Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
STUDI DAMPAK SOSIAL-BUDAYA DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PADA APRIL GROUP Kasus Riaupulp & Papers (RPP) di Tujuh Kabupaten/Kota Provinsi Riau1 Oleh: Fredian Tonny Nasdian2
PENDAHULUAN Riaupulp adalah perusahaan pulp dan kertas terbesar berskala internasional sekaligus sebagai asset nasional dan daerah yang beroperasi secara berkelanjutan (untuk jangka panjang). Dalam aktivitas dan operasinya, Riaupulp telah memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang terdapat di daerah tersebut. Kegiatan bisnis yang dilakukan Riaupulp meliputi: pengelolaan areal HTI; pengelolaan bahan baku menjadi pulp; pengelolaan pulp menjadi kertas; penyediaan sumber energi listrik; jasa pengelolaan perumahan karyawan, kebersihan lingkungan dan klinik medis. Berdiri sebagai sebuah perusahaan besar bersakala internasional dibidang pulp dan kertas, Riaupulp bercita-cita menjadi perusahaan yang mampu beroperasi secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Salah satu aspek yang penting untuk mencapai cita-cita tersebut adalah aspek tanggung jawab sosial dan lingkungan. Aspek ini telah menjadi bagian dari total quality management Riaupulp untuk ikutserta mensejahterahkan masyarakat dan sekaligus memenuhi standar lingkungan melalui kebijakan green industry. Komitmen tanggungjawab sosial tersebut dimplementasikan dengan melaksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat Riau (PPMR). Program tersebut merupakan suatu mekanisme pelayanan (optimalisasi pengelolaan) sumberdaya untuk membantu masyarakat agar mereka dapat mengentaskan dirinya sendiri. Optimalisasi sumberdaya tersebut mencakup usaha-usaha peningkatan kapasitas masyarakat dan kapasitas institusi lokal, serta pelayanan sosial kepada unit-unit komunitas sekitar unit-unit bisnis Riaupulp). Konsentrasi program berlandaskan kepada community empowerment yang (secara konseptual diupayakan) bertitik tolak pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Program-program yang dikembangkan dalam aksi PPMR sebagai mekanisme pelayanan masyarakat antara lain (aksi PPMR tersebut antara lain): program pengembangan pertanian terpadu; program sosial dan infrastruktur; program pengembangan kewirausahaan dan kemitraan; dan program vocational training. Dilihat dari segi konsep dan prakteknya saat ini, keempat jenis program PPMR tersebut terkait satu sama lain dan saling menunjang menuju pada terbentuknya suatu kelembagaan ekonomi berbasis kebutuhan masyarakat setempat. Sejak mulai beroperasinya Riaupulp pada Tahun 1993 di Pangkalan Kerinci Kabupaten Kampar (sekarang menjadi Kabupaten Pelalawan karena pemekaran) Provinsi Riau, perusahaan ini telah memberikan dampak sosial (sosial-budaya, sosial1
Research Paper ini ditulis berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh PSP3 IPB bekerjasama dengan Riau Pulp and Papers.
2
Dosen pada Bagian Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains KPM FEMA IPB dan Peneliti pada PSP3 IPB.
1
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
ekonomi, dan sosial-politik) pada masyarakat di Kabupaten Pelalawan dan beberapa kabupaten sekitarnya di Provinsi Riau. Dampak sosial tersebut, baik dampak positif maupun negatif, bagi Riaupulp dapat menjadi ukuran dan faktor yang menentukan keberlanjutan aktivitas bisnisnya dimasa yang akan datang. Disamping itu, analisis dampak sosial tersebut dapat menjadi dasar bagi Riaupulp dalam menetapkan kebijakan dan pengelolaan lingkungan sosial. Kebijakan dan pengelolaan tersebut penting terutama untuk mencegah, menanggulangi, dan mengendalikan berbagai dampak negatif serta untuk merumuskan strategi pemberdayaan masyarakat yang terkena dampak aktivitas Riaupulp. Dalam konteks aktivitas bisnis yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat setempat dan pemberdayaan masyarakat, menjadi penting untuk mengetahui dan memahami dinamika yang terjadi dalam masyarakat. “Masyarakat” dalam konteks ini dapat dipahami sebagai satuan (unit) sosial, mulai dari tingkat individu, rumahtangga, kelompok, organisasi, kelembagaan, dan komunitas. Oleh karena itu, dari perspektif Riaupulp sangat penting untuk mengetahui dan memahami dampak sosial-budaya yang terjadi. Pertanyaannya adalah, bagaimana dampak Riaupulp terhadap aspek sosial-budaya dan pengembangan masyarakat ? Tujuan umum studi ini adalah mengkaji dampak aktivitas Riaupulp terhadap aspek sosial-budaya dan pengembangan (pemberdayaan) masyarakat pada aras individu, rumahtangga, kelompok, organisasi, kelembagaan, dan komunitas. Untuk menjawab tujuan umum studi ini, maka diperlukan suatu telaah secara spesifik-empiris dan rinci terhadap berbagai faktor dan variabel yang relevan dengan dampak sosial-budaya dan pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, secara spesifik tujuan studi ini adalah: (1) Merumuskan deskripsi aktivitas Riaupulp yang dilakukan oleh Riaupulp dan yang dilakukan oleh Riaupulp bersama masyarakat dan stakeholder lainnya; (2) Menganalisis kondisi sosial-budaya masyarakat yang terkena dan tidak terkena dampak aktivitas Riaupulp; (3) Menganalisis dampak aktivitas Riaupulp terhadap peluang kerja dan berusaha, pola pekerjaan, dan pendapatan rumahtangga; (4) Menganalisis dampak aktivitas Riaupulp terhadap pendidikan dan keterampilan individu, dan terhadap proses tata-pamong (governance) di aras kelembagaan dan komunitas; (5) Menganalisis dampak aktivitas Riaupulp bersama-sama berbagai stakeholder terhadap proses-proses sosial yang meliputi partisipasi, kerjasama, konflik, dan kemandirian baik di aras individu maupun komunitas; (6) Menganalisis dampak aktivitas Riaupulp yang dilaksanakan Riaupulp bersama-sama berbagai stakeholder terhadap perubahan norma dan nilai, sikap dan harapan, gaya hidup (life style), dan kesejahteraan (taraf hidup) masyarakat; (7) Menganalisis dampak aktivitas Riaupulp yang dilaksanakan Riaupulp bersama-sama berbagai stakeholder terhadap kelembagaan dan modal sosial; (8) Menganalisis dan merumuskan indikator dampak sosial-budaya yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan komunitas setempat (lokal); dan (9) Mendapatkan informasi atau data mengenai dampak ekonomi sosial-budaya dan pengembangan masyarakat atas kehadiran Riaupulp di Riau yang dapat digunakan sebagai baseline information/informasi dasar untuk penelitian dimasa mendatang.
PENDEKATAN DAN METODE STUDI Dalam tujuan studi dapat diidentifikasi bahwa tujuan-tujuan tersebut bersifat hierarkhis mulai dari sekumpulan variabel deskripsi aktivitas Riaupulp, variabel dampak sosial-budaya, dan indikator-indikator sosial-budaya. Oleh karena itu untuk
2
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
menetapkan variabel-variabel tersebut perlu digunakan Tabel Hippopoc (Lefevre et al, 2000) yang telah dimodifikasi. Mengingat kekhususan dari studi ini, aktivitas Riaupulp merupakan inputs yang perlu dilakukan agar tujuan-tujuan langsung bisa dicapai dalam suatu processes yang hasilnya bersifat langsung sebagai outputs atau segera terjadi setelah dilakukan tindakantindakan dan hasil yang tidak langsung sebagai effects yang kemudian menyebabkan perubahan-perubahan sebagai imbas dari hasil yang tidak langsung, yaitu sebagai impacts. Rumusan dari beberapa variabel dampak tersebut menjadi indicators dampak sosial-budaya. Dalam Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat pada APRIL Group Kasus Riaupulp Provinsi Riau, kolom-kolom dalam Tabel Hippopoc yang telah dimodifikasi berisikan sekumpulan variabel (Gambar 1). Masukan (Inputs) merupakan aktivitas Riaupulp yang meliputi pengelolaan areal HTI; pengelolaan bahan baku menjadi pulp; pengelolaan pulp menjadi kertas; penyediaan sumber energi listrik; jasa pengelolaan perumahan karyawan, kebersihan lingkungan dan klinik medis. dan program-program pemberdayaan Riaupulp yang meliputi program pengembangan pertanian terpadu; program sosial dan infrastruktur; program pengembangan kewirausahaan dan kemitraan; dan program vocational training. Proses (Processes) mencakup tindakan-tindakan atau implementasi yang dinyatakan dalam kolom masukan. Aktivitas
Proses
• Bisnis Riaupulp • Program Pengembangan Masyarakat
• Penyerapan Tenagakerja • Tersedianya Sarana & Prasarana • Pemberdayaan
Gambar 1.
Keluaran • Peluang Kerja & Berusaha • Pendapatan & Pengeluaran • Pendidikan Formal • Keterampilan • Tata-Pamong (Governance)
Dampak Partisipasi Kerjasama Konflik Kemandirian Norma & Nilai Gaya Hidup (Life Style) • Kelembagaan & Modal Sosial • Taraf Hidup • Sikap & Harapan • • • • • •
Indikator • Tingkat Kesejahteraan • Tingkat Keberdayaan • Kelembagaan Berkelanjutan & Jejaring (Social Networking)
Hubungan Variabel-Variabel dalam Hierarkhi MasukanProses-Dampak-Indikator dalam Studi Dampak Riaupulp terhadap Aspek Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat
Keluaran (Outputs) merupakan perubahan-perubahan yang diperkirakan secara langsung segera terjadi dalam perilaku komunitas dan masyarakat dengan dilakukannya tindakan-tindakan seperti dalam kolom proses, yang dalam studi ini meliputi variabel pendapatan, pendidikan, keterampilan, dan tata-pamong. Dampak (Impacts) merupakan perubahan yang dialami oleh komunitas dan masyarakat dari interaksinya dengan aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan Riaupulp, yang variabelnya meliputi partisipasi, kerjasama, konflik, 3
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
kelembagaan dan modal sosial, norma dan nilai, sikap dan harapan, gaya hidup (life style), kemandirian, dan taraf hidup. Indikator (Indicators) merupakan indikasi-indikasi keberhasilan atau ketidakberhasilan program-program pemberdayaan masyarakat yang meliputi tingkat kesejahteraan, tingkat keberdayaan, kelembagaan berkelanjutan dan jejaring sosial (social networking). Di samping variabel-variabel yang dianalisis dan diukur secara kuantitatif, Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat pada APRIL Group Kasus Riaupulp Provinsi Riau juga mengumpulkan dan menggunakan data dan informasi kualitatif. Data dan informasi kualitatif tersebut terutama digunakan terutama dalam memaparkan profil kelembagaan dan komunitas, dan digunakan juga untuk menjelaskan kecenderungan-kecenderungan yang dihasilkan dari analisis kuantitatif. Dalam metode studi dipaparkan pilihan metode, lokasi dan waktu studi, metode penentuan responden dan informan, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan dan analisis data.
63 desa
without Riaupulp Bengkalis – Indragiri Hilir
Riaupulp
with
90 desa
98 desa
with
with
15 desa
with
Pelalawan Kampar-Siak-Pekanbaru
Kuansing Rokan Hulu – Indragiri Hulu
Gambar 2.
Wilayah Dampak dan Non-Dampak dalam Studi Dampak Riaupulp terhadap Aspek Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat
Berdasarkan tujuan dan kerangka pemikiran studi maka metode yang digunakan dalam studi ini adalah kombinasi antara metode survey (pendekatan kuantitatif) dan metode studi kasus (pendekatan kualitatif). Meskipun demikian, dengan
4
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
mempertimbangkan tujuan studi yang memfokuskan kepada analisis dampak, maka metode survey (pendekatan kuantitatif) adalah yang lebih dominan. Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat pada APRIL Group Kasus Riaupulp Provinsi Riau dilaksanakan dalam wilayah Kabupaten Pelalawan, Kampar, Siak, Kuantan Singingi, Rokan Hulu, Indragiri Hulu, dan Kota Pekanbaru di Provinsi Riau (Gambar 2). Diperkirakan, masyarakat di sejumlah kabupaten dan kota tersebut terkena dampak dari aktivitas Riaupulp. Waktu Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat pada APRIL Group Kasus Riaupulp Provinsi Riau dilaksanakan selama 90 hari kalender atau tiga bulan, mulai dari pertengahan Januari sampai dengan pertengahan April 2005. Studi dampak sosial-budaya ini dilaksanakan di enam wilayah kabupaten dan satu kota. Teknik sampling atau penarikan contoh yang digunakan dalam studi ini adalah kombinasi antara “Multi Stage Proporsional Random Sampling” dan “Stratified Random Sampling”. Selain responden, dalam studi ini untuk data dan informasi kualitatif diperoleh dari sejumlah informan. Untuk kepentingan studi ini maka informan dikategorikan sebagai informan tingkat kabupaten/kota dan informan tingkat desa/kelurahan. Dari setiap kabupaten/kota dan desa/kelurahan sampel dipilih sejumlah informan, biasanya tokoh masyarakat, dengan teknik snowballing. Data sekunder dikumpulkan dari dokumen-dokumen dan dari media massa yang ada di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan tingkat desa/kelurahan. Data sekunder dari tingkat kabupaten/kota baik berupa data statistik maupun non-statistik diupayakan memiliki sifat, jenis, dan dimensi waktu yang sama. Data primer kuantitatif dikumpulkan melalui wawancara yang dilaksanakan oleh sejumlah enumerator terhadap 331 responden berdasarkan kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data primer kualitatif yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan dan kelompok (Focus Group Discussion) dilakukan oleh peneliti dalam studi ini berdasarkan panduan wawancara untuk profil desa. Hasil wawancara mendalam dan kelompok tersebut “direkam” dalam suatu manuskrip catatan harian. Pengolahan dan analisis data yang pertama kali dilakukan dalam studi ini adalah mengolah dan menganalisis data dan informasi sekunder. Data dan informasi sekunder tersebut bersumber dari berbagai dokumen dan publikasi yang diterbitkan oleh Riaupulp dan dari luar Riaupulp. Pengolahan dan analisis data kualitatif yang bersumber dari dokumen dan catatan harian dilakukan dengan Metode Content Analysis. Pengolahan dan analisis data primer kuantitatif dari hasil survey dengan menggunakan kuesioner dan sekunder kuantitatif dilakukan dengan menggunakan komputer dan perangkat lunak Excel untuk mendapatkan nilai-nilai variabel dari setiap responden. Analisis data kuantitatif menggunakan tabulasi frekuensi, tabulasi silang, dan analisis grafik (kecenderungan) dengan membandingkan antara hasil analisis terkena dampak (with) dengan hasil analisis tidak terkena dampak (without) (Gambar 3). Hasil analisis data primer kualitatif yang bersumber dari wawancara mendalam dan kelompok dideskripsikan ke dalam sembilan Profil Desa. Selanjutnya, dengan menggunakan metode content analysis dirumuskan suatu Ikhtisar Profil Desa. Dalam studi ini dilakukan pula suatu identifikasi terhadap isu-isu penting dan relevan dengan dampak sosial-budaya dari hasil wawancara kelompok (FGD), dan informasi yang menjelaskan analisis hubungan antara fenomena-fenomena dampak tersebut. Hasil 5
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
analisis statistik dengan komputer dan analisis deskriptif (content analysis) dari data kualitatif akan saling menunjang sebagai bahan untuk menarik kesimpulan dan pembuatan rumusan. Khusus untuk strategi pengembangan masyarakat, dirumuskan berdasarkan analisis keluaran, dampak, dan indikator sosial budaya. Dalam studi ini dilakukan pula “Analisis Ring”, yakni analisis dengan pengelompokan desa-desa sampel berdasarkan jauh-dekat desa-desa tersebut dengan pusat-pusat aktivitas Riaupulp. Dari pengelompokan tersebut dikategorikan menjadi Ring-1, Ring-2, dan Ring-3 (yang merupakan desa dampak atau dengan Riaupulp) dan Ring-4 (kelompok desa-desa non-dampak atau tanpa Riaupulp)
Kesejahteraan
350 320
Dampak pd Tahun 1997
Kondisi dengan Riaupulp (with)
Besar Dampak Kesejahteraan
O4
A
O1
B O2
250 C
0
O3
1992
1998
Kondisi tanpa Riaupulp (without)
O5
2005
Riaupulp Dimulai
Dampak pd Tahun 2005
Umur Riaupulp
Gambar 3. Kerangka Analisis Hipotetis Studi Dampak Riaupulp terhadap Aspek Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Dari berbagai variabel keluaran dan dampak disederhanakan menjadi beberapa konsep, yang kemudian menjadi masukan dalam analisis SWOT. Hasil dari analisis SWOT dirumuskan menjadi strategi pengembangan masyarakat.
AKTIVITAS BISNIS, PROSES, DAN RENCANA PENGEMBANGAN Riaupulp merupakan perusahaan di bawah Asia Pacific Resources Holding Limited (APRIL). Riaupulp berlokasi di Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau sekitar 70 km ke arah timur kota Pekanbaru dengan pabrik seluas 1.750 hektar. Pemilihan lokasi pabrik dilakukan berdasarkan studi kelayakan, petunjuk pemerintah, dekat dengan sumber air yaitu Sungai Kampar, dekat dengan sumber bahan baku, tanah dan cuaca yang cocok, dekat dengan pelabuhan buatan 6
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
serta tersedianya banyak tenaga kerja. Riaupulp mulai beroperasi awal 1995 dengan produksi pulp komersial 750.000 ton per tahun. Pulp yang diproduksi Riaupulp setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2003 produksi pulp Riaupulp telah meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu sebesar 1.784.191 ton. Produksi pulp tersebut akan terus dioptimalkan sesuai kapasitasnya yaitu 2 juta ton per tahun. Konstruksi pabrik Riaupulp dibangun pada Februari 1993 dengan kapasitas produksi pulp sebesar 750.000 ton per tahun. Teknologi yang dipergunakan merupakan teknologi termodern di Asia yang dilengkapi dengan teknologi mutakhir pengolahan limbah cair maupun polusi udara. Pabrik dirancang sesuai dengan standar lingkungan dan dilengkapi dengan instalasi pengolah limbah yang disuplai perusahaan Skandinavia dan Amerika Utara yang memiliki reputasi internasional. Limbah cair dan emisi udara yang dihasilkan masih dibawah baku mutu yang ditetapkan Pemerintah Indonesia, Amerika Utara serta Eropa Barat. Pabrik memenuhi standar baku mutu lingkungan yang dikeluarkan Environtmental Protection Agency di Amerika Serikat. Limbah cair yang dibuang ke lingkungan telah melalui proses pengolahan secara fisika, kimia dan biologi sehingga mutunya jauh dibawah baku mutu standar limbah cair yang ditetapkan pemerintah dan tidak berbahaya bagi lingkungan hidup. Hal ini ditunjukan oleh kenyataan bahwa belum ada perubahan nyata yang terjadi pada makhluk hidup di perairan Sungai Kampar. Untuk mengevaluasi kondisi Sungai Kampar telah dilakukan penelitian oleh Lembaga Penelitian Universitas Riau dan Universitas Helsinki, Finlandia. Untuk penanganan limbah padat dilakukan perlakuan daur ulang dan dijadikan sebagai bahan bakar ketel uap. Sedangkan limbah gas diolah dengan Electro Static Precipitator dan Scrubber sebelum dilepas ke udara. Upaya pencegahan dan pencemaran lingkungan Riaupulp dilakukan dengan konsep 5 R yaitu Recycle, Recovery, Reuse, Reduction dan Replacement. Untuk memantau kualitas udara secara internal di lingkungan pabrik Riaupulp juga telah bekerjasama dengan lembaga independen yaitu PT. Sucofindo. Untuk menghadapi tantangan pasar bebas dan tuntutan produk yang peduli lingkungan Riaupulp telah menerapkan sistem manajemen lingkungan dan pada Tahun 2002 telah mendapatkan sertifikat ISO 14001. Sedangkan sertifikat ISO 9002 sebagai standar baku mutu industri telah diperoleh oleh Riaupulp pada Tahun 2000. Pada Tahun 2001 ISO 9706 diperoleh Riaupulp. Untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar dua juta ton per tahun secara berkelanjutan maka Riaupulp berusaha menyediakan kontinuitas ketersediaan bahan baku berupa kayu secara berkelanjutan pula. Strategi Riaupulp untuk memperoleh bahan baku kayu secara berkesinambungan adalah melalui penanaman lahan milik dan lahan partner yang akan menghasilkan kayu sebanyak 25 meter kubik per hektar per tahun atau sama dengan 175 meter kubik dalam tujuh kali rotasi. Untuk memenuhi kapasitas produksi pulp sebesar dua juta ton per tahun dibutuhkan bahan baku kayu sebanyak sembilan juta meter kubik. Dengan demikian jumlah areal tanam dalam rangka memenuhi rencana kapasitas produksi pabrik pulp sebesar dua juta ton per tahun setidaknya seluas 350.000 hektar. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut Riaupulp melakukan penanaman secara intensif pada areal konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang dikelolanya dengan tanaman Acacia mangium dan Acacia crassicarpa. Selain itu dilakukan joint operation dengan beberapa perusahaan lain yang bergerak di bidang forestry dan petani kecil. Total luas lahan untuk menjamin ketersediaan bahan baku Riaupulp tersebut adalah 350.000 hektar dengan rincian sebagai berikut: 192.000
7
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
hektar (54,85 persen) merupakan konsesi lahan Riaupulp, pasokan dari Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan luas 20.000 hektar (5,7 persen) serta kayu dari HTI lain dengan pola kerjasama yang luasnya mencapai 138 hektar (39,4 persen). Riaupulp juga mentargetkan untuk menjadi pembangun hutan tanaman bahan baku serat yang terbaik dan lestari dengan berorientasi kepada permintaan bahan baku serat global, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Riaupulp akan terus mengembangkan hutan tanaman bahan baku baik di Indonesia maupun di negara lain untuk memenuhi permintaan tersebut. Lokasi HTI Riaupulp merupakan areal yang dialokasikan pemerintah sebagai areal pengembangan kehutanan sesuai dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Tahun 1983 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 1998. Jangka waktu penguasaan adalah 35 tahun ditambah satu daur produksi (7 tahun). Areal HPHTI tersebut tersebar di empat kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan, Siak, Kuantan Sengingi dan Kampar yang dibagi ke dalam 12 wilayah administratif dengan luas keseluruhan serta areal yang dapat ditanami adalah 167.610 hektar. Areal hutan tanaman industri Riaupulp sudah ditanami sejak Tahun 1993 dan akan selesai tanam Tahun 2009. Tahun 2000 tanaman yang ditanam telah dapat dipanen sesuai dengan umur daur pertumbuhannya yaitu tujuh tahun sehingga pada Tahun 2001 kebutuhan bahan baku industri sebagian sudah dapat dipasok dari hasil HTI. Diperkirakan pada Tahun 2009 total bahan baku untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar dua juta ton per tahun dapat dipenuhi keseluruhan dari tanaman yang dibudidayakan yaitu jenis Acacia crassicarpa dan Acacia mangium. Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman yang cocok sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan daur hidup yang pendek yakni tujuh tahun, serta dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah termasuk tanah kritis. Acacia mangium ditanam pada tanah mineral sedangkan Acacia crassicarpa ditanam di areal lahan gambut. Daur hidup tanaman tersebut jauh lebih pendek dibandingkan bila ditanam di negara Finlandia yang baru dapat dipanen pada umur 30 tahun. Bibit tanaman yang dipergunakan merupakan hasil pemuliaan tanaman Research and Development Riaupulp. Secara garis besar aktivitas bisnis Riaupulp meliputi pengelolaan areal hutan tanaman industri (HTI); pengelolaan bahan baku menjadi pulp; pengelolaan pulp menjadi kertas; penyediaan sumber energi listrik; jasa pengelolaan perumahan karyawan, kebersihan lingkungan dan klinik medis. Sedangkan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp berupa program pengembangan pertanian terpadu; program sosial dan infrastruktur; program pengembangan kewirausahaan dan kemitraan; dan program vocational training.
ANALISIS KELUARAN DAN DAMPAK Diperkiran perubahan-perubahan secara langsung segera terjadi (keluaran) dalam perilaku komunitas dan masyarakat dengan dilakukannya tindakan-tindakan atau aktivitas Riaupulp. Perubahan-perubahan tersebut meliputi aspek pola pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal, keterampilan, dan tata-pamong. Pada bagian selanjutnya dipaparkan pula dampak yang dialami oleh komunitas dan masyarakat akibat interaksinya dengan aktivitas Riaupulp. Variabel dampak ini meliputi partisipasi, kerjasama, konflik, kelembagaan dan modal sosial, norma dan nilai, sikap dan harapan, gaya hidup (life style), kemandirian, dan taraf hidup.
8
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Variabel-variabel keluaran tersebut meliputi perubahan-perubahan pada variabel pola pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal, keterampilan, dan tata-pamong. Variabel-variabel keluaran tersebut, secara konseptual merupakan hasil dari proses penyerapan tenaga kerja, peluang berusaha, perubahan pola pekerjaan, tersedianya sarana dan prasarana, pemberdayaan, transparasi dan akuntabilitas dalam tata-pamong. Perubahan-perubahan pada variabel pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal, dan keterampilan adalah akibat dari aktivitas Riaupulp berupa proses penyerapan tenaga kerja, tersedianya peluang berusaha, penyediaan sarana dan prasarana, dan program-program Riaupulp lainnya. Perubahan pada variabel tata-pamong, apakah ke arah tatapamong yang baik atau tata-pamong yang buruk adalah akibat kegiatan langsung yang dilakukan oleh Riaupulp, yang sampai sejauh ini dinilai oleh pihak Riaupulp sebagai aktivitas dengan menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum aktivitas Riaupulp telah menyebabkan perubahan-perubahan pada pola pekerjaan (peluang bekerja dan berusaha), tingkat pendapatan dan pengeluaran, tingkat pendidikan formal, tingkat keterampilan, dan perubahan ke arah tata-pamong yang baik. Akan tetapi besaran dan kualitas perubahan keempat variabel tersebut menunjukkan variasi perubahan. Untuk variabel pendapatan dan pengeluaran serta pendidikan formal menunjukkan tingkat perubahan yang lebih besar dibandingkan variabel keterampilan dan tatapamong. Tabel 1. Matriks Kualitas Perubahan Kelompok Variabel Keluaran Akibat Aktivitas Riaupulp
No
Perubahan Terjadi pada
Variabel Keluaran
Komunitas (Masyarakat)
Lapisan Atas
Lapisan Menengah
Lapisan Bawah
1
Pola Pekerjaan
**
2
Pendapatan & Pengeluaran
***
+++
++
+
3
Pendidikan Formal
***
+++
++
+
4
Keterampilan
*
+++
++
+
5
Tata-pamong
**
+++
++
+
Ikhtisar
“PendapatanPengeluaran dan Pendidikan Formal”
Keterangan: Tanda *
:
-
Lebih “menyentuh” lapisan atas
Membanding secara vertikal pada kolom Komunitas (Masyarakat) *** : Perubahan Besar ** : Perubahan Sedang * : Perubahan Kecil 9
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Tanda +
:
Membanding antar-pelapisan sosial ekonomi +++ : Lebih “Menyentuh” ++ : “Menyentuh” + : Kurang “Menyentuh”
Analisis lebih rinci, berdasarkan pelapisan sosial ekonomi, menunjukkan bahwa perubahan-perubahan pada kelima variabel tersebut, kecuali pola pekerjaan, lebih “menyentuh” warga komunitas atau masyarakat lapisan atas dan menengah, relatif kurang “menyentuh” warga komunitas atau masyarakat lapisan bawah (Tabel 1). Selain menurut pelapisan sosial-ekonomi, hasil analisis keluaran terhadap empat variabel tersebut di atas dapat pula ditelaah menurut kedekatan desa-desa terhadap pusat aktivitas Riaupulp (ring) (Tabel 2). Dari matriks tersebut, secara kualitatif dapat ditunjukkan bahwa untuk variabel pola pekerjaan ternyata aktivitas Riaupulp
Tabel 2.
No
Matriks Kualitas Perubahan Kelompok Variabel Keluaran Akibat Aktivitas Riaupulp menurut Ring Perubahan Terjadi pada
Variabel Keluaran
Ring-1
Ring-2
Ring-3
1
Pola Pekerjaan
+++
++
+
2
Pendapatan & Pengeluaran
+
++
+++
3
Pendidikan Formal
+
++
+++
4
Keterampilan
+++
+
++
5
Tata-pengaturan
+++
++
+
Ikhtisar Keterangan: Tanda +
Lebih “menyentuh” Ring-1 :
Membanding antar-ring +++ : Lebih “Menyentuh” ++ : “Menyentuh” + : Kurang “Menyentuh”
Memberikan kontribusi perubahan pola pekerjaan yang lebih “menyentuh” penduduk di desa-desa yang dekat dengan aktivitas Riaupulp (Ring-1). Demikian pula untuk variabel keterampiulan dan tata-pengaturan, lebih “menyentuh” desa-desa yang relatif dekat dengan pusat aktivitas Riaupulp. Sedangkan untuk variabel pendapatan & pengeluaran dan variabel pendidikan formal, aktivitas Riaupulp lebih “menyentuh” pada desa-desa yang relatif jauh dari pusat aktivitas Riaupulp. Meskipun demikian, dapat dinyatakan bahwa aktivitas Riaupulp lebih “menyentuh” desa-desa yang relatif dekat dengan pusat aktivitas Riaupulp (Ring-1). Analisis dampak dalam kajian ini adalah menelaah perubahan-perubahan pada variabel-variabel dampak yang disebabkan karena perubahan-perubahan pola pekerjaan (peluang bekerja dan berusaha), pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal, keterampilan, dan tata-pamong. Variabel-variabel dampak yang dianalisis
10
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
adalah partisipasi, kerjasama, konflik, kemandirian, norma dan nilai, gaya hidup (life style), kelembagaan dan modal sosial, taraf hidup, dan sikap dan harapan. Seperti pada analisis perubahan pada variabel keluaran, analisis pada variabel dampak dilakukan dengan membandingkan antara nilai-nilai setiap variabel “Dengan Riaupulp” dan “Tanpa Riaupulp”. Berdasarkan analisis dampak, dapat diidentifikasi bahwa aktivitas Riaupulp berdampak terhadap partisipasi, kerjasama, konflik, kemandirian, norma & nilai, gaya hidup, kelembagaan & modal sosial, taraf hidup, dan sikap & harapan masyarakat di daerah studi. Apabila diperbandingkan antar-variabel dampak tersebut, maka aktivitas Riaupulp berdampak besar pada kemandirian masyarakat; berdampak sedang pada partisipasi, konflik, dan kelembagaan & modal sosial; dan berdampak kecil pada kerjasama, norma & nilai, gaya hidup, taraf hidup, dan sikap & harapan. Kesembilan variabel dampak tersebut dapat dikelompokkan menjadi dampak terhadap “proses-proses sosial (partisipasi, kerjasama, dan konflik); dampak terhadap “pergeseran norma, perubahan nilai dan gaya hidup”; dampak terhadap “kelembagaan dan modal sosial”; dampak terhadap “kemandirian” (kemandirian); dampak terhadap “kondisi obyektif” (taraf hidup); dan dampak terhadap “pandangan subyektif” masyarakat. Tabel 3.
No
Matriks Kualitas Dampak Akibat Aktivitas Riaupulp menurut Komunitas (Masyarakat) dan Pelapisan Sosial Ekonomi Variabel Dampak
Dampak Terhadap Komunitas (Masyarakat)
Lapisan Atas
Lapisan Menengah
Lapisan Bawah
1
Partisipasi
**
+++
+
++
2
Kerjasama
*
+++
++
+
3
Konflik
**
+
++
+++
4
Kemandirian
***
+
+++
++
5
Norma & Nilai
*
+++
+
++
6
Gaya Hidup
*
+++
+
++
7
Kelembagaan & Modal Sosial
**
8
Taraf Hidup
*
+
+++
++
9
Sikap dan Harapan
*
+
+++
++
Ikhtisar Dampak
-
• Aktivitas Riaupulp berdampak besar terhadap kemandirian; berdampak sedang terhadap partisipasi, konflik, dan kelembagaan & modal sosial; dan berdampak kecil terhadap kerjasama, norma & nilai, gaya hidup, taraf hidup, dan sikap & harapan • Dibandingkan diantara tiga pelapisan sosial ekonomi, dampak terhadap proses-proses sosial lebih menyentuh lapisan atas. Dampak terhadap pergeseran norma & perubahan nilai, dan gaya hidup lebih menyentuh lapisan atas. Akan tetapi dampak terhadap kemandirian, “kondisi
11
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
obyektif”, dan “pandangan subyektif” lebih menyentuh lapisan menengah.
Keterangan: * : Membanding antar-variabel (vertikal) *** : Dampak Besar ** : Dampak Sedang * : Dampak Kecil + : Membanding antar-pelapisan sosial ekonomi +++ : Lebih “Menyetuh” ++ : “Menyentuh” + : Kurang “Menyentuh” Dampak aktivitas Riaupulp terhadap tingkat “kemandirian” masyarakat di daerah studi merupakan dampak yang signifikan dan lebih “menyentuh” kelompok masyarakat lapisan menengah. Dampak terhadap tingkat kemandirian tersebut konsisten dengan dampak terhadap “kondisi obyektif” dan “pandangan subyektif” (meskipun dampaknya kecil) yang juga lebih menyentuh kelompok masyarakat lapisan menengah dibandingkan lapisan atas atas dan bawah. Sedang dampak Riaupulp terhadap proses-proses sosial dikategorikan sebagai dampak sedang sampai dengan besar. Berbeda dengan variabel-variabel di atas, dampak terhadap prosesproses sosial tersebut lebih menyentuh kelompok masyarakat lapisan atas. Dampak terhadap proses-proses sosial yang lebih menyentuh kelompok masyarakat lapisan atas diikuti pula dengan dampak terhadap pergeseran norma, perubahan nilai dan gaya hidup pada kelompok masyarakat lapisan atas (Tabel 3) Tabel 4. Matriks Kualitas Dampak Akibat Aktivitas Riaupulp menurut Ring
No
Variabel Dampak
Dampak Terhadap Ring-1
Ring-2
Ring-3
1
Partisipasi
+
++
+++
2
Kerjasama
+++
++
+
3
Konflik
+
+++
++
4
Kemandirian
+
++
+++
5
Norma & Nilai
+++
++
+
6
Gaya Hidup
+
+++
++
7
Kelembagaan & Modal Sosial
+++
++
+
8
Taraf Hidup
+++
++
+
9
Sikap dan Harapan
++
+
+++
Ikhtisar Dampak
Dibandingkan diantara tiga ring, dampak terhadap prosesproses sosial lebih merata pada semua ring. Dampak terhadap pergeseran norma & perubahan nilai, dan gaya hidup lebih menyentuh Ring-2. Akan tetapi dampak terhadap kemandirian, “kondisi obyektif”, dan “pandangan subyektif” lebih menyentuh warga komunitas desa-desa Ring-1.
12
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Keterangan: + +++ ++ +
: Membanding antar-ring : Lebih “Menyetuh” : “Menyentuh” : Kurang “Menyentuh”
Dibandingkan diantara tiga ring, dampak terhadap proses-proses sosial lebih merata pada semua komunitas desa-desa baik yang dekat ataupun yang jauh dari pusat-pusat aktivitas Riaupulp. Dampak terhadap pergeseran norma & perubahan nilai, dan gaya hidup lebih menyentuh warga komunitas desa-desa di Ring-2. Akan tetapi dampak terhadap kemandirian, “kondisi obyektif”, dan “pandangan subyektif” lebih menyentuh warga komunitas desa-desa yang relatif dekat dengan pusat-pusat aktivitas Riaupulp.
INDIKATOR SOSIAL BUDAYA Berdasarkan kepada hasil analisis keluaran dan dampak tersebut dirumuskan indikator-indikator sosial budaya. Indikator-indikator sosial budaya ini dapat digunakan menjadi salah satu “kelompok indikator” keberhasilan aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp. Indikator-indikator lainnya yang perlu digunakan adalah indikator-indikator ekonomi dan fisik. Meskipun secara konseptual indikator-indikator sosial budaya dan ekonomi dan fisik dapat “dipisahkan”, tetapi secara empiris di tingkat masyarakat ketiga macam indikator tersebut “saling terkait” khususnya dalam menjelaskan fenomena dampak dari aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan Riaupulp. Untuk “mengkaitkan” faktor-faktor sosial ekonomi, sosial budaya, dan fisik maka dirumuskan indikator tingkat kesejahteraan yang “dibangun” dari faktor-faktor “pemilikan dan kualitas sumberdaya rumahtangga”, “pemilikan barang-barang berharga”, dan “kualitas kehidupan keluarga”. Kemudian dari aspek kekuasaan dan akses terhadap sumberdaya, “dibangun” indikator tingkat keberdayaan dari variabel partisipasi dan kemandirian, sebagai indikator sampai sejauh mana masyarakat mendapatkan distribution of power atau “power sharing”. Disamping dua indikator tersebut, secara khas perlu dirumuskan pula indikator sosial budaya yang menggambarkan suatu keberlanjutan dari Perspektif Sosiologi. Dengan menggunakan perspektif tersebut “dibangun” suatu indikator kelembagaan berkelanjutan (institutional sustainability) yang merupakan suatu “sinergy” dari aspek manajemen dan tata-pamong. Manajemen diukur dari sampai sejauh mana tingkat keseimbangan antara pelayanan dan partisipasi dalam suatu kelembagaan. Sedangkan tata-pamong diukur sampai sejauh proses dan prinsip-prinsip transparansi dan akauntabilitas diimplementasikan dalam membangun dan mengembangkan kelembagaan, serta dalam mengimplementasikan suatu aktivitas bisnis dan programprogram pemberdayaan. Dengan indikator terakhir ini dapat dirumuskan alternatif aktivitas bisnis dan pemberdayaan masyarakat yang bagi masyarakat sekitar Riaupulp. Indikator tingkat kesejahteraan, seperti dikemukakan di atas, “dibangun” dari faktorfaktor “pemilikan dan kualitas sumberdaya rumahtangga” dan “pemilikan barang berharga” yang merupakan “kondisi obyektif”, serta penilaian terhadap “kualitas kehidupan keluarga” yang merupakan “pandangan subyektif”. Dengan menggunakan
13
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
analisis indeks komposit (memformulasikan dari data angka mutlak menjadi persentase dan kemudian menjadi skor) dihitung skor tingkat kesejahteraan rata-rata antara masyarakat “Dengan Riaupulp” dan masyarakat “Tanpa Riaupulp”. Selanjutnya analisis yang sama dilakukan untuk menghitung pada masing-masing pelapisan sosial ekonomi, baik untuk “Dengan Riaupulp” dan “Tanpa Riaupulp”. Berdasarkan analisis dari indikator tingkat kesejahteraan dapat ditelaah bahwa secara rata-rata tidak terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan yang signifikan antara masyarakat yang terkena dampak aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp dan masyarakat yang tidak terkena dampak. Akan tetapi setelah dianalisis menurut pelapisan sosial ekonomi, ternyata tingkat kesejahteraan masyarakat lapisan atas dan menengah yang terkena dampak Riaupulp lebih rendah dari tingkat kesejahteraan masyarakat lapisan atas dan menengah yang tidak terkena dampak. Analisis yang cukup menarik adalah tingkat kesejahteraan masyarakat lapisan bawah yang terkena dampak lebih tinggi dari tingkat kesejahteraan masyarakat lapisan bawah yang tidak terkena dampak. Analisis ini menunjukkan, bahwa dari tingkat kesejahteraan, Riaupulp memberikan kontribusi positif kepada masyarakat lapisan bawah. Apabila hasil analisis tingkat kesejahteraan ini, khususnya tingkat kesejahteraan lapisan bawah, dihubungkan dengan variabel keluaran dan variabel dampak memang memiliki argumentasi yang cukup kuat. Dalam analisis variabel keluaran, khususnya pendapatan dan pengeluaran, tingkat pendapatan masyarakat lapisan atas tinggi dan tingkat pengeluarannya juga tinggi. Sedangkan pada masyarakat lapisan bawah tingkat pendapatannya juga tinggi tetapi dengan tingkat pengeluaran yang rendah. Oleh karena, kalau dianalisis pada variabel dampak hampir dampak positif lebih banyak “menyentuh” lapisan atas, tidak pada lapisan bawah. Diperkirakan dampak positif tersebut yang menyebabkan tingkat pendapatan lapisan atas meningkat lebih tinggi. Akan tetapi apabila ditelaah pada perubahan nilai dan gaya hidup, masyarakat lapisan atas yang terkena dampak lebih berorientasi kepada materi (materialistik) dan cenderung konsumtif. Begitu pula apabila ditelaah pada variabel dampak taraf hidup, tampak bahwa peningkatan taraf hidup masyarakat lapisan bawah lebih baik dari masyarakat paisan atas. Dengan demikian tidaklah mengherankan peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat lapisan atas relatif lebih rendah dari masyarakat lapisan bawah yang terkena dampak Riaupulp. Selain menurut pelapisan sosial ekonomi, yakni dengan membanding antara Ring-1, Ring-2, dan Ring-3 (dengan Riaupulp) dan Ring-4 (tanpa Riaupulp), dapat ditunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan warga komunitas desa-desa di Ring-1, Ring2, dan Ring-3 relatif rendah dibandingkan warga komunitas desa-desa Ring-4. Analisis ini menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp secara umum tidak berdampak kepada warga komunitas desadesa di sekitar Riaupulp. Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan menurut Riaupulp Ring yang tertinggi ada di Ring-2, kemudian diikuti oleh Ring-1 dan Ring-3. Akan tetapi apabila dianalisis menurut Riaupulp Ring dan pelapisan ekonomi, analisis tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan Riaupul berdampak positif meningkatkan tingkat kesejahteraan warga komunitas desa lapisan bawah di komunitas desa-desa Ring-1, Ring-2, dan Ring-3. Analisis tersebut juga mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan warga komunitas desa lapisan bawah yang tertinggi terdapat di Ring-2 dan kemudian Ring-1 dan Ring-3. Dengan demikian, secara struktural Riaupulp telah berhasil meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat lapisan bawah.
14
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Secara konseptual dan empiris, aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp telah melaksanakan proses pemberdayaan (empowerment) masyarakat di sekitarnya. Proses pemberdayaan seharusnya dilaksanakan secara partisipatif dengan memfokuskan kepada prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi dan akauntabilitas dengan pendekatan yang bottom-up. Keberhasilan proses pemberdayaan secara teoritis akan menghasilkan tingkat keberdayaan masyarakat. Dua faktor yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberdayaan adalah tingkat partisipasi dan tingkat kemandirian yang telah dianalisis dalam analisis variabel dampak. Secara konseptual partisipasi erat kaitannya dengan pemberdayaan: “the empowerment is road to participation”. Dengan thesis ini cukup argumentatif untuk menggunakan tingkat partisipasi sebagai salah satu faktor yang “membangun” indikator tingkat keberdayaan. Proses partisipasi yang penting dalam rangka pemberdayaan adalah peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Dalam perspektif kekuasaan, berlangsungnya suatu proses pengambilan keputusan oleh masyarakat akan menyebabkan masyarakat mampu mengakses berbagai sumberdaya untuk kehidupannya. Dalam proses pembangunan dan pengembangan masyarakat kemampuan individu, kelompok, dan komunitas mengakses berbagai sumberdaya akan membentuk suatu kemandirian masyarakat. Oleh karena itu, tingkat kemandirian juga menjadi salah satu faktor dalam mengukur tingkat keberdayaan. Dengan mengintegrasikan kedua faktor tersebut dapat ditetapkan tingkat keberdayaan masyarakat di daerah “Dengan Riaupulp” dan “Tanpa Riaupulp”. Secara agregat, hasil analisis indikator tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat di daerah “Dengan Riaupulp” lebih tinggi dari tingkat keberdayaan masyarakat di daerah “Tanpa Riaupulp”. Indikator ini menunjukkan bahwa proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Riaupulp melalui aktivitas Riaupulp secara umum relatif berhasil. Selanjutnya, apabila indikator tingkat pemberdayaan masyarakat dianalisis menurut pelapisan sosial ekonomi maka tampak bahwa tingkat pemberdayaan masyarakat lapisan atas dan bawah di daerah “Dengan Riaupulp” lebih tinggi dari tingkat pemberdayaan masyarakat lapisan atas dan bawah di daerah “Tanpa Riaupulp”. Akan tetapi, untuk lapisan menengah ternyata tingkat keberdayaan masyarakatnya relatif rendah dibandingkan tingkat keberdayaan masyarakat lapisan menengah di daerah “Tanpa Riaupulp”. Analisis indikator tingkat keberdayaan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses pemberdayaan yang dilakukan Riaupulp bersama stakeholders lainnya telah berhasil meningkatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat di daerah “Dengan Riaupulp”, terutama pada masyarakat lapisan atas dan masyarakat lapisan bawah. Keberhasilan tersebut erat hubungannya dengan hasil analisis variabel dampak, yakni dampak Riaupulp memang lebih banyak “menyentuh” lapisan atas dan untuk beberapa variabel diantaranya juga relatif banyak “menyentuh” masyarakat lapisan bawah. Selanjutnya, analisis menurut Riaupulp Ring menunjukkan, bahwa aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan Riaupulp secara umum berdampak positif pada tingkat keberdayaan warga komunitas desa-desa di Ring-1 dan Ring-3, tetapi tidak berdampak pada warga komunitas desa-desa di Ring-3. Akan tetapi yang cukup menarik dari analisis tersebut apabila setiap ring ditelaah menurut pelapisan sosial ekonomi adalah bahwa di semua Ring aktivitas binis dan program-program pemberdayaan Riaupulp berdampak pada peningkatan keberdayaan warga komunitas desa lapisan bawah. Dampak seprti itu juga terjadi pada warga komunitas desa lapisan atas pada Ring-1 dan Ring-2. Akan tetapi tidak berdampak pada lapisan menengah semua lapisan dan lapisan atas Ring-3. Berdasarkan indikator
15
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
keberdayaan, dapat dinyatakan bahwa Riaupulp secara struktural berhasil meningkatkan tingkat keberdayaan warga komunitas desa lapisan bawah. Semakin dekat komunitas desa-desa tersebut dengan pusat aktivitas Riaupulp, maka semakin tinggi tingkat keberdayaannya. Dengan demikian dapat dinyatakan proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Riaupulp dan stakeholders lainnya melalui aktivitas bisnis dan program-program Riaupulp secara umum telah berhasil meningkatkan tingkat keberdayaan masyarakat. Berdasarkan pelapisan sosial ekonomi, proses pemberdayaan tersebut terutama berhasil meningkatkan tingkat keberdayaan masyarakat lapisan atas dan masyarakat lapisan bawah. Hasil analisis keberlanjutan kelembagaan dan jejaring menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp telah membangun dan mengembangkan kelembagaan masyarakat yang berkelanjutan sebanyak 19.46 persen (Tipologi/Kuadran-I) dan lebih banyak dari kelembagaan masyarakat yang tidak terkena dampak (15.38 persen). Sebaliknya aktivitas dan program Riaupulp telah berperan juga menjadikan 16.78 persen kelembagaan yang tidak berkelanjutan (Tipologi/Kuadran III) dan relatif lebih kecil dari kelembagaan yang tidak berkelanjutan pada masyarakat yang tidak terkena dampak (46.15 persen). Sebagian besar kelembagaan masyarakat yang terkena dampak termasuk dalam tipologi/kuadran II, yakni kelembagaan semi berkelanjutan dengan kendala manajemen sebanyak 13.09 persen dibandingkan dengan yang tidak terkena dampak sebanyak 15.38 persen. Terbanyak adalah kelembagaan yang termasuk dalam tipologi/kuadran IV, yakni kelembagaan semi berkelanjutan dengan kendala tatapamong sebanyak 50.67 persen dibandingkan dengan yang terkena dampak sebanyak 23.08 persen. Oleh karena itu, dari analisis indikator Keberlanjutan kelembagaan dan jejaring di atas dapat dinyatakan bahwa aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp belum sepenuhnya berhasil membangun dan mengembangkan kelembagaan yang berkelanjutan. Sebagian besar kelembagaan dengan tipologi semi berkelanjutan dengan kendala tata-pamong dan semi berkelanjutan dengan kendala manajemen. Sedangkan sisanya adalah kelembagaan yang tidak berkelanjutan. Dengan demikian, berdasarkan “keterkaitan” konseptual dan empiris dari ketiga indikator tersebut, indikator tingkat kesejahteraan, tingkat keberdayaan, dan keberlanjutan kelembagaan dan jejaring dapat digunakan sebagai indikator-indikator sosial budaya dari dampak aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp. Selanjutnya, apabila dalam jangka pendek indikator-indikator tersebut digunakan sebagai indikator monitoring, dan dalam jangka panjang indikator-indikator tersebut digunakan sebagai indikator evaluasi, maka hasil analisis indikator tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk membangun dan mengembangkan strategi implementasi aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp. Sebagai suatu pandangan, hasil analisis tipologi keberlanjutan kelembagaan paling tidak dapat merumuskan tiga alternatif strategi pengembangan masyarakat dari Tipologi-I, Tipologi-II, dan Tipologi-III untuk mencapai kelembagaan Tipologi-I, yakni kelembagaan yang berkelanjutan. Hasil analisis selanjutnya menurut Riaupulp ring, menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan Riaupulp berdampak positif pada terbentuknya kelembagaan berkelanjutan di komunitas desa-desa baik di Ring-1, Ring-2, dan Ring3. Analisis tersebut juga menunjukkan, bahwa semakin jauh komunitas desa dari pusat aktivitas Riaupulp maka semakin rendah tingkat keberlanjutan kelembagaannya. 16
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Dari hasil analisis yang sama digambarkan pula bahwa aktivitas Riaupulp tidak berdampak pada terbentuknya tipe kelembagaan semi berkelanjutan dengan kendala manajemen dan tipe kelembagaan yang tidak berkelanjutan di semua ring. Akan tetapi aktivitas Riaupulp berdampak pada terbentuknya tipe kelembagaan semi berkelanjutan dengan kendala tata-pengatur di komunitas desa-desa Ring-2 dan Ring3, dan tidak berdampak di Ring-1. Dengan demikian, terdapat indikasi bahwa semakin jauh dari pusat aktivitas Riaupulp, yang mungkin dengan “tingkat perhatian” yang semakin rendah, maka semakin rendah tingkat keberlanjutan kelembagaan di komunitas desa. Oleh karena itu, perlu dikembangkan alternatif strategi pengembangan kapasitas kelembagaan di komunitas desa-desa yang relatif jauh agar mampu membangun kelembagaan yang berkelanjutan.
STRATEGI PENGEMBANGAN MASYARAKAT Analisis SWOT merupakan salah satu alat organisasi untuk mengukur kinerja manajemen. Hasil analisis SWOT adalah indikasi rancangan kegiatan agar roda organisasi berjalan lebih efektif dan unit usaha menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan sebelumnya. Dalam tulisan ini analisis SWOT lebih dimaksudkan untuk memberikan refleksi bagi unit manajemen Riaupulp agar secara gamblang melihat kinerja pengembangan masyarakat yang telah dilakukannya. Karena program pengembangan masyarakat bukanlah tujuan dari unit manajemen, melainkan sebagai suatu strategi untuk menjalankan core usahanya secara lebih efektif dan produktif, maka analisis SWOT di sini lebih diarahkan pada konsep efektivitas, bukan produktivitas. Sikap analisis demikian diambil karena dalam proses kajian tidak mengukur hubungan-hubungan antara input- output dari setiap program yang dijalankan oleh unit manajemen, melainkan lebih menekankan pada proses dan pendekatan yang digunakan dalam program pengembangan masyarakat, dan hasilhasilnya yang secara logis dapat diklaim di masyarakat. Artinya bahwa unit-unit usaha yang dijalankan oleh individu warga peserta dan/atau bukan peserta program pengembangan masyarakat (dalam penelitian ini disebut responden) tidak dianalisis berdasarkan pendekatan input-output usaha mereka, melainkan lebih melihat pada proses dan hasil seperti dinyatakan oleh warga. Informasi tersebut selanjutynya dianggap sebagai gambaran kinerja pengembangan masyarakat pada tingkat unit manajemen. Acuan pokok analisis SWOT dalam tulisan ini adalah keluaran dan dampak dari aktivitas Riaupulp. Variabel keluaran yang disajikan disederhanakan untuk kepentingan analisis SWOT menjadi tiga konsep pokok, yaitu: “pola nafkah”, “pengembangan sumberdaya manusia” (peserta) dan “tata-pamong”. Kesimpulannya menunjukkan masyarakat cenderung mengalihkan pola nafkah mereka dari sektor pertanian ke sektor formal (pekerja industri). Hal ini karena di Provinsi Riau dimana program pengembangan masyarakat dilaksanakan, dijumpai banyak sektor-sektor formal yang lebih memberikan peluang kerja dan perolehan pendapatan yang lebih praktis dibanding dengan sektor pertanian konvesional. Oleh karena itu sangat logis jika hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas pengembangan masyarakat oleh Riaupulp, terutama pada sub program IFS dan SMESS lebih bersifat sebagai usaha penunjang ekonomi rumahtangga. Hanya mereka yang mampu menkonsolidasikan sumberdaya secara baik yang dapat memperoleh manfaatan dari program tersebut. Ini berarti mengarah kepada efek terhadap kelas atas. Hal ini juga ditunjang dengan kondisi sumberdaya petani dimana kalangan kelas atas memiliki tingkat pendidikan yag lebih tinggi dan keterampilan yang lebih banyak dan berkualitas. Secara berantai efek pada tata-pamong juga mengarah kepada kelas atas.
17
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Demikian juga dengan variabel dampak, disederhanakan menjadi konsep “kerjasama” (partisipasi, kerjasama); “keselarasan” (konflik, kemandirian, norma dan nilai, kelembagaan & modal sosial) dan “kualitas hidup” (gaya hidup, kemandirian, taraf hidup, sikap dan harapan). Dari ketiga konsep pokok tersebut, dampak Riaupulp lebih terasa pada dua konsep pertama, kerjasama dan keselarasan; dan kurang memiliki dampak pada kualitas hidup. Hal ini dapat dimengerti karena program Riaupulp belum terkait secara langsung dengan aspek-aspek kualitas hidup. Membangkitkan motivasi untuk membangun ekonomi dari sumberdaya lahan, memberi ketermpilan dan membimbing ke arah proses kerjasama antar warga merupakan kata kunci dari program pegembangan masyarakat oleh Riaupulp dewasa ini. Ada hal lain yang bisa menjadi penjelas dari keluaran dan dampak di atas, yakni karena adanya perubahan generasi, dimana generasi sekarang ini lebih bersifat pragmatis, secara kritis melihat perubahan dan menangkap kesempatan yang diperoleh. Itu semua merupakan hasil dari proses belajar terhadap lingkugannya, termasuk atas keberadaan Riaupulp. Orang Riau kini lebih senang mengelola sumberdayanya sendiri sebagai warisan generasi sebelumnya, karena melihat akses pasar yang semakin terbuka, dari pada “bekerja pada majikan”. Implikasinya adalah bahwa tawaran-tawaran program pengembangan masyarakat dari pihak luar akan diterima, jika program tersebut menunjang, tidak menggangu kegiatan yang sudah mapan, tidak bertele-tele dan mereka yakin bahwa program tersebut akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari bidang-bidang kegiatan yag mereka tekuni saat ini. Berdasarkan pemahaman terhadap kinerja program pegembangan masyarakat dan pendekatan SWOT seperti di atas, maka analisis SWOT dilakukan dengan memperhatikan komponen-komponene lingkungan program, dilanjutkan dengan penilaian kinerja pengembangan masyarakat dan menyusun isu-isu strategis. Tabel 5. Kinerja Program Berdasarkan Aspek-Aspek Khusus di Lingkungan Program Riaupulp Aspek khusus
Program Bisnis
IFS
SMES
SIP
•
Partisipan utama
Karyawan dan buruh harian (didatangkan)
Petani siap menurut aparat Riaupulp
Beberapa warga pada setiap desa
Lembaga dan aparat pemerintahan
•
Sumberdaya dari peserta
Hutan rakyat
Lahan milik anggota
Fasilitas usaha milik anggota
Prasarana dan tenaga
•
Pendistribusian bantuan
Dikelola terpusat
Kolektif, bergulir, tahunan
Individu
Paket
•
Cakupan program
Kehutanan dan Peternakan dan industri saprodi pertanian
Usaha jasa mikro perorangan
Bangunan fisik, honor guru.
•
Fungsi/dukungan Terkonsentrasi staf
Staf berkeahlian “general”
Staf berkeahlian “general”
Non staf.
•
Dukungan
Lebih bersifat “person”
Lebih bersifat “person”
Lembaga pemerintahan
Lembaga adat
18
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
institusi lokal Riaupulp telah melaksanakan berbagai program bisnis dan pengembangan masyarakat yang secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai program pembangunan kawasan pedesaan di Propnisi Riau. Program tersebut mencakup: aktivitas binis dan aktivitas program pemberdayaan masyarakat (program pengembangan sistem pertanian terpadu - IFS, program kewiraswastaan dan kemitraan usaha - SMES, dan program pengembangan sosial dan infrastruktur - SIP). Mengacu pada pemahaman atas kinerja program seperti telah diuraikan di atas, maka masing-masing program dianalisis dengan memperhatikan lingungan program berikut: partisipan, dukungan sumberdaya, distribusi sumberdaya dari Riaupulp, cakupan substansi program, dukungan staf, dan dukungan institusi setempat (Tabel 5). Aspek-aspek tersebutlah yang dianggap terkait langsung dengan Tabel 6. Penilaian Elemen-elemen SWOT pada Setiap Program Riaupulp Elemen Analisis
Program Bisnis
IFS
SMES
SIP
1. Legalitas dan finansial PT. RAPP, 2. Bahan baku melimpah, 3. Dukungan lembaga masyarakat adat
1. Fasilitas pelatihan, 2. motivasi/ keputusan petani menjadi acuan program, 3. Legitimasi dari masyarakat positif.
1.Lanjutan dari usaha warga sebelumnya 2.Sifat-sifat usaha telah dikuasai oleh peserta. 3.Dinamika usaha menjadi lebih baik
Terkait langsung dengan program pemerintahan dan lembaga lain di pedesaan.
Kelemahan
Legalitas lahan di masyarakat, khususnya tata batas antar warga dan dengan negara tak jelas.
Terfokus pada perorangan, fungsi kelompok lokal belum diefektifkan
Usaha luar sektor pertanian (jasa perorangan) masih langka di komunitas.
Sistem layanan sosial budaya oleh warga belum tertata baik.
Peluang
1. Pengembangan usaha skala besar berbasis sumberdaya alam setempat. 2. Dukungan sumberdaya dari perusahaan lain.
Prospek pasar yang luas bagi kegiatan yang berbasis sumberdaya alam setempat.
Pengembangan usaha mikrofinansial, sesuai potensi sumberdaya alam.
Lembaga di tingkat desa kondusif sebagai jalur pelayanan infrastruktur dan sosial budaya.
Ancaman
1. Konflik lahan masih menjadi isu sensitif 2. Ketergantungan pada tenaga dari luar daerah sangat tinggi.
1. Citra negatif instrumen perguliran. 2. Pekerjaan pada sektor lain
1. Orientasi warga masih pada sektor pertanian. 2. Pekerjaan pada sektor lain
Intervensi pemerintahan lokal terkadang memperumit pelaksanaan program
Kekuatan
19
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Rekomendasi
Kembangkan sistem insentif yang memadai bagi warga sekitar, dengan mendayagunakan kelompok/institusi pada tingkat desa.
1. Integrasikan pengelolaan SMES ke dalam IFS, 2. Perluas lingkup program untuk memeperkuat sistem ekonomi kerakyatan, 3. Beri peran pada institusi dan kelompok di desa bagi program ekonominya 4. Tumbuhkan kelompok mitra di dusun, agar manfaat program lebih menyebar.
Layanan infrastruktur dan sosial budaya lebih dipusatkan pada tingkat desa.
kinerja program pengembangan masyarakat. Dengan mengacu pada hasil penelian terhadap komponen-komponen lingkungan pada masing-masing program di atas, maka analisis SWOT pada masing-masing program dapat disajikan pada Tabel 6. Kekuatan
1. Kembangkan sistem insentif yang lebih menyentuh kebutuhan masyarakat luas, sehingga ancaman yang muncul pada setiap segemen program bisa dinetralisir. 2. Pelayanan sosial budaya harus lebih mengutamakan kebutuhan langsung warga, dan terus membangun mekanisme resolusi konflik dan pembelajaran sosial (social learning).
1. Perkuat support warga yang telah termotivasi, sesuai potensi sumberdaya yang mereka miliki. 2. Peningkatan kapasitas organisasi lokal untuk merangcang dan menjalankan program, terutama dengan basis sumberdaya lokal. 3. Sosialisasi program, pelatihan dan dampingan on side di tingkatkan, 4. Perkuat otonomi institusi di desa sebagai pengambil keputusan.
Ancaman
Peluang
1. Pendampingan di masyarakat, pelatihanpelatihan motivasi dan aktif membangun citra positif, 2. Mengembangkan sistem inenstif sebagai bagian dari strategi memperluas cakupan program pengembangan masyaraat, 3. Memperkuat otonomi institusi masyarakat di desa dan memberi akses kepada mereka untuk berparysipasi dalam program pengembangan masyarakat.
1. Mengoptimalkan program yang berbasis pada potensi sumberdaya alam di sektor pertanian, peternakan dan perkebunan dengan memperkuat institusi dan organisasi lokal. 2. Fungsi pendampingan harus lebih diperkuat. 3. Upayakan peningkatan kapasitas institusi lokal agar efektif pada bidangnya masing-masing.
Kelemahan
20
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Gambar 4. Isu-isu Strategis Bagi Upaya Pegembangan Masyrakat di Sekitar Kekuatan-Kelemahan dan Ancaman-Peluang Hasil analisis SWOT menunjukkan perlunya reorientasi pendekatan pengembangan masyarakat. Oleh karena itu isu strategi dikembangkan lebih pada pendekatan dan substansi apa yang ingin dicapai oleh program, ketimbang sistem kategorisasi sektoral. Institusi lokal dan pendekatan-pendekatan pembelajaran bersama untuk memahami kehidupan masyarakat pedesaan, kelihatannya perlu menjadi fokus perubahan. Dengan demikian isu strategi lebih ditempatkan dalam kerangka pembangunan sistem, sedangkan jenis program, kegiatan dan mekanisme pelaksanaan dianggap menjadi domain warga. Isu-isu strategis yang perlu menjadi fokus perhatrian pegembangan masyarakat ke depan disajikan pada Gambar 4.
KESIMPULAN Aktivitas bisnis Riaupulp meliputi pengelolaan areal hutan tanaman industri (HTI); pengelolaan bahan baku menjadi pulp; pengelolaan pulp menjadi kertas; penyediaan sumber energi listrik; jasa pengelolaan perumahan karyawan, kebersihan lingkungan dan klinik medis. Sedangkan program-program pemberdayaan masyarakat Riaupulp berupa program pengembangan pertanian terpadu; program sosial dan infrastruktur; program pengembangan kewirausahaan dan kemitraan; dan program vocational training. Variabel-variabel keluaran yang telah dianalisis meliputi perubahan-perubahan pada variabel pola pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal, keterampilan, dan tata-pamong. Variabel-variabel keluaran tersebut, secara konseptual merupakan hasil dari proses penyerapan tenaga kerja, peluang berusaha, perubahan pola pekerjaan, tersedianya sarana dan prasarana, pemberdayaan, transparasi dan akuntabilitas dalam tata-pamong. Perubahan-perubahan pada variabel pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal, dan keterampilan adalah akibat dari aktivitas Riaupulp berupa proses penyerapan tenaga kerja, tersedianya peluang berusaha, penyediaan sarana dan prasarana, dan program-program Riaupulp lainnya. Perubahan pada variabel tata-pamong, tata-pamong yang baik atau tata-pamong yang buruk adalah akibat kegiatan langsung yang dilakukan oleh Riaupulp, yang sampai sejauh ini dinilai oleh pihak Riaupulp sebagai aktivitas dengan menerapkan prinsipprinsip transparansi dan akuntabilitas. Secara umum aktivitas Riaupulp telah menyebabkan perubahan-perubahan pada pola pekerjaan (peluang bekerja dan berusaha), tingkat pendapatan dan pengeluaran, tingkat pendidikan formal, tingkat keterampilan, dan perubahan ke arah tata-pamong yang baik. Akan tetapi besaran dan kualitas perubahan keempat variabel tersebut menunjukkan variasi perubahan. Untuk variabel pendapatan dan pengeluaran menunjukkan tingkat perubahan yang lebih besar dibandingkan variabel pendidikan formal, keterampilan, dan tata-pamong. Berdasarkan pelapisan sosial ekonomi, perubahan-perubahan pada kelima variabel tersebut, kecuali pola pekerjaan, lebih “menyentuh” warga komunitas atau masyarakat lapisan atas dan menengah, relatif kurang “menyentuh” warga komunitas atau masyarakat lapisan bawah. Analisis dampak dalam kajian ini menelaah perubahan-perubahan pada variabelvariabel dampak yang disebabkan karena perubahan-perubahan pola pekerjaan (peluang bekerja dan berusaha), pendapatan dan pengeluaran, pendidikan formal,
21
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
keterampilan, dan tata-pamong. Variabel-variabel dampak yang dianalisis adalah partisipasi, kerjasama, konflik, kemandirian, norma dan nilai, gaya hidup (life style), kelembagaan dan modal sosial, taraf hidup, dan sikap dan harapan. Aktivitas Riaupulp berdampak terhadap partisipasi, kerjasama, konflik, kemandirian, norma & nilai, gaya hidup, kelembagaan & modal sosial, taraf hidup, dan sikap & harapan masyarakat di daerah studi. Aktivitas Riaupulp berdampak besar pada kemandirian masyarakat; berdampak sedang pada partisipasi, konflik, dan kelembagaan & modal sosial; dan berdampak kecil pada kerjasama, norma & nilai, gaya hidup, taraf hidup, dan sikap & harapan. Kesembilan variabel dampak tersebut dapat dikelompokkan menjadi dampak terhadap “proses-proses sosial (partisipasi, kerjasama, dan konflik); dampak terhadap “pergeseran norma, perubahan nilai dan gaya hidup”; dampak terhadap “kelembagaan dan modal sosial”; dampak terhadap “kemandirian” (kemandirian); dampak terhadap “kondisi obyektif” (taraf hidup); dan dampak terhadap “pandangan subyektif” masyarakat. Dampak aktivitas Riaupulp terhadap tingkat “kemandirian” masyarakat di daerah studi merupakan dampak yang signifikan dan lebih “menyentuh” kelompok masyarakat lapisan menengah. Dampak terhadap tingkat kemandirian tersebut konsisten dengan dampak terhadap “kondisi obyektif” dan “pandangan subyektif” (meskipun dampaknya kecil) yang juga lebih menyentuh kelompok masyarakat lapisan menengah dibandingkan lapisan atas atas dan bawah. Sedang dampak Riaupulp terhadap proses-proses sosial dikategorikan sebagai dampak sedang sampai dengan besar. Berbeda dengan variabel-variabel di atas, dampak terhadap prosesproses sosial tersebut lebih menyentuh kelompok masyarakat lapisan atas. Dampak terhadap proses-proses sosial yang lebih menyentuh kelompok masyarakat lapisan atas diikuti pula dengan dampak terhadap pergeseran norma, perubahan nilai dan gaya hidup pada kelompok masyarakat lapisan atas. Secara konseptual indikator-indikator sosial budaya dan ekonomi dan fisik dapat “dipisahkan”, tetapi secara empiris di tingkat masyarakat ketiga macam indikator tersebut “saling terkait” khususnya dalam menjelaskan fenomena dampak dari aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan Riaupulp. Untuk “mengkaitkan” faktor-faktor sosial ekonomi, sosial budaya, dan fisik maka dirumuskan indikator tingkat kesejahteraan yang “dibangun” dari faktor-faktor “pemilikan dan kualitas sumberdaya rumahtangga”, “pemilikan barang-barang berharga”, dan “kualitas kehidupan keluarga”. Kemudian dari aspek kekuasaan dan akses terhadap sumberdaya, “dibangun” indikator tingkat keberdayaan dari variabel partisipasi dan kemandirian, sebagai indikator sampai sejauh mana masyarakat mendapatkan distribution of power atau “power sharing”. Disamping dua indikator tersebut, secara khas perlu dirumuskan pula indikator sosial budaya yang menggambarkan suatu keberlanjutan dari Perspektif Sosiologi. Dengan menggunakan perspektif tersebut “dibangun” suatu indikator kelembagaan berkelanjutan (institutional sustainability) yang merupakan suatu “sinergy” dari aspek manajemen dan tata-pamong. Manajemen diukur dari sampai sejauh mana tingkat keseimbangan antara pelayanan dan partisipasi dalam suatu kelembagaan. Sedangkan tata-pamong diukur sampai sejauh proses dan prinsip-prinsip transparansi dan akauntabilitas diimplementasikan dalam membangun dan mengembangkan kelembagaan, serta dalam mengimplementasikan suatu aktivitas bisnis dan program-program pemberdayaan. Dengan indikator terakhir ini dapat dirumuskan alternatif aktivitas bisnis dan pemberdayaan masyarakat yang bagi masyarakat sekitar Riaupulp.
22
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
Riaupulp telah melaksanakan berbagai program bisnis dan pengembangan masyarakat yang secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai program pembangunan kawasan pedesaan di Propnisi Riau. Program tersebut mencakup: aktivitas binis dan aktivitas program pemberdayaan masyarakat (program pengembangan sistem pertanian terpadu - IFS, program kewiraswastaan dan kemitraan usaha - SMES, dan program pengembangan sosial dan infrastruktur - SIP). Aspek-aspek partisipan, dukungan sumberdaya, distribusi sumberdaya dari Riaupulp, cakupan substansi program, dukungan staf, dan dukungan institusi setempat terkait langsung dengan kinerja program pengembangan masyarakat. Oleh karena itu perlu reorientasi pendekatan pengembangan masyarakat. Strategi pengembangan masyarakat lebih difokuskan pada pendekatan dan substansi apa yang ingin dicapai oleh program, ketimbang sistem kategorisasi sektoral. Institusi lokal dan pendekatanpendekatan pembelajaran bersama untuk memahami kehidupan masyarakat pedesaan, kelihatannya perlu menjadi fokus perubahan. Dengan demikian isu strategi lebih ditempatkan dalam kerangka pembangunan sistem, sedangkan jenis program, kegiatan dan mekanisme pelaksanaan dianggap menjadi domain warga.
DAFTAR PUSTAKA APRIL Sustainable Report, 2002, Riau. ____________________. 2004. Riau. Brosure. 2004. Community Empowerment Program PT. Riau Andalan Pulp and Paper., Riau. Dasgupta, Partha and Ismail Seregeldin. 2000. Social Capital A Multifaceted Perspective. Washington D.C.: The World Bank Fajar R., dkk., 2004. Seayun Langkah Membangun Riau. PPMR Press, Riau. Jufrizal. 2004. Pengembangan Program Pembangunan Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani di Kabupaten Siak Propinsi Riau (pengalaman Program Pembangunan Masyarakat PT. Riaupulp). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lefevre, Piere, et al., 2000. Comprehensive Participatory Planning and Evaluation. Nutrition Unit Tropical Medicine. Antwerp. RAPP Perception Survey 2004, Amongs The Community Surrounding RAPP Operations, Riau. Uphoff, Norman. 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook with Cases. West Hartford Connecticut: Kumarian Press. Warta Riau Complex Edisi April-Juni 2004. Presiden Serahkan Penghargaan CD Kepada Riaupulp, Riau. _________________. Edisi Juli-September 2004. Gubri Resmikan BPPUT PPMR Riaupulp Siak, Riau.
23
Studi Dampak Sosial-Budaya dan Pengembangan Masyarakat Pada APRIL Group (Kasus Riaupulp & Papers di Provinsi Riau)
_________________. Edisi Oktober-Desember 2003. Peduli Ramadlan 2003, Berbagi Rasa, Peduli Sesama : Sukamto Tanoto Santuni 1000 Anak Panti Asuhan, Jompo dan Anak Jalanan., Riau. _________________. Edisi April-Juni 2002. Vocational Training PT. Riaupulp Latih Masyarakat Desa di Riau, Riau. _________________. Edisi Januari-Maret 2002. RAPP Terima Anugerah Pembina Nakerwan Terbaik Nasional, Riau. Wulan Y. C., dkk. 2004. Analisa Konflik Sektor Kehutanan di Indonesia 1997-2003.
24