TUGAS AKHIR – TL 141584
STUDI SIFAT MEKANIK DAN FISIK BAHAN AKUSTIK SILICONE RUBBER BERPENGUAT FILLER CANGKANG KELAPA SAWIT ZULHELMI LUTFI NRP 2711 100 124
Dosen Pembimbing Ir. Moh. Farid, DEA Alvian Toto Wibisono, S.T., M.T. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – TL 141584
HALAMAN JUDUL
STUDI SIFAT MEKANIK DAN FISIK BAHAN AKUSTIK SILICONE RUBBER BERPENGUAT FILLER CANGKANG KELAPA SAWIT Zulhelmi Lutfi NRP 2711 100 124 Dosen Pembimbing Ir. Moh. Farid , DEA Alvian Toto Wibisono, S.T., M.T. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
i
FINAL PROJECT – TL 141584
HALAMAN JUDUL STUDY OF MECHANICAL AND PHYSICAL PROPERTIES OF OIL PALM SHELL REINFORCED SILICONE RUBBER ACOUSTIC MATERIALS Zulhelmi Lutfi NRP 2711 100 124 Advisor Ir. Moh. Farid , DEA Alvian Toto Wibisono, S.T., M.T. DEPARTMENT OF MATERIALS AND METALLURGICAL ENGINEERING Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
ii
STUDI SIFAT MEKANIK DAN FISIK BAHAN AKUSTIK SILICONE RUBBER BERPENGUAT FILLER CANGKANG KELAPA SAWIT Nama NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Zulhelmi Lutfi : 2711 100 124 : Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS : Ir. Moh Farid, DEA Alvian Toto Wibisono, S.T., M.T. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi material komposit Silicone Rubber berpenguat filler Oil Palm Shell (cangkang kelapa sawit) untuk penyerapan suara. Permasalahan yang dikaji untuk mengetahui nilai koefisien absorpsi suara, sifat mekanik, sifat fisik, serta morfologi material komposit dengan membandingkan variasi komposit fraksi massa penguat. Komposisi fraksi massa filler yang digunakan adalah 1%, 3%, 5%. Untuk menghasilkan pori (porous) pada Silicone Rubber agar mampu menyerap suara lebih baik, ditambahkan garam dapur (NaCl). Cangkang kelapa sawit yang sudah melalui proses akan berbentuk powder dan dimasukkan ke dalam campuran Silicone Rubber dan NaCl. Dari hasil pengujian didapatkan nilai koefisien absorpsi suara tertinggi yaitu 0.44 pada frekuensi 4000Hz yang dihasilkan oleh komposit Porous 100% Silicone Rubber. Untuk kekuatan tarik tertinggi diperoleh komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Dan untuk nilai densitas tertinggi terdapat pada komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell. Material hasil penelitian ini berpotensi untuk diaplikasikan sebagai material sound absorption pada muffler sepeda motor. (kata kunci : Koefisien Absorbsi Suara, Muffler, Cangkang Kelapa Sawit, Silicone Rubber, Kekuatan Tarik, Densitas)
v
STUDY OF MECHANICAL AND PHYSICAL PROPERTIES OF OIL PALM SHELL REINFORCED SILICONE RUBBER ACOUSTIC MATERIAL Name NRP Department
: Zulhelmi Lutfi : 2711 100 124 : Materials and Metallurgical Engineering
Advisor
: Ir. Moh Farid, DEA Alvian Toto Wibisono, S.T., M.T.
FTI-ITS
ABSTRACT The aim of this research was to characterize the composite material of Oil Palm Shell reinforced Silicon Rubber as sound absorption. The problems were studied to determine the value of sound absorption coefficient, mechanical properties, physical properties, as well as the morphology of composite materials by comparing the variation of mass fraction composite of the filler. The composition of the mass fraction of filler used was 1%, 3%, 5%. Salt (NaCl) was added to produce porous on Silicone Rubber to be able to absorb the sound better. Oil Palm Shell that have been through the process will take the form of powder and put in a mixture of Silicone Rubber and NaCl. From the test results, the highest sound absorption coefficient was 0.44 at 4000Hz frequency generated by the composite Porous 100% Silicone Rubber. The highest tensile strength of the composite obtained Porous Silicone Rubber / 3% wt Oil Palm Shell. The highest density value contained in the composite Porous Silicone Rubber / 5% wt Oil Palm Shell. Material results of this research has the potential to be applied as sound absorption material on a motorcycle muffler. (keywords: Sound Absorption Materials, Muffler, Oil Palm Shell, Silicone Rubber, Tensile Strength, Density)
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan karunia, kesehatan, keselamatan, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul “Studi Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Akustik Silicone Rubber Berpenguat Filler Cangkang Kelapa Sawit”. Adapun laporan ini disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan studi di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada : 1. Allah Subhanahu Wata’ala atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat tetap tabah dan bersemangat dalam mengerjakan Tugas Akhir ini. 2. Kedua orang tua, terutama Ibu untuk segala doa, dukungan moril dan materil, pengertian dan cinta yang telah diberikan selama ini. Teruntuk Almarhum Bapak, maaf anakmu tidak bisa lulus tepat waktu. Namun semoga dengan selesainya Tugas Akhir ini mampu membuat Bapak bangga dan tenang di sana. Keluarga penulis; Mas Fanani, Mbak Winda, Mbak Lina, dan Mas Adi yang menjadi panutan penulis. Keponakan kesayangan penulis; Rafif dan Qaila yang selalu menjadi motivasi. 3. Bapak Ir. Moh. Farid , DEA selaku Dosen pembimbing I dan Bapak Alvian Toto Wibisono, ST., MT. selaku Dosen pembimbing II selaku Tugas Akhir yang penulis hormati. Terima kasih atas segala bimbingannya, masukan, saran yang Bapak berikan dan waktu yang selama ini Bapak sediakan untuk membimbing penulis. 4. Bapak Dr. Agung Purniawan ST. M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI–ITS. vii
5. Ibu Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si. selaku Dosen Wali yang penulis hormati. Terima kasih atas segala masukan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. Terimakasih pula atas kesabaran menghadapi mahasiswa tua seperti penulis. 6. Dosen Tim Penguji seminar dan sidang, Dosen pengajar, dan karyawan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS yang telah banyak membantu dalam pengerjaan penelitian ini. 7. Rekan grup kece dan rekan seperjuangan Tugas Akhir; Abdilah Sismantoro, Bathara Indra, Jonathan Dian dan partner bimbingan Pak Farid dan Pak Toto yang telah banyak membantu Tugas Akhir penulis dan sabar menghadapi seniornya yang bambet, saudari Afira Amalia. Terimakasih banyak! 8. Muhammad Aditya Pradana atau Mas Ateng, yang banyak membantu penulis saat pembuatan spesimen. 9. Teman yang menjadi motivasi penulis di Yogyakarta, Rima, terimakasih! 10. Revlony Jenuar Ismi selaku tetangga penulis yang selalu ada saat senang dan susah, kon terbaik rev! 11. Teman-teman geng Soka, tetangga masa kecil; Ircham, Edo, Nikma, Maulida, dan Aiz yang selalu menyemangati penulis agar cepat lulus, terimakasih! 12. Anggota keluarga kontrakan Bonco BPD 24 dan Casa Coffee; Muzaki, Rustam, Yodi, Agil, Rakhman, Dedy, Bang Alfa, Hamam, Mas Montir, Mas Boy, Henry, Andre, Lani, Fallin, Nanda, Azizah, dan Cholik yang selalu siap sedia dalam keadaan apapun. 13. Teman-teman semasa sekolah di Yayasan Pupuk Kaltim. 14. Komponen PSDM 2012/2013 dan seluruh keluarga HMMT FTI ITS. 15. Serta seluruh teman–teman MT 13, terutama Ainun, Khairurreza, Mambaul, Mufti, dan Hisaya, keluarga yang
viii
bersama-sama dari awal hingga sekarang telah banyak memberi masukan, menginspirasi dan memotivasi. Penulis menyadari dengan keterbatasan ilmu, tentu laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya selaku penulis dan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua., Amin.
Surabaya, Januari 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ..................................... iii ABSTRAK ................................................................ v KATA PENGANTAR ............................................. vii DAFTAR ISI ............................................................ x DAFTAR GAMBAR ............................................... xiii DAFTAR TABEL ................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................. 1.2 Perumusan Masalah ......................................... 1.3 Batasan Masalah............................................... 1.4 Tujuan Penelitian ............................................. 1.5 Manfaat Penelitian ...........................................
1 2 3 3 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muffler .............................................................. 2.2 Gelombang dan Bunyi ....................................... 2.2.1 Gelombang ................................................... 2.2.2 Bunyi ............................................................ 3.2.2.1 Frekuensi ................................................... 3.2.2.2 Decibel....................................................... 3.2.2.3 Kebisingan ................................................. 2.3 Material Akustik ............................................... 2.3.1 Bahan Absorbsi Suara .................................. 2.3.2 Koefisien Serap Suara .................................. 2.4 Silicone Rubber ................................................. 2.5 Porous Silicone Rubber ..................................... 2.6 Kelapa Sawit ...................................................... 2.6.1 Cangkang Kelapa Sawit ............................... 2.6.2 Selulosa ........................................................ 2.6.3 Lignin ........................................................... 2.6.4 Hemiselulosa ................................................
5 9 9 12 13 14 14 16 17 20 23 25 26 30 32 33 34
x
2.7 Material Komposit ............................................. 2.8 Klasifikasi Material Komposit ........................... 2.9 Hukum Pencampuran ......................................... 2.10 Penelitian Terdahulu ........................................
35 38 42 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian ..................................... 3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian .......................... 3.2.1 Bahan Penelitian ........................................ 3.2.2 Peralatan Penelitian.................................... 3.3 Variabel Penelitian ............................................. 3.4 Metode Penelitian .............................................. 3.4.1 Persiapan Bahan ........................................... 3.4.1.1 Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit ...... 3.4.1.2 Pengolahan Silicone Rubber ................... 3.4.1.3 Pembuatan Cetakan ................................... 3.4.1.4 Pembuatan Komposit ................................ 3.4.2 Proses Pengujian........................................... 3.4.2.1 Pengujian Koefisien Serap Suara ............ 3.4.2.2 Pengujian SEM................................. ...... 3.4.2.3 Pengujian Tarik ....................................... 3.4.2.4 Pengujian Densitas .................................. 3.4.2.5 Pengujian FTIR................................. ...... 3.4 Rancangan Penelitian.................................... .....
45 46 46 48 53 53 53 53 54 54 54 55 55 58 59 61 61 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Komposit Porous SR/OPS ........ .65 4.2 Hasil Pengujian FTIR ........................................ 69 4.3 Hasil Pengujian SEM ......................................... 75 4.4 Hasil Pengujian Tarik ........................................ 79 4.5 Hasil Pengujian Koefisien Absorbsi Suara ........ 81 4.6 Hasil Pengujian Densitas ................................... 84
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................... 87 5.2 Saran ................................................................. 87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8
Susunan Knalpot ............................................ ... 7 Desain Absorbtive Muffler............................... 8 Gelombang Transversal............................. .... 10 Gelombang Longitudinal ............................... .12 Mekanisme Terdengarnya Bunyi ................... .12 Hubungan Kebisingan Dengan Sumber Suara dan Frekuensi....................................... 15 Material Penyerap Suara Berpori................... 18 Tipe Penyerapan Suara .................................. 20 Pemantulan dan Penyerapan Bunyi Dari Media Akustik ............................................... 22 Rantai Utama Polidimetilsiloksan (PDMS) ... 24 Proses Pembuatan Pori Pada Polimer ............ 25 Penampang Kelapa Sawit .............................. 27 Kelapa Sawit Jenis Dura ............................... 28 Kelapa Sawit Jenis Pisifera ........................... 28 Kelapa Sawit Jenis Tenera............................. 29 Perbedaan Jenis Dari Kelapa Sawit ............... 30 Struktur Kimia Selulosa................................. 33 Struktur Kimia Lignin ................................... 34 Struktur Kimia Hemiselulosa ........................ .35 Skema Daerah Komposit ............................... 37 Komposit Serat .............................................. 40 Komposit Laminat ......................................... 40 Komposit Partikel .......................................... 41 Diagram Alir .................................................. 45 Cangkang Kelapa Sawit................................. 46 Silicon Rubber RTV 585 ............................... 46 Bluesil Catalyst 60R ...................................... 47 Garam Dapur (NaCl) ..................................... 47 Pelarut Hexane............................................... 48 Timbangan ..................................................... 48 Mesin Sieving ................................................ 49
xiii
Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 3.16 Gambar 3.17 Gambar 3.18 Gambar 3.19 Gambar 3.20 Gambar 3.21 Gambar 3.22 Gambar 3.23 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10
Mesin Ball Mill .............................................. Magnetic Stirrer ............................................. Alat Uji SEM ................................................. Alat Uji FTIR................................................. Alat Uji Densitas ........................................... Alat Uji Absorbsi Suara ................................. Alat Uji Tarik................................................. Rangkaian Alat Uji Absorpsi Suara ............... Dimensi Spesimen Uji Absorbsi Suara.......... Cetakan Spesimen Uji Absorbsi Suara .......... Dimensi Spesimen SEM ................................ Prinsip Kerja SEM ......................................... Dimensi Spesimen Uji Tarik ......................... Cetakan Spesimen Uji Tarik .......................... Skema Uji FTIR............................................. Bentuk Awal Cangkang Kelapa Sawit ......... Spesimen Pengujian Tarik Komposit Porous SR/OPS ............................................. Spesimen Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Komposit Porous SR/OPS ................... Hasil Pengujian FTIR Komposit Porous 100%SR ......................................................... Hasil Pengujian FTIR Partikel OPS .............. Perbandingan Hasil Pengujian FTIR pada Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS Dengan Penambahan 1%wt, 3%wt, 5%wt OPS.......... Hasil Pengujian FTIR Komposit Porous 100%SR, Partikel OPS dan Komposit Porous SR/ 5%wtOPS .................. Hasil Pengujian SEM Komposit Porous SR/OPS Perbesaran 50x ................................ Hasil Pengujian SEM Komposit Porous SR/OPS Perbesaran 250x .............................. Grafik Kekuatan Tarik pada Material
xiv
50 50 51 51 52 52 53 55 56 57 58 59 59 60 62 65 68 69 70 71
72
73 76 77
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS ............................................. 80 Grafik Nilai Koefisien Absorbsi Suara Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS ............................................. 83 Grafik Nilai Uji Densitas pada Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS .......................................................... 86
xv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perandingan Kebisingan pada Kendaraan 100cc dan 125cc ................................................................ 6 Tabel 2.2 Hasil Pengukuran Panas Knalpot Standart Suzuki Skydrive 125 ............................................... 9 Tabel 2.3 Jarak Rentang Frekuensi Sumber Bunyi ................. 11 Tabel 2.4 Keofisien Penyerapan Bunyi Material Akustik ....... 21 Tabel 2.5 Sifat Fisik dan Mekanik Silicone Rubber ................ 25 Tabel 2.6 Perbedaan Cangkang, Pericarp, Mesocarp, dan Inti Dari Varietas Kelapa Sawit .............................. 29 Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Cangkang Kelapa Sawit ....... 31 Tabel 2.8 Jenis, Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit ....................................................................... 31 Tabel 2.9 Komposisi Kimia dari Limbah Kelapa Sawit.......... 32 Tabel 2.10 Keuntungan Dan Kerugian Dari Komposit ........... 38 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian .............................................. 62 Tabel 4.1 Ukuran Serbuk Oil Palm Shell Hasil Analisa Particle Size Analyzer…………………………….. 66 Tabel 4.2 Analisa Daerah Serapan dan Ikatan Kimia Komposit Porous 100%SR dan Porous SR/OPS.... 74 Tabel 4.3 Data Pengujian Tarik pada Komposit Porous 100%SR dan Porous SR/OPS ................................. 79 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Absorbsi Suara Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS.... 82 Tabel 4.5 Data pengujian Densitas Pada Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS.... 85
xvi
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI - ITS
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini, negara berkembang; khususnya Indonesia, telah dilanda masalah yang berkaitan dengan polusi lingkungan. Salah satu polusi yang telah mewabah di masyarakat adalah kebisingan. Hal ini banyak kita lihat di sekitar kita, terutama di daerah perkotaan yang sangat ramai oleh berbagai macam aktivitas masyarakatnya. Kebisingan ini juga disebabkan karena meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menghasilkan berbagai polusi yang antara lain adalah kebisingan (Suhardiman, 2010). Telah banyak dilakukan usaha untuk dapat mereduksi kebisingan yaitu dengan menggunakan bahan – bahan peredam dan penyerap suara sebagai panel akustik yang dipasang pada dinding pemisah (partisi) dan plafon. Material penyerap bunyi ini dikenal dengan sebutan material akustik yang berfungsi untuk menyerap dan meredam suara. Kebanyakan saat ini bahan material akustik terbuat dari glasswool dan rockwoll, namun karena harganya yang sangat mahal maka orang berupaya untuk mencari alternatif lain dengan membuatnya dari bahan yang praktis, murah dan tersedia melimpah di alam. Material akustik yang digunakan haruslah terbuat dari bahan yang berpori, dimana pori – pori ini akan menyerap bunyi yang lebih besar dibandingkan dengan bahan yang lainnya. Dengan adanya pori – pori ini maka gelombang bunyi akan dapat masuk ke dalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor (Wirajaya, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan material berpenguat serat alam karena selain lebih ekonomis serat alam juga cukup aman untuk digunakan. Salah satu tanaman berserat yang 1
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
2
keberadaan limbahnya masih belum banyak diolah adalah Kelapa Sawit. Tumbuhan kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang mana batangnya memiliki sifat fisik yang berbeda dari kulit hingga inti. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Purboyo Guritno dan Basuki Wirjosentono, batang kelapa sawit memiliki sifat fisik dan mekanis yang berbeda pada bagian inti, bagian tengah, dan bagian kulitnya. Kekuatan, kerapatan, serta jumlah seratnya makin menurun dari bagian kulit (Peripheral) hingga intinya. (Guritno, Purboyo & Basuki Wirjo Sentono, 2000). Selain batang, masih banyak bagian pada kelapa sawit yang mampu dimanfaatkan, salah satunya adalah cangkang kelapa sawit. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian tentang pembuatan material komposit yang mana cangkang kelapa sawit berperan sebagai pengisi dalam komposisi material komposit bermatrik silicone rubber. Serta untuk mendapatkan data tentang koefisien serap bunyinya sehingga diketahui apakah komposit yang dihasilkan layak atau tidak digunakan sebagai peredam suara terutama pada komponen muffler pada knalpot. Selain itu juga dilakukan pengujian mekanik berupa uji tarik, pengujian fisik berupa densitas, serta menganalisa morfologinya untuk melihat apakah komposit yang dihasilkan juga memiliki sifat yang unggul. 1.2 Perumusan Masalah Masalah yang terdapat dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana pengaruh jumlah fraksi massa filler pada komposit cangkang kelapa sawit dengan matriks Silicone Rubber terhadap sifat mekanik dan fisik? 2. Bagaimana pengaruh jumlah fraksi massa filler pada komposit cangkang kelapa sawit dengan matriks Silicone Rubber terhadap morfologi material komposit?
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
3
3. Bagaimana pengaruh jumlah fraksi massa filler pada komposit cangkang kelapa sawit dengan matriks Silicone Rubber terhadap nilai koefisien absorbsi suara? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 1. Pengotor pada saat penelitian dianggap tidak ada 2. Kadar uap air serta gas yang ada pada atmosfer dianggap tidak berpengaruh 3. Nilai koefisien absorbsi suara pada kendaraan sepada motor. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Menganalisa pengaruh jumlah fraksi massa terhadap sifat mekanik dan fisik komposit cangkang kelapa sawit dengan matriks Silicone Rubber. 2. Menganalisa pengaruh jumlah fraksi massa terhadap morfologi komposit cangkang kelapa sawit dengan matriks Silicone Rubber. 3. Menganalisa pengaruh jumlah fraksi massa nilai koefisien absorbsi suara komposit cangkang kelapa sawit dengan matriks Silicone Rubber. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Mendapatkan inovasi baru dalam pengembangan teknologi material komposit berpenguat serat/filler alami dalam aplikasinya sebagai penyerap suara. 2. Memanfaatkan limbah organik yang ada dan memberikan nilai guna yang lebih Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
4
3. Dapat digunakan sebagai rujukan terhadap penelitianpenelitian yang berkaitan dengan penggunaan serat alami dalam aplikasi sebagai penyerap suara. 4. Memberikan pengetahuan mengenai sifat mekanik, fisik , dan morfologi komposit cangkang kelapa sawit dengan matrik silicone rubber polimer sebagai petunjuk proses produksi material komposit pada suatu kendaraan.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muffler Salah satu sumber kebisingan itu bisa muncul dari suara lalu lintas, terutama suara mesin kendaraan bermotor. Kebisingan yang disebabkan oleh lalu lintas memiliki tekanan bunyi 80-100dB. Sumber kebisingan tertinggi pada kehidupan manusia adalah pada kendaraan bermotor (55%). Sementara berdasar Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.07 tahun 2009 disebutkan bahwa batas maksimal suara pada sepeda motor dengan kapasitas silinder dibawah 80 cc adalah 77dB, untuk range antara 80-175 cc adalah 83 dB dan untuk di atas 175 cc adalah 80 dB. Exhaust system yang biasa disebut knalpot, merupakan salah satu bagian vital dari sebuah kendaraan bermotor. Exhaust system merupakan salah satu bagian vital dari sebuah kendaraan bermotor. Motor bakar merupakan salah satu jenis pengerak yang mengunakan hasil ledakan dari pembakaran di dalam silinder untuk dirubah menjadi energi mekanik. Untuk mengurangi kebisingan mesin, maka pada kendaraan bermotor ditambahkan knalpot. Mesin kendaraan menghasilkan suara bising antara 100-130 dB tergantung dari jenis dan tipe dari mesin tersebut. Padahal, seharusnya ambang batas yang bisa didengar oleh manusia adalah 80 dB (Rahman, 2005). Pada knalpot terdapat silencer atau muffler yang berfungsi untuk meredam kebisingan pada kendaraan. Komponen peredam suara kebisingan yang terdapat pada muffler terbuat dari glasswool. Pada dasarnya konsep peredamaman pada knalpot adalah tekanan dan kecepatan gas buang yang keluar dari engine dihambat / diturunkan oleh dinding penyekat, lubang– lubang yang terdapat pada inner pipe dan material penyerap suara. Material penyerap suara yang biasa digunaan pada
5
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
6
muffler adalah glasswool. Gelombang suara dengan tekanan tinggi yang masuk ada muffler akan dikeluarkan melalui lubang-lubang yang terdapat pada inner pipe. Gelombang suara tersebut kemudian akan diserap oleh glasswool yang terdapat pada muffler. Pamungkas (2012) melakukan penelitian terhadap pengaruh knalpot terhadap penyerpan bunyi pada kendaraan 100cc dan 125cc. Dengan adanya knalpot, dapat mengurangi suara yang dihasilkan oleh mesin kendaraan tersebut sekitar 10-20%. Berikut adalah perbandingan kebisingan yang dihasilkan dari sepeda motor 100cc dan 125cc dengan menggunakan knalpot dengan muffler berbahan glasswool dan tanpa knalpot. Tabel 2.1 Perbandingan Kebisingan pada Kendaraan 100cc dan 125cc (Pamungkas, 2012) Kebisingan (dB) putaran 100cc 125cc mesin dengan tanpa dengan tanpa (rpm) Knalpot knalpot Knalpot knalpot 1050 1545 2070 2550 3060 3540 4020 4515 5070 5550
66.47 72.23 76.13 77.28 81.11 82.99 84.64 86.57 86.39 87.99
77.38 82.9 84.62 87.21 91.41 93.66 95.42 96.35 98.68 100.71
62.86 67.28 71.46 73.47 75.58 78.04 80.67 84.45 86.29 87.65
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
70.53 81.2 84.15 85.41 87.38 89.43 91.93 95.06 100.13 102.22
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
7
Pada konstruksi knalpot terdapat dua saluran utama yaitu header dan muffler. Header adalah komponen bagian depan knalpot yang langsung berhubungan dengan kepala silinder yang berfungsi untuk menjaga tekanan pembuangan, sedangkan muffler terdapat dibagian belakang knalpot yang berfungsi untuk mereduksi suara yang dikeluarkan saat pembuangan.
‘ Gambar 2.1 Susunan Knalpot (meganracing.com)
Muffler adalah alat peredam kebisingan pada kendaraan, apakah itu mobil, sepeda motor, dan lain sebagainya. Dalam hal ini muffler merupakan alat untuk meredam tekanan gas buang yang ditimbulkan dari pembakaran antara udara dan bahan bakar pada ruang bakar suatu kendaraan baik kendaraan diesel atau kendaraan berbahan bakar bensin. Secara umum terdapat dua jenis muffler, yaitu absorbtive muffler dan reactive muffler. Reactive muffler adalah muffler yang dirancang dengan menggunakan ruang resonansi untuk menghilangkan gelombang suara yang dipantulkan pada dinding-dinding muffler sesuai dengan metode superposisi. Knalpot jenis ini dirancang berdasarkan prinsip Helmholtz. Dalam prinsip ini terdapat suatu rongga atau celah yang dipasang di dalam knalpot dimana pada frekuensi tertentu, rongga tersebut akan beresonansi yang mengakibatkan gelombang suara tersebut terpantul kembali kearah mesin. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
8
Gambar 2.2 Desain Absorbtive Muffler (Potente, Daniele. 2005)
Reactive muffler adalah muffler yang dirancang dengan menggunakan ruang resonansi untuk menghilangkan gelombang suara yang dipantulkan pada dinding-dinding muffler sesuai dengan metode superposisi. Knalpot jenis ini dirancang berdasarkan prinsip Helmholtz. Dalam prinsip ini terdapat suatu rongga atau celah yang dipasang di dalam knalpot dimana pada frekuensi tertentu, rongga tersebut akan beresonansi yang mengakibatkan gelombang suara tersebut terpantul kembali kearah mesin. Sedangkan absorbtive muffler adalah muffler yang dirancang khusus menggunakan peredam untuk menyerap gelombang suara yang keluar dari mesin tanpa memperdulikan tekanan gas buang. Gelombang udara yang masuk kedalam muffler direduksi dan dirubah menjadi energi panas oleh material penyerap suara. Deftya (2013) melakukan analisis perbandingan panas knalpot antara muffler knalpot standart berbasis glasswool dengan muffler knalpot berbasis sponge steel pada sepeda motor Suzuki Skywave 125. Dari analisis penelitianya, didapatkan bahwa panas knalpot standard berkisar 100-180oC. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
9
Berikut adalah hasil analisis pengujian panas knalpot standart dan knalpot berbasis sponge steel. Tabel 2.2 Hasil Pengukuran Panas Knalpot Standart Suzuki Skydrive 125 (Deftya, 2013)
2.2 Gelombang dan Bunyi 2.2.1 Gelombang Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara, maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja. Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan menjadi: 1. Gelombang Mekanik Gelombang mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air, gelombang tali. 2. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
10
medan listrik secara berurutan, arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan cahaya. Contohnya sinar gamma (γ), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio. Berdasarkan arah getar dan arah rambat, gelombang dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Gelombang transversal Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus terhadap arah getarnya, contohnya gelombang pada tali, gelombang permukaan air, gelombang cahaya.
Gambar 2.3 Gelombang Transversal (Resnick dan Halliday, 1992)
Keterangan : λ= panjang gelombang , satuannya meter ( m ) Amplitudo : simpangan maksimum dari titik seimbang. Jarak yang ditempuh oleh suatu gelombang per detik disebut cepat rambat gelombang. Cepat rambat gelombang dilambangkan dengan v dan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
11
satuannya m/s. Frekuensi (f) adalah banyaknya gelombang yang melewati satu titik tiap satuan waktu, satuannya 1/sekon. Periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk melewati suatu titik, satuannya sekon. Hubungan antara v, λ, T, dan f ialah : f = 1/T, λ= v x T, λ = v/f, v = λ x f. Jangkauan pendengaran telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20 Hz sampai 20.000 Hz. Jangkauan ini berbeda dari orang ke orang. Satu kecenderungan umum adalah jika bertambah tua, mereka makin tidak bisa mendengar frekuensi yang tinggi, sehingga batas frekuensi tinggi mungkin menjadi 10000 Hz atau kurang. Tabel 2.3 Jarak Rentang Frekuensi Sumber Bunyi Sumber Bunyi
Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia Piano
85-5000 30-4100
Pitch Music Standart
440
Terompet Drum Mobil Mesin Jet
190-990 95-180 15-30000 5-50000
b. Gelombang longitudinal. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah merambatnya searah dengan arah getarnya, contohnya gelombang bunyi dan gelombang pada pegas. Gelombang ini terdiri dari rapatan dan regangan. Rapatan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan mendekat selama sesaat. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
12
Regangan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan menjauh selama sesaat.
Gambar 2.4 Gelombang Longitudinal (Resnick dan Halliday, 1992)
2.2.2 Bunyi Bruel dan Kjaer (1986) mendefinisikan bahwa bunyi identik dengan pergerakan gelombang di udara yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel yang bergerak. Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh. Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai dua defenisi, yaitu: 1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyi Obyektif. 2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut sebagai bunyi subyektif.
Gambar 2.5 Mekanisme Terdengarnya Bunyi (Doelle, 1972) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
13
Secara harafiah, bunyi dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar. Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik ini (Sutrisno, 1987). Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel (Resnick dan Halliday, 1992). Menurut Giancoli (1998), apabila gelombang bunyi mencapai batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu sebagian energi ditransmisikan/diteruskan dan sebagian lagi direfleksikan/dipantulkan. 2.2.2.1 Frekuensi Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu tertentu. Frekuensi bunyi dapat dirumuskan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu. Menurut Hersoesanto (1974) frekuensi adalah jumlah gelombang tekanan atau getaran per detik atau jumlah molekul udara dari suatu sumber suara berpindah secara maksimal dari posisi keseimbangan (equilibrium) ke sisi berlawanan dan kembali lagi ke posisi awal. Satuan untuk frekuensi adalah Hertz (Hz) atau cycle per second (cps). Rentang frekuensi pendengaran manusia dengan fungsi pendengaran yang normal berkisar antara 20-20.000 Hz. Bunyi merupakan kombinasi beberapa frekuensi yang disebut sebagai spektrum suara. Spektrum frekuensi dapat menentukan faktor tingkat gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan. Frekuensi dapat dirumuskan: Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
14
𝑓= Dimana : f = Frekuensi (Hz) T = Waktu (s) 2.2.2.2 Decibel (dB) Decibel merupakan suatuan ukuran kebisingan untuk menggambarkan intensitas, power, dan pressure dalam skala level dB yang merupakan konversi dari N/m2 ke dalam level dB RE 0,00002 N/m2 dan dari watts/m2 ke dalam dB. Pada umumnya telinga sanggup menerima bunyi atau suara tanpa kesulitan pada range tekanan yang cukup luas. Untuk memudahkan, dipakai satuan decibel (dB) sebagai pengganti ukuran-ukuran tekanan dengan rumus :
dB : 20 log 10P1/P0 Keterangan: P1 P0
: tekanan suara yang diukur : tekanan refrensi
2.2.2.3 Kebisingan Kebisingan (Noise) merupakan suara atau bunyi yang tidak diinginkan keberadaannya (Harris, 1957). Kebisingan adalah suatu masalah besar yang tengah dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini, terutama yang tinggal di daerah perkotaan yang sangat ramai oleh berbagai macam aktivitas masyarakat. Hal ini juga disebabkan dengan meningkatnya jumlah volume kendaraan bermotor yang Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
15
menghasilkan berbagai polusi salah satunya adalah kebisingan, Suara keras yang dihasilkan oleh kendaraan dapat mengganggu konsentrasi dan juga merusak kesehatan manusia. Selain itu, perkembangan industri dan banyaknya pabrik yang didirikan di daerah pemuliman penduduk, secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap lingkungan karena penggunaan mesin-mesin berat dan hasil industri akan menimbulkan kebisingan. Apabila pengaruh ini tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, manusia dan hewan.
Gambar 2.6 Hubungan Kebisingan Dengan Sumber Suara dan Frekuensi (Serway, Raymond A., and John W. Jewett. 2015)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
16
2.3 Material Akustik Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap suara/bising. Pada dasarnya semua bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Menurut Lewis dan Douglas (1993) material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu: material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material), dan material peredam (damping material). Material penghalang pada dasarnya memiliki massa yang padat, untuk material peredam biasanya adalah lapisan yang tipis untuk melapisi benda. Lapisan tersebut biasanya adalah plastik, polimer, epoxy, dan lain-lain. Sedangkan untuk material penyerap, biasanya berpori (porous) dan berserat (vibrous). Pada material penyerap suara, energi suara datang yang tiba pada suatu bahan akan diubah sebagian oleh bahan tersebut menjadi energi lain, seperti misalnya getar (vibrasi) atau energi panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat. Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dpat masuk ke dalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor. Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien penyerap suara atau koefisien absorbsi (α) (Yusril, 2013).
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
17
Bunyi yang dihasilkan mempunyai nada rendah atau tinggi bergantung pada frekuensi dan dipengaruhi oleh dimensi, kerapatan, dan elastisitas bunyi yang dihasilkan dari nada yang lebih tinggi. Ketika gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang menjangkau kayu, sebagian dari energi akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu. Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara, suara atau bunyi tidak dapat merambat melalui ruang hampa (Tsoumis, 1991). Ciri akustik bahan penyerap berbeda satu dengan yang lainnya, bergantung kepada jenis bahan. Bahan penyerap akustik umumnya dibedakan sebagai bahan berpori dan busa sintetik. Bahan berpori yang biasanya digunakan ialah serat gelas dan wol batu. Bahan-bahan ini mempunyai ciri penyerapan akustik yang tinggi dan tahan api. Akan tetapi serat-serat halus bahan tersebut dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan paru-paru manusia, apabila terhirup dan juga berharga cukup mahal. (Zulkarnain dkk, 2011) 2.3.1 Bahan Absorpsi Suara Bahan penyerap suara memiliki peranan penting dalam proses penyerapan suara sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. Bahan penyerap suara tersebut seringkali disebut sebagai material kedap suara. Dalam sebuah konsep akustik ruangan harus dibedakan antara fungsi kedap dan fungsi pengendalian. Ada dua tipe utama bahan penyerap suara yaitu bahan penyerap suara berpori (Porous Absorber) dan penyerap suara tipe resonansi (Resonant Absorber). Bahan berpori seperti karpet, korden, foam, glasswool, rockwool, cellulose fiber, dan material lunak lainnya menyerap energy suara melalui energi gesekan yang terjadi antara komponen kecepatan gelombang suara dengan permukaan materialnya. Bahan penyerap suara tipe ini akan menyerap energy suara lebih besar di frekuensi tinggi. Bahan penyerap berpori adalah material solid yang mengandung rongga sehingga gelombang Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
18
suara dapat masuk melewatinya. Material berpori dapat diklasifikasikan sebagai selular, serat, dan granular pada konfigurasi mikroskopisnya. Bagiannya terdiri dari lubang kecil sebagai jalan masuknya gelombang suara. Sementara bahan serat biasanya terdiri dari serat alami dan serat sintetis. Dan contoh dari Granular Material yatu asphalt, tanah liat, pasir, tanah dan sebagainya. (Jorge P. Arenas dan Malcolm J. Crocker, 2010).
Gambar 2.7 Material Penyerap Suara Berpori (Jorge P. Arenas dan Malcolm J. Crocker, 2010)
Bahan penyerap suara tipe resonansi seperti panel kayu tipis, menyerap energy suara dengan cara mengubah energi suara yang datang menjadi getaran yang kemudian diubah Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
19
menjadi energi gesek oleh material berpori yang ada di dalamnya. Ini berarti material tipe ini lebih sensitif terhadap komponen tekanan dari gelombang suara yang datang, sehingga lebih efektif apabila ditempelkan di dinding. Bahan penyerap tipe ini lebih dominan menyerap energy suara berfrekuensi rendah. Frekuensi resonansi bahan ini ditentukan oleh kerapatan massa dari panel dan kedalaman (tebal) rongga udara dibaliknya. Tipe lain dari bahan penyerap suara ini adalah Resonator Helmholtz. Efektifitas bahan penyerap suara tipe ini ditentukan oleh adanya udara yang terperangkap di pipa atau leher diatas bidang berisi udara. Permukaan berlubang menjadi ciri utama resonator yang bekerja pada frekuensi tertentu, tergantung pada ukuran lubang, leher dan volume ruang udaranya. Apabila diinginkan sebuah dinding atau interior yang memiliki frekuensi kerja yang lebar (rendah, menengah, dan tinggi), maka harus digunakan gabungan ketiga bahan penyerap suara tersebut. Kombinasi antara proses gesekan dari komponen kecepatan gelombang suara dan resonansi dari komponen tekanan gelombang suara akan membuat kinerja penyerapan energy suara oleh dinding atau partisi besar untuk seluruh daerah frekuensi.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
20
Gambar 2.8 Tipe Penyerapan Suara (Jorge P. Arenas dan Malcolm J. Crocker, 2010)
2.3.2 Koefisien Absorbsi Suara Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien penyerap suara atau koefisien absorbs (Asade, 2013). Koefisien absorbsi atau penyerapan suara (sound absorption) merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor. Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang dating diserap oleh bahan. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
21
Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor. Untuk nilai koefisien penyerapan bunyi pada berbagai material dengan ketebalan tertentu dapat dilihat pada tabel 2.4 Tabel 2.4 Keofisien Penyerapan Bunyi Material Akustik Frekuensi (Hz) Material 125 500 1000 2000 4000 Gypsum Board (13mm) 0.29 0.05 0.04 0.07 0.09 Kayu 0.15 0.10 0.07 0.06 0.07 Gelas 0.18 0.04 0.03 0.02 0.02 Beton yang dituang 0.01 0.02 0.02 0.02 0.03 Bata tidak dihaluskan 0.03 0.03 0.04 0.05 0.07 Steel Deck (150mm) 0.58 0.71 0.63 0.47 0.040 Proses penyerapan suara berkaitan dengan penurunan jumlah energi bunyi dari udara yang menjalar hingga dia mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Bila suatu gelombang bunyi datang bertemu pada suatu permukaan batas yang memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda (seperti gambar 2.9), maka gelombang bunyi tersebut akan dipantulkan (R) dan diserap/ditransmisikan (⍺) dan kemungkinan yang terjadi adalah: 1. Dipantulkan semua (R = 1), artinya ketika gelombang bunyi datang dan dipantulkan kembali maka nilai efisiensi R = 1 atau koefesien pantul (R) adalah 1. 2. Ditransmisikan/diserap semua (⍺ = 1), artinya jika gelombang bunyi datang dan gelombang tersebut diserap semua maka nilai efisiensi ⍺ = 1 atau koefesien serap (⍺) adalah 1. 3. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan/diserap (0 < ⍺ < 1).
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
22
Jika pada suatu media akustik terdapat dua material dengan sifat impedansi 𝜌1𝑐1dan 𝜌2𝑐2 seperti pada gambar 2.9, dimana ρ adalah massa jenis material dan c adalah cepat rambat bunyi. Gelombang datang dari arah kiri merambat tegak lurus terhadap permukaan bahan. Jika 𝜌1𝑐1 lebih kecil dari 𝜌2𝑐2, energi dari gelombang datang tidak dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang pantul. Sedangkan jika 𝜌1𝑐1 lebih besar dari 𝜌2𝑐2, energi dari gelombang datang dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi akan menjadi gelombang yang diserap. Jika 𝜌1𝑐1 sama besar dengan 𝜌2𝑐2, energy yang ada yang dapat ditransmisikan dan ada juga yang tidak dapat ditransmisikan maka sebagian akan menjadi gelombang pantul dan sebagian lagi akan menjadi gelombang yang diserap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa: 1. 𝜌 𝑐 > 𝜌 𝑐 akan dipantulkan 1 1
2 2
2. 𝜌 𝑐 < 𝜌 𝑐 akan diserap 1 1
2 2
3. 𝜌 𝑐 = 𝜌 𝑐 akan diserap dan dipantulkan 1 1
2 2
Gambar 2.9 Pemantulan dan Penyerapan Bunyi dari Media Akustik (Doelle, Leslie L, 1993)
Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefenisikan sebagai koefesien absorbsi (α). Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
23
Harga koefisien ini bergantung dari sifat material, frekuensi bunyi, dan sudut gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material tersebut. Secara matematis dapat ditulis seperti rumus berikut :
𝑐
𝐸
⍺ = 𝐴 𝑆 𝐸 / 𝐼 𝑐 y ⍺ = 1 – [𝑅] 2 = 1- [𝑍2− 𝜌 𝑐 / 𝜌 𝑐 + 𝑍2]2 1 1
𝑆
1 1
dimana : 𝐴
𝑓
𝑐 𝑐 𝑐 = impedansi pada bahan (kg/m2.s = rayls) 𝜌 = Kerapatan udara (kg/m3) 1
𝜌 = Kerapatan bahan (kg/m3) 2
𝐶 = Cepat rambat bunyi diudara (m/s) 1
𝐶 = Cepat rambat bunyi pada bahan (m/s) 2
Dengan R adalah koefisien refleksi suara, yang didefinisikan sebagai perbandingan tekanan gelombang suara yang dipantulkan terhadap tekanan gelombang suara yang datang. Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak ada suara yang ditransmisikan atau diteruskan. 2.4 Silicone Rubber Karakteristik unik dan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan elastomer lain pada umumnya membuat Silicone Rubber atau karet silikon biasanya dibedakan sebagai Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
24
elastomer spesial, meskipun karet ini meningkatkan biaya alternatif dalam berbagai aplikasinya. Dua jenis silikon elastomer memiliki sifat tersebut, yaitu karet termoset yang divulkanisir dengan panas dan karet room-temperature vulcanizing (RTV) (Ciullo, 1996). Menurut Nagdi (1993), Karet silikon bisa dibedakan dalam 3 kelompok : 1. Heat-vulcanizable solid rubbers 2. Heat-vulcanizable liquid rubbers (LSR) didesain untuk bagian cetakan yang diproduksi secara otomatis 3. Room-tenperature vulcanization (RTV) karet, biasanya berupa cairan yang dapat mengalir dan dipersiapkan dalam bentuk yang bisa langsung digunakan untuk aplikasi seperti penutup bangunan, enkapsulasi, lapisan pelindung dan setakan fleksibel. Vulkanisasi mempunyai arti yang sama dengan sambung-silang, pematangan secara khusus sama artinya dengan sambung-silang (crosslink) namun seringkali lebih kepada kombinasi dari polimerisasi adisi dengan sambungsilang (Odian, 2004). Rantai utama polimer silikon adalah polidimetilsiloksan dengan rantai utama Si-O dan dua gugus metil pada setiap silikon. Rantai utama Si-O memberikan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap ozon, oksigen, panas (hingga 315 oC). Sedangkan pengganti gugus metil memberikan tingkat fleksibilitas yang tinggi. (Ciullo, 1996).
Gambar 2.10 Rantai Utama Polidimetilsiloksan (Morton,1963) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
25
Pada umumnya, karet silikon merupakan campuran berkekuatan rendah yang berguna pada tingkat temperatur -80 hingga 450 oF (-62.2 hingga 232.2 oC). Karet silikon juga mempunyai ketahanan terhadap api, cahaya, dan ozon yang sangat baik. Karet silikon biasanya kurang tahan terhadap fluida. Karet silikon sangat cocok untuk aplikasi yang membutuhkan ketahanan terhadap panas karena mempunyai temperatur transisi glass yang rendah yaitu -197 oF (-127.2 oC) sehingga membuatnya memiliki fleksibilitas pada temperatur rendah yang cukup baik. Campuran yang berbasis karet silikon mempunyai kekuatan tear yang sangat rendah dan pada biasanya tidak cocok untuk aplikasi dinamik. (Dick, 2001). Sifat permukaan karet silikon dipengaruhi oleh empat karakteristik struktural (Owens, 2012), yaitu : 1. Gaya intermolekul yang rendah antara gugus metil 2. Fleksibilitas yang tinggi dari rantai utama siloksan 3. Kekuatan yang tinggi dari ikatan siloksan 4. Ionik parsial alami yang dimiliki oleh ikatan siloksan Tabel 2.5 Sifat Fisik dan Mekanik Silicone Rubber Densitas (g/cm3) 0,9-1.12 T (OC) -55-200 Kuat Tarik (MPa) 2.4-8 Kuat Tekan (MPa) 10-30 Hardness Vickers (VHN) 15 2.5 Porous Silicone Rubber Polimer berpori telah menarik banyak perhatian karena aplikasinya yang luas dalam proses pemisahan, teknik jaringan dan beberapa proses engineering dan scientist. Salah satu yang paling cara yang menjanjikan untuk produksi polimer berpori adalah proses pemisahan fase. Fase metode pemisahan dapat diklasifikasikan menjadi empat metode utama: pengendapan dengan pendinginan biasa disebut Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
26
thermally induced phase separation (TIPS), pengendapan dengan pencelupan biasa disebut nonsolvent-induced phase separation (NIPS), pengendapan dengan penyerapan nonsolvent dari fase uap air biasa disebut vapor induced phase separation (VIPS), dan pelarutan evaporation-induced phase separation (EIPS).
Gambar 2.11 Proses Pembuatan Pori Pada Polimer (Zhao,2013)
Untuk metode EIPS, polimer dilarutkan dalam campuran dari pelarut yang mudah menguap dan nonsolvent yang kurang stabil. Dengan pelarut yang menguap, nonsolvent semakin banyak dan menyatu menjadi lebih besar. Larutan polimer akan terbagi menjadi dua fase: fase yang banyak polimer dan fase yang sedikit polimer. Akhirnya, struktur berpori terbentuk dengan menghapus nonsolvent ini (Zhao,2013). 2.6 Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan palm dan berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama genus Elaesis berasal dari bahasa Yunani Elatlori atau minyak, sedangkan nama spesies Guineensis berasal dari kata Guinea, yaiitu tempat dimana Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
27
seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di Guinea, Afrika Barat. Bagian-bagian yang terdapat pada buah kelapa sawit dapat terlihat dari gambar dibawah ini, diantaranya sebagai berikut: 1. Exocarp 2. Mesocarp (daging buah) 3. Endocarp (cangkang) 4. Kernel
Gambar 2.12 Penampang Kelapa Sawit (Ari Edoyanto, 2011) Pada saat ini dikenal tiga macam jenis dari buah kelapa sawit, yaitu: 1. Dura Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang yang tebal dan daging yang relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis buah yang lain sehingga dianggap dapat memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
28
Gambar 2.13 Kelapa Sawit Jenis Dura (Ari Edoyanto, 2011)
2. Pisifera Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
Gambar 2.14 Kelapa Sawit Jenis Pisifera (Ari Edoyanto, 2011) 3. Tenera Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
29
mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.
Gambar 2.15 Kelapa Sawit Jenis Tenera (Ari Edoyanto, 2011) Tabel 2.6 Perbedaan Cangkang, Pericarp, Mesocarp, dan inti dari Varietas Kelapa Sawit Cangkan Mesocar Inti Varieta Cangkan Pericar g p (%buah s g (mm) p (mm) (%buah) (%buah) ) Dura 2-5 2-6 25-50 20-65 3-20 Pisifera 5-10 92-97 3-8 Tanera 1-2.5 3-10 3-20 60-90 3-15
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
30
Gambar 2.16 Perbedaan Jenis Dari Kelapa Sawit (Ari Edoyanto, 2011) 2.6.1 Cangkang Kelapa Sawit Cangkang adalah sejenis bahan bakar padat yang berwarna hitam berbentuk seperti batok kelapa dan agak bulat, terdapat pada bagian dalam pada buah kelapa sawit yang diselubungi oleh serabut. Pada bahan bakar cangkang ini terdapat berbagai kandungan, dimana kandungan yang terkandung pada cangkang mempunyai persentase (%) yang berbeda jumlahnya. Antara lain : kalium (K) sebesar 7,5 %, natrium (Na) sebesar 1,1, kalsium (Ca) 1,5 %, klor (Cl) sebesar 2,8 %, karbonat (CO3) sebesar 1,9 %, nitrogen (N) sebesar 0,05 % posfat (P) sebesar 0,9 % dan silika (SiO2) sebsesar 61 %. Bahan bakar cangkang ini setelah mengalami proses pembakaran akan berubah menjadi arang, kemudian arang tersebut dengan adanya udara pada dapur akan terbang sebagai ukuran partikel kecil yang dinamakan pertikel pijar (Lenaria Bakkara, 2014). Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
31
Cangkang kelapa sawit termasuk dalam golongan kayu keras, dan secara kimia memiliki komposisi kimia yang hampir mirip dengan kayu yaitu tersusun dari lignin, selulosa, dan hemisellulosa dengan komposisi yang berbeda-beda (Rasmawan, 2009). Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Cangkang Kelapa Sawit Property Parameter Value Ar db Moisture Content (%) 6.11 Ash Content (%) 8.68 Physical * Bulk Density (kg-m-3) 740 9.24 * Porosity 28 650 C (%) 46.75 49.8 H (%) 5.92 5.9 O (%) 38 34.66 chemical N (%) 0.68 0.72 S (%) <0.08 <0.08 Cl (ppm) 84 89 Hemicellulose (%) 26.16 Structural Cellulose (%) 6.92 Carbohydrates Lignin (%) 53.85 Sejauh ini limbah cangkang kelapa sawit belum dimanfaatkan dengan maksimal, padahal limbah cangkang itu sendiri sangat mudah didapatkan pada setiap pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) (Aktasio Zikri, 2006). Tabel 2.8 Jenis, Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Potensi per Ton Jenis Manfaat TBS (%) Pupuk kompos, Tandan Kosong 23.0 pulp kertas, papan partikel, energi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
Wet Decantier Solid
4.0
Cangkang
6.5
Serabut (fiber) Limbah Cair Air
13.0 50.0
32
Arang, karbon aktif, papan partikel, agregat sementara Energi pulp kertas, papan partikel Pupuk, air irigsi Air umpan boiler
Tabel 2.9 Komposisi Kimia dari Limbah Kelapa Sawit Chemical component (%) Types of Quantity biomass generated Hemi Cellulose Lignin Extractives residues yearly cellulose Empty fruit 4.420 38.3 35.3 22.1 2.7 bunch Oil Palm 1.100 20.8 22.7 50.7 4.8 Shells Oil Palm 2.515 34.5 31.8 25.7 3.7 Trunks Fronds 10.88 30.4 40.4 21.7 1.7 Mesocarp 2.71 33.9 26.1 27.7 6.9 fiber Total 21.625 2.6.2 Selulosa Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai material struktur dinding sel semua tanaman. Selulosa adalah karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur kayu. Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Jumlah selulosa di alam sangat berlimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk sisa pertanian seperti jerami padi, kulit Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
33
jagung, gandum,kulit tebu dan lain-lain tumbuhan. Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di alam. Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear terdiri dari unit ulangan β-DGlukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya.
Gambar 2.17 Struktur Kimia Selulosa (Sixta,2006)
2.6.3 Lignin Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktifitasnya. Metode Klason merupakan prosedur umum yang digunakan dalam penentuan kadar lignin. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti oleh hidrolisis polisakarida terlarut dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian dari lignin yang larut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam. Lignin terlarut asam merupakan parameter yang dapat menunjukkan tingkat reaktivitas Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
34
monomer penyusun polimer lignin. Lignin terlarut asam juga sangat penting untuk dianalisis mengingat hubungannya dengan kandungan lignin dan proses pulping. Lignin terlarut asam merupakan bagian dari kandungan total lignin dalam kayu, akan tetapi seringkali diabaikan karena jumlahnya yang relative kecil khususnya pada jenis softwood. Lignin adalah salah satu komponen utama sel tanaman, karena itu lignin juga memiliki dampak langsung terhadap karakteristik tanaman. Lignin adalah polimer alami yang terdiri dari molekul fenil propane yang terdapat di dalam dinding sel dan di daerah antar sel (atau lamela tengah).
Gambar 2.18 Struktur Kimia Lignin (Fangel dan Wegener, 1995)
2.6.4 Hemiselulosa Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas unit D-glukosa, D-galaktosa, Dmanosa, D-xylosa, dan L-arabinosa yang terbentuk bersamaan dalam kombinasi dan ikatan glikosilik yang bermacam-macam. Hemiselulosa terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam struktur daun dan kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman tertentu. Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30% dari berat kering bahan lignoselulosa. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
35
mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat. Hemiselulosa terdiri dari molekul-molekul heksosan dan pentosan. Apabila kepada senyawa hemiselulosa diberi larutan ZnCl2, kemudian ditambahkan yodium (I), maka akan muncul warna biru. Selain sebagai penguat dinding sel, hemiselulosa juga dapat berfungsi sebagai makanan cadangan dalam sel tumbuh-tumbuhan.
Gambar 2.19 Struktur Kimia Hemiselulosa (Fangel dan Wegener, 1995)
2.7 Material Komposit Komposit merupakan suatu material yang kompleks dimana terkomposisikan dari dua material atau lebih yang digabungkan/disatukan secara bersamaan pada skala makroskopik membentuk suatu produk yang berguna, yang didesain untuk menghasilkan kualitas maupun sifat terbaik. Menurut Matthews dkk. (1993) dalam Widodo (2008), komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
36
material pembentuknya berbeda. Material kombinasi tersebut akan menghasilkan material yang baru yang memiliki sifat unggul dari material pembentuknya. Dengan penggabungan dua atau lebih material yang berbeda maka dapat diperbaiki dan dikembangkan sifat sifat mekanik dan fisik dari material tersebut. Pada umumnya komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu: 1. Matriks, adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volum terbesar (dominan). Matrik mempunyai fungsi antara lain: mentransfer tegangan ke serat secara merata, melindungi serat dari gesekan mekanik, memegang dan mempertahankan serat pada posisinya, melindungi dari lingkungan yang merugikan. Matriks, umumnya lebih ulet tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah. 2. Penguat (reinforcement), yaitu bagian komposit yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari penguat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada penguat, sehingga penguat akan menahan beban sampai beban maksimu.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
37
Gambar 2.20 Skema Daerah Komposit (Nayiroh, 2010)
Komposit berbeda dengan paduan. Untuk menghindari kesalahan dalam pengertiannya, oleh Van Vlack (1994) dijelaskan sebagai berikut : Paduan adalah kombinasi antara dua bahan atau lebih dimana bahan-bahan tersebut terjadi peleburan. Komposit adalah kombinasi terekayasa dari dua atau lebih bahan yang mempunyai sifat-sifat seperti yang diinginkan dengan cara kombinasi yang sistematik pada kandungan-kandungan yang berbeda tersebut Bahan komposit memiliki banyak keunggulan. Diantaranya berat yang lebih ringan, kekuatan dan kekuatan yang lebih tinggi, tahan korosi dan memiliki biaya perakitan yang lebih murah karena berkurangnya jumlah komponen dan baut-baut penyambung. Kekuatan tarik dari komposit serat karbon lebih tinggi daripada semua paduan logam.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
38
Tabel 2.10 Keuntungan dan kerugian dari komposit Keuntungan Kerugian Tidak efisien waktu dan biaya Berat Berkurang untuk fabrikasi Kekuatan dan kekakuan dapat Sifat bidang bidang akan beradaptasi tergantung melemah pembebanan Kelemahan matriks, kekerasan Biaya manufaktur rendah rendah Konduktivitas listrik atau Matriks akan mengakibatkan thermal dapat meningkat atau degradasi lingkungan menurun Tahan terhadap korosi Sulit dalam mengikat
2.8 Klasifikasi Material Komposit Pada umumnya komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu: 1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih rigid serta lebih kuat. 2. Matriks, umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah. Matriks dalam struktur komposit dapat diklasifikasikan atau dibedakan menjadi: 1. MMC (metal matrix composites): Metal Matriks Composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matriks logam. MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. 2. PMC (polymer matrix composites): Polimer merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material komposit. Karena memiliki sifat yang lebih tahan terhadap korosi dan lebih ringan. Matriks polimer terbagi 2 yaitu termoset dan termoplastik. Perbedaannya polimer termoset tidak Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
39
dapat didaur ulang sedangkan termoplastik dapat didaur ulang Jenis-jenis termoplastik yang biasa digunakan adalah polypropylene (PP), polystryrene (PS), polyethylene (PE), dan lainlain. 3. CERMET (ceramic metal): CMC merupakan material dua fasa dengan satu fasa berfungsi sebagai penguat dan satu fasa sebagai matriks dimana matriksnya terbuat dari keramik. Penguat yang umum digunakan pada CMC adalah; oksida, karbida, nitrida. Komposit diklasifikasikan menjadi tiga macam berdasarkan penguatnya (Jones, 1975), yaitu: 1. Komposit Serat (Fibrous Composites) Komposit Serat, yaitu komposit yang tersusun atas matriks kontinyu dan memiliki penguat berbentuk serat (Fiber). Fiber yang digunakan untuk menguatkan matriks dapat pendek, panjang, atau kontinyu. Berdasarkan jenis seratnya dibedakan atas: a. Serat Kontinyu Dengan orientasi serat yang bermacammacam antara lain arah serat satu arah (unidireksional), dua arah (biaksial), tiga arah (triaksial). b. Serat diskontinyu Serat menyebar dengan acak sehingga sifat mekaniknya tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan serat kontinyu.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
40
Gambar 2.21 Komposit Serat (Sulistijono, 2012)
2. Komposit laminat (Laminates Composites) Komposit Laminat, yaitu komposit yang terdiri dari beberapa lapisan lamina berpenguat fiber atau lamina berpenguat partikel atau lamina berpenguat logam atau kombinasi dari lamina-lamina dengan material yang berbeda dimana lapisan saling terikat.
Lamina Lamina Lamina Lamina
1 2 3 4
Laminat
Gambar 2.22 Komposit Laminat (Sulistijono, 2012)
3. Komposit Partikel (Particulate Composites) Komposit Partikel, yaitu komposit yang tersusun atas matriks kontinyu dan penguat (reinforced) yang diskontinyu yang berbentuk partikel yang tersebar pada semua luasan dan segala arah dari komposit. Partikel ini berbentuk beberapa macam seperti bulat, kubik, tetragonal atau bahkan berbentuk yang tidak beraturan secara acak, tetapi rata–rata berdimensi sama. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
41
Beberapa jenis partikel penguat/pengisi diantaranya : 1. Partikulat, komposit dengan penguat partikel yang biasanya aspek rasio panjang terhadap diameternya kurang dari 5. 2. Dispersoidal, sama seperti partikulat, bahkan diameternya kurang 1 mikro meter namun mampu memberikan efek kekuatan Orowan. 3. Platelet (pipih), penguat yang berbentuk plat dengan rasio diameter terhadap ketebalannya lebih besar dari 2. 4. Fiber pendek (Mat), penguat berbentuk silinder dengan ratio panjang terhadap diameternya lebih besar dari 5 (umumnya lebih besar dari 100 sampai dengan 1000). 5. Whisker, Kristal tunggal (monokristal) yang memanjang dengan rasio panjang terhadap diameternya lebih besar dari 10 dan dengan diameter identic kurang dari 10 mikro.
Gambar 2.23 Komposit Partikel (Sulistijono, 2012)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
42
2.9 Hukum Pencampuran Sifat-sifat komposit pada umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: jenis, bentuk geometris dan struktur, rasio perbandingan, daya lekat, orientasi bahan penguat bahan penyusun, dan proses pembuatan (Sulistijono, 2012). Total massa dari komposit ialah jumlah dari massa fiber/filler dan matriks, dituliskan dengan persamaan : mc = mm + mf ρc.vc = ρm.vm + ρf.vf sehingga didapatkan massa jenis dari komposit : ρc = (ρm.vm + ρf.vf) / vc apabila dirubah ke dalam fraksi massa, persamaannya menjadi : ρc = 1 / ( mf/ρf + mm/ρm) Selain itu, untuk mempermudah perhitungan dari fraksi volume ataupun fraksi beratnya dapat dituliskan dengan persamaan: Mf + M m = 1 Vf + V m + Vv = 1 Dimana : mc : massa komposit (gr) ρc : massa jenis komposit (gr/cm3) vc : volume komposit (cm3) mf : massa filler (gr) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
ρf vf mm ρm vm Mf Mm Vf Vm Vv
43
: massa jenis filler (gr/cm3) : volume filler (cm3) : massa matriks (gr) : massa jenis matriks (gr/cm3) : volume matriks (cm3) : fraksi massa filler : fraksi massa matriks : fraksi massa filler : fraksi massa matriks : fraksi massa void
2.10 Penelitian Sebelumnya Telah banyak penelitian mengenai pengaplikasian komposit dengan menggunakan serat alam sebagai material penyerap suara. Komposit polyester berpenguat bambu-rami dengan aspek rasio 90, nilai α serat rami mencapai 0.836 pada frekuensi 125 Hz. Serat bambu mencapai nilai α 0.972 pada frekuensi 1000Hz. Terdapat kenaikan secara signifikan nilai koefisien absorbsi suara pada frekuensi 125 Hz untuk material poliester berpenguat serat rami dan pada frekwensi menengah 1000 Hz untuk material poliester berpenguat serat bambu. (Farid dan Hosta, 2015). Komposit serat tebu dan bambu betung dengan (30% Gypsum) tmempunyai kemampuan penyerapan suara yang berbeda-beda pada frekuensi tertentu. Pada frekuensi rendah nilai α (koefisien absorpsi)nya sebesar 0,154 pada frekuensi 125 Hz, namun menurun pada frekuensi 160 Hz dengan nilai α sebesar 0,154. Akan tetapi pada frekuensi selanjutnya 200, 250, 315, 400 sampai 630 Hz nilai α nya terus meningkat sampai 0,36. Pada rentang frekuensi sedang antara 800 sampai 2000 Hz, nilai α nya terus mengalami kenaikan sampai nilai 0,406. Sedangkan pada rentang frekuensi tinggi 2000 Hz sampai 4000 Hz kemampuan menyerap suaranya sangat baik dengan peningkatan nilai α sampai 0,444 sehingga kemampuan penyerapan terbaik ada pada frekuensi 4000 Hz Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
44
dengan nilai α tertinggi (Alldi dan Farid, 2015). Semakin besar nilai dari koefisien absorpsi suara suatu material bukan berarti bahwa material tersebut bagus karena tergantung pada kegunaannya (Suban dan Farid, 2015). Komposisi pada pembuatan spesimen komposit sangat mempengaruhi dari hasil nilai koefisien absorpsi suara. Pengaruh dari serat yang ditambahkan pada material komposit bermatriks gypsum akan menghasilkan nilai koefisien absorpsi yang berbeda. Hal ini dikarenakan serat terdiri dari beberapa serat halus yang apabila dilihat dari mikroskop optik terlihat bahwa serat tersebut memiliki pori-pori yang mampu menampung suara. Selain itu, ikatan fisis antara serat sebagai penguat dan matriks gypsum juga akan membentuk ronggarongga halus yang akan menampung suara yang diterima oleh spesimen komposit (Farid dan Agung, 2015). Untuk komposit dengan serat kelapa, nilai koefisien absorbsi suara dengan matriks Fenol Formaldehide bervariasi tergantung pada rentang frekuensinya. Nilai koefisien absorbsi suara semuanya berada diatas 0,15 yang merupakan syarat minimal material dikategorikan sebagai material akustik berdasarkan ISO 354 dan ISO 11654. Nilai α maksimum didapatkan dengan perbandingan serat dan matrik 5:3 pada frekuensi 2792-2832 Hz dengan nilai 0,984. Sedangkan penelitian lain menunjukkan, absorbsi komposit terbaik dicapai oleh PU (50PPG:50PPI)-5%K sebesar 0.444 pada frekuensi 2000Hz (Farid dan Rani, 2016).
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI - ITS
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir
45
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
46
Penelitian ini menggunakan alur penelitian yang digambarkan seperti Gambar 3.1 di atas. Pembuatan diagram alir penelitian bertujuan agar mempermudah pemahaman mengenai langkah-langkah penelitian yang dilakukan, karena digambarkan dengan sistematis. 3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain : 1. Cangkang Kelapa Sawit
Gambar 3.2 Cangkang Kelapa Sawit 2. Silicone Rubber Rhodorsil RTV 585
Gambar 3.3 Silicon Rubber RTV 585 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
3. Bluesil Catalyst 60R
Gambar 3.4 Bluesil Catalyst 60R 4. Methanol 5. Garam dapur (NaCl)
Gambar 3.5 Garam Dapur (NaCl)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
47
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
48
6. Hexane
Gambar 3.6 Pelarut Hexane 3.2.2 Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Cetakan Cetakan digunakan untuk mencetak spesimen uji. 2. Timbangan digital Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa pengikat dan penguat yang akan digunakan.
Gambar 3.7 Timbangan 3. Penggaris
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
Penggaris specimen.
digunakan
untuk
mengukur
49
dimensi
4. Aluminium Foil Aluminium foil digunakan untuk menutupi bagian bawah cetakan agar tidak terjadi kebocoran. 5. Oven Oven digunakan untuk mengeringkan serat setelah proses milling dan saat proses pematangan specimen. 6. Gelas Plastik Gelas plastik digunakan sebagai wadah mencampur bahan. 7. Mesin Sieving Mesin sieving yang digunakan milik Laboratorium Fisika Material milik Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Gambar 3.8 Mesin Sieving 8. Mesin Ball Mill Mesin Planetary Ballmill PM 400 RETSCH untuk menghaluskan dan mengecilkan ukuran powder milik
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
50
Laboratorium Fisika Material milik Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Gambar 3.9 Mesin Ball Mill 9. Magnetic Stirrer Magnetic Stirrer yang digunakan milik Laboraturium Inovasi Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Gambar 3.10 Magnetic Stirrer 10. Alat Uji SEM Alat SEM yang digunakan milik laboratorium di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
51
Gambar 3.11 Alat Uji SEM 11. Alat Uji FTIR Mesin uji FTIR yang digunakan milik laboratorium di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Gambar 3.12 Alat Uji FTIR 12. Alat Uji Densitas Alat uji densitas yang digunakan menggunakan timbangan digital, tabung ukur, dan sinker (kawat) di Laboraturium Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
52
Gambar 3.13 Alat Uji Densitas 13. Alat Uji Absorpsi Suara Alat uji koefisien absorpsi suara milik laboratorium di Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS.
Gambar 3.14 Alat Uji Absorbsi Suara
14. Alat Uji Tarik Alat uji tarik yang digunakan milik Laboraturium Universitas Airlangga.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
53
Gambar 3.15 Alat Uji Tarik 3.3. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan fraksi berat filler masing-masing komposisi sebesar 1%, 3% dan 5%. 3.4. Metode Penelitian 3.4.1. Persiapan Bahan Untuk dapat melaksanakan pengujian, terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan. Persiapan bahan ini sangat penting untuk dilakukan karena dapat mempengaruhi hasil pengujian dan dapat mempengaruhi hasil dari analisa dan pembahasan yang kita lakukan. 3.4.1.1. Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit 1. Cangkang kelapa sawit dijemur selama 2 hari untuk menghilangkan kelembaban. 2. Lalu dilakukan grinding dan sieving dengan ukuran 60 mesh untuk memisahkan besaran partikel. 3. Lakukan pengeringan dengan oven 110oC selama 24 jam. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
54
4. Serbuk halus cangkang kelapa sawit dihaluskan kembali dengan ball mill pada 170rpm selama 15 jam (ball to powder weight ratio of 10:1), (diameter ball 19mm x 12,7mm x 9,5 mm). 5. Direndam dalam methanol untuk membersihkan permukaan serbuk yang masih terikat pengotor. 6. Lakukan pengeringan dengan oven kembali 110oC selama 24 jam untuk menghindari aglomerasi dan menghindari kontak dengan moisture. 3.4.1.2. Pengolahan Silicone Rubber 1. Karet silikon RTV 585 dilautkan dengan Hexane lalu kemudian ditambahkan garam dapur (NaCl). 3.4.1.3. Pembuatan Cetakan 1. Untuk cetakan uji absorbsi suara terbuat dari seng dengan diameter 100 mm dan tinggi 30 mm. 2. Untuk cetakan uji tarik terbuat dari kayu dengan ukuran 150x20x8 mm 3. Untuk cetakan uji SEM berukuran 10x10x3 mm. 3.2.1.4. Pembuatan Komposit 1. Karet silikon RTV 585 dan garam dapur (NaCl) dimasukkan dalam wadah lalu ditimbang sesuai perhitungan. 2. Karet silikon yang berupa liquid lalu dimasukkan ke wadah lain dan dicampur dengan hexane yang telah ditimbang sebelumnya. Hexane berfungsi untuk mengencerkan karet silikon tersebut agar mudah diaduk. 3. Proses pengadukan menggunakan Magnetic Stirrer dengan lama pengadukan selama 2 menit 4. Filler ditambahkan sesuai komposisi.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
55
5. NaCl ditambahkan ke dalam campuran karet silikon, hexane, dan filler lalu diaduk kembali selama 2 menit. 6. Katalis jenis Bluesil 60R ditambahkan ke dalam campuran lalu diaduk secara manual selama 15 detik. 7. Campuran tersebut dikeringkan selama 60 menit pada temperatur 50°C untuk proses pematangan dan untuk menguapkan hexane. 8. Setelah dikeluarkan dari oven, campuran yang sudah menjadi komposit tersebut dimasukkan ke dalam wadah berisi air hangat dan direndam selama 24 jam untuk menguapkan NaCl. 3.4.2. Proses Pengujian 3.4.2.1. Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Peralatan yang digunakan untuk mengukur koefisien absorbsi suara adalah tabung impedansi dengan standarisasi menurut ASTM E1050. Pengujian dilakukan di Laboratorium Akustik Material, Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri ITS. Dimensi spesimennya berbentuk tabung dengan diameter 100 mm dan tinggi 10 mm. Berikut ini rangkaian alat tabung impendansi untuk mengukur uji penyerapan suara:
Gambar 3.16 Rangkaian Alat Uji Absorpsi Suara Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
56
Rangkaian alat terdiri dari: 1. Acoustic material testing 3560C-S29: Untuk menganalisa sinyal yang diterima mikrofon 2. Power Amplifier 2716C: Untuk menguatkan gelombang bunyi 3. Impedance Tube kit 4206: Sebagai tempat pengukuran koefisien serapan sampel. 4. Komputer : Untuk mengolah dan menampilkan data pengujian Pengujian absorbsi suara adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu material untuk menyerap suara. Kualitas material penyerap suara di tentukan dari harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi). Semakin besar nilai α maka semakin baik kemampuan material tersebut dalam menyerap suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai 0 maka tidak ada bunyi yang diserap oleh material tersebut sedangkan jika α bernilai 1 maka 100 % bunyi yang datang diserap oleh material tersebut. Prinsip pengujian koefisien absorbs suara adalah specimen yang berbentuk lingkaran dimasukkan ke dalam bagian kepala tabung impedansi kemudian diatur frekuensi suara pada amplifier dengan frekuensi 125 – 5000 Hz maka speaker akan memberikan suara ke dalam tabung impedansi dan sound level meter.
Gambar 3.17 Dimensi Spesimen Uji Absorbsi Suara
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
57
Eq. (3.1) =
Eq. (3.2)
=
Eq. (3.3)
Gambar 3.18 Cetakan Spesimen Uji Absorbsi Suara Metode yang digunakan dalam uji absorbsi suara pada penelitian ini adalah Two Microphone Impedance Tube Technique (Transfer Function Method). Nilai koefisien absorbsi suara (α) dapat diperoleh dengan persamaan dibawah ini :
Eq. (3.4)
Eq. (3.5)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
58
Dimana : R = Koefisien refleksi sample Hl = Frequency Response Function (FRF) dari tabung impedansi Hi = FRF terkait dengan komponen gelombang dating Hr = FRF terkait dengan gelombang pantul k = nomor gelombang l = Jarak antara microphone dan sample s = jarak antar microphone 3.4.2.2. Pengujian SEM Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) menggunakan alat FEI INSPECT S50 dengan tegangan 10.000 kV di Laboratorium Karakterisasi Material Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS Pengujian ini memiliki fungsi untuk mengetahui morfologi, ukuran partikel, pori serta bentuk partikel material. Standar yang digunakan adalah ASTM E2809. Specimen uji berbentuk balok kecil berukuran 10x10x3 mm.
Gambar 3.19 Dimensi Spesimen SEM Prinsip kerja dari SEM adalah pistol elektron akan memproduksi sinar elektron, kemudian elektron tadi dipercepat oleh anoda, setelah itu lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel, elektron telah fokus tadi memindai keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai, ketika elektron mengenai sampel maka Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
59
sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Gambar 3.20 Prinsip Kerja SEM (iastate.edu) 3.4.2.3. Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik suatu material serta modulus elastisitasnya. Mesin yang digunakan adalah mesin uji tarik milik Unair Surabaya. Prosedur pengujian menurut standar ASTM D 638 M. Dimensi spesimen yang diuji sesuai standart termasuk golongan V. R
w
w Lo T L
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
60
Gambar 3.21 Dimensi Spesimen Uji Tarik
Gambar 3.22 Cetakan Spesimen Uji Tarik
ultimate Kekuatan Tarik
Elongasi
Modulus Young
Pultimate A
L Lo
Eq (3.6)
Eq (3.7)
Eq (3.8)
Dimana : P = beban yang diberikan pada specimen (N) A = luas penampang specimen (mm2) ΔL = pertambahan panjang (mm) Lo = panjang awal specimen (mm)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
61
3.4.2.4. Pengujian Densitas Uji densitas dilakukan sesuai standart ASTM D792. Untuk menghitung massa jenis digunakan spesimen yang sama dengan spesimen absorbsi suara. Perhitungannya adalah dengan mencari specific gravity terlebih dahulu yaitu dengan cara sebagai berikut: sp gr 23/23°C = a/(a + w – b)
Eq (3.9)
Dimana: a = masa spesimen, tanpa wire atau sinker di udara b = massa specimen, saat tercelup semua ke dalam air atau larutan lain sp = Spesific Gravity w = massa total sinker atau wire yang tercelup setelah mendapat specific gravity, kita dapat menghitung densitas dengan perhitungan sebagai berikut: D23C, kg/m3 = sp gr 23/23°C x 997.5
Eq (3.10)
3.4.2.5 Pengujian FTIR Mesin FTIR yang digunakan ialah Nicolet iS10 yang terdapat di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) dilakukan untuk mengetahui informasi terkait ikatan kimia yang ada pada cangkang kelapa sawit. Ikatan kimia tersebut diindikasikan dengan puncak-puncak yang berbeda. Pengujian ini dilakukan pertama kali karena untuk mengetahui ikatan dari filler cangkang kelapa sawit serta untuk mengkonfirmasi apakah bahan yang dipakai telah sesuai. Skema dari mesin FTIR dapat dilihat pada Gambar 3.27 Adapun cara kerja FTIR seperti berikut ini: Mula mula zat Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
62
yang akan diukur diidentifikasi, berupa atom atau molekul. Sinar infra merah yang berperan sebagai sumber sinar dibagi menjadi dua berkas, satu dilewatkan melalui sampel dan yang lain melalui pembanding. Kemudian secara berturut-turut melewati chopper. Setelah melalui prisma atau grating, berkas akan jatuh pada detektor dan diubah menjadi sinyal listrik yang kemudian direkam oleh rekorder. Selanjutnya diperlukan amplifier bila sinyal yang dihasilkan sangat lemah.
Gambar 3.23 Skema Uji FTIR 3.5. Rancangan Penelitian Untuk pelaksanaan penilitan di bawah ini adalah rancangan penelitian yang dilakukan. Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Pengujian No.
Spesimen Uji
1
Silicone Rubber Powder Cangkang Kelapa
2
SEM
FTIR
α
Densitas
Tarik
V
V
V
V
V
V
V
-
-
-
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
63
Sawit 3
SR+CKS 1%
V
V
V
V
V
4
SR+CKS 3%
V
V
V
V
V
5
SR+CKS 5%
V
V
V
V
V
SR = Silicone Rubber CKS = Cangkang Kelapa Sawit
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
64
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI - ITS
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell Proses preparasi komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell dilakukan dengan pencampuran Silicone Rubber (SR) dengan serbuk Oil Palm Shell (OPS) atau cangkang kelapa sawit. Pada mulanya Oil Palm Shell berbentuk serpihan granular kasar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Kemudian Oil Palm Shell ditumbuk dan disaring dengan alat sieve berukuran 60 mesh.
Gambar 4.1 Bentuk Awal Cangkang Kelapa Sawit (OPS) Sampel serbuk Oil Palm Shell dihaluskan kembali menggunakan mesin ball mill dengan nama Planetary Ball Mill PM-400 Retsch yang berada di Laboraturium Fisika Material di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. Ukuran sampel serbuk kemudian dihitung secara dinamik menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) Nano dengan nama alat yaitu PSA NanoPlus-3 yang berada di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Tangerang. Ukuran berkisar antara 1018mm. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.1.
65
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
66
Tabel 4.1 Ukuran Serbuk Oil Palm Shell Hasil Analisa Particle Size Analyzer Average Diameter Standar Deviasi No Pengujian (nm) (nm) 1 10,142.6 11,119.4 2 18,906.1 22,835.7 3 18,312.5 17,150.0 Rata-rata 15,787.07 17,035.03 Komposit yang dibuat bermatriks Silicone Rubber dan sebagai filler digunakan serbuk Oil Palm Shell. Pembuatan komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell dilakukan dengan cara menambahkan filler Oil Palm Shell berupa serbuk ke dalam Silicone Rubber. Penambahan filler ini dilakukan dengan komposisi yang berbeda yaitu 1%, 3%, dan 5%. Filler ditambahkan ke dalam larutan Silicone Rubber dan Hexane, lalu diaduk menggunakan Magnetic Stirrer selama 2 menit. Setelah Silicone Rubber terlihat mudah diaduk, ditambahkan garam dapur (NaCl) 61.5%wt dan kemudian diaduk kembali selama 3 menit. Keberadaan hexane pada campuran tersebut ialah sebagai pelarut. Silicone Rubber memiliki kekentalan yang sangat tinggi, oleh karenanya dibutuhkan pelarut untuk mempermudah proses pengadukan. Fungsi penambahan NaCl sangat penting. NaCl ditambahkan untuk memperoleh porous atau pori. Setelah penambahan NaCl, dilakukan penambahan katalis jenis Bluesil Catalyst 60R sesuai perhitungan ke dalam campuran tersebut lalu diaduk secara manual selama ± 15 detik dan dicetak pada cetakan. Proses vulkanisir dilakukan dengan memanaskan sample selama 60 menit pada temperatur 50°C untuk menguapkan hexane. Setelah sampel mengeras, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi air hangat selama 24 jam untuk menguapkan NaCl.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
67
a
b
c
d
Gambar 4.2 Spesimen Pengujian Tarik Komposit Porous SR/OPS; (a) Komposit 100%SR, (b) Komposit SR/1%wtOPS, (c) Komposit SR/3%wtOPS, (d) Komposit SR/5%wtOPS Gambar 4.2 menunjukkan hasil preparasi spesimen uji tarik komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell. Gambar 4.2(a) menunjukkan hasil preparasi spesimen uji tarik komposit 100%Silicone Rubber. Silicone Rubber berwarna putih dan memiliki pori yang relative lebih besar. Gambar 4.2(b) menunjukkan hasil preparasi specimen uji tarik komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Komposit Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell berwarna coklat dan memiliki pori yang lebih kecil daripada komposit 100% Silicone Rubber. Hal ini dikarenakan penyebaran serbuk Oil Palm Shell telah merata ke dalam komposit Porous Silicone Rubber. Gambar 4.2(c) menunjukkan hasil preparasi specimen uji tarik komposit Porous Silicone Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
68
Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell berwarna hitam dan memiliki pori yang lebih kecil dibandingkan komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Gambar 4.2(d) menunjukkan hasil preparasi specimen uji tarik komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell berwarna hitam dan memiliki pori yang lebih kecil daripada komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Dapat disimpulkan dengan bertambahnya persen berat dari filler Oil Palm Shell, maka warna yang dimiliki komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell akan semakin gelap dan pori yang dihasilkan akan semakin kecil. a
c
b
d
Gambar 4.3 Spesimen Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Komposit Porous SR/OPS; (a) 100%SR, (b) 1%wtOPS, (c) 3%wtOPS, (d) 5%wtOPS
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
69
Gambar 4.3 menunjukkan hasil preparasi spesimen uji koefisien absorbsi suara komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell. Gambar 4.3(a) menunjukkan hasil preparasi spesimen uji koefisien absorbsi suara komposit 100% Silicone Rubber. Silicone Rubber berwarna putih dan memiliki pori yang relative lebih besar. Gambar 4.3(b) menunjukkan hasil preparasi specimen uji koefisien absorbsi suara komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Komposit Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell berwarna coklat dan memiliki pori yang lebih kecil daripada komposit 100% Silicone Rubber. Hal ini dikarenakan penyebaran serbuk Oil Palm Shell telah merata ke dalam komposit Porous Silicone Rubber. Gambar 4.3(c) menunjukkan hasil preparasi spesimen uji koefisien absorbsi suara komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell berwarna hitam dan memiliki pori yang lebih kecil dibandingkan komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Gambar 4.3(d) menunjukkan hasil preparasi specimen uji koefisien absorbsi suara komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell berwarna hitam dan memiliki pori yang lebih kecil daripada komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Dapat disimpulkan dengan bertambahnya %wt dari filler Oil Palm Shell, maka warna yang dimiliki komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell akan semakin gelap dan pori yang dihasilkan akan semakin kecil dikarenakan meningkatnya kerapatan komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell. 4.2 Hasil Pengujian FTIR Pengujian untuk bisa mengetahui senyawa kimia berdasarkan ikatan atom dapat menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Uji FTIR ini dilakukan pada sampel hasil uji tarik dengan dimensi sample 1-2 mm dan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
70
pengujian ini dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia pada SR, Oil Palm Shell, dan juga komposit dari penambahan 1%wt, 3%wt, 5%wt filler Oil Palm Shell ke dalam Silicone Rubber. Dalam infrared spectroscopy, radiasi dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi infrared diserap oleh sampel dan beberapa radiasi ditransmisikan (transmitted). Spektra yang dihasilkan menggambarkan transmisi dan absorpsi molekular. Spektra yang dihasilkan mempunyai pita-pita serapan yang sangat sempit dan khas untuk tiap senyawa. Grafik hasil pengujian FTIR menghasilkan puncak grafik khusus atau peak yang berada pada range 500-4000.
Gambar 4.4 Hasil Pengujian FTIR Komposit Porous 100%SR Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
71
Gambar 4.4 menunjukkan hasil pengujian FTIR Komposit Porous 100% Silicone Rubber. Komposit Porous 100% Silicone Rubber memiliki beberapa peak yang dapat dianalisasenyawa kimianya berdasarkan ikatan atomnya. Pada daerah serapan 3410cm-1 terdapat ikatan O-H, 2962.04cm-1 terdapat ikatan C-H stretch, 1637.08cm-1 terdapat ikatan C=C, 1258.40cm-1 terdapat ikatan Si-CH3, 1010.05cm-1 terdapat ikatan Si-O-Si, 789.24cm-1 terdapat ikatan Si-CH3.
Gambar 4.5 Hasil Pengujian FTIR Partikel OPS Gambar 4.5 menunjukkan hasil pengujian FTIR partikel Oil Palm Shell. Partikel Oil Palm Shell ini memiliki beberapa peak yang dapat dianalisa senyawa kimianya berdasarkan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
72
ikatan atomnya. Terlihat pada daerah serapan 3334.50cm-1 terdapat ikatan O-H Stretch, daerah serapan 2922.81cm-1 terdapat ikatan CH2 Stretch, daerah serapan 1717.33cm-1 terdapat ikatan C=O, daerah serapan 1593.38cm-1 terdapat ikatan C=C, daerah serapan 1236.50cm-1 terdapat ikatan COCH3, dan daerah serapan 1031.31cm-1 terdapat ikatan C-O Strech. 5% 3% 1% Murni
450 1653.37
400 3414.44
2962.05
% Transmitance
350
1258.40
300
1718.18
1008.15
788.15
1006.86
786.99
1411.79
2962.00
250
1258.04
200 1631.44
2962.14
150
1258.41
3370.40
1010.04
100
787.59
1637.08
50
3410.43
2962.04
1258.40 1010.05 789.24
0 4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
-1
Wavenumber (cm )
Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Pengujian FTIR pada Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS Dengan Penambahan 1%wt, 3%wt, 5%wt OPS Gambar 4.6 menunjukkan hasil pengujian FTIR pada komposit Porous 100% Silicone Rubber dan komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell dengan penambahan 1%wt, 3%wt, 5%wt Oil Palm Shell. Terlihat tidak ada perbedaan yang jauh antara komposit Porous 100% Silicone Rubber
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
73
dengan komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell dengan penambahan 1%wt, 3%wt, 5%wt Oil Palm Shell.
Gambar 4.7 Hasil Pengujian FTIR Komposit Porous 100%SR, Partikel OPS dan Komposit Porous SR/ 5%wtOPS Gambar 4.7 menunjukkan hasil pengujian FTIR komposit Porous 100% Silicone Rubber, partikel Oil Palm Shell dan komposit Porous Silicone Rubber/ 5%wt Oil Palm Shell. Berdasarkan hasil FTIR dapat dilihat bahwa pada komposit Silicone Rubber dengan penambahan filler Oil Palm Shell, ikatan antara matriks dengan filler yang terjadi adalah ikatan mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan puncak pada hasil pengujian FTIR sebelum ditambah dengan filler maupun sesudah ditambah dengan filler. Keadaan ini disebabkan karena penambahan filler Oil Palm Shell tidak ikut bereaksi saat proses pematangan karet. Yang membedakan hanyalah jumlah Silicone Rubber yang Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
74
terkandung dalam komposit. Selain itu, filler Oil Palm Shell dengan Silicone Rubber hanya berikatan mekanik juga ditunjukkan dengan tidak adanya puncak baru. Jika Silicone Rubber dengan filler Oil Palm Shell berikatan secara kimia, maka akan muncul puncak baru yang mengandung ikatan antara Silicone Rubber dengan filler Oil Palm Shell. Berdasarkan grafik tersebut, maka dapat dipastikan bahwa puncak hasil FTIR di atas mewakili ikatan kimia dari Silicone Rubber yaitu polidimetilsiloksan (PDMS). Senyawa yang ada pada Silicone Rubber bisa ditentukan dengan menganalisa peak FTIR. Daerah serapan dari masing-masing Silicone Rubber beserta ikatannya bisa dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Analisa Daerah Serapan dan Ikatan Kimia Komposit Porous 100%SR dan Porous SR/OPS Daerah Gugus Material Serapan Ikatan Fungsi (cm-1) 3410.43 O-H Hidroksil 2962.04 C-H stretch Alkana 1637.08 C=C Alkena 1258.40 Si-CH3 Silana SR Murni 1010.05 Si-O-Si Siloksan 864 Si-O Siliksan 789.24 Si-CH3 Silana 694.22 Si-O Bend Siloksan 3334.50 O-H Stretch Hidroksil 2922.81 CH2 Stretch Akana 1717.33 C=O Karbonil OPS 1593.38 C=C Alkena 1236.50 CO-CH3 Keton 1031.31 C-O Strech Hidroksil 3370.40 NH Strech Amina SR/1%wtOPS 2962.14 C-H stretch Alkana Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
SR/3%wtOPS
SR/5%wtOPS
1631.44 1258.41 1010.04 787.59 2962.00 1718.18 1411.79 1258.04 1006.86 786.99 3414.44 2962.05 1653.37 1258.40 1008.15 788.15
C=C Si-CH3 Si-O-Si Si-CH3 C-H stretch C=O Si-CH=CH2 Si-CH3 Si-O-Si Si-CH3 O-H Strech C-H stretch C=C Si-CH3 Si-O-Si Si-CH3
75
Alkena Silana Siloksan Silana Alkana Karbonil Silana Silana Siloksan Silana Hidroksil Alkana Alkena Silana Siloksan Silana
4.3 Hasil Pengujian SEM Pengujian SEM ini dilakukan untuk melihat morfologi komposit. Morfologi dari komposit Porous 100% Silicone Rubber dan komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell ditunjukkan dengan fotomikrograph Scanning Electron Microscope. Hasil morfologi ini dilakukan di laboratorium karaterisasi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS. Spesimen uji SEM dibuat dengan dimensi 10x10x10 mm lalu dilapisi coating AuPd setelah itu dimasukkan kedalam alat uji SEM.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
a
c
b
d
76
Gambar 4.8 Hasil Pengujian SEM Komposit Porous SR/OPS Perbesaran 50x, (a) 100%SR, (b) 1%wtOPS, (c) 3%wtOPS, (d) 5%wtOPS Gambar 4.8 mununjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell dengan pembesaran 50x. Gambar 4.8(a) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous 100% Silicone Rubber. Komposit Porous 100% Silicone Rubber memiliki jumlah pori yang relative banyak dan juga memiliki bentuk pori yang besar dengan susunan pori yang tertutup (closed cell). Gambar 4.8(b) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell memiliki jumlah pori lebih sedikit dan ukurannya yang lebih kecil dibandingkan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
77
dengan komposit 100% Silicone Rubber. Gambar4.8(c) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell memiliki jumlah pori yang lebih sedikit dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Gambar 4.8(d) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell. Komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell memiliki jumlah pori yang lebih sedikit dan ukuran yang lebih kecil dibandingkan komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. a
b
c
d
Gambar 4.9 Hasil Pengujian SEM Komposit Porous SR/OPS Perbesaran 250x, (a) 100%SR, (b) 1%wtOPS, (c) 3%wtOPS, (d) 5%wtOPS Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
78
Gambar 4.9 mununjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell dengan pembesaran 250x. Gambar 4.9(a) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous 100% Silicone Rubber. Pada komposit Porous 100% Silicone Rubber terlihat sisasisa NaCl yang belum terlarut saat perendaman dengan air panas. Gambar 4.9(b) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Pada komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell terlihat jumlah sisa-sisa NaCl semakin berkurang dibandingkan dengan komposit 100% Silicone Rubber. Terlihat pula sisa-sisa partikel Oil Palm Shell yang tidak larut saat pencampuran. Gambar4.9(c) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell.Pada komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell terlihat sisa sisa NaCl semakin sedikit dibandingkan dengan komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Terlihat pula partikel Oil Palm Shell semakin banyak dibandingkan Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Gambar 4.9(d) menunjukkan hasil pengujian SEM komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell. Pada komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell terlihat semakin banyak jumlah partikel Oil Palm Shell dibandingkan komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell. Dapat disimpulkan penambahan filler Oil Palm Shell ke dalam komposit akan mengurangi jumlah pori dalam komposit dan juga mengurangi ukuran pori menjadi lebih kecil. Hal ini dikarenakan penambahan filler Oill Palm Shell ke dalam Silicone Rubber akan mengurangi jumlah berat dari NaCl, sehingga pori yang dihasilkan pun akan berkurang. Pada penambahan 5%wt Oil Palm Shell mengakibatkan permukaan Silicone Rubber tertutupi. Berdasarkan teori perekatan secara mekanik, perekat harus mempenetrasi rongga-rongga pada permukaan dan menggantikan udara Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
79
yang terjebak pada ikatan antarmuka tersebut. Teknik yang disarankan untuk meningkatkan ikatan interlocking mekanik dengan cara menutup atau mengisi pori dalam komposit dengan cara meningkatkan kekasaran permukaan butiran serbuk, meningkatkan rongga permukaan butiran serbuk, sehingga dapat menyerap matriks. Teknik ini akan meningkatkan sifat mekanik secara keseluruhan komposit (Pramono, 2012). 4.4 Hasil Pengujian Tarik Pengujian tarik ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan tarik maksimum. Spesimen yang digunakan adalah komposit Porous 100% Silicone Rubber, komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell, komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell, dan komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan mesin Tarik Autograph milik Universitas Airlangga Surabaya. Hasil pengukuran mesin tarik berupa data gaya dan pertambahan panjang. Perhitungan kekuatan dilakukan dengan membagi gaya yang terukur pada titik patah terhadap luas penampang. Cetakan untuk uji tarik dibuat menggunakan kayu yang dibentuk sesuai dengan ASTM D 638 M. Dari pengujian kekuatan tarik yang telah dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut : Tabel 4.3 Data Pengujian Tarik pada Komposit Porous 100%SR dan Porous SR/OPS Fraksi Massa Serat 100% SR 1%wt OPS 3%wt OPS 5%wt OPS ± Standar Deviasi
Kekuatan Tarik (Mpa) 0.61 ± 0.037127378 0.70 ± 0.035358379 0.73 ± 0.039633104 0.72 ± 0.02830936
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
80
3
Gambar 4.10 Grafik Kekuatan Tarik pada Material Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS Dari gambar 4.10 di atas dapat diketahui bahwa pada spesimen komposit Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell mempunyai nilai kekuatan tarik tertinggi sebesar 0.73 Mpa. Sedangkan pada spesimen Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell didapatkan nilai kekuatan tarik sebesar 0.72Mpa dan 0.70 Mpa untuk spesimen komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell. Untuk nilai kekuatan tarik terendah terdapat pada spesimen komposit Porous 100% Silicone Rubber yaitu sebesar 0.61 Mpa. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan partikel filler ke dalam komposit memiliki peranan penting dalam pertambahan nilai kekuatan tarik komposit. Pada penambahan 3%wt filler Oil Palm Shell didapatkan nilai kekuatan tarik paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan 3%wt filler Oil Palm Shell berhasil mengoptimalkan pendistribusian tegangan. Kemungkinan lain juga disebabkan penyebaran Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
81
partikel Oil Palm Shell yang seragam di dalam matriks sehingga meningkatkan interaksi filler-matriks dan juga adhesi antarmuka dengan partikel yang lebih baik. Dengan demikian, transfer tegangan beban menjadi lebih merata dan sampel mampu mempertahankan beban lebih sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang tinggi. Namun penurunan kekuatan tarik terjadi pada penambahan 5%wt partikel filler Oil Palm Shell. Hal ini disebabkan adanya penggumpalan filler karena jumlahnya yang banyak. Banyaknya filler akan mengakibatkan penggumpalan yang mana akan mempengaruhi transfer tegangan dan juga mengakibatkan poor wetting pada spesimen. Poor wetting ialah suatu zat cair yang tidak mampu membasahi zat padat dan memiliki sudut kontak >180o. Fenomena poor wetting ini mempengaruhi kecenderungan pembentukan void pada komposit. Menurut Neitzel dkk, pertikel memiliki kecenderungan kuat berkumpul satu sama lain dan membentuk gumpalan sehingga memperkecil daerah adhesi antarmukanya. Filler yang mengalami penggumpalan akan menurunkan interaksi filler-matriks sebagai hasil dari mengecilnya daerah adhesi antarmuka. Kekuatan uji tarik menurun terhadap penambahan filler. Hal ini dikarenakan sifat filler yang getas dibandingkan dengan Silicone Rubber. Selain itu penurunan kekuatan tarik dapat diakibatkan oleh filler yang berbentuk serbuk maka ketika dilakukan uji tarik, patahan disebabkan karena putusnya matriks, bukan patahnya filler. 4.5 Hasil Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Cetakan absorbsi suara dibuat dari seng dengan dimensi 100mm dan tinggi 30mm. Cetakan dibungkus dengan aluminium foil untuk melapisi bagian bawah cetakan agar hasil cetakan tidak bocor. Pengujian koefisien absorbsi dilakukan sesuai dengan standar metode ASTM E1050 tentang pengujian material Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
82
akustik. Pengujian dilakukan di Laboratorium Vibrastic Teknik Fisika FTI ITS. Perangkat yang digunakan meliputi dua microfon, amplifier, tabung impedansi B&K 4206, pulse multi analyzer, dan laptop. Specimen dipasang dalam tabung impedansi dengan posisi melintang menggunakan penyangga plastisin. Kemudian dipancarkan gelombang suara dengan frekuensi rendah hingga frekuensi tinggi. Gelombang yang datang dari microfon diserap oleh permukaan specimen dan ditangkap kembali oleh microfon yang kedua. Hasil dari gelombang suara yang datang dan tertangkap kemudian dianalysis untuk mendapatkan fungsi respon frekuensi. Nilai koefisien absorbsi suara kemudian diolah oleh software pulse 4.6 dan disajikan dalam bentuk nilai alfa. Semakin besar nilai α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α memiliki range 0 sampai 1. Hasil pengujian absorbsi suara yang telah dilakukan ditunjukkan oleh tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Hasil Pengujian Absorbsi Suara Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS Frekuensi (Hz)
Nilai Koefisien Absorbsi Suara (α)
125
100%SR 0.17
1%wtOPS 0.18
3%wtOPS 0.19
5%wtOPS 0.19
250
0.25
0.26
0.28
0.30
500
0.26
0.31
0.31
0.32
1000
0.32
0.30
0.29
0.28
2000
0.42
0.41
0.38
0.38
4000
0.44
0.43
0.40
0.39
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
83
Berdasarkan dari tabel 4.3 terlihat bahwa α tertinggi terletak pada frekuensi tinggi. Hal ini sesuai dengan grafik pada gambar 4. yang menandakan komposit Oil Palm Shell dengan matriks Silicone Rubber sebagai porous absorbser. Nilai α tertinggi terjadi karena kapasitas absorbsi suara terjadi (Howard, 2011).
Gambar 4.11 Grafik Nilai Koefisien Absorbsi Suara Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS Gambar 4.11 menunjukkan grafik koefisien absorbsi suara. Nilai α komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell mengalami peningkatan seiring meningkatnya frekuensi. Nilai koefisien absorbsi suara tertinggi terdapat pada komposit Porous 100% Silicone Rubber dengan nilai 0.44 pada frekuensi 4000Hz. Nilai α komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell mengalami peningkatan seiring meningkatnya frekuensi. Pada frekuensi 4000 Hz, nilai α sebesar 0.43. Lalu untuk komposit Porous Silicone Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
84
Rubber/3%wt Oil Palm Shell, nilai α meningkat seiring bertambahnya frekuensi yaitu 0.40 pada frekuensi 4000 Hz. Pada komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell nilai α pada frekuensi 4000Hz adalah 0.39. Pada frekuensi 1000Hz, koefisien absorbsi suara komposit Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell, Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell, dan Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell mengalami penurunan lalu meningkat lagi disebabkan oleh karateristik spesifik dari material itu sendiri dalam memantulkan suara pada 1000Hz. Dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien absorbsi suara akan meningkat seiring dengan bertambahnya frekuensi. Namun penurunan nilai koefisien absorbsi suara terjadi seiring penambahan filler Oil Palm Shell. Hal ini dikarenakan penambahan filler Oil Palm Shell meningkatkan densitas dari komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell. Semakin besar densitas sampel maka nilai koefisien serapan bunyi semakin kecil atau semakin menurun. Pada sampel dengan densitas yang besar, gelombang bunyi yang datang sebagian besar akan dipantulkan dan hanya sebagian kecil saja yang dapat diteruskan atau diserap. Hal ini disebabkan meningkatnya densitas suatu material menyebabkan peningkatan impedansi material tersebut, sehingga material akan lebih cenderung menghambat gelombang yang melewati material tersebut. 4.6 Hasil Pengujian Densitas Pengujian densitas dilakukan untuk perhitungan massa jenis dari tiap spesimen dengan cara menimbang terlebih dahulu massa dari setiap specimen dan juga gelas ukur berisi air yang di dalamnya terdapat sebuah kawat atau sinker. Setelah menimbang, setiap specimen disangkutkan pada kawat lalu di masukkan ke dalam gelas ukur lalu ditimbang. Lalu selanjutnya dilakukan perhitungan dengan
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
85
membandingkan massa spesimen saat di udara dan saat berada di dalam air. Tabel 4.5 merupakan tabel hasil uji densitas pada spesimen komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell. Silicone Rubber memiliki densitas sebesar 1.12 g/cm³. Sedangkan pada eksperimen, massa jenis Porous 100% Silicone Rubber 0.68 g/cm³. Massa jenis Porous 100% Silicone Rubber eksperimen berbeda dengan teori. Hal ini dikarenakan kerapatan yang dimiliki Silicone Rubber sangat tinggi dibandingkan Porous Silicone Rubber. Penambahan filler juga berpengaruh terhadap nilai densitas. Dapat dilihat dari hasil pengujian pada penambahan filler 1%wt Oil Palm Shell, didapatkan nilai densitas sebesar 0.75 g/cm³. Lalu pada penambahan filler 3%wt dan 5%wt Oil Palm Shell didapatkan nilai densitas berturut turut sebesar 0.76 g/cm³ dan 0.98 g/cm³. Tabel 4.5 Data pengujian Densitas Pada Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS Fraksi Massa Serat
Densitas (g/cm³)
100% SR 1% OPS 3% OPS 5% OPS
0.68 0.75 0.76 0.98
Dapat diartikan bahwa semakin banyak penambahan filler maka akan meningkatkan nilai densitasnya. Terbukti dengan bertambahnya fraksi massa filler maka nilai densitas akan menurun dibuktikan dengan Gambar 4.12. Penambahan filler akan mengurangi jumlah prosentase campuran antara Silicone Rubber, hexane, dan NaCl. Pada pembuatan pori komposit, NaCl adalah bahan utama yang dibutuhkan. Apabila prosentasi jumlah NaCl berkurang, maka Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
86
jumlah pori yang dihasilkan akan berkurang juga. Dan apabila jumlah pori berkurang, maka kemampuan komposit untuk meyerap air pun akan berkurang, sehingga specimen memiliki nilai densitas yang tinggi. Hubungan antara nilai densitas dan jumlah pori adalah jika semakin besar nilai densitas dari suatu komposit, maka dapat dipastikan jumlah pori pada komposit tersebut sedikit sehingga jumlah porinya pun berkurang. Hal ini dikarenakan suatu bahan dengan densitas besar berarti memiliki kerapatan yang besar. Karena semakin rapat komposit tersebut, maka pori-pori yang berada pada komposit akan semakin sedikit. Jadi dapat diketahui hubungan antara densitas dengan jumlah pori adalah berbanding terbalik.
Gambar 4.12 Grafik Nilai Uji Densitas pada Komposit Porous 100%SR dan Komposit Porous SR/OPS
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI - ITS
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1. Penambahan filler 1-3%wt Oil Palm Shell meningkatkan kekuatan tarik komposit. Kekuatan tarik paling tinggi didapat pada penambahan filler 3%wt Oil Palm Shell dengan nilai 0.73Mpa dan nilai densitas tertinggi terdapat pada komposit Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell yaitu 0.98 g/cm³. 2. Morfologi komposit Porous Silicone Rubber/Oil Palm Shell berbentuk closed cell pores. 3. Nilai koefisien absorbsi suara tertinggi terdapat pada komposit Porous 100% Silicone Rubber sebesar 0.44 pada frekuensi 4000 Hz.
5.2 Saran Penelitian selanjutnya disarankan : 1. Menggunakan penguat berbentuk serat agar dapat meningkatkan kekuatan tarik dari silicone rubber. 2. Spesimen uji dibuat minimal dua buah untuk setiap pengujian agar mendapatkan tren perbandingan pada hasilnya. 3. Menggunakan NaCl murni sebagai pengganti garam dapur.
87
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
88
DAFTAR PUSTAKA
ASTM D729-08. Standard Test Methods for Density and Specific Gravity (Relative Density) of Plastics by Displacement. ASTM Subcommittee D20.70. ASTM E1050-98. Standard Test Method for Impedance and Absorbtion of Acoustical Material Using a Tube, Two Microphones, and Digital Frequency Analysis System. ASTM Subcommittee E33.01. ASTM E2809, Standard Guide for Using Scanning Electron Microscopy/X Ray Spectrometry in Forensic Paint Examinations, Annual book of ASTM Standards, Vol.08.01, American Society for Testing and Materials (ASTM), Philadelphia, USA. ASTM D638 M. Standard Test Method for Tensile Properties of Plastic. ASTM Subcommittee D20.10. Athahillah, M. 2013. Pengaruh Jenis Katalis terhadap Kekuatan Tarik dan Stabilitas Termal Poli (dimetilsiloksan) (PDMS) Untuk Lapisan Pelindung Baja. Surabaya. ITS press. Bhowmick, Anil K., dan Howard L. Stephens. 2001. Handbooks Of Elastomers. 2nd Edition, Revised, and Expanded. CRC Press Bruel & Kjaer. 1986. Noise Control Principles and Practices 2nd Edition. Denmark: Naerum Offset. Callister, William D, Jr. 2008. Materials Science and Engineering: An Introduction 8th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Ciullo, Peter A.. 1996. Industrial Minerals and Their Uses “A handbook and formulary”. Noyes Publications Dagwa dkk. 2012. Characterization of Palm Kernel Shell Powder for Use in Polymer Matrix Composites.
Doelle, Leslie L. 1972. Environmental Acoustic. New York: McGrawHill,Inc. Doelle, Leslie L. 1993. Akustik Bangunan. Jakarta : Erlangga. Edoyanto, Ari. 2011. Morphologi Penampang Kelapa Sawit. Farid, M dan Muhammad Agung Sahida. 2015. Pengaruh Variasi Komposisi Serat Terhadap Nilai Koefisien Absorpsi Suara dan Perilaku Mekanik Pada Komposit Serat Ampas Tebu Dan Bambu Betung Dengan Matriks Gypsum. Surabaya. ITS press. Farid, M dan Stefanus Laga Suban. 2015. Pengaruh Panjang Serat Terhadap Nilai Koefisien Absorpsi Suara dan Sifat Mekanik Komposit Serat Ampas Tebu dengan Matriks Gipsum. Surabaya. ITS press. Farid, M, Ahaddin Erdinanto Eko, dan Vania Mitha Pratiwi. 2015. Analisa Pengaruh Fraksi Massa Terhadap Kekuatan Lentur dan Sifat Fisik Pada Pembuatan KompositPolyurethane/Serat Bambu Betung dengan Metode Hand Lay-up Untuk Aplikasi Door Panel Mobil. Surabaya. ITS press. Farid, M, Yusuf Sultoni, dan Alvian Toto Wibisono. 2015. Pengaruh Proses Alkali dan Fraksi Massa Serat Terhadap Sifat Fisik dan Sifat Mekanik pada Komposit Polyurethane/Coir Fiber. Surabaya. ITS press. Farid, M, H. Ardhyananta, V. M. Pratiwi, S. P Wulandari, 2015. Correlation between Frequency and Sound Absorption Coefficient of Polymer Reinforced Natural Fibre. Advanced Materials Research. Vol.1112, pp. 329-332. Fengel D dan Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksireaksi.“Ed ke-1. Harjono Sastroamidjoyo penerjemah: Soenardi Prawirohatmodjo, penyunting. Gajah mada University Press. Terjemahan dari: Wood: Chemistry, Ultrastructure, reactions.
Giancoli D.C., 1998. Fisika, Penterjemah Yuhilsa Hanum, Jakarta : Penerbit Erlangga, hlm 407-444. Guritno, Purboyo & Basuki Wirjo Sentono. 2000. Jurnal PPKS: Impregnasi Kayu Kelapa Sawit Menggunakan Resin Pinus Merkusi dan Asam Aklirat, Vol 8. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Harris C M. 1957. Hand Book of Noise Control. McGraw Hill Book Company nc.New York. Hersoesanto, Widjoko S, dan Rachmadi Purwana 1974. Perlindungan Karyawan Perusahaan Terhadap Pengaruh Kebisingan. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Hemond Jr, Conrad J. 1983. Engineering Acoustics and Noise Control. Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey . Howard, M David, dan Angus S A Jamie. 2009. Acoustic and Psychoacoustic 4th Edition. Oxford United Kongdom : Focal press is an imprint of Elsevier. Huang dkk. 2014. Tunable Sound Absorption of Silicone Rubber Materials via Mesoporous Silica. Irwan, Yusril. 2013. Pembuatan Dan Uji Karateristik Akustik Komposit Papan Sabut Kelapa. ITN. Bandung. Jacobs James A Thomas F. 2005. Structures, Processing, Properties and Selection 5th. Engineering Materials Technology. New Jersey Columbus, Ohio. Jorge P Arenas dan Malcolm J Crocker. 2010. “Recent Trends in Porous Sound-Absorbing Materials”. Kalita dkk. 2015. Absorption Materials Used In Muffler. Vol. 2, Issue 2, pp: (31-37). Department of Mechanical and Industrial Technology, Lovely Professional University, Phagwara, Punjab, India.
Lewis,
H. dan Douglas, H. 1993. Industrial Noise Fundamentals and Application. Reyised. New York.
Control
Maghrifandi, R. 2013. Pengaruh Penambahan Grafit Terhadap Kekuatan Tarik, Konduktivitas Listrik dan Stabilitas Termal Pada Komposit Polidimetilsiloksan/Grafit. Surabaya. ITS press. Morton, Maurice. 1963. Introduction to Rubber Technology. New York: Reinhold Publisihing Corporation. Nagdi, Khairi. 1993. Rubber as an Engineering Material : Guidline for Users. Hanser Publ. : Munich. Nurun Nayiroh. 2013. ”Teknologi Material Komposit”. Universitas Islam Negeri Malang, Malang. Odian, George. 2004. Principles of Polymerization Fourth Edition. Jhon Wiley & Sons, Inc. New Jersey Okoroigwe dkk. 2014. Characterization of Palm Kernel Shell for Reinforcement and Water Treatment. Vol.5(1), pp (1-6). Michigan State University, East Lansing, USA. Olumuyiwa dkk. 2012. Effects of Palm Kernel Shell on the Microstructure and Mechanical Properties of Recycled Polyethylene/Palm Kernel Shell Particulate Composites. Department of Metallurgical and Materials Engineering, University of Lagos, Lagos, Nigeria. Pamungkas, Sigit. 2012. Analisis Penggunaan Knalpot Model Standar Terhadap Kinerja Mesin 4 Langkah 100cc dan 125cc. Tugas Akhir Program Studi Teknik Mesin Universitas Indonesia. Potente, Daniele. 2005. General Design Principle for an Automotive Muffler. Proceeding of Acoustic. Sidney, Australia. Resnick R., dan Halliday D., 1992. Basic Concept in Rel. And Early Quantum Mechanics, Mac Milan Co. New York. Fisika, Penterjemah Pantur Silaban dan Erwin Sucipto, Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm 656-693.
Rhodorsil RTV-585.1998. Technical Data Sheet. Germany. Rhodia. Rosamah dkk. 2015. Properties Enhancement Using Oil Palm Shell Nanoparticles of Fibers Reinforced Polyester Hybrid Composites. Schwartz, M.M. 1984. Composite Materials Handbook. New York: McGraw-Hill Inc. Serway, Raymond A., and John W. Jewett. 2015. Physics for Scientists and Engineers, Technology Update 9th edition. Sixta, Herbert, 2006. Handbook of Pulp, volume 1, Willey-VCH Verlog GmbH and co., Lenzig, page 610-611, 634, 849-852. Suhardiman. 2010. Penyelidikan Karakteristik Akustik (Acoustical Properties) Material Komposit Polimer Yang Terbuat Dari Serat Batang Kelapa Sawit Menggunakan Variabel Komposisi Ketebalan. Medan: Tesis Magister Teknik Mesin USU. Sulistijono. 2012. Mekanika Material Komposit. Institut Teknologi Sepuluh Nopember : Surabaya. Sutrisno. 1979. Fisika Dasar, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology Wood. Structur, Properties, Utilization. Van Vostrand Reinhold Inc. USA. Utomo, Deni B dan Hosta Ardhyananta. 2015. Studi Pengaruh Curing Catalyst (Katalis Curing) Benzoil Peroksida Terhadap Kekuatan Tarik Dan Stabilitas Termal Karet Silikon. Surabaya. ITS press. Vlack, Lawrence H. Van. 1995. Ilmu dan Teknologi Bahan. Terjemahan Ir. Sriati Djaprie. Jakarta : Erlangga. Wang dkk, 2010. “Study On Compressive Resistance Creep and Recovery of Flexible Pressure Sensitive Material Based On Carbon Black Filled Silicone Rubber Composite”.
Wirajaya, A. 2007. Karakteristik Komposit Sandwich Serat Alami sebagai Absorber Suara. Tesis. ITB. Bandung. Widodo, B, 2008. Sifat Mekanik Komposit Epoksi Dengan Penguat Serat Pohon Aren (Ijuk) Model Lamina Berorientasi Sudut Acak (Random). ITN. Malang. Yoshimura dkk. 2015. “Flexible Tactile Sensor Materials Based on Carbon Microcoil/Siliconerubber Porous Composites”. Yoshimura dkk. 2012. “Mechanical and Electrical Properties in Porous Structure of Ketjenblack/Siliconerubber Composites". Zhao dkk. 2013. Preparation of Microporous Silicone Rubber Membrane with Tunable Pore Size via Solvent EvaporationInduced Phase Separation.
LAMPIRAN PERHITUNGAN MASSA SPESIMEN Menurut hasil percobaan yang dilakukan peneliti: -Massa Komposit : 220 gr (untuk memenuhi cetakan uji absorbsi suara) Dengan perbandingan (dalam %) : -
SR : 15.4% NaCl : 61.5 % Hexane : 21.1 % Bluesil : 2 %
A. SR Murni SR : 15.4% =33.88 gr NaCl : 61.5 % = 135.3 gr Hexane : 21.1 % = 46.42 gr Bluesil : 2 % = 4.4 gr B. 1% OPS 1% OPS : 2.2 gr 220-2.2 gr = 217.8 gr SR : 15.4% = 33.5412 gr NaCl : 61.5 % = 133.947 gr Hexane : 21.1 % = 45.9558 gr
Bluesil : 2 % = 4.356 gr C. 3% OPS 3% OPS : 6.6 gr 220-6.6 gr = 213.4 gr SR : 15.4% = 32.8636 gr NaCl : 61.5 % = 131.241 gr Hexane : 21.1 % = 45.0274 gr Bluesil : 2 % = 4.268 gr D. 5% OPS 5% OPS : 11 gr 220-11 gr = 209 gr SR : 15.4% = 32.186 gr NaCl : 61.5 % = 128.535 gr Hexane : 21.1 % = 44.009 gr Bluesil : 2 % = 4.18 gr
-Massa Komposit : 50 gr (untuk memenuhi cetakan uji tarik) Dengan perbandingan (dalam %) : -
SR : 15.4% NaCl : 61.5 % Hexane : 21.1 % Bluesil : 2 %
A. SR Murni SR : 15.4% = 7.7 gr NaCl : 61.5 % = 30.75 gr Hexane : 21.1 % = 10.55 gr Bluesil : 2 % = 1 gr B. 1%OPS 1% OPS : 0.5 gr 50-0.5 gr = 49.5 gr SR : 15.4% = 7.623 gr NaCl : 61.5 % = 30.4425 Hexane : 21.1 % = 10.4445 gr Bluesil : 2 % = 0.99 C. 3%OPS 3% OPS : 1.5 gr 50-1.5 gr = 48.5 SR : 15.4% = 7.469 gr NaCl : 61.5 % = 29.8275 gr Hexane : 21.1 % = 10.2335 Bluesil : 2 % = 0.97 gr D. 5%OPS 5% OPS : 2.5 gr 50-2.5 gr =
SR : 15.4% = 7.315 gr NaCl : 61.5 % = 10.0225 gr Hexane : 21.1 % = 29.2125 gr Bluesil : 2 % = 0.95 gr
Grafik Uji Densitas 1.20
Densitas (gr/cm3)
1.00
0.80
0.60 0.98 0.40 0.68
0.75
0.76
1%OPS
3%OPS
0.20
0.00 100%SR
Fraksi Massa (%wt)
Gambar Grafik Uji Densitas
5%OPS
0.74
0.72
Uji Tarik
Kekuatan Tarik (Mpa)
0.70 0.68 0.66 0.64
0.73
0.62
0.72
0.70
0.60 0.58
0.61
0.56 0.54 murni
Komposisi Filler OPS (%wt) Gambar Grafik Uji Tarik
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar Spesimen Uji Tarik
Koefisien Absorbsi Suara
0.45 0.40 0.35 0.30
100% SR 1% CKS 3% CKS 5% CKS
0.25 0.20 0.15 0
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
Frekuensi (Hz) Grafik Nilai Koefisien Absorbsi Suara Komposit SR/ OPS
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar Spesimen Uji Koefisien Absorbsi Suara
Hasil Pengujian FTIR Komposit 100%SR
Hasil Pengujian FTIR Partikel OPS
5% 3% 1% Murni
450 1653.37
400 3414.44
2962.05
% Transmitance
350
1258.40
300
1718.18
1008.15
788.15
1006.86
786.99
1411.79
2962.00
250
1258.04
200 1631.44
2962.14
150
1258.41
3370.40
1010.04
100
787.59
1637.08
50
3410.43
2962.04
1258.40 1010.05 789.24
0 4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
Wavenumber (cm-1)
Hasil Pengujian FTIR pada 100%SR dan Komposit SR/ OPS
Hasil Pengujian FTIR 100%OPS, 100%SR dan Komposit SR/ 5%OPS
Hasil SEM 100%SR, Perbesaran 50x, 100x, 250x
Hasil SEM Komposit Penambahan 1% OPS, Perbesaran 50x, 100x, 250x
Hasil SEM Komposit Penambahan 3% OPS, Perbesaran 50x, 100x, 250x
Hasil SEM Komposit Penambahan 5% OPS, Perbesaran 50x, 100x, 250x
Hasil Pengukuran Partikel Oil Palm Shell
Hasil Pengukuran Partikel Oil Palm Shell
Hasil Pengujian Koefisien Absorbsi Suara 100% Silicone Rubber
Hasil Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Porous Silicone Rubber/1%wt Oil Palm Shell
Hasil Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Porous Silicone Rubber/3%wt Oil Palm Shell
Hasil Pengujian Koefisien Absorbsi Suara Porous Silicone Rubber/5%wt Oil Palm Shell
BIODATA PENULIS
Penulis bernama Zulhelmi Lutfi, lahir di Bontang pada tahun 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Alm. Syafikurrachman dan Fitria Ali Lahdjie. Pendidikan yang penulis tempuh bermula dari Playgroup Kuncup Melati Bontang (1996-1997), TK Yayasan Pupuk Kaltim Bontang (1997-1999), SD 1 Yayasan Pupuk Kaltim Bontang (1999-2005), SMP Yayasan Pupuk Kaltim Bontang (2005-2008), SMA Yayasan Pupuk Kaltim Bontang (2008-2011), dan dari 2011 sampai sekarang di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS Surabaya. Penulis aktif dalam berorganisasi. Pada tahun kedua di kampus, penulis diamanahi sebagai staff Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) Himpunan Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi (HMMT) dan berbagai kegiatan kepanitiaan HMMT FTI-ITS. Penulis mengambil studi pada bidang Material Inovatif (Komposit Kayu) untuk tugas akhir di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTIITS. Penulis memiliki email dan nomor handphone yang dapat dihubungi yaitu
[email protected] / 085249996508