% dan 16,222%) menunjukkan tidak berbeda nyata. Menurut Kay (1979) dan Salunkhe & Kadam (1989), kara pedang mengandung protein sebesar 23,8%-27,6% sehingga penambahan tepung kara pedang yang semakin meningkat mengakibatkan peningkatan kadar protein mie kering. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan Widyasrini
22
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(2008), bahwa semakin tinggi kara glinding yang digunakan dalam pembuatan mie basah, maka semakin meningkat pula kadar protein mie basah. Tabel 3. Kadar protein mie kering (% bk) berbagai kombinasi perlakuan Sampel Kadar protein (% bk) T0K0 14,926 a T0K1 16,222 ab T0K2 16,222 ab T0K3 17,518 bcd Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Uji sensoris mie kering Uji sensoris mie kering ini dilakukan dengan uji kesukaan dengan panelis tidak terlatih berjumlah 30 orang. Uji kesukaan dilakukan dengan cara panelis tersebut menilai 5 atribut mutu mie kering. Atribut mutu yang dinilai oleh panelis tersebut yaitu : warna, rasa, aroma, elastisitas dan kesuluruhan. Karena jumlah sampel yang dinilai berjumlah 16 sampel, maka uji kesukaan dibagi dalam 2 sesi pengujian. Sesi pertama, panelis menguji 8 sampel dan sesi kedua panelis menguji 8 sampel sisanya. Dalam uji kesukaan ini, sampel mie kering diuji oleh panelis dengan cara mie kering direbus dalam air hangat selama 10 menit. Panelis diminta menilai atribut mutu mie kering dengan 5 skor nilai, yaitu tidak suka (1), kurang suka (2), suka (3), lebih suka (4) dan sangat suka (5). Selanjutnya hasil uji kesukaan tersebut dianalisis secara statistik. 1. Warna mie kering Secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 2002). Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum sinar, begitu juga sifat kilap bahan dipengaruhi oleh sinar terutama sinar pantul. Warna bukan merupakan suatu zat/benda melainkan suatu sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera mata/retina mata (Kartika et al, 1988). Dari hasil uji sensoris terhadap atribut warna mie kering, secara umum panelis memberikan nilai kurang suka hingga suka pada mie kering sampel yaitu dengan rata-rata penilaian 2,27-3,23 (Tabel 4). Untuk mie kering kontrol (T0K0) panelis memberikan penilaian suka yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 3,23. Tabel 4. Hasil uji kesukaan atribut warna mie kering berbagai kombinasi perlakuan Sampel Atribut warna T0K0 3,23 e T0K1 2,60 bcd T0K2 2,27 a T0K3 2,33 ab Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Keterangan atribut mutu : 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; 5 = sangat suka
Nilai warna sampel mie kering kontrol (T0K0) berbeda nyata dengan nilai warna sampel mie kering T0K1, T0K2 dan T0K3. Hal ini dikarenakan warna tepung kara pedang yang cenderung putih kecoklatan tersebut akan menimbulkan warna mie kering menjadi kuning pucat. Penambahan tepung kara pedang secara bertingkat tersebut akan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
23
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
mengakibatkan warna mie kering semakin kuning pucat. Warna kuning pucat tersebut menurunkan penilaian panelis terhadap warna mie kering. Rasa mie kering Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan gabungan berbagai macam rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh. Kecuali itu rasa suatu bahan pangan yang merupakan hasil kerjasama indera-indera yang lain. Indera penglihatan, pembauan, pendengar dan perabaan ikut berperan dalam pengamatan rasa bahan pangan (Kartika et al, 1988). Dari hasil uji sensoris terhadap atribut rasa mie kering, secara umum panelis memberikan nilai kurang suka pada mie kering sampel yaitu dengan rata-rata penilaian 2,40-3,20 (Tabel 5). Untuk mie kering kontrol (T0K0) panelis memberikan penilaian suka yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 3,20. Nilai rasa sampel mie kering kontrol (T0K0) berbeda nyata dengan nilai rasa sampel mie kering T0K1, T0K2 dan T0K3. Hal ini dikarenakan penambahan tepung kara pedang secara bertingkat mengakibatkan mie kering yang dihasilkan memiliki rasa yang kurang disukai oleh panelis. Rasa yang kurang disukai oleh panelis tersebut dikarenakan rasa khas kacang-kacangan yang terdapat pada tepung kara pedang. Tabel 5. Hasil uji kesukaan atribut rasa mie kering berbagai kombinasi perlakuan Sampel Atribut rasa T0K0 3,20 f T0K1 2,67 abcde T0K2 2,53 abcd T0K3 2,40 ab Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Keterangan atribut mutu : 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; 5 = sangat suka
3.
24
Aroma mie kering Dalam industri pangan, pengujian aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap) (De mann, 1989). Bau-bauan (aroma) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera pembau. Untuk dapat menghasilkan bau, zat-zat bau harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit dapat larut dalam lemak. Di dalam industri pangan pengujian terhadap bau dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut (Kartika et al, 1988). Dari hasil uji sensoris terhadap atribut aroma mie kering, secara umum panelis memberikan nilai kurang suka pada mie kering sampel yaitu dengan rata-rata penilaian 2,57-3,03 (Tabel 6). Untuk mie kering kontrol (T0K0) panelis memberikan penilaian suka yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 3,03. Nilai aroma sampel mie kering kontrol (T0K0) berbeda nyata dengan nilai aroma sampel mie kering T0K2 dan T0K3, namun tidak berbeda nyata dengan sampel mie kering T0K1. Hal ini dikarenakan dengan penambahan tepung kara pedang sebanyak 5% tesebut (T0K1) belum menimbulkan bau langu pada mie kering sehingga penilaian panelis terhadap aroma tidak berbeda nyata dibanding dengan sampel mie kering kontrol (T0K0). Tetapi berbeda halnya jika tepung kara pedang yang ditambahkan lebih dari 5% (T0K2 dan T0K3), maka membuat mie kering yang dihasilkan agak berbau langu, dikarenakan beany flavour yang ada pada kara pedang tersebut. Dengan bau langu tersebut menimbulkan penurunan panelis terhadap aroma mie kering dan berbeda nyata dengan sampel mie kering kontrol (T0K0). Lipoksigenase (linoleat : oksidoreduktase) banyak dijumpai pada tanaman kacangkacangan. Enzim ini mengatalisa reaksi pembentukan hidroperoksida dari asam linoleat
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
atau asam lemak poliunsaturasi lain yang memiliki sistem ikatan rangkap cis-cis-1,4pentadiena dengan adanya oksigen. Asam lemak utama pada kacang-kacangan adalah asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat, sehingga memudahkan terjadinya oksidasi asam lemak tersebut bila kacang tersebut terkena aksi. Produk oksidasi awal dari aktivitas lipoksigenase dapat mengalami degradasi menjadi senyawa dengan atom C-6 dan C-9 melalui isomerasi dan atau lyases hidroperoksida. Senyawa-senyawa yang bersifat volatil tersebut adalah aldehid, keton, dan alkohol. Beberapa senyawa tersebut menyebabkan timbulnya flavor yang tidak diinginkan/off flavor atau lebih dikenal dengan beany flavor atau langu (Liu, 1999 cit Kanetro dan Hastuti, 2006). Tabel 6. Hasil uji kesukaan atribut aroma mie kering berbagai kombinasi perlakuan Sampel Atribut aroma T0K0 3,03 e T0K1 2,90 de T0K2 2,67 abcd T0K3 2,57 abc Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Keterangan atribut mutu : 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; 5 = sangat suka
4.
Elastisitas mie kering Pada saat dilakukan pengujian inderawi, sifat-sifat seperti keras atau lemahnya bahan pada saat digigit, pemecahan dalam fragmen-fragmen, hubungan antar serat-serat yang ada, dan sensasi lain misalnya rasa berminyak, rasa berair, rasa mengandung cairan dan lain-lain kemungkinan akan timbul. Dapat juga pengamatan dengan jari akan menimbulkan kesan apakah sesuatu bahan mudah pecah ataupun remuk (Kartika et al, 1988). Dari hasil uji sensoris terhadap atribut elastisitas mie kering, secara umum panelis memberikan nilai kurang suka pada mie kering sampel yaitu dengan rata-rata penilaian 2,50-3,07 (Tabel 7). Tabel 7. Hasil uji kesukaan atribut elastisitas mie kering berbagai kombinasi perlakuan Sampel Atribut elastisitas T0K0 3,07 c T0K1 2,90 bc T0K2 2,50 a T0K3 2,50 a Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Keterangan atribut mutu : 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; 5 = sangat suka
Untuk mie kering kontrol (T0K0) panelis memberikan penilaan suka yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 3,07. Nilai elastisitas sampel mie kering kontrol (T0K0) berbeda nyata dengan nilai elastisitas sampel mie kering T0K2 dan T0K3, namun tidak berbeda nyata dengan sampel mie kering T0K1. Hal ini dikarenakan dengan penambahan tepung kara pedang sebanyak 5% tesebut (T0K1) belum mengurangi elastisitas mie kering sehingga penilaian panelis terhadap elastisitas tidak berbeda nyata dibanding dengan sampel mie kering kontrol (T0K0). Tetapi berbeda halnya jika tepung kara pedang yang ditambahkan lebih dari 5% (T0K2 dan T0K3), maka membuat mie kering yang dihasilkan mudah putus atau kurang elastis. Hal ini dikarenakan tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air (Astawan, 1999). Sifat elastis
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
25
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
5.
gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Jika penggunaan terigu tersebut dikurangi dan diganti dengan penambahan tepung kara pedang maka mengakibatkan mie yang dihasilkan mudah putus dan menurunkan penilaian panelis terhadap elastisitas. Karena tepung kara pedang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk gluten seperti halnya tepung terigu, sehingga menyebabkan mie yang dihasilkan mudah putus. Keseluruhan mie kering Nilai keseluruhan mie kering yang diberikan oleh panelis menentukan persentase penggunaan tepung terigu, ubi jalar kukus dan tepung kara pedang yang akan digunakan untuk membuat mie kering yang masih dapat diterima oleh konsumen. Nilai keseluruhan dari sampel mie kering kontrol (T0K0) berbeda nyata dengan nilai keseluruhan sampel mie kering T0K2 dan T0K3, namun tidak berbeda nyata dengan sampel mie kering T0K1 (Tabel 8). Hal ini dikarenakan, sampel mie kering T0K2 dan T0K3 tersebut dari 4 penilaian atribut mutu sebelumnya (warna, rasa, aroma dan elastisitas) menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan sampel mie kering kontrol (T0K0). Ini membuktikan bahwa faktor atribut mutu yang mempengaruhi panelis dalam menilai keseluruhan sampel mie kering T0K2 dan T0K3 dibandingkan sampel mie kering kontrol (T0K0) adalah atribut mutu warna, rasa, aroma, dan elastisitas. Sedangkan, nilai keseluruhan sampel mie kering kontrol (T0K0) tidak berbeda nyata dengan sampel mie kering T0K1 dikarenakan sampel mie kering T0K1 tersebut dari 2 penilaian atibut mutu sebelumnya (aroma dan elastisitas) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan sampel mie kering kontrol (T0K0). Ini membuktikan bahwa faktor atribut mutu yang mempengaruhi panelis dalam menilai keseluruhan sampel mie kering T0K1 dibandingkan sampel mie kering kontrol (T0K0) adalah atribut mutu aroma dan elastisitas. Tabel 8. Hasil uji kesukaan mie kering dari beberapa kombinasi perlakuan Atribut mutu Warna Rasa Aroma Elastisitas Keseluruhan T0K0 3,23 e 3,20 f 3,03 e 3,07 c 3,00 d T0K1 2,60 bcd 2,67 abcde 2,90 de 2,90 bc 2,80 cd T0K2 2,27 a 2,53 abcd 2,67 abcd 2,50 a 2,43 ab T0K3 2,33 ab 2,40 ab 2,57 abc 2,50 a 2,50 abc Huruf yang sama di belakang angka menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Keterangan atribut mutu : 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = lebih suka; 5 = sangat suka Sampel
SIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah semakin tinggi penambahan tepung kara pedang yang digunakan, maka semakin tinggi pula kadar protein dan kadar abu mie kering, serta semakin menurunkan penilaian penelis terhadap warna, rasa, aroma, elastisitas dan keseluruhan mie kering.
DAFTAR PUSTAKA Antarlina, S.S. dan J. Susilo, 1997. Substitusi Tepung Ubi jalar Pada Pembuatan Mie Basah. Dalam Prosiding Seminar Tek. Pangan Hal. 333-343. PATPI. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto, 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Astawan, M., 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. BPS, 2007. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Departemen Perdagangan, 2008. dalam Kompas 3 Januari 2008.
26
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Kanetro, B. dan S. Hastuti, 2006. Ragam Produk Olahan Kacang-kacangan. CV. Debut Wahana Sinergi, Yogyakarta. Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Kay, D.E, 1979. Food Legumes and Tropical Products Institute. London. Dalam Menuai Polong Sebuah Pengalaman Advokasi keragaman Hayati. PT. Grasindo. Jakarta. Salunkhe, D.K., dan S.S. Kadam, 1985. Handbook of World Food Legumes : Nutritional Chemistry, Processing Technology, and utilization. Volume II. CRC Press Inc. Florida dalam Menuai Polong Sebuah Pengalaman Advokasi keragaman Hayati. PT. Grasindo. Jakarta. Widianarko, B., R. Pratiwi, Soedarini, R. Dewi, S. Wahyuningsih dan N. Sulistyani, 2003. Menuai Polong Sebuah Pengalaman Advokasi keragaman Hayati. PT. Grasindo. Jakarta. Widowati, S., B.A.S. Santosa, L. Hartoto, E. Yustiareni, 1999. Kajian Penggunaan Tepung Garut Utuk Sbstitusi Terigu Yang Difortifikasi Dengan Kedelai Dalam Pembuatan Mie Kering. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Pangan. 12-17 Oktober 1999 di Jakarta. Widyasrini, Ari, 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Koro Glinding (Phaseolus lunatus) Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Mi Basah Dengan Bahan Baku Tepung Terigu Yang Disubstitusi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas). Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta Winarno, F.G, 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
27
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Karakterisasi Edible Film Komposit dari Glukomanan Umbi Iles-Iles (Amorphopallus muelleri Blume) dan Maizena Siswanti1, R. Baskoro Katri Anandito2, Godras Jati Manuhara2 1
Staff Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo; 2Staff Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta ABSTRAK: Penggunaan kombinasi glukomanan dan tepung maizena diduga mampu menghasilkan edible film yang kuat namun tetap elastis serta memiliki permeabilitas terhadap H2O yang rendah. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Pertama mengetahui pengaruh glukomanan hasil ekstraksi terhadap sifat fisik (ketebalan dan kelarutan), mekanik (pemanjangan dan kekuatan regang putus), serta penghambatan edible film komposit glukomanan-maizena terhadap laju transmisi uap air. Kedua, mengetahui kemampuan edible film dalam menghambat susut berat serta pencoklatan pada buah apel dengan cara coating. Penelitian ini terdiri dari lima tahap utama, yaitu: pembuatan tepung iles-iles, ekstraksi glukomanan, pembuatan edible film, karakterisasi edible film, dan aplikasi edible film. Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan pembuatan edible film untuk setiap perlakuan konsentrasi glukomanan serta dua kali ulangan pengujian karakteristik edible film untuk setiap ulangan pembuatan film. Data yang didapat dianalisa varian, jika terdapat perbedaaan maka dilanjutkan dengan analisa Duncan Multiple Range Test pada tingkat signifikansi 0,05. Peningkatan konsentrasi glukomanan cenderung meningkatkan ketebalan, kelarutan, kekuatan regang putus, maupun pemanjangan edible film, namun menurunkan laju transmisi uap airnya. Laju transmisi uap air terendah yaitu edible film dengan penambahan glukomanan sebesar 15%. Pada cara coating, hasil terbaik diperoleh pada film komposit glukomanan-maizena 15%, karena memiliki susut berat terkecil yaitu 0,0597 g/jam dan kecerahan warna buah apel yang masih tidak beda nyata sampai hari ke-3 pengamatan. Kata-kata kunci: iles-iles (Amorphopallus muelleri Blume), glukomanan, edible film, maizena PENDAHULUAN Beberapa jenis talas-talasan (Araceae) mempunyai potensi yang sangat besar apabila diproses melalui teknologi tepat guna. Salah satu jenis talas-talasan yang mempunyai banyak keunggulan adalah iles-iles. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume sin. A. blumei (Scott.) Engler sin. A. oncophyllus Prain) termasuk famili Araceae, merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan juga mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan (Jansen et al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004). Glukomanan dapat digunakan selain untuk makanan, juga untuk berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan (Lahiya, 1993 dalam Sumarwoto, 2004). Iles-iles (A. muelleri) memiliki kandungan glukomanan yang tinggi yaitu sebesar 67% (Aryadi dan Rumawas, 2006). Glukomanan merupakan suatu bahan pengemulsi (emulgator) pada industri makanan, kertas, dan kosmetika, karena bahan ini di dalam cairan akan membentuk gel yang mempunyai viskositas cukup tinggi (Meir, 1967; Ohtsuki, 1968; Tipson, 1975; dalam Chairu dan Sofnie, 2006). Glukomanan mempunyai sifat-sifat antara selulosa dengan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan dapat membentuk struktur serat-serat halus. Selain itu, glukomanan juga dapat membentuk gel yang bersifat elastis. Keadaan ini mengakibatkan glukomanan mempunyai manfaat yang lebih luas daripada selulosa dan galaktomanan, salah satunya yaitu dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi edible film.
28
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan (coating), atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti air, oksigen, dan lemak, atau berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan. Dalam berbagai kasus edible film dengan sifat mekanik yang baik dapat menggantikan pengemas sintetik (Krochta dan de Mulder Johnston, 1997). Pada umumnya, film yang terbuat dari pati mudah sekali rusak (Barus, 2002). Penggunaan glukomanan dari iles-iles yang dikombinasikan dengan tepung maizena untuk membuat edible film diharapkan akan menghasilkan edible film yang kuat namun tetap ulet atau elastis, serta mempunyai sifat penghambat yang bagus terhadap uap air. Maizena merupakan tepung yang diperoleh dari jagung. Zein dalam maizena mempunyai komposisi asam amino penyusun yang sebagian besar berupa asam amino non polar seperti leusin, prolin, dan alanin (Shewry dan Miflin, 1985 dalam Krochta et al., 1994), kandungan inilah yang diharapkan mampu menurunkan laju transmisi uap air edible film yang dihasilkan. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, yaitu potensi sumber daya alam Indonesia yang cukup besar dalam menghasilkan umbi iles-iles, potensi glukomanan dari umbi iles-iles dan maizena dari jagung untuk pembuatan edible film, serta manfaat yang diperoleh dari penggunaan edible film, maka penelitian tentang pembuatan edible film dari tepung komposit glukomanan umbi iles-iles (Amorphopallus muelleri Blume) dan tepung maizena perlu dilakukan. Selain itu, dalam penelitian ini, selain sifat fisik (kelarutan dan ketebalan film) dan mekanik (pemanjangan film (elongasi), kekuatan regang putus (tensile strength)), besarnya efektivitas penghambatan edible film dari tepung komposit glukomanan umbi iles-iles (Amorphopallus muelleri Blume) dan tepung maizena terhadap transfer uap air dan susut berat, serta pencoklatan buah apel yang dikemas juga perlu diteliti. METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada bulan Januari sampai Juli 2008. Bahan dan alat Bahan utama dalam penelitian ini adalah iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) dan glukomanan hasil isolasi. Bahan untuk mengekstraksi glukomanan adalah etanol 95% dan aquades. Bahan untuk analisis proximat adalah: petroleum eter, H2SO4 pekat, HCL 0,02 N, asam borat 4%, dan aquades. Pembuatan edible film menggunakan bahan-bahan antara lain: glukomanan hasil ekstraksi, maizena, aquades, dan gliserol. Bahan yang digunakan untuk karakterisasi dan aplikasi edible film adalah aquades, larutan garam 40%, apel segar, dan silica gel. Alat yang digunakan antara lain: blender, oven, waterbath, kain saring, beaker glass, ayakan 80 mesh, eksikator, muffle, kompor listrik. plat plastik, hot plate, magnetig stirer, pengaduk, micrometer Mitutoyo (ketelitian 0,001), Lloyd‟s Universal Testing Instrument 50 Hz model 1000 s, stoples plastik dan cawan WVTR, dan timbangan analitik. Rancangan penelitian Penelitian ini terdiri dari lima tahap utama, yaitu: pembuatan tepung umbi iles-iles dan ekstraksi glukomanan mengacu pada metode (Aminah, 1992); pembuatan edible film yang mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Manuhara (2003) yang dimodifikasi dengan metode pembuatan gel glukomanan yang disarankan oleh Aminah (1992) (Gambar 1); karakterisasi edible film (ketebalan, kelarutan, elongasi, kekuatan regang putus, laju transmisi uap air (WVTR) (Gontard, et. al., 1993)); dan aplikasi edible film (coating pada potongan buah apel, mengacu pada metode yang digunakan Mg Hugh dan Sanesi (2000) dalam Payung Layuk (2001)).
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
29
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Persiapan bahan: maizena 5,2 gr
Persiapan bahan: Glukomanan (0%; 5%; 10%; 15% b/b maizena)
Pengadukan dalam aquades (150 ml)
Pelarutan
Persiapan bahan: Ca(OH)2 sebesar 0,2% (b/b glukomanan) + 150 ml aquadest
Gliserol 0,5% (b/b maizena)
Pengadukan Pencampuran Pemanasan (100°C, 30 menit)
Pencetakan Pengeringan (600C, 8 jam)
Gambar 1. Diagram alir pembuatan edible film komposit glukomanan-maizena Pengamatan parameter Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan pembuatan edible film serta dua kali ulangan pengujian karakteristik edible film. Data yang didapat akan dianalisa varian, jika terdapat perbedaaan maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan analisa Duncan Multiple Range Test pada tingkat signifikansi 0,05 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi edible film komposit glukomanan - maizena Edible film komposit glukomanan-maizena yang dihasilkan dan hasil karakterisasinya, dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 1.
0%
5%
10%
15%
Gambar 2. Edible film komposit glukomanan – maizena
30
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Karakteristik edible film komposit glukomanan – maizena Konsentrasi glukomanan (%) 0 5 10 15
Ketebalan (mm)
Kelarutan (%)
0,1613 a 0,1604 a 0,1807 b 0,1828 b
40,57 a 45,70 b 49,80 b 50,58 b
Kekuatan regang putus (MPa) 1,25 a 1,41 a 1,42 a 1,49 a
Elongasi (%) 15,56 a 16,48 a 29,07 b 30,56 c
Laju transmisi uap air (g/jam.m2) 15,60 c 14,54 b 14,72 bc 13,09 a
Sumber: hasil penelitian Komposisi edible film: maizena 5,2 gram, gliserol 0,5% (b/b maizena), glukomanan 0%; 5%; 10%; 15% (b/b maizena), Ca(OH)2 (0,2% b/b glukomanan). Analisa statistik dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test pada tingkat signifikansi 0,05. Angka yang diikuti dengan huruf/notasi yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata.
1.
Pengaruh konsentrasi glukomanan terhadap ketebalan edible film Ketebalan merupakan parameter penting yang berpengaruh terhadap penggunaan film dalam pembentukan produk yang akan dikemasnya. Ketebalan film akan mempengaruhi permeabilitas gas. Semakin tebal edible film maka permeabilitas gas akan semakin kecil dan melindungi produk yang dikemas dengan lebih baik. Ketebalan juga dapat mempengaruhi sifat mekanik film yang lain, seperti tensille strength dan elongasi. Namun dalam penggunaannya, ketebalan edible film harus disesuaikan dengan produk yang dikemasnya (Kusumasmarawati, 2007). Hasil penelitian menunjukkan, peningkatan konsentrasi glukomanan cenderung meningkatkan ketebalan edible film yang dihasilkan. Konsentrasi glukomanan 15% memberikan nilai ketebalan tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi glukomanan 10%. Semakin meningkat konsentrasi bahan yang digunakan akan menyebabkan peningkatan ketebalan film. Barus (2002) menyebutkan peningkatan ketebalan terjadi disebabkan karena perbedaan konsentrasi bahan pembuat film, sedangkan volume larutan film yang dituangkan masing-masing plat sama. Hal ini mengakibatkan total padatan di dalam film setelah dilakukan pengeringan meningkat dan polimer-polimer yang menyusun matriks film juga semakin banyak. 2. Pengaruh konsentrasi glukomanan terhadap kelarutan edible film Kelarutan film merupakan faktor yang penting dalam menentukan biodegradibilitas film ketika digunakan sebagai pengemas. Ada film yang dikehendaki tingkat kelarutannya tinggi atau sebaliknya tergantung jenis produk yang dikemas (Nurjannah, 2004). Kelarutan tertinggi dari keempat edible film yang dihasilkan adalah pada edible film dengan penambahan glukomanan sebesar 15%, namun tidak berbeda nyata dengan penambahan glukomanan 10% dan 5%. Penambahan glukomanan secara nyata mampu meningkatkan kelarutan film. Hal ini terlihat dari edible film kontrol (tanpa penambahan glukomanan) yang memiliki kelarutan terendah, dan berbeda nyata dengan ketiga film komposit glukomanan yang lain. Peningkatan jumlah komponen yang bersifat hidrofilik, yaitu glukomanan dalam edible film, diduga yang menyebabkan peningkatan persentase kelarutan film. 3. Pengaruh konsentrasi glukomanan terhadap kekuatan regang putus edible film Peningkatan konsentrasi glukomanan, cenderung meningkatkan kekuatan regang putus (tensile strength) edible film yang dihasilkan. Namun berdasarkan hasil uji statistik, tidak terdapat perbedaan kekuatan regang putus yang signifikan antar keempat jenis edible film. Hal ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi glukomanan yang ditambahkan (5; 10; 15%) tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan regang putus edible film komposit glukomanan-maizena yang dihasilkan. Manuhara (2003) menyebutkan, biasanya sifat mekanik film tergantung pada kekuatan bahan yang digunakan dalam pembuatan film, untuk membentuk ikatan molekuler dalam jumlah yang banyak dan atau kuat. Menurut Wu & Bates (1973) dalam
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
31
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Suryaningrum dkk. (2005) edible film dengan kekuatan tarik tinggi akan mampu melindungi produk yang dikemasnya dari ganggunan mekanis dengan baik, sedangkan kekuatan tarik film dipengaruhi oleh formulasi bahan yang digunakan. 4. Pengaruh konsentrasi glukomanan terhadap elongasi edible film Berdasarkan hasil uji statistik, penggunaan konsentrasi glukomanan sebesar 5% tidak berbeda nyata dengan film kontrol, namun berbeda nyata pada film dengan penambahan glukomanan 10% dan 15%. Penambahan konsentrasi glukomanan 15% memberikan elongasi terbesar dibandingkan ketiga edible film yang lain. Nilai elongasi edible film komposit maizena glukomanan berkisar antara 15,56% 30,56%. Apabila dibandingkan dengan edible film yang dibuat dari komposit protein biji kecipir dan tapioka yang memiliki elongasi 1,68%-3,48% (Poeloengasih, 2001) serta edible film dari ekstrak daun janggelan yang memiliki elongasi 0,14%-0,27% (Murdianto dkk., 2005), edible film komposit maizena glukomanan memiliki nilai elongasi yang jauh lebih besar. 5. Pengaruh konsentrasi glukomanan terhadap laju transmisi uap air edible film Kemampuan edible film dalam menahan migrasi uap air dari buah merupakan sifat yang penting untuk diketahui, karen menurut Gontard et.al. (1993), salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap. Krochta et. al. (1994) juga menyebutkan, pada umumnya kehilangan air pada produk buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan penyebab utama kerusakan selama penyimpanan. Kehilangan air tersebut dapat menyebabkan buah-buahan dan sayuran mengalami susut berat dan tampak layu atau berkerut sehingga kurang diminati oleh konsumen. Peningkatan konsentrasi glukomanan cenderung menurunkan laju transmisi uap air edible film. Hal ini diduga karena meningkatnya molekul dalam larutan akan menyebabkan matrik film semakin banyak, sehingga film yang kuat, dengan struktur jaringan film yang semakin kompak dan kokoh, sehingga meningkatnya kekuatan film untuk menahan uap air. Selain itu, penggunaan maizena sebagai bahan pembuat edible film diduga mampu menurunkan laju transmisi uap air dari film yang dihasilkan. Hal ini diindikasikan dari laju transmisi uap air edible film komposit glukomanan-maizena yang lebih rendah daripada edible film komposit glukomanan-tapioka yang pernah diteliti Manuhara, dkk (2008). Laju transmisi uap air edible film komposit glukomanan-tapioka berkisar antara 19,43 - 21,64 g/jam.m2. Aplikasi edible film komposit glukomanan - maizena pada buah apel dengan metode coating 1. Pengukuran susut berat buah apel Pada pengukuran susut berat buah apel dengan metode coating, jenis perlakuan yang dibandingkan adalah, potongan apel tanpa coating, coating dengan film maizena tanpa glukomanan, dan film terpilih hasil penelitian yaitu film komposit glukomananmaizena dengan konsentrasi glukomanan 15%. Hasil pengamatan terhadap susut berat potongan buah apel disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa susut berat terbesar terjadi pada potongan buah apel tanpa coating. Sedangkan susut berat terendah diperoleh pada potongan buah apel yang di-coating dengan film komposit glukomanan - maizena 15%. Penggunaan glukomanan sebagai bahan dalam pembuatan edible film, ternyata mampu menahan susut berat buah apel lebih besar dibandingkan dengan buah apel yang di-coating dengan film maizena saja, maupun apel yang tidak di-coating.
32
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Susut Berat (g/jam)
0,068
0,0671 b
0,066
0,0638 ab
0,064 0,062
0,0597 a
0,06 0,058 0,056 Kontrol
Maizena
Komposit
Ket: Kontrol adalah perlakuan potongan buah apel tanpa di-coating. Komposisi film maizena : maizena 5,2 gram, gliserol 0,5% (b/b maizena). Komposisi film komposit: maizena 5,2 gram, gliserol 0,5% (b/b maizena), glukomanan 15% (b/b maizena), Ca(OH) 2 (0,2% b/b glukomanan). Analisa statistik dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test pada tingkat signifikansi 0,05. Angka yang diikuti dengan huruf /notasi yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata.
Gambar 3. Susut berat buah apel dengan metode coating Bertambahnya susut berat buah disebabkan karena terjadinya transpirasi pada buah apel yaitu kehilangan air dari dalam buah melalui pori-pori. Dengan adanya glukomanan sebagai bahan film untuk coating buah apel, peristiwa transpirasi buah apel ini dapat dikurangi. Penggunaan glukomanan dalam jumlah yang lebih besar menyebabkan kemampuan mengikat air yang lebih baik, matrik gel yang dihasilkan lebih banyak, sehingga struktur jaringan film yang dihasilkan semakin kompak dan kokoh. Hal inilah yang kemudian meningkatkan kekuatan film untuk menahan uap air, sehingga dapat menghambat terjadinya susut berat pada buah 2. Pengamatan warna buah apel Daya tarik buah dapat dipengaruhi oleh warna buah itu sendiri. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada buah apel yang telah dikelupas dan memperpanjang kesegaran apel adalah dengan cara coating. Perubahan warna yang terjadi pada potongan buah apel yang dicoating seperti terlihat pada Gambar 4. Sedangkan hasil analisis warna potongan buah apel dengan chromameter ditunjukkan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 terlihat bahwa semakin lama buah apel disimpan, warnanya semakin menurun. Nilai L semakin menurun yang menandakan tingkat kecerahan mulai menurun. Jenis edible film yang digunakan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap warna buah apel. Hasil uji dengan chromameter menunjukkan bahwa pada hari ke-0 potongan buah apel yang mempunyai tingkat kecerahan tertinggi adalah pada potongan buah apel kontrol (tanpa coating), selanjutnya pada film maizena, dan kecerahan terendah adalah pada film komposit glukomanan-maizena. Dari hal ini dapat diketahui bahwa glukomanan sebagai bahan edible film pada aplikasi buah dengan cara coating memberikan tingkat kecerahan yang lebih rendah dibandingkan dengan film dari maizena maupun apel yang tidak di coating. Hal ini disebabkan karena glukomanan sendiri memiki tingkat kecerahan warna yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung maizena. Manuhara, dkk. (2008) menyebutkan bahwa tepung iles-iles yang dibuat dari pengeringan umbi yang sebelumnya telah direndam dengan larutan natrium metabisulfit 1000 ppm selama 5 menit, hanya memiliki tingkat kecerahan (L) sebesar 58,29 sehingga glukomanan yang diisolasi dari tepung tersebut diduga juga memiliki tingkat kecerahan yang hampir sama. Glukomanan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
33
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
inilah yang kemudian yang diduga menyebabkan kecerahan warna apel yang di-coating dengan edible film komposit glukomanan-maizena pada hari ke-0 lebih rendah.
H0
H1
H2
H3
K Keterangan: H0 : Penyimpanan hari ke-0 H1 : Penyimpanan hari ke-1 H2 : Penyimpanan hari ke-2 H3 : Penyimpanan hari ke-3
M K M G
: : :
G kontrol (tanpa coating) film maizena 1 formula film komposit glukomanan-maizena
Gambar 4. Perubahan warna pada coating buah apel
63 62
Intensitas Warna (L)
61 60 59
61,9 a 61,21 a 60,45 a 59,51 b 58,6 b
58,66 ab 58,6 ab
58 57
56,12 c
57,53 b 57,37 b 56,92 b
55,99 b
56
Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
55 54 53 Kontrol
Maizena
Komposit
Ket: Kontrol adalah perlakuan potongan buah apel tanpa di-coating. Komposisi film maizena: maizena 5,2 gram, gliserol 0,5% (b/b maizena). Komposisi film komposit : maizena 5,2 gram, gliserol 0,5% (b/b maizena), glukomanan 15% (b/b maizena), Ca(OH) 2 (0,2% b/b glukomanan). Analisa statistik dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test pada tingkat signifikansi 0,05. Angka yang diikuti dengan huruf/notasi yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata.
Gambar 5. Grafik perubahan warna pada coating buah apel
34
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Dari Gambar 5, dapat diketahui bahwa potongan buah apel tanpa coating dan buah apel yang di-coating dengan film maizena, menunjukkan kecerahan warna yang tidak beda nyata sampai hari ke-2 pengamatan, selanjutnya terjadi penurunan kecerahan warna secara nyata. Potongan buah apel yang di-coating dengan film komposit glukomanan-maizena, menunjukkan beda nyata mulai hari pertama, dan selanjutnya tidak terjadi perubahan warna yang nyata sampai hari ke-3. Hasil terbaik diperoleh pada potongan buah apel yang di-coating film komposit glukomanan-maizena. Coating buah apel dengan film komposit glukomanan-maizena ini memiliki susut berat terkecil dengan kecerahan warna yang masih tidak beda nyata sampai hari ke-3. Diduga adanya glukomanan, film mampu mereduksi terjadinya oksidasi yang menyebabkan pencoklatan pada buah apel lebih besar dibandingkan film dengan maizena saja. KESIMPULAN
1.
2.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: Peningkatan konsentrasi glukomanan cenderung meningkatkan ketebalan, kelarutan, kekuatan regang putus, maupun elongasi edible film, namun menurunkan laju transmisi uap airnya. Laju transmisi uap air terendah dihasilkan pada edible film komposit glukomananmaizena dengan konsentrasi glukomanan sebesar 15%, yaitu sebesar 13,087 g/jam.m2. Edible film komposit glukomanan-maizena konsentrasi 15% mampu menurunkan susut berat potongan buah apel selama penyimpanan sebesar 0,0885 g/jam. Pada cara coating, hasil terbaik diperoleh pada film komposit glukomanan-maizena konsentrasi 15%, karena memiliki susut berat terkecil yaitu 0,0654 g/jam dan kecerahan warna buah apel yang masih tidak beda nyata sampai hari ke- 3 pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA Aminah, S., 1992. Kajian Pembentukan Gel Glukomanan dari Umbi Iles-Iles (Amorphopallus oncophylus Pr.) Hasil Pengendapan Glukomanan Dengan Menggunakan Alkohol. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta Aryadi, B. dan Rumawas, F., 2006. Percobaan Stek Daun pada Beberapa Jenis Amorphophallus. Departemen Budidaya Tanaman IPB, Bogor. dalam http://bilygila.tripod.com/id7.html (diunduh Selasa, 26 Februari 2007. Jam 09.10 WIB) Barus, S.P., 2002. Karakteristik Film Pati Biji Nangka (Artocarpus integra Meur) dengan Penambahan CMC. Skripsi. Biologi. Univ. Atma Jaya. Yogyakarta Chairu dan Sofnie M Chairu, 2006. Isolasi Glukomanan dari Dua Jenis Araceae: Talas {Colacasia esculenta (L.)} dan Iles-Iles (Amorphophallus campanulatus Blumei). J. Berita Biologi. 8 (3) :171-178 Gontard, N., Guilbert., S., dan Cuq, J.L., 1993. Water and Glyserol as Plasticizer Afect Mechanical and Water Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film. J. Food Science. 58(1): 206 - 211. Jansen, P.C.M., C. Van der Wilk, & W.L.A. Hetterscheid. Amorphophallus Blume ex Decaisne. In M. Flach and F. Rumawas (Eds), 1996. PROSEA : Plant Resources of South-East Asia No 9. Plant yielding non-seed carbohydrates. Backhuys Publishers, Leiden.p 4550 Krochta,J.M., Baldwin, E.A., dan Nisperos-Carriedo M.O., 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomis Publishing.Co.Inc. Lancester. Bosel. Krochta & De Mulder Johnston, 1997. Edible and Biodegradable Polymers Film: Changes & Opportunities. Food Technology 51
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
35
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Kusumasmarawati, A.D., 2007. Pembuatan Pati Garut Butirat dan Aplikasinya dalam Pembuatan Edible Film. Tesis. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta Manuhara, G.J., 2003. Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma sp. untuk Pembuatan Edible film. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta Manuhara, G.J., Bambang, S. A., dan Setyaningrum Ariviani, 2008. Ekstraksi dan Karakterisasi Glukomanan Dari Umbi Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume) Untuk Pembuatan Biodegradable Film. Laporan Kegiatan Program Penelitian Pemula . Propinsi Jawa Tengah Murdianto,W., D.W Marseno., dan Haryadi, 2005. Sifat Fisik dan Mekanik Edible Film dari Ekstrak Daun Janggelan (Mesona palustris BI). Jurnal Agrosains 18 (3): 353-362 Nurjannah, W., 2004. Isolasi dan Karakterisasi Alginat dari Rumput Laut Sargassum sp. untuk Pembuatan Biodegradable Film Komposit Alginat Tapioka. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta Payung Layuk, 2001 Karakterisasi Edible Film Komposit Pektin Daging Buah Pala dan Tapioka. Tesis. Program Pasca Sarjana, UGM. Yogyakarta. Poeloengasih, C.D., 2002. Karakterisasi Edible Film Komposit Protein Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L., DC) dan Tapioka. Tesis. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta Shewry, P.R. and B.J. Miflin, 1985. Seed Storage Proteins of Economically Important Cereals in Advances in Cereal Science and Technology, Vol 7, Y. Pomeranz, ed. St. Paul, MN : American Association of Cereal Chemists. Inc., pp 1-83. Sumarwoto, 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulnil terhadap Pertumbuhan IlesIles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi. J. Ilmu Pertanian. 11(2): 45-53 Suryaningrum Dwi TH, Jamal Basmal, dan Nurochmawati, 2005. Studi Pembuatan Edible Film dari Karaginan. J. Penelitian Perikanan Indonesia. 11(4): 1-13
36
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Analisis Usaha Tani Padi Organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Catur Rini Sulistyaningsih Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Sukoharjo – 57521, Hp. 081329383787 Korespondensi e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi dan risiko usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Penentuan daerah sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan cara sensus. Responden adalah semua petani yang mengusahakan padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Adapun jumlah responden sebanyak 32 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya total rata-rata usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar Rp 6.581.406,25. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 17.690.240,63 sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh petani padi organik adalah sebesar Rp 11.108.834,38. Sedangkan profitabilitas usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 168,79%, yang berarti usaha tani padi organik menguntungkan. Usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu yaitu sebesar 2,69. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani pada awal kegiatan usaha tani akan mendapatkan penerimaan 2,69 kali dari biaya yang dikeluarkan pada akhir kegiatan usaha tani tersebut. Usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo memiliki nilai koefisien variasi (CV) lebih dari 0,5 yaitu sebesar 0,68 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar – Rp 3.946.388,86 sehingga usaha tani padi organik berisiko tinggi dengan kemungkinan kerugian sebesar Rp 3.946.388,86. Kata-kata kunci : padi organik, keuntungan, efisiensi, risiko PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dan menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional sangat penting karena sebagian besar anggota masyarakat di negara agraris seperti Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Sektor pertanian sampai saat ini masih memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini terbukti karena selain mampu menyediakan lapangan pekerjaan, sektor pertanian juga merupakan penyumbang devisa melalui ekspor dan yang paling utama adalah mampu menyediakan kebutuhan pangan dalam negeri. Dari berbagai jenis bahan pangan yang dikonsumsi, padi memiliki urutan yang pertama. Dapat dikatakan bahwa hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan padi sebagai bahan pangan utamanya (Bahrin dan Hardjono, 1998). Di Indonesia, produksi padi menyumbang sekitar 30% dari produksi total sektor pertanian. Selain itu sektor padi menguasai 69% luas areal panen (Dumairy, 1997). Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa Indonesia adalah negara agraris di mana perekonomiannya masih ditopang oleh sektor pertanian terutama sektor padi. Meningkatnya kebutuhan pangan mendorong insan pertanian untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan mengembangkan keanekaragaman bahan pangan. Revolusi hijau merupakan salah satu alternatif yang berhasil dikembangkan sebagai salah satu upaya
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
37
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
peningkatan produktivitas tanaman. Namun manusia menjadi tidak menyadari bahwa penggunaan pupuk dan pestisida kimia kurang bijaksana dan akibat eksploitasi tersebut alam kemudian kehilangan keseimbangan yang akhirnya berdampak negatif bagi manusia (Andoko, 2002). Belajar dari dampak negatif penggunaan pupuk dan pestisida kimia, manusia berusaha mencari teknik bertanam secara aman, baik untuk lingkungan maupun manusia. Inilah yang melahirkan pertanian organik. Pertanian organik adalah usaha budidaya pertanian yang hanya menggunakan bahan-bahan alami, baik yang diberikan melalui tanah maupun yang langsung kepada tanaman budidaya. Ciri utama pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang alami diikuti penggunaan pupuk dan pestisida organik ditinjau dari segi kesehatan, produk organik aman dikonsumsi manusia karena bebas dari residu zat berbahaya (Andoko, 2002). Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi dalam pengembangan padi dan menjadi pemasok padi di Propinsi Jawa Tengah (BPS, 2010). Hal ini didukung dengan iklim yang sesuai untuk pengembangan padi dan luasnya areal lahan pertanian, terutama lahan sawah, serta tersedianya air bagi perkembangan tanaman padi. Dengan semakin maraknya pertanian organik, Kabupaten Sukoharjo sudah mulai menerapkannya pada beberapa komoditi pertanian, termasuk padi sebagai komoditi penghasil beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Harga jual beras organik lebih tinggi daripada beras non organik. Produktivitas padi yang dibudidayakan secara organik juga lebih tinggi dibandingkan padi yang dibudidayakan secara non organik. Dengan tingginya produktivitas dan harga jual tersebut diharapkan penerimaan dan keuntungan usaha tani juga akan meningkat sehingga akan turut meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian terkait analisis usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi, dan risiko usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. METODE PENELITIAN Metode dasar penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Menurut Surakhmad (1994), metode ini mempunyai ciri-ciri bahwa penelitian didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual yang ada pada masa sekarang. Data-data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis. Metode pengambilan sampel daerah dan petani Penentuan daerah sampel dilakukan dengan purposive (sengaja), yaitu di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Pemilihan sampel petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo dilakukan secara sensus, maksudnya adalah semua populasi petani padi organik dijadikan sebagai sampel (Singarimbun dan Efendi, 1995). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012 dengan jumlah responden sebanyak 32 petani padi organik. Jenis dan sumber data 1. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang sudah dipersiapkan. 2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo, kantor kecamatan dan kantor kalurahan, serta instansi-instansi lain yang terkait dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data 1. Observasi, adalah pengumpulan data melalui pengamatan langsung pada obyek penelitian.
38
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2. Wawancara, untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan. 3. Pencatatan, untuk mengumpulkan data primer dan sekunder dengan cara mencatat. Metode analisis data 1. Biaya, Penerimaan, Keuntungan, dan Profitabilitas dari Usaha tani Padi Organik a. Biaya TC = TFC + TVC dengan : TC = biaya total usaha tani padi organik (Rupiah) TFC = total biaya tetap usaha tani padi organik (Rupiah) TVC = total biaya variabel usaha tani padi organik (Rupiah) b. Penerimaan TR = Q x P dengan : TR = penerimaan total usaha tani padi organik (Rupiah) Q = jumlah produksi padi organik (Kg) P = harga jual padi organik (Rupiah/Kg) c. Keuntungan π = TR – TC dengan : π = keuntungan usaha tani padi organik (Rupiah) TR = penerimaan total usaha tani padi organik (Rupiah) TC = biaya total usaha tani padi organik (Rupiah) d. Profitabilitas Profitabilitas =
x 100 % TC
π = keuntungan usaha tani padi organik (Rupiah) TC = biaya total usaha tani padi organik (Rupiah). Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah sebagai berikut : Profitabilitas > 0, berarti usaha tani padi organik menguntungkan Profitabilitas = 0, berarti usaha tani padi organik mengalami BEP (impas) Profitabilitas < 0, berarti usaha tani padi organik tidak menguntungkan. 2. Efisiensi Usaha dengan :
Efisiensi =
R C
dengan :
R = penerimaan usaha tani padi organik (Rupiah) C = biaya total usaha tani padi organik (Rupiah) > 1 berarti usaha usaha tani padi organik sudah efisien, = 1 berarti usaha tani padi organik belum efisien < 1 berarti usaha tani padi organik tidak efisien.
Kriteria
R/C R/C R/C 3. Risiko Usaha a. Koefisien variasi CV =
V E
dengan :
CV = koefisien variasi usaha tani padi organik V = simpangan baku usaha tani padi organik (Rupiah) E = keuntungan rata-rata usaha tani padi organik (Rupiah) b. Keuntungan rata-rata usaha tani n
E =
i 1
Ei
n
dengan :
E = keuntungan rata-rata usaha tani padi organik (Rupiah) Ei = keuntungan usaha tani padi organik yang diterima petani (Rupiah)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
39
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
n = jumlah sampel petani padi organik (orang) c. Simpangan baku dengan menggunakan metode analisis ragam n
( E1
V=
V
2
dan V2 =
E)
2
i 1
(n
1)
V2 = ragam n = jumlah sampel petani padi organik (orang) E = keuntungan rata-rata usaha tani padi organik (Rupiah) Ei = keuntungan usaha tani padi organik yang diterima petani (Rupiah) d. Batas bawah keuntungan L = E – 2V dengan : L = batas bawah keuntungan usaha tani padi organik (Rupiah) E = keuntungan rata-rata usaha tani padi organik (Rupiah) V = simpangan baku usaha tani padi organik (Rupiah) dengan :
Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko usaha tani padi organik yang harus ditanggung petani semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 dan L ≥ 0 menyatakan bahwa usaha tani padi organik mempunyai resiko rendah dan petani padi organik akan selalu terhindar dari kerugian. Apabila nilai CV > 0,5 dan L < 0 berarti usaha tani padi organik mempunyai resiko tinggi dan ada peluang kerugian yang akan diderita oleh petani padi organik. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden usaha tani padi organik Karakteristik responden merupakan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar belakang petani sampel yang berkaitan sekaligus berpengaruh terhadap kegiatannya dalam berusaha tani padi organik. Responden pada penelitian ini adalah petani padi organik yang pada masa penelitian masih aktif dalam usaha tani padi organik dan berdomisili di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Tabel 1. Karakteristik responden usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No. Uraian Rata-rata per petani 1. Jumlah petani responden (orang) 32 2. Rata-rata umur petani (th) 52,58 3. Rata-rata pendidikan petani (th) 9,97 4. Rata-rata luas lahan sawah yang digarap (m2) 6.453,13 5. Rata-rata pengalaman dalam usaha tani padi organik 7,32 (th) Sumber : analisis data primer Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa umur rata-rata petani padi organik adalah 52,58 tahun yang berarti termasuk dalam usia produktif. Pada usia produktif tersebut, produktivitas kerja petani padi organik masih cukup tinggi sehingga lebih potensial dalam menjalankan usahanya. Sebagian besar petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo pernah mengenyam pendidikan secara formal, yaitu rata-rata 9,97 tahun. Hal itu menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden mengenyam pendidikan sampai pada tingkat SLTP/SMP. Meskipun pendidikan formal tidak menjadi syarat yang diperlukan dalam usaha tani padi organik, namun hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir petani padi organik dalam setiap pengambilan keputusan usaha tani mereka. Usaha tani padi organik telah
40
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
berlangsung cukup lama, hal ini terbukti dengan lamanya pengalaman usaha yang dimiliki oleh para petani yaitu rata-rata berkisar 7,32 tahun. Semakin lama waktu mengusahakan, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh para petani dan banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh para petani akan berguna untuk mengatasi berbagai kendala usaha yang mereka hadapi. Tabel 2. Status usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No. 1. 2.
Status usaha Utama Sampingan Jumlah
Jumlah (responden) 26 6 32
Persentase (%) 81,25 18,75 100,00
Sumber: analisis data primer Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar 26 responden (81,25%) menjadikan usaha tani padi organik ini sebagai usaha utama karena mampu memberikan penghasilan yang cukup untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari dan bisa dipakai sebagai modal untuk melaksanakan usaha tani padi organik selanjutnya sehingga bisa tetap menjaga keberlangsungan usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Selain itu juga terdapat 6 responden (18,75%) yang menjalankan usaha tani padi organik hanya sebagai usaha sampingan saja. Adapun usaha lainnya antara lain perangkat desa, bengkel, penebas, ricemill. Mereka menjadikan usaha tani padi organik sebagai usaha sampingan dengan harapan dapat memperoleh tambahan penghasilan. Penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja Penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja usaha tani padi organik tertera pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Rata-rata penggunaan sarana produksi usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2.
Uraian Benih (kg) Pupuk a. Petroganik (kg) b. Kandang (kg) c. Bhokasi (kg) d. POC (lt) e. Urea (kg) f. Phonska (kg) 3. Pestisida a. Herbisida (cc) b. Nabati (lt) c. Hayati (lt) d. Bevveria B. (lt) e. PGPR (lt) f. Coryne bacterium (lt) g. Ursaplus (lt) 4. Lain-lain a. Vitamin tanaman (lt) b. Score (cc) c. Heksa (lt) d. MOL (lt) Sumber : analisis data primer
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Rata-rata Per Petani 27,97 15,63 887,50 625,00 3,13 74,22 142,97 6,25 0,03 0,03 1,53 0,41 1,44 0,19 1,28 15,63 0,02 0,19
41
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo menggunakan benih 27,97 kg. Benih yang digunakan oleh para petani diperoleh dengan cara membeli benih di toko saprodi yang terdekat dengan domisili petani. Namun ada sebagian kecil benih yang diperoleh dari budidaya sendiri dengan menyisakan hasil panen sebelumnya. Petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo sebagian besar menggunakan varietas padi IR-64, Situ Bagendit, Pepe, Ciherang, Inpari 13, dan Pandan Wangi. Adapun rata-rata penggunaan pupuk organik pada usaha tani padi organik yaitu pupuk kandang sebesar 887,50 kg, pupuk petroganik sebesar 15,63 kg, pupuk bhokasi sebesar 625,00 kg, dan pupuk organik cair sebesar 3,13 liter. Penggunaan pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas padi organik yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Hama yang sering menyerang tanaman padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah hama sundep dan keong mas. Untuk mengatasi serangan hama tersebut petani menggunakan pestisida organik. Rata-rata penggunaan pestisida organik oleh petani yaitu Bevveria bassiana sebesar 1,53 liter, Coryne bacterium sebesar 1,44 liter, pestisida hayati sebesar 0,03 liter, pestisida nabati sebesar 0,03 liter, ursaplus 0,19 liter, dan herbisida 6,25 cc. Penggunaan pestisida oleh petani padi organik digunakan untuk membasmi hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi, serta membasmi gulma yang tumbuh di sekitar tanaman padi sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi organik. Petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo juga menggunakan sarana produksi lainnya, yaitu vitamin tanaman sebesar 1,28 liter, score sebesar 15,63 cc, heksa sebesar 0,02 liter, dan MOL sebesar 0,19 liter. Penggunaan sarana produksi ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan menjaga tanaman padi organik sehingga produksi padi organik dapat meningkat. Tabel 4. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Uraian
Pengolahan Tanah I Pengolahan Tanah II Persemaian Penanaman Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III Penyiangan I Penyiangan II Pengendalian Hama I Pengendalian Hama II Pengairan I Pengairan II Pengairan III Pengairan IV Pemanenan Pengangkutan Total Sumber : analisis data primer
TK Keluarga 2,06 0,03 1,41 0,75 1,78 0,56 0,44 2,28 0,47 0,59 0,59 0,00 0,00 0,00 0,00 0,06 0,22 11,24
Rata-rata TK Luar 3,94 4,00 1,78 10,28 1,97 0,66 0,59 4,94 1,59 0,69 0,66 0,00 0,00 0,00 0,00 17,50 2,50 51,10
Jumlah 6,00 4,03 3,19 11,03 3,75 1,22 1,03 7,22 2,06 1,28 1,28 0,00 0,00 0,00 0,00 17,56 2,72 62,34
Tenaga kerja usaha tani padi organik berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar. Total tenaga kerja keluarga yang digunakan dalam usaha tani padi organik sebanyak 11,24 dan tenaga kerja luar sebanyak 51,10, sehingga jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 62,34. Penggunaan tenaga kerja luar lebih besar daripada tenaga
42
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
kerja keluarga. Hal ini disebabkan tenaga kerja keluarga tidak mencukupi untuk penyelesaian kegiatan dalam berusaha tani padi organik karena di dalam satu keluarga petani, biasanya hanya dua anggota keluarga yang aktif dalam kegiatan usaha tani. Kegiatan usaha tani yang banyak menggunakan tenaga kerja adalah kegiatan penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Kegiatan penanaman membutuhkan tenaga kerja banyak agar kegiatan tersebut cepat selesai mengingat umur benih berpengaruh terhadap produktivitas padi. Jika terlalu muda akan rentan terhadap hama, sedangkan jika terlalu tua perakarannya sudah kuat. Untuk kegiatan penyiangan, kebutuhan tenaga kerja tergantung pada banyak atau sedikitnya gulma. Sedangkan penggunaan pupuk organik ini akan menambah kesuburan lahan yang juga turut mempercepat perkembangan gulma. Kegiatan pemanenan juga membutuhkan banyak tenaga kerja yang dilakukan oleh sekelompok petani pemanen yang telah melakukan kesepakatan dengan petani pemilik. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada kegiatan pemanenan paling banyak agar kegiatan panen segera selesai. Biaya usaha tani padi organik Biaya usaha tani padi organik tertera dalam Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata biaya sarana produksi usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No. 1. 2.
Uraian Benih Pupuk a. Petroganik b. Kandang c. Bhokasi d. POC e. Urea f. Phonska 3. Pestisida a. Herbisida b. Nabati c. Hayati d. Bevveria bassiana e. PGPR f. Coryne bacterium g. Ursaplus 4. Lain-lain a. Vitamin tanaman b. Score c. Heksa d. MOL Total Sumber: analisis data primer
Rata-rata biaya (Rp) 211.812,50 10.000,00 350.625,00 31,250,00 5.468,75 137.843,75 333.968,75 2.812,50 937,50 1.562,50 30,625,00 8.125,00 29.687,50 2.812,50 75.625,00 15.562,50 3.125,00 6.562,50 1.258.406,25
Benih yang digunakan dalam usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo diperoleh dengan cara membeli benih di toko saprodi yang terdekat dengan domisili petani. Namun ada sebagian benih yang diperoleh dari budidaya sendiri. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli benih adalah Rp 211.812,50. Usaha tani padi organik mengeluarkan biaya Rp 350.625,00 untuk pembelian pupuk kandang yang paling besar dibandingkan dengan pupuk lainnya. Hal ini disebabkan petani padi organik cenderung memperbanyak pupuk kandang karena petani menganggap semakin banyak pupuk kandang yang diberikan maka lahan menjadi semakin subur. Dalam pengggunaan pestisida organik, petani mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pestisida Bevveria bassiana dan Coryne bacterium dibandingkan dengan pestisida alami
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
43
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
lainnya, yaitu rata-rata Rp 30,625,00 untuk pestisida Bevveria bassiana dan rata-rata Rp 29.687,50 untuk pestisida Coryne bacterium. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo untuk membeli vitamin tanaman adalah sebesar Rp 75.625,00. Pemberian vitamin tanaman tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman padi sehingga meningkatkan produksi padi organik. Tabel 6. Rata-rata biaya tenaga kerja usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Uraian Pengolahan Tanah I Pengolahan Tanah II Persemaian Penanaman Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III Penyiangan I Penyiangan II Pengendalian Hama I Pengendalian Hama II Pengairan I Pengairan II Pengairan III Pengairan IV Pemanenan Pengangkutan Total Sumber : analisis data primer
Rata-rata biaya (Rp) 298.437,50 200.000,00 158.125,00 500.625,00 186.875,00 60.625,00 51.562,50 355.312,50 102.500,00 62.187,50 60.937,50 0,00 0,00 0,00 0,00 857,500,00 135.000,00 3.029.687,50
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa kegiatan usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo yang banyak mengeluarkan biaya tenaga kerja adalah kegiatan penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Rata-rata biaya tenaga kerja untuk kegiatan penanaman sebesar Rp 500.625,00. Kegiatan penanaman mengeluarkan banyak biaya karena membutuhkan banyak tenaga kerja agar kegiatan tersebut cepat selesai mengingat umur benih berpengaruh terhadap produktivitas padi. Untuk kegiatan penyiangan, rata-rata petani mengeluarkan biaya sebesar Rp 355.312,50. Kebutuhan tenaga kerja untuk penyiangan tergantung pada banyak atau sedikitnya gulma. Jika gulma semakin banyak, maka tenaga kerja juga semakin banyak pula sehingga biaya yang dikeluarkan juga semakin banyak. Pengeluaran biaya terbesar adalah untuk kegiatan pemanenan. Hal tersebut dikarenakan kegiatan pemanenan membutuhkan banyak tenaga kerja agar kegiatan panen cepat selesai. Tabel 7. Rata-rata biaya lain-lain usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian Pajak tanah Sewa tanah Iuran irigasi Selamatan Transportasi Total Sumber : analisis data primer
Rata-rata biaya (Rp) 103.937,50 1.929.687,50 40.937,50 0,00 218.750,00 2.293.312,50
Berdasarkan Tabel 7, biaya yang terbesar adalah biaya sewa tanah, yaitu rata-rata sebesar Rp 1.929.687,50. Besarnya pajak sewa tanah yang dikeluarkan oleh petani tergantung dari kesuburan lahan dan letak sawah dengan rumah pemilik lahan. Rata-rata biaya iuran irigasi
44
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp 40.937,50. Besarnya iuran irigasi juga tergantung dari kesepakatan antar petani dalam suatu daerah dan memperhitungkan luas lahan yang dimiliki oleh para petani. Petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tidak mengeluarkan biaya selamatan karena petani sudah berpikiran modern, dalam artian mereka percaya bahwa tinggi-rendahnya produksi padi organik yang dihasilkan tergantung dari usaha yang mereka lakukan sendiri. Tabel 8. Biaya total usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2. 3.
Uraian Sarana produksi Tenaga Kerja Lain-lain Total Sumber : analisis data primer
Biaya (Rp) 1.258.406,25 3.029.687,50 2.293.312,50 6.581.406,25
Usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo mengeluarkan biaya untuk pembelian sarana produksi, biaya tenaga kerja dan biaya lain-lain. Pengeluaran biaya terbesar yaitu untuk biaya tenaga kerja sebesar Rp 3.029.687,50. Dalam hal ini tenaga kerja memegang peranan penting dalam usaha tani padi organik, karena segala kegiatan usaha tani padi organik dilakukan oleh manusia. Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa biaya total adalah sebesar Rp 6.581.406,25. Besar-kecilnya biaya total tersebut nantinya akan mempengaruhi besarnya penerimaan dan keuntungan yang diterima oleh petani. Penerimaan usaha tani padi organik Penerimaan usaha tani padi organik tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata penerimaan usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No. 1. 2.
Uraian Produksi (kg) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp) Sumber : analisis data primer
Rata-rata 5.505,84 3.212,50 17.690.240,63
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa rata-rata produksi padi organik adalah 5.505,84 kg. Para petani biasanya menjual hasil panen yang masih dalam bentuk gabah kering ke tengkulak atau pedagang pengumpul harga rata-rata Rp 3.212,50 sehingga rata-rata penerimaan petani padi organik sebesar Rp 17.690.240,63. Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah produksi padi organik yang dihasilkan oleh petani, yaitu semakin banyak padi organik yang dihasilkan maka akan semakin besar pula penerimaan para petani. Keuntungan usaha tani padi organik Keuntungan usaha tani padi organik tertera dalam Tabel 10. Tabel 10. Keuntungan usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2.
Uraian Penerimaan Biaya total Keuntungan Sumber : analisis data primer
Rata-rata (Rp) 17.690.240,63 6.581.406,25 11.108.834,38
Tabel 10 menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata petani padi organik adalah sebesar Rp 17.690.240,63 dengan total biaya yang dikeluarkan rata-rata sebesar Rp 6.581.406,25
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
45
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
sehingga rata-rata keuntungan yang diperoleh petani padi organik adalah sebesar Rp 11.108.834,38. Keuntungan yang diterima oleh petani padi organik dipengaruhi oleh perbedaan jumlah padi yang diproduksi, harga jual, dan biaya yang dikeluarkan. Semakin banyak padi organik yang dihasilkan dengan biaya yang rendah dan semakin tinggi harga jual padi organik maka keuntungan yang diperoleh petani akan semakin besar. Profitabilitas usaha tani padi organik Profitabilitas usaha tani padi organik tertera pada Tabel 11. Tabel 11. Profitabilitas usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1 2
Uraian Keuntungan (Rp) Biaya total (Rp) Profitabilitas (%) Sumber : analisis data primer
Rata-rata 11.108.834,38 6.581.406,25 168,79%
Tabel 11 menunjukkan bahwa profitabilitas atau tingkat keuntungan dari usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabpaten Sukoharjo adalah sebesar 168,79%. Hal ini berarti setiap modal sebesar Rp 100,00 yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan Rp 168,79. Dengan demikian, usaha tani padi organik ini termasuk dalam kriteria menguntungkan karena memiliki nilai profitabilitas lebih dari nol. Efisiensi usaha tani padi organik Efisiensi usaha tani padi organik tertera dalam Tabel 12 Tabel 12. Efisiensi usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No 1. 2.
Uraian Penerimaan (Rp) Biaya total (Rp) Efisiensi usaha Sumber : analisis data primer
Rata-rata per petani 17.690.240,63 6.581.406,25 2,69
Tabel 12 menunjukkan bahwa efisiensi usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 2,69, berarti bahwa usaha tani padi organik yang telah dijalankan di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo sudah efisien yang ditunjukkan dengan nilai R/C rasio lebih dari satu. Nilai R/C rasio 2,69 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam suatu awal kegiatan usaha memberikan penerimaan sebesar 2,69 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Semakin besar R/C rasio maka akan semakin besar pula penerimaan yang akan diperoleh petani. Risiko usaha tani padi organik Risiko usaha tani padi organik tertera pada Tabel 13. Tabel 13. Risiko usaha dan batas bawah keuntungan usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo No Uraian 1 Keuntungan (Rp) 2 Simpangan baku (Rp) 3 Koefisien variasi 4 Batas bawah keuntungan (Rp) Sumber : analisis data primer
46
Rata-rata per petani 11.108.834,38 7.527.611,62 0,68 - 3.946.388,86
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 13 menunjukkan bahwa keuntungan rata-rata yang diterima petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar Rp 11.108.834,38. Menurut perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat diketahui besarnya simpangan baku usaha tani padi organik, yaitu sebesar Rp 7.527.611,62. Simpangan baku merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang diperoleh, sehingga dapat dikatakan bahwa fluktuasi keuntungan usaha tani padi organik berkisar Rp 7.527.611,62. Koefisien variasi dari usaha tani padi organik sebesar 0,68. Hal ini menujukkan bahwa usaha tani padi organik tersebut berisiko tinggi, karena nilai koefisien variasi yang diperoleh lebih besar dari standar koefisien variasi 0,5. Tingginya nilai koefisien variasi ini karena besarnya nilai keuntungan yang cukup fluktuatif sehingga hal ini mempengaruhi besarnya nilai simpangan baku atau besarnya risiko yang ditanggung oleh petani padi organik. Batas bawah keuntungan usaha tani ini sebesar - Rp 3.946.388,86. Angka ini menunjukkan bahwa petani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo harus berani menanggung kerugian sebesar Rp 3.946.388,86. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Biaya total rata-rata usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar Rp 6.581.406,25. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 17.690.240,63 sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh petani padi organik adalah sebesar Rp 11.108.834,38. Sedangkan profitabilitas usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 168,79%, yang berarti usaha tani padi organik menguntungkan. Apabila pada saat awal usaha tani para petani mengeluarkan modal sebesar Rp 100.000,00 maka petani akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 168.790,00. 2. Usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu yaitu sebesar 2,69. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani pada awal kegiatan usaha tani akan mendapatkan penerimaan 2,69 kali dari biaya yang dikeluarkan pada akhir kegiatan usaha tani tersebut. Apabila petani pada awal kegiatan usaha tani mengeluarkan biaya Rp 100.000,00 maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 269.000,00. 3. Usaha tani padi organik di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo memiliki nilai koefisien variasi (CV) lebih dari 0,5 yaitu sebesar 0,68 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar – Rp 3.946.388,86 sehingga usaha tani padi organik berisiko tinggi dengan kemungkinan kerugian sebesar Rp 3.946.388,86. PERSANTUNAN Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Veteran Bangun Nusantra Sukoharjo yang memberikan dana melalui APBU (Anggaran Pendapatan Belanja Universitas) untuk melaksanakan Penelitian Kompetitif Bidang Ilmu. DAFTAR PUSTAKA Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Bahrin Samad dan Harjono. 1998. Bercocok Tanam Padi. CV Yasaguna. Jakarta. BPS. 2010. Sukoharjo Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik. Sukoharjo. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
47
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Efektifitas Tepung Daun Sirsak (Annona Muricata) untuk Mengendalikan Kumbang Bubuk Kacang (Callosobruchus Analis F.) pada Biji Kacang Hijau (Vigna Radiata L.) Yos Wahyu Harinta, Nugraheni R, Catur Rini S, Sudarmi, dan Agung Setyorini Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl.Letjen Sujono Humardani No.1,Sukoharjo 57521. Tel. +62-0271-593156, fak +62-0271-591065 ABSTRAK: Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepung daun sirsak terhadap pengendalian hama Callosobruchus analis pada biji kacang hijau. Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen, yang terdiri dari dua tahap, tahap pertama adalah efektifitas tepung daun sirsak terhadap mortalitas kumbang C. analis dan peletakan telur dan tahap kedua adalah mengetahui pengaruh tepung daun sirsak terhadap perkembangan populasi kumbang C. analis. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL/CRD). Sebagai perlakuan adalah variasi dosis tepung daun sirsak terdiri dari (A) Tepung daun sirsak , dosis 3,00 gr/100 gr; (B) Tepung daun sirsak, dosis 2,00 gr/100 gr.; C) Tepung daun sirsak, dosis 1,00 gr/100 gr, dan D) Kontrol/Tanpa Perlakuan. Tiap perlakuan diulang lima kali. Cara kerja penelitian adalah perbanyakan Kumbang Bubuk C. analis, pembuatan tepung daun sirsak (Annona muricata) dan pengaruh perlakuan tepung daun sirsak terhadap mortalitas kumbang C. analis dan perkembangan kumbang C. analis, persentase kerusakan biji dan penyusutan bobot biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung daun sirsak berpengaruh terhadap mortalitas dan perkembangan C. analis pada biji kacang hijau; tepung daun sirsak dapat mengurangi terhadap kerusakan dan penyusutan bobot biji kacang hijau terhadap serangan C. analis. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: tepung daun sirsak mulai dosis 2,00 g/100 gr biji dapat berpengaruh terhadap peningkatan mortalitas dan penurunan perkembangan kumbang bubuk Callosobruchus analis F. pada biji kacang hijau serta dapat mengurangi kerusakan dan penyusutan bobot biji kacang hijau akibat serangan kumbang bubuk Callosobruchus analis F. di penyimpanan, belum didapat dosis tepung daun sirsak yang efektif untuk mengendalikan kumbang C. analis. Kata- kata kunci: tepung daun sirsak (Annona muricata); kumbang bubuk Callosobruchus analis F. PENDAHULUAN Berat serangan kumbang Callosobruchus analis F pada biji kacang-kacangan dapat menyebabkan penyusutan bobot biji yang disimpan mencapai 70 persen (Suyono, 1988). Untuk menekan kerugian pada biji kacang-kacangan yang disimpan akibat serangan kumbang C. analis maka diperlukan usaha pengendalian. Pada dasarnya terdapat beberapa cara pengendalian hama-hama di tempat penyimpanan yaitu : cara fisik, kimia , biologi dan mekanik. Cara pengendalian yang diharapkan adalah yang bersifat praktis, sederhana, ekonomis dan tidak berbahaya. Salah satu kemungkinan adalah dengan penggunaan bahan non toksik (seperti abu kayu dan abu sekam) dan pestisida nabati (seperti tepung daun nimbi, tepung cabai merah, tepung daun kluwih) dan penggunaan tepung daun sirsak (Annona muricata) untuk pengendalian hama gudang. Menurut Harinta (2004), penggunaan abu sekam dengan dosis 1 gr/100 gr biji kacang hijau, efektif mengendalikan kumbang bubuk kacang (C. chinensis L) pada biji kacang hijau di penyimpanan dan efektif mengendalikan kumbang bubuk kedelai (C. analis F.) pada biji kedelai di penyimpanan (Harinta, 2009), sedangkan mengunakan tepung daun kluwih (Artocarpus communis F.) dengan dosis 1 gr/100 gr biji kacang hijau, efektif mengendalikan
48
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
kumbang bubuk kacang (C. chinensis L.) (Harinta,1996), serta apabila menggunakan tepung cabai merah (Capsicum annum L.) dengan dosis 1gr/100 gr biji kedelai, efektif mengendalikan kumbang bubuk kedelai (C. analis F.) di penyimpanan (Harinta, 2003). Penggunaan ekstrak daun sirsak, menurut Soediro dkk. (Suranto A., 2011), ternyata mempunyai manfaat sebagai bahan insektisida, didapatkan dua senyawa aktif yaitu annonasinon dan annonasin. Kedua senyawa tersebut termasuk dalam golongan asetogenin monotetrahidrofuranoid. Senyawa aktif ini mampu mematikan larva nyamuk Culex pipiens dan hama kol Crocidolamia binotalis. Sementara terhadap hama bawang Spodoptera sp. dan penggerek buah tomat Heliothis sp. Daya racunnya menghambat laju makan serta memperlambat pembentukan pupa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sudah selayaknya sirsak (baik biji dan daunnya) yang pada awalnya merupakan limbah tidak berguna dapat dikembangkan dan diolah menjadi bioinsektisida yang ramah lingkungan serta mempunyai nilai ekonomi. Penelitian bertujuan mengetahui efektifitas tepung daun sirsak (Annona muricata) untuk mengendalikan kumbang bubuk Callosobruchus analis F. pada biji kacang hijau di tempat penyimpanan. METODE PENELITIAN Bagan alir penelitian Langkah langkah penelitian dapat dilihat dalam Gambar 1.
1. Perbanyakan kumbang bubuk C. analis 2. Pembuatan tepung daun sirsak (Annona muricata) 3. Stoples plastik diisi biji kacang hijau 100 gr + tepung daun sirsak (dosis tertentu) +10 pasang imago C. analis dibandingkan dengan kontrol, diulang 5 kali
4. Stoples plastik diisi biji kacang hijau 100 gr + tepung daun sirsak (dengan dosis tertentu) + 10 psang imago C. analis dibandingkan dengan kontrol, diulang 5 kali
Uji efektifitas tepung daun sirsak terhadap mortalitas C. analis dan peletakan telur
Pengaruh tepung daun sirsak terhadap perkembangan populasi kumbang C. analis
Gambar 1. Bagan alir penelitian Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah biji kacang hijau (Vigna radiata L.), tepung daun sirsak (semua daun sirsak) ukuran partikel lebih kecil atau sama dengan 60 mesh dan Serangga kumbang bubuk Callosobruchus analis F. Alat yang digunakan adalah: stoples plastik, hand counter, timbangan digital, saringan, tabung reaksi dan pinset.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
49
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Rancangan penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen, yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama efektifitas tepung daun sirsak terhadap mortalitas kumbang C. analis dan peletakan telur. Tahap kedua adalah pengaruh tepung daun sirsak terhadap perkembangan populasi kumbang C. analis. Penelitian menggunakan Rancangan Lengkap ( RAL/CRD ). Sebagai perlakuan adalah: (A) Tepung daun sirsak dosis 3,00 gr/100 gr biji kacang hijau; (B) Tepung daun sirsak dosis 2,00 gr/100 gr biji kacang hijau; (C) Tepung daun sirsak dosis 1,00 gr/100 gr biji kacang hijau (D) Kontrol/Tanpa Perlakuan. Tiap perlakuan diulang lima kali. Parameter yang diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini, yaitu: 1. Efektifitas tepung daun sirsak terhadap mortalitas kumbang C. analis dan peletakkan telur, yaitu: 1) Jumlah imago yang mati pada tiga dan lima hari setelah infestasi. dan 2) Jumlah telur yang diletakkan imago betina setelah lima hari dan 1 bulan infestasi. 2. Pengaruh tepung daun sirsak terhadap perkembangan populasi kumbang C. analis., yaitu: 1) Populasi generasi satu (F I) dan dua (F II) dan 2) Persentase kerusakan biji dan penyusutan bobot biji pada saat populasi telah mencapai generasi kedua. Cara kerja 1. Perbanyakan Kumbang Bubuk C. analis F. 2. Pembuatan tepung daun sirsak (Annona muricata) 3. Efektifitas tepung daun sirsak terhadap mortalitas kumbang C. analis dan peletakkan telur. 4. Pengaruh tepung daun sirsak terhadap perkembangan populasi kumbang C. analis Metode analisis Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam uji ―F‖ kemudian apabila berbeda nyata untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (HSD) pada taraf 5%, dengan SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas imago C. analis Berdasarkan hasil sidik ragam, mortalitas imago C.analis pada tiga dan lima hari setelah perlakuan, pada perlakuan tingkatan dosis tepung yang dicoba berbeda sangat nyata. Selanjutnya hasil analisis Uji Beda Nyata Jujur (HSD) pada taraf ketidakpercayaan lima persen, menunjukkan bahwa mortalitas imago C.analis pada perlakuan dosis tepung 2,00 gr per 100 gr biji kacang hijau berbeda nyata dengan dosis lainnya dan kontrol (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh tepung daun sirsak terhadap mortalitas imago C.analis pada 3 dan 5 hari setelah perlakuan Dosis tepung daun sirsak 0(Kontrol) 1,00 gr/100gr 2,00 gr/100gr 3,00 gr/100gr Mortalitas 3 hari 0,00 a 0,00 a 2,60 b 6,60 c Mortalitas 5 hari 2,60 a 3,80 a 5,80 b 8,80 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasar uji HSD Variabel
Berdasarkan hasil tersebut di atas, mortalitas pada perlakuan dosis tepung diduga karena tepung daun sirsak mengandung senyawa tertentu. Menurut Soediro (Suranto, 2011), daun sirsak ternyata mempunyai manfaat sebagai bahan insektisida. Dalam daun sirsak didapatkan dua senyawa aktif yaitu annonasinon dan annonasin. Kedua senyawa tersebut termasuk dalam golongan asetogenin monotetrahidrofuranoid.
50
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Imago C.analis yang diinfestasikan ke dalam campuran biji kacang hijau dengan tepung daun sirsak, akan masuk di sela-sela campuran tersebut. Selanjutnya imago C.analis akan bersinggungan dengan tepung daun sirsak. Singgungan ini diduga menyebabkan rasa pedih pada kutikula serangga tersebut. Mortalitas imago C. analis akibat perlakuan tepung daun sirsak diduga karena adanya kandungan asetogenins. Hal ini sesuai pendapat Kardiman A. (2005), yang menyatakan bahwa daun sirsak mengandung senyawa asetogenin, bagi serangga hama bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya, sehingga daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi hama seperti belalang dan hama-hama lainnya. Terjadi perbedaan mortalitas pada perlakuan dosis tepung yang dicoba mungkin disebabkan perbedaan dosis. Dengan meningkatnya dosis maka penetrasi tepung akan semakin meningkat, sehingga mortalitas akan semakin meningkat. Berdasar hasil tersebut di atas ternyata belum didapat dosis tepung yang efektif untuk mengendalikan imago C. analis, karena belum dapat menimbulkan mortalitas 80 persen. Hal ini sesuai pendapat Munford dan Norton (1984), menyatakan bahwa suatu insektisida dianggap efektif apabila dapat menekan populasi hama minimal 80 persen atau perkembangan populasi hama menjadi lebih sedikit yaitu tidak lebih dari 20 persen. Perkembangan imago C. analis 1. Jumlah telur yang diletakkan imago betina C. analis Berdasarkan hasil sidik ragam, jumlah telur yang diletakkan imago betina C.analis pada lima hari setelah perlakuan, menunjukkan bahwa semua perlakuan yang dicoba berbeda sangat nyata. Selanjutnya hasil analisis uji Beda Nyata Jujur (HSD) pada taraf ketidakpercayaan 5% menunjukkan bahwa jumlah telur yang diletakkan imago betina C. analis pada perlakuan dosis 1,00 gr per 100 gr berbeda nyata dengan dosis lain atau kontrol (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh tepung daun sirsak terhadap jumlah telur yang diletakkan imago betina C.analis pada 5 hari dan 1 bulan setelah perlakuan Variabel
0(Kontrol) Jumlah telur 5 hari 70,80 a Jumlah telur 1 bulan 203,60 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf pada taraf 5% berdasar uji HSD
2.
Dosis tepung daun sirsak 1,00 gr/100gr 2,00 gr/100gr 3,00 gr/100gr 54,00 bc 47,80 cd 36,40 d 148,20 b 134,20 b 103,80 d yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Dari rata-rata jumlah telur yang diletakkan dapat diketahui bahwa kontrol lebih tinggi dibanding pada perlakuan dengan dosis tepung daun sirsak. Hal ini diduga karena pemberian tepung daun sirsak dapat mengganggu peletakkan telur, karena tepung tersebut sudah tercampur dan mengotori permukaan biji kacang hijau, sehingga sukar bagi imago betina C. analis untuk menentukan tempat yang cocok untuk bertelur. Menurut Kardiman A.(1999), pestisida sirsak tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh mengurangi reproduksi, proses ganti kulit, hambatan menjadi serangga dewasa, sebagai pemandul, mengganggu dan menghambat proses perkawinan serangga, menghambat peletakan dan penurunan daya tetes telur . Selanjutnya dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan akan mengakibatkan menurunnya jumlah telur yang diletakkan. Hal ini disebabkan dengan semakin meningkatnya dosis akan mengakibatkan mortalitas yang semakin tinggi, sehingga jumlah telur yang diletakkan semakin berkurang. Jumlah telur yang menetas menjadi imago Berdasarkan hasil sidik ragam, semua perlakuan yang dicoba pengaruhnya terhadap jumlah telur yang menetas sehingga menjadi imago berbeda sangat nyata. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis uji Beda Nyata Jujur (HSD) pada taraf
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
51
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
ketidakpercayaan 5% menunjukkan bahwa jumlah telur yang menetas menjadi imago pada perlakuan dosis 1,00 gr per 100 gr berbeda nyata dengan dosis lain atau kontrol (Tabel 3 ). Tabel 3. Pengaruh tepung daun sirsak terhadap jumlah telur C. analis yang menetas menjadi imago F1 dan F2 (1 bulan dan 2 bulan) Dosis tepung daun sirsak 0(Kontrol) 1,00 gr/100gr 2,00 gr/100gr 3,00 gr/100gr Populasi F1 67,00 a 52,20 b 28,40 c 16,20 c Populasi F2 134,00 a 107,40 b 55,60 c 14,60 d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasar uji HSD Variabel
3.
Dari Tabel 3, diketahui bahwa rata-rata jumlah telur yang menetas menjadi imago, dapat diketahui pada kontrol lebih tinggi dari pada perlakuan tepung daun sirsak. Hal ini diduga karena karena perlakuan tepung dapat mengganggu perilaku dan proses pembuahan telur. Sifat gangguan tersebut semakin meningkat pada dosis semakin tinggi, sehingga persentase telur yang menetas menjadi imago semakin sedikit. Hal ini sesuai pendapat Kardiman A.(1999), bahwa pestisida sirsak tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh mengurangi reproduksi, proses ganti kulit, hambatan menjadi serangga dewasa, sebagai pemandul, mengganggu dan menghambat proses perkawinan serangga, menghambat peletakan dan penurunan daya tetes telur. Persentase kerusakan biji dan penyusutan bobot biji Berdasarkan hasil sidik ragam, persentase kerusakan biji dan penyusutan bobot biji, pada semua perlakuan yang dicoba berbeda nyata. Selanjutnya hasil analisis uji Beda Nyata Jujur (HSD) pada taraf ketidakpercayaan 5% menunjukkkan bahwa persentase kerusakan biji dan penyusutan bobot biji pada perlakuan dosis tepung 1,00 gr per 100 gr berbeda nyata dengan dosis lain atau kontrol (Tabel 4). Dari hasil tersebut didapat bahwa perlakuan dosis 3,00 gr per 100 gr menunjukkan hasil yang paling baik. Menurut Suyono dan Naito (1990), persentase kerusakan biji kacang hijau akibat serangan C. analis semakin rendah dengan semakin rendahnya tingkat populasi.
Tabel 4. Pengaruh tepung daun sirsak terhadap kerusakan biji dan penyusutan bobot biji Dosis tepung daun sirsak 0(Kontrol) 1,00 gr/100gr 2,00 gr/100gr 3,00 gr/100gr Kerusakan Biji 67,40 a 63,80 b 38,60 c 36,40 d Penyusutan Bobot biji 45,40 a 38,40 b 24,40 c 14,40 d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasar uji HSD Variabel
Rendahnya persentase kerusakan biji akan memperkecil penyusutan bobot biji. Hal ini disebabkan dengan sedikitnya biji yang rusak (pada jumlah biji per gr yang sama), susut bobot yang ditimbulkan akan semakin rendah. Menurut Soekarna (1982), besarnya kerusakan dan penyusutan bobot biji di tempat penyimpanan tergantung dari tinggi rendahnya kepadatan populasi serangga. Pada populasi yang semakin padat, kerusakan dan penyusutan bobot biji semakin meningkat. KESIMPULAN Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tepung daun sirsak mulai dosis 2,00 gr/100 gr biji dapat berpengaruh terhadap peningkatan mortalitas dan penurunan perkembangan kumbang bubuk Callosobruchus analis F. pada biji kacang hijau di penyimpanan, serta dapat mengurangi kerusakan dan penyusutan bobot biji kacang hijau akibat serangan kumbang bubuk
52
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Callosobruchus analis F. di penyimpanan, belum didapat dosis tepung daun sirsak yang efektif untuk mengendalikan kumbang C.analis. DAFTAR PUSTAKA Harinta, 1996. Pengaruh Tepung Daun Kluwih (Artocarpus Communis F.) Terhadap Mortalitas dan Perkembangan C. Chinensis L. Pada Biji Kacang Hijau. Laporan Penelitian Univet Bantara Sukoharjo. Harinta, 2003. Pengaruh Tepung Cabai Merah Terhadap Mortalitas dan Perkembangan C. analis F. Pada Biji Kedelai. Laporan Penelitian Univet Bantara Sukoharjo. Harinta, 2004. Efektifitas Bahan Non Toksik Untuk Mengendalikan Kumbang Bubuk Kacang (Callosobruchus Chinensis L.) Pada Kacang Hijau (Vigna Radiata L.). Jurnal IlmiahWidyatama,no.3/Tahun XII/2004. Univet bantara, Sukoharjo. Kardiman A., 1999. Pestisida Nabati, Rumusan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Kardiman A, 2005. Pestisida Nabati, Kemampuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Munford and Norton, 1984. Economic of Decition Making in Pest Management. Ann.Rev.Entomol (29). Soekarna, 1982. Serangga-Serangga Gudang dan Pengendaliannya. Coaching Pengendalian Hama Gudang, Cisarua Bogor 15-21 November 1982. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Suyono. 1988. Penurunan Daya Kecambah Kedelai Akibat Serangan Kumbang Callosobruchus analis F. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Suyono dan Naito, 1990. Pengaruh Bahan Non Toksik Pada Biji Kedelai Terhadap Hama Callosobruchus analis F. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan, 11 Desember 1990. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor Suranto A., 2011. Dahsyatnya Sirsak Tumpas Penyakit. Pustaka Bunda, Jakarta.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
53
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Optimasi Limbah Lokal Cair Pabrik Gula di Bidang Infrastruktur Marwahyudi Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521, Telp: (0271)827675/ 08122617678 E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Limbah pabrik gula berbentuk padat, gas, cair sangat melimpah sehingga perlu penanganan untuk mengolah limbah tersebut. Harapan peneliti limbah yang dihasilkan mampu dimanfaatkan di bidang insfrastruktur khususnya pembuatan beton. Adapun proses pelaksanaan penelitiannya dengan membuat dua kelompok benda uji. Kemudian kedua kelompok benda uji tersebut dihitung kuat tekannya dengan alat compression test machine dan hammer test. Setelah diteliti dan dihitung ternyata hasilnya menunjukan perbedaan antara beton biasa dengan beton berbahan tambah tetes tebu, sebagai berikut: (1) Kuat tekan mengunakan alat compression test machine beton dengan bahan tambah tetes lebih besar dibandingkan dengan beton biasa; (2) Uji belah beton dengan bahan tambah tetes lebih besar dibandingkan dengan beton biasa; dan 3) Kuat tekan mengunakan alat hammer test beton dengan bahan tambah tetes lebih besar dibandingkan dengan beton biasa. Perlu diperhatikan bahwa: (1) Beton dengan bahan tambah tetes tebu ikatan awalnnya agak lambat, sehingga harus berhati-hati pada pelepasan cetakan beton; (2) Beton dengan bahan tambah tetes tebu setelah 28 hari akan lebih terlihat peningkatan kuat tekannya; dan (3) Beton dengan bahan tambah tetes tebu sebelum 28 hari tidak terlihat peningkatan kuat tekannya. Semua ini dikarenakan ikatan awal pada beton berbahan tambah tetes tebu lambat dibandingkan beton biasa. Kata-kata kunci: kuat tekan beton, uji belah, ikatan awal beton PENDAHULUAN Latar belakang masalah Limbah lokal cair pabrik gula yang sering disebut tetes tebu adalah salah satu hasil samping dari pabrik gula. Tetes tebu merupakan sisa dari kristalisasi gula yang berulang-ulang sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diproses menjadi gula dengan proses konvensional. Risvank (2009) menyatakan hasil samping yang diperoleh langsung pada pengolahan tebu adalah pucuk tebu, tetes tebu, ampas, dan blotong. Tetes tebu biasanya dimanfaatkan untuk pupuk tanaman, bahan pembuat alkohol, bahan pembuat penyedap masakan dan sebagai campuran pakan ternak. Pabrik gula menghasilkan limbah cair sekitar 162 ton tiap tahun dengan harga jual di pasaran sekitar Rp 10.000,- setiap liternya. Mengingat banyak industri memanfaatkan limbah tetes tebu yang kualitas baik. Sedangkan untuk kualitas yang jelek jarang yang menggunakan. Kalaupun ada harga jualnya jadi rendah tidak seperti tetes tebu kualitas baik. Khusus pada tetes tebu yang berkwalitas rendah masyarakat belum ada yang memanfaatkan untuk infrastruktur yaitu sebagai bahan campuran beton. Padahal tetes tebu sangat memungkinkan untuk meningkatkan kuat tekan beton. Seperti halnya pada jaman Belanda banyak bangunan air seperti saluran maupun bendungan banyak memakai tetes tebu untuk menambah kekuatan lekat dan kekedapan air. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan khusus menganalisis limbah pabrik gula yang bersifat cair sehingga nantinya hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi masyarakat, adapun tujuannya adalah: diharapkan tetes tebu dapat atau mampu meningkatkan kuat tekan beton.
54
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada lokasi pabrik gula Tasikmadu Karangganyar. Mengingat pabrik gula Tasikmadu Karanganyar lokasinya dekat, terjangkau dan transportasi mudah juga murah, sehingga tidak memerlukan biaya besar dalam mengambil limbah cair pabrik gula. METODE PENELITIAN Tahapan penelitian Peneliti berasumsi bahwa tetes tebu benar-benar bisa meningkatkan kuat tekan beton. Sehingga untuk memastikannya perlu pengambilan data penelitian. Data yang diolah nantinya dapat memberikan informasi yang sebenar-benarnya. Sehingga tidak akan salah dalam mengolah, menentukan, menganalisa dan menyimpulkan hasil penelitian. Akhirnya penelitian ini dapat berhasil, benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Tahapan penelitian ditampilkan dalam Gambar 1.
Mulai Studi pustaka
Benda uji tanpa tetes tebu
Benda uji dengan tetes tebu
Uji tekan dan uji belah dengan Compression Test Machine Hammer test Sebagian Analisis data Kesimpulan Selesai
Gambar 1. Diagram alir penelitian Perlu dicermati sifat-sifat beton sangat terpengaruh oleh bahan susun. Kualitas dari semen, pasir dan krikil sangat berpengaruh dalam menghasilkan kuat tekan beton. Bahan yang sangat menentukan kuat tekan beton adalah semen. Sesuai dengan pendapat dari Nugraha dan Antoni (2007) bahwa seyawa C2S mempunyai kecepatan hidrasi paling lambat sehingga proporsi C2S yang tinggi sering digunakan untuk pengecoran beton masif dengan skala besar, misalnya dam atau pondasi rakit (Tabel 1). Kuat tekan beton dari beton yang diberi bahan tambah tetes tebu dibandingkan dengan beton tanpa tetes tebu. Kemudian dianalisis dan peneliti menyimpukan hasilnya, mana yang akan mempunyai kuat tekan yang lebih baik. Tentunya untuk menganalisa perlu sampel atau benda uji untuk dinilai kuat tekan yang dihasilkannya. Benda uji beton pada penelitian ini
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
55
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
berbentuk silinder dan dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama benda uji tanpa bahan tambah tetes tebu dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 krikil. Kemudian kelompok kedua benda uji dengan bahan tambah tetes tebu dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 krikil. Pencampuran atau pembuatan beton dengan campuran perbandingan volume dan pencampuran manual. Hal ini dilakukan bermaksud untuk mengetahui kekuatan yang dihasilkan akan lebih mendekati pada pembuatan masyarakat umum. Kemudian hasilnya dibandingkan antara beton dengan bahan tambah tetes tebu dengan beton tanpa bahan tambah tetes tebu. Tabel 1. Sifat masing-masing komposisi utama semen. Bahan Andil kekuatan C3S Dalam 28 hari C2S Setelah 28 hari C3A Dalam 1 hari C4AF Sedikit Sumber: Nugraha dan Antoni (2007)
Susut Sedang Sedang Besar Kecil
Setelah itu benda uji diambil kuat tekannya dengan alat Hammer test dan Compression test machine. Pengukuran menggunakan dua alat ini bersifat untuk saling melengkapi dan saling koreksi. Penggunaan alat compression test machine digunakan untuk mengetahui kuat tekan semua sampel dan uji belah pada sebagian sampel yang ada dan perhitugan kuat tekan dengan alat Hammer test hannya digunakan untuk beberapa sampel saja. Perhitungan kuat tekan dengan menggunakan Hammer test sesuai dengan PBI 1971 N. I – 2. (Departemen Pekerjaan Umum, 1971). Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai kekuatan tekan khas. Apabila diukur dalam jumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebarannya mengikuti lengkung Gauss, jadi ukuran dari mutu pelaksanaannya, adalah standar deviasi, yaitu sebagai berikut. n ( 'b s
' bm )
σ‗bk = σ‗bm – 1,64 s
1 N
1
dengan: s σ‗b σ‗bm N σ‗bk
= standar deviasi (kg/cm2). = kekuatan tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji (kg/cm2). = kekuatan tekan beton rata-rata benda uji (kg/cm2). = jumlah seluruh nilai hasil pemeriksaan. Jumlah benda uji minimal 20 buah. = kekuatan beton karateristik (kg/cm2).
Menurut Hadi (2000) data yang homogen adalah nilai mean, median dan modus selisih sedikit. Kemudian untuk perhitungan kuat tekan dengan compression test machine menggunakan rumus sebagai berikut: Kuat tekan benda =
F A
dengan:
F A
= =
Gaya (N) Luas penampang (m2)
Agar hasilnya lebih mendekati keadaan sesungguhnya di lapangan, maka perlu faktor koreksi. Menurut Tjokrodimulyo (1996), apabila tinggi kurang dari dua kali diameter, maka perlu adanya faktor koreksi. Adapun faktor koreksi tersebut tertera dalam Tabel 2.
56
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 2. faktor koreksi kuat tekan silinder beton Perbandingan tinggi dan diameter 2,00 1,75 1,50 1,25 1,00 Sumber: Tjokrodimulyo (1996)
Faktor koreksi 1,00 0,99 0,97 0,94 0,91
Beton yang dihasilkan selain memenuhi kekuatannya tentunya harus memenuhi nilai keindahan. Sehingga harapannya beton jika diterapkan pada bangunan akan memenuhi fungsi bangunan yaitu untuk tempat hunian. Tentunnya tempat hunian bisa diasumsikan tempat untuk berdialok, istirahat sehingga kelelahan yang ada segera berkurang. Marwahyudi (2011) menyatakan, bangunan bisa bersifat untuk hiburan, belanja bahkan rekreatif sehingga selain kuat, kokoh, bangunan yang terbuat dari beton bisa bernilai artistik yang menawan sehingga menghasilkan karya seni bangunan. Pengujian beton dilaksanakan di laboratorium untuk pengambilan kuat tekan dan belah beton.. Pada dasarnya pengujian beton dengan uji sampel atau sensus, kemuadian dengan cara yang destruktif dan non destruktif (Marwahyudi, 2010) PEMBAHASAN DAN HASIL Pembahasan Pada penelitian Tri Joko dkk (2010), beton dengan bahan tambah tetes tebu mempunyai tingkat daya kerja yang baik dibandingkan super platicizer dan menjadikan beton mudah dikerjakan. Beton yang mempunyai kuat tekan tinggi bisa diasumsikan beton tersebut cukup berat. Akan tetapi dalam perkembangannya tidak semua beton yang berat mempunyai kuat tekan yang tinggi, karena sudah dikembangkan beton ringan. Harapannya beton ringan akan tetapi mempunyai kuat tekan yang tinggi. Pengambilan kuat tekan dan belah benda uji dilakukan setelah sesuai umur yang direncanakan. Beton dengan bahan tambah tetes tebu memerlukan waktu yang lebih lama untuk proses pengeringan atau umur beton segar lebih lama dibandingkan beton biasa. Setelah diketahui bahwa pembukaan cetakan pada beton dengan bahan tambah tetes tebu memerlukan waktu yang lebih lama maka beton dibuka setelah umur satu minggu. Umur satu minggu diambil untuk mengantisipasi jangan sampai sampel benda uji yang ada menjadi rusak seperti pada pembuatan benda uji yang pertama. Akan tetapi untuk benda uji tanpa bahan tambah tetes tebu pembukaan cetakannya adalah setelah umur sehari (Gambar 2).
Gambar 2. Beton tetes tebu baru umur satu hari cetakan dibuka (kiri) dan umur satu minggu cetakan beton dibuka (kanan).
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
57
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Setelah pada waktu yang sudah direncanakan maka benda uji diambil kekuatan tekan dan belahnya (Gambar 3 dan 4). Pengambilan uji tekan dan uji belah ini untuk mengetahui kuat tekannya dan prediksi awal kuat tarik dari pada beton. Sehingga dapat menjadikan pengembangan atau pendalaman penelitian selanjutnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Utama, H. dan Irsyad, S.B. (2006), dihasilkan kesimpulan di antaranya bahwa tetes tebu secara signifikan mampu mengatasi dan menyumbangkan stabilitas pada tanah lempung. Dari hasil penelitian ini maka peneliti semakin semangat untuk melanjutkan dan mencari sebenarnya berapa kekuatan tekan beton yang dihasilkan. Pada kesempatan ini peneliti hanya ingin mengetahui apakah kekuatan tekan yang dihasilkan oleh beton dengan bahan tambah tetes tebu dapat melampaui kuat tekan beton biasa.
(a)
(b)
Gambar 3. Pengambilan kuat tekan beton dengan (a) alat Compression Test Machine dan (b) alat Hammer Test
Gambar 4. Pengambilan uji belah beton dengan alat Compression Test Machine Kemudian hasil dari alat ukur tersebut masih dihitung untuk mengetahui kekuatan tekan dan belah yang sesuai dengan satuannya. Pada penentuan satuan nanti akan ditampilkan dalam kg/cm2. Satuan ini diambil karena untuk bahasa di lapangan masih akrab dengan kg/cm2. Hasil Hasil dari uji kuat tekan dengan alat Compression Test Machine, menunjukkan bahwa beton dengan bahan tambah tetes tebu secara uji laboratorium mempunyai kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton tanpa bahan tambah tetes tebu. Hasil yang dipoeroleh seharusnya mudah dibaca oleh masyarakat umum, sehingga informasinya akan segera bermanfaat. Agar hasil yang diperoleh mudah dibaca perlu tampilan tersendiri. Marwahyudi (2011) menyebutkan, tampilan data akan mempermudah orang dalam memahami data statistik.
58
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Sehingga dalam penyajian data statisti perlu memahami siapa yang akan membaca dan bahasa gambar bagi kebanyakan orang akan mudah menerimanya dari pada bahasa tulisan. Sebelum data dihitung kuat tekannya maupun belahnya maka perlu dihitung homogenitasnya. Data dinyatakan homogen apabila tidak ada perbedaan yang signifikan antara ukuran pemusatan data dan dinyatakan normal apabila ditampilkan dalam bentuk grafik akan membentuk kurva positif (Gambar 5). Adapun sebagian hasil perhitungannya tertera dalam Tabel 3, 4 dan 5. Normalitas Data Compression Test Machine tanpa Tetes Tebu
Normalitas Data Compression Test Machine ditambah Tetes Tebu
84
115
82
110
y = -0.187x + 79.68 R² = 0.012
80 78
y = -0.75x + 105 R² = 0.041
105 100 95
76 0
1
2
3
4
0
5
2
4
6
Normalitas Data Hammer Test 20 18
y = -0.03x + 16.9 R² = 0.000
16 14 0
1
2
3
4
5
Gambar 5. Grafik normalitas Tabel 3. Hasil uji kuat tekan laboratorium dengan alat Compression Test Machine. Rata-rata No
Hari
1 7 2 28 3 40 4 47 5 59 Sumber: data diolah
Pakai tetes tebu 3,25 51,38 66,35 106,15 110,58
Tanpa tetes tebu 30,50 41,70 59,80 70,36 88,46
Keterangan Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu
Dari hasil yang tertera dalam Tabel 3, disimpulkan bahwa kuat tekan beton dengan bahan tambah tetes tebu lebih besar dibandingkan dengan kuat tekan beton tanpa bahan tambah tetes tebu.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
59
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 4. Hasil uji belah laboratorium dengan alat Compression Test Machine. No
Hari 1 40 2 47 3 59 4 63 Sumber: data diolah
Rata-rata Pakai tetes tebu Tanpa tetes tebu 20,83 12,15 26,04 13,23 28,51 15,11 33,71 15,63
Keterangan Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu Lebih kuat pakai tetes tebu
Dari hasil yang tertera dalam Tabel 4, maka dapat disimpulkan bahwa uji belah beton dengan bahan tambah tetes tebu lebih besar dibandingkan dengan kuat tekan beton tanpa bahan tambah tetes tebu. Tabel 5. Hasil kuat tekan laboratorium dengan alat Hammer Test. Data Hammer Test Pakai tetes tebu Tanpa tetes tebu 1 27 20,5 2 22 24 3 20 27 4 23 18,5 5 23 15 6 20 17 7 26 18 8 19 19 9 20 18 10 23 15 11 21 15 12 24 15 13 21 22 14 25 15 15 25 20 16 23 15 17 23 23 18 24 16 19 24 15 20 23 25 Sumber: data diolah No
Keterangan
Dari perhitungan rata-rata menunjukan beton dengan bahan tambah tetes tebu lebih besar kuat tekan yang dihasilkan.
Dari Tabel 5, maka dapat disimpulkan bahwa kuat tekan hammer test beton dengan bahan tembah tetes tebu lebih besar dibandingkan dengan kuat tekan beton tanpa bahan tambah tetes tebu. Pengamatan Hasil pengamatan uji kandungan di laboratorium dan hasil pengamatan beton dengan panca indra tertera dalam Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Hasil uji kandungan tetes tebu. Jenis uji 1. Kadar SiO2 (Silika), % (b/b). 2. Kadar CaO (Kapur), % (b/b). 3. Kadar Fe2O3 (Besi), % (b/b). 4. Kadar Al2O3 (alumina), % (b/b). Sumber: data diolah
60
Hasil uji 0,04 0,27 0,01 0,03
Cara uji Gravimetri Gravimetri Gravimetri Gravimetri
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 7. Hasil pengamatan pancaindra Pengamatan Warna Ikatan awal (sebelum 28 hari) Kuat tekan setelah 28 hari Kekerasan Cetakan C2S dengan C3S Pertumbuhan kuat tekan
Beton biasa Abu-Abu Cepat Lambat 1 hari sudah keras 1 hari bisa dibuka Diasumsika C2S < C3S Tinggi pada 28 hari
Beton + tetes tebu Agak kekuningan Lambat Masih bisa tumbuh tinggi 1 hari belum keras 5-7 hari dibuka Diasumsika C2S > C3S Tinggi setelah 28 hari
Berdasarkan pengamatan maka beton dengan bahan tambah tetes tebu dapat disimpulkan mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Beton dengan bahan tambah tetes tebu mempunyai ikatan awal lambat dengan warna kekuningan dan akan lebih baik untuk pengerjaan dam maupun beton pondasi rakit. 2. Disarankan jika memakai beton dengan bahan tambah tetes tebu pembukaan cetakannya akan lebih sempurna bila berumur 5-7 hari untuk cetakan yang di tanah. 3. Diasumsikan bahwa untuk proses acian pada dinding akan lebih baik juga ditambah dengan tetes tebu. SIMPULAN Setelah beberapa tahapan penelitian dilaksanakan, peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Beton dengan bahan tambah tetes tebu mempunyai kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan beton tanpa bahan tambah tetes tebu. 2. Beton dengan bahan tambah tetes tebu mempunyai kuat belah yang lebih tinggi dibandingkan beton tanpa bahan tambah tetes tebu. 3. Kuat tekan yang lebih tinggi juga ditunjukkan pada perhitungan kuat tekan beton dengan alat Hammer test. 4. Tetes tebu tidak mengandung limbah berbahaya, memang jika kadarnya tinggi di tubuh manusia akan mengganggu kesehatan dan berbahanya untuk dikonsumsi. Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan: 1. Pemakaian bahan tambah tetes tebu perlu dimanfaatkan pada rumah penduduk mengingat harga murah. 2. Pemakaian bahan tambah tetes tebu juga baik untuk acian dinding sehingga masyarakat perlu memakainya. 3. Adanya sosialisasi pada masyarakat tetang pemanfaatan limbah tetes tebu yang baik untuk pembuatan beton. PERSANTUNAN Penelitian ini secara langsung maupun tidak langsung mendapat dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada lembaga yang telah membantu terselesainya penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI Jateng. 2. Pabrik Gula Tasikmadu Karangannya. 3. Program Studi DTS Universitas Diponegoro, Semarang. 4. Laboratorium Teknik Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukuharjo. 5. Laboratorium Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Laboratorium Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. 7. BPSMB Jawa Tengah. 8. BP3GI Lamongan Jawa Timur. 9. Kolega dan teman sejawat yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
61
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum.1971. Standar Beton Bertulang Indonesia, N. I.-2, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung. Hadi, S. 2000. Statistik, Penerbit Andi, Yogyakarta. http://www.risvank.com/2009/03/pemanfaatan-produk-hasil-samping-pabrik-gula/ diakses tanggal 13 Pebruari 2010. Marwahyudi. 2011. Statistika Teknik, Penerbit UM Press, Malang. Marwahyudi. 2011. Beton Tidak Selamanya Bersifat Keras, Kaku dan Tidak Bernilai Estetis Semua Tergantung Dari Sentuhan Tangan Seniman-Seniman Bangunan, Kemadha ISSN 2087-9911 Oktober 2011- April 2012 Penerbit Usahid, Surakarta. Marwahyudi. 2010. Analisa Strutur Gedung Bertingkat Pasca Bencana Alam Dengan Mengunakan Aplikasi Worksheet, Jurnal Gaung Informatika ISSN 2086-4221 Januari – Juni 2010, Penerbit Usahid, Surakarta. Nugraha, P. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta. Tjokrodimulyo, K. 1996. Teknologi Beton, Penerbit Nafiri, Yogyakarta. Utama, H. dan Irsyad, S.B, 2006. Pengaruh Penambahan Tetes Tebu Pada Semen Dalam Usaha Peningkatan Kualitas Stabilitas Tanah Lempung, Penerbit Pdd news Indocement, Bandung.
62
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Analisis Karakteristik Penyebab Kesuksesan Produk Shampo Anti Ketombe di Sukoharjo Mathilda Sri Lestari, Rahmatul Ahya dan Budi Wibowo Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Univet Bantara Sukoharjo Jln. Letjend. Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo, Kode Pos57512. Telp: 0271-593156. Fax: 0271-591065 ABSTRAK: Penelitian dengan judul Analisis Karakteristik Penyebab Kesuksesan Produk Shampo Anti Ketombe ini dilaksanakan di Kabupaten Sukoharjo. Produk Shampo Anti Ketombe yang dijadikan obyek penelitian adalah Pantene, Sunsilk, Dove, Lifebuoy, dan Clear. Indikator yang digunakan untuk mengetahui produk shampo anti ketombe yang sukses dengan menggunakan data market share. Karakteristik produk yang dinilai adalah berdasarkan faktor produk, service, communication, dan time to market. Untuk menentukan produk sukses berdasarkan data market share dengan menggunakan diagram pareto, dengan ketentuan yang masuk dalam 80% diagram pareto. Dari analisis dengan menggunakan diagram pareto dapat diambil kesimpulan bahwa produk sukses shampo anti ketombe di Sukoharjo adalah produk shampo anti ketombe Pantene, Sunlik, Dove, Lifebuoy dan Clear. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kelima produk shampoo anti ketombe dapat diambil kesimpulan bahwa produk shampoo anti ketombe yang sukses Sukoharjo adalah shampo Pantene karena pada karakteristik produk faktor produk dan service memiliki skor tertinggi, sedangkan communication dan time to market skor tertinggi adalah produk shampoo anti ketombe Lifebuoy. Kata-kata kunci: market share, shampo anti ketombe, produk sukses, kanvas strategi PENDAHULUAN Bisnis shampo merupakan bisnis yang sangat menjanjikan karena produk shampo merupakan produk kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya berbagai macam jenis produk shampo yang dipasarkan di Indonesia dapat disimpulkan bahwa bisnis shampo merupakan bisnis yang memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi. Berbagai macam jenis produk shampo yang bersaing pada bisnis ini terdiri dari produk-produk shampo yang sudah eksis di pasar sejak lama hingga produk-produk shampo baru yang bermunculan di pasar. Munculnya produk-produk shampo baru tersebut menandakan bahwa bisnis shampo merupakan bisnis yang menjanjikan. Banyaknya pesaing yang menawarkan produk sejenis dapat mengubah konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli. Konsumen memiliki kesempatan untuk membandingkan dan memilih produk yang sesuai dengan keinginan. Dalam kondisi seperti ini beberapa perusahaan akan bersaing untuk memperebutkan pasar yang sam, sehingga inovasi produk secara signifikan akan dilakukan untuk mendapatkan pangsa pasar tersebut. Iklim tropis yang cukup panas yang terjadi di Indonesia menyebabkan masyarakat cenderung memiliki masalah kulit kepala yang berupa gangguan ketombe, sehingga banyak perusahaan yang menawarkan produk shampo anti ketombe agar dapat memenangkan pasar yang banyak tersebut. Seperti PT. Unilver Indonesia Tbk. yang meluncurkan produk shampo anti ketombe Clear, PT. Procter & Gamble yang meluncurkan produk shampo anti ketombe dengan nama Head & Shoulder, dan PT. Lion Wings yang meluncurkan produk shampo anti ketombe Zinc. Produsen selain meluncurkan produk shampo anti ketombe juga saling berlomba untuk memproduksi dengan berbagai macam pilihan varian yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Macam jenis varian shampo anti ketombe tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
63
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis kesuksesan produk-produk shampoo untuk mengetahui karakteristik penyebab kesuksesannya. Karakteristik kesuksesan yang dianalisis dalam penelitian ini didasarkan pada atribut produk dan analisis persepsi konsumen. Tabel 1. Varian shampo anti ketombe yang beredar di Indonesia Produsen shampo
Produk shampo
PT. Unilever Tbk.
Clear
PT. Procter & Gamble
Head & Shoulder
PT. Lion Wings
Zinc
Varian 1. Soft & Shiny. 2. Hairfall Defense. 3. Clean & Itch-Cool. 4. Ice Cool. 5. Complete Softcare. 6. Hairfall Decrease (Clear Men). 7. Cool Sport (Clear Men). 1. Selembut Sutera. 2. Menthol Dingin. 3. Anti Hairfall. 4. Bersih & Harum. 1. Total Care. 2. Re-Vitalizing. 3. Perawatan Rambut Rontok. 4. Re-Energizing. 5. Re-Freshing Cool
METODE PENELITIAN Obyek penelitian Obyek penelitian dengan judul Analisis Karakteristik Penyebab Kesuksesan Produk Shampo Anti Ketombe adalah produk shampo anti ketombe yang beredar di pasar Indonesia pada umumnya dan di Sukoharjo khususnya. Dari produk shampoo anti ketombe tersebut, akan diambil beberapa karakteristik yang mempengaruhi kesuksesan produk tersebut. Langkah penelitian Langkah-langkah penelitian dimulai dengan cara mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data menggunakan alat-alat yang sesuai, dan kemudian menyimpulkan hasil penelitian. Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 1. Penentuan produk shampo anti ketombe Langkah awal pada penelitian adalah dengan mengelompokkan produk shampoo anti ketombe dari keseluruhan produk shampo anti ketombe yang beredar di Sukoharjo yang datanya diperoleh melalui survei ke toko-toko atau super market yang menjual produk shampoo anti ketombe. Berdasarkan pengelompokan yang telah dilakukan, didapat produk shampo anti ketombe yang beredar di pasar Indonesia yaitu: Clear, Head and Shoulders, Pantene, Sunsilk, Dove, Lifebuoy, Zinc, Rejoice, L‘oreal, Herbal Essences, Emeron dan Selsun. 2. Menentukan indikator kesuksesan Terdapat beberapa macam indikator kesuksesan produk yaitu: pangsa pasar (market share), peningkatan penjualan, pendapatan dan tingkat pembelian kembali (Kotler dan Keller, 2009). Pada penelitian ini yang digunakan sebagai indikator kesuksesan produk adalah market share yang datanya diperoleh melalui survei secara acak kepada warga masyarakat, kemudian data tersebut dibuat diagram pareto untuk mengetahui produk shampo anti ketombe yang sukses.
64
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Survei pangsa pasar (market share) Tahapan survei market share dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap awal dari survei ini menentukan sampel yang dapat mewakili populasi serta menentukan metode penarikan sampel. Setelah penentuan sampel dan penentuan metode penarikan sampel didapatkan, tahap selanjutnya adalah menyusun kuesioner shampo anti ketombe yang akan disebarkan kepada responden. Setelah kuesioner selesai disusun, kemudian dilakukan survei kepada beberapa responden. Data hasil survei kemudian diuji kecukupan datanya, jika data sudah mencukupi maka kemudian data direkapitulasi dan kemudian didapatkan data market share. Jika data tidak mencukupi maka dilakukan survei kembali sampai mencukupi jumlah yang diminta pada uji kecukupan data. Menentukan obyek penelitian Pada tahap ini dipilih produk Shampo anti ketombe yang nantinya akan menjadi obyek yang akan diteliti tingkat kesuksesannya berdasarkan pada market share. Data market share akan dimasukkan dalam diagram pareto. Shampoo anti ketombe yang masuk dalam 80% market share dalam diagram pareto akan dipilih menjadi obyek penelitian. Mendefinisikan karakter produk sukses Untuk mengetahui karakter produk sukses dilakukan dengan analisis aktual produk, faktor perepsi konsumen, dan analisis faktor pendukung persaingan yang meliputi kesetiaan pelanggan, brand image, dan product image guna menarik kesimpulan karakter produk sukses shampo anti ketombe. Analisis atribut aktual produk Data analisis atribut produk didapatkan melalui data primer. Data primer yang didapatkan adalah faktor kandungan bahan kimia, warna, kemasan, dan informasi yang ada pada label. Dari data aktual yang sudah didapat, kemudian dilakukan pemberian skor untuk masingmasing produk shampo anti ketombe dan dilakukan kategorisasi dan perangkingan terhadap masing-masing produk shampo anti ketombe sesuai dengan tinggi rendahnya skor. Analisis konsumen Analisis persepsi konsumen dilakukan jika data mengenai produk shampoo anti ketombe tidak dapat diperoleh melalui pengamatan secara langsung. Analisis konsumen yang meliputi: design, performance quality, reliability, style, dan advertising. Setelah semua data persepsi konsumen diperoleh kemudian diberi skor pembanding kepada masingmasing produk shampoo anti ketombe lalu dilakukan pengkategorian berdasarkan faktorfaktor yang ada dan diberikan perangkingan terhadap tinggi rendahnya skor. Pemetaan pada kanvas strategi Pemetaan pada kanvas strategi dilakukan untuk membandingkan masing-masing faktor yang terdapat pada analisis atribut aktual produk dan analisis persepsi konsumen. Kanvas strategi digambarkan berdasarkan skala kanvas dari masing-masing faktor yang diperoleh dengan cara membagi setiap skor yang tertinggi sampai skor terendah dengan nilai tengah data skor dari masing-masing factor (Kim dan Mauborgne, 2006). Kanvas strategi yang akan digambarkan pada penelitian ini adalah kanvas strategi keseluruhan yang berisi analisis persepsi konsumen dan analisis atribut aktual. Menarik kesimpulan Kesimpulan didapatkan dari faktor-faktor yang tergambar pada kanvas strategi sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh pada kesuksesan sebuah produk shampo anti ketombe.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
65
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai
Menentukan produk shampo anti ketombe
Menentukan indikator kesuksesan
Survey pangsa pasar
Menentukan objek penelitian berdasarkan diagram pareto Menentukan karakter produk sukses berdasarkan parameter : analisa atribut dan analisa konsumen
Factor Product Factor service Factor communication Factor price time to market
Pemetaan pada Kanvas Strategi
Kesimpulan
Selesai
Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian Data yang diperlukan 1. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada para responden yang menjadi sampel dari suatu populasi. Survei terbagi menjadi dua, yaitu: (a) Survei market share, untuk mengetahui besarnya market share dari setiap produk shampoo anti ketombe; (b) Survei pokok penelitian yang dilakukan yaitu dengan menentukan jumlah sampel, wilayah, waktu dan anggaran. Penyebaran kuesioner dilakukan secara langsung (dilakukan oleh peneliti sendiri) dan secara tidak langsung (dititipkan kepada teman atau kerabat dan pemilik toko). 2. Data sekunder Berupa data harga dan spesifikasi dari tiap-tiap produk shampoo anti ketombe tersebut. 3. Sampel dan teknik pengambilan sampel Dalam penelitian ini sampel diambil dari para pemakai produk shampo anti ketombe sehingga mereka dapat mengevaluasi produk tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel digunakan tingkat kepercayaan 90% dan tingkat kesalahan diijinkan maksimum 10%.
66
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Penyusunan kuesioner Kuesioner penelitian terdiri dari dua bagian, yang pertama adalah bagian atribut pelanggan dengan tipe pertanyaan tertutup berupa opsional, pertanyaan terbuka tentang produk yang digunakan oleh responden, top of mind produk shampo anti ketombe, dan future intention produk shampo anti ketombe konsumen. Bagian kedua adalah pengisian level respon berdasarkan skala Likert yang berupa: Sangat Tidak Penting (STP), Tidak Penting (TP), Biasa (B), Penting (P), dan Sangat Penting (SP) dengan cara memberikan tanda centang pada kolom. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan produk sukses Untuk menentukan produk shampo yang sukses di pasar diperoleh dari besarnya pangsa pasar/market share yang dilakukan dengan survei kepeda pengguna produk shampoo secara langsung. Dari survei yang telah dilakukan kepada 300 orang diperoleh data market share produk shampoo anti ketombe di wilayah Sukoharjo seperti pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, dibuat diagram pareto untuk mengetahui produk shampoo anti ketombe yang sukses di pasar. Untuk menentukan Produk shampoo anti ketombe yang sukses adalah yang masuk dalam 80% pangsa pasar, sehingga untuk produk yang tidak masuk dalam 80% tidak akan dijadikan obyek penelitian. Diagram pareto Market share produk shampoo anti ketombe dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 2. Produk shampo anti ketombe No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Shampo Pantene Sunsilk Dove Lifebuoy Clear Head & Shoulder Emeron Nature Jumlah
Jumlah 90 50 40 40 30 20 20 10 300
Persentase 30,00 16,67 13,33 13,33 10,00 6,67 6,67 3,33 100,00
Kumulatif 30,00 46,67 60,00 73,33 83,33 90,00 96,67 100,00
Persentase market share 40 30.00
30 16.67
20
13.33
13.33 10.00 6.67
10
6.67 3.33
0 Pantene
Sunslik
Dove
Lefebuoy
Clear
Head & Emeron Shoulder
Nature
Gambar 2. Diagram pareto market share shampo anti ketombe Berdasarkan Gambar 2 dapat diambil kesimpulan bahwa produk shampoo anti ketombe yang masuk dalam 80% adalah Pantene, Sunsilk, Dove, Lifebuoy dan Clear dengan total
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
67
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
persentase sebesar 83%, sehingga yang akan dijadikan obyek penelitian adalah produk shampoo tersebut. Produk shampoo Head & shoulder, Emeron dan Nature tidak akan dijadikan obyek penelitian karena jumlah market share nya sedikit dan tidak masuk dalam 80%. Evaluasi faktor penyebab kesuksesan Dari lima produk shampoo yang masuk dalam 80% market share akan dievaluasi berdasarkan karakteristik penyebab kesuksesan produk tersebut. Adapun factor yang menjadi pertimbangan adalah faktor produk, service, communication dan time to market. Kanvas strategi dan analisis karakteristik penyebab kesuksesan produk shampo anti ketombe 1. Kanvas strategi Kanvas strategi hasil penelitian ini berdasarkan factor produk, service, communication dan time to market. Rekapitulasi dari keempat karakteristik penyebab kesuksesan dari produk shampoo anti ketombe tertera pada Tabel 3. Kanvas strategi dari kelima produk shampoo anti ketombe seperti pada Gambar 3. Tabel 3. Rekapitulasi karakteristik penyebab kesuksesan produk shampo anti ketombe Produk Service Communication Time to market
Pantene 1 1 0,967 0,953
Sunsilk 0,912 0,985 0,959 0,906
Dove 0,92 0,881 0,951 0,866
Lifebuoy 0,944 0,881 1 1
Clear 0,96 0,873 0,984 0,969
1.05
1
Pantene Sunslik
0.95
Dove
0.9
Lifebuoy 0.85
Clear 0.8
Produk
service
communication time to market
Gambar 3. Kanvas strategi faktor product, service, communication dan time to market 2.
Analisis karakteristik kesuksesan produk sukses shampo anti ketombe Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui bahwa produk shampoo anti ketombe yang paling sukses di Sukoharjo adalah produk shampoo anti ketombe Pantene karena pada faktor produk dan service memiliki skor tertinggi dan communication dan time to market tertinggi adalah produk Lifebuoy. SIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kelima produk shampoo anti ketombe dapat diambil kesimpulan bahwa produk shampoo anti ketombe yang sukses
68
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Sukoharjo adalah shampo Pantene karena pada karakteristik produk faktor produk dan service memiliki skor tertinggi, sedangkan communication dan time to market skor tertinggi adalah produk shampo anti ketombe Lifebuoy. DAFTAR PUSTAKA Kim, W. C., dan Mauborgne, R., 2006, Blue Ocean Strategy (Strategi Samudera Biru), Jakarta: Serambi Kotler, P. dan Keller, K., 2009, Marketing Management 13th Ed, New Jersey: Prentice Hall
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
69
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabung Daylighting Berbahan Sederhana untuk Penerangan Pasif pada Bangunan Rumah Tinggal Sodikin1, Suprapto2 dan Muchammad Yusuf Widiyanto1 1
Program Studi Teknik Sipil; 2Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. S. Humardani no. 1 Sukoharjo-57521, e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Untuk menghasilkan suatu produk yang murah dan bermanfaat bagi masyarakat luas, maka selain produk tersebut dapat berfungsi dengan baik, juga harus memenuhi keterjangkauan harga bagi masyarakat. Sehingga perlu dilakukan inovasi yang mengarah pada kedua hal tersebut. Sistem daylighting dengan berbagai jenis dan tipe produk yang saat ini telah dikembangkan secara luas bukanlah perangkat yang benar-benar baru dalam sistem penerangan pasif bagi bangunan rumah tinggal atau pabrik dan perkantoran, namun sistem daylighting yang mengandalkan bahan atau materialnya dari material bekas dan murah merupakan hal baru yang perlu dikembangkan. Berdasarkan hasil perencanaan, pelaksanaan perakitan dan pengujian terhadap produk tabung daylighting dari bahan sederhana hasil penelitian dengan panjang transporter 90 cm, diameter transporter 18 cm, jumlah tikungan 2, reflektor penangkap cahaya dan dinding dari bahan plastik dan alumunium foil (ideal: kaca), dan penyebar cahaya dari mika putih, diperoleh intensitas cahaya rata-rata yang dihasilkan sebesar 221 lux atau sebesar 21% dari cahaya sumber (sinar matahari). Kata-kata kunci: daylighting, material bekas PENDAHULUAN Penerangan pada bangunan umumnya dilakukan dengan menggunakan penerangan aktif dan penerangan pasif. Penerangan aktif yaitu penerangan buatan dengan mengandalkan berbagai jenis lampu dari sumber listrik. Sedangkan penerangan pasif yaitu penerangan alami yang disebut daylighting yaitu penerangan dengan mengandalkan berbagai strategi dan teknik pemantulan sinar/cahaya dari matahari kedalam bangunan guna memperkuat atau mereduksi pemakaian energi dari sinar matahari untuk bisa digunakan sebagai penerangan ruang. Daylighting dalam konstruksi bangunan gedung banyak mengandalkan bidang vertikal berupa bangunan jendela dengan kaca, yang berusaha memasukkan cahaya alami (sinar matahari, pantulan langit) sebanyak dan sedalam mungkin ke dalam suatu ruangan untuk kepentingan pencahayaan general (ambient lighting) atau penguatan pencahayaan bagi suatu aktifitas (task lighting) seperti membaca, menulis, dan sebagainya. Pemanfaatan sinar/cahaya matahari untuk penerangan atau pencahayaan ruang dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sinar/cahaya dengan dipantulkan, dibelokkan, diteruskan ataupun disebarkan dengan bantuan sebuah bidang datar, cembung, atau cekung. Bidang-bidang tersebut dapat berupa lembaran metal, cermin, lensa, lembaran plastik tipis, fiber optik, solid acrylic bahkan kaca prisma atau diamond. Bila dilihat dari sudut pandangan hemat energi dari faktor kuat cahaya (lumen per watt) antara berbagai sumber cahaya dengan cahaya matahari, maka kuat penerangan dari ―daylight‖ jauh lebih kuat dari pada sebuah lampu listrik neon (fluorescent) sebesar 40 watt. Cahaya matahari langsung sekitar 10.000 footcandle, atau akan berkisar antara 90 lumen sampai 150 lumen per watt. Kaidah Perancangan Kasar (Rule of Thumb) adalah ± 100 lumen per watt. Dengan rule of thumb ini, maka daylighting dapat diaplikasikan dengan tujuan untuk desain dan hemat energi “energy conscious and design conscious” Untuk memberikan gambaran bahwa pembiayaan perangkat daylighting yang ada saat ini, maka dapat diambil contoh pada produk daylighting yang ditawarkan oleh dealer Solatube
70
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bernama Solabrite, menawarkan 2 (dua) model perangkat daylighting Solatube yang digunakan untuk rumah tinggal. Solabrite menjual produk Solatube tipe 160 DS dengan spesifikasi diameter 10 inchi (25,4 cm) sebesar US$649 (setara Rp 5.850.000,-) dan untuk tipe Solatube 290 DS dengan spesifikasi diameter 14 inchi (35,6 cm) sebesar US$749 (setara Rp 6.750.000,-). Dengan pembiayaan daylighting sebesar itu, tentu sulit terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu perlu suatu rancangan produk alternatif yang memiliki spesifikasi mendekati Solatube namun dengan harga yang sangat terjangkau sehingga masyarakat akan lebih cenderung memanfaatkan daylighting dibanding dengan lampu listrik. Untuk memperoleh produk alternatif yang memiliki spesifikasi mendekati Solatube, maka perlu dilakukan perancangan, pembuatan dan pengujian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian terhadap rancangan produk tabung daylighting yang telah dibuat. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang suatu produk tabung daylighting yang berfungsi sebagai penerangan pasif bagi bangunan rumah tinggal dari bahan-bahan sederhana yang mempunyai harga murah dan terjangkau dengan cara memanfaatkan barang-barang bekas untuk dirangkai menjadi produk daylighting. METODE Menurut DS Mintorogo (1999), elemen-elemen strategis pada daylighting klasik atau sistem penerangan pasif terdiri dari light shelf atau bidang datar sebagai pemantul sinar matahari dan reflector atau cermin pemantul/pengumpul/penyebar sinar matahari. Tahapan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 5 (lima) tahapan yaitu perakitan kolektor sinar matahari, perakitan jalur transportasi sinar, perakitan diffuser atau penyebar cahaya atau sinar ke obyek penerangan atau ruangan dan pengujian intensitas cahaya pada beberapa bagian yaitu (i) di bawah reflektor (lurus pertama), (ii) bagian setelah ada perubahan sudut (lurus kedua) dan (iii) di bawah diffuser atau bagian yang langsung berhubungan dengan ruang atau obyek penerangan yang dutuju. Selanjutnya dilakukan penggabungan beberapa rakitan tersebut. Adapun secara lebih terperinci tahapan dimaksud diuraikan seperti di bawah ini: 1. Tahapan perakitan kolektor sinar matahari (skylights) Pada tahapan ini, kolektor yang dipilih adalah jenis conventional skylights di mana bahan yang digunakan adalah material dari jenis kaca yang berbentuk setengah lingkaran dengan diameter yang sesuai dengan diameter tabung (pipe/tube) transporter. Dalam hal ini digunakan baki tempat hidangan roti dan penutupnya di mana diameter yang digunakan adalah 30 cm. diameter kolektor cukup sesuai mengingat diameter tabung transporter sebesar 17 cm. Sehingga kolektor sinar matahari nantinya akan dapat mengumpulkan cahaya dengan leluasa (semua arah dan sudut) serta mudah untuk dimodifikasi agar tidak mengalami bocor pada saat cuaca hujan setelah terpasang nantinya. 2. Tahapan perakitan jalur transportasi cahaya Pada tahapan ini jalur transportasi cahaya digunakan jenis tabung (tube) dari bahan plastik yang dilapisi dengan alumunium foil pada sisi dalam tabung. Fungsi tabung dan alumunium foil adalah memantulkan cahaya yang diperoleh dari kolektor menuju diffuser. Untuk mendapatkan bahan yang sederhana (murah), tabung digunakan dari kaleng cat plastik (cat galon) yang dipotong sesuai dengan fungsi jalur transportasi sinarnya. Selanjutnya potongan-potongan dilapisi dengan alumunium foil dari jenis yang paling memiliki daya pantul besar sehingga diharapkan dapat menghantarkan sinar yang diterima dari reflektor ke arah diffuser. Alumunium foil yang digunakan bisa menggunakan bahan pelapis anti panas konstruksi atap yang secara umum telah dijual di toko bahan bangunan atau stiker jenis silver. Tabung bekas cat terdiri dari 4 jenis potongan atau bagian atau bentuk utama yang digunakan untuk membentuk jalur transportasi cahaya yang sesuai dengan kondisi lokasi di
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
71
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
mana perangkat daylighting tersebut nantinya akan dipasang (Gambar 1). Jalur transportasi sederhana minimal tersusun masing-masing 1 jenis potongan. Tahapan perakitan diffuser cahaya Pada tahapan ini, diffuser atau penyebar cahaya yang digunakan dari jenis kaca atau bahan plastik yang biasa digunakan untuk penutup atau krakap pada lampu. Diffuser berfungsi untuk menerima sinar yang telah dihantarkan oleh tabung (transporter) untuk kemudian disebarkan ke obyek penerangan atau ke ruang akhir yang dituju dalam penerangan.
3.
(a)
(b)
Gambar 1. Rangkaian bentuk tabung daylight, (a) dalam potongan dan (b) setelah dirangkai 4.
Tahapan penyusunan ketiga elemen (kolektor, transporter dan diffuser) Tahapan ini adalah tahap penyatuan dari ketiga elemen di atas menjadi satu rangkaian konstruksi tabung daylighting (Gambar 2b).
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Cara kerja sinar dan (b) rangkaian akhir perancangan tabung daylighting
72
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
5.
Tahapan pengujian kinerja alat daylighting Untuk mengetahui kinerja rangkaian alat tersebut, maka perlu dilakukan pengujian dengan alat pengukur intensitas cahaya. Pengukuran intensitas penerangan menggunakan alat yang disebut luxmeter. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang menimbulkan arus listrik pada cahaya yang jatuh di permukaan sel tersebut untuk menggerakkan jarum skala pada layar monitor digital. Pengukuran cahaya dari perangkat daylighting yang telah dirangkai dilakukan terhadap intensitas cahaya atau sinar yang keluar dari diffuser. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka diffuser diarahkan pada ruang gelap atau kotak pengujian yang dibuat untuk pengujian ini (Gambar 2). Pengujian intensitas cahaya pada beberapa bagian yaitu (i) di bawah reflektor (lurus pertama), (ii) bagian setelah ada perubahan sudut (lurus kedua) dan (iii) di bawah diffuser atau bagian yang langsung berhubungan dengan ruang atau obyek penerangan.
Nilai intensitas cahaya yang baik secara umum berdasarkan dengan jenis pekerjaan tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Intensitas penerangan berdasarkan pekerjaan Jenis pekerjaan
Intensitas penerangan (lux)
Tidak teliti 80 – 170 Agak teliti 170 – 350 Teliti 350 – 700 Sangat teliti 700 – 1.000 Sumber: Yuliani S.(Gempur Santoso, 2004)
Contoh pekerjaan Penimbunan barang Pemasangan (tidak teliti) Membaca, Menggambar Pemasangan (teliti)
Berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja, khususnya pasal 14 menyebutkan bahwa untuk berbagai tingkatan ketelitian kegiatan disyaratkan intensitas minimal sebesar 5 lux (0,5 ft. candles), 20 lux (2 ft. candles), 50 lux (5 ft. candles), 100 lux (10 ft. candles), 300 lux (30 ft. candles), antara 500 sampai 1000 lux (50 sampai 100 ft. candles), dan 1000 lux (100 ft candles). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari pengukuran atau pengujian sinar matahari yang masuk ke dalam rancangan tabung daylighting yang telah dibuat dengan membandingkan besarnya intensitas cahaya di luar dan di dalam ruang pengujian tertera pada Tabel 2. Berdasarkan hasil ujicoba kinerja perangkat daylighting hasil perancangan dalam penelitian ini, diperoleh intensitas cahaya untuk beberapa posisi adalah (i) pada tabung daylight lurus pertama sebesar 53%; (ii) pada tabung daylight lurus kedua sebesar 34%; (iii) pada tabung daylight lurus ketiga sebesar 30%; dan (iv) pada tabung daylight di bawah diffuser sebesar 21%. Berdasarkan hasil pengujian di atas, diperoleh hasil kinerja rata-rata tabung daylighting di bawah diffuser rata-rata sebesar 221 lux atau sebesar 21%. Intensitas rata-rata di bawah diffuser dengan nilai 221 lux ternyata masuk dalam kategori intensitas cahaya yang agak teliti (170 – 350) dan contoh pekerjaan yang sesuai adalah pekerjaan pemasangan yang tidak teliti. Hal ini dapat dilihat seperti pada Tabel 1.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
73
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 2. Hasil pengukuran intensitas cahaya dengan lux meter No pengujian
Intensitas cahaya Matahari
Hasil pengukuran
Intensitas cahaya (%)
Posisi lux meter
1
102,200
54,900
53.7%
Lurus pertama
2
102,600
52,100
50.8%
Lurus pertama
3
103,900
55,900
53.8%
Lurus pertama
4
101,900
33,400
32.8%
Lurus kedua
5
103,500
37,900
36.6%
Lurus kedua
6
108,100
36,700
34.0%
Lurus kedua
7
107,100
32,100
30.0%
Lurus ketiga
8
109,600
32,800
29.9%
Lurus ketiga
9
107,900
33,200
30.8%
Lurus ketiga
10
104,600
16,200
15.5%
Bawah diffuser
11
106,100
26,500
25.0%
Bawah diffuser
12
105,600
23,600
22.3%
Bawah diffuser
1,263,100
435,300
34.5%
Jumlah
Sumber: pengukuran, 2012
Pembahasan Hasil kinerja rata-rata perangkat tabung daylighting dari bahan yang sederhana ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya di bawah diffuser rata-rata sebesar 221 lux atau sebesar 21% dengan spesifikasi 7 inchi (17,78 cm). Sedangkan produk daylighting yang ditawarkan oleh dealer Solatube bernama Solabrite, baik produk Solatube tipe 160 DS dengan spesifikasi diameter 10 inchi (25,4 cm) maupun tipe Solatube 290 DS dengan spesifikasi diameter 14 inchi (35,6 cm) menghasilkan persentase intensitas cahaya di bawah diffuser sebesar 70% hingga 80%. KESIMPULAN DAN SARAN Adanya keterbatasan waktu, biaya dan peralatan penunjang, maka perangkat daylighting yang penulis hasilkan dari penelitian terbatas pada panjang perangkat 90 cm, diameter perangkat 18 cm, jumlah tikungan 2, reflektor penangkap cahaya dan dinding dari bahan plastik dan alumunium foil (ideal: kaca), dan penyebar cahaya dari mika putih. Dari hasil ujicoba kinerja perangkat daylighting tersebut, diperoleh intensitas cahaya yang dihasilkan sebesar ratarata 21% dari cahaya sumber (sinar matahari) dan intensitas rata-rata sebesar 221 lux. Untuk mendapatkan nilai intensitas yang lebih tinggi, penulis sarankan perlu untuk dilakukan penelitian yang lebih lengkap terkait dengan (a) variasi panjang perangkat daylight; (b) diameter atau dimensi perangkat daylight; (c) jumlah tikungan perangkat daylight; (d) kemampuan reflektor penangkap cahaya dari bahan atau material yang lebih baik; (e) kemampuan reflektor dinding pengantar cahaya dengan material yang lebih baik; dan (f) kemampuan diffuser atau penyebar cahaya ke ruangan dengan material yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Gempur Santoso, 2004, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Prestasi Pustaka, Jakarta Mintorogo, DS, 1999, Strategi Daylighting pada Bangunan Multi-lantai di Atas dan di Bawah Permukaan Tanah, Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Volume 27, No. 1, Juli 1999,
74
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Halaman 64-75, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
75
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Ajaran-ajaran Moral di Balik Keindahan Teks-teks Tembang Macapat Karya Ranggawarsita R. Adi Deswijaya, Agus Efendi, dan Nurnaningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan sastra Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. Soejono Humardani No. 1, Telp (0271) 593156, Sukoharjo 57521 ABSTRAK: Ranggawarsita sebagai manusia kreatif banyak meninggalkan karya-karya yang sangat bernilai bagi bangsa Indonesia dan khususnya masyarakat Jawa. Ranggawarsita sebagai seorang ahli sastra dan banyak sekali hasil karyanya, antara lain berisi filsafat, pendidikan, sejarah maupun kebudayaan, maka Ranggawarsita pantas untuk diangkat menjadi pujangga karaton. Ranggawarsita bagi masyarakat Jawa tidak hanya merupakan sastrawan, melainkan juga pujangga dalam arti yang sebenarnya. Mengkaji sastra karya Ranggawarsita, tidak hanya menikmati dari segi seninya saja, melainkan justru lebih ditekankan pada pesan-pesan yang bernilai pedagogis baik untuk bekal hidup di dunia, maupun untuk bekal di akherat. Dalam kacamata ini, Ranggawarsita tidak hanya seorang pendidik, melainkan beliau adalah ahli moral. Kata-kata kunci: ajaran moral, karya Ranggawarsita PENDAHULUAN Masyarakat Jawa pada masa lampau memiliki khazanah budaya yang bermanfaat bagi pembentukan watak dan pribadi seseorang. Sastra Jawa telah dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan dalam masyarakat. Sastra Jawa dalam kaitan ini penuh muatan ajaran moral, etika, kebenaran, kejujuran, kesucian hati yang akan membawa kesempurnaan dan kebahagiaan hidup yang bersumber pada agama dan falsafah hidup budaya Jawa. Salah seorang pujangga Jawa yang sangat terkenal di dalam menciptakan karya sastra Jawa adalah Raden Ngabei Ranggawarsita. Ranggawarsita dilahirkan pada hari Senin, 15 Maret 1802 Masehi. Beliau putra sulung dari Mas Ngabei Ranggawarsita, abdidalem carik kadipaten anom, ketika putra sulungnya lahir masih berpangkat jajar serta bernama Mas Pajangswara. Nama kecil Ranggawarsita adalah Bagus Burham. Kata Bagus menandakan sebutan kebangsawanan, sedang kata Burham mempunyai arti yaitu bukti nyata. Ketika kecil dikabarkan bahwa sifat Ranggawarsita sangat nakal. Ia pernah berguru pada Kyai Kasan Besari di Pondok Gebangtinatar Ponorogo sampai akhirnya mendapat wahyu kapujanggan. Ranggawarsita wafat pada tanggal 24 Desember 1873 atau mencapai usia 73 tahun (Kumite Ranggawarsitan, 1931: 10-15). Karya sastra Jawa seperti dalam Serat Kalatidha, Jaka Lodhang, Sabdatama, Sabdajati Jayengbaya, Witaradya dan sebagainya merupakan serat-serat yang mengandung piwulang yang dikemas sedemikian rupa oleh Raden Ngabei Ranggawarsita dalam bentuk metrum tembang Macapat. Sebagai implikasinya, melalui pendidikan pembelajaran sastra mendidik siswa untuk dapat mengapresiasikan serta memparafrasekan ke dalam bahasa sehari-hari. Pendidikan pada saat sekarang ini tidak hanya mentransfer pengetahuan/ilmu kepada peserta didik melainkan kemampuan untuk mendidik dalam arti luas. Sistem pendidikan tidak hanya menekankan pengembangan intelektual aspek kognitif atau akademik namun juga menekankan pendidikan karakter sehingga peserta didik memiliki kualitas mental/kekuatan moral, akhlak, budi pekerti yang merupakan kepribadian baik khususnya bagi peserta didik. Ranggawarsita pantas mendapat sebutan pahlawan sastra, karena banyaknya jasa beliau dalam bidang kesusastraan dan isinya telah banyak dijadikan pedoman filsafat oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa.
76
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Oleh karena itu dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai 1) bagaimana ajaranajaran moral yang terdapat di dalam teks-teks tembang Macapat karya Ranggawarsita dan 2) Bagaimanakah latar sosiohistoris Ranggawarsita sebagai kreator sehingga banyak menghasilkan karya yang dapat dijadikan pedoman hidup? METODE Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Bogdan R.C dan S.K. Biklen dalam Atar Semi (1993: 24) menyatakan sebagai berikut. “Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan, semua penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan kaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala sistem tanda (semiotik) mungkin akan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji”. Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan, gejala atau fenomena yang lebih berharga daripada hanya pernyataan dalam bentuk angka-angka dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi data (Sutopo, 1996: 8-10). Sumber data dalam penelitian ini adalah enam karya sastra Jawa yang berbentuk tembang karya Ranggawarsita, yaitu Serat Kalatidha, Serat Sabda Jati, Serat Sabdatama, Serat Jaka Lodhang, Serat Jayengbaya dan Serat Witaradya. Adapun alasan praktis pengambilan puisi-puisi tersebut sebagai sumber data antara lain karena puisi tersebut merupakan puisi yang berbobot, terbukti sudah pernah dilakukan penelitian baik berupa skripsi atau tesis dan diantologikan dalam bentuk buku maupun dipublikasikan dan sudah berskala nasional, serta banyak dibaca oleh peminat puisi (terutama pecinta budaya dan sastra Jawa). Alasan lainnya adalah puisi tersebut telah dianggap puisi karya Ranggawarsita, dan puisi-puisi tersebut oleh para peneliti, pecinta budaya dan sastra Jawa maupun Indonesia telah dianggap mewarnai perpuisian di Indonesia, dan puisi tersebut cukup berwibawa di mata para pengamat sastra serat mengandung nilai-nilai ajaran pendidikan budi pekerti yang luhur. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah teknik pustaka, lalu teknik simak dan catat. Teknik pustaka ialah pengambilan data dari sumber-sumber tertulis oleh peneliti dalam rangka memperoleh data beserta konteks lingual yang mendukung untuk dianalisis. Konteks lingual masih bisa dilengkapi dengan konteks nonlingual, seperti penjelasan dari peminat puisi, latar tempat, situasi, peristiwa dan sebagainya. Proses analisis data dalam penelitian ini bersifat interaktif, yaitu analisis data dengan menggunakan langkah-langkah: reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam reduksi data, peneliti mengklasifikasi ajaran-ajaran moral dalam serat-serat karya Ranggawarsita. Data lalu disajikan dalam sebuah sajian data dengan dilengkapi berbagai keterangan penemuan. Adapun langkah akhir adalah penarikan kesimpulan berdasarkan temuan yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut R.I. Mulyanto (1985) bahwa mengenai nama Ranggawarsita ternyata penulis menemukan nama-nama itu sebanyak tiga orang, yaitu 1) R. Ng. Ranggawarsita I atau nama lainnya R.T Sastranegara dan lebih terkenal dengan julukan R. Ng. Yasadipura II, merupakan pujangga Karaton Surakarta Adiningrat dengan pangkat bupati anom, 2) R. Ng. Ranggwarsita II atau nama lainnya Raden Mas Pajangswara dengan pangkat panewu carik Kadipaten Anom Surakarta, dan 3) R. Ng. Ranggawarsita III atau nama lainnya Rangga Pajanganom/Rangga Pujangganom dan semasa kecil bernama Bagus Burham. Mulai mengabdi di Karaton Surakarta Adiningrat dengan pangkat carik kadipaten anom, kemudian naik menjadi mantri carik
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
77
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
kadipaten anom bergelar Ki Sarataka. Pada waktu pangkatnya naik menjadi kliwon kadipaten anom Surakarta terkenal dengan sebutan R. Ng. Ranggawarsita III (Hal. 34-37). Adapun yang menjadi bahan penelitian ini ialah R. Ng. Ranggawarsita III. Ajaran-ajaran moral dalam teks-teks tembang macapat karya Ranggawarsita 1. Berbakti pada Tuhan Dalam Serat Kalatidha tembang Sinom bait 1, Ranggawarsita menyampaikan ajaran bagaimana manusia harus bisa mesu cipta mati raga ‗mengheningkan cipta dan mematikan raga/mencegah nafsu yang tidak baik‘ dalam rangka mencapai gelar taqwa. Wahywaning arda rubeda, ki pujangga amèngêti, mêsu cipta mati raga, mêdhar warananing gaib, ananira sakalir, ruwêding sarwa tumuwuh, wiwaling kang warana, dadi badaling Hyang Widhi, amêdharkên paribawaning jawata. (Keluarnya keinginan sulit, ki pujangga memperingati, mengheningkan pikiran mematikan raga, membuka tirai yang gaib, keberadaan semua, kesulitan selalu tumbuh, hilangnya tirai penutup, menjadi kehendak Tuhan, mengajarkan keagungannya Tuhan).
2.
Pendidikan moral dan budi pekerti kaitannya dengan ketaatan hamba kepada Tuhan dalam kutipan bait tersebut adalah hendaknya ketaatan kepada Tuhan ini diwujudkan pula dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari- hari yaitu bisa mesu cipta mati raga ‗selalu mengheningkan cipta dan berusaha mencegah nafsu yang tidak baik. Dalam agama Islam mesu cipta mati raga sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan dan untuk memperoleh derajat taqwa. Ketaqwaan ditunjukkan dengan jalan menjauhi larangannya, mencegah nafsu yang tidak baik dan menjalankan semua perintahnya. Rendah hati Sikap sederhana, rendah hati di hadapan orang lain merupakan ajaran yang selalu dicontohkan oleh Ranggawarsita. Sikap rendah hati bukan berarti bahwa orang Jawa itu rendah, tapi mengandung makna bahwa dalam bertindak tidak bersikap sombong, tetapi mampu menghormati orang lain. Dalam Serat Sabdatama, bagaimana harus rendah hati menghadapi jaman edan disebutkan dalam bait ke- 2 tembang Gambuh. Ngajapa tyas rahayu, ngayêmana sêsamèng tumuwuh, wahanane ngêndhak angkara kalindhih, ngendhangkên pakarti dudu, dinuwa luwar tibêng doh (Capailah tekad baik itu, lindungilah sesama hidup, akhirnya mengurangi dan mengalahkan angkara, menyingkirkan perbuatan yang bukan-bukan, didorong lepas jatuh jauh). Dalam teks terlihat sikap rendah hati, selalu berusaha menyenangkan hati orang lain diungkapkan dengan kata-kata ngayêmana sêsamèng tumuwuh ‗buatlah tenteram kepada sesama mahkluk‘. Ketika menghadapi jaman kalabendu, diharapkan tidak menggunakan kesombongan, memanfaatkan kesempatan dengan berbuat seenaknya atau aji mumpung. Beda kang aji mumpung, nir waspada rubedane tutut, akêkinthil anggop anggung atut wuri, tyas riwut ruwat dahuru, korup sinêrung ing goroh (Berbeda dengan yang aji mumpung, hilang kewaspadaan kesulitan datang, mengikuti diam selalu di belakang, hati bingung mengandung rusuh, pantas diliputi kebohongan).
3.
Dapat dipercaya Sebuah kepercayaan yang harus diemban seorang pemimpin sebenarnya harus dijalankan dengan baik. Dalam Serat Kalatidha, gambaran bagaimana seorang pemimpin yang tidak dapat dipercaya dalam bait ke-2. Ratune ratu utama, patihe patih linuwih, pranayaka tyas raharja, panekare becik-becik, parandene tan dadi, paliyasing kalabendu, malah mangkin andadra, rubeda kang ngriribedi, beda-beda ardane wong sanagara.
78
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(Sesungguhnya rajanya termasuk raja yang baik, patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka- pemuka masyarakat baik, namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan, oleh karena daya Jaman Kalabendu, bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi, lain orang lain pikiran dan maksudnya). Pendidikan moral budi pekerti dalam bait ke-2 adalah sebagai pimpinan atau abdi negara harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap rakyat, memiliki kemampuan mengamankan, bekerja keras dengan penuh pengabdian dan menjaga kelangsungan hidup masyarakat (amanah). Lamun nganti korup mring panggawe dudu, dadi panggonaning eblis, mlêbu mring alam pakewuh, ewuh pana ninging ati, têmah wuru kabêsturon. (Kalau sampai terjerumus pada perbuatan yang bukan-bukan, menjadi tempatnya iblis, masuk ke alam yang sulit, sulit mendapat kejernihan hati, akhirnya mabuk lalu lengah).
4.
Dalam Serat Sabdajati tembang Megatruh bait 5 di atas, terlihat bagaimana sikap amanah harus selalu dimiliki setiap orang. Apabila tidak amanah, ikut terjerumus perbuatan setan, maka sulit kita mendapat kejernihan hati. Sabar Dalam mengarungi kehidupan harus selalu mengutamakan kesabaran. Seseorang yang sabar biasanya memiliki pemikiran jauh ke depan. Selalu mempertimbangkan segala akibatnya. Kutipan dalam Serat Kalatidha bait ke-12 sebagai berikut. Sageda sabar santosa, mati sajroning ngaurip,kali sing reh aruhara, murka angkara sumingkir, tarlen meleng malat sih, sanityasing tyas mamatuh, badharing sapudhendha, antuk mayar sawatawis, borong ngangga suwarga mesi martaya. (Mudah-mudahan kami dapat sabar dan sentosa, seolah-olah dapat mati di dalam hidup, lepas dari kerepotan,serta jauh dari keangkaramurkaan, biarkanlah kami hanya memohon, karunia pada-Mu, agar mendapat ampunan sekedarnya, kemudian kami serahkan jiwa dan raga kami).
5.
Nilai moral dan budi pekerti kaitannya dengan kesabaran dalam bait ke-12 yaitu dalam menghadapi musibah selalu disertai doa dengan memohon kepada Tuhan. Tindakan yang dilakukan diungkapkan dengan metafora mati sajroning ngaurip ‗mati selagi hidup‘. Ungkapan ini mengandung maksud bahwa kesabaran ditunjukkan dengan kemampuan kita dalam mengendalikan hawa nafsu selagi masih hidup di dunia. Sikap sabar dapat mendidik diri, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan dalam menghadapi kesulitan. Jujur Kejujuran merupakan langkah awal dalam memperoleh kepercayaan yang dari orang lain. Kutipan dalam Serat Kalatidha yang berisi nilai kejujuran pada bait ke-7. Amenangi jaman edan, ewuh aya ing pambudi, melu edan nora tahan, yen tan melu anglakoni, boya kaduman melik, kaliren wekasanipun, ndilalah karsa Allah, beja-bejaning kang lali, luwih beja kang eling lawan waspada. (Hidup di dalam jaman edan, memang repot, akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman tidak mendapat apapun juga, akhirnya dapat menderita kelaparan, namun sudah menjadi kehendak Tuhan, bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia, namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada). Ketika hidup di jaman yang serba tidak menentu, memang merepotkan, akan mengikuti kok tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti gerak jaman, maka tidak akan mendapat apa-apa. Oleh karena itu sebenarnya Ranggawarsita selalu menekankan sifat jujur dalam menghadap jaman edan ini. Kejujuran akan membentuk karakter kepribadian seseorang yang berhubungan dengan segala tindak-tanduk sesuai dengan apa
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
79
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
6.
yang diucapkan. Artinya segala perbuatan yang dilakukan sesuai dengan hati nurani menjadi bagian dari kepribadian orang tersebut. Mawas diri Pendidikan untuk mawas diri atau selalu instrospeksi terhadap kekurangan maupun kelebihan diri sendiri,terdapat dalam teks Serat Kalatidha pada bait ke- 6 dan ke- 7. Keni kinarya darsana, panglimbang ala lan becik, sayekti akeh kewala, lalakon kang dadi tamsil, masalahing ngaurip, wahananira tinemu, temahan anarima, muwus pepesthening takdir, puluh-puluh anglakoni kaelokan. (Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala, guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul, sebenarnya banyak sekali contoh-contoh, dalam kisah-kisah lama, mengenai kehidupan, yang dapat mendinginkan hati, akhirnya nrima, dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan, yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh).
7.
Mawas diri ditunjukkan dengan sikap mampu menimbang dan menentukan mana perbuatan yang baik dan tidak baik. Seseorang senantiasa memiliki suatu keinginan dalam rangka mencapai kesejahteraan hidupnya. Keinginan dan kebutuhan manusia tidak pernah akan tercukupi selama manusia tidak pernah memiliki rasa syukur. Oleh sebab itu seseorang harus dapat mengukur kemampuan dirinya. Kemampuan seseorang ada batasnya, maka perlu mawas diri supaya keinginan tersebut dapat tercapai dan tidak menjadi beban yang memberatkan. Kisah-kisah lama dapat dijadikan contoh atau teladan. Kisah yang baik dapat dijadikan teladan, adapun kisah yang tidak baik jangan ditiru. Seseorang harus selalu narima dan berserah diri kepada Tuhan. Tata krama dan subasita Dalam Serat Jaka Lodhang Tembang Sinom bait ke 2 disebutkan bahwa besok sudah tidak ada lagi tatakrama ‗berkenaan dengan bahasa‘ dan subasita ‗berkenaan dengan tingkah laku‘. Wong wadon ibaratnya nir wadonira. Pergaulan yang baik harus selalu didasarkan kepada tutur kata yang baik dan tingkah laku yang sopan. Subasita lan tata krama kadya loro-loroning atunggal. Walaupun berbeda dan bisa dipilah tetapi tidak dapat dipisah. Wong alim alim pulasan, jaba putih jêro kuning, ngulama mangsah maksiyat, madat madon minum main, kaji-kaji ambanting, dulban kêthu putih mamprung, wadon nir wadonira, prabawèng salaka rukmi, kabèh-kabèh mung marono tingalira (Orang alim, alimnya palsu, luar putih dalam kuning, ulama menempuh maksiyat, madat, melacur minum dan berjudi, haji-haji membanting, surban kopiah putih beterbangan, wanita hilang kewanitaannya, terpengaruh perak dan emas, semua hanya ke sana penglihatannya).
8.
Aja dumeh Aja dumeh merupakan pernyataan agar seseorang selalu ingat kepada sesamanya. Kutipan bait ke- 2 Serat Kalatidha. Ratune ratu utama, patihe patih linuwih, pranayaka tyas raharja, panekare becik-becik, parandene tan dadi, paliyasing kalabendu, malah mangkin andadra, rubeda kang ngriribedi, beda-beda ardane wong sanagara. (Sesungguhnya rajanya termasuk raja yang baik, patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka- pemuka masyarakat baik, namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan, oleh karena daya Jaman Kalabendu, bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi, lain orang lain pikiran dan maksudnya). Dalam teks di atas sebenarnya Ranggawarsita mengajarkan untuk selalu bersikap aja dumeh. Jangan mentang-mentang menjadi pemimpin, lalu menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan. Diibaratkan pemimpin yang kelihatannyabaik, ternyata
80
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
tidak mampu merubah keadaan yang tidak baik dengan istilah parandene tan dadi, paliyasing kalabendu ‗tetapi tidak membuat perubahan pada jaman kalabendu‘. Latar sosiohistoris Ranggawarsita sebagai kreator karya Ranggawarsita dalam berkarya sangat dipengaruhi situasi-situasi yang terjadi semasa beliau hidup. Situasi politik yang ada, situasi sosial, situasi sastra, situasi keagamaan, situasi pendidikan, dan situasi budaya sangat mempengaruhi pola pikir Ranggawarsita dalam membuat karyanya. Situasi politik yang terjadi semasa Ranggawarsita banyak mempengaruhi karya sastranya. Situasi politik sejak pemerintahan Mataram sampai pemerintahan Kerajaan Surakarta sangat tidak menguntungkan. Jaman ini banyak terjadi perang saudara, perebutan kekuasaan, maupun perang terhadap penjajah yang selalu turut campur dengan masalah dalam lingkungan karaton. Banyak abdidalem yang tidak bertanggungjawab dan mencari keuntungan sendiri, seperti digambarkan oleh Ranggawarsita dalam Serat dalam Serat Kalatidha. Sejak pemerintahan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana II kedaulatan Kasunanan Surakarta semakin berkurang. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya perjanjian-perjanjian yang harus ditandatangani oleh raja-raja Kasunanan kepada pemerintah Kolonial Belanda. Para pembesar-pembesar karaton banyak yang menentang campur tangan Belanda, tetapi ada pula yang ikut mendukung tindakan pemerintah Kolonial Belanda. Akibatnya di dalam negeri timbul perang saudara, muncul orang-orang munafik yang hanya mengejar pangkat dan kedudukan tanpa memperhatikan nasib orang lain atau bangsanya sendiri. Oleh karena itu Ranggawarsita merasa mempunyai kewajiban moral untuk menaikkan derajat kehidupan masyarakat agar menjadi lebih tinggi, menjadi manusia utama dan berbudi luhur. Banyak karyanya yang mengajarkan manusia agar berbuat baik, tetapi ada pula karyanya yang bersifat menyindir, mencemooh, atau mengkritik mereka yang berbuat jahat. Situasi sosial yang terjadi semasa Ranggawarsita banyak mempengaruhi karya sastranya. Struktur sosial masyarakat Jawa mengakui adanya golongan yang menguasai dan yang dikuasai. Golongan penguasa lebih tinggi derajatnya daripada golongan yang dikuasai, seperti abdidalem harus selalu taat kepada raja. Keadaan demikan mempengaruhi Ranggawarsita baik sebagai abdidalem maupun sebagai individu. Ranggawarsita harus bisa menempatkan diri, mengerti tugas-tugasnya baik kepada raja maupun sesama abdidalem. Ranggawarsita sebagai penulis harus mampu melihat mana yang benar dan tidak benar. Citacita hidup seorang pengarang adalah cita-cita seorang kesatria, yaitu rela berkorban, bijaksana, sederhana, sehingga gambaran-gambaran seorang kesatria sebagai manusia utama banyak tercetus dalam karya-karyanya. Situsi keagamaan yang berkembang semasa Ranggawarsita hidup juga mempengaruhi pola pikir sang pujangga. Perkembangan agama Islam di Jawa cenderung mengarah ke Islam Kejawen yaitu agama Islam hasil sinkretisme dari paham asli Hindu dan Islam. Pola pikir Kejawen juga mempengaruhi isi karya-karya Ranggawarsita. Petuah-petuah sang pujangga banyak diungkapkan lewat ajaran-ajaran Kejawen, seperti dalam Serat Jayengbaya, Serat Sabdajati dan lain sebagainya. Situasi pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir Ranggawarsita. Ranggawarsita sejak kecil diasuh oleh Ki Tanujaya, beliau adalah ahli ilmu kebatinan dan memiliki banyak kesaktian. Ranggawarsita pernah belajar mengaji di Pondok Pesantren Gebang Tinatar Panaraga. Beliau belajar tata krama, filsafat, sopan santun kepada Yasadipura I, R.T. Sastranagara, Pangeran Buminata dan lain sebagainya, sehingga ilmu yang didapat Ranggawarsita tidak hanya ilmu yang bersifat lahiriah tetapi juga rohaniah. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi cara pandang Ranggawarsita seperti yang terungkap dalam karyakaryanya. Ranggawarsita paham terhadap ajaran Islam, Kejawen maupun Hindu-Budha, maka dalam karya-karya beliau banyak menampilkan diksi yang bernuansa keagamaan. Adapun contoh dalam data sebagai berikut.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
81
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Wus katon nèng Lokilmapul (Sj, Mg I/17/3). 'Telah tampak dalam suratan takdir'. Ing jaman kênèng musibat (Kl, Sn I/6/3). 'Di jaman yang terkena musibah‘. Ya Allah ya Rasulullah (Kl, Sn I/12/1). ' Ya Allah ya Rasulullah' Kepandaian Ranggawarsita ini diperoleh semasa kecil pernah belajar mengaji di pondok pesantren, maka tidak mengherankan apabila beliau juga paham istilah-istilah yang berasal dari ajaran Islam. Kata-kata yang berasal dari bahasa Arab misalnya Allah ‗Tuhan‘, Lokilmakpul ‗suratan takdir‘, Rasulullah ‗Rasul Allah‘, Jabarail ―Jibril‘, kata alim ‗alim‘ maupun kata kajikaji ‗haji-haji‘. Situasi sastra yang ada sebelum jaman Ranggawarsita sangat mempengaruhi hasil karya-karyanya. Ranggawarsita banyak belajar dari naskah-naskah Jawa Kuna. Isi yang diungkapkan dalam karya sastra Jawa Kuna sangat beraneka ragam. Lewat karya-karya lama, sang pujangga mencoba menimba ilmu dan akhirnya dituangkan dalam karya-karyanya. Ranggawarsita sebagai seorang parameng sastra ‗ahli dalam hal sastra‘ banyak menampilkan keindahan-keindahan penggunaan purwakanthi-purwakanthi. Kepandaian ini dilatarbelakangi oleh kesenangan beliau membaca kitab-kitab sastra lama, misalnya Jawa Kuna (Kakawin) maupun kitab Jawa Tengahan (Kidung). Kakawin dan Kidung juga banyak menampilkan keindahan-keindahan suara. Karena kebiasaan Ranggawarsita dalam membaca teks-teks indah, maka karya-karya sastra yang dihasilkan tidak kalah hebat dengan pujangga sebelumnya. Demikianlah kepandaian Ranggawarsita dalam menuangkan karyanya dengan begitu indah karena dilatarbelakangi oleh kepandaian, kesenangan, ketekunan beliau di dalam membaca buku-buku lama, menyalin buku-buku lama dan akhirnya menuangkannya kembali dalam bentuk karya sastra. Karya-karya sastra yang sudah ada menjadi inspirasi Ranggawarsita dalam menulis. Oleh karena itu karya-karyanya tidak kalah dengan pujangga sejamannya dan pantas beliau mendapat julukan Parameng sastra maupun Parameng kawi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berbagai pendidikan moral dan budi pekerti yang terdapat dalam karya-karya Raden Ngabei Ranggawarsita, dapat memupuk ketajaman rasa seseorang berupa sopan santun, tepaselira, unggah-ungguh dalam bersikap dan berperilaku serta dapat meningkatkan keimanan seseorang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran-ajaran moral itu antara lain berbakti pada Tuhan, rendah hati dan tidak sombong, dapat dipercaya/amanah, jujur, selalu mawas diri, tatakrama dan subasita, serta aja dumeh. Latar belakang sosiohistoris seperti pendidikan, keagamaan, situasi sosial, situasi budaya, situasi politik, situasi ekonomi sangat mempengaruhi Ranggawarsita di dalam mengarang karya-karya sastra terutama yang berisi mengenai ajaran-ajaran piwulangnya. Situasi politik yang tidak menentu, situasi keagamaan, situasi sosial mendorong Ranggawarsita menciptakan karya yang bisa dipergunakan untuk pedoman hidup. Adapun pesan Ranggawarsita yang sangat terkenal yaitu beja-bejaning wong lali, luwih beja kang eling lawan waspada ‗seberuntung-beruntungnya orang yang lupa, lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada‘. Saran Karya sastra Jawa yang diciptakan oleh Ranggawarsita banyak mengandung nilai pendidikan moral dan budi pekerti bagi generasi penerus bangsa. Sebagai pendidik/dosen khususnya bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (Jawa) agar dapat menanamkan pendidikan budi pekerti kepada para siswa/mahasiswa dengan menggunakan media sastra
82
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
berbentuk tembang-tembang macapat yang penuh dengan nilai-nilai luhur yang sangat adiluhung. DAFTAR PUSTAKA Atar Semi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Kumite Ranggawarsitan. 1931. Serat Cariyos Lelampahanipun Suwargi Raden Ngabei Ranggawarsita. Pujangga Ageng ing Nagari Surakarta Adiningrat Jilid I, II, III. Surakarta: Drikerei Mares. R.I. Mulyanto. 1985. Biografi Pujangga Ranggawarsita. UNS: Penelitian Sutopo, H.B. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif (Metodologi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
83
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Imperatif Bahasa Indonesia dalam Buku Imperatif dalam Bahasa Indonesia Karya Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum Dewi Kusumaningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend S. Humardhani No. 1 Sukoharjo 57521 Sukoharjo Telp. 081329507877, Fax. (0271) 591065, e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaidahkan imperatif biasa, imperatif permintaan, imperatif pemberian izin, imperatif ajakan, imperatif suruhan, imperatif aktif tidak transitif, imperatif aktif transitif, dan imperatif pasif. Kaidah-kaidah dari imperatif yang muncul adalah sebagai berikut: (1) imperatif biasa: KB + KK (KD)!; KK (KD) + KAB + itu!; KB + KK (KD)!; KK (KU) + partikel, KD!, (2) imperatif permintaan: coba + negasi + KK (KD); kalau boleh, KKet(waktu) + KB + KK (KD) + KKet (tujuan)!; Diharapkan + KB + (+/-) + KK + KKet (tempat); sudi(lah) + KB + berkenan + KK + KB + KKet; dapat(kah) + KB + KK(kan) + KB + K tunjuk (ini, itu); (di)mohon + dengan hormat + KB + (berkenan) + KK + ke + KKet(tempat), (3) imperatif pemberian izin : KB + silahkan + KK + KB!; KK (lah), jika mau/akan + KK(me/me-i) + KB; biar(lah) + KB + KK(kan) + KB + KTunjuk!; KB + diizinkan + KK (me-i) + KB; ambil(lah) + KB + Ktunjuk!, (4) imperatif ajakan : ayo + KK + KB + kata ganti milik!; biar + KB + KK + di +KB!; coba + KB + KK + KB + Ktunjuk!; mari + KB + KK(kan) + KB + KKet!; harap + KK (di-kan) + KB + Ktunjuk!, (5) imperatif suruhan : ayo + KK + Ksapaan!; biar + KB + KK + KB + KKet!; coba + KK(kan) + KB + Ktunjuk!; harap + KB + KK + ke + KB!; hendaknya + KB + Ktunjuk + KKpasif!; hendaklah + KB + KK + KB!; silahkan + KKpasif + KB + Ktunjuk!; tolong + KKpasif + KB(nya)!, (6) imperatif aktif tidak transitif : (interjeksi) + KB + kalau + KK(lah)!; KK(ber-,-lah) + di + KB + Ktunjuk!; KK(ber-,-lah) + kalau + KS!; KK(ber-,-lah) + ke + KKet tempat!, (7) imperatif aktif transitif : ambil (lah) + KB + Ktunjuk +Ket.waktu!; KS + -i (partikel –lah) + KB + Ktunjuk + KKwaktu!; per + KS(-lah) + KB + Ktunjuk!; KK (ber-kan) (-lah) + KB + Ktunjuk!, (8) imperatif pasif : KB + itu + KKpasif + Kcara; KKpasif + saja + KB + Ktunjuk!; sebaiknya + KKpasif + saja + KB + Ktunjuk!; KK + -lah + KB + itu!; ambil(-kan) + KB + Kwaktu; KK(-lah) + KB + PP + Ket.waktu!; Hampiri (lah) + KB + di + Ket.tempat!; tukar(kan) + dengan + KB + saja(lah) + KB. Kata-kata kunci: imperatif, kaidah, struktural. PENDAHULUAN Imperatif adalah salah satu jenis kalimat yang bermakna memerintah di samping jenis kalimat yang lain yaitu deklaratif, interogatif, eksklamatif, dan empatik. Perihal imperatif ini masih belum banyak yang mengkaji.Terakhir sepengetahuan penulis, diteliti oleh Rahardi sebagai desertasinya dan diterbitkan menjadi buku dengan judul “Imperatif Dalam Bahasa Indonesia” tahun 2000 oleh Penerbit Duta Wacana University Press. Penelitian imperatif secara konten analisis sedikit mengalami kendala dalam pencarian data secara melimpah. Hal ini disebabkan karena bentuk imperatif adalah salah satu tuturan bahasa yang muncul dengan konteks memerintah, melarang, menyuruh, menghimbau, dll. Yang munculnya dari suatu tuturan dialog. Wacana dialog yang bisa muncul imperatifnya hanya sedikit. Sedangkan sumber data imperatif dari wacana lisanpun juga sedikit, karena wacana tuturan dialog yang bisa memunculkan imperatif pasti harus dikondisikan. Misalnya supaya peneliti bisa mendapatkan data imperatif larangan, permintaan, ajakan, pembiaran, dsb. pasti harus berusaha membuat penutur masuk pada konteks pembicaraan melarang, meminta, membiarkan, mengajak, dsb.
84
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tulisan ini sepenuhnya berangkat dari hasil penelitan Rahardi dan diambil permasalahan yang ada di dalamnya secara bebas dan memandang bahwa permasalahan yang diambil masih relevan untuk diteliti. Pengambilan sumber data secara terfokus tersebut sangat didasari oleh pertimbangan di atas. Perumusan masalah Permasalahan yang diambil dalam tulisan ini adalah bagaimana kaidah semua imperatif yang ditemukan. Penulis mengambil permasalahan itu karena di dalam Imperatif dalam Bahasa Indonesia (IDBI) karangan Rahardi, kaidah imperatif tersebut secara struktural memang tidak dianalisis secara mendalam. Masih terdapat ketidakjelasan dan kekurangpendiskripsian dalam bentuk kaidah dalam buku IDBI. Permasalahan yang menjadi judul tulisan ini akan diteliti, diamati dan dianalisis sesuai dengan metode penelitian linguistik yang ditulis oleh Sudaryanto (1993) dengan dibantu sumber-sumber buku lain, terutama buku IDBI. Tujuan penelitian Tujuan mendasar dalam penelitian ini adalah untuk dapat mengkaidahkan bentukbentuk imperatif dalam bahasa Indonesia yang terdapat dalam Buku Imperatif dalam Bahasa Indonesia karangan Kunjana Rahardi tahun 2000, penerbit Duta Wacana University Press. Dengan adanya kaidah imperatif tersebut, diharapkan para pemakai bahasa Indonesia bisa memproduksi imperatif dengan cepat dan tepat. Minimal secara struktur. METODE PENELITIAN Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini disebabkan karena penelitian ini akan mendeskripsikan permasalah-permasalahan secara mendalam sehingga ditemukan hasil yang akurat. Hal itu sesuai yang dikemukakan oleh Sutopo (1996:18) pemilihan jenis penelitian deskriptif kualitatif bertujuan mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa. Hal itu untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal, keadaan, gejala, atau fenomena tidak terbatas pada sekadar pengumpulan data, melainkan meliputi analisis dan interpretasi mengenai data tersebut. Data dan sumber data Data dalam penelitian ini adalah semua bentuk tuturan imperatif formal atau struktural. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau ciri formalnya secara sintaksis (Rahardi, 2000: 87). Tentang ciri mendasar yang dimiliki oleh satuan lingual imperatif dalam bahasa Indonesia. Dasar yang dipakai adalah batasan kalimat imperatif dari Alwi, Dkk. (2003: 353-357) yang menggolongkannya menjadi kalimat imperatif taktransitif, kalimat imperatif transitif, kaimat imperatif halus, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif ajakan dan harapan, kalimat imperatif larangan, dan kalimat imperatif pembiaran. Dari dasar-dasar teori tersebut, maka data yang diambil adalah segala bentuk kalimat yang masuk pada golongan imperatif tersebut di atas. Sumber data yang dipakai adalah buku ―Imperatif dalam Bahasa Indonesia‖ karya R. Kunjana Rahardi, terbitan Duta Wacana University Press tahun 2000 setebal 192 halaman. Teknik pengumpulan data Data penelitian ini didapatkan dengan menggunakan dua macam metode, yaitu (1) metode baca, dan (2) metode catat. Metode tersebut dilakukan dengan teknik dasar dan lanjutan. Metode baca dilakukan dengan cara membaca seluruh buku IDBI sebagai sumber data dengan cermat untuk mencari bentuk-bentuk kalimat imperatif yang terdapat dalam buku tersebut. Teknik dasarnya adalah teknik catat. Penulis mencatat semua bentuk kalimat imperatif yang
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
85
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
sekiranya diperlukan sebagai data analisis penelitian. Catatan data penelitian tersebut selanjutnya diberi kode dan diklasifikasikan sesuai kelompoknya. Klasifikasi data Data mentah yang didapat dari sumber data selanjutnya dikelompokkan menurut jenis kalimat yang ditemukan dalam sumber data. Data-data yang sudah disediakan dalam penelitian tersebut akhirnya diklasifikasikan dengan tujuan mempermudah proses analisis. Adapun klasifikasi data dilakukan dengan dasar pemisahan bentuk-bentuk tuturan imperatif sesuai dengan golongannya kalimat imperatif taktransitif, kalimat imperatif transitif, kaimat imperatif halus, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif ajakan dan harapan, kalimat imperatif larangan, dan kalimat imperatif pembiaran. Teknik analisis data Setelah data tersedia sebagai bahan jadi penelitian, maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Oleh karena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengkaidahan kalimat imperative secara struktural, maka analisis data diarahkan pada struktur imperatif tersebut dengan menggunakan teknik analisis dari Sudaryanto (1993). Metode analisis yang dipakai adalah metode agih atau metode distribusional karena alat penentu analisisnya menggunakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik yang dipakai adalah teknik bagi unsur langsung (BUL) sebagai teknik dasarnya sedang teknik lanjutannya adalah teknik baca markah. Teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara membaca pemarkah atau penanda. Pemarkah adalah alat seperti imbuhan, kata penghubung, kata depan, dan artikel yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi kata atau kontruksi (lih. Kesuma, 2007: 66). Teknik ini disesuaikan dengan data kalimat imperatif yang ditemukan. Prosedur pelaksanaan penelitian Kegiatan dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan, tahap kedua adalah pelaksanaan penelitian untuk mengumpulkan data kemudian menganalisisnya, dan tahap ketiga adalah penulisan laporan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian secara berturut-turut disajikan dalam bentuk pengelompokan jenis kalimat imperatif yang ditemukan dari sumber data. Analisis dilakukan dengan cara mencermati penanda-penanda yang dipakai dalam setiap jenis kalimat imperatif yang ada seperti adanya kata-kata: kata depan, konjungsi, imbuhan, artikel, ataupun partikel serta jenis kata yang dipakai misal kata benda (KB), kata kerja (KK), kata dasar (KD), kata ulang (KU), kata tunjuk (K Tunjuk). Jenis kalimat imperatif biasa Kalimat imperatif biasa adalah kalimat imperatif yang mempunyai cirri-ciri: 1) intonasi keras, 2) didukung dengan kata kerja dasar, dan 3) berpartikel penegas –lah (Rahardi, 2000:77). Data yang ditemukan: (1) ―Monik, lihat!‖ (halaman 77) (2) ―Usir kucing itu!‖ (halaman 78) (3) ―Kita lihat! Pokoknya percaya boleh tidak juga boleh. Ayo... Kita lihat!‖ (halaman 78) (4) ―Tenang-tenanglah dulu, Pong! Sabar... sabar dulu!‖ (halaman 78) (5) ―Diam! Hansip tahu apa.‖ (halaman 78) Kalimat (1, 2, 5) menggunakan kata kerja dasar yaitu lihat, usir, tahu. Kalimat (4) digunakan kata ulang dari kata sifat dasar tenang mendapat pertikel –lah dan menggunakan kata. Kaidah yang biasa digunakan pada imperatif ini adalah: KB + KK (KD)!; KK (KD) + KB + itu!; KB + KK (KD)!; KK (KU) + partikel, KD!. KB yang harus dipakai adalah KB dengan jenis manusia
86
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
yang bisa diisi dengan pronomina tunggal maupun jamak, nama diri, serta kata sapaan kekerabatan (Bapak, Ibu, Nak, Adik/dik, Kakak/kak, dsb). Jenis kalimat imperatif permintaan Kalimat imperatif permintaan adalah jenis kalimat imperatif yang berkonteks tuturan meminta/memohon sesuatu. Oleh karena itu imperatif jenis ini sangat memerlukan penanda kata tertentu yang bermakna meminta yaitu coba, kalau boleh, sudilah, diharapkan, dapatkah, dimohon, mohon, dsb. Semua penanda tersebut biasa diletakkan di awal atau tengah kalimat. (6) ―Anak-anak sekalian... Coba jangan ramai, Bapak akan menjelaskan materi yang baru! Buku tulisannya diambil dulu!‖ (halaman 78) (7) ―Kalau boleh, nanti saya mau berangkat lagi ke Jakarta! Besuk sore aku harus bertemu Tatang di Bekasi.‖ (halaman 79) (8) ―Diharapkan dengan sangat agar pengunjung tidak merokok di ruangan ber- AC ini!‖ (halaman 79) (9) ―Sudilah kiranya Bapak berkenan menanggapi surat kami secepatnya!‖ (halaman 79) (10) ―Dapatkah saudara membacakan makalah ini seandainya saya tidak dapat meneruskannya!‖ (halaman 79) (11) ―Dimohon dengan hormat agar hadirin berkenan pindah ke ruang sebelah untuk beramah tamah bersama!‖ (halaman 79) (12) ―Dengan segala rendah hati kami mohon kiranya Bapak berkenan mempertimbangkan lamaran Kami!‖ (halaman 79) Kaidah yang terlihat pada variasi imperatif permintaan di atas adalah: Coba + negasi + KK (KD); kalau boleh, KKet(waktu) + KB + KK (KD) + KKet (tujuan)!; Diharapkan + KB + (+/-) + KK + KKet (tempat); sudi(lah) + KB + berkenan + KK + KB + KKet; dapat(kah) + KB + KK(kan) + KB + K tunjuk (ini, itu); (di)mohon + dengan hormat + KB + (berkenan) + KK + ke + KKet(tempat). Kalimat imperatif pemberian ijin Kalimat imperatif ini ditandai dengan penanda kesantunan silahkan, biarlah, diperkenankan, dipersilahkan, dan diizinkan. Di bawah ini data-data kalimat imperatif tersebut. (13) ―Ian silahkan ambil buah duku itu kalau kamu mau! Tadi nenek belikan buah duku untuk cucuku di pasar. Ayo!‖ (halaman 80) (14) ―Mas... Masuklah ke dalam, jika mau mengunjungi makam Ibu Negara! Semua boleh masuk kok. Silahkan... Silahkan!‖ (halaman 80) (15) ―Mbak... Biar saya bawakan tas itu! Aku masih ringan kok mbak.‖ (halaman 80) (16) ―Para pengunjung yang sudah berada di depan pintu masuk makam Ibu Negara diijinkan segera memasuki makam dengan tenang!‖ (halaman 81) (17) ―Mas-mas... Ambillah makanan itu, seberapapun kau suka!‖ (halaman 81) Kaidah-kaidah kalimat imperatif pemberian izin sesuai urutan datanya adalah sebagai berikut: KB + silahkan + KK + KB!; KK (lah), jika mau/akan + KK(me/me-i) + KB; biar(lah) + KB + KK(kan) + KB + KTunjuk!; KB + diizinkan + KK (me-i) + KB; ambil(lah) + KB + Ktunjuk! Kalimat imperatif pemberian izin dibuat dengan penanda-penanda khusus yang menyatakan pemberian izin seperti yang sudah diterangkan di atas. Dengan pola kaidah tersebut di atas, pemakai bahasa Indonesia bisa memproduksi kalimat imperatif pemberian izin seperti contoh. Kalimat imperatif ajakan Kalimat imperatif ini biasanya digunakan penanda ayo (yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, dan hendaklah. Di bawah ini data kalimat imperatif yang ditemukan dari sumber data. (18) ―Tut... Ayo naik mobilku saja! Ayo... ndak apa-apa. Aku lewat sana kok.‖ (halaman 81) (19) ―Ian... Biar kita nanti tinggal di rumah saja! Bapak biar pergi sendirian.‖ (halaman 81)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
87
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(20) ―Vendi... Coba kita geser dulu meja ini! Kursinya kamu angkat dulu!‖ (halaman 82) (21) ―Mari kita bersihkan dulu rumput-rumput di depan gedung itu!‖ (halaman 82) (22) ―Harap diselesaikan dahulu tugas berat ini bersama-sama!‖ (halaman 82) Untuk semua kalimat imperatif ajakan di atas kaidahnya adalah sebagai berikut: ayo + KK + KB + kata ganti milik!; biar + KB + KK + di +KB!; coba + KB + KK + KB + Ktunjuk!; mari + KB + KK(kan) + KB + KKet!; harap + KK (di-kan) + KB + Ktunjuk! Kaidah-kaidah yang sudah dimunculkan di atas tidak bersifat kaku, maksudnya penutur bahasa bisa membuat kalimat imperatif tersebut dengan tambahan penanda-penanda emotif sehingga kalimat menjadi luwes. Kalimat imperatif suruhan Biasanya kalimat imperatif suruhan ini dibuat dengan penanda kesantunan bahasa seperti ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, silahkan, dan tolong. Berikut data-data imperatif suruhan yang ditemukan dari sumber data. (23) ―Ayo makan dulu, dik! Kami sudah makan lebih dulu tadi. Ayo.. tidak usah malumalu.‖ (halaman 82) (24) ―Biar kamu menunggu rumah saja bersama Joko, nanti malam! Bapak akan berangkat sendiri saja.‖ (halaman 82) (25) ―Nang... Coba keraskan sedikit radio itu! Dalangnya siapa itu?‖ (halaman 83) (26) ―Saudara sekalian... Harap kamu semua pergi ke Auditorium untuk mengikuti Misa Kudus! Bagi yang bukan Katholik boleh ke perpustakaan dulu!‖ (halaman 83) (27) ―Bu... Hendaknya obat ini diminum sesuai aturan! Yang ini antibiotik dan harus habis semua.‖ (halaman 83) (28) ―Reni... Hendaklah kamu mencari uang dahulu kemudian menikah! Nanti bisa repot kalau kamu segera punya anak.‖ (halaman 83) (29) ―Silahkan dibuka dulu bingkisan itu! Silahkan Yan... buka dulu yang itu!‖ (halaman 83) (30) ―Sul... nanti akan ada tamu yang menginap di sini. Tolong dibersihkan dulu bak mandinya! Airnya sudah kelihatan agak keruh.‖ (halaman 84) Kaidah-kaidah yang bisa dibuat dari data kalimat imperatif suruhan di atas adalah: ayo + KK + Ksapaan!; biar + KB + KK + KB + KKet!; coba + KK(kan) + KB + Ktunjuk!; harap + KB + KK + ke + KB!; hendaknya + KB + Ktunjuk + KKpasif!; hendaklah + KB + KK + KB!; silahkan + KKpasif + KB + Ktunjuk!; tolong + KKpasif + KB(nya)!. Hampir sama pernyataan sebelumnya bahwa kreativitas penutur kalimat imperatif sangat menentukan kalimat yang dibuat. Dengan demikian kaidah ini hanya sebagai ancangan awal. Imperatif aktif tidak transitif Kalimat imperatif aktif tidak transitif Rahardi menyatakan bahwa kalimat aktif dapat berciri tidak transitif. Imperatif itu dibentuk dari tuturan deklaratif, dengan ketentuan-ketentuan antara lain: (1) menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua seperti: anda, saudara, kamu, kalian, anda sekalian, saudara sekalian, kamu sekalian, dan kalian-kalian; (2) mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; (3) menambahkan partikel –lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif aktif tersebut. Berikut data yang ditemukan dengan berbagai variasi kalimat imperatif aktif tidak transitif. Pengkaidahan imperatif di bawah ini tidak secara satu per satu akan tetapi dibuat satu kaidah untuk tiga variasi imperatif yang muncul. (31) a. ―Hei... Kamu kemari kalau berani!‖ (halaman 88) b. ―Hei... Kemari kalau berani!‖ (halaman 88) c. ―Hei... Kemarilah kalau berani!‖ (halaman 88) (32) a. ―Dansalah di diskotek itu!‖ (halaman 88) b. ―Berdansalah di diskotek itu!‖ (halaman 88) (33) a. ―Teriaklah kalau berani!‖ (halaman 89) b. ―Berteriaklah kalau berani!‖ (halaman 89)
88
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(34) a. ―Berlibur ke tempat nenekmu!‖ (halaman 89) b. ―Berliburlah ke tempat nenekmu!‖ (halaman 89) (35) a. ―Naik kalau mau!‖ (halaman 89) b. ―Naiklah kalau mau!‖ (halaman 89) Kaidah imperatif aktif tidak transitif tersebut di atas adalah: (interjeksi) + KB + kalau + KK(lah)!; KK(ber-,-lah) + di + KB + Ktunjuk!; KK(ber-,-lah) + kalau + KS!; KK(ber-,-lah) + ke + KKet tempat! Semua kaidah imperatif di atas tidak menyertakan subjek (berwujud KB) karena ciri kalimat aktif tidak transitif seperti yang sudah disebutkan di atas. Imperatif aktif transitif Imperatif aktif transitif ketentuannya sama dengan imperatif aktif tidak transitif. Perbedaannya hanya pada verba imperatif tersebut dibuat tanpa berawalan –me. Contoh-contoh di bawah ini bisa dipakai untuk mencermati teori tersebut di atas. (36) a. ―Kamu mengambil surat keterangan itu sekarang juga!‖ (halaman 90) b. ―Ambil surat keterangan itu sekarang juga!‖ (halaman 90) c. ―Ambillah surat keterangan itu sekarang juga!‖ (halaman 90) (37) a. ―Saudara memanasi mobil itu sekarang!‖ (halaman 90) b. ―Panasi mesin mobil itu sekarang!‖ (halaman 90) c. ―Panasilah mesin mobil itu sekarang!‖ (halaman 90) (38) a. ―Kamu memperkecil suara radio itu.‖ (halaman 90) b. ―Perkecil suara radio itu!‖ (halaman 90) c. ―Perkecillah suara radio itu!‖ (halaman 90) (39) a. ―Saudara memberhentikan pertengkaran itu!‖ (halaman 90) b. ―Berhentikan pertengkaran itu!‖ (halaman 90) c. ―Berhentikanlah pertengkaran itu!‖ (halaman 90) Data di atas satu kalimat divariasi menjadi 3 kalimat. Kaidah-kaidah yang dimunculkan bisa dipakai untuk ketiga kalimat tersebut dengan penambahan variasi dari penutur bahasa. Variasi kalimat b dan c adalah imperatif aktif transitif yang diturunkan dari kalimat aktif pada nomor a. Berikut ini kaidah-kaidahnya : ambil (lah) + KB + Ktunjuk +KKwaktu!; KS + -i (partikel –lah) + KB + Ktunjuk + KKwaktu!; per + KS(-lah) + KB + Ktunjuk!; KK (ber-kan) (-lah) + KB + Ktunjuk! Imperatif pasif Menurut Rahardi (2000: 90) kadar suruhan imperatif pasif cenderung rendah. Hal ini karena kata kerja suruhan yang dipakai menggunakan kata kerja pasif. Selain itu bentuk imperatif pasif juga mengandung konotasi makna bahwa orang ketigalah yang diminta melakukan sesuatu, bukannya orang kedua. Dengan demikian maksud tuturan imperatifnya tidak secara langsung tertuju kepada orang yang dimaksud. Berikut ini data imperatif pasif yang ditemukan. (40) ―Ketik surat itu dan kirim secepatnya!‖ (halaman 91) (41) ―Surat itu diketik dan dikirim secepatnya.‖ (halaman 91) (42) ―Diketik dulu saja surat itu dan kalau bisa dikirim secepatnya!‖ (halaman 91) (43) ―Sebaiknya diketik dulu saja surat itu dan kalau masih bisa dikirim secepatnya!‖ (halaman 91) (44) ―Kerjakanlah tugas itu sebaik-baiknya! Dan anu... ya, tugas itu harus diserahkan tepat pada waktunya.‖ (halaman 92) (45) ―Ratih... Ambilkan saya surat edaran tadi! Saya mau mencermati lagi isinya.‖ (halaman 92) (46) ―Kunjungilah orang tuamu setiap waktu! Harus diingat merekalah yang mengadakan kamu. Jangan pernah kamu telantarkan!‖ (halaman 92) (47) ―Hampirilah warung kopi di pinggir jalan itu! Kalau saya tidur bangunkan saja pas sampai di warung itu. Kopinya... wah... nikmat sekali!‖ (halaman 92)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
89
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(48) ―Tukarkan dengan rokok sajalah semua uangmu, Antok! Tidak perlu makan! Apalagi minum. Semua tidak perlu!‖ (halaman 93) Kaidah yang bisa dimunculkan dari kalimat-kalimat tersebut di atas adalah sebagai berikut: KB + itu + KKpasif + Kcara; KKpasif + saja + KB + Ktunjuk!; sebaiknya + KKpasif + saja + KB + Ktunjuk!; KK + -lah + KB + itu!; ambil(-kan) + KB + Kwaktu; KK(-lah) + KB + PP + Kwaktu!; Hampiri (lah) + KB + di + Ktempat!; tukar(kan) + dengan + KB + saja(lah) + KB! SIMPULAN Konsentrasi penelitian Imperatif dalam bahasa Indonesia yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengkaidahan kalimat dalam wujud formal (struktural). Konsentrasi ini melihat imperatif sebagai suatu produk bahasa yang bisa dibuat dengan suatu kaidah yang bisa dipakai untuk membuat imperatif. Adanya kaidah imperatif ini diharapkan produksi imperatif bisa berkelimpahan dengan cara mengisi rumus-rumus kaidah yang sudah dihasilkan dari penelitian ini. Secara berurutan (sesuai urutan yang sudah ditemukan Rahardi dalam buku IDBI) kaidahkaidah imperatif yang dihasilkan adalah sebagai berikut: (1) imperatif biasa: KB + KK (KD)!; KK (KD) + KAB + itu!; KB + KK (KD)!; KK (KU) + partikel, KD! (2) imperatif permintaan: coba + negasi + KK (KD); kalau boleh, KKet(waktu) + KB + KK (KD) + KKet (tujuan)!; Diharapkan + KB + (+/-) + KK + KKet (tempat); sudi(lah) + KB + berkenan + KK + KB + KKet; dapat(kah) + KB + KK(kan) + KB + K tunjuk (ini, itu); (di)mohon + dengan hormat + KB + (berkenan) + KK + ke + KKet(tempat)! (3) imperatif pemberian izin : KB + silahkan + KK + KB!; KK (lah), jika mau/akan + KK(me/me-i) + KB; biar(lah) + KB + KK(kan) + KB + KTunjuk!; KB + diizinkan + KK (me-i) + KB; ambil(lah) + KB + Ktunjuk! (4) imperatif ajakan: ayo + KK + KB + kata ganti milik!; biar + KB + KK + di +KB!; coba + KB + KK + KB + Ktunjuk!; mari + KB + KK(kan) + KB + KKet!; harap + KK (dikan) + KB + Ktunjuk!. (5) imperatif suruhan: ayo + KK + Ksapaan!; biar + KB + KK + KB + KKet!; coba + KK(kan) + KB + Ktunjuk!; harap + KB + KK + ke + KB!; hendaknya + KB + Ktunjuk + KKpasif!; hendaklah + KB + KK + KB!; silahkan + KKpasif + KB + Ktunjuk!; tolong + KKpasif + KB(nya)! (6) imperatif aktif tidak transitif: (interjeksi) + KB + kalau + KK(lah)!; KK(ber-,-lah) + di + KB + Ktunjuk!; KK(ber-,-lah) + kalau + KS!; KK(ber-,-lah) + ke + Ket tempat!, (7) imperatif aktif transitif: ambil (lah) + KB + Ktunjuk +KKwaktu!; KS + -i (partikel –lah) + KB + Ktunjuk + KKwaktu!; per + KS(-lah) + KB + Ktunjuk!; KK (ber-kan) (-lah) + KB + Ktunjuk!, (8) imperatif pasif: KB + itu + KKpasif + Ket.cara; KKpasif + saja + KB + Ktunjuk!; sebaiknya + KKpasif + saja + KB + Ktunjuk!; KK + -lah + KB + itu!; ambil(-kan) + KB + Ket.waktu; KK(-lah) + KB + PP + Ket.waktu!; Hampiri (lah) + KB + di + Ket.tempat!; tukar(kan) + dengan + KB + saja(lah) + KB. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. Dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisis Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:Carasvatibooks. Rahardi, R.Kunjana. 2000. Imperatif dalam Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Duta wacana University Press Sudaryanto. 1982. Metode Linguistik: Kedudukannya, Aneka Jenisnya, dan faktor Penentu Wujudnya. Yogyakarta; Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada.
90
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Sutopo, H.B. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif (Metodologi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
91
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Analisis Makian Berbahasa Inggris dalam Novel Black Boy Karya Richard Wright Giyatmi, Endang Dwi Hastuti, Nunun Tri Widarwati, dan Ratih Wijayava Program Pendidkan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo 57512 Telp: 0271-593156 E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui referent (acuan) makian berbahasa Inggris, (2) untuk mengetahui satuan lingual makian berbahasa Inggris, serta (3) untuk mengetahui fungsi makian berbahasa Inggris dalam novel BB karya Richard Wright. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan tabu (taboo), makian, bentuk lingual, kontek serta komponen tindak tutur. Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif. Data berupa semua kata makian yang diperoleh dari novel BB karya Richard Wright dengan teknik pustaka. Data selanjutnya diberi kode berupa nomor data, judul novel, BAB data makian ditemukan, halaman data makian ditemukan, data makian. Untuk validasi data peneliti menggunakan trianggulasi sumber (data) serta trianggulasi teori. Analisis data terdiri reduksi data, verifikasi data, pengambilan kesimpulan. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa (1) referent (acuan) makian berbahasa Inggris yang muncul dalam novel BB adalah makian yang berhubungan dengan agama dan nama Tuhan, berhubungan dengan hewan serta tumbuhan, berhubungan dengan rasis, berhubungan dengan sifat buruk dan kebodohan, berhubungan dengan pekerjaan, berhubungan dengan aktifitas seksual, berhubungan dengan bagian tubuh, berhubungan dengan keluarga. (2) Bentuk satuan lingual yang sering muncul dalam makian pada novel BB adalah kata, frasa, kalimat. (3) Fungsi makian pada novel BB untuk mengungkapkan amarah, menunjukkan keakraban, untuk menyapa, untuk mengejek (mencemooh), menyatakan rasa terkejut, menyatakan ancaman, menyatakan rasa penasaran serta menyatakan rasa jengkel. Kata-kata kunci: makian, tabu, satuan lingual, kontek, komponen tindak tutur. PENDAHULUAN Salah satu fungsi bahasa adalah fungsi ekspresif. Fungsi ini juga dikenal dengan istilah fungsi emotif karena pada kasus ini bahasa berfungsi untuk mengungkapkan pikiran, ide serta emosi dari penutur bahasa tertentu. Salah satu fungsi ekspresi ini muncul dalam makian (swearing). Makian merupakan bentuk ekspresi emosi, terutama emosi yang berhubungan dengan rasa jengkel serta amarah. Makian secara luas dapat diartikan sebagai kata-kata yang digunakan oleh seseorang kalau dia sedang marah atau menghina orang. Penulis merasa tertarik dengan fenomena makian tersebut meskipun bukan makian yang langsung terjadi dalam tuturan di masyarakat secara langsung. Dalam hal ini peneliti hanya membatasi makian yang ditemukan dalam sebuah novel berjudul Black Boy (BB) karya Richard Wright (1989), seorang pengarang Afro Amerika. Penulis menemukan banyak makian dalam novel tersebut seperti damn, hell, sonofabitch, Goddamn, Goddamnit, bitch dan sebagainya. Hal inilah yang membuat penulis semakin tertarik untuk meneliti makian. Pada penelitian kali ini perumusan masalah meliputi (1) apa referen (acuan) yang digunakan pada makian berbahasa Inggris dalam novel BB karya Richard Wright? (2) apa bentuk satuan lingual yang digunakan pada makian berbahasa Inggris dalam novel BB karya Richard Wright? (3) apa fungsi makian berbahasa Inggris pada novel BB karya Richard Wright? Penelitian ini berfungsi untuk mengetahui referen (acuan) yang digunakan pada makian berbahasa Inggris dalam novel BB karya Richard Wright, untuk mengetahui bentuk satuan
92
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
lingual ang digunakan pada makian berbahasa Inggris dalam novel BB karya Richard Wright serta mengetahui fungsi makian berbahasa Inggris pada novel BB karya Richard Wright. Ketika membahas masalah makian, maka tidak bisa terlepas dari masalah tabu (taboo). Tabu berarti dilarang untuk didekati, diucapkan atau digunakan karena bertentangan dengan masyarakat dan budaya. Tabu muncul setidaknya karena tiga hal yaitu pertama tabu karena sesuatu yang menakutkan. Tabu ini berhubungan dengan pelarangan penyebutan nama Tuhan, nama makluk halus, nama binatang. Jenis tabu kedua adalah tabu karena sesuatu yang tidak mengenakkan perasaan. Jenis tabu ini berhubungan dengan usaha manusia untuk menghindari penyebutan langsung untuk nama penyakit, kematian. Jenis tabu terakhir adalah tabu yang berhubungan dengan seksual, bagian tubuh serta fungsinya serta kata-kata yang berkaitan dengan makian. Makian atau swearing dapat diartikan sebagai kata atau frasa yang tidak sesuai dengan kesopanan bahasa yang berhubungan dengan penghinaan terhadap Tuhan dan nilai moral yang biasanya dimanfaatkan untuk mengunkapkan kemarahan. Pengertian lainnya adalah makian merupakan tindakan verbal yang mengungkapkan perasaan agresif akibat dari rasa frustasi melalui kata-kata dengan tekanan emosi yang kuat. Makian biasanya bersumber dari segala sesuatu yang berhubungan dengan seksual, masalah yang berhubungan dengan pembuangan manusia (BAB, BAK), serta hal yang berhubungan dengan supranatural. Dalam masyarakat terdapat kesamaan dalam memilih tema terkait denga makian seperti (1) nama Tuhan, nama setan, tempat yang dianggap suci atau angker, (2) nama bagian tubuh dan fungsinya, (3) kata atau frasa yang bersinonim dengan kata bodoh, (4) nama binatang, (5) nama buah atau tanaman, (6) penghinaan terhadap keluarga terutama ibu. Bahasa Inggris memiliki tiga tahap perkembangan makian. Tahap pertama pada abad 16 yaitu tahap eufemisme untuk hal-hal yang tidak menghormati Tuhan atau makian yang berhubungan dengan keagamaan seperti bloody by my lady, God blind me. Tahap selanjutnya adalah abad 18 di mana makian lebih berkaitan erat dengan penyebutan bagian tubuh serta fungsinya seperti cock, cunt yang keduanya merujuk pada alat kelamin perempuan dan pria. Tahap terakhir adalah tahap awal abad 20. Pada tahap ini makian lebih merujuk pada sesuatu ang bersiafat rasis seperti nigger, negro, black. Pada penelitian kali ini penulis lebih menekankan pada bentuk satuan gramatik yang meliputi morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Bentuk lingual terkecil yang akan dipakai sebagai data dalam penelitian ini adalah kata. Kata adalah satuan terkecil dari sebuah tata bahasa yang mampu berdiri sendiri sebagai tuturan lengkap yang dipisahkan oleh spasi dalam bentuk tulisan sedangkan dalam bentuk ujaran ditandai dengan jeda. Frase merupakan kelompok kata yang belum memiliki subjek dan predikat. Frasa hanya memiliki inti kata (head word) dan penjelas (modifier). Klausa adalah sebuah bentuk yang sudah memiliki subjek dan predikat namun klausa belum lengkap disebut sebagai kalimat karena dari segi arti klausa masih menggantung dan klausa tidak bisa berdiri sendiri. Kalimat adalah satuan gramatikal yang telah memiliki subjek dan predikat dan dapat berdiri sendiri serta telah memiliki arti secara penuh. Tuturan dalam sebuah bahasa sangat terpengaruh dengan sebuah konteks. Suatu tuturan yang sama dapat memiliki arti yang berbeda karena pengaruh dari sebuah konteks. Konteks dapat dipahami sebagai lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta tutur dalam proses komunikasi berinteraksi dan lingkungan yang memungkinkan tuturan dapat dipahami. Kontek dapat meliputi identitas peserta tutur, lokasi dan tempat tuturan, kepercayaan atau pengetahuan yang dipahami oleh peserta tutur serta maksud dari peserta tutur. Konteks dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu konteks bahasa (co-text) dan konteks luar bahasa (extra linguistics context). Pendapat lain membdakan konteks sebagai konteks situasi dan konteks budaya. Pemahaman konteks harus dilakukan secara keseluruhan tidak hanya memahami konteks situasi saja namun juga konteks budaya begitu juga konteks bahasa. Dalam pemahaman konteks ini juga melibatkan pemahaman komponen tutur seperti apa yang telah diperkenalkan oleh Hymes dengan teori SPEAKING yang meliputi Setting and Scene, Participant, Ends, Acts of sequence, Key, Instrument, Norms dan Genre.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
93
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
METODE Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif. Penelitian ini mengamati fenomena makian berbahasa Inggris yang banyak ditemukan dalam novel Black Boy karya Richard Wright. Data pada penelitian ini adalah semua makian yang ditemukan pada novel Black Boy karya Richard Wright yang merupakan sumber data pada penelitian ini. Untuk mendapatkan data makian penulis menggunakan teknik pustaka yaitu menggunakan sumber-sumber tertulis untuk mendapatkan data. Sumber tertulis itu adalah novel Black Boy karya Richard Wright. Setelah data terkumpul langkah berikutnya adalah pengkodean data supaya lebih mudah dalam proses analisis data. Pengkodean data meliputi nomor data, judul novel, bab di mana data ditemukan, halaman di mana data ditemukan, data makian yang dimaksud. Proses analisis data meliputi tiga tahap yaitu reduksi data. Pada tahap ini data yang tidak sesuai akan dihilangkan. Data makian dalam novel akan dicocokan dengan makian yang ada kamus bahasa Inggris Oxford Advanced Learner‟s Dictionary. Langkah selanjutnya adalah penampilan data. Pada tahap ini data disusun berdasarkan referen (acuan), bentuk, dan fungsi makian. Terakhir adalah verifikasi atau penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini didasarkan pada analisis data sebelumnya. Untuk validasi data penulis mneggunakan trianggulasi sumber (data) dengan cara membandingkan data makian dengan makian dalam kamus bahasa Inggris Oxford Advanced Learner‟s Dictionary. Selain itu penulis juga menggunakan trianggulasi teori. HASIL DAN PEMBAHASAN Referen (acuan) makian berbahasa Inggris pada novel Black Boy Berdasarkan analisi terhadap data yang ditemukan maka referen (acuan) makian berbahasa Inggris pada novel BB karya Richard Wright adalah: 1. Makian yang berhubungan dengan agama dan nama Tuhan Makian yang berhubungan dengan nama Tuhan biasanya digunakan untuk bentuk eufimisme nama Tuhan. Pada kelompok ini peneliti menemukan beberapa makian seperti kata Devil, evil, hell, God, Angels, goddamnit, goddamn, Christ, Lord, Holy. Berikut adalah contoh dalam kalimat. 005/BB/II/50/God‘s sake ―What‘s the matter, for God‘s sake?‖ my mother asked of me, of Granny, of my brother, turning her face from one to another. 2. Makian yang berhubungan dengan hewan dan tumbuhan Nama hewan yang muncul adalah bitch, pig, dog, hog, ass, rooster. Kata bitch dan dog mengandung arti yang sama yaitu anjing. Bitch merupakan anjing betina (female dog, wolf, fox), sedangkan kata dog sering diterjemahkan sebagai anjing saja. Kata bitch ini biasanya muncul dalam bentuk sonofabitch. Kata dog biasanya muncul sendirian namun bitch seringkali dirangkai dengan sonofabitch. Nama hewan berikutnya yang muncul dalam makian adalah pig dan hog (American English) yang keduanya berarti babi. Nama hewan lainnya yang sering dipakai dalam makian adalah ass yang sama artinya dengan donkey atau keledai. Hewan terakhir yang digunakan dalam makian pada novel ini adalah rooster yang berarti ayam jantan. Berikut contoh 106/BB/XII/262-3/fool, dog, rooster ―Naw, I‘m not.‖ He shook his head vigorously. I don‘t want to fight for white men. I‘m no dog or rooster.‖ Pada novel ini juga ditemukan satu makian lain yang berasosiasi dengan alat kelamin pria dari kelompok tanaman, yaitu adalah nut yang berarti kacang. Berikut contoh dalam kalimat:
94
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
….Now shamed filled me. The white men were smoking and yelling obscenities at us. ―Crush that nigger‘s nut, nigger!‖ Makian yang berhubungan dengan rasis Peneliti banyak menemukan makian yang berhubungan dengan rasis yang ditujukan kepada Afro Amerika. Kata-kata tersebut misalnya negro, black, nigger.. Berikut contoh dalam kalimat: 019/BB/III/89/nigger ―Nigger, your mind‘s in a ditch,‖ Amusingly moralistic. Makian yang berhubungan dengan sifat buruk atau kebodohan Pada novel ini peneliti menemukan beberapa makian yang berhubungan dengan sifat buruk yaitu fool, foolish, foolishness, silly, lousy. Semua makian tersebut berarti bodoh. Berikut adalah contoh dalam kalimat: 007/BB/II/51/little filthy fool ―Come on here, you little filthy fool‖, my mother called. Makian yang berhubungan dengan pekerjaan Pada novel ini ditemukn dua makian yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu prostitute dan whore atau dalam bahasa Indonesia adalah pelacur atau WTS. Berikut contoh dalam kalimat: 013/BB/II/74/prostitute ―You‘re just a common prostitute‖, aunt Maggie pitched . Makian yang berhubungan dengan aktifitas seksual Peneliti hanya menemukan dua makian jenis ini yaitu f**k dan f******g. Kata f**k sering dihubungkan dengan aktivitas seksual. Berikut contoh dalam kalimat: 109/BB/XII/265/nut, nigger, f - -k - -g piece
3.
4.
5.
6.
―Didn‘t you call him Pease? If you say you didn‘t, I‘ll rip your gut string loose with this f- - k - - g bar, you black granny dodger! You can‘t call a white man a liar and get away with it!‖ Makian yang berhubungan dengan bagian tubuh Pada novel ini ditemukan dua makian dengan referen bagian tubuh yaitu ass, nut dan piece. Ass berasal dari kata arse yang berarti adalah pantat atau lubang pembuangan kotoran (anus). Piece bila diartikan secara harfiah adalah bagian, namun dalam data ini berdasarkan konteks ini maka piece diartikan sebagai alat kelamin pria. Berikut contoh dalam kalimat: 101/BB/XII/250/God‘s name, ―Listen, nigger,‖ he said to me, my ass is tough ass and a quarter is scarce Makian yang berhubungan dengan keluarga Peneliti menemukan satu makian yang berhubungan dengan keluarga yaitu bastard. Bastard dapat diartikan anak yang lahir dari orang tua yang tidak terikat karena pernikahan. Istilah ini lebih dikenal sebagai anak haram. Berikut adalah contoh dalam kalimat: 012/BB/II/74/bastard, angels ― Them bastard brats of yours ain‘t no angels!‖ the landlady said. 084/BB/IX/209/f- - k- - g, black
7.
8.
Bentuk lingual makian berbahasa Inggris dalam novel Black Boy Bentuk lingual yang sering muncul dalam makian berbahasa Inggris dalam novel BB karya Richard Wright adalah kata dan frasa dan kalimat. 1. Kata Jenis kata dalam makian berbahasa Inggris di novel BB adalah: a. Kata Benda Makian berbentuk kata benda banyak ditemukan karena kebanyakan dari makian ini merujuk pada benda. Benda yang sering dirujuk dalam makian tersebut antara lain tertera dalam Tabel 1.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
95
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Nama benda yang dirujuk dalam makian No 1 2 3 4 5
6
Jenis nama benda nama tempat nama pekerjaan nama untuk sapaann nama hewan nama yang berhubungan dengan agama dan nama Tuhan benda abstrak
Kata makian hell (neraka) whore, prostitute (pelacur) nigger, negro, pig, fool, silly pig (babi), dog (anjing), hog (anjing), bitch (anjing betina), rooster (ayam jantan), ass (keledai) God, Lord, Christ, Angel (malaikat), Holy (Roh suci) evil, devil (setan) fool, foolish, silly
b.
2.
3.
Kata kerja Makian yang berbentuk kata kerja pada novel ini adalah damn yang berarti mengutuk dan berfungsi sebagai predikat. c. Kata sifat Makian yang berbentuk kata sifat pada novel ini adalah black, foolish. Kata tersebut berfungsi untuk menerangkan kata benda. Frasa a. Frasa kata benda Pada penelitian ini makian berbahasa Inggris dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: (1) Makian yang berfungsi sebagai kata inti atau head word dalam frasa kata benda seperti common prostitute, black little devil, high tone bitch, (2) Makian yang berfungsi sebagai penjelas atau modifier dalam frasa kata benda seperti damn thing, nigger head, damn crackpot; dan (3) Frasa kata benda yang terbentuk melalui gabungan makian, seperti black bastard, black sonofabitch, f - - k - - g bar b. Frasa Kata Sifat Frasa kata sifat merupakan frasa yang kata intinya adalah kata sifat seperti damn funny, goddamn right. Kalimat Satuan lingual terbesar yang muncul pada makian dalam novel ini adalah kalimat. Dimasukkan ke dalam kelompok kalimat karena makian tersebut kalau dipisah-pisahkan maka makian tersebut sudah memiliki subjek, predikat, serta objek. Berikut pemisahan unsur pembentuk makian tersebut: God damn it. S P O God damn S O
Fungsi makian pada novel Black Boy Peneliti menemukan beberapa fungsi makian berbahasa Inggris pada novel BB karya Richard Wright. Fungsi tersebut adalah 1. Makian berfungsi untuk mengungkapkan amarah Pada umumnya makian berfungsi untuk mengungkapkan rasa amarah. Dengan menggunkan makian setidaknya dapat membuat seseorang merasa lega. Dalam novel BB karya Richard Wright sebagian besar makian dimanfaatkan untuk mengekspresikan rasa amarah para tokoh dalam novel tersebut. Peneliti menemukan kurang lebih 28 data makian yang dimanfaatkan untuk mengungkapkan rasa amarah para tokoh dalam novel tersebut. Berikut dalah beberapa contoh data makian berbahasa Inggris dalam novel BB. 002/BB/I/47/ evil, Devil : ―You stop that, you evil gal‖, she shouted ―I want none of that Devil stuff in my house
96
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
3.
4.
Pada data di atas, makian yang muncul adalah evil gal dan devil yang diucapkan oleh tokoh nenek kepada Ella, asisten rumah tangga. Nenek marah karena Ella dianggap akan membawa dampak buruk kepada cucu-cucunya dengan membacakan mereka cerita dari novel yang dianggap sebagai barang setan (Devil stuff). Makian yang berfungsi untuk menunjukkan keakraban. Hubungan yang akrab antara peserta tutur akan memberikan ruang gerak yang bebas dalam berkomunikasi seperti pemanfaatan bahasa yang tidak resmi bahkan penggunaan makian juga sering muncul. Dalam novel BB ini peneliti menemukan beberapa contoh makian yang berfungsi untuk menunjukkan keakraban antara peserta tutur. Berikut beberapa contoh data yang relevan dengan fungsi makian untuk menujukkan keakraban. 018/BB/III/89/hell, nigger : ―Hell, I ain‘t gonna stand near you, nigger!‖ Pronouncement 019/BB/III/89/nigger : ―Nigger, your mind‘s in a ditch,‖ Amusingly moralistic. Pada percakapan di atas salah satu peserta tutur memanggil temannya dengan sebutan nigger namun demikian temannya tidak merasa tersinggung atau marah dengan makian tersebut karena hubungan mereka yang sudah sangat akrab. Orang Amerika keturunan Afrika akan sangat tersinggung jika disebut dengan istilah nigger terutama oleh orang yang bukan dianggap dari kelompoknya karena ini dianggap sebagai suatu tindakan rasis. Namun di antara kelompoknya kata nigger ini sudah menjadi sapaan biasa untuk menunjukkan keakraban. Selain itu makian hell juga sering muncul ketika mereka berbincang-bincang dengan temannya. Makian yang berfungsi untuk menyapa Sebagian makian yang digunakan untuk menyapa adalah nigger, sebutan untuk orang Amerika keturunan Afrika atau biasa disebut dengan istilah negro. Berikut adalah contoh makian tersebut 019/BB/III/89/nigger : ―Nigger, your mind‘s in a ditch,‖ Amusingly moralistic. Kata nigger paling sering muncul dalam novel BB dan banyak dimanfaatkan untuk menyapa, baik sapaan antara sesama warga Amerika keturunan Amerika atau warga kulit putih dengan Afro Amerika. Makian yang berfungsi untuk mengejek Makian sering pula digunakan untuk mengejek atau mencemooh. Berikut adalah contoh yang dimaksud: ―You‘ll never be a writer, ― she said. ―Who on earth put such ideas into your nigger head?‖ Makian yang digunakan pada contoh di atas adalah nigger dan diucapkan oleh majikan Richard yang merupakan warga kulit putih.Majikan tersebut bertanya tentang sekolah dan cita-citanya. Majikan tersebut terkejut dan mencemooh ketika Richard mengatakan bahwa dia ingin menjadi seorang penulis. Menurutnya menjadi seorang penulis merupakan hal yang tidak mungkin bagi seorang Afro Amerika pada saat itu. Makian untuk menyatakan rasa terkejut Makian terkadang juga digunakan ketika seseorang dalam keadaan terkejut. Dalam novel ini penulis menemukan data yang berkaitan dengan hal tersebut. 040/BB/V/160/damn : ― Do you steal? She asked me aerioiusly. I burst into a laugh and then checked myself ―What so damn funny about that? She asked. Makian yang muncul dalam data di atas adalah damn funny yang diucapkan oleh calon majikan Richard. Dia terkejut kenapa Richard tertawa ketika majikan bertanya apakah dia (Richard) mencuri. Pertanyaan majikan terutama yang berkulit putih tentang perihal mencuri kepada pekerjanya adalah wajar dan biasanya orang akan tersinggung ditanya 043/BB/VI/162/nigger
5.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
:
97
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
6.
7.
8.
demikian, namun Richard masih bisa tertawa. Sehingga hal ini dianggap aneh oleh majikannya. Makian untuk menyatakan ancaman Dalam amarah terkadang diikuti dengan mengancam, sehingga makian pun juga kadang muncul dengan maksud untuk menyatakan ancaman. Berikut adalah contohnya: 004/BB/II/48/ hell : ―You‘re going to burn in hell‖, she said with such furious conviction that for a moment I believed her. Makian yang digunakan dalam data di atas adalah hell. Makian tersebut diucapkan oleh nenek dengan maksud untuk mengancam Richard supaya berhenti memohon kepadanya supaya Ella, asisten rumah tangganya diizinkan untuk menyelesaikan cerita dalam novel. Makian untuk menyatakan rasa penasaran Beberapa makian pada novel BB ini juga dimanfaatkan untuk menyatakan rasa penasaran. Rasa penasaran yang tidak segera terjawab membuat peserta tutur mengeluarkan makian tersebut. Berikut beberapa makian yangberhubungan dengan rasa penasaran. 005/BB/II/50/God‘s sake : ―What‘s the matter, for God‘s sake?‖ my mother asked of me, of Granny, of my brother, turning her face from one to another. Makian tersebut diucapkan oleh tokoh ibu (Ibu dari Richard) yang penasaran dengan keributan yang terjadi di rumah. Dia keluar dari ruangan lain dan melihat Richard berlarian menghindar dari pukulan neneknya yang dalam keadaan menangis.Hal ini membuatnya penasaran dan bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya, namun tak satupun yang memberitahunya. Makian untuk menyatakan rasa jengkel 016/BB/II/80/nigger : ―Here‘s your dog,‖ she snapped, thrusting Betsy into my arms. ―Now, get away from here! You‘re just about the craziest nigger boy I ever did see! Makian yang terlihat dalam data adalah craziest nigger boy yang diucapkan oleh seorang wanita kulit putih yang ingin membeli anjing Richard yang bernama Betsy. Dia sudah akan membayar sesuai permintaan Richard, yaitu 1 dolar dengan cara dibayar 97 sen sedang sisanya akan dibayarkan nanti malam. Richard tetap tidak mau dengan tawaran ini karena sebenarnya dia tidak mau menjual anjingnya. Hal ini membuat wanita tersebut jengkel dan memaki dengan mengatakan bahwa Richard adalah craziest nigger boy. KESIMPULAN
Berdasarkan penemuan data serta analisis terhadap data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut; 1. Referen (acuan) yang digunakan dalam makian pada novel BB karya Richard Wright meliputi; a. Makian yang berhubungan dengan nama keagamaan dan nama Tuhan. b. Makian yang berhubungan dengan hewan dan tumbuhan. c. Makian yang berhubungan dengan rasis. d. Makian yang berhubungan dengan sifat buruk dan kebodohan. e. Makian yang berhubungan dengan pekerjaan f. Makian yang berhubungan dengan aktifitas seksual g. Makian yang berhubungan dengan bagian tubuh. h. Makian yang berhubungan dengan keluarga. 2. Satuan lingual yang sering muncul dalam makian pada novel BB karya Richard Wright adalah: a. Bentuk kata yang meliputi: (1) Kata Benda yang terdiri dari: nama tempat, nama pekerjaan , nama sapaan, nama hewan, nama yang berhubungan dengan Tuhan dan keagamaan; (2) Kata kerja; (3) Kata sifat.
98
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
b.
3.
Bentuk frasa yang meliputi: (1) frasa kata benda yang terdiri dari: makian yang berfungsi sebagai kata inti dalam frasa kata benda, makian yang berfungsi sebagai penjelas atau modifier dalam frasa kata benda dan frase kata benda yang terbentuk dari gabungan kata makian; (2) Frasa kata sifat. c. Bentuk kalimat Fungsi makian yang muncul pada novel BB karya Richard Wright meliputi makian untuk mengungkapkan kemarahan, untuk menunjukkan keakraban, untuk menyapa, untuk mengejek, menyatakan rasa terkejut, mengancam, menyatakan rasa penasaran, menyatakan rasa jengkel. DAFTAR RUJUKAN
Wright, Richard.1989. BB: A Record of Childhood and Youth. New York: Harper&Row Publisher
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
99
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Analisis Pergeseran (Rank Shift) Kalimat Majemuk Bertingkat dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dalam Terjemahan Novel Harry Potter and The Order of Phoenix Nunun Tri Widarwati, Endang Dwi Hastuti, Ratih Wijayava, dan Giyatmi Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. Sudjono Humardani No.1 Sukoharjo 57521 ASTRAK: Fokus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan wujud pergeseran (rank shift) yang terjadi pada kalimat majemuk bertingkat pada terjemahan novel Harry Potter and the Order of the Phoenix serta untuk mengetahui kualitas terjemahannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data, yakni dokumen dan informan. Untuk mengetahui kualitas terjemahan, data penelitian dinilai 3 pembaca ahli dengan kriteria khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wujud pergeseran (rank shift) adalah berwujud simple sentence, compound sentence, complex sentence dan compound complex sentence. Ketepatan terjemahan diklasifikasikan menjadi empat, yakni terjemahan sangat tepat, terjemahan tepat, terjemahan kurang tepat dan terjemahan sangat tidak tepat. Dari 50 data, terdapat 31 data atau 62% masuk kategori terjemahan sangat tepat, 16 data (32%) masuk kategori terjemahan tepat, dan 3 data (6%) masuk kategori kurang tepat. Dalam hal ini tidak ditemukan terjemahan yang masuk kategori terjemahan sangat tidak tepat. Sementara hasil skor keberterimaan yang diberikan oleh para responden menunjukkan bahwa terjemahan pada kalimat majemuk bertingkat yang telah mengalami rank shift atau pergeseran masuk kategori ―sangat berterima‖ dalam bahasa sasaran. Dilihat dari ketepatan dan keberterimaan terjemahan, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas terjemahan kalimat majemuk bertingkat dalam novel Harry Potter and the Orde Phoenix meskipun mengalami rank shift atau pergeseran, namun memiliki kualitas terjemahan yang sangat bagus. Kata-kata kunci: kualitas terjemahan, kalimat majemuk bertingkat, rank shift PENDAHULUAN Latar belakang Banyak penerjemah yang memberanikan diri menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Indonesia, meskipun sebenarnya mereka menyadari bahwa menerjemahkan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Machali (2000: 1) mengatakan bahwa penerjemahan terkait dengan pengalihan isi/gagasan dari suatu bahasa (BSu atau bahasa sumber) ke dalam bahasa lain (BSa atau bahasa sasaran). Ia juga menegaskan bahwa isi pesan/gagasan tersebut merupakan aspek sentral dalam terjemahan. Hal tersebut berarti bahwa untuk dapat menerjemahkan dengan baik, penerjemah perlu mengacu pada makna sebagai isu sentral dalam BSu untuk ditransfer ke dalam BSa. Pakar lain, Larson (1989: 3) mengatakan bahwa menerjemah berarti (1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan situasi budaya dari teks BSu, (2) menganalisis teks BSu untuk menemukan maknanya, dan (3) mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam BSa dan konteks budayanya. Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa inti dari penerjemahan adalah berkenaan dengan pengalihan makna dari satu bahasa (BSu) ke dalam bahasa lain (BSa). Pengalihan makna ini sedikit banyak akan berhubungan dengan permasalahan bentuk bahasa. Pengalihan bentuk bahasa dari BSu ke dalam BSa ini biasanya untuk menyelaraskan keindahan bahasa tanpa mengubah makna BSu. Berkaitan dengan bentuk bahasa, Widyamartaya
100
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(1989;108) mengemukakan perlunya merombak kalimat dari teks BSu ke dalam teks BSa. Suryawinata & Haryanto (2003: 68) menyebut strategi ini sebagai transposisi. Sementara pakar penerjemahan yang lain yakni Machali (2000: 25) menyebut strategi ini dengan istilah pergeseran atau rank shift. Jenis strategi ini mencakup pemecahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat atau lebih dan juga sebaliknya. Beranjak dari pemaparan di atas peneliti sangat tertarik untuk mengadakan suatu kajian tentang analisis pergeseran atau rank shift pada novel Harry Potter and the Orde Phoenix. Novel Harry Potter and the Order of the Phonix adalah salah satu novel masterpiece karya J.K. Rowling yang diterjemahkan oleh Listiana Srisanti dengan judul yang sama. Ada suatu daya tarik tersendiri bagi peneliti dalam terjemahan novel tersebut khususnya dalam terjemahan kalimat majemuk betingkat. Banyak terdapat rank shift dalam menerjemahkan kalimat-kalimat majemuk bertingkat tersebut. Rank shift tersebut bisa berupa pergeseran 1 kalimat BSu menjadi 2 atau lebih kalimat BSa. Pengertian penerjemahan Banyak pakar yang mengkaji tentang pengertian penerjemahan. Beberapa pakar tersebut di antaranya adalah Larson (1989: 1) mengatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Makna merupakan inti yang harus dialihkan dan dipertahankan sedangkan bentuk bahasa bisa diubah. Pengubahan bentuk bahasa tersebut bisa dimungkinkan karena prbedaan system , kaidah dan bentuk yang berbeda di antara bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). Dalam hal ini Larson telah membatasi penerjemahan sebagai pengalihan makna yang tidak selalu berusaha mempertahankan bentuk BSu, tetapi maknalah yang harus disampaikan dalam bentuk berterima dalam BSa. Menurut Bell (1991: 5), ―translation is the expression in anotherblanguage (target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic or stylistic equivalences”. Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa pada dasarnya penerjemahan adalah pengalihan makna atau pikiran dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Pengalihan ini juga termasuk pengalihan gaya bahasanya. Sementara pakar penerjemahan yang lain yakni Nida & Taber (1982: 17) mengatakan bahwa menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima pesan yang sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya. Pesan tersebut harus sepadan dengan pesan dalam bahasa sumbernya. Pesan tersebut menyangkut makna dan gayanya. Dari beberapa pengertian penerjemahan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menerjemahkan erat dengan; pengalihan makna dari BSu ke dalam BSa, pengalihan tersebut dimungkinkan pada bentuk dan gaya, pengalihan tersebut diusahakan sedekat-dekatnya, dan pengalihan tersebut diungkapkan dengan sewajar-wajarnya. Pergeseran dalam penerjemahan (translation shift) Banyak ahli yang memaparkan masalah pergeseran dalam penerjemahan. Newmark dalam bukunya Textbook of Translation (1988: 86) menyatakan bahwa pergeseran adalah prosedur penerjemahan yang menyebabkan pergeseran/perubahan gramatikal dari source language (SL) ke target language (TL). Menurut Machali dalam bukunya yang berjudul Pedoman bagi Penerjemah (2000: 62) menyatakan bahwa pergeseran bentuk adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa. Pakar lain yang membahas tentang pergeseran dalam penerjemahan adalah Catford. Berdasar dari sudut pandang dari teori kebahasaan Catford (1974: 73) menyatakan bahwa pergeseran bertitik tolak dari kesepadanan formal dari proses pengalihan dari SL ke Tl. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesepadanan formal adalah kategori-kategori dalam BSu yang yang menempati tempat yang sesuai atau pada tempat yang sama di dalam BSa. Di dalam penerjemahan pergeseran formal sangat dimungkinkan sehubungan dengan usaha untuk membuat hasil terjemahan agar menjadi wajar. Sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh para pakar di atas, Harimurti (1993: 100) memaparkan tentang kategori kebahasaan yang mengalami pergeseran dalam penerjemahan yakni unit, elemen struktur, dan kelas.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
101
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Kalimat majemuk bertingkat Harimurti (1982: 71) mendefinisikan kalimat majemuk bertingkat (compound complex sentence) sebagai berikut: Kalimat yang terjadi dari sekurang-kurangnya satu klausa bebas dan sekurang-kurangnya satu klausa terikat, biasanya dihubungkan oleh konjungsi subordinatif. Sementara Abdul Chair (1998: 343) melontarkan definisi tentang kalimat majemuk bertingkat secara lebih rinci. Ia mengatakan bahwa kalimat majemuk bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun dan sebagainya. Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat majemuk bertingkat ini tidak sama derajatnya. Yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang lain, atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa yang kedudukannya lebih tinggi mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga tanpa klausa yang lain tetap dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kalimat. Sementara klausa yang kedudukannya lebih rendah mempunyai kedudukan yang tidak bebas, sehingga tidak mungkin dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kalimat. Contoh: 1. Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya ia hanyut terseret arus. 2. Monumen nasional itu di buat ketika kamu masih kecil. 3. Ia berangkat juga ke sekolah meskipun hujan turun lebat sekali. Dalam bahasa tradisional, klausa bebas dalam kalimat majemuk bertingkat ini disebut induk kalimat, sedangkan klausa tidak bebas di sebut anak kalimat. Sementara Ledgett, Mead & Charvat (1982: 27) mengatakan bahwa ―A complex sentence has one main clause and more subordinate clause”. Misalnya: 1. When the wind blew, the leaves fell. 2. John and Judy, who enjoy skiing, are disappointed when the snowfall is light. Kualitas hasil terjemahan 1. Kriteria terjemahan yang berkualitas Secara sederhana kita dapat menilai suatu terjemahan itu berkualitas baik jika memenuhi tiga kriteria, yakni (1) hasil terjemahan dalam BSa tidak mengubah, menambah, maupun mengurangi makna/isi/gagasan yang terkandung dalam teks BSu, (2) menggunakan BSa yang mudah dibaca dan dipahami oleh paar pembaca teks BSa, dan (3) menggunakan bahasa yang alami. Kriteria terjemahan yang berkualitas baik di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soemarno (2003: 5) bahwa terjemahan yang dapat dikatakan baik apabila: (1) isi berita yang diterjemahkan tersebut setia pada naskah aslinya, (2) isi berita dari naskah aslinya itu diungkapkan dalam bahasa sasaran yang betul, dan (3) hasil pengungkapan isi berita dalam bahasa sasaran itu harus tampak seperti aslinya sehingga menunjukkan kealamiahannya. Sementara Subroto (1995:6) menyatakan bahwa seorang penerjemah professional, agar ia mampu menghasilkan karya terjemahan yang berkualitas, maka ia perlu memiliki berbagai macam pengetahuan di antaranya: a. tingkat pengenalan dan penguasaannya terhadap kata-kata beserta arti dan penggunaannya, segi-segi sintaksis, pragmatik dan stilistik bahasa sumber; b. tingkat pengenalan dan penguasaanya terhjadap kata-kata dan struktur serta dalam batas-batas tertentu dan stilistik bahasa sasaran; c. tingkat pengenalan dan pengetahuannya terhadap subjek yang diterjemahkna. Setidaknya, ia mengerti betul apa yang dungkapkan dalam teks yang diterjemahkan 2.
102
Menilai mutu terjemahan Menilai mutu terjemahan berarti mengkritik karya terjemahan. Mengkritik karya terjemahan bukanlah pekerjaan yang mudah karena diperlukan kemampuan yang memadai. Schuttle dalam Nababan (1997: 76) mengatakan bahwa untuk menjadi seorang kritikus karya terjemahan seseorang harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik, mengetahui perbedaan persepsi linguistik bahasa sumber dan bahasa sasaran, LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
dan akrab dengan estetika bahasa sumber dan bahasa sasaran. Selain itu tentunya dia juga harus memiliki pengetahuan yang memadai akan materi terjemahan yang dikritiknya. Hanya dengan kriteria-kriteria itu dia dapat mengomentari atau mengevalausi suatu terjemahan yang baik. Tujuan penelitian Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud pergeseran (rank shift) yang terjadi pada kalimat majemuk bertingkat pada terjemahan novel Harry Potter and the Order of the Phoenix dan mengetahui kualitas terjemahan kalimat majemuk bertingkat yang telah mengalami pergeseran (rank shift) pada novel Harry Potter and the Orde of the Phoenix METODE Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Alasan pemilihan medode ini karena penelitian kualitatif deskriptif mampu memperlihatkan secara langsung hubungan interaktif antara peneliti dan yang diteliti. Sumber data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data, yakni dokumen dan informan. Teknik pengumpulan data Ada dua macam strategi pengumpulan data dalam penelitiuan kualitatif. Strategi tersebut adalah pengumpulan data dengan metode interaktif dan non interaktif (Sutopo, 2002: 58). Metode interaktif disini meliputi wawancara mendalam, observasi berperan, dan Focus Group Discussion (FGD). Sementara metode non interaktif meliputi kuesioner, mencatat dokumen atau arsip, dan observasi tidak berperan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua metode tersebut. Sebagai pengejawantahan metode interaktif, peneliti akan mengadakan wawancara dan memberikan kuesioner kepada informan. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Sementara itu metode non interaktif yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan bisa mencatat dan menganalisis data yang ada hubungannya dengan pergeseran makna yang dikaibatkan oleh adanya rank shift pada kalimat majemuk bertingkat dan terjemahan novel Harry Potter and the Orde of the Phoenix. Teknik sampling Penelitian ini akan menggunakan teknik cuplikan yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasar konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik empirisnya, dan lain-lain. Oleh karena itu cuplikan yang akan digunakan dalam penelitian ini lebih bersifat purposive sampling, atau cuplikan dengan criterion-based selection (Goets & LeComte dalam Sutopo, 2002: 56). Teknik analisis data Dalam penelitian ini, diguanakan teknik analisis data model jalinan. Proses analisis pengumpulan data ini menurut Sutopo (2002: 97) mencakup tahapan reduksi data, sajian data dan penariakn simpulan/verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Wujud rank shift pada terjemahan kalimat majemuk bertingkat Dari 50 data yang terkumpul, terjadi pergeseran atau rank sift pada terjemahan kalimat majemuk bertingkat. Pergeseran tersebut dapat terlihat manakala satu kalimat majemuk
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
103
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bertingkat pada bahasa sumber diterjemahkan menjadi dua atau tiga kalimat pada bahasa sasaran. Wujud pergeseran tersebut cukup bervariasi di antaranya adalah dalam bentuk simple sentence, compound sentence, complex sentence dan bahkan dalam bentuk compound complex sentence. Berikut ini akan disajikan beberapa contoh wujud pergeseran tersebut. 1. Simple sentence Contoh: BSu : Harry was very pleased that he was concealed behind the brush; Mrs. Frigg had recently taken to asking him around for tea whenever she met him in the street BSa : Harry senang sekali. Dia bersembunyi di balik semak karena, karena belakangan ini Mrs Frigg selalu memintanya mampir minum teh setiap kali Harry bertemu dengannya di jalan. Kalau kita perhatikan, kasus terjemahan pada kalimat di atas tampak bahwa satu kalimat majemuk bertingkat diterjemahkan menjadi 2 kalimat sehingga bisa dikatakan telah terjadi pergeseran pada terjemahan kalimat tersebut. Kalimat dalam bahasa sumber yang berbunyi “Harry was very pleased that he was concealed behind the brush; Mrs. Frigg had recently taken to asking him around for tea whenever she met him in the street” diterjemahkan menjadi dua kalimat yang masing-masing berbunyi ―Harry senang sekali‖ dan ―Dia bersembunyi di balik semak, karena belakangan ini Mrs Frigg selalu memintanya mampir minum teh setiap kali Harry bertemu dengannya di jalan‖. Terjemahan pada kalimat pertama berwujud simple sentence yang berpola S + P di mana subjek diduduki oleh kata ―Harry‖ dan ―senang sekali‖ sebagai predikat dalam wujud lingking verb. Sementara pada kalimat kedua terjemahan berbentuk compound sentence yang terdiri dari dua klausa bebas. 2. Complex sentence Contoh BSu : Harry listened to a jingle about Fruit „N Bran breakfast cereal while he watched Mrs. Frigg, a batty, cat-loving old lady from nearby Westeria walk, amble slowly past. BSa : Harry mendengarkan jingle iklan Fruit ‗n‘ Bran, cereal untuk sarapan, sambil mengawasi Mrs Frig berjalan perlahan. Dia wanita tua agak sinting, pecinta kucing yang tinggal agak jauh di Westeria Walks. Kalau kita perhatikan dengan seksama, kalimat pada bahasa sumber adalah kalimat majemuk bertingkat yang terdiri dari 2 klausa. Klausa yang pertama adalah ―Harry listened to a jingle about Fruit „N Bran breakfast cereal” dan klausa yang kedua adalah ―while he watched Mrs. Frigg, a batty, cat-loving old lady from nearby Westeria walk, amble slowly past”. Kedua klausa tersebut dihubungkan dengan konjungsi ―while” yang menadakan bahwa klausa pertama adalah klausa bebas (induk kalimat) dan klausa yang kedua adalah klausa terikat (anak kalimat). Kemudian oleh penerjemah, kalimat dalam bahasa sumber diterjemahkan menjadi dua kalimat yakni kalimat ―Harry mendengarkan jingle iklan Fruit ‗n‘ Bran, cereal untuk sarapan, sambil mengawasi Mrs Frig berjalan perlahan dan kalimat ―Dia wanita tua agak sinting, pecinta kucing yang tinggal agak jauh di Westeria Walks‖. Dari sini terlihat bahwa telah terjadi pergeseran atau rank shift pada terjemahan kalimat BSu. Satu kalimat dalam bahasa sumber diterjemahkan menjadi dua kalimat dalam bahasa sasaran yang keduanya berwujud complex sentence yang masingmasing terdiri dari satu induk kalimat dan satu anak kalimat. Pada terjemahan kalimat yang pertama, yakni kalimat ―Harry mendengarkan jingle iklan Fruit ‗n‘ Bran, cereal untuk sarapan, sambil mengawasi Mrs Frig berjalan perlahan‖ di mana klausa ―Harry mendengarkan jingle iklan Fruit „n‟ Bran, cereal untuk sarapan‖ sebagai induk kalimat dan klausa “sambil mengawasi Mrs Frig berjalan perlahan”. Sementara pada kalimat kedua, yakni pada kalimat ―Dia wanita tua agak sinting, pecinta kucing yang tinggal agak jauh di Westeria Walks‖ juga terdiri dari dua klausa yakni klausa bebas dan klausa terikat.
104
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
3.
4.
Klausa bebas terlihat pada ―dia wanita tua agak sinting” dan klausa terikat terlihat pada ―pecinta kucing yang tinggal agak jauh di Westeria Walks‖. Compound sentence Contoh: BSu : Mrs. Frigg raised the arm from which her string bag dangled and whacked Mundungus around the face and next with it, judging by the clanking noise it made it was full of cat food. BSa : Mrs Frigg mengangkat tangannya yang digantungi tas serutnya dan memukuli wajah dan leher Mundungus dengan tasnya itu. Dari bunyinya yang berkelontanagn, tas itu rupanya penuh makanan kucing. Kalau kita perhatikan kalimat di atas, pada bahasa sumber yang berbunyi ―Mrs. Frigg raised the arm from which her string bag dangled and whacked Mundungus around the face and next with it, judging by the clanking noise it made it was full of cat food” diterjemahkan menjadi “Mrs Frigg mengangkat tangannya yang digantungi tas serutnya dan memukuli wajah dan leher Mundungus dengan tasnya itu. Dari bunyinya yang berkelontangan, tas itu rupanya penuh makanan kucing‖. Sebagaimana yang kita lihat, bahasa sumber berwujud kalimat majemuk bertingkat diterjemahkan menjadi dua kalimat yang keduanya berwujud compound sentence. Coumpound sentence yang pertama terlihat pada kalimat ―Mrs Frigg mengangkat tangannya yang digantungi tas serutnya dan memukuli wajah dan leher Mundungus dengan tasnya itu‖. Sementara compound sentence yang kedua terlihat pada kalimat ―Dari bunyinya yang berkelontanagn, tas itu rupanya penuh makanan kucing‖. Dikatakan sebagai compound sentence karena masing-masing kalimat tersebut terdiri dari satu kalusa bebas dan satu klausa terikat. Klausa bebas terlihat pada kalimat ―Frigg mengangkat tangannya yang digantungi tas serutnya‖ dan ―tas itu rupanya penuh makanan kucing‖. Sementara klausa terikat atau dependent clause terlihat pada kalimat ―dan memukuli wajah dan leher Mundungus dengan tasnya itu‖ dan ―Dari bunyinya yang berkelontangan‖. Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran atau rank shift pada terjemahan kalimat tersebut. Compound complex sentence Contoh BSu : The moment they reached Gryffindor‟s, Ginny was hailed by some fellow fourth years and left to sit with them; Harry, Ron, Hermione, and Neville found seat together about halfway down the table between Nearly Headless Nick, the Griffindor House ghost, and Pavarti Patil and lavender Brown, the last two of whom gave Harry airy, overly friendly greeting that made him quite sure they had stopped talking about him a split second before. BSa : Begitu mereka tiba di meja Griffindor, Ginny di panggil oleh temanteman kelas empatnya dan duduk bersama mereka. Harry, Ron, Hermione, dan Neville menemukan tempat duduk bersama-sama di antara Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu asrama Griffindor dan Parvati Patil dan Lavendor Brown. Dua anak perempuan ini menyapa Harry kelewat ramah, yang membuat Harry yakin mereka baru sedetik berhenti membicarakannya. Kalimat pada bahasa sumber yang berbunyi ―The moment they reached Gryffindor‟s, Ginny was hailed by some fellow fourth years and left to sit with them; Harry, Ron, Hermione, and Neville found seat together about halfway down the table between Nearly Headless Nick, the Griffindor House ghost, and Pavarti Patil and lavender Brown, the last two of whom gave Harry airy, overly friendly greeting that made him quite sure they had stopped talking about him a split second beforem” adalah kalimat majemuk bertingkat yang diterjemahkan menjadi menjadi tiga kalimat yang masing-masing
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
105
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
berwujud 1 compound complex sentence dan 2 complex sentence. Compound complex sentence terlihat pada terjemahan kalimat ―Begitu mereka tiba di meja Griffindor, Ginny di panggil oleh teman-teman kelas empatnya dan duduk bersama mereka‖. Kalimat tersebut terdiri dari dua klausa terikat yakni klausa “Begitu mereka tiba di meja Griffindor‖ dan klausa ―duduk bersama mereka‖, sedangkan klausa bebas terlihat pada kalimat ―Ginny di panggil oleh teman-teman kelas empatnya‖. Complex sentence yang pertama terlihat pada kalimat ―Harry, Ron, Hermione, dan Neville menemukan tempat duduk bersama-sama di antara Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu asrama Griffindor dan Parvati Patil dan Lavendor Brown‖. Kalimat tersebut terdiri dari satu klausa bebas yakni pada kalmat ―Harry, Ron, Hermione, dan Neville menemukan tempat duduk dan satu klausa terikat yakni terlihat pada kalimat ―bersamasama di antara Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu asrama Griffindor dan Parvati Patil dan Lavendor Brown‖. Sementara complex sentence yang kedua terlihat pada kalimat ―Dua anak perempuan ini menyapa Harry kelewat ramah, yang membuat Harry yakin mereka baru sedetik berhenti membicarakannya‖. Kalimat tersebut juga terdiri satu klausa bebas yang terlihat pada klaimat ―Dua anak perempuan ini menyapa Harry kelewat ramah‖ dan klausa terikat terlihat pada kalimat ―yang membuat Harry yakin mereka baru sedetik berhenti membicarakannya‖. Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa telah terjadi pergeseran atau rank shift pada terjemahan teks sumber atau bahasa sumber. Rank shift tersebut berwujud satu complex sentence atau kalimat majemuk dan 2 compound compound complex sentence atau kalimat majemuk bertingkat. Ketepatan terjemahan kalimat majemuk bertingkat yang disebabkan adanya rank shift Sebagaimana dipaparkan pada bagian sebelumnya, terdapat 50 data dalam penelitian ini. Guna mengetahui ketepatan penerjemahan, 50 data tersebut tersebut diklasifikasikan menjadi empat kategori yakni terjemahan sangat tepat, terjemahan tepat, terjemahan kurang tepat, dan terjemahan sangat tidak tepat. 1. Terjemahan sangat tepat Terdapat 31 data atau 62% dikategorikan sebagai terjemahan sangat tepat. Terjemahan sangat tepat dinilai berdasarkan indikator: (1) isi atau makna struktur aktif BSu secara akurat tersampaikan ke dalam struktur pasif BSa, (2) penyampaian makna pada bahasa sasaran tidak menambah dan mengurangi makna yang terdapat pada bahasa sumbernya, (3) hasil terjemahannya jelas, mudah dipahami dan bahasanya alamiah (sesuai kaidah BSa) serta tidak diiperlukan penulisan kembali. 2. Terjemahan tepat Dari 50 data, terdapat 16 data atau 32% dikategorikan sebagai terjemahan tepat. Terjemahan tepat didasarkan pada indikator: (1) makna yang terkandung dalam struktur aktif BSu secara akurat tersampaiakn ke dalam struktur pasif BSa, (2) penyampaian makna pada BSa tidak menambah dan mengurangi makan BSu, (3) hasil terjemahannya jelas tetapi bahasanya kurang alamiah dan diperlukan penulisan kembali. 3. Terjemahan kurang tepat Dari 50 data yang terkumpul terdapat 3 data atau 6% yang termasuk kategori terjemahan kurang tepat. Terjemahan kurang tepat didasarkan pada indikator: (1) makna yang terkandung dalam struktur aktif BSu secara akurat tersampaikan ke dalam struktur pasif BSa, (2) penyampaian makna pada BSa tidak menambah dan mengurangi makna BSu, (3) hasil terjemahannya jelas tetapi bahasanya kurang alamiah dan diperlukan penulisan kembali. 4. Terjemahan sangat tidak tepat Terjemahan sangat tidak tepat didasarkan pada indicator: makna yang terkandung dalam struktur aktif BSu sama sekali tidak tersampaikan dengan akurat ke dalam struktur
106
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pasif BSa dan atau tidak diterjemahkan sama sekali. Namun dari 50 data yang terkumpul, tidak ditemukan terjemahan yang masuk kategori terjemahan sangat tidak tepat. Keberterimaan terjemahan kalimat majemuk bertingkat yang disebabkan adanya rank shift Skala keberterimaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1-4, dengan indikator sebagaimana tertera dalam Tabel 1. Tabel 1. Skala keberterimaan terjemahan Skala 1 2 3 4
Indikator Terjemahan sangat alamiah dan wajar dan mudah dipahami Terjemahan terasa sedikit janggal dan bahasanya agak tidak wajar Terjemahan tidak alamiah dan tidak wajar Terjemahan sangat janggal dan mengada-ada. Atau tidak diterjemahkan
Ada tiga responden yang diminta untuk meberikan penilaian terhadap keberterimaan terjemahan kalimat majemuk bertingkat yang mengalami rank shif atau pergeseran. Masingmasing responden memberikan skor 3,7, 3,5 dan 3,8 sehingga skor rata-rata dari ketiga responden tersebut adalah 3,7 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjemahan kalimat majemuk dalam novel Harry Potter and the Orde Phoenix meskipun mengalami rank shift atau pergeseran, namun berterima dalam bahasa sasaran, di mana terjemahannya sangat alamiah dan wajar serta mudah dipahami oleh pembaca. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan di depan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Wujud pergeseran (rank shift) pada terjemahan kalimat majemuk bertingkat dalam novel Harry Potter and the Orde Phoenix adalah berwujud simple sentence, compound sentence, complex sentence dan compound complex sentence. Dari 50 data yang terkumpul, masingmasing terjemahan mengalami pergeseran (rank shift) yakni diterjemahkan menjadi 2 kalimat dan 3 kalimat. Terdapat 43 data yang mengalami pergeseran menjadi 2 kalimat dalam terjemahannya dan terdapat 7 data yang mengalami pergeseran menjadi 3 kalimat dalam terjemahannya. 2. Berbicara tentang kualitas terjemahan, maka tidak bisa lepas dengan ―ketepatan‖ dan ―keberterimaan‖ sebuah terjemahan. ―Ketepatan‖ terjemahan kalimat majemuk bertingkat dalam novel Harry Potter and the Orde Phoenix diklasifikasikan menjadi empat, yakni terjemahan sangat tepat, terjemahan tepat, terjemahan kurang tepat dan terjemahan sangat tidak tepat. Dari 50 data, terdapat 31 data atau 60% masuk kategori terjemahan sangat tepat, 16 data (30%) masuk kategori terjemahan tepat, dan 3 data (6%) masuk kategori kurang tepat. Dalam hal ini tidak ditemukan terjemahan yang masuk kategori terjemahan sangat tidak tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari ketepatan, maka terjemahan tersebut dikategorikan sebagai terjemahan yang sangat berkualitas. Sementara ―keberterimaan‖ terjemahan kalimat mejemuk bertingkat yang mengalami pergeseran didasarkan pada skala 1-4. Hasil skor rata-rata yang diberikan oleh para responden sebanyak 3,7 dan ini menunjukkan bahwa terjemahan pada kalimat majemuk bertingkat yang telah mengalami rank shift atau pergeseran dalam novel Harry Potter and the Orde Phoenix masuk kategori ―sangat berterima‖ dalam bahasa sasaran. Dari ulasan tentang ketepatan dan keberterimaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas terjemahan kalimat majemuk bertingkat dalam novel Harry Potter and the Orde Phoenix meskipun mengalami rank shift atau pergeseran, namun memiliki kualitas terjemahan yang sangat bagus.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
107
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Bell, Roger, T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman. Catford, J.C. 1074. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press. Chair, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rienerka. Harimurti, Kridalaksana. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta. Larson, Mildred L. 1989. Penerjemahan Berdasar Makna (edisi terjemahan oleh Kencanawati Taniran). Jakarta. Penerbit Arcan Legget & Mead & Charvort. 1982. Handbook for Writers. Newyork: Prentice Hall. Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo. Nababan, Rudolf. 1997. Aspek Teori Penerjemahan dan Pengalihbahasaan. Surakarta. Newmark, P. 1988. A Texbook of Translation. UK: Prentice Hall International. Ltd. Nida, E & Taber, Ch. 1982. The Theory and Practice of Translation. Leiden. E.J. Brill. Soemarno, Th. 2003. Menerjemahkan itu Sulit dan RFumit. Kongres Nasional Penerjemahan. Tawangmangu, 15 – 16 September 2003. Subroto, Edi. 1995. Wawasan dan Problema Kelinguistikan dalam Upaya Pembuatan Mesin Penerjemahan. Pengukuhan Guru Besar. UNS. Surakarta. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi PenelitiaN Kualitatif. Surakarta: University Press. Suryawinata, Z Haryanto, S. 2003. Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius. Widyamartaya., A. 1989. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta. Kanisius.
108
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
African American Struggle Against Discrimination in The U. S: Condoleezza Rice Case Nurnaningsih, Veronika Unun P, Arin Arianti, dan Sari Handayani Program Studi Pendidikan Bhs Inggris FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Sujono Humardani No. 1 Jombor Sukoharjo. e-mail:
[email protected] ABSTRACT: This research focuses on the study of African American woman‘s experiences whose name is Condoleezza Rice. She was born in segregation time around 1954 in Alabama. She is one of the secretaries of state in Unites States. This research emphasizes on her experiences and achievement in eliminating the discrimination. it is emphasizes on the discrimination happened to her and how it happens to Condoleezza Rice. The objective of the study is to reveal the way of condoleezza rice in eliminating the discrimination. It also aims at understanding the motivation that helps in struggling the discrimination. Conducted under the perspective of American Studies, this research applies interdisciplinary approach utilizing historical, sociological, and woman studies aspect. they help in understanding the causes of discrimination in the Rice‘s environment. Then psychological aspect helps in understanding how to erase the discrimination. the study uses library research methodology. The Rice‘s experiences along with her activities that have been mentioned in the autobiography of Condoleezza Rice an American Life are treated as primary data. this autobiography consists of interviewing between Condoleezza Rice and its author, Elizabeth Bumiller who was a Times White House Correspondent from September 10, 2002 to 2006. related information from books, journals and internet based materials are considered as secondary data. The research shows that Condoleezza Rice‘s life has contribution toward woman‘s empowerment. This study also reveals how Condoleezza Rice can ignore discrimination happened on her. Rice gets her success through education achievement that leads her to get ti a successful career. Because of her brilliant achievement in education, she got a lot of opportunities to reach her shinning career in politics and education. beside education, environment emphasizing on the Victorian values also took a part in shaping her character the way she thinks. Her bitter life had a deal with reaching her successful career. She changed it as a spirit to get the better one. Keywords: discrimination, African American woman, liberal femism, motivation INTRODUCTION Race is not a strange word for people around the world. People sometimes confuse with the difference of race and ethnic.Race deals withphysically differences and ethnic deals with culturally differences. It does not only happen in America but also almost over the world. There are alot of races that live in America. The races live together in the same place, they cause an inter groups relation in various society. They affect two kinds of effects to the relation. They are mixed and separate races. The mixed races cause a good inter group relation. They have a good solidarity among the differenct races. Separated races cause a bad inter group relation. They have a superior status and it usually belongs to a major society. They will feel that they are better than the others. They are smarter, stronger, more beautiful than the others. They are majority and powerful, it will allow them to treat the others worst. Superior status is a universal problem. From superior status will appear two famous terms. They are ―they‖ and ―us‖. They show that there is a distantance betweentwo different societies: major society and minor society. The majority usually oppresses minority. This oppression causes discrimination. Actually, the realization of racial differences had been existed
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
109
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
since ancient Greek(Rose, 1968: 12). Ancient Greek is the center of civilization and knowledge. Some physicians used greek term in medicine. Discrimination itself, has an interstinghistory in America. Discrimination is one of reasons in enslavement. While enslavement had been known from the first time Columbus came to America (16-18). Columbus has suggested having Indian as their slave, then the slave changed from Indian to African. African was stronger than Indian. Besides, African had a better immune from many diseases. In the progress, the African slaves were traded and they had become a primary source of cheap labor. Some African slaves became housemaids. The rests worked in a sugar, chocolate, or coffee plantations. Their lives were miserable. They did not get proper food, clothes and housings. Discrimination can happen to race distinction, ethnic, and also gender differences. Gender has a deal with biological difference between men and women. The man will think that woman does not have the same capability to do something. Man thinks that woman is weak. Those are in man‘s thought. So woman does not deserve to have the same equality to man. Woman does not have the same right as man, such as educational right, political right even a good job. Actually many women becomes a successful leader when she gets the same right as man. We can seeit from history. One of woman leaders was Isabelle, she governed Spain with glory (Scott,1996:20). American woman who has the same right as man and finds her successful career is Condoleezza Rice. She is the first African American woman as secretary of state in United States of America. Her father takes a big inpiration. He always tells to Rice to have a double succeed than white people. When she was a child she got a lot of discrimination from white. She got trauma when she was at elementary school, one of her friend passed away in a tragic booming at her school. In her teens, if she bought dress she must try it on in the storage, different place from the white. She does not have it anymore because of her success. She gets success ineducation and career. She got her first degree when she was nineteen. When she was twenty, she got a master degree from university of Notre Dame and when she was twenty six she got Ph. D from graduate school of international studies at Denver (www.notablebiography.com). In conducting this research, the problems will be answered, as follows: how Rice can fight the discrimination situation and what kinds of Rice‘s achievement are in eliminating the discrimination. The reaserch aims at exploring of discrimination. Besides, this study tries to reveal the way to ignore the discrimination throught liberal feminism and to know factor that can arise discrimination. METHOD In achieving the objective of the study, the research is carried out under the disciplines of American Studies which uses interdisciplinary approach, meaning that it deals with many disciplines such as history, sociology, woman studies, etc.Viewing Condoleezza Rice as recent phenomenon in American culture, this study also analyses her experiences through Tremaine McDowell Approach. The approach consists of reconciliation of time, reconciliation of place, reconciliation of discipline (McDowell,1948: 43). Besides based on the source of data, the study can be categorized as biographical study. It is the study of an individual and his/her experiences as told to the researcher or found in the document, no matter whether individual is still alive or passes away. In writing a biographical study, there are different disciplines that can be included in the writing. the intellectual strands of the tradition are found in literary,historical, sociological, and motivation perspectives as well as in interdisciplinary views from feminist and cultural thinking (Creswell, 1998:48). From those studies, historical aspect and sociological aspect, there is a link between them that can be taken. Rice as a human being also has past experience in her life. Her inspiring experience to be an African American woman in discrimination. In order to be able to see it more clearly, it will relate to theory motivation. the
110
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
theory will help in understanding Rice action in erasing the discrimination. Motivation is divided into kinds, they are biological and social motivation (Newman and Newman, 1983:272) the biological motivation consists of hunger, thirst, sleep, pain avoidance, need for oxigen. The social motivation is blearned in social groups, especially in the family as children grow up. this motivation are divided into two types, they are the needs for approval and the needs for achievement. The research belongs to qualitative research, therefore the data presented through descriptive analysis. in this process, it applies library research through documentation. in collecting the data, the writer uses Condoleezza Rice‘s autobiography essay, journal, and all related information that be seen from internet based material and references that support the research in analyzing the data. FINAL REMARKS Condoleezza Rice is an African American woman who succeeds in proving herself to the world, especially to Americans. Rice has a driving that steers her to be the best and equal to White, the majority. The driving is discrimination that she experienced in her past life. It can be seen from her past life. Some factors that effect her succeed are: 1. Motivation has a primary support in having succeed on struggling against discrimination. To get the achievement of her successful life and career, she hads motivation that looks at the factors which direct and energize the behavior of human. the factors lay on the social motives (Newman and Newman, 1983: 317) because in gettibe ng her achievement, she should involve other people.They are: a. Rice‘s parent, b. Rice‘s environment, c. Rice‘s academic achievement. 2. Discrimination itself can lead the person to be freed from the discrimination. Based on the source, discrimination came from: a. Discrimination treatment by White, b. Discrimination treatment by male. 3. Condoleazza Rice‘s life achievement in breaking down discrimination. The mixed of discrimantion can happen to African American woman because she must make the equality of her gender first to White woman then she can try to reach her equality to African American man. finally she can challenge the equality to White man. The way to prove herself to the world is through a good education. It can help woman to raise her status in the society. CONCLUSION There are four factors that helped her ineliminating the discrimination: 1. This Opportunities was achieved after she got higher education which is redarded by the societies, 2. A positive way of seeing thing, 3. Economy, there is a positive correlation between discrimination and economy which have deals with status wealth, 4. famous means getting noticed in which everyone knows about her because of something good from her. BIBLIOGRAPHY Creswell, John W. 1998. Qualitative Inq uiry and Research Design. California: Sage Publication Press. McDowell, Tremaine. 1948. American Studies. Minneapolis: The University of Minnesota. Newman, Phillip and Barbara M Newman.1983. Principle of Psychology. Illinois: The Dorsey Press. Rose, Peter. 1968. The Subject is Race. Toronto: Oxford University Press. Scott, Joan W. 1996. Feminism and History. New York: Oxford University Press (Encyclopedia of World Biography. Ed. Thomson-Gale. 26 march 2007. Condoleezza Rice Notable Biography. 18 Feb 2008.http://www.notable biography.com)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
111
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Makna Simbolik dalam Upacara Kelahiran Adat Jawa di Kalurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Surakarta Nurnaningsih, R. Adi Deswijaya dan Indraswari Pikatan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. Soejono Humardani No. 1, Kampus Jombor Sukoharjo, Telp (0271) 593156, Sukoharjo 57521 ABSTRAK: Selamatan sehubungan dengan kelahiran ditujukan agar ibu dan calon bayi selamat serta anaknya kelak selalu memperoleh keberuntungan dalam hidupnya. Ketika janin masih di dalam perut ibu, masyarakat Jawa menyelenggarakan berbagai macam wilujengan 'selamatan' untuk menjaga agar janin selamat sampai saat kelahirannya. Ketika janin kandungan mulai berumur 3 bulan ada wilujengan 'selamatan' nigang wulani, 4 bulan, 5 bulan, 6 bulan, 7 bulan yang disebut "mitoni", 9 bulan disebut "procotan". Berbagai tatacara diselenggarakan sebenarnya sebagai suatu bentuk doa secara sungguh-sungguh dan khusuk, permohonan diharapkan diperkenankan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Ubarampe mengandung makna sebagai sebuah pengharapan kepada Tuhan. Dengan mengadakan upacara juga berarti mengajak semua orang untuk selalu ingat dan hormat kepada para leluhur. Kata-kata kunci: kelahiran, wilujengan, makna PENDAHULUAN Masyarakat Jawa mempunyai tatacara adat bagi seorang wanita yang sedang mbobot 'hamil'. Tatacara tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar ibu dan calon bayi selamat sampai proses kelahiran serta kelak sang anak selalu memperoleh keberuntungan dalam hidupnya. Ketika janin masih di dalam perut ibu, masyarakat Jawa juga menyelenggarakan berbagai macam wilujengan 'selamatan' untuk menjaga agar janin selamat sampai saat kelahirannya. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mendokumentasikan atau mendeskripsikan bagaimana prosesi yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa di kalurahan Laweyan Surakarta sehubungan dengan upacara dalam siklus kehidupan mereka. Tatacara-tatacara ini dilakukan sebagai sarana permohonan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberi keselamatan dan kebahagiaan dalam kehidupan. Upacara maupun 'ubarampe‟ atau alat-alat untuk keperluan prosesi' dalam upacara kelahiran yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa sangat banyak dan menarik. Setiap prosesi mengandung makna filosofi yang sangat tinggi 'adiluhung'. Ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan upacara kelahiran beserta makna simboliknya yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Naskah-naskah Jawa yang membicarakan mengenai kelahiran antara lain Serat Tatacara karya Ki Padmasusastra yang diterbitkan pada tahun 1911. Serat Tatacara merupakan naskah Jawa yang menggunakan huruf Jawa Cetak. memuat berbagai macam tatacara adat masyarakat Jawa pada jaman dahulu. Mulai dari tatacara kelahiran, supitan, pernikahan, kematian dan berbagai macam ubarampe ‗peralatan‘ yang dipergunakan dijelaskan dalam Serat Tatacara tersebut. Dalam kata-kata pembuka beliau menulis bahwa Serat Tatacara ini memuat Ngadat sarta kalakuwanipun Têtiyang Jawi, ingkang taksih lumengket dhatêng gugon-tuhon ‗adat dan tingkah laku orang Jawa yang masih dekat dengan gugon tuhon‘. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1) bagaimana urut-urutan prosesi yang berkenaan dengan upacara dalam siklus kehidupan manusia khususnya upacara yang berhubungan dengan kelahiran? dan 2) bagaimanakah makna simbolik /makna filosofis yang di balik upacara kelahiran yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa di kampung Laweyan Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan urutan prosesi yang
112
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
berkenaan dengan upacara dalam siklus kehidupan manusia khususnya upacara yang berhubungan dengan kelahiran? dan 2) mendeskripsikan makna simbolik /makna filosofis yang di balik upacara kelahiran yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa di kampung Laweyan. METODE Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Sutopo (1996: 8-10) penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai jenis informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan, gejala atau fenomena yang lebih berharga daripada hanya berupa pernyataan dalam bentuk angka-angka. Dalam rangka memerikan berbagai adat tradisi dalam masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kelahiran yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa di daerah Surakarta, maka berbagai adat tradisi dalam masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kelahiran diambil dengan menggunakan teknik penarikan sampel (cuplikan/sampling). Prosesi sehubungan dengan adat kelahiran masyarakat Jawa yang dilaksanakan oleh masyarakat Laweyan ini dipilih prosesi yang masih dilaksanakan warga masyarakat Laweyan secara lengkap, baik dalam bentuk ubarampe maupun urutan tatacaranya. Adapun pelaksanaan prosesi yang dilaksanakan tidak lengkap hanya digunakan sebagai penunjang. Buku-buku yang digunakan sebagai sumber data terutama mengacu pada buku-buku tatacara kelahiran yang masih menggunakan huruf Jawa atau masih berupa naskah. Pertimbangan didasarkan bahwa dalam naskah Jawa yang memuat tradisi kelahiran adat masyarakat Jawa ditulis oleh pengarangnya secara baik. Penulisan tradisi kelahiran ini benarbenar sesuai dengan keadaan yang terjadi di masyarakat Jawa. Untuk mempertajam analisis, dalam penelitian ini diperlukan beberapa informan atau narasumber yang dipilih dari ahli budaya yang mengetahui berbagai adat tradisi dalam masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kelahiran yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa di daerah Surakarta khususnya di Laweyan. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah teknik simak dan catat, teknik pustaka serta teknik wawancara. Teknik pustaka ialah pengambilan data dari sumber-sumber tertulis oleh peneliti dalam rangka memperoleh data beserta konteks lingual yang mendukung untuk dianalisis. Konteks lingual masih bisa diperlengkapi dengan konteks nonlingual, seperti penjelasan dari peminat budaya, praktisi budaya dan sebagainya. Proses analisis data dalam penelitian ini bersifat interaktif, yaitu analisis data dengan menggunakan langkah-langkah: reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Semua data yang berhasil dikumpulkan lalu direduksi, dipilih data-data mana yang cocok untuk penelitian ini. Ada berbagai tatacara kelahiran yang sudah dilaksanakan secara modern. Ubarampe ‘perlengkapan‘ yang digunakan pun juga sudah berbeda dengan perlengkapan yang biasa digunakan pada jaman dahulu. Oleh karena itu perlu direduksi dan dipilih data yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini. Langkah berikutnya membuat sajian data. Data yang berhasil dikumpulkan mengenai tatacara kelahiran masyarakat Jawa lalu disajikan dalam sebuah tulisan ilmiah. Proses merakit atau mengorganisasikan informasi yang ditemukan ini untuk selanjutnya akan dilakukan penarikan kesimpulan. Untuk membuat kesimpulan harus berhati-hati sebab penelitian ini dibatasi untuk meneliti berbagai tatacara kelahiran yang biasa dilaksanakan masyarakat Laweyan sehubungan dengan prosesi kelahiran. HASIL DAN PEMBAHASAN Prosesi tatacara kelahiran Masyarakat Jawa di Kalurahan Laweyan Surakarta mempunyai tatacara adat bagi seorang wanita yang sedang mbobot 'hamil' disertai dengan tanda nyidham. Berbagai tatacara dilakukan ketika kandungan mulai berumur 3 bulan ada wilujengan 'selamatan' nigang wulani, 4
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
113
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bulan, 5 bulan, 6 bulan, 7 bulan yang disebut "mitoni", 9 bulan disebut "procotan". Selama kehamilan masyarakat Kalurahan Laweyan khususnya ada yang masih percaya pada pantanganpantangan ketika ibu sedang hamil. Salah satu tanda kehamilan bisa dilihat apabila seorang wanita berhenti anggarapsari 'menstruasi'. Tanda-tanda lain yang sering terjadi misalnya setiap bangun pagi merasa mual dan hendak muntah. (Padmasusastra, 1911) Adapun wilujengan masa kehamilan yang sering dilakukan masyarakat Laweyan sebagai berikut. 1. Wilujengan sawulan. Pada waktu usia kehamilan mencapai umur satu bulan diselenggarakan wilujengan sawulan yang disebut dengan istilah ngebor-ebori. Wilujengan 'selamatan' ini diselenggarakan dengan cara membuat jenang sungsum 'bubur sungsum/bubur halus dengan santan dan air gula' (Winter, 1882) 2. Wilujengan kalih dan tigang wulan, dengan membuat Tumpeng sekul janganan, Jenang abrit dan jenang baro-baro, dan Jajan pasar. Pada waktu usia kehamilan memasuki angka ganjil, misalnya hamil umur 3 bulan atau 5 bulan, biasanya diselenggarakan wilujengan 'selamatan' yang disebut dengan mendeking, 3. Wilujengan kawan wulan. Selamatan empat bulan kehamilan adalah sekul punar. Selamatan empat bulan kehamilan adalah dengan membuat apem maupun sekul punar 'nasi kuning' dengan lauk berupa daging kerbau, sambal goreng, dan empat buah ketupat 4. Wilujengan gangsal wulan. Pada bulan kelima diselenggarakan pula selamatan menyeluruh bulan pertama sampai kelima dan keenam. Selamatan lima bulan kehamilan tumpeng sekul janganan seperti yang telah disampaikan di atas ditambah dengan uler-uler, enten-enten maupun iwel-iwel. Tumpeng sekul janganan ini disebut dengan istilah megana. 5. Wilujengan nem wulan. Wilujengan nem wulan 'selamatan enam bulan' kehamilan digabung dengan tujuh bulan berupa apem kocor, sekul tumpeng janganan 6. Wilujengan pitung wulan. Acara selamatan bulan ketujuh pada meteng tembean 'kehamilan pertama' disebut mitoni atau tingkeban. Adapun ritual utama dalam mitoni adalah mandi dan berganti pakaian sebanyak tujuh kali. Acara selamatan bulan ketujuh pada meteng tembean 'kehamilan pertama' disebut mitoni atau tingkeban. Dalam acara mitoni tersebut ada tatacara gantos penganggen 'berganti busana' sampai tujuh kali yang selanjutnya dikenal dengan istilah tingkeban. Adapun ritual utama dalam mitoni adalah siraman ‗mandi‘ dan berganti pakaian sebanyak tujuh kali (Padmasusastra, 1911). 7. Wilujengan wolung wulan. Untuk bulan kedelapan selamatan berupa kue bulus angrem yaitu kue klepon yang ditutup dengan srabi 'kue serabi' yang ditata tengkurap menyerupai kura-kura mengerami telur'. 8. Wilujengan sangang wulan. Bulan kesembilan diselamati dengan jenang procot. Apabila sudah sampai tanggal tua atau hari ke sepuluh belum juga terasa sakit atau belum ada tanda-tanda akan melahirkan, maka dibuatkan selamatan berupa dhawet plencing. Setelah usia kandungan 9 bulan 9 hari, seorang wanita sudah siap untuk menunggu saatsaat kelahiran. Proses melahirkan merupakan sebuah perjuangan hidup mati sehingga orang Jawa menyebutnya toh pati Proses melahirkan itu sendiri didahului oleh perasaan sakit luar biasa dan pecahnya kawah 'ketuban' yang lazim disebut nglarani. Bayi setelah lahir dilanjutkan dengan keluarnya ari-ari 'plasenta' (Winter, 1882). Apabila bayi sudah selesai dimandikan dan diberi pakaian yang bersih, maka kakek si bayi segera membacakan adzan di telinga sebelah kanan, dan iqamat di telinga kiri. Selanjutnya ayah si bayi juga membacakan adzan dan iqamat. Sejak saat ini ibu si bayi boleh mulai nesepi atau nyusoni. Kadang-kadang terjadi, air susu ibu tidak keluar dengan lancar atau bayi belum mau minum air susu ibu, sehingga menimbulkan pembengkakan pada payudara. Hal ini disebut dengan istilah nawoni. Ari-ari ini oleh masyarakat Jawa mendapat perlakuan sendiri yakni dipendhem 'ditanam'. Pada saat akan melakukan penanaman, ari-ari yang telah dicuci bersih dan dimasukkan ke dalam kendhil kecil, diemban oleh ayah si bayi dengan selendang.
114
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Peristiwa lepasnya tali pusar si bayi disebut dengan istilah puput. Pada saat ini diselenggarakan selamatan puputan. Biasanya puputan dilakukan bersamaan dengan sepasaran 'upacara pemberian nama'. Bagi keluarga yang mampu, mereka menyelenggarakan akikah 'selamatan pemberian nama'. Untuk anak laki-laki ditandai dengan penyembelihan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan dengan penyembelihan satu ekor kambing. Tiga puluh lima hari kemudian dilakukan upacara selapanan. Selain itu, setiap weton 'hari kelahiran' diadakan bancakan 'selamatan dengan mengundang anak-anak'. Pada saat upacara selapanan ini bayi dipangkas rambutnya. Pada saat anak sudah mulai tumbuh giginya, maka dibuatkan jenang gaul. Pembuatan jenang gaul ini biasanya diselenggarakan bersama dengan upacara nyetauni 'selamatan pada saat anak berumur satu tahun'. Ketika seorang anak berumur kurang lebih dua tahun diadakan upacara nyapih, yakni seorang anak tidak diperbolehkan minum air susu ibu. Adapun jejamuan yang dipergunakan untuk nyapih ini berupa jejamuan seperti kunyit, ketumbar dan kapur sirih untuk cekokan 'jamu yang diminumkan kepada si anak yang akan disapih. Makna simbolik di balik upacara tradisional jawa yang berhubungan dengan kelahiran Selama kehamilan seorang wanita sangat memperhatikan pantangan-pantangan. Pantangan-pantangan ini juga berlaku bagi suami atau ayah bayi yang sedang dikandung. Seorang ibu hamil harus senantiasa menjaga kesehatan diri, baik yang berhubungan dengan lahir maupun batin. Lahiriah dengan cara menjaga kondisi fisik agar selalu dalam keadaan sehat, sebab hal itu akan mempengaruhi pula kesehatan janin. Secara batiniah harus menjaga perilaku sehari-hari, menjauhkan diri dari perilaku yang tidak baik karena hal ini dipercaya kelak akan mempengaruhi karakter anak. Dalam perilaku sehari-hari, misalnya, seorang ibu hamil disarankan untuk tidak membenci orang yang nista, menertawakan orang yang hina, atau membatin tentang keburukan. Selamatan ditujukan agar ibu dan calon bayi selamat serta anaknya kelak selalu memperoleh keberuntungan dalam hidupnya. Ketika janin masih di dalam perut ibu, masyarakat Jawa juga menyelenggarakan berbagai macam wilujengan 'selamatan' untuk menjaga agar janin selamat sampai saat kelahirannya. Misalnya ketika umur kandungan berusia satu bulan. Sajiannya berupa bubur sungsum dengan juruh (air gula jawa) dan santan; Sungsum berarti pisungsung yaitu atur panuwun ―berterima kasih‖, juruh atau weruh ―tahu‖, santen atau semanten berarti ―sekian‖. Adapun makna filosofisnya adalah ungkapan rasa bersyukur kepada Sang Pencipta karena telah memberi karunia wiji sejati ―benih bayi‖ yaitu adanya tanda-tanda kehamilan. Demikian pula dengan selamatan kalih wulan, tiga wulan, sekawan wulan, gangsal wulan, enem wulan, pitung wulan, wolung wulan dan sangang wulan pada hakekatnya sebagai ungkapan rasa bersyukur kepada Sang Pencipta karena telah memberi karunia berupa calon keturunan. Acara selamatan bulan ketujuh pada meteng tembean 'kehamilan pertama' disebut mitoni atau tingkeban (Winter,1911). Adapun ritual utama dalam mitoni adalah mandi dan berganti pakaian sebanyak tujuh kali. Siraman merupakan sebuah bentuk budaya yang jelas sangat baik tujuannya yaitu bertujuan membersihkan diri si calon ibu yang tengah mengandung jabang bayinya. Harapan dari siraman ini tentunya tidak hanya bermakna bagi si ibu tentunya tetapi juga harapan agar anaknya nanti juga menjadi orang yang bersih baik secara lahiriah maupun batiniah . Untuk melaksanakan upacara ini digunakan air yang jernih pertanda bahwa air bersih merupakan pembersih kotoran yang ada di badan atau diri kita. Air tersebut diambil dari tujuh sumber dengan maksud untuk mengajarkan bahwa air sebagai sumber kehidupan kita tidak hanya berasal dari satu tempat, diharapkan nantinya si bayi mendapat berkah dari sumber kehidupan yang berbeda-beda meskipun untuk mendapatkannya mungkin akan menemui rintangan dan kesulitan. Adapun kain jarit yang dipakai juga mengandung makna filosofis sendiri-sendiri. Jarit ini berjumlah tujuh untuk dipakai berganti-ganti. Ketujuh kain tersebut dipilih dari berbagai motif yang ada yang semua motif dapat dimaknai secara baik, di antaranya 1) Ringin motif ini
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
115
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
memiliki arti semoga anak yang dilahirkan dapat berguna bagi orang tua, masyarakat dan berguna agama, 2) Lasem motif ini mengandung makna semoga anak yang dilahirkan senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 3) Parangkusuma motif ini mengandung harapan semoga sang ibu dapat melahirkan bayi yang memiliki ketangkasan kecerdasan bagai tajamnya parang, 4) Sidamukti motif ini bermakna agar bayi yang akan lahir dapat menjadi orang yang mukti dan berwibawa (berbahagia dan disegani orang karena kewibawaannya), 5) Sidaluhur motif ini mengandung harapan agar anak yang dikandung akan menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur, 6) Truntum motif ini bermakna semoga keluhuran budi orang tuanya dapat menurun (tumaruntum) kepada sang bayi, dan 7) Udan Riris motif ini mengandung makna mudah-mudahan sang anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya dan suka membantu. Ari-ari bayi mendapat perlakuan sendiri yakni dipendhem 'ditanam'. Perlengkapan penanaman ari-ari bisa berupa senthir 'lampu kecil berbahan bakar minyak tanah' sebagai simbol agar bayi menjadi anak yang dapat menerangi. Ari-ari ditempatkan di dalam kendhil dan diberi alas daun talas yaitu sejenis daun yang tidak menyerap air. Hal ini sebagai simbol agar si bayi ketika sudah dewasa tidak hanya memburu materi atau kehidupan duniawi. Di dalam kendhil juga diberi tulisan sebagai simbol bahwa si anak supaya kelak menjadi anak yang pandai. Wilujengan sepasaran ditandai dengan pemberian nama kepada anak. Nama pemberian orang tua merupakan doa kepada sang anak. Oleh karena asma kinarya japa ‗nama merupakan doa‘, hendaknya orang tua memberikan nama yang baik. Budi pekerti yang baik akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian orang tersebut (Nurul Zuriah, 2007: 17). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tradisi Jawa sehubungan dengan kehamilan dalam kehidupan masyarakat Jawa khususnya di Kalurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Surakarta memperoleh tempat yang sangat baik, mengingat fungsi dari tradisi ini adalah doa untuk memohon keselamatan calon bayi yang ada dalam kandungan, maka upacara ini terus dilaksanakan dengan baik. Prosesi upacara yang diselenggarakan sehubungan dengan kelahiran oleh masyarakat Laweyan dapat dibagi menjadi 3 event, yaitu 1) sebelum melahirkan, 2) saat melahirkan, dan 3) sesudah melahirkan. Prosesi sebelum kelahiran biasanya menyelenggarakan berbagai wilujengan yaitu wilujengan sawulan, kalih wulan sampai sembilan bulan yang ditandai dengan pembuatan jenang procot. Prosesi saat melahirkan dikenal berbagai istilah nglarani, sewu lara dadi siji, kakang kawah adhi ari-ari dan sebagainya. Prosesi yang biasa dilakukan setelah melahirkan biasanya diadakan penanaman ari-ari, penyelenggaraan bancakan puputan, sepasaran, selapanan, nyetauni, sampai tradisi nyapih. Makna simbolik tradisi kelahiran adat Jawa yang biasa dilakukan masyarakat Laweyan yang berhubungan dengan kelahiran bisa dijumpai dalam urutan prosesinya atau tatacaranya maupun ubarampe ‗alat‘ yang digunakan untuk keperluan upacara. Saran Upacara dalam tradisi masyarakat Jawa yang ada, telah banyak dikenal masyarakat secara luas dan menunjukkan betapa tinggi dan adiluhung tradisi maupun budaya Jawa. Oleh karena itu sudah selayaknya masyarakat Jawa mau dan mampu mempertahankan berbagai upacara yang senantiasa dipegang oleh masyarakat Jawa, dan bila perlu sebagai pelopor akan kelangsungan upacara tersebut. Berbagai macam budaya (seperti upacara sehubungan kelahiran) adat masyarakat Jawa sudah selayaknya diperkenalkan pada generasi muda Oleh karena itu diperlukan adanya usaha pewarisan budaya ke generasi yang akan datang dengan menggunakan suatu metode pembelajaran yang sistematik dan efektif.
116
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Nurul Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Padmasusastra. 1911. Serat Tatacara. Semarang: H.A. Benyamin. Sutopo, H.B. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif (Metodologi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret. Winter. 1882. Serat Javaansche Zamenspraken. Surakarta: Paheman Radyapustaka.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
117
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Strategi Penerjemahan Teks Iklan Berbahasa Inggris untuk Produk Unggulan di Kabupaten Sukoharjo Purwani Indri Astuti, Betty Gama, dan Endang Dwi Hastuti Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. S.Humardani No.1, Sukoharjo 57521 Telp. (0271)593156, Fax (0271)591065 e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Iklan sebagai media komunikasi memiliki fungsi sosial untuk membantu menyampaikan pesan suatu produk kepada calon konsumen. Penyampaian pesan suatu produk ini dapat berbeda satu dengan yang lain, tergantung dari tujuan yang telah ditetapkan oleh produsen. Salah satu pesan yang dapat disampaikan melalui iklan adalah untuk memperkenalkan produk kepada calon konsumen. Perbedaan sistem bahasa dan budaya antara pihak produsen dan calon konsumen membuat penerjemah teks iklan harus memiliki strategi khusus yang dapat diterapkan, sehingga tidak hanya pesan yang tersampaikan, tetapi juga tetap mengindahkan unsur estetika yang menjadi faktor penting bagi iklan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat strategi yang digunakan penerjemah dalam menyampaikan pesan dari teks Bahasa Sumber (B.Su) ke dalam teks Bahasa Sasaran (B.Sa). Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pengambilan sampel secara purposive. Pengambilan data dilakukan secara content analysis, indepth interview, dokumentasi dan Focus Group Discussion. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan booklet Produk Unggulan Daerah Kabupaten Sukoharjo adalah: 1) Strategi struktural, meliputi strategi penambahan, strategi pengurangan, strategi transposisi, dan strategi gabungan, 2) Strategi semantis, meliputi strategi pungutan, strategi padanan budaya, strategi penghapusan dan strategi modulasi. Kata-kata kunci: strategi penerjemahan, teks iklan, produk unggulan, Kabupaten Sukoharjo PENDAHULUAN Dengan memanfaatkan sumber kekayaan alam yang ada, Kabupaten Sukoharjo mempunyai banyak produk lokal yang diunggulkan sebagai Produk Unggulan Daerah (PUD) yang sangat berpotensi untuk diekspor ke manca negara. Produk-produk tersebut misalnya mebel dari bahan kayu lokal, ukir-ukiran, alat musik gitar, shuttlecock, gamelan, genteng, beberapa makanan tradisional dan lain-lain, yang kesemuanya harus memiliki kriteria yang telah ditetapkan sebagai PUD oleh pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo. Beberapa kriteria tersebut di antaranya adalah 1) memiliki kandungan lokal yang cukup menonjol dan inovatif baik di sektor pertanian, industri kecil dan jasa, 2) memiliki ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak, stabil dan berkelanjutan, dll. Untuk itulah, para pengusaha ataupun pengrajin dari berbagai sektor industri tersebut bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo berupaya dapat lebih meningkatkan pemasaran produk-produk lokal tersebut, khususnya ke manca negara. Agar produk-produk lokal yang menjadi PUD dan berpotensi untuk diekspor tersebut dapat diterima masyarakat pengguna (konsumen) dengan baik, maka dibutuhkan suatu strategi pemasaran guna memperkenalkan produk tersebut. Salah satu strategi yang biasa ditempuh oleh para produsen adalah dengan melalui media iklan. Iklan juga mempunyai fungsi untuk mengingatkan konsumen dari suatu produk yang pernah diperkenalkan sebelumnya. Di beberapa media komunikasi, iklan dianggap cukup efektif untuk bisa menarik perhatian calon konsumen. Untuk itulah, iklan yang biasanya disertakan dalam promosi produk tersebut harus benar-benar dapat mewakili citra produk yang ditawarkan.
118
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Iklan media cetak (booklet) yang selama ini ada untuk mempromosikan PUD Kab. Sukoharjo, telah dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sukoharjo, sebagai instansi yang menaungi bidang perdagangan ekspor-impor. Booklet dinilai tidak efektif karena konstruksi kalimat yang digunakan berbelit-belit sehingga tidak mampu menyampaikan pesan secara keseluruhan. Ketidakmampuan menyampaikan keunikan atau bahkan menjelaskan suatu produk lokal yang bisa jadi tidak dimiliki oleh daerah lain, membawa resiko yang sangat fatal bagi keberlangsungan produk tersebut. Oleh karenanya, suatu iklan harus terlihat menarik sari segi visual (gambar) dan kalimat-kalimat yang menjadi penjelasan dari produk tersebut dapat dipahami oleh konsumen. Untuk menghasilkan 2 efek tersebut maka diperlukan iklan yang efektif, khususnya menyangkut konstruksi kalimat yang digunakan dan kalimat terjemahan yang dihasilkan, sehingga iklan tersebut menjadi lebih berarti dan mewakili citra produk yang diiklankan. Dengan iklan yang efektif, calon konsumen dapat menerima pesan yang disampaikan pihak produsen dengan baik sehingga mengurangi resiko kesalahpahaman yang diakibatkan karena adanya beda bahasa dan beda budaya tersebut. Produk Unggulan Daerah (PUD) Kabupten Sukoharjo yang memiliki potensi untuk diekspor ke manca negara, misalnya mebel dari bahan kayu lokal, ukir-ukiran, alat musik gitar, shuttlecock, gamelan, genteng, beberapa makanan tradisional dan lain-lain. PUD tersebut harus memiliki kriteria yang telah ditetapkan sebagai PUD oleh pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo. Beberapa kriteria tersebut di antaranya adalah 1) memiliki kandungan lokal yang cukup menonjol dan inovatif baik di sektor pertanian, industri kecil dan jasa, 2) memiliki ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak, stabil dan berkelanjutan, dll. Untuk itulah, para pengusaha ataupun pengrajin dari berbagai sektor industri tersebut bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo berupaya dapat lebih meningkatkan pemasaran produk-produk lokal tersebut, khususnya ke manca negara. Iklan cetak (booklet) yang selama ini ada untuk mempromosikan PUD Kab. Sukoharjo, telah dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sukoharjo, sebagai instansi yang menaungi bidang perdagangan ekspor-impor. Booklet dinilai tidak efektif karena konstruksi kalimat yang berbelit-belit sehingga tidak mampu menyampaikan pesan secara keseluruhan. Ketidak mampuan menyampaikan keunikan atau bahkan menjelaskan suatu produk lokal yang bisa jadi tidak dimiliki oleh daerah lain, membawa resiko yang sangat fatal bagi keberlangsungan produk tersebut. Oleh karenanya, suatu iklan harus terlihat menarik sari segi visual (gambar) dan kalimat-kalimat yang menjadi penjelasan dari produk tersebut dapat dipahami oleh konsumen. Untuk menghasilkan 2 efek tersebut maka model iklan yang telah ada selama ini seyogyanya dikembangkan menjadi model iklan yang efektif, khususnya menyangkut konstruksi kalimat yang digunakan dan kalimat terjemahan yang dihasilkan, sehingga iklan tersebut menjadi lebih berarti dan mewakili citra produk yang diiklankan. Dengan iklan yang efektif, calon konsumen dapat menerima pesan yang disampaikan pihak produsen dengan baik sehingga mengurangi resiko kesalahpahaman yang diakibatkan karena adanya beda bahasa dan beda budaya tersebut. METODE Studi yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi translasi teks iklan dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris yang terdapat di dalam booklet PUD Kab. Sukoharjo ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu studi yang mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya (Sutopo, 2002:111). Informasi yang digali mengenai satu kasus yang sudah ditentukan sehingga disebut studi kasus tunggal terpancang (Sutopo, 2002:112). Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Sukoharjo. Yang menjadi sumber data adalah 1) Teks iklan (booklet) Produk Unggulan Daerah Kabupaten Sukoharjo berbahasa Indonesia dan Inggris yang dikeluarkan oleh Disperindag Pemda Kabupaten Sukoharjo, dan 2) Informan atau
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
119
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
narasumber terdiri dari pejabat Disperindag Pemda Kabupaten Sukoharjo, pakar bahasa Indonesia, pakar penerjemah yang dipilih secara purposive. Data penelitian ini adalah seluruh frasa dan kalimat yang membentuk teks iklan, yang terdiri dari 41 frasa (23 di antaranya direduksi karena data tersebut sama dengan data yang diperoleh sebelumnya) dan 51 kalimat, serta hasil wawancara dari para responden tersebut di atas. Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode interaktif maupun noninteraktif sebagai berikut: Content analysis, adalah pengumpulan informasi atau data penelitian melalui pencatatan dokumen dan arsip dan wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu dengan cara tanya jawab sepihak kepada narasumber untuk memastikan data-data yang dianggap berpotensi menjadi masalah. Karena sumber data tidak mewakili populasi tapi mewakili informasi, maka penelitian ini mengutamakan teknik sampling purposive atau criterion based selection (Goetz & Compte, 1984; Sutopo, 2002:56). Peneliti mengumpulkan informasi mulai dari informan yang dianggap paling berkompeten dengan masalah yang diteliti dan kemudian dilanjutkan pada informaninforman lain. Jumlah sampel tidak dibatasi tapi lebih ditentukan oleh tingkat kecukupan informasi mengenai masalah yang diteliti. Validitas informasi mengenai permasalahan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Lofland & Lofland, 1984; Moleong, 1991 : 178). Dalam penelitian ini validitas atau pemantapan dan kebenaran informasi dicapai dengan menggunakan dua teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode. Sementara itu, teknik analisis data dilakukan secara induktif di mana peneliti mengumpulkan data dan kemudian mengembangkan suatu teori dari data tersebut atau disebut sebagai grounded theory (Mulyana, 2001:157). Teknik analisis secara induktif dengan menggunakan metode analisis interaktif adalah seperti yang terlihat dalam Gambar 1.
pengumpulan data
reduksi data
penyajian data
penarikan simpulan verifikasi
Gambar 1. Analisis data model interaktif (Miles dan Huberman, 1984:23) Dengan model interaktif tersebut proses analisis data terdiri dari tiga komponen utama yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan/verifikasi yang merupakan proses siklus dan bersifat interaktif (Sutopo, 2002:93). HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian Struktur terjemahan teks iklan Produk Unggulan Disperindag Kabupaten Sukoharjo dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris dapat dilihat dari konteks wacana yang melingkupi dan strategi penerjemahan yang digunakan. Konteks wacana yang dimaksud adalah bahwa teksteks yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris merupakan teks deskriptif untuk iklan Produk Unggulan Kabupaten Sukoharjo. Dikarenakan wacana yang terbentuk adalah wacana iklan, maka penerjemah harus dapat memilih pilihan kata yang tepat untuk jenis iklan komersial informatif tahap pengenalan.
120
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Dari analisis strategi penerjemahan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa jenis strategi penerjemahan yang telah diterapkan adalah strategi struktural dan strategi semantis. Untuk strategi struktural, diperoleh 49 data (53,2%) menggunakan strategi penambahan. Data-data tersebut di antaranya: 1. No. Data : 2/Stra.Struk/1 B.Su : Kabupaten Sukoharjo Wilayah Bisnis dan Investasi B.Sa : Sukoharjo Regency Region of Busisness and Investment 2. No. Data : 5/Stra.Struk/1.c B.Su : Peta Potensi Kabupaten Sukoharjo B.Sa : The potensial map of Sukoharjo regency Terjemahan pada data nomor 2/Stra.Struk/1 menggunakan strategi penambahan ‗of‘ untuk menyesuaikan struktur frasa Bahasa Inggris yang biasanya berstrukturkan M-D (menjelaskandijelaskan) menjadi D-M (dijelaskan-menjelaskan) secara tepat. Sedangkan pada data nomor 5/Stra.Struk/1.c, terdapat penambahan unsur article ‟the‟ pada terjemahan karena menyesuaikan struktur bahasa Inggris yang lebih umum menggunakan article sebelum penyebutan benda. Data-data lain yang berhubungan dengan strategi penambahan di antaranya terdapat pada data nomor: 4/Stra.Struk/1.b, 7/Stra.Struk/1.e, 15/Stra.Struk/1.m, 22/Stra.Struk/1.t, 23/Stra.Struk/1.u, 28/Stra.Struk/4, 32/Stra.Struk/5, 35/Stra.Struk/6, 39/Stra.Struk/8, 42/Stra.Struk/9, 43/Stra.Struk/13. Selanjutnya, data yang menggunakan strategi pengurangan sebanyak 8 atau (8,7%). Data-data tersebut adalah: 3. No. Data : 12/Stra.Struk/1.j B.Su : Kain Batik B.Sa : Batik 4. No. Data : 16/Stra.Struk/1.n B.Su : Kerajinan Shuttlecocks B.Sa : Shuttlecocks Terjemahan kedua frasa menggunakan strategi pengurangan. Data nomor 16/Sra.Struk/1.j terdapat pengurangan kata ‘kain‘, sementara data nomor 16/Stra.Struk/1.n terdapat pengurangan kata ‘kerajinan‘. Strategi transposisi dijumpai di 13 data (14,1%) dari keseluruhan data yang dianalisis. Contoh strategi transposisi terdapat pada data-data berikut ini: 5. No. Data : 6/Stra.Struk/1.d B.Su : Industri Tekstil B.Sa : Textille industry 6. No. Data : 43/Stra.Struk/9 B.Su : 35% produksinya sudah dipasarkan di mancanegara melalui pihak ketiga. B.Sa : ....... and 35% of the products have been sold to other countries through the third person Data lain yang menunjukkan strategi transposisi terdapat pada data nomor: 8/Stra.Struk/1.f, 11/Stra.Struk/1.j, 14/Stra.Struk/1.l, 17/Stra.Struk/1.0, 19/Stra.Struk/1.q, 21/Stra.Struk/1.s, 47/Stra.Struk/11, 56/Stra.Struk/15, 58/Stra.Struk/16, 66/Star.Struk/19, 72/Stra.Struk/21. Data lain yang diperoleh menunjukkan adanya 22 data (24%) yang menggunakan gabungan 2 strategi struktural di atas, yaitu strategi penambahan dan transposisi, serta strategi penambahan dan pengurangan. Untuk data-data yang mengandung strategi penambahan dan transposisi di antaranya adalah: 7. No. Data : 1/Stra.Struk/C B.Su : Produk Unggulan Kabupaten Sukoharjo B.Sa : The Superior Products of Sukoharjo 8. No. Data : 24/Stra.Struk/2 B.Su : Pemerintah Kabupaten Sukoharjo lahir pada tanggal 15 Juli 1946
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
121
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
terdiri dari 12 wilayah Kecamatan, 17 Kelurahan, 150 Desa, 2.026 dukuh, 1438 RW dan 4428 RT dengan luas 46.666.66 Km2. B.Sa : The government of sukoharjo regency established on 15 July 1946. consist of 12 Sub-District, 17 District, 150 Village, 2.026 sub village, 1.438 administrative units the next to lowest level and 4.428 administrative units of loess level and 46.666.66 square meter of width. Pada data nomor 1/Stra.Struk/C, penerjemah menempuh strategi penambahan dan transposisi karena dalam menerjemahkan frasa tersebut ke dalam B.Sa penerjemah harus menambahkan kata ‗the‘ dan ‗of‘. Selain itu, penerjemah menyusun struktur frasa tersebut dengan struktur yang lebih berterima di dalam B.Sa. Sedangkan terjemahan kalimat pada data nomor 24/Stra.Struk/2 menggunakan strategi penambahan dan transposisi untuk masuknya unsur artikel dan preposisi, serta penerjemah harus menyesuaikan sruktur kalimat trsebut ke dalam B.Sa yang lebih berterima. Data lain terkait strategi penambahan dan transposisi di antaranya data nomor: 25/Stra.Struk/2, 27/Stra.Struk/.4, 29/Stra.Struk.2, 33/Stra.Struk./6, 34/Stra.Struk/6, 35/Stra.Struk./6, 36/Stra.Struk/6, 39/Stra.Struk/8, 41/Stra.Struk/9, 44/Stra.Struk/10. Secara keseluruhan, strategi struktural yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan teks iklan Produk Unggulan Daerah Kabupaten Sukoharjo tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Strategi struktural dalam teks iklan produk unggulan daerah kab. Sukoharjo No 1 2 3 4
Jenis strategi Strategi Penambahan Strategi Pengurangan Strategi transposisi Strategi Penambahan dan transposisi Jumlah
Frekuensi 49 8 13 22 92
Persentase (%) 53,2 8,7 14,1 24,0 100,0
Mengingat teks iklan Produk Unggulan Daerah ini banyak menyinggung tentang budaya (meliputi, makanan, pakaian, sistem sosial, dll), maka strategi yang digunakan lebih banyak berhubungan dengan masalah pungutan. Hal ini merupakan penyesuaian antara unsur bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dari hasil analisis didapatkan sejumlah 25 data (27,2%) yang menggunakan strategi pungutan ini. Sebagai contoh misalnya: 9. No. Data : 2/Stra.Sem/UC B.Su : Kabupaten Sukoharjo Wilayah Bisnis dan Investasi B.Sa : Sukoharjo Regency of Business and Investment 10. No. Data : 14/Stra.Sem.1.l B.Su : Kerajinan Gamelan B.Sa : Gamelan Craft Terjemahan frasa pada data nomor 2/Stra.Sem/UC menggunakan strategi pungutan untuk istilah ‗bisnis‘ dalam B.Su menjadi ‗business‘ dalam B.Sa. Demikian juga untuk istilah ‗investasi‘ dalam B.Sa menjadi ‗investment‟. Sedangkan pada data nomor 14/Stra.Sem.1.l, istilah ‗gamelan‘ dipertahankan sebagaimana adanya untuk menunjukkan unsur lokalitas budaya yang berbeda antara B.Su dan B.Sa. Beberapa data lain yang dianalisis menggunakan strategi pungutan ini adalah data nomor: 6/Stra.Sem.1.d, 8/Stra.Sem/1.f, 11/Stra.Sem/1.i, 12/Stra.Sem/1.j, 13/Stra.Sem/1.k, 16/Stra.Sem/1.n, 18/Stra.Sem/1.p, 37/Stra.Sem/7, dll. Strategi semantik berikutnya adalah strategi padanan budaya. Dalam kasus ini, penerjemah berusaha mencari padanan yang paling dekat dalam B.Sa. Hanya ada 1 data yang ditemukan terkait dengan padanan budaya ini, karena masing-masing tidak ada padanannya yang pas. Data tersebut misalnya:
122
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
11. No. Data B.Su
: :
24/Stra.Sem/2 Pemerintah Kabupaten Sukoharjo lahir pada tanggal 15 Juli 1946 terdiri dari 12 wilayah Kecamatan, 17 Kelurahan, 150 Desa, 2.026 dukuh, 1438 RW dan 4428 RT dengan luas 46.666.66 Km2. B.Sa : The government of sukoharjo regency established on 15 July 1946. consist of 12 Sub-District, 17 District, 150 Village, 2.026 sub village, 1.438 administrative units the next to lowest level and 4.428 administrative units of loess level and 46.666.66 square meter of width. Pada terjemahan di atas, sistem sosial kemasyarakatan Indonesia berupa RT, RW ditransfer ke sistem barat dengan menggunakan sub village, sub district dan juga istilah administrative units the next to lowest level,dan administrative units of loess level. Untuk strategi penghapusan, ditemukan 25 butir data (34,25%) yang menggunakan strategi ini. Sebagai contoh misalnya: 12. No. Data : 30/Stra.Sem/5 B.Su : Jumlah pengrajin sekitar 622 unit dengan menyerap tenaga kerja 38.731 orang. B.Sa : There are about 622 units and absorb 38.731 workers. Pada terjemahan di atas, terdapat penghapusan kata jumlah pengrajin dan satuan orang. Selanjutnya untuk data yang lain di antaranya adalah data nomor: 12/Stra.Sem/1.j, 16/Stra.Sem/1.n, 17/Stra.Sem/1.o. Secara keseluruhan penggunaan strategi semantik dalam booklet Produk Unggulan Daerah Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Strategi semantis dalam teks iklan produk unggulan daerah Kab. Sukoharjo No 1 2 3 4
Jenis strategi Strategi Pungutan Strategi Padanan Budaya Strategi Penghapusan Modulasi Jumlah
Frekuensi 25 1 25 41 92
Persentase (%) 27,2 1,1 27,2 44,5 100,0
Pembahasan Menurut Suryawinata (2003: 67-76), terdapat 2 strategi penerjemahan yang dapat diterapkan oleh penerjemah. Strategi tersebut adalah strategi struktural, yaitu strategi penerjemahan yang melihat pada aspek struktur kebahasaan dan strategi semantis, yaitu strategi penerjemahan yang melihat pada aspek makna. Strategi struktural meliputi strategi a) penambahan, b) pengurangan, c) transposisi, sementara strategi semantis di antaranya meliputi strategi a) pungutan, b) padanan budaya, c) penambahan, d) penghapusan, e) perluasan, dan f) modulasi Dari hasil analisis data, strategi penambahan yang dilakukan penerjemah memang merupakan strategi yang harus ditempuh karena struktur bahasa sasaran memang menghendaki hal semacam itu. Penambahan preposisi ‗of‘ mutlak dilakukan oleh penerjemah karena dalam Bahasa Inggris (sebagai B.Sa) dibutuhkan ‗of‘ untuk membentuk strukur (D-M) sebagaimana struktur dalam Bahasa Indonesia. Demikian juga untuk artikel ‗the‘, penambahan akhiran ―s‖ membentuk plural, dll. Sebaliknya, strategi pengurangan merupakan pengurangan elemen struktural di dalam B.Sa. Kasus semacam ini biasanya dijumpai dalam struktur Bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, strategi transposisi adalah strategi yang dilakukan oleh penerjemah karena suatu keharusan atau karena pilihan. Dikatakan keharusan, apabila penerjemah memang harus melakukan strategi tersebut karena menyesuaikan struktur B.Su dan B.Sa. Misalnya penerjemahan frasa bahasa Indonesia yang memiliki unsur inti di depan dan unsur penjelas di belakang, sedangkan kalau frasa tersebut diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi unsur
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
123
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
intinya di belakang dan unsur penjelasnya di depan. Di sisi lain, strategi ini dikatakan pilihan bagi penerjemah apabila dilakukan karena pertimbangan gaya bahasa. Untuk strategi semantis, strategi pungutan paling banyak dijumpai dalam penerjemahan teks iklan PUD Kab. Sukoharjo. Strategi pungutan ini dapat meliputi transliterasi (mempertahankan istilah B.Su) dan naturalisasi (istilah B.Su mengalami penyesuaian ejaam atau tulisan ke dalam B.Sa). Selain itu, strategi penerjemahan padanan budaya yang ditemukan pada data penelitian jelas menunjukkan bukti bahwa teks iklan tersebut melibatkan dua bahasa yang berbeda. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat penerjemahan merupakan komunikasi lintas budaya, dalam hal ini adalah budaya B.Su dan B.Sa. Strategi penambahan pada strategi semantis dilakukan karena penerjemah ingin memperjelas makna yang ada dalam B.Su ke dalam B.Sa. Pada kasus penerjemahan teks iklan PUD Kab.Sukoharjo strategi ini dilakukan untuk memperjelas makna terkait dengan budaya yang berbeda. Sementara strategi penghapusan dilakukan dengan pertimbangan bagian yang tidak diterjemahkan ke dalam B.Sa tidak begitu penting bagi keseluruhan teks B.Sa. Terjemahan teks iklan PUD Kabupaten Sukoharjo telah menerapkan kedua strategi tersebut, namun demikian perlu dipertimbangkan jenis strategi yang lain utamanya untuk menerjemahkan istilah-istilah khusus yang sulit atau bahkan tidak mungkin dicari padanannya dalam B.Sa. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan penerjemah untuk mengatasi masalah perbedaan budaya tersebut, yaitu: Menurut Mona Baker (Said, 2003:7), strategi penerjemahan untuk kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam bahasa penerima meliputi: 1. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum Merupakan strategi yang paling umum dipakai oleh penerjemah untuk mencari padanan dari berbagai macam kata yang tidak memiliki padanan langsung). 2. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih netral Strategi ini digunakan untuk mengurangi kesan negatif yang ditimbulkan oleh kata dalam B.Su, yang dikarenakan oleh makna yang dimiliki oleh kata dalam B.Su tersebut. 3. Penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan Strategi penerjemahan ini dilakukan dengan mengganti konsep kebudayaan B.Su dengan konsep kebudayaan B.Sa yang setidaknya memiliki makna yang menyerupai 4. Penerjemahan dengan menggunakan kata serapan yang disertai dengan penjelasan Strategi penerjemahn ini digunakan untuk menerjemahkan kata yang berhubungan dengan kebudayaan, konsep modern, dan kata yang tidak jelas maknanya. 5. Penjelasan dengan parafrase. Strategi penerjemahan ini digunakan ketika konsep yang diungkapkan dalam bahasa sumber memiliki makna leksikal dalam bahasa penerima, tapi memiliki bentuk yang berbeda, dengan frekwensi kemunculan kata tersebut lebih sering dalam bahasa sumber. Strategi penerjemahan istilah khusus tersebut perlu dipertimbangkan, mengingat teks iklan memiliki fungsi utama menyampaikan pesan produksi yang diiklankan. Apabila produk yang diiklankan tersebut memiliki istilah khusus yang sulit dicari padanannya, maka penerjemah harus menggunakan strategi tersebut di atas untuk membantu calon konsumen memahami pesan yang disampaikan. Tentu saja dalam menerapkan strategi penerjemahan istilah khusus ini, penerjemah tetap harus mempertimbangkan space yang tersedia, unsur estetika yang lain (seperti warna dan visual yang dimunculkan) sehingga tidak mengurangi hakekat dari teks iklan bahwa untuk menarik calon konsumen dapat dilakukan dari 2 aspek, bahasa dan visual. KESIMPULAN Menerjemahkan teks iklan berbeda dengan menerjemahkan teks-teks yang lain. Sesuai dengan fungasi dari iklan tersebut, penerjemah harus menyesuaikan fungsi apa yang terdapat dalam teks iklan tersebut untuk kemudian disesuaikan dengan diksi dan gaya penyampaian teks iklan tersebut.
124
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Menerjemahkan teks iklan PUD Kab. Sukoharjo berbeda dengan menerjemahkan teks iklan yang lain, karena dalam teks iklan PUD Kab.Sukoharjo dijumpai beberapa istilah yang mengandung muatan budaya B.Su yang sulit dicari padanannya dalam B.Sa. Oleh karena itu, penerjemah tidak hanya menggunakan strategi penerjemahan struktural dan semantis, namun juga harus menggunakan strategi penerjemahan untuk istilah khusus yang sulit dicari padanannya dalam B.Sa. Strategi tersebut adalah: 1. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum 2. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih netral 3. Penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan 4. Penerjemahan dengan menggunakan kata serapan yang disertai dengan penjelasan 5. Penjelasan dengan parafrase. Dalam melakukan strategi penerjemahan tersebut, hendaknya penerjemah juga masih mempertimbangkan unsur lain yang harus diperhatikan dalam teks iklan, yaitu space, warna dan visual untuk mendukung isi teks pesan yang disampaikam. Dengan perpaduan yang selaras antara tiga unsur tersebut, penerjemahan, warna, dan visual, diharapkan teks terjemahan tersebut dapat menyampaikan pesan yang dimaksud kepada pihak konsumen dengan efektif. Penyampaian pesan yang efektif diharapkan dapat berdampak kepada feedback positif yang diharapkan produsen. DAFTAR PUSTAKA Moleong, L. J., 1991: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Zuhridin Suryawinata dan Sugeng Haryanto. 2003. Translation (Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan). Yogyakarta: Penerbit Kanisius Miles, M. B. & Huberman, A. M., 1984: Qualitative Data Analysis : A Sourcebook Of New Method. Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc. Said, Mahadi. 2003. Strategi Penerjemahan untuk Konsep yang Tidak Dikenal oleh Bahasa Penerima. Magister Sastra. Program Pascasarjana: Universitas Gunadarma
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
125
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Analisis Transposisi Terjemahan Satuan-satuan Lingual pada Novel Edensor Karya Andrea Hirata Ratih Wijayava, Nunun Tri Widarwati, Endang Dwi H, dan Giyatmi Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521, E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bentuk-bentuk transposisi yang terdapat dalam terjemahan novel Edensor, dan (2) untuk mengetahui ketepatan penerapan strategi transposisi pada penerjemahan novel Edensor versi Indonesia ke versi Inggris. Sumber data objektif adalah novel Edensor karya Andrea Hirata yang terbit tahun 2008, dengan tebal 294 halaman dan terjemahannya dalam bahasa Inggris berjudul Edensor, tahun 2011 dengan tebal 238 halaman. Sumber data afektif yang digunakan adalah pembaca pakar yang ahli di bidang linguistik,. Hasil yang diperoleh terdapat 4 macam transposisi yang digunakan untuk menterjemahkan novel Edensor versi Indonesia ke versi Inggris. Yang pertama, transposisi sebagai suatu keharusan yang meliputi: nomina jamak dalam bahasa Inggris menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia dan hukum M-D (bahasa Inggris) menjadi hukum D-M (bahasa Indonesia) dalam frase nomina. Sedangkan yang kedua transposisi sebagai pilihan terdiri atas struktur kalimat BSu tidak ada di dalam BSa dan pemecahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat atau lebih dalam BSa dan sebaliknya. Sedangkan hasil penilaian menunjukkan bahwa Terjemahan Tepat sebanyak 38 data atau 64.4%, Terjemahan Kurang Tepat sebanyak 17 data atau 28.8%, dan Terjemahan Tidak tepat sebanyak 4 data atau 6.8%. Kata-kata kunci: terjemahan, strategi, transposisi, ketepatan PENDAHULUAN Latar belakang Aktifitas penerjemahan semakin berkembang mengikuti perkembangan sistem komunikasi, keilmuan dan teknologi. Informasi perkembangan tersebut kebanyakan ditulis dalam bahasa asing. Sehingga masyarakat Indonesia banyak yang mendapatkan kendala dalam memahaminya. Karena itu penerjemahan menjadi ‗jembatan‘ penghubung untuk memahami teks berbahasa asing. Hal ini juga berlaku dalam bidang kesusastraan. Para penerjemah juga berperan besar dalam perkembangan sastra dunia. Berbagai bentuk karya sastra—buku, cerpen, puisi, lakon, novel—karya para pengarang dunia yang terkenal itu tak akan pernah bisa dinikmati oleh sebagian besar khalayak kita tanpa peran para penerjemah. Karya sastra merupakan suatu karya yang mengandung keindahan dan keluhuran. Seseorang yang menyenangi karya sastra niscaya akan tumbuh dalam dirinya perasaan atau jiwa yang halus. Karya sastra bersifat universal, artinya sebuah karya sastra diciptakan bukan hanya diperuntukkan bagi bangsa di mana penulisnya tinggal. Akan tetapi, sebuah karya sastra diciptakan agar bisa dinikmati oleh semua penggemar sastra dari berbagai bangsa. Karena itu tidaklah salah jika karya sastra asing terjemahan juga dijadikan bacaan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan juga sebagai hiburan bagi masyarakat Indonesia. Agar pembaca di Indonesia bisa memahami seutuhnya makna karya sastra asing terjemahan, serta bisa menikmati keindahan bahasa yang digunakan dalam penceritaan, maka penerjemahan karya sastra asing harus dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh. Akhir- akhir ini, merupakan suatu hal yang sangat membanggakan, ketika keadaan pasar menjadi berimbang. Artinya pasar novel Indonesia tidak hanya didominasi oleh karyakarya asing terjemahan. Sekarang terjadi sebaliknya, novel-novel karya putra bangsa juga mulai
126
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
diminati oleh dunia internasional. Novel Indonesia yang semula hanya menjadi konsumsi di negari sendiri, karena kualitasnya yang bagus, mulai diterjemahkan ke dalam bahasa asing sehingga menjadi suguhan di tingkat dunia. Di antaranya adalah novel- novel karya penulis muda Indonesia, Andrea Hirata. Karyanya yang national best seller -Tetralogi Laskar Pelangisemuanya sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Novel pertama Laskar Pelangi diterjemahkan ke dalam The Rainbow Troops, novel Sang Pemimpi diterjemahkan ke dalam The Dreamer, novel Edensor diterjemahkan menjadi Edensor dan novel berjudul Maryamah Karpov diterjemahkan dengan judul Strange Rhytm. Tetralogi yang ke tiga, Edensor, bercerita tentang diri pelaku sebagai seorang akademisi dan sekaligus backpacker. Penyajian novel ini dalam Bahasa Indonesia sangat memukau. Gaya berbahasa yang lugas, cerdas, serta kalimat-kalimat kelakar yang dikemas dengan budaya menjadikan pembaca betah berlama-lama membaca novel ini. Namun, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, apakah hal-hal yang menarik dalan versi Indonesia masih nampak dalam novel versi bahasa Inggris Apakah gaya penulisan Andrea Hirata yang khas masih bisa dipertahankan? Dalam hal ini tentu saja strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah memiliki peran yang sangat besar. Ketepatan pemilihan strategi akan menentukan kesepadanan penerjemahan. Strategi transposisi mendominasi penerjemahan novel versi Indonesia ke dalam versi inggris ini. Berikut ini adalah contoh kalimat yang terdapat dalam novel Edensor beserta penerjemahannya: 1. Bsu : Tapi di sekolah lama Mollen Bass Technise School di Tanjong Pandan, aku pernah melihat fotonya. Bsa : I had seen a photo of him in the old Mollen Bass Technise School at Tanjong Pandan. 2. Bsu : Weh mengawasi lekat siapapun yang mendekati fotonya. Bsa : Anyone approaching that photo would fall under his close gaze. Kedua contoh di atas menggunakan strategi transposisi dalam penerjemahan. Transposisi adalah keharusan ketika tanpa strategi itu BSu tidak tersampaikan dengan baik. Di sisi lain transposisi adalah sekedar pilihan apabila dilakukan karena alasan gaya bahasa saja. Dengan strategi ini penerjemah mengubah struktur asli BSu di dalam kalimat BSa untuk mencapai efek yang padan (Zuchridin, 2003: 68). Berdasarkan uraian tersebut nampak bahwa strategi yang diambil akan menentukan tingkat kesepadanan karya terjemahan. Fenomena inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui jenis-jenis transposisi yang digunakan oleh penerjemah serta ketepatan penggunaan strategi tersebut dalam penerjemahan novel Edensor ke dalam Bahasa Inggris. Strategi dalam penerjemahan Persyaratan baik tidaknya suatu terjemahan juga didasari dengan keberterimaannya di masyarakat pembaca. Ketika masyarakat pembaca bisa menerima dan memahami bahkan menyukai isi terjemahan, berarti terjemahan itu bisa diterima di masyarakat. Sebaliknya ketika pembaca tidak paham atau tidak menyukai isi terjemahan maka artinya terjemahan itu kurang berterima di masyarakat. Strategi yang digunakan dalam penerjemahan meliputi strategi yang berkenaan dengan struktur dan strategi semantis yang berhubungan dengan meaning. Strategi struktural meliputi strategi penambahan (addition), pengurangan (substraction) dan transposisi (transposition). Sedangkan strategi semantis terdiri atas pungutan (borrowing), padanan budaya (cultural equivalent), sinonim, terjemahan resmi, penyusutan dan perluasan, penambahan, penghapusan dan modulasi. Transposisi Transposisi merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh penerjemah. Menurut Vinay and Darbelnet dalam Peter Newmark (1981: 85), Transposition is a translation procedure involving a change in the grammar from SL to TL. Jadi strategi penerjemahan ini
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
127
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
mencakup perubahan grammar dalam satuan-satuan lingual, yang meliputi frasa, klausa maupun kalimat. Selanjutnya Zuhridin Suryawinata (2003: 68) menyebutkan bahwa transposisi bisa dipandang sebagai suatu keharusan atau sebagai pilihan. Artinya, jika tanpa strategi berakibat BSu tidak tersampaikan maka strategi ini adalah suatu keharusan. Sebaliknya, jika sebenarnya BSu sudah bisa diterima tanpa transposisi, maka transposisi hanya menjadi pilihan yang dilakukan hanya karena gaya bahasa saja. Bentuk transposisi dapat dirinci menjadi seperti berikut: 1. Transposisi sebagi keharusan a. Nomina jamak dalam bahasa Inggris menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia b. Hukum M-D (bahasa Inggris) menjadi hukum D-M (bahasa Indonesia) dalam frase nomina. 2. Transposisi sebagai pilihan a. Struktur kalimat BSu tidak ada di dalam BSa b. Pemecahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat atau lebih dalam BSa dan sebaliknya METODE Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dalam hal ini peneliti mendeskripsikan jenis strategi transposisi yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan novel Edensor dan juga ketepatan penerapan strategi tersebut dalam penerjemahan novel Edensor ke dalam bahasa Inggris. Penelitian ini akan menggunakan dua sumber data, yaitu sumber data objektif dan sumber data afektif. Sumber data objektif adalah novel Edensor karya Andrea Hirata yang terbit tahun 2008, dengan tebal 294 halaman. Kemudian terjemahannya dalam bahasa Inggris berjudul sama, Edensor, tahun 2011 dengan tebal 238 halaman. Penerjemahnya adalah John Colombo. Kedua buku ini diterbitkan oleh penerbit bentang. Sumber data afektif yang digunakan adalah pembaca pakar. Pembaca pakar yang dimaksud adalah pembaca yang ahli dibidang linguistik, menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dan juga akrab dengan dunia penerjemahan. Peneliti mengambil beberapa orang pakar dengan kriteria: memiliki pengetahuan yang luas tentang penerjemahan atau memiliki pengalaman sebagai penerjemah (khususnya buku-buku linguistik). Mereka yang akan memberikan tanggapan dan evaluasi terhadap strategi transposisi dalam penerjemahan novel Edensor ke dalam bahasa Inggris. Sampel dari penelitian ini adalah semua kalimat dalam novel Edensor yang diterjemahkan dengan strategi transposisi. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah ‗purposive sampling‘. Dalam teknik ini data diambil secara urut dengan tujuan tertentu. Sampling yang digunakan adalah total sampling yang berarti keseluruhan kalimat yang diterjemahkan menggunakan strategi transposisi dijadikan sumber data penelitian. Untuk memperoleh data yang valid dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data analisis isi (content analysis) untuk data yang bersifat objektif. Sedangkan untuk data yang berasal dari sumber afektif menggunakan metode wawancara. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk menjamin keabsahan data yang telah terkumpul. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan teknik triangulasi data (sumber). Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk-bentuk transposisi dalam penerjemahan novel Edensor 1. Transposisi sebagai keharusan a. Nomina tunggal dalam bahasa Indonesia menjadi jamak dalam bahasa Inggris (dan sebaliknya) Contoh 1: No : (57/ E Ind: 138/ E Eng: 120) Bsu : Dengan rapi, ibu merundukkan huruf-huruf kecil di bawah garis rendah
128
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
dan huruf kapital diukir seperti kecambah pada awal kalimat. My mother had neatly squeezed small letters under the low lines, and capital letters were carved like sprouts at the beginning of sentences. Pada contoh no 1, ada dua kata yang wajib diterjemahkan dengan transposisi. Kata kecambah yang bermakna tunggal dalam BSu diterjemahkan menjadi sprouts (bentuk jamak) dalam BSa. Sedangkan kata kalimat yang dalam Bahasa Indonesia bermakna tunggal diterjemahkan menjadi sentences dalam bahasa Inggris yang berarti jamak. Strategi ini wajib dilakukan agar kalimat terjemahan menjadi bererima dalam BSa. Contoh 2: No : (58/ E Ind 190/ E Eng:143) Bsu : Di sana ada prasasti untuk menghormati tentara Kanada yang menyelamatkan kota kecil itu dari kangkangan nazi. Bsa : There was a plaque that honored the Canadian troops who had saved the little city from Nazi rule. Contoh berikutnya adalah data no 58. Dalam kalimat di atas terdapat kata tentara yang diterjemahkan menjadi troops. Di sini unsur tunggal dalam BSu menjadi jamak dalam BSa. b. Hukum M-D (bahasa Inggris) menjadi hukum D-M (bahasa Indonesia) dalam frase nomina. Contoh 1: No : (13/ E Ind:5/ E Eng:5) Bsu : Akhir pekan, pagi buta, kami bertolak ke Tenggara Bsa : That weekend we pushed off in the early morning and headed southeast Pengubahan letak kata yang menerangkan inti dalam frasa nomina juga merupakan strategi transposisi yang sifatnya suatu keharusan. Atau penjelasan umumnya adalah BSu menggunakan hukum D-M sedangkan bahasa Inggris memakai kaidah M-D. Dengan demikian kata pagi buta diterjemahkan menjadi early morning. Contoh 2: No : (43/ E Ind:43/ E Eng:52) Bsu : Minggu pagi, kami bertolak ke Bandara Soekarno- Hatta naik Fokker 28 dari bandara perintis buluh Tumbang di Tanjong Pandan Bsa : On Sunday morning , we left Buluh Tumbang airport in Tanjong pandan for Soekarno- Hatta airport on a Fokker 28 Contoh kedua masih mengemukakan contoh perubahan letak yang wajib dilakukan oleh seorang penerjemah. Dalam data no. 43 ini kata dalam BSu Bandara SoekarnoHatta diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan membalik posisinya menjadi Sukarno- Hatta Airport. Hal ini sudah sesuai dengan kaidah DM yang berubah menjadi MD dari BSu ke BSa. Transposisi sebagai pilihan a. Struktur kalimat BSu tidak ada di dalam BSa Contoh 1: No : (25/ E Ind:11/ E Eng:11) Bsu : Sulit kugambarkan perasaanku Bsa : It is difficult for me to describe what I was feeling Dalam proses penerjemahan sangat memungkinkan ditemukannya struktur bahasa yang berbeda antara BSu dan BSa. Jika dipertahankan memakai struktur kaliamat dalam BSu, maka makna masih bisa tersampaikan namun frasa atau kalimatnya ada yang tidak berterima. Pada contoh di atas, BSu yang diawali dengan adjective diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan menambahkan awalan It is, sehingga kalimatnya menjadi mudah dipahami dalam bahasa Inggris. Contoh 2: No : (26/ E Ind:11/ E Eng:11) Bsu : Berat sekali ketika harus kembali kutinggalkan Weh dua minggu untuk Bsa
2.
:
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
129
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
ujian ke Tanjong Pandan It was difficult for me to again leave Weh for two weeks to go to Tanjong Pandan for exams Pada contoh selanjutnya perubahan struktur kalimat juga nampak. Hal ini menjadi pilihan penerjemah karena jika tetap dipertahankan struktur BSu maka kalimat dalam bahasa sasarannya menjadi kurang berterima. Dalam bahasa Inggris kalimat tidak lazim diawali dengan kata sifat. Karena itu dimunculkan subject It dan to be was untuk menunjukkan bahwa peristiwa yang terjadi di waktu lampau. Pemecahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat atau lebih dalam BSa dan sebaliknya Contoh 1: No : (7/ E Ind:3/ E Eng:2) Bsu : Puluhan tahun ia telah hidup di perahu. Perkenalan kami terjadi gara-gara aku disuruh ayahku mengantar beras dan knur untuknya. Bsa : He had already lived in the boat for decades, and we came to meet when I was sent by my father to bring him rice and fishing rope Dalam bahasa Inggris suatu kalimat BSa terdiri atas beberapa klausa dengan tetap mempertahankan kejelasan maknanya. Sedangkan di dalam bahasa Indonesia biasanya kalimat justru menjadi kabur maknanya jika sebuah kalimat terdiri lebih dari dua klausa. Pada data no 7 di atas kalimat BSu terdiri atas dua kalimat. Namun pada BSa diterjemahkan hanya menjadi satu kalimat yang kompleks. Contoh 2: No : (19/ E Ind:8/ E Eng:7) Bsu : Sekarang baratdaya jelas bagiku. Kesanalah tujuanku. Sepanjang malam aku menatap belantik. Bsa : Southwest was now clear to me, the lay my destination. I gazed at Orion‘s belt all night. Contoh di atas juga menunjukkan bahwa kalimat bahasa Indonesia yang digunakan cenderung pendek- pendek dan efektif. Dua kalimat pertama dalam BSu diringkas menjadi satu kalimat BSa tanpa mengubah makna dua kalimat asalnya. Bsa
b.
:
Ketepatan penerapan strategi transposisi pada penerjemahan novel Edensor Peneliti menggunakan dua orang pembaca pakar untuk memberikan tanggapan dan evaluasi terkait penggunaan strategi transposisi pada penerjemahan novel Edensor. Dari 59 data yang terkumpul, skor penilaiannya adalah (1) Terjemahan Tepat sebanyak 38 data atau 64.4%, (2) Terjemahan Kurang Tepat sebanyak 17 data atau 28.8%, dan (3) Terjemahan Tidak tepat sebanyak 4 data atau 6.8% Dalam analisis penggunaan transposisi ini ketepatan penggunaan transposisi pada penerjemahan novel Edensor versi Indonesia ke versi Inggris akan dilihat melalui tiga indikator, yakni tepat, kurang tepat dan tidak tepat. 1. Terjemahan tepat Kriteria dari penerjemahan tepat adalah strategi transposisi yang digunakan membuat pesan dari BSu tersampaikan dengan jelas bagi penilai dalam BSa, berterima dan wajar. Berikut ini disajikan beberapa contoh yang termasuk kategori terjemahan tepat. Contoh 1 No : (9/ E Ind:3/ E Eng:3) Bsu : Sampai aku pulang kami tak berkata apa-apa. Bsa : We didn‘t exchange a word until I went home Contoh 2 No : (11/ E Ind:4/ E Eng:4) Bsu : Tak tahu mengapa, setiap hari di Tanjong Pandan, aku merindukan Weh. Bsa : I didn‘t know why, but I missed Weh everyday I spent in Tanjong Pandan
130
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
3.
Pada contoh 1, nampak ada pergeseran posisi kata keterangannya. Kata ‗sampai aku pulang‘ yang terletak di depan diterjemahkan menjadi ‗until I went home‘ tetapi diletakkan di belakang. Strategi yang dilakukan ini tepat karena hasil terjemahan BSa sangat jelas maknanya dan pesan yang disampaikan oleh BSu tidak menyimpang. Sementara pada contoh no 2, transposisi dilakukan sebagai pilihan. Namun demikian hal ini tepat untuk dilakukan karena struktur kalimat pada BSu tidak lazim di kalimat BSa. Maka penerjemah meletakkan subjek ‗I‘ untuk menerjemahkan kalimat BSa yang semula dari BSu tidak menampakkan subjek. Selain itu posisi frasa ada pula yang berpindah. Namun demikian arti kalimat tetap jelas, sepadan dengan BSu. Terjemahan kurang tepat Untuk kategori penerjemahan kurang tepat, penilai menggunakan indikator: strategi transposisi yang digunakan membuat pesan dari BSu kurang tersampaikan dengan jelas dalam BSa, sehingga perlu dilakukan penulisan kembali meskipun tidak total. Berikut ini disajikan contoh terjemahan kurang tepat Contoh 1: No : (14/ E Ind:6/ E Eng:5) Bsu : Tengah malam, Weh menyalakan obor, merapal sebaris mantra, aku merinding melihat gerakan-gerakan halus di bawah air. Bsa : When midnight came, Weh lit a torch and chanted a mantra while smooth movements beneath the water‘s surface made me shudder. Contoh 2 No : (15/ E Ind:6/ E Eng:5) Bsu : Mereka tersihir cahaya obor dan aku tertenung kehebatan Weh. Bsa : The torchlight enchanted them just as Weh greatness transfixed me. Pada contoh no 1 dan 2 di atas, strategi transposisi yang dilakukan menjadikan hasil terjemahan kurang tepat. Ada penekanan dalam kalimat BSu yang kemudian tidak menjadi focus utama dalam BSa. Misalnya pada contoh 1, kalimat ‗aku merinding melihat…‘. Pada kalimat ini kata ‗aku merinding‘ ditekankan sebagai gambaran suasana yang dirasakan oleh tokoh pada peristiwa yang dialaminya. Namun ketika posisinya dibalik dalam BSa menjadi ‗…while smooth movements beneath the water‘s surface made me shudder‘, kata ‗merinding‘ dari BSu tidak lagi menjadi focus utama. Justru penyebab merindingnya yang disampaikan di awal. Terjemahan tidak tepat Pada kategori terjemahan tidak tepat, indikator yang digunakan adalah ketika strategi transposisi yang digunakan justru membuat terjemahan BSa menjadi tidak jelas, atau bahkan member makna yang berbeda dari pesan asli BSu. Contohnya adalah sebagai berikut: Contoh 1 No : (16/ E Ind:6/ E Eng:6) Bsu : Air bah bersimbah setiap kali mereka menghempaskan dadanya yang dilekati teritip. Bsa : Each time they breached and slammed back down, we would be inundated with water. Contoh 2 No : (28/ E Ind:15/ E Eng:18) Bsu : ―Itulah kalau kau mau tahu watak ibumu! ... Bsa : So that‘s your mom‘s character for you,… Kita bisa mencermati pada kedua contoh di atas ketika strategi transposisi yang digunakan sekaligus pemilihan diksi menjadikan makna BSa berbeda dari BSu nya. Pada contoh pertama, strategi transposisi dilakukan namun ada unsur pesan yang dihilangkan atau ada yang diterjemahkan namun dengan kata yang muatan maknanya berbeda. Misalnya ‗dadanya yang dilekati teritip‘ tidak tersampaikan dalam BSa. Sedangkan kata ‗air bah‘ hanya diterjemahkan ‗water‘ saja.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
131
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
KESIMPULAN Terdapat 4 macam transposisi yang digunakan untuk menterjemahkan novel Edensor versi Indonesia ke versi inggris. Yang pertama, transposisi sebagai suatu keharusan yang meliputi: nomina jamak dalam bahasa Inggris menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia dan hukum M-D (bahasa Inggris) menjadi hukum D-M (bahasa Indonesia) dalam frase nomina. Sedangkan yang kedua transposisi sebagai pilihan terdiri atas struktur kalimat BSu tidak ada di dalam BSa dan pemecahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat atau lebih dalam BSa dan sebaliknya. Sedangkan hasil penilaian menunjukkan bahwa Terjemahan Tepat sebanyak 38 data atau 64.4%, Terjemahan Kurang Tepat sebanyak 17 data atau 28.8%, dan Terjemahan Tidak tepat sebanyak 4 data atau 6.8% DAFTAR RUJUKAN Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. Federation Republic of Germany: Pergamon Press Suryawinata, Zuchridin. 2003. Bahasan Teori dan penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta:PenerbitKanisiu
132
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Kemampuan Berbahasa Jawa Ragam Krama di Kalangan Mahasiswa Prodi PBSD Univet Bantara Sukoharjo Sawitri, Mas Sukardi, dan Djiwandana Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah FKIP Univet Bantara Sukoharjo Jl. Letjend S. Humardani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593156, Fax (0271) 591065 ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah mahasiswa memiliki kesadaran untuk berbahasa dengan tingkat tutur krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) masih jarang dilakukan, penelitian yang dilakukan penulis diawali atas dasar keprihatinan fenomena yang terjadi pada kalangan mahasiswa bahasa dan sastra daerah (PBSD) yang keberadaan di kampus Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Target khusus penelitian ini adalah a) gambaran umum objek penelitian yang berasal dari mahasiswa program studi bahasa dan sastra daerah (PBSD), b) Diskripsi kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) dan berbahasa yang tepat, c) mendeskripsikan kesalahan mahasiswa dalam berbahasa Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) dan berbahasa yang tepat yang harus dilakukan dalam berbahasa Jawa Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) sesuai aturan berbahasa pada tingkat tutur. Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a) Studi pustaka dan pelacakan hasil penelitian relevan untuk memantapkan rancangan penelitian, b) Studi deskriptif kualitatif untuk menghasilkan deskripsi kemampuan berbahasa mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra daerah semester II dan VI, c) Studi deskripsi kualitatif untuk menghasilkan deskripsi kesalahan berbahasa mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra daerah, d) Focus Group persuassion untuk menghasilkan rancangan model mengatasi kendala-kendala berbahasa yang didalamnya dapat menyelesaikan hambatan mahasiswa berbahasa Jawa, e) Expert judgment melalui seminar / lokakarya untuk uji teoritis rancangan model konseptual. Kata-kata kunci: Bahasa Jawa, tingkat tutur, kendala berbahasa PENDAHULUAN Bahasa Jawa (BJ) merupakan bahasa ibu masyarakat Jawa yang bertempat tinggal terutama dan terbesar jumlahnya di Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur, kecuali Pulau Madura. Di samping di tiga provinsi tersebut masyarakat tutur bahasa Jawa juga terdapat di sepanjang pantai utara Provinsi Jawa Barat - kecuali Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Pamanukan -, di sebagian besar Provinsi Lampung, di dekat Kota Medan, dan di daerah-daerah transmigrasi di beberapa pulau di Indonesia. Masyarakat tutur bahasa Jawa juga terdapat di New Calidonia dan Suriname (Poedjosoedarmo, 1979: 1; dan Nothofer, 1975: 8). Penutur bahasa Jawa diperkirakan seluruhnya berjumlah 80 juta orang (Kongres Bahasa Jawa IV, 2006). Situasi masyarakat tutur Bahasa Jawa (BJ) yang secara geogrfis saling berjauhan letaknya tersebut menimbulkan terjadinya dialek geografi, sehingga dikenal beberapa dialek Bahasa Jawa (BJ) yang sebutannya sesuai dengan nama geografisnya, misalnya dialek SoloYogya, dialek Banyumas, dialek Surabaya, dialek Banyuwangi, dan sebagainya (Suwito, 1983: 3). Di samping itu, bahasa Jawa memiliki tingkat tutur (speech level) atau unggah-ungguhing basa. Tingkat tutur atau unggah-ungguhing basa kosakata dalam Bahasa Jawa (BJ) secara umum dibedakan atas: (1) ngoko (Ng), misalnya mangan, lunga, mulih, turu, nonton, (2) krama (Kr), misalnya nedha, kesah, mantuk, tilem, ningali, dan (3) krama inggil (Kr.I), misalnya dhahar, tindak, kundur, sare, mriksani (Sudaryanto 1991; Maryono Dwiraharjo, 1997). Perlu diketahui pula bahwa masyarakat Jawa sebagian terbesar termasuk masyarakat dwibahasa (bilingual), terutama Bahasa Jawa (BJ) dan Bahasa Indonesia (BI). Sebagai Bahasa
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
133
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Nasional, Bahasa Indonesia (BI) jelas mendominasi dalam pemakaian di tengah pergaulan masyarakat luas, dalam dunia informasi melalui media elektronik atau pun cetak, lebih-lebih dalam situasi komunikasi formal. Gunarwan (2006: 99) menyatakan bahwa ada petunjuk yang mengisyaratkan bahwa di ranah rumah tangga semakin muda usia penutur di ranah itu semakin berkurang jumlah pengguna bahasa daerahnya. Hal itu dapat dilihat dalam aktivitas sehari-hari di kalangan generasi muda Jawa lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia (BI) daripada Bahasa Jawa (BJ). Berdasarkan temuan penelitian Edi Subroto dkk. (2007) diketahui bahwa kemampuan pemakaian Bahasa Jawa (BJ) ragam Krama (Kr), termasuk Krama Inggil (Kr.I) di kalangan generasi muda Jawa sangat memprihatinkan. Kualitas pemakaian Bahasa Jawa (BJ) mereka dari waktu ke waktu tidak bertambah baik tetapi semakin mengkhawatirkan. Sering juga terdengar keluhan para generasi tua Jawa, tokoh masyarakat Jawa, pengamat dan pemerhati Bahasa Jawa (BJ), menyatakan bahwa generasi muda Jawa semakin kehilangan ke-Jawannya atau wis ora Jawani karena tidak mampu lagi berbahasa Jawa (BJ) Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) secara baik dan benar. Padahal, kemampuan berbahasa Jawa (BJ) Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) sangat berkailan erat dengan pendidikan budi pekerkti, sopan santun, dan kehalusan perasaan serta tutur sapa. Hasil pengamatan peneliti selama menjadi salah satu staf pengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Jawa juga menunjukkan bahwa kemampuan para mahasiswa berbahasa Jawa (BJ) ragam Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) sebagian terbesar masih memprihatinkan, terutama mereka yang tergolong generasi muda, baik mahasiswa reguler maupun ekstensi. Hal itu tampak dari tuturan mereka ketika peneliti mencoba mengajak berbicara langsung atau pun melalui handphone (HP). Contoh seperti berikut ini. Peneliti (P) Mahasiswa (M) P M P M P M P
: : : : : : : : :
M
:
Dalemipun pundi, Mbak! (Rumahnya mana, Mbak?) Dalem kula Purwodadi, Pak. (Rumah saya Purwodadi, Pak) Nitih menapa! (Naik apa?) Nitih sepedha, boncengan. Panjenengan sampun ngasta! (Anda sudah bekerja?) Dereng ngasta kok, Pak. (Belum bekerja kok, Pak) Sampun kagungan garwa! (Sudah mempunyai suami?) Sampun kagungan. (Sudah mempunyai) Garwa panjenengan ngasta wonten pundi! (Suami Anda bekerja di mana?) Garwa kula swasta kok, Pak' (Suami saya swasta kok, Pak)
Kondisi kemampuan mahasiswa berbahasa Jawa (BJ) semacam tampak di atas ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Kemampuan Berbahasa Jawa Ragam Krama di Kalangan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dn Sastra Jawa, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Sebagaimana terlihat pada data di atas, mahasiswa dapat ber-BJ Kr akan tetapi tidak dapat berbahasa Jawa (BJ) Krama (Kr) secara tepat. Pemakaian kosakata-kosakata Krama Inggil (Kr.I) oleh mahasiswa tersebut semuanya salah karena memakai kosakata Kr.I bagi dirinya sendiri. Ragam Krama Inggil (Kr.I) tidak boleh dipakai untuk dirinya sendiri tetapi ditujukan kepada seseorang yang sangat dihormati, misalnya ayah ibunya, mertuanya, gurunya,atau tokoh masyarakat, baik yang sedang diajak berbicara maupun yang dibicarakan. Bagi dirinya sendiri bukan ragam Krama Inggil (Kr.I) melainkan ragam Krama (Kr). Dengan demikian, tuturan mahasiswa di atas seharusnya griya kula bukan dahm kula 'ramah saya', numpak bukan nitih 'naik', nyambut darnel bukan ngasta 'bekerja', gadhah bukan kagungan 'mempunyai', dan semah bukan garwa 'suami/istri'. Padahal, tingkat tutur Bahasa Jawa (BJ): Ngoko (Ng), Krama (Kr), dan Krama Inggil (Kr.I) merupakan ciri khas yang menandai kemampuan pemakaian Bahasa Jawa (BJ) secara
134
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
baik dan benar dan sangat berkaitan dengan rasa hormat, sopan santun, dan budi pekerti dalam kehidupan masyarakat Jawa. Kehilangan kemampuan berbahasa Jawa (BJ) ragam Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) akan mengancam kurangnya rasa hormat pada orang lain, hilangnya sopan santun dan budi pekerti di kalangan masyarakat Jawa, yang pada akhirnya orang Jawa akan kehilangan identitas kejawannya atau wong Jawa ora Jawani. METODE Dengan metode Diskriptif Kualitatif yang digunakan sampel mahasiswa semester II sampai semester VI yang berjumlah 61 mahasiswa. Penelitian ini juga mampu menangkap kebenaran faktual dan empirik yang terdapat pada objek penelitian. Penelitian mengambil lokasi di Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo dengan alamat Jl. Sujono Humardani Kel. Jombor Kec. Bendosari Kab. Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Dengan menggunakan teknik analisis pada mahasiswa non reguler yang jumlah keseluruhan + 260 mahasiswa yang dilibatkan dipilih secara acak. Jumlah tersebut hanya diambil untuk sampel sekitar 20% dengan menggunakan teknik sampling atau simple random sampling. Sampel diambil dari semester II sampai semester VI non reguler dengan wujud ungkapan berbahasa berupa kata-kata dan kalimat yang berkaitan dengan pemahaman dan penguasaan kosakata ngoko (Ng), krama (Kr), dan krama inggil (Kr.1) serta kemampuan pemakaian struktur kalimat ngoko lugu (Ng.l), ngoko alus (Ng.a), krama lugu (Kr.l), dan krama alus. Data juga diambil dengan menggunakan Bahasa Jawa yang baik dan benar tentang unggah ungguhing basa (tingkat tutur) yaitu basa ngoko, basa krama, dan basa krama inggil di kalangan para mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah. Metode juga menggunakan observasi atau pengamatan juga menggunakan teknik tes yang mencakup tes lisan, tes tertulis dan wawancara secara mendalam (in depth interviewing) yang mengarah pada keluasaan dan kedalaman mahasiswa dalam berbicara (Sutopo 2006:69).
Ragam Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I)
Ketepatan berbahasa Jawa
Kesalahan berbahasa Jawa
Analisis kemampuan berbahasa Jawa mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (PBSD)
Kemampuan berbahasa Jawa Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I)
Ketepatan dan kesalahan berbahasa Jawa Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I) yang dilakukan mhs PBSD
Gambar 1. Alur kerangka pikir
HASIL DAN PEMBAHASAN Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah semester II dan VI non reguler yang berjumlah 61 mahasiswa yang diambil secara acak memiliki kemampuan berbahasa Jawa ragam
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
135
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr. I) sangat kurang walaupun Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa merupakan wadah untuk menimba dan proses belajar dan pembelajaran bahasa. Kenyataan ini berbanding terbalik pada kenyataan yang ada mahasiswa sangat kurang memahami apalagi mampu. Kemampuan mahasiswa dikarenakan mahasiswa cenderung menggunakan kosakatakosakata Krama Inggil untuk dirinya sendiri. Ragam Krama Inggil tidak boleh di pakai untuk dirinya sendiri tetapi digunakan kepada seseorang yang sangat dihormati, misalnya ayah, ibu, mertua, guru, tokoh masyarakat yang sedang diajak berbicara maupun yang dibicarakan. Bagi dirinya sendiri bukan ragam Krama Inggil melainkan ragam Krama misal tuturan mahasiswa seharusnya griya kula bukan dalem kula dalam Bahasa Indonesia berarti rumah saya. Hambatan mahasiswa terletak ada penggunaan krama pengucapannya Krama Inggil. Pada pengucapan sering kali kesalahan pada salah kalimat dan salah kata, rata-rata kesalahan pada mahasiswa semester II sampai semester VI mencapai 70-80% kesalahan berbahasa selain itu mahasiswa merasa kesulitan membedakan penempatan tingkat tutur ngoko, krama, krama inggil sehingga bahasa menjadi tidak trep (tepat). Kemampuan mahasiswa hanya mencapai 33,2% apabila dirata-rata. Mahasiswa yang berjumlah 61 mahasiswa hanya dapat mengerjakan degan nilai kurang dari 40 (skor). Skor 40 pada tingkatan sangat kurang karena nilai dianggab mampu itu dapat menguasai bahasa 90-100 kategori sangat baik (mampu), 70-80 kategori baik, 50-60 cukup, 40 ke bawah sangat kurang. Ketrampilan berbahasa harus mampu menggunakan tingkat tutur secara morfologis dan secara leksikal. Tingkat tutur secara morfologis dan leksikal mahasiswa sulit menerapkan penanda tersebut kedalam kalimat yang berbentuk krama atau ngoko. Kesalahan bahasa dalam pengucapan membuat kesan meninggikan diri sendiri, menganggab dirinya yang lebih dari orang lain. Misal: 1) Mbah, kula aturi dhahar, kula kala wau sampun dhahar yang artinya: Mbah, saya silahkan makan, saya tadi sudah makan. Ada lagi contoh: kula wau dalu ugi mriksani bal-balan kok pak. Diri sendiri di tinggikan dengan krama inggil. Artinya : tadi malam saya juga menonton pertandingan sepakbola kok pak. Hal di atas tanpa sadar dilakukan mahasiswa semester II sampai semester VI. Kebiasaan mahasiswa menggunakan Bahasa Indonesia, bahasa gaul, Inggris salah satu pemicu ketidakmampuan berbahasa Jawa yang baik dan benar. Di Indonesia juga memberlakukan Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia sehingga mahasiswa dengan bahasa ibunya sendiri Bahasa Jawa jadi asing. Pada masyarakat Jawa Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa merupakan bahasa sehari-hari dan itu seolah-olah tidak ada kesalahan secara aturan sehingga apabila dibiasakan akan menajdi faktor penghambat pelestarian Bahasa Jawa pada masyarakat Jawa. Bahasa Jawa bahasa yang adiluhung dan semua pihak bertanggung jawab untuk melestarikan. Mahasiswa PBSD memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan, staf pengajar bertanggungjawab mata kuliah yang berhubungan dengan ketrampila berbahasa dapat ditambah sks untuk ditempuh mahasiswa Bahasa Jawa baik reguler maupun non reguler. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil pembahasan penelitian ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa (1) Kemampuan menggunakan Bahasa Jawa ragam Krama dikalangan mahasiswa program studi bahasa dan sastra daerah, Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo sangat kurang karena hanya memperoleh 33,2% pada kategori sebagai tempat atau wadah resmi dalam pembelajaran bahasa disara sangat kurang. (2) Tingkat kesalahan yang dilakukan mahasiswa dengan menggunakan ragam Krama (Kr) dan Krama Inggil (Kr.I), kesalahan terbanyak pada pengucapan yang menggunakan leksikon dan juga secara morfologis yang didalamnya berupa afiks dan klitik yang tidak pada tempatnya. (3) Tingkat kesalahan mahasiswa terbalik dalam penggunaan ragam Krama Inggil (Kr.I) digunakan untuk diri sendiriseharusnya ragam Krama Inggil (Kr.I) untuk orang lain sesuai dengan tingkat tutur yang digunakan. Dalam aturan tingkat tutur kita tidak boleh menggunakan Krama Inggil (Kr.I) untuk diri sendiri supaya tidak
136
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
menimbulkan rasa tidak menghormati orang lain walaupun tidak ada faktor kesengajaan. (4) Kemampuan berbahasa yang kurang pada mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (PBSD) tergolong pada generasi mahasiswa non reguler yang usia muda, mahasiswa generasi yang tua (sepuh) relatif mampu terampil berbahasa masih pada tingkatan baik dan sangat baik yaitu 70-80% mahasiswa mampu berbahasa Jawa ditunjang faktor pengalaman, kebiasaan mengajar yang dilakukan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (PBSD) golongan tua (senior ) sudah puluhan tahun mengajar di sekolah masing-masing. Hal ini berbeda dengan mahasiswa non reguler semester II sampai semester VI pada golongan muda yang belum memiliki pengalaman mengajar, kesalahan yang dilakukan 70-80% pada tingkat tutur, salah kata salah kalimat. DAFTAR PUSTAKA Edi Subroto. 2007. Sikap Bahasa Generasi Muda Jawa terhadap Bahasa Jawa di Jawa Tengah. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Maryono Dwiraharjo. 1997. Fungsi Krama bagi Masyarakat Tutur Jawa, Studi Kasus di Kotamadya Surakarta. Surakarta: Pustaka Cakra. Nothofer, 1975 : 8. The Reconstruction of Proto-Malayo-Jalcanic Gravenhage : Martinusnijhoft Poedjosoedarmo dkk. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sudaryanto (Editor). 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Panitia Kongres Bahasa Jawa I Bekerjasama dengan Universitas Duta Wacana. Sutopo. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Suwito. 1983. Sosiolinguistik, Sebuah Pengantar. Surakarta: Henary Offset. Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
137
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Kesalahan Pemakaian Kata Penghubung dalam Skripsi Mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Wiwik Darmini, Tutik Wahyuni, Sri Wahono Saptomo, dan Suparmin Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend S. Humardhani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. 081329507877, Fax. (0271) 591065 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan 1) mendeskripsikan kata penghubung yang penggunaannya salah dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, 2) mendeskripsikan jenis kesalahan pemakaian kata penghubung dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, dan 3) mendeskripsikan penyebab kesalahan pemakaian kata penghubung dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik baca, teknik catat, dan teknik pustaka. Adapun teknik analisis datanya menggunakan metode agih secara khusus menggunakan teknik lesap dan teknik ganti. Penelitian ini menghasilkan: 1) jenis kata penghubung yang pemakaiannya salah yakni kata penghubung koordinatif, atau, dan, sedangkan, dan tetapi sedangkan kata penghubung subordinatifnya karena, ketika, maka, jika, dan sehingga; 2) jenis kesalahan pemakaian kata penghubung dalam skripsi yakni penggunaan kata penghubung ganda, pemilihan pemilihan kata penghubung kurang tepat, penempatan kata penghubung yang keliru, dan penggunaan kata penghubung yang mubazir; 3) penyebab kesalahan: a) belum dapat membedakan penggunaan kata penghubung koordinatif intrakalimat dan antarkalimat, dan b) belum dapat membedakan hubungan makna yang terdapat dalam kalimat majemuk suboordinatif. Kata-kata kunci: kesalahan, pemakaian, kata penghubung, skripsi. PENDAHULUAN Latar belakang masalah Penyusunan skripsi tidak dapat dihindari oleh mahasiswa apabila sudah tiba saatnya. Demikian juga mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo berurusan dengan skripsi mulai masuk pada semester tujuh. Penyusunan skripsi tersebut harus mempraktikkan pemakaian bahasa yang baku dan yang runtut, karena pemakaian bahasa yang runtut, mencerminkan pemikiran yang runtut pula. Berkaitan dengan uraian di atas mahasiswa harus memperhatikan pemakaian bahasa sesuai dengan ciri bahasa ilmu. Kridalaksana (2009:3-4) menyatakan bahwa skripsi mahasiswa termasuk dalam ragam ilmiah sedangkan Ramlan (1990: 9) menggunakan istilah ragam ilmu. Menurut Ramlan (1990: 10) dalam skripsi hubungan gramatik antarunsur dalam kalimat, dalam alinea, antaralinea satu dengan yang lain bersifat padu (kohesif), Untuk penanda kepaduan tersebut salah satunya menggunakan kata-kata penghubung. Kata penghubung yang dimaksud misalnya dan, tetapi,dan sedangkan. Ketiga kata penghubung tersebut harus digunakan sesuai dengan kaidah, yakni sebagai penghubung intrakalimat (Arifin dan Tasai, 2009: 98). Penghubung intrakalimat adalah penghubung yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata lain dalam kalimat. Apabila tidak demikian penggunaannya berarti merupakan kesalahan. Berikut ini contoh pemakaian kata penghubung dan, dan sedangkan dalam skripsi mahasiwa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. (1) Pancasila secara etimologis berasal dari bahsa Sansekerta yang terdiri dari panca yang artinya lima dan syila (satu i) yang artinya batu sendi alas, dasar. Dan syila (dua i) yang artinya peraturan tingkah laku.
138
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
(2) Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan (Hadari Nawari, 1985: 61). Sedangkan menurut pendapat Sein (1985: 220) metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui suatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Kata penghubung dan pada data (1) tersebut salah karena berada pada awal kalimat, seharusnya ada di dalam kalimat, kalimat tersebut diperbaiki menjadi (1a). (1a) Pancasila secara etimologis berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari Panca yang artinya lima dan syla (satu i) yang artinya batu sendi, alas, dasar dan syla (dua i) yang artinya peraturan tingkah laku yang penting/baik/senonoh. Kata penghubung sedangkan pada data (2) di atas pemakaiannya, kurang tepat karena dipakai di awal kalimat. Kata penghubung sedangkan merupakan kata penghubung intrakalimat. Oleh karena itu data (2) diperbaiki menjadi (2a). (2a) Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan (Hadari Nawawi 1985: 61) sedangkan menurut pendapat Peter R. Sein (1985: 120) metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui suatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Contoh di atas dapat dijumpai dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut. Perumusan masalah Berkaitan dengan uraian di atas, penelitian dengan judul Kesalahan Pemakaian Kata Penghubung dalam Skripsi Mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo ini masalah dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Kata penghubung apa sajakah yang merupakan kesalahan pemakaian pada skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo? 2. Jenis kesalahan apa sajakah yang terdapat pada pemakaian kata penghubung dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. 3. Apakah penyebab kesalahan pemakaian kata penghubung dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo? Penelitian ini terinspirasi dari buku karya Rahardi (2010) berjudul Kasus-kasus Kebahasaan : dalam Karya Tulis Ilmiah. Salah satu kasus yang dibicarakan adalah tentang pemakaian kata penghubung tetapi (hal 5). Kata penghubung itu berada dalam satu kelas dengan kata dan serta atau. Adapaun tugas dari kata penghubung tersebut adalah menghubungkan dua unsur kebahasaan yang sederajat. Kata penghubung koordinatif tidak boleh ditempatkan pada posisi awal kalimat karena kata penghubung itu termasuk kata penghubung intrakalimat. Kata penghubung itu tidak sama dengan kata penghubung akan tetapi. Oleh karena itu tidak boleh digantikan oleh bentuk tetapi atau tapi hanya mungkin digantikan oleh kata namun. Berikut contoh yang salah penggunaannya serta alternatif pembenahannya. (3) Tetapi, pada dasarnya sebutan yang macam-macam itu semuanya dapat dianggap menunjuk pada satu wujud yang sama, yakni entitas imperatif. Seharusnya menjadi 3a. (3a) Akan tetapi, pada dasarnya sebutan yang macam-macam itu semuanya dapat dianggap menunjuk pada satu wujud yang sama, yakni entitas imperatif. Atau 3b. (3b) Namun, pada dasarnya sebutan yang macam-macam itu semuanya dapat dianggap menunjuk pada satu wujud yang sama, yakni entitas imperatif. Adapun pemakaian konjungsi tetapi yang tepat dapat dilihat pada contoh berikut. (4) Anak itu tidak pandai tetapi rajin masuk kuliah. Pengertian kata penghubung Penghubung atau disebut juga kata hubung/sambung (Muslich, 2010: 130 Ramlan (1990), dan Kridalaksana (2009), sedangkan Alwi dkk (2003: 296). menyebutnya konjungtor
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
139
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa atau klausa dengan klausa. Contoh masing-masing dapat dilihat di bawah ini: (5) Wiga dan Rosyid sedang belajar di kamar (6) Tim detaser dan dosen PBSI bertemu di Auditorium (7) Wiga sedang mengerjakan PR dan kakaknya sedang menulis laporan. Dalam kalimat (5) penghubung dan menghubungkan kata Wiga dan kata Rosyid, kalimat (6) menghubungkan frasa tim detaser dan frasa dosen PBSI, dan kalimat (7) menghubungkan klausa Wiga sedang mengerjakan PR dan klausa kakaknya sedang menulis laporan. Macam kata penghubung Kata penghubung dilihat dari perilaku sintaksisnya dapat dibagi menjadi empat kelompok yakni (1) Kata penghubung koordinatif, (2) Kata penghubung korelatif, (3) Kata penghubung subordinatif, dan (4) Kata penghubung antarkalimat (Alwi, 2003: 297 – 302). Berikut ini uraian tiap-tiap kata penghubung beserta contoh pemakaian dalam kalimat. 1. Kata penghubung koordinatif menggabungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnya, kata penghubung yang termasuk ke dalam jenis ini adalah dan, serta, atau, tetapi, dan lainlain. Berikut contoh tiap-tiap konjungsi : (8) Ayah dan Ibu sudah meninggal (9) Masalah parkir serta penambahan hotspot mahasiswa menarik perhatian rektor. (10) Kamu ikut atau tinggal di sini saja? (11) Saya ingin berangkat ke Mekah tetapi kesehatanku belum pulih. 2. Kata penghubung subordinatif Kata penghubung subordinatif adalah kaata yang menghubungkan dua klausa atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Kalimat yang dihasilkan adalah kalimat majemuk bertingkat. Klausa yang dihubungkan dinamakan induk kalimat dan anak kalimat. Kata penghubung subordiantif dapat dibedakan. a. Kata penghubung subordinatif waktu, misalnya ketika, setelah, sehabis, dan sampai, contoh dalam kalimat: (12) Ibu meninggal ketika saya masih kecil. (13) Wida ikut kakanya ketika ibunya meninggal. (14) Sehabis sembahyang subuh anakku belajar. (15) Tabunganku masih banyak sampai saya menyelesaikan kuliah. b. Kata penghubung subordinatif syarat, misalnya jika, kalau, jikalau dan manakal, contoh dalam kalimat: (16) Jika kamu rajin, ibu akan memberi hadiah. (17) Pintunya dikunci kalau kamu akan pergi. (18) Jikalau tidak hujan saya pasti tidak terlambat. (19) Ayah berangkat manakala ibumu sudah berangkat. c. Kata penghubung subordinatif pengandaian, misalnya seandainya, dan seumpama, contoh dalam kalimat (20) Seandainya kamu tidak terlambat kamu ikut keloter pertama. (21) Seumpama nilaimu bagus kamu dibelikan sepeda motor baru. d. Kata penghubung subordinatif tujuan, misalnya agar dan supaya, contoh dalam kalimat: (22) Bilawa segera berangkat agar tidak terlambat sampai tujuan. (23) Ayah bekerja keras supaya adikku bias kuliah. e. Kata penghubung subordinatif sebab, misalnya sebab, karena, dan oleh karena, contoh dalam kalimat: (24) Suamiku belum berangkat haji sebab dananya belum mencukupi. (25) Orang-orang membersihkan selokan karena airnya tidak mengalir dengan lancar.
140
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
f.
3.
4.
Kata penghubung subordinatif hasil, misalnya sehingga, sampai, dan maka, contoh dalam kalimat: (26) Bu Yatmi tergesa-gesa sehingga jatuh dari sepeda. (27) Pengobatannya mahal sampai suaminya meminta uang orang tuanya. (28) Dia sering tidak masuk sekolah maka dia ketinggalan pelajaran. Kata penghubung antarkalimat Kata penghubung ini menggabungkan satu kalimat dengan kalimat lain. Oleh karena itu terletak di awal kalimat dan ditulis dengan huruf kapital huruf pertamanya. Kata yang termasuk kata penghubung antarkalimat antara lain: biarpun, sekalipun, walaupun, meskipun, sungguhpun, dan lain-lain. Kesalahan pemakaian kata penghubung Kesalahan pemakain kata penghubung banyak dibicarakan para ahli bahasa (Rahardi, 2010, Ramlan, 1990: 19-23, dan Arifin, 1991: 84-85). Hal itu disinggung dalam tulisan ini dirasa penting sebagai landasan berpijak peneliti untuk mengulas kesalahan kata penghubung dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Menurut Tarigan (1998: 17) tujuan menganalisis kesalahan berbahasa bersifat aplikatif, yakni: memperbaiki dan mengurangi kesalahan berbahasa para siswa (dalam hal ini diterapkan pada mahasiswa). Berkaitan dengan pendapat tersebut, penelitian ini paling tidak dapat dipakai dosen pengampu bahasa Indonesia sebagai bahan penting hal-hal apa saja yang perlu mendapat penekanan latihan. Hal itu bertujuan agar mahasiswa lebih baik dalam menyusun kalimat pada skripsinya terutama pemakaian kata penghubung.
Tujuan penelitian 1. Mendeskripsikan kata penghubung apa saja yang penggunaannya salah dalam skripsi Mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. 2. Mendeskripsikan jenis kesalahan yang terdapat pada pemakaian kata penghubung dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. 3. Mendeskripsikan penyebab kesalahan pemakaian kata penghubung dalam skripsi Mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoretis Manfaat teoretis penelitian ini menambah kajian linguistik khususnya kesalahan pemakaian kata penghubung. 2. Manfaat praktis a. Bagi mahasiswa Bagi mahasiswa, penelitian ini sebagai cermin pemakaian kata penghubung selanjutnya akan lebih berhati-hati menggunakannya. b. Bagi dosen Bahasa Indonesia Bagi Dosen, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penekanan latihan pemakaian kata penghubung. METODE Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini tidak mengandalkan data berupa angka-angka sebagai dasar analisis sedangkan bersifat deskriptif yakni mencerminkan apa adanya fenomena yang ditemukan. Seperti yang dikatakan Sutopo (1996: 8) bahwa penelitian kualitatif deskriptif bertujuan mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal, keadaan, gejala, atau fenomena, tidak terbatas pada sekadar pengumpulan data, melainkan menganalisis, dan menginterprestasikan data tersebut.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
141
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Data penelitian ini berupa kesalahan pemakaian kata penghubung dalam skripsi mahasiswa. Adapun sumber data penelitian ini adalah skripsi dari berbagai program studi di lingkungan Univet Bantara Sukoharjo yakni : Program Studi Pendidikan Matematika disingkat Mat. Program Studi di lingkungan Fakultas Pertanian disingkat Pert. Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan disingkat PPKn, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris disingkat B. Ing., Program Studi Pendidikan Psikologi dan Bimbingan disingkat PPB, Program Studi Teknik Geografi disingkat Geo dan Program Studi Teknik Industri disingkat T. Ind. Pemilihan data dan sumber data dengan purposive sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi hiterogen berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki sampel atau pertimbangan peneliti (Farkhan 2007: 36). Teknik penyediaan data dalam penelitian ini menggunakan teknik baca, teknik catat, dan teknik pustaka. Teknik baca digunakan untuk membaca skripsi mahasiswa dalam rangka mencari pemakaian kata penghubung yang menyimpang dari kaidah. Setelah itu digunakan teknik catat yakni untuk mencatat data yang ditemukan. Data tersebut dicatat dalam kartu data ukuran panjang 15 cm lebar 10 cm. Kartu data tersebut memuat kalimat yang mengandung kata penghubung yang salah beserta sumbernya. Tiap-tiap kartu data berisi kata penghubung yang berbeda jenis dan pemakaiannya yang salah. Hal itu memudahkan analisis selanjutnya. Adapun teknik pustaka dipakai dalam penelitian ini karena mempergunakan sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, (2007: 47). Sumber tertulis yang dimaksud adalah skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Untuk menganalisis data digunakan metode distribusional (Subroto, 2007: 68) sedangkan Sudaryanto (2001: 15 ) menyebut metode agih. Metode agih ialah metode yang digunakan untuk meneliti bahasa itu alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Teknik dasar metode agih yang digunakan yakni teknik lesap dan teknik ganti. Teknik lesap digunakan untuk menghilangkan pemakaian kata penghubung ganda. Teknik ganti digunakan untuk mengganti pemakaian kata penghubung yang keliru. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian secara berturut-turut disajikan kata penghubung yang pemakaiannya salah dalam skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, diikuti penyebab kesalahannya, dan pembetulannya. Hasil penelitian dan pembahasan disajikan satu demi kepraktisan penyajian agar tidak berulang. Kata penghubung yang pemakaiannya salah diuraikan berikut ini. 1. Kata penghubung koordinatif Kata penghubung koordinatif yang pemakaiannya salah yaitu atau, dan, sedangkan, serta, tetapi. Tiap-tiap kesalahan kata penghubung tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Kesalahan pemakaian kata penghubung koordinatif atau Berikut ini kesalahan pemakaian kata penghubung atau yang ditemukan dalam skripsi mahasiswa. (1) Nilai-nilai itu saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan. Atau nilainilai yang ada merupakan bagian intregral dari suatu sistem nilai yang dimiliki bangsa Indonesia (PPKn, 2011: 28). Pemakaian kata penghubung atau pada kutipan (1) digunakan untuk menghubungkan kalimat sebelum dan sesudahnya. Padahal penghubung atau termasuk penghubung intrakalimat. Penghubung jenis itu hanya digunakan untuk merangkaikan bagian yang ada dalam kalimat. Lepas dari itu pemakaian kata penghubung atau pada kutipan itu tidak ada gunanya atau mubazir karena bukan pemilihan. Sebaiknya kata penghubung atau dihilangkan saja agar pemakaiannya lebih efektif. Hasil perbaikan dapat dilihat pada (1a) berikut ini. (1a) Nilai-nilai itu saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan.Nilai-nilai yang ada merupakan bagian intregral dari suatu sistem nilai yang dimiliki
142
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
b.
c.
bangsa Indonesia. Kesalahan pemakaian kata penghubung koordinatif dan Berikut ini kesalahan pemakaian kata penghubung dan yang ditemukan dalam skripsi mahasiswa. (2) Pancasila secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta yang teridiri dari panca yang artinya lima dan syla ( satu i) yang artinya batu sendi alas, dasar. Dan syla (satu i) yang artinya peraturan tingkah laku (PPKn, 2011: 20). (3) Pada tabel 5.1 diketahui bahwa ada 34 orang atau 85% petani termasuk dalam usia produktif. Dan 6 orang atau 15% petani termasuk dalam usia non produktif anggota keluarga petani ada yang tidak masuk usia kerja (PPKn, 2011, 44). Kata penghubung dan pada kutipan (2) dan (3) di atas pemakaiannya kurang tepat, perlu diketahui kata penghubung intrakalimat, artinya kata yang menghubungkan bagian-bagian dalam kalimat bukan penghubung antarkalimat. Kata penghubung tersebut dalam kalimat di atas dipakai sebagai penghubung antarkalimat. Perbaikan berikut tidak hanya pemakaian kata penghubung dan melainkan juga kesalahan yang lainnya. Sebaiknya kutipan (2) dan (3) di atas pemakaiannya diperbaiki mejnadi (2a) dan (3a) berikut ini. (2a) Pancasila secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta yang teridiri dari panca yang artinya lima dan syla ( satu i) yang artinya batu sendi alas, dasar dan syla (satu i) yang artinya peraturan tingkah laku. (3a) Pada tabel 5.1 diketahui ada 34 orang atau 85% petani termasuk dalam usia produktif dan 6 orang atau 15% petani termasuk dalam usia non produktif (anggota keluarga petani ada yang tidak masuk usia kerja). Kesalahan pemakaian kata penghubung koordinatif sedangkan Kesalahan pemakaian kata penghubung koordinatif sedangkan dalam skripsi mahasiswa paling banyak ditemukan. Hal itu terbukti hampir semua skripsi yang dipakai sebagai sumber data dijumpai kesalahan yang sama. Hasil analisis dapat dilihat pada uraian di bawah ini. (4) Produksi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah hasil fisik yang diperhitungkan oleh petani untuk dijual. Sedangkan penerimaan ialah hasil produksi yang dijual secara terbatas atau borongan (pert, 2010: 49). (5) Sedangkan Zamroni (2002: 24) mendenifinisikan pendidikan sebagai proses yang berkaitan dengan upaya mengembangkan diri seseorang pada tiga aspek dalam kehidupannya (Geo, 2009: 19).v Pemakaian konjungsi koordinatif sedangkan pada kutipan data (4) terletak diawal kalimat menurut kaidah data bahasa kurang tepat karena konjungsi tersebut merupakan konjungsi intrakalimat, konjungsi intrakalimat dipakai untuk merangkaikan bagian-bagian dalam kalimat seperti konjungsi atau serta dan di depan. Tidak hanya pada penghubung sedangkan yang diperbaiki, tetapi kata-kata yang susunannya kurang tepat dengan mempertimbangkan keefektifannya. Data (6) diperbaiki menjadi (4a) di bawah ini. (4a) Produksi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah hasil fisik yang diperhitungkan oleh petani untuk dijual sedangkan penerimaan ialah hasil produksi yang dijual secara terbatas atau borongan. Adapun data (5), (8), (9), (10), dan (11) kata sedangkan sebaiknya diganti dengan kata adapun. Kata itu sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia karena dipergunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Perbaikannya dapat dilihat berikut ini. (5a) Adapun Zamroni (2002: 24) mendenifinisikan pendidikan sebagai proses yang berkaitan dengan upaya mengembangkan diri seseorang pada tiga aspek dalam kehidupannya.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
143
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
d.
144
Kesalahan pemakaian kata penghubung koordinatif tetapi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap skripsi mahasiswa ditemukan sebagai berikut. (6) Hal yang sama juga terjadi pada will, yang juga memiliki kata lain, yaitu (to) be going to. Tetapi biasanya (to) be going to memberi arti yang lebih pasti daripada will (B. Ing., 2009: 12) (7) Di dalam modal verb tidak menggunakan “to” sebelum kata kerja bentuk pertama tanpa s/es. Tetapi dalam novel Billy Budd, Sailor masih ada beberapa kesalahan dalam penggunaannya, yaitu masih memakai ―to‖ dan kata kerja yang mengikutinya memakai s/es (B. Ing, 2009: 48). (8) Kecamatan Mojosongo merupakan daerah pertanian yang sangat baik untuk budidaya tanaman pepaya. Tetapi karena masih kurangnya pengetahuan yang lebih mendalam tentang budidaya tanaman pepaya membuat petani tidak mampu memaksimalkan hasil produksinya dan untuk mengembangkan hasil dari budidaya tanaman di daerah Mojosongo (Pert, 2010: 2). Pemakaian kata penghubung tetapi pada data (6) merupakan pemakaian yang mubazir. Kemubaziran tampak pada kata berikutnya sudah menggunakan kata penghubung yang lain yakni kata daripada. Kata penghubung daripada di situ sudah berfungsi membandingkan to be going to dengan will. Oleh karena itu dapat diperbaiki menjadi (6a) di bawah ini. (6a) Hal yang sama juga terjadi pada will, yang juga memiliki kata lain, yakni (to) be going to. Biasanya (to) be going to member arti yang lebih pasti daripada will. Pada data (7) pemakaian kata penghubung koordinatif tetapi terletak di awal kalimat. Pemakaian tersebut tidak tepat menurut kaidah karena penghubung koordinatif tetapi digunakan untuk menghubungkan bagian kalimat dengan yang lain dalam sebuah kalimat. Istilah lain untuk itu yaitu penghubung intrakalimat. Dalam kalimat tersebut selain kesalahan penggunaan penghubung tetapi masih ada kesalahan yakni subjek yang terletak di awal kalimat berkata depan. Hal itu akan mengaburkan fungsi subjek. Kata depan boleh mengawali subjek jika predikatnya yang berupa kata kerja diubah menjadi pasif. Jadi, alternatif pembenahannya menjadi (7a) dan (7b) berikut ini. (7a) Di dalam modal verb tidak menggunakan ―to‖ sebelum kata kerja bentuk pertama tanpa s/es tetapi dalam novel Billy Budd Sailor masih ada beberapa kesalahan dalam penggunaannya. Kesalahannya adalah masih memakai ―to‖ dan kata kerja yang mengikutinya memakai s/es. (7b) Modal verb tidak menggunakan ―to‖ sebelum kata kerja bentuk pertama fungsi s/es tetapi dalam novel Billy Budd Sailor masih ada beberapa kesalahan dalam penggunaannya. Kesalahannya adalah masih memakai ―to‖ dan kata kerja yang mengikutinya memakai s/es. Masih mekai ―to‖ dan kata kerja yang mengikuti s/es. Adapun kata penghubung tetapi pada data (8) digunakan bersama-sama dengan kata penghubung subordinatif karena, kata tetapi merupakan penghubung yang bermakna ‗pembanding‘ sedangkan kata karena merupakan penghubung bermakna ‗sebab‘. Akibatnya, penggunaan penghubung berbeda malah menjadi salah. Data (8) kata penghubung tetapi sebaiknya dihilangkan agar hubungan antarbagian yang dihubungkan jelas maknanya. Selain itu kalimat terakhir dihilangkan saja, agar menjadi konstruksi yang efektif. Data (8) diperbaiki menjadi (8a) berikut ini. (8a) Kecamatan Mojosongo merupakan daerah pertanian yang sangat baik untuk budidaya tanaman pepaya. Karena masih kurangnya pengetahuan budidaya tanaman pepaya, petani belum mampu memaksimalkan hasil produksinya.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
Kata penghubung subordinatif Kata penghubung subordinatif yang pemakaiannya salah yaitu: karena, ketika, maka, sehingga dan jika bersama-sama demi praktisnya pembahasan. Berikut ini kata penghubung subordinatif yang pemakaiannya salah. (9) Perubahan materi dari subsisten ke komersial dapat dimaklumi karena tujuan untuk meningkatkan kebutuhan usaha tani papaya juga (Pert., 2010: 3). (10) Karena keadaan ini kan mengakibatkan petani memiliki kondisi yang laku di pasaran dan mempunyai nilai tukar yang tinggi (Pert: 2010: 3). (11) Karena dari keuntungannya hasil panen yang diperoleh dapat mencakup kebutuhan hidup bagi petani (Pert., 2010: 4). (12) Karena alat ini dirancang untuk penggunaan 4 orang pada posisi 2 saling bersebelahan, maka untuk penghitung as pemipil perlu dikalikan dua (T. Ind, 2011: 52-53). (13) Karena struktur bahasa Inggris berbeda dengan struktur bahasa Indonesia, maka perlu lebih teliti dan jeli ketika mempelajari bahasa yang baru ini, khususnya bagi masyarakat Indonesia (B. Ing, 2009: 12). (14) Have to juga merupakan satu kata yang tidak bisa dipisahkan karena jika dipisah akan memiliki arti yang berbeda (B. Ing, 2009: 11). (15) Disebabkan karena banyaknya metode penelitian yang ada, sehingga peneliti harus mempunyai kemajuan untuk menerapkan metode apa yang digunakan oleh suatu peneliti (PPB, 2011: 29). (16) Karena besarnya populasi penelitian lebih dari seorang maka perlu diambil sebagian sample penelitian (PPB, 2011: 32). (17) Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi, maka kita pun turut terciprat bau bakaran besi, dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi, kitapun akan terciprat harumnya minyak wangi (PPB, 2011: 11) (18) Jika suatu taman ditanam dengan iklim yang sesuai, maka tanaman tersebut akan tumbuh dengan baik (pert., 2011: 8) Sebelum diuraikan kesalahan-kesalahan pada data di atas sekilas dibicarakan kata penghubung subordinatif karena untuk mempermudah analisis selanjutnya. Kata penghubung karena termasuk kata penghubung suburdinatif yang menyatakan sebab atau alasan terjadinya apa yang dinyatakan pada klausa utama. Kata penghubung untuk menyatakan makna itu selain kerena ada yang lain yakni sebab, akibat, oleh karena, dan oleh sebab. Berdasarkan uraian itu, apabila dalam suatu kalimat majemuk bertingkat yang bermakna ‗sebab atau alasan terjadinya apa yang dinyatakan pada klausa utama‘ kata penghubung yang digunakan adalah yang sudah disebutkan di atas. Berdasarkan uraian di atas data (9) kata penghubung karena tidak ada gunanya atau mubazir sudah tidak diperlukan pemakaian untuk di depannya, karena tidak ada yang dihubungkan. Oleh karena itu diperbaiki agar kalimat itu baik sesuai dengan kaidah menjadi (9a) berikut. (9a) Perubahan orientasi dari subsisten ke komersial dapat dimaklumi untuk meningkatkan kebutuhan usaha tani papaya. Demikian juga kata penghubung karena pada data (10) mubazir penggunaannya. Hal itu karena sesudah kata penghubung karena ada kata kerja mengakibatkan. Kata tersebut sama maknanya dengan karena. Oleh karena itu data (10) diperbaiki menjadi (10a) di bawah ini. (10a) Keadaan ini kan mengakibatkan petani memiliki kondisi yang laku di pasaran dan mempunyai nilai tukar yang tinggi. Pada data (11) kata penghubung karena terletak di awal kalimat tetapi tidak memiliki fungsi sehingga yang terjadi adalah kemubaziran. Selain itu pemakaian kata bagi sebelum kata petani dihilangkan saja agar lebih efektif. Oleh karena itu dihilangkan saja menjadi (11a) berikut. (11a) Keuntungannya hasil panen yang diperoleh dapat mencakupi kebutuhan hidup bagi petani.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
145
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pemakaian kata penghubung karena data (12) bersama-sama dengan kata maka menjadikan penggunaan penghubung ganda. Kata karena atau maka sebagai penghubung subordinatif digunakan hanya pada awal anak kalimat. Apabila dalam kalimat subordinatif semua klausanya di awal penghubung subordinatif, menurut kaidah tidak dibenarkan. Data (12) diperbaiki menjadi (12a) atau (12b) berikut ini. (12a) Karena alat ini dirancang untuk penggunan empat orang pada posisi dua saling bersebelahan, penghitungan as pemipil perlu dikalikan dua. (12b) Alat ini dirancang untuk penggunan empat orang pada posisi dua saling bersebelahan, maka penghitungan as pemipil perlu dikalikan dua. Pada data (13) pemakaian kata penghubung karena hampir sama dengan pada data (12). Perbedaanya pada data (13) selain menggunakan kata penghubung karena dan maka juga digunakan kata penghubung ketika. Hal itu tidak dibenarkan. Agar sesuai dengan kaidah, kata penghubung karena dan maka hanya digunakan pada awal anak kalimat sedangkan kata ketika diganti pada waktu. Hasil pembetulannya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini. (13a) Karena struktur bahasa Inggris berbeda dengan struktur bahasa Indonesia, masyarakat Indonesia perlu lebih teliti dan jeli pada waktu mempelajari bahasa ini. (13b) Struktur bahasa Inggris berbeda dengan struktur bahasa Indonesia, maka masyarakat Indonesia perlu lebih teliti dan jeli pada waktu mempelajari bahasa ini. Kata penghubung karena pada data (14) digunakan secara bersama-sama dengan jika menghasilkan kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah. Seperti yang sudah diuraikan di atas kata penghubung subordinatif tidak boleh digunakan secara bersama. Selain itu penggunaan kata penghubung itu tidak tepat paling tepat menggunakan kata penghubung agar, karena tanda penghubung itu bermakna ‗tujuan‘ sesuai dengan isi klausa sebelumnya. Agar sesuai dengan kaidah, data (14) diubah menjadi (14a) berikut ini. (14a) Have to merupakan satu kata yang tidak bisa dipisah agar memiliki arti yang berbeda. Pada data (15) kata penghubung karena dipakai bersama dengan disebabkan dan sehingga menyebabkan kalimat itu tidak dapat dipahami. Agar mudah dipahami pemakaian kata penghubung pada data (15), digunakan saja kata karena. Pemilihan kata penghubung itu dirasa lebih tepat karena penggunaan penghubung ganda tidak efektif. Hasil perbaikannya dapat dilihat di bawah ini. (15a) Karena banyaknya metode penelitian, peneliti harus meiliki kemampuan untuk menerapkan metode yang ada. Pemakaian kata penghubung karena dan maka pada data (16) menyebabkan pemakaian ganda. Oleh karena itu, sebaiknya dihilangkan salah satu, selain itu kata-kata yang mubazir dalam data itu sebaiknya dihindari pemakaiannya. Data tersebut diperbaiki menjadi (16a) berikut ini. (16a) Populasi penelitian berjumlah lebih dari 100 orang maka perlu diambil sebagian sampel. (16b) Karena populasi penelitian lebih dari 100 orang, perlu diambil sebagian sampel. Pemakaian kata maka pada data (17) dan (18) pemakaiannya mubazir. Oleh karena itu harus dibuang menjadi di bawah ini (17a) Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi, kita pun turut terciprat bau bakaran besi, dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi, kitapun akan terciprat harumnya minyak wangi. (17b) Jika suatu taman ditanam dengan iklim yang sesuai, tanaman tersebut akan tumbuh dengan baik.
146
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
SIMPULAN Berdasarkan hasil peneltian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, simpulan dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Jenis kata penghubung yang pemakaiannya salah ada dua macam, yakni: a. Kesalahan pemakaian kata penghubung koordinatif atau, dan, sedangkan, dan tetapi. b. Kesalahan pemakaian kata penghubung subordinatif karena, ketika, maka, sehingga dan jika. 2. Jenis kesalahan pemakaian kata penghubung di skripsi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo adalah a. Penggunaan kata penghubung ganda. b. Pemilihan kata penghubung yang kurang tepat. c. Penempatan kata penghubung yang keliru. d. Penggunaan kata penghubung yang mubazir (tidak perlu). 3. Penyebab Kesalahan pemakaian kata penghubung a. Belum dapat membedakan kata penghubung koordinatif intrakalimat dan antarkalimat. b. Belum dapat membedakan hubungan makna yang terdapat dalam kalimat majemuk subordinatif. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dkk, 2003. Tata Bahasa Baku Bahan Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Arifin, E. Zaenal dan Anwar Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademia Pressindo Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kelas Kata dalam Berbahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Rahardi, R. Kunjara. 2010. Kasus-kasus ke Bahasan dalam Karangan Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Ramlan, M. 1990. Tata Bahasa Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offsit. Subroto, Edi. 2007. Metode Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press. Sudaryanto, 2001. Metode dan Aneka Teknis Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sutopo, H.B. 1996. Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
147
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Efektivitas Kepemimpinan Top Down Autokratis pada Posdaya Mekarsari Betty Gama1, Yoto Widodo1, Agustina Intan Niken Tari2 1
Staf pengajar FISIP Univet Bantara Sukoharjo, e-mail:
[email protected] 2 Staf pengajar Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Jl. Letjend S. Humardhani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. 081329507877, Fax. (0271) 591065 ABSTRAK: Pemimpin mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok melalui model kepemimpinan yang diperankan. Ketua Posdaya Mekarsari dalam kelompoknya memainkan peran dengan model kepemimpinan top down autokratis. Terdapat 9 (sembilan) karakteristik kepemimpinan top down autokratis dalam penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Usaha yang dilakukan yaitu dengan memberikan motivasi, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan partisipasi anggota agar mau berusaha dan bekerja dengan memanfaatkan potensi hasil bumi yang ada sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga. Kepemimpinan otokratis bersikap atas dasar pendapat pribadi tanpa mempertimbangkan suara hati orang lain. Kepemimpinan top down autokratis dapat diterima anggota Posdaya Mekarsari sepanjang apa yang diperintahkan oleh ketua mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kata-kata kunci: model kepemimpinan, pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat PENDAHULUAN Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) Mekarsari merupakan wadah yang dibentuk oleh masyarakat, ditumbuhkembangkan oleh masyarakat dan dinikmati hasilnya oleh masyarakat. Posdaya Mekarsari muncul karena tuntutan masyarakat akan pentingnya kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Keadaaan sosial ekonomi masyarakat yang masih lemah, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mendorong Posdaya Mekarsari yang terletak di Desa Polokarto Kabupaten Sukoharjo untuk melakukan perubahan-perubahan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kondisi tersebut akan dapat tercapai melalui upaya pembedayaan masyarakat agar kesejahteraan masyarakat Desa Polokarta Kabupaten Sukoharjo dapat ditingkatkan. Posdaya adalah forum silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu (Suyono dan Haryanto, 2009:6) Agar aktifitas Posdaya Mekarsari dapat tumbuh berkembang dan berdaya guna maka peranan seorang pemimpin amat diperlukan. Pemimpin yang dimaksud adalah kepemimpinan lokal. Eksistensi kepemimpinan lokal ini bukan dirinya sendiri, melainkan disebabkan karena berlangsungnya interaksi sosial. Kepemimpinan lokal juga berarti proses mempersuasi, mengarahkan dan mengatur usaha-usaha anggota masyarakat, sumber daya dan potensi untuk mencapai tujuan bersama. Melalui community development (pemberdayaan masyarakat) diharapkan terjadi perubahan pada kelompok Posdaya Mekarsari yaitu terjadinya proses perubahan masyarakat dari suatu kondisi atau keadaan tertentu menuju kondisi yang lebih baik. Dari kondisi semula hanya beberapa orang berpartisipasi menjadi banyak orang yang berpartisipasi. Berkembangnya konsep community cevelopment yang berbasis nilai-nilai pemberdayaan, partisipasi, dan kemandirian (self reliance) dalam masyarakat tidak terlepas dari kondisi nyata dan kebutuhan masyarakat setempat. Pemimpin lokal dalam kehidupan masyarakat desa merupakan orang yang berasal dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Pemimpin masyarakat ini menurut Ufford (1987:37) disebut sebagai lokal leaders yang oleh Pranowo (1985:37) dikelompokkan dalam golongan status
148
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
kepemimpinan yaitu formal dan informal. Dua kelompok status kepemimpinan lokal tersebut masing-masing memiliki otoritas (Rejeki dan Setyawati, 2000). Kemimpinan menurut Esman (1972:22) dalam Hessel (2007:232) menunjuk kepada sekelompok orang yang secara aktif merumuskan doktrin dan program lembaga serta mengarahkan kegiatan dan hubungan lembaga dengan lingkungan. Sedangkan Zubair (2008) menjelaskan kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang dalam mengatur, menata, membentuk dan menciptakan sesuatu menurut pedoman serta polanya sendiri berdasar pada naluri pemimpin atau tata aturan yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Ketua Posdaya Mekarsari sebagai pemimpin lokal menggunakan model kepemimpinan top down autokratis sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, memberi motivasi dan mendorong masyarakat agar tingkat kesejahteraan anggota dapat ditingkatkan dengan jalan mengolah hasil bumi menjadi makanan yang siap saji, berternak hewan peliharaan ataupun produksi barang lainnya.
Gambar 1. Salah satu produk Posdaya Mekarsari METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif mengenai peranan kepemimpinan lokal sebagai agen perubahan dalam membentuk pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat adalah sekelompok orang yang melakukan perubahan sosial untuk merubah ekonomi mereka (Christenson, 1989) Sasaran penelitian adalah kelompok Posdaya Mekarsari Dukuh Weru Badran Desa Polokarto Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan informan adalah ketua kelompok Posdaya Mekarsari yang dalam hal ini dijadikan model kepemimpinan dengan bentuk top down autokratis. Peran yang dilakukan adalah dalam kegiatan Posdaya Mekarsari bertindak dan berperilaku pada konsep top down autokratis untuk mempengaruhi anggota dalam melaksanakan kegiatan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan deskripsi kepemimpinan lokal sebagai agen perubahan (agent of change) untuk mengembangan masyarakat (community development) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelompok Posdaya Mekarsari Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (in-depth interview) pada setiap informan penelitian. Wawancara dilakukan oleh peneliti sekaligus sebagai petugas interviewer secara lisan, tatap muka, dan tertulis. Selanjutnya, observasi dilakukan dengan menyaksikan secara langsung aktifitas komunikasi kepemimpinan lokal dalam community development untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Content analysis pada penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai bentuk isi komunikasi kepemimpinan lokal. HASIL DAN PEMBAHASAN Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) adalah forum silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu (Suyono dan Haryanto, 2009:6). Sebagai PPPP (Pusat Pengembangan Posdaya Pedesaan) Posdaya Mekarsari telah berhasil membentuk 3 posdaya baru di wilayah Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo yaitu
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
149
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Posdaya Maju Karya di Desa Tepisari, Posdaya Melati Makmur di Desa Kenokorejo, dan Posdaya Rukun Mulyo di Desa Bulu (Gama dan Hartati, 2011:4). Dalam melakukan aktivitasnya posdaya tersebut terutama bergerak di bidang ekonomi dan peternakan dengan memanfaatkan ladang pertanian yang ada seperti singkong, kacang tanah, ubi, pisang, gembili, ketela rambat dan sebagainya.
Gambar 2. Pendidikan dan latihan (diklat) diselenggarakan oleh Posdaya Mekarsari Kegiatan di sektor ekonomi tersebut tidak akan berhasil tanpa ada motivator yang menggerakkan. Untuk itu diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai sifat kepimpinan lokal dan mampu menggerakkan masyarakat menuju kualitas hidup yang lebih baik yang ditunjukkan adanya meningkatkan di sektor semua sektor. Hessel (2007:10) menjelaskan bahwa pemimpin memiliki dua kemampuan yaitu kemampuan manajerial dan kemampuan leadership. Kemampuan manajerial yaitu kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya agar dapat digerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain. Sedangkan kemampuan leadership adalah kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi dan mengarahkan orang (sumber daya manusia) agar timbul pengakuan, kepatuhan, ketaatan serta memiliki kemampuan dan kesadaran untuk melakukan kegiatan (mengambil langkah-langkah) bagai tercapainya tujuan. Selanjutnya Kuczmarski & Kuczmarski (1995:87-89) dalam Tangkilisan (2007-232) menjelaskan 3 model kepemimpinan, yaitu: 1. Authocratic and hierarchical leadership. Kepemimpinan yang bersifat top down autokratis. Model kepemimpinan ini menyebabkan organisasi mengalami anomie, membuat anggota organisasi kehilangan rasa percaya diri dan merasa kerdil serta kehilangan motiasi dari dalam idirinya ke dalam organisasi. 2. Participatory leadership. Kepemimpinan yang bersifat partisipatif, membagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban ke bawah dan membentuk tim dan antar tim yang efektif untuk meningkatkan skill dan kemampuan individu. 3. Value based leadership. Model kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan nilai yang solid dan terintergrasi di antara sesama anggota dan pemimpinnya. Hubungan yang lebih efektif dan terbuka akan memberikan potensi maksimal. Perhatian yang besar terhadap individu menciptakan rasa keadilan dan menghargai perbedaan sebagai landasan. Pemimpin dan organisasi selalu melihat ke depan dan menganggap organisasi di sekelilingnya sejalan dengan mereka. Saling mengikat secara timbal balik antara sesama anggota yang didasarkan atas norma dan nilai tidak selalu menempatkan pemimpin pada posisi di atas. Dari ketiga model kepemimpinan tersebut yang dibahas adalah model kepemimpinan top down autokratis. Ketua kelompok Posdaya Mekarsari dijadikan model dengan memerankan model kepemimpinan top down autokratis dengan deskripsi karakteristik sebagai berikut: (1) bagaimana sikap ketua dalam member intruksi/perintah, (2) membatasi peran bawahan, (3) memberikan pengarahan jelas, (4) memberikan pengawasan ketat, (5) menghasilkan keputusan efektif, (6) menentukan semua kebijakan, (7) mendikte teknik dan langkah kegiatan, (8) komunikasi hanya satu arah (ke bawah), dan (9) mengambil jarak dari partisipasi kelompok.
150
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Sebagaimana yang disampaikan Kuczmarski & Kuczmarski (1995:87-89) dalam Tangkilisan (2007-232) bahwa model kepemimpinan yang bersifat top down, autokratis ini menyebabkan organisasi mengalami anomie, membuat anggota organisasi kehilangan rasa percaya diri dan merasa kerdil serta kehilangan motivasi dari dalam dirinya ke dalam organisasi. Gaya kepemimpinan otokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan membatasi inisiatif maupun daya pikir tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat mereka. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Deskripsi karakteristik kepemimpinan Posdaya Mekarsari dapat dijelaskan sebagai berikut: Memberi intruksi/perintah. Dalam memainkan peran kepemimpinan top down autokratis Ketua Posdaya Mekarsari bersikap memberi perintah kepada anggota. Perintah langsung diberikan kepada anggota agar melaksanakan kegiatan dan anggota mau melaksanakan kegiatan sebagaimana yang diperintahkan ketua. Cara yang dilakukan yaitu tanpa menjawab pertanyaan lebih dahulu tiba-tiba member perintah langsung untuk segera dilaksanakan. Perintah langsung dilakukan dengan maksud untuk memberdayakan masyarakat agar mereka mau mengikuti kegiatan, di samping itu juga mengingat kualitas sumber daya manusia sangat rendah dan tingkat ekonominya juga rendah. Melihat kondisi Posdaya Mekarsari maka model kepemimpinan top down autokratis tampaknya relevan dilakukan. Apalagi juga mengingat bahwa masyarakat mau diperintah asalkan apa yang akan dilakukan itu menguntungkan bagi mereka. Tambunan (2005:107), antara lain menjelaskan tugas seorang pemimpin, dan keterampilan menjalankan kepemimpinan itu harus dapat membuat orang lain bertumbuh dan berkembang seutuhnya. Membatasi peran bawahan. Model kepemimpinan top down autokratis pada Posdaya Mekarsari berperan membatasi peran bawahan. Karena kalau tidak dibatasi anggota mengambil tindakan sendiri-sendiri dan berbeda-beda. Semua kegiatan di bawah koordinasi ketua. Apalagi terkait dengan usaha-usaha untuk memberdayakan masyarakat. Meskipun peran anggota dibatasi tetapi pada umumnya anggota Posdaya Mekarsari dapat memahami karena mereka percaya bahwa yang telah diputuskan ketua adalah demi kepentingan bersama yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan hal tersebut terbukti karena Ketua Posdaya Mekarsari sering melakukan berbagai pelatihan/diklat dengan tujuan member motivasi agar perekonomian meningkatkan dengan cara mengolah hasil bumi menjadi makanan ringan sehingga mepunyain nilai jual tinggi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tambunan (2005:163) bahwa ….. Para pengikut selalu mengharapkan dia mengambil keputusan, membuat rencana dan bertindak. Pengarahan jelas. Pengarahan ketua kepada anggota dilakukan secara jelas. Hal tersebut dimaksudkan agar anggota mengerti/mengetahui kegiatan yang diperintahkan. Tanpa pengarahan yang jelas dan tegas mereka menjadi bingung karena tidak tahu apa yang dikerjakan, selain itu juga dimaksudkan agar semua jenis kegiatan dilaksanakan secara teratur dan berkesinambunan. Misalnya, pada saat mengadakan kegiatan diklat berternak anak dengan mendatangkan narasumber pihak luar. Harapan ketua adalah agar anggota Posdaya Mekarsari kemudian dapat menindaklanjuti dengan berternak ayam dengan metode sebagaimana yang disampaikan oleh narasumber. Pengarahan yang diberikan oleh model kepemimpinan top down autokratis ini mempunyai tujuan jelas, yaitu menciptakan kondisi yang menyenangkan untuk mencapai tujuan (Tambunan, 2005:163). Pengawasan ketat. Sebagai ketua yang berperan sebagai model kepemimpinan top down autokratis dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat, Ketua Posdaya Mekarsari memberikan pengawasan ketat terhadap anggota. Hal itu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan suatu perintah dan atau kegiatan. Tanpa pengawasan hasilnya tidak sesuai target yang diharapkan. Jumlah anggota Posdaya Mekarsari sebanyak 48 KK memugkinkan ketua untuk melakukan pengawasan terhadap perbagai kegiaan yang dilakukan. Menurut Yusuf (1989:87) dalam Rejeki dan Setyawati (2000), apabila suatu kelompok semakin
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
151
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
besar ukurannya, maka hubungan interpersonal di antara masing-masing anggota akan semakin melemah dan menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi anggota kelompok Hasil keputusan efektif. Mengambil keputusan adalah satu tindakan penting dalam setiap tingkat manajemen atau kepemimpinan. Mengambil satu keputusan bukanlah suatu tugas yang gampang (Tambunan, 2005:150). Selanjutnya Haryadi (2012:71) menjelaskan setiap keputusan yang diambil memiliki konsekuensi dan dampak dalam skala tertentu. Konsekuensi dan dampak yang terjadi pada setiap keputusan dipandang dari sisi penerima keputusan bias bias bersifat positif atau bias bias juga negative. Dalam model kepemimpinan top down autokratis hasil keputusan Ketua Posdaya Mekarsari tidak semuanya menghasilkan keputusan yang efektif bahkan kurang efektif. Sebagai contoh misalnya, sesuatu yang sudah berjalan secara rutin akan mengalami kesulitan apabila dirubah, sehingga usaha untuk memberdayakan masyarakat juga mengalami hambatan. Misalnya, setiap hari Minggu Posdaya Mekarsari mengadakan kegiatan bersih lingkungan. Karena suatu hal jadwal dirubah menjadi hari Jumat dan akhirnya tidak bisa semua anggota hadir melaksanakan kegiatan tersebut. Sedangkan hasil keputusan efektif apabila disepakati bersama dan hasilnya dapat dirasakan. Menurut Tambunan (2005:151) seorang pemimpin lebih mudah mengambil keputusan yang tidak akan merusak semangat kerja dalam kelompok, apabila garis-garis penuntun telah dibuat untuk dipatuhi.. Oleh karena itu untuk menghasilkan keputusan yang efektif, Ketua Posdaya dalam bertindak sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati. Semua kebijakan ditentukan pemimpin. Model kepemimpinan otokratis pada umumnya bersikap atas dasar pendapatnya pribadi tanpa mempertimbangkan suara hati orang lain (Haryadi, 2012:129). Sebagaimana pada model kepemimpinan top down autokratis pada kelompok Posdaya Mekarsari, terhadap suatu persoalan tertentu kebijakan-kebijakan yang diputuskan tak lepas dari keputusan langsung dari ketua tanpa berkonsultasi dengan para anggota. Misalnya, pada saat semua anggota sepakat untuk mengadakan kegiatan tetapi karena suatu hal terpaksa mengalihkan jadwal kegiatan karena tiba-tiba ada kegiatan lain yang lebih mendesak atau penting yang harus dikerjakan lebih dulu. Menurut Kartono (2005:73), pada intinya otokrat keras itu memiliki sifat-sifat tepat, seksama, sesuai dengan prinsip, namun keras dan kaku. Tidak pernah dia mendelegasikan otoritas. Meskipun kebijakan itu berada ditangan ketua tetapi semua itu dilakukan untuk kepentingan kelompok Posdaya Mekarsari. Mendikte teknik dan langkah kegiatan. Pada umumnya anggota kelompok dalam kepemimpinan autokratis merasa takut salah melaksanakan tugas. Oleh karena itu anggota kelompok yang kurang kreatif baru mau bekerja setelah mendapat perintah dari atasan. Dalam usaha untuk memberdayakan masyarakat ketua kelompok Posdaya Mekarsari mendekte teknik dan langkah kegiatan yang harus dilakukan kepada anggota agar hasilnya sesuai sebagaimana yang diharapkan karena jika tidak didekte, hasilnya dikhawatirkan malah bertentangan. Pada umumnya semua yang diperintah oleh ketua diikuti dan dituruti oleh semua anggota karena bagi mereka meskipun didekti tetapi semua itu hasilnya menguntungkan anggota. Komunikasi hanya satu arah (ke bawah). Komunikasi merupakan salah satu pokok penting dalam organisasi. Pada kepemimpinan top down autokratis kemunikasi yang terjadi lebih bersifat satu arah yaitu dari ketua langsung kepada anggota. Demikian juga pada Posdaya Mekarsari, ketua memberi perintah langsung kepada anggota dan tanpa menerima pendapat, usulan dari bawahan. Meskipun begitu, bagi ketua Posdaya Mekarsari kepemimpinan adalah amanah yang harus dilaksanakan sesuai dengan makna ―ruh‖ amanah yang dimaksud (Haryadi, 2012:9). Dalam kapasitasnya sebagai ketua, model kepemimpinan top down autokratis ini banyak berhubungan dengan pihak luar utamanya pihak-pihak yang peduli terhadap usahausaha pemberdayaan masyarakat, mendorong partisipasi dan meningkatkan motivasi masyarakat sehingga banyak mendapat bantuan kegiatan dari berbagai sumber. Usaha yang dilakukan oleh ketua mendapat tanggapan positif dari anggota oleh karena itu meskipun komunikasi bersifat satu arah tetapi respon masyarakat sangat baik sehingga partisipasi masyarakat meningkat. Mengambil jarak dari partisipasi kelompok. Salah satu ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis adalah Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila
152
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
menunjukan keahliannya (http://nurriasf.blogspot.com/2012/02/macam-macam-gayakepemimpinan). Terkait jarak dalam partisipasi kelompok ketua model kepemimpinan Posdaya Mekarsari bersikap tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Hal tersebut dilakukan guna menjaga kewibawaannya sebagai ketua posdaya apalagi dalam kesehariannya ketua duduk sebagai Staf Bidang Pembangunan pada Kantor Desa Polokarto Kecamatan Polokarto. Meskipun begitu semua aktivitas Posdaya Mekarsari di bawah komando ketua. Menurut Tambunan (2005:56-57) pemimpin yang berperan menurut model kepemimpinan autokratis menentukan tujuan (gol) dan memilih cara untuk mencapainya. Ia menetapkan kewajiban dan peran setiap anggota kelompok. Ia membagikan otoritasnya kepada stafnya. Tetapi umumnya anggota staf itu tidak mau berbuat sesuatu jika tidak diperintahkan oleh atasannya. Sebagaimana yang disampaikan Tambunan, orang yang dijadikan model kepemimpinan top down autokratis mempunyai peranan besar dalam proses pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan di bidang perekonomian yaitu dengan jalan mengolah sumber alam yang ada agar mempunyai nilai jual tinggi. Cara yang dilakukan adalah mengolah singkong menjadi kripik singkong, mengolah pisang menjadi kripik pisang, memanfaatkan pekarangan menjadi: kebun gizi, tanaman obat, memelihara ayam, kambing, sapi dan sebagainya. Sebagaimana karakteristik yang terdapat pada model kepemimpinan top down autokratis, anggota Posdaya Mekarsari tidak mau berbuat sesuatu jika tidak diperintah oleh ketua. Meskipun banyak orang mengetahui kelemahan gaya kepemimpinan top down autokratis, tetapi Posdaya Mekarsari menerima dan tunduk kepada kepemimpinan tersebut yang disebabkan karena: 1. Orang yang ditunjuk sebagai ketua adalah warga masyarakat sendiri yang identitas diketahui secara jelas. Sebagai pemimpin lokal, aktivitas, loyalitas dan partisipasi dalam kelompok masyarakat tidak diragukan lagi. 2. Memiliki jaringan kedalam dan keluar kelompok bahkan mampu membina hubungan harmonis dengan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan kewenangan baik dari instansi pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karena itu Ketua Posdaya Mekarsari dipandang mempunyai kemampuan untuk pemberdayaan masyarakat, mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan mampu menggalang dana dari berbagai sumber di mana dana tersebut digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan dan latihan (diklat) dan kursus yang semua itu dilakukan untuk meningkatkan sumber daya masyarakat. Meningkatnya SDM tentu saja diharapkan dapat meningkatkan pendapatan keluarga yaitu dengan cara mengolah hasil bumi menjadi berbagai macam bentuk makanan ataupun produksi lain yang semua itu merupakan hasil pembinaan dari Ketua Posdaya Mekarsari. 3. Masyarakat percaya bahwa pemimpin yang ditunjuk mempunyai tujuan dan program jelas sehingga dalam pelaksanaan kegiatan selalu berdasarkan pada program-program yang telah ditentukan dan disepakati bersama, apalagi masyarakat (anggota) merasakan bahwa program terebut dapat meningkatkan pengetahuan, mampu memberdayakan masyarakat dan akhirnya mendorong motivasi semua orang untuk meningkatkan pendapatan keluarga. 4. Anggota Posdaya Mekarsari merupakan warga masyarakat yang sangat lemah SDM nya. Oleh karena itu terkait dengan masalah organisasi dan aktivitas organisasi dalam usaha untuk memberdayakan masyarakat, keputusan tersebut diserahkan kepada ketua sepanjang apa yang diputuskan ketua dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. SIMPULAN Kesimpulan 1. Pemimpin lokal mempunyai peranan besar dalam usaha untuk pemberdayaan masyarakat karena mereka ditunjuk, dipilih dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Melalui model kepemimpinan top down autokratis Ketua Posdaya Mekarsari yang ditunjuk mampu
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
153
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
memainkan perannya sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan pendapat ekonominya dengan jalan mengolah hasil bumi menjadi bahan yang siap dijual 2. Model kepemimpinan top down autokratis sesuai dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan, ketrampilan dan pendapatan keluarga yang rendah. Oleh karena itu usaha-usaha pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan jalan memberikan diklat dan hasil diklat diharapkan dapat dijadikan bekal dalam meningkatkan taraf hidup keluarga anggota Posdaya Mekarsari. 3. Anggota kelompok Posdaya Mekarsari dapat menerima model kepemimpinan top down autokratis sepanjang apa yang diperintahkan oleh ketua menguntungkan bagi anggota. Saran 1. Dalam menjalankan perannya sebagai model kepemimpinan top down autokratis Ketua Posdaya Mekarsari kurang bersikap otoriter dan tegas dalam pemberdayaan masyarakat. Sikap otokratis dapat diterima anggota apabila perintah tersebut menguntungkan dan memiliki nilai tambah bagi kehidupan ekonomi misalnya dalam hal berternak hewan peliharaan (ayam, kambing, sapi) dan mengolah hasil bumi menjadi makanan ringan (kripik pisang, singkong, gadung, ubi). 2. Anggota Posdaya Mekarsari merupakan kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan di bidang ekonomi, sumber daya manusia dan sumber dana. Oleh karena itu model kepemimpinan top down autokratis mengalami kesulitan untuk pemberdayaan masyarakat meskipun anggota sudah dibekali dengan diklat dan kursus tetapi tindak lanjut kegiatan kurang maksimal. Motivasi yang diberikan guna meningkatkan partisipasi masyarakat kurang mendapat respon positif karena tiadanya dana. Komunikasi satu arah dari atas ke bawah lebih dipertegas dan jika perlu dipaksakan agar anggota mau mengikuti perintah ketua demi kepentingan dan kemajuan bersama. PERSANTUNAN Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M), Dirjen DIKTI, Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2012. DAFTAR PUSTAKA Gama, Betty dan Sri Hartati, 2011. Program Pengembangan Posdaya Menjadi Pusat Pelatihan Posdaya Pedesaan Kabupaten Sukoharjo. Program Pengembangan Posdaya Pola Kemitraan Kerjasama Antara Yayasan Damandiri Dengan LPPM Univet Bantara Sukoharjo. Laporan Pelaksanaan Kegiatan PPM. Haryadi, 2012. Kepemimpinan Dengan hati Nurani. Yogyakarta: Tugu Publisher. Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2007. Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo. Kartono, Kartini, 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? Jakarta: PT Raja Grfindo Persada. Rejeki, N. S., dan Setyawati, E. Y. Peranan Kepemimpinan Lokal dalam Membentuk Community Development Group Dynamics. Jurnal ISIP Vol 12/Maret/2000. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Suyono, H. dan Haryanto, R. 2009. Buku Pedoman Pembentukan dan Pengembangan Pos Pemberdayaan Keluarga Posdaya. Jakarta: Balai Pustaka. Tambunan, Emil H. 2005. Kunci Menuju Sukses dalam Manajemen dan Kepemimpinan. Bandung: Indonesia Publishing House. Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo.
154
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Perbedaan Prestasi Belajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Kependidikan antara Mahasiswa yang Sudah Mengajar dengan Mahasiswa yang Belum Mengajar (Penelitian pada Program Studi PPKn) Cucu Siti Sukonsih dan M.H. Sri Rahayu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. + 62 – 271 – 593156, Fax + 62 – 0271 – 591065 ABSTRAK: Penelitian ini adalah untuk menentukan ada tidaknya perbedaan yang signifikan dari prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan antara mahasiswa yang sudah mengajar dan mahasiswa yang belum mengajar pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Tahun Akademik 2011/2012. Selain itu juga bertujuan untuk mencari data tentang prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan yang diambil dari hasil yudisium dan data pribadi mahasiswa khususnya mahasiswa yang sudah mengajar. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan rumus t-test. Diperoleh hasil bahwa hasil analisis data dengan menggunakan teknik statistik dengan rumus t-test yang dikonsultasikan dengan tabel pada taraf signifikan 5% yaitu tt = 2,145 dan taraf signifikan 1% yaitu tt= 2,977. Sedang hasil t0 = 1,00 setelah dikonsultasikan maka t0 < tt = 1,00 < 2,145. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima Ha tidak diterima kebenarannya, berarti tidak ada perbedaan yang signifikan dari prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan antara mahasiswa yang sudah mengajar dan mahasiswa yang belum mengajar pada mahasiswa Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Kata-kata kunci: prestasi belajar, Dasar-dasar Kependidikan PENDAHULUAN Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan haruslah disesuaikan dengan perkembangan tuntutan pembangunan serta perkembangan jaman di mana kehidupan dan peradaban manusia semakin dipengaruhi oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk itu diputuskan tenaga-tenaga pengajarpengajar yang memiliki kemampuan profesional yang menyadari untuk dapat melaksanakan sebagai ujung tombak penentu kualitas pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional perlu diadakan adanya lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencetak tenaga pengajar yang bermutu. Salah satunya adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, mereka diberi bekal pengertian yang dapat digunakan sebagai pioner untuk menyelesaikan proses berlajar, sehingga nantinya dapat melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mendidik mahasiswa. Mata kuliah dasar Kependidikan (MKB) akan memberi dasar yang berupa teori-teori pendidikan yang sangat bermanfaat bagi calon pendidik untuk melaksanakan tugasnya, sehingga semua mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan diwajibkan untuk menempuhnya. Mata kuliah dasar-dasar Kependidikan ini menjadi prasyarat utama untuk menjadi calon guru. Mahasiswa yang diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan khususnya untuk Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) memiliki pengetahuan dan pengalaman berbeda-beda. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki akan membantu dalam mencapai prestasi belajarnya. Mahasiswa tersebut di antaranya adalah terdiri dari mahasiswa yang sudah mengajar, dan ada mahasiswa yang berasal dari SLTA yang disebut mahasiswa murni (yang belum mengajar). Kedua kelompok mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda sama-sama memperoleh mata kuliah dasar-dasar Kependidikan.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
155
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sangat membantu dalam mencapai cita-cita apalagi teori tentang Keguruan dan Kependidikan yang sudah dipraktekkan, sangat relevan dengan yang diajarkan di perguruan tinggi, mereka tinggal memperdalam dan melanjutkan belajar tinggal mengulang saja. Dengan demikian mereka akan mencapai prestasi belajar yang lebih bila ditinjau dari latar belakang dan pengetahuan yang dimilikinya. Mengingat latar belakang pengetahuan yang berbeda tersebut, maka menjadi problem antara lain mencapai tujuan Instruksionalnya, yaitu mencetak guru yang profesional. Kenyataan baik mereka yang sudah mengajar mendapat perlakuan yang sama selama menerima mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan. Dengan demikian pentingya penulis melakukan penelitian tentang perbedaan prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan antara mahasiswa yang sudah mengajar dengan mahasiswa yang belum mengajar di Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. METODE Metode Penelitian suatu penelitian sangatlah penting, karena dengan menggunakan teknik, cara dan prosedur yang sistematis dan teliti akan mampu memperoleh hasil penelitian yang dapat dipertangungjawabkan kebenarannya. Dalam penelitian ini aspek metodologi yang digunakan terdiri dari tempat dan waktu penelitian, bentuk dan strategi penelitian, sumber data, teknik pengambilan data, teknik pengumpulan data, validitas data, analisis data dan prosedur penelitian. Untuk lebih jelasnya akan penulis jelaskan secara ringkas: 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo selama 6 bulan 2. Bentuk penelitian Peneletian ini termasuk: deskriptif kuantitatif, penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subyek atau obyek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak. Penelitian ini merupakan pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan data yang berupa nilai prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan antara mahasiswa yang sudah mengajar dengan mahasiswa yang belum mengajar. 3. Sumber data dan lokasi a. Dalam penelitian ini penulias mengambil sebagian mata kuliah semester IV, VI dan VIII Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sejumlah 30 mahasiswa yang terdiri dari 15 mahasiswa yang sudah mengajar dan 15 mahasiswa yang belum mengajar. b. Lokasi : Prodi PPKn, FKIP, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo 4. Teknik pengumpulan data Wawancara dan analisis dokumen 5. Analisis data Di dalam menganalisis hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini tentang ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar mata kuliah dasar-dasar kependidikan antara mahasiswa yang sudah mengajar dengan mahasiswa yang belum mengajar. Penulis menggunakan teknik analisis statistik dengan rumus t-tes sebagai berikut: t
Mk
Me b
N (N
156
2
1)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Belajar Pengertian belajar sampai saaat ini belum ada kesamaan pendapat dari para ahli, pendapat tradisional menyatakan bahwa belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pandangan semacam ini tidak tepat bila diterapkan pada jaman moderen sekarang ini. Belajar adalah merupakan proses yang dapat membawa perubahan individu ke arah kemajuan, berikut ini penulis kemukakan pendapat dan pengertian belajar dari beberapa ahli. Ngalim Purwanto (1990;84) memberi pengertian bahwa ‖Belajar adalah suatu perubahan di dalam Kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru daripada interaksi yang berupa kecakapan sikap, kebiasaaan, kepandaian, atau suatu pengertian.‖ Menurut Slameto (1995: 2) menyatakan bahwa; ‖Belajar adalah aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan; pengalaman dan nilai sikap yang relatif konstan dan menetap.‖ WS. Winkel (1991: 36) menyatakan: ―Belajar adalah aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, penglaman dan nilai siukap yang relative konstan dan menetap.‖ Dari berbagai pandangan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa belajar adalah suatu proses dilakukan oleh individu secara aktif guna mencapai perubahan-perubahan yang menetap berkat adanya latihan dan pengalaman. Prestasi belajar Prestasi atau kecakapan (achievement) adalah merupakan kemampuan, kecakapan atau abilitas nyata. Prestasi belajar di sekolah merupakan salah satu contoh dari kecakapan nyata. Kecakapan nyata ini dimiliki oleh individu setelah melalui pengalaman atau proses belajar. Istilah prestasi belajar dalam kegiatan belajar menurut Singgih D Gunarso (1986: 57) merupakan hasil maksimal yang dapat dicapai seseorang setelah melakukan belajar. Sedang menurut Sutratinah Tirtonagoro (1984: 43) prestasi belajar berarti hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun simbol-simbol yang dapat mencerminkan hasil belajar yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka prestasi dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai setelah melakukan sesuatu. Prestasi belajar pada kenyataannya dapat memberikan kepuasan tertentu pada siswa di bangku sekolah maupun mahasiswa di perguruan tinggi. Prestasi belajar semakin penting untuk dipermasalahkan karena menurut pendapat Zaenal Arifin (1988: 3) mempunyai fungsi utama sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik, lambang pemuasan hasrat ingin tahu, bahan informasi dalam inovasi pendidikan, indikator interen dan ekstern dari institusi pendidikan, indikator terhadap daya serap atau kecerdasan anak didik. Mata kuliah Dasar Kependidikan Berdasarkan Kurikulum Inti Pendidikan Tenaga Kependidikan mata kuliah dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) 2. Mata Kuiah Keahlian Berkarya (MKB) 3. Mata Kuliah Penguasaan Ilmu dan Ketrampilan (MKK) 4. Mata Kuliah Berkehidupan dan Bermasyarakat (MBB) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dan Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) adalah kelompok Mata Kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) sehingga diharapkan mahasiswa lulus. Khusus mata kuliah Dasar Kependidikan terdri dari 4 bidang studi, yaitu: (1) Pengantar Pendidikan; (2) Perkembangan Peserta Didik; (3) Belajar Pembelajaran; dan (4) Profesi Kependidikan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
157
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mata Kuliah Dasar-Dasar Kependidikan ini mempunyai tujuan: (1) Menguasai landasanlandasan kependidikan; (2) Mengetahui perkembangan peserta didik; (3) Mengenal fungsi dan program pembelajaran di sekolah; dan (4) Memahami dan mengetahui guru adalah tenaga profesional pendidikan Dengan adanya mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan diharapkan mahasiswa sebagai calon pendidik mempunyai bekal pengetahuan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar sehingga dapat melaksanakan langkah yang tepat dalam mendidik. Sehingga nantinya akan benar-benar terbentuk tenaga-tenaga pendidik yang profesional dan siap untuk melaksanakan tugasnya. Khusus pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan ini diberikan pada semester-semester awal yaitu: (1) Pengantar Pendidikan di Semester I; (2) Perkembangan Peserta Didik di Semester II; (3) Belajar Pembelajaran di Semester III; dan (4) Profesi Kependidikan di Semester IV Materi kuliah yang diberikan sesuai dengan yang terdapat pada kurikulum inti. Cara untuk mengetahui prestasi belajar MKB, penilaian prestasi belajar mahasiswa paling sedikit dilakukan berdasarkan hasil dari: (1) tes kecil, ujian tengah semester, ujian akhir semester; dan (2) tugas-tugas terstruktur Dengan cara tersebut diperoleh nilai akhir yang menunjukkan prestasi belajar setiap mata kuliah. Sedang untuk mengetahui prestasi belajar dari mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan secara keseluruhan adalah dengan cara menjumlahkan nilai seluruh mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan yaitu ke-4 mata kuliah tersebut, kemudian dibagi 4, yang akhirnya akan diperoleh rata-rata nilai mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan. Mahasiswa yang sudah mengajar dan yang belum mengajar Mahasiswa yang sudah mengajar adalah seorang yang belajar di perguruan tinggi dan sudah bekerja sebagai guru/pendidik, baik pada instansi pemerintah maupun swasta. Sedangkan yang dimaksud pengajar/guru di sini adalah, dalam arti sempit, orang yang berkewajiban mewujudkan program mengajar yaitu orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Sedang secara luas dapat diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik untuk mencapai kedewasaan (Hadari Nawawi, 1985: 123). Dari uraian tentang pengertian guru tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang sudah menjadi guru adalah mahasiswa yang sudah mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman kependidikan. Dengan demikian mahasiswa yang sudah mengajar atau menjadi guru telah mempunyai pengetahuan tentang dasar-dasar mendidik, mengelola kelas serta segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sedang pengertian mahasiswa yang belum mengajar atau menjadi guru adalah seorang pelajar pada perguruan tinggi yang belum bekerja sebagai pendidik atau pengajar. Mahasiswa ini tugas utamanya adalah belajar, dikarenakan belum mempunyai pekerjaan sehingga dapat dikatakan sebagai mahasiswa murni. Mahasiswa yang belum menjadi guru tersebut tugas utamanya kuliah dan belajar. Hasil penelitian Data yang diperoleh berupa hasil dari arsip/dokumentasi sebagai metode pokok yang akan dibantu dengan metode wawancara/interview. Metode dokumen yang merupakan metode pokok digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar mata kuliah Dasar Kependidikan, sedangkan metode pelengkapnya, yaitu observasi/metode interview, digunakan untuk memperoleh data mahasiswa yang sudah mengajar/menjadi guru dan juga untuk melengkapi bila ada kekurangan dokumen yang diperoleh. Dalam bagian ini akan disajikan data yang telah diperoleh melalui langkah dan prosedur yang terdapat pada bagian metode. Data ditampilkan dalam bentuk Tabel agar dapat diolah dan dapat dilihat secara nyata nilai dari masing-masing mahasiswa.
158
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mahasiswa yang menjadi sampel yaitu mahasiswa Program Studi PPKn khususnya yang telah menempuh mata kuliah Dasar Kependidikan yaitu dari semester IV, VI dan VIII diperoleh anggota sampel 30 mahasiswa, yang terdiri dari 15 mahasiswa yang sudah mengajar dan 15 mahasiswa yang belum mengajar atau menjadi guru. Daftar nama-nama mahasiswa yang menjadi anggota sample beserta nilai mata kuliah Dasar Kependidikan baik yang sudah mengajar dan yang belum mengajar tertera dalam Tabel 1 dan Tabel 2 Tabel 1. Daftar nama dan nilai mata kuliah Dasar Kependidikan mahasiswa program studi PPKn yang belum mengajar Nilai 1 2 3 1 0851000238 Erika Frendi Suwarto 3 3 3 2 0851000300 Anna Setyawan 3 3 3 3 0851000001 M. Khoirul Syaki 3 2 3 4 0851000004 Apri Nur Wahyu 3 3 3 5 0851000144 M. Yunus Burhanudin 2 3 3 6 0851000306 FX. Heri Saryanto 3 3 3 7 0951000002 Eli Indrawati 4 3 3 8 0951000003 Sri Susanti 3 3 4 9 0951000004 Devi Sri Siyanto 3 4 3 10 0951000006 Bangkit Adhi Utomo 3 2 3 11 0951000007 Lilik Hardiyan 3 3 3 12 0951000009 Galang Eka Permana 2 3 3 13 0951000010 Hapsari Nuraini 3 3 3 14 0951000012 Ruri Yuliani 3 3 4 15 0951000014 Wahyu Agung Setyawan 3 3 3 Keterangan: Nilai MKDK/MKB Sesuai dengan nomor urut (1) Pengantar Perkembangan Peserta Didik; (3) Belajar Pembelajaran; (4) Profesi Kependidikan No
NIM
Nama
Jumlah 4 3 12 3 12 3 11 3 12 2 11 3 13 3 13 3 13 3 13 3 11 3 12 3 11 3 12 3 13 3 12 Pendidikan; (2)
Tabel 2. Daftar nama dan daftar nilai mata kuliah dasar kependidikan mahasiswa program studi PPKn yang sudah mengajar Nilai 1 2 3 1 0851000026 Sumani 3 3 3 2 0851000142 Endang Nopermerwani 3 3 3 3 0851000132 Rahayu Pujiyanti 3 2 3 4 0851000009 Yulius Dani Pratama 3 3 3 5 0851000137 Fitri Nur Fatsa 3 3 3 6 0851000128 Hadi Suryono 2 3 3 7 0851000075 Ning Wahyanti 3 3 3 8 0851000023 Suradi 3 3 3 9 0951000025 Sugiyanti 3 3 3 10 0951000013 Jarwanto 3 2 3 11 0951000015 Triyanto 3 3 3 12 1051000010 Danang Eko PL 2 3 3 13 1051000006 Siti Rohajiyah 3 2 3 14 1051000014 Suyono 3 3 3 15 1051000013 Dwi Cahyono 2 3 3 Keterangan: Nilai MKDK/MKB Sesuai dengan nomor urut (1) Pengantar Perkembangan Peserta Didik; (3) Belajar Pembelajaran; (4) Profesi Kependidikan No
NIM
Nama
Jumlah 4 3 12 3 12 3 12 3 12 3 12 3 11 3 12 3 12 3 12 3 12 3 12 3 11 3 11 3 12 3 11 Pendidikan; (2)
Selanjutnya, data diuji apakah terdapat perbedaan mean antara nilai mahasiswa yang sudah mengajar dan nilai mahasiswa yang belum mengajar dengan menggunakan t-test.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
159
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Rumus t =
Mk
Me b
N (N
2
1)
Keterangan : Mk = Mean kelompok control yaitu nilai rata-rata MKB dari mahasiswa yang belum mengajar. Me = Mean kelompok eksperimen, Nilai rata-rata MKB dari mahasiswa yang sudah mengajar/menjadi guru b2 = Jumlah kuadrat deviasi dari mean perbedaan N = Jumlah subyek Dalam tabel kerja (Tabel 3) nama dan NIM tidak disertakan, yang dicantumkan hanya nomor urut saja. Dalam kolom pasangan subyek uji, pasangan subyek dari masing-masing nama mahasiswa yang menjadi sampel yaitu: No. Pasangan kiri No. Mahasiswa yang belum mengajar, nilai MKB nya dimasukkan kolom k No. Pasangan kanan No. Mahasiswa yang sudah mengajar, nilai MKB nya dimasukkan kolom e. Tabel 3. Tabel kerja untuk mencari nilai t dari sampel yang berkorelasi dengan rumus pendek No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pasangan Subyek k–e 1–1 2–2 3–3 4–4 5–5 6–6 7–7 8–8 9–9 10 – 10 11 – 11 12 – 12 13 – 13 14 – 14 15 – 15 Jumlah
k
e
B
MB
b
b²
12 12 11 12 11 12 13 13 13 11 12 11 12 13 11 179
12 12 12 12 12 12 12 12 11 12 111 11 12 12 11 176
0 0 -1 0 -1 0 +1 +1 +2 -1 +1 0 0 0 0 +2
0.00 0.00 -0,07 0.00 -0,07 0.00 -0,07 0,07 0,13 0,07 0,07 0.00 0.00 0.00 0.00 1.18
0.00 0.00 1.07 0.00 1.07 0.00 0.93 0.93 1.87 1.07 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 7.87
0.00 0.00 1.14 0.00 1.14 0.00 0.86 0.86 1.63 1.14 0.86 0.00 0.00 0.00 0.00 7.63
Data selanjutnya dianalisis dengan rumus t-test sebagai berikut : - Mk (Mean dari k) = - Me (Mean dari e) =
K
179
N K
15 176
N
15
11.93 11.73
Untuk mencari b2 ditempuh dengan beberapa tahap : 1. Tahap I mencari selisih antara k dan e yang hasilnya masuk kolom B 2. Tahap II mencari MB yaitu menjumlahkan nilai selisih di kolom B kemudian dibagi jumlah subyek.
160
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Rumus MB (Mean Beda) adalah:
MB =
B N
MB dalam Tabel 3, diperoleh:
MB =
2
= 0,13
15
3. Tahap III mencari selisih antara B dengan MB yang hasilnya dimasukkan kolom b, dengan rumus: b = B – MB Sedang untuk kolom b2 adalah dengan cara mengkuadratkan nilai dari b.
Setelah diperoleh yang lengkap baru kemudian dimasukkan ke dalam rumus t-test: t =
Mk
Me b
2
N (N
t =
11 . 93
1) 11 . 73
7 . 63 15 (15
1)
t = 1.00 Setelah ditemukan nilai t, langkah berikutnya interpretasi data. Untuk dapat menginterpretasikan nilai t, nilai tersebut dikonsultasikan dengan nilai t yang ada pada tabel dengan terlebih dahulu menetapkan derajat kebebasan (db). db untuk t-test adalah jumlah pasangan subyek dikurangi satu. Sehingga, db = 15 – 1 = 14. - Nilai t yang diperoleh dikonsultasikan dengan nilai t pada tabel. - Taraf signifikan 5% dengan db 14 didapatkan tt = 2,145 - Taraf signifikan 1% dengan db 14 didapatkan tt = 2,977 - Jadi tt 5% maupun 1% didapaptkan t < t0 5% 1.00 < 2.145 1% 1.00 < 2.977 Ternyata nilai t yang diperoleh baik pada taraf signifikan 5% maupun 1% lebih kecil daripada niai t yang ada pada tabel. - Nilai t yang diperoleh (to) = 1,00 - Sedang nilai t dalam tabel untuk taraf signifikan : 5% = 2,145 1% = 2.977 - Sehingga dengan demikian Ho diterima, sedang nilai Ha ditolak kebenarannya. Kesimpulan: Mahasiswa yang sudah mengajar dan yang belum mengajar tidak ada perbedaan mengenai prestasi belajar MKB yang diperoleh. KESIMPULAN Berdasar perhitungan statistik dengan rumus t-test yang telah diuraikan dalam bagian sebelumnya untuk menguji kebenaran hipotesis dalam penelitian ini, hasil nilai t yang diperoleh (to) lebih kecil daripada nilai t yang ada dalam tabel (tt). Kesimpulan dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan (MKB) antara mahasiswa yang sudah mengajar dengan yang belum mengajar/belum menjadi guru. 2. Dengan tak terbuktinya hipotesis kerja tersebut ternyata pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh setiap mahasiswa khususnya di bidang yang menyangkut kegiatan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
161
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
belajar mengajar tidak berpengaruh pada prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan. Tidak adanya perbedaan tersebut dikarenakan mahasiswa yang sudah menjadi guru meskipun telah memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ilmu-ilmu kependidikan namun waktu belajar mereka terbatas. Keterbatasan waktu tersebut karena pada pagi hari harus berangkat mengajar sedangkan sore harinya untuk kuliah dan malam hari selain untuk belajar juga untuk mempersiapkan materi yang akan digunakan untuk mengajar esok harinya. Selain itu kebanyakan mereka sudah berkeluarga, oleh sebab itu mahasiswa yang sudah menjadi guru untuk memperoleh prestasi belajar yang optimal maka harus dapat membagi waktu dengan sebaik mungkin. Sedang untuk mahasiswa yang belum mengajar, tugas utamanya adalah belajar dan kuliah. Mereka hanya sedikit mengenal ilmu-ilmu kependidikan bahkan ada yang sama sekali tidak mengerti dan belum menghayati serta tak mempunyai bekal tentang ilmu kependidikan. Meskipun demikian mahasiswa yang belum menjadi guru ini mempunyai cukup waktu untuk mempelajarinya bahkan untuk menghafal dan menghayatinya. Jadi kesimpulan untuk memperoleh nilai yang optimal prestasi belajar yang baik mempunyai cukup waktu, namun hal ini juga tidak lepas dari pengaturan waktu dalam belajar. Dengan sebab-sebab di atas maka dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam mencapai prestasi belajar mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan dapat terjawab. DAFTAR PUSTAKA Hadari Nawawi, Drs. 1985, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Sekolah. Jakarta: PT. Gunung Agung. Ngalim Purwanto, 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. WS. Winkel, 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.
162
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Eksperimentasi Modifikasi Direct Instruction Menggunakan Strategi Gallery of Learning dan Firing Line terhadap Prestasi Belajar Matematika dan Kecerdasan Kolektif Siswa Erika Laras Astutiningtyas, Dewi Susilowati, dan Isna Farahsanti Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Sukoharjo E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian dengan judul ―Eksperimentasi Modifikasi Direct Instruction Menggunakan Strategi Gallery of Learning dan Firing Line terhadap Prestasi Belajar Matematika dan Kecerdasan Kolektif Siswa‖ bertujuan untuk mengetahui: Manakah strategi modifikasi direct instruction yang lebih efektif antara gallery of learning atau firing line untuk meningkatkan prestasi belajar dan kecerdasan kolektif siswa pada pembelajaran matematika. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Al Islam 3 Surakarta tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 55 siswa. Instrumen penelitian ini adalah tes kemampuan awal siswa, tes prestasi belajar matematika, dan tes kecerdasan kolektif yang dilakukan oleh biro jasa psikologi terapan dengan nama JASPI. Uji coba instrumen tes meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas multivariat populasi dengan uji 2, uji homogenitas matriks variansi dan kovariansi dengan statistik uji Box-M, serta uji keseimbangan kedua kelompok eksperimen dan pengujian hipotesis menggunakan uji F dengan statistik Hotelling‘s T2. Uji lanjut setelah pengujian hipotesis menggunakan uji t. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Modifikasi direct instruction dengan strategi gallery of learning lebih baik daripada firing line untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran matematika untuk materi Aplikasi Turunan Fungsi. (2) Modifikasi direct instruction dengan strategi firing line lebih baik daripada gallery of learning untuk meningkatkan kecerdasan kolektif siswa. Kata-kata kunci: direct instruction, firing line, gallery of learning, kecerdasan kolektif PENDAHULUAN Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan mulai pendidikan dasar, berhubungan dengan ide, proses dan penalaran yang disusun secara konsisten dengan mempergunakan logika deduktif. Tujuan pendidikan matematika di sekolah adalah melatih bertindak secara logis, rasional, kritis, cermat, kreatif dan efisien. Tujuan penting pendidikan matematika tersebut ternyata menemui kendala. Hal ini terlihat pada Ujian Nasional siswa SMA Tahun 2011, ratarata nilai ujian nasional pada mata pelajaran Matematika di kota Surakarta 6,96 jauh di bawah rata-rata propinsi yaitu 7,71. Jika dilihat lebih lanjut pada setiap kemampuan yang diujikan, daya serap siswa pada materi Aplikasi Turunan Fungsi menempati urutan terbawah. Sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi tersebut. Selain prestasi akademis, soft skills adalah hal yang harus diperhatikan. Seiring perkembangan teknologi dan informasi, perkembangan kejiwaan anak perlu untuk diperhatikan. Kecerdasan intelektual memang sangat penting untuk dikembangkan, namun kecerdasan yang tidak kalah penting adalah kecerdasan kolektif. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya perbaikan proses pembelajaran yang mampu menghasilakn kecerdasan kolektif dan prestasi belajar siswa lebih tinggi khususnya materi Aplikasi Turunan Fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Manakah strategi modifikasi direct instruction yang lebih efektif antara gallery of learning dan firing line untuk meningkatkan prestasi belajar dan kecerdasan kolektif siswa pada pembelajaran matematika.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
163
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Prestasi belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah menerima kegiatan psikofisik-sosio untuk memperoleh gagasan dan keterampilan baru yang melibatkan panca indera dan proses kognitif dari pengingatan, pemecahan masalah dan reasoning. Prestasi belajar matematika yang diukur adalah prestasi belajar matematika pada materi aplikasi turunan fungsi. Kecerdasan kolektif yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan mencapai kematangan berpikir dan bertindak untuk memahami keadaan batiniah seseorang, memahami perasaan dan pikiran orang lain serta kecakapan untuk berinteraksi dengan efektif dalam menjalankan peran sebagai makhluk sosial. Ada dua jenis strategi modifikasi direct instruction yang akan digunakan yaitu gallery of learning dan firing line. Kedua modifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Modifikasi direct instruction dengan strategi gallery of learning Modifikasi direct instruction dengan strategi gallery of learning terletak pada fase latihan terbimbing. Berikut adalah sintaks model direct instruction dengan strategi gallery of learning. 1. Fase 1 : Fase orientasi Pada fase ini, guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi pelajaran. 2. Fase 2 : Fase presentasi/demonstrasi Pada fase ini, guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep atau keterampilan yang meliputi hal berikut. 3. Fase 3 : Fase latihan terstruktur Pada fase ini, guru merencanakan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk melakukan latihan awal. Guru memberi penguatan terhadap respons siswa yang benar dan mengoreksi yang salah. 4. Fase 4 : Fase latihan terbimbing Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk berlatih konsep dan keterampilan. Langkah pada fase latihan terbimbing ini adalah sebagai berikut. a. Guru membentuk beberapa tim di kelas dan memberikan masing-masing tim soal yang sama. b. Guru meminta setiap tim mengerjakan soal kemudian menempelkan hasil pekerjaan mereka pada dinding di dekat tempat mereka bekerja. c. Guru meminta setiap kelompok secara bergantian, dengan berputar-berurutan setiap kelompok melihat dan mengomentari pekerjaan kelompok yang lain. d. Setelah kembali ke posisi semula, setiap kelompok menjawab komentar, kemudian dilakukan evaluasi klasikal. 5. Fase 5 : Fase latihan mandiri Siswa melakukan latihan secara mandiri melalui kuis. Modifikasi direct instruction dengan strategi firing line Modifikasi direct instruction dengan strategi firing line juga terletak pada fase latihan terbimbing. Berikut adalah sintaks model direct instruction dengan strategi firing line. 1. Fase 1 : Fase orientasi Pada fase ini, guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi pelajaran. 2. Fase 2 : Fase presentasi/demonstrasi Pada fase ini, guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep atau keterampilan yang meliputi hal berikut. 3. Fase 3 : Fase latihan terstruktur Pada fase ini, guru merencanakan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk melakukan latihan awal. Guru memberi penguatan terhadap respons siswa yang benar dan mengoreksi yang salah. 4. Fase 4 : Fase latihan terbimbing
164
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk berlatih konsep dan keterampilan. Langkah pada fase latihan terbimbing ini adalah sebagai berikut. a. Mengatur kursi dalam dua baris yang berhadapan seperti pada Gambar 1.
A
A
A
A
A
A
A
A
B
B
B
B
B
B
B
B
Gambar 1. Posisi kursi siswa dalam fase latihan terbimbing b.
5.
Setiap siswa dengan kode A yang berisi tentang permasalahan yang akan diberikan kepada siswa dengan kode B untuk dijawab kemudian diberi respon oleh siswa dengan kode A. c. Setelah selesai, siswa dengan kode B diminta bergeser satu langkah untuk mendapat permasalahan yang berbeda dari siswa dengan kode A yang lain. d. Siswa A dan B bertukar peran. e. Guru membahas permasalahan yang dikerjakan siswa secara klasikal. Fase 5 : Fase latihan mandiri Siswa melakukan latihan secara mandiri melalui kuis. METODE
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu. Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada satu variabel bebas yaitu strategi pembelajaran. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran aktif gallery of learning dan firing line. Variabel terikat yang akan diteliti yaitu prestasi belajar dan kecerdasan kolektif (collective intelligence) siswa. Lokasi penelitian ini adalah siswa SMA Al Islam 3 Surakarta, dengan mengambil sebanyak 2 kelas untuk diteliti dan masing-masing kelas diberi perlakuan sebagai berikut. 1. Kelas A : diberi pembelajaran dengan direct instruction menggunakan strategi gallery of learning. 2. Kelas B : diberi pembelajaran dengan direct instruction menggunakan strategi firing line. Dalam penelitian ini harus ditentukan cara mengukur variabel penelitian dan cara menentukan alat pengumpulan data. Untuk mengukur variabel diperlukan instrumen yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu metode dokumentasi untuk memperoleh data hasil ujian nasional tahun 2011, dan metode tes untuk mengukur kemampuan awal, prestasi, dan kecerdasan kolektif siswa. Tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar siswa, sebelum digunakan dilakukan analisis terlebih dahulu, yang meliputi: (1) Validitas isi, (2) Tingkat kesukaran, (3) Daya pembeda, dan (4) Reliabilitas tes Setelah semua syarat terpenuhi, instrumen yang dibuat selanjutnya digunakan untuk mengukur kemampuan awal dan prestasi belajar siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji F dengan statistik Hoteling T 2. Selain itu, digunakan pula uji 2. Uji F Hoteling T2 digunakan untuk menguji keseimbangan rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji 2 digunakan untuk menguji persyaratan analisis yaitu normalitas multivariat dan homogenitas matriks variansi kovariansi. Johnson dan Winchern (2002) menyebutkan bahwa asumsi yang harus dipenuhi untuk uji F dengan statistik Hotelling‘s T2 adalah dua hal berikut:
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
165
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
1. 2.
kedua populasi berdistribusi normal multivariat homogenitas dari matriks variansi-kovariansi. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji F dengan statistik Hotelling‘s T 2. Langkah yang dilakukan sama dengan uji keseimbangan rata-rata. Uji lanjut untuk data dilakukan dengan uji t-univariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesis menggunakan uji F dengan statistik Hoteling T2 menghasilkan nilai Fhitung sebesar 5,586. Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5% dan daerah kritiknya adalah {F | F > F(0,05; 2; 52) = 3,363}. Sehingga diperoleh bahwa hipotesis nol ditolak, artinya ada perbedaan pengaruh strategi pembelajaran modifikasi direct instruction terhadap prestasi belajar atau kecerdasan kolektif siswa, atau keduanya. Setelah uji hipotesis, dilakukan uji lanjut untuk mengetahui perbedaan pengaruh tersebut untuk prestasi belajar atau kecerdasan sosial atau keduanya, serta untuk menentukan mana strategi yang lebih baik digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar ataupun kecerdasan kolektif. Uji lanjut yang dilakukan menghasilkan beberapa hal berikut: 1. Modifikasi direct instruction dengan strategi gallery of learning menghasilkan prestasi yang lebih baik daripada firing line pada pembelajaran matematika untuk materi Aplikasi Turunan Fungsi. Salah satu cara paling meyakinkan untuk menjadikan belajar tepat adalah menyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah dipelajari untuk memudahkan peserta didik mempertimbangkan informasi dan menemukan cara-cara untuk menyimpan dalam otaknya. Gallery of learning dianggap sebagai salah satu strategi yang dapat mengaktifkan siswa dan membuat suasana tinjauan belajar yang menyenangkan. Gallery of learning menyediakan ruang yang cukup bagi siswa untuk saling menilai apa yang sudah dikerjakan oleh siswa yang lain. Sehingga dari kegiatan ini, untuk dapat menilai pekerjaan siswa lain, seorang siswa memiliki tanggung jawab untuk memahami materi. Selain itu, model peninjauan ulang materi pada strategi gallery of learning lebih menyenangkan bagi siswa, karena penilaian dilakukan oleh siswa dengan berkeliling ke setiap kelompok, layaknya dalam sebuah galeri, kemudian melakukan penilaian. Sehingga, pendalaman materi lebih baik dibandingkan dengan firing line. Strategi pembelajaran firing line juga memberi kesempatan siswa untuk menilai pekerjaan temannya, akan tetapi soal yang dikoreksi belum dikerjakan sendiri oleh siswa tersebut, akibatnya diskusi yang hanya tersdiri dari dua siswa akan berhenti jika kedua siswa tidak mampu memecahkan permasalahan. 2. Modifikasi direct instruction dengan strategi firing line menghasilkan kecerdasan kolektif yang lebih tinggi daripada gallery of learning. Silberman (2009) menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan yang terpenting saat ini adalah memperoleh keterampilan. Keterampilan yang dimaksud bisa berupa keterampilan teknis dan non teknis, seperti mendengar dan berbicara. Ketika peserta didik mempelajari keterampilan baru dan mengembangkan keterampilan yang ada, siswa perlu dilatih dan diberi feedback yang berguna. Firing line merupakan strategi yang dapat digunakan untuk merespon secara cepat pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Menurut langkah dan konsep dasar dari kedua strategi, firing line akan lebih baik digunakan untuk pembentukan kecerdasan kolektif siswa, hal ini disebabkan karena dalam langkah firing line, siswa dapat dilatih untuk memiliki keterampilan non akademis yang melibatkan interaksi dan kemampuan berkomunikasi dengan siswa yang lain.
166
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
SIMPULAN Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis penelitian yang telah dikemukan sebelumnya serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Modifikasi direct instruction dengan strategi gallery of learning lebih baik daripada firing line untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran matematika untuk materi Aplikasi Turunan Fungsi. 2. Modifikasi direct instruction dengan strategi firing line lebih baik daripada gallery of learning untuk meningkatkan kecerdasan kolektif siswa. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut. 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi direct instruction dengan strategi gallery of learning lebih baik daripada firing line untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran matematika untuk materi Aplikasi Turunan Fungsi. Oleh karena itu, gallery of learning dapat digunakan guru sebagai salah satu alternatif modifikasi direct instruction untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran inti tentunya akan mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa, khususnya pada materi Aplikasi Turunan Fungsi. 2. Walaupun pada materi Aplikasi Turunan, modifikasi direct instruction dengan strategi firing line tidak lebih baik dari pada gallery of learning untuk meningkatkan prestasi belaajr siswa, namun strategi ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif inovasi pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan kolektif siswa. DAFTAR PUSTAKA Silberman, Mel. 2009. Active Learning. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani Johnson, R. A. and Winchern, D. W. 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis (Fifth Edition). New Jersey: Prentice Hall
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
167
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Etika Tata Pergaulan Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Tahun 2012 Muh Husyain Rifai, Agus Sudargono, dan Sukamto Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. S.Humardani No.1 Sukoharjo 57521, Telp 085867972106 e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui mengenai etika pergaulan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo tahun 2012 serta sikap yang sebaiknya dilakukan mahasiswa dalam beretika yang sesuai dengan identitas moral bangsa, metode penelitian yang digunakan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif berupa identifikasi prosentase kecenderungan pendapat mahasiswa. Sebagai objek dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIP tahun ajaran 2011/2012. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa 55.7% perbuatan dan 54,1% lisan mahasiswa telah sesuai dengan etika pergaulan yang benar dikampus. Namun untuk tingkat kesadaran berpakaian yang baik dan benar masih sebagian atau 50,3% mahasiswa yg sudah sesuai dengan norma aturan dikampus. Etika maupun perilaku yang baik di kampus akan berjalan dengan baik apabila ada peraturan yang jelas yang mengaturnya serta penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya, dan peraturan akademik yang sudah ada harus dilaksanakan dengan baik oleh semua civitas akademika dari mahasiswa, karyawan, dosen, dan pimpinan Universitas. Kata-kata kunci: etika, pergaulan, mahasiswa FKIP Univet Bantara PENDAHULUAN Akhir-akhir ini banyak isu-isu yang berkembang mengenai etika pergaulan mahasiswa di kampus Univet Sukoharjo terkait dengan persoalan sopan santun, tata krama, etika dalam berkomunikasi serta tata cara berpakaian mahasiswa yang pantas dalam pergaulan di lingkungan akademis. Isu tersebut telah menjadi sorotan banyak pihak terutama para pengurus yayasan dan pimpinan Univet Sukoharjo baik di tingkat pimpinan pusat (kantor rektorat) maupun di tingkat fakultas. Bahkan isu yang berkembang telah menyangkut pihak luar (masyarakat sekitar kampus) yang ikut berkomentar menanggapai tata cara berpakaian dan pergaulan mahasiswa khususnya mahasiswa calon guru yaitu mahasiswa fakultas keguruan dan Ilmu pendidikan (FKIP) yang dianggap sangat tidak pantas. Skinner sebagaimana dikutip oleh Bimo Walgito (1990:17) membagi perilaku menjadi perilaku yang alami (innate behavior) dan perilaku operan (operant behavior). Perilaku yang alami merupakan perilaku refleksif yang dibwa organisme sejak lahir, yang terjadi sebagai refleksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan. Perilaku ini terjadi secara otomatis tidak diperintah oleh pusat susunan syaraf atau otak. Sedangkan perilaku operan dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak, yang sering juga disebut sebagai perilaku psikologis. Pada manusia perilaku psikologis merupakan perilaku yang paling dominan atau dengan kata lain perilaku manusia merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang dipelajari melalui proses belajar. Oleh karenanya etika pergaulan mahasiswa di kampus dapat diartikan sebagai adat kebiasaan perilaku yang baik yang disepakati bersama dalam berinteraksi antar mahasiswa di kampus sebagai aktualisasi hak dan kewajiban moral dalam masyarakat yang beradab. Ukuran masyarakat yang beradab tentunya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai asas kerohanian bangsa yakni Pancasila.
168
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Dari wawancara secara tidak langsung kami di saat para bapak ibu dosen bertemu maupun berkumpul, mereka merasa gerah, risih, jengkel dengan melihat serta mendengar isu tersebut. ―Kami pun merasa khawatir dengan fenomena ini, karena citra perguruan tinggi yang dari dulu (semenjak masih menjadi IKIP) hingga sekarang menjadi Universitas yang dirintis oleh senior kami serta terkenal menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam dunia pendidikan baik di lingkup Kabupaten Sukoharjo maupun Kabupaten lain di Indonesia menjadi rusak karena ulah segelintir mahasiswa yang tidak mengedepankan norma serta aturan yang ada di kampus”. Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah agar memberikan masukan kepada para penentu kebijakan di Universitas supaya bisa membuat peraturan yang jelas, tegas dan memberi contoh dalam pengamalan di kehidupan kampus agar menjadi suri tauladan bagi mahasiswa. Hal demikian juga merusak etika pergaulan bangsa Indonesia yang memiliki karakter santun dan menjunjung tinggi moral bangsa. Jika hal tidak segera ditangani akan dianggap sebagai sesuatu hal yang lumrah atau wajar saja karena perkembangan era globalisasi. Sebagai komunitas masyarakat ilmiah seharusnya universitas menjadi contoh tauladan bagi pendidikan karakter moral bangsa sekaligus pelopor penjaga etika pergaulan bangsa Indonesia. METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian mengambil tempat di dalam kampus Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo dan kami laksanakan pada bulan Maret-Mei 2012. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dikarenakan hasil penelitian ini hanyalah mengidentifikasikan dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan pendapat mahasiswa tentang etika tata pergaulan mahasiswa di kampus yang sesuai dengan kehidupan Universitas khususnya Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang terdaftar sebagai mahasiswa hingga tahun 2012. Teknik sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Setiap mahasiswa program studi yang terdaftar di lingkungan FKIP diambil sebagai sampel secara acak dengan jumlah minimal 5% dari jumlah mahasiswa terdaftar di FKIP Univet, yaitu berjumlah ±150 responden mahasiswa aktif. Hal ini didasarkan pada keterbatasan dana dan waktu penelitian yang telah ditentukan. Instrumen penelitian Instrumen penelitian ini berupa angket, dalam bentuk tertutup berupa pilihan pendapat tentang etika pergaulan di kampus maupun angket terbuka yang berupa isian jawaban dari responden atas pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan masalah penelitian. Analisis data Analisis data penelitian ini mengunakan analisis statistik deskriptif berupa identifikasi prosentase kecenderungan-kecenderungan pendapat mahasiswa tentang etika pergaulan mahasiswa di kampus dan analisis kualitatif berupa uraian pendapat mahasiswa tentang bagaimana etika pergaulan mahasiswa di kampus dilaksanakan dengan baik sesuai dengan identitas moral bangsa.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
169
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagaimana tampak dalam Gambar 1. 58 56
55.7
Perbuatan atau pengamalan sehari hari
Persentase
54.1 54 52
50.3
Lisan atau pendapat
50 48
Penampilan
46
Gambar 1. Hasil penelitian Pengelompokan item jawaban angket mahasiswa 1. Perbuatan atau pengamalan sehari-hari (55,7%) 65% responden berpendapat sebaiknya beri salam dengan menundukkan kepala 63% menjawab tidak memiliki pacar di kampus 82% membuang sampah di tempat sampah yang telah disediakan 40% sebaiknya dosen menegur dan mengingatkan 65% meminta maaf kepada dosen dan mengutarakan alasan keterlambatan mengikuti perkuliahan 35% ngobrol/diskusi tugas kuliah dengan teman di tempat yang disediakan 55% membantu dengan sesuai kadar kemampuan saya 2. Lisan atau pendapat (54,1%) 77% melakukan sms/telepon dahulu kepada dosen yang bersangkutan mengenai kesediaannya 35% perlu menjaga volume suara agar tidak mengganggu kegiatan kuliah 35% meminta maaf bila mungkin mengganggu aktivitas dosen yang bersangkutan 72% memohon dengan kata-kata yang sopan 46% perlu, tapi sanksinya harus yang mendidik 60% penerapan peraturan akademik dan peraturan tata tertib laksanakan dengan tegas dan dimulai dari para dosen dan juga karyawan kampus 3. Penampilan (50,3%) 56% sebaiknya rapi dan pantas pakai 49% berpakaian rapi tidak memakai baju kaos dan harus memakai sepatu 35% berbicara dengan teman dekat kita di kelas 55% pendek dan rapi 62% bebas asal menutup aurat 45% ya sebagian mahasiswa Pembahasan Etika pergaulan mahasiswa di kampus menurut mahasiswa sebaiknya ditetapkan oleh pihak kampus sebagai peraturan pergaulan di lingkungan kampus dengan sanksi yang mendidik. Yang menarik menurut mahasiswa adalah bahwa perilaku mahasiswa dikampus hanya sebagian kecil yang meniru perilaku dosen dan dosen diharapkan aktif untuk menegur mahasiswa apabila ada mahasiswa yang berperilaku tidak baik di kampus.
170
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Sedangkan menurut mahasiswa bahwa pelaksanaan etika pergaulan mahasiswa dikampus yang sesuai dengan identitas moral bangsa harus dengan mengedepankan sopan santun, sesuai dengan ajaran agama, nilai-nilai Pancasila dan dituangkan dalam bentuk peraturan kampus yang disosialisasikan kepada seluruh mahasiswa. Dengan demikian dari hasil penelitian di atas dapat dikemukakan bahwa pendapat mahasiswa tentang etika pergaulan mahasiswa di kampus ternyata sebagian besar mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo menyatakan bahwa etika pergaulan mahasiswa di kampus merupakan perilaku yang baik di lingkungan kampus sesuai kebiasaan hidup di lingkungan masyarakat Indonesia dalam berhubungan dengan sesama mahasiswa maupun dalam berhubungan antara mahasiswa dengan dosen dan karyawan kampus. Perilaku yang baik di kampus menurut mahasiswa, akan berjalan dengan baik apabila ada peraturan yang jelas yang mengaturnya serta penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya, dan peraturan akademik yang sudah ada harus dilaksanakan dengan tegas. KESIMPULAN 1.
2.
Etika pergaulan mahasiswa di kampus merupakan perilaku yang baik di lingkungan kampus sesuai kebiasaan hidup masyarakat Indonesia dalam berhubungan dengan sesama mahasiswa maupun dalam berhubungan antara mahasiswa dengan dosen dan karyawan kampus. Perilaku yang baik di kampus ini menurut mahasiswa, akan berjalan dengan baik apabila ada peraturan yang jelas yang mengaturnya serta penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya, dan peraturan akademik yang sudah ada harus dilaksanakan dengan tegas. Etika pergaulan mahasiswa di kampus yang sesuai dengan identitas moral bangsa menurut mahasiswa dilaksanakan dengan memperhatikan etika pergaulan dimasyakarat yang sesuai moral Pancasila dan harus diatur dalam peraturan universitas yang telah disepakati oleh mahasiswa dengan tidak memberatkan mahasiswa dan peraturan ini berlaku bagi komunitas kampus, baik mahasiswa maupun dosen dan karyawan. Pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan tidak adanya pemaksaan tetapi dengan penyadaran melalui proses yang berlangsung secara bertahap. DAFTAR PUSTAKA
Bimo Walgito (1990). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Andi Offset. Yogyakarta.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
171
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Peningkatan Prestasi Belajar Mahasiswa melalui Model Pembelajaran STAD-KG Pada Mata Kuliah Kalkulus I Januar Budi Asmari, Herry Agus Susanto, dan Afif Afghohani Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521, e-mail:
[email protected]; HP: 081329229221 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa dengan menggunakan model pembelajaran STAD-KG pada mata kuliah Kalkulus I. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan matematika yang mengambil mata kuliah kalkulus I, dalam hal ini kelas yang digunakan adalah kelas 2c. Jenis penelitian ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini dilakukan secara periodik dengan siklus berkelanjutan yang terdiri atas 3 siklus. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, metode observasi, dan metode tes. Sedangkan teknik analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan analisis interaktif yang terdiri dari : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Dalam penelitian ini peningkatan prestasinya dilihat dari kenaikan nilai rata-rata kelas pada tiap siklus serta penurunan rata-rata sisa kancing pada tiap siklus. Dari pelaksanaan siklus diperoleh data yang menunjukkan adanya peningkatan peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh dari siklus I sampai ke siklus III. Ratarata nilai dari siklus I ke siklus II mengalami kenaikan sebesar 12,5, sedangkan dari siklus II ke siklus III naik sebesar 10,28. Sedangkan rata-rata sisa kancing dari tiap siklus juga mengalami penurunan. Rata-rata sisa kancing dari siklus I ke siklus II mengalami penurunan sebesar 0,305, sedangkan dari siklus II ke siklus III turun sebesar 0,334. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD-KG dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Kalkulus I. Kata-kata kunci: prestasi, PTK, STAD-KG PENDAHULUAN Univet Bantara Sukoharjo merupakan salah satu Universitas Swasta di Indonesia yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang mencetak calon-calon pendidik.Salah satu Program Studi di FKIP Univet Bantara adalah Pendidikan Matematika yang telah meluluskan banyak sarjana pendidikan matematika. Mereka nantinya akan menjadi guru matematika bahkan ada yang sudah menjadi pendidik. Salah satu mata kuliah yang harus ditempuh oleh Mahasiswa Program Studi matematika adalah Kalkulus I. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah syarat untuk menempuh mata kuliah Kalkulus II, Kalkulus Lanjut, Persamaan Analisis Vektor, Persamaan Diferensial dan masih ada mata kuliah yang lainnya. Tahun Ajaran 2010/2011 yang lalu mahasiswa program studi pendidikan matematika yang menempuh mata kuliah Kalkulus I mendapat nilai sebagai berikut : Nilai A sebanyak 10,8%, Nilai B sebanyak 41,5%, Nilai C sebanyak 25,4%, Nilai D sebanyak 21,2% dan Nilai E sebanyak 1,1%. Dari hasil nilai tersebut masih kurang memuaskan. Hal itu bias dilihat dari masih adanya mahasiswa yang mendapat nilai D dan E, padahal kedua nilai tersebut dianggap tidak lulus pada mata kuliah ini. Hal ini bisa disebabkan karena berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah penggunaan model pembelajaran oleh dosen yang kurang memotivasi mahasiswa, sehingga dimungkinkan aktivitas mahasiswa di kelas pun agak berkurang yang menyebabkan prestasi mahasiswa rendah.
172
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, pada pokoknya ia merupakan suatu cara elektrik yang dituangkan kedalam suatu program refleksi diri (self reflection) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pendidikan. PTK mendorong pendidik agar memikirkan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam menjalankan tugasnya, membuat guru kritis terhadap apa yang mereka lakukan tanpa tergantung pada teori-teori yang muluk-muluk yang bersifat universal yang ditemukan oleh pakar penelitian yang sering kali tidak cocok dengan situasi dan kondisi kelas. PTK digunakan untuk menempatkan pemecahan masalah yang dihadapi seseorang dalam tugasnya sehari-hari di dalam kelas.Dalam bidang pendidikan, PTK dianggap sebagai alternative dari penelitian tradisional. Classroom Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan metode yang handal untuk menjembatani teori dan praktek (dalam pendidikan), karena dengan action research para guru dianjurkan menemukan dan mengembangkan teorinya sendiri dari prakteknya sendiri. Alternatif metode pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam belajar di antaranya adalah dengan menempatkan siswa belajar secara kelompok-kelompok. Slavin (1995:227) menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsepkonsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa secara kelompokkelompok adalah kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Dengan metode pembelajaran ini siswa di dalam kelas dibagi tim yang mewakili 4 sampai 6 siswa yang memiliki heterogenitas kelas ditinjau dari kinerja/prestasi yang lalu, suku, dan jenis kelamin. Tipe STAD menerapkan ide bahwa siswa bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut dengan pembelajaran gotong royong atau cooperative learning (Slavin, 1995:155). Selain itu juga ada Kancing Gemerincing (KG) yang bisa menarik aktivitas belajar para peserta didik. Prestasi belajar yang rendah dimungkinkan karena berbagai faktor. Di antaranya adalah karena rendahnya motivasi belajar mahasiswa, karena penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh dosen hanya ceramah dan lain lain. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa penyebab rendahnya prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh masih adanya beberapa mahasiswa yang masih belum lulus mata kuliah Kalkulus I ini adalah dikarenakan kurangnya modifikasi model pembelajaran yang dilakukan oleh dosen. Perkembangan pada jaman sekarang ini sudah banyak dimodifikasi berbagai model pembelajaran.Sudah banyak teori-teori tentang berbagai model pembelajaran yang menarik yang bisa diterapkan untuk pembelajaran di kelas.Sehingga bisa menarik motivasi dan aktivitas siswa, dengan seperti itu diasumsikan bisa meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Dalam penelitian ini akan menggunakan model pembelajaran STAD-KG Salah satu pembelajaran yang menarik adalah Student Teams Achievement Division(STAD). Pengertian pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah merupakan teori belajar kontruktivisme yang berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi informasi, cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik.Selain STAD juga ada Kancing Gemerincing (KG). Dalam penelitian ini kedua model pembelajaran ini akan digabungkan.Dan diasumsikan dengan penggabungan dua model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Tahapannya adalah gabungan dari model STAD dan KG, adapun tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Tahap pendahuluan a. Tahap motivasi. Dalam tahap ini seorang dosen hendaknya menekankan dulu apa yang akan dipelajari mahasiswa dan mengapa hal itu penting. Karena hal ini penting agar
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
173
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
mahasiswa lebih termotivasi dalam menerima pelajaran. Setelah itu dosen membagikan kancing pada mahasiswa. Masing-masing mahasiswa mendapat 3 buah kancing. b. Tahap penyajian materi. Dalam tahap ini dosen memberikan materi kuliah yang biasa diajarkan. c. Pemberian soal latihan. Pada tahap ini seorang dosen dianggap telah memberikan materi pelajaran, sehingga dosen hanya bertugas: menyuruh mahasiswa mengerjakan soal-soal, memanggil mahasiswa secara acak untuk menyelesaikan soal latihan, dan pembagian tugas kelas. Tahap kegiatan kelompok Setiap anggota kelompok bertugas mempelajari materi yang telah diajarkan oleh dosen dan membantu teman sekelompok untuk menguasai materi tersebut. Dosen membagi lembar kegiatan, kemudian mahasiswa mengerjakan lembar yang diberikan. Setiap mahasiswa harus mengerjakan secara mandiri dan selanjutnya mencocokkan jawaban dengan teman sekelompoknya. Setiap permasalahan hendaknya didiskusikan dengan teman sekelompoknya terlebih dahulu, baru ditanyakan pada dosen bila memang sulit dipecahkan. Sehingga dengan bantuan dosen, mahasiswa dapat memahami permasalahan dan dapat mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan. Dalam tahap ini tugas dosen adalah: a. Melatih ketrampilan kooperatif siswa. b. Meminta tiap kelompok mendiskusikan dan mengerjakan lembar kegiatan siswa. c. Memantau kegiatan masing-masing kelompok. d. Memberikan penjelasan kepada kelompok jika kelompok tersebut mengalami kesulitan. e. Pada saat mahasiswa mengemukakan pendapat dan bisa mengerjakan, maka kancingnya diserahkan pada dosen sebagai poin. METODE
Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Univet Bantara Sukoharjo pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Subjek penelitian Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa program studi pendidikan matematika yang menempuh mata kuliah Kalkulus I. Dalam hal ini diambil kelas 2c untuk dijadikan subjek penelitian. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan Operation Research Classroom atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian tentang, untuk, dan oleh kelompok sasaran, dengan memenfaatkan interaksi, partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran. Konsep pokok penelitian tindakan dengan mengembangkan model Kurt Lewin yaitu melalui prosedur planning, acting, observing, dan reflecting. Prosedur ini merupakan siklus yang berulang sesuai dengan kebutuhan penelitian hingga mencapai kondisi yang diharapkan setelah dilakukan perbaikan-perbaikan. Planning, perencanaan tindakan meliputi persiapan penelitian dengan menyusun program pembelajaran, lembar kerja mahasiswa sebagai panduan kerja siswa dan pemecahan masalah pembelajaran, menyiapkan alat pembelajaran lainnya dan menyusun alat evaluasi, daftar pengamatan, pembentukan dan struktur kelompok. Acting, tindakan dilakukan dengan melaksanakan proses penelitian terhadap sasaran melalui penerapan model pembelajaran STAD-KG guna memecahkan masalah yang dirumuskan. Dalam penelitian ini penerapannya didalam kelas direncanakan tiga kali pertemuan.
174
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Observing, pengamatan penelitian dilaksanakan selama penerapan model pembelajaran STAD-KG di dalam kelas. Reflecting, refleksi dilaksanakan setelah perencanaan, tindakan, dan pengamatan saat menerapkan pembelajaran STAD-KG. Metode pengumpulan data 1. Metode dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data mengenai nama-nama mahasiswa. Karena hal ini akan digunakan untuk proses pembentukan kelompok pada saat pembelajaran berlangsung. 2. Metode observasi, yaitu mengamati secara langsung dengan teliti, cermat, dan hati-hati terhadap fenomena dalam pembelajaran. Dalam pengamatan ini, ada hal-hal yang perlu dicatat untuk perkembangan siswa di dalam pembelajaran, yaitu: a. Keberanian mahasiswa mengemukakan ide pengerjaan soal kepada teman teman sekelompoknya/kepada teman kelompok lain. b. Keberanian mahasiswa menyanggah/menyetujui ide pengerjaan teman. c. Keberanian mahasiswa menyanggah/menyetujui ide pengerjaan dosen. d. Keberanian mahasiswa dalam bertanya kepada dosen. e. Keberanian mempresentasikan hasil diskusi dengan teman sekelompoknya. 3. Metode tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006:32). Teknik analisis data Pada penelitian tindakan kelas ini, data dianalisis sejak tindakan pembelajaran dilakukan dan dikembangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Untuk kesinambungan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan analisis deskriptif. Data yang dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan analisis interaktif yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Selanjutnya peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada tiap unitnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa pada penelitian ini. Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari hasil catatan lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk teks relasi yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami, dilakukan secara bertahap dari kesimpulan sementara kemudian dilakukan penyimpulan secara utuh. Skema teknik analisis data terlihat dalam Gambar1.
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
Gambar 1. Teknik analisis data
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
175
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Untuk melihat keberhasilan dan kemajuan yang dicapai dengan melihat nilai rata-rata kelas pada setiap siklus serta dibandingkan juga dengan nilai-rata-rata sebelum model STADKG ini digunakan, untuk mencarinya digunakan rumus berikut: Nilai rata-rata kelas =
jumlah
nilai seluruh jumlah
siswa
siswa
Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah materi Turunan. Indikator dalam penelitian ini apabila nilai rata-rata kelas mencapai 70 dan rata-rata sisa kancing kurang dari 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yaitu nilai/prestasi mahasiswa dan sisa kancing pada tiap siklus tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2. Selanjutnya, hasil tersebut divisualisasikan dalam grafik (Gambar 2 dan Gambar 3). Tabel 1. Rekapitulasi nilai pada setiap siklus Nilai Siklus I Siklus II Siklus III
Terendah 30 55 40
Tertinggi 82 95 100
Rata-rata kelas 62,69 75,19 85,47
Tabel 2. Daftar sisa kancing pada setiap siklus Sisa Kancing 3 2 1 0
Siklus I 10 20 5 1
Jumlah mahasiswa Siklus II 1 28 5 2
Siklus III 0 21 10 5
120
100
Siklus I
80 Siklus II
60 40
Siklus III
20 0 Terendah
Tertinggi
Rata – Rata Kelas
Gambar 2. Grafik prestasi mahasiswa pada setiap siklus
176
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Jumlah Mahasiswa
30 25 20 15
Siklus I
10
Siklus II
5
Siklus III
0 3 buah
2 buah
1 buah
habis
Sisa Kancing
Gambar 3. Grafik sisa kancing pada tiap siklus Setelah melakukan dan menyelesaikan tindakan setiap siklus, peneliti melaksanakan refleksi pembelajaran dari tindakan yang telah dilakukan. Adapun hasil pengamatan pada setiap siklus telah disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh dari siklus I ke siklus III. Rata-rata nilai dari siklus I ke siklus II mengalami kenaikan sebesar 12,5, sedangkan dari siklus II ke siklus III naik sebesar 10,28. Selain itu rata-rata sisa kancing mahasiswa dari tiap siklus mengalami penurunan, Rata-rata sisa kancing dari siklus I ke siklus II mengalami penurunan sebesar 0,305, sedangkan dari siklus II ke siklus III turun sebesar 0,334. Hal ini berarti mahasiswa semakin aktif dalam pembelajaran. Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang telah dilakukan memberikan hasil yang baik dan cukup memuaskan, dengan ditandai adanya kenaikan nilai rata-rata pada setiap siklusnya. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model STAD-KG pada mata kuliah Kalkulus I dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan model pembelajaran STAD-KG dapat meningkatkan kerjasama dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika pada mata kuliah Kalkulus I. 2. Dengan model pembelajaran STAD-KG dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada pokok bahasan trigonometri yaitu terjadi kenaikan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II sebesar 12,5 dan dari siklus II ke siklus III sebesar 10, 28. 3. Dengan model pembelajaran STAD-KG rata-rata sisa kancing dari siklus I ke siklus II mengalami penurunan sebesar 0,305, sedangkan dari siklus II ke siklus III turun sebesar 0,334. Hal ini menandakan bahwa aktivitas di kelas semakin meningkat. DAFTAR PUSTAKA Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory Research and Pragtice. Secon Edition Massachusets.London : Allyn and Bacon Publik. Suharsimi Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
177
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Persepsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar terhadap Profil dan Kompetensi Profesional Dosen Tahun Akademik 2011/2012 R.B. Kasihadi, Yuliani Sri Widaningsih, dan Munawir Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dosen-dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar sebagai pendidik profesional mempunyai kompetensi profesional secara utuh dan memadai sebagaimana dipersyaratkan oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2004. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan ‗Bagaimana persepsi mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar terhadap kemampuan profesional para dosennya?. Apakah para dosen memberi kuliah tepat waktu (disiplin), menyajikan materi dengan jelas, menggunakan metode yang bervariasi, dapat membuat mahasiswa aktif, menguasai materi yang disampaikan, mengajar dengan menggunakan media, kalau mengevaluasi sesuai dengan materi yang disampaikan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, dokumentasi, dan interview. Angket yang disiapkan berisi pertanyaan-pertanyaan tentang kompetensi dosen. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang daftar mahasiswa, dan catatancatatan dari program studi tentang pelaksanaan pembelajaran oleh dosen, serta masukanmasukan dari mahasiswa. Metode interview digunakan untuk konfirmasi terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan kedua cara tersebut. Konfirmasi dan crosscheck data kepada dosen dan mahasiswa. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif . Analisis data penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian, dan untuk uji hipotesis penelitian digunakan teknik korelasi Pearson. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dosen PGSD perlu ditingkatkan dalam hal kedisiplinannya dalam mengajar, kadang-kadang meninggalkan jam memberi kuliah, kebanyakan dosen diidiolakan oleh para mahasiswa dan mengajar kadang-kadang menggunakan media tergantung dari materinya. Grafik dan kurvanya berdistribusi normal. Dalam hal kemampuan profesional, para dosen yang mengajar di PGSD umumnya rata-rata memiliki kompeten yang cukup. Korelasi antara profil dosen dengan kemampuan profesional ternyata mempunyai korelasi yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan angka korelasi 0,466 > 0,367 pada taraf keberartian 5%. Kata-kata kunci: profil dosen, kompetensi profesional, ada korelasi. PENDAHULUAN Masalah pendidikan yang sampai sekarang tetap menjadi isu yang menarik untuk dibicarakan oleh para pendamba pendidikan ialah masalah rendahnya mutu pendidikan/kualitas output. Terutama sekali adalah out put dari lembaga pendidikan formal. Jika diteliti masalah tersebut karena berbagai faktor/komponen pendidikan yang belum berfungsi atau difungsikan secara maksimal. Atau dari komponen-komponen yang ada belum dipandang sebagai suatu sistem. Dalam pendidikan sebagai suatu sistem, komponen-komponen pendidikan harus dipandang sebagai satu kesatuan, satu kebulatan yang utuh, bukan dipandang sebagai komponen yang dalam fungsinya berdiri sendiri-sendiri secara terpisah. Salah satu komponen pendidikan tersebut yang fungsi dan perannya sangat menentukan kualitas produk adalah dosen. Dalam Undang-undang No. 14 tahun 2004 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebar luaskan ipteks melalui pendidikan (pasal 1, butir 2). Dosen sebagai pendidik profesional di perguruan tinggi seyogyanya memiliki kompetensi sesuai
178
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
dengan bidang keahliannya. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru (termasuk didalamnya juga dosen), yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki dosen adalah kompetensi profesional. Dosen sebagai pendidik profesional harus memiliki kompetensi menguasai keilmuan mata kuliah, dan langkah kajian kritis serta pendalaman terhadap mata kuliah yang diampunya. Walaupun dalam definisi di atas disebutkan bahwa tugas utama dosen adalah transformasi, mengembangkan dan menyebarluaskan ipteks, namun tidak berarti mengabaikan tugas-tugas lain yang memang juga tidak kalah pentingnya dengan tugas utama. Tugas yang lain adalah transfer of value dan transfer of skill. Kualitas produk tidak semata-mata diukur dari penguasaan ipteks, tetapi dari keseluruhan penguasaan dan kepemilikan kemampuan dari tiga area tersebut, yaitu menguasai ipteks, memiliki kepribadian yang mantap, serta terampil, cekatan dalam berbuat dan bertindak. Penguasaan kompetensi profesional dosen dipertanyakan. Kualitas output-nya rendah. Dari hasil survey lembaga internasional menempatkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia pada urutan paling bawah, nomor 12 dari dua belas negara ASEAN yang disurvey. Sering terjadi bentrokan mahasiswa, pembakaran kampus, dan berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa dan lain sebagainya, adalah bukti bahwa mahasiswa kurang atau tidak mendapatkan transfer of value dari dosen. Hal-hal tersebut inilah sebenarnya yang mendorong untuk diadakan penelitian. Tidak mencari biang keladi, siapa yang salah/keliru, tetapi ingin menemukan strategi yang tepat agar permasalahan tersebut di atas dapat dieliminasi dan dosen mempunyai kompetensi untuk transformasi ipteks serta transfer of value dan transfer of skill. Identifikasi dan perumusan masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah dalam penelitian ini, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: (1) Apakah para dosen memberi kuliah tepat waktu (disiplin), (2) apakah dosen dapat menyajikan materi dengan jelas, (3) apakah dosen kalau mengajar menggunakan metode yang bervariasi atau yang dapat membuat mahasiswa aktif, (4) dosen mengajar menguasai materi yang disampaikan, (5) mengajar dengan menggunakan media yang telah disiapkan dalam kelas, dan (6) dosen kalau mengevaluasi sesuai dengan materi yang disampaikan, dan lain-lain sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‗Bagaimana persepsi mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar terhadap profil dan kompetensi profesional para dosen tahun akademik 2011-2012‘? Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dosen-dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar sebagai pendidik profesional mempunyai kompetensi profesional secara utuh dan memadai sebagaimana dipersyaratkan oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2004, yaitu UndangUndang tentang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa seorang guru atau dosen harus mempunyai kompetensi paedagogik, profesional, sosial dan personal. dan salah satu dari kompetensi tersebut dalam penelitian ini adalah kompetensi profesional. Manfaat penelitian Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab di atas bahwa penelitian ini di ilhami oleh kekawatiran dari pengelola Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar jika visi dan misi yang telah dicanangkan tidak dapat tercapai, melihat pelaksanaan pembelajaran yang kurang dapat berjalan sebagaimana mestinya. Semula para dosen mempunyai keinginan yang besar untuk memberikan kuliah di program pendidikan guru sekolah dasar, ternyata dalam perjalanan proses kurang diimbangi dengan pelaksanaan yang sesuai dengan tata tertib perkuliahan yang juga sudah dicanangkan di program studi ini.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
179
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
1.
2.
3.
Diharapkan dengan penelitian ini nantinya secara langsung dapat memberikan sumbangan terhadap prestasi belajar mahasiswa dan secara tidak langsung memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sebagai umpan balik (feedback) terhadap kegiatan mengajar yang dilakukan oleh para dosen. Dengan hasil penelitian ini diharapkan para dosen pendidikan guru sekolah dasar mampu dan berani introspeksi diri terhadap kinerja yang dilakukannya. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan feedback bagi pengelola program studi untuk menetapkan dosen-dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar ke depan. METODE
Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univet Bantara Sukoharjo. Jumlah mahasiswa yang diteliti adalah semua mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar tahun akademik 20112012. Populasi dan sampel Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan (Moh. Nazir, 1998). Sedangkan Suharsimi Arikunto (1992) mengemukakan bahwa keseluruhan subyek penelitian disebut populasi. Berdasar dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek yang mempunyai kualitas serta ciri-ciri yang sama. Jumlah mahasiswa dalam penelitian ini sebanyak 435. Penelitian ini tidak mengambil sampel. Semua mahasiswa diberi kesempatan yang sama untuk memberikan persepsi terhadap kompetensi dosennya. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, dokumentasi, dan interview. Angket yang disiapkan berisi pertanyaan-pertanyaan tentang profil dan kompetensi profesional dosen. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang daftar mahasiswa, dan catatan-catatan dari program studi tentang pelaksanaan pembelajaran oleh dosen, serta masukan-masukan dari mahasiswa. Metode interview digunakan untuk konfirmasi terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan kedua cara tersebut. Konfirmasi dan crosscheck data kepada dosen dan mahasiswa. Metode analisis data Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa terhadap profil dan kompetensi dosennya, metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Analisis data penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Terdapat dua langkah analisis, yaitu: (a) analisis deskriptif dan (b) analisis kualitatif tentang pendapat, saran, kritik mahasiswa yang disampaikan secara tertulis. Pada analisis dipaparkan mengenai persepsi mahasiswa tentang profil dan kompetensi dosennya berdasarkan rekapitulasi hasil isian angket, Selain itu juga dilakukan analisis terhadap masukan, saran dan kritik mahasiswa yang diajukan secara tertulis dan ditujukan baik pada pengelola program studi maupun kepada dosen yang mengajar. Dilakukan analisis juga apakah profil dosen berhubungan dengan kompetensi profesionalnya. Untuk analisis yang kedua ini digunakan teknik analisis korelasi dari Pearson.
180
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian pendahuluan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dosen-dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar sebagai pendidik profesional memiliki profil yang baik dan mempunyai kompetensi profesional secara utuh. Untuk mencapai tujuan tersebut pada bagian ini dilakukan analisis deskriptif dari angket mahasiswa yang berisi persepsi mahasiswa terhadap profil dan kompetensi profesional para dosennya. Analisis deskriptif dilakukan dengan bantuan Program SPSS Versi 16.0 Analisis Kehadiran dosen mengajar. Berangkat dari pemahaman bahwa dosen mengajar mestinya datang dan mengakhiri kuliah sesuai dengan jadwal yang telah disampaikan. Mulai masuk memberikan kuliah sesuai dengan waktu yang ditentukan, demikian pula mengakhiri kuliah. Dari pertanyaan tentang kehadiran dosen mengajar dibuat skala dalam 5 kelompok, yaitu selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Menurut responden (62%) mahasiswa mengatakan selalu, 24% mengatakan sering-sering, 3% mengatakan kadang-kadang, 0% mengatakan pernah dan 3% mengatakan tidak pernah. Karena banyak yang memberikan kuliah tepat waktu, maka kurvanya nampak normal. Dalam hal mengosongkan jam memberi kuliah diketahui bahwa 32,1% dosen tidak pernah mengosongkan jam, 32,1% pernah mengosongkan jam, 10,7% kadang-kadang saja, 3,6% sering mengosongkan jam, dan 21,4% banyak meninggalkan jam memberi kuliah. Karena jawaban mahasiswa bervariasi, maka kurvanya mendekati normal. Dalam hal penggunaan metode memberi kuliah, persepsi mahasiswa adalah 7,4% mengatakan tidak pernah, 3,7% jarang-jarang, 14,8% kadang-kadang, 40,7% mengatakan sering-sering dan 33,3% mengatakan selalu. Dosen yang tidak pernah menggunakan metode mengajar yang bervariasi berarti setiap kali memberikan kuliah metodenya hanya ceramah melulu. Pada grafik kurvanya mendekati normal. Persepsi mahasiswa dalam hal penggunaan media adalah 7,7% tidak pernah menggunakan, 3,8% jarang menggunakan, 11,5% kadang-kadang menggunakan, 34,6% sering menggunakan, dan 42,3% selalu menggunakan media. Namun perlu diingat juga bahwa penggunaan media kriterianya adalah materi yang akan disampaikan, kemampuan guru yang akan menggunakan, dan tersedia tidaknya media tersebut. Harapannya dosen mengajar menggunakan media, karena dengan menggunakan media dapat membuat materi yang sulit menjadi mudah, yang abstrak menjadi kongrit dan yang kompleks bisa disederhanakan. Pada tabel distribusi frekuensi nampak bahwa ada dosen yang tidak disenangi dan diidolakan (3,7%), kurang disenangi dan kurang diidolakan (22,2%), disenangi dan diidolakan (18,5%), disenangi dan diidolakan (15%) dan sangat disenangi dan diidolakan (41%). Melihat grafik ternyata semua dosen disenangi dan diidolakan dalam kadar yang berbeda dan menunjukkan kurva normal. Dari tabel distribusi frekuensi dapat diketahui bahwa 10,34% tidak memiliki kompeten profesional, 10,34% kurang memiliki kompetensi profesional, 20,69% memiliki kompetensi profesional, 27,59% cukup profesional dan 31,03% sangat profesional. Jika disimpulkan kompetensi profesionalnya dapat dikatakan bahwa dosen yang mengajar di PGSD semester pertama tahun 2011-2012, 41,37% adalah dosen yang kurang memiliki kompetensi profesional dan sisanya 58,62% memiliki kompetensi profesional.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
181
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Korelasi antara profil dan kompetensi profesional dosen VAR00001
VAR00002
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00001
VAR00002
1
.466* .011
29
29 *
.466 .011 29
1 29
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Angka 0,466 (Tabel 1) adalah kuadrat dari koefisien korelasi antara profil seorang dosen dengan kompetensi profesionalnya. Angka 0,011 adalah taraf signifikansi dua tailed pada tingkat signifikansi 5%. dengan jumlah subyek yang diteliti adalah 29 dosen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara profil dosen dengan kompetensi profesionalnya. Menarik untuk dikaji dan direnungkan oleh para dosen dari hasil olahan statistik deskriptif tentang profil dan kompetensi profesional. Apa yang disampaikan oleh para mahasiswa tentang pelaksanaan pembelajaran di program tersebut, dapat benar, tetapi juga dapat tidak benar atau kurang tepat. Benar kalau memang realitanya begitu. Apalagi setelah di crosscheck dengan pendapat atau informasi yang disampaikan secara tertulis tentang dosen yang mengajar kepada ketua program studinya. Hasil penelitian yang demikian perlu direspon oleh berbagai pihak yang berkompeten, perlu merubah mindset untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Dalam era global sekarang ini sudah selayaknya kalau para dosen terus memacu diri untuk lebih berpikir yang kompetitif sesuai pilar pendidikan. SIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan pada hasil analisis data yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa dosen-dosen program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar profilnya cukup baik dan memiliki kompetensi profesionalnya yang beragam. Saran Berdasarkan temuan dan kesimpulan di atas, penelitian ini memberikan saran-saran kepada pihak-pihak sebagai berikut. 1. Kepada para dosen pendidikan guru sekolah dasar, hendaknya berani dan mampu introspeksi diri bahwa kinerjanya perlu ditingkatkan semaksimal mungkin serta bertanggung jawab dengan pelaksanaan pembelajaran dikelas yang diampunya. 2. Kepada para mahasiswa, hendaknya benar-benar belajar dengan kemamuan dan semangat belajar yang tinggi, tidak puas dengan prestasi yang sudah mereka peroleh serta merasakan bahwa belajar adalah merupakan kebutuhan hidup. Terlebih lagi mereka adalah calon-calon guru yang nantinya wajib memberikan contoh kepada muridnya untuk rajin dan gemar belajar. 3. Kepada lembaga penyelenggara (dalam hal ini adalah Universitas Veteran) hendaknya selalu mendorong dan memberikan dukungan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dosennya dengan studi lanjut, dan juga memberikan sarana dan prasarana yang memadai sehingga para mahasiswa dan para dosen dapat saling berinteraksi yang saling mendukung dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
182
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Suharsimi Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Undang Undang No. 14 Tahun 2004 tentang Guru dan Dosen
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
183
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pengaruh Metode Pembelajaran Langsung dan Discovery Inquiry Terhadap Prestasi Belajar dan Pendidikan Karakter Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Tahun Pelajaran 2011/2012 Sri Kusdinah, Sudarno, Ira Pramuda Wardhani, dan I Made Ratih Rosanawati Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521, Telp. + 62-271-593156, Fax + 62-0271-591065 ABSTRAK: Penelitian ini dilatarbelakangi kenyataan bahwa kemerosotan di bidang nilai-nilai kemanusiaan atau karakter pada generasi muda oleh pemerintah diatasi dengan mencanangkan program penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan. Pencarian metode mengajar yang paling tepat yang bisa meningkatkan pendidikan karakter (budi pekerti) merupakan langkah yang paling tepat. Masalah utama dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah metode discovery inquiry lebih mampu mengembangkan kesadaran sejarah yang akan memberikan kontribusi nyata pada pengembangan karakter dibanding penggunaan metode pembelajaran langsung; (2) Betulkah metode discovery inquiry lebih meningkatkan prestasi mahasiswa dibanding metode pembelajaran langsung. Eksperimen dilakukan di dua program yakni : Program Pendidikan Sejarah Semester II dan IV serta Program Pendidikan Bahasa Indonesia Semester II dan IV Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan rancangan ―2 x 2 faktorial‖. Instrumen pengukuran yang digunakan adalah : tes prestasi belajar nilai kejuruan dan angket tentang pendidikan karakter. Kedua tes tersebut dibuat sendiri oleh peneliti. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan statistik Analisa Variansi dengan menggunakan taraf signifikansi 5 %. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa yang diajar dengan metode discovery inquiry lebih baik daripada yang diajar dengan metode Pembelajaran Langsung. (2) Prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa yang berpendidikan karakter tinggi lebih baik dari yang berpendidikan karakter rendah. Kata-kata kunci: metode pembelajaran langsung, discovery inquiry, karakter mahasiswa PENDAHULUAN Latar belakang Pendidikan merupakan unsur penting di dalam merealisasikan pembangunan Nasional, pembangunan manusia seutuhnya yang menjadi haluan bangsa meliputi unsur lahiriah maupun batiniah, tidak terlepas dari pendidikan tersebut. Upaya untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, tidak dapat tercapai jika bidang pendidikan terbengkalai. Suatu kenyataan bahwa dalam masyarakat kita dewasa ini tengah mengalami perubahan sosial yang serius di segala bidang. Perubahan yang terjadi begitu cepat sehingga memiliki pengaruh yang begitu luas dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Selain terdapat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi (IPTEK) juga terjadi kemerosotan di bidang nilai-nilai kemanusiaan dan humanisme. Ada pergeseran nilai secara besar-besaran dalam kehidupan masyarakat di mana pola-pola kehidupan masyarakat mengalami gangguan sehingga mengakibatkan adanya jurang pemisah antara yang bersifat material dan spiritual,jasmani dan rohani, individu dan kelompok dan sebagainya. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh para sejarahwan, pendidik, saat sekarang ini adalah mengajarkan peristiwa masa lampau untuk mempersiapkan peserta didik dan masyarakat untuk memasuki masa depan yang rentan akan perubahan. Pengajaran sejarah di samping melakukan transformasi serta nilai-nilai sosio-kultural. Untuk pengorganisasian
184
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pelajaran sejarah secara efektif harus dipahami 3 komponen dalam sejarah yakni : (1) masa lampau; (2) kisah masa lampau; dan (3) metode inquiri. Sejarah bersifat ilmiah karena sejarahwan menggunakan metode keilmuan dalam bentuk yang dimodifikasikan dan deskripsi yang obyektif tentang ilmu sejarah dibedakan dari ilmu-ilmu sosial yang lain, bukan karena konsep-konsepnya yang spesifik tetapi oleh kaitannya dengan masa lampau dan metode inquiri yang digunakannya. Gambaran situasi masyarakat bahkan situasi pendidikan di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan mengingat makin meningkatnya tawuran antara pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya terutama di kota-kota besar, pemerasan/kekerasan (bullying), kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, fenomena sporter bonek, penggunaan narkoba dan lain-lain. Bahkan yang paling memprihatinkan keinginan untuk membangun sifat jujur pada anak-anak melalui kantin kejujuran di sejumlah sekolah banyak yang gagal (Tempo Interaktif, 27-08-2009). Disiplin dan tertib lalu lintas, budaya antri, budaya hidup besih dan sehat, kebanggan terhadap jati diri dan kekayaan budaya sendiri juga masih standart. Kondisi seperti inilah yang mengisyaratkan bahwa di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini dirasakan mendesak (Samani, 2011:2). Semua sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terasa sakit oleh dahsyatnya pengaruh arus globalisasi, lunturnya nilai-nilai nasionalisme dan solidaritas adalah salah satu penyakit yang diderita anak negeri ini. Faktor ini pula yang melatarbelakangi munculnya kepedulian terhadap pentingnya pendidikan karakter (budi pekerti). Sungguh memprihatinkan kondisi bangsa dan negara. Nilai-nilai luhur yang tinggi yang bermuatan etika atau akhlak atau budi pekerti yang diwariskan oleh nenek moyang pendiri negeri ini hancur begitu saja oleh arus global yang sangat maju. Sejak tahun 2010 pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Program itu dicanangkan sebab selama ini dunia pendidikan dianggap kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat (Aunillah, 2011:19). Dalam Tap MPR No. II/MPR/1993 disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, trampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional serta sehat jasmani dan rohani, maka salah satu jalan mencapai ke arah tujuan tersebut adalah menanamkannya melalui proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Kenyataan yang terlihat adalah masih kurangnya ketrampilan guru dalam menggunakan cara/metode tepat guna mencapai tujuan yang diharapkan. Metode pengajaran merupakan salah satu dari komponen ―Sistem Instruksional‖ sebagai suatu tujuan yang terdapat dalam suatu sistem, tentu saja metode terikat dan tidak dapat dipisahkan dari komonen-komonen lainnya, seperti: tujuan, materi, sumber/alat, kegiatan dan lainnya. Tujuan merupakan komponen utama di mana komponen-komponen lain harus berorientasi kepadanya. Bila tujuan yang dikehendaki adalah berhubungan dengan perubahan sikap (afektif) yakni berkaitan dengan kesadaran sejarah dan budi pekerti (karakter) anak didik, dalam hal ini cara/metode mana yang lebih efektif untuk mencapai tujuan. Maka akan dieksperimenkan dua metode yang telah ditentukan dalam peningkatan karakter mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah semester II dan semester IV mahasiswa PBSI Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Dalam mata pelajaran sejarah tersebut selain akan dilihat bagaimana perubahan dalam peningkatan belajar juga mahasiswa dituntut sebagai warga negara yang punya karakter baik mencakup: moral knowing, moral feeling dan moral action beserta masing-masing aspeknya. Berdasar indikator-indikator ini akan dilihat bagaimana perbandingan pengaruhnya penggunaan metode-metode tersebut kaitannya dengan pengembangan karakter.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
185
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Melibatkan mahasiswa secara optimal dalam melakukan interpretasi dan penilaian historis, hanya dimungkinkan dengan menggunakan metode discovery inquiry, di mana sejarah dipelajari tidak semata-mata bercorak deskriptif tapi juga bersifat deskriptif analistis (Kartodirdjo, 1982:82). Dengan menerapkan metode tersebut berarti pengajar telah melatih siswa untuk menetapkan suatu sikap kritis dengan fakta yang dipelajari. Dalam kegiatan semacam itu siswa bukan hanya dituntut menggunakan kemampuan dan pengetahuannya saja tapi juga melibatkan penetapan sikap dan emosonalnya. Dengan begitu mahasiswa dapat menilai aspek ositif atau negatif mengenai suatu fenomena masyarakat, peristiwa, fakta dan obyek-obyek tertentu (Ausubel dan Floyd, 1969:369). Dalam metode discovery inquiry, mahasiswa dituntut aktif menemukan (discovery) dan pemeriksa (inquiry), jadi prinsip pokok pada metode ini adalah: abstraksi, analisis dan generalisasi dilakukan siswa, sehingga mahasiswa terlibat dalam pengolahan informasi, bukan hanya menerima saja dari pengajar. Metode discovery inquiry Metode discovery inquiry dimaksudkan untuk menumbuhkan motivasi, kreativitas dan penalaran siswa. Dalam proses belajar tersebut, pengetahuan faktual dari siswa hanya merupakan langkah awal guna menemukan hakekat dan makna dari fakta-fakta yang dipelajari. Maksudnya model belajar ini lebih mengutamakan pemahaman fakta dari pada pengetahuan fakta tanpa arti. Melalui proses semacam ini lebih terbuka kemungkinan untuk mengembangkan cakrawala berpikir mahasiswa secara positif. Inti dari pada inquiry adalah proses yang berpusat pada mahasiswa. Semua pembelajaran dimulai dari belajar. Apa yang diketahui siswa apa yang ingin mereka lakukan dan pelajari merupakan dasar utama pembelajaran (Jauhar, 2011:64). Dengan jalan demikian proses belajar mengajar sejarah dapat mengembangkan sikap dan kemampuan siswa sesuai dengan yang ditetapkan dan bantuan masyarakat dan bangsa. Bertolak dari dasar pemikiran di atas dapat diajukan asumsi bahwa pemahaman fakta sejarah dengan baik dapat mengembangkan kemampuan, sikap nasionalisme, kesadaran sejarah dan pengembangan budi pekerti. Discovery inquiry sebagai suatu metode belajar-mengajar membuka peluang seluasluasnya bagi pengembangan kreativitas mahasiswa sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Mahasiswa dilibatkan secara langsung untuk mengolah infomasi yang diterimanya baik secara lisan maupun tulisan, menurut Suharjo Danusastro, Discovery ditekankan pada kegiatan individu, di mana individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip dalam proses mental. Keterlibatan secara aktif dapat mendorong mahasiswa mengembangkan potensinya serta menyadari bakat dan kemampuannya (Danusastro, 1984: 2 dan 4). Inkuiri sebenarnya berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Inkuiri juga dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban pertanyaan. Dengan kata lain inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Jauhar, 2002;65). Ada beberapa ciri utama dalam pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas mahasiswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan mahasiswa sebagai subyek belajar, mahasiswa tidak hanya sebagai penerima pelajaran tapi mereka berperan untuk menemukan inti materi sendiri. Kedua, pengajar bukan hanya sebagai sumber belajar tapi juga sebagai fasilitator dan motivator aktifitas pembelajaran serta dilakukan melalui tanya jawab, sehingga kemampuan pengajar merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari inkuiri adalah pengembangan intelektual sehingga mahasiswa tidak hanya dituntut menguasai pelajaran, tapi juga bagaimana mereka dapat menggunakan potensinya.
186
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Medel pembelajaran langsung Model pembelajaran ini menekankan pada penguasaan konsep. Pengajar tampil sebagai penyampai informasi dengan menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya: film, tape recorder, gambar, peragaan, dst. Informasi yang disampaikan berupa pengetahuan deklaratif (yaitu pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip atau generalisasi (Jauhar: 2011;46). Model pembelajaran adalah menekankan pada perubahan tingkah laku dengan mengutamakan pendekatan deduktif dengan ciri-ciri sebagai berikut (Jauhar; 2011:46): 1. Transformasi dari ketrampilan secara langsung 2. Pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu 3. Materi pelajaran yang telah berstruktur 4. Lingkungan belajar yang telah berstruktur 5. Sintaks dan alur kegiatan 6. Distrukturisasi oleh guru Pendidikan karakter anak bangsa Pendidikan karakter/budi pekerti dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan peserta anak didik untuk memberi keputusan, baik memelihara yang baik dan mewujudkan kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut akan terwujud bila individu-individu jujur, mandiri, berkata benar, bertanggung jawab, profesional, disiplin, suka menolong, toleransi, taat bermoral, berakhlak mulia sebagai hasil dari internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter/budi pekerti (Amin, 2011; 5). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―to mark‖ atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dan kehidupan. Budi pekerti/perkembangan karakter dasarnya ditentukan oleh akhlak seseorang. Keluhuran akhlak adalah keluhuran karakter/budi pekerti. Jadi akhlak dapat pula dinamakan sebagai budi pekerti. ―Budi pekerti‖ adalah suatu keluhuran dalam jiwa seseorang yang merupakan unsur pribadi yang mampu memilih dan memilah apa yang baik yang sepantasnya dilakukan. ―Akhlak‖ menurut Imam Al Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam hati yang dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan yang baik dengan mudah dan tanpa menimbulkan pertimbangan dan pemikiran-pemikiran (Amin, 2011;7). Ciri-ciri orang yang berakhlak adalah orang yang dapat dipercaya tidak berkata bohong (dusta) berbicara sopan santun dan ramah, berjanji selalu ditepati, tepa selira, menghormati dan menghargai orang lain, tidak membeberkan aib orang lain, dan sebagainya. Jadi jelas bahwa keunggulan suatu bangsa ditandai dengan keluhuran budi, akhlak mulia, berakhlak/budi pekerti kuat. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia memiliki karakter/budi pekerti yang kuat. Karakter/budi pekerti yang kuat dan unggul itu diwariskan oleh pendahulu kita seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, dan sebagainya. Karakter yang kuat ini nampaknya terabaikan, luntur oleh arus globalisasi yang kuat. Sebetulnya justru dalam arus globalisasi yang kuat ini karakter/budi pekerti bangsa harus kuat. Kondisi ini dinyatakan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (Amin, 2011;12 mengutip dari Majalah Formula, vol. IV – Juni 2011). Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila, yang dikembangkan dari Desain Induk Pembangunan Karaker Bangsa 2010 – 2025 antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut (Samani, 2011; 25): 1. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, bersyukur, jujur, amanah,adil, tertib, sabar, disiplin, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, punya rasa iba (compassion), berani mengambil resiko, pantang menyerah, menghargai lingkungan, rela berkorban dan berjiwa patriotik. 2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain: cerdas, kritis, kreatif, inovatif, analistis, ingin tahu, produktif, berorientasi Iptek dan reflektif.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
187
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
3.
Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, cerita, ulet dan gagah. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain : kemanusiaan, saling menghargai, saling mengasihi, gotong royong, kebersamaan, ramah, peduli, hormat, toleran, nasionalis, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras dan beretos kerja. Menurut Lickona nilai-nilai penting yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter antara lain meliputi: nilai amanah, dapat dipercaya (trust worthiness), rasa hormat (respect), sikap bertanggung jawab (responsibility), berlaku adil, dan jujur baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain (fairness), kepedulian (caring), kejujuran (honesty), kebenaran (courage), kerajinan (diignue) berintegritas (integrity) dan kewenangan (citizenship). Nilai-nilai pembentuk karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Pendidikan Nasional (Pusat Kurikulum Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, 2009:9-10), yaitu : 1) Religius; 2) Jujur; 3) Toleransi; 4) Disiplin; 5) Kerja keras; 6) Kreatif; 7) Mandiri; 8) Demokratis; 9) Rasa ingin tahu; 10) Semangat kebangsaan; 11) Cinta tanah air; 12) Menghargai prestasi; 13) Bersahabat/komunikatif; 14) Cinta damai; 15) Gemar membaca; 16) Peduli lingkungan; 17) Peduli sosial; 18) Tanggung jawab. Kesadaran sejarah Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat tentang kesadaran sejarah antara lain: 1. Kuntowijoyo Kesadaran sejarah merupakan pemahaman bahwa sekarang termasuk bagian masa depan, dan masa lampau itu menyusub dalam masa sekarang (Depdikbud, 1985:38). 2. Ruslan Abdul Gani Kesadaran sejarah itu suatu sikap kejiwaan akan mental antitude dan State of Mind yang merupakan kekuatan kesadaran sejarah mencakup: (1) pengetahuan tentang fakta serta hubungan kontaknya; (2) pengirim alam pikiran kita dengan logika; dan (3) pengkatan hati nurani kita dengan hikmah kearifan dan kebijaksanaan, untuk menghadapi dan bercermin kepada pengalaman-pengalaman rasa lampau (Depdikbud, 1985:38). Demikian beberapa pendapat ini dapat disimpulkan bahwa kesadaran sejarah adalah kemampuan untuk memahami dan menghayati masa lampau sebagai pedoman bagi masa sekarang, supaya lebih sempurna di masa yang akan datang. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bersifat perbandingan. Eksperimen ini mencakup 2 penggunaan metode mengajar yakni: Metode discovery-inquiry dan metode pembelajaran langsung. Penelitian ini bersifat perbandingan dalam arti membandingkan kedua metode itu dengan maksud untuk mengetahui metode yang mana yang paling efektif dalam mata pelajaran sejarah terhadap pembentukan karakter anak didik. Lebih lanjut penelitian ini juga akan meneliti pengaruh kedua metode tersebut dalam kaitannya dengan prestasi belajar dan juga akan meneliti ada tidaknya interaksi antara metode pembelajaran dan hasil belajar. Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel penelitian Sampel penelitian terdiri dari 120 mahasiswa putra dan putri semester IV program Sejarah dan Program Bahasa Indonesia. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas : Metode discovery-inquiry dan pembelajaran langsung b. Variabel terikat : Prestasi belajar c. Variabel moderator : Pendidikan karakter
188
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
Perlakuan Berkenaan dengan perlakuan yang diberikan pada Program Pendidikan Sejarah mendapat metode discovery inquiry, sedang untuk Program Bahasa Indonesia mendapat metode pembelajaran langsung. Materi pelajaran yang diberikan kepada kedua program tersebut adalah sesuai dengan Silabus jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan ‘45 dalam semester genap. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah data prestasi belajar pendidikan karakter terkumpul, maka diadakan analisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis tersebut berupa: (1) deskripsi data, (2) pengujian hipotesis. Sebelum diadakan pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji persyaratan analisis. Pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi (Anava) dengan taraf signifikansi 5%. Deskripsi data Kedudukan prestasi belajar mahasiswa dalam mata pelajaran pendidikan karakter diperoleh berdasar skor yang didapat dari mahasiswa dari tes pendidikan karakter. Dari perhitungan skor tingkat pendidikan karakter diperoleh data sebagai berikut: N sebanyak 120, nilai rata-rata atau x sebesar 166,65 sedang simpangan baku (s) sebesar 4,41. Dari nilai-nilai tersebut dibedakan antara mahasiswa yang berpendidikan karakter tinggi dan mahasiswa yang pendidikan karakter rendah dengan klasifikasi sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan karakter tinggi adalah skor yang sama atau lebih besar dari nilai ratarata (x) yakni 166,65. 2. Tingkat kesadaran sejarah rendah adalah skor yang lebih kecil dari 166,65. Adapun data-data hasil penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis meliputi: 1. Data prestasi nilai kejuangan dari mahasiswa berdasar penggunaan metode discovery inquiry. 2. Data prestasi belajar nilai kejuangan dari mahasiswa berdasar penggunaan metode pembelajaran langsung. 3. Data prestasi belajar nilai kejuangan dari mahasiswa dengan tingkat kesadaran tinggi. 4. Data prestasi belajar nilai kejuangan dari mahasiswa dengan tingkat pendidikan karakter rendah. Data-data dari hasil penelitian tersebut akan dikemukakan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Prestasi belajar nilai kejuangan berdasarkan penggunaan metode discovery inquiry menunjukkan nilai rata-rata (mean) sebesar 61,57, standar deviasi sebesar 11,69, Medium (Me) sebesar 59,61, dan Modus (Mo) sebesar 56. 2. Prestasi belajar nilai kejuangan dari siswa secara keseluruhan berdasarkan penggunaan metode discovery inquiry menunjukkan nilai rata-rata (mean) sebesar 56.82. Standar Deviasi sebesar 10.56. Medium (Me) sebesar 61.83 dan Modus (Mo) sebesar 60.23. Sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan maka pengujian hipotesis ini meliputi: 1. Perbedaan prestasi belajar Nilai Kejuangan mahasiswa yang diberi pelajaran dengan metode pembelajaran langsung dan mahasiswa yang diberi pelajaran dengan metode discovery inquiry. 2. Perbedaan antara prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa yang tingkat kesadaran nilai kejuangan tinggi dan prestasi belajar pendidikan karakternya rendah. Analisis Variansi (ANAVA) dari pengujian hipotesis tertera pada Tabel 1. Untuk menguji hipotesis pertama, dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa F hitung = 9,21 lebih besar bila dibanding nilai F tabel, baik berdasarkan taraf signifikansi 5% (3,93) maupun 1% (6,87). Hasil analisis itu dapat diartikan bahwa penggunaan metode discovery inquiry lebih efektif untuk mencapai prestasi belajar nilai kejuangan dibanding metode pembelajaran langsung. Oleh karenanya hipotesis nol yang menyatakan tidak ada perbedaan efektivitas antara penggunaan discovery inquiry dan pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa di tolak.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
189
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Analisis variansi dari prestasi belajar nilai kejuangan berdasar penggunaan metode discovery inquiry dan metode pendidikan langsung, berdasar tingkat nilai kejuangan rendah Sumber variasi A B AxB Dalam Total
db 1 1 1 117 120
JK 980,41 2279,41 190,01 12353,50 15903,33
MK 980,41 2279,41 190,01 160,50
Ft
FO
0,05 3,93 3,93 3,93
9,21 21,40 1,78
0,01 6,87 6,87 6,87
S S S TS
Keterangan: A B AxB db
= = = =
penggunaan metode tingkat nilai kejuangan Interaksi metode dan tingkat nilai kejuangan derajat kebebasan
jk Mk Fo Ft
= = = =
jumlah kuadrat mean kuadrat nilai F hitung nilai F tabel
Untuk menguji hipotesis kedua, dapat dilihat bahwa F hitung 21,40 lebih besar bila dibanding dengan F tabel baik untuk taraf signifikansi 5% (3,93) maupun untuk taraf signifikansi 1% (6,87). Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar nilai kejuangan dari mahasiswa dengan tingkat pendidikan karakter rendah. Pembahasan Dari deskripsi data penelitian dan pengujian hipotesis yang dilaksanakan dengan analisis statistik yang meliputi analisis varians yang telah dilaksanakan maka diajukan penafsiran hasil penelitian sebagai berikut: 1. Di dalam membandingkan perbedaan pengaruh metode discovery inquiry dengan metode pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar pendidikan karakter mahasiswa secara keseluruhan didapatkan perbandingan nilai rata-rata prestasi belajar nilai kejuangan sebesar 62,28 untuk penggunaan metode discovery inquiry dan 56,57 untuk penggunaan metode pembelajaran langsung. Perbedaan rata-rata itu ternyata tidak secara kebetulan karena dibuktikan oleh hasil dari analisis varians di mana nilai F hitung adalah sebesar 9,21 lebih besar dari nilai F tabel sebesar 3,93 untuk taraf signifikansi 5% sedang untuk taraf signifikansi 1% didapatkan nilai F tabel sebesar 6,87 (perbedaan itu ternyata signifikan). 2. Perbandingan prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa dari kelompok tingkat pendidikan karakter tinggi dan mahasiswa dari kelompok tingkat nilai kejuangan rendah menghasilkan nilai rata-rata (X) sebesar 65 untuk kelompok mahasiswa dengan tingkat nilai kejuangan tinggi dan nilai rata-rata (X) sebesar 54,17 untuk kelompok mahasiswa dengan tingkat pendidikan karakter rendah. Perbedaan nilai rata-rata tersebut ternyata tidak secara kebetulan. Dari hasil analisis varians didapatkan F nilai, F hitung sebesar 21,40 dan nilai F tabel sebesar 3,93 untuk taraf signifikansi dan sebesar 6,87 untuk taraf signifikansi 1%. Jadi terdapat perbedaan secara signifikan antara mahasiswa yang nilai kejuangan tinggi dan mahasiswa yang berpendidikan karakter rendah dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar nilai kejuangan. 3. Dalam mencari interaksi antara metode dan tingkat nilai kejuangan didapatkan angka ratarata 60,69 dan 56,17. Dari analisis varians didapatkan nilai F hitung (Fo) sebesar 1,78 dan nilai F tabel (Ft) sebesar 3,93 untuk taraf signifikan 1%, ini berarti F hitung < F tabel. Jadi Ho diterima, artinya tidak ada interaksi antar metode dan tingkat nilai kejuangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa yang diajar dengan metode discovery inquiry lebih baik daripada yang diajar dengan metode
190
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pembelajaran Langsung, (2) Prestasi belajar nilai kejuangan mahasiswa yang berpendidikan karakter tinggi lebih baik dari yang berpendidikan karakter rendah. Saran Pendidikan karakter bukanlah hanya tugas guru/dosen semata, tetapi juga tanggung jawab kepala sekolah, warga sekolah, dan orang tua serta masyarakat sebaiknya, untuk pembelajaran dalam pendidikan karakter sebaiknya dipakai dua bentuk pembelajaran yakni: 1. Pembelajaran subtantif, yakni pembelajaran yang subtansi materinya terkait langsung dengan suatu nilai maksudnya mengkaitkan dengan kemasalahan (untuk kebaikan) manusia. Nilai yang akan dirujuk dalam pembelajaran harus didesain oleh guru. 2. Pembelajaran reflektif yakni pembelajaran yang dilakukan melalui pengaitan materi yang yang dibahas dalam pembelajaran dengan makna di belakang materi. Dalam proses pembelajaran itu yang menjawab pertanyaan mengapa suatu materi itu ada dan dibutuhkan dalam kehidupan. Jadi materi yang dibahas oleh guru (dalam semua mata pelajaran) selalu direfleksi terhadap sebuah nilai dibalik materi dan kemudian dikaitkan dengan kemasalahan kehidupan manusia. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. Pemikiran Tentang Pembinaan Kesadaran Sejarah. Amin, Moewardi Muhammad. 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta : Baduose Media. Samani, Muchlas. 2001. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta : Laksana.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
191
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Peran Tutor Sebaya dalam Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA Nur Rokhimah Hanik, Sri Harsono, dan Siti Akbari Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No. 1, Sukoharjo 57521, e-mail:
[email protected];
[email protected] ABSTRAK: Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa melalui penerapan peran tutor sebaya pada mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan 3 siklus. Sampel penelitian yang digunakan adalah mahasiswa semester IV regular dan non regular Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebanyak 35 orang. Waktu penelitian mulai bulan Pebruari sampai Juli tahun 2012. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut; Pada Siklus I proses pembelajaran sudah dapat berjalan lancar namun belum banyak meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa (6 mahasiswa yang terlibat), nilai post-test sudah meningkat meskipun belum signifikan (66/C), namun yang tuntas meningkat signifikan menjadi 87%. Nilai sikap juga sudah meningkat (74,12/B). Pada Siklus II mahasiswa yang terlibat diskusi meningkatkan (20 orang), nilai post-test meningkat signifikan (73,25/B), yang tuntas 97%, nilai sikap juga meningkat (82,83/B). Sedangkan pada kegiatan pembelajaran Siklus III, pembelajaran semakin dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa (26 dari 32 mahasiswa terlibat diskusi), nilai post-test meningkat menjadi 75,50, tuntas 100%, demikian juga nilai sikap semakin bagus (87,67/A) dan suasana belajar menyenangkan. Kata-kata kunci: tutor sebaya, aktivitas, hasil belajar. PENDAHULUAN Mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi yang merupakan mata kuliah penting dalam rangka membekali mahasiswa/calon guru yang akan terjun ke sekolah. Dalam mata kuliah ini dibahas tentang Kurikulum, Macam-macam Kurikulum, Pengembangan Kurikulum serta membahas cara pembuatan perangkat pembelajaran antara lain; Silabus, Materi Pembelajaran , Modul , LKS, dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa mata kuliah tersebut bersifat semi workshop. Berdasarkan pengalaman pembelajaran pada tahun tahun akademik sebelumnya, aktivitas dan hasil belajar mahasiswa dirasa kurang optimal, hal ini dapat diindikasikan dengan beberapa indikator sebagai berikut: 1. Pada kegiatan pembelajaran mahasiswa kurang berani mengajukan pertanyaan, serta kurang berani menyampaikan gagasan/ide tentang sesuatu materi ajar, sehingga kegiatan belajar mahasiswa dalam kelas terasa kurang optimal. 2. Pada kegiatan pembelajaran mahasiswa kurang aktif melakukan proses berpikir untuk mendiskusikan dengan teman yang berdekatan tempat duduknya, sehingga kegiatan belajar mahasiswa dalam kelas terasa kurang optimal. 3. Masih kurang optimalnya bimbingan dosen terhadap mahasiswa pada mata kuliah yang bersifat workshop tersebut. Untuk mengatasi permasalahan pasifnya mahasiswa dalam proses belajar mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi maka diperlukan suatu upaya peningkatan aktivitas belajar mahasiswa, karena dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas kegiatan belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Sardiman (2004) dalam Anonimus (2010) berpendapat bahwa ―belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan‖. Lebih lanjut Sardiman (2004) dalam Anonimus (2010) mengatakan bahwa, aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi
192
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang menunjang prestasi belajar. Untuk meningkatkan aktivitas belajar dalam suatu mata kuliah (Telaah kurikulum Biologi SMA) dan untuk membantu dosen dalam membimbing mahasiswa menyelesaikan tugas (workshop) bisa juga diterapkan peran tutor sebaya. Tutor sebaya dapat membantu membimbing mahasiswa dalam proses belajar secara workshop. Tutor sebaya adalah suatu model pendekatan bimbingan di mana satu anak (tenaga ahli) mengarahkan anak yang lain dalam suatu materi tertentu (Damon dan Phelp dalam Suyuti, 2011). Lebih lanjut Sutikno (2007) dalam Suyuti (2011) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar pendidik membiasakan diri menggunakan komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi, yakni komunikasi yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara pendidik dengan siswa melainkan juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa yang satu denga siswa yang lainnya. Tutor sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik dalam menyelesaikan tugasnya, dan ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara peserta didik yang bekerja bersama. Tutor sebaya akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa yang telah dipelajari dan diperoleh atas tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ketika mereka belajar dengan tutor sebaya, peserta didik juga mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang bermakna. Penjelasan tutor sebaya kepada temannya lebih memungkinkan berhasil dibandingkan guru. Peserta didik saling berkomunikasi dan saling membimbing dengan menggunakan bahasa yang lebih akrab, yang akhirnya penerapan tutor sebaya dalam proses belajar dalam mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi ini dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar mahasiswa. Dalam mata kuliah ini akan diterapkan peran tutor sebaya yang akan membantu membimbing mahasiswa dalam proses belajar secara workshop. Tutor sebaya adalah suatu model pendekatan bimbingan di mana satu anak (tenaga ahli) mengarahkan anak yang lain (orang baru ataupun kurang ahli) dalam suatu materi tertentu. Tutor sebaya terjadi ketika tenaga ahli (tutor) dan orang baru (tutee) memiliki kesamaan atau kesetaraan usia. Dikemukakan Damon dan Phelp (Kalkowsky, 2004:1). Menurut Sutikno dalam Anonimus (2010), beliau mengatakan bahwa untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar pendidik membiasakan diri menggunakan komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi, yakni komunikasi yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara pendidik dengan siswa melainkan juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa yang satu denga siswa yang lainnya. Kunandar (2007) mengatakan bahwa metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. Kemudian Hamzah B. Uno (2007) mengatakan bahwa metode pertemuan adalah model pembelajaran yang ditunjukkan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi, saling menghargai, mempunyai kedisiplinan yang tinggi, dan komitmen berprilaku positif. Oleh karena itu pendidik selalu disarankan agar dapat melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lambat/lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap/mengerti mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya (Trianto, 2007). Pembelajaran dengan bantuan tutor sebaya adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan mahasiswa menjadi pengajar setelah dipilih oleh pendidik berdasarkan kriteria tertentu yang didukung dengan prestasinya yang lebih tinggi dari kelompoknya untuk membantu teman-temanya sendiri yang mengalami kesulitan belajar. Tutor sebaya dikenal dengan pembelajaran teman sebaya atau antar peserta didik, hal ini bisa terjadi ketika peserta didik yang lebih mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri dan kemudian membantu peserta didik lain yang kurang mampu. Tutor sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
193
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara peserta didik yang bekerja bersama. Tutor sebaya akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa yang telah dipelajari dan diperoleh atas tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ketika mereka belajar dengan tutor sebaya, peserta didik juga mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang bermakna. Penjelasan tutor sebaya kepada temannya lebih memungkinkan berhasil dibandingkan guru. Peserta didik melihat masalah dengan cara yang berbeda dibandingkan orang dewasa dan mereka menggunakan bahasa yang lebih akrab. Selanjutnya, Surya (1985) juga menguraikan bahwa keuntungan metode tutor sebaya adalah (1) adanya suasana hubungan yang lebih dekat dan akrab antara yang dibantu dengan tutor yang membantu, (2) bagi tutor sendiri sebagai kegiatan remedial yang merupakan kesempatan untuk pengayaan dalam belajar dan juga dapat menambah motivasi belajar, (3) bersifat efisien, artinya bisa lebih banyak yang dibantu, dan (4) dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri. Dari uraian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa metode tutor sebaya dapat menimbulkan sebuah kekuatan/penguatan (reinforcement) baik bagi mahasiswa yang dibantu maupun mahasiswa yang membantu dalam mengkonstruksi pengetahuan/konsep, karena tutor sebaya dibangun dengan jalinan kedekatan dari kasih sayang. Dengan demikian penerapan metode tutor sebaya dalam pembelajaran akan dapat meningkatkan prestasi belajar. Tutor harus bekerja dengan peserta didik yang lebih muda dengan cara yang tenang dan penuh kooperatif, ramah, jujur, dan terhindar dari gangguan. Harapan akhir dalam proses pembelajaran ini mahasiswa banyak melakukan aktivitas dalam proses pembelajarannya dan suasana pembelajarannya lebih menyenangkan, yang pemalu tidak akan merasa kikuk jika dibimbing dan bertanya pada temannya sendiri.sehingga akan terbentuk konsep yang lebih matang yang akhirnya prestasi belajar mahasiswa akan lebih meningkat. METODE Penelitian ini dilakukan di program studi Pendidikan Biologi, mulai bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012 dengan Subyek Penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan Biologi Angkatan tahun 2010 (Sem IV tahun akademik 2011/2012) sebanyak 21 orang dan TIM dosen mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA yang terdiri 3 orang. Sumber data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah; mahasiswa pengambil mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA yang berupa nilai post-test, produk workshop, nilai tugas, serta hasil pengamatan terhadap aktivitas dan sikap mahasiswa saat berdiskusi dan mengerjakan tugas. Target atau hasil yang diharapkan harus dicapai dari kegiatan ini adalah perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran pada mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA, dengan indikator seperti yang tertera dalam Tabel 1. Tabel 1. Indikator penilaian No 1
Aspek yang dinilai Aktivitas belajar mahasiswa
2
Sikap belajar mahasiswa
3 4
Penilaian produk Hasil belajar mahasiswa
194
Indikator Keaktifan dalam presentasi, Keaktifan dalam mengajukan pendapat/bertanya Keaktifan dalam kerja kelompok (mengerjakan tugas) Keaktifan dalam menjawab pertanyaan Kerja sama, tanggungjawab, kejujuran, keaktifan kerja dalam kelompok, kesabaran dibimbing dan membimbing teman Materi ajar, LKS, modul Nilai post-test, produk (program semester, silabus, tujuan pembelajaran, dan materi ajar), nilai-nilai tugas
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Batas tuntas yang diharapkan dalam mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA ini adalah nilai C (60-67), 75% dari peserta pengambil mata kuliah. Dalam pelaksanaan pembelajaran ini diharapkan dapat meningkat menjadi nilai B (68-84) 75% dari peserta pengambil mata kuliah. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi awal mahasiswa Kondisi awal sebelum pelaksanaan pembelajaran penerapan tutor sebaya, dalam belajar mahasiswa Biologi semester IV terutama yang regular aktivitasnya sangat rendah, mereka dalam kerja kelompok banyak yang apatis tak peduli dengan tugas dan tanggungjawab, mereka yang prestasinya rendah kadang banyak yang tidak ikut dalam melaksanakan tugas, mereka hanya nebeng nama dalam tugas. Selain itu anggota kelompok yang kebetulan prestasinya bagus tapi egois mereka juga tidak peduli dengan teman yang hanya nebeng nama, yang penting aku bisa dan dia tidak bisa. Sedang mahasiswa yang non regular yang kebetulan sudah banyak yang mengajar, justru mereka banyak yang aktif dan mendominasi dalam aktivitas diskusi. Rata-rata nilai post-test sangat rendah (57,75/2,31/C) secara keseluruhan. Dengan rincian mahasiswa regular 21 orang yang nilai post-test-nya di atas tuntas hanya 9 orang (dengan nilai rata-rata 54/2,16/C ), sedang mahasiswa non regular dari 13 mahasiswa yang tuntas 10 orang (dengan nila rata-rata 66/2,65/B). Dengan kondisi tersebut di atas kemudian strategi pembelajaran diubah dengan pembentukan kelompok model tutor sebaya, tiap kelompok 2-3 orang, tiap kelompok ada anggota dari mahasiswa pintar atau sudah menjadi guru, dan perkuliahan tatap muka model workshop di kelas dan di luar kelas. Dengan penerapan strategi pembelajaran tersebut ternyata dalam 3 siklus terjadi peningkatan dalam nilai sikap, post-test, poduk, tugas, dan aktivitas belajar. Pembahasan hasil siklus I, II, dan III Jika kita bandingkan hasil siklus I, II, dan III terlihat bahwa, hampir terjadi peningkatan pada semua indikator, baik aktivitas belajar, produk/ hasil, sikap, tugas, maupun prestasi belajar (nilai post-test). Data selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan hasil siklus I, II, dan III Siklus I II III
Yang terlibat diskusi klasikal
Nilai aktivitas diskusi
6 20 26
Cukup Aktif Aktif
Nilai produk/ hasil belajar 83,24 85,23 91,88
Nilai sikap
Nilai tugas
Nilai post-test
79,66 82,83 87,67
74,50 75,00 78,40
66,00/B 73,25/B 75,50/B
Jumlah mahasiswa yang tuntas 87% 97% 100%
Kenaikan hasil pada siklus I, II, dan III tersebut disebabkan dalam proses belajar banyak melibatkan aktivitas mahasiswa, dalam berdiskusi membahas dan membuat suatu produk, mulai dari pengemasan materi ajar, pembuatan LKS, maupun pembuatan Modul Biologi SMA. Dengan demikian mahasiswa dapat menemukan dan membentuk konsep sendiri bersama temantemannya. Keberhasilan belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas kegiatan belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Sardiman (2005) berpendapat bahwa ―belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan‖. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Gie (1985) mengatakan bahwa, keberhasilan dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukan selama proses belajar. Lebih lanjut Sardiman (2005) mengatakan bahwa, aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang menunjang prestasi belajar.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
195
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Proses pembelajaran pada mata kuliah ini juga diterapkan peran tutor sebaya yang membantu membimbing mahasiswa dalam proses belajar secara workshop. Sutikno (2007) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar pendidik membiasakan diri menggunakan komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi, yakni komunikasi yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara pendidik dengan siswa melainkan juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa yang satu denga siswa yang lainnya. Kemudian Hamzah B. Uno (2007) mengatakan bahwa metode pertemuan adalah model pembelajaran yang ditunjukkan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi, saling menghargai, mempunyai kedisiplinan yang tinggi, dan komitmen berperilaku positif. Oleh karena itu pendidik selalu disarankan agar dapat melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lambat/lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap/mengerti mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya (Trianto, 2007). Tutor sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara peserta didik yang bekerja bersama. Tutor sebaya akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa yang telah dipelajari dan diperoleh atas tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ketika mereka belajar dengan tutor sebaya, peserta didik juga mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang bermakna. Penjelasan tutor sebaya kepada temannya lebih memungkinkan berhasil dibandingkan guru. Peserta didik melihat masalah dengan cara yang berbeda dibandingkan orang dewasa dan mereka menggunakan bahasa yang lebih akrab. Selanjutnya, Moh. Surya (1985) juga menguraikan bahwa keuntungan metode tutor sebaya adalah (1) adanya suasana hubungan yang lebih dekat dan akrab antara yang dibantu dengan tutor yang membantu, (2) bagi tutor sendiri sebagai kegiatan remedial yang merupakan kesempatan untuk pengayaan dalam belajar dan juga dapat menambah motivasi belajar, (3) bersifat efisien, artinya bisa lebih banyak yang dibantu, dan (4) dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri. Dari uraian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa metode tutor sebaya dapat menimbulkan sebuah kekuatan/penguatan (reinforcement) baik bagi mahasiswa yang dibantu maupun mahasiswa yang membantu dalam mengkonstruksi pengetahuan/konsep, karena tutor sebaya dibangun dengan jalinan kedekatan dari kasih sayang. Dengan demikian penerapan metode tutor sebaya dalam pembelajaran akan dapat meningkatkan prestasi belajar. Tutor harus bekerja dengan peserta didik yang lebih muda dengan cara yang tenang dan penuh kooperatif, ramah, jujur, dan terhindar dari gangguan. Harapan akhir dalam proses pembelajaran ini mahasiswa banyak melakukan aktivitas dalam proses pembelajarannya dan suasana pembelajarannya lebih menyenangkan, yang pemalu tidak akan merasa kikuk jika dibimbing dan bertanya pada temannya sendiri.sehingga akan terbentuk konsep yang lebih matang yang akhirnya prestasi belajar mahasiswa akan lebih meningkat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran tutor sebaya dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi SMA, karena terjadi peningkatan aktivitas belajar/diskusi mahasiswa, hasil belajar (produk materi ajar, LKS, maupun modul), tugas, dan nilai post-test), serta sikap belajar pada Siklus I, II, dan III.
196
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Saran 1. Kepada para dosen Program Studi Pendidikan Biologi (non FKIP) mohon tidak segan melaksanakan perkuliahan dengan metode pembelajaran aktif antara lain dengan menerapkan peran tutor sebaya, sehingga bisa terjadi sharing pengetahuan dan pengalaman antar mahasiswa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 2. Kepada pimpinan fakultas dan universitas agar dapat memfasilitasi dan memotivasi pada para dosen Pendidikan Biologi dan para dosen lainnya untuk melaksanakan kegiatan perkuliahan dengan metode pembelajaran aktif, khususnya dengan penerapan peran tutor sebaya demi meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu lulusan. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2010. Cara Meningkatkan Aktivitas Belajar Diakses dari file:///G:/aktivitasbelajar-siswa.html pada hari minggu 30 Okt 2011 jam 13.15 Suyuti. 2011. Pembelajaran Sistem Tutor Sebaya dapat Meningkatkan Semangat Siswa Belajar Fisika. Diakses dari http://www.psb.psma.org pada hari Minggu 30 Okt 2011 jam 13.15
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
197
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Berdasarkan Nilai-Nilai Falsafah Bangsa Pranowo Narjosoeripto FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. + 62-271-593156, Fax + 62-0271-591065 ABSTRAK: Pembangunan karakter merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Menyadari kondisi karakter masyarakat saat ini, pemerintah mengambil inisatif untuk mengarusutamakan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam pembangunan karakter bangsa harus berdasarkan pada nilai-nilai falsafah bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Pendidikan merupakan tulang punggung strategi dalam pembentukan karakter bangsa. Sehingga diperlukan adanya strategi dalam pelaksanaan pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan berdasarkan pada nilai-nilai falsafah bangsa. Strategi pengembangan karakter melalui pendidikan berdasarkan nilai-nilai falsafah bangsa dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan (1) filosofis: Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; (2) teoretis: teori tentang otak, psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta sosial-kultural; (3) empiris: berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll. Pada tahap pelaksanaan (implementasi) dikembangkan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang argumentatif. Dalam pelaksanaan di lapangan, pembangunan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang berada di jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam bentuk fasilitasi. Kata-kata kunci: karakter, pendidikan, nilai, falsafah bangsa, strategi. PENDAHULUAN Pembangunan karakter merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Menyadari kondisi karakter masyarakat saat ini, pemerintah mengambil inisatif untuk mengarusutamakan pembangunan karakter bangsa. Hal itu tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang menempatkan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional. Dalam berbagai kesempatan Presiden Republik Indonesia juga mengemukakan pentingnya pembangunan watak (character building), karena kita ingin membangun manusia yang berakhlak, berbudi pekerti dan berperilaku baik.
198
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang harus menjiwai semua bidang pembangunan. Salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Ada beberapa alasan mendasar yang melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis, ideologis, normatif, historis maupun sosiokultural. Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural. Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu diperlukan langkah startegis dalam pembangunan karakter bangsa yang berdasarkan pada nilai-nilai falsafah bangsa, melalui pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan tulang punggung strategi dalam pembentukan karakter bangsa. PEMBAHASAN Pengertian karakter, karakter bangsa, dan pembangunan karakter bangsa Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI. Pembangunan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
199
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Nilai-nilai falsafah bangsa menjadi dasar pembangunan karakter bangsa Pancasila Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada Pancasila (sering disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum), Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila merupakan dasar filosofis dan sebagai perilaku kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan/cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional. Sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang sangat fundamental bagi negara dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan karakter bangsa, Pancasila merupakan landasan utama. Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter bangsa memiliki makna membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila. Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki ciri dan watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi sumber nilai luhur yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa. Undang-Undang Dasar 1945 Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu, landasan kedua yang harus menjadi acuan dalam pembangunan karakter bangsa adalah norma konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai universal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma konstitusional bagi negara Republik Indonesia. Keluhuran nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memancarkan tekad dan komitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan isi dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak mengubahnya. Pertama, di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar universal bagi berdiri tegaknya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam alinea pertama secara eksplisit dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan itu dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh karena itu, tidak boleh lagi ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini adalah berdirinya negara merdeka dan berdaulat merupakan sebuah keniscayaan. Alasan kedua adalah di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma yang terkait dengan tujuan negara atau tujuan nasional yang merupakan cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI. Tujuan negara itu meliputi empat butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita itu sangat luhur dan tidak akan lekang oleh waktu. Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945 mengatur ketatanegaran Indonesia khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan. Alasan keempat adalah karena nilainya yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila. Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945 terdapat norma-norma konstitusional yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia, pengaturan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, identitas negara, dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang semuanya itu perlu dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD 1945
200
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
menjadi landasan yang harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya negara Republik Indonesia. Bhinneka tunggal ika Landasan ketiga yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam pembangunan karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman, tetapi tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki kesamaan sejarah dan kesamaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil dalam kemakmuranm dan makmur dalam keadilan dengan dasar negara Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945. Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu keniscayaan dan tidak bisa dipungkiri oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi, keberagaman itu harus dipandang sebagai kekayaan khasanah sosiokultural, kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa bukan untuk dipertentangkan, apalagi dipertantangkan (diadu antara satu dengan lainnya) sehingga terpecah-belah. Oleh karena itu, semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh karena itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap demokratis dan menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa (nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu, landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap NKRI. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan, pembelajaran, dan fasilitasi. Dalam konteks makro, penyelenggaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan nasional. Secara makro pengembangan karakter dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan (1) filosofis: Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; (2) teoretis: teori tentang otak, psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta sosial-kultural; (3) empiris: berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll. Pada tahap pelaksanaan (implementasi) dikembangkan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan sebagai
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
201
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur. Agar proses pembelajaran tersebut berhasil guna, peran guru sebagai sosok panutan sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi dan penguatan yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang argumentatif. Pendidikan karakter dalam konteks mikro, berpusat pada satuan pendidikan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya. Pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajarmengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini berada di jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut. 1. Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum; inovasi pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian; kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional. 2. Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. 3. Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter melalui berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal. 4. Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait. 5. Pengembangan karakter peserta didik di perguruan tinggi melalui penguatan standar isi dan proses, serta kompetensi pendidiknya untuk kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB); penelitian dan pengembangan pendidikan karakter; pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan; pengembangan dan penguatan jaringan informasi profesional pembangunan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
202
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
KESIMPULAN Strategi pengembangan karakter melalui pendidikan berdasarkan nilai-nilai falsafah bangsa dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan (1) filosofis: Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; (2) teoretis: teori tentang otak, psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta sosialkultural; (3) empiris: berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll. Pada tahap pelaksanaan (implementasi ) dikembangkan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang argumentatif. Dalam pelaksanaan di lapangan, pembangunan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang berada di jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam bentuk fasilitasi.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
203
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Lesson Study Terhadap Prestasi Belajar Geometri Analitik I Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo Utami Murwaningsih, Krisdianto H P, Joko Bekti H, dan Andhika Ayu W Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521, e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo, sebagian besar dilakukan dalam bentuk satu arah. Dosen lebih banyak ceramah dihadapan mahasiswa sementara aktivitas mahasiswa lebih banyak mendengarkan. Dosen beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Pada umumnya dosen tidak memberi inspirasi kepada mahasiswa untuk berkreasi dan tidak melatih mahasiswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan dosen kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya mahasiswa tidak menyenangi mata kuliah. Untuk mengatasi hal-hal tersebut dosen perlu melakukan lesson study, sehingga dosen dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan melaksanakan lesson study, wawasan dosen akan berkembang dan termotivasi untuk selalu berinovasi yang selanjutnya akan menjadi guru yang profesional. Di pihak lain, salah satu strategi pembelajaran yang berorientasi pada pandangan konstruktivis adalah belajar kooperatif. Belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan belajar sehingga siswa dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan prestasi belajar Geometri Analitik I mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study. Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo pada semester II tahun akademik 2011/ 2012 sebanyak 158 mahasiswa. Sampel penelitian ini 36 mahasiswa diperoleh dengan cluster random sampling cara undian. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu. Data dikumpulkan dengan tes dan dokumentasi. Analisis data dengan taraf signifikansi 0,05 menggunakan uji t dengan uji asumsi normalitas dan homogenitas. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa: Ada perbedaan prestasi belajar Geometri Analitik I mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study. Proses pembelajaran kooperatif berbasis lesson study pada mata kuliah Geometri Analitik oleh mean mahasiswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study lebih tinggi dibandingkan dengan mean mahasiswa yang diajar pembelajaran konvensional yaitu 79,31 > 70,14. Kata-kata kunci: pembelajaran, kooperatif, lesson study, prestasi belajar Geometri Analitik I. PENDAHULUAN Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan individu secara optimal. Perubahan yang terjadi berupa tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah dari pengalaman. Perubahan tersebut sebagai kemampuan baru. Perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik merupakan proses belajar. Berkembangnya kemampuan, sikap dan keterampilan peserta digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam proses belajar, sehingga belajar dimaknai sebagai proses pengembangan kemampuan peserta didik secara optimal.
204
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Prestasi belajar atau hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dan dikuasai atau merupakan hasil dari proses belajar. Pengukuran bidang ini akan memperlihatkan sudah sampai di mana sesuatu telah tercapai. Dalam hal ini yang diukur adalah sesuatu yang ada pada diri peserta didik. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:238) prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dialami dan dihayati siswa. Faktor internal yang berpengaruh terhadap proses belajar adalah (1) sikap siswa terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi belajar, (4) kemampuan mengolah bahan belajar, (5) kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, (6) kemampuan menggali hasil belajar yang telah tersimpan, (7) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, (8) rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar antara lain (1) guru sebagai pembimbing belajar siswa, (2) sarana dan prasarana belajar, (3) kondisi pembelajaran, (4) kebijakan penilaian, (5) kurikulum yang diterapkan, dan (6) lingkungan sosial siswa. Proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebagian besar dilakukan dalam bentuk satu arah. Dosen lebih banyak ceramah dihadapan mahasiswa sementara aktivitas mahasiswa lebih banyak mendengarkan. Dosen beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Pada umumnya dosen tidak memberi inspirasi kepada mahasiswa untuk berkreasi dan tidak melatih mahasiswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan dosen kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya mahasiswa tidak menyenangi mata kuliah. Untuk mengatasi hal-hal tersebut dosen perlu melakukan lesson study, sehingga dosen dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan melaksanakan lesson study, wawasan dosen akan berkembang dan termotivasi untuk selalu berinovasi yang selanjutnya akan menjadi guru yang profesional. Di pihak lain, salah satu strategi pembelajaran yang berorientasi pada pandangan konstruktivis adalah belajar kooperatif. Belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan belajar sehingga siswa dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik. Agar tidak luas jangkauannya, maka pelaksanaan pembelajaran kooperatif berbasis lesson study di Program Studi Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo dibatasi dan difokuskan pada mata kuliah Geometri Analitik I mahasiswa semester II A tahun akademik 2011/ 2012. Geometri Analitik I merupakan mata kuliah untuk mahasiswa Matematika/Pendidikan Matematika. Sebelum mempelajari materi mata kuliah ini mahasiswa diasumsikan sudah mengetahui sifat-sifat dasar bangun geometris, seperti: garis lurus, segitiga, dan beberapa bangun yang lain (termasuk bidang datar). Deskripsi mata kuliah ini meliputi: Sistem koordinat bidang (ortogonal dan miring), dan konsep jarak, garis lurus, tempat kedudukan, lingkaran, ellips, parabola dan hiperbola. Dengan demikian, setelah mengikuti kuliah Geometri Analitik I diharapkan mahasiswa telah siap untuk memasuki salah satu tahap baru dalam bermatematika, yaitu mampu memandang sekaligus menyelesaikan suatu permasalahan geometri secara aljabar, dan sebaliknya mampu memberikan interpretasi geometris terhadap seperangkat persamaan sekaligus selesaiannya. Mahasiswa diharapkan mampu menggabungkan antara manipulasi aljabar yang dilakukan terhadap seperangkat sistem persamaan dan konsekuensinya terhadap sifat-sifat kurva (mencari interpretasi geometris terhadap penyelesaian seperangkat persamaan tersebut). Dengan mengikuti mata kuliah ini, diharapkan mahasiswa akan bertambah wawasan dan pemahamannya tentang geometri terutama geometri analitik bidang datar. Mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman mentransformasi permasalahan geometris kedalam permasalahan manipulasi lambing-lambang atau persamaan aljabar sehingga mata kuliah ini dinamakan dengan Geometri Analitik.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
205
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Menurut Tim MKPBM (2001: 218) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mencakupi suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Slavin (dalam Widada, 1999: 25) model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan penekanan pada aspek sosial dan menggunakan kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa yang sederajat tapi berkemampuan heterogen. Sederajat yang dimaksud disini adalah siswa-siswa berasal tingkatan sekolah dan kelas yang sama, sedangkan heterogen tidak hanya kemampuan tapi juga jenis kelamin dan ras. Pembelajaran kooperatif menumbuhkan pembentukan kerja kelompok yang saling memiliki ketergantungan secara positif antar anggotanya sehingga meniadakan persaingan secara individu dalam kelompok itu. Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Saragih, 2000: 16) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Arends (1997: 111) juga mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah: (a) siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis, (b) anggota-anggota kelompok diatur terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (c) jika mungkin, masing-masing anggota kelompok berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin, dan (d) sistem penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Dari pendapat Slavin, Kauchak dan Eggen di atas, pembelajaran kooperatif lebih menekankan kepada siswa belajar bersama secara kolaboratif untuk mencapai tujuan. Sedangkan Arends, menekankan anggota kelompok pada pembelajaran kooperatif bersifat heterogen baik dari segi kemampuan akdemik, jenis kelamin, dan ras. Penghargaan prestasi belajar berorientasi kepada kelompok. Lesson study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang lesson study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsippsrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Lewis (2002) menyebutkan bahwa: “lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues”. Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa lesson study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta lesson study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, di mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Berdasarkan permasalahan di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah: ―untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan prestasi belajar Geometri Analitik I mahasiswa
206
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study‖ METODE Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo pada semester II tahun akademik 2011/ 2012 sebanyak 158 mahasiswa. Sampel penelitian ini 36 mahasiswa diperoleh dengan cluster random sampling cara undian. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono (2004 : 82) bahwa, tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Data dikumpulkan dengan tes dan dokumentasi. Analisis data dengan taraf signifikansi 0,05 menggunakan uji t dengan uji asumsi normalitas dan homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan uji t-test dengan tingkat signifikansi 5% yang menunjukkan bahwa thitung = -3,588 dan P = 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak. Dengan kata lain ada perbedaan prestasi belajar Geometri Analitik I mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar Geometri Analitik I ditinjau dari perbedaan penggunaan model pembelajaran. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat beda rerata yang signifikan antara prestasi belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Geometri Analitik I menggunakan model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study dengan prestasi belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Geometri Analitik I secara konvensional. Ditinjau dari nilai rata-rata prestasi belajar Geometri Analitik I, ternyata mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Geometri Analitik I menggunakan model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study memperoleh nilai rata-rata 79,31, sedangkan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Geometri Analitik I secara konvensional memperoleh nilai rata-rata 70,14. Jadi dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Geometri Analitik I menggunakan model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study cenderung memperoleh prestasi belajar Geometri Analitik I lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Geometri Analitik I secara konvensional. Ditinjau dari proses belajar mengajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif berbasis lesson study, pada waktu dosen menyampaikan ringkasan materi semua mahasiswa memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Pada waktu dilaksanakan diskusi kelompok sebagian besar mahasiswa mengikuti dengan aktif, mahasiswa yang tidak bisa (belum jelas) tentang materi yang dipelajari bertanya kepada teman kelompoknya dan mahasiswa yang merasa bisa kemudian menerangkan (pembuatan kelompok diskusi, masing-masing kelompok dibuat heterogen, maksudnya masing-masing kelompok ada mahasiswa yang kemampuannya tinggi, mahasiswa yang kemampuannya sedang dan mahasiswa yang kemampuannya rendah). Ada beberapa mahasiswa yang kurang aktif dalam berdiskusi, dia berdiskusinya hanya dengan teman di sampingnya. Pada waktu diberi pertanyaan-pertanyaan mengenai materi, semua mahasiswa mengikutinya dengan baik dan sungguh-sungguh, terbukti bahwa semua mahasiswa yang mendapat giliran menjawab berusaha untuk menjawab dan mahasiswa yang mempunyai jawaban berbeda berusaha menantangnya. Mahasiswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional, pada saat dosen menyampaikan materi pada awalnya semua mahasiswa memperhatikan dengan sungguhsungguh, tetapi lama kelamaan ada beberapa mahasiswa yang kurang memperhatikan, ada yang berbicara dengan teman sebelah, ada yang lesu. Pada saat dosen membuka kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya jika ada materi yang belum jelas, ternyata tidak ada mahasiswa yang
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
207
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bertanya. Hal ini kemungkinan mahasiswa malu untuk bertanya kepada dosen, meskipun sebenarnya ada materi yang belum jelas. Proses pembelajaran kooperatif berbasis lesson study, baik mahasiswa maupun dosen juga menemui hambatan-hambatan. Karena mahasiswa sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka mahasiswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya. Dalam menemukan jawaban membutuhkan waktu yang lama, terutama lagi mahasiswa yang lemah. Mahasiswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai. Sedangkan bagi dosen, membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu sehingga tidak semua materi Geometri Analitik I dapat disampaikan dengan pembelajaran kooperatif berbasis lesson study. Dosen juga belum mempunyai pedoman penilaian, sehingga dosen merasa kesulitan dalam evaluasi/memberikan nilai. Dengan demikian meskipun masih terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanannya, pembelajaran kooperatif berbasis lesson study pada mata kuliah Geometri Analitik I lebih efektif karena mahasiswa lebih aktif dalam mengikuti kuliah sehingga menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik. SIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil analisis data yang telah diuraikan di muka, maka dapat disimpulkan bahwa: model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study efektif meningkatkan prestasi belajar mahasiswa yang ditunjukkan ada perbedaan prestasi belajar Geometri Analitik I mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Univet Bantara Sukoharjo sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study. Proses pembelajaran kooperatif berbasis lesson study pada mata kuliah Geometri Analitik oleh mean mahasiswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study lebih tinggi dibandingkan dengan mean mahasiswa yang diajar pembelajaran konvensional yaitu 79,31 > 70,14 Saran Dari hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut. (1) Agar proses pembelajaran Geometri Analitik I dengan menggunakan pembelajaran kooperatif berbasis lesson study dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan prestasi belajar yang optimal, sebaiknya lembaga menyediakan kelas dengan tempat duduk dan meja yang sudah diatur untuk keperluan diskusi, sehingga setiap proses pembelajaran Geometri Analitik I akan berlangsung tidak perlu mengatur tempat duduk dan meja, dan bila proses pembelajaran telah selesai tidak perlu mengembalikan tempat duduk, karena akan memakan waktu dan menimbulkan suara berisik. (2) Sebaiknya lembaga berusaha seoptimal mungkin menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran Geometri Analitik I dengan model pembelajaran kooperatif berbasis lesson study, sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard, I. 1997. Classroom Instruction and Management. Mc Graw-Hill: New York USA. Budiyono. 2004. Statistika Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Lewis, C. 2004. A Deeper Look at Lesson Study. Educational Leadership. Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA UPI: Bandung.
208
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
IbM Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo A. Intan Niken Tari, Sri Hartati, Siswanti, Suparjono, dan Suharno Program studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Jl. Letjen S. Humardani No 1 Sukoharjo, kode pos 57512, Telp. (0271)593156, Fax (0271)591065 ABSTRAK: Soft skill merupakan kemampuan non teknis yang intangible (tidak terlihat) namun sangat diperlukan, salah satunya jiwa kewirausahaan. Bagi mahasiswa THP angkatan baru (2011) jiwa kewirausahaan penting ditanamkan agar lebih siap dan mandiri dalam menghadapi perkuliahan. Sedangkan bagi mahasiswa THP angkatan 2008, 2009 dan 2010, penanaman jiwa kewirausahaan penting dilakukan untuk tujuan: memperpendek masa tunggu setelah lulus, mempertinggi daya serap dunia kerja terhadap lulusan dan meningkatkan kemampuan menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah: menanamkan pentingnya pengembangan soft skill melalui jiwa kewirausahaan kepada mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian. Kegiatan dimulai dengan pre-test, diikuti penyampaian materi/teori dengan metode ceramah/diskusi tentang pengembangan soft skill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery, dilanjutkan dengan pelatihan kewirausahaan dengan metode baking visit dan baking class ke perusahaan Roti Ganep, praktek dan pendampingan kewirausahaan dengan memproduksi roti kering selama 1 bulan dan diakhiri dengan post-test. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman peserta tentang pengembangan soft skill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery sebesar 62,5%. Dari praktek kewirausahaan dengan produksi roti kering selama 1 bulan, dapat disimpulkan bahwa produksi roti kering merupakan kegiatan kewirausahaan yang menjanjikan secara ekonomi, dengan modal Rp 250.000, dapat untung Rp 36.000, PPC 6,9 bulan dan B/C ratio 1,11. Kata-kata kunci: mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, Iptek bagi masyarakat PENDAHULUAN Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (THP) adalah salah satu bagian dari program studi-program studi yang ada di Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo (Univet Bantara Sukoharjo). Jumlah mahasiswa program studi THP termasuk golongan minoritas apabila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah mahasiswa di Univet Bantara Sukoharjo, namun mereka mempunyai rasa percaya diri yang cukup tinggi. Pengamatan di lapang terhadap mahasiswa baru (Angkatan 2011) sebagian besar mereka belum mengenal program studi yang dipilih. Sedangkan untuk mahasiswa THP dengan angkatan yang lebih tua (angkatan 2010, 2009 dan 2008) kebanyakan sudah mengenal lebih baik program studinya, mata kuliah-mata kuliah yang akan diambilnya dan gambaran akan menjadi apa ketika lulus nantinya. Namun kesadaran tersebut belum dibarengi dengan kesadaran untuk mengembangkan diri sepenuhnya untuk bekal ketika mereka harus memasuki dunia kerja. Delapan puluh persen (80%) dari mereka mempunyai pemikiran bahwa kesuksesan memasuki dunia kerja akan dapat dilalui jika mereka mempunyai IP di atas 3 (mempunyai hardskill yang baik), hanya sisanya (20%) yang sudah memiliki kesadaran akan pentingnya pengembangan softskill, di antaranya dengan mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Universitas seperti terjun dalam organisasi kemahasiswaan: kepencintaalaman (Mapala GAN) organisasi keolahragaan (Taekwondo), PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) serta kegiatan ekstrakokurikuler yang sifatnya insidental seperti LKTIM (Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa) dan PKM (Program Kreativitas Mahasiswa).
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
209
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Segi positif mahasiswa Program Studi THP adalah mereka sangat terbuka terhadap dorongan dan motivasi untuk pengembangan diri mereka. Beberapa kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan dosen dan mengajak mereka untuk terlibat, disambut dengan baik, demikian juga kegiatan-kegiatan internal kemahasiswaan yang bersifat pengembangan diri diikuti dan dilakukan dengan baik, bahkan pernah mendapat penghargaan untuk PKM (masuk sebagai finalis tingkat nasional) dan LKTIM (sebagai juara harapan 1). Kecenderungan pengembangan softskills menjadi sangat penting karena adanya fenomena banyaknya lulusan yang sulit memperoleh pekerjaan (tidak lulus seleksi), konflik-konflik diri lulusan Perguruan Tinggi saat di lingkungan kerja, dan ketidakpuasan kalangan industri dan jasa terhadap aspek non-akademik lulusan Perguruan Tinggi yang bekerja di lingkungannya. Softskills didefinisikan sebagai : "Personal and interpersonal behaviors that develop and maximize human performance“ atau ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan ketrampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skill) yang mampu mengembangkan secara maksimal unjuk kerja (performans) seseorang (Berthal cit. Sailah (2010)). Mahasiswa tidak hanya perlu kemampuan intelektual (hardskill) tetapi juga softskill, salah satunya jiwa kewirausahaan. Jiwa kewirausahaan tidak semata-mata menjadi seorang wirausaha. tetapi setiap mahasiswa wajib memiliki jiwa kewirausahaan untuk mendukung kemampuan intelektualnya. Jiwa kewirausahaan tersebut antara lain kemandirian, jujurinovatif-kreatif-inisiatif, sikap daya juang atau pantang menyerah, integritas yang tinggi (Anonim, 2009) Menanamkan softskill terutama jiwa kewirausahaan penting bagi mahasiswa THP pada setiap angkatan. Bagi mahasiswa THP angkatan baru (2011) jiwa kewirausahaan penting ditanamkan agar lebih siap dan mandiri dalam menghadapi perkuliahan. Sedangkan bagi mahasiswa THP angkatan 2008, 2009 dan 2010, penanaman jiwa kewirausahaan penting dilakukan memperpendek masa tunggu setelah lulus, mempertinggi daya serap dunia kerja terhadap lulusan dan meningkatkan kemampuan menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain kerja bagi diri sendiri dan orang lain (Kasidi, 2009). Sehingga pengenalan jiwa kewirausaahaan tidak hanya bersifat teori tetapi mahasiswa perlu dilatih dengan terjun langsung ke perusahaan pangan, misalnya di perusahaan bakery. Produk bakery diperkenalkan ke Indonesia sejak jaman penjajahan. Saat ini, aneka produk bakery sudah banyak yang dimodifikasi dan dikenal menyatu dengan kebiasaan hidup berbagai lapisan masyarakat. Roti manis yang dijajakan keliling kampung adalah satu jenis produk bakery yang sangat popular. Industri bakery didominasi oleh industri skala kecil- bahkan rumah tangga, dengan teknologi pelanggan, dan teknik pemasaran tradisional. Namun banyak juga bermunculan industri kecil, skala toko atau butik bakery yang menggunakan mesin, teknologi, serta teknik pemasaran modern. Pada kenyataannya baik skala kecil, menengah maupun besar, industry bakery masih dalam pertumbuhan yang pesat dan dapat mencapai 10% (Haryadi, 2011) Dengan latar belakang tersebut, maka perlu diselenggarakan kegiatan IbM mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo. METODE Metode pemecahan masalah (solusi) yang ditawarkan untuk digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini meliputi 4 tahapan, yaitu metode ceramah sebanyak 2 kali, metode pelatihan dan metode praktek (Gambar 1). Tahap I yaitu menggunakan metode ceramah dengan cara: Pemberian teori/ pengetahuan tentang softskills: Pentingnya character building bagi mahasiswa melalui jiwa kewirausahaan. Tujuan pemberian materi ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang pentingnya softskills dalam membangun karakter terutama jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa dalam menempuh studi dan memasuki dunia kerja. Pelaksanaan dalam bentuk ceramah, dan diskusi (tanya jawab). Durasi waktu ± 1 hari x 60 menit di R. kuliah Fakultas Pertanian (R4). Pelaksana: Tim IbM prodi THP Univet Bantara Sukoharjo (Ir. Sri Hartati, MP). Partisipasi mitra: keikutsertaan sebagai peserta aktif
210
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai Persiapan : materi, perijinan, tempat Pre-test Tahap I : Penyuluhan Pengembangan soft skill jiwa kewirausahaan Tahap II: Penyuluhan dan motivasi berwirausaha di bidang bakery Tahap III: Pelatihan kewirausahaan di Perusahaan Roti Ganep Tahap IV: Pembuatan salah satu produk bakery di Fakultas dan pendampingan kegiatan kewirausahaan di Fakultas selama 1 bulan Post-test Selesai
Gambar 1. Diagram alir metode penerapan ipteks bagi Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Tahap II yaitu menggunakan metode ceramah dengan cara: Pemberian teori/pengetahuan tentang motivasi berwirausaha di bidang bakery. Tujuan: (a) Memberikan pengetahuan tentang pentingnya ―ATM” dalam berwirausaha (b) Teori singkat teknologi pengolahan roti dan kue. Pelaksanaan dalam bentuk ceramah, dan diskusi (Tanya jawab). Durasi waktu ± 1 hari x 60 menit di R kuliah Fakultas Pertanian (R4). Pelaksana : Tim IbM prodi THP Univet Bantara Sukoharjo (Siswanti,S.TP, M.Sc dan Ir. A. Intan Niken Tari,MP) Partisipasi mitra: keikutsertaan sebagai peserta aktif. Tahap III yaitu menggunakan metode pelatihan: Memberi Pelatihan kewirausahaan dengan baking visit dan baking class ke pabrik roti Ganep. Tujuan: (a) Memberikan inspirasi bisnis dan gambaran prospek kerja lulusan Prodi THP (b) Pelatihan pembuatan aneka roti dan kue. Pelaksana : Tim IbM Univet Bantara Sukoharjo (Koordinator Ir. A. Intan Niken Tari, MP dan Ir.Sri Hartati,MP). Partisipasi mitra: keikutsertaan sebagai peserta aktif Tahap IV yaitu Praktek Pembuatan salah satu produk bakery untuk dikembangkan di toko Fakultas Pertanian, tujuannya adalah untuk (a) Menerapkan pengetahuan pelatihan bakery dari perusahaan Roti Ganep ke toko F. Pertanian; dan (b) Pelatihan dan pendampingan kewirausahaan dalam pembuatan produk bakery. Jumlah peserta 1 kelompok mahasiswa atau yang berminat. Pelaksana: Tim IbM Univet Bantara Sukoharjo (Koordinator Ir. A. Intan Niken Tari, MP dan Suharno, S.TP). Pengamatandan pelaksanaan dilakukan selama 1 bulan. Partisipasi mitra: keikutsertaan sebagai peserta aktif Evaluasi dilakukan dua kali, yaitu sebelum program dimulai (pre-test) dan sesudah program dimulai (post-test). Setiap jawaban diberi skor berdasarkan kriteria pemahaman : Skor 4 = Sangat baik, skor 3 = Baik, skor 2 = Sedang, Skor 1 = Kurang, dan Skor 0 = Tidak paham. Nilai peserta program adalah rerata skor seluruh jawaban. Nilai keseluruhan adalah rerata seluruh peserta program. Evaluasi terhadap indikator keberhasilan program, bila skor post-test
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
211
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
mengalami peningkatan ≥ 25 % dari pada skor pre-test. Evaluasi dikoordinir oleh Suparjono, S.TP HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan IbM Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian dilakukan dalam 4 tahap. Tahap pertama dan kedua adalah pemberian teori tentang soft skill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery. Tahap pertama pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan pretest, kemudian dilanjutkan dengan pemberian teori mengenai ―Pengembangan soft skill: Jiwa Kewirausahaan‖ oleh Ir. Sri Hartati, MP, ― Kewirausahaan: Pentingnya bagi Mahasiswa dan Langkah-langkah Memulainya‖ oleh Siswanti, S.TP, M.Sc serta ―Pengenalan Teknologi Roti‖ oleh Ir. A. Intan Niken Tari, MP. Kegiatan pemberian teori ini dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi interaktif. Ceramah dilakukan dengan cara presentasi menggunakan program power point dan alat LCD. Kegiatan ini dilakukan pada hari Selasa 6 Maret 2012 jam 08.00 sampai jam 11.00 di Ruang kuliah Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo, diikuti oleh mahasiswa program studi Teknologi Hasil Pertanian, juga dihadiri oleh ketua program studi THP beserta 4 orang dosen pendamping. Pada Gambar 2 terlihat mahasiswa THP antusias dalam menerima materi/teori .
Gambar 2. Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo penuh perhatian dalam mengikuti teori tentang pengembangan soft skill, penyuluhan dan motivasi berwirausaha di bidang bakery. Tahap ketiga pelaksanaan IbM adalah pelatihan kewirausahaan dengan kegiatan Baking Visit dan Baking Class ke Pabrik Roti Ganep Surakarta. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis 8 Maret dari pukul 09.00 sampai 13.00 WIB, diikuti oleh seluruh mahasiswa dan dosen program studi Teknologi Hasil Pertanian. Kegiatan diawali dengan Baking Class. Mahasiswa dan dosen diberi kesempatan melihat demo pembuatan roti kering sekaligus mempraktekkannya, seperti terlihat pada Gambar 3a. Pada kegiatan Baking Visit, selain seluruh sivitas akademika program studi THP dapat mengetahui sejarah dan struktur organisasi perusahaan Roti Ganep juga berkesempatan melihat kegiatan proses produksi berbagai jenis roti terutama roti kecik yang menjadi andalan pabrik roti Ganep. Kegiatan ini dilakukan di sela-sela waktu menunggu proses pengovenan roti kering yang telah dipraktekkan sebelumnya, seperti terlihat pada Gambar 3b. Tahap keempat IbM adalah praktek kewirausahaan bagi mahasiswa dengan pembuatan roti kering di Fakultas dan pendampingan kegiatan kewirausahaan selama 1 bulan. Kegiatan ini diikuti oleh 1 kelompok mahasiswa yang berminat belajar kewirausahaan di bidang bakery. Kelompok mahasiswa tersebut diberi modal Rp 250.000, kemudian diberi tugas memproduksi 1 atau 2 jenis roti kering yang resepnya telah diperoleh dari roti Ganep, kemudian menjualnya.
212
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Selama kegiatan berlangsung,kelompok mahasiswa ini diberi pendampingan, mulai dari proses produksi roti kering, pengemasan dan pelabelan, penetapan harga serta penjualan. Adapun dosen pendamping kegiatan ini adalah Ir. A. Intan Niken Tari, MP dan Suharno, S. TP.
(a)
(b)
Gambar 3. Mahasiswa mengikuti kegiatan (a) baking class dan (b) baking visit ke perusahaan Roti Ganep Surakarta Kegiatan terakhir dari rangkaian pelaksanaan IbM mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian adalah post-test. Kegiatan ini diikuti oleh 9 orang mahasiswa THP. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui tingkat kemajuan pengetahuan mahasiswa tentang soft skill dan kewirausahaan di bidang bakery, dengan mengerjakan kembali soal yang telah diujikan pada kegiatan pre-test. Pemahaman teori tentang soft skill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery Evaluasi diberikan kepada khalayak sasaran sesuai dengan tujuan program IbM. Evaluasi terhadap indikator keberhasilan program dilakukan dua kali yaitu sebelum program dimulai, berupa pre-test dan setelah pelatihan dan praktek kewirausaan selesai dilakukan, berupa post-test. Setiap jawaban diberi skor berdasarkan kriteria pemahaman: Nilai > 80 diberi skor 4, nilai 60-80 diberi skor 3, nilai 40-59, diberi skor 2 dan nilai 20-39 diberi skor 1, sedang nilai < 20 diberi skor 0. Adapun makna skor tersebut adalah sebagai berikut : Skor 4 = Sangat baik, skor 3 = Baik, skor 2 = Sedang, Skor 1 = Kurang, dan Skor 0 = Tidak paham. Nilai peserta program adalah skor seluruh jawaban. Nilai keseluruhan adalah rerata seluruh peserta program. Hasil pre-test dan post-test para peserta dapat dilihat pada Gambar 4. Dari Gambar 4, terlihat bahwa rerata tingkat pemahaman peserta terhadap materi tentang softskill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery sebelum dilakukan penjelasan (pre-test) masih pada tingkatan kurang sampai sedang dengan skor rata-rata 1,6. Hal ini dapat dipahami, karena hampir sebagian mahasiswa THP belum mengenal tentang teori kewirausahaan dan teknologi roti yang diberikan pada semester VI (sekitar 45% mahasiswa masih duduk di semester II dan IV). Sedangkan teori tentang softskill rata-rata semua mahasiswa pada berbagai angkatan sudah sering mendengarnya, namun mereka kurang memahaminya, sehingga rerata nilai pre-test masih pada kisaran kurang sampai sedang (1,60). Rerata tingkat pemahaman peserta terhadap materi tentang softskill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery setelah dilakukan penjelasan, pelatihan dan bahkan pendampingan kegiatan berwirausaha (post-test) mengalami peningkatan cukup signifikan menjadi 2,6 (kategori sedang sampai dengan baik) dengan persentase kenaikan sebesar 62,5%. Dengan demikian pemberian teori tentang softskill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery kepada mahasiswa program studi Teknologi Hasil Pertanian Sukoharjo, dapat dikatakan berhasil dengan baik.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
213
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
3.0
2.6
2.5
Skor
2.0
1.6
1.5 1.0 0.5 0.0
Nilai Test Pre test
Post test
Keterangan : Skor 4 = sangat baik, skor 3 = baik,s skor 2 = sedang, skor 1 = kurang dan skor 0 = tidak paham
Gambar 4. Rerata tingkat pemahaman peserta Evaluasi terhadap pelatihan dan pendampingan kewirausahaan di bidang bakery (pembuatan roti kering) Evaluasi terhadap keberhasilan pelatihan dan pendampingan kewirausahaan di bidang bakery dalam hal ini roti kering selama 1 bulan pelaksanaan, dilakukan dengan memperhatikan kelayakan usaha, yang meliputi modal investasi, biaya produksi, pendapatan dan analisis ekonomi. Adapun perhitungan kelayakan usaha setelah 1 bulan pelatihan dan pendampingan sebagai berikut : a. Modal investasi = Rp 250.000,b. Biaya produksi 1).Biaya produksi roti kering dan pie*) = Rp 300.000,2) Transport = Rp 14.000,______________ + = Rp 314.000,Keterangan *) Karena terbatasnya dana tidak ada biaya tetap, hanya biaya variabel (bahan baku) c. Pendapatan Penjualan roti kering = 91 x Rp 2000 = Rp 182.000,Penjualan pie = 48 x Rp 2500 = Rp 120.000,Penjualan roti kering ukuran besar (250 g) = 4 x Rp 12.000 = Rp 48.000,__________+ Jumlah pendapatan Rp 350.000,Jumlah total (modal & pendapatan) = Rp 600.000,d. Analisis ekonomi 1. Keuntungan = Pendapatan- biaya = Rp 350.000 – Rp 314.000 = Rp 36.000,2. PPC (Pay Back Period of Credit) PPC = PPC =
Modal Investasi Keuntungan Rp.250.000 Rp.36.000
= angka x 1 bulan (waktu pelaksanaan) = 6.9 x 1 bulan = 6.9 bulan
214
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Jadi modal investasi dapat kembali dalam waktu 6,9 bulan 3. B/C Rasio =
Pendapatan Biaya
= angka (lebih dari 1 = laba)
= 1,11 Jadi B/C Rasio menunjukkan keuntungan (angka 1,11 lebih besar dari 1) dan lebih layak dibandingkan dengan bunga bank yang saat ini 4%. Dari analisis ekonomi sederhana terhadap hasil pelatihan kewirausahaan dan pendampingan selama 1 bulan, maka dapat dikatakan usaha pembuatan roti kering ini layak diusahakan dan diteruskan, apalagi bila diusahakan pada bulan-bulan mendekati hari raya, sehingga peluang usaha semakin terbuka. KESIMPULAN Kesimpulan Hasil kegiatan IbM Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman peserta tentang pengembangan softskill dan motivasi berwirausaha di bidang bakery sebesar 62,5%. Dari praktek kewirausahaan dengan produksi roti kering selama 1 bulan, dapat disimplkan bahwa produksi roti kering merupakan kegiatan kewirausahaan yang menjanjikan secara ekonomi, dengan modal Rp 250.000, dapat memperoleh keuntungan Rp 36.000, dengan PPC 6,9 bulan dan B/C ratio 1,11. Saran Kegiatan IbM Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo dalam pengembangan softskill perlu dilanjutkan secara berkesinambungan dengan tahapan pembinaan kegiatan kemahasiswaan, dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut: Pengenalan diri, nilainilai moral, kepribadian (mahasiswa semester I-II), Pengembangan kreativitas (mahasiswa semester III-IV), Kepemimpinan dan kewirausahaan (semester V-VI) dan Kesiapan meraih sukses lapangan kerja (mahasiswa semester VII-VIII). DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Membangun Karakter Entrepreneur Sukes. http://bisnisukm.com/membangunkarakter-entrepreneur-sukses.html. diakses tanggal 6 Maret 2012 Haryadi, P. 2011.Bakery Insight. Food Review Indonesia Vol VI No 7 Juli 2011 Kasidi, R. 2009. Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun Jiwa Kewirausahaan (kasus Pembelajaran di UNS Solo) Universitas Sebelas Maret Solo Sailah, I.2010. Pengembangan Softskill di Perguruan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
215
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Penerapan Teknologi Pembuatan Telur Asin dengan Ekstrak Jeruk Nipis dan Larutan Garam Jenuh sebagai Upaya Mempercepat Penetrasi Garam ke Dalam Telur Itik di Kabupaten Karanganyar Sri Sukaryani Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Jl. Letjen S. Humardani No 1 Sukoharjo, kode pos 57512, Telp. (0271)593156, Fax (0271)591065 e-mail
[email protected] ABSTRAK: Pengasinan telur yang sudah dikenal dan biasa dilakukan oleh masyarakat adalah pengasinan telur dengan cara tradisional, yang membutuhkan waktu sekitar 14 sampai 21 hari dan biaya cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mempercepat waktu pembuatan telur asin adalah dengan teknologi pencucian kulit telur dengan ekstrak jeruk nipis, kemudian telur direndam dalam larutan garam jenuh. Pembuatan telur asin dengan teknologi perendaman dalam larutan garam jenuh (metode cepat) hanya membutuhkan waktu selama 4 sampai 5 hari. Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah: (1) sebagai proses pembelajaran penggunaan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh dalam memproduksi telur asin, (2) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pengrajin telur asin dan masyarakat dalam memproduksi telur asin, (3) memperpendek waktu dalam pembuatan telur asin, dan (4) meningkatkan produksi dan memperkecil modal usaha/industri telur asin. Metoda yang digunakan dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini meliputi tiga tahapan yaitu: Tahap I adalah peningkatan pengetahuan dan kemampuan kelompok sasaran, yang meliputi: (1) kegiatan penyuluhan yang berwawasan tentang penggunaan ekstrak jeruk nipis sebagai bahan untuk mencuci kulit telur itik dan larutan garam jenuh sebagai media pengasinan telur; dan (2) pengenalan telur itik yang berkualitas dan cara memilih telur yang akan diasinkan. Tahap II adalah pelatihan pembuatan telur asin secara cepat dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh kepada kelompok sasaran. Tahap III adalah pendampingan/bimbingan/pembinaan selama 1 bulan pada kelompok sasaran di tiap kecamatan dalam memproduksi telur asin dengan metoda cepat. Hasil Penerapan Ipteks di Kabupaten Karanganyar dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pada pengrajin dan calon pengrajin telur asin, (2) Ekstraks jeruk nipis dapat digunakan sebagai bahan pencuci kulit telur sebelum dilakukan pengasinan, (3) terjadi peningkatan pendapatan pada pengrajin telur, dan (4) tumbuhnya wirausahawan baru Kata-kata kunci: ekstrak jeruk nipis, larutan garam jenuh PENDAHULUAN Telur itik sudah banyak dikenal dan disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun perkotaan. Telur mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Namun demikian telur mempunyai sifat yang sangat peka terhadap lingkungan, sehingga mudah mengalami kerusakan yang akibatnya akan menurunkan kualitas telur. Oleh karena itu telur segar tidak tahan lama untuk disimpan pada suhu kamar. Agar diperoleh kualitas telur yang tetap baik dan dapat disimpan lama, maka telur perlu mendapatkan perlakuan tertentu. Pengasinan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur dan sekaligus menganekaragamkan bentuk bahan pangan olahan asal ternak. Telur asin merupakan bahan pangan yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan sebagian besar masyarakat menyukainya. Tingkat pemasaran telur asin di tingkat Jawa Tengah sudah mencapai di atas 1.500.000 butir. Sedangkan produksi telur asin yang ada baru sekitar 50 sampai 75% nya. Sehingga bisa dikatakan bahwa untuk memenuhi permintaan pasar belum
216
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
mencukupi. Melihat kenyataan yang ada ini, prospek pengembangan usaha pembuatan telur asin masih mempunyai peluang yang cukup baik. Populasi ternak itik di daerah Kabupaten Karanganyar mencapai sekitar 13.500 ekor, dengan produksi telur setiap hari sekitar 10.000 butir. Sebagian telur yang dihasilkan sudah dibuat telur asin dengan teknologi tradisional dan sebagian lagi dijual dalam bentuk mentah tanpa pengasinan. Pengrajin telur asin di daerah Kabupaten Karanganyar juga cukup banyak yaitu sekitar 12 orang yang tersebar di 5 kecamatan dan yang terbanyak adalah di 2 daerah kecamatan yaitu Kecamatan Matesih dan Karanganyar. Rata-rata produksi telur asin tiap bulan pada masing-masing kecamatan adalah sekitar 10.000 butir sampai dengan 12.000 butir. Pengasinan telur yang sudah dikenal dan biasa dilakukan oleh masyarakat adalah pengasinan telur dengan cara tradisional. Cara ini membutuhkan waktu relatif lama yaitu sekitar 14 sampai 21 hari dan biaya cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mempercepat waktu pembuatan telur asin adalah dengan teknologi pencucian kulit telur dengan ekstrak jeruk nipis, kemudian telur direndam dalam larutan garam jenuh. Pembuatan telur asin dengan teknologi perendaman dalam larutan garam jenuh hanya membutuhkan waktu selama 4 sampai 5 hari (Lindawati, 1984 dan Supriyadi, 1995). Kelebihan dari ekstrak jeruk nipis adalah karena jeruk ini mengandung asam asetat yang dapat berfungsi untuk melisiskan cuticula sehingga pori-pori pada cangkang terbuka lebih besar dan kulit menjadi lebih tipis, akibatnya garam mudah masuk ke dalam telur. Perumusan masalah dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini secara rinci adalah sebagai berikut: 1) pembuatan telur asin masih menggunakan metoda tradisional; 2) pembuatan telur asin dengan metoda tradisional membutuhkan waktu yang cukup lama dan modal yang relatif besar; 3) jumlah produksi belum memenuhi kebutuhan/permintaan pasar. Tujuan kegiatan pengabdian pada masysrakat ini adalah: 1) sebagai proses pembelajaran penggunaan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh dalam memproduksi telur asin, 2) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pengrajin telur asin dan masyarakat dalam memproduksi telur asin, 3) memperpendek waktu dalam pembuatan telur asin, 4) meningkatkan produksi dan memperkecil modal usaha / industri telur asin Manfaat yang diharapkan dari kegiatan pengabdian ini adalah 1) bagi industri/pengrajin sasaran dapat mengetahui dan menerapkan teknologi pembuatan telur asin secara cepat dan sekaligus dapat meningkatkan produksi; 2) bagi staf pengajar (dosen) dapat mensosialisasikan pengalaman dan ilmu pengetahuan yang dimiliki; 3) dari segi Ipteks, penerapan teknologi tersebut dapat meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan terhadap masyarakat. METODE Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan di Kecamatan Karanganyar (Desa Bejen dan Desa Lalung) dan Kecamatan Matesih (Desa Dawung dan Desa Matesih). Kelompok masyarakat sasaran yang terlibat adalah para pengrajin telur asin, ibu-ibu anggota PKK dan Karang Taruna. Metoda yang digunakan dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini meliputi tiga tahapan yaitu : 1. Tahap I adalah peningkatan pengetahuan dan kemampuan kelompok sasaran, yang meliputi: (1) kegiatan penyuluhan yang berwawasan tentang penggunaan ekstrak jeruk nipis sebagai bahan untuk mencuci kulit telur itik dan larutan garam jenuh sebagai media pengasinan telur; dan (2) pengenalan telur itik yang berkualitas dan cara memilih telur yang akan diasinkan. 2. Tahap II adalah pelatihan pembuatan telur asin secara cepat dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh kepada kelompok sasaran. 3. Tahap III adalah pendampingan/bimbingan/pembinaan selama 1 bulan pada kelompok sasaran di tiap kecamatan dalam memproduksi telur asin dengan metoda cepat. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan pada kelompok sasaran ini dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan. Pada tahapan ini langkah-langkah yang dilakukan pertama kali
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
217
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
adalah dengan : 1) survey lapangan di masing-masing kecamatan (Kecamatan Karanganyar dan Matesih); 2) pengkoordinasian tim; 3) rekruitmen peserta yang akan dijadikan sebagai kelompok sasaran. Tahap 1. Penyuluhan Guna memberikan wawasan dan meningkatkan kemampuan ketrampilan bagi para peserta (kelompok sasaran masing-masing kecamatan) tentang pembuatan telur asin, maka terlebih dahulu dilakukan penyuluhan. Materi penyuluhan yang diberikan meliputi : 1) pengetahuan tentang telur itik; 2) gambaran penerapan teknologi pembuatan telur asin dengan pencucian kulit telur menggunakan ekstrak jeruk nipis dan perendaman telur dalam larutan garam jenuh; 3) gambaran analisa usaha. Proses pembelajaran dalam penyuluhan ini ditekankan untuk merubah metoda pembuatan telur asin secara sederhana yang selama ini diterapkan oleh para pengrajin telur asin, menuju kearah metoda secara cepat dengan menggunakan ekstrak jeruh nipis dan larutan garam jenuh. Tahap II. Pelatihan Pelatihan ini dilakukan di masing-masing kecamatan (Kecamatan Karanganyar dan Matesih). Pelatihan in-class yang dilaksanakan meliputi 2 tahapan, yaitu 1) tahap pengenalan telur berkualitas yang akan digunakan sebagai telur asin; 2) demonstrasi pembuatan telur asin dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh. Tahap III. Pendampingan/Pembinaan/Pembimbingan Kelompok sasaran setelah menjalani pelatihan pembuatan telur asin ini, kemudian diberikan stimulan berupa telur itik mentah sebanyak 150 butir guna menerapkan pembuatan telur asin dengan metoda cepat menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh. Pada tahapan pendampingan ini, kelompok sasaran dalam membuat telur asin didampingi oleh tim pengabdian pada masyarakat selama 1 bulan HASIL PENERAPAN IPTEKS Program penerapan ipteks di Kabupaten Karanganyar selama 8 bulan terfokus pada 4 desa, yaitu Desa Dawung dan Matesih untuk Kecamatan Matesih serta Kelurahan Lalung dan Bejen untuk Kecamatan Karanganyar. Program tersebut memperoleh hasil sebagai berikut: Kelurahan Bejen dan Lalung Kecamatan Karanganyar 1. Terjadi perubahan metoda pembuatan telur asin dari cara tradisional menjadi metoda cepat. Dari 12 orang peserta (kelompok sasaran) yang ada di kelurahan Bejen terdapat 2 orang pengrajin telur asin, sedangkan di kelurahan Lalung dari 15 orang peserta 1 orang di antaranya adalah pengrajin telur asin. Melalui proses pembelajaran dengan penyuluhan, pelatihan dan bimbingan dapat menghasilkan perubahan pola berpikir pada semua orang pengrajin telur asin yang ada di kelurahan Bejen dan Lalung, yang semula menggunakan metoda tradisional beralih menggunakan metoda cepat dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh. 2. Tumbuhnya pengrajin telur asin baru Dari kedua kelurahan ini sebagian besar peserta (kelompok sasaran) yaitu sebanyak 10 orang dari Kelurahan/Desa Bejen dan 14 orang dari Desa Lalung adalah anggota PKK dan Karangtaruna, yang semula sebagai ibu rumah tangga dan remaja putus sekolah. Melalui proses pembelajaran dengan penyuluhan, pelatihan dan bimbingan dapat memberikan motivasi/menggugah pola pikir mereka sehingga berminat untuk melakukan usaha pembuatan telur asin dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis ini. Dengan demikian dapat memberikan penghasilan baru bagi mereka. Para peserta ini membentuk 1 kelompok untuk masing-masing kelurahan, dengan bermodal awal sebanyak 150 butir telur sebagai stimulan dari tim pengabdian. Dalam kurun waktu selama 4 bulan (sejak dilaksanakan
218
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pendampingan produksi bulan Mei s.d. September menjelang pelaporan ini), kelompok sasaran di kelurahan Bejen telah mampu memproduksi sebanyak 350 butir perbulannya, sedangkan di kelurahan Lalung dalam kurun waktu 3 bulan (sejak Juni s.d. September) baru mampu memproduksi 250 butir per bulan. Desa Dawung dan Desa Matesih Kecamatan Matesih 1. Terjadi perubahan metoda pembuatan telur asin dari cara tradisional menjadi metoda cepat Dari 15 orang peserta (kelompok sasaran) yang ada di masing-masing Desa Dawung dan Matesih ini 4 orang di antaranya adalah pengrajin telur asin (Desa Dawung) dan 3 orang pengrajin telur asin (Desa Matesih). Melalui proses pembelajaran dengan penyuluhan, pelatihan dan bimbingan dapat menghasilkan perubahan pola berpikir yang semula menggunakan metoda tradisional beralih menggunakan metoda cepat dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh. terhadap 3 orang pengrajin telur asin (di Desa Dawung) dan 2 orang pengrajin telur asin di Desa Matesih. Dengan metoda cepat ini dapat meningkatkan jumlah produksi yang secara otomatis juga meningkatkan pendapatan. Hal ini bisa terjadi karena waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan telur asin dengan metoda cepat menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh ini, hanya membutuhkan waktu 4 – 5 hari. Sedangkan pembuatan telur asin dengan metoda tradisional mebutuhkan waktu 14 – 15 hari. Namun demikian dua metoda ini menghasilkan telur asin dengan kualitas yang sama. Dalam kurun waktu 1 bulan, pembuatan telur asin dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis dan larutan garam jenuh dapat memproduksi sebanyak lebih kurang 6 kali produksi, sedangkan jika dengan metoda tradisional hanya mampu memproduksi telur asin sebanyak 2 kali produksi. 2. Tumbuhnya pengrajin telur asin baru Dari 15 orang peserta (kelompok sasaran) pada masing-masing Desa Dawung dan Matesih adalah pengrajin telur asin tradisional sebanyak 4 orang dari Desa Dawung dan 3 orang dari Desa Matesih sedangkan sebanyak 23 orang (11 orang dari Desa Dawung dan 12 orang dari Desa Matesih) merupakan anggota PKK dan Karang Taruna, yang semula sebagai ibu rumah tangga dan remaja putus sekolah. Melalui proses pembelajaran dengan penyuluhan, pelatihan dan bimbingan dapat memberikan motivasi/menggugah pola pikir mereka sehingga berminat untuk melakukan usaha pembuatan telur asin dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis ini. Dengan demikian dapat memberikan penghasilan baru bagi mereka. Para peserta ini membentuk 1 kelompok untuk masing-masing desa/kelurahan, dengan bermodal awal masing-masing kelompok (desa) sebanyak 150 butir telur sebagai stimulan dari tim pengabdian. Dalam kurun waktu 2 bulan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September ini kelompok Desa Dawung telah memproduksi sebanyak 395 butir telur asin. Kelompok sasaran di Desa Dawung ini sangat giat dalam melaksanakan wira usaha baru ini. Kecepatan perkembangan usaha ini di antaranya adalah karena kelompok ini tidak hanya mengandalkan pada bantuan stimulan saja, namun juga mau menambah modal. Sedangkan untuk kelompok sasaran Desa Matesih baru mampu memproduksi 175 butir telur asin dalam kurun waktu 1 bulan sejak bulan Agustus sampai September. KESIMPULAN Berdasarkan hasil Penerapan Ipteks di Kabupaten Karanganyar (Kec.Karanganyar dan Matesih) dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pada pengrajin dan calon pengrajin telur asin, (2) Ekstraks jeruk nipis dapat digunakan sebagai bahan pencuci kulit telur sebelum dilakukan pengasinan, (3) terjadi peningkatan pendapatan pada pengrajin telur, dan (4) tumbuhnya wirausahawan baru.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
219
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
PERSANTUNAN Kami ucapkan terima kasih kepada Kopertis Wilayah VI, yang telah memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini. DAFTAR PUSTAKA Lindawati, R. A.S., 1984. Perbandingan Kecepatan Penetrasi NaCl Pada Proses Pengasinan Telur Secara Pelumuran Adonan dan Perendaman Dalam Larutan Garam Jenuh. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Supriyadi, S. Djoko dan Sunarto, 1995. Pengaruh Pencelupan Telur Dalam Berbagai Tingkat Asam Chlorida Sebelum Diasinkan Sebagai Upaya Mempercepat Penetrasi Garam ke Dalam Telur Itik. Laporan Penelitian. Akademi Peternakan Karanganyar. Karanganyar.
220
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
IbM Mahasiswa Agribisnis Univet Bantara Sukoharjo Nugraheni Retnaningsih, Sudarmi, Catur Rini S, Yos Wahyu H, dan Agung Setyorini Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Lj. S. Humardani No.1 Jombor Sukoharjo 57512. Telp (0271)593156 Fax (0271)591065 ABSTRAK: Pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa prodi Agrbisnis Univet Bantara Sukoharjo tentang praktek kewirausahaan membuat aneka roti kering (bakery). Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan memberi penyuluhan oleh tim pengabdian prodi Agribisnis dalam bentuk ceramah dan diskusi tentang pentingnya softskills dan kewirausahaan bagi mahasiswa. Berikutnya dilakukan kunjungan ke perusahaan Roti Ganep di Surakarta untuk melihat praktek pembuatan aneka roti kering dengan variasi bentuk dan rasa. Kemudian dilakukan pelatihan dan pendampingan praktek kewirausahaan bakery di kampus dengan menitipkan/menjual aneka roti kering di toko Fakultas Pertanian. Evaluasi bagi peserta bertujuan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan dengan mengadakan pre-test maupun post-test. Hasil pre-test menunjukkan bahwa sebelum pelatihan dimulai peserta masih kurang paham tentang materi dengan rerata nilai 1.987. Setelah melaksanakan pelatihan rerata nilai post-test terhadap pemahaman peserta menjadi 3.463 atau mengalami peningkatan sebesar 36.875 %. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat berhasil meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta membuat aneka roti kering dari Ganep dengan variasi bentuk dan rasa. Luaran yang dihasilkan adalah terbentuknya kewirausahaan bakery di Fakultas Pertanian. Kata-kata kunci: kewirausahaan bakery, mahasiswa Agribisnis PENDAHULUAN Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo sebagai kelompok mitra terdiri dari 3 mahasiswa semester IV dan 5 mahasiswa semester VI semuanya berjumlah 8, mahasiswa dirasa sangat perlu untuk dibekali praktek pelatihan kewirausahaan guna melengkapi ilmu pengetahuan yang telah didapat di bangku kuliah, karena pada masa sekarang ini mahasiswa mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk mengembangkan kewirausahaan apalagi didukung oleh kurikulum yang ada di Fakultas Pertanian. Dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang mudah didapat dan banyak dijumpai di daerah sekitarnya seperti: tepung terigu (gandum) maupun non terigu (ubi kayu, ubi jalar, kentang, beras, ketan, jagung, dan lain-lain) dapat digunakan sebagai bahan baku bagi mahasiswa agribisnis untuk belajar membuat kewirausahaan bakery, yang sekaligus sebagai kegiatan produktif yang dapat mengisi waktu luang di sela-sela kegiatan belajarnya/ perkuliahan, sehingga diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi mahasiswa. Untuk membuat dan mengembangkan produk bakery dengan menggunakan bahanbahan lokal tersebut, pada umumnya mahasiswa masih belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang variasi produk bakery, selain itu mereka juga belum mengetahui strategi pemasarannya, agar supaya produk kue/roti yang dihasilkan dapat laku di pasaran dan disukai oleh banyak konsumen. Selama ini Roti Ganep membuka peluang bagi mahasiswa untuk belajar berwirausaha roti/bakery, maka sebaiknya mahasiswa perlu diajak ke perusahaan Roti Ganep, untuk mengetahui sejarah awal berdirinya hingga sekarang Roti Ganep sudah berhasil membuka cabang usahanya di beberapa tempat, selain itu mahasiswa juga bisa melihat secara langsung
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
221
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
praktek membuat kue/roti yang beraneka ragam dengan variasi rasa dan bentuk, dan bagaimana strategi pemasaran yang sudah dilakukan oleh Roti Ganep sehingga bisa berhasil seperti sekarang ini (Andi Penowo, 2011). Keberadaan mahasiswa sebagai mitra usaha dalam kegiatan ini sangat penting, karena dianggap mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk melakukan wirausaha, selain menjadi motivator, penggerak, juga sebagai ujung tombak bagi kemajuan perekonomian bangsa (Anonim, 1996). Mahasiswa tidak hanya perlu dibekali dengan kemampuan intelektual (hardskill) saja tetapi juga kemampuan softskill sangat diperlukan, salah satunya adalah jiwa kewirausahaan untuk mendukung kemampuan intelektualnya. Menurut Saydam, Gouzali (2000) hakekat kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Hardskill dan softskill merupakan dua aspek kompetensi yang sangat diperlukan dalam dunia kerja, Harvard University menyatakan bahwa pencapaian seseorang dalam karir sebagian besar 80% ditentukan oleh softskill yang dimiliki, sedangkan 20% sisanya ditentukan oleh hardskill. Menurut Amperaningrum & Ichyaudin (2009) softskill didefinisikan sebagai ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) dan ketrampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skill) yang mampu mengembangkan secara maksimal unjuk kerja performans seseorang. Dengan latar belakang tersebut, maka dirasa perlu diselenggarakan kegiatan IbM bagi mahasiswa Agribisnis Univet Bantara Sukoharjo. Dengan mengajak mahasiswa berkunjung ke perusahaan Roti Ganep, diharapkan bisa membangkitkan jiwa kewirausahaan sekaligus mahasiswa bisa belajar dari pengalaman Roti Ganep yang sudah berhasil menjalankan usahanya selama puluhan tahun (Andi Penowo, 2011). METODE KEGIATAN Pengabdian kepada masyarakat dengan mahasiswa Prodi Agribisnis sebagai mitra kegiatan, dilaksanakan dengan metode penyuluhan, kunjungan lapangan, demo/praktek pelatihan kewirausahaan, dan evaluasi diberikan dalam bentuk pre-test dan post-test. Memberi penyuluhan tentang pentingnya pemahaman softskills bagi mahasiswa untuk menanamkan jiwa kewirausahaan khususnya di bidang bakery. Pelaksanaan dalam bentuk ceramah dan diskusi (tanya jawab), namun sebelumnya dilakukan pre-test terlebih dulu. Selanjutnya dilakukan baking visit kunjungan lapangan ke perusahaan bakery Roti Ganep di Surakarta, yang bertujuan memberi pelatihan kewirausahaan kepada mitra (mahasiswa) untuk melihat demo/praktek membuat aneka kue/roti kering dengan variasi rasa dan bentuk dari bahan tepung terigu. Selain mahasiswa memperoleh wawasan kewirausahaan bakery, juga ikut berlatih mencoba membuat aneka kue kering. Diharapkan sepulangnya dari baking visit para mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan kewirausahaan bakery yang didapat dari Roti Ganep untuk mencoba mempraktekkan kewirausahaan bakery di kampus dengan terus dilakukan pendampingan oleh tim pengabdian. Setelah semua kegiatan berakhir, maka dilakukan post-test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta terhadap materi penyuluhan dan pelatihan kewirausahaan bakery. Secara ringkas metode kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat tergambar dalam diagram alir pada Gambar 1. Evaluasi dilakukan dua kali, yaitu sebelum program dimulai (pre-test) dan sesudah program dimulai (post-test). Indikator yang digunakan adalah pemahaman peserta terhadap materi penyuluhan dan praktek pelatihan kewirausahaan membuat aneka kue/ roti kering dengan variasi bentuk dan rasa. Setiap jawaban diberi skor berdasarkan kriteria pemahaman peserta program, kriteria pemahaman dilakukan dengan diberi skor. Skor 4 : sangat paham, skor 3 : paham, skor 2 : sedang, skor 1 : kurang paham, skor 0 : tidak paham. Nilai mahasiswa peserta kegiatan adalah rerata skor seluruh jawaban, sedangkan nilai keseluruhan adalah rerata nilai seluruh mahasiswa peserta kegiatan IbM. Evaluasi terhadap indikator keberhasilan kegiatan, bila skor post-test mengalami peningkatan ≥ 25 % dari skor pre-test.
222
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai Persiapan : materi, perijinan, tempat Pre-test Tahap I. Penyuluhan tentang soft skill Tahap II. Penyuluhan tentang kewirausahaan Tahap III. Kunjungan ke lokasi Ganep Bakery Tahap IV. Pendampingan kewirausahaan bakery Post-test Selesai
Gambar 1. Diagram alir metode penerapan ipteks bagi mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Evaluasi dilakukan dua kali, yaitu sebelum program dimulai (pre-test) dan sesudah program dimulai (post-test). Indikator yang digunakan adalah pemahaman peserta terhadap materi penyuluhan dan praktek pelatihan kewirausahaan membuat aneka kue/ roti kering dengan variasi bentuk dan rasa. Setiap jawaban diberi skor berdasarkan kriteria pemahaman peserta program, kriteria pemahaman dilakukan dengan diberi skor. Skor 4 : sangat paham, skor 3 : paham, skor 2 : sedang, skor 1 : kurang paham, skor 0 : tidak paham. Nilai mahasiswa peserta kegiatan adalah rerata skor seluruh jawaban, sedangkan nilai keseluruhan adalah rerata nilai seluruh mahasiswa peserta kegiatan IbM. Evaluasi terhadap indikator keberhasilan kegiatan, bila skor post-test mengalami peningkatan ≥ 25 % dari skor pre-test. HASIL DAN PEMBAHASAN Rerata nilai tingkat pemahaman peserta penyuluhan dan pelatihan praktek kewirausahaan membuat usaha bakery roti kering dengan variasi bentuk dan rasa tertera pada Tabel 1. Hasil pre-test menunjukkan bahwa sebelum pelatihan dimulai peserta masih kurang paham tentang materi dengan rerata nilai 1.987. Setelah melaksanakan pelatihan rerata nilai post-test menjadi 3.463 ini berartí pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan mengalami peningkatan sebesar 36.875%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat berhasil meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta pelatihan kewirausahaan roti (bakery). Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya dukungan mahasiswa prodi Agribisnis sebagai mitra terhadap pelaksanaan kegiatan ini, selain itu kesediaan Roti Ganep memberi pelatihan kewirausahaan bakery kepada mahasiswa sangat antusias. Pengetahuan dan praktek kewirausahaan tentang pembuatan aneka roti kering dengan berbagai variasi rasa dan bentuk ternyata belum pernah mereka terima, sehingga sangat menarik perhatian mahasiswa untuk mengikuti praktek pelatihan pembuatan roti kering dengan bahan baku dari tepung terigu. Tepung terigu sangat mudah diperoleh meskipun saat ini harganya sedikit mengalami kenaikan, LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
223
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
maka roti Ganep saat ini sudah mulai memasukkan bahan baku lain selain tepung terigu (ubi kayu, ubi jalar, garut, ketan, beras, jagung, kentang, dan sebagainya). Tabel 1. Rerata nilai tingkat pemahaman peserta penyuluhan dan pelatihan kewirausahaan bakery No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Erni Ratna Sari Wahyudi Indra Kurniawan Gathot Sulistyo Allusius Ovilla C. Widhi Nugraha Mahmud Syah K. Nastiti Rerata
Rerata tingkat pemahaman Sebelum pelatihan Setelah pelatihan Peningkatan (%) (pre-test) (post-test) 1.700 3.400 42.500 2.100 3.600 37.500 2.100 3.300 30.000 1.600 3.400 45.000 2.200 3.400 30.000 1.800 3.600 45.000 2.300 3.400 27.500 2.100 3.600 37.500 1.987 3.463 36.875
Faktor penghambat dalam pelaksanaan kegiatan ini relatif kecil, ada 1 orang mahasiswa tidak dapat hadir atau berpartisipasi dalam kegiatan ini karena sedang sakit, beberapa peserta ada yang kurang merespon daftar pertanyaan untuk evaluasi pre-test disebabkan karena mereka belum paham tentang pengetahuan kewirausahaan bakery, namun setelah para mahasiswa diajak berkunjung ke roti Ganep (baking visit) mereka sangat bersemangat mengikuti pelatihan pembuatan aneka roti kering dengan berbagai variasi bentuk dan rasa. Faktor penghambat yang lain adalah kurangnya alat-alat untuk mencoba praktek membuat roti kering di kampus, selain itu dari segi waktu mahasiswa sulit membagi waktu dengan kegiatan kuliah/kegiatan akademis yang lain, maka sebaiknya kegiatan ini dilakukan pada saat liburan akhir semester. SIMPULAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilakukan dengan mengajak mahasiswa Agribisnis semester IV dan VI untuk berkunjung ke perusahaan Roti Ganep (baking visit) melalui pelatihan kewirausahaan, ternyata dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktek kewirausahaan mahasiswa di bidang bakery sebesar 36.875%. PERSANTUNAN Ucapan terimakasih disampaikan kepada APBU Universitas Veteran Bangun Nusantara Tahun Anggaran 2011/2012. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1996. Kewirausahaan dan Action. http://id.wikipedia.org. Amperaningrum, I. dan Ichyaudin, Z., 2009. Hakekat Kewirausahaan. URL: http://adesyams.blogspot.com. Andi Penowo. Roti Ganep Buka Dapur Bagi Mahasiswa. http://timlo.net. Diakses 19 Desember 2011 Jam 08.33 WIB. Saydam, Gouzali, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Mikro, Cetakan Kedua. Djambatan, Jakarta.
224
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
IbM Kelompok Ibu-ibu PKK dengan Pengenalan Budidaya Sambiloto secara Hidroponik dan Pemanfaatannya sebagai Obat Tradisional Sudarmi Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen S. Humardani No.1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593 156 , Fax. (0271) 591 065 ABSTRAK: Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kelompok ibu-ibu PKK Bangunsari RT 03/VII Kelurahan Gayam Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo tentang: Budidaya sambiloto secara hidroponik, pembuatan simplisia sambiloto, pemanfaatan simplisia sambiloto sebagai obat tradisional, mengintensifkan pemanfaatan lahan kosong disekitar rumah. Dengan adanya kegiaan ini anggota mitra pengabdian dapat melaksanakan budidaya sambiloto secara secara hidroponik; mengintensifkan pemanfaatan ruang kosong disekitar rumah dengan penanaman apotek hidup (sambiloto) dan warung hidup misalnya cabe. Memberi nilai tambah bagi keluarga serta meningkatkan kesehatan keluarga sehingga menekan biaya pengobatan keluarga. Bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat yaitu memberi penyuluhan (ceramah dan tanya jawab), pelatihan/praktek dan pendampingan. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan menyebabkan adanya peningkatan: pengetahuan 49,59%; ketrampilan 41,09%. Kata-kata kunci: PKK, sambiloto , budidaya , hidroponik, obat tradisional. PENDAHULUAN Sebagai mitra pengabdian kepada masyarakat ini adalah kelompok ibu-ibu PKK Bangunsari, Kelurahan Gayam Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Kabupaten Sukoharjo mempunyai topografi datar sampai bergelombang dengan ketinggian tempat 110 m dari permukaan laut. Sebagian besar tanah diwilayah ini berupa sawah (20,9371) ha dan lahan kering (25,729) ha sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian bertani 47,352% (Anonim, 2008). Berdasar monografi Kelurahan Gayam bahwa sebagian besar warga juga bermata pencaharian bertani dengan pemilikan lahan pertanian yang relatif sempit yaitu rata-rata 0,25-0,50 ha, hal ini menyebabkan petani di daerah tersebut ratarata berpenghasilan relatif rendah sehingga perhatian terhadap kesehatan keluarga juga relatif kurang. Padahal warga banyak (> 15%) yang mengeluhkan berbagai gejala penyakit degenerasi seperti: kencing manis (kadar gula tinggi), asam urat, hipertensi, kadar kolesterol tinggi dll. Penyakit degeneratif membutuhkan pengobatan dalam jangka panjang yang menyebabkan efek samping serius bagi kesehatan sehingga membutuhkan ketelatenan dan biaya yang tidak murah, dan salah satu obat tradisionalnya adalah sambiloto (Yusron dan Januwati, 2004; Anonim, 2007). PKK Bangunsari Kelurahan Gayam merupakan kelompok ibu-ibu yang beranggotakan ± 50 0rang. Kelompok ini secara rutin mengadakan pertemuan sebulan sekali yaitu setiap tanggal 10. Kegiatan yang dilakukan PKK ini terutama adalah kegiatan sosial seperti: Posyandu, Pemeriksaan jentik nyamuk kerumah warga setempat, simpan pinjam dll. Dari observasi di lapangan, lahan pekarangan warga/ibu-ibu PKK pada umumnya: (1) belum dimanfaatkan secara intensif selain untuk bangunan rumah/tempat tinggal sehingga masih ada ruang-ruang yang kosong yang dapat digunakan untuk budidaya apotek hidup (khususnya sambiloto) dan warung hidup; (2) warga belum mengenal tanaman sambiloto dan manfaatnya sebagai obat tradisional; dan (3) warga belum mengetahui cara budidaya sambiloto, padahal penanamannya sangat mudah, tidak membutuhkan pemeliharaan khusus dan dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah seperti di Sukoharjo sangat baik untuk
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
225
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pertumbuhan tanaman sambiloto. Dewasa ini kecenderungan masyarakat mengkonsumsi obat tradisional semakin meningkat terutama yang berasal dari tumbuhan. Hal ini karena tumbuhan obat mempunyai efek samping yang lebih aman dan harga terjangkau oleh masyarakat. Selain itu diperkuat isu global ―back to nature‖ untuk konsumsi obat, serta dukungan sosial budaya masyarakat Indonesia yang sangat besar dalam memanfaatkan obat tradisional. Beberapa kandungan kimia yang sudah diketahui dari sambiloto dan inilah yang menyebabkan rasa pahit, merupakan zat aktif dan berfungsi sebagai obat antara lain: laktone, andrographolide, flavonoid, asam kersik dan beberapa mineral (Anonim, 2002 cit Yusron dan Januwati, 2004). Simplisia sambiloto adalah produk bahan kering yang berupa daun, cabang dan batang, umumnya untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit sehingga sambiloto berpotensi sebagai tanaman obat yang penting di masa depan. Masyarakat Indonesia memanfaatkan simplisia sambiloto sebagai obat tradisional seperti: anti demam, anti biotik, antiperitrik, antiradang, anti bengkak, anti diare, anti tumor, hepatoprotektor dan lain-lain (Heyne, 1987; Dalimartha , 2003; Winarto, 2003). METODE PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi mitra/peserta pelatihan maka diberikan solusi yang direalisasikan dengan kegiatan sebagai berikut: (1) memberi penyuluhan tentang budidaya sambiloto secara hidroponik dan cara pembuatan simplisia sambiloto; (2) memberi pelatihan/praktek cara budidaya sambiloto dan cara pembuatan simplisia sambiloto; dan (3) pemberian bantuan bibit sambiloto untuk dikembangkan dan disebarluaskan pada para anggota pelatihan. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini adalah: 1. Penyuluhan tentang budidaya sambiloto secara hidroponik dilakukan dengan pemberian materi/teori cara budidaya sambiloto secara hidroponik kepada para peserta di Bangunsari RT 03/VII, Desa Gayam, Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. 2. Praktek/pelatihan budidaya sambiloto dalam pot secara hidroponik 3. Pemberian bantuan bibit sambiloto kepada peserta, untuk menstimulasi supaya tertarik melakukan budidaya sambiloto guna dikembangkan dan ditularkan kepada warga masyarakat lainnya. 4 Evaluasi untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan para peserta dilakukan pre-test sebelum kegiatan dan post-test setelah kegiatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan di Bangunsari RT 03/VII, Kelurahan Gayam, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo selama 5 bulan (Maret sampai Juli 2012). Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi: memberi penyuluhan tentang budidaya sambiloto secara hidroponik dan pembuatan simplisia sambiloto, praktek/pelatihan budidaya sambiloto secara hidroponik dalam pot dan cara pembuatan simplisia sambiloto, pemberian bantuan bibit sambiloto dan diadakan evaluasi sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan. Penyuluhan tentang budidaya sambiloto secara hidroponik Penyuluhan dilaksanakan di Gedung Pertemuan Bangunsari RT 03/VII, yag dihadiri 49 orang peserta. Metode penyuluhan dengan cara ceramah dan diskusi (tanya jawab). Peserta sangat antusias yang ditunjukkan dengan banyaknya pertanyaan tentang cara pembudidayaan sambiloto dan cara memanfaatkan sebagai obat tradisional. Tujuan penyuluhan ini untuk meningkatkan pengetahuan para peserta tentang budidaya sambiloto dan manfaatnya. Praktek budidaya sambiloto secara hidroponik dalam pot Tujuan diadakan praktek/pelatihan budidaya sambiloto secara hidroponik adalah untuk meningkatkan ketrampilan peserta tentang budidaya sambiloto secara hidroponik. Demonstrasi
226
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
tepatnya dilakukan di halaman salah satu warga Bangunsari RT 03 / VII Kelurahan Gayam, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo. Kegiatan peserta adalah berperanan aktif pada penanaman sambiloto secara hidroponik dalam pot sampai tanaman berumur ± 4 bulan (siap panen ) . Pada kegiatan demonstrasi ditanam sambiloto sebanyak ± 90 pot, setelah panen maka bagian vegetatif tanaman sambiloto langsung dibuat simplisia. Cara Pembuatan simplisia sambiloto Bagian vegetatif tanaman sambiloto yang dipanen meliputi daun, batang dan cabang, dicincang dengan ukuran 2-5 cm kemudian dijemur/diopen sampai kadar air ± 10%. Dari praktek budidaya sambiloto secara hidroponik, hasil simplisia sambiloto (Gambar 2) dapat langsung dimanfaatkan untuk obat herbal para anggota mitra pengabdian. Yang paling antusias adalah ibu-ibu yang mempunyai kadar gula darah tinggi (penyakit diabetes). Cara penggunaannya yaitu dengan merebus simplisia sambiloto dengan air hingga mendidih, setelah air rebusan tinggal ½ - ¾ maka air rebusan setelah dingin bisa langsung diminum.
Gambar 2. Simplisia sambiloto Tetapi sebagian ibu-ibu ada yang mengeluhkan karena rasanya terlalu pahit. Sehingga ada sebagian ibu- ibu anggota mitra pengabdian yang kreatif yaitu mengolah simplisia sambiloto menjadi serbuk menggunakan alat blender (alat dapur) yang biasanya untuk menghaluskan bumbu, kemudian setelah menjadi serbuk halus dimasukkan ke dalam kapsul (Gambar 3). Ternyata dengan cara demikian lebih disukai karena dapat mengurangi rasa pahit dan lebih praktis cara pemakaiannya.
Gambar 3. Serbuk dan kapsul sambiloto
Pemberian bantuan bibit sambiloto Sebagian bibit sambiloto dan benih sambiloto yang ada diberikan pada peserta yang hadir. Pemberian bibit dan benih sambiloto bertujuan untuk menstimulasi agar petani tertarik membudidayakan sambiloto untuk pengobatan secara tradisional sekaligus pemanfaatan lahan secara maksimal.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
227
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan atau pemberian materi yaitu meliputi: budidaya sambiloto secara hidroponik, pembuatan simplisia dan pemanfaatan sambiloto sebagai obat tradisional ternyata memberi warna baru bagi anggota mitra pengabdian kepada masyarakat, karena biasanya penyuluhan yang diberikan berkisar tentang pengetahuan masak memasak maupun kegiatan rumah tangga. Para peserta merasa senang karena mendapatkan pengetahuan tentang tanaman obat dari budidaya sampai cara pemanfaatnnya, yang selama ini tidak pernah diperolehnya. Demikian pula pada saat pelatihan dan praktek cara budidaya sambiloto dan cara pembuatan siplisia sambiloto, para peserta sangat bersemangat karena sebagian besar baru mengenal tanaman sambiloto saat diadakan pelatihan. Hal ini terlihat dari antusias para peserta dalam mengikuti penyuluhan hingga selesai karena merasa ini sangat bermanfaat bagi kesehatan keluarga. Bahkan pada saat penyampaian materi banyak pertanyaan dari para peserta pelatihan terutama tentang manfaat dari simplisia sambiloto dan cara penyajiannya sehingga siap dikonsumsi. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan para peserta. Dilakukan pre-test sebelum pelatihan dan post-test sesudah pelatihan. Hasil Evaluasi Hasil evaluasi tentang budidaya sambiloto secara hidroponik terhadap tingkat pengetahuan dan ketrampilan peserta dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata tingkat pemahaman peserta tentang budidaya sambiloto secara hidroponik. Evaluasi Pengetahuan tentang budidaya sambiloto dan pembuatan simplisia.
Sebelum pelatihan 1,525
Sesudah pelatihan 3,025
Ketrampilan tentang cara budidaya 1,900 3,225 sambiloto dan cara pembuatan simplisia Skor 4 : sangat paham; skor 3 : paham ; skor 2 : sedikit paham ; skor 1 : tidak paham
Persentase peningkatan 49,59 %
41,09 %
Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa pemahaman peserta pelatihan meningkat mengenai pengetahuan dan ketrampilan tentang cabe paprika dan cara budidayanya. Dari Tabel 1 tersebut dapat dijelaskan bahwa pemahaman peserta pelatihan meningkat mengenai pengetahuannya sebesar 49,59% dan ketrampilan tentang budidaya sambiloto juga mengalami peningkatan sebesar 41,09%. Hal ini menunjukan bahwa peserta dalam mengikuti penyuluhan dan pelatihan sangat antusias ingin menambah pengetahuan tentang budidaya sambiloto. SIMPULAN Kesimpulan Dari uraian yang telah dipaparkan dimuka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dengan adanya penyuluhan dan praktek maka anggota mitra pengabdian di Bangunsari RT 03/VII Kelurahan Gayam, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo meningkat pengetahuan dan ketrampilan tentang budidaya sambiloto, pembuatan simplisia dan manfaatnya sebagai obat tradisional. 2. Peningkatan pengetahuan sebesar 49,59%. 3. Setelah diadakan praktek/pelatihan budidaya sambiloto maka ketrampilan peserta pelatihan meningkat 41,09%.
228
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Seri Mengenal Tanaman Obat Sambiloto. BPTO Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI Tawangmangu Surakarta. Dalimartha, S. 2003. Tumbuhan Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Winarto, WP. 2003. Sambiloto, Budidaya Dan Pemanfaatannya Untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. Yusron M dan Januwati. 2004. Pengaruh Kondisi Argoekologi Terhadap Produksi dan Mutu Simplisia Sambiloto ( Andrographis paniculata Ness ). Prossiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVI. Pokjarnas Tanaman Obat Indonesia. 211-231.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
229
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Pembuatan Bakso dan Crispy Jamur Tiram Catur Budi Handayani, Sri Hartati, dan Achmad Ridwan Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen S. Humardani No.1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593 156 , Fax. (0271) 591 065 ABSTRAK: Telah dilakukan Pengabdian kepada Masyarakat dengan Judul Pengabdian Masyarakat Kelompok Pembudidaya Jamur Tiram yang dilaksanakan di Kelurahan Kartasura dari bulan Februari sampai dengan Juni 2012. Kegiatan berupa penyuluhan, demontrasi dan praktek mandiri. Sebelum dan sesudah kegiatan dilakukan tes untuk mengukur pengetahuan peserta. Uji organoleptik juga dilakukan pada produk hasil kegiatan mandiri. Hasilnya tes menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dari skor 4,25 menjadi 8,44 atau 98,6 persen. Uji organoleptik terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan tidak terdapat beda nyata pada rasa dan kesukaan keseluruhan antara produk yang dihasilkan 2 kelompok pengrajin dengan skor rasa sekitar 3,2 (enak) dan skor sekitar 3,53 (suka) untuk kesukaan keseluruhan. Kata-kata kunci: bakso jamur tiram, crispy jamur tiram PENDAHULUAN Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo adalah Kelurahan yang terletak di tengah-tengah ibu kota Kecamatan Kartasura yang berbatasan dengan kota Surakarta. Jumlah penduduk lebih dari 13.000 orang (data tahun 2011). Mata pencaharian penduduknya beraneka ragam seperti di kota-kota kecamatan pada umumnya. Dari data Pronakis (Program Penanggulangan Kemiskinan) PNPM Perkotaan tercatat lebih dari 3.000 orang termasuk penduduk miskin. Mulai tahun 2005 program P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) mulai dilaksanakan. Berbagai pelatihan usaha sudah dilaksanakan. Pada bulan Agustus tahun 2011 mulai dilaksanakan pelatihan budidaya jamur tiram. Dari pelatihan ini terbentuk 5 kelompok kecil pembudidaya jamur tiram. Panenan pertama menghasilkan kurang lebih 100 kg jamur tiram segar. Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sekarang ini banyak diminati masyarakat. Di pasar tradisional telah banyak dijual jamur tiram dengan harga berkisar Rp 10.000 per kilogramnya. Jamur tiram termasuk jamur yang tidak tahan simpan dengan umur simpan hanya 1 hari saja pada suhu kamar. Dengan demikian apabila dalam 1 hari jamur ini tidak bisa terjual habis, maka keesokan harinya sudah rusak dan tidak laku dijual. Pedagang di pasar Kartasura biasanya hanya menyediakan 10 – 20 kg jamur segar per hari. Permasalahan ini yang sekarang mulai dirasakan pedagang dan berpengaruh pada pembudidaya jamur. Walaupun masyarakat peminat jamur sekarang juga sudah meningkat yang terlihat dari adanya pedagang jamur tiram yang tahun lalu belum ada, namun sering terjadi fluktuasi sehingga kadang kala jamur-jamur ini tidak terjual habis dalam 1 hari. Dari pengamatan diperoleh keterangan bahwa hanya terdapat 2 orang pedagang jamur tiram di pasar tradisional Kartasura dan mereka hanya mampu menjual jamur tiram maksimum 20 kg per hari. Dengan demikian para pembudidaya jamur harus bisa mengatur panennya tiap hari agar semua hasil yang dipanen dapat habis terjual. Di samping itu para pembudidaya jamur harus dapat mencari pasar lain untuk menjual jamur-jamurnya. Permasalahan muncul manakala jamur yang sudah panen jumlahnya melebihi permintaan pasar. Dengan kondisi yang demikian maka perlu: 1. Perluasan pasar. Sekarang ini penjualan jamur masih terbatas di pasar Kartasura 2. Mengolah jamur yang siap panen menjadi komoditi lain
230
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Dari permasalahan yang ditemui, permasalahan yang perlu segera mendapatkan solusi adalah permasalahan yang ke-dua. Menurut Winarno (1998) apabila bahan pangan akan dijadikan makanan ringan, maka pemilihan jenis makanan perlu didasarkan pada faktor-faktor antara lain kandungan gizi, disenangi masyarakat, sederhana pembuatannya, mudah penanganannya dan tidak mudah rusak. Jamur tiram mempunyai potensi untuk diolah menjadi makanan ringan. Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan antara tim dan mitra disepakati untuk menyelesaikan permasalahan tersebut antara lain dengan pelatihan pembuatan produkproduk makanan berbahan dasar jamur tiram antara lain bakso jamur tiram dan crispy jamur tiram METODE Metode Pengabdian Kepada Masyarakat yang akan digunakan adalah ceramah, demontrasi, praktek mandiri dan pendampingan. Ceramah dilakukan dengan penyuluhan atau pemberian materi secara teori mengenai gambaran program dan proses pembuatan crispy jamur tiram. Pemberian materi ini dilakukan pada para pembudidaya jamur tiram pada satu kali pertemuan dengan waktu kira-kira 2 jam. Penanggungjawab kegiatan ini adalah Ir. Catur Budi Handayani, MP. Adapun proses pembuatan bakso jamur tiram adalah seperti pada Gambar 1, sedangkan proses pembuatan crispy jamur tiram seperti pada Gambar 2.
Mulai Persiapan bahan: Jamur tiram 1 kg, daging giling 250g, bawang putih 100g, tepung tapioka 300g
Penghalusan jamur tiram dengan blender Pencampuran jamur tiram blender dengan daging giling, bawang putih dan tapioka Pembentukan bulatan (bakso) Perebusan bakso sampai mengambang Penirisan bakso
Pembuatan bakso goreng: bakso digoreng
Pembuatan bakso kuah: bakso dicampur dengan mie dan dan kuah
Selesai
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan bakso jamur tiram
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
231
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai Persiapan bahan: 1 kg Jamur Tiram, Bumbu: bawang putih 50g, ketumbar 2sdm, garam 50g Tepung crispy: tepung beras 500g, tapioka 500r, garam 2 sdm
Pencampuran tepung crispy: tepung beras, tapioka, garam
Penghalusan bumbu: bawang putih, ketumbar, garam
Perebusan jamur tiram selama 15 menit Penirisan dan pemerasan jamur tiram Pelumuran dengan bumbu Pelumuran dengan tepung crispy Penggorengan Penirisan Pengemasan crispy jamur tiram Selesai
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan crispy jamur tiram Tahap selanjutnya adalah demontrasi pembuatan bakso dan crispy jamur tiram (Gambar 1 dan 2). Sebelum dan sesudah pemberian materi ini dilakukan evaluasi secara tertulis mengenai pengetahuan dan proses pembuatan bakso dan crispy jamur tiram. Tes awal dan akhir ditujukan untuk mengetahui tingkat pemahaman pada materi yang diberikan, dengan asumsi pemberian materi dikatakan berhasil apabila terjadi kenaikan hasil tes sebesar minimal 40%. Apabila hasilnya kurang dari 40% pemberian materi diulang sekali lagi pada pertemuan berikutnya. Penanggungjawab kegiatan ini adalah Suharno, STP dan Sulistyawati, STP Praktek mandiri dilakukan oleh para peserta secara mandiri dalam membuat bakso dan crispy jamur tiram di rumahnya sendiri. Dari praktek ini kemudian dilakukan evaluasi terhadap produk yang dihasilkan apakah proses sudah dikuasai dan produk diterima masyarakat dengan uji organoleptik meliputi rasa dan kesukaan konsumen (Kartiko, 1988). Pengawas kegiatan ini adalah Suparjono, STP Pendampingan dilakukan untuk memastikan bahwa proses pembuatan sudah dikuasai untuk memperlancar produksi dan pemasaran. Pendampingan dilakukan sampai peserta mampu memproduksi dan memasarkan dagangannya sesuai target yang dia tetapkan. Penanggungjawab kegiatan ini adalah Ir. Sri Hartati, MP.
232
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Secara keseluhan, rencana kegiatan yang akan dilakukan dirangkum dalam diagram lir (Gambar 3).
Mulai Persiapan/Sosialisasi Pre-test Penyuluhan/pemberian materi kpd mitra Demonstrasi pembuatan bakso dan crispy jamur tiram (Gambar 1 dan 2) Evaluasi
Mitra paham?
Tidak
Ya Praktek sendiri pembuatan bakso dan crispy jamur tiram Evaluasi
Tidak
Hasil OK? Ya
Pendampingan bakso dan crispy jamur tiram Post-test
Peningkatan pengetahuan >50%?
Tidak
Ya Program dinyatakan berhasil Selesai
Gambar 3. Diagram alir kegiatan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
233
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Pelatihan pembuatan bakso dan crispy jamur tiram Pelatihan pembuatan bakso dan crispy jamur tiram dengan demonstrasi yang dilakukan tim dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2012 jam 08.00 - 12.00 di Balai Desa Kelurahan Kartasura. Kegiatan diawali dengan pre-test untuk mengetahui pengetahuan peserta tentang bakso dan crispy jamur tiram. Jumlah peserta yang hadir 20 orang terdiri dari pengrajin dan simpatisan. Hasil pre-test menunjukkan skor 4,25 yang artinya bahwa peserta masih belum mengerti tentang sentuhan teknologi yang akan diterapkan tim. Tanggapan para peserta sangat baik dengan terlihatnya perhatian dan aktifnya diskusi. 2. Latihan mandiri pembuatan bakso crispy jamur tiram Latihan mandiri pengrajin dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2012 jam 08.00 sampai selesai. Latihan diikuti 20 peserta yang terbagi dalam 2 kelompok. Keseriusan peserta dalam latihan dibuktikan dengan produk yang dihasilkan cukup baik dan dinikmati bersama-sama. 3. Pendampingan pembuatan bakso dan crispy jamur tiram Latihan mandiri dilanjutkan dengan uji organoleptik terhadap bakso dan crispy jamur tiram yang dihasilkan serta tes pengetahuan yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2012 jam 09.00 sampai selesai. Hasil tes akhir menunjukkan skor 8,44 yang berarti bahwa pengetahuan peserta meningkat dengan adanya kegiatan ini. Peningkatan hasil tes dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil tes pengetahuan Rata-rata nilai pre-test 4,25
Rata-rata nilai post-test 8,44
Kenaikan (%) 98,6
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pengetahuan peserta menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi (98,6%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ini berhasil meningkatkan pengetahuan peserta. Dari hasil evaluasi terhadap produk bakso dan crispy jamur tiram yang dihasilkan 2 kelompok peserta didapatkan hasil seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil uji organoleptik bakso dan crispy jamur tiram Kelompok
Bakso jamur tiram Rasa Kesukaan 3,2308 3,2308 3,2308 3,2308 3,2308 ns 3,2308 ns
Crispy jamur tiram Rasa Kesukaan 3,538 3,538 3,538 3,538 3,538 ns 3,538 ns
Kel. 1 Kel. 2 Rata-rata Keterangan Nilai rasa: 1= sangat tidak enak, 2 = tidak enak, 3 = enak, 4 = enak sekali Nilai kesukaan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = suka, 4 = suka sekali
PEMBAHASAN Dalam ceramah atau penyuluhan keseriusan peserta diperlihatkan dengan banyak bertanya tentang proses pembuatan bakso dan crispy jamur tiram ini. Hal ini mengindikasikan bahwa para pengrajin mengrespon adanya produk-produk baru yang bisa dikembangkan untuk menambah penghasilan mereka. Pada penyuluhan dan pelatihan dihadiri oleh 20 peserta. Dalam praktek mandiri mereka terbagi dalam 2 kelompok dan dari hasil uji organoleptik terhadap kedua produk yang dihasilkan ternyata kedua kelompok tersebut sudah mampu menghasilkan
234
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bakso dan crispy jamur tiram dengan hasil .yang enak dan disukai (Tabel 1). Di antara kedua kelompok tersebut tidak ada perbedaan nyata. Dalam pelaksanaan kegiatan ini ditemui beberapa hambatan, antara lain: 1. Beberapa pembudidaya jamur tiram mempunyai kesulitan pada pemasaran bakso jamur tiram baik bakso kuah maupun bakso goreng, kemungkinan karena harga jual yang kurang terjangkau serta kurang minatnya masyarakat akan produk ini, walaupun rasanya enak dan disukai. 2. Pemasaran crispy jamur tiram tidak mengalami masalah yang serius. Masyarakat lebih memilih jenis makanan camilan ini yang tidak mengenyangkan dibandingkan dengan bakso jamur tiram. Namun keuntungan yang didapatkan dari penjualan produk pada saat ini tidak besar. Melihat minat masyarakat yang meningkat kemungkinan harga dapat dinaikkan sehingga keuntungannya meningkat. 3. Dalam perjalanan pendampingan muncul produk baru yaitu sosis jamur tiram yang lebih menarik konsumen dengan pemasran yang lebih baik dari pada bakso jamur tiram 4. Diperlukan keuletan dalam pemasaran produk baru dengan harga yang relatif terjangkau tetapi tetap menguntungkan. Adapun faktor-faktor pendorong pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini antara lain adalah keingintahuan para pengrajin akan produk-produk baru beserta cara pembuatannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan mengganti jajanan anak menjadi jajanan yang lebih ―baik‖. KESIMPULAN Dari Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini berjalan dengan lancar dan berhasil dengan indikator terjadi peningkatan pengetahuan peserta > 50% yaitu 98,6% serta peningkatan ketrampilan membuat bakso dan crispy jamur tiram dengan rasa yang enak dan disukai masyarakat skor mendekati 3 yaitu 3,2308 dan 3,538. DAFTAR PUSTAKA Winarno, F.G. 1998. Peranan Teknologi dalam Penganekaragamam Pangan. Makalah Simposium Pergizi Pangan. Yogyakarta Kartiko, B. 1988. Uji Indrawi. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
235
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
PMKBI Penyusunan PTK Berbasis Lesson Study di SD Negeri Kepuh 01 dan SD Negeri Kepuh 03 Nguter Sukoharjo Andhika Ayu W, Utami Murwaningsih, Joko Bekti H, dan Isna Farahsanti Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1 Sukoharjo 57521, E-mail:
[email protected];
[email protected] ABSTRAK: Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi mitra tentang kegiatan lesson study dan PTK, sehingga mitra mampu merancang dan melaksanakan PTK berbasis lesson study. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dengan pendekatan kolaboratif-partisipatif dialogis meliputi workshop (ceramah, tanya jawab, diskusi) untuk penyampaian materi, praktek langsung untuk penyusunan PTK berbasis lesson study, mengujicoba, praktek penulisan karya ilmiah. Supervisi dan kunjungan untuk memastikan berjalannya hasil pelatihan dan mendapat dukungan sumber daya dalam kelanjutan pelaksanaan perbaikan mutu pembelajaran.Dalam kegiatan program pengabdian kepada masyarakat ini, workshop dihadiri 10 guru SD Negeri Kepuh 01 dan 11 guru SD Negeri Kepuh 03 Nguter Sukoharjo. Peserta menyatakan kegiatan ini sangat bermanfaat dan merupakan pengalaman baru. Khusus penulisan karya ilmiah, guru yang akan naik ke IV B meminta untuk diadakan pendampingan tersendiri. 100% mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo hadir dan mengikuti kegiatan workshop sampai selesai, memahami tentang penyusunan PTK berbasis lesson study sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat diimplementasikan dalam pembelajaran secara berkesinambungan. Skor rata-rata kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study setelah mengikuti workshop memperoleh skor rata-rata sebesar 15,12, cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata sebesar 12,16 sebelum mengikuti workshop. Keefektivan workshop secara kuantitatif secara keseluruhan menunjukkan kesimpulan bahwa mitra mengalami kenaikan tingkat ketuntasan sebesar 57,1% pada kompetensi keterampilan penyusunan PTK berbasis lesson study. Kata-kata kunci: Penelitian Tindakan Kelas (PTK), lesson study PENDAHULUAN Jumlah guru SD Negeri Kepuh 01 Nguter Sukoharjo sebanyak 10 orang terdiri dari enam orang guru PNS dan empat orang guru non PNS (Guru Tidak Tetap). Dari enam orang guru PNS, satu orang di antaranya masih bergolongan III, sedangkan lima orang sudah bergolongan IVa. Kualifikasi pendidikan S1 sebanyak delapan orang dan DIII sebanyak dua orang dengan jumlah guru yang telah bersertifikasi empat orang. Sedangkan jumlah guru SD Negeri Kepuh 03 Nguter Sukoharjo sebanyak 11 orang terdiri dari delapan orang guru PNS dan tiga orang guru non PNS (Guru Tidak Tetap). Dari delapan orang guru PNS, satu orang di antaranya masih bergolongan III, sedangkan tujuh orang sudah bergolongan IVa. Kualifikasi pendidikan S1 sebanyak sembilan orang dan DIII sebanyak dua orang dengan jumlah guru yang telah bersertifikasi lima orang. Selama 13 tahun terakhir, golongan tertinggi guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo, rata-rata di IV/a. Hal itu karena guru kesulitan dalam membuat karya tulis. Umumnya guru menggunakan PTK sebagai kegiatan pengembangan profesi. Sementara itu, guru-guru tersebut memerlukan peningkatan kemampuan dan kemauan dalam menyusun PTK. Menyusun PTK untuk sebagian guru dirasakan tidak mudah, banyak sekali PTK yang gagal untuk dapat dinilai. Akibatnya tidak sedikit guru yang mengeluh, marah, curiga, dan apatis.
236
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Yang penting ada PTK, apapun bentuk dan cara membuatnya Sehingga tidak sedikit PTK yang hanya berupa kumpulan kliping, PTK yang tidak perlu, PTK yang tidak bermanfaat, PTK yang tidak mampu menunjukan kegiatan nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya, PTK yang tidak sesuai dengan tujuan Kegiatan Pengembangan Profesi. Mengacu pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Permenpan) No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi seorang guru untuk naik ke golongan IV/b harus membuat karya tulis. Setelah guru berpangkat pembina golongan ruang IV/a dengan jabatan guru madya, banyak guru tidak lancar dalam mengajukan DUPAK sebagai persyaratan untuk kenaikan pangkat ke IV/b. Guruguru terhalang Permenpan No. 84/1993 yang mewajibkan bagi guru untuk naik pangkat dari IV/a ke atas dipersyaratkan mengembangkan profesionalitasnya dengan membuat karya inovatif. Salah satunya berupa karya tulis ilmiah dengan bobot nilai angka kredit 12. Persyaratan dalam Permenpan itu pun seolah menjadi penghalang bagi sebagian guru untuk naik pangkat dari golongan IV/a ke atas. Sebagian besar guru tidak tahu apa isi dari Permenpan tersebut. Termasuk juga kurang paham dengan karya inovatif guru dalam pengembangan profesinya, terutama ninimnya pengetahuan guru tentang PTK, sehingga yang ada dalam pola pikir para guru, karya tulis ilmiah adalah tulisan setara tesis yang penuh dengan ―teori dan statistik‘‘. Program-program pengembangan profesi guru membutuhkan fasilitas yang dapat memberi peluang kepada guru learning how to learn dan to learn about teaching. Fasilitas yang dimaksud, misalnya lesson study (kaji pembelajaran). Lesson study (LS) atau Kaji Pembelajaran adalah suatu pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. Di Indonesia, LS telah diterapkan di tiga daerah (Malang, Yogyakarta, dan Bandung) sejak tahun 2006 melalui skema Strengthening In-Service Teacher Training of Mathematics and Science (SISTTEMS)(Susilo, 2007). Di Bali, isu tentang LS baru terdengar pada awal tahun 2007. Melihat kenyataan tersebut, Program Studi Pendidikan Matematika dan Biologi MIPA FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara telah melaksanakan kegiatan lesson study selama satu tahun dan memprogramkan mengadakan seminar secara rutin dan mengkaji secara konseptual tentang LS. Di samping itu, telah diprogram pula pelatihan LS di sekolah-sekolah. Program-program tersebut dianggap penting, karena secara teoretis, LS menyediakan suatu cara bagi guru untuk dapat memperbaiki pembelajaran secara sistematis (Podhorsky & Moore, 2006). LS menyediakan suatu proses untuk berkolaborasi dan merancang lesson (pembelajaran) dan mengevaluasi kesuksesan strategi-strategi mengajar yang telah diterapkan sebagai upaya meningkatkan proses dan perolehan belajar siswa (Lewis, 2002; Lewis, et al., 2006; Yuliati, et al., 2006). Dalam proses-proses LS tersebut, guru bekerja sama untuk merencanakan, mengajar, dan mengamati suatu pembelajaran yang dikembangkannya secara kooperatif. Sementara itu, seorang guru mengimplementasikan pembelajaran dalam kelas, yang lain mengamati, dan mencatat pertanyaan dan pemahaman siswa. Penggunaan proses LS dengan program-program pengembangan yang profesional tersebut merupakan wahana untuk mengembalikan guru kepada budaya mengajar yang proporsional (Lewis & Tsuchida,1998). Dilihat dari tahap-tahap dalam lesson study ada beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan lesson study yang sering dilakukan guru dan dosen secara kolaboratif yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan oleh kelompok guru bidang studi tertentu di tingkat Sekolah Menengah yaitu MGMP (Musyawarah Guru Mata Pealajaran) atau di tingkat Sekolah Dasar yaitu Keloimpok Kerja Guru (KKG). Apabila dilihat sekilas memang kegiatan tersebut hampir mirip dengan lesson study, namun ada beberapa hal mendasar yang membedakan Lesson Study dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maupun dengan kegiatan dalam MGMP/ KKG. Dalam rangka upaya untuk meningkatkan kualitas, perlu dilakukan workshop penyusunan PTK berbasis lesson study pada guru-guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo. Kegiatan pengabdian ini di samping membekali guru mengenai keterampilan menyusun dan melaksanakan PTK, dapat membekali guru melaksanakan kegiatan lesson study. Sehingga kesulitan dalam penyusunan PTK dapat teratasi dan guru dapat melaksanakan dua
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
237
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
kegiatan pengembangan profesi guru, yaitu menyusun PTK dan kegiatan Lessson Study. Akhirnya, meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan prestasi belajar siswanya. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan permasalahan prioritas yang dihadapi adalah: (1) mitra belum memiliki pengetahuan dan kompetensi yang memadai tentang PTK, sehingga belum mampu merancang dan melaksanakan PTK dan (2) mitra belum memiliki pengetahuan dan kompetensi yang memadai tentang kegiatan lesson study. METODE Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh mitra maka dipandang perlu untuk memberikan alternatif solusi berupa pemberian Workshop Penyusunan PTK Berbasis lesson study. Rangkaian kegiatan workshop tertera dalam Tabel 1. Tabel 1. Kegiatan workshop PTK berbasis lesson study No. 1.
Kegiatan Pre-test
2.
Workshop Penyusunan PTK Berbasis lesson study
3.
4.
238
Tujuan Mengetahui tingkat pengetahuan dan keterampilan awal sasaran mengenai PTK dan lesson study Mitra dapat menyusun RPP dan proposal PTK berbasis lesson study
Operasionalisasi Pertemuan I 10 nomor soal PTK. 10 nomor soal lesson study. Tiap nomor bernilai 1. Durasi: 2 x 20 menit Pelaksana: Drs. Joko Bekti H, M.Pd.
Personal Guiding
Mitra dapat menyusun RPP dan proposal PTK berbasis lesson study
Pertemuan III dan IV Mendampingi dan me-review penyusunan RPP dan Proposal PTK Durasi: 2 x 90 menit, pelaksana: Utami M, S.Pd.M.Pd. dan Andhika Ayu, S.Si. M.Pd.
Post-test
Mengetahui progres yang dicapai peserta sesudah workshop
Pertemuan V 10 nomor soal PTK. 10 nomor soal lesson study. Tiap nomor bernilai 1. Durasi: 2 x 20‘, pelaksana: Drs. Joko Bekti, M.Pd.
Pertemuan II Tim pengabdi menggunakan metode ceramah dengan bantuan media laptop dan LCD. 1. Menjelaskan materi kegiatan lesson study, meliputi: pengertian, kelebihan, dan tahapan lesson study, serta kendala dan cara mengatasinya. Durasi: 90‘, pelaksana: Andhika Ayu, M.Pd. 2. Menjelaskan materi PTK, meliputi: pengertian, tujuan, manfaat, karakteristik, prosedur pelaksanaan, dan format usulan PTK. Durasi: 90‘, pelaksana: Isna Farahsanti, M.Pd. 3. Menjelaskan materi implementasi penyusunan PTK berbasis lesson study, meliputi: perbedaan PTK, lesson study, dan MGMP/KKG dan mempresentasikan contoh penyusunan PTK berbasis lesson study yang pernah dilakukan narasumber. Durasi: 90‘, pelaksana: Utami M, S.Pd.M.Pd.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Langkah-langkah pemberian alternatif solusi tersebut dapat divisualisasikan dalam Gambar 1.
Mulai Pre-test Workshop penyusunan PTK berbasis lesson study Pendampingan Post-test Tidak Keterampilan Mitra OK? Ya Pelaporan Selesai
Gambar 1. Diagram alir workshop penyusunan PTK berbasis lesson study Workshop dilaksanakan dengan 2 cara: (1) metode ceramah, tim pengabdi menggunakan metode ceramah dengan bantuan media laptop dan LCD dan (2) Drill practice atau latihan praktek, setelah penjelasan materi selesai, untuk pendalaman materi sekaligus mengaplikasikan antara teori dengan kenyataan, guru-guru diminta merancang RPP yang dirancang untuk penyusunan PTK berbasis lesson study. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan workshop penyusunan PTK untuk SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dilaksanakan di ruang kelas V SD Negeri Kepuh 03 Nguter Sukoharjo, dipilih tempat itu karena tempat itu yang paling strategis dan memadai dibanding tempat yang lain. Selain itu kepala sekolah pada dua sekolah tersebut diampu oleh satu orang yaitu Marno, S.Pd. homebase di SD Negeri Kepuh 03 Nguter Sukoharjo. Workshop pada hari Jumat, 18 Mei 2012, diikuti oleh 21 peserta. Mayoritas guru di sekolah tersebut sudah sarjana. Hasil perhitungan analisis yang digunakan adalah uji-t dan taraf signifikansi 0,05 diperoleh harga statistik uji thitung = -5,851 atau P = 0,000 < 0,05. Hal ini berarti ada perbedaan rerata perbedaan kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study sebelum dan sesudah mengikuti workshop. Ditinjau dari skor rata-rata kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study sebelum mengikuti workshop memperoleh skor rata-rata 12,19 (60,95%), sedangkan skor rata-rata kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study sebelum mengikuti workshop memperoleh skor
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
239
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
rata-rata 15,14 (75,7%). Jadi dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study setelah mengikuti workshop memperoleh skor rata-rata cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study sebelum mengikuti workshop. Mitra yang dapat mengerjakan dengan benar minimal 70% soal pre-test sebanyak 4 orang atau 19,1%, sedangkan mitra yang dapat mengerjakan dengan benar minimal 70% soal post-test sebanyak 16 orang atau 76,2%, sehingga mitra mengalami kenaikan tingkat ketuntasan sebesar 57,1% pada kompetensi keterampilan penyusunan PTK berbasis lesson study. Dalam pelaksanaan yang sesungguhnya, workshop ini telah mendapat respon yang positif oleh mitra. Hal ini ditunjukkan adanya permintaan mitra untuk pendampingan secara berkelanjutan dalam penyusunan PTK berbasis lesson study. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 100% mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo hadir dan mengikuti kegiatan workshop sampai selesai, memahami tentang penyusunan PTK berbasis lesson study sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat diimplementasikan dalam pembelajaran secara berkesinambungan. Skor rata-rata kompetensi keterampilan mitra guru SD Negeri Kepuh 01 dan Kepuh 03 Nguter Sukoharjo dalam penyusunan PTK berbasis lesson study setelah mengikuti workshop memperoleh skor rata-rata sebesar 15,12 (75,7%), cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata sebesar 12,16 (60,95%) sebelum mengikuti workshop. Keefektivan workshop secara kuantitatif menunjukkan kesimpulan bahwa mitra mengalami kenaikan tingkat ketuntasan sebesar 57,1% pada kompetensi keterampilan penyusunan PTK berbasis lesson study. Saran 1 Hendaknya dilaksanakan PPM lanjutan dengan pendampingan kegiatan lesson study berbasis PTK di SD Negeri Kepuh 01 danKepuh 03 Nguter Sukoharjo, sehingga mitra dapat melaksanakan secara berkelanjutan kegiatan lesson study dan penyusunan PTK. 2 Hendaknya Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo memfasilitasi kegiatan penyusunan PTK berbasis lesson study di setiap sekolah dengan memberikan anggaran rutin tahunan. DAFTAR PUSTAKA Anonim Keputusan Menteri Negera Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Lewis & Tsuchida. 1998. What is Lesson Study?. http://www.lessonresearch.net/. Diambil pada 13 November 2011. Podhorsky & Moore. 2006. Using the Japanese Lesson Study in Mathematics. http://www. Glencoe.com/. Diambil pada 13 November 2011. Susilo, H. 2005. Kumpulan Makalah dalam Seminar dan Workshop Lesson Study dalam Rangka Persiapan Workshop Kolaborasi FMIPA-MGMP MIPA dan SMA Kota Malang, Lesson Study: Apa dan Mengapa (hlm 1-12). Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Yuliati, et al., 2006. Lesson Study. Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. UPI Press.
240
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Penelusuran Artikel Ilmiah Berbasis Internet bagi Mahasiswa Program Studi PGSD Univet Bantara Sukoharjo Benedictus Sudiyana, Mukti Widayati, Y. Sugiyanto, Bambang Trianto, dan Titik Sudiatmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521 ABSTRAK: Pemahaman peserta mitra tentang search engine pencari artikel masih minim. Diperlukan cara memanfaatkan berbagai server artikel untuk mengekspolrasi sumber-sumber informasi ilmiah yang dipublikasikan melalui internet. Tujuan atau target kegiatan ini adalah meningkatkan: (1) penguasaan berbagai search engine, (2) penguasaan unduh berbagai format, (3) kemampuan modifikasi alamat situs referensi yang berupa pdf, dan (4) kemampuan menghasilkan kliping. Kegiatan PPM ini dilakukan melalui kegiatan workshop dan pemberian pelatihan baik secara tutorial maupun secara mandiri, dengan bantuan perangkat TI. Dilakukan dengan pengukuran evaluasi pre-test dan post-test dapat diketahui tingkat kemajuan kebiasaannya. Hasilnya, akhir kegiatan secara rata-rata perubahan kenaikan kebisaan dari 16,32 hingga 72,86 (14), meliputi (1) penguasaan berbagai search engine, melalui workshop dengan pola tatap muka dan penugasan memberikan perubahan penguasaan yang sangat berarti dari tidak bisa menjadi bisa; (2) penguasaan unduh berbagai format, dari format doc/html, ppt, pdf dapat dilakukan dengan proses demonstrasi praktik yang tersedia sarana perangkat koneksi yang memadai; (3) kemampuan modifikasi alamat situs referensi yang berupa pdf dapat berhasil diwujudkan kepada para peserta baik diintegrasikan dalam file maupun di-remodifikasi dalam referensi; dan (4) kemampuan menghasilkan kliping dapat dihasilkan dalam bentuk softcopy dengan perangkat CD. Kata-kata kunci: artikel ilmiah berbasis internet, search engine, klasifikasi format teks, PENDAHULUAN Penguasaan akan sumber-sumber ilmiah dari internet merupakan salah satu syarat minimal dalam penyusunan karya ilmiah, selain sumber-sumber lainnya. Telah diketahui bersama, sumber-sumber ilmiah melalui internet menjadi pintu gerbang bagi kemajuan ilmu di bidangnya karena media internet sangat fenomenal dalam hal kebaruan/kemutakhiran dibandingkan media lainnya. Di sisi lain, dimilikinya penguasaan akan sumber ilmiah dari internet ini memungkinkan orang atau pengguna internet bisa lebih akrab dengan budaya produksi, khususnya untuk meng-upload (mengunggah) karya tulisnya sehingga lebih bisa tersiar dan termanfaatkan secara lintas ruang dan waktu. Dalam keperluan bimbingan dan fasilitas konsultasi, pengguna internet yang mempunyai kompetensi memanfaatkan internet untuk keperluan pengembangan karya ilmiah ini juga akan menularkan kemampuannya di bidang penguasaan akses artikel ilmiah dari internet kepada komunitasnya atau mitra kerja lainnya sehingga karya tulisnya lebih mutakhir berkat kemampuan akses ini. Namun kenyataannya, berdasarkan observasi keseharian kegiatan karya tulis ilmiah di antara para sivitas akademik, yang meliputi dosen, mahasiswa, masih sangat kurang. Beberapa karya tulis tugas akhir yang dikoleksi di perpustakaan setempat atau di media publikasi ilmiah menjadi salah satu indikatornya. Masih banyak ditemukan karya tulis yang menggunakan referensi lama, sepuluh tahun mundur, dan jelas-jelas tidak menggunakan sumber internet sebagai pembanding kemajuan di bidangnya. Hal ini diduga bisa disebabkan oleh (1) minimnya wawasan tematik karya tulis yang dijumpai di bidangnya, (2) belum akrabnya sumber
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
241
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
kepustakaan ilmiah yang mutakhir, dan (3) belum akrabnya melakukan akses dan kode kepustakaan internet. Singkat kata, terdapat gejala yang menonjol yakni belum akrabnya mereka dengan internet sebagai sumber karya ilmiah. Kondisi ini dibarengi oleh kenyataan bahwa universitas dan jajarannya sebagai wadah akademik belum penah mengadakan pelatihan bagi para mahasiswa, belum ada lembaga khusus yang menangani pemanfaatan internet untuk keperluan ilmiah baik yang dikelola dalam Pusat Pelayanan Media Pendidikan atau lainnya dalam fungsi yang sejenis. Selama ini menurut yang penulis tahu Universitas baru sebatas menyediakan sarana hotspot untuk intenet area, sementara pemanfaatannya belum disediakan pelatihan yang terarah sesuai tujuan. Kelemahan kapasitas hotspot bisa ditunjang oleh sarana modem yang sifatnya bebas, yang setiap orang bisa memanfaatkan di mana saja berada meskipun tanpa hotspot. Di lingkungan Progdi PGSD terdapat 6 dosen tetap progdi yang ditambah beberapa dosen dari progdi lain. Jumlah mahasiswa ada 438 mahasiswa. Ihwal pemanfaatan karya ilmiah, minimnya kemunculan karya tulis ilmiah tampak dari indikasi pengambilan sitasi/pengutipan. Melalui tugas kuliah, para mahasiswa tersebut masih kesulitan mendapatkan sumber internet yang memadai sebagai sitasi ilmiah, di samping sumber yang kurang valid (blog pribadi) juga pengambilan kode ilmiah dari internet yang kurang sesuai dengan panduan ilmiah, kecenderungan copy and paste utuh masih menggejala. Melalui wawancara informal dengan beberapa mahasiswa, diketahui bahwa mereka masih mengalami beberapa kendala, yaitu: (1) kesulitan mencari sumber-sumber mutakhir perangkat penulisan karya ilmiah dengan search engine pencari artikel untuk keperluan akses, (2) kesulitan mengenal klasifikasi format teks, dan (3) kesulitan mengkodifikasi alamat situs artikel secara lebih praktis, kompak, menyatu dengan artikel terutama untuk kepustakaan yang berformat pdf. Ada beberapa keluhan berkaitan dengan teks format pdf yakni bagaimana kiatnya agar format pdf dapat dilekati sumber situs untuk kelengkapan penulisan kepustakaan. Maka dari itu, perlu diadakannya kegiatan pengabdian yang bertujuan agar peserta dapat: (1) menguasai berbagai search engine (yahoo, google, brupt, dan scribd), (2) menguasai unduh berbagai format teks (doc, ppt, excel, pdf), (3) memodifikasi alamat situs referensi teks (doc, ppt, dan pdf), dan (4) menghasilkan kliping artikel ilmiah/teks ilmiah (doc, dan pdf) bentuk soft copy atau hardcopy. Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi pada mitra di atas, dalam kerangka pemenuhan ketercukupan bahan inspirasi yang berupa artikel-artikel dari internet, tim pengusul dan anggota kelompok mitra berdiskusi untuk menelaah dan merefleksi dalam rangka mengajukan aksi solusi terhadap permasalahan di atas. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa pemahaman teks artikel yang didapat dari berbagai server sangat strategis. Namun, sangat diperlukan cara-cara penanganan agar artikel tersebut dan pengkodean situs lebih praktis. Untuk itu, diputuskan mahasiswa Program Studi PGSD sebagai anggota mitra perlu dipahamkan untuk mewujudkan penulisan artikel ilmiah yang dikehendaki. Melalui diskusi tersebut disimpulkan dan disepakati prioritas pemasalahan mitra dan sekaligus upaya pemecahan masalah yang ditawarkan oleh tim pengusul kepada mitra, yakni mengeksplorasi artikel yang bisa membantu mengkondisikan dalam merealisasikan karya ilmiah. METODE PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan uraian masalah di atas, kegiatan yang akan dilakukan adalah dengan mengadakan pengabdian dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan (a) penelusuran artikel internet dengan bebagai penyedia mesin pencari (search engine), (b) workshop/pelatihan mengklasifikasi berbagai teks di internet, (c) pengkodifikasian sumber situs artikel. Untuk mengatasi permasalahan sebagaimana di atas, dilakukan solusi dengan metode sebagai berikut: Permasalahan pertama, kesulitan pemahaman tentang search engine pencari artikel diatasi dengan metode tutorial/penjelasan diikuti praktik membuka berbagai search engine, yakni dengan Yahoo, Google, Brupt, dan Scribd. Metode yang digunakan adalah (a) metode ceramah dan (b) metode praktik langsung.
242
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Permasalahan kedua, kesulitan pemahaman klasifikasi format teks diatasi dengan metode penjelasan berbagai klasifikasi teks (doc, ppt, excel, dan pdf) diikuti praktik mengeksplorasi teks-teks tersebut melalui berbagai search engine internet seperti di atas. Metode yang digunakan adalah (a) metode ceramah, untuk menyampaikan materi karakteristik format teks, (b) metode praktik langsung, untuk memperoleh pengalaman mengeksplorasi berbagai teks dalam berbagai format. Permasalahan ketiga, kesulitan mengkodifikasi alamat situs artikel diatasi dengan metode penjelasan berbagai cara pencatatan (anotasi) sumber kepustakaaan internet diikuti praktik mengeksplorasi teks-teks tersebut melalui berbagai search engine internet untuk mendapatkan berbagai teks artikel. Metode yang digunakan adalah metode ceramah (menyampaikan materi pencatatan (anotasi) referensi teks sumber internet) dan metode praktik langsung (memperoleh pengalaman menulis anotasi berbagai artikel teks yang diperoleh melalui internet) dalam bentuk artikel jurnal, makalah/paper/karya ilmiah, laporan penelitian, buku teks, modul, abstrak, handout (PPT), dan bahan-bahan teks penting untuk pembelajaran dan penulisan karya ilmiah lainnya. Secara garis besar, dari ketiga permasalahan dan kegiatan solusi di atas, dilakukan dengan metode ceramah dan praktik. Hal ini sesuai dengan target yang dicapai melalui workshop ini yakni memperoleh pemahaman dan pengalaman dalam mengeksplorasi artikel ilmiah berbasis internet hingga mendapatkan kliping artikel/teks ilmiah dari internet. Solusi yang ditawarkan sesuai dengan prioritas permasalahan yang disepakati antara tim dengan mitra dan dilaksanakan dengan metode seperti yang tertera dalam Tabel 1. Tabel 1. Materi dan metode kegiatan No. Materi A. Tahapan Perencanaan 1. Sosialisasi peserta 2. Evaluasi minat terhadap kegiatan pelatihan/workshop B. Tahapan Pelaksanaan 3 pre-test 4 Pemanfaatan internet: sebuah pengantar 5 Tata cara akses insternet 6 Format teks dan upaya menghindari plagiarisme 7 Kodifikasi referensi karya ilmiah: hak cipta dan transaksi elektronik karya ilmiah 8 Mencari karya ilmiah melalui internet 9 Review materi 10. Evaluasai pelaksanaan
Metode kegiatan publikasi tertulis penilaian minat tes individu ceramah, diskusi ceramah, diskusi tutorial, praktik tutorial, praktik tutorial, praktik diskusi, tanya jawab evaluasi nontes terhadap pelaksanaan
C. Tahapan Pelaporan 11 Evaluasi Akhir berupa pemberian tugas mandiri download penilaian tugas mandiri karya ilmiah yang disajikan berupa kliping 12 Pendampingan bagi yang memerlukan konsultasi diskusi, tanya jawab Keterangan: Dilakukan untuk menginformasikan dan sekaligus menyampaikan paparan teknis pelaksanaan PPM yang disajikan dalam bentuk pelatihan/workshop. Peserta mitra yang dijangkau sebanyak 20 orang untuk progdi PGSD. Secara teknis sosialisasi berupa surat undangan disertai lampiran jdwal teknis dan sekaligus penilaian minat.
Sebelum dan sesudah pelaksanaan workshop tiap peserta diberikan evaluasi. Evaluasi yang diberikan pada saat sosialisasi ini adalah evaluasi minat. Dalam pelaksanaan evaluasi minat, seluruh (calon) peserta diberi daftar isian/angket minat. Evaluasi minat terdiri atas seperangkat pertanyaan tentang minat yang jawabannya adalah berminat, tidak berminat, dan abstain. Keberhasilan sosialisasi ditentukan dari nilai jawaban soal minat: ≥ 60% peserta berminat.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
243
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Sebelum pelaksanaan pada awal memulai kegiatan, seluruh peserta yang hadir menyatakan berminat diberikan pre-test. Pre-test berisi sejumlah pertanyaan tentang aplikasi internet untuk penelusuran artikel ilmiah. Pre-test digunakan tidak saja untuk mengetahui keadaan posisi awal peserta terhadap pengetahuan/keterampilan yang hendak ditransferkan, tetapi juga mengetahui seberapa tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan. Materi pengantar tentang internet terutama ditujukan untuk pemanfaatan jenis-jenis search engine utama dalam browsing atau searching (pencarian/penelusuran informasi), yaitu Yahoo, Google. Meskipun tidak menutup kemungkinan diinformasikan search engine yang lainnya, seperti (www.live.com, www.altavista.com, www.infoseek.com, www.lycos.com, www.excite.com). Untuk alamat jurnal online diberikan alamat jurnal online internasional. Melakukan kegiatan penelusuran artikel/bahan teks dengan bebagai search engine dan mendapatkan bahan sumber acuan ilmiah yang diperlukan. Bahan-bahan disimpan dalam file. Dilakukan dengan metode diskusi, tanya jawab, praktik, tutorial. Melakukan kegiatan penelusuran artikel/bahan teks khusus pdf dan melakukan penyimpanan dalam file/download dengan anotasi situsnya dengan kiat khusus. Dilakukan dengan metode diskusi, tanya jawab, praktik, tutorial. Melakukan review materi pelatihan dari awal hingga akhir untuk merangkum sejumlah kompetensi/penguasaan yang bisa diinternalisasikan untuk keperluan penelusuran artikel ilmiah lewat sarana internet. Evaluasi akhir berupa pemberian tugas mandiri download karya ilmiah yang dikumpulkan dan yang disajikan berupa kliping sebagai ujud hasil kerja workshop. Sebagai evaluasi akhir terdapat tiga macam pelaksanaan evaluasi: 1. Evaluasi post-test untuk mengetahui tingkat ketercapaiannya kegiatan pelatihan antara sebelum pelaksanaan (awal) dan akhir. Keberhasilan pencapaian kemampuan penelusuran bilamana > 60% peserta menyatakan Bisa (B). 2. Evaluasi tingkat kepuasan pelakanaan pelatihan/workshop untuk mendapatkan umpan balik dan refleksi masukan tentang pelaksanaan materi workshop dalam kerangka perbaikan workshop untuk yang akan datang. Evaluasi ini berisi nilai tingkat kepuasan pelaksanaan penyajian workshop dari peserta. Nilai keberhasilan dari segi tingkat kepuasan peserta bilamana setiap peserta mencapai skor > 30. 3. Evaluasi produk hasil kegiatan yakni untuk menilai hasil kegiatan workshop, khususnya penilaian terhadap kliping artikel ilmiah berbasis internet yang dibuat. Nilai keberhasilam penyajian kliping setiap peserta mencapai skor > 30. Untuk mendapatkan kliping, tutor dapat dihubungi untuk melakukan pendampingan dalam menyajikan kliping, di luar tatap muka workshop, sampai terwujud kliping dari hasil penelusuran. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan workshop penelusuran artikel ilmiah berbasis internet ini melalui dua bentuk, yaitu (a) tutorial/tatap muka dan (b) penugasan. Tutorial dilaksanakan Senin, 14 Mei 2012, mulai pukul 09.00 sampai pukul 14.00. Penugasan dilaksanakan setelah tatap muka/tutorial selama kira-kira dua minggu. Peserta diberi tugas mendapatkan format doc, ppt., dan pdf. Kemudian hasilnya dikumpulkan serta diberikan post-test. Tempat pelaksanaan pertemuan di ruang seminar Univet Bantara Sukoharjo (Barat Gedung Auditorium). Peserta adalah anggota HMP (Himpunan Mahasiswa Program) PGSD. Peserta aktual, yang benar hadir dan terlibat aktif adalah, para mahasiswa PGSD, sejumlah 18 orang dan 1 orang peserta umum. Adapun materi dan pemateri workshop tertera pada Tabel 2.
244
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 2. Agenda kegiatan workshop Agenda 1. Registrasi peserta 2. Pembukaan dan sambutan 3. Pemanfaatan Internet: Sebuah Pengantar 4. Rehat 5. Materi : a. Tata cara akses insternet b. Format teks dan upaya menghindari plagiarisme c. Kodifikasi referensi karya ilmiah: Hak cipta dan transaksi elektronik karya ilmiah 6. Panduan teknis: Mencari Karya ilmiah melalui Internet 7. ISHOMA 8. Praktik penelusuran sumber teks berbasis internet 9. Refleksi dan penutupan
Petugas /pemateri Panitia Panitia Dra. Mukti Widayati, M. Hum Panitia Drs. Y. Sugiyanto Dra. Titik Sudiatmi, M.Pd Drs. Bambang Trianto, M.M. Drs. B. Sudiyana, M. Pd. Panitia Peserta Panitia
Hasil kegiatan Melalui kegiatan PPM ini diperoleh hasil perubahan penguasaan dalam pemanfaatan internet sebagai sumber penelusuran karya ilmiah. Hal ini didukung oleh kekuatan minat yang dijadikan landasan motivasi (Tabel 3). Tabel 3. Rekap profil minat peserta terhadap penelusuran artikel ilmiah berbasis internet Kategori Mahasiswa Umum
Jumlah 18 1
Asal PGSD -
Profil minat Berminat Berminat
Terhadap pelaksanaan workshop pola tatap muka/tutorial, peserta diminta memberikan tanggapan tentang tingkat kepuasan pelaksanaan kegiatan tutorial. Hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan workshop No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Rerata
N 50 44 43 42 41 40 38 34 35 37 32 39 32 27 38,74
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Skor pencapaian % 100 88 86 84 82 80 76 68 70 74 64 78 64 54 77,48
R 5,0 4,4 4,3 4,2 4,1 4,0 3,8 3,4 3,5 3,7 3,2 3,9 3,2 2,7 38,74
Jumlah 1 1 2 1 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1
245
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
1.
Penguasaan search engine dan unduh teks dalam berbagai format Penguasaan yang ditargetkan dalam kegiatan ini di antaranya mengenai search engine dan unduh teks dalam berbagai format. Peserta mempunyai kemajuan yang signifikan dalam praktik PPM ini yang dilihat dari kondisi sebelum dan sesudah melakukan penelusuran. Melalui penilaian diri pre-test dan post-test (setelah berakhir kegiatan (2 minggu setelah pertemuan penyampaian materi), hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5. Rekap hasil evaluasi sebelum dan sesudah kegiatan PPM No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jumlah Rerata
2.
Sebelum B 10 20 20 30 70 30 60 10; 20; 30; 10; 0 310 16,32
Sesudah B 80 70 70 70 90 60 70 1020 72,86 (14)
Kenaikan % 70% 60% 50% 40% 20% 30% 10% 46,43%
Jumlah 3 4 1 2 1 1 2 5 19
Penguasan modifikasi situs referensi teks (doc, ppt, dan pdf) Dari hasil kegiatan penelusuran diperoleh sejumlah judul/kliping yang dimodifikasi. Penguasaan modifikasi situs ditampilkan dalam tagihan yang dikompilasi dalam CD. Beberapa judul dan nilai penguasaan modifikasi situs untuk setiap artikel disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Penilaian penyajian kliping artikel ilmiah berbasis internet Aspek yang dinilai, bobot, dan skor Nilai J K L O R n (Skor x Bobot) (2) (4) (1) (2) (1) 1. 8 10 10 10 10 8 98 2. 8 10 10 10 10 8 98 3. 8 10 10 10 10 8 98 4. 4 5 10 10 10 8 88 5. 8 10 10 10 10 8 98 6. 8 10 10 10 10 8 98 7. 8 10 10 10 10 8 98 8. 8 10 10 10 10 8 98 9. 8 10 10 10 10 8 98 10. 4 5 10 10 10 8 88 Keterangan: Nilai Aspek yang dinilai 1 = Sangat Kurang, J : Kecukupan Jumlah 2 = Kurang K : Komposisi (doc, ppt, pdf, excel) 3 = Cukup L : Kelengkapan penulisan situs 4 = Baik O : Orisinalitas teks 5 = Sangat Baik R : Relevansi dengan bidang No
3.
246
Jumlah artikel
Kliping hasil penelusuran Peserta sebagai tanda tercapai target workshop manunjukkan bukti berupa kliping. Kliping yang disajikan dalam file CD disampaikan 4 sampai 8 judul. dalam format doc, ppt, dan pdf. Masing-masing lengkap dengan pencantuman alamat situs. Untuk format teks pdf, alamat situs diintegrasikan dalam nama file, yang lebih banyak dikenali oleh si penulis (sebagai kiat khusus). Hasil penyajian klipping dapat dilihat pada Tabel 6.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pembahasan Bagian ini dibahas target kegiatan, yakni (1) penguasaan berbagai search engine, (2) penguasaan unduh berbagai format, (3) kemampuan modifikasi alamat situs referensi yang berupa pdf, dan (4) kemampuan menghasilkan kliping. 1. Menguasai berbagai search engine Berdasarkan paparan yang disajikan dalam Tabel 5, tampak bahwa kenaikan penguasaan sejumlah 46,43%, dari jumlah rata-rata 16,32 hingga pencapaian rata-rata 72,86. Kenaikan itu cukup berarti meskipun tidak terlalu mencolok. Modal minat peserta setidaknya menjadi faktor pendorong. Adapun, faktor penyebab tidak maksimalnya skor penguasaan search engine adalah karena (1) dari keempat jenis search engine yang ditawarkan (Google, Yahoo, Brupt, dan Scribd) hanya tiga yang disebutkan pertama yang memungkinkan bisa dipraktikkan; (2) jenis search engine yang terakhir mensyaratkan pemilikan e-mail sementara belum banyak peserta memiliki e-mail; dan (3) kemampuan perangkat modem ekstenal (hardware) dan fasilitas hotspot yang menyediakan koneksi internet di lingkungan kampus saat itu belum memadai atau sangat berat sehingga tidak memungkinkan cukup waktu dan kapasitas untuk keperluan loading. Akibatnya, tidak bisa dilakukan demonstrasi poses penggunaan mesin pencari dengan scribd. Selain itu, skor keseluruhan tidak bisa maksimal adalah karena ketiadaan hasil tugas yang dilaporkan, entah karena memang sengaja tidak menyerahkan hasil tugas, memang tidak melakukan aksi praktik, mengalami kesulitan/kendala dalam praktik, atau sengaja tidak menyerahkan hasil. Ada lima peserta yang tidak menyerahkan hasil tugas (seperti peserta No 1, 3, 4, 6, dan 17) meskipun dalam proses praktik instruktur sudah menawarkan adanya mekanisme konsultasi bagi yang mengalami kendala/kesulitan.
-
-
-
-
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
sebelum (pre-test)
19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 No peserta
sesudah (post-test)
Gambar 1. Grafik skor pencapaian peserta antara pre-test dan post-test
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
247
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
2.
Penguasaan unduh berbagai format Unduh format teks dikatakan cukup berhasil. Dari empat teks format yang dilatihkan, peserta dapat menyajikan tugas kliping empat jenis format yakni doc., ppt, xls, dan pdf. Keempat jenis format ini sangat dominan dalam teks yang dieksplor (Tabel 7) Tabel 7. Penguasaan unduh sesudah dan sebelum tindakan workshop Aspek Penggunaan sebelum sesudah
3.
(1) Yahoo & Google 18 14
No.Item Soal (3) (4) emailScrib scribd d 0 1 9 3
(2) Brupt 0 13
(5) handoutppt 3 13
(6) teks pdf 15 14
Item nomor 1 penggunaan mesin pencari dengan Yahoo dan Google (dari 18 14) dan 6 (dari 15 14) tampak menurun. Ini disebabkan ada sejumlah peserta yang tidak memasukkan laporan sebagaimana dipaparkan di atas. Item nomor 2, 3, dan 5 (penggunaan Brupt email-scribd, handout-ppt) terjadi perubahan besar yang menggembirakan, masingmasing 0 13, 0 9, 3 15. Faktor pendorongnya adalah karena adanya penekanan pada pentingnya keempat format tersebut bagi guru/calon guru dan bagi usaha penulisan karya ilmiah. Sementara item 4 (penggunaan Scribd) terjadi perubahan dari 1 3. Faktor penyebab adalah selain tingkat kesulitan tinggi, penggunaan Scribd menggunakan syarat bayar atau tidak gratis. Hasil unduhan berupa artikel singkat, paparan modul/handout, regulasi/peraturan pemerintah. Memodifikasi alamat situs referensi teks pdf Modifikasi alamat situs juga cukup berhasil. Gambaran perubahan penguasaan per item yang ditanyakan dalam kemampuan modifikasi tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Kemampuan modifikasi alamat situs teks peserta Aspek Modifikasi sebelum sesudah
(7) teks doc/html. 7 14
No. item soal (8) teks pdf 3 10
(9) referensi pdf 5 12
Kemampuan modifikasi item nomor 7, 8, 9 masing-masing mengalami perubahan positif yang signifikan antara sebelum dan sesudah. Ini berarti metode tutorial, demonstrasi, praktik, saat workshop meskipun tidak semua membawa peralatan laptop dapat berhasil karena menggunakan praktik nyata. Konsultasi klinis juga dilakukan bagi yang mengalami kesulitan secara simultan saat itu. Beberapa contoh hasil modifikasi dipaparkan sesuai dengan nomornya, tertera dalam Tabel 9. Tabel 9. Realisasi modifikasi beberapa sumber situs No. Item 7 8
9
248
Sumber
Contoh penulisan untuk Referensi
teks doc/html (integtrasi teks) teks pdf (kode integrasi nama di file)
elearning.janabadra.ac.id/artikel/00-24117401HAM_Unimed.doc PENDIDIKAN7h4ti3fa-student-umm-acidGdownloadGTasGTpdfGummGBblogGBarticl eGB22-pdf http://h4ti3fa.student.umm.ac.id/download/Taspdf/umm_blog_article_22.pdf(tanggal akses….)
referensi pdf (pengkodean dalam daftar referensi)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
4.
Kemampuan menghasilkan kliping Kliping yang dihasilkan oleh peserta berupa file softcopy. File berupa hardcopy (printout) tidak direalisasikan karena selain tidak praktis, juga lebih tinggi ongkosnya. Setelah dilakukan penelusuran, hasil pengumpulan dapat dikategoriasikan jenis format teks ke dalam tiga kategori besar, yaitu kategori doc, ppt, dan pdf. Pada kategori doc, penulisan nama file referensi tidak perlu dimofikasi, sumber referensi dari home/alamat url dapat disubsitusikan dalam teks. pada kategori pdf dilakukan modifikasi, pada kategori ppt dapat dimodifikasi dan dapat pula diintegrasikan dalam teks jika diambil sumber referensi dari URL-nya. Daftar hasil penelusuran kliping tertera dalam Tabel 10. Tabel 10. Daftar kliping hasil penelusuran yang dilengkapi alamat situs modifikasi No.
Jenis format
Jumlah
1. 2. 3.
doc ppt pdf
20 20 20
Keterangan judul file dimodifiklasi dimodifiklasi
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan PPM yang telah dilakukan, bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Penguasaan berbagai search engine, melalui workshop dengan pola tatap muka dan penugasan memberikan perubahan penguasaan yang sangat berarti dari tidak bisa menjadi bisa. 2. Penguasaan unduh berbagai format, dari format doc/html, ppt, pdf dapat dilakukan dengan proses demonstrasi praktik yang tersedia sarana perangkat koneksi yang memadai. 3. Kemampuan modifikasi alamat situs referensi yang berupa pdf dapat berhasil diwujudkan kepada para peserta baik diintegrasikan dalam file maupun dire-modifikasi dalam referensi. 4. Kemampuan menghasilkan kliping dapat dihasilkan dalam bentuk softcopy dengan perangkat CD. Saran Kepada para peserta hendaknya mengembangkan sendiri beragam penelusuran artikel sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing. Hal penting adanya ruh, semangat, dan motivasi untuk menempatkan kontruksi pengembangan wawasan dan pengetahuan pada diri masingmasing secara berproses, berkelanjutan, dan beretika dan menghindari sikap ―ambil jalan pintas‖ atau ―terobosan‖. Kepada institusi universitas, perlu ditinjau kembali dan diberikan fasilitas kemampuan sarana koneksi TI yang memadai agar keperluan koneksi civitas akademika terakomodasi tanpa kendala secara lancar sehingga untuk kebutuhan praktik langsung bisa berhasil cepat dan akurat. Kepada institusi dan jajaran hirarki pemangku kebijakan di universitas agar menggalakkan para civitas akademika terutama para mahasiswa agar didorong bisa menggunakan perangkat teknologi informasi untuk keperluan positif seperti penelusuran karya ilmiah mengingat era teknologi informasi demikian berkembang agar tidak terjebak pada jalan pintas dan penyalahgunaan yang akhirnya semua pihak mengalami kerugian.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
249
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Program Microsoft Office bagi Tenaga Administrasi di Univet Bantara Sukoharjo Darsini dan Ainur Komariah Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen S. Humardani No.1 Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593156, Fax. (0271) 591065, E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo terdiri dari 17 Program Studi yang tersebar di 5 Fakultas dengan dengan jumlah dosen 122 orang dan tenaga administrasi berjumlah 78 orang (tetap yayasan berjumlah 50 orang dan tenaga kontrak/tidak tetap 28 orang). Setiap awal bulan pekerjaan yang berhubungan dengan administrasi kantor selalu menggunakan perangkat komputer dan masih sekitar 40% dari tenaga administrasi masih memiliki kemampuan yang rendah. Rendahnya pengetahuan dan kurangnya keterampilan mengoperasikan perangkat komputer menyebabkan dokumentasi tidak tertib, tidak lengkap, dan tidak akurat. Selain itu pelayanan kepada mahasiswa dan dosen juga lambat sehingga banyak yang tidak puas terhadap layanan yang diterimanya. Untuk mengatasi hal tersebut, kepada tenaga administrasi perlu diberikan pelatihan cara mengoperasikan program komputer khususnya Microsoft office (MS. Word dan MS. Excel). Metode dalam pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan materi pelatihan dan langsung praktik di laboratorium komputer. Dari pemberian materi selanjutnya dilakukan latihan soal-soal serta evaluasi. Hasil kegiatan ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan dari hasil tes diketahui bahwa rata-rata pengetahuan keterampilan awal peserta dalam mengoperasikan program komputer sebesar 13,6 (38,86%) dari target pelatihan. Kemampuan akhir setelah kegiatan pelatihan sebesar 26,33 (75,23%) dari target pelatihan dan rata-rata progress sebesar 36,38%. Kata-kata kunci: tenaga administrasi, Microsoft Office Pendahuluan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo adalah sebuah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Yayasan Pembina Pendidikan/Perguruan Veteran Sukoharjo, berdiri dengan akta Notaris No.7 tahun 1979, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo merupakan pengembangan dari lembaga perguruan tinggi yang bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Veteran Sukoharjo, kemudian menjadi sebuah universitas yang bernama Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Saat ini Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo terdiri dari 17 Program Studi dan tahun ini dibuka 1 program studi lagi yaitu S-1 PGSD. Jumlah dosen sampai tahun 2012 adalah dosen kopertis wilayah VI Jawa Tengah DPK 35 orang, dosen tetap yayasan 85 orang, dosen tidak tetap 27 orang total berjumlah 147 orang dosen yang tersebar pada 17 program studi dan di program studi PGSD. Sedangkan jumlah karyawan atau tenaga administrasi tetap yayasan 50 orang dan karyawan kontrak dan tidak tetap berjumlah 28 orang jadi jumlah karyawan atau tenaga administrasi 78 orang. Dilihat dari jumlah mahasiswa dan perkembangannya saat ini, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo merasa optimis untuk tetap survive dalam persaingan antar perguruan tinggi yang ada di sekitarnya. Dengan berkembangan jumlah mahasiswa tentu juga perlu perubahan pelayanan untuk mahasiswa khususnya bagi tenaga administrasi. Untuk itu pekerjaan tenaga administrasi (karyawan) dalam melayani mahasiswa dan dosen tentu akan bertambah misalnya dalam hal pelayanan persuratan (surat menyurat), pelayanan keuangan (administrasi keuangan mahasiswa dan gaji), pelayanan/pembuatan Kartu Rencana Studi (KRS), Kartu Mahasiswa, Kartu Hasil Studi (KHS), pembuatan Transkrip nilai dan lain sebagainya.
250
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Berdasarkan uraian tersebut mengapa pelatihan ini penting dan perlu dilakukan kepada tenaga administrasi (karyawan) di lingkungan Univet Bantara Sukoharjo, terutama staf yang belum menguasai program Microsoft Office. Berdasarkan pengamatan sampai saat ini masih ada ± kurang lebih 40% dari jumlah tenaga administrasi di Univet Bantara Sukoharjo yang belum menguasai program Microsoft Office. Karena belum semua tenaga administrasi menyadari pentingnya penguasaan komputer saat ini. Khususnya pada pengolahan surat menyurat dan pelaporan keuangan akan ketinggalan. Karena cukup dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah kita dapatkan yaitu dengan menggunakan program Microsof Word dan Microsoft Excel. Melihat kenyataan di atas perlu perhatian khusus bagi tenaga administrasi (karyawan) yang belum menguasai komputer khususnya program Microsoft Office. Dengan harapan setelah mengikuti kegiatan ini semua karyawan Univet Bantara Sukoharjo bisa menguasai program komputer yang sederhana, berlatih dan dapat mengembangkan untuk meningkatkan kemampuan penggunaan komputer, sehingga pelayanan kepada mahasiswa dan dosen dapat lebih meningkat. METODE Secara umum permasalahan mitra serta alternatif pemecahan masalah divisualisasikan dalam Gambar 1.
1. Pelayanan mahasiswa dan dosen yang baik 2. Tenaga administrasi belum terampil mengoperasikan komputer
Sistem dokumentasi data dan pelayanan administrasi manual.
Timbul masalah : 1. Data kantor kurang tertib, tidak lengkap 2. Pelayanan kepada Masyarakat lambat.
Alternatif solusi : Pelatihan komputer program Ms Word dan Ms. Excel Pelatihan pengoperasian program MS Word dan MS Excel
1. Tenaga administrasi/ karyawan trampil mengoperasikan komputer. 2. Data kantor tertib dan lengkap 3. Data di kantor tersedia dalam soft file dan print aout
Gambar 1. Permasalahan mitra dan alternatif solusi Langkah-langkah yang digunakan dalam pelatihan komputer program Microsoft Office (Microsoft Word dan Microsoft Excel) adalah (1) pemberian modul/materi dan pelatihan; (2) tatap muka dan pelatihan; dan (3) evaluasi. Pemberian modul/materi pelatihan Guna memperlancar kegiatan pelatihan dan memudahkan dalam menguasai materi, maka disediakan modul pelatihan bagi tenaga administrasi yaitu modul Program Microsoft Office dalam pembuatan persuratan dan pelaporan nilai mahasiswa juga laporan keuangan. Sebelum penyampaian meteri pelatihan peserta diberikan pre-test untuk mengukur kemampuan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
251
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
awal. Pre-test diberikan dengan pemberian skor 0 (tidak menguasai); 1 (belum menguasai); 2 (kurang menguasai); 3 (sudah menguasai). Tatap muka dan pelatihan Tatap muka dan pelatihan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jadwal tatap muka dan pelatihan No 1
2
3
4
Hari / tanggal Senin, 18 Juni 2012 Jam 12.00 -02.00 WIB
Materi 1. Daftar ulang 2. Pre-test 3. Pengenalan Microsoft Office
Selasa, 19 Juni 2012 Jam 12.00 -02.00 WIB Rabu, 20 Juni 2012 Jam 12.00 -02.00 WIB Kamis, 21 Juni 2012 Jam 12.00 -02.00 WIB
1. Presensi 2. Pemberian materi dan pelatihan Microsoft Word 1. Presensi 2. Pemberian materi dan pelatihan Microsoft Excel 1. Presensi 2. Pemberian materi dan pelatihan Microsoft Powerpoint 3. Post-test
Pemandu /tutor Roman Hetriyanto Febri Andika Darsini, S.T.,M.Si Ainur Komariah, ST Roman Hetriyanto Darsini, S.T.,M.Si Febri Andika Ainur Komariah, ST Ainur Komariah, ST Darsini, S.T.,M.Si Roman Hetriyanto Febri Andika
Evaluasi akhir Bentuk evaluasi yang dilakukan merupakan bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana peserta memahami dan menyerap semua materi yang telah diberikan selama mengikuti pelatihan. Evaluasi akhir diberikan dalam bentuk praktek membuat dokumen/surat dan tabel gaji (keuangan) yang berlaku di Univet Bantara Sukoharjo. Setelah evaluasi dilaksanakan kemudian dilakukan post-test yang digunakan untuk evaluasi guna mengetahui sejauh mana peserta memahami dan menyerap semua materi yang telah diberikan selama mengikuti pelatihan. Bagi peserta yang dinyatakan lulus apabila mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan dan menyelesaikan tes / ujian. Penilaian juga dilaksanakan terhadap hasil pre-test dan post-test terhadap peserta pelatihan, untuk mengevaluasi pemahaman materi yang disampaikan. Bagi peserta yang dinyatakan lulus apabila mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan dan menyelesaikan tes / ujian dengan nilai > 70. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kegiatan pelatihan komputer ―Program Microsoft Office bagi Tenaga Administrasi di Univet Bantara Sukoharjo‖ dilaksanakan di laboratorium komputer Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo selama 4 hari mulai hari Senin tanggal 18 Juni sampai dengan hari Kamis 21 Juni 2012 mulai jam 12.00 s.d. 14.00 WIB. Kegiatan diikuti oleh sejumlah pendaftar 18 orang tenaga administrasi tetapi yang aktif mengikuti sampai akhir kegiatan 15 orang yang terdiri dari bapak dan ibu karyawan di lingkungan Univet Bantara Sukoharjo. Materi yang diberikan meliputi dalam pelatihan ini terutama mengenai cara mengoperasikan program Microsoft Office program MS. Word dan MS Excel dan terdiri dari materi tentang: 1. Pengenalan perangkat komputer dan program-programnya. 2. Pelatihan cara mengoperasikan program MS Word (membuat surat undangan, edaran, laporan, dan lain-lain dalam bentuk naratif). 3. Pelatihan cara mengoperasikan program MS Excel untuk menyimpan data mahasiswa dan keuangan dalam bentuk tabel.
252
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pemilihan materi ini didasarkan pada hasil pre-test peserta yang menunjukkan bahwa rata-rata peserta belum mampu mengoperasikan kedua program tersebut untuk administrasikan kantor. Suasana kegiatan pelatihan tampak dalam Gambar 2, 3 dan 4.
Gambar 2. Tim PPM sedang memberikan materi
Gambar 3. Para peserta pelatihan sedang memengikuti instruktusi dari pelatih
Gambar 4. Para peserta sedang mengikuti instruksi dari pelatih dan pendamping Untuk mengetahui tingkat keterampilan dalam mengoperasikan program Microfost Office dalam pembuatan dokumen surat dan pembuatan serta penghitungan tabel keuangan dari kegiatan yang dilaksanakan, maka dilakukan evaluasi dengan teknik pre-test dan post-test sebelum dan sesudah diberikan pelatihan kepada peserta. Berdasar hasil tes diketahui bahwa rata-rata pengetahuan tentang komputer dan kemampuan awal peserta dalam mengoperasikan program komputer sebesar 13,6 (38,86%) dari target pelatihan. Dari jumlah tersebut 5 orang dalam kategori rendah dan 10 orang lainnya dalam kategori sedang. Pengetahuan dan kemampuan akhir sebesar 26,33 (75,23%) dari target pelatihan dan rata-rata peningkatan
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
253
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pengetahuan serta kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan sebesar 12,73 (36,38%). Materi dan hasil pre-test maupun post-test selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Hasil dari pre-test dan post-test serta progres pelaksanaan kegiatan pelatihan komputer program Microsoft Office yang dilaksanakan tampak dalam Gambar 5. 30 25 20 15 10 5 Dra. Sujanti
Budi Santoso
Wahyudi
Septiana Prast N, SP
Siti Rokhayati, S.Pd
Sutiartiningsih
Tavip S, S.Pd
Sartono
Sri Lestari, S.Pd
Sarto, S.Pd
Maryani
Tayono, S.Pd
Purwanto, S.Pd
Suparwi, S.Pd
Sutarman, ST
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Pre Test
Post Test
Progres
Gambar 5. Tingkat keterampilan penguasaan materi oleh peserta pelatihan Pembahasan Grafik dalam Gambar 5 menunjukkan bahwa pelatihan ini efektif untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan peserta dalam menggunakan perangkat komputer terutama program Microsoft Office. Antusiasme dan keaktifan peserta menunjukkan bahwa pelatihan ini sangat diperlukan oleh tenaga administrasi/karyawan di Univet Bantara Sukoharjo terutama bagi yang belum menguasai program Microsoft Office, bahkan 80% peserta minta agar pelatihan dilanjutkan dan ditambah materi tentang cara mengakses internet. Hal ini menjadi indikator pentingnya sinergisme antara dosen dan tenaga administrasi dalam mengatasi berbagai hambatan yang terjadi di lapangan termasuk mengatasi masalah kualitas sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan penggunaan teknologi pendukung, dalam hal ini penggunaan komputer. Dari grafik di atas menunjukkan peningkatan keterampilan dalam penguasaan materi selama kegiatan dilaksanakan dari hasil pre-test dan post-test bahwa hasil post-test lebih tinggi dari pre-test. Hal ini ditunjukkan dengan progress atau kenaikan keterampilan sebesar 36,38% yang menunjukkan bahwa tenaga administrasi atau karyawan di lingkungan Univet Bantara Sukoharjo sudah terampil dalam menggunakan program Microsoft Office terutama program MS. Word dan MS. Excel. Karena sebagian besar pendokumentasian data mahasiswa, surat menyurat dan laporan kauangan dapat dilakukan dengan program MS Word dan MS Excel sehingga dengan menguasai cara mengoperasikan kedua program tersebut dengan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih lengkap. Tujuan pelatihan 90% tercapai, terbukti luaran yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain meliputi:
254
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
1.
2.
Sebanyak 15 orang tenaga administrasi/karyawan di Univet Bantara Sukoharjo yang mengikuti mampu menggunakan program Microsoft Office (MS Word dan MS Excel) guna pelayanan administrasi baik untuk dosen dan mahasiswa dengan rata-rata capaian sebesar 70% dari yang ditargetkan. Dan diberikan sertifikat setelah kegiatan selesai. Dari 18 program studi sebanyak 7 program studi yang mengikuti pelatihan ini sedikitnya 2 (dua) orang tenaga yang mampu mengoperasikan komputer guna melayani mahasiswa dan dosen. SIMPULAN
Berdasarkan dari kegiatan yang dilaksanakan dan pembahasannya, dapat ditarik simpulan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini sebagai berikut: 1. Rata-rata keterampilan, pengetahuan dan kemampuan awal peserta dalam mengoperasikan program komputer sebesar 13,6 (38,86%) dari target materi pelatihan, sedang pengetahuan dan kemampuan akhir sebesar 26,33 (75,23%) dari target materi pelatihan. 2. Target luaran yang direncanakan dalam kegiatan ini dapat dicapai dengan baik karena ratarata peserta mengalami progres keterampilan, pengetahuan dan kemampuan sebesar 12,73 (36,38%). 3. Dari jumlah peserta yang mengikuti pelatihan komputer tentang program Microsoft Office (MS. Word dan MS. Excel) semua peserta dinyatakan berhasil dan lulus dalam mengikuti pelatihan, hal ini ditunjukkan dari hasil evaluasi dari post-test dan hasil ujian dari peserta pelatihan meningkat. PERSANTUNAN Ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1. Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan ini. 2. Tenaga administrasi di lingkungan Univet Bantara Sukoharjo yang telah berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan ini.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
255
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Program Archicad bagi Mahasiswa Teknik Sipil (Desain Bangunan 3 Dimensi) Iwan Ristanto dan Marwahyudi Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. S. Humardani no. 1 Sukoharjo-57521 ABSTRAK: Terdapat 3 dari 11 atau hanya 27% mahasiswa Prodi Teknik Sipil yang memiliki dasar bangunan atau yang berasal dari sekolah kejuruan bangunan atau yang serumpun. Sedangkan pada tahun 2010 yang lalu hanya tidak terdapat satu orang pun yang memiliki dasar bangunan. Pada tahun 2011/2012 Prodi Teknik Sipil sudah menerapkan kurikulum baru di mana mata kuliah struktur bangunan yang harus ditempuh mahasiswa dalam tiga semester harus ditempuh oleh mahasiswa dalam satu semester yaitu menggambar dengan CAD (Computer Aided Design) diberikan pada semester I, terdapat beberapa kesulitan bagi mahasiswa untuk menerima mata kuliah tersebut. Dari hasil evaluasi belajar menggambar dengan CAD hanya ada 1 mahasiswa mendapat nila A (sangat baik) dan 4 orang mahasiswa mendapat nilai B (baik) sedangkan sisanya 6 orang hanya mendapat nilai C (cukup). Kesulitan mendasar juga dialami oleh dosen pengampu untuk mengajarkan mata kuliah tersebut. Pelatihan Program ArchiCAD adalah program atau software yang digunakan untuk menggambar bangunan gedung secara mudah terukur atau skalatis, menarik dan dengan efek-efek yang hampir mirip dengan gambar sebenarnya. Pelatihan diikuti oleh 12 mahasiswa teknik sipil. Metode yang digunakan; (1) Presentasi teknik desain dan gambar bangunan, (2) Pelatihan dasar tentang penggunaan program ArchiCAD dan Praktikum. Dengan menggunakan penilaian hasil pree test dan post test. Dari hasil diketahui tingkat pemahaman peserta sebelum pelatihan rata-rata Σ=40 dan post-test ratarata Σ=70,42. Terdapat peningkatan pemahaman program ArchiCAD rata rata sebesar 57%. Peserta pelatihan berlangsung dengan lancar, mahasiswa antusias dan aktif bertanya jika mengalami kesulitan-kesulitan dalam pelatihan. Kata-kata kunci: mahasiswa teknik sipil, menggambar, program ArchiCAD PENDAHULUAN Analisa situasi Mahasiswa program studi teknik sipil semester I tahun 2011, terdapat 3 dari 11 atau hanya 27% mahasiswa yang memiliki dasar bangunan atau yang berasal dari sekolah kejuruan bangunan atau yang serumpun. Sedangkan pada tahun 2010 yang lalu hanya tidak terdapat satu orang pun yang memiliki dasar bangunan. Mata kuliah menggambar bangunan adalah salah satu mata kuliah dengan tingkat kesulitan cukup tinggi, dibutuhkan ketelitian, imajinasi, dan penalaran bagi mahasiswa, di mana mahasiswa harus memahami struktur bangunan terlebih dahulu. Pada Prodi Teknik Sipil mulai tahun 2011/2012 sudah menerapkan kurikulum baru di mana mata kuliah struktur bangunan yang harus ditempuh mahasiswa dalam tiga semester harus ditempuh oleh mahasiswa dalam satu semester yaitu menggambar dengan CAD (Computer Aided Design) diberikan pada semester I, terdapat beberapa kesulitan bagi mahasiswa untuk menerima mata kuliah tersebut. Dari hasil evaluasi belajar menggambar dengan CAD hanya ada 1 mahasiswa mendapat nila A (sangat baik) dan 4 orang mahasiswa mendapat nilai B (baik) sedangkan sisanya 6 orang hanya mendapat nilai C (cukup). Kesulitan mendasar juga dialami oleh dosen pengampu untuk mengajarkan mata kuliah tersebut, di mana dosen harus menjelaskan terlebih dahulu dasar-dasar bangunan dan struktur bangunan dari yang paling sederhana sampai struktur utama suatu bangunan. Dengan jumlah pertemuan dalam satu semester atau 14 pertemuan penuh dirasa kurang mencukupi bagi dosen untuk menyelesaikan mata kuliah tersebut, terutama dalam hal mengajarkan program
256
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
menggambar menggunakan komputer, karena CAD (Computer Aided Design) sendiri adalah perangkat lunak (software) yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, dibandingkan program aplikasi yang lain. Diperlukan pemahaman aplikasi komputer secara umum dan pengenalan aplikasi-aplikasi menggambar secara khusus. Program ArchiCAD adalah program atau software yang dirancang khusus untuk menggambar bangunan gedung secara mudah terukur atau skalatis, menarik dan dengan efekefek yang hampir mirip dengan gambar sebenarnya dari bangunan yang dibuat atau didesain. Program ArchiCAD juga sangat akan memudahkan pengguna program khususnya bagi orangorang yang berkecimpung dalam dunia konstruksi khususnya pada konstruksi bangunan gedung, di antaranya adalah Arsitek, Engineer, maupun mahasiswa tingkat awal yang masih belum memiliki cukup dasar-dasar struktur, program tersebut dirancang mudah dalam membaca gambar disain dan mengaplikasikannya. Terdapat beberapa program aplikasi menggambar bangunan yang dirilis oleh CAD di antaranya adalah AutoCAD dan ArchiCAD. Setiap aplikasi tersebut memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing, namun dari hasil pengalaman pengusul ada beberapa tingkatan kemudahan bagi mahasiswa untuk dapat menerima program ArchiCAD karena memiliki visualisasi 3 dimensi yang lebih mudah untuk dipelajari, sehingga mahasiswa lebih mudah untuk memahami struktur suatu bangunan terutama bangunan gedung atau rumah. Untuk itu diperlukan pelatihan Progam ArchiCAD untuk mahasiswa teknik sipil terutama untuk semester I dan III tahun 2011/2012. Pada pelatihan ini mahasiswa semester V atau bahkan dari program studi yang lain bisa mengikuti karena pada dasarnya program ArchiCAD adalah program menggambar bangunan 3 dimensi yang sebenarnya paling mudah dipelajari dibandingkan dengan software menggambar 3 dimensi yang lain, termasuk mahasiswa yang belum memiliki dasar struktur bangunan yang cukup sekalipun, karena program tersebut secara otomatis akan mengenalkan mahasiswa untuk mengetahui jenis-jenis struktur suatu bangunan pokok yang sudah custom atau melekat pada software tersebut. Permasalahan Mitra Dari analisis situasi di atas dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu; 1. Mahasiswa semester I mengalami kesulitan untuk menerima dan mempelajari mata kuliah menggambar bangunan dengan CAD. 2. Mata kuliah menggambar bangunan dengan CAD dirasa tidak mencukupi jika hanya diberikan dalam satu semester maka diperlukan waktu tambahan untuk mengajarkannya. SOLUSI DAN METODE Pendekatan yang akan dilakukan dibagi menjadi beberapa bagian di antaranya adalah; (1) memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang struktur dan dasar-dasar bangunan, (2) spesifikasi kebutuhan hardware (perangkat keras), spesifikasi kebutuhan software (perangkat lunak), langkah-langkah instalasi perangkat lunak software ArchiCAD 12 dan PlotMaker atau perangkat output lainnya, (3) langkah-langkah menggambar desain rumah tinggal yang telah dibuat terlebih dahulu di atas sebuah kertas milimeter blok ke dalam program bantu gambar ArchiCAD 12, fitur-fitur yang terdapat di dalam program ArchiCAD 12, antara lain: teknik rendering, sun study, animasi bangunan serta potongan bangunan 3 dimensi, dan yang terakhir adalah menyiapkan dokumentasi dari beberapa gambar bangunan rumah tinggal. Metode Metode yang digunakan diuraikan sebagai berikut. 1. Presentasi teknik desain dan gambar bangunan Materi dasar konstruksi bangunan tertera pada Tabel 1.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
257
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Materi dasar dasar konstruksi bangunan No 1 2
2.
Materi Dasar-dasar gambar teknik
Narasumber Iwan Ristanto
Waktu 60‘
Observasi konstruksi bangunan gedung Museum Karst di Pracimantoro, Wonogiri. Konstruksi pondasi, Konstruksi dinding dan beton, Konstruksi bagian atap
Marwahyudi
90‘
Pelatihan dasar tentang penggunaan program ArchiCAD Materi pelatihan aplikasi gambar dengan software tertera dalam Tabel 2. Tabel 2. Materi pelatihan aplikasi gambar dengan software No 1 2 3 4
3.
Materi Pengetahuan software ArchiCAD Macam-macam toolbar dalam program ArchiCAD Macam-macam pilihan visualisasi 3 dimensi pada program ArchiCAD Langkah-langkah menggambar dengan program ArchiCAD
Narasumber Iwan Ristanto
Waktu 90‘
Iwan Ristanto
90‘
Iwan Ristanto
90‘
Iwan Ristanto
90‘
Praktik menggambar model bangunan gedung atau rumah dengan program ArchiCAD Dilaksanakan dengan narasumber Iwan Ristanto dan Marwahyudi, dengan durasi 3 x 120‘.
Tahapan membuat bangunan rumah tinggal Tahapan atau langkah-langkah membuat bangunan rumah tinggal, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Penggalian tanah untuk pembuatan pondasi. 8. Pemasangan pintu. 2. Pengurukan tanah untuk dasar pondasi. 9. Pemasangan balok. 3. Pemasangan batu kali untuk pondasi. 10. Pemasangan plat. 4. Pemasangan sloof beton. 11. Pemasangan atap. 5. Pemasangan kolom. 12. Pemasangan pagar. 6. Pemasangan dinding. 13. Pemasangan ventilasi. 7. Pemasangan jendela. 14. Pemasangan aksesoris taman. Dari langkah-langkah di atas, point 1, 2 dan 3 tidak termasuk ke dalam proses mendesain bangunan rumah tinggal menggunakan program ArchiCAD 12. Proses desain bangunan rumah tinggal akan dimulai dari point nomor 4 sampai dengan 15. Sebelum masuk ke langkah penggambaran desain rumah tinggal pada program ArchiCAD 12, sebaiknya buat terlebih dahulu konsep rumah tinggal yang ingin dibangun, konsep tersebut digambar di atas sebuah kertas polos ukuran A4 atau ukuran bebas. Bila memungkinkan gunakan kertas yang sudah bergaris kotak-kotak dalam ukuran milimeter atau biasa disebut dengan ―milimeter block‖. Gambar ukuran tanah berdasarkan kertas milimeter block. Ukuran yang digunakan dalam pembuatan desain pada ArchiCAD 12 adalah milimeter. Dan skala yang dipakai 1:100, agar mempermudah penggambaran dan hasilnya presisi. Evaluasi Sebelum dan sesudah pelatihan dilakukan evaluasi terhadap (1) pemahaman dasar-dasar struktur pada bangunan gedung dan rumah (2) desain atau model bangunan gedung atau rumah. Jawaban dari setiap soal tingkat pemahaman berupa uraian dan hasil menggambar sesudah dan sebelum dilakukan pelatihan dengan dilakukan penilaian oleh instruktur gambar atau dosen. Nilai dihitung menggunakan rumus: Nilai peserta = (jumlah jawaban betul)/(jumlah soal) x 100.
258
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Jawaban praktek atau ketrampilan didasarkan pada kemampuan peserta dalam membuat disain gambar bangunan atau rumah. Penilaian seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Format penilaian pemahaman peningkatan kapasitas No. 1 2 3
Butir Bobot Skor Nilai Gambar pola atau desain denah 25 % Konstruksi bagian bawah (pondasi) 15 % Konstruksi bagian tengah (dinding, lantai, tangga, 30 % dll) 4 Konstruksi bagian atas (rangka atap, atap) 30 % Jumlah nilai Catatan: Skor (10-30= sangat kurang, 31-50= kurang, 51-70= baik, 71-90 = sangat baik) Nilai = Skor x Bobot.
1. 2.
Keberhasilan pelatihan ditentukan: Dari nilai jawaban soal teori: Adanya peningkatan nilai peserta antara pre dan post test. Nilai post test ≥ 70. Dari nilai jawaban soal teori dan praktek: Nilai ≥ 100. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan pelatihan disesuaikan dengan mengambil jadwal setelah pelaksanaan perkuliahan selesai atau tanpa mengganggu pelaksanaan perkuliahan reguler yakni sekitar jam 13.00 – 15.00 WIB. Intensitas pelaksanaannya 2-3 kali seminggu. Hasil penilaian kegiatan Pre-test teori, praktikum dan hasil untuk mengukur tingkat pemahaman mahasiswa peserta pelatihan terhadap konstruksi dan struktur bangunan gedung dan menggambar bangunan gedung dengan hasil tertera dalam Tabel 4. Tabel 4. Hasil penilaian kegiatan Nama
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Erik Ariyanto Nico Eko Prasetyo Kukuh Ahmad Purwita Admaja Danang Agus Nugroho Susilo Ariyadi Poniman Gandrung Bantolo A. B Febri Tatik B Diki Ahmad R. S. Ariyadi Tri Slamet Santoso Bayu D. P. Rata-rata
pree test
Nilai
40 50 35 35 45 50 45 35 40 45 30 30
Teori 65 70 70 65 60 60 60 65 60 60 65 60
Praktik 75 80 80 75 80 80 80 75 80 80 75 70
40,00
63,33
77,50
Peningkata Post test n Hasil (%) 70 75 75 70 70 70 70 70 70 70 70 65 70,42
57% 67% 47% 50% 64% 71% 64% 50% 57% 64% 43% 46% 57%
Analisa hasil kegiatan Dari hasil pre-test dan post-test yang dilakukan sebelum pelaksanaan dan setelah pelaksanaan pelatihan dasar-dasar program ArchiCAD dan praktikum permodelan gambar
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
259
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bangunan atau rumah untuk mengukur sejauhmana peserta dapat memahami serta dapat mengaplikasikan program menggambar dengan CAD, dengan hasil sebagaimana tampak dalam Gambar 1. 100 80 60 40 20
Kukuh Ahmad Purwita Admaja
Danang Agus Nugroho
Susilo Ariyadi
Poniman
Gandrung Bantolo A. B
Febri Tatik B
Diki Ahmad R.
S. Ariyadi
Tri Slamet Santoso
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
pree test
Nilai Teori
Nilai Praktik
Rata-rata
Nico Eko Prasetyo
1
Bayu D. P.
Erik Ariyanto
0
12
Nilai Post test
Gambar 1. Grafik tingkat pemahaman peserta dan penilaian hasi kegiatan. Dari Gambar 1, dapat diketahui bahwa tingkat pemahaman peserta terhadap dasar-dasar struktur dan konstruksi bangunan gedung adalah sebesar 40%, setelah dilakukan pelatihan dengan terlebih dahulu melakukan observasi struktur bangunan dan pelatihan pembuatan permodelan bangunan gedung atau rumah dengan software ArchiCAD diketahui dari hasil penilaian tersebut peserta mendapat peningkatan pemahaman rata-rata sebesar 57%. Kegiatan pelatihan Progress kegiatan pelatihan tertera dalam Tabel 5. Tabel 5. Progress kegiatan pelatihan No 1
2
3 4
260
Fase Sosialisasi rencana kegiatan pelatihan kepada mahasiswa Pembentukan panitia kegiatan rencana observasi lapangan Pelaksanaan kegiatan observasi Pre-test tentang minat dan pemahaman mahasiswa
Kondisi Mensosialisasikan dan peminatan rencana kegiatan pelatihan menggambar dengan program ArchiCAD Pembentukan panitia observasi struktur bangunan gedung dalam hal ini bangunan Museum Karst Indonesia di Pracimantoro, Wonogiri dilakukan oleh mahasiswa semester II dan IV Start dimulai/berkumpul di perempatan gudang seng Wonogiri, diikuti oleh 19 Peserta. Peserta menjawab pertanyaan pre-test untuk mengetahui pemahaman awal mahasiswa tentang struktur bangunan gedung dan pembuatan gambar bangunan dengan software
Progress 100%
100%
100%
100%
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
5
6
7
Pelatihan dasar program ArchiCAD Praktik Menggambar model bangunan atau rumah Evaluasi kegiatan Pelatihan dasar program ArchiCAD
waktu 4 x 90‘ pertemuan Dilaksanakan di laboratorium komputer Fakultas Kesehatan Masyarakat Lantai II Permodelan gambar bangunan atau rumah dilaksanakan 2 x120‘ di laboratorium komputer Fakultas Kesehatan Masyarakat Lantai II Evaluasi kegiatan dengan melakukan penilaian hasil pelatihan dan melakukan penilaian langsung terhadap gambar yang dibuat oleh mahasiswa.
100%
100% 100%
KESIMPULAN 1. 2.
3.
Pelaksanan pelatihan program ArchiCAD bagi Mahasiswa Teknik Sipil telah berjalan 100% dari seluruh kegiatan yang direncanakan. Pelaksanaan pre-test pemahaman mahasiswa tentang struktur bangunan gedung masih minim atau rendah yakni, 40% dari soal yang diberikan, setelah dilakukan pelatihan dengan terlebih dahulu melakukan observasi struktur bangunan dan pelatihan pembuatan permodelan bangunan gedung atau rumah dengan software ArchiCAD diketahui dari hasil penilaian tersebut peserta mendapat peningkatan pemahaman rata-rata sebesar 57%. Peserta pelatihan berlangsung dengan lancar, mahasiswa antusias dan aktif bertanya jika mengalami kesulitan-kesulitan dalam pelatihan.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
261
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Abmas Kompetitif: Peningkatan Profesionalitas Guru Melalui Workshop Penyusunan PTK Kenang Tri Hatmo1 dan Utami Murwaningsih2 1
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. Sudjono Humardani No.1 Sukoharjo 57521, E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas guru melalui penelitian tindakan kelas. Perbaikan praktik pembelajaran merupakan alternatif bagi pengembangan kualitas pembelajaran yang berorientasi kemaslahatan peserta didik. Di sisi lain bisa meningkatkan kemampuan guru dalam perbaikan praktek pembelajaran sekaligus sebagai bahan penulisan karya ilmiah. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dengan pendekatan kolaboratif-partisipatif dialogis meliputi workshop (ceramah, tanya jawab, diskusi) untuk penyampaian materi, praktek langsung untuk penyusunan penelitian tindakan kelas, mengujicoba, praktek penulisan karya ilmiah. Supervisi dan kunjungan untuk memastikan berjalannya hasil pelatihan dan mendapat dukungan sumber daya dalam kelanjutan pelaksanaan perbaikan mutu pembelajaran. Peserta workshop dihadiri 46 guru dalam kegiatan program pengabdian kepada masyarakat ini. Para peserta menyatakan kegiatan ini sangat bermanfaat dan merupakan pengalaman baru. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat berjalan dengan baik dan bahkan khusus penulisan karya ilmiah guru yang akan naik ke IV B meminta untuk diadakan pendampingan tersendiri. 94% mitra guru SMP Negeri 2 Sukoharjo hadir dan mengikuti kegiatan workshop sampai selesai, memahami tentang penyusunan PTK pada pembelajaran sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat ditularkan kepada guru lainnya secara berkesinambungan, akhirnya semua mitra guru SMP Negeri 2 Sukoharjo dapat meningkatkan profesionalitas guru dan kualitas proses pembelajaran. Indikatornya adalah hasil pre-test dan post-test menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan penyusunan PTK dari 25% guru yang telah memahami lesson study menjadi 85% guru memahami dan melaksanakan PTK. Ada lima guru yang telah menyusun PTK masing-masing lima buah sebagai persyaratan maju ke IVb dengan berkonsultasi pada tim pengabdi. Dua guru telah lulus IVb, tiga guru masih revisi pada laporan PTK. Kata-kata kunci: Penelitian Tindakan Kelas (PTK), profesionalitas guru PENDAHULUAN Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Sukoharjo terdiri dari 44 SMP Negeri termasuk di dalamnya SMP Negeri 2 Sukoharjodan SMP 16 Swasta. Jumlah guru SMP Negeri 2 Sukoharjo sebanyak 46 orang terdiri dari 38 orang guru PNS dan 8 orang guru non PNS. Dari 38 orang guru PNS, 6 orang di antaranya masih bergolongan III, sedangkan 32 orang sudah bergolongan IVa. Selama delapan tahun terakhir, golongan tertinggi guru SMP Negeri 2 Sukoharjo, ratarata di IV/a. Itu karena mereka kesulitan dalam membuat karya tulis. Umumnya guru menggunakan PTK sebagai kegiatan pengembangan profesi. Sementara itu cukup banyak guru yang memerlukan peningkatan kemampuan dan kemauan dalam membuat PTK, menyusun PTK untuk sebagian guru dirasakan tidak mudah, banyak sekali PTK yang gagal untuk dapat dinilai. Akibatnya tidak sedikit guru yang mengeluh, marah, curiga, apatis. Yang penting ada PTK, apapun bentuk dan cara membuatnya Sehingga tidak sedikit PTK yang hanya berupa kumpulan kliping, PTK yang tidak perlu, PTK yang tidak bermanfaat, PTK yang tidak mampu
262
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
menunjukan kegiatan nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya, PTK yang tidak sesuai dengan tujuan Kegiatan Pengembangan Profesi. Mengacu pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Permenpan) No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi seorang guru untuk naik ke golongan IV/b harus membuat karya tulis. Setelah guru berpangkat pembina golongan ruang IV/a dengan jabatan guru madya, mereka tidak lancar dalam mengajukan DUPAK sebagai persyaratan untuk kenaikan pangkat ke IV/b. Mereka terhalang Permenpan No. 84/1993 yang mewajibkan bagi guru untuk naik pangkat dari IV/a ke atas dipersyaratkan mengembangkan keprofesiannya dengan membuat karya inovatif. Salah satunya berupa karya tulis ilmiah dengan bobot nilai angka kredit 12. Persyaratan dalam Permenpan itu pun seolah menjadi penghalang bagi sebagian guru untuk naik pangkat dari golongan IV/a ke atas. Sebagian besar guru tidak tahu apa isi dari Permenpan tersebut. Termasuk juga kurang paham dengan karya inovatif guru dalam pengembangan profesinya, terutama minimnya pengetahuan guru tentang PTK. Sehingga yang ada dalam pola pikir para guru, karya tulis ilmiah adalah tulisan setara tesis yang penuh dengan teori dan statistik. Dalam bayangan pikiran para guru SMP Negeri 2 Sukoharjo melulu penyusunan PTK memerlukan banyak waktu, tenaga, dan pikiran, bahkan biaya yang tinggi. PTK bagi guru adalah proses mencoba dan menganalisis penggunaan metode baru dalam pembelajaran dengan mengutamakan proses serta hasil dari tindakan itu. Dalam rangka upaya untuk meningkatkan kualitas, perlu dilakukan workshop pada guru-guru SMP Negeri 2 Sukoharjo. Sehingga di samping membekali guru mengenai keterampilan menyusun dan melaksanakan PTK, dapat meningkatkan profesional guru dan kualitas proses pembelajaran, dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswanya. METODE Metode penerapan Iptek dilakukan melalui 2 cara, yaitu metode ceramah tentang penyusunan PTK dan latihan praktek. Metode ceramah dilaksanakan dengan cara tim pengabdian masyarakat mengundang guru SMP Negeri 2 Sukoharjo untuk mengikuti pelatihan tentang penyusunan PTK. Dalam kesempatan pengabdian tersebut, tim mempergunakan tayangan laptop dan LCD serta menerangkan satu demi satu mengenai definisi PTK, tujuan utama PTK, ciri PTK, syarat PTK yang baik, kegiatan utama PTK, contoh judul PTK, besaran angka kredit PTK, dan kesalahan umum PTK. Ceramah diberikan 1 kali selama 2 jam, yang diikuti oleh 46 guru yang berasal dari guru SMP Negeri 2 Sukoharjo. Latihan praktek dilaksanakan setelah pelaksanaan ceramah. Guru-guru diminta untuk menyusun proposal PTK. Praktek penyusunan PTK sekitar 2 jam, untuk review 1 jam, untuk perbaikan penyusunan proposal PTK diberi waktu 2 minggu, dan evaluasi dilaksanakan pada minggu berikutnya. Setelah proposal jadi, dilaksanakan penelitian selama 2 bulan dan punyusunan laporan PTK selama 2 bulan dengan konsultasi kepada tim pengabdi. Bentuk evaluasi yang digunakan adalah pre-test dan post-test serta me-review penyusunan PTK hasil kerja mitra kerja selama mengikuti pelatihan. Indikator yang digunakan adalah materi yang diberikan selama pelatihan yang terdiri dari: (1) Definisi PTK, (2) Tujuan utama PTK, (3) Latar belakan diadakan PTK, (4) Ciri khusus PTK, (5) Objek PTK, (6) Kegiatan utama yang ada pada setiap siklus PTK, (7) Syarat PTK yang baik, (8) contoh judul PTK, (9) Indikator kinerja pada PTK, dan (10) Besaran angka kredit untuk setiap makalah PTK. Untuk mengevaluasi pemahaman materi PTK diberikan pre-test dan post-test. Skor pre-test dan post-test Tiap nomor nilainya = 10 Jumlah betul x 10 = Nilai 10 x 10 = 100
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
263
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Peran anggota tim pengabdi dalam kegiatan workshop tertera dalam Tabel 1. Tabel 1. Peran anggota tim PPM No 1.
Nama dosen Kenang Tri Hatmo, S.Pd., M.Pd.
Peran Koordinator, birokrasi, akomodasi, dokumentasi, dan moderator Menyusun dan menyampaikan pre-test dan post-test
2.
Utami Murwaningsih, S.Pd.,M.Pd.
Mendampingi dan me-review proposal dan laporan PTK Menyusun dan menyampaikan materi PTK Mendampingi dan me-review proposal dan laporan PTK
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan workshop penyusunan PTK untuk SMP Negeri 2 Sukoharjo dilaksanakan di aula SMP Negeri 2 Sukoharjo, dipilih tempat itu karena tempat itu yang paling strategis dibanding tempat yang lain, dilaksanakan pada hari Senin, 18 Juli 2011, diikuti oleh 46 peserta. Mayoritas guru di sekolah tersebut sudah sarjana. Workshop dilaksanakan dengan 2 cara: 1. Metode ceramah Tim pengabdi menggunakan metode ceramah dengan bantuan media laptop dan LCD. Menjelaskan materi penyusunan PTK secara rinci yang meliputi: 1) Definisi PTK, (2) Tujuan utama PTK, (3) Latar belakan diadakan PTK, (4) Ciri khusus PTK, (5) Objek PTK, (6) Kegiatan utama yang ada pada setiap siklus PTK, (7) Syarat PTK yang baik, (8) contoh judul PTK, (9) Indikator kinerja pada PTK, dan (10) Besaran angka kredit untuk setiap makalah PTK. 2. Drill practice atau latihan praktek Setelah penjelasan materi selesai, untuk pendalaman materi sekaligus mengaplikasikan antara teori dengan kenyataan, guru-guru diminta untuk melaksanakan dan menyusun PTK. Mayoritas guru kesulitan pada kajian pustaka yang mendukung pada penelitiannya. Karena kantor guru ada free hotspot, mitra diajari browsing kajian pustaka di internet. Sehingga mitra memperoleh kajian pustaka dari internet. Untuk mengetahui tingkat pemahaman para peserra dilakukan evaluasi dengan teknik sebelum materi diberikan kepada peserta, peserta diberi pre-test dan setelah pelatihan diberikan post-test. Dari pre-test, diperoleh 12 peserta telah memahami PTK, sedangkan post-test diperoleh 39 peserta memahami PTK. Dari pelaksanaan pre-test dan post-test diperoleh hasil sebagaimana tampak pada Gambar 1.
264
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
100 80 60 40 20 0 Pre Test
Post Test
Gambar 1. Rerata tingkat pemahaman peserta Dari grafik dalam Gambar 1 tampak terjadi peningkatan rerata pemahaman peserta, rerata hasil pre-test lebih rendah dari post-test. Kenaikan pemahaman sebesar 60% menunjukkan bahwa para guru di SMP Negeri 2 Sukoharjo sudah paham tentang penyusunan PTK, maka workshop penyusunan PTK sangat bermanfaat bagi guru-guru di SMP tersebut, menjadikan mereka bisa melaksanakan dan menyusun PTK. Bahkan ada lima guru yang telah menyusun PTK masing-masing lima buah sebagai persyaratan maju ke IVb dengan berkonsultasi pada tim pengabdi. Dua guru telah lulus IVb, tiga guru masih revisi pada laporan PTK. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 94% mitra guru SMP Negeri 2 Sukoharjo hadir dan mengikuti kegiatan workshop sampai selesai, memahami tentang penyusunan PTK pada pembelajaran sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat ditularkan kepada guru lainnya secara berkesinambungan, akhirnya semua mitra guru SMP Negeri 2 Sukoharjo dapat meningkatkan profesionalitas guru dan kualitas proses pembelajaran. Indikatornya adalah hasil pre-test dan post-test menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan penyusunan PTK dari 25% guru yang telah memahami PTK menjadi 85% guru memahami dan melaksanakan PTK. Ada lima guru yang telah menyusun PTK masing-masing lima buah sebagai persyaratan maju ke IVb dengan berkonsultasi pada tim pengabdi. Dua guru telah lulus IVb, tiga guru masih revisi pada laporan PTK. Saran 1. Hendaknya dilaksanakan PPM lanjutan dengan pendampingan kegiatan workshop penyusunan PTK di SMP Negeri 2 Sukoharjo sehingga dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan akhirnya dapat didesimilasikan ke sekolah lain di Kabupaten Sukoharjo. 2. Hendaknya Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo memfasilitasi kegiatan penyusunan PTK di setiap sekolah dengan mengusulkan anggaran rutin tahunan ke DPRD sehingga kegiatan penyusunan PTK dapat dilaksanakan di setiap jenjang sekolah di Kabupaten Sukoharjo.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
265
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru-guru SD Negeri Kragilan Kec. Mojolaban Kabupaten Sukoharjo MH. Sri Rahayu, Cucu Siti Sukonsih, Toni Harsan, Mustakim, Lies Sudibyo dan Pranowo NS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. +62-271-593156, Fax +62-0271-591065 ABSTRAK: Guru dituntut memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, pedagogis, sosial dan profesional. Guru yang profesional dituntut untuk mampu membuat karya ilmiah. Agar guru dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tujuan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan guru dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) SD Negeri Kragilan Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Pelatihan penulisan proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan selama 3 bulan bertempat di SD Negeri Kragilan 1 Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo yang diikuti oleh guru-guru dari SD Negeri Kragilan 01, 02 dan 03 yang berjumlah 26 orang. Langkah-langkah penbgabdian diawali dengan pre-test kemudian memberikan materi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan metode ceramah bervariasi, dilanjutkan dengan pelatihan dan diakhiri dengan post-test untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil kegiatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman peserta sebesar 39,35%. Kata-kata kunci: proposal PTK, SD N Kragilan PENDAHULUAN Seorang pendidik mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka profesionalitas guru merupakan syarat mutlak karena gurulah yang mempersiapkan generasi masa depan dalam menghadapi tantangan zaman yang kompetitif. Guru di era global harus mampu menjadi agen perubahan yang mampu menghantar siswa mentransfer nilai-nilai modern yang bermanfaat bagi kemajuan masyarakat Indonesia. HAR Tilaar (2008: 77) menyatakan bahwa guru adalah seorang resi dalam pengertian modern. Ia harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta merupakan sosok personifikasi nilainilai moral. Karena tugasnya yang mulia tersebut, maka guru yang profesional harus memiliki dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, metodologi yang efektif, selalu berusaha mengasah kompetensi melalui pelatihan dan kemauan belajar seumur hidup, kegemaran membaca buku, serta kegiatan penelitian peningkatan pembelajaran di kelas. HAR Tilaar (2008: 77) juga menyatakan bahwa seorang guru harus mendapatkan pendidikan dasar sebagai sarjana serta aktif dalam program pelatihan berkelanjutan sebagai program peningkatan profesi guru. Pendidik yang profesional diharapkan mampu untuk dapat membuat karya ilmiah. Dwiloka (2005: 2) menyatakan bahwa karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah seorang ilmuwan yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui kepustakaan, observasi, penelitian dan pengetahuan yang lain sebelumnya. Upaya peningkatan mutu pembelajaran di kelas, guru wajib melaksanakan penelitian tindakan kelas. Menurut Elliot dalam Wiriatmaja (2005: 75) penelitian tindakan kelas bukan bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan atau teori, melainkan menghasilkan produk berupa peningkatan kemampuan intelektual siswa. Hal ini senada dengan pendapat Suwandi (2007: 13) yang mengatakan bahwa PTK bertujuan meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar siswa, selain mengungkapkan
266
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
penyebab berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Sesuai UU Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 guru yang profesional harus mampu menunjukkan sertifikat pendidik. Guru yang profesional harus memiliki 4 (empat) jenis kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian berkaitan dengan sikap kepribadian guru. Kompetensi profesional berkaitan dengan kompetensi keilmuan guru, salah satunya berupa kewajiban guru melaksanakan penelitian untuk perbaikan kelas. Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kompetensi pemahaman wawasan kependidikan, pemahaman peserta didik, pengembangan kurikulum, perencanaan pembelajaran, dan sebagainya. Kompetensi sosial berkaitan dengan kompetensi guru dalam pergaulan sosial, baik dengan sesama guru, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat. Harapannya melalui pelatihan ini guru di SD Negeri Kragilan tersebut dapat meningkat profesinya, guru membutuhkan kegiatan PTK sehingga memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan proposal PTK. SD Negeri Kragilan berada di Desa Kragilan, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Jarak lokasi pengabdian dengan Univet Bantara Sukoharjo sekitar 14 km. Jumlah guru di SD Negeri Kragilan I ada 12 orang terdiri dari 7 laki-laki dan 5 wanita. Golongan IV/a ada 6 orang, Golongan III/a ada 2 orang, dan 3 orang guru wiyata bakti (Monografi SD N Kragilan, 2012). Guru-guru SD Negeri Kragilan Kecamatan Mojolaban masih banyak yang belum sertifikasi guru dan beberapa guru yang sudah golongan IV A sulit untuk naik pangkat karena belum mampu untuk membuat karya ilmiah. Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah maupun beberapa guru di sekolah tersebut, diketahui bahwa guru-guru di sekolah tersebut sangat mebutuhkan ketrampilan dan pemahaman untuk penulisan karya ilmiah khususnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sehingga dapat digunakan untuk perbaikan proses pendidikan, meningkatkan prestasi belajar siswa serta kebutuhan untuk kenaikan golongan. METODE Metode yang dipakai untuk pelatihan penulisan Proposal PTK adalah metode ceramah dan metode latihan praktek (drill practice) pembuatan proposal penelitian.
Khalayak Sasaran : SD Negeri Kragilan
Materi PTK
Ceramah dan Drill Practice
Memahami PTK Proposal PTK
Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan pengabdian masyarakat pembuatan proposal PTK Ceramah bervariasi Metode ceramah yang dilaksanakan tim pengabdi Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo berupa penyuluhan dengan cara mengundang guru SD Negeri Kragilan untuk mengikuti pendalaman materi penelitian tindakan kelas. Kegiatan ceramah ini
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
267
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
dilaksanakan mengingat banyak guru mengalami kesulitan dalam pembuatan proposal class action research. Tim pengabdi mempergunakan tayangan laptop dan LCD sambil menjelaskan langkah-langkah PTK, yang meliputi: cara pembuatan judul, cara pembuatan latar belakang masalah, cara pembuatan perumusan masalah, cara pembuatan tujuan dan manfaat penelitian, cara pembuatan landasan teoretis, dan cara pembuatan metode penelitian. Ceramah disampaikan selama 2 jam, yang diikuti oleh 26 guru yang berasal dari SD Negeri Kragilan. Dalam hal ini, tim pengabdi menempatkan diri sebagai nara sumber bagi mitra. Partisipasi mitra dibuktikan dengan kesediaannya menyediakan fasilitas berupa meja, kursi, papan tulis untuk pelatihan serta aktif mengikuti pelatihan sampai selesai. Drill-practice atau latihan praktek Latihan praktek dilaksanakan setelah pelaksanaan ceramah. Guru-guru dibimbing untuk membuat proposal penelitian yang meliputi judul, penyusunan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori dan metode penelitian. Praktek pembuatan proposal sekitar 2 jam, untuk review 2 jam, untuk perbaikan proposal diberi waktu 1 bulan, dan evaluasi dilaksanakan pada bulan berikutnya. Partisipasi mitra dibuktikan dengan kesediaan mereka menyediakan fasilitas berupa meja, kursi, papan tulis untuk pelatihan serta aktif mengikuti pelatihan sampai selesai. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelatihan pembuatan proposal PTK dilaksanakan di SD Negeri Kragilan, dipilih tempat itu karena tempat itu yang paling strategis dibanding tempat yang lain, dilaksanakan pada hari Senin, 25 Juni 2012 diikuti oleh 26 peserta. Mayoritas guru di SD Negeri Kragilan tersebut belum memahami penyusunan penelitian tindakan kelas, sehingga mereka merasakan bahwa pelatihan penulisan proposal sangat penting. Guru-guru mengharapkan pelatihan semacam itu untuk dilanjutkan. Kegiatan dimulai pukul 10.00 – 14.00 WIB, acara dibuka oleh Kepala SD Negeri Kragilan kemudian diserahkan sepenuhnya kepada Tim Pengabdi Progdi PPKn Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Pelatihan dilaksanakan dengan 2 cara : 1. Metode ceramah Tim pengabdi menggunakan metode ceramah bervariasi dengan bantuan media laptop dan LCD. Menjelaskan materi proposal PTK secara rinci yang meliputi: pengertian PTK, judul, cara membuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat pengabdian, kajian teori dan metode yang digunakan. 2. Drill practice atau latihan praktek Setelah penjelasan materi selesai, untuk pendalaman materi sekaligus mengaplikasikan antara teori dengan kenyataan, guru-guru dibimbing untuk mengisi panduan penulisan proposal yang telah disediakan oleh Tim pengabdi. Untuk mengetahui tingkat pemahaman para peserta dilakukan evaluasi dengan teknik sebelum materi diberikan kepada peserta, peserta diberi pre-test dan setelah pelatihan diberikan post-test. Dari hasil pre-test dan post-test diperoleh hasil sebagaimana tampak pada Gambar 2.
268
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pretest Postest
Gambar 2. Grafik rerata tingkat pemahaman dan keterampilan peserta Dari grafik dalam Gambar 2 tampak terjadi peningkatan rerata pemahaman peserta, rerata hasil pre-test lebih rendah dari pada post-test. Kenaikan pemahaman dan ketrampilan sebesar 39,35% menunjukkan bahwa para guru di SD Negeri Kragilan sebelum dilakukan pengabdian tentang PTK belum faham tentang PTK, maka setelah pelatihan pembuatan proposal PTK para guru menjadi paham dan trampil membuat proposal PTK. Sebagai luaran pelatihan ini adalah proposal PTK guru di SD Negeri Kragilan. KESIMPULAN Kegiatan pengabdian kepada Masyarakat tentang ―Pelatihan Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru-guru SD Negeri Kragilan Kec. Mojolaban Kabupaten Sukoharjo‖ dapat disimpulkan bahwa guru di SD Negeri Kragilan tersebut merespon secara positif, sehingga terjadi peningkatan pemahaman tentang pembuatan Proposal Penelitian Tindakan Kelas mencapai 39,35%. Dan luaran pengabdian ini berupa proposal PTK. DAFTAR PUSTAKA Dwiloka, Bambang. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta. H.A.R. Tilaar. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya. Wiriaatmaja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya. Suwandi, Sarwiji. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru UU Guru dan Dosen. 2010. UU RI No. 14 Tahun 2005. Jakarta: Sinar Grafika
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
269
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Negeri 3 Mandan Kabupaten Sukoharjo Siti Akbari, Suwarto, dan Agus Purwanto Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen. Sujono Humardani No. 1. Sukoharjo 57521, Telp 0271-593165, fax. 0271-591065 ABSTRAK: Tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah meningkatkan pemahaman dan ketrampilan membuat perangkat pembelajaran bagi guru-guru SD Negeri 3 Mandan Sukoharjo. Metode yang dilaksanakan dalam pelatihan ini ada 2 macam yaitu : ceramah dan metode latihan praktek (workshop) pembuatan perangkat pembelajaran yang berupa RPP lengkap dengan lampiran materi ajar, LKS, instrument tes (evaluasi pembelajaran). Kegiatan dimulai dengan pre-test dengan rata-rata 70,55 kemudian menyampaikan materi tentang pembuatan materi pembelajaran dengan metode ceramah dan latihan praktek membuat perangkat pembelajaran dan diakhiri dengan pos-test dengan rata-rata 90,55. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman peserta dengan rata-rata 20 dengan persentase peningkatan sebesar 28,34%. Kata-kata kunci: pembuatan perangkat pembelajaran, SD Negeri 3 Mandan Sukoharjo PENDAHULUAN Sekolah Dasar Negeri Mandan 3 , yang merupakan SD Negeri daerah yang berjarak kira-kira 3 kilo meter dari lokasi kampus (TIM PPM). Sekolah tersebut memiliki 1 kepala sekolah, 9 orang guru (terdiri dari laki-laki 3 orang dan perempuan 6 orang), 1 orang TU serta1 tukang kebun. Yang sudah ikut sertifikasi guru 3 orang dan yang belum untuk tahun 2012 dan tahun berikutnya masih 6 orang. Kita telah mengakui bahwa guru memegang peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan pada alenia keempat pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Untuk mengemban amanat tersebut seorang guru haruslah seorang professional karena kesehariannya berhadapan dengan tugas yang menuntut tanggung jawab moral dalam mendidik generasi muda dalam menyiapkan masa depan, agar kelak dapat menjadi manusia yang bermanfaat baik untuk diri sendiri, bagi masyarakat maupun bagi nusa dan bangsa. Pengakuan bahwa guru adalah tenaga professional telah ditegaskan dalam Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 29 ―Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan tugas pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dan seterusnya………….‖ Guru juga merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh guru dalam mempersiapkan kegiatan pembelajarannya. Guru diharapkan dapat merencanakan pembelajarannya dengan baik, mulai dari pemahaman terhadap landasan kurikulum, pengembangan silabus, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa, sampai pada penyusunan alat evaluasi pembelajaran. Mencermati apa yang termuat dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 dan Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 8, berkaitan dengan tugas guru dalam pembelajaran, maka dapat diambil suatu hal penting yaitu bahwa guru sebagai agen pembelajaran harus mampu merancang pembelajaran dengan baik. Berdasar latar belakang tersebut di atas, maka program pemerintah untuk menciptakan guru professional (program Sertifikasi Guru) lewat jalur portofolio maupun PLPG sangatlah tepat. Namun banyak kendala yang terjadi di lapangan antara lain, guru kurang bersemangat terutama dalam Program Latihan Profesi Guru (PLPG). Kemungkinan karena banyak guru yang
270
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
sudah berusia tua, ataupun banyak guru pedesaan atau daerah pinggiran yang jarang memperoleh penyuluhan atau pelatihan tentang perangkat pembelajaran. Sehingga guru banyak yang merasa stress dan terbebani dengan melaksanakan PLPG, sehingga terjadi hasil pelatihan/ workshop kurang sesuai dengan harapan, bahkan sering terjadi hasil workshop bukan hasil kerja selama PLPG tetapi berupa barang instan yang sudah dibawa dari rumah atau membeli dari biro jasa perangkat pembelajaran. Kasus tersebut di atas dapat sebagai alasan diperlukannya penyuluhan dan bimbingan bagi guru dalam pembuatan perangkat pembelajaran baik untuk guru yang akan melaksanakan PLPG maupun guru yang sudah lulus sertifikasi guru namun belum maksimal mampu membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan standar isi dan proses pendidikan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan membuat perangkat pembelajaran bagi guru-guru SD Negeri 3 Mandan Sukoharjo METODE Metode yang dilaksanakan pada pelatihan kegiatan ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (Gambar 1)
Mulai Persiapan: materi & contoh-contohnya, perizinan, tempat Pre test
Penyuluhan cara pembuatan RPP, LKS, dan evaluasi Pembelajaran
Pendampingan pembuatan RPP, LKS, dan evaluasi Pembelajaran
Koreksi hasil pembuatan RPP, LKS, dan evaluasi Pembelajaran
Pos-test dan evaluasi kegiatan
Selesai
Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran HASIL DAN PEMBAHASAN Rencana evaluasi Bentuk evaluasi yang digunakan adalah pre-test dan post-test serta me-review perangkat pembelajaran selama mengikuti pelatian. Indikator yang digunakan dalam evaluasi adalah: 1. Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran, yaitu tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar 2. Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
271
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi dan kesesuaian dengan alokasi waktu) Pemilihan sumber/media pembelajar (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik) Kejelasan scenario pembelajaran (langkah-langkah kegiatan pembelajaran awal, inti dan penutup) Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah terermin strategi atau metode dan alokasi waktu pada setiap tahap) Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran)
Untuk mengevaluasi perangkat pembelajaran diberikan pre-test dan post-test. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi Dari kegiatan yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil sebagaimana tertera dalam Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1. Hasil pre-test dan post-test No
Pre-test
Post-test
Peningkatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jumlah
70 65 75 70 75 80 65 65 65 635
95 90 90 85 85 95 95 95 85 815
25 25 15 15 10 15 30 30 20 180
Rata-rata
70,55
90,55
20
120
70.55
Persentase peningkatan 35,71 38,46 20,00 21,42 13,33 18,75 46,15 46,15 30,76 28,34
90.55
80 40 0 Pre Test
Post Test
Gambar 2. Grafik rerata nilai pembuatan perangkat pembelajaran sebelum dan sesudah pelatihan Pembahasan Pelaksanaan kegiatan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran dilaksanakan di SD Negeri 3 Mandan sukoharjo, dilaksanakan pada tanggal 9 juni 2012 dan 16 juni 2012 diikuti oleh 9 peserta. Dari 9 guru yang sudah bersertifikasi 3 orang dan yang 6 orang belum
272
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
bersertifikasi sehingga mereka masih membutuhkan bimbingan untuk memotifasi dan membekali tentang penyusunan perangkat pembeljaran yang benar. Kegiatan dimulai pada jam 10.00 - 14.00 WIB, dan acara diawali dengan pembukaan oleh ibu Kepala Sekolah SD Negeri 3 Mandan Sukoharjo kemudian waktu diserahkan pada Tim Pengabdian Masyarakat Univet Bantara Sukoharjo. Pelatihan dilaksanakan dengan 2 cara: 1. Metode ceramah. Tim pengabdian masyarakat menggunakan metode ceramah dengan bantuan laptop dan LCD. Menjelaskan materi secara rinci yang meliputi : Silabus dan RPP, LKS , dan Evaluasi. 2. Drill practice atau latihan praktek. Setelah materi selesai, maka para guru mengoreksi Silabus dan RPP yang dibuat oleh peserta lalu tim pengabdi melakukan pendampingan . Dari hasil pre-test dan post-test diperoleh hasil sebagaimana tampak pada Tabel 1 dan grafik 1, tampak terjadi peningkatan rerata kemampuan pembuatan perangkat pembelajaran. Adapun kenaikan tersebut sebesar 28,34%. Hal ini menunjukkan bahwa para guru SD Negeri 3 Mandan Sukoharjo setelah pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran telah faham dalam membuat perangkat pembelajaran. KESIMPULAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang ―Pembuatan Perangkat Pembelajaran Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Negeri 3 Mandan‖ dapat disimpulkan bahwa guru di SD Negeri 3 Mandan tersebut memberikan respon secara positif, sehingga terjadi peningkatan pemahaman tentang Pembuatan Perangkat Pembelajaran sebesar 28,34%. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU RI No 20 Tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika. Undang-Undang Guru dan Dosen. 2010. UU RI No. 14 Tahun 2005. Jakarta: Sinar Grafika.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
273
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Pembuatan Perangkat Pembelajaran bagi Guru-guru Sekolah Dasar Negeri Gentungan 1, 2, dan 3 Kecamatan Mojogedang Karanganyar Sri Harsono, Nur Rokhimah Hanik, dan Suwarto Program Studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen. Sujono Humardani No. 1. Sukoharjo 57521, Telp 0271-593165, fax. 0271-591065 ABSTRAK: Program pemerintah untuk menciptakan guru professional lewat jalur portofolio maupun Program Latihan Profesi Guru PLPG sangatlah tepat, namun banyak kendala yang terjadi di lapangan. Guru kurang bersemangat melaksanakan PLPG, banyak guru yang berusia tua, banyak guru pedesaan atau daerah yang jarang memperoleh penyuluhan atau pelatihan tentang perangkat pembelajaran, sehingga guru banyak yang merasa stress dan terbebani dengan melaksanakan PLPG. Dengan alasan tersebutlah TIM abdimas dari prodi Pendidikan Biologi Univet Bantara Sukoharjo mengadakan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran di SDN 1, 2, dan 3 Gentungan Mojogedang Karanganyar. Tujuan dari abdimas tersebut adalah (1) Untuk memberikan penyuluhan tentang perangkat pembelajaran dan (2) Untuk memberikan pelatihan dalam pembuatan perangkat pembelajaran. Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari, yaitu tanggal 2, 9, dan 16 Mei 2012. Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab, serta bimbingan praktek pembuatan perangkat pembelajaran. Kegiatan pelatihan diawali dengan pre-test dan diakhiri dengan post-test, dengan hasil bahwa terjadi peningkatan pemahaman tentang komponen Perangkat pembelajaran dari skor rata-rata 31,25 menjadi 81,07 (meningkat 49,82 atau 211,67%). Demikian juga terjadi peningkatan kemampuan pembuatan perangkat pembelajaran dari rata-rata skor 46,96 menjadi 80,71 (meningkat 33,75 atau 82,04%). Kata-kata kunci: pelatihan, perangkat pembelajaran, guru SDN Gentungan 1, 2, dan 3 PENDAHULUAN Sekolah Dasar Negeri Gentungan 1 dan Gentungan 2 merupakan SD Negeri di desa Gentungan Kecamatan Mojogedang Karanganyar, yang merupakan SD Negeri daerah pedesaan yang berjarak kira-kira 15 kilo meter dari kota Karanganyar. Ketiga SDN tersebut memiliki 21 orang guru, laki-laki 9 orang dan perempuan 12 orang. Yang sudah tersertifikasi sejumlah 8 orang dan yang belum akan maju sertifikasi tahun 2012 dan tahun berikutnya masih 13 orang. Guru memegang peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan pada alenia keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mengemban amanat tersebut seorang guru haruslah seorang profesional karena kesehariannya berhadapan dengan tugas yang menuntut tanggung jawab moral dalam mendidik generasi muda dalam menyiapkan masa depan, agar kelak dapat menjadi manusia yang bermanfaat baik untuk diri sendiri, bagi masyarakat maupun bagi nusa dan bangsa. Pengakuan bahwa guru adalah tenaga professional telah ditegaskan dalam Undang- Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 29. ―Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan tugas pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dan seterusnya………….‖ Guru juga merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh guru dalam mempersiapkan kegiatan pembelajarannya. Guru diharapkan dapat merencanakan pembelajarannya dengan baik, mulai dari pemahaman terhadap landasan kurikulum, pengembangan silabus, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa, sampai pada penyusunan alat
274
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
evaluasi pembelajaran. Mencermati apa yang termuat dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 dan Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 8, berkaitan dengan tugas guru dalam pembelajaran, maka dapat diambil suatu hal penting yaitu bahwa guru sebagai agen pembelajaran harus mampu merancang pembelajaran dengan baik. Selain itu mengelola pembelajaran di kelas merupakan salah satu pekerjaan seorang guru yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu untuk menjalankan profesi tersebut diperlukan penguasaan sejumlah kompetensi yang mendukung, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik guru berkaitan dengan kompetensi pemahaman wawasan kependidikan, pemahaman peserta didik, pengembangan kurikulum, perencanaan pembelajaran, dan sebagainya. Berdasar latar belakang tersebut, maka program pemerintah untuk menciptakan guru profesional (program Sertifikasi Guru) lewat jalur portofolio maupun PLPG sangatlah tepat. Namun banyak kendala yang terjadi di lapangan antara lain, guru kurang bersemangat terutama dalam Program Latihan Profesi Guru (PLPG). Kemungkinan karena banyak guru yang sudah berusia tua, ataupun banyak guru pedesaan atau daerah pinggiran yang jarang memperoleh penyuluhan atau pelatihan tentang perangkat pembelajaran. Sehingga guru banyak yang merasa stress dan terbebani dengan melaksanakan PLPG, sehingga terjadi hasil pelatihan/workshop kurang sesuai dengan harapan, bahkan sering terjadi hasil workshop bukan hasil kerja selama PLPG tetapi berupa barang instan yang sudah dibawa dari rumah atau membeli dari biro jasa perangkat pembelajaran. Kasus tersebut di atas dapat sebagai alasan diperlukannya penyuluhan dan bimbingan bagi guru dalam pembuatan perangkat pembelajaran baik untuk guru yang akan melaksanakan PLPG maupun guru yang sudah lulus sertifikasi guru namun belum maksimal mampu membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan standar isi dan proses pendidikan. Sekolah Dasar Negeri Gentungan 1 dan Gentungan 2 merupakan SD Negeri di Desa Gentungan Kecamatan Mojogedang Karanganyar, yang merupakan SD Negeri daerah pedesaan yang berjarak kira-kira 15 kilo meter dari kota Karanganyar. Ketiga SDN tersebut memiliki 21 orang guru, laki-laki 9 orang dan perempuan 12 orang. Yang sudah ikut sertifikasi guru 8 orang dan yang belum akan maju tahun 2012 dan tahun berikutnya masih 13 orang. Sekolah Dasar Negeri 1, 2, dan 3 Gentungan tersebut merupakan Sekolah Dasar daerah yang jarang menerima penyuluhan serta bimbingan tentang pembuatan perangkat pembelajaran, meskipun ada dan sering mengadakan pertemuan MGMP namun dalam hal penyusunan perangkat pembelajaran yang baik dan benar masih dirasa kurang mampu. Tiga belas orang, guru yang akan mengikuti PLPG tahun 2012 tersebut masih membutuhkan bimbingan untuk memotivasi dan membekali tentang penyusunan perangkat pembelajaran yang benar. Selain itu guru-guru SDN Gentungan tersebut banyak yang sudah tua 40 tahun keatas secara fisik dan mental perlu sekali untuk memperoleh bimbingan tentang perangkat pembelajaran. Dengan alasan dan latar belakang tersebut di atas maka tim abdimas program pendidikan Biologi mengadakan program pengabdian masyarakat dengan tujuan: 1. Untuk memberikan penyuluhan tentang perangkat pembelajaran 2. Untuk memberikan pelatihan dalam pembuatan perangkat pembelajaran. Dengan harapan dapat memberikan bekal para guru SD Negeri Gentungan dalam melaksanakan PLGP termasuk workshop perangkat pembelajaran. METODE Metode penerapan ipteks dilaksanakan melalui 2 cara yaitu ; metode ceramah dan metode latihan praktek (workshop) pembuatan perangkat pembelajaran yang berupa RPP lengkap dengan lampiran materi ajar, LKS, instrument tes (post-test) dan lembar pengamatan proses dan sikap selama belajar. Sebelum kegiatan penyuluhan dimulai, terlebih dahulu peserta diberi soal pre-test kemudian dilanjutkan dengan ceramah mengingat guru-guru perlu diberikan motivasi dan penjelasan tentang komponen-komponen yang harus ada dalam RPP secara benar.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
275
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Dalam kesempatan tersebut, TIM akan mempergunakan tayangan materi powerpoint dengan laptop dan LCD serta menerangkan satu demi satu komponen-komponen RPP yang benar, serta cara pembuatan atau menyusunan komponen-komponen RPP tersebut, mulai dari perumusan indikator, pembuatan tujuan pembelajaran, pengemasan materi ajar, pembuatan LKS, penyusunan instrument evaluasi serta lembar pengamatan aktivitas dan sikap belajar. Kegiatan PPM dilaksanakan selama 1 bulan dengan 3 kali pertemuan dengan instruktur, dengan jadwal sebagai berikut. 1. Hari Rabu tanggal 2 Mei 2012 mulai jam 12.00 s.d. 17.00 WIB, dengan metode ceramah dilengkapi Power-point (tayangan LCD) dilanjutkan dengan tanya jawab. 2. Hari Rabu tanggal 9 Mei 2012. mulai jam 12.30 s.d. 17.00 WIB , dengan metode bimbingan penyusunan perangkat pembelajaran selama 3,5 jam (210 menit) untuk penyelesaian RPP guru diberi kesempatan memperbaiki di rumah selama 4 hari. 3. Hari Rabu tanggal 16 Mei 2012 mulai jam 12.30 s.d. 16.00 WIB Pada hari tersebut dilakukan bimbingan lanjutan/bimbingan perbaikan selama 2 jam (120 menit) dan posttest. Adapun metode penerapan ipteks untuk pemecahan masalah (solusi) yang ditawarkan dalam kegiatan/pelatihan ini dapat digambarkan dalam langkah-langkah seperti yang terlihat Gambar 1. Mulai Tahap 1 : Persiapan: materi, perijinan, dan tempat Tahap 2 : Pemberian pre-test Tahap 3 : Penyuluhan tentang pembuatan RPP, materi ajar, LKS, dan instrument evaluasi Tahap 4: Praktek pembuatan RPP, materi ajar, LKS, dan instrumen evaluasi dengan bimbingan secara individu Tahap 5: Praktek pendalaman pembuatan RPP, materi ajar, LKS, dan instrument evaluasi dengan bimbingan individu Tahap 6 : Pemberian post-test dan evaluasi kegiatan Selesai
Gambar 1. Diagram alir penerapan iptek bagi guru-guru SDN Gentungan 1, 2, 3 Rancangan evaluasi yang digunakan ada 2 macam, tes atau evaluasi diberikan untuk mengetahui kemampuan dasar dan peningkatan pengetahuan peserta terhadap materi dan praktek yang telah diberikan. Rancangan evaluasi dilakukan dengan mengerjakan soal yang berkaitan dengan materi dan praktek yang diberikan. Evaluasi atau tes diberikan dua kali, sebelum program dimulai (pre-test) dan setelah program selesai (post-test). Setiap jawaban diberi skor berdasarkan kriteria pemahaman dan keterampilannya (kemampuannya) yaitu; Untuk soal no 1-6 (pembuatan/penulisan komponen tujuan pembelajaran, langkah pembelajaran, dan sumber belajar). Selain itu untuk melengkapi ada tidaknya peningkatan
276
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pemahaman para guru sebelum memperoleh pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran dengan sesudah memperoleh pelatihan juga dilakukan analisis/penilaian terhadap perangkat pembelajaran yang dibuat para guru sebelum pelatihan dan sesudah memperoleh pelatihan, dengan pemberian skor sama seperti soal pre-tes dan post-test setiap butir komponennya HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pelaksanaan Pelatihan pembuatan Perangkat Pembelajaran bagi guru-guru Sekolah Dasar Negeri Gentungan 1, 2, dan 3 Kecamatan Mojogedang Karanganyar telah dilaksanakan selama 3 (Rabu tanggal 2 Mei , Rabu 9 Mei, dan Minggu 13 Mei 2012) bertempat di SDN Gentungan 2. Guru yang hadir 14 orang peserta pada hari pertama sampai ketiga. Saat Tim Pengabdi dari program Studi Pendidikan Biologi Univet datang para guru telah siap dan menyambut dengan antusias. Para guru menyadari bahwa mereka memang butuh pelatihan perangkat pembelajaran untuk bekal berangkat PLPG tahun 2012 yang akan segera dilaksanakan. Kegiatan hari pertama (Rabu 2 Mei 2012) diawali dengan pre-test untuk mengukur pengetahuan peserta sebelum dilaksanakan pelatihan. Rincian kegiatan pelatihan adalah sebagai berikut: 1. Penyuluhan tentang pembuatan perangkat pembelajaran (RPP) dengan metode diskusiinformasi oleh Dra. Nur Rokhimah Hanik, M.P (75 menit). 2. Penyuluhan tentang pembuatan materi ajar dan LKS dengan metode diskusi-informasi oleh Drs. Sri Harsono, M.Si (75 menit) 3. Penyuluhan tentang pembuatan instrumen evaluasi dengan metode diskusi-informasi oleh Dr. Suwarto, M,Pd (75 menit). Selama 3 hari tersebut kegiatan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran berjalan lancar. Guru menerima bimbingan dengan antusias dan sabar, sehingga hasil/produk pelatihan dapat dinilai sangat positif hasilnya. Hasil evaluasi Dari hasil pelaksanaan kegiatan, evaluasi terhadap tingkat pemahaman peserta mengenai perangkat pembelajaran sebelum setelah kegiatan (pre-test dan post-test), serta penilaian terhadap perangkat pembelajaran yang dibuat para guru sebelum dan sesudah pelatihan, terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai yang sangat signifikan. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Hasil penilaian pre-test dan post-test No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama peserta Sri Murwani Sunarti RR. Kurniawati Sri Suyatmi Sri Yamsi Tri Hardati Widodo Wahyudi Sri Aryantiningsih Sumiyati Suparmi Erny Farida Sani Suramto Rerata
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Nilai pre-test 35 35 42,5 17,5 12,5 47,5 20 25 27,5 17,5 40 52,5 27,5 37,5 31,25
Nilai post-test 90 80 85 82,5 90 52,5 82,5 85 80 77,5 77,5 80 87,5 85 81,07
Peningkatan 55 45 42,5 65 77,5 5 62,5 60 52,5 60 37,5 27,5 60 47,5 49,82
Persentase peningkatan 157,0% 128,5% 100,0% 371,0% 620,0% 10,5% 312,5% 240,0% 190,0% 343,0% 94,0% 52,0% 218,0% 127,0% 211,68%
277
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 2. Hasil penilaian perangkat pembelajaran No.
Nama peserta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Sri Murwani Sunarti RR. Kurniawati Sri Suyatmi Sri Yamsi Tri Hardati Widodo Wahyudi Sri Aryantiningsih Sumiyati Suparmi Erny Farida Sani Suramto Rerata
Nilai perangkat sebelum pelatihan 72,5 27,5 57,5 37,5 27,5 30,0 52,5 32,5 47,5 57,5 65,0 62,5 40,0 47,5 46,96
Nilai perangkat setelah pelatihan 80,0 87,5 100 82,5 85,0 60,0 75,0 80,0 75,0 72,5 77,5 80,0 92,5 82,5 80,71
Peningkatan
Persentase peningkatan
7,5 60,0 42,5 45,0 57,5 30,0 22,5 47,5 27,5 15,0 12,5 17,5 52,5 35,0 33,57
10,3% 218,2% 73,9% 12,0% 209,1% 100,0% 42,8% 146,1% 57,9% 26,1% 19,2% 28,0% 131,2% 73,7% 82,04%
Dari Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa setelah melaksanakan pelatihan terjadi peningkatan pemahaman para guru tentang komponen perangkat pembelajaran dari skor rata-rata 31,25 menjadi 81,07, berarti terjadi peningkatan pemahaman sebesar 49,82 atau sebesar 211,68%. Demikian juga terjadi peningkatan skor perangkat pembelajaran dari rata-rata 46,96 menjadi 80,71 yang berarti terjadi peningkatan kemampuan pembuatan perangkat pembelajaran sebesar 33,57 atau sebesar 82,04%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa program pengabdian masyarakat tersebut sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan para guru SDN Gentungan 1, 2, dan 3 dalam pembuatan perangkat pembelajaran. SIMPULAN Kesimpulan Dari hasil pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran bagi guru-guru Sekolah Dasar Negeri Gentungan 1, 2, dan 3 Kecamatan Mojogedang Karanganyar, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman tentang komponen perangkat pembelajaran dari skor rata-rata 31,25 menjadi 81,07 (meningkat 49,82 atau 211,67%). Demikian juga terjadi peningkatan kemapuan pembuatan perangkat pembelajaran dari rata-rata skor 46,96 menjadi 80,71 (meningkat 33,57 atau 82,04%). Saran 1. Bagi para dosen FKIP dan LPPM Kegiatan yang sejenis masih perlu dilaksanakan dan ditingkatkan, karena masih banyak guru yang belum faham tentang Perangkat Pembelajaran, padahal Perangkat Pembelajaran bukan sekedar RPP yang yang selama ini diketahui oleh guru dan Perangkat Pembelajaran sangat mendukung kualitas pembelajaran dan profesionalisme guru. 2. Bagi guru (peserta pelatihan) Para guru, khususnya peserta pelatihan hendaknya aktif dalam kegiatan kegiatan pelatihan yang sejenis dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalitas guru.
278
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Undang- undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU RI No 20 Tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika. Undang-undang Guru dan Dosen. 2010. UU RI No.14 Tahun 2005. Jakarta: Sinar Grafika
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
279
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Mengupas Mete pada Posdaya ”Bantara Ngudi Rejeki” Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Suprapto dan Rahmatul Ahya Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1, Sukoharjo 57521. e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Desa Dayu merupakan desa di wilayah Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar, termasuk desa paling ujung berjarak ± 20 km pada arah barat daya dari pusat pemerintahan Kabupaten Karanganyar. Desa Dayu tergolong desa yang kering, gersang, dan tandus. Desa Dayu memiliki potensi ekonomi sebagai penghasil mete dari ladang yang mereka miliki. Mete merupakan hasil pertanian yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Musim Mete berbuah satu tahun sekali selama tiga bulan. Mete dijual mentah dalam bentuk gelondongan karena kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan mete dan belum adanya alat pengupas mete di Desa Dayu. Mete gelondongan dijual ke pengepul dengan harga Rp 10.000/kg sehingga penghasilan dari penjualan mete tersebut masih rendah. Apabila mete dijual setelah dikupas harga mete per kilogram dipasaran bisa mencapai Rp 65.000,- sampai Rp 90.000,- tergantung dari kualitas mete. Metode pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan adalah penguasaan teknologi yang mudah dan sederhana yaitu melalui penyuluhan tentang pengolahan mete dan pelatihan keterampilan mengupas mete dengan alat ‖kacip ceklok‖. Sebagai mitra abmas dalam pelaksanaan program adalah kader dari Posdaya ―BANTARA NGUDI REJEKI‖ Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan, pre-test dan post-test dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman mengolah mete dan keterampilan dalam mengupas mete dari para peserta sebelum dan sesudah penyuluhan maupun pelatihan. Hasil kegiatan Pelatihan Mengupas Mete pada Posdaya ‖BANTARA NGUDI REJEKI‖ di Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar menunjukkan bahwa seluruh peserta penyuluhan mengalami peningkatan pemahaman tentang pengolahan mete sebesar 32%. Evaluasi terhadap tingkat keterampilan dalam mengupas mete dari seluruh kelompok peserta pelatihan diperoleh hasil berkategori baik dengan nilai rerata 4,0. Dengan demikian bahwa kegiatan abmas pelatihan mengupas mete secara keseluruhan dapat dikatakan berhasil. Kata-kata kunci: dayu, mete, kacip ceklok, Bantara Ngudi Rejeki PENDAHULUAN Desa Dayu merupakan desa di wilayah Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar, termasuk desa paling ujung berjarak ± 20 km pada arah barat daya dari pusat pemerintahan Kabupaten Karanganyar. Desa Dayu telah ditunjuk oleh pemerintah Kabupaten Karanganyar sebagai desa wisata kampung purba/situs Dayu karena banyak ditemukan fosil manusia purba yang disimpan dan dipamerkan di Sangiran. Pembangunan Situs Dayu akan berdampak pada pengembangan ekonomi warga di sekitar lokasi itu. Desa Dayu. tergolong desa yang kering, gersang, tandus, jauh dari perkotaan dan tidak adanya transportasi umum untuk menuju ke Desa Dayu. Sebagian besar penduduk Desa Dayu bekerja sebagai petani (32,5%). Petani mengandalkan lahan tadah hujan (sawah bero) sebagai usaha taninya. Komoditas yang biasanya dihasilkan petani setempat selain padi dan palawija antara lain singkong, kacang tanah, jagung, dan mete. Padi diusahakan ketika musim hujan saja. Ketika memasuki musim kemarau tidak bisa menanam padi karena terbatasnya ketersediaan air untuk pengairan. Palawija ditanam hanya ketika awal musim kemarau saat masih ada sedikit hujan yang turun. Untuk mendapatkan penghasilan ketika musim kemarau, biasanya merantau ke kota Karanganyar, Solo dan sekitarnya sebagai buruh lepas.
280
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Desa Dayu memiliki potensi ekonomi yang bagus sebagai penghasil mete dari ladang yang mereka miliki (Gambar 1). Mete merupakan hasil pertanian yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Musim mete berbuah satu tahun sekali selama tiga bulan. Petani di Desa Dayu ada 50 KK. Setiap KK mempunyai rata-rata 6 pohon mete dan jika pada musimnya dapat menghasilkan 10 kilogram biji mete gelondongan perminggu. Mete dijual ke pengepul seharga Rp 10.000,- perkilogram mentah dalam bentuk masih gelondongan atau belum dikupas. Karena kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan mete dan belum adanya alat pengupas mete di Desa Dayu, maka mete hanya dijual secara glondongan (belum dikupas) sehingga penghasilan dari penjualan mete tersebut masih rendah. Apabila mete dijual setelah dikupas harga mete per kilogram dipasaran bisa mencapai Rp 65.000,- sampai Rp 90.000,- tergantung dari kualitas mete.
(a)
(b)
Gambar 1. Mete: (a) Mete gelondongan; (b) Ladang mete; Pada bulan Oktober 2011 melalui program KKN Posdaya Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, di Desa Dayu telah terbentuk Posdaya dengan nama ―BANTARA NGUDI REJEKI‖ yang beranggotakan 11 kader dengan di ketuai oleh ibu Tarni. Sebagai penasehat bapak Sunaryo (Kepala Desa Dayu) dan bapak Karyadi (Sekretaris Desa Dayu) dengan penanggung jawab bapak Sardi (Kadus Kedungulo). Program kerja posdaya bidang ekonomi belum berjalan. Oleh karena itu perlu sekali tindak lanjut untuk pendampingan sebagai mitra Abmas yaitu Posdaya dalam bidang ekonomi yaitu pelatihan pengupasan/pengolahan mete untuk meningkatkan ekonomi keluarga petani mete. Dari analisis dan diskusi dengan mitra Abmas, permasalahan prioritas yang ditangani adalah (1) kurangnya pengetahuan tentang cara mengupas dan mengolah mete; dan (2) belum memiliki keterampilan cara mengupas mete yang baik dan benar. METODE Metode pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan yang adalah penguasaan teknologi yang mudah dan sederhana yang belum diketahui oleh mitra Abmas padahal mete memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Oleh karena itu diperlukan pelatihan kepada para kader Posdaya tentang cara pengupasan dan pengolahan mete. Tahapan pelaksanaan kegiatan terangkum dalam Gambar 2.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
281
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai
Persiapan: Penetapan tujuan, materi, tempat
Penyuluhan: Materi Pengolahan mete
Pelatihan: Mengupas mete
Evaluasi: Pemahaman dan keterampilan
Baik?
Tidak
Ya Pelaporan
Selesai
Gambar 2. Diagram alir metode pemecahan masalah Dari Gambar 2 terlihat bahwa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh mitra Abmas ada dua metode yang dilakukan adalah penyuluhan dan pelatihan pengupasan/ pengolahan mete. Penyuluhan tentang pengolahan mete Penyuluhan disampaikan dengan cara ceramah atau presentasi dengan tayangan viewer LCD dan peserta diberikan materi/makalah. Materi berisi tentang proses/pengolahan mete (Tabel 1), ceramah ± 90 menit. Untuk mengetahui tingkat pemahaman para peserta sebelum dan sesudah penyuluhan dilakukan evaluasi. Peningkatan pengetahuan dinyatakan dalam persen. Bentuk evaluasi berupa daftar pertanyaan yang diberikan sebelum dan sesudah materi penyuluhan disampaikan. Soal dalam daftar pertanyaan disusun untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemahaman peserta terhadap materi tentang pengolahan mete. Setiap soal dijawab dengan memilih salah satu jawaban yang paling tepat. Nilai dihitung menggunakan rumus: Nilai peserta Nilai akhir
= (jumlah jawaban betul) / (jumlah soal) x 100. = rerata nilai seluruh peserta
Nilai peserta kegiatan adalah rerata skor seluruh jawaban. Nilai keseluruhan adalah rerata nilai seluruh peserta kegiatan. Selisih nilai akhir dari yang diberikan sebelum dan sesudah materi penyuluhan merupakan peningkatan tingkat pemahaman peserta.
282
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Materi pengolahan mete No 1
2
Materi Proses Produksi - Pemisahan buah dari tangkai - Sortasi dan Grading mete gelondongan - Pengeringan/penjemuran mete gelondongan - Penyimpanan biji mete gelondongan - Pengambilan kacang mete - Pengeringan kacang mete - Pengupasan kulit ari - Sortasi dan Grading - Pengemasan Alat Pengupas Mete ―kacip ceklok‖ - Pengertian dan mekanisme kerja - Manfaat dan keuntungan - Cara pembuatan - Cara kerja
Narasumber Suprapto, ST., M.Eng
Rahmatul Ahya, ST, MM
Durasi waktu 45 menit
45 menit
Pelatihan keterampilan mengupas mete Pelatihan diberikan kepada kader posdaya yang berjumlah 10 orang dan dibagi menjadi 5 kelompok sehingga dibutuhkan 5 buah alat pengupas mete yang sering dinamakan ―kacip ceklok‖ Materi pelatihan meliputi cara menggunakan kacip ceklok dan cara mengupas mete dengan baik dan benar sehingga diperoleh hasil kupasan yang berkualitas baik. Pelatihan diberikan secara demonstrasi dan praktek langsung semua peserta pelatihan. Evaluasi penilaian terhadap tingkat ketrampilan peserta dalam mengupas mete dilakukan dengan pengamatan pada saat peserta praktek (Tabel 2). Tabel 2. Form penilaian keterampilan praktek mengupas mete Kelompok : No Butir Penilaian 1 Persiapan Bahan 2 Persiapan Alat 3 Cara menempatkan biji mete 4 Cara menggunakan alat 5 Hasil kupasan biji mete
Bobot 10% 10% 20% 40% 20%
Skor
Nilai
Jumlah nilai Skor = 1, 2, 4, 3 atau 5 (1= sangat kurang, 2= kurang, 3=cukup, 4= baik, 5= sangat baik) , Nilai = Skor x Bobot.
Partisipasi mitra abmas dalam pelaksanaan program Partisipasi dari mitra Abmas sangat diharapkan untuk mendukung semua kegiatan pelaksanaan program. Dalam pelaksanaan program, mitra telah sepakat untuk: 1. Kesediaan untuk mengikuti penyuluhan dan pelatihan 2. Kesediaan menyediakan tempat pelatihan. Target luaran Target luaran program pelatihan bagi mitra Abmas adalah: 1. Peningkatan pengetahuan tentang pengolahan mete. 2. Terampil menggunakan alat pengupas mete (kacip ceklok).
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
283
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan pengetahuan pengolahan mete Penyuluhan tentang pengolahan mete selama 90 menit dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 2 Juni 2012 dari pukul 11.00 -16.00 WIB, bertempat di rumah Kepala Dusun Kedung Ulo Desa Dayu. Kegiatan diawali dengan pre-test sebelum diberikan materi penyuluhan. Materi pre-test berisi tentang pengolahan mete dengan jumlah 10 pertanyaan. Demikian juga setelah selesai penyuluhan dilakukan post-test dengan materi soal yang sama. Pre-test dan post-test dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau pemahaman para peserta tentang pengolahan mete. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan. Jumlah peserta yang hadir 10 orang yang merupakan kader dari Posdaya ―BANTARA NGUDI REJEKI‖ Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Hasil evaluasi peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang pengolahan mete para peserta berdasarkan pada pre-test dan post-test seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik peningkatan pengetahuan pengolahan mete Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa 10 orang peserta penyuluhan yaitu kader Posdaya ―BANTARA NGUDI REJEKI‖, mengalami peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang pengolahan mete. Secara keseluruhan peningkatannya mencapai 32%. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata tehadap pengetahuan peserta tentang pengolahan mete sebelum dan sesudah kegiatan (penyuluhan). Keterampilan mengupas mete Setelah selesai kegiatan penyuluhan tentang pengolahan mete, dilanjutkan dengan pengenalan dan cara menggunakan alat pengupas mete kacip ceklok (Gambar 4). Hal ini dimaksudkan agar peserta pelatihan sebelum praktek dapat memahami cara menggunakan alat pengupas mete secara baik, benar, tepat dan aman dari persiapan sampai memperoleh hasil kupasan biji metenya. Kacip ceklok berfungsi untuk memecah kulit mete gelondongan. Kadangkadang biji mete belum bisa terlepas dari kulit mete maka diperlukan alat pencongkel.
284
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Gambar 4. Alat pengupas mete ―kacip ceklok‖ (BPT Situbondo, 2008) Dalam praktek pengupasan mete, alat kacip ceklok yang tersedia 5 unit. Peserta sejumlah 10 orang dibagi menjadi 5 kelompok disesuaikan dengan jumlah kacip ceklok. Yang harus diperhatikan dalam praktek pengupasan mete antara lain: (1) persiapan bahan; (2) persiapan alat; (3) cara menempatkan mete gelondongan; (4) cara menggunakan alat; (5) mengeluarkan hasil kupasan biji mete.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Pengupasan mete gelondongan. (a) Mengupas mete gelondongan dengan kacip ceklok; (b) Praktek pengupasan mete gelondongan; (c) Hasil kupasan biji mete
Gambar 6. Grafik rata-rata tingkat keterampilan mengupas mete Penilaian terhadap keterampilan dalam mengupas mete berdasarkan pengamatan dari setiap kelompok mulai dari persiapan bahan sampai dengan hasil kupasan biji mete yang diperoleh. Penilaian terhadap praktek menggunakan form penilaian Tabel 2 untuk mengetahui tingkat keterampilan peserta pelatihan dalam mengupas mete.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
285
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa peserta pelatihan dari kelompok I sampai dengan kelompok V memiliki nilai rerata 4. Hal ini berarti bahwa peserta pelatihan secara keseluruhan memiliki tingkat keterampilan dalam mengupas mete berkategori baik. Pada kelompok II dan III memiliki nilai rata-rata 3,8 lebih kecil dari kelompok I, IV dan V yang memiliki nilai rata-rata 4,2. Hal ini terjadi karena hasil kupasannya banyak yang sulit dilepas dan sebagian besar pecah. Dari pengamatan, hal ini disebabkan kondisi mete gelondongannya berkualitas kurang baik dan masih agak basah sehingga pada sulit saat biji mete dikupas dan agak lengket karena masih mengandung cairan kulit biji mete atau Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) (LPTP, 1996). Agar mudah dikupas, mete gelondongan harus benar-benar kering. SIMPULAN Dari kegiatan Pelatihan Mengupas Mete pada Posdaya ‖BANTARA NGUDI REJEKI‖ di Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar disimpulkan sebagai berikut: 1. Seluruh peserta penyuluhan mengalami peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang pengolahan mete. Secara keseluruhan peningkatannya mencapai 32%. 2. Evaluasi terhadap tingkat keterampilan dalam mengupas mete dari seluruh kelompok peserta pelatihan diperoleh hasil berkategori baik dengan nilai rerata 4,0. PERSANTUNAN Tim Abmas mengucapkan terima kasih kepada LPPM Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo dan para kader Posdaya ―BANTARA NGUDI REJEKI‖ sebagai mitra Abmas dalam pelatihan mengupas mete untuk meningkatkan ekonomi keluarga petani mete. DAFTAR PUSTAKA BPT Situbondo, 2008., Alat Pengupas Biji Jambu Mete., http://bptsitubondo.wordpress.com/ 2008/10/12/alat-pengupas-biji-jambu-mete/#more-176. Diakses 25 Oktober 2011 Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) LPTP, 1996, Pengolahan Biji Mete, Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat Sentani Jayapura, http://124.81.86.182/agritek/ ppua0118.pdf. Diakses 1 Nopember 2011
286
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Abmas Penulisan Karya Ilmiah bagi Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo Tutik Wahyuni dan Wiwik Darmini Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend. S. Humardani No. 1 Sukoharjo 57521 ABSTRAK: Penyuluhan dan pelatihan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Univet Bantara Sukoharjo bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam menulis karya ilmiah, yang dalam hal ini berkaitan pula nantinya dalam penulisan skripsi. Kurang dipahaminya aturan penulisan karya ilmiah berbahasa Indonesia yang benar dan rendahnya nilai tugas makalah dalam penulisan karya ilmiah inilah yang menjadi latar belakang untuk memberikan Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah bagi Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo. Sebanyak 19 mahasiswa mengikuti kegiatan pengabdian pada masyarakat ini. Kegiatan yang dilakukan yaitu Pelatihan Pembelajaran Bidang Studi Bahasa Indonesia yang difokuskan pada bidang materi tentang Penulisan Karya Ilmiah dalam bahasa Indonesia, yang mencakup prinsip-prinsip kalimat efektif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan penerapan kaidah-kaidah dalam penulisan karya ilmiah. Kegiatan pelatihan ini terlebih dahulu dilakukan pre-test untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta. Setelah diberikan materi tentang Penulisan Karya Ilmiah berbahasa Indonesia pelatihan selesai kemudian dilaksanakan post-test untuk mengetahui kenaikan tingkat pemahaman Penulisan Karya Ilmiah dalam bahasa.Dari hasil pelatihan Penulisan Karya Ilmiah yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai pre-test dari 45,19 menjadi 56,67 pada nilai posttest. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi PBSI sebenarnya mudah untuk memahami dan menerapkan metode pembelajaran tentang Penulisan Karya Ilmiah dalam Bahasa Indonesia. Kata-kata kunci: penulisan, karya ilmiah, pelatihan PENDAHULUAN Penulisan karya ilmiah bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sebenarnya sudah tidak asing lagi, mengingat penulisan karya ilmiah tersebut seringkali digunakan sebagai tugas para dosen untuk membuat makalah pada mata kuliah-mata kuliah yang diampunya.Namun dalam kenyataannya, kurang dipahaminya aturan penulisan karya ilmiah berbahasa Indonesia yang benar dan rendahnya nilai tugas makalah oleh mahasiswa seringkali dijumpai tata tulis ilmiah tersebut. Berkaitan dengan uraian dalam Program Pengabdian Kepada Masyarakat Kompetitif Bidang Ilmu (PMK-BI) kami selaku pengabdi bermaksud melakukan pengabdian kepada mahasiswa Program Studi PBSI tersebut dalam bentuk pelatihan Penulisan Karya Ilmiah. Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo sering membuat makalah-makalah yang ditugaskan oleh para dosen pengampu mata kuliah, seperti mata kuliah Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia pada semester VI. Salah satu masalah yang dihadapi mahasiswa tersebut adalah minimnya pengetahuan mahasiswa semester VI dalam membuat karya ilmiah terutama pada penulisan kalimat efektif, terbukti rendahnya nilai tugas makalah dalam penulisan karya ilmiah tersebut dalam pre-test sebanyak 18 dengan deskripsi nilai kurang dari 65. Karya tulis ilmiah ini dapat berupa artikel, makalah, kertas kerja, maupun laporan hasil-hasil penelitian, skripsi, thesis, ataupun disertasi. Dengan demikian sebuah karya dapat dikatakan ilmiah jika tulisan itu menyampaikan informasi keilmuan berdasarkan kaidahkaidah tertentu.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
287
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Adapun konvensi penulisan karya ilmiah menyangkut pemakaian bahasa dalam hal penggunaan bahasa yang baku, mencakup ejaan, bentuk kata, struktur kalimat efektif, dan penulisan daftar pustaka. Karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang mengikuti kaidah dan jalan pikiran yang berlaku dalam ilmu pengetahuan serta memberikan sumbangan kepada khazanah ilmu pengetahuan di bidang masing-masing. Suatu karya tulis disebut karya tulis ilmiah jika karya tulis itu: (1) mempermasalahkan pengetahuan ilmiah; (2) penulisnya dijiwai oleh metode ilmiah, dan (3) memenuhi persyaratan tata cara penulisan keilmuan. Berkaitan dengan uraian di atas, kami tim pengabdian dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran bangun Nusantara Sukoharjo bermaksud melakukan pengabdian kepada mahasiswa Program Studi PBSI tersebut dalam bentuk pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Berbahasa Indonesia Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo. Dengan adanya pelatihan dan penyuluhan tersebut mengakibatkan peningkatan pengetahuan mahasiswa terhadap karya ilmiah, yakni sangat bermanfaat nantinya dalam penulisan skripsi/tugas akhir. METODE PENDEKATAN DAN PEMECAHAN MASALAH Solusi yang ditawarkan sesuai dengan permasalahan prioritas yang disepakati dengan mitra, yakni Mahasiswa Semester VI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tentang kurang dipahaminya aturan Penulisan Karya Ilmiah Berbahasa Indonesia, Pengabdi memberikan materi meliputi penyuluhan yang berupa Prinsip-prinsip Sifat Kalimat Efektif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan penerapan kaidah-kaidah dalam penulisan karya ilmiah. Untuk meningkatkan keterampilan pembuatan makalah dalam penulisan karya ilmiah Pengabdi memberikan pelatihan yang dikerjakan oleh peserta. Evaluasi dilaksanakan dengan pre-test sebelum pelatihan dilaksanakan, sedangkan post-test dilaksanakan pada akhir pelatihan. Selisih nilai post-test dan pre-test merupakan indikator keberhasilan dalam pelatihan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tujuan dari pelaksanaan pengabdian masyarakat yang dilakukan terdapat peningkatan hasil dari kurang dipahaminya aturan penulisan karya ilmiah bagi mahasiswa Semester VI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam pembuatan makalah (hal ini terlihat pada nilai post-test menjadi lebih baik daripada nilai pre-test). Rubrik Penilaian Penulisan Karya Ilmiah bagi Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo tertera Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Butir-butir penilaian No. 1 2 3 4 5 6 7 8
288
Aspek yang dinilai Keakuratan dan keaslian gagasan Kemampuan berargumentasi Keruntutan Penyampaian gagasan Pemahaman Ketepatan Kata Ketepatan Kalimat Ketepatan style penuturan Kelancaran Jumlah skor
Rata-rata pre-test 7 7,11 6 5,08 5 5 5 5 45,19
Rata-rata post-test 7,11 8,16 6,20 7,20 7 7 7 7 56,67
Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 2. Kemampuan mahasiswa peserta pelatihan pada pre-test No. 1 2 3 4 5
Statistik deskriptif Rata-rata Tertinggi Terendah Kurang dari 65 Ketuntasan
Nilai pre-test 45,19 66,67 36,67 16,00 11,11
Pada nilai pre-test rata-rata kemampuan penulisan karya ilmiah berbahasa Indonesia mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo adalah 45,19 dengan nilai terendah 33,00 dan nilai tertinggi 66,67. Dari 19 mahasiswa ternyata hanya dua mahasiswa (11,1%) yang mampu memperoleh nilai lebih dari 65,00. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pre-test, maka diperlukan pendalaman materi tentang penulisan karya ilmiah kemudian dilakukan kembali unjuk kerja (workshop) pada posttest. Hasil post-test peserta pelatihan tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Kemampuan mahasiswa peserta pelatihan pada post-test No. 1 2 3 4 5
Statistik deskriptif Rata-rata Tertinggi Terendah Kurang dari 65 Ketuntasan
Nilai post-test 56,67 70,00 43,33 12 33,33
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan mahasiswa, hasil yang dicapai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Univet Bantara Sukoharjo tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan kemampuan mahasiswa pada pre-test dan post-test No. 1 2 3 4 5
Deskripsi Rata-rata Tertinggi Terendah Kurang dari 65 Ketuntasan
Pre-test 45,19 66,67 36,67 16 11,11
Post-test 56,67 70,00 43,33 12 33,33
Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Turun Meningkat
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat disimpulkan bahwa dari pre-test ke post-test terjadi peningkatan Kemampuan Penulisan Karya Ilmiah Berbahasa Indonesia Mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Univet Bantara Sukoharjo dari 11,11 menjadi 33,33 KESIMPULAN Berdasarkan uraian pelaksanaan Pengabdian Pada Masyarakat di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengabdian Pada Masyarakat Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo yang berupa Kegiatan Abmas Penulisan Karya Ilmiah bagi mahasiswa dengan penyuluhan dapat meningkatkan pemahaman aturan penulisan karya ilmiah. 2. Meningkatnya keterampilan pembuatan makalah dengan pelatihan unjuk kerja (workshop) dengan hasil dari nilai pre-test 45,19 menjadi 56,67.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
289
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Memperkenalkan Diri dan Keluarga bagi Siswa SDN Jombor 03 Sukoharjo Veronika Unun Pratiwi, Nurnaningsih, Sari Handayani, dan Arin Arianti Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen Sujono Humardani No.1 Sukoharjo 57521 ABSTRAK: Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk melatih keberanian siswa SDN Jombor 03 Sukoharjo dalam berbahasa Inggris, tentang bagaimana memperkenalkan dirinya sendiri dan keluarga baik secara individu, berpasangan maupun berkelompok. Keterampilan berbicara (speaking) merupakan salah satu aspek bebahasa yang perlu dikaji. Keterampilan berbicara (speaking) setidaknya mampu menjadi penunjang dan sebagai ukuran bagi individu dalam mempelajari suatu bahasa serta bersifat primer dalam menjalin komunikasi antar individu. Seringkali didengar keluhan dan pertanyaan tentang kesulitan siswa dalam penguasaan bahasa Inggris khususnya keterampilan berbicara padahal mereka telah belajar bahasa Inggris sejak duduk di bangku taman kanak-kanak namun hasil yang dirasakan masih belum menggembirakan. Sehubungan dengan permasalahan di atas maka tim pengabdian pada masyarakat mengambil langkah dengan mengadakan pelatihan ketrampilan memperkenalkan diri dan keluarga dalam bahasa Inggris dengan memakai media seperti LCD, textbook/modul, serta gambar-gambar (kartu huruf bergambar) yang menarik perhatian siswa SDN Jombor 3 Sukoharjo. Faktor penghambat dari kegiatan ini relatif kecil, dari 18 siswa tampak ada 2 siswa yang terlihat kurang tertarik dengan materi. Hasil pre-testt menunjukkan bahwa pemahaman peserta sebelum pelatihan masih kurang paham tentang materi dengan rerata nilai 58,33. dan setelah melaksanakan pelatihan rerata nilai post-test 73,89. Ini berarti pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan mengalami peningkatan sebesar 30,66%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat berhasil meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta dalam memperkenalkan diri dan keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa peserta dalam mengikuti pelatihan sangat antusias ingin menambah pengetahuan tentang memperkenalkan diri dan keluarga. Kata-kata kunci: speaking, introducing (memperkenalkan diri dan keluarga) PENDAHULUAN Analisis situasi SDN Jombor 03 Sukoharjo terletak di Desa Gabusan Rt 03/Rw V Kalurahan Jombor Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Dengan dipimpin bapak Poniman, S.Pd., sebagai Kepala Sekolah SDN Jombor 03. SD ini memiliki siswa yang berjumlah 96 orang siswa statusnya fluktuatif yakni sedang menurun dari jumlah sebelumnya yang lebih banyak. Kondisi ekonomi dari orangtua siswa ini bervariasi dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Orang tua siswa paling banyak hanya berpendidikan SMP dan SMA dan hanya sedikit yang berpendidikan sarjana (S1). Guru –guru yang mengajar di SDN Jombor 03 ini juga bervariasi ada guru negeri (PNS) dan ada guru tidak tetap (GTT). Pembelajaan bahasa Inggris pada siswa kelas 6 SD Negeri Jombor Sukoharjo saat ini menuntut para siswa terampil berbicara dalam proses pembelajaran. Para siswa setidaknya mampu mengutarakan gagasannya, mampu menjawab pertanyaan atau mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat, mempertahankan pendapat, menyanggah pendapat siswa lain, atau mempengaruhi siswa lain agar mengikuti alur pemikirannya. Namun berdasarkan data empiris menunjukkan bahwa siswa yang telah mempelajari bahasa Inggris masih tergolong rendah. Prestasi belajar para siswa di SDN Jombor 03 ini rata-rata bagus secara umum tapi untuk
290
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
pelajaran bahasa Inggris hanya beberapa siswa yang mendapat nilai bagus. Keberanian siswa untuk maju di depan kelaspun nampak rendah karena kebanyakan mereka takut berbicara salah ketika mengucapkan kalimat dalam bahasa Inggris. Permasalah seperti inilah yang membuat tim pengabdian masyarakat tertarik untuk melakukan pembinaan terutama pelatihan ketrampilan berbahasa Inggris dalam hal ini ketrampilan siswa memperkenalkan diri dan keluarga dalam bahasa Inggris. Permasalahan mitra Seringkali didengar keluhan dan pertanyaan tentang kesulitan siswa dalam penguasaan bahasa Inggris khususnya keterampilan berbicara padahal mereka telah belajar bahasa Inggris sejak duduk di bangku taman kanak-kanak namun hasil yang dirasakan masih belum menggembirakan. Pada umumnya mereka mempertanyakan mengapa hal tersebut terjadi dan bagaimana seharusnya mereka belajar agar dapat berbicara bahasa Inggris dengan lancar. Kenyataan di lapangan, terlihat guru bahasa Inggris mengeluhkan rendahnya kemampuan berbicara bahasa Inggris para siswanya. Hal ini terlihat cara berbicara bahasa Inggris siswa yang tidak efektif dan efisien. siswa cenderung menunjukkan kebiasaan yang buruk dalam berbicara; misalnya menghapal dialog secara tekstual, berbicara dengan ritme yang terputus-putus, penempatan kosa kata yang tidak sesuai, ujaran yang ragu-ragu dan kurang sempurna sehingga sulit dipahami dan sebagainya. Sementara itu, rencana pembelajaran yang telah dirancang oleh guru tidak tercapai karena umumnya siswa hanya menghabiskan waktu untuk kegiatan menghafal teks yang diberikan oleh guru. Di samping itu, hasil pengamatan awal menunjukkan pencapaian pengajaran bahasa Inggris siswa SD Negeri Jombor 03 Bendosari Sukoharjo masih jauh dari harapan. Hal ini tampak pada hasil belajar berbicara siswa yang belum memuaskan akibat adanya kendala internal dan eksternal tersebut di atas. Siswa misalnya, banyak mengalami kesulitan dalam berbicara secara lancar dan berterima. Kemampuan siswa yang masih kurang tersebut juga belum didukung oleh upaya penggunaan teknik berbicara yang tepat. SOLUSI YANG DITAWARKAN Sehubungan dengan permasalahan yang diuraikan dalam bagian pendahuluan, maka tim pengabdian pada masyarakat mengambil langkah dengan mengadakan pelatihan keterampilan memperkenalkan diri dan keluarga dalam bahasa Inggris dengan memakai media seperti LCD, textbook/modul, serta gambar-gambar (kartu huruf bergambar) yang menarik perhatian siswa SDN Jombor 3 Sukoharjo. Adapun kegiatan umum pelatihan ini adalah penyuluhan, demonstrasi dan pendampingan dan evaluasi. Penyuluhan Pemberian materi dengan cara mengenalkan media yang dipakai dalam pembelajaran bahasa Inggris, terutama media yang menggunakan IT serta memberi penjelasan pada para siswa akan apa yang dilakukan oleh tim pengabdian dilakukan oleh Veronika Unun Pratiwi, S.Pd., M.Pd., selama kurang lebih 30 menit. Demonstrasi Tim pengabdian bersama-sama memberikan contoh cara memperkenalkan diri dan keluarga baik secara individu, berpasangan maupun berkelompok. Kemudian memperlihatkan sebuah pelatihan memperkenalkan diri dan keluarga melalui LCD serta pemberian materi kepada para siswa dilakukan oleh Sari Handayani, S.Pd. Pendampingan Pendampingan dilakukan selama lima bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan Mei tahun 2012. Tim datang ke SDN Jombor 03 di mana mitra belajar, kegiatan ini dilakukan secara rutin, dilakukan pelatihan memperkenalkan diri dan keluarga dalam bahasa Inggris
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
291
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
sampai dinilai siswa cukup mampu melakukannya dari tingkat yang paling sederhana sampai tingkat yang lebih rumit yakni memperkenalkan orang lain. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan pre-test dan post-test. Pre-test menggunakan questionaire untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa tentang materi memperkenalkan diri dan keluarga yang telah mereka pahami, dilakukan oleh Nurnaningsih, S.Pd., M.A yang dilaksanakan selama 15 Menit. Sementara itu setelah dilakukan penyuluhan dan pelatihan, tim pengabdian melakukan evaluasi dengan menggunakan questionaire untuk mengetahui adanya kemajuan dan peningkatan pengetahuan para siswa tentang pemahaman materi memperkenalkan diri dan keluarga, dilakukan oleh Arin Arianti, S.Pd., M.Pd., selama 15 menit. Alur kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan di SDN Jombor 03 Bendosari Sukoharjo divisualisasikan dalam Gambar 1.
Penyampaian Materi Greeting & Introducing
Theory using handbook
Application (Individually) Application (in pair)
Practice using IT: (The students watch the materials of greeting and introducing himself/ herself/ the other individual/ in pair/ in group using video cassette/ CD video performance.
Application (in group)
Students can practice in front of the class
Students can improve their speaking ability outside the class
Gambar 1. Alur kegiatan pengabdian masyarakat di SDN Jombor 03 Sukoharjo HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keterampilan memperkenalkan diri dan keluarga menggunakan bahasa Inggris bagi siswa usia sekolah dasar sangat diperlukan mengingat keterampilan tersebut dapat membantu siswa berkomunikasi dengan orang lain baik di dalam maupun di luar sekolah. Pada kenyataannya keterampilan inilah yang dibutuhkan para siswa sekolah dasar untuk dapat diterima di sekolah lanjutan. Suatu keterampilan akan dikuasai dengan baik jika dibelajarkan dan dilatihkan. Pembelajaran keterampilan berbicara (speaking) yang baik dan kontinu sangat dibutuhkan mengingat pentingnya dengan keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan berbicara (speaking) merupakan salah satu aspek bebahasa yang dikaji pada kegiatan ini. Hasil evaluasi tentang pelatihan Keterampilan memperkenalkan diri dan keluarga dalam bahasa Inggris pada siswa SD Negeri Jombor 03 Bendosari Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 1. Pembahasan Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dalam bentuk penyuluhan dan demonstrasi/percontohan tentang pelatihan memperkenalkan diri dan keluarga maupun orang lain sangat bermanfaat bagi siswa SD khususnya kelas VI di SD Negeri Jombor 03 Bendosari Sukoharjo. Hal ini terkait dengan keterampilan berbicara siswa SD yang masih jauh dari
292
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
harapan. Keterampilan memperkenalkan diri ini perlu dikuasai oleh siswa dikhususkan pada persaingan memperebutkan kursi pada kelas RSBI. Oleh karena itu kegiatan pelatihan ini sangat membantu para peserta. Para peserta terlihat antusias dalam mengikuti kegiatan sampai selesai. Mereka tampak termotivasi melakukan seluruh instruksi sehingga kemampuan berbicara mereka juga mengalami peningkatan. Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya dukungan kepala sekolah, guru dan karyawan SD Negeri Jombor 03. Selain itu keinginan peserta untuk menguasai keterampilan berbicara memperkenalkan diri dan keluarga ini cukup besar. Pengetahuan tentang memperkenalkan diri ini belum pernah diterima oleh peserta, sehingga mereka antusias sekali dalam mengikuti kegiatan kegiatan pelatihan. Tabel 1. Rata-rata tingkat pemahaman memperkenalkan diri dan keluarga
peserta
dalam
keterampilan
Skor tingkat pemahaman Sebelum Sesudah Persentase pelatihan pelatihan peningkatan (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ana Purwati 50 70 40,00 2 Apriyanto Budi K. 30 60 100,00 3 Nita Puspasari 60 80 33,33 4 Nawangwulan Satu SR. 60 70 16,67 5 Resgian Apri D. 40 60 50,00 6 Teguh supriyanto 60 70 16,67 7 Fazriyan adha 70 80 14,29 8 Dimas Ari Setyawan 80 90 12,50 9 Rully Wahyu H. 60 70 16,67 10 Adnan Aulia M. 60 80 33,33 11 Nanang Fitriyanto 50 70 40,00 12 Muhammad Azis 40 60 50,00 13 Aisyah Indrianingtyas 80 90 12,50 14 Anisa Retno Hapsari 80 100 25,00 15 Friska Apriliani 70 80 14,29 16 Fadillah Tri Cahyanti 60 70 16,67 17 Ernaningtyas DK. 50 60 20,00 18 Indi Ayu Azhari 50 70 40,00 Jumlah 1050 1330 551,92 Rerata 58,33 73,89 30,66 Skor 80-100: sangat paham ; Skor 50-70 : paham ; Skor 40-60 : sedikit paham; Skor 1030: tidak paham. No
Nama
Para peserta merasa senang karena dengan teknologi maju yaitu LCD dan dengan media seperti kartu yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tim pengabdi mendapatkan informasi ini dari pengakuan sejumlah siswa dan dari guru terkait. Hasil pre-test menunjukkan bahwa pemahaman peserta sebelum pelatihan masih kurang paham tentang materi dengan rerata nilai 58,33. dan setelah melaksanakan pelatihan rerata nilai post-test 73,89. Ini berarti pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan mengalami peningkatan sebesar 30,66%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat berhasil meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta dalam memperkenalkan diri dan keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa peserta dalam mengikuti pelatihan sangat antusias ingin menambah pengetahuan tentang memperkenalkan diri dan keluarga. Luaran yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah kemampuan siswa-siswi SD Negeri Jombor 03 Sukoharjo khususnya siswa kelas VI dalam memperkenalkan diri, keluarga dan teman-teman dalam bahasa Inggris secara mandiri, berpasangan, dan berkelompok dapat dilakukan di depan kelas secara lancar tanpa rasa takut atau malu. LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
293
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
KESIMPULAN Kesimpulan Dari kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan tentang memperkenalkan diri dan keluarga baik secara individu, berpasangan maupun berkelompok dengan media yang menarik dapat meningkatkan minat serta motivasi siswa dalsam pembelajaran bahasa Inggris sejak di bangku sekolah dasar. Hal ini bisa dilihat melalui hasil post test atau hasil evaluasi siswa yang meningkat. Saran 1. Peserta pengabdian diharapkan menyebar luaskan informasi pengetahuan yang diperoleh kepada peserta yang tidak hadir. 2. Perlu dilakukan kegiatan serupa di wilayah lain, sehingga para siswa SD negeri pada umumnya dapat memahami dan mengaplikasikan hasil pembelajaran yang telah mereka dapatkan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di bangku SMP.
294
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Abmas Peningkatan Kegiatan Posyandu Melalui Pijat Bayi Wartini dan Titik Haryanti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend S. Humardani No 1 Jombor Sukoharjo 57521 Telp +62-271-593156, Fax +62-0271-591065, e-mail :
[email protected] ABSTRAK: Pijatan pada bayi, ternyata tak hanya dilakukan pada saat ia rewel atau pascajatuh saja namun perlu juga dilakukan secara rutin. Sejak dilahirkan, bayi memiliki tiga kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang tua, yaitu; kebutuhan fisik-biologis yang berguna untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik serta motoriknya. Kebutuhan emosi kasih sayang untuk kecerdasan emosi, inter dan intrapersonalnya. Serta kebutuhan stimulasi untuk merangsang semua kerja sistem sensorik dan motoriknya. Kurangnya pengetahuan tentang pijat bayi dan monotonnya kegiatan menjadi permasalahan di Posyandu Nusa Indah V. Hasil diskusi dan identifikasi bersama tim disepakati diperlukan peningkatan pengetahuan kader posyandu tentang pentingnya pijat bayi dan teknik pijat bayi yang benar pada Posyandu Nusa Indah V. Solusi yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan mitra adalah dengan memberikan penyuluhan pada kader posyandu tentang pentingnya pijat bayi dan teknik pijat bayi yang benar. Setelah penyuluhan dilakukan peserta diberikan kesempatan untuk mempraktekkan teknik pijat bayi satu persatu. Evaluasi keberhasilan pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan mengukur hasil pre-test dan post-test untuk mengetahui peningkatan pengetahuan kader tentang pentingnya pijat bayi. Evaluasi keterampilan kader posyandu dilihat dari penerapan teknik pijat bayi sesuai urutan pijatan yang benar. Hasil menunjukkan bahwa semua peserta pelatihan/kader Posyandu Nusa Indah V mengalami peningkatan pengetahuan dan telah dapat melakukan semua teknik pemijatan bayi sesuai prosedur baik secara urutan maupun secara teknik pada alat bantu berupa boneka bayi. Namun ketika melakukan teknik pemijatan kepada bayi secara langsung peserta mengatakan tidak mudah untuk membuat bayi merasa nyaman ketika dipijat. Kata-kata kunci: peningkatan, kegiatan, Posyandu, pijat bayi PENDAHULUAN Analisis situasi Desa Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas wilayah 223 km2 yang berbatasan dengan wilayah Kelurahan Jati untuk sebelah selatan, Kelurahan Jombor untuk sebelah barat, Kelurahan Sugihan untuk sebelah utara dan Kelurahan Mulur untuk sebelah timur. Desa Toriyo terdiri dari 10 Rukun Warga (RW) dan 26 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk 5.155 orang dan 1.290 Kepala Keluarga. Sebagaimana yang terjadi di wilayah-wilayah lain, keberadaan posyandu di Desa Toriyo sangat bermanfaat bagi warga terutama ibu dan balitanya. Program kegiatan posyandu yang ada selama ini meliputi : penimbangan balita, pemberian makanan tambahan untuk balita yang bermasalah, dan imunisasi sangat dirasakan manfaatnya bagi warga. Kader posyandu yang sebagian adalah para tokoh masyarakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap keterlibatan ibu dan balita pada kegiatan posyandu yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Di Desa Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo terdapat 7 posyandu (dengan nama-nama posyandu seperti tampak pada Tabel 1) dengan jumlah kader masingmasing posyandu 5 orang sehingga jumlah keseluruhan kader posyandu adalah 35 orang dan jumlah balita 517 anak.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
295
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Posyandu Kelurahan Toriyo No 1 2 3 4
Nama Posyandu Nusa Indah I Nusa Indah II Nusa Indah III Nusa Indah IV
Alamat Transang RT 01/I Janten RT 02/II Minggiran RT 01/IV Tempel RT 01/V
5
Nusa Indah V
Canden RT 01/VIII
6 7
Nusa Indah VI Nusa Indah VII
Jejeran RT 01/09 Punthuk RT 01/X
Wilayah pelayanan Transang RT 01,02,03 RW I dan Janten RT 01/II Janten RT 02/II, Toriyo RT 01 dan 02 RW III Minggiran RT 01/IV dan Degulan RT 02/IV Tempel RT 01/V, Tegalrejo RT 02/V, Baran RT 01/VI, Ceperejo RT 02/VI dan Baran RT 03/VI Rujakgadung RT 03/VII, Banjaran RT 01/VII, Kernen RT 02/VII, Canden RT 01/VIII, Tegalan RT 02/VIII dan Turisari RT 03/VIII Jejeran RT 01 dan 02 RW IX Punthuk RT 01, 02, dan 03 RW X
Salah satu di antara posyandu-posyandu yang ada di Desa Toriyo adalah Posyandu Nusa Indah V. Posyandu Nusa Indah V mempunyai jumlah kader 6 orang yang berasal dari perwakilan warga desa yang menjadi cakupan kegiatan posyandu. Jumlah balita 120 balita sementara yang aktif setiap bulan ke posyandu kurang lebih 70 balita. Berdasakan observasi yang telah dilakukan Tim dan hasil diskusi dengan mitra diperoleh informasi beberapa persamasalahan yang ada di Posyandu Nusa Indah V antara lain adalah motivasi ibu-ibu balita yang masih kurang tentang pentingnya posyandu bagi balita sehingga biasanya mereka hanya datang untuk imunisasi saja atau ketika ada program pemerintah sementara untuk mereka yang mempunyai anak di atas tiga tahun jarang yang hadir di posyandu meskipun hanya sekedar menimbang anaknya. Selain itu kegiatan posyandu setiap bulan yang terkesan monoton karena hanya berupa kegiatan penimbangan dan imunisasi bagi yang masih imunisasi sehingga hal ini menyebabkan kehadiran ibu-ibu balita pada kegiatan rutin posyandu lebih sedikit dibandingkan ketika ada program besar dari pemerintah. Oleh karena ibu perlu adanya keanekaragaman kegiatan di posyandu sehingga dapat meningkatkan motivasi ibu balita untuk mengikuti kegiatan posyandu, yaitu pijat bayi. Namun semua kader posyandu belum mengetahui tentang pentingnya pijat bayi dan bagaimana teknik pijat bayi yang benar. Selama ini kegiatan posyandu yang telah berjalan adalah penimbangan balita, imunisasi dan pemberian makanan tambahan. Kegiatan ini berlangsung secara monoton sehingga menyebabkan keengganan pada ibu yang mempunyai balita untuk hadir di posyandu. Untuk itu penting adanya kegiatan baru yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi posyandu dan ibu-ibu balita yaitu pijat bayi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa permasalah di Posyandu Nusa Indah V adalah rendahnya pengetahuan kader Posyandu Nusa Indah V tentang pentingnya pijat bayi dan rendahnya keterampilan kader Posyandu Nusa Indah V tentang bagaimana teknik pijat bayi yang benar. Pijat bayi merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilaksanakan di posyandu yang dapat digunakan untuk menambah kegiatan selain berbagai manfaat yang dapat kita peroleh dari pijat bayi. Menurut penelitian Roesli (2007) pijat bayi adalah terapi sentuh tertua yang dikenal manusia dan yang paling populer. Dengan kata lain pijat bayi adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam. Manfaat pijat bayi, yaitu meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan konsentrasi bayi dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan kasih sayang orangtua dan anak (bonding), meningkatkan produksi ASI. Pijat dikatakan mempunyai efek positif pada kesehatan bayi, karena berpengaruh terhadap kerja nervus vagus sehingga memperbaiki motilitas saluran cerna termasuk pengosongan lambung. Keadaan tersebut menyebabkan absopsi makanan dan kualitas tidur yang lebih baik. Menurut Rosli dan Lee (2009) pemijatan mampu meningkatkan sistem kekebalan, meningkatkan aliran cairan getah bening keseluruh tubuh untuk membersihkan zat yang berbahaya dalam tubuh, mengubah gelombang otak secara positif, memperbaiki sirkulasi darah dan pernafasan, merangsang fungsi pencernaan serta pembuangan, meningkatkan kenaikan berat badan, mengurangi depresi dan ketegangan, membuat tidur lelap, mengurangi rasa sakit,
296
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
mengurangi kembung dan kolik (sakit perut), meningkatkan hubungan batin antara orang tua dan bayinya, meningkatkan volume air susu ibu, mengembangkan komunikasi, memahami isyarat bayi, meningkatkan percaya diri. Penelitian T. Field dari Universitas Miami AS, 2008 menyebutkan terapi pijat 30 menit per hari bisa mengurangi depresi dan kecemasan. Tidurnya pun bertambah tenang. Terapi pijat 15 menit selama enam minggu pada bayi usia 1 - 3 bulan juga meningkatkan kesiagaan (alertness) dan tangisnya berkurang. Ini akan diikuti dengan peningkatan berat badan, perbaikan kondisi psikis, berkurangnya kadar hormon stress, dan bertambahnya kadar serotonin. Meningkatnya aktivitas neurotransmitter serotonin ini akan meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin). Proses ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon adrenalin (hormon stress), dan selanjutnya akan meningkatkan daya tahan tubuh. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pijat bayi mempunyai banyak manfaat tidak hanya bagi bayi tapi juga ibunya. Oleh karena itu penting bagi ibu untuk melakukan pijat bayi sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi dapat menjadi lebih optimal. Selain itu dapat menjadi salah satu kegiatan tambahan dalam kegiatan posyandu apalagi di Posyandu Nusa Indah V belum pernah ada kegaiatan ini dan kader-kader posyandu juga belum dapat melakukan pijat bayi ini. Permasalahan mitra Dari analisis masalah di atas maka justifikasi masalah yang diambil adalah kegiatan posyandu yang kurang bervariasi dan terkesan monoton. Hal ini disebabkan karena kegiatan Posyandu Nusa Indah V masih tergantung dengan peran aktif dari bidan puskesmas maupun bidan desa sehingga posyandu yang dilaksanakan rutin setiap bulan adalah penimbangan oleh kader posyandu dan imunisasi oleh bidan desa jika bidan desa dapat hadir tapi jika bidan desa atau bidan Puskesmas tidak dapat hadir maka kegiatan posyandu hanya penimbangan saja. Selain itu kreativitas dari kader yang kurang sehingga dengan kegiatan posyandu yang monoton menjadi salah satu penyebab kebosanan pada ibu-ibu balita. Oleh karena itu perlu adanya variasi kegiatan posyandu yang lebih bermanfaat tidak hanya bagi bayi, ibu bayi tapi juga posyandu dan kader itu sendiri. METODE Untuk mengatasi permasalahan yang ada maka perlu dilakukan variasi kegiatan dalam posyandu. Salah satu variasi kegiatan posyandu adalah adanya pelayanan pijat bayi yang dilakukan oleh kader posyandu. Namun untuk melakukan pijat bayi tidak semua kader posyandu mampu melaksanakannya. Selain itu pengetahuan kader posyandu tentang pentingnya pijat bayi masih kurang atau tidak memadai. Oleh karena itu perlu adanya kegiatan pelatihan pijat bayi untuk kader Posyandu Nusa Indah V agar dapat dipraktekkan di posyandu dan memberikan variasi kegiatan di Posyandu Nusa Indah V. Kegiatan yang ditawarkan adalah pelatihan kader posyandu tentang bagaimana pijat bayi yang benar. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada kader posyandu tentang teknik pijat bayi yang benar sehingga nanti diharapkan agar tujuan pembentukan kader untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi dapat tercapai. Salah satu bentuk partisipasi kader adalah dapat memberikan pelayanan pijat bayi di posyandu. Kegiatan ini dimulai dengan sosialisasi dan perijinan ke desa dan posyandu yang bersangkutan. Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan pelatihan kader posyandu. Pelatihan ini diberikan kepada semua kader Posyandu Nusa Indah V yang terdiri dari 6 orang kader. Pelatihan ini dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap teori dan praktek. Tahap teori diberikan kepada peserta mengenai pentingnya pijat bayi, manfaat pijat bayi dan teknik pijat bayi yang benar dan materi akan disampaikan oleh Wartini, S.KM. Sebelum tahap pertama dilaksanakan, dilakukan pre-test pada kader posyandu tentang pentingnya pijat bayi dan teknik pijat bayi yang benar. Tahap kedua adalah praktek di mana seluruh peserta pelatihan diwajibkan untuk mempraktekkan secara langsung teknik pijat bayi dengan alat bantu (boneka bayi) dan materi
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
297
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
praktek diberikan oleh teknisi dari Puskesmas. Setelah tahap kedua selesai kader posyandu diberikan post-test dengan soal tes yang sama dengan soal pre-test untuk mengetahui peningkatan pengetahuan peserta. Kegiatan evaluasi untuk mengetahui keterampilan kader posyandu dilakukan dengan observasi peserta dalam praktek pijat bayi yang dilakukan oleh Titik Haryanti, S.KM dan Septiani Mingki Ratnawati, A.Mk., S.KM. Wujud keberhasilan dari peserta ini adalah dengan pemberian sertifikat kepada peserta pelatihan dan menunjukkan kegiatan pengabdian ini telah selesai. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengabdian masyarakat kerjasama antara Posyandu Desa Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo telah dilaksanakan dengan baik dan lancar pada tanggal 17 Juni 2012 di tempat Posyandu Nusa Indah V dengan alamat Canden RT 01 RW 08 Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang diikuti oleh 6 kader posyandu. Khalayak sasaran adalah seluruh kader Posyandu Nusa Indah V Kecamatan Bendosari Sukoharjo dengan harapan bahwa apa yang mereka terima dari hasil penyuluhan alternatif kegiatan posyandu berupa pelatihan kegiatan pijat bayi dapat dipraktekkan di Posyandu Nusa Indah V dan juga dipraktekkan dirumah masing-masing. Sebagai sasaran antara/peserta dalam kegiatan ini adalah seluruh kader Posyandu Nusa Indah V yang terdiri dari 6 kader. Penyuluhan dilakukan pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB bertempat di Posyandu Nusa Indah V Canden, Toriyo, Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Tujuan penyuluhan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader posyandu tentang pentingnya pijat bayi dan memberikan alternatif kegiatan posyandu melalui kegiatan pelatihan pijat bayi, sehingga mereka diharapkan dapat menerapkan teknik pijat bayi di rumah masing-masing dan menjadi alternatif kegiatan di posyandu dengan membuka layanan pijat bayi bagi peserta posyandu. Jika dilihat kondisi kader Posyandu Nusa Indah V terdiri dari 6 orang kader dan diketahui bahwa semua kader telah menikah dan 1 kader lebih muda dan mempunyai bayi usia 8 bulan sehingga masih ada kesempatan untuk dapat mempraktekkan teknik pijat bayi pada anaknya. Sementara itu, 5 kader yang lainnya telah berusia di atas 40 tahun sehingga informasi yang diterima dapat diinformasikan kepada anaknya yang kelak akan menjadi ibu selain juga kepada tetangga, saudara dan kerabat maupun ibu-ibu di Posyandu Nusa Indah V. Pijatan pada bayi, ternyata tak hanya dilakukan pada saat ia rewel atau pascajatuh saja. Menurut Dr. Tiffany Fiel pendiri The Touch Research Institute, Florida-USA, pijatan yang diberikan pada si kecil setiap hari selama 20 menit selama sebulan ternyata tak hanya dapat membuatnya lebih relaks, tapi juga dapat membantu menstimulasi saraf otaknya. Biasa juga disebut dengan stimulus touch. Sejak dilahirkan, bayi memiliki tiga kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang tua, yaitu; kebutuhan fisik-biologis yang berguna untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik serta motoriknya. Kebutuhan emosi kasih sayang untuk kecerdasan emosi, inter dan intrapersonalnya. Serta kebutuhan stimulasi untuk merangsang semua kerja sistem sensorik dan motoriknya. Usia yang paling baik untuk memperkenalkan pijatan adalah pada saat bayi berusia 0 sampai 12 bulan. Sedangkan waktu yang paling baik untuk memijat adalah pagi hari sehingga pada malam harinya si kecil dapat tertidur dengan lelap. Mafaat dari pijat bayi secara umum adalah: mengembangkan komunikasi, mengurangi stres dan tekanan, mengurangi gangguan sakit, dan mengurangi nyeri. Sedangkan manfaat pijat bayi untuk orang tua adalah: meningkatkan ASI, memahami isyarat bayi, meningkatkan percaya diri, dan memahami kebutuhan si kecil.
298
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 2. Hasil nilai pre-test dan post-test No 1 2 3 4 5 6
Peserta penyuluhan Peserta 1 Peserta 2 Peserta 3 Peserta 4 Peserta 5 Peserta 6
Nilai pre-test Nilai post-test Persentase (%) 35 75 114,28 40 90 125,00 35 90 157,14 40 80 100,00 30 75 114,28 30 85 183,33 Rata-rata 132,34 Rata-rata diperoleh dari nilai post-test dikurangi pre-test dibagi nilai pre-test.
Dari hasil nilai pre-test dan post-test diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata antara pre-test dan post-test. Ini dapat dijelaskan bahwa ada selisih nilai antara pre-test dan post-test sebesar 47,5% artinya ada peningkatan pengetahuan peserta sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan tentang pentingnya pijat bayi dan teknik pijat bayi yang benar dilaksanakan. Diharapkan setelah peserta mempunyai pengetahuan lebih tentang pentingnya materi ini dapat memberitahukan kepada ibu-ibu posyandu akan pentingnya pijat bayi. Penilaian katrampilan kader dalam memijat bayi dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3. Penilaian keterampilan kader No
Penilaian
1 2 3 4 5 6
Kader 1 Kader 2 Kader 3 Kader 4 Kader 5 Kader 6
Cara memijat 80 70 80 90 90 80 Total Rerata
Urutan memijat 100 100 100 100 100 100
Total skor 180 170 180 190 190 180 1090 181,7
Persentase (%) 90 85 90 95 95 90 545 90,8
Dari hasil pelatihan yang diberikan kepada peserta tentang teknik pijat bayi yang benar dapat diketahui bahwa masing-masing peserta setelah pelatihan diberikan kesempatan untuk mempraktekkan secara langsung menggunakan alat bantu berupa boneka bayi. Semua peserta pelatihan dapat melakukan teknik pemijatan secara urut sesuai dengan prosedur yang ada meskipun masih ada peserta yang harus mengingat-ingat urutan teknik pemijatan (100%). Tentang cara pemijatan yang dilakukan oleh peserta dapat dijelaskan bahwa semua peserta belum melakukan teknik pemijatan dengan benar sesuai prosedur dan tidak mengalami banyak masalah (81,7%). Namun ketika ada yang mencoba untuk mempraktekkan teknik pijat bayi secara langsung kepada bayi ternyata mereka mengatakan bahwa tidak mudah membuat bayi merasa nyaman ketika dipijat sehingga perlu teknik tambahan ketika melakukan pemijatan kepada bayi secara langsung agar bayi merasa nyaman. Cara pemijatan yang masih belum dilakkan dengan benar kemungkinan karena peserta masih terfokus pada urutan pemijatan sehingga pada teknik pemijatan masih banyak peserta yang belum melakukan dengan benar. Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa rata-rata penilaian keterampilan peserta dalam teknik pijat bayi sudah baik (90,8%) meskipun dari dua kritria penilaian cara pemijatan belum dilakukan dengan benar namun secara urutan pemijatan semua peserta telah melakukan dengan benar sesuai prosedur. Gambar teknik pijat bayi dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
299
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Gambar 1. Pelatih memberikan penjelasan bagaimana cara memijat bayi serta menunjukkan video proses pijat bayi.
Gambar 2. Peserta mempraktikan pijat pada boneka bayi
Gambar 3. Peserta mempraktikan pijat pada bayi KESIMPULAN Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa semua peserta pelatihan/kader Posyandu Nusa Indah V mengalami peningkatan pengetahuan sebesar 132,34% tentang pentingnya pijat bayi dan teknik pijat bayi yang benar serta telah dapat melakukan semua teknik pemijatan bayi sesuai prosedur baik secara urutan maupun secara teknik pada alat bantu berupa boneka bayi (90,8%). Namun ketika melakukan teknik pemijatan kepada bayi secara langsung peserta mengatakan tidak mudah untuk membuat bayi merasa nyaman ketika dipijat.
300
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Abmas Peningkatan Pengetahuan Tentang ASI Eksklusif pada Salimah Titik Haryanti dan Wartini Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend S. Humardani No 1 Jombor Sukoharjo 57521 Telp +62-271-593156, Fax +62-0271-591065, e-mail:
[email protected] ABSTRAK: ASI sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Anak-anak yang tidak diberi ASI mempunyai IQ (Intellectual Quotient) lebih rendah tujuh sampai delapan poin dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif. Mengkonsumsi ASI bagi bayi merupakan hak anak yang hakiki. Selain pada anak, pemberian ASI juga sangat bermanfaat bagi ibu. Kurangnya pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif menjadi permasalahan pengurus Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Hasil diskusi dan identifikasi bersama tim disepakati diperlukan peningkatan pengetahuan pengurus tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan. Solusi yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan mitra adalah dengan memberikan penyuluhan pada pengurus Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari tentang pentingnya pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan. Teknik evaluasi yang digunakan adalah pre-test dan post-test untuk mengetahui peningkatan pengetahuan peserta sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan. Hasil menunjukkan bahwa hasil nilai rata-rata pre-test dan post-test terdapat selisih nilai rata-rata sebesar 18% sehingga hal ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan pengurus Pimpinan Cabang Persaudaraan Muslimah Kecamatan Bendosari tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi sampai 6 bulan. Kata-kata kunci: pengetahuan, ASI eksklusif, Salimah PENDAHULUAN Analisis situasi Pimpinan Cabang Persaudaraan Muslimah (PC Salimah) Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu organisasi massa wanita yang memfokuskan terlibat aktif berkiprah dalam mencari solusi bagi permasalahan bangsa dengan melakukan pembinaan masyarakat dari kalangan ibu-ibu Majelis Ta‘lim. PC Salimah Bendosari mempunyai majelis taklim binaan sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Majelis ta‘lim binaan PC Salimah Bendosari No 1 2 3 4 5
Nama MT Masjid Islah Ash sholihah Ngemul RT 3 Ngemul RT 5 Al muttaqin
Anggota 10 30 60 50 50
Alamat Jombor Permai Bendosari Sukoharjo. Jombor Permai Bendosari Sukoharjo. Ngemul Bendosari Sukoharjo Ngemul Bendosari Sukoharjo Mulur Bendosari Sukoharjo
PC Salimah Bendosari terdiri dari 9 orang pengurus yaitu ketua, sekretaris, bendahara, ketua bidang pendidikan dan dakwah, ketua bidang kaderisasi dengan 1 orang anggota, ketua bidang ekonomi dan kesejateraan dengan 1 orang anggota dan ketua bidang humas dan jaringan lembaga. Kegiatan PC Salimah Bendosari selama ini merujuk dengan kegiatan yang diberikan dari Pimpinan Pusat Salimah. Kegiatan utama yang selama ini berjalan adalah pengelolaan majelis taklim yang professional. Dari pengelolaan majelis taklim yang professional diharapkan dapat menjadi pendorong dan pendukung kegiatan-kegiatan Salimah yang lain di antaranya
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
301
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
adalah gerakan seribu untuk membantu kaum dhuafa‘, koperasi Salimah yang sekarang baru ada ditingkat pimpinan daerah dan pengurus pimpinan cabang menjadi anggota sekaligus pendiri, klub muslimah sehat dan peduli lingkungan, Gema Salimah (Gerakan Membaca Al Qur‘an bersama Salimah), dan SISTER (Sekolah Ibu Salimah Terpadu). Dari kegiatan PC Salimah Bendosari tersebut tidak semua kegiatan dapat berjalan dengan baik karena adanya kendala yang dihadapi oleh pengurus. Di antara permasalahan yang dihadapi pengurus PC Salimah Bendosari adalah keaktifan pengurus PC Salimah Bendosari dalam kegiatan PC disebabkan karena ada yang sedang mengalami musibah penyakit serius sehingga harus istirahat, ada yang sedang melaksanakan studi lanjut, ada yang terbentur dengan pekerjaan. Selain itu, tidak semua pengurus PC Salimah menjadi ustadzah di majelis taklim sehingga ada keterbatasan sumber daya manusia dalam pengelolaan majelis taklim. Salah satu tujuan Salimah untuk ikut meningkatkan kualitas hidup perempuan tidak hanya secara ekonomi tetapi juga kesehatannya sehingga menuntut pengurus PC Salimah Bendosari dapat menjadi ustadzah bagi majelis taklim tidak hanya masalah agama tetapi juga masalah kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak. Namun pada kenyataannya mereka tidak banyak menguasai materi tentang kesehatan ibu dan anak sementara untuk menghadirkan pembicara yang berkompeten dalam bidang kesehatan tidak mudah. Kurangnya pengetahuan pengurus PC Salimah Bendosari tentang kesehatan ibu dan anak terutama tentang program ASI ekslusif menjadi salah satu permasalahan dalam pengelolaan majelis taklim. Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun di samping pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan AKB. Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30 ribu balita di Indonesia. Dalam siaran pers yang dikirim UNICEF, jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%. Sementara itu, hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari ratarata dunia, yaitu 38%. Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2007 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) yang berkerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan di pedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara hanya 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Dari data profil Dinkes Sukoharjo diketahui bahwa pada tahun 2009 jumlah bayi yang diberikan Asi eksklusif adalah 60,15% dan pada tahun 2010 turun menjadi 55,77%. Dari penelitian yang dilakukan oleh Utami tahun 2005 diketahui bahwa memberikan ASI eksklusif kepada bayi sampai berumur enam bulan saat ini masih rendah, yaitu kurang dari dua persen dari jumlah total ibu melahirkan. Itu terjadi karena pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tata laksana rumah sakit yang salah dan banyaknya ibu yang mempunyai pekerjaan di luar rumah. ASI sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Menurut penelitian, anak-anak yang tidak diberi ASI mempunyai IQ (Intellectual Quotient) lebih rendah tujuh sampai delapan poin dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif. Mengkonsumsi ASI bagi bayi merupakan hak anak yang hakiki. Anak-anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif juga lebih cepat terjangkit penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi dan diabetes setelah dewasa. Kemungkinan anak menderita kekurangan gizi dan mengalami obesitas juga lebih besar. Selain pada anak, pemberian ASI juga sangat bermanfaat bagi ibu. ASI, selain dapat diberikan dengan
302
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
cara mudah dan murah juga dapat menurunkan resiko terjadinya pendarahan dan anemia pada ibu, serta menunda kehamilan berikutnya. Permasalahan mitra Mengingat peran Salimah tidak hanya sekedar pembinaan keagamaan namun juga masalah kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak sehingga materi pembinaan yang disampaikan tidak hanya masalah keagamaan tapi juga masalah kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak. Berdasarkan analisis masalah di atas maka justifikasi masalah yang diambil adalah dalam pengelolaan kegiatan majelis taklim tidak hanya materi keagamaan yang disampaikan tetapi juga perlu adanya materi tentang kesehatan ibu dan anak terutama tentang ASI eksklusif. Oleh karena itu pengurus PC Salimah Bendosari selaku ustadzah majelis ta‘lim dituntut untuk dapat menguasai masalah keagamaan dan juga masalah kesehatan ibu dan anak terutama tentang ASI eksklusif. Namun pada kenyataannya mereka tidak banyak menguasai materi tentang kesehatan ibu dan anak terutama tentang ASI eksklusif sementara untuk menghadirkan pembicara yang berkompeten dalam bidang kesehatan tidak mudah. METODE Untuk mengatasi permasalahan yang ada berdasarkan penelitian Jeanne-Marie Guise, at al dan Wanbat bahwa program peningkatan pengetahuan merupakan kegiatan yang efektif untuk dilakukan maka perlu dilakukan peningkatan pengetahuan pengurus PC Salimah Bendosari dalam materi kesehatan yang difokuskan pada masalah pemberian ASI eksklusif. Metode kegiatan yang ditawarkan adalah penyuluhan pada pengurus PC Salimah Bendosari selaku ustadzah majelis ta‘lim tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif serta merekomendasikan untuk memasukkan materi pentingnya pemberian ASI eksklusif dalam silabus materi majelis ta‘lim Salimah. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pengurus PC Salimah Bendosari selaku ustadzah majelis ta‘lim tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan. Selain itu, diharapkan kedepan materi kesehatan dapat diberikan rutin kepada ibu-ibu majelis ta‘lim terutama tentang pemberian ASI eksklusif dan masuk dalam silabus materi majelis ta‘lim Salimah. Kegiatan ini dimulai dengan perijinan ke Pengurus PC Salimah Bendosari. Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan penyuluhan kepada pengurus PC Salimah Kecamatan Bendosari, yaitu 5 orang. Kegiatan pelatihan dimulai dengan pembukaan 10 menit, sambutan dari Ketua PD Salimah Sukoharjo 15 menit, pre-test selama 15 menit oleh Wartini, S.KM, materi tentang peran dan fungsi ASI eksklusif, faktor penghambat pemberian ASI eksklusif, dan teknik menyusui yang benar selama 90 menit oleh Titik Haryanti, S.KM, post-test 15 menit oleh Wartini, S.KM dan diakhiri pemberian sertifikat dan penutup. Kegiatan dikatakan berhasil jika diketahui adanya peningkatan pengetahuan pengurus PC Salimah Bendosari tentang ASI eksklusif. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengabdian masyarakat kerjasama antara Pimpinan Cabang Persaudaraan Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo telah dilaksanakan dengan baik dan lancar pada tanggal 1 April 2012 di Sekretariat Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo di Jl. Letjend S. Humardhani Gang 9 Jombor Bendosari Sukoharjo yang diikuti oleh 5 pengurus. Khalayak sasaran adalah seluruh pengurus Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Sukoharjo dengan harapan bahwa apa yang mereka terima dari hasil penyuluhan akan pentingnya manfaat ASI eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan dapat disebarkan pada keluarga, majelis taklim binaan Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Sukoharjo dan masyarakat luas. Sebagai sasaran antara/peserta dalam kegiatan ini adalah seluruh pengurus
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
303
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari 5 pengurus. Penyuluhan dilakukan pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.30 WIB bertempat di Sekretariat Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo di Jl. Letjend S. Humardhani Gang 9 Jombor Bendosari Sukoharjo dengan fasilitas lcd dan meja. Tujuan penyuluhan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan pengurus Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan, sehingga mereka diharapkan dapat menerapkan perilaku pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan bagi pengurus yang belum menikah maupun yang masih mempunyai kesempatan untuk mempunyai bayi serta dapat mengajak keluarga juga masyarakat untuk melaksanakan perilaku pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan melalui majelis taklim yang menjadi binaan Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Sukoharjo. Jika dilihat kondisi pengurus Pimpinan Cabang Salimah Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo dari 5 orang pengurus diketahui bahwa 1 pengurus mempunyai status lajang/belum menikah dan satu pengurus yang masih muda dan telah menikah sehingga masih ada kesempatan untuk dapat mempraktekkan informasi yang diterima tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan. Sementara itu, tiga pengurus yang lainnya telah berusia di atas 40 tahun sehingga informasi yang diterima dapat diinformasikan kepada anaknya yang kelak akan menjadi ibu selain juga kepada tetangga, saudara dan kerabat maupun ibu-ibu di majelis taklim binaan PC Salimah Kecamatan Bendosari. ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut: ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi, ASI mengandung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan, ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan pertama, ASI tidak mengandung betalactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi, dan proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu: suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan ―kehidupan‖ kepada bayinya, hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak, dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian keukuran sebelum hamil, mempercepat berhentinya pendarahan post partum, dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberpa bulan (menjarangkan kehamilan), mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang. Faktor-faktor yang menghambat ibu dalam pemberian ASI eksklusif adalah kesehatan bayi, kesehatan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, estetika, petugas kesehatan, iklan, dan budaya. Dari hasil pre-test dan post-test yang dilakukan pada peserta penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi selama 6 bulan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil nilai pre-test dan post-test No 1 2 3 4 5
304
Peserta penyuluhan Peserta 1 Peserta 2 Peserta 3 Peserta 4 Peserta 5 Jumlah
Nilai pre-test 70 65 85 65 80 73 (73%)
Nilai post-test 90 95 85 95 90 91 (91%)
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Dari Tabel 2, dapat diketahui bahwa hasil nilai rata-rata pre-test adalah 73% dan nilai rata-rata post-test adalah 91%. Dari nilai rata-rata tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat selisih nilai rata-rata sebesar 18%. Dari selisih nilai rata-rata pre-test dan post-test diketahui bahwa terdapat peningkatan pengetahuan pengurus PC Salimah Kecamatan Bendosari terhadap pentingnya ASI eksklusif bagi bayi sampai 6 bulan setelah dilakukan penyuluhan yaitu sebesar 18%. Hal ini berarti dengan adanya kegiatan penyuluhan tentang ASI eksklusif bagi bayi sampai 6 bulan peserta mempunyai pengetahuan lebih tentang materi yang disampaikan sehingga diharapkan dapat menyampaikan materi ini di majelis ta‘lim binaannya. Selain itu, perlu adanya rekomendasi bagi Pimpinan Daerah Salimah tentang materi ASI eksklusif bagi bayi sampai 6 bulan agar menjadi salah satu materi kesehatan yang diberikan di majelis ta‘lim binaan Salimah di Kabupaten Sukoharjo. Rekomendasi materi ini diharapkan dapat dilaksanakan di semua majelis ta‘lim binaan PD Salimah Sukoharjo sehingga dapat membantu pemerintah dalam mensukseskan gerakan ASI eksklusif bagi bayi sampai 6 bulan. KESIMPULAN Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa dari hasil nilai rata-rata pre-test dan posttest terdapat selisih nilai rata-rata sebesar 18% sehingga hal ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan pengurus Pimpinan Cabang Persaudaraan Muslimah Kecamatan Bendosari tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi sampai 6 bulan.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
305
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pelatihan Penulisan Artikel bagi Pengurus SUED (Student Union English Department) Univet Bantara Sukoharjo Endang Dwi Hastuti, Nunun Tri Widarwati, Ratih Wijayava, dan Giyatmi Program Pendidkan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjend Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo 57512 Telp: 0271-593156 E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Fokus pengabdian ini adalah memberikan pelatihan penulisan artikel bagi para pengurus HMP-SUED (Student Union English Departement) Univet Bantara Sukoharjo. Selain itu, dalam pengabdian ini juga dikupas tentang cara pembuatan English Bulettin. Latar belakang yang melatarbelakangi pelatihan ini adalah para pengurus HMP-SUED Univet Bantara Sukoharjo masih mengalami kesulitan dalam menulis artikel berbahasa Inggris sehingga mereka cenderung pasif dan enggan mencoba menulis artikel dan mengirimkannya ke media masa atau surat kabar. Metode yang digunakan adalah dengan metode ceramah kemudian dilanjutkan praktik penulisan artikel berbahasa Inggris dalam rubrik yang beragam. Pelatihan ini berlangsung selama 2 hari yakni hari Selasa-Rabu, 12-13 Juni 2012. Sementara luaran yang dihasilkan dalam pelatihan ini adalah (1)Pemahaman dan pengetahuan pengurus HMPSUED tentang penulisan artikel dan pembuatan English Bulettin meningkat dan (2)Terbentuknya struktur organisasi SUED English Bulletin. Kata-kata kunci: pelatihan, penulisan artikel, english bulletin PENDAHULUAN Analisis situasi Univet Bantara Sukoharjo adalah salah satu perguruan tinggi swasta yang sedang berkembang yang terletak di wilayah eks-karisedenan Surakarta. Perguruan tinggi tersebut memiliki 5 Fakultas dan 1 Program Pascasarjana. Salah satu dari kelima fakultas tersebut adalah FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) yang terdiri dari 11 Program Studi. Hampir sebagian besar dari masing-masing Program Studi tersebut memiliki UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Salah satu contoh dari UKM tersebut adalah SUED (Student Union English Departement) di bawah naungan Progdi Pendidikan Bahasa Inggris yang pengurusnya sebanyak 22 mahasiswa. Ada beberapa bidang yang digeluti oleh SUED di antaranya adalah bidang minat dan bakat, seni, dan olahraga. Kegiatan yang dilakukan untuk bidang seni dan olah raga adalah dengan ikut serta dalam berbagai macam event dan perlombaan. Namun tidak demikian halnya untuk bidang minat dan bakat. Nampaknya, para pengurus SUED kurang menaruh minat pada bidang tersebut. Sebenarnya para pengurus SUED bisa mengembangkan berbagai macam bakat di antaranya adalah bakat menulis artikel. Dari survei yang dilakukan oleh tim PPM, 75% dari pengurus SUED mengalami kesulitan manakala hendak menulis suatu artikel baik artikel di majalah maupun bulletin. Sebenarnya, banyak sekali media yang dapat digunakan untuk menyalurkan bakat menulis karena ada bermacam-macan majalah/jurnal yang diterbitkan oleh Univet Bantara Sukoharjo seperti Widyatama, Univet Pos dan sebagainya atau bahkan mengirimkan tulisan/artikel ke surat kabar harian seperi Solo Pos, Joglosemar dan sebagainya. Pada Koran Joglosemar terdapat halaman Opini dan Akademia yang selalu mengupas tentang topik tertentu dan hampir semua artikel/opini yang dimuat adalah artikel dari para mahasiswa dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di eks karesidenan Surakarta. Rubrik Opini dan Akademia ini memberikan kesempatan bagi para mahasiswa dan akademisi untuk menyampaikan ide dan gagasan. Namun nampaknya para mahasiswa Univet Sukoharjo kurang menaruh perhatian pada
306
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
rubrik ini terbukti hampir selama 1 tahun baru ada 1 tulisan yang berasal dari salah satu mahasiswa Univet Bantara Sukoharjo. Dari gambaran di atas maka perlulah kiranya diberikan suatu pelatihan khusus tentang teknik-teknik penulisan artikel, dengan harapan mahasiswa bisa menulis suatu artikel dan dimuat di majalah, surat kabar atau buletin terbitan Univet Bantara Sukoharjo atau bahkan dimuat di surat-surat kabar lokal/nasional. Selain itu, setelah diadakannya pelatihan ini SUED diharapakan sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menerbitkan English Bulletin. Permasalahan mitra Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan utama yang dihadapai oleh para Pengurus SUED yakni sebagai berikut: ―Para pengurus SUED masih mengalamai kesulitan tentang penulisan artikel sehingga cenderung pasif dan enggan untuk mengirimkan artikel ke majalah/koran atau mencoba membuat English Bulletin‖. SOLUSI YANG DITAWARKAN Solusi Untuk menyelesaikan permasalahan di atas maka tim PPM Univet Bantara Sukoharjo bermaksud mengadakan pelatihan bagi para pengurus SUED tentang penulisan artikel dan pembuatan English bulettin. Metode yang digunakan adalah dengan metode ceramah kemudian dilanjutkan praktik penulisan artikel berbahasa Inggris dalam rubrik yang beragam. Pelatihan ini direncanakan berlangsung selama 2 hari yang dilaksanakan pada hari Selasa-Rabu, 12-13 Juni 2012. Metode 1.
2. 3.
4.
Metode yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut. Persiapan: materi, perijinan, tempat Hal-hal yang akan dipersiapakan dalam PPM ini adalah instrumen pre-test (sekaligus sebagai soal post-test) yakni berupa pertanyaan tentang sejauh mana pemahaman peserta tentang penulisan artikel dan pembuatan buletin. Pre-test dilakukan dengan cara menyajikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh para peserta dan input yang diharapkan dari pre-test tersebut adalah gambaran khusus tentang kemampuan dan permasalahan yang dihadapi oleh para peserta tentang penulisan sebuah artikel dan pembuatan bulletin. Selanjutnya tim PPM menyiapkan materi-materi yang digunakan dalam pelatihan, surat-surat perijinan kepada pihak-pihak yang terkait, tempat yang akan digunakan dalam proses pelatihan, dan mempersiapkan narasumber. Tahap I Sambutan dan penjelasan dari Tim PPM tentang tujuan diadakannya pelatihan. Tahap II Dalam tahap II ini, tim IbM memberi penjelasan tentang kiat-kiat penulisan artikel dan pembuatan buletin yang disampaikan oleh narasumber, melaksanakan pelatihan dalam bentuk ceramah dan peserta melaksanakan praktek penulisan artikel di bawah panduan dan pengawasan narasumber dan tim. Tahap III Dalam tahap III ini, tim IbM melakukan evaluasi langsung terhadap tulisan yang telah dibuat oleh peserta, menyampaikan kekurangan-kekurangan terhadap tulisan yang telah dibuat oleh peserta, dan memberi post-test kepada peserta. Secara keseluruhan, metode kegiatan diperlihatkan dalam Gambar 1.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
307
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Mulai Persiapan: materi, perijinan, tempat, penentuan narasumber Pre-test Tahap 1: Penjelasan singkat tentang tujuan diadakannya pelatihan Tahap II: Pelatihan dan praktik penulisan artikel Tahap III: Evaluasi terhadap praktik penulisan artikel yang telah dilakukan oleh peserta dilanjutkan post-test Selesai
Gambar 1. Metode kegiatan Target luaran Target Luaran Program IbM ini adalah sebagai berikut: 1. Pengurus HMP-SUED paham tentang bagaimanakah cara menulis artikel ilmiah dan bagaimana cara membuat English Bulletin 2. Diterbitkannya English Bulletin oleh HMP-SUED. Keterlibatan anggota tim 1. Endang Dwi Hastuti, S.Pd., M.Hum. (Ketua Tim PPM) Berperan sebagai ketua tim peneliti sekaligus sebagai narasumber dalam pelatihan. Dengan demikian ketua peneliti sekaligus sebagai penanggungjawab dalam pengabdian ini. Dibantu oleh anggota PPM yang lainnya, ketua Tim PPM juga bertanggungjawab dalam praktik penulisan artikel di hari kedua. 2. Dra. Nunun Tri Widarwati, M.Hum. (Anggota) Bertanggungjawab untuk koordinasi dengan pengurus HMP-SUED terkait waktu dan tempat berlangsungnya pelatihan. Ia juga berperan membantu narasumber ketika proses pelatihan berlangsung sekaligus meng-handle pelaksanaan pre-test dan post-test. 3. Ratih Wijayava, S.Pd., M.Hum. (Anggota) Berperan mengurusi berbagai macam keperluan dalam pelatihan di antaranya adalah perijinan tempat pelatihan dan dokumentasi. Ia sekaligus sebagai pendamping narasumber khususnya ketika praktik penulisan artikel berlangsung. 4. Giyatmi, S.Pd., MA. (Anggota) Bertanggungjwab dibagian pendaftaran ulang peserta pelatihan sebelum pelaksanaan pelatihan sekaligus berperan dalam proses pelaksanaan pre-test dan post-test. Ia juga berperan sebagai pendamping narasumber ketika praktik penulisan artikel berlangsung.
308
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Mitra kegiatan IbM Student Union English Department (SUED) adalah salah satu HMP di Univet Bantara Sukoharjo di bawah naungan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Organisasi ini berdiri di tahun 2007 yang hingga saat ini sudah mengalami empat kali reorganisasi. SUED bermarkas di gedung C lantai 2 berdekatan langsung dengan kantor Progdi Pendidikan Bahasa Inggris sehingga memudahkan komunikasi antara Progdi dan HMP-SUED terkait informasi-informasi dan agenda-agenda tertentu. Saat ini HMP-SUED diketuai oleh Iskandar Zulkarnain mahasiswa Progdi Pendidikan Bahasa Inggris semester IV F dan ada sebanyak 22 pengurus yang tersebar dalam empat bidang. Sementara anggota SUED adalah seluruh mahasiswa Progdi Pendidikan Bahasa Inggris Univet Bantara Sukoharjo. Empat bidang yang digeluti oleh HMP-SUED adalah bidang akademik, minat dan bakat, seni dan olahraga, dan kerokhanian. Ada berbagai macam kegiatan yang dilakukan di bidang akademik di antaranya: lomba pidato berbahasa Inggris, retelling stories, debate competition dan sebagainya. Di bidang minat dan bakat, HMP-SUED melakukan kegiatan di antaranya adalah membentuk kelompok mengikuti LKTM dan PKM. Di bidang seni dan olah raga HMP-SUED membentuk group vocal dan team olahraga di antaranya adalah tim sepakbola, futsal, bola volley dan bulutangkis. Sementara di bidang kerokhanian, HMP-SUED mengagendakan kajian kerokhanian sekali dalam sebulan yang dihadiri oleh seluruh pengurus HMP-SUED. Pelaksanaan kegiatan pelatihan Pelaksanaan pelatihan penulisan artikel bagi Pengurus HMP-SUED dilaksanakan di ruang Micro Teaching FKIP Univet Bantara Sukoharjo yang terletak di Gedung C lantai 1. Pada kegiatan ini dihadiri oleh semua pengurus HMP-SUED sebanyak 22 orang dan dihadiri oleh semua team PPM yang terdiri dari 4 personil yakni Dra. Nunun Tri Widarwati, M.Hum., Endang Dwi Hastuti, S.Pd., M.Hum, Ratih Wijayava, S.Pd., M.Hum, dan Giyatmi, S.Pd., MA. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali. Kegiatan yang pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 12 Juni 2012 di mulai pukul 8.00 dan selesai pada pukul 12.00. Sementara kegiatan di hari kedua, dilaksanakan pada hari Rabu, 13 Juni 2012 dimulai pukul 8.00 dan selesai pukul 12.00. Secara garis besar, rincian masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut: 1. Hari pertama: Selasa, 12 Juni 2012 Di hari pertama seperti yang dipaparkan di atas, kegiatan dimulai pukul 8.00 diawali dengan pendaftaran ulang semua peserta pelatihan. Kemudian acara diawali dengan sambutan-sambutan di antaranya adalah sambutan dari Progdi Pendidikan Bahasa Inggris yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Sekretaris Progdi Pendidikan Bahasa Inggris yakni Giyatmi, S.Pd.,MA. Kemudian sambutan yang kedua diberikan oleh salah satu anggota Tim PPM yakni Ratih Wijayava, S.Pd., M.Hum., dan sambutan yang ketiga diberikan oleh ketua HMP-SUED yakni Iskandar Zulkarnain. Kegiatan selanjutnya adalah inti pelatihan. Namun sebelum masuk ke inti pelatihan, terlebih dahulu dilakukan perubahan tempat duduk di mana awalnya tempat duduk peserta adalah konvensional (berjajar berbentuk baris dari kiri ke kanan) diubah menjadi Letter U dengan tujuan untuk memudahkan interaksi antara narasumber dan semua peserta pelatihan. Dalam hal ini ketua Tim PPM sekaligus sebagai narasumber dan dibantu oleh 3 anggota team PPM yang lainnya. Sebelum pelatihan dimulai, semua peserta pelatihan di beri beberapa pertanyaan terkait materi pelatihan sekaligus sebagai pre-test. Hasil pre-test menunjukkan bahwa 95% dari peserta pelatihan belum mampu menjawab dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam pre-test. Suasana kegiatan tampak dalam Gambar 2.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
309
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Selanjutnya, inti pelatihan diawali dengan model ceramah. Setelah ceramah selesai dilanjutkan dengan tanya jawab dan pada kesempatan inilah terjadi interkasi antara narasumber dengan semua peserta pelatihan. Salah satu hasil atau luaran pelatihan dihari pertama ini adalah terbentuknya struktur organisasi SUED English Bulletin yang edisi perdananya diagendakan terbit pada bulan September 2012. SUED English Bulettin ini akan digunakan sebagai salah satu wahana HMP-SUED untuk menyambut mahasiswa baru di Progdi Pendidikan Bahasa Inggris tahun 2012/2013.
(a)
(b)
Gambar 2. Suasana kegiatan (a) Para peserta pelatihan saat acara dimulai dan (b) Saat terjadi interaksi antara narasumber dengan peserta pelatihan 2.
Hari Kedua: Rabu, 13 Juni 2012 Pelatihan di hari kedua dimulai pada pukul 08.00 diawali dengan daftar ulang semua peserta pelatihan. Fokus pelatihan di hari ke dua adalah praktik menulis artikel ilmiah yang dalam hal ini difokuskan pada rubrik-rubrik yang akan muncul di edisi perdananya yakni rubrik letter, opinion, short stories, dan tips. Pada pelatihan dihari kedua ini, semua peserta dibagi menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok bertanggung jawab terhadap salah satu rubrik yang telah disebutkan di atas dan masing-masing kelompok dipandu oleh salah satu Tim PPM.
Gambar 3. Diskusi dan kerja kelompok
310
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Pembahasan Respon HMP-SUED dan peserta pelatihan sangat positif terhadap pelatihan penulisan artikel ini. Hal ini ditandai dengan adanya 4 kali perwakilan dari HMP-SUED menemui Tim PPM untuk mengkonfirmasi kapan agenda pelatihan tersebut dilaksanakan. Akhirnya terjadi kesepakatan antara Tim PPM dan HMP-SUED bahwa pelatihan diadakan tanggal 12 Juni 2012 dan 13 Juni 2012. Sementara respon positif yang ditunjukkan oleh peserta pelatihan adalah manakala proses pelatihan berlangsung, banyak pertanyaan yang diajukan oleh peserta terkait materi pelatihan. Di antara pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Apa perbedaan antara artikel di surat kabar atau majalah dengan artikel yang dimuat di buletin? 2. Apa bedanya buletin dengan brosur? 3. Bagaimanakah kiat-kiat agar bulletin bisa terbit secara terus menerus? 4. Bagaimanakan cara menulis artikel di bulletin mengingat jumlah halaman yang sangat terbatas? 5. Apakah struktur organisasi antara bulletin dan majalah itu sama? 6. Bagaimanakah cara praktis untuk penggalangan dana dalam membuat bulletin atau majalah? dsb Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian secara langsung dijawab oleh narasumber dengan sangat jelas dan dipertegas oleh anggota PPM yang lainnya. Para peserta pun juga cukup jelas terhadap jawaban-jawaban yang disampaikan oleh narasumber dan anggota PPM yang lainnya. Pada umumnya, pengetahuan peserta terhadap bagaimana cara menulis artikel ilmiah bertambah. Hal ini bisa dilihat dari hasil pre-test dan post-test. Sebagaimana dipaparkan di depan, hasil pre-test menunjukkan 95% peserta belum memahami bagaimakah cara menulis arikel ilmiah dan bagaimana cara membuat English bulletin. Dengan demikian, hanya ada 5% peserta yang sudah paham tentang bagaimana menulis artikel ilmiah dan membuat English bulletin. Namun di akhir pelatihan, hasil post-test menunjukkan bahwa sebanyak 20 peserta atau 91% sudah paham tentang penulisan artikel ilmiah dan pembuatan English belletin dan hanya 9% atau 2 peserta yang belum begitu memahaminya. Hal ini disebabkan karena kedua peserta tersebut saat pelatihan di hari pertama berlangsung tidak bisa mengikuti pelatihan hingga selesai karena ada ujian mata kuliah listening. Luaran yang dihasilkan 1. Peningkatan pemahaman dan pengetahuan pengurus HMP-SUED tentang penulisan artikel dan pembuatan English bulletin. 2. Terbentuknya struktur organisasi SUED English Bulletin. KESIMPULAN Merujuk pada proses selama pelatihan berlangsung, maka dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pemahaman dan kemampuan peserta dalam penulisan artikel ilmiah dan pembuatan English bulletin. Hal ini didasarkan pada hasil pre-test dan post-test. Hasil pre-test menunjukkan hanya ada 5% dari peserta yang sudah paham tentang penulisan artikel ilmiah dam pembuatan English bulletin, sedangkan hasil post-test menunjukkan 91% peserta pelatihan sudah memahaminya. Hasil pelatihan yang lainnya adalah terbentuknya struktur organisasi di dalam SUED yang membidangi tentang pembuatan English Bulettin yang direncakan akan terbit bulan Sepetember 2012 nanti. Bulan September dipilih sebagai bulan terbitnya edisi perdana karena pada bulan tersebut adalah awal mahasiswa baru mulai aktif kuliah dan English bulletin ini diharapkan menjadi salah satu ―sambutan‖ bagi kedatangan para mahasiswa baru tersebut.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
311
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Saran 1. Kemampuan untuk menulis artikel adalah salah satu skill yang harus dikuasai oleh para mahasiswa khususnya mahasiswa jurusan bahasa. Guna menopang hal tersebut, pelatihanpelatihan tentang penulisan artikel sangat diperlukan. Oleh sebab itu, hendaknya pelatihan seperti ini bisa dilakukan secara periodik dengan pertimbangan menulis artikel bukanlah pekerjaan yang mudah sehingga perlu banyak latihan dan panduan dari ahlinya. 2. Dukungan dan fasilitas dari lembaga atau perguruan tinggi sangat menentukan keberhasilan suatu pelatihan. Mengingat begitu pentingnya pelatihan semacam ini, hendaknya para penyelenggara perguruan tinggi bisa memperluas cakupannya sehingga dampaknya akan lebih bisa dirasakan oleh masyarakat baik masyarakat di lingkungan kampus maupun masyarakat luas.
312
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Penerbitan dan Pemasaran Buku Kamus Bergambar 3 Bahasa (Indonesia – Inggris – Jawa) Rohkhayati, Arif Santoso dan Khoirul Bariyyah N Program Studi Pendidikan Bahasa dan sastra Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjend. Soejono Humardani No. 1, Sukoharjo 57521, Telp (0271) 593156 ABSTRAK: Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.895.5/01/2005 yang mewajibkan mata pelajaran bahasa Jawa di semua jenjang sekolah Provinsi Jawa Tengah, maka kamus bergambar 3 bahasa (Indonesia-Inggris-Jawa) berpotensi untuk dijadikan komoditas usaha. Tujuan kegiatan PKM ini adalah untuk mendirikan usaha penerbitan dan pemasaran buku ―kamus berganbar 3 bahasa (Indonesia-Inggris-Jawa)‖. Metode pemasaran yang digunakan yaitu pemasaran dilingkup kampus Progdi PBSD, titip jual di kios buku belakang Sriwedari Solo dan mengadakan promosi di berbagai SD di Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Pacitan dan Karanganyar. Hasil kegiatan buku ini telah mendapatkan No ISBN 978-602-99712-6-0 dari Perpustakaan Nasional RI. Penjualan buku sampai akhir program PKM yaitu 351 eksemplar senilai Rp 3.510.000,-. Analisis ekonomi menunjukkan keuntungan Rp 638.000,- B/C rasio 1,22 PPC 12,93 bulan. Penjualan buku masih akan dilanjutkan pada waktu tahun ajaran baru sesuai permintaan sekolah-sekolah. Kegiatan PKM-K ini disimpulkan layak secara ekonomi dan prospektif untuk dilanjutkan. Kata-kata kunci: kamus, bahasa krama, metode, penerbitan buku. PENDAHULUAN Latar belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Dalam berbagai macam situasi bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Bahasa yang digunakan oleh seseorang berawal dari ketika seseorang tersebut masih anak-anak. Lokasi tempat tinggal sangat mempengaruhi jenis bahasa yang digunakan oleh anak. Akan tetapi penguasaan multi-bahasa di era sekarang ini sangat penting untuk dilakukan. Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta & Jawa Timur. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan suatu simbol kebangsaan yang menunjukkan identitas bangsa. Keberadaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, pendidikan di Indonesia mulai dari taman bermain sampai dengan universitas memiliki kurikulum dan pelajaran tentang bahasa Inggris. Ini dilakukan agar sumber daya manusia Indonesia dapat ikut andil dalam globalisasi dunia. Namun kemajuan ilmu pengetahuan dan komunikasi tidak cukup membawa suatu bangsa menjadi bangsa yang besar dan dihormati oleh bangsa lain, akan tetapi juga harus diimbangi dengan tetap memelihara sikap, prinsip dan nilainilai tradisi luhur yang menjadi ciri khas dan identitas bangsa tersebut. Mencintai budaya bangsa merupakan suatu kewajiban penghuni bangsa tersebut. Banyak generasi sekarang yang kehilangan identitas diri dan semangat nasionalisme. Kebanyakan anak-anak zaman sekarang lebih mengenal budaya dan sejarah asing dibandingkan budaya dan sejarahnya sendiri (Campus, 2011: 103). Berkaitan dengan keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa bahasa sangat berperan penting dalam kemajuan suatu bangsa, karena sebuah bangsa tidak akan bisa lepas dari bahasa internasional dan bahasa daerah bangsa tersebut jika ingin menjadi sebuah bangsa yang besar.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
313
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Jawa Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang telah memberikan perhatian lebih pada bahasa daerahnya yaitu bahasa jawa, Semua itu dapat dilihat dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 895.5/01/2005 dinyatakan kurikulum mata pelajaran bahasa Jawa wajib dilaksanakan disemua jenjang sekolah di Provinsi Jawa Tengah mulai tahun ajaran 2005/2006 untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB dan SMA/ SMK/MA/SMALB baik sekolah negeri maupun swasta. Kurikulum tersebut ditetapkan dan diberlakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Jawa Tengah, terutama dalam upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti dan sebagai salah satu cara pelestarian serta pembinaan budaya bangsa, salah satunya bahasa Jawa (Penyebar Semangat; 2006). Berdasarkan hal tersebut, saat ini banyak ditemui siswa yang mencari buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran bahasa jawa, tak terkecuali kamus bahasa jawa. bahasa jawa itu sendiri mempunyai 2 bahasa pokok, yaitu basa ngoko dan basa krama. Basa krama inilah yang menjadi persoalan karena memang dirasa agak sulit untuk dimengerti oleh para siswa. Berdasarkan hasil survei dipasaran, Kebanyakan kamus yang beredar antara lain, kamus bahasa Indonesia-Inggris, kamus bahasa Indonesia-Jawa, kamus Indonesia-Arab, kamus bergambar 3 bahasa (Indonesia, Inggris dan Arab) dan kamus-kamus bergambar lainnya. Penulis belum menemukan adanya kamus yang menggabungkan antara bahasa inggris dan bahasa jawa krama. Melihat peluang itu, penulis ingin sekali membuat kamus yang menggabungkan antara bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Jawa yang dilengkapi dengan gambar, karena anak-anak lebih cenderung menyukai hal yang berkaitan dengan gambar. Seperti diungkapkan oleh Confusius bahwa ―what I see, I remember‖ artinya, apa yang saya lihat, maka saya ingat. Hal ini sangat mendukung bahwa tampilan berupa gambar-gambar lebih memudahkan seseorang untuk mengingat apa yang dilihat (Munthe, 2009: 63). Data-data di atas menunjukan bahwa kamus bergambar 3 bahasa (Indonesia, inggris dan jawa krama) ini mempunyai pangsa pasar tersendiri dan tentunya kamus ini sangat dibutuhkan oleh para siswa sebagai buku pandamping untuk mempelajari bahasa jawa krama maupun bahasa inggris. Oleh karena itu, kamus ini sangat cocok digunakan bahan untuk berwirausaha bagi mahasiswa dengan potensi pasar yang sangat luas yaitu provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Yang pastinya akan menjadi peluang usaha yang sangat menjanjikan. Tujuan Tujuan dari kegiatan PKM-K ini adalah untuk mendirikan usaha penerbitan buku ‖kamus bergambar 3 bahasa (Indonesia, inggris dan jawa krama)―. Luaran Unit usaha penerbitan dan pemasaran buku ―kamus bergambar 3 bahasa (Indonesia, inggris dan jawa krama)‖. Kegunaan Buku kamus bergambar 3 bahasa ini dapat bermanfaat pada 3 mata pelajaran di sekolah, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Jawa khususnya basa krama. Selain itu kegiatan ini sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan bahasa jawa sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 895.5/01/2005 serta sebagai salah satu bentuk upaya pelestarian budaya bangsa pada umumnya, dan bahasa jawa pada khususnya. Manfaat yang lain di antaranya mahasiswa mempunyai bekal untuk merintis usaha komersial yang nantinya dapat diterapkan ketika terjun di tengah masyarakat, laba yang dihasilkan dapat bermanfaat untuk menunjang pembiayaan kuliah, dana keperluan pribadi sebagai bentuk peringanan beban orang tua.
314
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
METODE Teknik produksi Penyempurnaan buku kamus membutuhkan waktu 2 minggu. Kemudian bekerjasama dengan penerbit LPPM Univet Bantara Sukoharjo guna mendapatkan Nomor ISBN yang juga membutuhkan waktu 2 minggu, percetakan buku kamus dilakukan setelah proses pengeditan selesai dan dilakukan pada 2 tahap. Cetakan tahap pertama sebanyak 500 Eksemplar dan cetakan tahap ke dua juga 500 Eksemplar. Teknik pemasaran Pemasaran buku kamus bergambar 3 bahasa dilakukan melalui empat jalur (Gambar 1).
Produksi Pemasaran
SD: Wonogiri Sukoharjo pacitan karanganyar
Toko Buku: Kios buku belakang Sri wedari
Media Massa dan Internet: Facebook dan Koran Solopos
Lain-lain: Bazar Buku Seminar Pasar Tiban
Evaluasi
Gambar 1. Jalur pemasaran Waktu dan tempat pelaksanaan Waktu Pelaksanaan kegiatan PKM-K ini berlangsung pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2012. Tempat pelaksanaan kegiatan PKM-K ini, meliputi (1) Sebagian SD di Kabupaten Pacitan, Sukoharjo, Wonogiri dan Karanganyar. (2) Pasar buku belakang Sriwedari Solo. (3) Melalui internet dan media masa seperti pada koran Solopos kolom kabar Jagad Jawa edisi 10 Mei 2012. (4) Pasar tiban Solo Baru setiap hari Minggu. (5) Kampus Univet Bantara Sukoharjo pada acara-acara tertentu seperti ikut berpartisipasi pada acara bazar buku PII (Pekan Ilmiah Islami), membuka stand pada acara seminar dll. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari kegiatan PKM-K ini adalah telah menerbitkan dan memasarkan buku ‖Kamus Bergambar 3 Bahasa (Indonesia, Inggris dan Jawa) dengan No ISBN 978-602-997126-0. Produksi buku kamus bergambar 3 bahasa tahap 1 sebanyak 500 eksemplar dengan biaya produksi sebesar Rp 3.691.500,-. Dari berbagai jalur pemasaran, dihasilkan penjualan buku kamus selama bulan April-Juni 2012 seperti yang tertera dalam Tabel 1.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
315
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
Tabel 1. Penjualan buku kamus bergambar 3 bahasa Jalur
Tempat pemasaran
Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4
SD Toko buku Internet dan media masa lain-lain (Bazar buku di kampus Jumlah
Omset (eksemplar) 243 13 5 90 351
Jumlah (Rp) 2.430.000 130.000 50.000 900.000 3.510.000
Kegiatan PKM-Kewirausahaan ini telah berhasil mencetak 500 buku dengan No ISBN 978-602-99712-6-0. Pemasaran buku yang telah dilakukan oleh tim PKM-K meliputi beberapa lokasi pemasaran seperti SD, penitipan buku di kios belakang Sriwedari, melalui internet serta membuka stand pada acara seminar, bazar buku dan di pasar tiban Solo baru setiap hari Minggu. Hasil dan analisis ekonomi dari program ini disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis ekonomi penjualan buku. Variabel Modal Investasi Biaya Pendapatan Keuntungan B/C Ratio PPC
Nilai Rp 2.750.000,Rp 2.872.000,Rp 3.510.000 Rp 638.000,1,22 12,93 bulan
Dari Tabel 2, terlihat bahwa dengan modal investasi Rp 2.750.000,- biaya Rp 2.872.000,- dan pendapatan Rp 3.510.000,-, diperoleh laba sebesar Rp 638.000,-. Modal investasi dapat kembali setelah 12,93 bulan. B/C Ratio sebesar 1,22 artinya usaha ini layak secara ekonomi dan prospektif untuk dilanjutkan. Berkaitan dengan produksi dan pemasaran buku, ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan target ketercapaian belum terlaksana seperti yang diharapkan. Rencana awal produksi buku sebanyak 1000 eksemplar, baru bisa dicetak sebanyak 500 eksemplar. Beberapa permasalahan di antaranya disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Permasalahan dan penyelesaian No 1
Permasalahan Percetakan yang dituju, pada awalnya menyetujui waktu proses percetakan selama 1 minggu. Namun mengalami keterlambatan sehingga prosesnya sampai 2 minggu.
Penyelesaian Tim PKM-K menunggu sambil terus mengkonfirmasikan kepada pihak percetakan. Sambil menunggu, waktu dimanfaatkan untuk mencari tempat pemasaran.
2
Sosialisasi buku ke SD mengalami hambatan karena SD yang bersangkutan sedang sibuk mempersiapkan Ujian Nasional. Pada sebagian SD, meminta pendistribusian buku dilaksanakan pada tahun ajaran baru.
Sosialisasi ke SD dilakukan setelah pelaksanaan Ujian Nasional. Pada sebagian SD menunggu sampai tahun ajaran baru.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari kegiatan PKM-K ini adalah telah berhasil mencetak buku Kamus Bergambar 3 Bahasa sejumlah 500 eksemplar dan memasarkan 351 buku dengan laba sebesar Rp 638.000,-. Analisis ekonomi menunjukkan keuntungan Rp 638.000,- B/C rasio 1,22 PPC
316
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2012
12,93 bulan. Penjualan buku masih akan dilanjutkan pada waktu tahun ajaran baru sesuai permintaan sekolah-sekolah. Kegiatan PKM-K ini disimpulkan layak secara ekonomi dan prospektif untuk dilanjutkan. Saran Dari uraian di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar usaha produksi dan pemasaran buku ini dapat mencapai target yang diinginkan. Di antaranya adalah menambah materi yang ada di dalam kamus, memperbaiki lay out, menambahkan variasi tampilan serta memperluas area pemasaran. DAFTAR PUSTAKA Munthe, Bermawi. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Campus, Tahun 2011 volume 1 Nomor 1 April 2011 halaman 103. Penyebar Semangat, tahun 2006. Edisi 29 hal 6.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-7-7
317