STRESS PEKERJAAN DIKALANGAN AWAK KABIN : STUDI KASUS DI MASKAPAI X
KARYA ILMIAH
Oleh: Andrie Jusananda 112208001
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA 2016
ABSTRAK Universitas Paramadina Program Studi Manajemen Maret, 2016 Andrie Jusananda / 112208001 STRESS PEKERJAAN DIKALANGAN AWAK KABIN : STUDI KASUS DI MASKAPAI X Tujuan penelitian ini adalah Gambaran stres pekerjaan, tekanan psikologis, perceived stress, dan job dissatisfaction di kalangan pramugari / pramugara yang bekerja di maskapai penerbangan.
Stres kerja ada di dalam setiap profesi. Istilah stres merupakan istilah yang lazim dalam lingkungan profesi kerja. Pada profesi pramugari misalnya, sebagaimana dikutip dalam stuff.co.nz (2016), salah seorang pramugari Air New Zealend diputus hubungan kerja oleh maskapainya, dikarenakan perilaku tidak menyenangkan pada waktu kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, profesi pramugari juga memiliki potensi stres yang dapat diderita oleh pelaku profesi, dan memiliki dampak pada pelayanan dan citra perusahaan. Konsumen pengguna jasa penerbangan mengamati bagaimana tingkah laku pramugari saat memberikan pelayanan dengan penumpang, selain tentunya pramugari sangat berperan untuk menjaga keselamatan penumpang dan tuntutan-tuntutan kasus yang jarang dikenali oleh pramugari. Tuntutan ini termasuk melakukan kegiatan di dalam lingkungan yang dijaga dari potensi mengancam keselamatan penumpang atau awak pesawat, dan memberikan jaminan keselamatan penumpang penerbangan
sesuai
peraturan yang ditetapkan (MacDonald, et al., 2003). Dalam beberapa studi yang ada mengenai kondisi kerja pramugari seperti insiden kritis di penerbangan dan stres pekerjaan fisik (yang diakibatkan oleh karena kebisingan,
getaran, ruang kerja yang terbatas), stres adalah kondisi kerja yang paling sering disorot terjadi di lingkungan maskapai penerbangan. Misalnya, muncul kekhawatiran, fobia penerbangan, dan stres pasca-trauma yang dialami oleh awak pesawat termasuk pramugari setelah ada insiden tertentu yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu dalam proses penerbangan (misalnya buruknya cuaca). Meski demikian, bahkan tanpa adanya insiden tersebut, hingga sepertiga dari sejumlah pramugari sering merasa cemas sebelum lepas landas. Menurut Suvanto,et.al (1990) tuntutan pekerjaan fisik adalah salah satu sumber stres antara pramugari, tuntutan-tuntutan tersebut seperti keterampilan dalam bahasa asing, kebutuhan untuk membuat keputusan dengan cepat, dan pentingnya pendidikan umum dan pengalaman profesional dalam pekerjaan. Meskipun timbulnya stres, para pramugari dan pramugara tetap harus di tuntut bekerja secara professional, berdasarkan diskusi awal, peneliti dengan beberapa pramugari dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan stres di kalangan pramugari antara lain (wawancara dengan salah satu pramugari, 2015). 1. Kurangnya waktu tidur yang cukup disebabkan jam terbang yang tidak menentu. 2. Tekanan dari para senior kepada junior membuat beberapa pramugari yang baru memulai berkarier menjadi stres. 3. Selalu ucapkan salam yang diberikan junior kepada senior saat bertemu dan berpapasan. Disamping itu, tema stres yang peneliti angkat sebagai bahasan dalam penelitian ini karena banyak yang mengetahui tentang kehidupan pramugari hanya dari luarnya saja, dan kebanyakan orang lain tidak tahu tentang apa yang dirasakan mereka sehari-hari dibalik senyuman pramugari. Selain itu, pekerjaan sebagai pramugari dan pramugara banyak diperbincangkan di kalangan-kalangan umum dan yang sebenarnya masih banyak yang tidak tahu tentang apa kebenaran dibaliknya. Isu stres di kalangan pramugari salah satunya adalah saat berinteraksi dengan penumpang, tidak sedikit penumpang yang kurang koperatif tetapi pramugari selalu mencoba untuk tersenyum. Ketika terjadi kendala di pesawat yang menyebabkan keterlambatan penerbangan akan membuat para penumpang marah, maka dari itu pramugari harus menenangkan mereka walaupun pramugari juga tidak menginginkan
keterlambatan tersebut. Terlebih lagi jika di dalam cabin pendingin ruangan tidak dapat bekerja dengan optimal, dan ini sangat sering ditemukan. Mengingat
luasnya
pembahasan
tentang
stres
pekerjaan
dan
dengan
mempertimbangkan keterbatasan peneliti, maka peneliti membatasi masalah penelitian ini pada gambaran stres pekerjaan, psychological distres, perceived stres, dan job dissatisfaction pada pramugari dan pramugara yang bekerja di maskapai penerbangan komersil. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1.
Bagaimana gambaran stres pekerjaan, tekanan psikologis, perceived stress dan job dissatisfaction di kalangan pramugari / pramugara?
Landasan Teori Pekerjaan
Pekerjaan, berasal dari kata kerja. Kerja menurut Mathis dan Jackson (2006) adalah usaha yang ditujukan untuk memproduksi atau mencapai hasil. Menurut Mathis dan Jackson, (2006) pekerjaan adalah pengelompokkan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang merupakan penugasan kerja total untuk karyawan. Tugas, kewajiban, dan tanggung jawab ini mungkin berubah seiring waktu dan oleh karena itu pekerjaan mungkin berubah. Dalam teori, ketika semua pekerjaan digabungkan, pekerjaan tersebut harus sama dengan jumlah kerja yang harus diselesaikan oleh organisasi tersebut- tidak lebih, tidak kurang. Pekerjaan memiliki keterkaitan dengan tekanan kerja. Tekanan dalam kehidupan modern,
digabung
dengan
tuntutan
sebuah
pekerjaan,
dapat
menimbulkan
ketidakseimbangan emosional yang disebut stres. Tidak semua stres yang tidak menyenangkan. Hidup berarti merespon tekanan atas prestasi dan kegembiraan dari sebuah tantangan.
Kepuasan Kerja
Menurut Locke (1969), kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih antara apa yang telah dianggap, telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan
kondisi-kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin
banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya. Hygiene faktor meliputi hal-hal seperti : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, dan status. Jumlah tertentu dari Hygiene faktor diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar seseorang seperti : kebutuhan keamanan dan berkelompok. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang akan tidak puas. Namun jika Hygiene faktor memadai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, seseorang tidak akan lagi kecewa. Tetapi dia belum terpuaskan. Seseorang hanya terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai untuk faktor-faktor yang dinamakan satisfiers. Satisfiers adalah karakteristik pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan urutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan psikologisnya.
Stres
Stres adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersiapkan sebagai tidak pasti tetapi penting. Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan peluang bila stres itu menawarkan potensi perolehan. Secara lebih khusus, stres terkait dengan kendala dan tuntutan, kendala adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang sangat diinginkan. Tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan (Robbins, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan stres adalah faktor lingkungan, organisasi, dan individu yang bertindak sebagai potensi sumber stres (Robbins, 2006). Faktor-faktor ini menyebabkan stres yang aktual bergantung pada perbedaan individual seperti pengalaman kerja dan kepribadian (Robbins, 2006). Penyebab stres itu bertumpuk-tumpuk fakta yang cenderung diabaikan ketika penyebab stres ditinjau secara individual adalah bahwa stres merupakan fenomena yang bertumpuk-tumpuk. Stres senantiasa bertumpuk-tumpuk, tiap penyebab stres yang baru dan bertahan menambah ke tingkat stres individu, penyebab stres tunggal mungkin tidak relatif (Robbins, 2006).
Stres Pekerjaan
Menurut Appley dan Trumbull (dalam Smith, 2005), stres adalah peristiwa atau situasi di dalam lingkungan hidup yang berkontribusi karena pengalaman berbahaya yang mengganggu. Stres pekerjaan dapat didefinisikan sebagai reaksi individual terhadap karakteristik lingkungaan pekerjaan yang ditunjukan secara emosional atau secara fisik
(Jamal dalam Jamal, 2011). Secara umum tingginya ketidakseimbangan antara permintaan organisasi dan kemampuan individu akan menyebabkan tingginya stress pada individu. Pendapat lain menurut Hasibuan (2013) tentang stres karyawan seperti berikut stres karyawan timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaannya. Stres karyawan perlu sedini mungkin diatasi oleh pimpinan agar hal-hal yang merugikan perusahaan dapat diatasi. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stres menjadi gugup dan merasakan kekhawatiran kronis. Orang akan sering menjadi marahmarah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif.
Faktor-faktor penyebab stres karyawan antara lain menurut Hasibuan (2013) sebagai berikut: 1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan 2. Tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar 3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai 4. Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja 5. Balas jasa yang terlalu rendah 6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan lain-lain
Tekanan Psikologis
Tekanan psikologis berkaitan dengan bagaimana stres mempengaruhi fisik seseorang, misalnya berkeringat terhadap cuaca yang panas. Selye dalam Duffy,et.al, (2010) menyebutkan pola ini adalah sindroma adaptasi umum, yang terdiri dari tiga tahap progresif: 1) reaksi alarm, 2) tahap resistensi dan 3) tahap kelelahan. Tekanan psikologis sebagian besar didefinisikan sebagai keadaan penderitaan emosional yang ditandai dengan gejala depresi (misalnya, kehilangan minat, kesedihan, keputusasaan) dan kecemasan (misalnya, kegelisahan dan merasa tegang) (Mirowsky dan Ross 2002). Gejala-gejala ini dapat diikat dengan gejala somatik (misalnya, insomnia, sakit kepala, kekurangan energi) yang mungkin berbeda-beda antar budaya (Kleinman 1991, Kirmayer 1989).
Tekanan psikologis biasanya digambarkan sebagai masalah kesehatan mental non-spesifik (Dohrenwend dan Dohrenwend 1982). Namun, menurut Wheaton (2007), tekanan psikologis jelas ditandai dengan depresi dan gejala kecemasan. Akibatnya, pertimbangan yang digunakan untuk menilai tekanan psikologis, gangguan depresi dan gangguan kecemasan umum memiliki beberapa hal yang sama. Dengan demikian, meskipun tekanan psikologis dan gangguan kejiwaan ini adalah fenomena yang berbeda, keduanya tidak sepenuhnya independen satu sama lain (Payton 2009). Hubungan antara tekanan dan depresi - dan pada tingkat lebih rendah, kecemasan - menimbulkan masalah apakah tekanan psikologis terletak pada jalur depresi jika tidak diobati (Horwitz 2007). Akhirnya, tekanan psikologis didefinisikan sebagai reaksi emosional yang normal untuk stressor yang menimbulkan isu dan dapat digambarkan sebagai "normalitas" dalam suatu populasi yang berbeda dan situasi yang berbeda.
Stres Yang Dirasakan
Stres yang dirasakan adalah tingkat beban emosional yang ditemukan menjadi tinggi, hasil yang dikuatkan oleh hasil studi mengenai tanggung jawab pramugari untuk menjaga keselamatan penumpang (contoh, obat-obatan darurat di saat penerbangan), bantuan penumpang selama penundaan penerbangan, dan perilaku yang ditunjukkan kepada penumpang (menjaga dari tindakan yang tidak kooperatif dan kasar). Dalam penelitian yang dilakukan MacDonald et al (2003), beban emosional serta emotional reward diselidiki untuk melihat kemungkinan hubungannya dengan tekanan stres yang dirasakan (MacDonald, et.al,.2003).
Metode Penelitian Menurut Nasehudin dan Gozali (2012) metode penelitian adalah cara-cara untuk memperoleh pengetahuan atau memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Pada dasarnya metode penelitian merupakan metode ilmiah (scientific method). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Menurut Martono (2011) metode kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa angka yang kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan suatu informasi ilmiah di balik angka-angka tersebut, varian kuantitatif yang peneliti pilih yaitu penelitian survey.
Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian adalah Maskapai X yang merupakan salah satu maskapai penerbangan swasta di Indonesia, sedangkan subjek pada penelitian ini adalah pramugari di Maskapai X. Pemilihan sektor penerbangan sebagai subjek penelitian terkait stres sesuai dengan sektor yang digunakan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh MacDonald, et al. (2003).
Hasil dan Pembahasan
Pada pembahasan ini, peniliti akan membahas setiap aspek dari stres pekerjaan yang meliputi tekanan psikologis, perceived stres, dan job dissatisfaction. Perceived stress merupakan tahapan penerimaan pramugari terhadap tekanan psikologis yang lebih mendalam, dimana pada perceived stress pramugari tidak merasa segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, oleh perusahaan tersebut yang seharusnya akan membuat penilaian terhadap stres yang dirasakan tersebut dari sisi positif maupun negatif dalam pekerjaan tersebut. Perceived stress turut berperan dalam pembentukan job dissatisfaction yang dirasakan oleh setiap pramugari.
Job dissatisfaction adalah merupakan persepsi dari setiap pekerja atau pramugari terhadap keseluruhan kinerja dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Job dissatisfaction merupakan dimensi yang sangat penting dalam mengukur kepuasan kerja seseorang terhadap sebuah perusahan khususnya perusahaan maskapai penerbangan. Yang nantinya akan membuat karyawan atau pramugari loyal dan setia terhadap perusahaan tersebut. Pertama tekanan psikologis berperan dalam menyadarkan perusahan terhadap karyawan atau pramugari yang bekerja dimaskapai tersebut. Perusahaan penerbangan harus memberikan keringanan dalam bekerja, dengan contoh memberikan day off yang cukup agar pramugari tidak merasa lelah, atau bisa diberlakukannya sistem kinerja penerbangan yang perharinya seharusnya sedikit jam terbang, atau bisa dengan cara menaikan upah atau gaji. Kedua perceived stress adalah stres yang dirasakan oleh pramugari yang tidak merasa segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, perusahaan harus membuat keputusan yang positif untuk karyawan yang seharusnya pantas diberikan kepada pramugari sebagai pekerja yang memiliki resiko lebih tinggi dari pekerja yang lainnya. Yang seharusnya akan membuat penilaian terhadap stres yang dirasakan. Pramugari hanya bertugas untuk melayani para penumpang-penumpang sebagaimana mengikuti standard operasional prosedur perusahaan maskapai tersebut. Selanjutnya job dissatisfaction atau ketidakpuasan kerja yang dialami pramugari yang merupakan inti dari keseluruhan atas kinerja yang sesuai dengan yang diharapkan oleh pramugari atau awak kabin. Ketidakpuasan kerja terbentuk karena adanya kurangnya perhatian yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atau pramugari. Semakin baik kepuasan yang diberikan oleh perusahaan maka akan semakin memuaskan para karyawannya.
Kesimpulan
Penelitian ini mendeskripsikan stress pekerjaan pada pramugari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa banyak dari responden atau seluruh awak kabin mengungkapkan, pekerjaan yang dilakukan oleh para pramugari sebenarnya sangat tidak menyenangkan. Disamping itu mereka harus melayani penumpang dengan sisi positif tanpa mementingkan situasi dan kondisi dimana pramugari itu sendiri bahkan tidak lagi mengalaminya. Semua aspek harus diperhatikan, dari segi keloyalitasan perusahaan adalah sebagai dampak utama dari kepuasaan pekerjaan yang tentunya akan sangat memberikan dampak yang sangat positif bagi pramugari, disamping pramugari merasa lelah dengan situasi pekerjaan yang tidak menentukan waktu, hari dan suasana hati. Bagi pramugari jika perusahaan memberikan sisi yang positif bahkan seimbang dengan pekerjaan yang pramugari jalani, kemungkinan pramugari tidak akan merasa sedemikian rupa. Jadi inti dari kesimpulan ini adalah seluruh awak kabin merasakan ketertekanan dalam kehidupan, yang seharusnya itu tidak awak kabin rasakan.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka terdapat beberapa saran yang dapat diberikan. 1. Perusahaan penerbangan harus tetap menjaga faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan tekanan psikologis, stres yang dirasakan dan kepuasan kerja, agar tidak menimbulkan stres didalam pekerjaan. 2. Hal yang disarankan agar perusahaan penerbangan lakukan, seharusnya melakukan inovasi-inovasi untuk merubah struktur perusahaan menjadi lebih baik lagi dengan langkah S.O.P (Standart Operasional Prosedur) dan standart operasional penerbangan agar dapat meningkatkan keaktifan kinerja pramugari. Yang didapat pada variabel perceived stress yang merupakan tahapan penerimaan pramugari terhadap tekanan psikologis yang lebih mendalam, dimana pada perceived stress pramugari tidak merasa segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, oleh perusahaan tersebut yang seharusnya akan membuat penilaian
terhadap stres yang dirasakan tersebut dari sisi positif maupun negatif dalam pekerjaan tersebut. Maka akan juga berdampak positif terhadap variable perceived stress yang sangat berperan dalam pembentukan job dissatisfaction atau kepuasan kerja yang dirasakan oleh setiap pramugari. 3. Perusahan penerbangan melalui dimensi stres pekerjaan dapat menjaga faktorfaktor yang mendukung tidak terjadi timbulnya tekanan psikologis, stres yang dirasakan dan kepuasan kerja. Pencapaian nilai-nilai tersebut dengan cara memberikan pramugari sebagai karyawan dengan gaji yang layak, upah jam terbang yang cukup, transportasi antar jemput, dan mengurangi jadwal peraktifitas pramugari agar tidak terlalu lelah. 4. Penelitian ini mendapatkan hasil yang positif untuk responden yang merupakan hasil nyata didalam kehidupan dikalangan pramugari pada range usia >5 tahun berkarir.
Daftar Pustaka MacDonald, Leslie.A., Deddens,James.A., Grajewski, Barbara.A., Whelan, Elizabeth.A., Hurrell, Josepsh.J, 2003 Job Stress Among Female Flight Attendants American College Of Occupational And Environmental Medicine. Dunnette (ed). M.D, Handbook Of Industrial and Organizational Psychology, Chicago, 1976. Hair, J.F, et al, 2010. Multivariate Data Analysis (7 th edition). New Jersey : Pearson Education Inc. Hasibuan ,Drs. H. Malayu S.P. 2013 Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara. Jamal, M. (2005). Burnout among Canadian and Chinese employees: A cross-cultural study. European Management.
Jamal, Ph.D., Muhammad, 2011. Job Stress, Job Performance and Organizational Commitment in a Multinational Company: An Empirical Study in two Countries. International Journal of Business and Social Science. Canada: Concordia University Lekha, Sharma. 2007. Lifestyles, flying and associated health problems in flight attendants. University Coimbatore. The Journal of the Royal Society for the Promotion of Health.
Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitif: Analisis Isi Dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Mirowsky, John., Ross, E.,Catherine. 2002. Measurement For A Human Science. Journal Of Health And Social Behavior. American Sociological Association. Mathis, Robert. L, Jackson, John. H. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2006, Jakarta, PT Salemba Empat Nasehudin, M.Pd.Syatori.,Toto.Drs., Gozali, M.Ag. Nanang.Drs. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. CV. Pustaka Setia. Nesthus, E.,Thomas., Schroeder, J.,David. 2007. Flight Attendant Fatigue. Journal of Federal Aviation Administration. Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. PT Indeks Kelompok Gramedia. Sekaran, Uma. 2011. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Jakarta. PT Salemba Empat Smith, C. 2005. Work stress. Canada: Thomson Wadsworth. Sinambela,M.Pd.,MM.,Poltak, Lijan.Dr.Prof. 2012. Kinerja Pegawai Teori, Pengukuran Dan Implikasi. Graha Ilmu. Sunyoto, Drs. Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Buku Seru. Suvanto,S., Partinen,M., Harma,M. & Ilmairien,J. 1990 Flight Attendants desynchronosis after rapid time zone changes. Aviation Space And Environmental Medicine Sumarwan, Ujang. Riset Pemasaran dan Konsumen. 2012, Bogor. PT Penerbit IPB Press. Taniredja, Tukiran.,Dr.Prof. 2011. Penelitian Kuantitatif. AlfaBeta,CV. Taniredja, Tukiran., Mustafidah, Hidayati. 2011. Penelitian Kuantitatif: Sebuah Pengantar. AlfaBeta Wexley, Kenneth. N, Ph.d., Yuki, Gary. A, Ph.d. Perilaku Organisasi Dan Psikologi Personalia. Jakarta, Agustus 2005. PT Rineka Cipta. Young, Joana L., James, Hayes Erika. 2001. Token majority: The work attitudes of male flight attendants : Journal of University of Michigan & Emory University.