Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006: 31 – 36
AKTA KIMIA
INDONESIA
Studi Pemanfaatan Phenolphthalein pada Pembuatan Tinta Nirwarna* M. Nadjib M.** Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111
ABSTRAK Penelitian ini mencoba memanfaatkan phenolphthalein yang ditambahkan ke dalam bahan dasar tinta nir-warna, yakni kalium hidroksida dan amonia. Larutan tinta dibuat dengan mereaksikan larutan KOH dan phenolphthalein, serta amonia 25 % sebagai petampak warna. Diperoleh pH optimum larutan KOH 10,5 dengan phenolphthalein 5,3 mL/10 mL KOH, menggunakan 20 mL uap amonia 25 %. Tinta ini dapat dipakai dengan baik pada jenis kertas photocopy SRW 70 gram dengan intensitas 338,964 dan waktu tampak 79 detik. Kata kunci: Phenolphthalein, tinta nirwarna ABSTRACT The use of phenolphthalein as an acid-base indicator as well as for making an invisible ink has been studied of. The ink made by reaction KOH, phenolphthalein and ammonia. The optimum pH of 10.5 was obtained for KOH solution with phenolphthalein 5.3 mL/10 mL KOH, and 20 mL ammonia 25 %. The product was suitable for the photocopy paper type SRW 70 with intensity of 338.964 and visible time of 79 second. Keyword: Phenolphthalein, invisible ink PENDAHULUAN Peranan tinta dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari hari mulai dari bidang seni, jurnalistik, sampai pada industri percetakan, semuanya membutuhkan tinta, meskipun pada awalnya tampak sepele (Williams, 1988). Tinta mulai digunakan orang sejak abad 3 ∼ 4 M oleh bangsa Romawi saat digunakannya alat bantu pena untuk tulis menulis. Sampai dengan pertengahan tahun 1700, kebanyakan pembuatan tinta dilakukan sendiri oleh pemakainya, misalnya Alois Senefelder, penemu lithography, memproduksi tinta untuk keperluannya sendiri yakni mencetak. Perkembangan baru dalam industri tinta, utamanya pada pewarnaan, terjadi pada awal tahun 1800 dengan ditemukannya pigmen ter pada 1856. Hal ini rupanya memacu para kimiawan untuk berlomba dalam pengembangan tinta awal abad 19. Studi reologi, cabang dari ilmu fluida material, telah banyak menyumbang bagi perkembangan industri tinta (Scheder, 1977). Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VIII, di Surabaya 8 Agustus 2006 ** Corresponding author Phone : 031-5943353-; Fax : 0315928314-; e-mail: *
© Kimia ITS – HKI Jatim
Pembuatan tinta komersial tidak tampak sampai awal tahun 1900, saat mana pembuatan tinta bukan merupakan ilmu pengetahuan tetapi sebuah seni yang diproduk si dengan formula terbaik oleh pabrikan, sehingga formula tertentu menjadi sesuatu yang sangat rahasia bagi pihak lain. Adalah suatu kenyataan bahwa tinta disatu pihak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seni grafis, sehingga perkembangan teknologi tinta juga sejalan dengan perkembangan teknologi kertas, sistem percetakan dan bahan-bahan pembuatnya. Penyampaian informasi yang tepat dan aman disadari sangat penting, karena diantara informasi yang akan disampaikan ada yang bersifat rahasia, yang hanya boleh diketahui bagi orang-orang tertentu saja. Berdasarkan fenomena tersebut maka timbullah gagasan untuk membuat tinta nir-warna sebagai tinta rahasia, dimana untuk dapat membaca suatu informasi yang ditulis dengan menggunakan tinta ini diperlukan adanya bahan lain melalui perlakuan tertentu pula. Pemakaian tinta tulis nirwarna telah dimulai sejak abad ke 5 M dengan menggunakan juice buah dan mengalami perkembangan. Hingga saat ini bahan-bahan yang dapat digunakan 31
Nadjib-Studi Pemanfaatan Phenolphthalein pada Pembuatan Tinta Nirwarna
sebagai tinta nir-warna adalah asam cuka, cobalt, indikator asam, larutan kanji, tawas, hingga sinar UV dan fluoresen. Penggunaannya hingga dewasa ini terbatas pada kalangan tertentu saja, pada orang-orang yang ingin menyampaikan sesuatu yang rahasia melalui sebuah surat. Penggunaan tinta tulis nir-warna sangat jarang dilakukan karena kesulitan mendapatkannya dan sangat sedikit yang tersedia dalam bentuk praktis berupa pena, jika ada harganya tidak murah (Carrusella, 1997). Pada umumnya cara kerja tinta tulis nirwarna berdasarkan pada reaksi asam basa dan penyinaran UV maupun fluoresen. Penelitian ini mencoba menggunakan bahan dasar yang sudah umum kita kenal yaitu kalium hidroksida, indikator phenolphthalein, dan uap amonia. Phenolphthalein digunakan karena bahan ini sudah umum dikenal, ekonomis, serta dapat memberikan warna terang pada kondisi terdisosiasi kedua yakni pada pH 8,3 ∼ 10,4. Pemakaian kalium hidroksida dipilih karena dapat menghasilkan warna merah magenta jika dipadukan dengan phenolphthalein, disamping telah umum digunakan dalam industri pembuatan tinta. Uap amonia yang didekatkan pada obyek akan memberikan suasana basa sehingga sesuai dengan pH perubahan warna pada phenolphthalein. Larutan phenolphthalein yang berada dalam basa KOH 6,3.10-9 M tidak memberikan warna disebabkan pada kondisi ini phenolphthalein tidak mengalami disosiasi kedua. Jika konsentrasi dinaikkan sedikit yakni melalui pemberian uap amonia, maka akan timbul warna. Penelitian ini menawarkan sebuah alternatif pada pembuatan tinta nir-warna dari perpaduan phenolphthalein dan KOH dengan komposisi tertentu, dimana hasil tulisan baru akan tampak jika ditambahkan uap amonia (Prabowo, 1994). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi yang tepat diantara tiga komponen penyusun tinta nir-warna, yakni phenolphthalein, kalium hidroksida, dan amonia. Tinta terbuat dari tiga bahan utama yaitu pigmen, larutan pengikat, dan zat aditif. Larutan pengikat berguna untuk mengikat warna sehingga dispersi yang dihasilkan pada kertas tidak mengalami masalah. Zat aditif diperlukan untuk mempercepat dispersi pigmen serta untuk tujuan lain seperti pengontrol emulsi dan menjaga kesetimbangan dengan air. Tinta yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu diantaranya: mengalir dengan baik dan mudah, konsistensi warna dapat dipertahankan, mengering dengan cepat, tidak reaktif, serta warnanya dapat bertahan lama (Kahn, 1996). Tinta nir-warna merupakan salah satu dari jenis tinta dimana pesan yang dituliskan tak
32
dapat langsung dibaca kecuali setelah diberikan media petampaknya. Umumnya dibuat dari bahan-bahan tak berwarna, tetapi jika dipadukan dengan bahan lain yang juga tidak berwarna, maka akan timbul warna (Miller, 2001). Metode ini kemudian mengalami banyak perbaikan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Noname, 2002). Perkembangan tinta tulis nir-warna yang sudah dikenal orang hingga saat ini adalah: penggunaan juice lemon sebagai tinta yang dipadukan dengan energi panas menghasilkan bercak warna coklat; amonium klorida sebagai tinta yang dipadukan dengan energi panas menghasilkan bercak warna kuning kecoklatan; larutan kanji sebagai tinta yang dipadukan dengan larutan iodin menghasilkan bercak warna biru; asam cuka sebagai tinta yang dipadukan dengan air sari kubis merah atau bawang merah menghasilkan bercak warna merah; cobalt oksida sebagai tinta yang dipadukan dengan asam nitrat atau asam hidroklorat dan energi panas menghasilkan bercak warna biru yang jika ditiup dapat menghilangkan warna; asam cuka dan tawas sebagai tinta yang dituliskan pada kulit telur kemudian dimasak atau dididihkan akan mengha silkan bercak warna coklat pada permukaan kulit telur bagian dalam; beberapa jenis larutan logam-logam sebagai tinta yang dipadukan dengan sinar UV atau sinar fluoresen dapat menampakkan warna tulisan (Noname, 1999). Phenolphthalein biasa disebut sebagai indikator pp dengan berat molekul 318,31 berupa kristal putih yang dapat larut dalam air dan sedikit larut dalam kloroform. Titik lelehnya 258o ∼ 262 oC dibuat dengan cara memanaskan phthalat anhidrida dan fenol dalam asam sulfat. Phenolphthalein 1 % terlarut dalam alkohol digunakan secara luas sebagai indikator dalam titrasi asam-basa dengan trayek pH 8,3 (tidak berwarna) sampai pH 10,4 berwarna merah. Perubahan warna pada phenolphthalein disebabkan kalium dapat membuka cincin lakton dan membentuk garam fenolat. Reaksi berlangsung secara bertahap membentuk intermediate hipotetik yang tidak stabil, berubah menjadi ion berwarna. Warna dapat terjadi karena adanya resonansi muatan negatif pada dua atom oksigen yang ekivalen. Dengan pengurangan konsentrasi kalium atau larutan phenolphthalein yang berlebihan, warna merah akan menghilang. Hal ini disebabkan hadirnya bentuk garam yang mengakibatkan resonansi tidak mungkin terjadi. Mekanisme reaksi yang terjadi digambarkan seperti berikut.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006: 31-36
HO
HO
OH
OH
KOH C
C C
OH CO
COOK
KO
O
O
OK
C
C
KOOC
COOK
Merah Merah
KO
OK
C OH COOK
Tak berwarna Gambar 1. Perubahan warna phenolphthalein pada penambahan KOH Kalium hidroksida disebut juga kalium hidrat dengan berat molekul 56,1 tidak berwarna, dengan titik leleh 360oC, larut dalam 90% bagian air dan 60% air mendidih. Pelarutan dalam air, alkohol maupun asam, bersifat eksotermis. Termasuk basa kuat dengan pH 13,5 pada konsentrasi 0,1 molar. Sangat korosif, mengabsorbsi uap air dan CO2 di udara dengan cepat. Ambang batas yang tidak berbahaya bagi manusia adalah 80 ppm. Basa ini biasa digunakan dalam industri sabun cair, pengecatan, tinta dan elektroplating (Windhols, 1976). Amonia merupakan gas tidak berwarna dengan bau yang khas, mempunyai titik didih – 33,3 oC dan titik leleh 77,7 oC serta mudah larut dalam air. Kemampuan molekul amonia membentuk ikatan hidrogen dengan air meningkat dengan cepat. Amonia stabil di udara karena ambang batas laju tiap langkah dalam proses memiliki energi evaporasi yang tinggi. © Kimia ITS – HKI Jatim
Dalam bentuk amina, dapat bereaksi dengan ion natrium atau kalium menjadi amida. Pada konsentrasi antara 100 ∼ 200 ppm dapat menimbulkan iritasi pada mata dan saluran masuk udara ke paru-paru. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan paru-paru penuh dengan cairan dan berakibat pada kematian. Nilai ambang uap amonia cair yang aman bagi manusia adalah 0,043 ∼ 53 ppm (Brady and Holum, 1993). METODE PENELITIAN Bahan Kalium hidroksida, phenolphthalein, aseton, aquadest, amonia, buffer pH 4 dan pH 10, kertas photocopy berbagai type. Alat-Alat
Beaker glass 100 dan 600 mL, pipet tetes, neraca analitis, pengaduk, kaca arloji, 33
Nadjib-Studi Pemanfaatan Phenolphthalein pada Pembuatan Tinta Nirwarna
Uji Volatilitas Tinta nir-warna pada konsentrasi optimum dituliskan pada kertas hasil uji, kemudian diukur volatilitasnya menggunakan stopwatch dan neraca analitis.
buret, statis, mikro pipet, pinset, botol timbang, botol vial, stopwatch, pH meter, densitometer, spektrofotometer UV-Vis. CARA KERJA Pembuatan Tinta KOH 0,1155 gr dilarutkan dalam aquadest sampai diperoleh pH yang diinginkan: 7,5; 8,0; 8,5; 9,0; 9,5; 10,0; 10,5; 11,0. Phenolphthalein sebanyak 1,1270 g dilarutkan dalam 100 mL aseton. Diambil 10 mL larutan KOH pada tiap nilai pH kemudian ditambahkan larutan phenolphthalein, diaduk sampai homogen dan tidak berwarna, selanjutnya disimpan dalam botol vial.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kestabilan Uji kestabilan diperlukan untuk mengetahui waktu stabil dari bahan dengan cara mengukur langsung serapannya dalam trayek waktu 15 menit. Hasil pengamatan di perlihatkan dalam tabel absorbans Vs waktu berikut ini. Analisis hasil pengamatan data memperlihatkan bahwa penurunan atau kenaikkan absorbans terhadap waktu tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan. Uji hipotesa nol memperoleh hasil bahwa semua nilai t hitung kurang dari 3,50 lebih kecil dari nilai t tabel 4,60. Dengan demikian Ho dapat diterima, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara nilai absorbans hasil pengukuran.
Uji Kestabilan Larutan tinta yang baru dibuat pada berbagai konsentrasi dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak 5 mL kemudian diuji kestabilannya selama 15 menit. Uji Tampak Dan Waktu Tampak Sebanyak 0,6 μL tinta nir-warna berbagai pH ditotolkan pada berbagai type kertas photocopy kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Kertas yang telah kering disimpan dalam plastik berklip selanjutnya diberikan uap 20 mL amonia 25 % selama 3 menit. Hasilnya diuji dengan densitometer. Waktu tampak dicatat mulai pertama kali timbul warna sampai dengan hilangnya warna.
Uji Tampak Dan Waktu Tampak Uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pH optimum yang memberikan intensitas warna paling kuat. Pemilihan kertas diambil dari jenis yang umum dipakai masyarakat. Selanjutnya tinta nir-warna yang ditotolkan di kertas dikeringkan pada suhu kamar. Pemberian uap amonia menghasilkan tampak noda seperti Gambar 2 berikut.
Tabel 1. Harga absorbans pada waktu 0 ∼ 900 detik
pH
t (s)
11,0 10,5 10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5
0
105
300
600
0,0138 0,0023 0,0018 0,0053 0,0029 0,0060 0,0042 0,0011
0,0128 0,0026 0,0017 0,0049 0,0039 0,0075 0,0015 0,0014
0,0118 0,0046 0,0016 0,0054 0,0050 0,0090 0,0026 0,0013
0,0111 0,0068 0,0016 0,0064 0,0064 0,0110 0,0044 0,0012
7,5 Tabel 2. Data Intensitas Vs pH pH Intensitas 34
8,0
8,5
9,0
9,5 10,0
900 0,0109 0,0092 0,0020 0,0059 0,0071 0,0119 0,0060 0,0014
10,5 11,0
Gambar 2. Hasil uji tampak pada berbagai pH 10,0
10,5
11,0
50,433
64,383
141,916 © Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006: 31-36
Tabel 3. Data intensitas Vs type kertas Copy 70 C. SRW 70 C. SRW 75 82,537
338,964
290,256
C. SRW 80
HVS 60
HVS 80
Kalkir
304,230
332,688
285,588
C. SRW 80
HVS 60
HVS 80
Kalkir
60
64
1248
236,788
Tabel 4. Waktu tampak (s) Vs type kertas Copy 70 158
C. SRW 70 79
C. SRW 75 70
109
Meskipun intensitas warna pada pH 11,0 paling besar, namun tekstur noda tidak stabil melainkan menyebar ke semua arah. Dengan demikian maka hasil yang memuaskan diperlihatkan seperti yang tampak pada kondisi pH 10,5. Sementara itu pada uji pemakaian jenis kertas diperoleh hasil yang baik pada kertas photocopy type SRW 70 dengan intensitas 338,964 seperti diperlihatkan pada Tabel 3. Waktu tampak dihitung mulai saat timbul warna yang pertamakali sampai dengan warna memudar dan hilang samasekali. Lamanya waktu tampak dipengaruhi oleh daya serap dari type kertas yang tidak sama dan berkurangnya konsentrasi basa dari uap amonia di udara terbuka seperti ditunjukkan pada Tabel 4 Data inipun menyatakan type SRW 70 dengan waktu tampak 79 detik masih tetap layak atas dasar bahwa waktu tampak tidak boleh terlalu lama tetapi cukup waktu untuk membaca informasi yang diberikan oleh pengirim pesan. Uji Volatilitas Untuk mengetahui performa tinta nirwarna sebagai tinta tulis yang layak pakai maka diperlukan data volatilitas pada kertas dengan cara menghitung selisih berat kertas pada kondisi basah oleh tinta dan saat kering. Mula-mula dipipet 0,1 mL larutan tinta kemudian dituliskan pada kertas SRW 70 dan pada saat yang sama stopwatch dihidupkan. Waktu volatil diketahui sampai berat kertas telah konstan. Diperoleh daya volatil untuk larutan tinta pH 10,5 pada type SRW 70 adalah 788 detik. Volatilitas dapat dipengaruhi oleh kandungan aseton dan daya serap kertas.
© Kimia ITS – HKI Jatim
KESIMPULAN Komposisi larutan tinta nir-warna yang optimum diperoleh dari kombinasi larutan phenolphthalein 5,3 mL/10 mL kalium hidroksida pH 10,5 dengan uap dari larutan 20 mL amonia 25 %. Sementara itu media kertas yang paling baik adalah type SRW 70 dengan intensitas warna 338,964 dan volatilitas serta waktu tampak berturut-turut adalah 788 dan 79 detik. DAFTAR PUSTAKA Williams, R.L., 1988, Paper and Ink Relationship, 3rd ed., Mennonite press Inc., Newton, Kansas. Scheder, G., 1977, Ilmu Mencetak, Kanisius, Jogyakarta. Carrusella, B., 1997, Ink and Secret Messages, Bizarre stuff, New York. Prabowo, H., 1994, Cetak Offset, Inkote grup, Indonesia. Kahn, D., 1996, The Code Book, Excerpt, New York. Miller, B., 2001, World war-I Blackout continuous: invisible ink’s invisible secret, The Detroit News, New York. Noname, 2002, Water Ink News, USA, pp14. Noname, 1999, Making Ink, New Zeland science curriculum recources, New Zeland. Windhols, M., 1976, The Merck Index An Encyclopedia of Chemical and Drugs, Merck & Co Inc., New Jersey. Brady, J.E., and Holum, J.R., 1993, Chemistry, The Study of Matter and Its changes, John Wiley & Sons Inc., New York.
35