AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010 ISSN: 1412 - 1425
STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU (COMPARATIVE ADVANTAGE STUDY OF SUGAR CANE FARMING)
Riyanti Isaskar1, Salyo Sutrisno1, Dinik Putri D.1 1)
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang E-mail:
[email protected] ABSTRACT
Research Goals of this research are to analyze and to find out the efficiency of domestic resources usage which indicating comparative advantage of sugar cane farming in Kediri Regency and to analyze and to find out the effectiveness of government’s policy which give protection to sugar cane farming. The result of this research showed that sugar cane farming in Kediri Regency have efficiency economical in allocation of resources or have excellence of comparability. DRC (Domestic Resource Cost) for Kediri Regency as a whole smaller than one (0,93). Sugar cane farming at both research location needed protection from government. (a) EPC for Kediri Regency is 1,176. It’s mean that equal to 17 % from the economical value added so that can live in international emulation. (b) NPCO for Kediri Regency is 1,168. It means that the consumers should pay higher price (market price) than they should pay (social price). (c) NPCI for Kediri Regency is 1,008. It means that the farmers should pay higher tradeable input than they should pay on social price. Key words: Sugarcane Farming, Comparative Advantage.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efisiensi penggunaan sumberdaya domestik yang menunjukkan keunggulan komparatif dari usahatani tebu pada Kabupaten Kediri dan untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas kebijakan dari pemerintah yang bersifat melindungi usahatani tebu. Hasil penelitian menyebutkan bahwa usahatani Tebu di Kabupaten Kediri masih memiliki keunggulan komparatif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai DRC yang lebih kecil dari 1 (0,93). Usahatani tebu pada Kabupaten Kediri masih memerlukan tingkat proteksi dari pemerintah untuk melindungi usahatani tebu. Hal ini ditunjukkan oleh : (a) Nilai EPC sebesar 1,176. Artinya, usahatani tebu pada kedua lokasi penelitian membutuhkan tingkat proteksi dari pemerintah sebesar 17 % dari nilai tambahnya secara ekonomi agar mampu hidup dalam persaingan internasional. (b) Nilai NPCO sebesar 1,168. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi transfer output dari konsumen kepada produsen. (c) Nilai NPCI adalah 1,008. Hal ini berarti petani harus membayar input tradeable lebih tinggi dari harga yang seharusnya mereka terima. Kata kunci: Usahatani Tebu, Keunggulan Komparatif.
AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010
130
PENDAHULUAN Selama lebih dari tiga abad, Indonesia menjadi swasembada dan eksportir gula yang kuat. Karena kurangnya informasi tentang usahatani tebu maka petani cenderung untuk menanam komoditas strategis lain yang dianggap lebih menguntungkan seperti padi, jagung dan kedelai. Meningkatnya permintaan konsumsi terhadap komoditas gula dari tahun ke tahun di Indonesia sebenarnya telah diikuti oleh meningkatnya produksi komoditas tersebut, namun peningkatan produksi gula tidak mengikuti peningkatan konsumsinya. Dalam pemenuhan kebutuhannya, pemerintah Indonesia lebih banyak mendatangkannya dari luar negeri (impor). Rendahnya produktivitas tebu menjadi indikasi bahwa usahatani yang dilakukan di dalam negeri masih kurang efisien. Kondisi demikian akan menjadi permasalahan ketika memasuki liberalisasi perdagangan, dimana suatu komoditas akan mampu bersaing di pasaran jika komoditi tersebut memiliki keunggulan dan daya saing. Adapun salah satu parameter untuk mengetahui daya saing suatu komoditas adalah tingkat efisiensi produksi komoditas tersebut dihasilkan. Sejak Indonesia menganut kebijakan ekonomi terbuka dan terintegrasi ke dalam jaringan ekonomi global, guncangan sekecil apapun pada lingkungan strategis akan turut berpengaruh terhadap kinerja industri dalam negeri termasuk industri gula. Keterkaitan secara langsung antara pasar domestik dan pasar gula dunia yang dikenal tidak stabil sangat berpotensi untuk menimbulkan kerugian jangka panjang karena mengandung tiga bahaya yaitu : (1) Dapat mengancam kelangsungan industri gula nasional dalam situasi pasar gula dunia mengalami excess supply yang berlebihan, (2) Dapat menimbulkan kerugian besar bagi konsumen gula dalam negeri dengan membayar harga yang sangat mahal dalam situasi pasar dunia mengalami krisis (supply shortage), (3) Stabilisasi pasar gula domestik akan sukar dilakukan dan dapat menjadi sangat mahal. Untuk menghindari dampak negatif dari pelaksanaan liberalisasi perdagangan maka keunggulan komparatif yang tinggi secara menyeluruh harus menjadi karakter strategis dalam semua kegiatan usaha termasuk usahatani tebu yang merupakan input bagi industri gula pasir. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk (1) menganalisis efisiensi penggunaan sumberdaya domestik yang menunjukkan keunggulan komparatif dari usahatani tebu pada Kabupaten Kediri. (2) menganalisis efektivitas kebijakan dari pemerintah yang bersifat melindungi usahatani tebu. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani, pemerintah dan peneliti selanjutnya terkait dengan masalah keunggulan komparatif usahatani tebu.
METODE PENELITIAN Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan mengambil tempat penelitian di Kabupaten Kediri (diwakili oleh Kecamatan Wates dan Kecamatan Gurah). Kedua kecamatan tersebut berada di Propinsi Jawa Timur yang sampai saat ini masih merupakan sentra industri gula dan masih menjadi propinsi penyumbang produksi tebu terbesar di Indonesia. Adapun proses penentuan lokasi penelitian tersebut yaitu dari propinsi Jawa Timur dipilih kabupaten yang menjadi produsen tebu dan bermitra dengan Pabrik Gula Pesantren Baru. Metode penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan teknik pengambilan data secara sensus atau metode pencacah lengkap. Artinya seluruh anggota populasi dicacah sebagai responden (Hidayat, 1989). Responden dalam penelitian ini adalah petani tebu di Kabupaten Kediri yang berusaha tani pada lahan sawah dengan sistem ungaran (plant cane) yang bermitra dengan pabrik gula Pesantren Baru. Data dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan instrument
kuesioner, observasi dan dokumentasi.
Riyanti Isaskar – Studi Komparatif Usahatani Tebu.................................................
131
Metode Analisis Data 1. Analisis Keunggulan Komparatif Metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif usahatani tebu adalah metode PAM (Policy Analysis Matrix). Asumsi yang digunakan dalam PAM adalah : 1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen yang didalamnya sudah terdapat kebijakan pemerintah 2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Harga bayangan pada komoditas tradeable (yang diperdagangkan) adalah harga yang terjadi pada pasar dunia. 3. Output bersifat tradeable dan input yang digunakan dipisahkan menjadi input tradeable dan non tradeable. Langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun model PAM adalah sebagai berikut : 1. Menentukan produksi dan struktur input fisik di tingkat pengolah 2. Menentukan besarnya biaya tataniaga di tingkat pengolah 3. Menentukan harga pasar dan harga sosial (bayangan) pada input dan output di tingkat pengolah 4. Mengalokasikan biaya ke dalam komponen domestik (non tradeable) dan asing (tradeable) 5. Menyusun matriks PAM yang menggunakan hasil akhir dari nomor 1 sampai nomor 4 Tabel 1. Matrik Analisa Kebijakan (Policy Analysis Matrix) Harga
Revenue
Harga Pasar Harga Sosial Selisih
A E I
Profit Finansial (D) Profit Sosial (H) Transfer Output (I) Transfer Input (J) Transfer Faktor (K) Transfer Bersih (L)
Cost Input Faktor Tradeable Domestik B C F G J K
Profit D H L
=A–B–C =E–F–G =A–E =B–F =C–G =D–H/L=J–K
Ratio Biaya Sumber Daya Domestik
G ………………….1 EF
DRC
Koefisien Proteksi Efektif
EPC
A B …..………………..2 EF
Koefisien Proteksi Output Nominal
NPCO
A ………………………3 E
Koefisien Proteksi Input Nominal
NPC I
B …..……………………4 F
Jika nilai DRC < 1 maka usaha tersebut mempunyai keunggulan komparatif, jika DRC = 1 usaha tersebut netral, namun bila DRC > 1 usaha tersebut tidak mempunyai keunggulan komparatif. Jika EPC bernilai positif berarti proyek tidak menguntungkan dan EPC bernilai nol atau negatif berarti proyek feasible atau menguntungkan.
132
AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010
Jika nilai koefisien proteksi output nominal lebih besar dari 1 (NPCO > 1), mengindikasikan terjadinya transfer output dari konsumen kepada produsen karena konsumen harus membayar harga lebih mahal dari harga yang seharusnya mereka terima Jika NPCO = 1, maka tidak terjadi transfer output dan sebaliknya jika nilai koefisien proteksi output nominal lebih kecil dari 1 (NPCO < 1), maka terjadi transfer output dari produsen ke konsumen karena produsen harus kehilangan sebagian dari pendapatan yang seharusnya diperoleh untuk menyokong konsumen dalam bentuk harga yang lebih murah. Apabila nilai koefisien proteksi input nominal lebih besar dari satu (NPCI > 1) berarti telah terjadi transfer input dari produsen ke konsumen dan pemerintah. 2. Pengalokasian Biaya Asing dan Biaya Domestik Pengalokasian biaya asing hanya untuk pupuk yang merupakan input tradeable. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar bahan baku untuk pembuatan pupuk masih diimpor dari luar negeri. Pupuk yang dipakai petani dalam penelitian ini adalah pupuk Petrokimia Gresik dengan jenis Phonska dan ZA. Sedangkan input seperti sewa lahan, bibit, tenaga kerja yang dapat dipenuhi dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen biaya domestik. 3. Penentuan Harga Bayangan 3.1. Harga Bayangan Output Harga bayangan output yang digunakan adalah harga perbatasan (border price), yaitu harga f.o.b. (free on board) bila output ekspor atau merupakan komoditas yang potensial untuk diekspor. Sedangkan harga c.i.f (cost, insurance and freight) bila output diimpor. Tebu pada penelitian ini merupakan komoditas substitusi (pengganti) impor sehingga harga bayangan yang digunakan adalah harga c.i.f. 3.2. Harga Bayangan Sarana Produksi a. Bibit Harga sosial bibit tebu didekati dengan harga pasar (harga yang berlaku di daerah penelitian) karena sudah diproduksi dari dalam negeri. b. Pupuk Nilai harga bayangan untuk pupuk didekati dengan harga eceran tertinggi (HET) pupuk yang telah disubsidi oleh pemerintah. 3.3. Harga Bayangan Tenaga Kerja Upah sesungguhnya (dalam satuan HOK) di daerah penelitian dapat dipakai sebagai harga bayangan karena jumlah permintaan tenaga kerja dapat terpenuhi dari lokasi penelitian. 3.4. Harga Bayangan Lahan Nilai finansial dan ekonomi lahan diasumsikan sama karena tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang dianggap berpengaruh terhadap harga lahan (Gray et al, 2003). Maka dalam penelitian ini harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan harga aktual sewa lahan. 3.5. Harga Bayangan Nilai Tukar Pada penelitian ini digunakan nilai kurs tengah bank Indonesia yang terjadi pada bulan Juli 2008 sebagai nilai tukar bayangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komponen Penerimaan Usahatani Tebu Tabel 2. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Tebu Per 1 Ha MT 2007-2008 menggunakan analisa finansial Penerimaan Usahatani Tebu Rata-rata produksi tebu Rendemen Harga gula lokal Penerimaan Bagi Hasil 66% petani : 34% PG Penerimaan tetes tebu Total Penerimaan Petani
Kabupaten Kediri 1.209,62 Kw/Ha 7,8 % Rp. 5.010,00 Rp. 31.300.784,31 Rp. 1.512.019,23 Rp. 32.812.803,54
Riyanti Isaskar – Studi Komparatif Usahatani Tebu.................................................
133
Tabel 3. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Tebu Per 1 Ha Masa Tanam 2007-2008 menggunakan analisa sosial Penerimaan Usahatani Tebu Rata-rata produksi tebu Rendemen Harga c.i.f Harga bayangan nilai tukar rupiah Total (Bagi Hasil 66 % petani : 34% PG)
Kabupaten Kediri 1.209,62 Kw/Ha 7,8 % 465,5 US $/ton Rp. 9.663,45 / US $ Rp. 28.104.080,66
Sumber : analisis data primer 2. Komponen Pendapatan (Profit) Usahatani tebu Tabel 4. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tebu Per 1 Ha Masa Tanam 2007-2008 menggunakan analisa finansial Profit Usahatani Tebu Penerimaan usahatani tebu Biaya input tradeable Biaya faktor domestik Hasil profit usahatani tebu
Kabupaten Kediri Rp. 32.812.803,54 Rp. 1.363.086,54 Rp. 24.997.044,69 Rp. 6.452.672,31
Tabel 5. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tebu Per 1 Ha Masa Tanam 2007-2008 menggunakan analisa sosial Profit Usahatani Tebu Penerimaan usahatani tebu Biaya input tradeable Biaya faktor domestik Hasil profit usahatani tebu
Kabupaten Kediri Rp. 28.104.080,66 Rp. 1.352.817,31 Rp. 24.997.044,69 Rp. 1.754.218,66
3. Analisis Keunggulan Komparatif Hasil matrik analisis kebijakan (PAM) menunjukkan pada shadow exchange rate sebesar Rp. 9.663,45 kegiatan usahatani tebu secara keseluruhan dapat dikatakan efisien dalam penggunaan sumberdaya ekonomi secara makro. Hal ini ditunjukkan dengan nilai profit sosial yang lebih besar dari nol. Rata-rata perolehan keuntungan sebesar Rp. 6.474.980,18 dengan rata-rata nilai rendemen sebesar 7,8 % dan rata-rata produksi tebu sebesar 1.209,62 Kw/Ha. Dari hasil matrik analisa kebijakan (PAM) diperoleh nilai biaya sumberdaya domestik (DRC) untuk Kabupaten Kediri secara keseluruhan lebih kecil dari satu (DRC < 1) yaitu sebesar 0,93. Hal tersebut berarti usahatani tebu yang dilakukan petani di kedua lokasi penelitian mempunyai efisiensi secara ekonomi dalam pengalokasian sumberdaya atau memiliki keunggulan komparatif. Analisa keunggulan komparatif menunjukkan bahwa pengusahaan usahatani tebu pada Kabupaten Kediri memiliki keunggulan komparatif sebesar 0,93 yang artinya untuk mendapatkan tambahan keuntungan atau menghemat devisa sebesar 1 US $ (shadow exchange rate sebesar Rp. 9.663,45) diperlukan pengorbanan sebesar 0,93 US $ atau Rp. 8.987,01. Tabel 6. Hasil Analisa Keunggulan Komparatif Usahatani Tebu Per 1 Ha Masa Tanam 2007-2008 Kriteria / Pengukuran Kabupaten Kediri Profit sosial (Rp) 1.776.526,53 DRC (Ratio) 0,93 DRC (Rp) 8.987,01 Hasil matrik analisis kebijakan yang menolak hipotesis yang telah disusun sebagai dugaan sementara tentang keunggulan komparatif dapat terjadi karena : 1. Petani Kemitraan. Karena petani pada daerah penelitian bermitra dengan Pabrik Gula Pesantren Baru maka para petani sudah mendapatkan pembinaan / penyuluhan dari pihak pabrik. Penyuluhan dari pihak pabrik dimulai dari aspek pembibitan, budidaya dan pascapanen seperti penentuan bibit unggul, penentuan
134
AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010
rata-rata dosis pupuk, tingkat produktivitas tenaga kerja yang perlu ditingkatkan (termasuk kebersihan lahan maupun tanaman tebu agar rendemen yang dihasilkan lebih tinggi) dan teknologi tepat guna lainnya. 2. Pola Tanam. Pola tanam usahatani tebu pada daerah penelitian menggunakan sistem ungaran atau yang dikenal dengan tanam pertama yaitu usahatani yang dimulai dari penanaman bibit tebu yang baru dan diusahakan pada lahan sawah. Kegiatan on farm tersebut dapat dijadikan penguatan alasan adanya peningkatan produktivitas usahatani tebu sehingga keunggulan komparatif dapat terwujud. 3. Harga Dasar. Adanya harga dasar memungkinkan petani terhindar dari dampak fluktuasi harga dunia yang seringkali kurang menguntungkan produsen. Dengan kata lain, harga dasar merupakan benteng proteksi bagi petani dari dampak liberalisasi perdagangan dunia yang sarat distorsi. Sejak 2003, penjaminan harga gula petani dikaitkan lisensi impor yang diberikan pemerintah kepada perusahaan perkebunan yang dalam proses produksinya menggunakan sekurang-kurangnya 75% bahan baku dari tebu rakyat. Dalam implementasinya, besarnya harga dasar merupakan kesepakatan bersama antara petani tebu, perusahaan gula selaku importir terdaftar, dan investor yakni kalangan pedagang/distributor gula yang selama ini terbiasa membeli gula petani. Selama gula petani belum terjual, mereka mendapatkan dana talangan (bridging finance) sebanyak gula miliknya dengan referensi harga dasar. Dengan demikian, selama gula belum terjual, petani memiliki dana cukup untuk diinvestasikan di kebun dalam bentuk peningkatan mutu intensifikasi budi daya maupun ekspansi areal. Tentang harga riil gula sendiri tetap diserahkan mekanisme pasar melalui lelang terbuka. Apabila dalam lelang tadi harga terbentuk kurang dari harga dasar, risiko ditanggung investor. Tetapi bila lebih besar dari harga dasar, kelebihannya dibagi secara proporsional antara petani dan investor dengan formula profit sharing yang telah disepakati sebelumnya. Aliansi strategik ketiga pihak inilah yang kemudian mampu menciptakan iklim usaha di bidang agribisnis pergulaan jauh lebih kondusif. Dampaknya dapat dirasakan bersama dari meningkatnya produksi gula nasional dan kesejahteraan petani. Kembalinya kepercayaan petani terhadap usaha tani tebu tidak terlepas dari membaiknya harga gula. 4. Analisis Pengaruh Kebijakan Untuk melihat sejauh mana pengaruh kebijakan pemerintah dapat dilihat pada analisis koefisien proteksi efektif (EPC), analisis koefisien proteksi output nominal (NPCO), dan koefisien proteksi input nominal (NPCI). Analisis pengaruh kebijakan pada Kabupaten Kediri disajikan dalam tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Analisis pengaruh kebijakan Usahatani Tebu Per 1 Ha Masa Tanam 2007-2008 Kriteria Pengukuran Hasil Matrik Analisa Kebijakan (PAM) EPC 1,176 NPCO 1,168 NPCI 1,008 4.1. Koefisien Proteksi Efektif (EPC) Efektivitas kebijakan yang bersifat melindungi usahatani suatu komoditas dapat dilihat dari kriteria Koefisien Proteksi Efektif (effective protection coefficient). Nilai EPC dapat berguna untuk melihat kombinasi efek dari kebijakan harga output dan input tradeable yang digunakan. Dari hasil matrik analisa kebijakan (PAM) diketahui bahwa usahatani tebu pada lokasi penelitian masih memerlukan proteksi dari pemerintah. Hal ini terlihat dari nilai EPC pada Kabupaten Kediri yang lebih dari 1 yaitu sebesar 1,176. Nilai ini mengindikasikan bahwa produsen dalam negeri (petani tebu) menerima tingkat pengembalian hasil atau nilai tambah sebesar 17 % lebih tinggi dari sumberdaya yang telah dikorbankan akibat adanya kebijakan pemerintah dengan mempengaruhi harga yang sifatnya melindungi produsen seperti penerapan bea masuk, berbagai pajak pungutan terhadap gula pasir sebagai output usahatani tebu yang secara langsung akan mempengaruhi harga tebu bila dibandingkan dengan nilai tambah yang akan
Riyanti Isaskar – Studi Komparatif Usahatani Tebu.................................................
135
diperoleh jika kondisi perekonomian dalam keadaan seimbang. Artinya, usahatani tebu pada kedua lokasi penelitian membutuhkan tingkat proteksi dari pemerintah sebesar 17 % dari nilai tambahnya secara ekonomi agar mampu hidup dalam persaingan internasional. 4.2. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Hasil matrik analisa kebijakan (PAM) tentang analisis koefisian proteksi output nominal (NPCO) menunjukkan nilai lebih besar dari 1 untuk usahatani tebu di Kabupaten Kediri. Nilai ini mengindikasikan bahwa dalam kegiatan usahatani tebu di Kabupaten Kediri telah terjadi transfer output kepada petani baik dari konsumen maupun pemerintah. Nilai koefisien output nominal sebesar 1,168. Dari nilai tersebut terlihat bahwa telah terjadi transfer kepada produsen (petani tebu) sebesar 16,8 %. Dari hasil penelitian transfer output kepada petani tebu, jika dikonversikan kedalam harga gula pasir yang merupakan output tebu diketahui harga aktual (harga pasar) yang diterima konsumen lebih tinggi dibandingkan dengan harga sosialnya. Harga pasar yang diterima konsumen lebih tinggi yaitu sebesar Rp. 5.010,00 dibandingkan dengan harga sosialnya yang hanya sebesar Rp. 4.498,34 untuk setiap 1 kilogram gula. Dalam hal ini konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi (harga pasar) daripada yang seharusnya mereka terima (harga sosial) atau dengan perkataan lain produsen dalam hal ini petani tebu menerima harga yang lebih tinggi dari yang seharusnya mereka terima (harga sosial). Transfer output sebesar 16,8 % terjadi sebagai akibat dari harga tebu yang secara aktual lebih tinggi daripada harga sosialnya. Keadaan ini tidak terlepas dari beberapa hal diantaranya : 1. Perbedaan harga gula dunia dengan harga produksi domestik, karena kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah melampaui harga gula dunia. Harga gula pasir yang lebih tinggi ini disatu sisi akan mampu meningkatkan pendapatan petani tebu, sehingga dapat tetap memberikan rangsangan pada petani agar tetap mengusahakan lahannya untuk ditanami tebu. Tapi disisi lain juga mengharuskan konsumen untuk membayar lebih tinggi dari harga yang seharusnya mereka terima (transfer output). 2. Berlakunya kebijakan pemerintah tentang bea masuk import sebesar 20-25% dan berbagai pungutan liar di pelabuhan (PPN, PPH) bagi komoditi gula pasir yang merupakan output dari usahatani tebu sehingga akan meningkatkan harga jualnya dipasar domestik dan memperbesar penyimpangannya dari harga perbatasannya (Border Price). 4.3. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) Hasil analisis koefisien input nominal dari matrik analisa kebijakan yang ditunjukkan menunjukkan nilai NPCI pada Kabupaten Kediri lebih besar dari 1 (NPCI > 1). Nilai koefisien input nominal sebesar 1,008, nilai ini mengindikasikan bahwa telah terjadi transfer input sebesar 0,8 % dari petani tebu selaku produsen kepada masyarakat. Artinya petani tebu harus membayar input tradeable lebih tinggi dari harga yang seharusnya dibayar pada harga sosialnya. Input tradeable dalam penelitian ini adalah pupuk ZA dan pupuk Phonska. Rata-rata harga aktual perkuintal untuk pupuk ZA sebesar Rp. 106.057,69 lebih tinggi dibandingkan harga sosial yang hanya sebesar Rp. 105.000,00. Demikian pula untuk pupuk Phonska harga aktual perkuintalnya sebesar Rp. 176.057,69 lebih tinggi dibandingkan harga sosial yang hanya sebesar Rp. 175.000,00. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan harga adalah karena pengawasan pemerintah tidak berjalan secara optimal. Padahal dalam undang-undang tercantum bahwa pupuk bersubsidi tersebut juga diawasi peredarannya oleh pemerintah. Jadi divergensi/perbedaan harga pupuk pada kedua daerah penelitian disamping disebabkan oleh kebijakan pemerintah pada pasar input yang makin mendistorsi pasar juga disebabkan oleh kegagalan pasar pada pasar input. 5. Hubungan Hasil Matrik Analisis Kebijakan Dengan Liberalisasi Perdagangan Dari hasil matrik analisis kebijakan secara keseluruhan tentang analisis keunggulan kompartif dan analisis pengaruh kebijakan, ternyata usahatani tebu pada Kabupaten Kediri sebagai bahan baku komoditi gula pasir mampu bersaing secara internasional (liberalisasi perdagangan) karena nilai produktivitasnya relatif tinggi dengan tingkat rendemennya relatif tinggi pula. Agar usahatani ini mampu bersaing dalam persaingan internasional dan memiliki keunggulan komparatif yang merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh suatu negara dalam menghadapi liberalisasi perdagangan masih
136
AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010
diperlukannya tingkat proteksi dari pemerintah sebesar 17 %. Nilai DRC yang lebih kecil dari satu mengindikasikan bahwa usaha tani tebu secara keseluruhan mempunyai keunggulan komparatif karena tidak terjadi pemborosan devisa negara dalam penggunaan sumber daya nasional pada usaha tani tersebut. Untuk menghemat devisa sebesar 1 US $ (shadow exchange rate pada bulan Juli 2008 sebesar Rp. 9.663,45) diperlukan pengorbanan sebesar 0,93 US $ atau Rp. 8.987,01. Ketika 1 US $ nilai shadow exchange rate sebesar Rp. 9.663,45 harga bayangan gula mencapai Rp. 4.498,34 / Kg. Sedangkan pada Kabupaten Kediri yang mempunyai keunggulan komparatif sebesar 0,93 US $ atau Rp. 8.987,01 harga bayangan gula hanya mencapai Rp. 4.183,45. Semakin besar perbedaan harga bayangan gula dengan harga aktual (Rp. 5.010,00) berakibat semakin besar pula nilai NPCO karena konsumen harus membayar harga gula lebih besar daripada harga yang seharusnya mereka terima. Kenaikan harga gula c.i.f sebesar 465,5 US $ per ton dibandingkan dengan pembentukan harga yang terjadi pada periode November 2007-April 2008 yang berkisar 320 US $ - 360 US $ f.o.b per ton menyebabkan semakin tinggi keunggulan komparatif yang dimiliki oleh usahatani tebu yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya nilai DRC. Semakin rendahnya nilai DRC berarti semakin rendah pula biaya yang harus dikorbankan untuk penggunaan sumberdaya secara makro dan akan semakin memperkecil biaya-biaya sumberdaya nasional yang dikorbankan untuk menghemat satu satuan devisa. Dalam prinsip perdagangan bebas semua bentuk hambatan perdagangan internasional baik yang bersifat tariff barrier maupun non tariff barrier akan dihilangkan / dikurangi sehingga mengantungkan kebutuhan domestik gula pasir yang merupakan output dari usaha tani tebu pada impor bukanlah alternatif yang baik karena akan berbahaya bagi kelangsungan hidup agroindustri gula nasional mengingat fluktuasi harga dunia komoditi gula pasir tidak menentu dan hal ini akan di transmisikan ke dalam harga domestik ketika liberalisasi perdagangan terjadi. Hal ini akan membawa konsekuensi buruk bagi perkembangan usaha tani tebu di Indonesia. Implikasi akibat adanya liberalisasi perdagangan yang paling mungkin terjadi pada usahatani tebu adalah dengan bebasnya gula impor yang masuk, apabila tidak ada kebijakan-kebijakan penyesuaian dari negara importir maka dalam jangka pendek banyak perusahaan domestik yang mati karena kalah bersaing yang selanjutnya akan menurunkan volume produksi dan peningkatan pengangguran (mengingat industri pergulaan merupakan industri padat karya). Akan terjadi banyak kemungkinan pada saat liberalisasi perdagangan terkait produksi gula tanah air. Kemungkinan-kemungkinan tersebut antara lain : 1. Jika kita menggantungkan kebutuhan gula dengan jalan impor dimana produk gula lokal sudah tidak mempunyai daya saing dan petani sudah beralih ke usahatani yang lain maka jika dilakukan embargo impor dari negara pengekspor, pemerintah Indonesia harus berusaha menyediakan kebutuhan gula bagi rakyatnya meskipun harus mengeluarkan devisa yang lebih banyak karena mengimpor dari negara selain yang melakukan embargo dan harus membangun sektor pertanian tebu kembali. 2. Jika harga gula impor meningkat tajam maka pemerintah harus mengeluarkan devisa yang sangat banyak, dimana produsen dalam negeri (petani tebu) sudah tidak mengusahatanikan tanaman tersebut. Hilangnya minat petani untuk menanam tebu tentu berakibat buruk bagi pabrik gula karena 80 % bahan baku berupa tebu diperoleh dari tebu rakyat. 3. Jika produksi gula lokal Indonesia mempunyai daya saing (mutu produk juga bagus) dan mempunyai keunggulan komparatif maka : a. Mampu menghemat devisa untuk pembelian gula impor b. Saat harga dunia melambung tinggi tidak perlu khawatir karena konsumsi gula dalam negeri dapat dicukupi oleh industri gula dalam negeri c. Jika produksi gula melebihi tingkat konsumsi maka terciptalah swasembada gula Indonesia sehingga dapat dilakukan ekspor untuk menambah cadangan devisa negara. Untuk mengahadapi hal tersebut diatas maka pemantapan produksi domestik perlu segera dilakukan dengan alasan antara lain dapat menghemat devisa, membuka kesempatan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta memberikan pengaruh ganda pendapatan dan kesempatan kerja terhadap struktur perekonomian wilayah. Untuk meningkatkan produksi domestik dapat dilakukan dengan cara :
Riyanti Isaskar – Studi Komparatif Usahatani Tebu.................................................
137
1. Untuk menekan biaya produksi dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi dan manajemen seperti penggunaan bibit unggul dengan produktivitas tinggi dalam meningkatkan daya saing tebu. Keberhasilan memanfaatkan benih tebu unggul sangat penting dalam menjaga efisiensi pengusahaan tebu jangka panjang karena tidak menimbulkan distorsi sebagaimana apabila kenaikan produksi dirangsang oleh subsidi pupuk atau penetapan harga dasar. 2. Pengembangan tebu didukung oleh penerapan teknologi baik mengenai penyediaan varietas tebu, pembibitan, pengolahan tanah, pengairan, hingga tebang angkut. Untuk pengolahan tanah sebaiknya ditambahkan pupuk organik untuk memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat pemakaian pupuk kimia bertahun–tahun, menggemburkan tanah kembali serta mampu melarutkan dan mengikat zat-zat yang dibutuhkan tanah agar produktivitas meningkat. 3. Mempermudah prosedur dalam permodalan serta dalam penyediaan sarana produksi seperti bibit dan pupuk (memecahkan persoalan kelangkaan pupuk yang terjadi setiap tahunnya) serta sarana dan prasarana transportasi (perbaikan jalan). 4. Mengkaji kembali kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti mengijinkan impor gula sebagai penyangga (buffer stock) pada saat masa giling belum berakhir. Hal tersebut dapat berpengaruh pada penumpukan gula lokal pada petani sehingga harga lelang yang terbentuk sesuai harga dasar atau lebih rendah dibandingkan harga dasar. Jika harga gula lokal meningkat maka minat petani untuk mengusahakan tebu akan kembali tinggi. 5. Peningkatan pengawasan pada regulasi gula rafinasi. Perembesan gula rafinasi yang seharusnya hanya dipakai untuk industri tetapi dikonsumsi langsung oleh konsumen (masyarakat) memberikan dampak bagi peredaran gula lokal. Impor gula memang masih diperlukan, tetapi apabila pengawasan dan penggunaannya sesuai dengan kebutuhan (gula rafinasi hanya untuk kebutuhan industri saja) tentunya masalah pergulaan di Indonesia juga semakin sedikit.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usahatani tebu pada Kabupaten Kediri masih mempunyai efisiensi secara ekonomi dalam pengalokasian sumberdaya atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai DRC (Domestic Resouce Cost) yang lebih kecil dari 1, yaitu 0,93. 2. Usahatani tebu pada Kabupaten Kediri masih memerlukan tingkat proteksi dari pemerintah untuk melindungi usahatani tebu. Hal ini ditunjukkan oleh : a. Nilai EPC (Effective Coefficient Protection) sebesar 1,176. Artinya, usahatani tebu pada kedua lokasi penelitian membutuhkan tingkat proteksi dari pemerintah sebesar 17 % dari nilai tambahnya secara ekonomi agar mampu hidup dalam persaingan internasional. b. Nilai NPCO (Nominal Protection Coefficient Output) sebesar 1,168. Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani tebu pada lahan sawah di kedua kecamatan Kabupaten Kediri telah terjadi transfer output dari konsumen kapada produsen karena konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi (harga aktual) daripada harga yang seharusnya mereka terima (harga sosial). c. Nilai NPCI (Nominal Protection Coefficient Input) adalah 1,008. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kegiatan usahatani tebu tersebut telah terjadi transfer input dari produsen kepada pemerintah karena harga input yang harus dibayar oleh produsen (harga pasar) lebih tinggi daripada harga yang seharusnya dibayar (harga sosial).
138
AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010
Saran Dalam rangka meningkatkan produktivitas dari usahatani tebu maka perlu adanya kerja sama antara pihak Pabrik Gula, petani dan terutama Pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan petani. Bentuk kerjasama tersebut antara lain peningkatan kinerja di pabrik gula dengan pergantian mesin-mesin yang sudah tua agar hasil produksi meningkat. Peningkatan kinerja pada petani dapat dilakukan dengan meningkatkan SDM dan kemudahan mendapatkan akses informasi (penyuluhan dari pihak pabrik maupun dari Departemen Pertanian) yang bertujuan untuk perbaikan mutu dan kualitas output. Pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan seperti tarif atau bea masuk, pelarangan impor, kuota ataupun subsidi untuk mendukung industri gula Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Boediono. 1983. Ekonomi Internasional. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Gray, Clive, dkk. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hidayat, Hamid. 1989. Diktat Kuliah Metode Penelitian Sosial. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Soekartawi. 1996. Panduan Membuat Usulan Proyek Pertanian Dan Pedesaan. Andi Offset. Yogyakarta. Soentoro, N.Indiarto dan A.M.S.Ali. 1999. Usaha Tani Dan Tebu Rakyat Intensifikasi di Jawa. Dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Penyunting M.H.Sawit, dkk. Penerbit Institut Pertanian Bogor