Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
STUDI ANALITIS PENGARUH PENGEKANGAN TERHADAP KAPASITAS INTERAKSI P-M TIANG PANCANG PRATEGANG Tavio1 dan Benny Kusuma2 1
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Surabaya 60111 Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Surabaya 60111 Email:
[email protected]
ABSTRAK Dalam perancangan tiang pancang beton bertulang, diagram interaksi aksial-lentur (P-M) sangat diperlukan. Dari diagram tersebut dapat diperoleh kapasitas penampang terhadap beban aksial dan momen berdasarkan hasil analisis penampang berdasarkan distribusi regangan dan tegangan akibat beban aksial dan momen. Secara manual, perhitungan diagram interaksi P-M ini dilakukan dengan trial berulang yang kurang efisien. Oleh karena itu, pembuatan diagram interaksi yang lebih cepat dan akurat dikembangkan menggunakan program bantu HCP ver. 0.1 untuk tiang pancang beton prategang bulat berongga (Hollow Core Pile/HCP). Variasi pengaruh mutu beton, gaya prategang, jumlah tendon prategang, dan pengekangan ditinjau. Model pengekangan yang digunakan adalah model pengekangan Mander, Priestley, dan Park, serta model pengekangan Kusuma-Tavio. Dari hasil analisis terlihat bahwa adanya pengekangan meningkatkan kapasitas tiang pancang. Kata kunci: beton bertulang, diagram interaksi P-M, tiang pancang, tulangan transversal.
1.
PENDAHULUAN
Fungsi dari sebuah konstruksi tiang pancang tidak hanya menerima beban aksial saja. Beban lateral yang mana juga dapat menimbulkan lenturan jarang mendapatkan perhatian pada konstruksi ini. Beban lateral tersebut dapat berupa beban angin, gempa, maupun gaya yang terjadi selama masa pelaksanaan (pengangkatan dan pemancangan). Pengangkatan tiang pancang menimbulkan momen lentur pada tiang, sedangkan pada fase pemancangan energi dari pemukulan akan meningkatkan momentum yang terjadi bersamaan dengan bertambahnya regangan hingga timbul retakan. Kondisi ini menimbulkan tarikan pada beton sehingga berpengaruh terhadap berkurangnya daktilitas beton hingga mencapai regangan batasnya (Lin dan Burns, 2000). Sebagai antisipasi terhadap kondisi tersebut, digunakan sistem prategang pada tiang pancang beton. Dengan sistem ini, lenturan dan retak yang terjadi akan berkurang sehingga tiang dapat diangkat dengan mudah dan tidak rusak/retak saat menerima energi pukulan pada fase pemancangan (Preston, 1960). Kemampuan tiang pancang prategang menerima beban dianalisa menggunakan analisa penampang dengan memperhatikan regangan yang timbul akibat beban aksial dan momen. Oleh karena itu, kurva diagram interaksi sangat cocok digunakan karena merupakan hubungan antara kuat tekan aksial dan momen akibat eksentrisitas pada penampang (Nilson, 1987). Pemasangan tulangan transversal atau pengekangan pada tiang pancang prategang difungsikan sebagai penahan efek perubahan volume, akibat gaya aksial yang menyebabkan pertambahan volume pada tiang. Pengekangan ini akan meningkatkan tegangan inti beton sebelum terjadi keruntuhan, sehingga akan mendongkrak nilai daktilitas tiang tersebut.
2.
TIANG PANCANG BETON PRATEGANG TAK TERKEKANG
Tiang pancang prategang merupakan komponen struktur pemikul beban aksial tekan Pn yang didesain dengan pendekatan yang sama seperti kolom prategang, yaitu dengan menggunakan diagram interaksi hubungan aksial dan momen. Beban layan tidak selalu bekerja sentris terhadap titik berat penampang, namun memungkinkan untuk memiliki eksentrisitas, e, sehingga hal ini berpengaruh sebagai pemicu adanya momen pada tiang Mn = Pn × e. Berdasarkan kemungkinan tersebut, maka memungkinkan adanya kombinasi yang unik dari kemampuan aksial Pn dan momen Mn akibat eksentrisitas beban. Kombinasi ini akan membentuk diagram interaksi yang merupakan kapasitas dari penampang seperti dalam Gambar 1. Peninjauan regangan yang terjadi pada tiang adalah pada segmen terluar baja tarik tiang sehingga dapat dilihat dalam Gambar 2.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 349
Tavio dan Benny Kusuma
Gambar 1. Karakteristik diagram interaksi tiang pancang prategang (Libby, 1984) 0,85 f ' c
E0
t
Es1 Es2
c
T1 C a T2
Es3
h
T3
Es4
t Penampang tiang
T4
Es5
T5
Regangan
Tegangan
Blok desak
Gambar 2. Distribusi regangan dan tegangan penampang tiang prategang berongga Kehilangan gaya prategang pada daerah elastis ini akan merubah tegangan awal, fo (saat stressing) akibat perpendekan beton yang meregang sebesar εo, sehingga gaya pada tendon prategang pada bagian tarik dan tekan dari pusat plastis untuk penampang simetris sebagai berikut: TT = Aps × ( f si − ∆f s ) (1)
TC = A′ps × ( f si − ∆f s )
(2)
Aps = A′ps = tendon area
(3)
f si =
f eff
(4)
np
f si (5) Es Regangan yang terjadi berdasarkan regangan prategang terhadap jarak tendon prategang terhadap serat terluar penampang, y(i ) dan c yang terjadi, atau sama dengan:
ε se =
ε si = ε se − ε u ×
( c − y (i ) )
ε si = ε se + ε u ×
c
(y ( ) − c ) i
c
(6) (7)
ε si < f yp / Es → f s = ε si × Es
(8)
ε si > f yp / Es → f s = f yp
(9)
Gaya desak pada beton yang terjadi adalah:
C = k3 × f c′ × Ac (10) Dengan k3 merupakan factor reduksi yang biasanya diambil sebesar 0,85 f c′ adalah mutu beton tanpa terkekang sehingga saat terkekang dipakai f cc′ , dan Ac merupakan luasan desak tiang beton penampang bulat dengan inti berongga (hollow core pile).
S - 350
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Analitis Pengaruh Pengekangan Terhadap Kapasitas Interaksi P-M Tiang Pancang Prategang
Menghitung luasan desak beton tiang berongga adalah dengan perumusan tali busur. Pada penampang berbentuk lingkaran akan memiliki daerah tekan berupa kurva lingkaran dengan tinggi a, c sebagai jarak serat desak terluar ke garis netral, sehingga didapatkan tinggi desak a = β1c . Karena tinggi blok desak a merupakan fungsi dari jarak garis netral c dan t adalah tebal beton, maka untuk menghitung luasan kurva yang diarsir tersebut adalah berdasarkan beberapa kemungkinan kondisi yaitu :
Kondisi pertama, yaitu apabila tinggi blok desak kurang dari tebal penampang tiang beton ( a ≤ t ) seperti dalam Gambar 3. titik berat blok desak
a y 0,5h - a h
5h 0,
t
Gambar 3. Pemodelan luasan desak kondisi pertama
Kondisi kedua, yaitu apabila tinggi blok desak lebih dari tebal penampang tiang beton tetapi kurang dari jari-jari lingkaran luar ( t < a ≤ 0,5h ) seperti dalam Gambar 4. titik berat blok desak a
titik berat blok desak A a
A
y h
titik berat blok desak B
a-t
B
0,5h - a
0,5h - a
t
0,5h 0,5h
-t
0,5h
Blok desak tiang kondisi kedua
diameter luar tiang
rongga bagian inti tiang
Gambar 4. Pemodelan luasan desak kondisi kedua: 0,5h ≥ a > t ,θ < 90
Kondisi ketiga, yaitu apabila tinggi blok desak lebih dari jari-jari lingkaran luar sampai h − t : 0,5h < a ≤ (h − t ) seperti dalam Gambar 5. titik berat blok desak
titik berat blok desak A
titik berat blok desak B
A a
0,5h - a
y
a y
a-t
B
h
a - 0,5h a - 0,5h t
0,5h
0,5h
Blok desak tiang kondisi ketiga
-t
0,5h
diameter luar tiang
rongga bagian inti tiang
Gambar 5. Pemodelan luasan desak kondisi ketiga: 0,5h < a < (h − t ),θ > 90
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 351
Tavio dan Benny Kusuma
Kondisi keempat, yaitu apabila tinggi blok desak lebih dari h − t tetapi kurang dari diameter lingkaran luar: a ≥ (h − t ) seperti dalam Gambar 6. titik berat blok desak
titik berat blok desak A
titik berat blok desak B
A a
0,5h - a
a
y
y
a-t
B
h
a - 0,5h a - 0,5h t
0,5h
-t
0,5h
0,5h
Blok desak tiang kondisi keempat
diameter luar tiang
rongga bagian inti tiang
Gambar 6. Pemodelan luasan desak kondisi keempat
Kondisi kelima, yaitu apabila tinggi blok desak lebih dari diameter luar beton : a ≥ h seperti dalam Gambar 7.
h
Gambar 7. Pemodelan luasan desak kondisi kelima Untuk tiang beton dengan pengekangan maka perhitungan luas blok desak adalah pada bagian inti beton.
3.
TIANG PANCANG BETON PRATEGANG DENGAN KEKANGAN
Model Mander dkk. Dengan model Mander dkk., diagram tegangan dan regangan beton dihitung menggunakan persamaan berikut: f cc′ xr fc = (11) r − 1 + xr
εc ε cc
(12)
Ec Ec − Esec
(13)
x= r=
Ec = 5000 f c′ MPa Esec =
f cc′ ε cc
f cc′ − 1 f c′ ε co = 0.002
(14) (15)
ε cc = ε co 1 + 5
7.94 f l′ f ′ f cc′ = f c′ − 1.254 + 2.254 1 + −2 l f c′ f c′ A Ke = e Acc f l′x = k e ρ x f yh (arah x) f l′y = ke ρ y f yh (arah y)
S - 352
(16) (17) (18) (19) (20) (21)
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Analitis Pengaruh Pengekangan Terhadap Kapasitas Interaksi P-M Tiang Pancang Prategang
n ′2 1 − ∑ (wi ) i =1 6bc d c Ke =
′ ′ 1 − s 1 − s 2b 2d c c (1 − ρcc )
(22)
ε cu = 0.004 + 1.4 ρ s f yhε sm f cc′
(23)
dimana bc dan dc adalah dimensi penampang beton inti terkekang diukur dari sumbu-ke-sumbu tulangan lateral arah x dan y, s′ adalah jarak bersih tulangan lateral, Ae adalah luas efektif inti beton terkekang, wi′ adalah jarak bersih ke-i dua tulangan longitudinal berdekatan, ρ cc adalah rasio luas penampang tulangan longitudinal terhadap luas beton inti terkekang, dan ε sm adalah regangan tulangan baja pada saat tegangan maksimum.
Model Kusuma-Tavio Dengan menggunakan model Kusuma-Tavio, untuk, ε c ≤ ε cc :
K bε b − ε b2 1 + (K b − 2)ε b
(24)
f c = f cc′ − Edes (ε c − ε cc )
(25)
f c = f cc′ Sedangkan untuk ε c > ε cc : dimana:
Kb =
εb =
Ecε cc f cc′
(26)
εc ε cc
(27)
Ec = 0.043w1c .5 f c′ (in MPa)
(28)
f le = 0.5 ke ρ s f yh
(29)
∑ bi2 1 − s k e = 1 − 6 bc d c bc 12.2 Edes = ρ s f yh ( f c′)2
ε cu = ε cc +
2
(30) (31)
f cc′ 2 Edes
(32)
dimana Edes adalah faktor reduksi kekuatan, ke adalah faktor untuk efektifitas pengekangan, dan s adalah jarak tulangan lateral diukur sumbu-ke-sumbu tulangan.
Kehilangan prategang Akibat pemberian gaya prategang akan terjadi perpendekan beton yang mengakibatkan adanya pengurangan gaya prategang yang harus diperhitungkan. Beban tekan aksial pada penampang tiang ini akan menekan beton sebesar ε 0 . Akibat pemberian gaya prategang yang diberikan akan terjadi pemendekan merata pada beton sebesar 0,002 yang mengakibatkan adanya pengurangan gaya prategang itu sendiri. Sehingga gaya prategang yang hilang adalah: f 0 × Es (33) ∆f s = ε 0 × E s = ′ As × E s + As × E s Kehilangan gaya prategang yang lain berdasarkan SNI 03-2847-2002 adalah karena: (a) Perpendekan elastis, (b) Rangkak, (c) Susut, (d) Relaksasi tendon. ACI-ASCE memprediksi awal (lump sum) pada komponen prategang pratarik untuk semua faktor kehilangan gaya prategang di atas antara lain: 4, 6, 7, dan 8% (Lin dan Burns, 2000). Sehingga jumlah total kehilangan prategang 25%. Kondisi ini akan mereduksi gaya prategang awal saat stressing (Fo). Maka digunakan gaya prategang efektif (Feff) yang merupakan tegangan ( f eff ) yang masih bekerja pada tendon setelah semua kehilangan terjadi, diluar pengaruh beban mati dan beban tambahan ( SNI 03-2847-2002).
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 353
Tavio dan Benny Kusuma
4.
PENGARUH PENGEKANGAN TERHADAP DIAGRAM INTERAKSI
Digunakan dua kasus berbeda kuat tekan untuk pembanding. Data-data yang dianggap sama adalah sebagai berikut: (a) dimensi penampang, diameter luar (h) = 500 mm dan tebal penampang tiang (t) = 90 mm, (b) tulangan tendon longitudinal, diameter tendon 12,7 mm, (c) tulangan spiral lateral, diameter 7,57 mm, (d) selimut beton 40 mm, (e) spasi tulangan lateral 50 mm, (f) tegangan runtuh tulangan tendon longitudinal, fu = 1750 MPa. Kasus A dengan f c′ = 60 MPa dan kasus B dengan f c′ = 78 MPa. Diagram interaksi dihitung dengan batuan program HCP ver 0.1. Warna merah menunjukkan model tanpa kekangan, warna hijau ialah model dengan pengekangan Mander-Priestley, dan warna biru ialah model dengan pengekangan Kusuma-Tavio. Dari hasil analisis, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kapasitas pada model dengan pengekangan dibandingkan dengan tanpa kekangan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 8. Peningkatan kapasitas, khususnya pada daerah kontrol tekan ditunjukkan dengan daerah terarsir dalam Gambar 9 merujuk pada model terakhir (Kasus B). Hal ini disebabkan ekspansi luasan akibat beban tekan pada tiang dengan mempertimbangkan keberadaan pengekangan oleh tulangan lateral. Perhatikan bahwa untuk tiang terkekang ini, perilaku dari inti beton dimodelkan dengan hubungan tegangan-regangan dari beton terkekang, dimana selimut beton diasumsikan tak terkekang. Model tegangan-regangan yang relevan digunakan pada analisis untuk mengakomodasi kedua daerah penampang beton. 5277
5639
5833
7034
A
7398
7678
B
428.4 461.4 491.2 545.7 577.9 607.4 Gambar 8. Perbandingan diagram interaksi tiang terkekang dengan tiang tak terkekang
B
Gambar 9. Peningkatan kapasitas tiang terkekang pada daerah kontrol tekan Peraturan gedung akhir-akhir ini mensyaratkan spasi yang lebih rapat untuk tulangan lateral tiang pancang beton prategang, agar dapat mencapai daktilitas dan memenuhi persyaratan kekuatan gedung tahan gempa. Meskipun peraturan tersebut mengabaikan peningkatan kekuatan akibat pengaruh pengekangan dengan alasan asumsi konservatif untuk tujuan perencanaan, dengan peningkatan kekuatan akibat pengaruh pengekangan yang
S - 354
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Analitis Pengaruh Pengekangan Terhadap Kapasitas Interaksi P-M Tiang Pancang Prategang
ditunjukkan pada analisis, penulis tetap mengharapkan bahwa tiang pancang beton dapat menahan beban aksial dan momen yang lebih tinggi pada perancangan mendatang. Tabel 1 dan 2 menunjukkan peningkatan kapasitas yang cukup besar pada tiang terkekang dibandingkan dengan tanpa kekangan dilihat dari beban aksial dan momen lentur menggunakan model yang diadopsi setelah perpindahan peningkatan kekuatan pada inti beton sebagai kompensasi kehilangan kekuatan pada selimut beton. Tabel 1. Peningkatan kapasitas beban aksial dan momen lentur tiang pancang beton prategang terkekang dibandingkan dengan tiang pancang beton prategang tanpa kekangan untuk f c′ = 60 MPa
Metode pengekangan
Nilai nominal
Selisih terhadap
Confined Mmax Pmax
nominal unconfined ∆Mmax ∆Pmax
Peningkatan %M
%P
(kN-m) (kN) (kN-m) (kN) (%) (%) Mander-Priestley 461,4 5639,4 33 362,4 7,7 6,9 Kusuma-Tavio 491,2 5833,1 62,8 556,1 14,66 10,54 Notes: Kapasitas maksimum tiang tanpa pengekang: Pmax = 5277 kN dan Mmax = 428,4 kN-m.
Tabel 2. Peningkatan kapasitas beban aksial dan momen lentur tiang pancang beton prategang terkekang dibandingkan dengan tiang pancang beton prategang tanpa kekangan untuk f c′ = 78 MPa
Metode pengekangan
Nilai nominal
Selisih terhadap
Confined Mmax Pmax
Nominal unconfined ∆Mmax ∆Pmax
Peningkatan %M
%P
(kN-m) (kN) (kN-m) (kN) (%) (%) Mander-Priestley 577,9 7397,8 32,2 364,2 6 5,2 Kusuma-Tavio 607,4 7677,5 61,7 643,9 11,31 9,2 Notes: Kapasitas maksimum tiang dengan pengekang: Pmax = 7033,6 kN dan Mmax = 545,7 kN-m.
5.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan studi di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Tiga parameter utama yang berpengaruh terhadap bentuk dan besar dari kurva tegangan-regangan beton adalah tegangan puncak, regangan saat tegangan mencapai puncak, dan regangan runtuh. 2. Terdapat enam parameter yang mempengaruhi efektifitas tulangan lateral. Parameter paling berperan ialah jarak antar tulangan transversal. 3. Terdapat peningkatan kapasitas dari tiang pancang beton prategang terkekang dibandingkan dengan tiang tanpa kekangan, khususnya pada daerah tekan terkontrol, setelah mobilisasi peningkatan kekuatan pada inti beton sebagai kompensasi kehilangan kekuatan pada selimut beton. 4. Meskipun tata cara mengabaikan pengaruh pengekangan dengan pertimbangan anggapan konservatif untuk tujuan perancangan, penulis berharap di kemudian hari dapat dirancang tiang pancang prategang terkekang yang lebih ekonomis untuk menahan beban aksial dan momen lentur, khususnya tiang pancang tak langsing yang lebih didominasi oleh beban aksial daripada momen lentur. 5. Studi lebih lanjut diperlukan kedepannya, khususnya untuk pemodelan tiga dimensi untuk mendapatkan perilaku fraktur/retak dimensional beton untuk menegaskan bahwa peningkatan kapasitas tiang pancang dapat diperhitungkan untuk keperluan tata cara atau standar perancangan ke depan.
6.
DAFTAR PUSTAKA
ACI Committee 318, “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-56),” American Concrete Institute, Detroit, Michigan, 1956.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 355
Tavio dan Benny Kusuma
Cusson, D.; and Paultre, P., “Stress-Strain Model for Confined High-Strength Concrete,” Journal of Structural Engineering, ASCE, V. 121, No. 3, Mar. 1995, hal. 468-477. Departemen PU, “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SK SNI T-15-1991-03),” Yayasan LPMB, Bandung, 1991. Diniz, S. M. C.; dan Frangopol, D. M., “Strength and Ductility Simulation of High-Strength Concrete Columns,” Journal of Structural Engineering, ASCE, V. 123, No. 10, Okt. 1997, hal. 1365-1374. Fanella, D. A.; Munshi, J. A.; dan Rabbat, B. G. “Notes on ACI 318-99 Building Code Requirements for Structural Concrete with Design Applications,” Portland Cement Association, Skokie, Illinois, 1999. Kappos, A. J.; dan Konstantinidis, D., “Statistical Analysis of Confined High-Strength Concrete Columns,” Material and Structures, V. 32, Dec. 1992, hal. 734-748. Kent, D. C.; and Park, R., “Flexural Members with Confined Concrete,” Journal of Structural Division, ASCE, V. 97, No. ST7, July 1971, hal. 1969-1990. Kusuma, B.; and Tavio, “Unified Stress-Strain Model for Confined Columns of Any Concrete and Steel Strengths,” Proceeding of the International Conference on Earthquake Engineering and Disaster Mitigation, 14-15 Apr. 2008, Jakarta, Indonesia, hal. 502-509. Mander, J. B.; Priestley, M. J. N.; and Park, R., “Theoretical Stress-Strain Model for Confined Concrete,” Journal of the Structural Division, ASCE, V. 114, No. ST8, Agust. 1988, hal. 1804-1825. Nawy, E. G.; Tavio; dan Kusuma, B., “ Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar,” Edisi kelima, Jilid 1 dan 2, ITS Press, Surabaya, Jan. dan Juli 2010. Popovics, S., “A Numerical Approach to the Complete Stress-Strain Curve for Concrete,” Cement and Concrete Research, V. 3, No. 5, 1973, hal. 583-599. Purwono, R.; dan Tavio, “Evaluasi Cepat Sistem Rangka Pemikul Momen Tahan Gempa,” ITS Press, Surabaya, Sept. 2007. Purwono, R.; Tavio; Imran, I.; dan Raka, I G. P., “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002),” ITS Press, Surabaya, Mar. 2007. Sheikh, S. A.; dan Uzumeri, S. M., “Analytical Model for Concrete Confinement in Tied Columns”, Journal of the Structural Division, ASCE, V. 108, No. ST12, Des. 1982, hal. 2703-2722. Tavio; Budiantara, I N.; dan Kusuma, B., “Spline Nonparametric Regression Analysis of Stress-Strain Curve of Confined Concrete,” Civil Engineering Dimension, V. 10, No. 1, Petra Christian University, Surabaya, Mar. 2008, hal. 14-27. Tavio; dan Kusuma, B., “Desain Sistem Rangka Pemikul Momen dan Dinding Struktur Beton Bertulang Tahan
Gempa (sesuai SNI 03‐2847‐2002 dan SNI 03‐1726‐2002 Dilengkapi Pemodelan dan Analisis dengan Program Bantu ETABS v.9.07),” ITS Press, Surabaya, Mar. 2009. Tavio; dan Pamenia, P. D. S., “Pengaruh Pengekangan Pada Analisis Momen Nominal Untuk Pengamanan Kolom Beton Bertulang Terhadap Kegagalan Getas Geser,” Jurnal Dinamika Teknik Sipil, V. 9, No. 2, Juli 2009, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, hal. 155-162. Tavio; Suprobo, P.; dan Kusuma, B., “Strength and Ductility Enhancement of Reinforced HSC Columns Confined with High-Strength Transverse Steel,” Proceedings of the Eleventh East Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction (EASEC-11), 19-21 Nov. 2008, Taipei International Convention Center, Taipei, Taiwan, hal. 350. Tavio; dan Tata, A., “Predicting Nonlinear Behavior and Stress-Strain Relationship of Rectangular Confined Reinforced Concrete Columns with ANSYS,” Civil Engineering Dimension Journal, V. 11, No. 1, Mar 2009, Petra Christian University, Surabaya, hal. 23. Tavio; Wimbadi, I.; Negara, A. K.; dan Tirtajaya, R., “Effects of Confinement on Interaction Diagrams of Square Reinforced Concrete Columns,” Civil Engineering Dimension, V. 11, No. 2, Sept. 2009, Petra Christian University, Surabaya, hal. 78. Thorensfeldt, E.; Tomaszewicz, A.; dan Jensen, J. J., “Mechanical Properties of High-Strength Concrete and Application in Design,” Proceedings of the Symposium Utilization of High Strength Concrete, Tapir, Trondheim, 1987, hal. 149-159. Villaverde, R. “Methods to Assess the Seismic Collapse Capacity of Building Structures: State of the Art,” Journal of Structural Engineering, ASCE, V. 133, No. 1, Jan. 2007, hal. 57-66. Whitney, C. S. “Design of Reinforced Concrete Members under Flexure or Combined Flexure and Direct Compression,” ACI Journal, Mar. 1937, V. 33, No. 3, hal. 483-498. Yong, Y. K.; Nour, M. G.; dan Nawy, E. G., “Behavior of Laterally Confined High-Strength Concrete under Axial Loads,” Journal of the Structural Division, ASCE, V. 114, No. ST2, Feb. 1988, hal. 332-351.
S - 356
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta