Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
ISSN : 2252-9608
STUKTUR GEOLOGI DAN MODEL TEKTONOSTRATIGRAFI DAERAH GONDA DAN SEKITARNYA KECAMATAN SORAWOLIO, KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA Structural Geology and Tectonostratigraphy Model of Gonda Area and Surroundings, Buton regency, South East Sulawesi Province. Yuniarti Yuskar Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau Jl. Kaharuddin Nasution no 113 Pekanbaru 28284 E-mail :
[email protected] [Diterima Febuari 2014; Disetujui Maret 2014]
ABSTRACT This research aims to know stratigraphy, structural geology, geological history and then to establised tectonostratigraphy model and geological map of research area. Geographically Gonda area located on 122 42’ 28’’ WL - 122 48’ 00’’ WL dan 5 25’ 28” SL - 05 25’ 28” SL. and lies on administrative region of Gonda district, Buton regency, South East Sulawesi Province. Methodology that is used for this research are field research, laboratorium research (Paleontology and petrography) and interpretation data. Stratigraphy of rock units in the research area from the oldest to the youngest are Peridotit, rock unit o, Early Miocene Boundstone, Late Miocene Pebbly Sandstone, Late Miocene Sandstone, Early Pliocene Calcareous Claystone, and Pleistocene Grainstone. This area also influenced by structural geology such as fold, joint and fault, there are : Gonda and Sorawolio syncline, Kaongkeongkea anticline, Benteng, Gonda, Umala Wandoke, and Wokokili strike-slip fault, Amanasi, Sorawolio, Wokokili, Kapantoreh, Umala Wandoke, Kaongkeongkea, and Wakaokili thrust fault. The first phase of geology history that influence the geological condition in the research area is The first collision occured on the Early Miocene between Buton Microcontinent and Muna Microcontinent the indication is recorded in the southern part of Buton with the occurrence of thrust fault and thin skinned fold and it was supporting Kapantoreh Mountains recorded by Peridotite. Boundstone limestone unit was formed unconformably above the uplifted Mesozoic blocks on the Early Miocene, sea level condition was relatively shallow at that time hence was supporting the development of reef limestone. After that the sea level rise gradually and pebbly sandstone was deposited unconformably unit in deep water environment. pebbly sandstone was deposited on Late Miocene. Calcareous claystone was deposited conformably above the sandstone unit on Early Miocene. The deposition of calcareous claystone attributed by the second collision between Buton Microcontinent and Tukang Besi Microcontinent which generated non depositional hiatus during the deposition of sandstone unit and calcareaous claystone unit. This second collision also affect the formation of Quarternary Grainstone on the thrusted blocks. After that the sea level fall and the research area exposed to the surface. Keywords: strucural geology, fault, tectonostratigraphy, Buton, South East Sulawesi
http://rat.uir.ac.id
473
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
PENDAHULUAN Daerah Desa Gonda, Kecamatan Sorawolio, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki proses geologi yang kompleks. Secara geografis, daerah penelitian terletak pada koordinat 1220 42’ 28’’ BT – 1220 48’ 00’’ BT dan 50 25’ 28’’ LS – 50 40’ 00’’ LS yang tercakup pada Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar 2210-33 Mambulu, Lembar 2210-34 Lapanda, Lembar 2210-61 Bau-Bau dan Lembar 2210-64 Pasarwajo yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL. Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur geologi, mengukur dan menganalis indikasi yang ada serta menentukan jenis dan pola strukturnya, aspek sejarah geologi, meliputi kronologis peristiwa perkembangan pembentukan batuan di lokasi penelitian yang dihubungkan dengan tektonik serta skala waktu geologi berdasarkan analisis data yang ada sehingga dihasilkan suatu model tektonostratigrafi di daerah penelitian. Ruang lingkup penelitian meliputi aspek litostratigrafi, struktur geologi, dan sejarah geologi. Aspek litostratigrafi, meliputi urut-urutan perlapisan batuan penyusun di lokasi penelitian yang dihubungkan dengan penamaan satuan batuan dan mengkorelasikannya dengan satuan satuan resmi yang ada. Aspek struktur geologi, mengukur dan menganalis indikasi yang ada serta menentukan jenis dan pola strukturnya. Aspek sejarah geologi, meliputi kronologis peristiwa perkembangan pembentukan batuan di lokasi penelitian yang dihubungkan dengan tektonik serta skala waktu geologi berdasarkan analisis data yang ada. Geologi Regional Wilayah Buton merupakan bagian dari fragmen mikrokontinen yang terdiri dari Pulau Buton, Pulau Muna dan Pulau Tukang Besi yang saling berhubungan dan mempengaruhi ketika terjadi kolisi diantaranya. Berdasarkan Davidson, dkk, 1991 terdapat beberapa even tektonik yang mempengaruhi konfigurasi struktur geologi http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
di Pulau Buton diantaranya pre-rift, rift, drift, kolisi Neogen dengan dominasi struktur geologi yang terbentuk pada kolisi paling akhir. Even pre-rift terjadi pada Trias Tengah ketika Pulau Buton masih menjadi bagian dari benua Australia. Stratigrafi Regional Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Buton (N. Sikumbang, dkk, 1995), secara Regional Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara memiliki urutan stratigrafi dari tua ke muda berumur Pra-Trias hingga Resen yaitu Formasi Doole, Winto, Ogena, Rumu, Tobelo, Basalt, Diorit, Kompleks Ultrabasa Kapantoreh, Anggota Batugamping Tondo, Formasi Sampolakosa, Formasi Wapulaka, Alluvium. Stratigrafi dari tua ke muda di daerah penelitian yaitu Kompleks Ultrabasa Kapantoreh, Anggota Batugamping Formasi Tondo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, Formasi Wapulaka. METODOLOGI PENELITIAN Adapun Metodologi yang dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder berupa studi pustaka dari peneliti terdahulu, penelitian lapangan, penelitian laboratorim meliputi laboratorium paleontologi dan petrografi sserta analisis data di studio. Pengambilan data lapangan dilakukan pada 120 titik stasiun pengamatan. Analisis laboratorium paleontologi dilakukan pada 10 sampel batuan untuk mengetahui umur dan lingkungan pengendapan daerah penelitian. Analisis laboratorium petrografi dilakukan pada 25 sayatan tipis dari 10 stasiun pengamatan yang berguna untuk mengetahui jenis litologi yang tersebar didaerah penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Stratigrafi Daerah Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dan analisis di laboratorium maka diperoleh gambaran stratigrafi dan litologi penyusunnya dari yang paling tua ke yang muda yaitu Satuan Batuan Beku Peridotit, Satuan Batugamping Boundstone, Satuan Batupasir Kerikilan, Satuan Batulempung Karbonatan, Satuan Batugamping 474
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
Grainstone. Satuan batuan tersebut bila dibandingkan dengan peta Geologi berdasarkan N. Sikumbang, dkk., 1995 memiliki kesetaraan yaitu Satuan Batuan Peridotit setara dengan Kompleks Ultra Basa Kapantoreh, Satuan Batugamping Boundstone setra dengan Anggota Batugamping Formasi Tondo, Satuan Batupasir Kerikirilan setara dengan Formasi Tondo, Satuan Batulempung Karbonatan setara dengan Formasi Sampolakosa dan Satuan Batugamping Grainstone setara dengan Formasi Wapulaka. Satuan batuan Peridotit tersusun oleh Batuan beku peridotit dan piroksenit yang berumur Eosen – Oligosen. Kontak satuan tidak selaras dengan satuan batugamping boundstone diatasnya. Satuan batugamping Boundstone tersusun oleh Batugamping terumbu dan kalkarenit dengan deskripsi yaitu berwarna abu-abu keputihan (segar) kuning kecoklatan (lapuk), fragmen individu masih terlihat utuh seperti koral, Alga, dan merupakan boundstone serta adanya fragmen batuan. berwarna abu-abu keputihan (segar) kuning kecoklatan (lapuk), fragmen individu masih terlihat utuh seperti koral, Alga, dan merupakan boundstone serta adanya fragmen batuan. Satuan batuan ini berumur Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan yaitu laut dangkal dan Fasies ini berasosiasi dengan reef flat atau reef front – fore reef. Satuan batupasir Kerikilan yang tersusun oleh Batupasir kerikilan, Batupasir sisipan batulempung dan konglomerat, didominasi oleh batupasir kerikilan, berukuran menengah – kasar, kemas terbuka, keras – dapat diremas, pemilahan buruk sedang, membundar - membundar tanggung, karbonatan, terdapat butiran melayang yang merupakan komponen batuan yaitu batuan beku, batugamping, rijang, dan batupasir. Satuan batuan ini berada diatas satuan batugamping Boundstone dengan kontak tidak selaras dan satuan batulempung dibagian bawahnya dengan kontak selaras, memiliki umur pada Miosen Akhir dengan lingkungan pengendapan pada Batial Atas – Tengah. http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
Satuan Batulempung Karbonatan dengan deskripsi Batulempung sangat karbonatan, sangat keras hingga lunak, warna segar putih keabu-abuan, warna lapuk abu-abu kehijauan- hijau kehitaman. Terdapat sisipan batugamping packestone dan batugamping kristalin dibagian tengah dan atas formasi. Terendapkan selaras diatas satuan batupasir kerikilan dan tertindih secara tidak selaras oleh satuan batugamping packestone kuarter. Satuan ini berumur Miosen Atas – Pliosen Awal dengan lingkungan pengendapan yaitu Batial Atas – Tengah. Satuan Batugamping Grainstone Kuarter tersusun oleh Batugamping Grainstone yang masif, terdapat kristalisasi walaupun masih dapat terlihat fragmenfragmen organik berupa skeletal maupun pecahan cangkang. Selain itu juga terdapat batugamping chalky yang masih terlihat jelas fragmen koral, molluska, alga dan cangkang pelecypoda, juga terdapat batugamping grainstone yang juga telah banyak mengalami kristalisasi. Kontak satuan diendapkan selaras diatas satuan batulempung karbonatan. Satuan ini berumur Pleistosen dengan lingkungan pengendapan yaitu Litoral – Neritik Dalam. Struktur Geologi Berdasarkan kenampakan pada pola kontur 3 Dimensi dan satelite imagery, terdapat beberapa kelurusan-kelurusan yang dijadikan sebagai salah satu indikasi terhadap proses tektonik yang terjadi didaerah penelitian (Gambar 1). Daerah penelitian merupakan daerah yang sangat dipengaruhi oleh struktur geologi yaitu lipatan, kekar dan sesar baik minor maupun major. Terdapat beberapa sinklin dan antiklin yang dapat dipetakan yaitu Sinklin Gonda, Sinklin Sorawolio, Antiklin Sorawolio dan Antiklin Kaongeongkea. Antiklin dan sinklin tersebut diperoleh berdasarkan data rekonstruksi pola jurus dan kemiringan perlapisan batuan. Struktur geologi berupa kekar banyak teridentifikasi pada daerah penelitian, diantaranya pada stasiun Y-2, Y-22, Y-34, Y- 52, Y-66, Y-68, Y-73, dan Y-97. Data 475
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
kekar ini diolah dengan menggunakan program Dipstress untuk mengetahui arah tegasan utama yang sangat membantu dalam analisis pola struktur yang berkembang di daerah penelitian.
Gambar 1. Kelurusan pada peta basemap 3 Dimensi Struktur geologi berupa sesar pada daerah penelitian dapat diketahui melalui pengamatan dan analisis gejala-gejala struktur yang terdapat dilapangan seperti cermin sesar, kekar, rekonstruksi pola jurus dan kemiringan perlapisan batuan, serta penafsiran kelurusan-kelurusan morfologi baik dari peta topografi maupun dari landsat. Berdasarkan ketiga cara tersebut, maka daerah penelitian terdiri dari beberapa sesar yaitu Sesar Mendatar Benteng, Sesar Mendatar Umala Wandoke, Sesar Mendatar Gonda, Sesar Mendatar Wokokili, Sesar Naik Amanasi, Sesar Naik Sorawolio, Sesar Naik Kapantoreh, Sesar Naik Wokokili, Sesar Naik Umala Wandoke, Sesar Naik Kaongkeongkea dan Sesar Naik Wakaokili. (Gambar 7) 1. Sesar Mendatar Benteng Sesar mendatar ini teridentifikasi dengan adanya indikasi struktur geologi berupa cermin sesar yang ditemukan pada stasiun Y-2 dan stasiun Y-4 yang memiliki arah pergerakan yang sama. Berikut ini deskripsi dari bidang cermin sesar stasiun Y2 yang diukur pada bidang hanging wall menunjukan strike / dip bidang sesar N 3100 http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
E / 770, pitch 540 kearah selatan yang mengindikasikan pergerakan Sinistral Normal, memiliki litologi batupasir kerikilan dengan sisipan batulempung non-karbonatan. Sedangkan deskripsi dari bidang cermin sesar pada stasiun Y-4 yang diukur pada bidang footwall menunjukan strike / dip bidang sesar N 1200 E /770, pitch 300 kearah selatan yang mengindikasikan pergerakan Sinistral Normal. Sesar ini didukung dengan adanya pola kelokan sungai Umala Wandoke bagian selatan yang diidentifikasi disebabkan oleh sesar tersebut. Sesar ini memiliki arah Baratlaut – Tenggara, pola jurus kemiringan perlapisan batuan yang tidak teratur pada jalur yang dilalui sesar ini. 2. Sesar Mendatar Gonda Sesar ini diindikasikan dari data cermin sesar pada stasiun Y-109 dan Y-7 serta dilihat dari pola kontur dan kelokan sungai. Data cermin sesar pada Y-109 yang diukur pada hanging wall menunjukkan strike / dip N 278o E / 55o pitch 45o dengan arah penggerakan ke tenggara dan mengidentifikasikan sesar naik dextral. Data cermin sesar pada Y-7 yang diukur pada hanging wall menunjukkan strike / dip N 334o E / 690 pitch 10o dengan arah pergerakan tenggara dan mengidentifikasikan sesar naik dextral. Kedua cermin sesar tersebut menunjukkan sesar mendatar dextral dengan pola jurus perlapisan relatif berarah timurlaut – baratdaya dan memiliki litologi batulempung karbonatan. 3. Sesar Mendatar Umala Wandoke Sesar mendatar ini teridentifikasi dengan adanya indikasi struktur geologi berupa cermin sesar yang ditemukan pada stasiun Y-41 dan Y-72, sinklin dan data kekar pada stasiun Y-21 dan Y-72. Pada stasiun Y-41 diukur bidang hanging wall menunjukan strike / dip bidang sesar N 1550 E / 470, pitch 400 kearah Tenggara yang mengindikasikan pergerakan Sinistral Naik, memiliki litologi Batugamping Kalkarenit atau Batugamping Wackestone (Dunham, 1962) dan data kekar pada stasiun Y-72 diukur pada foot wall menunjukan strike / dip bidang sesar N 3450 E / 820, pitch 400 476
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
kearah Tenggara yang mengindikasikan pergerakan Sinistral Naik. Sesar ini memiliki arah Baratlaut – Tenggara, pola jurus kemiringan perlapisan batuan sulit ditemukan, secara relatif berarah Baratlaut – tenggara. 4. Sesar Mendatar Wokokili Sesar mendatar ini diidentifikasi berdasarkan dari pola kontur, kelokan sungai dan data kekar pada stasiun Y-54 dan Y-58 yang diinterpretasikan sebagai sesar dextral naik. Sesar ini memiliki arah Baratlaut – Tenggara, pola jurus kemiringan perlapisan batuan sulit ditemukan, secara relatif berarah Timurlaut – Baratdaya 5. Sesar Naik Amanasi Sesar ini diidentifikasi berdasarkan dari pola kontur, memiliki arah Timurlaut baratdaya, bagian baratlaut merupakan relatif bagian yang naik, pola jurus kemiringan perlapisan batuan sulit ditemukan, secara relatif berarah Timurlaut – Baratdaya. 6. Sesar Naik Sorawolio Sesar ini diidentifikasi berdasarkan dari pola kontur, data kekar – kekar, kelurusan sungai, data cermin sesar yang ditemukan pada stasiun Y-86 dan kekar pada stasiun Y-54. Data cermin sesar yang diukur pada hanging wall memiliki strike/dip N 208˚ E / 61˚ dan pitch 24˚ ditemukan pada batupasir kerikilan hingga konglomerat dan sisipan batulempung non karbonatan dan diidentifikasi sebagai zona hancuran. Sesar ini memiliki arah Timurlaut baratdaya, bagian baratlaut merupakan relatif bagian yang naik, pola jurus kemiringan perlapisan batuan relatif berarah Timurlaut – Baratdaya. 7. Sesar Naik Wokokili Sesar ini diidentifikasi berdasarkan dari pola kontur, kelurusan sungai, kelurusan yang membentuk suatu perbukitan yang curam berada diluar daerah penelitian serta dengan melakukan rekonstruksi stike/dip serta umur batuan penyusunnya yaitu batugamping. Sesar ini memiliki arah Timurlaut baratdaya, bagian baratlaut merupakan relatif bagian yang naik. 8. Sesar Naik Kapantoreh Sesar ini diidentifikasi dari pola kontur yang membentuk perbukitan curam yang http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
menerus ke luar daerah penelitian dengan arah relatif timurlaut – baratdaya dan tersingkapnya batuan yang tua yaitu batuan ultrabasalt. 9. Sesar Naik Umala Wandoke Sesar ini diidentifikasi berdasarkan dari pola kontur, memiliki arah Timurlaut baratdaya, bagian baratlaut merupakan relatif bagian yang naik, pola jurus kemiringan perlapisan batuan sulit ditemukan, secara relatif berarah Timurlaut – Baratdaya. 10. Sesar Naik Kaongkeongkea Sesar ini diidentifikasi berdasarkan dari pola kontur, kelurusan sungai, data cermin sesar yang ditemukan pada stasiun Y30. Data cermin sesar yang diukur pada hanging wall memiliki strike/dip N 215˚ E / 70˚ dan pitch 20˚ ditemukan pada batulempung karbonatan sisipan kalkarenit. Sesar ini memiliki arah Timurlaut baratdaya, bagian baratlaut merupakan relatif bagian yang naik, pola jurus kemiringan perlapisan batuan relatif berarah Timurlaut – Baratdaya. 11. Sesar Naik Wakaokili Sesar naik ini teridentifikasi dengan adanya indikasi struktur geologi berupa cermin sesar yang ditemukan pada stasiun Y94. Bidang cermin sesar pada stasiun Y-94 yang diukur pada foot wall menunjukka strike / dip bidang sesar N 30˚ E / 50˚, pitch 25˚ berarah timurlaut dan pada stasiun ini merupakan zona hancuran, tersingkapnya batuan yang lebih tua yaitu Batupasir kerikilan yang termasuk dalam Formasi Tondo, maka diidentifikasi bahwa ini merupakan sesar naik dengan arah relatif timurlaut – baratdaya. Geologi Sejarah Geologi sejarah daerah penelitian dipengaruhi oleh proses tektonik berupa tumbukan yang terbagi menjadi dua fase tumbukan yaitu tumbukan pertama terjadi pada Miosen Awal antara Pulau Buton dan Pulau Muna lalu dilanjutkan dengan periode tumbukan kedua pada Miosen Akhir Pliosen antara Pulau Tukang Besi yang menumbuk Pulau Buton. Model Tekonostratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. 477
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
Tumbukan awal antara Pulau Muna dan Pulau Buton menyebabkan obduksi kerak samudra Muna dan Buton membentuk rangkaian pegunungan ofiolit disebut sebagai Kapantoreh dengan litologi batuan ultrabasa peridotit yang berumur Eosen – Oligosen. Tumbukan awal ini juga menyebabkan terjadinya sesar-sesar naik lokal dan lipatan thin skinned. Pada blok-blok naik ini terbentuk batugamping terumbu berupa batugamping boundstone yang berada pada lingkungan laut dangkal. Pada Miosen Tengah terjadi kompresi maksimun sehingga terjadi hiatus dan reaktivasi sesar-sesar naik menyebabkan bagian Kapantoreh terus naik dan terjadi reaktivasi sesar-sesar naik sehingga batuan tersebut tersingkap diatas batugamping Boundstone hingga Miosen Akhir dengan tenaga kompresi yang lebih kecil lalu terndapkanlah konglomerat dan batupasir kerikilan. Kompleks ultrabasa Kapantoreh dan Batugamping Tondo diinterpretasikan sebagai source bagi terendapkannya sedimen klastika kasar dan halus terlihat dari komponen penyusun dari konglomerat dan batupasir kerikilan yang terdiri dari batuan beku ultrabasa serta komponen batugamping dan matriks yang bersifat karbonatan yang medukung bahwa sedimen ini diendapkan pada sistem pengendapan laut dalam. Lebih lanjut lagi, sedimen klastik tersebut terendapkan pada subsistem submarine channel serta wilayah fan kearah distal yang dicirikan dengan thin bedded turbidite. Kemudian muka laut relatif berangsur naik kembali dengan masih disertai pergerakan kompresi antara Buton dan Muna. Sehingga pada kala sampai dengan Miosen Akhir bagian akhir terendapkan satuan batupasir kerikilan dan batupasir sisipan batulempung. Batupasir ini memiliki kecenderungan semakin menghalus kearah atas dengan coarse basal lag dibagian bawahnya. Pada beberapa singkapan ditemukan lapisan konglomerat pada bagian bawah dari batupasir litik yang menandakan awal pengendapan yang berenergi tinggi, selain itu adapula keterdapatan batulanau yang berselang-seling dengan batupasir http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
sangat halus dan batulempung dengan ketebalan lebih dari satu meter menyisip diantara batupasir litik. Karakterisktik pengendapan satuan batupasir dan litologi asosiasinya mengindikasikan bahwa terjadi peralihan dari klastika berukuran cobble-pebble menjadi ukuran batupasir-batulanau sebagai akibat naiknya muka air laut sehingga sedimen tertransport lebih kearah distal. Bukti lain adalah dengan tidak terbentuknya kembali batugamping terumbu karena sudah telampau dalamnya kolom air. Selain itu naiknya muka laut juga disebabkan oleh proses subsidence disekitar pro-foreland area yang secara regional dipicu oleh adanya kolisi oblik dari dua lempeng mikro yang ada yakni Muna dan Buton. Selanjutnya pada kala Pliosen Awal periode tumbukan Pulau Muna dan Buton telah berakhir dilanjutkan dengan periode kedua yaitu tumbukan antara Pulau Buton dan Tukang Besi lalu terendapkanlah satuan batulempung karbonatan dengan litologi batulempung karbonatan yang menunjukkan muka air laut terus naik sehingga batulempung karbonatan ini diendapkan dilingkungan yang lebih dalam. Sementara kolisi kedua ini juga berpengaruh terhadap terbentuknya satuan batugamping grainstone kuarter yang ditandai dengan terbentuknya batuan karbonat terumbu berumur Pliosen Akhir pada blok-blok naik akibat thrusting dan asosiasi batugamping lainnya seperti batugamping grainstone dan rudstone pada bagian depan maupun belakang tubuh terumbu tersebut dan berada pada lingkungan laut dangkal berkisar antara littoral-inner neritic, hal ini menandakan relatif turunnya mukalaut sehingga dapat mendukung terbentuknya batuan karbonat terumbu yang terendapkan secara selaras diatas satuan batulempung karbonatan. Kolisi kedua ini menghaslkan lebih banyak pengangkatan dibagian selatan Buton dibandingkan dibagian Utara yang terbukti dengan distribusi terumbu berumur Plesitosen dan perkembangan hilangnya 478
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
estuarine dan penurunan atoll di bagian Utara Buton (Smith, 1983) Setelah itu muka laut secara berangsur turun kembali, sehingga menyebabkan daerah penelitian tersingkap kepermukaan dan menjadi daratan.
ISSN : 2252-9608
complex and Overlying Late Orogenic Clastic Strata, BUton Island, Eastern Indonesia. A Dissertation, University of California.
KESIMPULAN Berdasarkan litostratigrafi tidak resmi urutan stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda yaitu Satuan Batuan Beku Peridotit, Satuan Batugamping Boundstone, Satuan Batupasir Kerikilan, Satuan Batulempung Karbonatan dan Satuan Batugamping Grainstone. Terdapat beberapa sinklin dan antiklin yang dapat dipetakan yaitu Sinklin Gonda, Sinklin Sorawolio, Antiklin Sorawolio dan Antiklin Kaongeongkea. Daerah penelitian terdiri dari beberapa sesar yaitu Sesar Mendatar Benteng, Sesar Mendatar Umala Wandoke, Sesar Mendatar Gonda, Sesar Mendatar Wokokili, Sesar Naik Amanasi, Sesar Naik Sorawolio, Sesar Naik Kapantoreh, Sesar Naik Wokokili, Sesar Naik Umala Wandoke, Sesar Naik Kaongkeongkea dan Sesar Naik Wakaokili. SARAN Daerah penelitian merupakan daerah yang secara geologi sangat kompleks sehingga diperlukan penelitian lebih detail sehingga dapat diketahui potensi alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ali, J.R., dkk. 1996. SE Sundaland Accretion : Paleomagnetic Evidence of Large Plio-Pleistosen Thin-Skin Rotation in Buton, Journal Tectonic Evolution of Southeast Asia : Geological Society Special Publication no. 106, p.431 – 433. Davidson, J.W. 1991. The Geology and Prospectivity of Buton Island, S.E. Sulawesi Indonesia. Proceeding IPA 20th, Jakarta. Sikumbang, N, dkk. 1995. Peta geologi Lembar Buton. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Smith, R.B. 1983. Sedimentology and Tectonics of a Miocene Collision http://rat.uir.ac.id
479
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.2.Mei 2014
Gambar 2. Model Tektonostratigrafi Daerah Gonda, Buton Sulawesi Tenggara
Gambar 3.Peta Geologi Daerah Gonda, Buton Sulawesi Tenggara
Sesar Naik Kapantoreh Sesar Naik Kaongkeongkea
Sesar Naik Wakaokili
http://rat.uir.ac.id
Sesar Naik Wakaokili
Antiklin Sorawolio Sesar Naik Sorawolio
480