STUDI KEKUATAN BALOK MONORAIL PROFIL I Jaya Pratama1 dan Torang Sitorus2 1
Departemen Teknik Sipil , Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Alternatif membuat gelagar keran adalah dengan sistem monorail dangan beban tidak terlalu besar dan biasanya yang efektif menahan beban adalah flens bawah. Pada pembahasan tugas akhir ini, akan dilakukan analisa perilaku profil I bila roda keran diletakkan pada posisi di flens atas dan flens bawah, dengan tujuan untuk menentukan kemampuan balok monorail dengan menetapkan perilakunya terhadap beban serta menentukan flens mana yang lebih stabil menahan beban. Metode yang digunakan dalam tugas akhir ini untuk menganalisa pembebanan di flens atas dan flens bawah adalah metode energi Trahair dan sebagai pembanding menggunakan metode Chen-Lui. Profil yang digunakan sebagai balok monorail adalah profil I–254x146x43, profil I–457x191x98; dan profil I– 610x229x140.Dari hasil analisa perhitungan diperoleh posisi pembebanan di flens atas, pusat geser, dan flens bawah bila dibebani, maka pada posisi flens bawah akan lebih stabil bila dibandingkan dengan posisi yang lain. Nilai Mcr pada flens bawah lebih besar bila dibandingkan di pusat geser dan flens atas (Mcr bottom > Mcr Shear centre > Mcr Top). Kata kunci: keran, monorail, metode energi, profil I
ABSTRACT Alternative to make the crane girder is monorail system with load not too large and usually effective weightbearing is the bottom flange. In the discussion of this thesis, will be analyzed behavioral of I profile when crane wheel is positioned at the top and bottom flange, in order to determine the ability of the beam monorail with setting behavior of the load and determine which one is more stable flange weight-bearing. The method used in this thesis to analyze the load on top flange and bottom flange is energy methods from Trahair for comparison using the ChenLui. Profiles are used as a monorail beam I profile254x146x43, 457x191x98 I-profile, and the I profile 610x229x140. From the analysis calculations, the loading position at the top flange, shear center, and bottom flange when loaded, then on the bottom flange of the position will be stable when compared to other positions. Mcr value on the bottom flange is greater than in the shear center and top flange (Mcr Bottom> Mcr Shear center> Mcr Top). Keywords: crane, monorail, energy methods,I profiles
1. PENDAHULUAN Pemakaian peralatan keran yang bergerak diatas lantai (overhead crane) sistem monorail dewasa ini sangat pesat penggunaannya, terutama pada industri dan workshop. Keran digunakan untuk mengangkat beban berat sesuai kapasitasnya dan menurunkannya pada posisi tertentu serta bergerak memindahkan material arah maju dan mundur sepanjang lintasan relnya, sehingga penggunaan pesawat angkat ini mengurangi luas pemakaian lantai bangunan bila dibandingkan dengan operasi manual. Penggunaan keran ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, menekan biaya operasional, mengurangi luas pemakaian lantai bangunan atau wilayah kerjanya minimal serta mampu meningkatkan keselamatan kerja, keselamatan material dan kenyamanan operasional. Pada operasional keran, dapat kita lihat bahwa pesawat angkat tersebut bergerak sepanjang relnya dengan mengangkut beban atau tanpa beban. Dengan demikian berarti rel menjadi tumpuan seluruh beban (statis maupun dinamis) oleh sebab itu saat perencanaan sistem monorail ini perlu dilakukan perhitungan yang disesuaikan untuk pembebanan dan operasinya dengan mempertimbangkan struktur yang telah ada dan melakukan analisa terhadap perilaku balok yang menjadi struktur rel ini, sehingga tujuan penggunaan keran tercapai sesuai rencana. Dalam mendesain roda keran biasanya diletakkan pada flens bawah. Pada pembahasan tugas akhir ini, akan dilakukan analisa perilaku profil I bila roda keran diletakkan pada posisi di flens atas dan flens bawah.
(b)
(a)
Gambar 1. Posisi pembebanan di flens atas (a) dan di flens bawah (b)
2. TinjauanPustaka Untuk mengetahui perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus memahami pula sifat sifat mekanik dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat – sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat – sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik dari pada uji tekan (Agus Setiawan, 2008). Ada beberapa batasan yang harus dipenuhi balok agar dapat menahan beban antara lain Leleh (Yielding) untuk material baja dalam grafik disebut dengan Lueders’ Lines (Timoshenko,1955), menjadi batas umum pertama yang harus dinyatakan menjadi kekuatan balok baja menahan momen terbesar bila diberikan beban. Pada dasarnya batas kekuatan balok baja tergantung terhadap beban, tumpuan, panjang bentang, dan kekuatan balok baja tersebut. Tekuk torsi lateral (lateral torsional buckling), batasan kedua ini berhubungan dengan kemampuan terhadap puntiran (torsion) atau puntiran dalam arah lateral. Batasan ini dibandingkan dengan penguat atau jepitan lateral (lateral bracing) pada jarak maksimum. Dengan kecukupan penjepit, balok baja tidak terpuntir yang dapat mengakibatkan kegagalan (failure). Tekuk lokal badan (web local buckling), sebagai batasan ketiga yang berhubungan dengan kemampuan badan balok baja menahan keruntuhan. Pada dasarnya ratio antara lebar dan tebal badan harus cukup menahan sesuai kondisi pembebanan. Tekuk lokal sayap (flange local buckling) lebar dan tebal flens harus mampu menahan kondisi pembebanan. Hal ini berarti lebar maupun tebal sayap harus pada batas pasti sehingga flens tidak mengalami kelelahan.
Desain Balok Terkekang Lateral Dalam menentukan nilai tahanan balok, berdasarkan SNI 03-1729-2002 harus memenuhi persyaratan :
b .M n M u
(1)
M u = momen lentur akibat beban terfaktor, M n = tahanan momen nominal, dan b = 0.9 Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara penampang kompak, tak kompak danlangsing.Batasan penampang kompak adalah p , batasan penampang tak kompak adalah p r , danbatasan penampang langsing adalah r . dengan
3. METODE ANALISA Konservasi energi pada ilmu statika didefinisikan bahwa apabila suatu gaya (beban) dilakukan terhadap suatu konstruksi akan mengakibatkan deformasi, artinya adanya suatu kesetaraan sebab dan akibat. Dalam hal ini kita sebutlah bahwa gaya-gaya potensial dari luar akan mengakibatkan perubahan di dalam konstruksi berupa deformasi yang disebut regangan. Sehingga keseimbangan antara potensi yang bekerja harus sama dengan efek yang ditimbulkan ke dalam konstruksi tersebut, dengan anggapan tidak ada energi yang hilang ( Energi potensial = Energi Regangan ) dalam kondisi statis, pengertian energi adalah gaya dikali dengan perpindahan. Energi regangan diasumsikan linier walaupun sebenarnya ada energi yang diabaikan dan sangat relatif kecil. Energi Regangan
Tekuk Lateral Pada Balok I di Atas Dua Tumpuan Sederhana Pada gambar 2 di bawah dapat dilihat suatu balok yang diletakkan pada tumpuan sederhana dimana di berikan beban P. Balok akan mengalami deformasi akibat tidak mampu lagi menahan beban seperti ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 2. Balok di atas dua tumpuan sederhana
Gambar.3 Deformasi balok akibat beban P
Keakuratan hasil yang didapat dari analisa metode energi adalah sangat tergantung kepada ketepatan dalam mengasumsikan pola kelengkungan fungsi hampiran dimana asumsi yang dilakukan harus memenuhi terhadap syarat-syarat batas yang harus ditetapkan. Fungsi hampiran (shape function) akan sangat dipengaruhi oleh posisi beban dan bentuk penampang.Untuk balok di atas dua tumpuan sederhana dan beban di tengah bentang, fungsi hampiranya adalah : z u sin (2) L (3) Total Energi Regangan
1 2
2
2
(3)
L
∆2 𝑈 = Ak.lentur lateral + Ak. torsi warping + Ak. torsi Venant
1
z
∆2 𝑈 1
Total Energi Potensial
sin
L L L 1 2 2 2 EI y u" EI " GJ ' dz 2 0 0 0
(4)
∆2 𝑈
1 2 * 2
L/2
M 0
x
2. . '.dz
(5)
Analisis Balok Monorail Profil I Dalam menentukan momen kritis, pada bentang diatas dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat pada tengah bentang sesuai dengan literatur (Trahair, 1993) M cr m M yz
dimana
M yz
0.4 y P m Q y 1 M yz
2
EI y / L2
2
0.4 y P m Q y M yz
GJ
2
EI w / L2
(6)
(7)
Balok mengalami tekuk elastis, G = modulus geser, J = konstanta torsi penampang, Iw = konstanta torsi Venant, dan L adalah panjang bentang.
Py 2 EI y / L2 dan faktor pembesaran momen
m
(8)
nilainya dapat ditentukan dengan rumus (Standard Australia, 1998)
m
1.7 M max
(9)
M2 M3 M4 2
2
2
dengan Mmax adalah momen maksimum, M2 adalah momen ¼ bentang, M3 adalah Momen di tengah bentang dan M4 adalah momen ¾ bentang.
Penyederhanaan Persamaan dalam Bentuk Parameter K Untuk menyederhanakan rumus, persamaan 6 di atas dapat disederhanakan dalam bentuk parameter K dengan mensubstitusi nilai yQ sesuai dengan posisi pembebanan. Untuk flens bawah nilai yQ = ½ h, pada pusat geser nilai yQ = 0, dan pada flens atas nilai yQ = - ½ h. (Research Report Trahair No R883, 2007) Peletakan pusat beban pada flens bawah (yQ = ½ h) M cr L EI y GJ
1.35
1 1.146K 0.38K 2
(10)
Peletakan beban pada pusat geser (yQ = 0) M cr L EI y GJ
1.35
1 K
(11)
2
Dan untuk peletakan beban pada flens atas (yQ = - ½ h), M cr L EI y GJ
1.35
1 1.146K 0.38K 2
Disubstitusikan nilai K dalam tabel 1 ke masing masing persamaan 10, persamaan 11, dan persaman 12. Tabel 1. Hubungan Nilai Mcr.L/√(EIyGJ) dengan K K 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 2.75 3.00
Mcr.L/√(EIyGJ) Flens Bawah 4.00 5.17 6.40 7.70 9.06 10.49 11.99 13.55 15.18 16.88 18.64 20.47 22.36
Pusat Geser 4.00 4.71 5.40 6.14 6.94 7.83 8.78 9.79 10.87 12.00 13.18 14.42 15.70
Flens Atas 4.00 4.30 4.56 4.90 5.33 5.85 6.44 7.09 7.79 8.54 9.34 10.17 11.04
(12)
Nilai K untuk berbagai posisi pembebanan di atas kemudian di plotkan dengan bantuan Microsoft Excel didapat suatu persamaan baru dalam bentuk K. Untuk pusat beban pada flens bawah (yQ = + ½ h) M cr L EI y GJ
4 4.53K 0.53K 2
(13)
4 2.49 K 0.48K 2
(14)
4 0.89 K 0.49 K 2
(15)
Untuk pusat beban pada pusat geser (yQ = 0) M cr L EI y GJ
Untuk pusat beban pada flens atas (yQ = - ½ h) M cr L EI y GJ
Sebagai pembanding hasil dalam tugas akhir ini menggunakan literatur dari W.F Chen dan E.M Lui. Dalam menentukan momen kritis, pada bentang diatas dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat pada tengah bentang dapat di tentukan dengan persamaan (Structural Stability, 1986) : (16)
M cr Cb M ocr dimana M 0cr
EI y GJ
L
Ir
. 1 w2
(17)
Balok mengalami tekuk elastis, G = modulus geser, J = konstanta torsi penampang, dan L adalah panjang bentang. Nilai Ir dapat di hitung dengan syarat Iy / Ix < 1. Iy I r 1 Ix W
L
(18)
(19)
EC w GJ
Untuk menentukan nilai Cb pada posisi flens bawah Cb = A.B, nilai Cb pada pusat geser Cb = A, dan nilai Cb pada flens atas Cb = A/B dimana nilai dari A = 1.35 dan B = B = 1 + 0.649W – 0.180W2.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Properties Penampang Profil I – 254x146x43 b
r1
h
h=
259.6 mm
b=
147.3 mm
tw =
7.2 mm
tf =
12.7 mm
tw tf
Tabel 2. Analisa Penampang Profil I – 254x146x43 Profil I - 254x146x43 A = 5.48 x 103 mm2
J = 240 x 103 mm4
Iw = 103 x 109 mm6
Ix = 65.4 x 106 mm4
Zx = 566 x 103 mm3
rx = 109 mm
Sx = 504 x 103 mm3
Iy = 6.77 x 106 mm4
Zy = 141 x 103 mm3
Sy = 92 x 103 mm3
ry = 35.2 mm
G = 80,000 MPa
E = 200,000 MPa
Analisis Panjang Bentang dengan metode LRFD Kondisi balok profil mengalami perilaku tekuk elastis, berdasarkan peraturan SNI 03-1729-2002, berada dalam kasus 5, dimana panjang bentang harus lebih besar dari Lr (L > Lr) Cek kelangsingan penampang b 170 (20) 2tf fy penampang kompak (21) h 1680 tw fy (22) X1 2 1 1 X 2 fy fr Lr ry fy fr Dengan fy = tegangan leleh baja, fr = tegangan residu ( 70 Mpa untuk penampang di rol dan 114 Mpa untuk penampang di las) X1
Sx
EGJA 2
(23)
2
Sx Iw X 2 4 GJ Iy
(24)
Untuk Profil I – 254x146x43 panjang bentang L > Lr = L > 5352mm Nilai Mcr dibandingkan dengan L menggunakan Metode Trahair Tabel 3. Nilai Mcr dibandingkan dengan L pada Profil I 254x146x43 Mcr at [Trahair] kNm Ratio [%] Profil L [mm] Flens bawah Pusat Geser Flens Atas Atas/Bawah 254x146x43
5,000
231
188
154
66.74
6,000
178
148
124
69.98
7,000
143
121
104
72.67
8,000
120
103
90
74.93
9,000
102
89
79
76.86
10,000
89
78
70
78.51
11,000
79
70
63
79.95
12,000
71
63
57
81.21
Dari tabel di atas dapat dilihat pada bentang 5 m, nilai Mcr 231 kNm, pada bentang 8 m nilai Mcr 120 kNm dan pada bentang 12 m nilai Mcr 71 kNm. Semakin panjang bentang, nilai momen kritis semakin kecil. Hal ini berlaku baik untuk flens atas, maupun untuk flens bawah. Hasil tabel di atas dapat ditampilkan dalam grafik di bawah ini.
Mcr [kNm]
250 200 150 100 50 -
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
L [mm] Mcr at [Trahair] B
Mcr at [Trahair] SC
Mcr at [Trahair] Top
Gambar 4. Grafik hubungan antara Mcr dengan L pada Profil I 254x146x43 Hubungan momen kritis dengan K dapat di tamplkan pada gambar di bawah ini. Dapat kita lihat, semakin besar nilai momen kritis, maka nilai K juga semakin besar.
250
Mcr []kNm]
200 150 100 50 -
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
K = (π2EIw/GJL2)0.5 Mcr at [Trahair] B
Mcr at [Trahair] SC
Mcr at [Trahair] Top
Gambar 5. Grafik hubungan antara Mcr dengan K pada Profil I 254x146x43
Perbandingan nilai Mcr antara metode Trahair dan metode Chen Lui
Dari analisis yang dilakukan, nilai momen kritis antara metode Trahair dan metode Chen Lui terdapat sedikit perbedaan. Tetapi khusus untuk flens bawah, perbedaan nilai momen kritis tidak terlalu signifikan. Perbedaan antara kedua metode dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Perbandingan nilai Mcr dengan L antara Metode Trahair dan Chen-Lui pada profil I – 254x146x43 Mcr [Pada posisi]
L [mm]
Trahair
Chen & Lui
Selisih Ratio (%)
Bottom
SC
Top
T/B %
Bottom
SC
Top
T/B %
5,000
231.24
187.77
154.34
66.74
231.82
172.23
127.96
55.20
11.55
6,000
177.66
147.55
124.32
69.98
177.76
136.85
105.36
59.27
10.71
7,000
143.25
121.17
104.10
72.67
143.58
113.71
90.05
62.72
9.95
8,000
119.50
102.62
89.54
74.93
120.21
97.40
78.93
65.66
9.27
9,000
102.23
88.90
78.57
76.86
103.28
85.28
70.42
68.19
8.67
10,000
89.15
78.37
70.00
78.51
90.49
75.91
63.68
70.37
8.14
11,000
78.94
70.04
63.12
79.95
80.49
68.43
58.18
72.29
7.66
12,000
70.77
63.29
57.47
81.21
72.46
62.33
53.60
73.97
7.24
250
Mcr [kNm]
200 150 100
50 0 0
2000
4000
Mcr at Trahair B Mcr at Trahair Top Mcr at Chen-Lui SC
6000 8000 L [mm]
10000
12000
14000
Mcr at Trahair SC Mcr at Chen-Lui B Mcr at Chen-Lui Top
Gambar 6. Grafik perbandingan nilai Mcr antara Metode Trahair dan Metode Chen Lui pada profil I 254x146x43
5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan dari hasil perhitungan pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut: a. Posisi pembebanan di flens atas, pusat geser, dan flens bawah bila dibebani, maka pada posisi flens bawah akan lebih stabil bila dibandingkan dengan posisi yang lain. Nilai Mcr pada flens bawah lebih besar bila dibandingkan di pusat geser dan flens atas (Mcr bottom > Mcr Shear centre > Mcr Top).
b.
c.
Perbedaan rasio persentase flens atas dan flens bawah (Top/Bottom) antara metode Trahair dan metode Chen – Lui pada profil I 254x146x43 dengan bentang 8 m adalah 9.27 %. Pada profil I 457x191x98 dengan bentang 8 m, perbedaan rasio antara kedua metode adalah 11.26 %. Dan pada profil I 610x229x140 pada bentang 8 m, perbedaan rasio antara kedua metode 12.54 %. Semakin panjang bentang yang ditinjau ( L > Lr), perbedaan Mcr sesuai peletakan beban pada flens atas dibandingkan flens bawah semakin kecil
6. SARAN Dalam menganalisa suatu model struktur perlu diperhatikan pengekangan di ujung balok profil I. Baik tidak di kekang di kedua ujung (unrestrained), di kekang penuh di kedua ujungnya (full restrained) dan di kekang sebagian (partially restrained). Dalam mendesain keran monorail, sebaiknya panjang bentang tidak terlalu panjang dan posisi roda keran di sepanjang flens bawah, karena pada posisi flens bawah lebih stabil dalam menahan beban.
DAFTAR PUSTAKA Chen, W.F dan E.M Lui.(1986). Structural Stability. USA : Elsevier Departemen Pekerjaan Umum. (2002). Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. SNI 031729-2002, Jakarta Oentoeng, Ir. (1999). Konstruksi Baja. Surabaya : Andi Orihuela, Tomas. Design of Monorail Beams. From http://www.pdfgengineer.com/DesignofMonorailbeams.pdf Salmon, Charles G.,John E, Johnson. (1990). Struktur Baja: Disain dan Perilaku Jilid .Jakarta : Erlangga Setiawan, Agus. (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan metode LRFD. Semarang: Erlangga Sitorus, Torang.2010. Kajian Experimental dan Teoritis Efek Beban Kerja Tidak di Pusat Geser Terhadap Lateral Buckling Pada balok Kantilever Struktur Baja. Medan: Draft Tesis. Timoshenko, S. 1976. Strength of Materials. USA: VNR Trahair, N.S. (1993). Flexural Torsional Buckling of Structures. USA and Canada:CRC Press Inc Trahair, N.S. (2007). “Lateral Buckling of Monorail Beams”. Research Report No R883