PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT FISIK PELLET BIOMASSA YANG DIBUAT DARI BAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Dijan Supramono, dan Daniel Nomara Trylucky* Departemen Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok – 16424, Indonesia, Phone No. 7863516 Email: *
[email protected]
Abstrak Biomassa merupakan salah satu energi alternatif yang dapat mengatasi solusi krisis energi di Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu melihat pengaruh proses torefaksi terhadap sifat ketahanan moisture content, kemampuan reduksi ukuran biomassa dan ketahanan tekan pellet biomassa yang berasal dari bahan baku tandan kosong kelapa sawit. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik pengaruh torefaksi yaitu pengujian sifat ketahanan moisture content, pengujian kemampuan reduksi ukuran serta pengujian ketahanan tekan untuk melihat karakteristik sifat fisik pellet biomassa. Penelitian yang dilakukan yaitu membandingkan pembuatan pellet biomassa proses torefaksi pada variasi temperatur 225, 250, 275, 300 dan 325 oC dengan tanpa proses torefaksi. Hasil penelitian menunjukkan sifat ketahanan moisture content terbesar pada kondisi temperatur 325 oC dengan nilai 6,34 % penambahan moisture content, sedangkan nilai yang terendah yaitu pada kondisi temperatur 225 oC dengan nilai 32,08 % penambahan moisture content. Kemampuan reduksi ukuran tertinggi distribusi ukuran partikel < 125 µm yaitu pada kondisi non torefaksi sebanyak 5,89 gram, sedangkan nilai yang terendah yaitu pada variasi temperatur 325oC sebanyak 2,18 gram. Untuk distribusi tertinggi ukuran partikel > 297 µm yaitu pada kondisi temperatur 325 oC sebanyak 2,81 gram, sedangkan distribusi terendah yaitu pada kondisi non torefaksi sebanyak 0,24 gram. Nilai ketahanan tekan pellet biomassa terbesar yaitu pada kondisi non torefaksi sebesar 2,44 kgf/mm2. Kata kunci: torefaksi; karakteristik; pellet; moisture content; temperatur.
1. Pendahuluan
untuk mengembangkan lebih besar potensi biomassa sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia.[2]
Penggunaan energi secara besar-besaran, membuat manusia mengalami krisis energi. Minyak bumi dan gas alam sebagai salah satu sumber energi utama yang dipakai berlebihan, membuat ketersediannya menjadi menipis. Di Indonesia, kebutuhan dan ketergantungan energi sangat tinggi dikarenakan populasi penduduk, jumlah pabrik, perkantoran, dan industri yang sangat besar [1]. Sampai saat ini, bahan bakar yang sering digunakan dalam rumah tangga adalah bahan bakar fosil seperti LPG, karena bahan bakar fosil ini memiliki nilai bakar (heating value) yang cukup tinggi dan mudah terbakar.
Produksi biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 123,5 juta ton per tahun dan setara dengan sekitar 1455,97 juta GJ/tahun. Sumber biomassa sebagian besar berasal dari limbah tanaman padi sebesar 705 juta GJ/tahun, limbah kayu perkebunan karet sekitar 46,45 juta GJ/tahun, limbah tebu 91,19 sebesar 70,65 juta GJ/tahun, limbah kelapa sawit dengan jumlah 247,15 juta GJ/tahun, limbah kelapa sebesar 162,3 juta GJ/tahun dan sisanya sebesar 214,19 GJ/tahun berasal dari limbah kelapa, limbah industri kayu, dan limbah cair pabrik tapioka [3].
Biomassa merupakan salah satu sumber energi alternatif yang belakangan ini sedang giat dikembangkan. Berbagai implementasi produk biomassa sebagai bahan bakar sudah banyak dijadikan sebagai riset, seperti biofuel, gasifikasi biomassa, pellet biomassa, serta briket biomassa. Hal ini tentu menjadi pemicu yang baik
Proses pirolisa merupakan salah satu bentuk konversi biomassa yang menggunakan perubahan secara termokimia. Torefaksi merupakan bagian dari pirolisa yang melakukan pemanasan tanpa ada udara (oksigen) pada rentang temperatur 225-325 oC.[4]
Pengaruh torefaksi ..., Daniel Nomara Trylucky, FT UI, 2013
Biomassa yang dibakar langsung akan menimbulkan permasalahan, seperti nilai bakar yang rendah, nilai densitas bulk yang rendah, serta kadar emisi polutan yang tinggi. Untuk menyelesaikan masalah tersebut dan memperoleh hasil yang optimal, biomassa tersebut harus diolah terlebih dulu dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada segi pembakaran.[5] Karakteristik pembakaran biomassa sebagian besar dipengaruhi oleh komposisi dari bahan baku yang digunakan. Namun, permasalahannya adalah tiap biomassa memiliki perbedaan karakteristik yang cukup signifikan dan memerlukan proses yang berbeda. Tanpa mengetahui karakteristik dari tiap biomassa, seperti komposisi dan sifat, maka kita juga tidak akan tahu proses apa yang optimal untuk jenis biomassa tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu identifikasi untuk mengetahui karakteristik dari biomassa tersebut. Untuk proses pembakaran langsung, proses densifikasi juga perlu dilakukan untuk memperoleh pellet biomassa dengan densitas bulk dan nilai bakar yang lebih tinggi, emisi yang rendah, porositas yang rendah, serta penggunaan yang praktis terutama dalam hal transportasi dan penyimpanannya. Pada proses densifikasi, lignin memiliki peran yang sangat penting, yaitu sebagai perekat biomassa [5]. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik pellet biomassa dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit dengan menggunakan metode torefaksi dan membandingkan dengan karakteristik pellet biomassa dari bahan baku tanpa menggunakan proses torefaksi. Diharapkan penggunaan proses torefaksi ini dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dari segi biaya produksi, efisiensi pembuatan pellet, maupun kualitas pellet biomassa.
2. Metode Penelitian Berikut ini Gambar 1 urutan alur penelitian skripsi ini : PREPARASI BAHAN BAKU (Pembersihan, pemotongan, pengeringan)
TOREFAKSI
UJI SIFAT KETAHANAN MOISTURE
CONTENT
UJI SIFAT KEMAMPUAN REDUKSI UKURAN SAMPEL BIOMASSA
Pada tahap preparasi bahan baku dilakukan pembersihan, reduksi ukuran dan pengeringan. Reduksi ukuran bahan baku sebesar 3 cm. Setelah melalui proses reduksi ukuran, sampel dikeringkan sampai moisture content 10 % . Pada tahap torefaksi biomassa, sampel akan dipanaskan dengan variasi temperatur torefaksi 225, 250, 275, 300, 325oC dengan laju kenaikan panas 5oC/menit.[6] Berikut ini Gambar 2 peralatan pengujian torefaksi
Gambar 2. Peralatan pengujian torefaksi Tahap pengujian ketahanan moisture content semua variasi sampel biomassa hasil torefaksi maupun non torefaksi ditimbang seragam 7 gram. Semua sampel biomassa diletakkan pada wadah terbuka dan diletakkan bersama alat termohigrometer. Tahap pengujian kemampuan reduksi ukuran sampel biomassa, semua variasi sampel hasil torefaksi maupun non torefaksi ditimbang seragam 10 gram, lalu di milling selama 1 menit. Hasil distribusi diayak dengan ayakan ukuran 125, 177, 297 µm. Pada tahap pembuatan pellet, sampel biomassa variasi non torefaksi, 225, 275, 325 oC, ditimbang seragam 3-5 gram, lalu dimasukkan ke pencetak dan ditekan dengan tekanan 5 tonne. Setelah tahap pembuatan pellet biomassa, pellet biomassa dilakukan pengujian ketahanan tekan (hardness) berdasarkan ASTM D-38. Pada tahap ini pellet disinggungkan dengan identor dan diberi beban 100 kgf. Kemudian tuas beban dipompa sampai kondisi yang diinginkan. Setelah selesai, pellet dilepaskan dari identor alat pengujian. Gambar 3 dibawah ini menunjukkan peralatan ketahanan tekan biomassa.
PEMBUATAN PELLET BIOMASSA
UJI KETAHANAN TEKAN PELLET BIOMASSA
Gambar 1. Alur penelitian
Pengaruh torefaksi ..., Daniel Nomara Trylucky, FT UI, 2013
Gambar 3. Peralatan pengujian ketahanan tekan
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Tahap Torefaksi Hasil dari proses torefaksi dapat dilihat dari Gambar 4 dibawah ini.
Gambar 5. Pengaruh moisture content terhadap waktu pengujian Semakin tinggi temperatur target torefaksi, maka daya serap moisture contentnya akan semakin besar dikarenakan biomassa memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang hidrofilik.[8] 3.3 Pengujian Kemampuan Reduksi Ukuran Sampel Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh torefaksi terhadap kemampuan reduksi sampel biomassa. Tabel 1 di bawah ini merupakan hasil pengujian kemampuan reduksi ukuran sampel. Kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang hidrofilik memungkinkan akan hilangnya gugus OH selama proses torefaksi. Semakin tinggi temperatur torefaksi semakin banyak kandungan gugus OH dan kandungan organik lainnya yang hilang. Dengan demikian sampel biomassa akan semakin mudah tereduksi.[7] Tabel 1. Hasil pengujian ukuran sampel
Gambar 4. Hasil torefaksi Proses torefaksi merupakan proses pemanasan dengan kenaikan laju panas yang lambat. Sehingga, proses kerusakan dari kandungan biomassa juga mengalami degradasi yang bertahap. Semakin tinggi temperatur target torefaksi yang diinginkan, semakin besar pula kehilangan bobot sampel biomassa. Kehilangan bobot yaitu kandungan organik dan gugus OH.[7] 3.2 Pengujian Ketahanan Moisture Content Hasil dari uji ketahanan moisture content dari tiap biomassa dapat dilihat pada Gambar 5. Ketahanan moisture content tertinggi dimiliki oleh sampel biomassa dengan variasi temperatur torefaksi 325oC.
Ukuran ayakan (µm)
kemampuan
Persen Bobot Distribusi Partikel (%) Non 225 250 275 300 Torefaksi (°C) (°C) (°C) (°C)
reduksi
325 (°C)
> 297
60,23
51,98
42,04
37,75
31,08
22,41
177-297
23,67
29,03
33,32
32,73
33,82
32,65
125-177
13,65
14,85
18,26
22,41
22,01
16,03
< 125
2,45
4,14
6,39
7,11
13,09
28,92
Pengujian kemampuan reduksi ukuran sampel dilakukan dengan melihat distribusi ayakan dengan ukuran 125, 177, 297 µm. Pada sampel non torefaksi tanpa adanya pemanasan, ikatan antar partikelnya masih sangat kuat sehingga diperlukan energi yang besar untuk mereduksi ukurannya. Sedangkan sampel torefaksi yang diberi pemanasan, semakin tinggi temperatur target torefaksi akan semakin besar kehilangan kandungan organic dan gugus OH nya.[7] Berikut ini Gambar 6 distribusi bobot sampel.
Pengaruh torefaksi ..., Daniel Nomara Trylucky, FT UI, 2013
Gambar 6. Distribusi bobot sampel biomassa 3.4 Pengujian Ketahanan Tekan (Hardness) Pellet biomassa Pengujian ketahanan tekan pellet biomassa dilakukan untuk melihat karakteristik sifat fisik pellet biomassa berdasarkan ketahanan bentuk aslinya. Pengujian ini didasarkan sulitnya didapatkan biomassa berkualitas tinggi yaitu mudah disimpan, mudah ditransportasikan, dan kalor pembakaran yang besar. Banyaknya literatur pengujian fisik pellet biomassa diharuskan lebih teliti dalam memilih pengujian yang tepat. Berikut ini Tabel 2 hasil pengujian ketahanan tekan pellet biomassa Tabel 2. Hasil pengujian ketahanan tekan pellet biomassa Temperatur (°C)
Diameter (mm)
Gambar 7. Hasil pengujian ketahanan tekan pellet biomassa Beban gaya yang diberikan kepada semua pellet biomassa sebesar 100 kgf. Namun untuk kondisi tidak mampu bertahan pada kondisi tersebut sehingga bernilai nol ketahanan tekannya. Kehilangan kemampuan tetap pada bentuknya, dikarenakan berkurangnya kemampuan lignin sebagai perekat.[7] [8]
4. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang bisa diambil adalah: 1.
Hardness (kgf/mm2)
I
II
Ratarata
I
II
Ratarata
Non Torefaksi
20,60
25,00
22,80
2,97
1,91
2,44
225
30,00
32,80
31,40
1,4
1,2
1,30
275
30,00
33,40
31,70
1,4
1,12
1,26
325
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Pengujian dilakukan mengacu pada ASTM D-38 yang sesuai untuk pengujian softwood. Hasil dari pengujian berupa kerusakan berbentuk lubang cekung yang diakibatkan beban gaya yang diberikan. Lubang cekungan kerusakan pellet biomassa dilihat diameternya menggunakan alat khusus. Besarnya diameter kerusakan kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai ketahanan tekannya (hardness). Berikut ini Gambar 7 hasil pengujian ketahanan tekan pellet biomassa.
2.
3.
Sampel biomassa hasil torefaksi variasi temperatur torefaksi 325 oC memiliki sifat ketahanan moisture content paling besar, sedangkan sampel biomassa non torefaksi memiliki sifat ketahanan moisture content terkecil. Kemampuan reduksi ukuran tertinggi pada distribusi ukuran partikel < 125 µm yaitu pada kondisi non torefaksi sebanyak 5,89 gram, sedangkan yang terendah pada variasi temperatur torefaksi 325oC sebanyak 2,18 gram. Untuk distribusi terbesar ukuran partikel > 297 µm yaitu pada kondisi temperatur torefaksi 325 oC sebanyak 2,81 gram, sedangkan distribusi terendah pada kondisi non torefaksi sebanyak 0,24 gram. Nilai ketahanan tekan pellet biomassa terbesar yaitu pada kondisi non torefaksi sebesar 2,44 kgf/mm2 sedangkan nilai terendah yaitu pada kondisi temperatur torefaksi 325oC.
Daftar Acuan [1]
Demirbas, A., (2009). Biofuels : Securing The Planets Future Energy Needs [2] Kirk dan Othmer. Encyclopedia of Chemical Technology, “Wood”.Third Edition. USA: John Wiley & Sons Inc. 1990, 25: 627-659 [3] ZREU (Zentrum fur Rationell Energieanwendung and Umwelt GmbH), 2000. Biomass in IndonesiaBusiness.
Pengaruh torefaksi ..., Daniel Nomara Trylucky, FT UI, 2013
[4] Basu, Prabir. Biomass Gasification and Pyrolysis. Elsevier. UK. 2010 [5] Fisafarani, Hanani. Identifikasi Karakteristik Sumber Daya Biomasa dan Pengembangan Pellet Biomasa di Indonesia. Skripsi. DTKUI. Depok. 2010. [6]
Kiel, Jaap, dkk. 2012.Torrefaction by ECN, Bioenergy Torrefaction Workshop 20th European Biomass Conference and Exhibition:Italia [7] Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1989). Organic Chemistry. Erlangga. [8] Malcolm, S.,1989. Polymer Chemistry. Oxford University Press, Inc.
Pengaruh torefaksi ..., Daniel Nomara Trylucky, FT UI, 2013