SARBAINI | STUDI TERHADAP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ...
STUDI TERHADAP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMP NEGERI BANJARMASIN Sarbaini Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Unlam Banjarmasin Email:
[email protected]
Abstrak: Nilai dasar demokrasi adalah kepatuhan kepada norma hukum dan ketertiban adalah ciri karakter warga negara demokratis. Karakter itu dapat diwujudkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berbasis karakter kepatuhan peserta didik di persekolahan, khususnya peserta didik tingkat SMP terhadap norma ketertiban. Pada beberapa SMP di Banjarmasin masih terdapat peserta didiknya yang memiliki kepatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PKn untuk penyusunan model pembinaan karakter kepatuhan terhadap norma ketertiban sebagai upaya menyiapkan warga negara demokratis di sekolah. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi. Teknik analisis data memakai analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPP PKn belum berbasis domain afektif dan belum mengintegrasikan karakter kepatuhan. Kata-kata kunci: Demokratis, karakter kepatuhan, pendidikan kewarganegaraan, dan rencana pelaksanaan pembelajaran Abstract: The basic value of democration are the obedience to norms of law and orderliness, which is also become the characteristic of a democratic citizhen. The character could be thought through the civics education based on the character of obedience of student at school, especially to student at secondary level (SMP). For some schools at secondary level in Banjarmasin, there are students who have the obedience to the norm of orderliness with high, medium, and low category. The purpose of this study is to explore the lesson plan of civics education for organizing the model of building obedience character to the norms of orderliness as the effort in preparing democratic citizen at school. This study used a qualitative method. The technic used in collecting data is documentation study. The data was analyzed by a qualitative analysis. The result of this study is that the lesson plan of civics education still not based on affective domain and also not integrating the obedience character yet. Key words: democratic, obedience character, civics education, and lesson plan
741
JURNAL VIDYA KARYA I JILID 27 N0 7, OKTOBER 2015
PENDAHULUAN Nilai-Moral Demokratis adalah salah satu dari 10 Nilai Luhur yang terdapat dalam tujuan Pendidikan Nasional sebagai Moralitas atau Keharusan yang harus dibina dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah. Nilai dasar demokrasi adalah kepatuhan kepada norma hukum dan ketertiban merupakan ciri kehidupan warga negara demokratis (Cornish, 2008; Passini & Morselli, 2008a; Passini & Morselli, 2008b; Passini & Morselli, 2009; Megawangi, 2005; Edmundson, 2010; dan Winataputra, 2006). Hal itu dapat diwujudkan melalui PKn berbasis karakter kepatuhan peserta didik di persekolahan, khususnya peserta didik tingkat SMP terhadap norma ketertiban (Sarbaini, 2009, 2011, 2012, 2014, 2015) Perilaku ketidakpatuhan peserta didik tingkat SMP terhadap norma ketertiban di sekolah dipacu oleh fenomena ketidakpatuhan pada kaidahkaidah normatif, tradisi, dan hukum formal di masyarakat. Pola pembinaan kepatuhan di sekolah yang didominasi model kekerasan berbasis otoritas dan model tradisional semata (Piaget, 1975; Yayasan Perlindungan Hak Anak, 2006) hanya membentuk kepatuhan semu, atau konformitas belaka yang bertentangan dengan upaya menyiapkan warga negara demokratis. Peserta didik tingkat SMP yang berada dalam masa transisi menuju masa kedewasaan juga turut menentukan kondisi kepatuhan terhadap norma di masa depan. Pada beberapa SMP di Banjarmasin terdapat peserta didiknya yang memiliki kepatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah dengan kategori tinggi, sedang dan rendah. Kategori kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah, sedikitnya dikontribusi oleh mata pelajaran PKn, karena salah satu standar kompetensinya adalah menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk norma ketertiban di sekolah. Untuk itu diperlukan eksplorasi model pembelajaran PKn yang sedang dilaksanakan, dalam rangka menghasilkan model alternatif pembinaan karakter kepatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah sebagai dasar pembentukan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku. Hal demikian me-
742
numbuhkan pertanyaan, bagaimanakah model pembelajaran PKn dalam rangka pembinaan karakter kepatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah terhadap peserta didik, agar bersikap positif terhadap norma ketertiban di sekolah. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan eksplorasi terhadap RPP PKn dalam kerangka penyusunan model awal dan model utama pembelajaran pembinaan karakter kepatuhan terhadap norma dalam mata pelajaran PKn di SMP Negeri Banjarmasin yang siap diuji efektivitasnya yang bermanfaat secara konseptual, teoritis, alternatif dan referensi model pembinaan karakter kepatuhan di sekolah.
METODE Metode penelitian dilakukan secara kualitatif. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan kriteria (based criteria selection), yaitu berdasarkan kategori kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban pada SMP di Banjarmasin, meliputi kategori tinggi, sedang dan rendah, yakni SMPN 3, SMPN 15 dan SMPN 30. Penentuan sampel sekolah dan kelas didasarkan kualitas pembinaan kepatuhan berbasis prestasi akademik dan non akademik sekolah. Subyek penelitian adalah guru PKn. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, studi dokumentasi dan FGD. Teknik analisis data memakai analisis kualitatif. Untuk menemukan model awal dan pengembangan model utama pembinaan, maka langkah-langkah penelitian yang dilakukan diinspirasi oleh 10 langkah penelitian Gall, Gall and Borg (2003). Oleh karena penelitian ini masih berada pada tahapan pertama, maka penelitian ini hanya dilakukan dalam tiga langkah saja. Tahap awal berupa studi pustaka, persiapan teknis prosedural dan psikologis, serta studi lapangan. Tahap kedua, penyusunan model awal, yang ditemukan di lokasi penelitian. Model ini dikembangkan bersama dengan para guru PKn melalui FGD dengan kegiatan penyusunan komponen model utama, yaitu; materi, prosedur pembelajaran, media dan prosedur evaluasi. Tahap Ketiga berupa uji coba model awal, yaitu peneliti melalui uji rasional (logical construct) terhadap materi model (content construct) dengan para guru PKn di Banjarmasin melalui FGD. Kemudian dilanjutkan dengan revisi model utama. Dalam artikel ini hanya dipaparkan kegiatan penelitian tahap awal, yaitu studi lapangan terhadap dokumen
SARBAINI | STUDI TERHADAP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ...
RPP PKn yang dibuat guru PKn kelas 7, dengan materi norma-norma di Masyarakat.
HASIL DAN DISKUSI 1. Tujuan Secara umum rumusan tujuan Kompetensi Dasar (KD) 1, 2, dan 3 dalam RPP SMP Negeri 15 dan SMP Negeri 32 cenderung sama, namun untuk SMP Negeri 3 cenderung berbeda. Untuk variasi dan kadar kata kerja yang digunakan dalam rumusan tujuan, maka SMP Negeri 3 lebih banyak dan lebih tinggi kadarnya dari dari pada SMPN 15 dan SMPN 30. Muatan aspek dari kata kerja operasional yang digunakan dalam perumusan tujuan untuk KD 1, seluruhnya beraspek kognitif. Kata kerja operasional untuk KD 2 dan 3, hampir semuanya beraspek kognitif, dan sisanya beraspek psikomotor. Tujuan sangat penting dalam pembelajaran, sebab pembelajaran merupakan tindakan sengaja dan beralasan. Sebagai tindakan sengaja, karena selalu dimaksudkan untuk mencapai tujuan, utamanya memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Sebagai tindakan beralasan, karena apa yang diajarkan guru kepada peserta didik, dianggap penting oleh si guru (Anderson dan Krathwohl, 2001). Tujuan-tujuan dalam pembelajaran kekinian dianggap sebagai standar isi, standar kurikulum, kompetensi peserta didik (Kendall dan Marzano, 1996; Glatthorn, 1998). Berbasis hal demikian, artinya PKn yang semestinya menurut Samani dan Haryanto (2012) sebagai mata pelajaran yang berdampak pembelajaran sekaligus dampak pengiring, maka nilai-nilai karakter tertentu yang relevan wajib diukur dan dinilai. Maknanya dalam tujuan pembelajaran mestinya lebih banyak, paling tidak proporsi seimbang antara tujuan yang beraspek afektif, kognitif dan psikomotor.
2. Materi Jumlah rincian uraian materi untuk KD 1 dan KD 2 yang dipaparkan guru PKn SMP Negeri 3 lebih banyak dibanding SMPN 15 dan 30, dan untuk KD 3, jumlah rincian uraian materi di antara ke 3 SMP Negeri tersebut menunjukkan jumlah yang sama. Uraian materi KD 1 dan KD 2 yang dipaparkan guru PKn SMP Negeri 3
sudah sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai, sementara uraian materi SMPN 15 dan 30, belum sepenuhnya sesuai, karena hanya sesuai dengan satu tujuan pembelajaran (materi KD 1, hanya untuk tujuan 1, dan materi KD 2 hanya tujuan 3), sementara untuk materi KD 3, 1 tujuan tidak ada uraian materinya. Uraian materi untuk KD 1 seluruhnya bermuatan aspek kognitif, sementara KD 2, sebagian besarnya aspek kognitif, hanya satu uraian yang bermuatan aspek psikomotor. Muatan materi KD 3 seluruhnya bermuatan aspek psikomotor dalam rumusan tujuan yang dibuat. Aspek beralasan suatu pembelajaran bertalian dengan apa tujuan-tujuan yang ditetapkan guru untuk siswa. Sementara itu, aspek kesengajaannya berkaitan dengan bagaimana guru membantu peserta didik meraih tujuan-tujuan tersebut, yakni lingkungan belajar, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang diberikan (Anderson dan Krathwohl, 2001), materi, peran guru dan peserta didik, pendekatan (Joyce dan Weil, 1996), dan ciri pembelajaran (Romizowski, 1981). Materi yang dikemukakan dalam RPP umumnya hanya membicarakan tentang pengertian, jenis-jenis, dan contoh-contoh tentang norma-norma yang berlaku di masyarakat saja, tidak mengemukakan alasan mengapa orang harus mematuhi norma, dan apa yang dimaksud dengan mematuhi norma, serta apa saja jenis-jenis kepatuhan terhadap norma. Materi tentang kepatuhan terhadap norma belum dimasukkan secara khusus. Padahal dengan adanya materi kepatuhan ini, siswa akan memahami latar belakang mengapa manusia harus mematuhi norma, dan bagaimana kepatuhan terhadap norma yang semestinya seorang manusia lakukan. Sebenarnya jika rumusan tujuannya dibuat bermuatan aspek afektif, maka materi bisa dikembangkan ke muatan afektif. Materi contoh-contoh norma sebenarnya dapat menjadi pilihan untuk membuat tujuan yang bermuatan aspek afektif dan psikomotor. Dengan demikian, materi yang disusun masih berorientasi pada domain kognitif, dan belum menggambarkan karakteristik PKn sebagaimana dimaksud oleh Kurikulum 2013 (Samani dan Haryanto, 2012).
743
JURNAL VIDYA KARYA I JILID 27 N0 7, OKTOBER 2015
3. Metode Secara umum metode yang digunakan untuk pembelajaran PKn yang berkaitan dengan KD 1 dan KD 2 dan KD 3 adalah sama, hanya berbeda satu variasi, yakni inkuiri (SMP Negeri 3) dan analisis (SMP Negeri 15 dan SMP Negeri 30). Metode yang digunakan guru adalah akibat dari penetapan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang didominasi oleh domain kognitif, sebagian kecil domain psikomotorik serta tidak munculnya domain afektif sangat berpengaruh pada metode pembelajaran yang digunakan. Merujuk pada pendapat Anderson dan Krathwohl (2001), Joyce dan Weil (1996), serta Romizowski (1981) maka metode-metode yang digunakan belum seluruhnya memanifestasikan model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kontekstual, maupun pendekatan saintifik. Dengan demikian pemilihan metode belum menggambarkan karakteristik PKn sebagaimana dimaksud oleh Kurikulum 2013 (Samani dan Haryanto, 2012).
4. Strategi Pembelajaran terdiri dari langkah pendahuluan, inti dan penutup Pengalokasian waktu tatap muka pertemuan pembelajaran untuk ketiga sekolah relatif sama, kecuali untuk pembelajaran KD 1 dimana SMP Negeri 3 mengalokasikan 4 kali pertemuan sedangkan SMP Negeri 15 dan 30 dengan 3 kali pertemuan. Langkah-langkah pendahuluan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai KD 1, KD 2, dan KD 3, hampir seluruhnya telah menempuh langkah pendahuluan yang sesuai dengan ketentuan, yaitu apersepsi, motivasi, dan penyampaian informasi kompetensi yang akan dicapai. Hanya kegiatan presensi yang tidak dimuat, dan pada KD 1 di SMP Negeri 3, tidak tampak kegiatan apersepsi. Langkah inti perencanaan strategi pembelajaran yang dilakukan guna mencapai KD 1, menunjukkan langkah pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa, dengan menganut dua pola prosedur pembelajaran. Pola pertama dilakukan dua sekolah, yakni, sekolah pertama melakukan satu prosedur yang sama dalam 4 kali pertemuan, hanya menerapkan metode membaca, berdiskusi, mengerjakan tugas, tanya jawab, 744
mengerjakan tugas secara kelompok, dan sekolah kedua, dalam 3 pertemuan, hanya menerapkan metode ceramah, kajian referensi, diskusi kelompok, presentasi, tanya jawab, dan klarifikasi. Pola kedua, dilaksanakan satu sekolah, yang menerapkan dua prosedur pembelajaran dalam 3 kali pertemuan, yaitu (1) menerapkan tahapan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dengan menggunakan metode ceramah, mengkaji referensi, diskusi kelompok, presentasi, tanya jawab, dan klarifikasi guru, (2) menerapkan metode ceramah, diskusi kelompok, presentasi hasil tugas pengamatan penerapan norma di sekolah, klarifikasi. Langkah inti strategi pembelajaran guna mencapai KD 2, nampaknya sama dalam hal orientasi pembelajaran yang berbasis pada aktivitas siswa. Pola prosedur pembelajaran yang ditempuh oleh tiga sekolah juga tampaknya sama dalam pertemuanpertemuan pembelajarannya, yaitu menerapkan metode ceramah, tugas kelompok, presentasi tugas kelompok, tanya jawab, dan klarifikasi guru. Tidak demikian halnya dengan strategi pembelajaran guna mencapai KD 3, meskipun sama dalam hal orientasi pembelajaran berbasis pada aktivitas siswa, tetapi pola prosedur pembelajaran yang diterapkan dalam pertemuan-pertemuannya berbeda, yakni pertama, menerapkan metode diskusi kelompok, bermain peran,dan tanya jawab, dan kedua, menerapkan metode presentasi laporan tugas kelompok, tanya jawab, dan klarifikasi guru. Langkah penutup dalam kegiatan pembelajaran untuk KD 1 yang sesuai dengan prinsip penutup pembelajaran (perangkuman materi bersama siswa dan penugasan) hanya dilakukan oleh satu sekolah saja. Dua sekolah masih belum sesuai karena tidak melakukan perangkuman materi bersama siswa, namun langsung memberikan penugasan dan melakukan posttest. Kegiatan penutup pembelajaran untuk KD 2 memiliki kesamaan dengan sebelumnya, hanya ditambahkan dengan pelaksanaan posttest, dan penugasan. Penugasan tersebut berupa penugasan kelompok menelaah buku dan mengamati pelanggaran tata tertib sekolah. Sementara kegiatan pembelajaran untuk KD 3 dengan dua kali pertemuan, dua sekolah agak berbeda dengan prinsip penutupan pembelajaran, karena melakukan refleksi bersama siswa, tanpa melakukan penyimpulan, setelah itu dilakukan posttest, dan
SARBAINI | STUDI TERHADAP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ...
dilanjutkan dengan penugasan. Penugasan diberikan berupa telaah materi, klipping surat kabar tentang pelanggaran norma, dan mengamati pelaksanaan norma di sekolah sebagai bahan presenstasi kelompok pada pertemuan berikutnya. Strategi pembelajaran yang dilakukan guru memperkuat apa yang dikemukakan oleh Anderson dan Krathwohl (2001) bahwa aspek kesengajaan dari tujuan yang ditetapkan guru untuk suatu pembelajaran berkaitan dengan bagaimana guru membantu peserta didik meraih tujuantujuan tersebut, yakni aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang diberikan. Juga menentukan peran guru dan peserta didik, pendekatan pembelajaran yang dilakukan (Joyce dan Weil, 1996), dan ciri pembelajaran (Romizowski, 1981). Pembelajaran yang dilaksanakan meski memberi peluang aktivitas kepada peserta didik, namun masih tetap didominasi aspek kognitif, sedikit diwarnai domain psikomotor dan domain afektif, namun belum ada unsur integrasi karakter kepatuhan. Secara umum strategi pembelajaran yang digunakan belum menggambarkan karakteristik PKn sebagaimana dimaksud oleh Kurikulum 2013 (Samani dan Haryanto, 2012).
5. Media, alat peraga dan sumber pembelajaran. Media pembelajaran dan alat peraga yang digunakan tidak secara jelas dideskripsikan. Hanya satu sekolah yang menyatakan menggunakan gambar dalam kegiatan pembelajaran. Sumber pembelajaran yang direncanakan guru menggunakan lebih dari satu sumber, bahkan beragam sumber, yakni terdiri dari buku paket/teks, buku ajar PKn, contoh norma, orang tua, tokoh masyarakat, perilaku guru dan siswa, dan artikel/media massa. Media tidak lagi sekedar diposisikan sebagai sarana yang mengantarkan pembelajaran belaka sebagaimana dikemukakan Clark (1983). Media telah menempati posisi baru menurut Kozma (1991,1994) sebagai atribut yang khas dan dapat mempengaruhi hasil, motivasi dan pencapaian tujuan belajar. Selain itu media juga berpengaruh pada perkembangan anak dalam aspek moral dan proses sosial (Goswani, 2008), memahami seluk beluk nilai dan karakter (Ellenwood, 2006), dan pembentukan karakter (Kafai, Fields, dan Cook,
2007). Sehubungan dengan itu, media, alat peraga dan sumber pembelajaran yang ditampilkan pada RPP sampel penelitian belum terkait dengan integrasi karakter yang diinginkan dan hanya sekedar sarana mengantarkan pembelajaran.
6. Penilaian Pembelajaran Dalam perencanaan penilaian kegiatan pembelajaran, guru tampaknya menggunakan tes dan nontes. Penilaian dalam bentuk tes terdiri dari tes uraian dan tes pilihan ganda, sementara penilaian nontes lebih mengarah kepada penilaian terhadap aktivitas selama diskusi dan hasil kerja. Penilaian adalah bagian komponen integral dari proses pembelajaran (Reynold, Livingson, dan Willson (2009). Kesesuaian antara tujuan, pembelajaran dan penilaian merupakan hal yang esensial dalam pembelajaran, termasuk perencanaan. Ketidaksesuaian antara tujuan, pembelajaran dan penilaian dapat menimbulkan masalah. Jika penilaian tidak sesuai dengan tujuan, maka hasil penilaiannya tidak mencerminkan pencapaian tujuan pembelajaran. Lazimnya tingkat kesesuaian diketahui dengan membandingkan tujuan, pembelajaran dan penilaian (Anderson dan Krathwohl, 2001). Untuk penilaian test baik dalam bentuk tes uraian maupun tes pilihan ganda, item-item soal yang direncanakan untuk menilai penguasaan materi norma-norma yang berlaku di masyarakat, sebagian besar soal cenderung kepada soalsoal yang menanyakan ranah kognitif, sedikit sekali soal yang menanyakan ranah psikomotor, apalagi soal yang menanyakan ranah afektif. Selain itu materi yang ditanyakan dalam soal dilihat dari aspek teoritis-akademik terlalu tinggi untuk siswa kelas 7. Penilaian yang dirancang dalam bentuk nontes, seperti penilaian aktivitas dalam diskusi dan hasil kerja merupakan paduan penilaian yang berbasis pada kognitif, psikomotor dan afektif, yakni kualitas kinerja siswa dalam berdiskusi dan menghasilkan produk kerja. Namun tidak terdapat penilaian afektif secara khusus. Nampak terdapat kesesuaian antara tujuan, pembelajaran dan penilaian, namun masih dalam lingkup dominasi domain kognitif, belum terlihat nilainilai karakter tertentu yang relevan wajib diukur dan dinilai sebagaimana dikehendaki (Samani dan Haryanto, 2012).
745
JURNAL VIDYA KARYA I JILID 27 N0 7, OKTOBER 2015
KESIMPULAN RPP PKn tentang norma-norma di masyarakat belum terintegrasi dengan nilai karakter tertentu, seperti karakter kepatuhan sebagai nilai karakter yang wajib diukur dan dinilai, namun masih didominasi oleh domain kognitif dalam rumusan tujuan, konstruksi materi, rancangan metode, sumber pembelajaran dan desain penilaian, serta belum sepenuhnya tersedia media/alat peraga.
746
SARBAINI | STUDI TERHADAP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ...
REFERENSI Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition. Addison Wesley Longman, Inc. Cornish, P. 2008. The Virtue of Obedience and the Civil Conversation in Aquinas and Murray: Some Convergence with Democratic Theory. Paper Prepared for Presentation at the 4th Biennial Henry Symposium on Religion and Politics, Calvin College, April 26, 2008. Clark, R. 1983. Reconsidering Research on Learning from Media. Review of Educational Research Journal. Vol. 53 (4), pp. 445-449. Edmundson. 2010. Politica Authority, Moral Powers and the Intrinsic Value of Obedience. Oxford Journal of Legal Studies. Vol. 30, Issue 1, pp. 179-191. Online. http://ssrn.com/abstract=1340497, diakses tanggal 20 Maret 2012 Ellenwood, S. 2006. Revisiting Character Education; From McGuffrey to Narratives. Journal of Education. Vol. 187(3). pp 21-43. Retrieved July 28, 2008. from MasterFILE Primier database. Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, W. R. 2003. Educational Research: an Introduction. Boston: Allyn & Bacon. Glatthorn, A.A. 1998. Performance Assessment and Standards-Base Curricula; The Achievement Cycle. Larchmont, NY; Eye on Education. Goswani, U. 2008. Byron Review on the Impact of New Technologies on Children: A Research Literature Review Child Development. Annex H to the Byron Review. Online. http://www.dcsf.gov. uk/byronreview/pdfs/Goswani%20-Byron% 20Review.pdf. Diakses tanggal 23 Mei 2010. Joyce, B and Weil, M. 1996. Models of Teaching. Fifth edition. Englewood Cliffs, MJ:Prentice-Hall. Kafai, Y.B., Fields, D.A., and Cook,M. 2007. Your Second Selves: Avatar Design and Identy Play in a Teen Virtual World. (Under review). Paper submitted to DiGRA07. Online. http://.gseis. ucla.edu/faculty/kafai/paper/whyville-pdfs/ DIGRA07_avatar.pdf, diakses 13 Maret 2010. Kendall, J.S., and Marzano, R.J. 1996. Content Knowledge. Aurora, CO; Mid-Continent Regional Educational Laboratory.
Kozma, R. 1991. Learning with media. Review of Educational Research, 61 (2), 179-212. Online. http://robertkozma.com. Unduh. 30 Januari 2012. Kozma, R. 1994. Will Media Influence Learning? Reframing the Debate. Educational Technology, Research and Development Journal. Vol. 42 (2), pp. 7-19. Megawangi, Ratna.2005. Pendidikan Karakter Solusi yangTepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta: BPMIGAS dan Star Energi.. Passini, S. & Morselli, D. 2008a. Obedience to an Illegitimate Demand: the Effect of Perceived Democracy. Paper presented at the annual meeting of the ISPP 32st Annual Scientific Meeting, Sciences Po, Paris, France, July 09, 2008. Online. http:/ /www.allacademic.com/meta/p239205_index. html. Unduh.25 Juli 2009. Passini, S. & Morselli, D. 2008b. The Many Facets of Obedience and Disobedience and Their Role in Supporting the Ideological Dimension of Democracy. Online.http://www.eesex.ac.uk/events/ generalconference/pisa/paper/PP800.pdf. Unduh 25 Juli 2009. Passini, S. & Morselli, D. 2009. Authority Relationships Between Obedience and Disobedience. New Ideas in Psychology Journal. Vol 27, pp. 96-106. Online. Journal http://elsevier. com/ locate/newidepssych. Diakses 20 Maret 2009. Piaget, J. 1975. A donde va la education, in Zapata G, Roberto.(2000). An Evaluation of Cognitive Development and Moral Education, Chapter XIV. [Online. http:// crvp.org/book/ series05/V-4/ chapter_xiv.htm. diakses 10 Nopember 2009. Reynolds, C.R., Livingson, R.B., & Willson. 2009. Measurement and Assessment in Education. Second edition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson. Romiszowski, A.J. 1981. Designing Instructional Systems. London: Kogan Page, and New York: Nichols Publishing Co. Samani, M., dan Haryanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sarbaini. 2009. Kepatuhan sebagai Nilai Moral Demokrasi. Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan. Jilid 26. No. 1, April 2009.
747
JURNAL VIDYA KARYA I JILID 27 N0 7, OKTOBER 2015
Sarbaini. 2011. Pengembangan Model Pembinaan Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma Ketertiban sebagai Upaya Menyiapkan Warga Negara Demokratis di Sekolah (Studi Kasus SMA KORPRI Banjarmasin). Disertasi. Bandung: UPI Bandung. Tidak dipublikasikan. Sarbaini. 2012. Pembinaan Nilai, Moral, dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma Ketertiban di sekolah. Landasan Konseptual, Teori, Juridis, dan Empiris. Banjarmasin: Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Program Sudi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNLAM. Sarbaini. 2014. Good Pratices, Pendidikan Nilai, Moral dan Karakter Kepatuhan di sekolah. Banjarmasin: Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Program Sudi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNLAM.
748
Sarbaini. 2015. Model Integrasi Pendidikan Karakter Kepatuhan dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Banjarmasin: Kerjasama AP3Kni Kalsel dengan Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Program Sudi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNLAM. Winataputra. Udin, S. (2006). “Konsep dan Strategi PKn di Sekolah; Tinjauan Psiko-Pedagogis”. Makalah. Disampaikan pada tanggal 8 Juni 2006 di auditorium Depdiknas. Gedung A Lantai 3 Senayan Jakarta. Yayasan Perlindungan Hak Anak. (2006). Draft Position Paper tentang Kekerasan Anak di Institusi Pendidikan. Jakarta: YPH