Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitan Mamminasata
STUDI SEKTORAL (4)
PERTANIAN
KRI International Corp. Nippon Koei Co., Ltd
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Daftar Isi
1.
2.
3.
4.
GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN ............................................................1 1.1
Sektor Pertanian ..........................................................................................................1
1.2
Sub-sektor Peternakan.................................................................................................5
1.3
Sub-sektor Perikanan...................................................................................................6
1.4
Sub-sektor Kehutanan .................................................................................................7
1.5
Sub-sektor Irigasi ........................................................................................................8
ISU-ISU SEKTOR PERTANIAN..................................................................................10 2.1
Tren Kebutuhan Produk Pertanian dan Perikanan ....................................................10
2.2
Gambaran Umum Produk Pertanian .........................................................................11
2.3
Isu-Isu yang akan Dikemukakan ...............................................................................15
RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN UNTUK MAMMINASATA ..........17 3.1
Konsep Dasar Pengembangan Pertanian dan Perikanan ...........................................17
3.2
Tata Guna Lahan Pertanian Strategis ........................................................................17
3.3
Pengembangan Perikanan dan Peternakan................................................................24
3.4
Industrialisasi Berbasis Pertanian/Perikanan ............................................................26
3.5
Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB .................................................................29
PROGRAM AKSI DAN REKOMENDASI .................................................................30 4.1
Program Aksi Jangka Pendek....................................................................................30
4.2
Program Aksi Jangka Menengah dan Jangka Panjang ..............................................31
4.3
Rekomendasi untuk Dilaksanakan ............................................................................33
Lampiran 1
Luas Produksi Tanaman di Mamminasata
Lampiran 2
Diagram Pohon Produk Sampingan (by-products)
Lampiran 3
Perkiraan Biaya Tanaman, Nilai Produksi, Keuntungan Bersih dan Peruntukan Lahan
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
1.
1.1 1)
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN
Sektor Pertanian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai salah satu lumbung pangan terpenting di Indonesia. Secara khusus, Propinsi Sulawesi Selatan memasok padi dan tanaman pangan lainnya untuk propinsi lain di Sulawesi. Selain itu, wilayah Mamminasata memainkan peranan penting sebagai pintu gerbang bagi produk-produk pertanian dan perikanan ke wilayah-wilayah lain dan negara-negara asing. Di seluruh wilayah propinsi ini, sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar pada struktur PDRB yang menampung tenaga kerja lebih dari 1,83 juta jiwa atau 57% dari angkatan kerja tahun 2003. Kecuali Kota Makassar, sektor pertanian di tiga kabupaten menyumbang sekitar 45% pada struktur PDRB seperti pada Tabel 1-1. Tabel 1-1 Sumbangan Sektor Pertanian pada PDRB menurut Kabupaten/Kota (2003) PDRB menurut Persentase Pendapatan Asli Kabupaten/Kota terhadap Daerah dari Sektor (Juta Rp.) PDRB Pertanian (Juta Rp.) Makassar 74.408 2,2 3.442.520 Maros 183.471 44,2 415.111 Gowa 260.494 45,0 579.436 Takalar 112.659 43,5 259.115 Total 631.032 13,4 4.696.182 Sumber: BPS, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
Sektor pertanian terdiri atas empat sub-sektor yaitu tanaman pangan/non-tanaman pangan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tabel 1-2 berikut menunjukkan struktur PDRB menurut sub-sektor tahun 20021. Di Maros dan Takalar, sub-sektor tanaman pangan/ non-tanaman pangan dan perikanan menyumbang lebih dari 95%, sementara di Gowa hampir mencapai 95%. Tabel 1-2 Struktur Pertanian menurut Sub-sektor (2002) Persentase terhadap Pendapatan Sektor Pertanian Makassar Maros Gowa Takalar Tanaman Pangan/ Non-Tanaman Pangan N/A 48,4 94,9 48,9 Peternakan N/A 4,7 4,3 4,2 Kehutanan N/A 0,2 0,03 0,04 Perikanan N/A 46,7 0,7 46,9 Total 100,0 100,0 100,0 Sumber: BPS, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2002 dan 2003 Sub-sektor
Luas kepemilikan lahan diperkirakan rata-rata sekitar 1,28 ha/rumah di tingkat propinsi, dimana lahan sawah menempati sekitar 0,55 ha (43%), sedangkan rumah
1
Data tentang struktur PDRB menurut sub-sektor tahun 2003 tidak tersedia pada dokumen sumber.
4-1
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
tangga yang memiliki kurang dari 0,5 ha adalah sekitar 29% dari total kepemilikan lahan2. 2)
Tata Guna Lahan Tata guna lahan di Mamminasata saat ini diperkirakan seperti pada Tabel 1-3. Tabel 1-3
Tata Guna Lahan di Mamminasata Saat Ini
Kategori Makassar Daerah Perkotaan 9.090 Kawasan Permukiman 7.310 Komersil 810 Bisnis/Perkantoran 470 Kawasan Perindustrian 500 Pertanian 3.980 Tanaman Campuran 100 Teririgasi Sawah Irigasi 830 Tanaman Campuran 830 Persawahan 2.220 Perkebunan 0 Kawasan Hijau 430 Padang Rumput 0 Semak 0 Hutan 430 Perairan 2.690 Sungai 750 Daerah Berawa/Tambak 1.840 Waduk 90 Lain-lain 1.790 Lahan Kering 850 Bukit Pasir 70 Ruang Terbuka 870 Total 17.980 Sumber: Badan Pertanahan Negara
(Unit: ha) Total 14.930 13.140 820 470 500 106.050
Maros 1.280 1.280 0 0 0 36.900
Gowa 3.780 3.780 0 0 0 38.670
Takalar 780 770 10 0 0 26.490
0
7.070
3.320
10.500
0 7.580 29.290 30 46.610 1.180 3.830 41.600 8.760 1.990 6.770 0 11.030 10.300 0 730 104.860
18.870 8.040 1.690 3.000 14.300 0 470 13.830 5.480 1.430 0 4.050 9.980 9.970 0 10 72.210
8.450 8.540 6.190 0 10.440 1.000 0 9.440 3.620 850 2.670 110 13.640 13.610 0 30 54.980
28.140 24.990 39.390 3.030 71.780 2.180 4.300 65.310 20.550 5.020 11.280 4.250 36.440 34.730 70 1.640 250.030
Luas lahan pertanian di Mamminasata diperkirakan berkisar 106.050ha, yang berarti sekitar 42% dari total luas lahan. Sebagian besar lahan tanaman campuran dan sawah irigasi berada pada sistem irigasi teknis Proyek Irigasi Bili-Bili. Lahan tanaman campuran, sawah, dan perkebunan merupakan lahan pertanian semi-teknis, non-teknis, dan tadah hujan. Sejumlah besar lahan di Maros, Takalar, dan Makassar, digunakan sebagai tambak dimana budidaya tambak dikembangkan secara intensif. Kawasan hijau (padang rumput, semak-semak, dan hutan) terhampar luas di Maros, dimana produk-produk kayu dan madu diproduksi.
2
Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA Maret 2004.
4-2
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
3)
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Produksi Pertanian Tanaman pangan utama di Sulawesi Selatan adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai, kacang hijau dan kacang tanah. Dari tanaman-tanaman pangan tersebut, Sulawesi Selatan menyumbang sekitar 40% pada stok padi nasional. 3 Daerah penghasil padi utama adalah kabupaten Bone, Wajo, dan Pinrang yang menyumbang lebih dari 30% dari total volume produksi di tingkat propinsi. Tabel 1-4
Luas Lahan dan Produksi Padi
Luas Panen (ha) 1999 902.286 4.139 39.757 45.953 23.857 113.706
2003 847.305 2.269 38.590 49.060 21.374 111.293
Produksi (ribu ton) 1999 3.870,0 19,5 218,6 205,9 124,0 568
2003 4.003,1 11,5 213,2 232,5 118,7 575,9
Panen (ton/ha) 1999 4,29 4,71 5,50 4,48 5,20 5,00
Sulawesi Selatan Makassar Maros Gowa Takalar Total 4 Kabupaten/Kota Persentase terhadap 12,6% 13,1% 14,7% 14,4% Propinsi Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
2003 4,72 5,07 5,52 4,74 5,55 5,17 -
Seperti terlihat pada Tabel 1-4 di atas, Mamminasata menyumbang sekitar 14,4% pada produksi padi propinsi yang jumlahnya relatif kecil. Meskipun demikian, unit produksinya mencapai 5,17 ton/ha, melebihi angka rata-rata propinsi yang berada pada kisaran 4,72 ton/ha pada tahun 2003. Budidaya padi dengan irigasi menyumbang sekitar 89%, dan sisanya (11%) adalah budidaya padi pada sawah tadah hujan. Produksi jagung dalam lima tahun terakhir sangat populer terutama di Gowa dan Takalar, karena peningkatan permintaan untuk penggilingan pakan ternak. Pada tahun 2003, lebih dari 90% (150.000 ton) jagung diproduksi di Gowa dan Takalar. Kabupaten Gowa merupakan salah satu produsen ubi kayu terbesar yang menyumbang lebih dari 33% untuk produksi tingkat propinsi, dan 46% untuk tingkat Mamminasata. (lihat juga Lampiran-I). Tabel 1-5
Produksi Tanaman Pangan Lainnya (2003)
Luas Panen (ha) Produksi (ton) Tanaman Propinsi Mamminasata (%) Propinsi Mamminasata (%) Jagung 213.818 34.818 (16%) 650.832 161.578 (25%) Ubi Kayu 40.808 14.927 (37%) 590.717 271.319 (46%) Ubi jalar 5.748 768 (13%) 61.789 16.967 (27%) Kcg. Tanah 43.385 3.867 (9%) 52.763 5.650 (11%) Kedelai 16.992 1.327 (8%) 24.140 1.890 (8%) Kcg. Hijau 33.180 11.180 (34%) 38.608 8.055 (21%) Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
3
Direktori Sulawesi Selatan, Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, 2004.
4-3
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
20
700 Paddy (Wet&Dry)
1,000 Ton
500 400
Cassava
300 200
Sweet Potato
15 1,000 Ton
600
M ungbean
10
Cowpea Groundnuts
5
M aize
Soybean
100 0
0 2000
2001
Year
2002
2003
2000
2001
Year
2002
2003
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Gambar 1-1 Tren Produksi Tanaman Pangan di Mamminasata
Gambar 1-1 menunjukkan tren produksi tanaman pangan utama selama periode 2000-2003. Padi, jagung dan ubi kayu telah mencapai produksi yang relatif stabil, sedangkan produksi kedelai dan kacang tanah mengalami penurunan. Tanaman perkebunan telah dibudidayakan secara luas, misalnya kopi di Gowa, tebu, kelapa, jambu mete dan kapok di Gowa dan Takalar. Namun demikian, sebagian besar produksi tanaman perkebunan tersebut dikelola pada lahan perkebunan skala kecil, dan sebagaimana yang diamati, perkebunan berskala besar hanya budidaya tebu di Takalar. Salah satu komoditas andalan di Sulawesi Selatan adalah kakao, meski skala produksinya di Mamminasata relatif kecil bila dibandingkan dengan daerah-daerah di utara Sulawesi Selatan (misalnya, Mamuju, Luwu Utara, Polmas dan Bone). Gambar 1-2 menunjukkan tren produksi tanaman perkebunan utama. Produksi kelapa, kopi, jambu mete dan kakao sedikit meningkat sejak tahun 1999, sedang tebu merosot di tahun 2000-2002. 80 70
3,000
Ton
2,500 2,000
Coffee
1,500
Cashew
1,000 Ton
Coconuts
1,000 500
1999
2000
2001
40 30 20
Sugarcane
10 0
Cacao
0
60 50
2002
2003
1999
2000
2001
2002
Year
Year
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Gambar 1-2 Tren Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Mamminasata
4-4
2003
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Produksi buah-buahan juga berjalan dengan baik di Mamminasata, misalnya, mangga, pepaya, jeruk, dan pisang, serta markisa (di Gowa). Tana Toraja dan Gowa (Malino) merupakan produsen buah-buahan utama (lihat juga Lampiran-I). Produksi sayur-mayur berlangsung sangat intensif di Gowa, diikuti oleh Maros. Sayur-mayur biasanya dibudidayakan sebagai sarana penyambung hidup oleh petani. Meski demikian, kelebihan produksi juga dipasarkan terutama di pusat-pusat kota di Makassar. 1.2
Sub-sektor Peternakan Hewan ternak yang paling banyak dikembangbiakkan di Mamminasata adalah sapi potong, kerbau, kambing, itik dan ayam, sedangkan sapi perah, kuda, domba dan babi dikembangbiakkan dalam jumlah relatif kecil seperti terlihat pada Tabel 1-6. Tabel 1-6
Populasi Hewan Ternak (2003)
(Unit: ekor) Sapi Sapi Ayam Ayam Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Itik Perah Potong Potong Kampung Makassar 29 1.322 665 126 4.152 0 3.247 36.669 9.058 300.567 Maros 0 40.488 10.465 4.403 17.490 0 60 311.511 318.709 773.304 Gowa 0 70.572 22.568 8.380 17.822 0 5.159 215.913 709.680 831.217 Takalar 0 17.392 5.137 1.079 20.237 7 0 101.867 236.900 359.952 Total 29 129.774 38.835 13.988 59.701 7 8.466 665.960 1.274.347 2.265.040 Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Pengembangbiakan sapi perahan hanya dilakukan di Makassar, dan jumlahnya pun sangat terbatas yakni 29 ekor. Jumlah ini menunjukkan bahwa produksi susu tidak begitu aktif di Mamminasata. Sedangkan sapi potong, kerbau dan kuda dikembangbiakkan terutama sebagai hewan peliharaan untuk keperluan pertanian dan transportasi. Tabel 1-7
Produksi Hewan Ternak di Mamminasata (2003)
(Unit: ton) Sapi Ayam Ayam Ayam Itik Kerbau Kuda Kambing Babi Itik Potong Potong Kampung Petelur Petelur Makassar 2.590 1.789 0 59 829 26 186 183 2.927 294 Maros 234 214 0 0 0 199 221 472 1.466 1.930 Gowa 1.953 427 10 9 0 149 512 531 829 1.220 Takalar 199 210 76 0 0 18 137 270 762 281 Total 4.976 2.639 85 68 829 392 1.057 1.457 5.984 3.725 Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003
Produksi sapi potong, kerbau, babi dan ayam petelur terkonsentrasi di Makassar, sedangkan ayam potong, itik potong dan itik petelur diproduksi secara intensif di Maros dan Gowa. Kambing, ayam, itik dan telur dipasarkan secara lokal untuk konsumsi rumah tangga. 4-5
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
1.3
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Sub-sektor Perikanan Produksi perikanan di Sulawesi Selatan berada pada posisi ketiga terbesar di Indonesia dan merupakan sub-sektor terbesar kedua di Mamminasata. Perikanan laut menyumbang sekitar 20,4% dari volume produksi tingkat propinsi, diikuti oleh budidaya tambak air payau. Total produksi perikanan di Sulawesi Selatan meningkat kira-kira 8% pada tahun 2000-2003. Total produksinya sebesar 468.000 ton. Takalar merupakan daerah penghasil ikan terbesar yang memiliki garis pantai yang cukup panjang. Perikanan darat, kecuali budidaya tambak air payau, tidak begitu populer. Ini menunjukkan bahwa permintaan di tingkat propinsi terhadap ikan laut lebih tinggi daripada ikan air tawar. Tabel 1-8 Wilayah Adminstratif
Perikanan Laut
Produksi Perikanan di Mamminasata (2003) Tambak Air Payau 122.571 373 9.219 60 7.540 17.192
Perikanan Darat Tambak Air Tambak Danau Tawar Sawah 2.301 3.925 14.252 0 0 0 9 16 0 88 119 0 0 0 0 96 135 0
Sulawesi Selatan 354.425 Makassar 17.958 Maros 14.743 Gowa 0 Takalar 39.544 Mamminasata 72.244 Persentase 20,4% 14,0% 4,2% terhadap Propinsi Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.
3,4%
Sungai
0,0%
Rawa
Total (ton)
2.102 0 0 101 0 101
6.057 0 0 77 0 77
505.633 18.331 23.986 444 47.083 89.844
4,8%
1,3%
17,8%
Produk ikan laut sangat beragam, misalnya ikan terbang, tuna, cakalang, cumi-cumi, kepiting dan lain sebagainya. Ada peraturan do Kota Makassar yang membatasi penangkapan ikan laut dalam rangka konservasi sumberdaya kelautan melalui penetapan berbagai aturan dan program pendukung, meskipun penerapannya tidak efektif. Budidaya tambak air payau dilakukan secara sangat intensif di Maros dan Takalar. Produksi ikan mujair (mozambique tilapia) adalah yang paling populer, menyumbang sekitar 33,8% dari produksi tingkat propinsi. Tabel 1-9
Produksi Budidaya Ikan Air Payau (2003)
Wilayah Kakap Mujair Bandeng Balanak Administratif Putih Sulsel 3.073 59.128 201 82 Makassar 5 158 7 Maros 725 5.933 0 Gowa 0 36 0 Takalar 309 1.796 0 Total 4 Kab/Kota 1.040 7.923 7 0 Persentase thdp 33,8% 13,4% 3,3% 0,0% Propinsi Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.
4-6
3.668 33 229 5 228 495
Total (ton) 66.151 203 6.887 41 2.333 9.464
13,5%
14,3%
Lainnya
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Budidaya udang berkembang sangat baik di sepanjang pantai barat Sulawesi Selatan, dengan kabupaten Pinrang sebagai pusatnya. Budidaya udang windu cukup aktif di Maros. Belakangan ini, produksi udang mengalami penurunan akibat adanya serangan penyakit. Pemerintah propinsi telah meluncurkan beberapa program pendukung budidaya udang dengan menyiapkan buku petunjuk mengenai pengelolaan budidaya ikan yang baik.4 Tabel 1-10 Produksi Budidaya Krustacea (Udang, Kepiting) di Air Payau (2003) Wilayah Udang Udang Udang Udang Administratif Windu Jerbung Dogol Rebon Sulsel 14.840 1.184 3.185 129 Makassar 134 7 0 0 Maros 1.830 0 503 0 Gowa 15 0 0 0 Takalar 98 79 56 0 Total 4 Kab/Kota 2.077 86 559 0 Persentase 14,0% 7,2% 17,6% 0,0% terhadap Propinsi Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.
Kepiting Lumpur 2.092 30 0 4 0 33
Total (ton) 21.430 170 2.332 19 233 2.755
1,6%
12,9%
Produksi rumput laut meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Takalar memproduksi hampir 5.000 ton pada tahun 2003. Budidaya rumput laut juga terlihat jelas di Maros. Daerah-daerah di luar Mamminasata, seperti Bantaeng, Selayar, Sinjai, dan Mamuju memproduksi 30.000 ton rumput laut pada tahun yang sama. Budidaya rumput laut semakin meningkat, rumput laut tersebut diekspor terutama untuk keperluan bahan baku agar-agar dan bahan campuran kosmetik. 1.4
Sub-sektor Kehutanan Sumberdaya hutan berada di daerah pegunungan Maros dan Gowa seperti ditunjukkan pada Tabel 1-11 di bawah ini. Tabel 1-11
Sumberdaya Kehutanan (2003) (Unit: ha)
Wilayah Administratif Sulawesi Selatan Makassar Maros
Hutan Produksi Biasa 203.816 0 25.765
24.226
13.445
22.100
Hutan Lindung
Hutan PPA
Hutan Konversi
Total
208.301 0 9.041
102.073 0 0
3.253.892 0 68.509
3.309
0
63.080
Takalar 86 0 3.482 4.696 0 Total 4 Kab/Kota 50.129 21.331 51.347 17.046 0 Persentase 2,6% 2,6% 25,2% 8,2% 0,0% terhadap Propinsi Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003
8.264 139.853
Gowa
4
1.928.597 0 25.817
Hutan Produksi Terbatas 811.105 0 7.886
4,3%
Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya (Udang Windu), Dinas Perikanan & Kelautan, Prop. Sul-Sel, 2003.
4-7
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Tercatat hampir seperempat dari hutan produksi biasa terkonsentrasi di Maros dan Gowa, dimana produk-produk hutan seperti kayu, damar, rotan dan budidaya lebah madu5 dikembangkan. 1.5
Sub-sektor Irigasi Daerah-daerah irigasi potensial yang ada di propinsi Sulawesi Selatan adalah seluas 503.748 ha, yang mencakup 320.907 ha pada 250 sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dan 182.841 ha pada 1.287 sistem irigasi pedesaan. Sistem irigasi yang dibangun pemerintah terdiri atas 57 sistem irigasi teknis dengan daerah irigasi potensial seluas 237.657 ha, 132 sistem irigasi semi-teknis dengan daerah irigasi potensial seluas 72.981 ha, dan 61 sistem irigasi sederhana dengan daerah irigasi potensial seluas 10.269 ha.6 Di Mamminasata, proyek pengembangan wilayah sungai Jeneberang telah dilaksanakan dengan bantuan finansial dari OECF (sekarang JBIC) sejak 1983. Waduk Serbaguna Bili-Bili dibangun pada 1986-1987, diikuti dengan pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi Bili-Bili. Sistem irigasi Bili-Bili terdiri atas tiga sub-sistem yaitu Bili-Bili (yang sudah ada), Bissua (baru) dan Kampili (yang sudah ada). Lokasi proyek irigasi Bili-Bili terbentang di daerah hilir Sungai Jeneberang, sebagian besar di Takalar dan Gowa, dan sebagian kecil di Makassar. Luas kotor daerah layanan irigasi tersebut adalah 45.500 ha, sedangkan luas bersihnya adalah 23.602 ha,7 seperti ditunjukkan pada Tabel 1-12. Tabel 1-12
Luas Kotor dan Luas Layanan Irigasi Bili-Bili
Sistem Irigasi Luas Bersih (ha) Luas Layanan Irigasi (ha) Bili-Bili (yang ada) 7.050 2.369 Bissua (yang ada dan baru) 20.000 10.686 Kampili (yang ada) 18.450 10.547 Total 45.500 23.602 Sumber: (i) Laporan Desain Akhir. Supervisi Desain & Konstruksi Proyek Irigasi Bili-Bili, Desember 1999, dan (ii) Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA 2004
5
Kegiatan budidaya lebah-madu merupakan wewenang Dinas Kehutanan dan produk-produk olahan madu di Maros dipilih sebagai salah satu komoditas unggulan untuk Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas), yang disponsori bersama oleh sektor swasta dan pemerintah propinsi. 6 Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA 2004 7 Menurut kantor proyek irigasi Bili-bili, luas sebenarnya sedikit lebih luas dari itu karena adanya irigasi pompa pada blok-blok tersier.
4-8
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Gambar 1-3 Sistem Irigasi Teknis yang Ada (Proyek Irigasi Bili-Bili) di Mamminasata
Luas bersih rata-rata lahan pertanian yang ada di wilayah proyek irigasi Bili-Bili berkisar 0,3~0,5 ha, meskipun 50% petani hanya memiliki lahan kurang dari 0,45 ha.8 Sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh petani. Rasio rata-rata petani yang memiliki lahan berkisar 88% (1993), bervariasi dari 91% di Gowa sampai 73 % di Makassar. Pola tanam yang diterapkan di wilayah proyek irigasi Bili-Bili adalah tiga kali tanaman beririgasi setahun, yakni dua kali tanaman padi rendeng dan gadu (200%) dan sebagian tanaman palawija (40%). Palawija yang ditanam terdiri atas kedelai (15%), kacang hijau (10%), kacang tanah (8%) dan jagung (7%). Perkiraan hasil panen padi berkisar 5,5 tons/ha pada musim padi rendeng dan 6,0 ton/ha pada musim padi gadu. Keuntungan kotor dan bersih (diluar biaya tenaga kerja keluarga) diperkirakan sekitar Rp. 13,2 juta/ha (setara dengan US$ 1.833/ha) sesuai dengan hasil studi kelayakan (1999).
8
Berdasarkan hasil dengar pendapat di Kantor Proyek Irigasi Bili-Bili di bulan Juni 2005.
4-9
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
2. 2.1
ISU-ISU SEKTOR PERTANIAN
Tren Kebutuhan Produk Pertanian dan Perikanan Gambar 2-1 dan 2-2 menunjukkan konsumsi kalori harian per kapita di daerah perkotaan Propinsi Sulawesi Selatan selama periode 1993-2002. 250
2,500
200
2,000
150 KCal.
Average Daily Per Capita Calorie
KCal.
1,500
100 1,000
50
Calorie from Cereals
500
0 1993
0 1993
1996
National Average
1999
2002
Year
South Sulawesi Average
1996
Fish Eggs and Milk Legumes/Tubers Oil and Fats Prepared Food and Beverages
1999
2002
Year
Meat Vegetables Fruits Beverage Stuffs
Gambar 2-1 Konsumsi Kalori Harian Per kapita untuk Gambar 2-2 Konsumsi Kalori Harian Per kapita untuk Sumber Makanan Lainnya (Daerah Perkotaan) di Sereal (Daerah Perkotaan) di Indonesia dan Sulawesi Sulawesi Selatan Selatan Sumber: Konsumsi Kalori dan Protein Indonesia dan Propinsi (Susenas), 1999 dan 2002, BPS.
Dari kedua grafik di atas diketahui bahwa konsumsi kalori untuk sereal (nasi) menurun, sedangkan total konsumsi kalori rata-rata harian per kapita meningkat. Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa kebutuhan pangan per kapita cenderung meningkat, kecuali untuk sereal, dan tren ini bisa diterapkan di Mamminasata. Konsumsi pangan di Mamminasata akan bervariasi, beralih ke pola konsumsi sedikit nasi dan lebih banyak konsumsi daging, sayuran, buah-buahan, minyak dan makanan olahan siap saji. Tabel 2-1 menunjukkan kecenderungan umum kebutuhan pangan di Sulawesi Selatan dan Mamminasata. Tabel 2-1
Tren Kebutuhan menurut Jenis Pangan Jenis Pangan
Sereal Ikan Daging Telur dan Susu Sayuran Kacang-kacangan/Umbi-umbian Buah-buahan Minyak dan Lemak Minuman Makanan dan Minuman Jadi Total (Kilo kalori/kapita/hari)
4-10
Tren
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
2.2
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Gambaran Umum Produk Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan memiliki sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan yang melimpah. Sebagian besar komoditas memiliki jenis-jenis penggunaan dan pengolahan seperti ditunjukkan pada Lampiran-II. Namun demikian, tingkat pemanfaatannya masih lebih rendah dari target yang diharapkan propinsi9.
1)
Tanaman Pangan Beras merupakan makanan pokok paling penting di Indonesia. Padi hasil panen biasanya dikeringkan dan digiling di penggilingan padi dimana pedagang kota datang membelinya untuk dijual ke konsumen. Kulit padi yang dihasilkan selama proses penggilingan digunakan untuk makanan ternak. Sebagai produk yang siap konsumsi, beras juga diolah menjadi mie dan makanan ringan. Beberapa perusahaan mie yang bahan dasarnya terbuat dari beras sudah beroperasi di Makassar dan Maros. Jagung ditanam untuk konsumsi manusia dan makanan ternak. Sekitar 50% dari produksi jagung propinsi diolah menjadi makanan unggas. Di Mamminasata, ada dua pabrik pengolahan makanan ternak (Investasi AS - Japfa Comfeed dan Cargill). Baru-baru ini, Lembaga Keuangan Internasional (IFC) memprakarsai Program Mata Rantai Agribisnis (ALP) untuk jagung/unggas dan kakao bekerjasama dengan PENSA (Program Bantuan untuk UKM di Indonesia Timur). Program tersebut bertujuan untuk memperkuat rantai nilai agribisnis melalui pemberian bantuan teknis kepada para petani jagung dan industri ternak unggas berskala kecil. IFC melaporkan bahwa kerugian pemasaran relatif tinggi akibat proses pengeringan yang tidak tepat serta kehilangan selama proses pengangkutan. Ubi Kayu dimanfaatkan untuk berbagai jenis produk olahan, misalnya tapioka, keripik, kanji untuk obat nyamuk bakar, ubi kering untuk makan ternak, glukosa, sirup maltose, alkohol dan aseton. Permintaan ubi kayu sebagai komoditas pangan dan bahan kimia sangat tinggi. Kedelai dikenal luas sebagai bahan baku tahu, tempe, susu kedelai dan minyak goreng. Jerami dan polongnya juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan makanan ternak. Di Mamminasata, terdapat pabrik pengolahan tahu/tempe dan saus kedelai, sedang pabrik pengolahan minyak kedelai belum ada.
2)
Tanaman Perkebunan/Tanaman Buah Kakao (coklat) umumnya diekspor dalam bentuk biji kakao. Di Sulawesi Selatan, terdapat sekitar 20 perusahaan eksportir. Beberapa perusahaan mengolah biji kakao
9
Pada tahun 2003, Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan meluncurkan Program Pembangunan Agri-bisnis Hortikultura untuk sejumlah tanaman pilihan. Rincian kegiatan dan kondisi perkembangannya belum terindentifikasi.
4-11
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
menjadi mentega kakao berbentuk bubuk. Secara umum, kualitas kakao Sulawesi Selatan dianggap rendah dalam hal cita rasa akibat buruknya penanganan pasca-panen (fermentasi) terhadap varietas asli Malaysia ini di tingkat petani, serta pada proses pengangkutan. Tidak adanya perbedaan harga antara biji kakao hasil fermentasi dan tanpa fermentasi yang ditawarkan oleh para pedagang menyebabkan para petani menjadi tidak termotivasi dalam mengupayakan perbaikan mutu. Pemerintah pusat belum lama ini menetapkan standar nasional untuk para produsen kakao, dan tenaga-tenaga sosialisasi ditugaskan untuk memberikan penyuluhan tentang standar tersebut di tingkat propinsi. Budidaya Kelapa dan industri kelapa terpadu direkomendasikan dalam studi yang dilaksanakan oleh Universitas Hasanuddin. 10 Studi tersebut merekomendasikan pengembangan industri kelapa untuk minyak kelapa mentah (crude coconut oil), serat kelapa, sirup kelapa, tempurung kelapa, nata de coco, papan dan berbagai produk sampingan lainnya, secara khusus, di Polewali, Mamuju, Luwu Utara dan Selayar. Studi tersebut juga menyarankan agar membangun industri hilir di Pare-Pare dan Makassar untuk mengolah produk-produk yang diperuntukkan bagi konsumen di perkotaan, seperti asam bebas lemak, jok mobil, karbon aktif, santan beku, tepung, kerajinan tangan dan aneka produk kelapa siap pakai. Tebu: Pabrik gula (3.000 ton/hari) terletak di Takalar. Pabrik Gula Takalar hanya beroperasi selama 70 hari atau bahkan 50 hari dalam setahun karena kurangnya pasokan tebu. Dari 6.000 ha lahan perkebunan tebu yang dimiliki, hanya 4.000 ha saja yang ditanami. Tanaman tebu yang mendapatkan air irigasi hanya sekitar 400 ha. Berbagai masalah berakar dari manajemen pabrik gula tersebut. Sebagian petani kontrak ingin beralih menanam jagung karena keuntungan yang diperoleh dari penanaman tebu yang tidak beririgasi tersebut sedikit. Markisa merupakan komoditas tradisional di Sulawesi Selatan. Terdapat sejumlah perusahaan skala kecil yang memproduksi jus markisa. Markisa yang diproduksi di Gowa kualitasnya lebih rendah dari markisa Tana Toraja dalam hal keseimbangan antara rasa manis dan asam. Permintaan dalam negeri (ke pulau Jawa) dan ekspor ke negara-negara Eropa, Timur Tengah, dan Australia cukup tinggi (untuk markisa setengah jadi yang isinya dikeruk bersama bijinya). Jambu Mete merupakan salah satu produk bernilai tinggi jika diolah secara tepat. Pemanfaatan produk berbahan jambu mete bermacam-macam, antara lain kacang mete, minyak industri yang digiling dari kulit jambu mete, buah jambu mete (cashew
10
Rancangan Laporan Akhir Cetak Biru Rencana Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan di Sulawesi Selatan, Juli 2004. Pusat Penelitian Universitas Hasanuddin. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdaganan Propinsi, perusahaan-perusahaan minyak kelapa terdapat di Bulukumba, Luwu, Polmas, Soppeng, Majene, dan Selayar.
4-12
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
apple) sebagai makanan ternak dan pupuk organik. Sampai saat ini, sudah ada enam perusahaan pengolahan kacang mete yang beroperasi di Makassar. Meskipun demikian, hanya dua diantaranya yang betul-betul aktif beroperasi. Salah satu alasan mengapa kedua perusahaan tersebut mampu bertahan adalah karena perusahaan-perusahaan tersebut bekerjasama dengan produsen jambu mete sehingga keduanya dapat membeli kacang mete yang belum dikupas dari para produsen tersebut, sehingga biaya pengolahan dapat dikurangi. Kualitas produk kacang mete dalam bentuk produk siap konsumsi umumnya rendah, sementara itu kulit jambu mete dibuang atau digunakan sebagai pupuk organik. Selain itu, beberapa pedagang mengumpulkan jambu mete tanpa kulit dan mengekspornya ke India untuk digiling menjadi minyak industri dan kacang mete yang diolah dengan baik sehingga semakin meningkatkan andil pasar global India. 3)
Produk Peternakan Lahan penggembalaan ternak intensif terdapat di Bone, Gowa dan Polmas. Hewan ternak dibawa ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan melalui Pelabuhan Pare-Pare. Kambing dapat menghasilkan berbagai macam produk (kulit dan susu). Ayam dan itik hewan ternak kecil yang dapat menghasilkan daging segar/beku, daging cincang, makanan instan, rempah-rempah, makanan pembuka, dan bulunya dapat dibuat pakaian. Secara khusus, konsumsi daging ternak dan ayam di daerah perkotaan tergolong tinggi, sekitar 8 ton daging per hari dibutuhkan oleh warga Makassar. Namun, pasokan daging baru mencapai 3-4 ton per hari. 11 Ini menunjukkan rendahnya kapasitas produksi di dan sekitar daerah perkotaan, unit produksi berskala kecil, atau sistem pemasaran yang tidak tepat.
4)
Produk Perikanan Terdapat sejumlah perusahaan penyedia layanan cold storage (penyimpanan beku) di Mamminasata. Sebagian besar adalah eksportir udang dan ikan beku ke negara-negara Eropa, AS, Jepang, China (Hong Kong), Taiwan, Korea, Singapur, Malaysia, Thailand dan Australia. Tuna segar juga diekspor ke Hong Kong dan Jepang. Dilaporkan bahwa sekitar 50% dari total produksi perikanan di Sulawesi Selatan dipasarkan di Makassar, dimana 60% merupakan konsumsi lokal dan 40% diekspor. Ikan laut/darat juga bisa diolah menjadi berbagai jenis produk seperti bakso ikan, tepung ikan, ikan asin dan sebagainya. Sebagian kecil produk ikan dan udang laut/darat dialihkan untuk pemeliharaan bibit ikan dan udang dalam bentuk budidaya tambak. Sebenarnya, usaha pembiakan udang dan ikan bandeng terdapat di daerah
11
Pembangunan Daerah Makassar 2002-2003.
4-13
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
pesisir pantai Takalar. Meski demikian, aktivitasnya tidak terlalu luas karena lemahnya manajemen dan kurangnya jaringan bisnis. Oleh karena itu, fleksibilitas produksi dan keragaman industri pengolahan di Mamminasata masih tetap rendah. Tidak ada pabrik pengalengan yang memproduksi barang-barang siap konsumsi. Ada dua perusahaan pengolahan rumput laut di Mamminasata; satu di Maros dan satunya lagi di Takalar. Karena sebagian besar permintaan ekspor adalah bahan baku untuk agar-agar (gelatin) dan bahan campuran kosmetik, maka metode pengolahannya sangat sederhana (hanya berupa serpihan atau tepung). Dengan demikian, peluang untuk memproduksi barang-barang jadi yang bernilai tambah lebih untuk ekspor sangat terbuka. Usaha rumput laut memberikan hasil yang lebih tinggi (Rp. 300-500.000/kapita/bulan tergantung musim) bagi petani atau nelayan, dan untuk masuk ke bisnis ini cukup mudah. Beberapa produsen mangga di sekitar pesisir pantai Takalar beralih ke bisnis ini, sambil tetap memelihara pohon mangga, meski tidak secara sungguh-sungguh. Tahun 2001, Penaksiran Stok Ikan Laut Nasional12 dilakukan di Selat Makassar dan Laut Flores. Survei tersebut mengungkapkan bahwa 72% dari potensi sumberdaya ikan telah terekspolitasi pada tahun 2001, meningkat dari 67% pada tahun 1997. Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa beberapa jenis ikan telah tereksploitasi melebihi perkiraan daya produksinya. Juga terdapat isu-isu mengenai prasarana perikanan seperti berikut : (a) Terdapat dua tempat pelelangan ikan besar yang tidak memiliki cold storage di Galesong, Takalar (utara dan selatan). Terdapat juga pelabuhan ikan yang relatif baru di bangun oleh pemerintah di dekat pelelangan ikan di utara, namun tidak dimanfaatkan secara intensif oleh para nelayan. Pemerintah propinsi berencana untuk memperbaharui dan menggabungkan kedua pelelangan ikan tersebut dengan membangun cold storage berskala besar. (b) Di Makassar, terdapat dua tempat pelelangan ikan (TPI), yakni Paotere dan Rajawali. Karena kapasitas kedua TPI tersebut terbatas, maka pemerintah propinsi berencana untuk membangun TPI baru di Barambong dan telah menyiapkan anggaran untuk studi kelayakan. Meski demikian, rencana tersebut perlu dikaji ulang karena bertentangan dengan rencana peruntukan lahan komersial dan permukiman yang telah dipersiapkan di Barambong. 5)
Kehutanan Hasil hutan sangat beragam, misalnya damar dari pohon cemara untuk keperluan
12
Penaksiran stok ikan di perairan Indonesia, Badan Penelitian Perikanan dan Kelautan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Kementerian Perikanan dan Kelautan Indonesia, 2001.
4-14
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
industri kimia, perabot bambu/rotan, kerajinan tangan dari kayu, produk dari madu seperti suplemen nutrisi (propolis, royal jely). Meski demikian, kualitas produk dari kayu relatif rendah jika dibandingkan produk dari pulau Kalimantan karena perbedaan jenis tanah dan rendahnya kualitas bibit. Pusat penelitian diharapkan dapat menetapkan sertifikasi yang ilmiah terhadap bibit-bibit yang potensial. Perkembangan industri perabot dari kayu/rotan di Sulawesi Selatan agak lambat karena rendahnya mutu desain dan kualitas, hal ini terutama diakibatkan oleh kurangnya keterampilan dan buruknya peralatan. 2.3
Isu-Isu yang akan Dikemukakan Isu-isu yang perlu mendapatkan perhatian khusus pada sektor pertanian dan perikanan adalah sebagai berikut: (1) Tren Permintaan dan Penawaran terhadap Produk Pertanian (a) Kebutuhan atas sereal, khususnya padi, menunjukkan tren yang menurun selama dekade yang lalu dan akan terus turun pada dekade selanjutnya. (b) Sumber konsumsi protein kelihatannya akan beralih dari sereal ke daging (sapi, dan unggas), ikan, dan susu. (c) Kebutuhan atas sayuran, makanan dan minuman olahan meningkat, dan akan terus berlanjut pada dekade selanjutnya. (d) Konsumsi makanan di Mamminasata sepertinya mengikuti pola khas daerah perkotaan, pola konsumsi makanan yang beragam menunjukkan perlunya produksi (pasokan) produk pertanian yang juga beragam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. (2) Pihak produsen (a) Kurangnya fasilitas pasca-panen, terutama tempat pengeringan dan penyimpanan padi, memperburuk mutu hasil panen dan menyebabkan kerugian pada saat panen di sawah. (b) Tidak ada sistem pemasaran yang teratur untuk hasil-hasil panen . Sebagian besar produsen menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul (off-gate) dengan harga yang lebih rendah. (Insentif harga bagi produsen rendah). (c) Informasi pasar ke produsen kurang dan harga ditentukan oleh perantara. (d) Para petani tidak peduli dengan kualitas buah-buahan, sayuran, dan tanaman perkebunan dan sepertinya puas dengan pendapatan yang biasa-biasa saja. 4-15
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
(e) Mutu varitas bibit rendah, memandekkan perkembangan unit produksi dan kualitas produk. (f) Tidak ada sistem pengembangbiakan ternak yang teratur, dan skala produksi terlalu kecil. (f) Perikanan laut bisa diintensifkan hanya jika penangkapan ikan yang berlebihan diatur secara tepat untuk menjaga daya produksi. (g) Perikanan darat juga bisa diintensifkan hanya jika budidaya tambak di kelola dengan baik untuk mencegah serangan penyakit yang merusak, dan menjaga pasokan bibit ikan yang cukup dan tepat waktu. (3) Pihak manufaktur pertanian (a) Pasokan bahan baku tidak cukup. Kualitas bahan baku yang homogen sangat penting, dengan tingkat kontrol mutu yang tinggi dan pengelolaan biaya tenaga kerja yang baik. (b) Teknologi pengolahan mandek atau berjalan di tempat, dan sebagian besar produk diolah di tingkat primer. Para pengolah daging skalanya kecil dengan pengelolaan yang kurang higenis. Kurangnya teknologi tepat guna merupakan hambatan utama dalam mengembangkan pertanian dan aquakultur berorientasi ekspor. (c) Kurangnya cold chain (sistem pemasaran dengan fasilitas cold storage) merupakan salah satu rintangan dalam pengolahan dan pemasaran ikan dan daging. (d) Tingkat pemanfaatan produk sampingan rendah. Sebagian besar produk primer dapat menurunkan lebih dari satu jenis produk sampingan, yang akan memberikan nilai tambah komersil jika diolah secara tepat. (e) Berdasarkan hasil observasi di toko-toko ritel di Makassar, kualitas dan desain kemasan produk kurang bagus dibandingkan produk yang sama di pulau Jawa. Hal ini terjadi pada sebagian besar barang-barang konsumen seperti coklat, kacang mete, kacang tanah, jus markisa, dan produk-produk ikan beku.
4-16
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
3.
3.1
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN UNTUK MAMMINASATA
Konsep Dasar Pengembangan Pertanian dan Perikanan Konsep dasar pengembangan pertanian dan perikanan di Mamminasata akan difokuskan pada aspek pembangunan sosial-ekonomi, dan juga akan dikoordinasikan dengan sektor lainnya yang mencakup sebagai berikut: (a) Meningkatkan pendapatan petani dengan meningkatkan produktivitas pertanian melalui (i) peningkatan hasil panen, (ii) penerapan tata guna lahan intensif, (iii) pengenalan usaha tani campuran dan terpadu dengan budidaya tambak dan ternak, dan (iv) pengembangan dan pengenalan varitas unggul untuk tanaman-tanaman utama. (b) Memanfaatkan sumberdaya lahan dan air yang ada, mengubah lahan tidur menjadi produktif. (c) Menyediakan bahan makanan secara layak untuk memenuhi kebutuhan perkotaan yang semakin meningkat, dan meningkatkan produksi komoditas ekspor. (d) Menyediakan jumlah dan mutu bahan baku yang cukup untuk industri pengolahan berbasis pertanian/perikanan dengan jalan memperkuat hubungan dengan industri-industri tersebut. (e) Memperkuat sistem pemasaran, termasuk penyebarluasan informasi pasar kepada para produsen dan memberdayakan asosiasi/organisasinya. (f) Mewujudkan perikanan laut/darat yang berkelanjutan melalui peningkatan pengelolaan dan regulasi yang tepat. (g) Mewujudkan pertumbuhan yang stabil terhadap nilai tambah, yang akan memberikan andil pada pembangunan wilayah yang seimbang di Mamminasata.
3.2 1)
Tata Guna Lahan Pertanian Strategis Asumsi terhadap Pengurangan Lahan Pertanian Telah direncanakan bahwa kawasan industri dan permukiman akan dikembangkan untuk urbanisasi dan pengembangan industri di Mamminasata. Sebagian dari lahan pertanian yang ada akan dikonsversi untuk pemanfaatan alternatif. Lahan yang dikonversi untuk tujuan tersebut diperkirakan seperti pada Tabel 3-1 dan Gambar 3-1.
4-17
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Tabel 3-1
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Pengurangan Lahan Pertanian hingga Tahun 2020 (Unit: ha)
Makassar Maros Gowa Takalar Total
Luas Daerah Irigasi (Bili-Bili) 100 0 850 10 960
Tanaman Campuran 0 30 390 30 450
Padi Sawah 0 760 0 80 840
Total 100 790 1.240 120 2.250
Sumber: Estimasi Tim Studi JICA
Gambar 3-1
Pengurangan Lahan Pertanian hingga Tahun 2020
Pada sistem irigasi teknis Bili-Bili, luas lahan yang harus dikurangi adalah 960 ha. Daerah irigasi semi-teknis, non-teknis dan tadah hujan juga akan dikurangi hingga 1.290 ha. Secara keseluruhan, sekitar 2.250 ha lahan pertanian akan dikonversi menjadi daerah urbanisasi dan industri.
4-18
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
2)
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Strategi Peruntukan Lahan13 Dengan kondisi seperti tersebut di atas, kebijakan pemanfaatan lahan strategis berikut ini harus diterapkan pada (a) proyek irigasi Bili-Bili, (b) lahan pertanian lainnya, (c) proyek irigasi bendung Pamukkulu, d) lahan kering dan, (e) pertanian dataran tinggi. Setiap klasifikasi peruntukan lahan dibahas sebagai berikut. (a) Proyek Irigasi Bili-Bili Proyek Irigasi Bili-Bili hampir rampung, kecuali beberapa bangunan tersier dan kuarter (sejak September 2005). Manfaat proyek tersebut akan berkurang karena pengurangan daerah irigasi seluas 960 ha. Pengurangan nilai produksi diperkirakan dalam Tabel 3-2. Tabel 3-2
Perkiraan Pengurangan Nilai Produksi pada Proyek Irigasi Bili-Bili14
Estimated Present Condition (2005) Irrigation Area
Initial Plan toward Full Development in 2008
*Annual Production Type of Crop Area Planted (ha) Value (Mil. Rp.)
Irrigation Area
Type of Crop Area Planted (ha)
Future Condition in 2020
Annual Production Value (Mil. Rp.)
Irrigation Area
Type of Crop
Area Planted (ha)
Annual Production Value (Mil. Rp.)
Reduction in Annual Production Value (Mil. Rp.)
Bili Bili Area (2,369ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
2,369 2,369 2,369 7,107
3,993 2,886 1,675 8,554
Bili Bili Area (2,369ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
2,369 2,369 2,369 7,107
4,698 3,395 1,675 9,768
Bili Bili Area (1,519ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
1,519 1,519 1,519 4,557
3,012 2,177 1,074 6,263
-1,686 -1,218 -601 -3,505
Kampili Area (10,547ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,547 10,547 10,547 31,641
17,777 12,847 7,459 38,084
Kampili Area (10,547ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,547 10,547 10,547 31,641
20,915 15,114 7,459 43,488
Kampili Area (10,447ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,447 10,447 10,447 31,341
20,716 14,971 7,389 43,076
-198 -143 -71 -412
Bissua Area (10,686ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,686 10,686 10,686 32,058
18,012 13,016 7,558 38,585
Bissua Area (10,686ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,686 10,686 10,686 32,058
21,190 15,313 7,558 44,061
Bissua Area (10,676ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,676 10,676 10,676 32,028
21,171 15,299 7,551 44,020
-20 -14 -7 -41
85,223 3.61
Annual Production Value/ha
97,317 4.12
Annual Production Value/ha
93,358 4.12
-3,958
Annual Production Value/ha
% Change in Production Value
14.19%
% Change in Production Value
-4.07%
Total
*85% less than Full Development Level
Total
Total
Manfaat proyek pada tingkat pembangunan maksimum diharapkan bisa diperoleh pada tahun 2008, dan tingkat tersebut digunakan sebagai dasar perbandingan kondisi pada tahun 2020. Pengurangan nilai produksi diperkirakan sebesar Rp. 4.000 juta atau 4,1% dibandingkan dengan nilai produksi yang bisa dicapai tanpa perubahan peruntukan lahan. Untuk menutupi berkurangnya manfaat yang bisa diperoleh sebagai akibat pengurangan wilayah, maka diusulkan untuk menanam dua jenis semaian tanaman pohon (mis. kelapa, mangga, jeruk, limau, jambu mete, lada). Selanjutnya, pola tanam akan diubah dari pola orientasi padi menjadi pola aneka tanaman bernilai tinggi seperti buah-buahan, sayuran untuk memenuhi kebutuhan aneka makanan yang semakin meningkat. Gambar 3-2 menunjukkan perbandingan keuntungan bersih per hektar untuk tanaman-tanaman tersebut diatas dengan kondisi lahan beririgasi. Gambar 3-2
13 14
Kalkulasi detil menyangkut bagian ini dapat dilihat pada Apendiks-III. Keuntungan bersih per hektar berdasarkan anggaran tanaman terbaru sejak studi kelayakan. Karena sumber data berbeda, maka nilai produksi pada tabel juga berbeda dari nilai PDRB yang ditunjukkan pada statistic BPS.
4-19
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
menunjukkan bahwa sayuran dan buah-buahan lebih menguntungkan daripada padi. Keuntungan tebu kelihatannya tinggi tetapi memerlukan waktu yang lama untuk dipanen. Annual Crop: Net Return per Hectare Under Irrigated Condition 18,000
15,000
1,000 Rp
12,000
9,000
6,000
3,000
0
Paddy (Dry)
Paddy (Wet)
Maize
Soybean
Groundnuts Mungbean
Cabbage
Carrot
Chili
Watermelon Sugarcane
Crop
Source: Dinas Pertanian, Perkebunan, and DISIMP Office
Gambar 3-2 Keuntungan Bersih Panen per Hektar untuk Tanaman-Tanaman Pilihan dengan Kondisi Lahan Beririgasi
Meski diketahui bahwa padi masih merupakan tanaman penting bagi para petani, namun sedikit perubahan pada pola tanam perlu dipromosikan secara bertahap untuk mencapai keuntungan maksimum dari lahan mereka. Tabel 3-3 menunjukkan hasil simulasi intensitas tanam dengan kondisi lahan beririgasi di Bili-Bili. Tabel 3-3
Intensitas Tanam Alternatif Proyek Irigasi Bili-Bili (2020)
Jenis Tanaman Padi Sawah Padi Lahan Kering Palawija Sayuran Tanaman Buah Musiman Tanaman Pohon Sepanjang Tahun Total Keuntungan Bersih per hektar
Daerah Irigasi Bili-Bili Aneka Tanaman Aneka Pertanian Pertanian Urban Beririgasi Lainnya Beririgasi 94% 94% 94% 94% 40% 45% 10% 0% 0% 5% 1% 1% 239% 239% Rp. 5,1 Juta/ha Rp. 4,8 Juta/ha
Tabel 3-3 menunjukkan intensitas tanam di masa yang akan datang untuk menjaga kestabilan unit produksi pada tingkat yang diharapkan sesuai dengan studi kelayakan terhadap Proyek Irigasi Bili-Bili. Perubahan pada pola tanam tersebut akan menjaga tingkat keuntungan yang sama seperti perkiraan sebelumnya pada Proyek Irigasi Bili-Bili. Selanjutnya diketahui bahwa dengan kombinasi pola tanam, budidaya tambak ikan di dalam area sawah akan menyumbang banyak bagi peningkatan pendapatan atau keuntungan petani pada lahan beririgasi.
4-20
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Berkaitan dengan kebutuhan air irigasi yang berkurang karena intensitas penanaman padi, maka air irigasi yang berkurang tersebut akan dialihkan untuk meningkatkan produksi tebu di Takalar. Saat ini, Pabik Gula Takalar mengalami kekurangan air irigasi meskipun ia memainkan peranan penting dalam menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 5.000 orang. Jika air irigasi bisa terjamin dan manajemennya dibenahi, maka Pabrik Gula Takalar akan bisa bangkit kembali. (b) Lahan Pertanian Lainnya Untuk lahan pertanian lainnya yang dialiri irigasi semi-teknis, non-teknis dan sawah tadah hujan, intensitas tanam dan penetapan wilayah berikut ini akan diterapkan menjelang tahun 2020. Tabel 3-4
Intensitas Tanam pada Lahan Pertanian Lainnya (2020)
Jenis Tanaman Padi Sawah Padi Kering Palawija Sayuran Tanaman Buah Musiman Tanaman Pohon Sepanjang Tahun Total Keuntungan Bersih per hektar
Lahan Pertanian Lainnya Diversifikasi Diversifikasi Pertanian Perkotaan Pertanian Lainnya 89% 70% 0% 0% 40% 55% 10% 0% 0% 5% 1% 0% 140% 130% Rp. 3,2 Juta/ha Rp. 2,9 Juta/ha
Pertanian Lahan Kering 0% 0% 37% 3% 10% 20% 70% Rp. 1,5 Juta/ha
Intensitas tanam saat ini diperkirakan rata-rata sekitar 130%,15 dan intensitas tanam ke depan akan ditingkatkan sebesar 10% pada aneka lahan pertanian perkotaan tidak beririgasi. Ini akan tercapai dengan menggunakan air pompa dari sumber air terdekat seperti sungai, danau dan kolam, atau pembangunan fasilitas air bawah tanah untuk menutupi kebutuhan air. (c) Proyek Bendungan/Irigasi Pamukkulu Rencana irigasi teknis di bagian selatan Takalar yakni Proyek Irigasi Pamukkulu telah direncanakan dan diusulkan sebelumnya, dalam rangka meningkatkan intensitas tanam dari 123% menjadi 220% (padi: 200%, palawija: 20%) dengan memperluas daerah beririgasi dari 3.000 ha menjadi 6.430 ha. Jika rencana ini terlaksana, maka akan meningkatkan produksi pertanian di daerah tersebut. Gambar 3-3 Rencana Proyek Irigasi Pamukkulu yang Ada 15
Berdasarkan Laporan Desain Akhir, Supervisi Desain Detil dan Konstruksi Proyek Irigasi Bili-bili, Desember 1999, dan Desain Detil Irigasi dan Studi Kelayakan Proyek Bendung Irigasi Pamukkulu.
4-21
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Namun demikian, biaya proyek diperkirakan lebih dari US$11.000 per hektar termasuk konstruksi bendungan dan prasarana irigasi Pamukkulu. Biaya tersebut terlalu mahal. Pemanfaatan alternatif untuk lahan ini harus diperuntukan untuk kebun buah-buahan, peternakan dan fungsi lainnya. (d) Lahan Kering Terdapat lahan kering yang cukup luas di Mamminasata (sekitar 35.000 ha). Dari luas lahan tersebut, sekitar 3.000 ha akan dikembangkan untuk pemanfaatan produktif. Lahan tersebut akan dimanfaatkan untuk budidaya campuran dengan peternakan (sebagai sebuah lahan peternakan terpadu), dengan mengembangkan irigasi tetes atau irigasi air bawah tanah. Ternak akan menjadi lebih penting sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan produk unggas/harian per kapita. Tabel 3-5 menunjukkan gambaran pertumbuhan populasi ternak hingga tahun 2020. Tabel 3-5 Jenis Ternak Sapi Kerbau Kuda Kambing Babi Itik Ayam Potong Ayam Kampung
Pertumbuhan Populasi Ternak
2005 136.885 40.963 14.754 62.972 8.930 702.451 1.344.174 2.389.151
2010 156.414 46.807 16.859 71.956 10.204 802.667 1.535.942 2.730.003
2015 194.279 58.138 20.941 89.376 12.674 996.981 1.907.771 3.390.896
(Unit: ekor) 2020 214.500 64.189 23.120 98.678 13.993 1.100.746 2.106.332 3.743.821
Sumber: Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar dalam Angka, 2002, 2003. BPS
Lahan peternakan dikombinasikan dengan budidaya tanaman dataran tinggi (budidaya campuran) akan menjadi alternatif pemanfaatan lahan pada daerah seperti direncanakan di dalam Proyek Irigasi Pamukkulu. Berkaitan dengan hal tersebut, produksi tanaman untuk makanan ternak perlu dipercepat untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak. (e) Pertanian Dataran Tinggi Pertanian dataran tinggi terbentang di daerah pegunungan Gowa, Maros dan sebagian Takalar. Di daerah ini akan dipromosikan produksi sayuran, tanaman bernilai tambah tinggi (teh, kopi, kapok, vanili, coklat), dan budidaya lebah-madu. Untuk peningkatan produksi, pengembangan dan penyuluhan varitas unggul perlu dipromosikan melalui prakarsa pemerintah, sedangkan petani diharapkan untuk lebih memperhatikan pengawasan mutu di tingkat usaha tani. Irigasi pompa dan sprinkler skala kecil akan meningkatkan unit produksi secara signifikan.
4-22
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
3)
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Peruntukan Lahan Pertanian Secara singkat, peruntukan lahan pertanian di Mamminasata berikut diusulkan untuk diterapkan.
Jenis Irigasi
Irigasi Teknis *
Intensitas Tanam
Zonasi Aneka Lahan Pertanian Perkotaan Beririgasi Aneka Lahan Pertanian Beririgasi Lainnya Lahan Perkebunan Tebu Beririgasi
Luas (ha)
Nilai Produksi Bersih (Juta Rp.)**
239%
10.000
50.735
239%
9.142
44.117
100% 3.500 62.767 Sub-Total 22.642 157.619 Lahan Pertanian Perkotaan Beririgasi 140% 5.614 18.185 Aneka Lahan Pertanian Lainnya 130% 57.476 164.537 Irigasi Pertanian Lahan Kering 70% 3.000 4.593 Semi/Non-Teknis 130-160% 12.400 -dan Tadah Hujan Pertanian Dataran Tinggi Lahan Peternakan Terpadu -9.000 -Sub-Total 87.490 187.315 Total 110.132 344.934 Cat.: *Luas lahan untuk irigasi teknis adalah luas bersih, sedangkan sisanya adalah luas kotor. **Nilai produksi bersih dari pertanian dataran tinggi dan lahan peternakan terpadu tidak dihitung.
Gambar 3-4 Pemeruntukan Lahan Pertanian tahun 2020
Nilai produksi bersih dari usulan zonasi tersebut diharapkan sekitar Rp. 345 milyar, 1,5 kali lebih besar dari produksi bersih Rp. 225 milyar pada tahun 2005. 4-23
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
3.3
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Pengembangan Perikanan dan Peternakan Produksi perikanan akan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan warga kota yang semakin tinggi dengan target seperti pada Tabel 3-6. Tabel 3-6
Target Produksi Perikanan di Mamminasata
Jenis Perikanan Perikanan Laut Tambak Air Payau Tambak Air Tawar Perikanan Tambak Sawah Darat Danau Sungai Rawa Total
2005 76.203 18.134 102 142 0 106 81 94.767
(Unit: ton) 2020 119.410 28.416 159 222 0 166 126 148.501
Sumber: Dikalkulasi dari data Sulawesi Selatan dalam Angka 2003, BPS, dan Laporan Statistik Perikanan Sul-Sel, 2003
Produksi perikanan laut akan menjadi yang terbesar, diikuti oleh tambak air payau. Tapi ternyata, ikan laut lebih populer dari pada ikan darat di Mamminasata. Oleh karena itu, pengembangan perikanan akan memberikan perhatian utama pada perikanan laut. Di lain pihak, produktivitas perikanan darat di Maros dan Gowa cukup tinggi seperti terlihat pada Tabel 3-7. Tabel 3-7 Unit Produksi Perikanan Darat (2003) Wilayah Makassar Maros Gowa Takalar Total
Luas Produksi (ha) 1.360 8.068 321 4.100 13.849
Produksi (ton) 373 9.219 443 7.540 17.575
Nilai (Rp. 1. 000) 9.929.150 157.328.030 4.621.790 25.903.800 197.782.770
Produktivitas (Rp. 1.000/ha) 7.301 19.500 14.398 6.318
Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2003
Produktivitas per hektar di Maros tercatat sebesar Rp. 19 juta. Tingginya produktivitas ini menunjukkan adanya budidaya udang yang intensif di tambak/lahan basah di sepanjang pesisir pantai dan Bantimurung. Sebuah target alternatif untuk perikanan darat akan ditetapkan untuk mencapai tingkat produktivitas yang sama di daerah-daerah lain. (a) Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Karena lebih dari 70% sumberdaya perikanan di daerah pesisir telah tereksploitasi sejak 2001, maka sejumlah besar potensi perikanan dianggap telah tereksploitasi per tahun 2005. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan pantai perlu
4-24
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
dilakukan untuk mencegah eksploitasi berlebihan dalam rangka menjaga daya produksi perikanan laut secara berkelanjutan (Sustainable Marine Yields atau SMY). Saat ini, perlu dilakukan analisis stok sumberdaya laut yang bisa dipercaya sehingga informasi mengenai SMY di daerah pesisir pantai dapat diperbarui untuk menetapkan pedoman bagi perikanan laut. Selain itu, penegakan hukum yang tepat perlu dilakukan, termasuk perizinan, denda, peraturan mengenai jenis alat tangkap, ukuran jaring, dan musim tertutup. (b) Pengembangan Perikanan Lepas Pantai dan Laut Dalam Perikanan laut saat ini terbatas hanya pada daerah pesisir pantai saja karena kapal yang dipakai kecil dan sudah tua, akan lebih baik jika mendorong pengembangan perikanan lepas pantai yang terkendali dengan menggunakan kapal moderen. Oleh karena itu, diperlukan beberapa program kredit dan pelatihan untuk perikanan lepas pantai. (c) Pengembangan Balai Penetasan di Daerah Pesisir Pantai Salah satu isu utama dalam pengembangan perikanan adalah lemahnya pemasaran dan pengawasan produksi. Pendirian beberapa perusahaan penetasan ikan di sepanjang pesisir pantai perlu diprogramkan untuk memproduksi dan menyediakan bibit ikan pada saat yang tepat dan dengan jumlah yang cukup. Oleh karena itu, usaha penetasan ikan perlu diperkuat dan diperluas untuk memenuhi berbagai kebutuhan bibit ikan. Kemungkinan lokasi pengembangan usaha penetasan ikan yang baru dapat dilihat pada Gambar 3-5.
Hatchery Development Area
Gambar. 3-5 Kawasan Pengembangan Usaha Pembenihan Masa depan
(d) Peningkatan Kapasitas Perikanan Darat Sejalan dengan pengembangan usaha penetasan ikan, akan dilakukan peningkatan kapasitas nelayan perikanan darat untuk budidaya udang dan ikan. Program peningkatan kapasitas memberikan perhatian khusus pada manajemen budidaya tambak yang baik, seperti pemeliharaan kualitas air, pemberian makanan dan pemanenan yang tepat. Pelatihan bagi nelayan akan menghindarkan lingkaran setan bahwa kepadatan ikan dan pemberian makanan yang berlebihan akan menyebabkan resiko tinggi terhadap serangan penyakit. 4-25
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
3.4
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Industrialisasi Berbasis Pertanian/Perikanan Rencana pengembangan sejauh ini telah dibahas dari sudut pandang produksi. Di pihak lain, sektor pertanian diharapkan dapat menyumbang lebih banyak ke sektor manufaktur melalui pengembangan agro-industri. Kunci utama untuk promosi pengembangan agro-industri adalah: a)
Perkuatan hubungan antara produksi dan klaster industri pengolahan.
b)
Penetapan sistem pasokan bahan baku yang stabil untuk industrialisasi.
(a) Formulasi Klaster Industri Pengembangan industri berbasis pertanian/perikanan merupakan kunci bagi penyediaan lapangan kerja dan peningkatan perekonomian di Mamminasata. Melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada di Mamminasata, atau di Sulawesi Selatan secara umum, diharapkan dapat menyusun dan memperkuat klaster-klaster industri. Sebuah konsep pengembangan klaster industri pertanian dapat dilihat pada Gambar 3-6. Unorganized / Unclustered Group of Products Vegetables Honey
Shrimp Fish
Milk
By-Products
Cacao
Chicken
Fruits
Vanilla Cattle
Coffee
Cashew Soybean
Coconut
Seaweed
Sugar
Groundnut Maize
Goat
Clustering Cluster Milk Sugar
Cluster Cacao Vanilla
Groundnuts Cacao
Milk
Sugar
Vanilla
Chicken Cluster
Cashew
Cluster
Maize Sugar
By-Products
Soybean
Cluster Honey Vegetables
Fruits Seaweed
Processed into More Value-Added Products Ice Cream
Chocolate Bar/Candy
Chicken Production
Soy Milk, Tofu, Tempe
Various Juice/Beverage
Gambar 3-6 Konsep Klaster Industri Pertanian
Melalui pengembangan klaster, akan dikombinasikan lebih dari satu produk atau sekelompok individu untuk memproduksi barang-barang bernilai tambah lebih. Contohnya, produksi susu, gula, vanili, coklat (untuk perencah coklat) dan banyak lagi jenis buah-buahan dan kacang-kacangan yang akan dikombinasikan untuk membangun klaster es krim untuk meransang permintaan positif terhadap bahan-bahan baku komiditas tersebut. Jenis klaster lain adalah sebuah pertalian dengan mekanisasi seperti mesin penabur benih, pemanen dan peralatan lain yang akan menggantikan pekerjaan tenaga kerja terampil. Pengembangan klaster dengan 4-26
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
industri kemasan/pengepakan juga direkomendasikan. Boks dari kayu dan/atau plastik untuk pemasaran sayuran dan buah-buahan dapat dengan mudah dikembangkan di Mamminasata. Klaster-klaster seperti itu tidak tidak mesti terbatas hanya di wilayah Mamminasata dan Sulawesi Selatan saja. Melainkan, klaster-klaster ini dapat dikembangkan secara lebih luas hingga mencakup seluruh Sulawesi sehingga membentuk klaster Pulau Sulawesi. Upaya-upaya pengembangan jaringan dalam klaster-klaster ini perlu dijabarkan lebih jauh, namun difasilitasi melalui pengembangan jaringan transportasi darat, laut, dan udara. Jika usulan pemindahan fungsi-fungsi pusat pengolahan dari Surabaya ke Mamminasata bisa terwujud, secara bertahap tapi pasti, maka perpindahan tersebut pada gilirannya akan beralih ke Sulawesi Selatan dan Pulau Sulawesi dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Gambar 3-7 Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan
Pengembangan klaster pertama-tama akan dipromosikan untuk pasar domestik dalam rangka mendorong para pengusaha atau klaster industri baru untuk meningkatkan daya saing. Ini secara bertahap akan masuk ke pasar internasional yang berbasis klaster dengan mengoptimalkan pengetahuan dalam bidang pemasaran seperti kualitas yang dibutuhkan, keragaman produk, kemasan yang menarik, manajemen dan lain sebagainya. Sebuah konsep promosi pemasaran produk berbasis pertanian dapat dilihat pada Gambar 3-8.
4-27
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Present
MAMMINASATA
Other Parts of Indonesia
Foreign Countries
Domestic Markets
International Markets
Harvested Commodities
Marketed as Raw Materials
Step 1: Effort for Producing the ValueAdded
Harvested Commodities
Step 2: Learning Process in Domestic Step 3: Going into International Markets Markets by Full Use of Lessons Learned in Domestic Markets
Future
Value-Added Increase Competitiveness
Processed into Ready-toConsume Products
Domestic Markets
International Markets
Advance into Foreign Countries Value-Added
Packaging
Gambar 3-8 Konsep Strategi Pemasaran untuk Klaster Berbasis Pertanian
Sebagai contoh, buah markisa di Mamminasata terkenal karena kelezatannya, dan proses pengolahannya menjadi jus Markisa begitu menjanjikan untuk konsumsi domestik dan ekspor. Proses pengolahannya, uji kualitas, pengisian ke dalam botol, pemberian label, dan pengemasannya harus dimodernisasi sehingga dapat dipasarkan ke wilayah lain di Indonesia dan juga di pasar luar negeri. Karena musim panennya relatif pendek, maka fasilitas pengelolahannya harus juga dapat dimanfaatkan untuk proses pengolahan buah atau produk lainnya. Berkaitan dengan strategi pemasaran, perlu dicatat pula bahwa sebaiknya pasar produk-produk pertanian dibangun di Mamminasata untuk memudahkan pemasaran produk-produk pertanian secara grosir untuk pasar domestik. (b) Pasokan Bahan Baku yang Stabil
Degree of Rainfall
Untuk memulai pengoperasian sebuah Western Coast of South Sulawesi pabrik pengolahan produk pertanian, Eastern Coast of South Sulawesi maka diperlukan pasokan bahan baku yang konstan dan stabil. Pertanian sangat bergantung pada iklim, oleh karena itu kontrol produksi dan/atau pasokan menjadi perhatian serius. Untungnya, Sulawesi Selatan berada pada posisi yang siap untuk mengambil keuntungan dari Month kondisi iklim pertanian yang bervariasi di pantai barat dan timur, dan untuk memproduksi tanaman- tanaman yang Gambar. 3-9 Pola Curah Hujan dan Masa Panen Tanaman Musiman (Beririgasi) di sama pada musim-musim yang berbeda. Sulawesi Selatan Jika ini dapat dikelola dengan baik, maka pasokan bahan baku yang konstan atau berkelanjutan akan terwujud. Gambar 3-9 menunjukkan pola curah hujan tahunan dan masa panen pada sawah beririgasi di pantai barat dan timur Sulawesi Selatan. Mengingat masa panen tersebut, maka 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Harvest in West Harvest in East Note: Harvesting period in the west is based on cropping pattern in Bili Bili Irrigation Project, while in the east on cropping pattern in Salomekko Irrigation Source: Feasibility Study Report on Bili Bili Irrigation Project, and Data from DISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project) Office.
4-28
12
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
pasokan bahan baku pertanian yang lebih konstan dan stabil akan terwujud di Mamminasata. Keuntungan ini dapat diterapkan tidak hanya untuk tanaman-tanaman musiman (mis. padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, semangka) tetapi juga tanaman-tanaman pohon (mis. coklat, jambu mete, lada, mangga). Untuk pengolahan berbasis perikanan, pengembangan usaha penetasan dan cold storage (penyimpanan beku) juga akan menjamin pasokan bahan baku yang stabil. Pada tahap ini, penguatan pengangkutan laut atau darat antar pulau juga harus dipromosikan untuk mendukung rantai pasokan dan pengembangan klaster. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Kerangka ekonomi makro untuk rencana pengembangan ruang Mamminasata telah ditetapkan berkaitan dengan PDRB. Meskipun Bappeda telah memiliki proyeksi tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 5%, namun studi ini merekomendasikan tingkat pertumbuhan rata-rata yang lebih layak sebesar 3%. 1,400 BAPPEDA 5% Growth Case
1,300
3% Moderate Growth Case
1,200 Billion Rp.
1,100 1,000 900 800 700 2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
600 2005
3.5
Year
Gambar 3-10 Kurva Pertumbuhan PDRB dari Dua Proyeksi
Produksi pertanian seperti diusulkan pada bagian sebelumnya untuk produk pangan/ non-pangan, ternak, hasil hutan dan perikanan secara keseluruhan akan meningkat lebih dari 1,5 kali menjelang tahun 2020 dari angka tersebut pada tahun 2005. Pencapaian ini setara dengan tingkat pertumbuhan PDRB sebesar 3% per tahun untuk sektor pertanian, produktivitas, dan pemanfaatan lahan tidur menjadi produktif. Proyeksi PDRB dapat di lihat pada Tabel 3-8. Tabel 3-8 Kab/Kota Makassar Gowa Maros Takalar
Proyeksi PDRB Sektor Pertanian (Harga Tetap 1993) 2005 74.910 273.519 197.267 119.912
2010 85.597 312.541 225.410 137.020
2015
(Unit: Juta Rp.) 2020
106.319 388.203 279.978 170.190
117.385 428.607 309.118 187.903
Total 665.608 760.568 944.690 1.043.014 Sumber: Perkiraan berdasarkan data dari Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, BPS, 2003
4-29
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
4. 4.1
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
PROGRAM AKSI DAN REKOMENDASI
Program Aksi Jangka Pendek Berdasarkan strategi pembangunan seperti dibahas sebelumnya, program-program khusus disusun dan direkomendasikan untuk dilaksanakan. Program-program aksi jangka pendek yang diusulkan untuk pelaksanaan periode 2006-2010 mencakup program-program seperti terangkum pada Tabel 4-1. Tabel 4-1 Program-Program Aksi Jangka Pendek Pengembangan Pertanian No.
Program
Uraian
(S1) Pelatihan
Metode Para produsen harus betul-betul sadar akan kualitas Penanganan Pasca Panen produk dan kecenderungan pasar. Untuk pengendalian Komoditas mutu di tingkat produksi, program-progam pelatihan
(S2) Program Studi Kelompok Produsen
(S3) Program
Kerjasama Antar Instansi Pemerintah Daerah
(S4) Perkuatan
Kapasitas Riset & Pengembangan
(S5) Penaksiran
Stok
Perikanan Laut
(S6) Perkuatan
Sistem Pemasaran Perikanan
mengenai penanganan pasca-panen komoditas perlu disusun dan dilaksanakan untuk kepentingan produsen. Studi banding secara berkala perlu dilaksanakan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai industri pengolahan pertanian bagi produsen tanaman pilihan. Para peserta diharapkan memahami bagaimana hasil-hasil panen mereka diolah menjadi barang-barang komersial. Ini merupakan ujicoba dalam meningkatkan kesadaran produsen terhadap kualitas produk. Untuk memperkuat hubungan antara aspek produksi dan pengolahan, kerjasama antar dinas pertanian, perkebunan, perikanan dan industri, atau program seperti Gerbang Emas harus dilaksanakan secara konsisten. Tujuan program tersebut adalah untuk meningkatkan prakarsa masing-masing dinas seperti yang dilakukan pelaksana program Gerbang Emas tersebut. Agar dapat terealisasi, disarankan agar personil kunci dari masing-masing dinas memimpin lembaga baru tersebut dengan kepemimpinan yang kuat agar tetap fokus terhadap kegiatan-kegiatan antar departemen dalam rangka memperkuat hubungan. Personil kunci lembaga baru tersebut diharapkan menghasilkan kinerja yang efisien dan logis. Kapasitas Riset dan Pengembangan varitas benih/semaian tanaman Pertanian dan Perkebunan perlu ditingkatkan untuk mempercepat jumlah dan kualitas produk. Analisis stok ikan laut perlu dilakukan dalam rangka menetapkan pedoman dan peraturan yang jelas, kawasan konservasi laut dan musim tertutup atau larangan penangkapan ikan menurut jenisnya sesuai dengan petunjuk dari Komite Stok Perikanan Nasional. Analisis ini kiranya harus dilakukan secara ilmiah oleh sebuah institusi akademik bekerjasama dengan lembaga riset pemerintah sehingga hasil analisis tersebut mempunyai landasan ilmiah yang kuat. Cold storage perlu dibangun di dekat tempat-tempat pelelangan ikan, tempatnya hampir bisa dipastikan di Makassar dan Takalar untuk mengurangi kerugian dan memberdayakan nelayan dalam membuka peluang pemasaran. cold storage baru tersebut diharapkan pula bisa menyerap produksi perikanan yang meningkat.
4-30
Pelaksana Utama
Pendukung
Produsen (petani)
Pemerintah
Produsen (petani)
Pemerintah/ Perusahaan Manufaktur
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Institusi Akademik
Pemerintah
Institusi Akademik
Nelayan/ Pemerintah
--
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
4.2
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Program Aksi Jangka Menengah dan Jangka Panjang Program-program aksi untuk jangka menengah dan jangka panjang yang diusulkan untuk tahun 2010-2015 atau setelahnya, mencakup program-program seperti pada Tabel 4-2 dan 4-3. Tabel 4-2 No.
Program
(M1) Program Pengembangan Ternak Terpadu
(M2) Program Perkuatan Hubungan Kerjasama
(M3) Pengembangan dan Promosi Industri Produk Sampingan (By-product)
(M4) Pengembangan Teknologi Maju untuk Industri Pengolahan Pertanian
Program Aksi Jangka Menengah untuk Pengembangan Pertanian Uraian Lahan penggembalaan ternak yang dikombinasikan dengan budidaya tanaman dataran tinggi (budidaya tanaman campuran) perlu dikembangkan melalui sebuah pertukaran dengan Proyek Irigasi Pamukkulu. Pemerintah daerah harus melaksanakan kegiatan-kegiatan penyuluhan dalam hal pengembangbiakan ternak seperti sapi perah, kerbau, kambing dan ayam. Upaya ini harus dikombinasikan dengan memberikan perhatian terhadap penurunan tingkat kematian. Untuk pengembangan lahan pertanian konvensional (on-farm), produksi tanaman untuk makanan ternak seperti jagung, ubi kayu perlu diperkenalkan melalui sistem irigasi pompa/tetes/air bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak. Terakhir, fasilitas-fasilitas terkait seperti rumah potong, rumah pemerahan susu, peternakan ayam dan lain-lain. Juga, pemanfaatan kulit dan jangat perlu direncanakan untuk jangka menengah dalam rangka peningkatan industri kulit. Bersamaan dengan program (S2), hubungan kerjasama antara produsen dan pabrikan perlu diperkuat agar pabrikan dapat memperoleh pasokan tetap untuk bahan-bahan baku pertanian sepanjang tahun. Karakteristik unik pertanian dengan variasi produksi musiman perlu diatasi. Hal ini memerlukan studi lebih lanjut mengenai perputaran dan penanggalan panen tanaman pangan untuk memilih dan menentukan tanaman strategis yang akan dipilih. Program ini berfungsi untuk mendukung permulaan pengembangan klaster. Industri produk sampingan perlu dikembangkan. Apabila produk sampingan betul-betul dimanfaatkan sebagai barang komersial, maka nilai ekonomi komoditas utamanya diharapkan menjadi lebih tinggi. Ini bisa meningkatkan harga produk yang akhirnya menjadi insentif bagi para produsen. Studi lebih lanjut mengenai teknik pemanfaatan, pengembangan jaringan pengumpulan, pasar-pasar potensial perlu dilakukan untuk komoditas strategis seperti coklat, kelapa, jambu mete, ikan, udang dan kayu/rotan. Pabrik minyak dari jagung, kedelai, kelapa, jambu mete, kacang tanah dan ikan merupakan salah satu komoditas potensial untuk dikembangkan. Teknologi pengolahan yang lebih maju perlu dikembangkan untuk dua tujuan yakni: i) mensasar konsumen dalam negeri melalui produksi barang-barang konsumen akhir (produk-produk siap konsumsi seperti coklat, permen, aneka snack, ikan kaleng dan buah kaleng), dan ii) memproduksi lebih lanjut barang-barang setengah jadi yang saat ini diekspor dan diolah di negara-negara tujuan, daripada mengekspornya sebagai bahan baku. Hal ini memerlukan bantuan teknis dari sektor swasta baik perusahaan dalam negeri maupun asing.
4-31
Pelaku Utama
Pendukung
Produsen (petani) / Pemerintah
Lembaga Riset Peternakan Universitas/ Negara
Pabrikan / Produsen
Pemerintah
Pabrikan
Pemerintah
Pabrikan
Pemerintah
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
(M5) Pengembangan Dan Promosi Industri Kemasan/Pengepakan
(M6) Program Pengembangan Usaha Penetasan Ikan
(M7) Studi Pembangunan TPI di Wilayah Mamminasata
Studi Sektoral (4) PERTANIAN Industri kemasan/pengepakan perlu diperkuat agar bisa bersaing secara sehat dengan industri yang sama di luar pulau Sulawesi, terutama di tingkat pedagang pengecer. Khususnya teknologi pengepakan hampa udara untuk produk-produk beku, teknik desain kemasannya merupakan hal yang paling penting. Dengan demikian, diharapkan dapat merangang industri sekitar seperti industri bahan dan kimia yang juga memerlukan bantuan teknis dari sektor swasta, baik perusahaan dalam negeri maupun asing. Usaha penetasan aneka jenis hasil laut perlu dikembangkan di sepanjang pesisir pantai Mamminasata, antara lain udang windu, ikan bandeng, ikan kerapu, ikan tuna, ikan terbang, kuda laut dan lain-lain. Pada saat yang sama, penggunaan keramba jaring ikan perlu dipromosikan kepada para nelayan darat dalam rangka memperkenalkan praktek budidaya yang tepat. Studi mengenai pembangunan TPI perlu dilaksanakan untuk menaksir skala optimal TPI di Makassar dan Takalar. Untuk prospek jangka panjang, promosi perikanan lepas pantai perlu dipertimbangkan dalam hal kapasitas TPI terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.
Pabrikan
Pemerintah
Pemerintah
Institusi Akademik
Pemerintah
--
Tabel 4-3 Program Aksi Jangka Panjang untuk Pengembangan Pertanian No.
Program
(L1) Promosi Pelatihan Agribisnis
(L2) Program Formulasi Usaha Pertanian
(L3) Pengembangan Perikanan Lepas Pantai
Uraian Pelatihan agribisnis di seluruh wilayah propinsi, khususnya di Maros, Gowa, Takalar, perlu diperkenalkan kepada generasi muda yang merupakan pewaris lahan pertanian dalam rangka memperkuat daya tawar produsen terhadap para pedagang kota di masa yang akan datang. Melihat kenyataan bahwa para produsen sendiri hanya memiliki sedikit kapasitas dalam hal pengolahan dan pemasaran, maka direncanakan agar mereka bisa dibimbing dalam mengatur Asosiasi Produsen (AP) dengan pengolahan dan pemasaran dasar yang akan dilakasanakan melalui pembentukan Badan Usaha Pertanian. Pada tahap awal, saham para petani di BUP akan dibatasi tetapi bisa ditingkatkan secara bertahap melalui pendapatan mereka. Pusat Informasi dan Pemasaran (PIP) akan dibangun untuk memudahkan pemasaran produk-produk di tempat-tempat strategis di wilayah studi yang dilaksanakan oleh BUP. PIP tersebut akan berfungsi sebagai pusat pemasaran, pelayanan informasi (penyuluhan) dan pembiayaan. Dalam hal pemasaran, PIP akan melakukan riset dan membuka pasar-pasar distribusi grosir sampai ke tingkat pengecer di supermarket, hotel, pasar lokal dan untuk keperluan ekspor. Berkonsultasi dengan para tenaga ahli yang memiliki pemahaman dan pengalaman komprehensif mengenai perikanan lepas pantai, pemerintah daerah harus membentuk komite pengembangan perikanan lepas pantai yang terdiri atas mereka-mereka yang berasal dari institusi akademik. Perlu dilaksanakan studi mengenai berbagai aspek seperti hukum perairan internasional, teknik penangkapan di laut terbuka, teknik pelayaran dengan menggunakan peta laut, peta sumberdaya ikan di laut terbuka dan sebagainya. Juga yang berkaitan dengan program (M7), kapasitas pelabuhan juga perlu dipertimbangkan.
4-32
Pelaku Utama
Pendukung
Produsen (petani)
Pemerintah/ Institusi Akademik
Produsen (petani)
Pemerintah/ Investor Swasta
Pemerintah
Institusi Akademik
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
4.3
Studi Sektoral (4) PERTANIAN
Rekomendasi untuk Dilaksanakan Berdasarkan tinjauan terhadap rencana-rencana yang ada (misalnya, Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Mamminasata, Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi, dan Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015), direkomendasikan untuk menguraikan kebijakan dan strategi-strategi yang lebih kongkrit mengenai pengembangan pertanian dan perikanan dan yang berindikasi pada peningkatan-peningkatan pusat, prasarana, pengolahan dan pemasaran pangan. Di pihak lain, terdapat proyek-proyek dan rencana-rencana pengembangan yang sedang berlangsung yang akan dilaksanakan di Mamminasata yang akan berdampak pada pemanfaatan lahan dan air. Karena jumlah penduduk di daerah perkotaan Makassar bertambah, maka permukiman-permukiman, pusat-pusat perdagangan dan industri, dan jalan-jalan baru perlu dibangun. Pada prinsipnya, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan untuk pengembangan ruang Mamminasata ke depan: (a) Pembongkaran saluran irigasi harus dihindari atau dikurangi dalam tata guna lahan di Mamminasata ke depan. (b) Nilai produksi yang berkurang karena pengurangan lahan pertanian (kemungkinan besar padi) harus dikompensasikan dengan peningkatan unit produksi pada lahan-lahan yang tersisa dengan menanam tanaman-tanaman bernilai tambah lebih tinggi (misalnya buah-buahan, sayuran, dan tanaman-tanaman pohon industri). (c) Pembangunan irigasi teknis pada lahan-lahan baru yang dapat diairi perlu dikaji ulang secara cermat, dengan membandingkan biaya investasi dan laba, dengan memperhatikan bahwa kebutuhan terhadap padi akan menurun. (d) Pemanfaatan lahan alternatif untuk penggembalaan ternak, penanaman tanaman pohon dan sebagainya perlu dikembangkan di daerah beririgasi tandus yang secara ekonomi tidak menguntungkan. (e) Berkaitan dengan pengembangan agro-industri, Pabrik Gula Takalar perlu mendapat perhatian khusus. Jika langkah-langkah penanganan yang tepat tidak diambil untuk perbaikan manajemen, maka PGT tidak akan mampu bertahan di masa yang akan datang. (f) Mendatangkan lebih banyak investasi swasta dalam usaha pengolahan dan pemasaran pertanian dan perikanan, dengan tetap memberikan perhatian khusus pada perlindungan lingkungan di Mamminasata.
4-33
Lampiran 1 Luas Produksi Tanaman di Mamminasata Food Crops Area and Production Trend of Wetland Paddy
1999 Regency Makassar Maros Gowa Takalar Total
2000
2001
2002
2003
Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Yield Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) (ton/ha) 4,139 39,534 N/A 22,620 66,293
19,458 217,973 N/A 120,449 357,880
2,779 41,191 45,323 23,117 112,410
231 N/A 2,284 2,515
626 N/A 8,398 9,024
205 630 740 1,575
Makassar Maros Gowa Takalar Total
4,370 39,534 N/A 25,135 69,039
20,084 217,973 8,398 129,473 375,929
2,984 41,821 46,063 24,692 115,560
Makassar Maros Gowa Takalar Total
103 4,384 N/A 6,188 10,675
151 11,972 N/A 29,313 41,436
403 6,992 32,485 5,877 45,757
Makassar Maros Gowa Takalar Total
351 2,562 N/A 971 3,884
4,740 75,703 N/A 12,097 92,541
323 2,882 12,684 951 16,840
Makassar Gowa Takalar Total
24 N/A 364 388
87 1,351 1,274 2,712
29 304 333
Makassar Maros Gowa Takalar Total
8 2,984 N/A 395 3,387
10 2,984 N/A 486 3,480
4 3,257 1,468 398 5,127
Makassar Maros Gowa Takalar Total
10 1,523 N/A 3,870 5,403
11 381 N/A 2,631 3,024
52 576 4,655 3,981 9,264
Makassar Maros Gowa Takalar Total
6 2,093 N/A 291 2,390
10 3,205 N/A 383 3,598
8 691 1,299 781 2,779
Makassar Maros Gowa Takalar Total
30 253 N/A 373 656
202 3,036 N/A 3,783 7,021
35 165 499 291 990
15,962 226,960 204,681 120,449 568,051
2,763 41,377 45,728 22,760 112,628
14,116 226,127 206,912 119,992 567,147
2,172 41,123 44,724 20,466 108,485
11,033 223,325 229,993 115,975 580,326
2,269 38,458 48,445 20,547 109,719
11,468 212,676 230,209 116,198 570,551
5.1 5.5 4.8 5.7 5.2
134 517 943 1,594
536 2,001 2,275 4,811
132 615 827 1,574
516 2,293 2,481 5,290
3.9 3.7 3.0 3.4
2,306 41,640 45,667 22,060 111,673
11,568 225,326 232,268 120,787 589,948
2,401 39,073 49,272 22,121 112,867
11,984 214,969 232,690 121,488 581,131
5.0 5.5 4.7 5.5 5.1
205 2,537 26,478 4,850 34,070
277 9,417 115,597 24,905 150,196
137 3,537 25,706 5,438 34,818
185 11,163 122,905 27,325 161,578
1.4 3.2 4.8 5.0 4.6
409 3,038 10,071 864 14,382
5,515 44,161 197,893 20,985 268,554
502 3,712 9,551 1,162 14,927
2,462 51,968 195,722 21,167 271,319
4.9 14.0 20.5 18.2 18.2
37
11 423 434
44 6,903 1,675 8,621
4.0
399 436
108 6,734 1,585 8,426
1 2,545 1,180 249 3,975
1 3,790 2,109 259 6,159
4 2,752 953 158 3,867
5 3,907 1,574 164 5,650
1.3 1.4 1.7 1.0 1.5
267 1,425 6,266 4,266 12,224
302 2,280 4,059 2,986 9,628
95 886 5,511 4,688 11,180
108 1,063 3,605 3,279 8,055
1.1 1.2 0.7 0.7 0.7
9 876 378 412 1,675
12 1,009 764 494 2,280
7 583 335 402 1,327
11 759 623 497 1,890
1.6 1.3 1.9 1.2 1.4
42 248 565 285 1,140
283 3,338 5,173 8,868 17,662
20 241 219 288 768
142 2,958 4,984 8,883 16,967
7.1 12.3 22.8 30.8 22.1
Area and Production Trend of Dryland Paddy
Maros Gowa Takalar Total
103 1,266 3,515 4,884
370 540 893 1,803
196 1,780 4,019 5,995
Area and Production Trend of Paddy (Dry and Wet)
16,065 228,226 208,196 125,333 577,819
3,133 41,917 46,621 24,563 116,234
14,313 227,907 210,931 125,987 579,137
Area and Production Trend of Maize
598 17,581 94,540 29,079 141,798
322 3,765 26,699 6,457 37,243
439 6,485 93,767 32,214 132,905
Area and Production Trend of Cassava
4,409 42,157 103,087 11,983 161,635
199 5,168 10,377 1,387 17,131
2,683 75,278 193,882 24,818 296,661
Area and Production Trend of Cowpea
105 546 1,414 2,065
37 286 323
147 6,600 1,135 7,882
4.0
Area and Production Trend of Groundnuts
5 2,147 2,693 486 5,331
4 2,130 1,859 348 4,341
5 2,528 3,344 1,126 7,003
Area and Production Trend of Mungbean
61 660 3,353 2,830 6,905
153 1,833 7,852 3,755 13,593
173 3,059 5,653 2,677 11,561
Area and Production Trend of Soybean
13 1,008 3,022 1,017 5,060
14 670 722 556 1,962
22 485 1,609 652 2,767
Area and Production Trend of Sweet Potato
235 1,980 4,602 4,172 10,989
21 288 875 249 1,433
142 1,257 7,499 4,221 13,118
Estate Crops Area and Production Trend of Coffee
1999 Regency
2000
2001
2002
2003
Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Yield Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) (ton/ha)
Gowa Takalar Total
2,354 6 2,360
1,501 3 1,504
2,512 6 2,518
Gowa Takalar Total
230 34 264
69 20 89
230 34 264
Gowa Takalar Total
1,065 255 1,320
495 495
1,260 255 1,515
Gowa Takalar Total
1,157 1,721 2,878
356 321 677
1,656 1,721 3,377
271
67
271
Gowa Takalar Total
1,044 1,697 2,741
975 299 1,274
1,139 1,697 2,836
Gowa Takalar Total
52 39 91
16 15 31
78 73 151
Gowa Takalar Total
759 435 1,194
461 198 659
907 435 1,342
1,750 3 1,753
2,639 6 2,645
1,926 3 1,929
2,423 6 2,429
1,916 4 1,920
4,410 6 4,416
1,803 4 1,807
0.4 0.7 0.4
294 34 328
103 23 126
465 34 499
168 23 191
0.4 0.7 0.4
1,286 255 1,541
615 52 667
1,928 255 2,183
553 52 605
0.3 0.2 0.3
1,656 1,790 3,446
580 822 1,402
3,003 1,790 4,793
636 980 1,616
0.2 0.5 0.3
275
91
418
93
0.2
1,222 1,709 2,931
1,288 1,296 2,584
1,654 1,712 3,366
1,343 1,319 2,662
0.8 0.8 0.8
262 200 462
307 370 677
400 70 470
7 370 377
0.02 5.3 0.8
907 435 1,342
560 229 789
1,262 435 1,697
548 230 778
0.4 0.5 0.5
2
1
36
1
0.01
667 150 817
21,495 270 21,765
762 350 1,112
57,543 10,500 68,043
75.5 30.0 61.2
97
110
131
170
1.3
8
3
122
4
0.03
Area and Production Trend of Cacao
73 21 94
256 34 290
89 22 111
Area and Production Trend of Candlenuts
577 577
1,340 255 1,595
610 610
Area and Production Trend of Cashewnuts
906 386 1,292
1,844 1,790 3,634
616 420 1,036
Area and Production Trend of Clove
Gowa
76
271
79
Area and Production Trend of Coconuts
1,081 1,114 2,195
1,179 1,709 2,888
1,121 1,217 2,338
Area and Production Trend of Cotton
16 8 24
47 42 89
33,475 71 33,546
Area and Production Trend of Kapok
530 200 730
907 435 1,342
334 218 552
Area and Production Trend of Pepper
Gowa
2
1
Area and Production Trend of Sugarcane
Gowa Takalar Total
1,455 58 1,513
41,460 41,460
1,165 147 1,312
86
117
97
37,531 4,844 42,375
801 147 948
20,959 7,344 28,303
Area and Production Trend of Tea
Gowa
120
97
110
Area and Production Trend of Vanilla
Gowa
5
1
Vegetables Area and Production Trend of Cabbage
1999 Regency Makassar Maros Gowa Gowa Total
2000
2001
2002
2003
Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Yield Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) (ton/ha) 37 2 39
175 7 7,713 806 8,701
50
237
50
13,878 975 15,090
63
291
63
12,313 2,389 14,993
103
484
103
1,097 3,279 4,860
103
508
103
1,123 7,748 9,379
4.9
Area and Production Trend of Carrot
Maros Gowa Total
N/A
Makassar Maros Gowa Takalar Total
31 395
Makassar Maros Gowa Takalar Total
4 35
0
N/A 171 171
N/A
138 227 2,686 385 3,436
36 130
16 436 182 2,140 2,774
5
21
113 118
280 2,289 2,590
0
N/A 5,460 5,460
N/A 0
N/A 715 715
N/A 0
N/A 69 69
N/A
112 145 19,832 757 20,845
37 45
0
N/A 2,825 2,825
Area and Production Trend of Chili
81 507
121 287
161 93 1,557 592 2,403
30 415 172 617
134 326 2,203 753 3,415
25 65 161 251
187 269
165 134 1,728 852 2,881
4.5 3.0
4 157 11,322 1,965 13,449
4.1 10.1
3.5 1.7
4.6
Area and Production Trend of Cucumber
107 146
14 111 121 246
57 73 320 2,435 2,885
3 30 100 133
13 195 132 1,923 2,262
1 16 102 119
19.3
Area and Production Trend of Eggplant
Makassar Maros Gowa Takalar Total
11 108 55 174
29 90 991 156 1,266
6 361 94 461
16 199 4,732 282 5,229
10 193 105 308
34 132 1,054 516 1,737
6 29 122 157
21 45 16,725 624 17,415
4 25 124 153
14 43 5,144 632 5,833
0
0
0
0
26 N/A
85 N/A 819 1,816 2,720
35 N/A
111 N/A 6,883 2,786 9,780
N/A 1,198 1,198
N/A
1,182 2 1,940 3,124
13 13
79 3,465 3,543
32
5.1
Area and Production Trend of Garlic
Maros Gowa Total
0
1 1
117
68
117
68
0
2 2
Area and Production Trend of Green Mustard
Makassar Maros Gowa Takalar Total
25 N/A
Maros Gowa Total
N/A
160 185
126 N/A 6,166 2,433 8,725
32 N/A
N/A 10,156 10,156
N/A
135 123 71 329
14 1
158 190
163 N/A 7,333 2,433 9,929
32 N/A 169 201
105 N/A 12,313 2,497 14,914
173 199
267 302
3.2 10.4
Area and Production Trend of Potato
0
0
N/A 12,916 12,916
N/A 0
N/A 1,996 1,996
N/A 0
0
N/A 1,985 1,985
Area and Production Trend of Red Onion
Takalar Maros Gowa Total
14 29
Makassar Gowa Total
12
43
15
135 2 127 264
12
144
12
90 234
38 10 48
26
149 31 10 190
11.4 2.3
93 625 717
2.9
22 N/A 1,978 2,000
3.1
6 3,376 3,382
2.0
Area and Production Trend of Spinach
12
55 57 112
41 41
191 132 323
18 18
83 399 482
17 17
32
Area and Production Trend of Spring Onion
Makassar Maros Gowa Total
6 N/A 6
19 N/A 5,228 5,247
4 N/A
31 4,764 4,795
63
4
12 N/A 13,608 13,620
3 N/A 3
9 N/A 11,873 11,882
2 N/A 2
6 N/A 795 801
0
392 392
7 N/A 7
Area and Production Trend of String Bean
Maros Gowa Total
26 26
63
38 3,212 3,250
35 35
20 9,162 9,182
3 3
Fruits Production Trend of Avocado
Regency Makassar Maros Gowa Total
1999 2000 2001 2002 2003 Production Production Production Production Production (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) 1 1 2 1 51 100 67 170 2,828 1,724 8,061 1,352 6,009 2,880 1,725 8,163 1,421 6,180 Production Trend of Banana
Makassar Maros Gowa Takalar Total
145 6,267 22,857 5,528 34,797
110 5,792 24,522 13,501 43,925
324 3,305 40,422 1,909 45,960
945 4,169 68,223 824 74,161
113 6,664 74,553 14,524 95,854
8 455 46 508
21,379 52 21,431
71 25 97
120 120 240
23 2,907 110 1,332 4,371
96 2,732 3,605 1,881 8,314
416 262 678
47,141 176 47,317
144 14 158
101 24 125
281 6,010 6,866 13,158
336 1,562 7,302 9,200
Production Trend of Breadfruit
Makassar Gowa Takalar Total
565 83 647
Makassar Gowa Total
399 15 414
Makassar Maros Gowa Takalar Total
52 501 1,421 2,419 4,392
913,037 360 13,406
3,825 162 3,987
Production Trend of Carambola
29 24 53
71 17 88
Production Trend of Citrus
44 601 200 845
45 439 1,074 698 2,256
Production Trend of Durian
Gowa Takalar Total
174 11 185
6,628 12 6,640
9,991 485 10,476
Production Trend of Guava
Makassar Takalar Total
75 21 96
33 720 753
158 160 318
Production Trend of Jackfruit
Makassar Gowa Takalar Total
60,703 613 61,316
362 3,982 83 4,427
349 16,197 2,443 18,988
Production Trend of Rose Apple (Jambu Air)
Makassar Gowa Maros Gowa Total
21 119 236 377
5 47 190 242
14 27 70 219 331
8 10 600 227 845
21 13 1,011 295 1,340
64 276 339
26,842 685 27,528
5,705 6,465 3,296 4,455 19,921
4,607 5,712 2,777 4,531 17,627
131 999 847 79 2,056
67 2,775 4,770 163 7,776
Production Trend of Lanzon
Gowa Takalar Total
11 2,217 2,229
4,824 1,927 6,751
6,655 602 7,257
Production Trend of Mango
Makassar Maros Gowa Takalar Total
2,764 1,179 9,132 2,319 15,394
Makassar Maros Gowa Takalar Total
101 672 631 65 1,469
4,912 9,820 5,243 19,974
5,125 139 2,877 4,443 12,585
Production Trend of Papaya
111 662 891 22 1,687
104 175 1,487 46 1,812
Production Trend of Markisa (Passion Fruit)
Regency Gowa
1999 2000 2001 2002 2003 Production Production Production Production Production (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) 7,190 9,591 11,517 22,724 57,135 Production Trend of Pineapple
Makassar Maros Gowa Takalar Total
1 84 160 25 270
Makassar Gowa Takalar Total
1 339
3 33 302 31 369
1 76 243 77 397
4 71 133 14 221
2 282 2,222 15 2,521
3 110 4 117
4 7,455 7,459
237
295
3 27 30
14 1,651 1,665
32 4
6 5
36 6,434 80 6,550
4 1,274 127 1,404
90 22,724 5,197 28,011
181 19,774 3,668 23,622
Production Trend of Rambutan
340
1 4,760 4,761
4 1,414 1 1,419
Production Trend of Apple
Gowa
191
Maros Gowa Total
53 18 71
236
1,199
Production Trend of Salak
6 21 26
38 27 64
Production Trend of Sapodila
Makassar Gowa
1
6
Makassar Gowa Takalar Total
17 3,223 353 3,594
Makassar Gowa Takalar Total
60 1,725 2,493 4,279
0
Production Trend of Soursop
38 1,726 28 1,792
30 566 409 1,005
Production Trend of Watermelon
61 2,376 5,040 7,477
60 2,075 5,256 7,392
Lampiran 2 Diagram Pohon Produk Sampingan (by-products) - Coconut essence - Coconut wine - Coconut sauce - Drink
Coconut water
- Coconut milk - Coconut cake - Desiccated coconut - Cosmetic additives
Endosperm Coconut fruit
Coconut oil Copra Shell
Residual coconut cake Charcoal
Outer husk Coconut Stem
- Furniture - Construction materials
Leaf rib
Craft material
Leaf
Cooking fuel
Knot
Cooking utensils
- Charcoal flour - Active carbon
- Coir - Mattress - Car seat
Animal feed
- Liquor - Powder - Butter - Cake
- Ice cream - Snack - Chocolate bar, chips - Candy, Drink
Cocoa Beans Cacao pod
Pulp
Pharmacy Industry
- Ingredient of medicine - Cosmetic additives
Solid Waste
Cacao
Organic fertilizer Leaf
Compost industrial materials
Coffee Berry Fruit
- Pharmacy industry - Coffee beans for export - Instant coffee - Caffeine
Residues
Coffee Organic fertilizer Leaf
Compost industrial materials
Cashew nut Fruit
Cashew apple
- Syrup - Sweetener
Shell
Cashew Leaf
Organic fertilizer
Fruit essence Fruit
Cake / drink industries
Fresh fruit Jam / Jelly
Markissa Alcohol Rind
Organic fertilizer
Rice
Alcohol
Residue
Rice flour
Bran
Animal feed
Husk
- Steel polisher - Fuel
Paddy
Paddy
Biomass energy
Electricity
Paper industry
Paper
Straw
Grain Cobs with grain
- Corn - Maize flour - Animal feed - Corn oil
Dried husk Craft industry Cobs Fuel
Maize
Stalk
Organic fertilizer
Cake / snack / noodle industries
- Tofu / Tempe - Bean sprout - Soy milk - Soybean flour - Other food industries - Animal feed
Dried bean Bean
Bean skin
Soybean Stem / root
Organic fertilizer
Wet tuber Tuber
Home consumption
Tapioca
Confectionery industry
Dried chips
Animal feed
Cassava starch
Ingredient for mosquito coil
Cassava Alcohol industry
- Alcohol - Methylated spirits
Leaf
- Vegetable - Organic fertilizer
Food / restaurant industry Frozen shrimp
Export
Shell & head
Animal feed
Shrimp
Shrimp processing industry
- Shrimp crisp / snack - Dried shrimp - Other products
Food industry Dried seaweed Pharmacy industry Seaweed
Wet seaweed
Waste
Beverage industry
Organic fertilizer
Home consumption Fresh fish
Salted fish Fish industry Fish powder
Fish Fish egg
Stem Bamboo Leaf Bamboo shoot
Paint industry
Pine resin
Tanning industry
Chemical industry
- Fish pond culture - Restaurant
Construction materials
- Wall, pole, roof, floor
Furniture materials
- Chair, shelf, bed, etc.
Handcraft materials
- Tooth pick, chopsticks, fan, lamp cap, etc.
Handcraft materials - Dried bamboo shoot - Salted bamboo shoot
Paint essence
Leather processing supplement
Organic fertilizer
Lampiran 3 Perkiraan Biaya Tanaman, Nilai Produksi, Keuntungan Bersih dan Peruntukan Lahan Tabel A3-1 Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Irigasi Paddy (Dry) Paddy (Wet) Maize Soybean Groundnuts Input Cost 4 617 000 4 617 000 1 000 000 2 334 000 3 177 500 Production Cost 4,617,000 4,617,000 1,800,000 2,334,000 3,177,500 Yield (kg) 6,000 5,500 4,300 1,700 1,800 Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 Gross Income 6,600,000 6,050,000 4,300,000 3,910,000 6,300,000 Net Return 1,983,000 1,433,000 2,500,000 1,576,000 3,122,500 Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office
Mungbean 605 000 1,405,000 1,200 2,300 2,760,000 1,355,000
Cabbage 6 000 000 6,000,000 15,000 1000 15,000,000 9,000,000
Carrot 7 538 500 7,538,500 5,000 2,500 12,500,000 4,961,500
Chili Watermelon 8 946 000 2 200 000 8,946,000 3,700,000 8,000 12,300 2,000 1,000 16,000,000 12,300,000 7,054,000 8,600,000
(Unit: Rp.) Sugarcane 10 066 512 10,066,512 80,000 350 28,000,000 17,933,488
Tabel A3-2 Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Lain (2005) Paddy (Wet) Paddy (Dry) Maize Soybean Groundnuts Input Cost 4 360 500 3 334 500 1 000 000 1 896 375 2 859 750 Production Cost 4,360,500 3,334,500 1,560,000 1,896,375 2,859,750 Yield (kg) 5,500 3,400 3,300 1,400 1,500 Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 Gross Income 6,050,000 3,740,000 3,300,000 3,220,000 5,250,000 Net Return 1,689,500 405,500 1,740,000 1,323,625 2,390,250 Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office
Mungbean 550 000 1,110,000 800 2,300 1,840,000 730,000
Cassava 4 758 750 4,758,750 18,000 300 5,400,000 641,250
Cabbage 5 400 000 5,400,000 11,000 1000 11,000,000 5,600,000
Carrot 6 407 725 6,407,725 3,500 2,500 8,750,000 2,342,275
(Unit: Rp.) Chili Watermelon 7 604 100 1 980 000 7,604,100 3,330,000 5,000 8,000 2,000 1,000 10,000,000 8,000,000 2,395,900 4,670,000
Tabel A3-3 Perkiraan Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Lain (2020) Paddy (Wet) Paddy (Dry) Maize Soybean Groundnuts Production Cost 4,360,500 3,334,500 1,560,000 1,896,375 2,859,750 Yield (kg) 5,800 4,000 3,600 1,500 1,600 Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 Gross Income 6,380,000 4,400,000 3,600,000 3,450,000 5,600,000 Net Return 2,019,500 1,065,500 2,040,000 1,553,625 2,740,250 Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office
Mungbean 1,110,000 1,000 2,300 2,300,000 1,190,000
Cassava 4,758,750 20,000 300 6,000,000 1,241,250
Cabbage 5,400,000 12,000 1000 12,000,000 6,600,000
Carrot 6,407,725 4,000 2,500 10,000,000 3,592,275
(Unit: Rp.) Chili Watermelon 7,604,100 3,330,000 5,500 9,000 2,000 1,000 11,000,000 9,000,000 3,395,900 5,670,000
Tabel A3-4 Biaya Tanaman menurut Tanaman Pohon Perennial (2005) Coconuts 1. Investment & 2. Production Year Maintenance Value 1 6,000,000 0 2 4,800,000 0 3 2,600,000 0 4 1,800,000 0 5 1,800,000 0 6 1,800,000 4,200,000 7 800,000 6,300,000 8 800,000 8,400,000 9 800,000 10,500,000 10 800,000 12,600,000 11 800,000 14,700,000 12 800,000 16,800,000 13 800,000 18,900,000 14 800,000 21,000,000 15 800,000 21,000,000 Total 26,000,000 134,400,000 Benefit/year 7,226,667 Benefit/2tree/year 120,444 Source: Dinas Perkebunan, 2005
Net (2.-1.) -6,000,000 -4,800,000 -2,600,000 -1,800,000 -1,800,000 2,400,000 5,500,000 7,600,000 9,700,000 11,800,000 13,900,000 16,000,000 18,100,000 20,200,000 20,200,000 25% (IRR)
Mango 1. Investment 2. Production & Value 4,900,000 0 1,950,000 0 1,500,000 0 1,500,000 0 1,500,000 1,728,000 500,000 2,592,000 500,000 3,456,000 500,000 4,320,000 500,000 5,184,000 500,000 6,048,000 500,000 6,912,000 500,000 7,776,000 500,000 8,640,000 500,000 8,640,000 500,000 8,640,000 16,350,000 63,936,000 3,172,400 63,448
Net (2.-1.) -4,900,000 -1,950,000 -1,500,000 -1,500,000 228,000 2,092,000 2,956,000 3,820,000 4,684,000 5,548,000 6,412,000 7,276,000 8,140,000 8,140,000 8,140,000 22% (IRR)
Markissa 1. Investment 2. Production & Value 7,900,000 0 1,950,000 0 1,500,000 0 1,500,000 0 1,500,000 1,472,000 500,000 2,208,000 500,000 2,944,000 500,000 3,680,000 500,000 4,416,000 500,000 5,152,000 500,000 5,888,000 500,000 6,624,000 500,000 7,360,000 500,000 7,360,000 500,000 7,360,000 19,350,000 54,464,000 2,340,933 33,442
Net (2.-1.) -7,900,000 -1,950,000 -1,500,000 -1,500,000 -28,000 1,708,000 2,444,000 3,180,000 3,916,000 4,652,000 5,388,000 6,124,000 6,860,000 6,860,000 6,860,000 15% (IRR)
Pepper 1. Investment 2. Production & Value 10,200,000 0 3,900,000 0 3,000,000 0 6,300,000 0 6,300,000 10,000,000 6,300,000 15,000,000 6,300,000 20,000,000 6,300,000 25,000,000 6,300,000 30,000,000 6,300,000 35,000,000 6,300,000 40,000,000 6,300,000 45,000,000 6,300,000 50,000,000 6,300,000 50,000,000 6,300,000 50,000,000 92,700,000 370,000,000 18,486,667 132,048
Net (2.-1.) -10,200,000 -3,900,000 -3,000,000 -6,300,000 3,700,000 8,700,000 13,700,000 18,700,000 23,700,000 28,700,000 33,700,000 38,700,000 43,700,000 43,700,000 43,700,000 35% (IRR)
(Unit: Rp.) Cashew 1. Investment & 2. Net (2.-1.) Maintenance Production 3,242,800 0 -3,242,800 460,000 0 -460,000 620,000 0 -620,000 620,000 0 -620,000 620,000 1,200,000 580,000 620,000 1,800,000 1,180,000 620,000 2,400,000 1,780,000 620,000 3,000,000 2,380,000 620,000 3,600,000 2,980,000 620,000 4,200,000 3,580,000 620,000 4,800,000 4,180,000 620,000 5,400,000 4,780,000 620,000 6,000,000 5,380,000 620,000 6,000,000 5,380,000 620,000 6,000,000 5,380,000 11,762,800 44,400,000 25% 2,175,813 (IRR) 15,542
Tabel A3-5 Perkiraan Pengurangan Nilai Produksi di Kawasan Irigasi Bili Bili Estimated Present Condition (2005)
Initial Plan toward Full Development in 2008
*Annual Type of Crop Area Planted (ha) Production Value (Mil. Rp.)
Irrigation Area
Future Condition in 2020
Irrigation Area
Annual Type of Crop Area Planted (ha) Production Value (Mil. Rp.)
Irrigation Area
Type of Crop
Area Planted (ha)
Annual Production Value (Mil. Rp.)
Reduction in Annual Production Value (Mil. Rp.)
Bili Bili Area (2,369ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
2,369 2,369 2,369 7,107
3,993 2,886 1,675 8,554
Bili Bili Area (2,369ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
2,369 2,369 2,369 7,107
4,698 3,395 1,675 9,768
Bili Bili Area (1,519ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
1,519 1,519 1,519 4,557
3,012 2,177 1,074 6,263
-1,686 -1,218 -601 -3,505
Kampili Area (10,547ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,547 10,547 10,547 31,641
17,777 12,847 7,459 38,084
Kampili Area (10,547ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,547 10,547 10,547 31,641
20,915 15,114 7,459 43,488
Kampili Area (10,447ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,447 10,447 10,447 31,341
20,716 14,971 7,389 43,076
-198 -143 -71 -412
Bissua Area (10,686ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,686 10,686 10,686 32,058
18,012 13,016 7,558 38,585
Bissua Area (10,686ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,686 10,686 10,686 32,058
21,190 15,313 7,558 44,061
Bissua Area (10,676ha)
Dry Paddy Wet Paddy Palawija Subtotal
10,676 10,676 10,676 32,028
21,171 15,299 7,551 44,020
-20 -14 -7 -41
85,223 3.61
Annual Production Value/ha
97,317 4.12
Annual Production Value/ha
93,358 4.12
-3,958
Annual Production Value/ha
% Change in Production Value
14.19%
% Change in Production Value
-4.07%
Total
Total
*85% less than Full Development Level
Total
Tabel A3-6 Perkiraan Keuntungan Bersih Per Hektar di Lahan Irigasi Teknis (Perbandingan 2005 dan 2020) Technical Irrigation Area
Diversified Irrigated Urban Agriculture
Present Condition in 2005 Yield Net Return per (ton/ha) crop (Rp./ha) 6.0 1,983,000 5.5 1,433,000 4.3 2,500,000 1.7 1,576,000 1.8 3,122,500 1.2 1,355,000
Crops Dry Paddy Wet Paddy Maize Soybean Groundnuts Mungbean Vegetable (Cabbage) Vegetable (Chili) Annual Fruit Crop (Watermelon) Sugarcane Tree Crop (Coconut) per 2 trees
15.0 8.0 12.3 80.0 -
9,000,000 7,054,000 8,600,000 17,933,488 120,444
Intensity 100% 100% 7% 15% 10% 8%
Other Diversified Irrigated Agriculture
% to Full Net Return Net Return Net Return Intensity Intensity Dev. Level from 1ha Plot from 1ha Plot from 1ha 85% 1,685,550 94% 1,864,020 94% 1,864,020 85% 1,218,050 94% 1,347,020 94% 1,347,020 85% 148,750 10% 250,000 15% 375,000 85% 200,940 8% 126,080 8% 126,080 85% 265,413 15% 468,375 15% 468,375 85% 92,140 7% 94,850 7% 94,850
0% 0% 0% 0% 0% 240%
0 0 0 0 0 3,610,843
5% 5% 0% 1% 239%
450,000 352,700 0 0 120,444 5,073,489
0% 0% 5% 1% 239%
0 0 430,000 0 120,444 4,825,789
Tabel A3-7 Perkiraan Keuntungan Bersih Per Hektar di Lahan Semi-Irigasi, Irigasi Non-Teknis (Perbandingan 2005 dan 2020) Semi/Non-Technical Irrigation Area/Rainfed Area Crops
Present Condition (130%) Yield Net Return per (ton/ha) crop (Rp./ha)
Intensity
Future Condition in 2020 Net Return Yield (ton/ha) from 1ha Plot
Wet Paddy Dry Paddy Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cassava
5.5 3.4 3.3 1.4 1.5 0.8 18.0
1,689,500 405,500 1,740,000 1,323,625 2,390,250 730,000 641,250
100% 0% 7% 5% 10% 5% 3%
1,689,500 0 121,800 66,181 239,025 36,500 19,238
5.8 4.0 3.6 1.5 1.6 1.0 20.0
Vegetable (Cabbage) Vegetable (Chili) Annual Fruit Crop (Watermelon) Sugarcane Tree Crop (Coconut) per 2 trees Tree Crop (Cashew) /ha/year
11.0 5.0 8.0 40.0 -
5,600,000 2,395,900 4,670,000 4,772,364 120,444 2,175,813
0% 0% 0% 0% 0% 0% 130%
0 0 0 0 0 0 2,172,244
12.0 5.5 9.0 50.0 -
Net Return per crop (Rp./ha) 2,019,500 1,065,500 2,040,000 1,553,625 2,740,250 1,190,000 1,241,250 6,600,000 3,395,900 5,670,000 8,272,364 120,444 2,175,813
Urban Agriculture (140%) Intensity
Net Return from 1ha Plot
Other Area (130%) Intensity
Net Return from 1ha Plot
Dryland Area (70%) Intensity
89% 0% 10% 7% 15% 3% 5%
1,797,355 0 204,000 108,754 411,038 35,700 62,063
70% 0% 15% 7% 15% 8% 10%
1,413,650 0 306,000 108,754 411,038 95,200 124,125
0% 0% 10% 0% 12% 0% 15%
5% 5% 0% 0% 1% 0% 140%
330,000 169,795 0 0 120,444 0 3,239,148
0% 0% 5% 0% 0% 0% 130%
0 0 283,500 0 120,444 0 2,862,711
0% 3% 10% 0% 20% 70%
Net Return from 1ha Plot 0 0 174,000 0 286,830 0 96,188 0 71,877 467,000 0 0 435,163 1,531,057
Tabel A3-8 Luas Lahan Pertanian dan Perkiraan Nilai Produksi Bersih pada Saat Ini Type of Land Use Technical Irrigation Area Semi-/Non-Technical Irrigation, Rainfed Area Total
Net Production Value (Mil. Rp.) 23,602 85,223 64,380 139,849 87,982 225,072
Area
Tabel A3-9 Tata Guna Lahan Pertanian dan Perkiraan Nila Produksi Bersih pada Tahun 2020
Zone Diversified Irrigated Urban Agriculture Other Diversified Irrigated Agriculture Irrigated Sugarcane Area Diversified Urban Agriculture Other Diversified Agriculture Dryland Agriculture Total
Area 10,000 9,142 3,500 5,614 57,476 3,000 88,732
Net Production Value (Mil. Rp.) 50,735 44,117 62,767 18,185 164,537 4,593 344,934
Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitan Mamminasata
STUDI SEKTORAL (5)
PENGEMBANGAN INDUSTRI
KRI International Corp. Nippon Koei Co., Ltd
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Daftar Isi
1.
KONDISI SAAT INI ............................................................................................................................1 1.1
Gambaran Umum ..................................................................................................1
1.2
Daya Saing ............................................................................................................3
1.3
Sub-Sektor Utama .................................................................................................4
1.4
Lembaga Penunjang ............................................................................................10
1.5
Kegiatan Klaster..................................................................................................12
2. ISU YANG PERLU DIKEMUKAKAN .......................................................................................18
3.
4.
2.1
Pendekatan Analitik.............................................................................................18
2.2
Kondisi Permintaan .............................................................................................18
2.3
Kondisi Faktor.....................................................................................................18
2.4
Industri Terkait dan Penunjang............................................................................20
2.5
Strategi Jitu, Struktur dan Persaingan .................................................................22
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN .........................................................24 3.1
Strategi Pengembangan .......................................................................................24
3.2
Skenario Pengembangan .....................................................................................29
RENCANA AKSI .................................................................................................................................35
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
1.
1.1 1)
KONDISI SAAT INI
Gambaran Umum Kontribusi PDRB Kontribusi PDRB dari sektor manufaktur di Mamminasata1 (20% pada tahun 2003) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Sulawesi Selatan (12%), tapi relatif masih rendah terhadap Indonesia (31%). Electricity, Gas, Water Mining, Financial Consturction 2% Quarrying 7% Service 1% 8% Transport, Communication 11% Agriculture, Livestock, Service Forestry, 15% Fishery 15%
Trade, Hotel, Restaurant 21%
Manufacturing Industry 20%
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto (2003) Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar Gambar 1- 1 Kontribusi PDRB dalam Area Studi (2003)
Million Rp.
Konsentrasi sektor manufaktur yang relatif tinggi ini kebanyakan berasal dari Makassar karena kontribusi tiga kabupaten lainnya hanya 16% dari kontribusi Makassar. 3,000
30%
2,500
25%
2,000
20%
1,500
15%
1,000
10%
500
GRDP Breakdown GRDP Share
5%
0
0% Makassar Maros
Gowa
Takalar
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto (2003) Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar Gambar 1- 2 Kontribusi PDRB Sektor Manufaktur (2003)
2)
Kontribusi Sektor Meski 71% dari tenaga kerja bekerja pada UKM, namun kontribusi UKM terhadap PDRB di sektor manufaktur hanya 12%. Dua sektor utama, makanan/minuman dan produk kayu/furnitur yang dihasilkan oleh usaha besar dan menengah mendominasi
1
"Mamminasata" dalam laporan ini merujuk pada Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar secara keseluruhan.
5-1
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
PDRB sektor manufaktur sebesar 83% di tahun 2003. Sektor-sektor lain dari usaha besar dan menengah hanya menyumbang 4% dari total PDRB. non-metalic mineral products fertilizers, (L&M) chemical, 1% rubber equipment, (L&M) machinery, 1% apparatus (L&M) 2%
food, beverages (L&M) 15%
other (L&M) 1% small and micro 12%
wood products, furniture (L&M) 7% mineral products (L&M) 2%
food, beverages (L&M) 41%
equipment, machinery, apparatus (L&M) other (L&M) 2% 3%
small and micro 71%
wood products, furniture (L&M) 42%
Gambar 1- 3 Bagian PDRB dalam Area Studi (2003)
Gambar 1- 4
Distribusi Tenaga dalam Area Studi (2003)
Di samping itu, kecuali dua sektor dominan (makanan/minuman dan produk kayu/furnitur), produktivitas tenaga kerja pada sektor manufaktur di Mamminasata jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas tenaga kerja nasional. (Lihat Gambar 1-5). Million Rp.
300 250 200 150 100 50 0 re wa ot fo r r, he e he ot ur t nit t s ea ,l ur uc ,f ile ts xt od te pr uc al od er pr in od m ic wo l a et s er m e bb nru ag , l no er ica ev ,b s em tu od ch ra fo s, pa al er et , ap iliz m y rt fe asic iner h b & ac m n t, iro en pm ing ui t eq rin p r, pe pa
In d Ma one mm sia ina sa
Gambar 1- 5
3)
ta
Nilai Tambah per Pekerja Usaha Besar dan Menengah (2003)
Kecenderungan Ditandai dengan berdirinya PT. Semen Bosowa Maros, sebuah perusahaan semen berskala besar, PDRB sektor manufaktur meningkat hingga 13% di tahun 1999; namun, tingkat pertumbuhannya cenderung menurun sejak itu. Tingkat pertumbuhan rata-rata sektor manufaktur dari tahun 2000 hingga 2003 kurang dari 5% baik di tingkat nasional maupun lokal. Di tengah-tengah persaingan global yang semakin meningkat, kecenderungan masa depan kelihatannya tidak begitu menjanjikan, kecuali jika ada langkah-langkah antisipasi yang tepat diambil. 5-2
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
15.0% 10.0% 5.0%
South Sulawesi Indonesia Mamminasata
0.0% 1999
2000
Gambar 1- 6
2002
2003
Tingkat Pertumbuhan Sektor Manufaktur
Daya Saing Keuntungan komparatif yang nampak (Revealed Comparative Advantage atau RCA) adalah sebuah tindakan untuk mengidentifikasi barang-barang ekspor yang memiliki keuntungan komparatif di daerah tertentu. Gambar 1-7 memperlihatkan RCA komoditi ekspor Sulawesi Selatan dibandingkan dengan rata-rata nasional. Semakin tinggi nilai sumbu x, semakin maka tinggi pula daya saing komoditi tersebut di Indonesia. Namun demikian, komoditas paling kompetitif, yaitu nikel, yang memberikan kontribusi lebih dari 50% dari total ekspor di Sulawesi Selatan, diproduksi di Luwu oleh PT. Inco dan tidak memiliki hubungan industri dengan kawasan Mamminasata. Status komoditas utama lainnya dibahas sebagai berikut. p
p
(
)
(RCA: 10.1-100.0) 250,000,000 Cocoa
Nickel ores and concentrates
200,000,000 Value of Exports (USD)
1.2
2001
150,000,000 Crude animal materials, N.E.S
100,000,000 Lime, cement and fabricated costruction materials
50,000,000
0 10.00
20.00
30.00
40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 Revealed Comparative Advantage (More competitive→)
5-3
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
p
p (RCA: 3.1-10.0)
70,000,000 Crustanceans moluscs and aquaticinvertebrates
Value of Exports (USD)
60,000,000 50,000,000 Sugar, molasses and honey
40,000,000 Feeding stuff for animals
30,000,000 20,000,000
Rice
Crude vegetable materials, N.E.S
Fish, dried salted or in brine; smoked fish
10,000,000 0 3.00
3.50
4.00
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 Revealed Comparative Advantage
7.00
7.50
8.00
(More competitive→)
(RCA: 1.0-3.0) 14,000,000
Wood manufactures, N.E.S
Value of Exports (USD)
12,000,000 10,000,000
Fish, fresh, chilled or frozen
Coffee and coffee substitues
Wood, simplyworked and railwaysleeper of wood
8,000,000 Fruit and nut, fresh or dried
6,000,000 4,000,000
Measuring, checking, and controlling instr.
Stone, sand and gravel
Wood in the rough or roughly squared
2,000,000 0 1.00
1.50
2.00 2.50 Revealed Comparative Advantage
3.00
3.50
(More competitive→)
Catatan: RCA i=(Xi, Sulawesi Selatan/ΣX Sulawesi Selatan)/ (Xi, Indonesia/ΣXIndonesia) dimana RCA i adalah revealed comparative advantage (RCA) komoditas i, Xi, Sulawesi Selatan adalah nilai ekspor komoditas i dari Sulawesi Selatan, ΣXSulawesi Selatan adalah total nilai ekspor dari Sulawesi Selatan, Xi, Indonesia adalah nilai ekspor komoditas i dari Sulawesi Selatan, dan ΣXIndonesia adalah total nilai ekspor dari Indonesia. Sumber: BPS (2004) Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Expor 2003 Gambar 1- 7
1.3 1)
Daya Saing Ekspor Sulawesi Selatan (2003)
Sub-Sektor Utama Produk Makanan Oleh karena produk pertanian dan kelautan merupakan sumber daya utama yang ada di Sulawesi Selatan, sektor makanan/minuman memperoleh prioritas kebijakan tertinggi. Berikut adalah status terkini produk utama pertanian dan kelautan yang 5-4
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
diolah di Mamminasata. Kakao Biji dan produk kakao merupakan komoditi ekspor terbesar kedua Sulawesi Selatan setelah nikel. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana, sementara 70% kakao ekspor Indonesia diproduksi di Sulawesi Selatan. Namun demikian, kualitas kakao Indonesia di anggap berbeda dari biji kakao Afrika. Kakao Indonesia bercita rasa rendah, sementara kakao Afrika unggul dalam hal cita rasa dan aroma. Kakao dari Sulawesi Selatan saat ini dicirikan sebagai berikut: biji kecil, mentega berkadar lemak rendah, dan berkadar ampas tinggi. Reputasi tersebut menjadikan harga biji kakao fermentasi tidak didasarkan atas kualitas, meski biji kakao hasil fermentasi memiliki aroma yang lebih baik bila dibandingkan dengan biji yang tidak difermentasi.2 Hal ini membuat para petani enggan untuk melakukan fermentasi. Dengan demikian, pasaran biji kakao Sulawesi Selatan masih didominasi oleh kakao yang tidak difermentasi. Pasar terbesar kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, di mana biji-biji kakao dari Indonesia dicampur dengan kakao berkualitas lebih tinggi agar cita rasanya lebih baik. Dengan demikian, perusahaan pengelola kakao terbesar di Mamminasata, PT Effem Indonesia, berasal dari AS. Namun, hanya 10% kakao yang diproses di Sulawesi Selatan, sementara sebagian besar lainnya diekspor dalam bentuk biji kakao. Ancaman terbesar terhadap industri ini adalah tingkat produksi kakao. Masalah yang timbul adalah serangga perusak kakao (Cacao Pod Borer), ngengat yang bertelur di polong kakao. Serangga perusak ini telah mempengaruhi produksi biji kakao hingga lebih dari 50%. Masalah lain adalah pohon kakao yang terlalu tua. Produksi biji kakao mencapai puncaknya pada umur sekitar 8 - 10 tahun sementara kebanyakan pohon kakao di Sulawesi Selatan sudah berumur lebih dari 20 tahun. Baik petani maupun industri dapat memperoleh keuntungan apabila teknik penanaman yang tepat diadopsi untuk meningkatkan produktivitas. Ada beberapa proyek yang sedang berlangsung untuk mensosialisasikan teknik-teknik penanaman yang tepat. Proyek yang paling menonjol adalah pembentukan desa-desa kakao percontohan yang dipelopori oleh ASKINDO (Asosiasi Kakao Indonesia), yang menetapkan 3 ladang percontohan di 12 kabupaten, dan proyek Prima PT. Effem, yang memberikan pembinaan/bimbingan mengenai teknik penanaman bagi 1.000 petani di Luwu.
2
Harga kakao non fermentasi di Sulawesi Selatan adalah Rp. 10.300, semi fermentasi Rp. 10.800, dan cokelat hasil fermentasi Rp 11.300 per kilogram pada tgl 10 November. Harga didasarkan pada transaksi bursa New York.
5-5
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Gula Pabrik Gula Takalar, di bawah PTP Nusantara XIV, paling banyak menyerap tenaga kerja untuk sektor manufaktur, mempekerjakan sekitar 1.500 orang; namun produksi gulanya rendah dikarenakan kurangnya pasokan tebu dan penggunaan mesin yang sudah tua. Masalah menyangkut industri gula tidak hanya disebabkan Pabrik Gula Takalar oleh faktor lokal. Produksi gula sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan nasional sejak 1967. Kira-kira setengah konsumsi nasional mengandalkan impor. Pemerintah telah mencoba untuk meningkatkan produksi tebu dengan mempertahankan ketertarikan para petani pada tanaman tebu. Ini telah dilakukan dengan mengontrol harga melalui BULOG (Badan Urusan Logistik) dan menerapkan batas perdagangan dalam hal ini impor gula. Namun, tak ada insentif yang diberikan kepada petani penanam tebu. Ladang tebu di Mamminasata juga telah berubah dan ditanami tanaman lain seperti jagung. Produktivitas tebu yang rendah (rata-rata 35 ton/ha) sebagai akibat dari kurangnya air irrigáis dan varitas yang kurang memadai untuk pengolahan irigasi, serta aplikasi dan peralatan yang tidak memadai. Untuk mengubah situasi tersebut di atas, maka perlu menciptakan persaingan industri gula dengan mengundang investor swasta. Sebenarnya, pemerintah telah meliberalisasi produksi gula dan mempromosikan investasi publik. Namun, lebih mudah menarik investor swasta di mana kesempatan besar terbuka, seperti misalnya di Lampung. Cara lain untuk meningkatkan dinamika industri gula adalah menciptakan kegiatan komersial melalui produk sampingan tanaman tebu seperti sirup/tetes gula dan ethanol. Sementara gula tak mampu memenuhi permintaan daerah dan diimpor dari negara-negara tetangga seperti, Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong; maka sirup/tetes gula diekspor ke Korea Selatan dan Taiwan. Produk bernilai tambah tersebut dapat menciptakan kesempatan pasar jika ditunjang terus oleh pasokan tebu dan cara pengolahan yang baik. Selain itu, ethanol dapat diproduksi dari biomass, bahan sisa setelah memeras jus gula. Dengan teknologi moderen, biomass dapat memperoleh nilai komersial dan ekologis. Udang Beku Udang beku merupakan salah satu produk ekspor yang cukup pupoler dari Mamminasata, dan Jepang merupakan negara importir terbesar untuk komoditi udang windu. Udang windu Sulawesi Selatan saat ini menghadapi persaingan ketat dengan udang windu Kalimantan. Udang di Kalimantan dibudidayakan secara alami dalam 5-6
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
tambak seluas 10 ha. Sementara, udang di Sulawesi Selatan dibudidayakan dalam kolam kecil berukuran sekitar 1 ha. Perbedaan dalam metode pembudidayaan ini mempengaruhi kualitas udang yang rentan terhadap perubahan konsentrasi garam dalam tambak kecil. Perusahaan
afiliasi
Jepang
Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai jual udang beku, yang memproduksi udang misalnya memproduksi udang siap goreng yang dilumuri beku tepung. Namun, Mamminasata tertinggal dibandingkan dengan Vietnam dan China dalam hal produksi bernilai tambah semacam itu. Rumput Laut Indonesia merupakan produsen rumput laut merah terbesar keempat. Khususnya, daerah pantai Takalar adalah daerah penghasil terbesar untuk spesis cottonnii, yang potensial dan memiliki banyak kegunaan untuk membuat jelly dan bahan pengental. Saat ini, sekitar 1% dari total volume produksi di Sulawesi Selatan diolah hingga berbentuk keripik dan bubuk, dan sebagian besar diekspor dalam bentuk yang telah dikeringkan. Keripik dan bubuk tersebut kemudian diolah menjadi carragenan setengah jadi, yang akan diolah lebih lanjut di luar negeri menjadi produk non-diet seperti kosmetik. Serupa dengan kakao, upaya pengadaan rumput laut harus melalui berbagai tingkatan penghubung/tengkulak dan pedagang; sehingga sulit untuk mengontrol kualitas bahan baku. Ada dua masalah utama yang berkenaan dengan kualitas bahan baku. Pertama, rumput laut dipanen sebelum waktunya atau rumput laut yang dipanen sebelum genap berumur cottonii 45 hari. Rumput laut semacam ini mengandung lebih sedikit gelatin. Namun, para pedagang biasanya tidak memeriksa tingkat kematangan dan membeli berdasarkan kuantitas saja. Kedua, rumput-rumput laut tersebut sering dikeringkan langsung di atas pasir, sehingga mudah terkontaminasi. Sementara permintaan akan rumput laut meningkat dari 5 sampai 10% per tahun. Dengan demikian, perlu mengadopsi langkah-langkah untuk mengendalikan mutu produk agar sektor ini dapat lebih memaksimalkan peluang dalam pasar yang semakin bertumbuh. 2)
Produk Kayu dan Furnitur Hutan merupakan sumber daya yang penting di Sulawesi Selatan, yang menghasilkan kayu jati, kayu hitam dan nyatoh. Sektor perkayuan dan furnitur menghasilkan nilai tambah tertinggi per karyawan untuk sektor manufaktur di Mamminasata. 5-7
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Kebanyakan usaha kayu memproduksi furnitur kayu untuk pasar lokal dan kayu untuk konstruksi. Mamminasata beruntung sebab tidak hanya memiliki sumber daya yang berlimpah, tapi juga memiliki tenaga kerja berbakat alami dan berjangka panjang. Faktor-faktor ini mengatasi masalah jarak yang jauh dari pasar dan memudahkan untuk menargetkan pasar yang bukan hanya pasar dalam negeri, tapi juga luar negeri. Kemudian, permintaan jasa konstruksi di Mamminasata juga memberikan dampak yang positif. Namun, pasokan kayu semakin berkurang sehubungan dengan melemahnya upaya perlindungan hutan. Juga Bekas perusahaan afiliasi Jepang yang memproduksi disebabkan oleh semakin maraknya penebangan liar Tripleks yang mengancam perdagangan sehat di pasar. Tripleks Sebagian besar tripleks dari Mamminasata diekspor ke Jepang. Sebuah perusahaan penghasil tripleks, dulunya milik pemerintah Jepang, menyerap tenaga kerja terbesar kedua di Mamminasata, yang mempekerjakan kurang lebih 1.500 orang. Furnitur Sebagain besar furnitur diproduksi untuk pasar domestik, sementara terdapat sebuah perusahaan Jepang yang secara khusus memproduksi furnitur dengan memanfaatkan seni ukir artistik Bali dan Jepara.
Furnitur buatan UKM lokal
3)
Perusahaan pembuat furnitur khusus untuk pasar Jepang
Semen dan Bahan Galian Sub-sektor semen dan bahan galian merupakan industri penting lain di Mamminasata. Bosowa group memiliki dua perusahaan bahan galian besar di Maros yang memproduksi semen dan marmer, 3 sementara ada banyak perusahaan yang memproduksi produk-produk semen seperti ubin dan tiang listrik. PT. Semen Bosowa, yang didirikan tahun 1999, memproduksi 1,8 juta ton per tahun. Terdapat juga pabrik semen yang lebih besar di Pangkep, PT. Semen Tonasa, dengan kapasitas
3
Kapasitas produksinya 1,5 juta/ton semen dan 0,1 juta/ton marmer di Maros. Diperkirakan terdapat kapasitas 2,6 milyar cadangan marmer di Maros (Direktori Sulawesi Selatan 2004 pp.90-91).
5-8
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
produksi 3,5 juta ton per tahun.
Semen Bosowa Maros (semen)
Tambang Bosowa (ubin marmer)
Produk semen lainnya 1 (trotoar)
Produk semen lainnya (tiang listrik)
Bahan galian merupakan sumber pendapatan yang cukup bagus, bukan hanya untuk usaha menengah dan besar tapi juga untuk usaha kecil dan mikro. Terdapat sebuah “sentra” keramik berskala besar 4 di Takalar dan Gowa. Baik JICA dan CIDA (Canadian International Development Agency) telah membantu peningkatan nilai produk dan pasar bagi para pembuat keramik. Selain itu, terdapat pula sentra batu bata yang memiliki 1.072 unit sedang beroperasi di Gowa.
Produk keramik tradisional
4)
Produk keramik kecil bantuan CIDA
Produk keramik hias bantuan JICA
Batu tanah liat tradisional di Gowa
Sektor Daur Ulang Guna melindungi lingkungan, fungsi-fungsi sub-sektor daur ulang semakin lama menjadi semakin penting. Bisnis daur ulang adalah berupa plastik, kertas, besi dan botol; tapi masih sedikit jumlah perusahaan yang menggeluti bidang daur ulang ini di Mamminasata. Kebanyakan sampah yang dapat didaur ulang dikumpulkan dan dikirim ke Surabaya. Walaupun kontribusi perusahaan tersebut ke PDRB hanya 0,1% dari sektor manufaktur, namun sub-sektor daur ulang telah mengalami pertumbuhan sebesar 10% di Indonesia dan 7% di Sulawesi Selatan dalam lima tahun terakhir. Hanya terdapat tiga perusahaan yang mengolah kembali limbah daur ulang; yang pertama, perusahaan pembuat ember, gantungan, dan pot plastik; yang kedua, perusahaan pembuat perkakas rumah tangga aluminium; dan yang ketiga
4
Besi di daur ulang dalam pabrik berskala kecil.
"Sentra" artinya secara geografis menjadi pusat usaha produksi dan penjualan barang-barang serupa. "Sentra" biasanya terdiri dari banyak usaha berskala mikro.
5-9
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
pembuat logam. Ada lagi beberapa usaha yang memanfaatkan botol yang dapat di daur ulang untuk produk kecap dan saus tomat. Tabel 1- 1 Daftar Sampah Daur Ulang di Mamminasata
1.4 1)
Plastik
Keranjang, Balok Plastik, Botol Plastik, Damar, Kantong Plastik
Logam
Besi Tipis, Besi Tebal, Aluminum Tebal, Kawat Tembaga
Kertas
Karton, Kertas Berwarna, Surat Kabar, Kertas HVS
Botol
Botol Soda, Botol Kecap, Botol Markisa, Botol Fanta, Botol Sirup ABC
Lembaga Penunjang Dinas Perindustrian dan Pergadangan. Ada 6 industri penunjang di bawah Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan). BPTTL BPTTL (Balai Pengembangan Teknologi Tekstil & Logam) dibentuk di bawah Disperindag Sulawesi Selatan. BPTTL mempunyai enam UPT (Unit Pelayanan Teknis): tiga untuk tekstil (Soppeng, Wajo, Enrekang) dan tiga lainnya untuk kerajinan logam (Makassar, Parepare, Sidrap). UPT memberikan pelatihan dan penyuluhan bagi Industri Kecil dan Menengah (UKM). UKM-UKM tersebut juga dapat berkunjung ke UPT untuk menggunakan alat-alat mesin. UPT di Indonesia memiliki reputasi rendah dalam hal pemeliharaan mesin dan hanya memiliki alat dasar yang hanya dapat digunakan untuk mendirikan usaha-usaha mikro. Tak terkecuali juga kerajinan logam di Makassar. Mesin yang digunakan untuk kerajinan logam di UPT yang terdapat di Makassar tidak dipelihara dengan baik, dan sampah berserakan di lantai.
Fasilitas yang dipergunakan UKM
UPT Makassar tidak menerapkan prinsip "5S".
P3ED P3ED (Pusat Promosi Perdagangan dan Ekspor Daerah) Makassar didirikan pada tahun 2004 di bawah kerjasama JICA. Institusi ini bertujuan mengembangkan produk bernilai tambah guna promosi ekspor. Staffnya bekerja sama dengan Disperindag 5-10
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Sulawesi Selatan. Kegiatannya meliputi penyelenggaraan pelatihan, penyediaan informasi pasar dan masukan-masukan teknis, dan berpartisipasi dalam pameran. Ada dua hal utama yang dapat mempengaruhi kinerja P3ED. Pertama, P3ED di Makassar kemungkinan berafiliasi dengan Dinas Perdagangan setelah adanya pemisahan Dinas Industri dan Dinas Perdagangan. Pemisahan ini dapat mengakibatkan P3ED mengurangi perhatiannya pada pengembangan produk bernilai tambah dan berkonsentrasi pada perdagangan. Kedua, tiga staf yang di kirim dari NAFED (National Agency for Export Development) dijadualkan kembali ke Jakarta tahun ini, dan manajemen akan diserahkan ke Dinas Perdagangan. Belum bisa dipastikan, apakah pegawai lokal siap mengemban tugas besar tersebut atau tidak. BDI BDI (Balai Diklat Industri) merupakan organisasi di bawah PUSDIKLAT-INDAK (Pusat Pendidikan dan Pelatihan - Industri Kecil dan Dagang Kecil). BDI meyelenggarakan pelatihan bagi para pegawai Disperindag. Balai ini telah menyelesaikan pembangunan asrama yang mampu mengakomodasi 72 orang. Saat ini, pelatihan yang ada khusus untuk para pegawai Disperindag. BDI telah menerima rekomendasi dari JICA mengenai pengembangan sumber daya manusia dan akan memulai pelatihan shindan-shi, atau konsultan resmi bagi UKM-UKM. LPT-Indak LPT-Indak (Lembaga Pembinaan Terpadu Industri Kecil dan Dagang Kecil) memberikan pinjaman ke UKM sebesar Rp 5 sampai 25 juta per usaha. Jangka waktu peminjaman adalah dua tahun untuk sektor manufaktur dan satu tahun untuk sektor perdagangan. Ada 10 hingga 15 UKM yang menerima pinjaman per tahun, tergantung ketersediaan dana. Saat ini, sebagian besar pinjaman diberikan kepada para pedagang. Proses atau kinerja pengembalian tidaklah berjalan sebagaimana mestinya oleh karena beberapa UKM tidak merasa berkewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut. BPSMB BPSMB (Balai Pengujian & Sertifikasi Mutu Barang) melakukan pengujian terhadap produk-produk fakultatif dan wajib guna menerbitkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk fakultatif meliputi kakao, kopi, pala dan bunga pala. Produk wajib meliputi kacang mente, biji mete, teh hitam, karet biasa, merica, cengkeh, vanila, beras, pupuk, garam dan air mineral. BPSMB melakukan pengujian terbatas yang tidak memenuhi keseluruhan pengujian ISO. Terdapat dua perusahaan swasta di Mamminasata yang melakukan pengujian ISO.
5-11
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Balai Metrologi Balai Metrologi menerbitkan sertifikat untuk alat-alat pengukuran. Dalam peraturan disebutkan bahwa alat-alat ukur seperti timbangan di pasar harus disertifikasi setiap tahunnya untuk melindungi kepentingan konsumen yang membeli produk yg melalui proses timbangan. 2)
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memiliki BLKI (Balai Latihan Kerja Industri). Pelatihan dirancang untuk anak muda yang mencari kerja, dan juga buruh pabrik. Kursus meliputi otomotif, mesin, las, listrik, konstruksi, servis, menjahit dan kecantikan. Kurang lebih 370 anak muda menerima pelatihan tiap tahun. BLKI telah menerima kerja sama teknis dari JICA. Efek dari kerja sama tersebut dilihat berdasarkan tingkat penerapan 5S.5 Peralatan dan mesin terawat dengan baik dan 5S dipraktekkan dengan baik pula.
1.5
Kegiatan Klaster Departemen Perindustrian dan Perdagangan memperkenalkan sebuah pendekatan klaster guna pengembangan industri. Pendekatan ini dapat memperkuat ikatan di antara pihak-pihak terkait dan membenahi kapasitas usaha individu. Satu upaya pemerintah yang terlihat adalah sebuah program yang di sebut Gerbang Emas (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat). Sebelas produk, utamanya produk pertanian dan kelautan, telah dipromosikan. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pilihan melalui pemberdayaan masyarakat lokal dan memperkuat ikatan di antara institusi lokal. Dalam Gerbang Emas, pemerintah berperan sebagai fasilitator sementara bank diharapkan berperan sebagai penyandang dana.
5
5S merupakan prinsip dasar menciptakan lingkungan kerja produktif , berasal dari istilah Jepang Sort (seiri), Set in Order (Seiton), Shine (seiso), Standardize (Seiketsu), dan Sustain (Shitsuke)
5-12
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Tabel 1-2 Sebelas Produk Pilihan dalam Gerbang Emas
Produk Kelapa
Area Produksi Pinrang
Sutera
Wajo, Enrekang, Soppeng
Rumput lauit Garam Madu
Takalar, Maros Jeneponto Maros, Makassar
Jagung
Bantaeng, Makassar
Beras
Pinrang, Pare-pare Sinjai, Gowa
Susu Kerajinan tangan (souvenir) Kopi Kakao
Gowa, Makassar Toraja, Enrekang Luwu
Kegiatan Utama • Pelatihan pasca panen • Pemasaran • Pengembangbiakkan • Pemintalan benang • Produksi • Pengadaan • Produksi • Pengembangbiakkan • Pelatihan produksi madu • Pembudidayaan • Pengadaan • Pengolahan • Pembudidayaan • Pengadaan • Pengembangbiakan • Pengolahan • Pengolahan • • • • •
Pembudidayaan Pengadaan Budidaya kakao Perdagangan Pengolahan
5-13
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Sebagai referensi, lokasi distribusi industri utama di Mamminasata telah dipetakan seperti terlihat dalam gambar 1-8 sampai 1-11.
Gambar 1-8 Pemetaan Industri Makassar
5-14
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Gambar 1-9 Pemetaan Industri Gowa
5-15
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Gambar 1-10
Pemetaan Industri Maros
5-16
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Gambar 1-11
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pemetaan Industri Takalar
5-17
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
2. ISU YANG PERLU DIKEMUKAKAN
2.1
Pendekatan Analitik Isu yang mengemuka dalam sektor manufaktur di Mamminasata di analisa berdasarkan empat faktor penentu dalam Model Berlian Michael Porter (Michael Porter's Diamond Model6); yaitu, i) kondisi
STRATEGI JITU, STRUKTUR, DAN PERSAINGAN
KONDISI FAKTOR
KONDISI PERMINTAAN
permintaan, ii) industri terkait dan INDUSTRI TERKAIT DANPENUNJANG penunjang, iii) kondisi faktor, dan iv) strategi jitu, struktur, dan persaingan. Isu Gambar 2-1 Porter's Diamond Model pada perdagangan dan investasi (Model Berlina dari Porter) berhubungan erat dengan perkembangan sektor manufaktur. 2.2
Kondisi Permintaan Secara umum, ada dua jenis pilihan untuk lokasi industri; berbasis sumber daya dan berbasis konsumen. Usaha yang beroperasi dekat dengan konsumen mudah untuk dipelajari konteks permintaannya. Jika permintaan pasar lokal untuk produk berkualitas tinggi, maka ini memberikan insentif ke usaha tersebut dalam mengembangkan industri berbasis konsumen yang kompetitif. Namun, pasar-pasar di Sulawesi Selatan umumnya menghargai produk bukan dari kualitasnya tapi dari harganya. Ini menjadi sebuah kondisi lemah bagi suatu usaha yang menargetkan nilai lebih tinggi kecuali jika usaha tersebut di bawah industri berbasis sumber daya, yang menargetkan pasar di luar.
2.3
Kondisi Faktor Kondisi faktor meliputi ketersediaan material dan SDM dan kesiapan prasarana. Meskipun Mamminasata mempunyai keunggulan dalam ketersediaan material sebagaimana yang dijelaskan di bagian sebelumnya, namun ada banyak isu yang muncul dalam pengembangan SDM dan prasarana.
6
Teori klaster Michael Porter diambil dalam bukunya yang berjudul The Competitive Advantage of Nations tahun 1990. Dia berkata bahwa klaster yang sukses adalah klaster di mana keempat faktor penentu paling terkait secara dinamis seperti dalam Gambar 1.8.
5-18
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
1)
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pengembangan Sumber Daya Manusia Mamminasata memiliki banyak institusi untuk pendidikan tinggi, namun kontribusinya terhadap sektor manufaktur belum banyak berarti. Oleh karena kesempatan kerja dalam sektor manufaktur terbatas, lulusan dari universitas belum terserat secara maksimal di sektor manufaktur. Sebagai contoh, dari 700 lulusan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (UNHAS) tiap tahunnya, hanya 30% yang bekerja di sektor manufaktur. Terlebih lagi, pendidikan di perguruan tinggi tidak mampu memberikan pengetahuan praktis yang diperlukan untuk sektor manufaktur, khususnya tentang produksi dan pengendalian mutu. Fakultas Teknik UNHAS memiliki program magang wajib, di mana para mahasiswa bekerja di pabrik selama 2 hingga 6 bulan. Kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa yang tinggal di Makassar begitu terbatas untuk mendapatkan pengalaman di perusahaan manufaktur yang menunjukkan praktek terbaik di bidang produksi dan pengendalian mutu. Laboratorium Fakultas Teknik UNHAS hanya dilengkapi dengan peralatan dan mesin dasar. Selain itu, mereka tidak menerapkan prinsip 5S seperti BLKI.
Laboratorium Fakultas Teknik UNHAS
2)
Prasarana Pengembangan prasarana merupakan prasyarat untuk menarik investor ke Mamminasata. Namun, tingkat prasarana masih rendah. Jalan Makassar merupakan lokasi strategis untuk mengirim berbagai produk dari Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, kondisi jalan sangat vital untuk menghubungkan kawasan produksi dan Makassar. Khususnya, lokasi produk-produk pertanian dan laut segar yang akan dipadukan ke dalam perekonomian Mamminasata sangat bergantung pada waktu pengangkutan. Selain itu, semua kawasan industri baru yang direncanakan di Mamminasata harus dilengkapi dengan jalan akses yang layak ke pelabuhan laut dan udara.
5-19
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Listrik Mamminasata sering mengalami pemadaman listrik. Meskipun pengendalian pemakaian listrik sangat penting untuk kelestarian lingkungan, namun pemadaman listrik yang lama dan/atau tiba-tiba tentu saja bukan pertanda yang baik bagi perkembangan industri. Sebagai persyaratan dasar, pemadaman tiba-tiba harus dicegah karena dapat mengganggu proses pengolahan dan menghalangi pelaksanaan rencana produksi perusahaan. Air Banyak lokasi di Mamminasata juga tidak mendapat pasokan air yang cukup. Banyak perusahaan mengatasi masalah ini dengan menggunakan air sumur. 2.4
Industri Terkait dan Penunjang Kekurangan lain dari industri di Mamminasata adalah lemahnya industri terkait dan penunjang. Meskipun sektor makanan dan minuman merupakan sektor yang difokuskan untuk promosi, namun kelemahan industri terkait dan pendukung tersebut menjadi penghalang bagi pertumbuhannya.
1)
Pemasok Dalam rangka Mamminasata menargetkan promosi industri berbasis sumber daya, maka penguatan ikatan vertikal di antara para pemasok bahan mentah, pabrik, dan pedagang sangat diperlukan. Meskipun demikian, komunikasi vertikal antar pihak terkait tersebut masih terlihat sangat lemah di Mamminasata. Ini disebabkan para produsen beroperasi dalam skala kecil, makelar dan pedagang tingkat tiga hingga empat berada di antara para produsen dan pabrik (Lihat Gambar 1-9). Pohon vertikal yang kompleks ini menyulitkan pihak pabrik dalam menyampaikan permintaan kepada produsen untuk membenahi kualitas bahan mentah. Akibatnya, komoditas diperjualbelikan berdasarkan kuantitas di sepanjang rantai tersebut. Terlebih lagi, pihak pabrik hampir tidak membedakan harga menurut kualitas dan melakukan pemeriksaan setelah membeli. exporter / glinder penadah di kota penadah di desa
penadah komunitas
・・・・・
x 5 penadah
x 6~8 penadah
petani (70-80 rumah tangga)
Sumber: PENSA (2003) Program Ikatan Agribisnis: Laporan Program Kakao, IFC Gambar 2-2 Rantai Perdagangan (Studi Kasus tentang Kakao)
5-20
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
2)
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Industri Terkait Selain itu, sub-sektor makanan dan minuman tidak mempunyai industri terkait yang kompetitif. Gambar 1-10 menggambarkan klaster makanan. Hanya sejumlah kecil usaha yang bergerak dalam bidang permesinan, termasuk sektor percetakan dan pengepakan. Pada akhir tahun 90-an, GTZ telah memberikan bantuan pelatihan pembuatan prototipe mesin pertanian di UPT. Kursus pelatihan tersebut dirancang untuk mengembangkan industri penunjang bagi sektor pertanian. UPT saat ini masih memberikan kursus pelatihan serupa tiga kali dalam setahun. Pelatihan serupa juga diperlukan untuk sektor percetakan dan pengepakan. perusahaan pembuat mesin
perusahaan pupuk
nelayan
petani pedagang
perusahaan Kertas & tinta
Agen cetak & pengepakan
perusahaan makanan
pedagang
Retailer
konsumen
Sumber: Tim Studi JICA Gambar 2-3
3)
Hubungan Industri Klaster Makanan
Penyedia BDS Satu gejala yang menunjukkan rendahnya perkembangan industri adalah kurangnya penyedia BDS (Business Development Service) aktif yang bergerak dalam pengembangan bisnis dengan basis komersial, termasuk pelayanan konsultasi dan pelatihan. Berdasarkan rekomendasi dari Committee of Donor Agencies (Komite Agen Donor), pemerintah pusat mencoba untuk mempromosikan pasar kepada penyedia BDS tersebut. Namun, arahan kebijaksanaan ini tak banyak dipraktekkan di Mamminasata, dan pemerintah daerah masih mempertimbangkan bahwa para PNS merupakan pelaku utama dalam penyediaan BDS bagi UKM. Di lain pihak, di Jawa Timur Disperindak memegang daftar penyedia BDS termasuk pekerja-pekerja di usaha besar, dan mengirim penyedia BDS yang tepat guna memberikan pelayanan 5-21
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
konsultasi dan pelatihan bagi UKM-UKM. Dinkop (Dinas Koperasi dan UKM) pernah melaksanakan proyek MAP (Modal Awal Padanan) dari tahun 2001 sampai 2003. Dalam proyek ini, satu penyedia BDS dirangkul untuk membantu satu koperasi selama tiga tahun. Masing-masing penyedia BDS menerima hingga Rp 50 juta untuk tiga tahun operasi. Walaupun sekitar 50 penyedia BDS ditunjuk dalam program ini, namun kinerja mereka secara umum kurang memuaskan. Ada dua masalah yang teridentifikasi; pertama, kebanyakan penyedia BDS tersebut tidak melaksanakan kewajiban mereka selama tiga tahun penuh karena pembayaran dilakukan di awal pengoperasian. Kedua, proyek ini dimulai sebelum penyedia BDS memiliki kapasitas yang memadai, sehingga mereka belum siap berperan sebagai konsultan swasta. Berdasarkan hasil tersebut, kebijakan diubah dan Dinkop tidak lagi memberi dukungan terhadap para penyedia BDS dalam upaya pengembangan koperasi. Saat ini, terdapat kesempatan pasar yang terbatas bagi penyedia BDS. Salah satunya adalah kursus pelatihan finansial dari Bank Indonesia (BI) yang bertujuan membantu pengembangan penyedia BDS sebagai perantara finansial. Satu kursus berlangsung selama tiga hingga empat hari. Sehubungan dengan singkatnya waktu kursus tersebut, maka hanya pengetahuan dasar yang diberikan. Kesempatan pasar lainnya adalah bantuan finansial dari sejumlah BUMN, yang diharuskan untuk membelanjakan 5% dari keuntungan mereka untuk keperluan pengembangan UKM. 2.5
Strategi Jitu, Struktur dan Persaingan Rantai nilai menunjukkan garis kegiatan manufaktur, dimulai dari hulu (Penelitian & Pengembangan dan pengembangan produk), pengolahan, hingga ke hilir (penjualan dan pemasaran). Smile curve 7 memperlihatkan bahwa di sepanjang garis proses produksi, titik arus tengah menghasilkan nilai tambah yang lebih rendah dibandingkan dengan titik hulu dan hilir.
N ila i ta m bah R&D Pengembangan Manufaktur
Penjualan & pemasaran
Hulu
Hilir
produk
Gambar 2-4
Smile Curve (Kurva Tersenyum)
Industri di Mamminasata sebagian besar terfokus pada logistik ke dalam dan kegiatan- kegiatan operasional. Mayoritas usaha tidak berkaitan dengan logistik ke luar, pemasaran/ penjualan, dan kegiatan pelayanan guna menjangkau pasar akhir. Mereka memproduksi produk setengah jadi dan tetap berperan sebagai pemasok bagi 7
Ide "smile curve" diusulkan oleh Pimpinan Acer Co. Ltd di Taiwan.
5-22
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
pabrik di pasar akhir. Ini merupakan tantangan bagi sektor industri di Mamminasata untuk bergerak ke arah hulu maupun hilir. Tabel 2-1 memperlihatkan analisis SWOT (strength=kekuatan, weakness=kelemahan, opportunity=peluang, dan threats=ancaman) untuk industri makanan Mamminasata.8 Tabel 2-1 Analisis SWOT pada Industri Makanan di Mamminasta (sementara)
Kondisi faktor Kekuatan
Bahan baku berlimpah
Kelemahan
• Prasarana tidak memadai • Lahan datar yang tersedia untuk investor baru terbatas Rencana pengembangan Mamminasata
Peluang
Kondisi kebutuhan rumah tangga
Kualitas terbaik hanya untuk ekspor
Industri terkait dan penunjang Kegiatan penunjang oleh Gerbang Emas, P3ED, dll. Kurangnya industri penunjang
Strategi jitu, struktur, dan persaingan
Tidak mengarah ke produk bernilai tambah lebih tinggi
Peningkatan taraf hidup Persaingan pasar dengan barang impor
Ancaman Sumber: Tim Studi JICA
8
Praktek ini paling baik diterapkan dalam sebuah workshop oleh anggota pimpinan industri bersangkutan.
5-23
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
3.
3.1. 1)
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Strategi Pengembangan Pelaku Hanya ada 180 usaha menengah dan besar yang menghasilkan Rp 2,5 milyar nilai tambah bagi Mamminasata. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bukan hanya jumlah pasti usaha tapi juga keragaman sektor terbatas. Membantu usaha yang ada saja tidak akan cukup untuk pembangunan industri di Mamminasata. Selain membantu usaha yang ada, dua arahan harus secara simultan dicari untuk meningkatkan jumlah pelaku dalam sektor manufaktur; yaitu, (i) mengundang investor baru dari luar Sulawesi, dan (ii) membantu perkembangan pengusaha-pengusaha baru dari daerah untuk ikut berkiprah. Hingga kondisi investasi membaik, maka akan lebih realistis untuk menargetkan investor yang sedang beroperasi di Indonesia dan mau memperluas kegiatannya di Mamminasata. Investor baru secara bertahap akan diundang sejalan dengan membaiknya kondisi investasi.
2)
Pasar Target Sementara permintaan lokal tidak melihat produk berkualitas tinggi, maka akan lebih masuk akal jika pihak industri menargetkan pasar di luar Mamminasata dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di Indonesia Timur. Namun demikian, lokasi terpencil semakin menambah biaya transportasi dan waktu pengangkutan yang diperlukan lebih lama. Tiga syarat berikut harus dipenuhi untuk mengatasi faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut. a) Produksi padat karya b) Stabilitas mutu terhadap waktu dan suhu c) Nilai tambah melebihi nilai investasi dan biaya operasi Melihat kondisi di atas, maka dapat dipahami bahwa industri kayu seperti tripleks pernah menjadi sektor yang populer untuk investasi. Di lain pihak, beberapa produk makanan tidak memenuhi syarat di atas. Sebagai contoh, es krim, produk ini sangat memerlukan pengendalian temperatur, sehingga tidak cocok untuk menargetkan pasar di luar sebab prasarana yang diperlukan belum sepenuhnya dikembangkan. Udang beku, yang pernah menjadi produk ekspor populer bagi produsen-produsen Jepang, saat ini telah kehilangan daya saingnya karena sektor ini menyerap biaya tenaga kerja, listrik, dan pajak yang tinggi sementara nilai tambahnya tetap rendah. Sebaliknya, makanan kaleng atau diawetkan dapat memenuhi syarat stabilitas mutu 5-24
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
terhadap waktu dan temperatur. Industri makanan juga memerlukan biaya investasi tinggi guna memenuhi syarat kesehatan bila menargetkan pasar internasional. Bahan yang sama seperti minyak kelapa dan bubuk rumput laut dapat digunakan untuk makanan maupun kosmetik. Dilihat dari sisi investasi dan biaya operasi, maka target pada industri kosmetik akan membutuhkan biaya yang lebih kecil dan cukup berpotensi untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi jika perusahaan bersangkutan memiliki teknologi, desain pengepakan, dan strategi pemasaran yang tepat. Namun karena perusahaan lokal tidak memiliki kemampuan teknologi yang cukup, maka pasar target awalnya adalah pasal lokal. Setelah memiliki cukup modal, pengetahuan tentang pasar dan teknologi, maka baru sedikit demi sedikit merambah ke pasar tingkat nasional dan internasional. 3)
Penekanan pada Pengembangan SDM Untuk meningkatkan usaha yang telah ada dan membantu usaha-usaha baru, kapasitas lembaga untuk pengembangan SDM harus diperkuat; yaitu universitas, UPT, dan BDI. Fakultas Teknik Fakultas teknik atau lembaga pendidikan teknik mempunyai dua mandat berkaitan dengan pengembangan SDM: mengembangkan SDM yang mampu melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan dan mengembangkan para praktisi yang secara efektif bekerja atau membantu industri. Saat ini, Fakultas atau lembaga pendidikan teknik di Mamminasata belum mampu memenuhi kedua target di atas. Dilihat dari kebutuhan mendesak industri di Mamminasata, maka dibutuhkan lebih banyak lagi praktisi untuk dikembangkan melalui pendidikan perguruan tinggi dengan memberi perhatian lebih pada pendidikan kewiraswastaan dan pengetahuan praktis mengenai manufaktur. UPT Pada beberapa tahap pengembangan industri, kapasitas swasta dapat melampaui apa yang ditawarkan oleh sektor publik. Mungkin benar bahwa fungsi UPT menjadi kurang efektif dikarenakan sektor swasta memiliki konpetensi lebih dibandingkan apa yang ditawarkan oleh sektor publik di kawasan yang lebih maju di Indonesia. Namun demikian, fungsi UPT masih vital di kawasan Mamminasata di mana pemain industri begitu terbatas. Kapasitas UPT harus ditingkatkan dan mengajarkan pengetahuan kepada UKM tidak hanya dalam produksi produk prototipe tapi juga dalam produksi dan pengendalian kualias. UPT sendiri harus betul-betul mempraktekkan 5S dan proses produksi. (walaupun belum mampu memproduksi 5-25
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
secara massal). Lebih dari itu, UPT harus bekerja sama dengan perguruan tinggi guna menghasilkan lulusan baru untuk memanfaatkan fasilitas dan melahirkan bisnis baru. Untuk ini, UPT harus menjadi tempat yang menarik bagi lulusan baru tersebut dalam hal kebersihan, disiplin dan kualitas pelayanan konsultasi. BDI Saat ini, BDI di Mamminasata hanya dimanfaatkan oleh pegawai Disperindag. Oleh karena beberapa BDI telah melaksanakan uji coba, maka kesempatan pelatihan di BDI harus pula diperluas ke UKM dan penyedia BDS. 4)
Kemitraan Pemerintah-Swasta Untuk melahirkan industri yang dinamis, sektor swasta harus menjadi pelaku utama bagi pengembangan industri sementara sektor pemerintah sebagai fasilitator atau penunjang kegiatan. Berdasarkan kebijaksanaan ini, maka ada dua prinsip yang harus dipenuhi. Pertama, pemerintah harus meningkatkan kemampuan penyedia BDS dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan pasar. Khususnya, personil yang bekerja di sektor swasta harus diikutkan dalam pasar BDS. Guna memperluas pelayanan, jaringan penyedia BDS akan jauh lebih efektif dimanfaatkan untuk menyentuh UKM-UKM yang tersebar di mana-mana. Dari pada mencoba langsung berhubungan dengan UKM, maka sebagiknya lembaga pemerintah seperti P3ED bekerja sama dengan penyedia BDS. Kedua, pemerintah harus meminimalkan campur tangannya dalam pasar. Perusahaan pemerintah harus diarahkan untuk memberi kesempatan bagi sektor swasta untuk ikut dalam pasar. Mamminasata pernah memiliki pengalaman yang kurang baik dalam mengelola sebuah perusahaan kertas pemerintah di Gowa. Kesalahan yang sama tidak boleh terulang pada pabrik gula pemerintah di Takalar. Sebelum industri benar-benar kehilangan daya saingnya dan para petani berhenti memproduksi tebu, maka investasi swasta harus dicari untuk industri gula ini.
5)
Promosi Industri Terkait dan Penunjang Industri dan pasar sangat bergantung pada Jawa Timur, sebab Mamminasata hanya menawarkan ragam produksi yang terbatas. Dalam merancang pengembangan industri, pihak penerima manfaat yang ditargetkan harus selalu menyertakan industri penunjang dan industri terkait. Negara seperti Malaysia memberikan perlakuan pajak istimewa untuk investor baru yang menjadi pioneer (pelopor). Jenis perlakuan pajak seperti ini harus dipelajari dengan baik. Pada saat yang sama, program-program pelatihan baru harus dirancang untuk keperluan pengembangan kapasitas perusahaan dan pengusaha baru yang sudah ada. 5-26
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
6)
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Promosi Klaster Promosi klaster memperkuat ikatan antar stakeholder. Ini merupakan pendekatan yang efektif untuk menciptakan persaingan dalam industri. Gerbang Emas merupakan prakarsa yang sedang berlangsung sesuai dengan arahan ini. Untuk suksesnya kegiatan dalam promosi klaster ini, ada lima hal yang perlu dipelajari dan diingat dari Studi JICA guna meningkatkan kemampuan UKM di Indonesia (2001-2004). Tujuan Jangka Pendek dan Jangka Panjang Kegiatan promosi klaster harus menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang dapat memberikan keuntungan pada para peserta. Tujuan jangka pendek harus dapat dicapai dalam periode yang terukur karena minat peserta kemungkinan besar akan hilang jika mereka tidak memperoleh keuntungan dalam jangka waktu yang telah disepakati sebelumnya. Fasilitator Klaster Fasilitator klaster memainkan peranan yang vital dalam menentukan kesuksesan promosi klaster. Sementara mayoritas peserta cenderung pasif pada tahap awal pengembangan klaster, maka fasilitator klaster adalah seseorang yang memiliki motivasi, berdedikasi tinggi dan mempertimbangkan keuntungan seluruh peserta kegiatan. Ia dapat berasal dari kalangan pemerintahan, salah satu perusahaan anggota, atau penyedia BDS. Tugas yang terpenting dari seorang fasilitator adalah membawa para stakeholder ke dalam kegiatan tersebut dan membantu membangun ikatan di antara para peserta. Studi JICA untuk penguatan kemampuan klaster UKM mengusulkan pemanfaatan fungsi LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) di perguruan tinggi karena fungsi ideal fasilitator klaster menghendaki sebuah ide agar dapat berkontribusi ke masyarakat. Tugas sebagai fasilitator klaster juga memberi kesempatan pendidikan yang baik kepada mahasiswa. UNHAS (Universitas Hasanuddin) di Mamminasata diharapkan berperan lebih aktif dalam UKM melalui penguatan LPM-nya. Partisipasi Terbuka Keanggotaan dalam kegiatan promosi klaster harus bersifat terbuka karena para stakeholder berubah sesuai dengan topik. Apabila masa keanggotaannya habis, maka para anggota akan kembali mengurus urusan mereka masing-masing yang mungkin dapat menciptakan konflik dengan mereka yang bukan anggota. Para peserta harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan secara sukarela. Kelompok kecil yang aktif lebih baik dari pada kelompok besar yang pasif.
5-27
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Belajar dari Pembeli Salah satu kegiatan promosi klaster yang paling efektif adalah kegiatan dimana para peserta dapat mengetahui keinginan pembeli secara langsung. Pihak DINAS harus membantu mengatur pertemuan dengan para pembeli. Dalam beberapa pengalaman kegiatan klaster yang sukses di dunia, para pembeli terlibat secara aktif sebab mereka memberikan masukan menyangkut teknologi dan pelatihan. Belajar dari Praktek Terbaik Kegiatan efektif lainnya adalah belajar dari praktek terbaik. Satu cara untuk melakukannya adalah mengatur pelaksanaan studi tur ke sebuah contoh kasus yang memperlihatkan kinerja yang tinggi dengan level terukur. Kerjasama dari DINAS diperlukan guna mengatur pertemuan dalam studi tur tersebut. 7)
Pasokan Stabil yang disertai Peningkatan Mutu Pihak produsen sepertinya bersedia mengupayakan peningkatan mutu bila upaya mereka diganti dengan bunga ekonomis. Oleh karena itu, beberapa insentif perlu ditetapkan dengan cara memberikan harga lebih tinggi untuk produk yang lebih baik. Harga beberapa produk seperti kakao dikendalikan oleh harga pasar internasional, di mana perubahan kecil pada sistem di Sulawesi Selatan tidak akan mempengaruhi harga. Salah satu cara yang memungkinkan untuk membuat perubahan adalah dengan mengundang para pembeli ke pasar yang memanfaatkan sebuah produk dengan berbagai macam cara. Dalam hal ini kasus gula dapat dijadikan sebagai contoh. Kebijakan diarahkan untuk mempertahankan harga gula agar tetap rendah demi kepentingan masyarakat, namun harga gula yang rendah membuat para petani enggan untuk menanam tebu. Jika tebu dipakai bukan hanya sebagai bahan pembuat gula, tapi juga untuk produk sampingan seperti sirup gula dan ethanol, maka harga tebu kemungkinan dapat naik tanpa mempengaruhi harga gula. Kota Makassar membuka sebuah pusat perdagangan di KIMA (Kawasan Industri Makassar). Pusat perdagangan tersebut dapat membuka peluang bagi para produsen untuk melakukan transaksi dengan beragam pembeli yang memanfaatkan produk untuk tujuan dan maksud yang berbeda-beda. Pusat perdagangan ini juga dapat memperkuat jalinan komunikasi antar produsen/pedagang dengan pembeli, sehingga kepentingan bersama dalam hal peningkatan mutu dapat dicapai.
8)
Merancang Kawasan Industri Kegiatan Industri sebaiknya diarahkan ke kawasan industri yang dapat memberikan jaminan keamanan secara komparatif, prasarana yang memadai, layanan turn-key untuk beragam prosedur administrasi, dan pertalian yang lebih kuat dengan berbagai sektor industri. Pemusatan kegiatan industri juga ideal untuk keperluan penanganan 5-28
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
limbah industri. Dalam memilih lokasi, para investor juga mempertimbangkan kondisi perumahan dan ketersediaan sarana hiburan (lapangan olah raga). Membentuk sebuah tim pemasaran yang strategis juga merupakan agenda lain yang penting dalam merancang kawasan industri. Perlu kiranya menyewakan kembali atau membentuk usaha penjualan patungan dengan agen berpengalaman atau mempekerjakan tenaga berpengalaman. 9)
3.2 1)
Pengendalian Anggaran Kondisi industri biasanya berubah seiring dengan perkembangan industri. Dengan demikian, konteks lembaga pemerintah juga harus disesuaikan. Namun, pemanfaatan lembaga yang sudah ada akan lebih baik dibandingkan dengan pembentukan lembaga baru karena ini dapat menambah belanja pemerintah. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengubah kegiatan/lembaga tertentu bila misi mereka tidak lagi dibutuhkan oleh sektor industri. Sebagai contoh, saat ini telah banyak diketahui bahwa pemerintah tidak harus secara langsung membiayai UKM-UKM. Pada waktu mengubah kegiatan-kegiatan yang tidak perlu, anggaran semacam itu harus dialihkan pada restrukturisasi bantuan yang lebih penting seperti rehabilitasi UPT. Skenario Pengembangan Langkah-langkah Pengembangan Industri Saat ini, pabrik di Mamminasata sebagian besar memproduksi produk setengah jadi atau bernilai tambah rendah. Mereka berfokus pada sektor makanan/minuman dan kerajinan kayu, sementara industri penunjangnya memiliki dasar/landasan lemah. Dalam rangka meningkatkan industri hingga menjelang tahun 2020 nanti, tujuan jangka menengah harus dibuat setiap lima tahun sekali. 2020 Spesialisasi dan diversifikasi
2015 Pengembangan industri melalui pendekatan klaster
Sektor manufaktur di Mamminasata
2010 Membangun dasar
Sumber: Tim Studi JICA Gambar 3-1
Skenario Pengembangan Industri (Image)
5-29
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Tabel 3-1 Skenario Pengembangan Industri (Agenda)
Agenda 2005-2010
Membanguan dasar
2011-2015
Pengembangan Industri melalui Pendekatan Klaster Spesialisasi dan Diversifikasi
2016-2020
Tindakan • Pengembangan prasarana • Menegakkan kebijakan yg berpihak pada pasar • Pengembangan SDM Sambil menargetkan manufaktur pertanian & kelautan, dilakukan pendekatan klaster. Membimbing setiap perusahaan untuk fokus pada pengembangan teknologi, dengan kompetensi inti didalamnya.
Tujuan • Menciptakan lingkungan bisnis guna menarik lebih banyak investor • Menciptakan SDM unggul dalam manufaktur Untuk memperkuat ikatan diantra sektor industri berbeda Untuk menciptakan industri, yang mengolah produk berkualitas bernilai tambah tinggi
Sumber: Tim Studi JICA
Hingga tahun 2010 nanti, pemerintah harus mengupayakan membangun dasar dengan mengembangkan prasarana, kebijakan yang berpihak pada pasar, dan SDM. Kemudian dari tahun 2011 sampai 2015, investasi dipercepat. Sambil menargetkan manufaktur pertanian dan kelautan, pendekatan klaster diterapkan sehingga industri penunjang tumbuh pada waktu yang bersamaan. Diasumsikan bahwa menjelang tahun 2015, Mamminasata memiliki perusahaan yang cukup yang siap dengan produk berkualitas dan bernilai tambah tinggi. Kemudian dari tahun 2016 hingga 2020, penekanan pada pengembangan teknologi. Setiap perusahaan dibimbing untuk fokus pada pengembangan teknologi dengan kompetensi tinggi didalamnya, dan secara keseluruhan, diversifikasi teknologi akan terlihat di Mamminasata. 2)
Target Pertumbuhan Departemen Perindustrian sedang mempersiapkan rencana pengembangan nasional jangka menengah, dimana ditargetkan 8,6% pertumbuhan tiap tahun dalam sektor manufaktur non BBM dari tahun 2004 sampai 2009. Kemudian, ditargetkan pencapaian pertumbuhan 10% tiap tahun dari 2010 hingga 2025. Demikian juga, BAPPEDA Sulawesi Selatan memperkirakan tingkat pertumbuhan tahunan dalam sektor manufaktur di Sulawesi Selatan adalah 9,3% dari tahun1994 hingga 2020. Namun demikian, tingkat pertumbuhan rata-rata di sektor manufaktur dari tahun 2000 hingga 2003 adalah sebesar 5,0% di Mamminasata, dan nampaknya pertumbuhan tahunan 9,3% agak sedikit terlalu ambisius khususnya karena prakondisi, pengembangan prasarana dan langkah-langkah kebijakan belum terpenuhi saat sekarang ini. Perkiraan yang berlebih harus dihindari agar menghindari investasi berlebihan, yang mengakibatkan pengembalian rendah. Oleh karena itu, Tim Studi JICA mengusulkan tingkat pertumbuhan tahunan adalah 6,3%, yang bisa diraih apabila upaya yang memadai dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut (Lihat metodologi penghitungan). 5-30
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
4,000,000 food, beverages (L&M) 3,500,000 3,000,000
Million Rp.
2,500,000 wood products, furniture (L&M)
2,000,000 1,500,000
small and micro enterprises
1,000,000 equipment, machinery, apparatus (L&M)
500,000 0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
L&M: Large and medium enterprises (Usaha Besar & Menengah) Sumber: Tim Studi JICA Gambar 3-2
Tata Guna Lahan Berdasarkan model proyeksi PDRB di atas, luas kawasan industri diproyeksikan. Diperkirakan lahan tambahan seluas 700 ha akan diperlukan untuk menunjang pertumbuhan sektor industri termasuk lahan pergudangan dan perluasan perusahaan yang ada saat ini hingga menjelang tahun 2020. Namun, perlu diingat bahwa penentuan tata guna lahan bagi industri memakan waktu lebih lama dari perkiraan kebutuhan lahan bagi pengembangan industri.
100,000
Laborers
1,200 1,000
80,000
800
60,000 Land
40,000
600 400
20,000
200
Industrial Area (ha)
1,400
120,000 No. of Laborers
3)
Projeksi Pertumbuhan Manufaktur Sektor PDRB di Mamminasata
0
0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Sumber: Tim Studi JICA Gambar 3-3 Proyeksi Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Kawasan Industri di Mamminasata
Saat ini, tim pengelola KIMA sedang menyelidiki beberapa tempat yang dicalonkan sebagai lokasi dari kawasan industri yang baru. KIMA berencana memperluas 200 ha di sekitar lokasi kawasan industri saat ini sambil mencari kawasan tambahan lainnya. Pemerintah Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar masing-masing mengusulkan lokasi yang memungkinkan di setiap kabupaten. Gambar 3-4 dan Tabel 3-2 merangkum berbagai ciri dan fungsi dari masing-masing lokasi.
5-31
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Zona Industri Sub Sektor Menjanjikan
Industri perumahan, barang-barang higienis, batu bata, perabot Pengolahan kosmetik & obat-obatan, pengolahan produk pertanian Pengolahan produk pertanian, perabot, barang elektronik Industri daur ulang, pengepakan, industri inovasi yang akan dikembangkan UNHAS Pengolahan buah, kakao, vanila, rumput laut, kedelai, jagung, ternak
Gambar 3-4 Zonasi Industri di Mamminasata
Tabel 3-2 Usulan Lokasi Industri Nama
Lokasi
Fungsi
Jalan
KIMA
Makassar
Gabungan berbagai industri
○
KIMA2
KIWA
KITA
Kec. Marusu, Maros Pattalasang, Gowa
Galesong Utara, Takalar Sumber: Tim Studi JICA
Pertanian & kelautan, semen, marmer, kayu Agro, berhubungan dengan Fak. Teknik Hasanuddin Agro & kelautan, kayu
1km dari Jl. Pattingalloang
Jalan lingkar luar & perpanjangan Jl. Sultan Alauddin Jalan pesisir pantai
Akses ke fasilitas
Ketersediaan lahan
Kondisi lahan
Dekat pelabuhan laut & udara Dekat pelabuhan laut & udara
○ 200Ha + 30ha yg belum terjual
Kawasan industri
Desa △ 200ha
○ 255ha
Dekat pelabuhan laut lokal
△ 200ha
Lahan tak terpakai untuk tebu
Desa
Di antara KIMA2 (Kawasan Industri Makassar 2), KIWA (Kawasan Industri Gowa), dan KITA (Kawasan Industri Takalar), hanya lokasi KIWA yang telah dimiliki pemerintah karena lahan tersebut dimanfaatkan untuk perkebunan tebu. Lokasi KIWA dekat dengan Sungguminasa dimana terdapat pemusatan Usaha kecil & 5-32
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Menengah (UKM). Lokasi KIMA2 dan KITA belum dipastikan, tapi pemerintah Maros saat ini sedang mempertimbangkan untuk memilih lokasi yang dekat dengan perbatasan Makassar. Kriteria Dalam memilih lokasi, ada dua kriteria penting. Pertama, lokasi industri tersebut harus memperhatikan aspek daya tarik bagi investor yang lebih mengutamakan aspek-aspek menyangkut kondisi prasarana. Akses yang baik ke pelabuhan udara dan laut merupakan prasyarat tidak hanya untuk ekspor tapi juga untuk impor. Lebih penting lagi, ketersediaan listrik dan air harus dapat dijamin. Pemadaman listrik jangan sampai terjadi. Kedua, biaya investasi harus dikaitkan dengan pembangunan jalan, listrik, air dan jaringan telekomunikasi. Memperhitungkan sisi baik diperlukan jika akan mengembangkan sebuah kawasan industri di daerah terpencil. Fungsi Karena dekat dengan pelabuhan laut dan udara, KIMA melayani perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis. Jika KIMA2 dibangun, maka fungsinya akan sama. KIMA2 ini lebih dekat dengan pabrik semen dan marmer dan memiliki potensi mengembangkan manufaktur konstruksi dan perumahan yang memanfaatkan produk-produk bahan galian. Namun di sisi lain, tidak seperti kawasan industri usulan lainnya, lokasi KIWA berada di tengah permukiman. Oleh karena itu, kecil kemungkinan kawasan ini dapat menghasilkan input dan output dengan volume lebih besar. Namun demikian, keunikan KIWA adalah lokasinya yang dekat dengan Fakultas Teknik UNHAS, rencana kampus baru di Gowa. Departemen Pendidikan Nasional sedang berencana untuk memulai sebuah proyek baru yang disebut Hi-Link, dimana kegiatan Penelitian dan Pengembangan di perguruan tinggi diarahkan kontribusinya ke industri lokal. KIWA dapat menjadi lokasi bagus bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan proyek Hi-link. Apabila proyek tersebut sukses, maka ini dapat membuat perusahaan-perusahaan tersebut tertarik menjalankan kegiatan software & Penelitian dan Pengembangan. Seperti KITA, sebuah perencanaan lokasi industri harus mempertimbangkan lahan pertanian. Takalar merupakan lokasi yang vital untuk produksi beras, gula dan jagung. Akan lebih baik bila Takalar mengundang investor yang memanfaatkan produk pertanian dan laut bernilai tambah tinggi seperti kosmetik dan makanan bergizi daripada membangun kawasan industri besar. Idenya adalah membangun kawasan industri dekat Pabrik Gula Takalar, jika pabrik dapat diaktifkan kembali melalui prakarsa sektor swasta, yang secara strategis mengalokasikan industri seperti industri pengolahan mangga dan jus buah lainnya, susu kedelai, pengolahan rumput laut 5-33
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
menjadi kosmetik dan buah-buahan bergizi, pembuatan peti-peti kayu dan industri penunjang lainnya serta pengolahan produk sampingan dari pabrik gula tersebut.
Produk buah, produk kakao, produk vanilla (Pengolahan produk pertanian dihubungkan dengan pabrik gula)
Produk rumput laut
Pabrik Gula (Saat Ini)
Produk Perikanan
Produk Kedelai (Susu, tempe, tahu, kecap)
Produk Jagung
(Produk Samping) Produk Molase Produk Vagan
Makanan Ternak Makanan Ikan
Gambar 3-5 Gambaran Klaster Produk Pertanian Takalar
5-34
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
4.
RENCANA AKSI
Untuk promosi pengembangan industri, 10 tindakan diusulkan untuk segera diimplementasikan. Tabel 1-5 memperlihatkan daftar rencana tindakan. Meski rencana detail belum mencakup item-item pembangunan prinsip, namun tetap menjadi prasyarat guna pengembangan industri. Tabel 4-1 Rencana Aksi Pengembangan Industri
Pemerintah Kegiatan
Kegiatan Promosi Klaster
Penunjang
1) Industri Kakao 2) Industri Gula 3) Memperkuat Kapasitas Penyedia BDS 4) Memperkuat Kapasitas UPT 5) Memperkuat Kapasitas BDI 6) Memperkuat Kapasitas P3ED 7) Memperkuat Kapasitas BLKI
Dasar
8) Mengumpulkan statistik industri
Industri
9) Pengembangan kawasan industri 10) Memperkuat kapasitas universitas teknik (lihat langkah pada perlakuan pajak di Bab 2.5)
Fundamental Pengembangan prasarana Stabilitas makro-ekonomi Penghapusan korupsi Penghapusan produk ilegal dari pasar Pembenahan pendidikan dasar Sumber: Tim Studi JICA
5-35
Sektor Swasta
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
1)
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
Promosi Klaster Industri Kakao
Latar belakang
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga sementara 70% ekspor kakao berasal dari Sulawesi Selatan. Namun, industri kakao tersebut memiliki banyak persoalan. Pertama, kualitas kakao Sulawesi Selatan rendah. Oleh sebab itu, harga pasar internasional tetap rendah terhadap kakao baik yang difermentasi atau yang tidak difermentasi. Harga yang tidak elastis ini membuat para petani enggan untuk memperbaiki kualitas biji kakao. Kedua, industri ini terancam karena rendahnya produktivitas dikarenakan pohon-pohon kakao yang sudah menua dan halangan dari CPB. Ketiga, hanya 10% kakao diolah di Sulawesi Selatan sementara lainnya diekspor dalam bentuk biji kakao.
Organisasi Pelaksana
a) Sektor Swasta (petani, pedagang, pengolah kakao) b) ASKINDO c) Penyedia BDS d) DINAS (Pertanian, Industri dan Pedagang, BPPMD) e) KIMA f) Lembaga mikro-finance
Tujuan
a) untuk meningkatkan produktivitas kakao b) untuk meningkatkan kualitas kakao c) untuk meningkatkan pengolahan kakao
Kegiatan
Jadwal pelaksanaan
a) pelatihan teknik penanaman b) pelatihan teknik pasca panen c) pembelian pohon kakao dengan pinjaman mikro-finance d) peningkatan komunikasi antara pengolah dan petani e) mengundang investor baru dalam pengolahan kakao kegiatan
2006-2010
a) pelatihan teknik penanaman b) pelatihan teknik pasca panen c) pembelian pohon kakao
Hasil yang diharapkan
d) peningkatan komunikasi antara pengolah dan petani e) mengundang investor baru dalam pengolahan kakao a) peningkatan produksi kakao b) peningkatan kualitas biji kakao c) harga kakao berdasarkan kualitas biji kakao d) peningkatan produksi kakao olahan
5-36
2011-2015
2016-2020
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
2) Promosi Klaster Industri Gula Latar belakang
Walaupun Indonesia pernah sekali menjadi salah satu pusat produksi gula terbesar, namun tingkat produksinya telah menurun dan tidak dapat lagi memenuhi permintaan nasional. Mamminasata sebagai salah satu lokasi strategis produksi gula harus memperkuat persaingan industri.
Organisasi Pelaksana
a) Sektor Swasta (petani, pedagang, pabrik gula, dan pabrik produk sampingan) b) DINAS (Pertanian, Industri dan Perdagangan, BPPMD) c) P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia)
Tujuan
a) untuk meningkatkan produksi gula b) umtik memaksimalkan penggunaan tebu
Kegiatan
a) Pembangunan irigasi di lahan kebun tebu - Mengalokasi air irigasi tambahan pada sistem Bili Bili - Studi metode irigasi alternatif yang mengkonsumsi lebih sedikit air (misalnya, irigasi siram dan irigasi tetes pada lahan berombak-ombak) b) Peningkatan teknik penanaman - Pengenalan varitas baru yang cocok untuk pembudidayaan irigasi - Pemberian pupuk dan input lainnya yang sesuai c) Mengundang investor pengolah gula d) Restrukturisasi dan renovasi pabrik gula pemerintah e) Mengundang investor memproduksi sirup gula f) Studi mengenai produksi ethanol dan implementasi
Jadwal Pelaksanaan
Hasil yang diharapkan
Kegiatan
2006-2010
a) Pembangunan irigasi b) Perbaikan teknik penanaman c) mengundang investor pengolah gula d) restrukturisasi dan renovasi pabrik gula pemerintah e) mengundang investor memproduksi sirup gula f) studi mengenai produksi ethanol dan implementasi a) peningkatan produksi gula b) peningkatan produksi sirup gula c) peningkatan pendapatan petani tebu d) promosi sumber energi alternatif
5-37
2011-2015
2016-2020
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
3) Penguatan Kapasitas Penyedia BDS Latar Belakang
Tingkat perkembangan penyedia BDS menunjukkan kematangan perkembangan industri. Di Indonesia, kebijakan telah diarahkan untuk mengembangkan penyedia BDS swasta. Namun, penyedia BDS belum mengembangkan pasar mereka sementara pihak pemerintah memberikan pelayanan yang luas secara langsung di Mamminasata. Situasi ini tidak hanya menciptakan distorsi dalam pasar BDS tapi juga membatasi jangkauan UKM-UKM.
Organisasi Pelaksana
a) Penyedia BDS b) Lembaga Penunjang (BDI, P3ED) c) DINAS (Perdagangan dan Industri)
Tujuan
a) untuk memperlebar jangkauan UKM b) untuk memberikan pelayanan praktis dan atas permintaan ke UKM
Kegiatan
a) membuat daftar penyedia BDS termasuk pegawai dalam sektor manufaktur b) pelatihan penyedia BDS di BDI dan P3ED c) menjalin ikatan antara penyedia BDS dan BDI/P3ED untuk memperluas pelayanan
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan
2006-2010
a) membuat daftar penyedia BDS b) pelatihan penyedia BDS c) membangun hubungan antara penyedia BDS dan BDI/P3ED Hasil yang diharapkan
a) perluasan pasar untuk penyedia BDS b) perbaikan pelayanan oleh penyedia BDS c) perluasan jangkauan hingga ke UKM
5-38
2011-2015
2016-2020
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
4) Penguatan Kapasitas UPT Latar Belakang
Penting bagi Mamminasata untuk memperkuat industri penunjang dan terkait seperti kerajinan logam dan mesin. Walaupun kerajinan logam UPT di Makassar diharapkan memberi kontribusi terhadap perkembangan industri kerajinan logam, namun dampak terhadap sektor kerajinan logam masih terbatas. Mesin dan peralatan di UPT kurang terpelihara.
Organisasi Pelaksana
a) BPTTL/UPT b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
Tujuan
a) untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor kerajinan logam b) untuk meningkatkan penggunaan fasilitas incubator a) Perbaikan mesin b) Pelatihan bagi pelatih mengenai 5S dan produksi dan kontrol kualitas di BDI c) Mempraktekkan 5S di UPT d) Memberikan pelayanan konsultasi mengenai kontrol produksi dan kualitas e) Pelatihan mengenai produk prototipe (proyek lanjutan)
Kegiatan
Jadwal pelaksanaan
Kegiatan
2006-2010
2011-2015
a) merenovasi mesin b) pelatihan pelatih c) praktek 5S d) Memberi pelayanan konsultasi ttg produksi dan kontrol kualitas e) Pelatihan mengenai prototipe
Hasil yang diharapkan
produk
a) Peningkatan penggunaan fasilitas pelayanan oleh UKM b) Peningkatan penggunaan fasilitas/pelayanan oleh inkubator c) Perbaikan pelayanan konsultasi
5-39
2016-2020
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
5) Memperkuat Kemampuan BDI Latar Belakang
BDI merupakan salah satu lembaga yang memberikan pelatihan industri di Mamminasata, tapi kursus pelatihan tersebut ditawarkan hanya untuk personil Disperindag. Selain itu, BDI tidak memiliki kursus/pelatihan tentang produksi dan kontrol kualitas
Organisasi Pelaksana
a) PUSDIKLAT-INDAK / BDI b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
Tujuan
Untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur
Kegiatan
a) Kursus pelatihan terbuka mengenai 5S dan produksi dan kontrol kualitas (sudah ada dalam rencana) b) Kursus pelatihan terbuka bagi UKM dan penyedia BDS c) Pelatihan lanjutan terbuka (pelatihan di kelas→praktek lapangan→tindak lanjut) 2006-2010 2011-2015 2016-2020 Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan
a) Kursus pelatihan mengenai 5S dan produksi dan kontrol kualitas b) Kursus pelatihan terbuka bagi UKM dan penyedia BDS c) Pelatihan lanjutan
Hasil yang diharapkan
a) Perbaikan dalam 5S dan produksi dan kontrol kualitas di kalangan UKM b) Peningkatan pengetahuan mengenai 5S dan produksi dan pengendalian mutu di antara penyedia BDS dan Dinas Perindag
5-40
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
6) Penguatan Kapasitas P3ED Latar Belakang
P3ED merupakan sebuah lembaga baru di Sulawesi Selatan yang didirikan atas kerjasama dengan JICA. Karena jumlah perusahaan pengolahan yang menargetkan ekspor terbatas di wilayah Mamminasata, maka hasil kegitannya tidaklah sebagus di P3ED lainnya seperti di Surabaya. Satu masalah yang menghalangi kesempatan ekspor adalah kurang berkembangnya sektor pengepakan di Mamminasata.
Organisasi Pelaksana
a) NAFED/P3ED b) DINAS (Industri dan Perdagangan) c) Penyedia BDS
Tujuan
a) untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur b) untuk mengembangkan kapasitas pengepakan dan percetakan
Kegiatan
a) membentuk seksi pengepakan - memperkenalkan perancang-perancang pengepakan - memperkenalkan pemasok bahan pengepakan - pelayanan konsultasi pengepakan dan kontrol kebersihan b) memberikan informasi pasar bukan hanya dari luar negeri tapi juga domestik c) memperkuat ikatan dengan penyedia BDS dan lembaga penunjang lainnya
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan
2006-2010
2011-2015
2016-2020
a) Membentuk seksi pengepakan b) Memberikan informasi pasar domestik c) Penguatan ikatan
Hasil yang diharapkan
a) perbaikan pengepakan di semua perusahaan pengolahan daerah b) penggunaan oleh UKM tidak hanya untuk target ekspor tapi juga pasar domestik c) jangkauan yang lebih luas hingga ke UKM
5-41
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
7) Penguatan Kapasitas BLKI Latar Belakang
BLKI adalah balai latihan kerja dalam lingkup Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi. Kira-kira 370 pemuda menerima latihan setiap tahun. BLKI memberikan latihan kerja praktis, yang memberi kontribusi terhadap pengembangan industri lokal. Walaupun berbagai kursus ditawarkan, tak ada jurusan pengepakan dalam pelatihan tersebut.
Organisasi Pelaksana
a) BLKI b) DINAS (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
Tujuan
a) Untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur b) Untuk mengembangkan kapasitas pengepakan
Kegiatan
a) Memperkuat pelatihan 5S dan produksi dan kontrol kualitas b) Membuat kursus pengepakan dan percetakan c) Membuka pelatihan lanjutan (pelatihan dalam kelas→praktek lapangan→lanjutan) 2006-2010 2011-2015 2016-2020 Kegiatnan
Jadwal Pelaksanaan
a) Memperkuat pelatihan 5S dan produksi dan kontrol kualitas b) Kursus pelatihan pengepakan dan percetakan c) Pelatihan lanjutan
Hasil yang diharapkan
a) Perbaikan penerapan 5S dan produksi & pengendalian mutu di UKM-UKM b) Perbaikan pengepakan dan percetakan di UKM-UKM
5-42
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
8) Penyusunan Statistik Industri Latar Belakang
BPS Sulawesi Selatan tidak menerbitkan data industri yang dirinci per sektor dan kota/kabupaten. Investor memerlukan data statistik saat menentukan lokasi. Adalah penting untuk segera menerbitkan data tersebut sehingga para investor tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk penelitian dan mengurungkan niat oleh karena datanya tidak tersedia.
Organisasi Pelaksana
a) BPS b) DINAS (Disperindag)
Tujuan
Menjalankan analisis industri dengan lebih mudah
Kegiatan
Mengumpulkan dan menerbitkan rincian data industri per sektor dan kota/kabupaten
Jadwal Pelaksanaan Hasil yang diharapkan
Kegiatan
2006-2010
Pengumpulan dan penerbitan data Statistik industri tersusun dengan baik dan lengkap
5-43
2011-2015
2016-2020
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
9) Pengembangan Kawasan Industri Latar Belakang
Untuk menyerap proyeksi pengembangan industri, maka diperlukan perluasan kawasan industri. Kawasan industri harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat menarik investor baru. Pada saat yang sama, konsentrasi industri dibutuhkan guna perlindungan lingkungan.
Organisasi Pelaksana
a) KIMA b) BPPMD c) BKSPMM (Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan MAMMINASATA) a) Mengundang investor baru b) Menjalankan perencanaan kota dengan pengembangan berkelanjutan
Tujuan
Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan
yang
a) Pengembangan prasarana di dalam dan sekitar kawasan industri b) Membangun kawasan hunian yang nyaman dan tempat (olah raga) rekreasi c) Membangun formasi pemasaran d) Membangun formasi pelayanan satu atap Kegiatan
2006-2010
2011-2015
2016-2020
a) Pengembangnan prasarana b) Membangun kawasan hunian dan tempat rekreasi c) Pembentukan pemasaran d) Pembentukan pelayanan satu atap
Hasil yang diharapkan
a) Meningkatnya jumlah investor dalam sektor manufaktur di Mamminasta b) Pengelolaan limbah industri secara tepat
5-44
STUDI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG TERPADU WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA
Studi Sektoral (5) PENGEMBANGAN INDUSTRI
10) Penguatan Kapasitas Fakultas Teknik Latar Belakang
Sementara perusahaan pengolahan tidak dapat menyerap mayoritas lulusan dari perguruan tinggi di Mamminasata, maka penting bila fakultas atau perguruan tinggi bidang teknik lebih menekankan pada pelatihan inkubasi. Pada saat yang sama, fakultas teknik harus memberikan lebih banyak pengetahuan praktis dan praktek yang cocok dengan kebutuhan sektor manufaktur. Fakultas Teknik UNHAS akan pindah ke lokasi baru di Gowa. Kampus baru tersebut harus didesain bersamaan dengan penyusunan kurikulum yang baru.
Organisasi Pelaksana
a) Fakultas Teknik, UNHAS b) LPM, UNHAS c) LPT-Kerajinan Logam, Makassar Untuk memperkuat pengembangan SDM yang memberikan kontribusi kepada peningkatan industri
Tujuan Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan
a) Mendirikan kursus wajib mengenai kewiraswastaan (kegiatan meliputi perencenaan bisnis dan metodologi pemasaran) b) Memperkuat pengajaran kontrol produksi dan kualitas. c) Memperkuat pengajaran menggambar teknik d) memperkuat ikatan UPT kerajinan logam untuk meningkatkan kegiatan inkubasi oleh lulusan e) Meningkatkan kegiatan LPM Kegiatan
2006-2010
2011-2015
2016-2020
a) Pelatihan kewiraswastaan b) Peningkatkan pengajaran tentang produksi dan pengendalian mutu c) Pengajaran menggambar teknik d) Memperkuat ikatan dengan UPT e) Meningkatkan kegiatan LPM
Hasil yang diharapkan
a) Meningkatnya jumlah lulusan yang masuk ke sektor manufaktur b) Meningkatnya jumlah lulusan yang memulai bisnis manufaktur c) Para lulusan memperlihatkan kecakapan yang bagus dalam bidang manufaktur
5-45