STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY
FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. The Strategy of the Development of Jambi City Towards a Riverfront City. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and SUPRIHATIN. The development of social, culture and economic at Jambi City is inseparable with Batanghari River. The existence of Batanghari river plays important role in economic development at Jambi City. The aims of this research were to identify the potential of Batanghari River as well as its problems, to identify and analyze stakeholders that have roles in the development of Jambi City towards a riverfront city, and to formulate the strategy of the development of Jambi City towards a riverfront city. The results of this research showed that Batanghari River has potentials to be developed as a riverfront city. The development is devided into three zone including natural zone, semi-natural zone, and multipurpose zone. There were twenty one stakeholders that have roles in the development of Batanghari River. The hierarcy strategies of the development of Jambi City towards a riverfront city are as follows emproving the coordination among the stakeholders, community development, law enforcement, making perfect the watershed of Batanghari River, revitalizing of Batanghari River and developing the eco-industrial park. Key words: Jambi City, Batanghari River, riverfront city
RINGKASAN FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN. Perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi tidak dapat dipisahkan dari keberadaan dan peran Sungai Batanghari. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera. Sungai ini melintasi sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi, mulai dari Kabupaten Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS). Secara geografis sungai Batanghari membagi Kota Jambi menjadi dua bagian yaitu dua kecamatan dibagian utara sungai Batanghari dan enam kecamatan di sisi selatannya. Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari hilir yang masih berada dalam kesatuan DAS Batanghari, dengan panjang sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Hasil monitoring Sungai Batanghari di Kota Jambi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jambi selama tahun 2007 menunjukkan kualitas air Sungai Batanghari telah mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola kebijakan pengelolaan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk memperbaiki dan meningkatkan vitalitas kawasan Sungai Batanghari khususnya yang berada di Kota Jambi sehingga keberadaan Sungai Batanghari bukan menjadi ‘halaman belakang’ tetapi dapat menjadi ‘halaman depan’ bagi Kota Jambi (riverfront city). Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai Batanghari; 2)Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city; 3) Formulasi strategi implementasi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan masukan bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang berkepentingan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari yang berkelanjutan. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian ini di Sungai Batanghari Kota Jambi. Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2 meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan Jambi Timur (Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang dan Pulau Sijenjang). Data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Responden stakeholders yang terkait penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang berasal dari kelompok Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, LSM, Perguruan Tinggi, swasta dan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah pengembangan yang didasarkan pada penilaian dari aspek legal, biofisik, ekologis, sosial, dan persepsi serta preferensi stakeholders, pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront di bagi dalam tiga zona pengembangan, yaitu: 1) Zona Alami. Termasuk dalam zona alami adalah Kelurahan Penyengat Rendah, Teluk Kenali dan Pulau Sijenjang. 2) Zona Semi Alami. Termasuk dalam zona semi alami adalah Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang, Tanjung Pasir, Buluran Kenali, Legok, Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut, Tahtul Yaman, Tanjung Johor dan Sijenjang. 3) Zona Multi Fungsi. Termasuk dalam zona multi fungsi adalah Pasar Jambi dan Kasang Berdasarkan analisis stakeholders, terdapat sepuluh institusi sebagai subjects yaitu Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Batanghari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Prov. Jambi (BAPEDALDA), Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi, Pusat Penelitian dan ManajemenDaerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM-DAS Unja), masyarakat sekitar sempadan sungai, industri crumbrubber dan sawmill, lima institusi sebagai key players yaitu Bada Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jambi, Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Jambi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jambi, tiga institusi sebagai context setters yaitu Bappeda Prov. Jambi, PU Prov. Jambi, dan Lembaga Adat Jambi, dan tiga institusi sebagai crowd yaitu Dinas Kehutanan Prov Jambi, Warsi dan Walhi. Adapun alternatif strategi dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah: a) peningkatan koordinasi antar stakeholders; b) pemberdayaan masyarakat; c) penegakan hukum beserta regulasinya; d) penyempurnaan database DAS; e) revitalisasi sungai; serta f) pengembangan Kawasan Industri Hijau. Kata kunci: Kota Jambi, Sungai Batanghari, riverfront city
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY
FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc
Judul Tesis Nama NRP
: Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City : Fitriyah Irmawati Elyas Saleh : P052090241
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua
Prof. Dr.Ir. Suprihatin, Dipl-Eng. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S.
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 26 Juli 2011
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis berjudul “Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City” ini disusun berdasarkan atas keprihatinan terhadap sumberdaya air khususnya sungai di Indonesia yang belum optimal dan belum mampu menyelaraskan antara pembangunan dan sumberdaya air yang di miliki. Tesis ini menguraikan tentang analisis pengembangan riverfront city, stakeholders, dan alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.
Semoga hasil-hasil penelitian
yang dituangkan dalam tesis ini dapat dimanfaatkan.
Bogor,
Agustus 2011
Fitriyah Irmawati Elyas Saleh
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Jambi Provinsi Jambi. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suprihati, Dipl-Eng selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan kepada penulis selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dinas dan instansi baik Provinsi maupun Kota Jambi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Datuk Yakin di Jambi dan seluruh rekanrekan Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Akhirnya, ucapan terima terimakasih penulis sampaikan kepada abi dan umi tercinta dan kedua adikku atas seluruh cinta, pengorbanan dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan Sekolah Pascasarjana di IPB . Kepada teman kamar kos yang penuh pengertian, keluarga besar El-Diina terutama mba Zahro dan bu Sri, keluarga besar Hizbut Tahrir Indonesia serta seluruh temanteman seperjuangan dalam dakwah kepada syariah dan khilafah atas dukungan dan semangat yang diberikan.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 15 Juli 1983 dari ayah Elyas dan Ibu Maryam Saleh. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Sorong dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknik Lingkungan,
Institut Teknologi
Adhi Tama Surabaya. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan biaya mandiri.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
i iii iv v
I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1.2. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 1.5. Penelitian Terdahulu .......................................................................
1 1 2 3 3 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. Waterfront City ............................................................................... 2.1.1. Pengertian Waterfront City ................................................... 2.1.2. Pengembangan Kawasan Tepi Air ........................................ 2.1.3. Konsep Waterfront City ........................................................ 2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai ................................................ 2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City ............................... 2.2. Analisis Stakeholders ....................................................................... 2.3. Analisis AHP ...................................................................................
6 6 6 6 7 8 9 13 14
III. METODE PENELITAN .......................................................................... 3.1. Tempat dan Waktu........................................................................... 3.2. Rancangan Penelitian ...................................................................... 3.2.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 3.2.2. Teknik Penentuan Contoh ..................................................... 3.3. Metode Analisis Data .......................................................................
16 16 16 16 16 17
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 4.1. Umum ............................................................................................. 4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi. .............................. 4.1.2. Iklim dan Curah Hujan........................................................... 4.1.3. Topografi ............................................................................... 4.1.4. Kondisi Hidrogeologi ............................................................. 4.2. Penggunaan Lahan dan Ruang.......................................................
28 28 28 29 30 30 34
V.
38 38 38 45 46 52 56 56 58 65 67 75
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 5.1. Analisis Rencana Pengembangan ................................................. 5.1.1. Aspek Legal .......................................................................... 5.1.2. Aspek Ekologis....................................................................... 5.1.3. Aspek Biofisik ........................................................................ 5.1.4. Aspek Sosial ......................................................................... 5.2. Analisis Stakeholders ....................................................................... 5.2.1. Identifikasi Stakeholders ......................................................` 5.2.2. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders ............................ 5.2.3. Persepsi dan Preferensi Stakeholders ................................... 5.3. Analisis SWOT ................................................................................. 5.4. Alternatif Strategi Kota Jambi Menuju Riverfront City .....................
i
5.4.1. Level Aspek dan Kriteria ....................................................... 5.4.2. Level Alternatif Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City .......................................................... VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 6.2. Saran .............................................................................................
77 78 84 89 90
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
91
LAMPIRAN ....................................................................................................
96
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Indikator elemen pembentuk riverfront city ............................................
9
2.
Instansi/lembaga/individu terkait penelitian ...........................................
17
3.
Standar penilaian peubah pada luas RTH, land cover dan sinousitas .................................................................................................
19
Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders ...........................................................................................
23
5.
Skala banding berpasangan ...................................................................
25
6.
Matrik pendapat individu ..........................................................................
26
7.
Luas daerah dan pembagian administratif menurut kecamatan tahun 2009 .............................................................................................
28
Nama sungai dengan luas daerah aliran, panjang sungai dan muaranya ...............................................................................................
34
Penggunaan lahan (urban dan non urban) di Kota Jambi tahun 2009 ........................................................................................................
35
10 Struktur ruang Kota Jambi .......................................................................
37
11. Kondisi aktual tiap segmen berdasarkan aspek legal ............................
43
12. Nilai sinousitas tiap segmen ...................................................................
45
13. Perkembangan luas hutan dan erosi yang terjadi di DAS Batanghari ..............................................................................................
48
14. Kualitas lingkungan alami tiap segmen ...................................................
49
15. Persepsi dan preferensi masyarakat .......................................................
54
16. Kepentingan (interest) stakeholders terkait dengan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ..................................
59
17. Pengaruh stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ............................................................................................
60
18. Persepsi dan preferensi stakeholders .....................................................
66
19. Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen ...............................................................................
68
20. Hasil analisis AHP alternatif kebijakan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ...............................................................................
75
4.
8. 9.
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian. ................................................................. 3 2. Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover.............................. 20 3. Perhitungan sinousitas sungai .................................................................. 21 4. Matriks pengaruh dan kepentingan ........................................................... 23 5. Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city... 27 6. Peta administrasi Kota Jambi .................................................................... 29 7. GSS menurut PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5 .............. 38 8. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1) ...................................................................................... 39 9. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2) ...................................................................................... 39 10. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3) ...................................................................................... 39 11. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1) .................................................................... 40 12. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2) ..................................................................................... 40 13. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (1) .................. 40 14. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (2) .................. 41 15. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ....................................... 41 16. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ....................................... 41 17. GSS bertanggul dan tidak bertanggul ....................................................... 45 18. Posisi stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ............................................................................................................ 61 19. Hasil AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ......... 76 20. Prioritas masing-masing aspek dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ................................................................................... 77 21. Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ............................................................................................... 79 22. Rencana koordinasi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ............................................................................................. 81
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta lokasi penelitian dan titik sinousitas tiap segmen. ............................. 97 2. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hulu) ..................... 98 3. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hilir) ...................... 99 4. Keterkaitan analisis SWOT dan AHP ........................................................ 100 5. Pengolahan data menggunakan AHP ..................................................... 103
v
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sungai adalah elemen yang penting bagi manusia. Sejak dahulu manusia
mempunyai hubungan yang erat dengan sungai karena sungai memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Begitu pula dengan Sungai Batanghari yang berada di Kota Jambi memiliki perananan yang penting dalam perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera. Sungai ini melintasi sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi, mulai dari Kabupaten Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Luas DAS Batanghari
bagian hilir
sekitar 861.904 ha dengan
panjang 2.287,33 km serta keliling 630.693,80 km. Bagian hilir DAS ini terdiri dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Muara Jambi, Tanjung Jabar Timur, Tanjung Jabar Barat serta Kota Jambi. Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari hilir dengan panjang Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Secara geografis Sungai Batanghari membagi Kota Jambi menjadi dua bagian yaitu dua kecamatan dibagian utara dan enam kecamatan di sisi selatan. Pembangunan
yang
baik
seharusnya
mempertimbangkan
aspek
ekonomi, sosial dan ekologi untuk mencapai tujuan pembangunan yang berimbang antara growth, equality dan sustainaibility (Rustiadi et al. 2009). Akan tetapi
pembangunan
yang
berlangsung
di
Kota
Jambi
belum
dapat
mengintegrasikan antara pembangunan Kota Jambi dengan Sungai Batanghari sebagai sumberdaya air yang memiliki peranan penting bagi masyarakat Kota Jambi. Sungai Batanghari bukan sebagai halaman depan akan tetapi lebih sebagai halaman belakang. Sepanjang Sungai Batanghari ini berkembang berbagai jenis industri antara lain industri crumbrubber, sawmill, dermaga pengangkutan pasir, penampungan BBM (Bahan Bakar Minyak) Pertamina yang banyak terdapat di sisi selatan sempadan Sungai Batanghari. Sedangkan di sisi utara banyak berkembang commercial area, seperti pasar, pemukiman penduduk, bengkel motor, tempat pencucian motor serta berbagai aktivitas lainnya. Berbagai aktivitas tersebut memberikan kontribusi bagi masuknya polutan di Sungai Batanghari. Di sisi lain Sungai Batanghari masih digunakan sebagai
1
sumber air minum bagi masyarakat Kota Jambi khususnya dan Provinsi Jambi pada umumnya. Sulistiawati (2007) menyatakan bahwa tingkat pencemaran perairan Sungai Batanghari berada pada tingkat pencemaran sedang hingga berat. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batanghari oleh Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi (2010) menunjukkan bahwa Sungai Batanghari telah tercemar berat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola kebijakan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk agar dapat terintegrasi dengan pembangunan di Kota Jambi. Perencanaan dan pengelolaan sungai perlu dilakukan agar tercipta harmonisasi kepentingan pembangunan dan pelestarian sumberdaya alam yang dimiliki. Saat ini telah banyak negara dan kota yang membuat prinsip perancangan penataan untuk kawasan tepi air yang meliputi pantai, sungai maupun danau dalam menunjang pembangunan kotanya. Oleh karena itu Kota Jambi memiliki potensi yang dapat dikembangkan agar dapat menjadi kota tepian air (waterfront city) dengan landmark Sungai Batanghari (riverfront).
1.2.
Kerangka Pemikiran Berbagai
aktivitas
yang
telah
ada
di
sepanjang
sungai
sebagaimana diuraikan pada sub bab latar belakang di atas akan berakibat buruk dan tidak mampu memberikan jaminan keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut terlebih dahulu perlu diketahui kondisi aktual Sungai Batanghari baik potensi yang dimiliki dan permasalahan yang tengah dihadapi dari aspek ekologi, biofisik, legal, dan sosial. Selanjutnya berdasarkan potensi dan permasalahan dari aspek ekologi, biofisik, legal dan sosial dilakukan sintesis untuk memperoleh zonasi ruang pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. Agar hasil dari konsep dan zonasi ruang dapat digunakan dalam pertimbangan penataan ruang Kota Jambi, maka perlu dilakukan analisis terhadap stakeholders. Analisis stakeholders dilakukan stakeholders
yang
terkait,
posisi
dan
persepsi
untuk mengetahui stakeholders
dalam
pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city sehingga dapat diperoleh alternatif
strategi
yang
dapat
dilakukan
pemerintah
daerah
dalam
mengembangkan riverfront city. Secara skematik, kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
2
Kota Jambi
Sungai Batanghari
Permasalahan Aktual Sungai Batanghari
Potensi Aktual Sungai Batanghari
Zonasi Ruang Pengembangan Riverfront City
Alternatif Starategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai Batanghari untuk pengembangan riverfront city. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. 3. Formulasi strategi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan masukan
bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang berkepentingan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari yang berkelanjutan.
3
1.5.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap Sungai Batanghari
antara lain: 1. Prediksi Erosi di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai Batanghari Hulu Jambi oleh Syah, (1993).
2. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi oleh Susilawati (2007). Penelitian ini menghasilkan 4 (empat) strategi dalam pengelolaan Sungai Batanghari yaitu: a) dukungan dana dari pemerintah pusat dan sumberdaya manusia yang berkualitas; b) meningkatkan koordinasi antar sektor dan wilayah (BPDAS Batanghari) dalam upaya penguatan kelembagaan dan hukum guna pengelolaan perairan; c) pemerintah kota menjadikan Sungai Batanghari sebagai kawasan wisata perairan; d) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan koordinasi antar dinas/instansi dalam upaya pencegahan pencemaran limbah di Sungai Batanghari.
Penelitian yang membahas waterfront city antara lain: 1. Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar Sebagai Waterfront City oleh Nurfaida (2009). Hasil penelitian pengembangan dan rencana pengelolaan lanskap Pantai Kota Makassar ialah: a) pantai Kota Makassar memiliki potensi dikembangkan sebagai waterfront city dengan prioritas utama pengembangan sebagai kawasan rekreasi; b) zona pengembangan kawasan pantai Kota Makassar terbagi tiga zona yaitu zona pemanfaatan wisata, multi-pemanfaatan dan konservasi.
2. Pengelolaan Bersama Berbasis Masyarakat dalam Penataan dan Pengembangan Kawasan Sungai Siak Sebagai Waterfront City oleh Muhammad (2003). Hasil penelitian ini ialah: a) Pemerintah Provinsi Riau disarankan merubah atau menyusun kembali konsep pembangunan waterfront city dari kebijakan pembangunan yang bersifat top down menjadi kebijakan pembangunan partisipatif; b) untuk mengoptimalkan maksud dan tujuan pembangunan, efektifitas program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan melaksanakan program pembangunan
4
partisipatif
dan
melakukan
pendekatan
sosial
budaya
terhadap
masyarakat yang menolak waterfront city adalah dengan membentuk lembaga penngelola bersama dalam penataan kawasan. Lembaga ini berfungsi
sebagai
fasilitator
dan
katlisator
antara
stakeholders,
masyarakat dan investor.
3. Prinsip Perancangan Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Kota Sungai oleh Mursalianto (2002). Hasil penelitian ini yaitu bahwa prinsip perancangan pusat Kota Banjarmasin sebagai kota sungai adalah penerapan elemenelemen pembentuk identitas sungai yang meliputi aspek sungai,
tata
guna lahan, tata guna sungai, akses, sirkulasi, visual dan lansekap.
4. Perancangan Waterfront Pekanbaru Sebagai Kawasan Pengembangan Wisata Kota (Studi Kasus : Pelabuhan Pelindo Dan Pelita Pantai Sungai Siak) oleh Rizal, (2005). Hasil penelitian ini ialah menciptakan kawasan bantaran sungai sebagai kawasan wisata belanja, wisata air, wisata sejarah, dan wisata aktifitas malam. Perencanaan ini diiringi dengan penataan sirkulasi yang menerus ke bantaran dan berorientasi kepada kenyamanan pedestrian di sepanjang bantaran Sungai Siak.
5. Persepsi Masyarakat Sekitar Sungai Siak dalam Menghadapi Pekanbaru Sebagai Waterfront City oleh Fachruddin (2004). Hasil penelitian ini ialah masyarakat di bantaran sungai Siak setuju dengan dibangunnya waterfront city baik ditinjau dari latar belakang pendidikan maupun jenis pekerjaannya. Keinginan masyarakat terhadap ganti rugi, relokasi dan keterlibatan dalam pembangunan sangat tinggi, sehingga sangat diperlukan transparansi dalam setiap proses baik pada saat perencanaan ataupun pada saat pelaksanaan. Dengan pola keterbukaan dan kejelasan akan status dan atas solusi-solusi yang diberikan kepada masyarakat dengan penuh keseimbangan dan kewajaran, peran masyarakat dalam pembangunan bisa diarahkan sebagai pemodal dalam pelaksanaan pembangunan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Waterfront City
2.1.1
Pengertian Waterfront City Kawasan tepian air atau lebih dikenal waterfront merupakan lahan atau
area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap laut, sungai, danau atau sejenisnya. Waterfront secara harfiah dapat diartikan sebagai tepi air (water edges) atau badan air (water body). Kota (city) dan waterfront merupakan dua hal yang selalu digunakan secara bersamaan dan tidak dapat dipisahkan pengertiannya. Hal ini dikarenakan suatu kota memiliki potensi air baik berupa sungai, danau, laut dan sebagainya dimana secara geografis membentuk suatu batas peralihan antar daerah perairan dengan daratan yang dikenal sebagai daerah tepi air (water edges), (Breen dan Rigby, 1994). Menurut Carr (1992), bila dihubungkan dengan pembangunan kota, maka kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia yaitu melihat kebutuhan manusia akan ruang-ruang publik dan nilai alami. Dengan demikian, pembangunan atau penataan kawasan tepi air berkaitan dengan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan tepi atau badan air. Menurut Nugroho (2000) diacu dalam Ayuputri (2006), waterfront merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai/kanal, atau danau) sebagai halaman depan, tempat tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan yang harus dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan waterfront city adalah pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air (waterfront), yang bertujuan
untuk
menampung
aktivitas
warga
perkotaan
dengan
tetap
melestarikan dan memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air. 2.1.2
Pengembangan Kawasan Tepi Air Tsukio
(1984)
mengemukakan
waterfront
berdasarkan
tipe
pengembangannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Konservasi adalah pengembangan yang bertujuan untuk memanfaatkan kawasan tua atau kuno yang berada di tepi air dimana masih terdapat potensi
6
yang dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat dinikmati masyarakat. Contoh Venice waterfront, Italia. 2. Redevelopment
adalah
upaya
menghidupkan
kembali
fungsi-fungsi
waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada seperti Memphis-Tennessee Riverfront Redevelopment. 3. Development adalah upaya menciptakan waterfront dengan cara penataan kawasan yang berada di tepian air yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Penataannya beriorientasi pada fungsi-fungsi yang mengarah kepada publik dalam skala dan konteks kota seperti Portland Waterfront Development. 2.1.3
Konsep Waterfront City Berdasarkan konsep waterfront city, suatu kota dapat berada di tepi
laut/pantai, di tepi sungai/kanal, atau di tepi danau ), (Breen dan Rigby, 1996). 1. Tepi laut/pantai. Toronto dan Yunani merupakan contoh kota yang berada di tepi laut, Bangkok sebagai contoh kota yang berada di tepi sungai, dan Amsterdam merupakan contoh kota yang berada di tepi kanal. Menurut Laidley (2007), Kota Toronto yang direncanakan oleh Toronto Waterfront Revitalization Corporation merupakan pengembangan kota tepi laut yang memposisikan
kawasan
tepi
laut
sebagai
bagian
penting
dalam
perkembangan perekonomian kota dan menjadikan kawasan tepi laut Toronto sebagai pintu gerbang baru ke Canada. Kota-kota di Yunani juga merupakan contoh pengembangan kota dengan konsep waterfront city. Pengembangan kembali (redevelopment) bertujuan memperbaiki kualitas ruang inti dari kota-kota di Yunani dan mengembangkan pariwisata sesuai karakteristik waterfront (Gospodini, 2001). 2. Tepi sungai/riverfront. Menurut Wijanarka (2008), Bangkok sebagai kota tepi sungai didesain dengan konsep waterfront yang terlihat dari adanya tiga kanal yang menghubungkan Sungai Chao Phraya, adanya jalan darat di tepi Sungai Chao Phraya yang didesain mengikuti pola sungai, dan adanya reklamasi di tepi Sungai Chao Phraya yang dipersiapkan untuk lahan rumah tinggal bagi para pendatang. 3. Kota Amsterdam yang berawal dari permukiman nelayan yang terletak di muara Sungai Amstel didesain dengan sistem kanal. Selain itu, bangunan
7
kota juga didesain dengan setting mengikuti pola kanal dengan arah bangunan ke arah kanal. 2.1.4
Konsepsi Dasar Kota Sungai (Riverfront City) Kota sungai (riverfront city) merupakan salah satu dari urban waterfront
development. Riverfront city adalah kota atau kawasan yang berada pada ambang, dilalui dan mempunyai hubungan kuat dengan badan sungai di dalam ruang perkotaan. Elemen sungai merupakan bagian terpenting dalam bentukan riverfront city. Karakteristik dasar sungai sangat berpengaruh terhadap struktur kota secara keseluruhan. Dengan mengetahui bentuk dasar sungai akan membantu dalam menentukan arah perbaikan dan perkembangan sungai di kawasan yang mengalami degradasi fisik (Mursalianto, 2002). Riverfront city dengan segala kekahasannya tidak terlepas dari aspek tata ruang perkotaan yang melingkupi ruang perkotaan tersebut. Tinjauan aspek fisik, fungsional dan normatif terhadap pengembangan riverfront city akan membantu dalam merumuskan elemen penting pembentuk riverfront city yang dikaitkan dengan elemen indentitas kota sungai tersebut. Perumusan kriteria dari elemen pembentuk identitas riverfront city didasari oleh perbedaan yang nyata antara kota yang satu dengan kota yang lain (Bishop, 2000 dalam Mursalianto 2002) yang meliputi fisik dasar sungai, budaya sungai dan peran fungsi penting sungai terhadap perkembangan riverfront city. Indikator kajian normatif pembentuk riverfront city dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1 Indikator elemen pembentuk riverfront city Kriteria Fisik dasar sungai
Norma budaya sungai keruangan
Norma budaya sungai bukan keruangan Perkembangan fisik kota
Pola pemanfaatan sungai dalam kota
Pemanfaatan lahan
Akses dan sirkulasi kota
Aspek visual Aspek lansekap
Konteks Sungai Indikator Elemen Pengembangan Riverfront City • Terdapatnya sungai yang masih aktif dan berperan dalam perkembangan kota. • Elemen fisik dasar sungai terdiri dari badan sungai, sempadan, penghijauan dan daerah banjir. • Adanya kelompok-kelompok permukiman sesuai dengan budaya penghuni. • Bangunan pemerintahan memeliki makna sejarah dan kultural yang berorientasi ke sungai. • Adanya pasar yang merupakan wadah interaksi masyarakat yang berorientasi ke sungai. • Bangunan ibadah sebagai landmark yang bernilai sejarah, kultural dan keagamaan yang berorientasi ke sungai. • Adanya komunitas pengguna sungai yang menjadikan sungai sebagai pemenuhan utama kebutuhan sehari-hari. • Tahap awal perkembangan kota, sungai merupakan sumber air untuk keperluan hidup masyarakat. • Orientasi bangunan penduduk ke arah sungai, sempadan sungai, dan di atas air. • Sungai berfungsi sebagai sarana pengangkutan (perdagangan). • Tumbuhnya jaringan jalan sebagai alternatif, orientasi bangunan umum menghadap ke jalan. • Adanya pemanfaatan lahan dan air untuk permukiman di bantaran sungai, sepanjang sungai, dan di atas sungai. • Adanya pelabuhan, terminal, dermaga, halte sungai, dengan berbagai skala pelayanan pengguna. • Adanya ruas sungai yang berfungsi sebagai pengendali banjir. • Adanya pabrik yang berlokasi di sepanjang sungai. • Penggunaan air oleh rumah tangga dan industri yang masih aktif sampai sekarang. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori B. • Masih adanya pemanfaatan sungai sebagai mata pencaharian nelayan sungai. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori C. • Adanya obyek wisata di sepanjang sungai. • Adanya fungsi sungai sebagai batasan wilayah administrativ. Konteks Perkotaan • Sebagian peran dan fungsi sungai terkait erat dengan pemanfaatan lahan kota seperti pertokoan, pusat pemerintahan lokal, pusat jasa dan lain sebagainya. • Ragam pengguna diklasifikasikan menjadi dua yaitu komunitas darat dan komunitas sungai. • Kemudahan pencapaian dikaitkan dengan jaringan jalan pusat kota menuju sungai dari berbagai arah. • Moda angkutan. Tersedianya angkutan umum baik sungai maupun darat. • Akses pedestrian. Adanya akses untuk pejalan kaki di sepanjang sungai dan menyeberangi sungai. • Lalu lintas perdagangan. Adanya nilai-nilai ekonomi sungai sebagai bagian dari ekonomi kota. • Perparkiran. Adanya parkir yang cukup pada kawasan pusat kota yang menunjang fungsi sungai. • Mempunyai konsep panorama, vista, skyline, frame dan space series yang berhubungan postif dengan sungai. • Design penataan kota seperti penataan muka jalan, ketinggian dan masa bangunan memperhatikan daya dukung sungai.
Sumber: Basri (1994), White (1949), Rapaport (1977) dan Torre (1989) dalam Mursalianto (2002).
2.1.5
Tipologi Pengembangan Waterfront City Menurut Breen dan Rigby (1996), waterfront berdasarkan fungsinya dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront
9
adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana dan prasana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan. Waterfront terbagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsi utama kawasan), yaitu: 1. Kawasan Komersial (Commercial Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan komersial adalah: a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi kawasan pantai sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi/wisata b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi /dinamis c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan sarana bersosialisasi dan berusaha/komersial d. Mempertahankan
keberadaan
golongan
ekonomi
lemah
melalui
pemberian subsidi e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi sungai) diangkat sebagai faktor penarik bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya 2. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education dan Environmental Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup adalah: a. Memanfaatkan potensi alam sumber daya alam air untuk kegiatan penelitian budaya dan konservasi b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik investor c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik
masyarakat tentang
kekayaan alam yang perlu dilestarikan dan diteliti d. Kebudayaan masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan
lingkungan
didukung
kesadaran
melindungi
atau
10
mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan kawasan, seperti penyediaan sarana untuk upacara ritual keagamaan, sarana pusat-pusat penelitian yang berhubungan dengan spesifikasi kawasan tersebut f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi pemanfaatan air/badan air 3. Kawasan Peninggalan Sejarah (Historical/Herritage Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan peninggalan sejarah adalah: a. Pelestarian
peninggalan-peninggalan
bersejarah
(landscape,
situs,
bangunan, dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda b. Pengendalian
pengembangan
baru
yang
kontradiktif
dengan
pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter kota c. Program-program
pemanfaatan
ruang
kawasan
ini
dapat
berupa
pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk mencegah terjadinya abrasi, pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll 4. Kawasan Rekreasi/Wisata (Recreational Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan rekreasi adalah: a. Memanfaatkan kondisi fisik pantai, sungai untuk kegiatan rekreasi (indoor/outdoor) b. Pembangunan
diarahkan
di
sepanjang
badan
air
dengan
tetap
mempertahankan keberadaan terbuka c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan pariwisata terutama pariwisata perairan d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna menarik pengunjung 5. Kawasan Pemukiman (Resedential Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pemukiman adalah: a. Perlu keselarasan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum b. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan permukiman penduduk baru
11
c. Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya penataan dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan. Penempatan perumahan nelayan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya sekitar dan market hasil budaya perikanan d. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman penduduk asli (lama) antara lain dengan revitalisasi bangunan, penyediaan utilitas, sarana air bersih, air limbah dan persampahan, penyediaan dramaga perahu serta pemeliharaan drainase e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman baru antara lain adalah dengan memberi ruang untuk public access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan batas sempadan dari badan air, serta program penghijauan sempadan 6. Kawasan
Pelabuhan
dan
Transportasi
(Working
and
Transportation
Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pelabuhan dan transportasi adalah: a. Pemanfaatan potensi pantai dan sungai sebagai kegiatan transportasi, pergudangan dan industri b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi kota (negara) dengan memanfaatkan kemudahan transportasi air dan darat c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan adalah pembangunan dermaga, sarana penunjang pelabuhan (pergudangan), dan pengadaan fasilitas transportasi 7. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pertahanan dan keamanan adalah: a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan bangsa/negara b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus c. Pengaturan tata guna lahan untuk kebutuhan dan misi hankam negara
12
2.2.
Analisis Stakeholders Stakeholders merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pengelolaan taman nasional, yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh tujuan pengelolaan taman nasional tersebut, baik individu, kelompok ataupun organisasi. Sementara itu, Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Dalam menentukan para stakeholders, harus dilakukan secara teliti. Hal ini dikarenakan berpotensi mengesampingkan kelompok yang sebenarnya relevan dengan permasalahan utama, yang berakibat pada biasnya hasil penelitian. Oleh karena itu Reed et al. (2009) menyebutkan bahwa analisis stakeholders perlu dilakukan dengan: 1) mendefinisikan aspek-aspek fenomena alam dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan; 2) mengidentifikasi individu, kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi fenomena tersebut; dan 3) memprioritaskan individu dan kelompok untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Lebih lanjut, analisis stakeholders mempelajari bagaimana manusia berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan suberdaya alam dengan cara memisahkan peran stakeholders ke dalam rights (hak), responsibilities (tanggung jawab), revenues (pendapatan) serta relationship (menilai hubungan antar peran tersebut) (Mayers 2005; Reed et al. 2009). Menurut
Groenendijk
(2003)
keberhasilan
suatu
kegiatan
sangat
bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk mengenali perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering mengarah pada perlawanan terhadap kebijakan kegiatan diakibatkan oleh kegagalan dalam mempertemukan tujuan mereka. Keterlibatan langsung dari stakeholders kunci yang memiliki hubungan dengan analisis masalah dan kegiatan perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan komitmen pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan suatu kegiatan. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini menggunakan keragaman ketertarikan tersebut sebagai titik awal.
13
2.3.
Analisis Hierarki Proses (AHP) Analytical Hierachy Process yang dikenal dengan Proses Hierarki Analitik
(PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg, USA. Kelebihan dari AHP adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi kompleks yang tidak terkerangka. Situasi ini terjadi jika data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali. Data yang diperlukan kalaupun ada hanya bersifat kuantitatif yang mungkin didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi. Permasalahan yang dihadapi dapat dirasakan dan dapat diamati, namun kelengkapan data numerik yang berupa angka-angka tidak menunjang untuk membetuk model secara kuatitatif. Kekuatan AHP juga terletak pada pendekatannya yang bersifat holistik yang menggunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuatitatif dan preferensi kualitatif (Saaty,1993). Sehingga AHP banyak digunakan untuk banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penetuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam suatu konflik (Saaty, 1991). Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut (Saaty,1991): 1.
AHP member model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.
2.
AHP memadukan ancaman deduktif dan rancangan berdasarkan system dalam memecahkan persoalan kompleks.
3.
AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu system dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4.
AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilih elemenelemen suatu sistem dalam berbagai tingkatan yang berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.
5.
AHP memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapat prioritas.
6.
AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap alternatif.
7.
AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam berbagai proiritas.
14
8.
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor system dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuantujuan mereka.
9.
AHP tidak memaksa konsensus tapi menganalisis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.
10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui pengulangan.
15
III. METODE PENELITIAN 3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Kota Jambi, Provinsi Jambi.
Panjang Sungai Batanghari yang melalui wilayah administratif Kota Jambi sekitar 18 km. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2011 hingga Juni 2011. Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2 meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang dan Pulau Sijenjang). Peta lokasi peneliltian tiap segmen tersaji pada Lampiran 1.
3.2. Rancangan Penelitian 3.2.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggabungkan 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi dan indepth-interview (Sugiyono, 2009) serta menggunakan kuisioner sebagai panduan (Colfer et al. 1999a). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yang dipublikasikan pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, data dari instansi terkait, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai. 3.2.2. Teknik Penentuan Contoh Penentuan contoh atau sampling untuk aspek sosial dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu purposive sampling dan random sampling. Random sampling digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat pada empat segmen penelitian yang diambil berdasarkan jumlah populasi di daerah
16
penelitian. Menurut Arikunto (2000), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini jumlah contoh yang digunakan adalah 10% dari populasi. Teknik
pengambilan
contoh
yang
digunakan
untuk
menganalisis
kepentingan dan pengaruh stakeholders, dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih adalah pelaku baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan penelitian. Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan alternatif pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 No
Instansi/lembaga/individu terkait penelitian Jumlah Responden (orang)
Kelompok
Stakeholders
1.
Pemerintah Pusat
2.
Pemerintah Provinsi
BWS Sumatera VI BPDAS Batanghari Bappeda BAPEDALDA Dinas Kehutanan Dinas PU Dinas Pariwisata BAPPEDA BLHD Dinas Tata Ruang dan Perumahan Dinas PU Dinas Perindag Dinas Pariwisata Dinas Perikanan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Pusat Penelitian Manejemen Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi
1
3.
Pemerintah Kota
4.
Perguruan Tinggi
5.
Masyarakat
6.
LSM
7.
Swasta
(PPM DAS Unja) Lembaga Adat Jambi Masyarakat tiap segmen Walhi Warsi Industri crumb rubber Industri saw mill
1 1 1 1 1
3.2.3. Metode Analisis Data Data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis dengan beberapa alat analisis sesuai dengan karakteristik data yang tersedia dengan teknik analisis terdiri dari: A.
Analisis Pengembangan Pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city agar dapat berjalan
dengan
berkesinambungan
dan
berkelanjutan
(sustainable)
maka
pengembangannya harus memperhatikan beberapa hal agar dapat mewujudkan
17
keberadaan sungai bukan sebagai halaman belakang (back yard) akan tetapi sebagai halaman depan (riverfront), dengan konsep pengembangan sebagai berikut: (1) konsep dasar. Konsep dasar perencanaan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yaitu meningkatkan kualitas lingkungan alami dan mengembalikan fungsi sempadan Sungai Batanghari sebagai kawasan ekologi yang
dapat
mendukung
keberlangsungan
kehidupan
ekosistem
Sungai
Batanghari itu sendiri; (2) konsep ruang. Pembentukan dan pengembangan ruang dibuat berdasarkan karakter alami Sungai Batanghari. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun karena harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan RTH kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi di antara bangunan yang ada; (3) konsep tata hijau. Konsep tata hijau yang dipergunakan pada perencanaan pengembangan sempadan adalah penggunaan vegetasi yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan alami sempadan melalui fungsi-fungsinya; (4) konsep infrastruktur sungai. Infrastruktur persungaian yang dibangun untuk mendukung karakter alami sungai adalah teknologi yang ramah lingkungan, seperti green building dan dinding penahan bioengineering
yang
direncanakan secara fungsional dan estetik
serta
mendukung keberlangsungan sungai. Rencana pengembangan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek legal, aspek ekologis dan aspek fisik. 1)
Aspek Legal Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menentukan batas
kawasan perencanaan pengembangan. Aspek legal yang dinalisis adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang terkait masalah sungai, sempadan sungai dan Garis Sempadan Sungai (GSS). 2)
Aspek Biofisik Analisi aspek biofisik dengan dua cara yaitu analisis kualitas air sungai
dan fisik sungai (sempadan). Analisis kualitas air sungai berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD Kota Jambi tahun 2010 dan dibandingkan dengan PP. No. 82 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun fisik sungai dilakukan analisis terhadap luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jenis land cover yang ada
18
pada sempadan sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen sempadan sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen di setiap daerah penelitian. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada sempadan Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover dan sinousitas Peubah
Skor 1 (rendah)
2 (sedang)
3 (tinggi)
Luas RTH
<23%
23-46%
>46%
Land cover
Vegetasi tidak ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun
Vegetasi cukup rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual
Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya
1,245-1,597
1,598-1,949
1,950-2,301
Sinousitas Sumber: Anisa, 2009
Klasifikasi skoring
pada jenis
land cover
ditentukan berdasarkan
perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan kosong dan bangunan yang terdapat pada sempadan sungai, yaitu: 1 (kurang), 2 (sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan sempadan pada tiap segmen Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan gambaran rasio standar penilaian peubah pada land cover dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Gambar 2 Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover
Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk menentukan
nilai
kualitas
lingkungan
alami.
Sehingga,
akan
diperoleh
pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya.
3)
Aspek ekologi Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas
untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh dengan
cara
membandingkan
antara
panjang
kelokan
sungai
yang
menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan berdasarkan sinuosity
rasio yaitu bentuk kelokan sungai dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lurus (sinuosity rasio ≈1) dengan skor nilai kurang tinggi, sinuous (sinuosity rasio antara 1-1.5) dengan skor nilai tinggi, dan meander (sinuosity rasio >1.5) dengan skor nilai sangat tinggi (Allen, 1970 ). Perhitungan sinuositas sungai dapat dilihat pada Gambar 3 dan standar penilaian peubah pada sinousitas sungai disajikan pada Tabel 3. Untuk titik penentuan nilai sinousitas dalam penelitian ini tersaji pada Lampiran 1.
20
Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Sinousitas = Panjang garis lurus sungai yang menghubungkan titik A-B Gambar 3 Perhitungan sinousitas sungai
4)
Aspek Sosial Analisis aspek sosial dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi
masyarakat terhadap keberadaan Sungai Batanghari. Analisis aspek sosial diperoleh melalui indepth-interview dengan panduan kuisiner.
B.
Analisis Stakeholders
1)
Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Analisis dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang berperan dalam
pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city serta
melakukan penilaian
tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders. Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilaksanakan dengan cara: 1) melakukan identifikasi stakeholders, 2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders, dan 3) menyelidiki hubungan antar stakeholders. Setelah para stakeholders teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Eden dan Ackermann (1998) yang dikutip oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009) metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholders ke dalam key players, context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan
21
stakeholders didalam pencapaian output dan tujuan (Hartrisari 2007; Reed et al. 2009). Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada deskripsi pernyataan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor), dan
selanjutnya
dikelompokkan menurut
kriterianya.
Penetapan skoring
pertanyaan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4. Pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city diukur berdasarkan instrumen dan sumber kekuatan, sebagaimana yang disebutkan oleh Galbraith (1983) dalam Reed et al. (2009), sebagai berikut: a. Instrumen kekuatan: i.
Candign power; yaitu pengaruh stakeholders tertentu karena memiliki kemampuan memberikan hukuman/sanksi yang sepadan/selayaknya terhadap stakeholders lain karena stakeholders ini adalah pengambil kebijakan. Pengaruh ini diperoleh melalui emosi, keuangan, ancaman fisik, sanksi adat, sanksi hukum, atau sanksi lainnya.
ii. Compensatory power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui kemampuan dalam
mengkompensasi
stakeholders
lainnya
melalui
simbolisasi,
keuangan, serta penghargaan berupa materi, seperti pemberian gaji/ upah, bribes/sogokan, pemberian bantuan desa penyangga, atau pemberian sebidang lahan. iii. Conditioning power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui manipulasi kepercayaan atau pembentukan opini dan informasi, misalnya melalui kelompok yang sepadan, norma budaya, pendidikan, atau propaganda. b. Sumber kekuatan: i.
Organisation power; yaitu pengaruh dari suatu organisasi karena memiliki massa, jejaring kerja, kesesuaian bidang tugas, atau kontribusi fasilitas.
ii. Personality power dan property power; yaitu pengaruh yang diperoleh berdasarkan kepribadian, kepemimpinan seseorang (karisma, kekuatan fisik, kecerdasan mental, atau pesona seseorang), atau kepemilikan/ kekayaan. Berdasarkan data jawaban stakeholders yang teridentifikasi terhadap tingkat kepentingan dan pengaruhnya, dilakukan skoring menggunakan Microsoft Excel untuk menentukan angka pada setiap indikatornya yang kemudian
22
disandingkan sehingga membentuk koordinat. Hasil analisis ini diilustrasikan seperti Gambar 4. Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders Skor
Nilai
5 4 3 2 1
21-25 16-20 11-15 6-10 0-5
5 4 3 2 1
20-25 16-20 11-15 6-10 0-5
Gambar 4
2)
Kriteria
Keterangan
Kepentingan Stakeholders Sangat tinggi Sangat Mendukung Tinggi Mendukung Cukup tinggi Cukup mendukung Kurang tinggi Kurang mendukung Rendah Tidak mendukung Pengaruh Stakeholders Sangat tinggi Sangat mampu mempengaruhi Tinggi Mampu Cukup tinggi Cukup mampu Kurang tinggi Kurang mampu Rendah Tidak mampu
Matriks pengaruh dan kepentingan (diadaptasi dari Eden Ackermann 1998 dalam Bryson 2004 dan Reed et al. 2009).
dan
Persepsi dan Preferensi Stakeholders Setelah teridentifikasi dan diketahui posisi pengaruh dan kepentingan
stakeholders yang terkait dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city selanjutnya adalah menngetahui persepsi dan preferensi stakeholders yang diperoleh melalui kuisioner dan indepth-interview. C.
Analisis SWOT Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2008). Dalam penelitian ini analisis SWOT dilakukan secara deskriptif
23
untuk perencanaan pengembangan pada tiap segmen penelitian berdasarkan analisis ekologi, biofisik, legalitas, sosial serta persepsi dan preferensi stakeholders terkait. D.
Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Metode analisis yang digunakan untuk pengembangan Kota Jambi menuju
riverfront city adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparions) untuk mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat; tingkat 1 (tujuan umum), tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan menurut Saaty (1993) yang disajikan pada Tabel 5.
24
Tabel 5 Skala banding secara berpasangan Tingkat Kepentingan
Definisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu daripada elemen lainnya elemen dibanding elemen yang lainnya
5
Elemen yang satu lebih daripada elemen lainnya
penting Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih daripada elemen yang lainnya
penting Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9
Satu elemen mutlak lebih daripada elemen lainnya
penting Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan
2,4,6,8
Kebalikan
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua yang berdekatan pilihan reciprocals
Jika aktivitas i mendapat suatu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1993)
Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai berikut: 1)
Identifikasi sistem, yakni mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi
dan
permasalahan,
berdiskusi
dengan
sehingga
diperoleh
para
informan
konsep
yang
yang
memahami
relevan
dengan
permasalahan yang dihadapi. 2)
Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan level fokus, dilanjutkan dengan level tujuan, level sasaran tingkatan paling bawah.
dan level alternatif kebijakan pada
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan
penelitian di lapangan, dapat disusun struktur hirarki penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 5. 3)
Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria di atasnya.
Teknik ini yang
digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para informan yang dianggap key person. 4)
Matriks pendapat individu, formulasinya disajikan pada Tabel 6.
25
Tabel 6 Matrik pendapat individu
A=(aij)=
A1
A2
......
An
A1
1
A 12
......
a 1n
A2
1/a 12
1
......
a 2n
......
......
......
......
......
An
1/a 1n
A 2n
......
1
Notasi A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. 5)
Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.
6)
Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban informan.
7)
Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat
cukup tinggi (> 0,10).
Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan
terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan menunjukkan nilai consintency ratio (CR) < 0,1 artinya penilaian pada pengisian kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses analisis AHP ini dilakukan dengan perangkat lunak Expert Choise versi 9.0.
26
Kriteria
Pilihan Strategi Revitalisasi sungai Peningkatan koordinasi antar stakeholders Pemberdayaan masyarakat Penegakan hukum Penyempurnaan database DAS
Penggunaan teknologi ramah lingkungan
Kelembagaan
Meningkatnya informasi teknologi pengelolaan sungai
Meningkatnya institusi pengelola DAS
Ekonomi
Terwujudnya kepastian hukum beserta regulasinya
Terwujudnya sinkronisasi program antar stakeholders
Meningkatnya PAD
Sosial Budaya
Meningkatnya pendapatan masyarakat
Terjadinya perubahan perilaku masyarakat
Ekologi
Terciptanya lapangan kerja
Terpeliharanya budaya lokal
Tersusunnya RTRW berwawasan lingkungan
Aspek
Menurunnya konsentrasi pencemar
Meningkatnya kualitas dan daya dukung sungai
Tujuan Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City
Teknologi
Pengembangan kawasan industri hijau
Gambar 5 Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city
27
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Umum 4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara geografis terletak pada koordinat 01°32′ 45″ sampai dengan 01°41′ 41″ Lintang Selatan dan 103°31′ 29″ sampai dengan 103°40′ 6″ Bujur Timur. Secara administrasi wilayah kota Jambi berbatasan langsung dengan: •
Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi
•
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi
•
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi
•
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi.
Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi ± 20.538 Ha terdiri dari 8 kecamatan dan 55 kelurahan. Pembagian daerah administrasi Kota Jambi disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6.
Tabel 7 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut kecamatan tahun 2009 Kecamatan
Luas Wilayah 2 (km )
1. Kota Baru 2. Jambi Selatan 3. Jelutung 4. Pasar Jambi 5. Telanaipura 6. Danau Teluk 7. Pelayangan 8. Jambi Timur Jumlah Sumber: BPS Kota Jambi (2009)
77,78 34,07 7,92 4,02 30,39 20,21 15,29 15,70 205,38
Jumlah Kelurahan
Jumlah RT
10 9 7 4 11 5 6 10 62
316 305 231 58 266 43 46 219 1.484
28
338000
340000
342000
344000
346000
348000
350000
352000
354000
356000
358000
360000
9830000
9830000
N E BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
9828000
9828000
W S S.Batanghari
KETERANGAN : 9826000
S.Batanghari
S.Kumpeh
Kec. Danau Teluk Kec. Jambi Timur
S.Batanghari
Kab. Muaro Jambi
9824000
9824000
9826000
Kec. Pelayangan
9822000
Kab. Muaro Jambi
9820000
9820000
9822000
Kec. Pasar Jambi Kec. Telanaipura
Kec. Jelutung
Kota Jambi
Jalan Utama Sungai Batas Kota Sungai Batanghari Kecamatan : Kec. Danau Teluk Kec. Jambi Selatan Kec. Jambi Timur Kec. Jelutung Kec. Kota Baru Kec. Pasar Jambi Kec. Pelayangan Kec. Telanaipura
9818000
9818000
Kec. Jambi Selatan
9816000
9816000
Kec. Kota Baru Tanjung Jabung Barat
INSET :
Mu ar o Jambi
Kerinci
9814000
9814000
Sarolangun
PETA ADMINISTRASI
9812000
9812000
#
GAMBAR :
0
1
2
3 Kilometers
9810000
9810000
Kodya Jambi Batang Hari
Mer angin
KODYA JAMBI
Kab. Muaro Jambi
Tanjung Jabung Timur
Tebo
Bungo
338000
340000
342000
344000
346000
348000
350000
352000
354000
356000
358000
360000
Sumber : Bappeda Provinsi Jambi
Gambar 6 Peta administrasi Kota Jambi 4.1.2. Iklim dan Curah Hujan Pada umumnya wilayah Kota Jambi dan sekitarnya beriklim tropis dengan dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat biasanya terjadi pada bulan April–Oktober, sementara musim timur berlangsung pada bulan Oktober–April. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April. Selama tahun 2009 curah hujan di wilayah Kota Jambi menunjukkan curah hujan sebesar 2.182 mm, dengan jumlah hari hujan dalam setahun sekitar 230 hari. Jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 331,2 mm dengan jumlah hari hujan 23 hari dan jumlah curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juni yaitu 26,8 mm dengan jumlah hari hujan 13 hari. Sedangkan suhu/temperatur udara rata-rata mencapai 26°C–27°C (BMG, 2009).
29
4.1.3
Topografi Kondisi topografi Kota Jambi relatif datar dengan ketinggian 10–70 meter
diatas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di bagian utara dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari. Wilayah Kota Jambi mempunyai kelerengan antara 0–2% yaitu seluas 11.362 Ha atau sekitar 55,15% dari luas Wilayah dengan
keseluruhan Kota Jambi.
kelerengan 2–8% seluas 5.349 Ha (26,04%), kemiringan 8–
15% seluas 2.732 Ha (13,30%). 4.1.3. Kondisi Hidrogeologi Sebagian besar wilayah Kota Jambi merupakan dataran yang tertutup oleh endapan alluvial sungai. Pada daerah perbukitan dan beberapa tempat dataran, tersingkap batuan dasar yang berumur tersier. Dengan demikian Kota Jambi terletak pada daerah yang mempunyai akifer produktif dijumpai pada kedalaman >100 m. Kondisi geologi dan topografi yang tidak mendukung menyebabkan tidak terdapatnya mata air di wilayah Kota Jambi. A)
Air Tanah Di wilayah Provinsi Jambi dijumpai tujuh cekungan air tanah (CAT)
sebagai berikut : a. Satu cekungan berada dalam kabupaten,yaitu CAT Muaratembesi (Kab. Muarabulian) b. Satu cekungan terlampar lintas wilayah kabupaten yaitu CAT Sungaipenuh (Kab. Sungaipenuh, Kab. Kerinci, dan Kab. Bungotebo). c. Enam cekungan terlampar lintas batas provinsi, yaitu : 1. CAT Muarabungo (Prov. Jambi, Prov. Sumbar, dan Prov. Riau); 2. CAT Painan-Lubukpinang (Prov. Jambi, Prov. Sumbar, dan Prov. Bengkulu); 3. CAT Kayuaro-Padangaro (Prov. Jambi dan Sumbar); 4. CAT Jambi-Dumai (Prov. Jambi, Prov. Riau, dan Prov. Sumatera Selatan); 5. CAT Bangko-Sarolangun (Prov. Jambi dan Prov. Sumatera Selatan); 6. CAT Sugiwaras (Prov. Jambi dan Prov. Sumatera Selatan). Keberadaan air tanah bebas di Kota Jambi terdapat pada sumur – sumur gali yang dijumpai pada jarak 1–2 km di sisi kiri-kanan Sungai Batanghari, muka air tanah bebasnya relatif dangkal. Hal ini disebabkan karena sumur–sumur
30
tersebut terletak pada dataran banjir atau bekas dataran banjir, yang terdiri dari endapan alluvial yang umumnya memiliki porositas dan permeabilitas tinggi. Hal ini memungkinkan terdapatnya air tanah dangkal cukup besar. Daerah–daerah yang berada di sekitar Danau Sipin dan Danau Teluk memiliki potensi air tanah bebas yang berasal dari peresapan air danau. Ke arah selatan, timur dan barat, potensi air tanah bebas juga semakin dalam, yang berkisar antara 7–17 meter. Sementara potensi air tanah dalam terdapat di beberapa tempat dengan penyebaran akifer menerus ke arah lanteral dan kedudukannya dangkal. Cekungan air tanah di Kota Jambi adalah sebagai berikut :
B)
1.
Cekungan air tanah Jambi - Dumai, Q1 = 19,356, Q2 = 1,045
2.
Cekungan air tanah Muara Tembesi, Q1 = 115 Air Permukaan Sungai Batanghari merupakan air permukaan yang utama dan mengalir
melewati Kota Jambi yang berasal dari Pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Barat melewati Kota Jambi dan bermuara di Selat Berhala. Luas DAS Batanghari sekitar 37.500 km2 yang meliputi sebagian dari Propinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang 1.700 km. Sungai Batanghari membelah Kota Jambi menjadi dua bagian di sisi utara dan selatannya. Kondisi geologi DAS Batanghari secara litologi memperlihatkan jenis litologi batuan yang terdiri dari sedimen lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, lanau, dan lempung) hasil gunung api (lava, lahar, tufa, dan breksi), batu gamping atau dolomite, sedimen padu (tak terbedakan) dan batuan beku atau metamorfosa. Struktur geologi yang utama berupa sesar semangko (yang memanjang di sepanjang pulau Sumatera atau Pegunungan Bukit Barisan) dijumpai di bagian atas DAS Batanghari yang juga merupakan garis pemisah utama air pemukaan antara sungai–sungai yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera. Berdasarkan pada besarnya DAS Batanghari serta curah hujan tahunan rata–rata 2.000–2.500 mm dan curah hujan bulanan rata–rata 150–300 mm yang hampir merata di seluruh DAS Batanghari, menjadikannya sebagai sumber air permukaan yang sangat potensial bagi daerah alirannya terutama Kota Jambi dan sekitarnya yang berada di bagian hilir sungai. Hasil pengukuran debit harian Sungai Batanghari dari tahun 1990–2000 memperlihatkan bahwa variasi rata– rata debit harian berkisar antara 1.000–5.000 m3/dtk.
31
Wilayah Kota Jambi merupakan salah satu kota di Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sungai–sungai yang ada di wilayah tersebut. Untuk kota Jambi bagian utara, air yang ada masuk ke arah selatan menuju ke Sungai Batanghari. Wilayah Jambi bagian selatan arah aliran semuanya tertuju ke arah utara. Bagian selatan merupakan bagian terbesar Kota Jambi dimana di wilayah bagian selatan terdapat 5 (lima) buah anak Sungai Batanghari, yaitu : 1. Sungai Kenali Besar Sungai tersebut melewati Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Telanaipura, kemudian masuk ke Danau Kenali, terus ke Danau Sipin dan akhirnya bermuara ke Sungai Batanghari. 2. Sungai Kambang Sungai Kambang merupakan sungai dengan daerah pengaliran yang lebih kecil dibandingkan dengan Sungai Kenali Kecil atau Sungai Kenali Besar, mengalir langsung ke Danau Sipin. Daerah pengaliran Sungai Kambang adalah sebagai berikut : a. Sebagian Kelurahan Simpang III Sipin Kecamatan Kotabaru b. Kecamatan Telanaipura meliputi : perbatasan antara Kelurahan Simpang Empat Sipin dengan Kelurahan Selamat 3. Sungai Asam Sungai Asam mengalir dari selatan ke utara, kurang lebih di bagian pusat Kota Jambi, merupakan sungai dengan daerah pengaliran yang terbesar, mengalir ke Sungai Batanghari. Sungai ini sudah dilengkapi dengan pintu air untuk menghalangi luapan dari Sungai Batanghari masuk ke dalam sistem drainase kota. Daerah pengaliran Sungai Asam adalah meliputi : a. Kecamatan Kota Baru meliputi : -
Sebagian Kelurahan Kenali Asam Bawah
-
Sebagian Kelurahan Kenali Asam Atas
-
Kelurahan Suka Karya
-
Kelurahan Simpang III Sipin
-
Kelurahan Paal Lima
b. Kecamatan Jelutung meliputi : -
Kelurahan Jelutung
-
Kelurahan Lebak Bandung
-
Kelurahan Cempaka Putih
c. Kecamatan Pasar Jambi meliputi :
32
-
Kelurahan Beringin
-
Kelurahan Orang Kayo Hitam
4. Sungai Tembuku Sungai Tembuku di bagian timur Kota Jambi, mengalir ke arah utara ke Sungai Batanghari. Daerah pengaliran Sungai Tembuku meliputi daerah : a. Kecamatan Jambi Selatan, meliputi : -
Sebagian Kelurahan The Hok
-
Kelurahan Tambak Sari
b. Kecamatan Jelutung meliputi : -
Sebahagian Kelurahan Kebun Handil
-
Kelurahan Jelutung
-
Sebagian Kelurahan Cempaka Putih
-
Kelurahan Talang Jauh
c. Kecamatan Jambi Timur meliputi : -
Sebagian Kelurahan Sulanjana
-
Sebagian Kelurahan Sungai Asam
-
Kelurahan Rajawali
-
Kelurahan Kasang
5. Sungai Selincah Sungai Selincah, sungai yang paling timur di Kota Jambi. Dibagian hilirnya, sungai ini masuk ke Sungai Tembuku sebelum bermuara ke Sungai Batanghari. Daerah pengaliran Sungai Selincah adalah : a. Kecamatan Jambi Selatan, meliputi : -
Kelurahan Talang Bakung
-
Kelurahan Sijinjang
Secara lebih rinci, inventarisasi sungai di Kota Jambi dapat disajikan dalam Tabel 8.
33
Tabel 8 Nama sungai dengan luas daerah aliran, panjang sungai dan muaranya No
Nama Sungai
Panjang Sungai (km)
Luas DAS (km2)
Muara
1
Kenali kecil
10,68
1759,26
Danau Kenali
2
Kenali besar
13,79
3623,48
S. Kenali Kecil
3
Kambang
43,04
487,95
4
Asam
10,68
2930,21
S. Batanghari
5
Tembuku
5,35
684,50
S. Batanghari
6
Selincah
8,37
1887,21
S. Tembuku
7
Teluk
8,79
1889,06
S. Batanghari
Danau Sipin
Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (2009)
4.2. Penggunaan Lahan dan Tata Ruang Penggunaan lahan di Kota Jambi secara garis besar dapat dibedakan kedalam jenis penggunaan lahan kawasan urban dan penggunaan lahan kawasan non urban. Penggunaan lahan kawasan urban terdiri dari penggunaan perumahan, perhubungan, jasa perusahaan dan industri. Sedang penggunaan kawasan non urban terdiri dari penggunaan sawah, perkebunan/tegalan, pekarangan, kebun campuran/semak belukar, sungai, danau dan rawa. Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi adalah 20.538 Ha, yang sebagian besar merupakan penggunaan non urban seluas 15.246 Ha atau sekitar 74,23% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan penggunaan urban hanya seluas 5.292 Ha atau seluas 25,77% dari luas wilayah keseluruhan Kota Jambi. Dilihat luasannya
pada
masing-masing
jenis
penggunaan,
penggunaan
lahan
perumahan menempati areal seluas 3.764 Ha atau seluas 18,33%, perusahaan seluas 272 Ha atau seluas 1,32% dan industri seluas 154 Ha atau sekitar 0,75% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan penggunaan lahan berupa sawah hanya seluas 719 Ha atau sekitar 3,50% dari luas wilayah Kota Jambi. Penggunaan lahan berupa sawah ini diantaranya terdapat di wilayah Kelurahan Sijenjang Kecamatan Jambi Timur, tepatnya di sekitar Jalan Lingkar Timur II, dan di Kelurahan Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk. Penggunaan lahan perkebunan / tegalan menempati areal seluas 5.690 Ha atau sekitar 27,71% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan sungai, danau serta rawa luas
34
keseluruhannya 2.227 Ha atau sekitar 10,84% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di Kota Jambi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Luas penggunaan lahan ( urban dan non urban ) di Kota Jambi Tahun 2009 NO. I.
II.
Jenis Penggunaan Lahan
Jumlah (Ha)
%
3.764 664 438 272 154 5.292
18,33 3,23 2,13 1,32 0,75 25,77
719 5.690 4.129 2.481 2.227 15.246
3,50 27,71 20,10 12,08 10,84 74,23
20.538
100,00
Pengunaan Urban 1. Perumahan 2. Perhubungan 3. Jasa 4. Perusahaan 5. Industri Sub Jumlah Penggunaan Non Urban 1. Sawah 2. Perkebunan/Tegalan 3. Pekarangan 4. Kebun Campuran/Semak Belukar 5. Sungai, Danau dan Rawa Sub Jumlah
Jumlah Sumber : Pekerjaan Umum Provinsi Jambi (2009)
Penataan ruang Kota Jambi dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Jambi tahun 2010 direncanakan memiliki 7 (tujuh) Bagian Wilayah Kota (BWK). Struktur ruang Kota Jambi beserta fungsi utama masing-masing BWK disajikan dalam Tabel 10, sebagai berikut:
a) BWK Kota Baru BWK Kota Baru merupakan kedudukan pemerintah Kota Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2284,71 Ha dan meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan seluruh Kecamatan Jelutung. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, pemukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran serta pemukiman.
b) BWK Telanaipura BWK Telanaipura merupakan kedudukan pemerintah Provinsi Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2368,66 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Telanaipura. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, pemukiman, perkantoran dan pariwisata.
c) BWK Angso Duo BWK Angso Duo merupakan kedudukan pusat pelayanan Angso Duo (Center Business District) dan memiliki luas 280,07 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Pasar Jambi. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Pasar Jambi meliputi perdagangan dan jasa.
35
d) BWK Jambi Timur - Selatan BWK Jambi Timur - Selatan merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Talang Banjar dan memiliki luas 3302,41 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Jambi Timur dan sebagian Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Timur - Selatan meliputi kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta pemukiman.
e) BWK Kenali Besar BWK Kenali Besar merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Alam Barajo dan memiliki luas 3556,89 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru. Fungsi utama yang dikembangkan di Alam Barajo Jambi meliputi pemukiman, perdagangan dan jasa.
f) BWK Talang Gulo BWK Talang Gulo merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Talang Gulo dan memiliki luas 2509,05 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Talang Gulo meliputi pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan pemukiman
g) BWK Jambi Kota Seberang BWK Jambi Kota Seberang merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Olak Kemang dan memiliki luas 2514,3 Ha, meliputi Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Kota Seberang meliputi pemukiman dan pariwisata.
36
Tabel 10 Struktur ruang Kota Jambi Nama BWK
BWK Kota Baru
Pusat/Sub Pusat
Pusat pelayanan Kota Baru
Delineasi BWK Kecamatan Jelutung dan sebagian Kota Baru
Luas (Ha)
Fungsi Utama
2284,7 1 Ha
Pemerintahan, pemukiman, perdagangan, jasa, dan perkantoran
BWK Telanaipura
Pusat pelayanan Kota Telanaipura
Kecamatan Telanaipura
2368,66 Ha
Pemerintahan, pemukiman, perkantoran, pendidikan dan pariwisata
BWK Angso Duo
Pusat pelayanan Kota Angso Duo
Kecamatan Pasar Jambi
280,07 Ha
Perdagangan dan jasa
BWK Alam Barajo
Sub pusat pelayanan Kota Alam Barajo
Sebagian Kecamatan Kota Baru
3302,41 Ha
Pemukiman, perdagangan dan jasa
BWK Talang Gulo
Sub pusat pelayanan Kota Talang Gulo
Sebagian Kecamatan Kota Baru dan Jambi Selatan
2509,05 Ha
Pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan pemukiman
BWK Jambi Timur - Selatan
Sub pusat pelayanan Kota Talang Banjar
Kecamatan Jambi Timur dan Sebagian Kecamatan Jambi Selatan
3302,41 Ha
Industri, perdagangan, jasa dan pemukiman
Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan
25 14,3 Ha
Pemukiman dan pariwisata
BWK Jambi Kota Seberang
Sub pusat pelayanan Kota Olak Kemang
Sumber: RDTR Kota Jambi 2010
37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Rencana Pengembangan
5.1.1 Aspek Legal Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menghasilkan batas kawasan perencanaan pengembangan riverfront city. Dalam hal ini, ada beberapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah Kota Jambi yang ditinjau untuk menentukan batas kawasan perencanaan pengembangan tersebut yang terkait masalah sungai dan garis sempadan sungai (GSS). A. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5: 1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lahan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul 2) Garis
sempadan
sungai
tidak
bertanggul
ditetapkan
berdasarkan
pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat yang berwenang 3) Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh pejabat yang berwenang Ilustrasi PP No.35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 GSS menurut PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5
B. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW pasal 56 ayat 2 huruf B: 1) Daratan tepi sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar 2) Daratan tepian sungai besar tidak bertanggul sebelah luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 meter dari tepian sungai
38
3) Daratan sepanjang anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan pemukiman dengan lebar paling sedikit 50 meter dari tepi sungai Ilustrasi PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 dapat dilihat pada Gambar 8-10.
Gambar 8 GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1)
Gambar 9 GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2)
Gambar 10 GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3)
C. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 16 mengenai kriteria sempadan sungai 1) Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar permukiman
39
2) Untuk kawasan permukiman di luar sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk jalan inspeksi antara 10-15 meter Ilustrasi Kepres No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 16 dapat dilihat pada Gambar 11-12.
Gambar 11 GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1)
Gambar 12 GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2)
D. Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 1) Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul 2) Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul Ilustrasi Permen PU No. 63/PRT/1993 dapat dilihat pada Gambar 13-14.
Gambar 13 GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (1)
40
Gambar 14 GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (2)
E. RTRW Kota Jambi 2010-2030 a) Garis sempadan Sungai Batanghari yang bertanggul ditetapkan sekurangkurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul b) Garis sempadan Sungai Batanghari tidak bertanggul ditetapkan sekurangkurangnya 100 meter dari tepian sungai Ilustrasi PP No.35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5 dapat dilihat pada Gambar 15-16.
Gambar 15 GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1)
Gambar 16 GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (2)
41
Ditinjau dari aspek legal, GSS Batanghari berdasarkan RTRW Kota Jambi tahun 2010-2030 untuk GSS Batanghari tidak bertanggul mengacu pada adalah PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 dan Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 16. Sedangkan untuk GSS bertanggul mengacu pada Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993. Dan dari hasil pengematan lapangan didapati bangunan yang tidak sesuai RTRW Kota Jambi yaitu adanya mall dan hotel yang fisik bangunannya hingga ke badan air sungai. Pada beberapa kawasan seperti Legok, Buluran Kenali dan Sijinjang didapati tepi sungai yang mengalami erosi tebing.GSS Batanghari bertanggul dan tidak bertanggul disajikan pada Gambar 17. Berdasarkan RTRW Kota Jambi tahun 2010-2030 hanya ada satu segmen yang memenuhi GSS tidak bertanggul yaitu Kelurahan Teluk Kenali (segmen 2). Sedangkan yang memenuhi GSS bertanggul yaitu pada Kelurahan Tengah, Jelmu, Mudung Laut, dan Arab Melayu (segmen 3), serta Tanjung Johor (segmen 4). Kondisi aktual di tiap segmen dari aspek legal dapat dilihat pada Tabel 11.
42
Segmen
Tabel 11 Kondisi aktual tiap segmen berdasarkan aspek legal RTRW Kota Jambi Tahun 2010-2030 Kelurahan
GSS Batanghari Bertanggul ( 3 m)
GSS Batanghari Tidak Bertanggul ( 100 m)
Kondisi Aktual
Tidak memenuhi
Jarak pemukiman penduduk bervariasi dari 10-50 m dari tepi sungai. Sempadan sungai dimanfaatkan penduduk setempat sebagai lahan berkebun, dan tempat melepaskan ternak seperti kambing dan ayam. Tepi sungai juga dimanfaatkan masyarakat untuk membuang/membakar sampah rumah tangga
2
Pasir Panjang, Tanjung Pasir, Tanjung Raden, Olak Kemang, dan Ulu Gedong
Tidak memenuhi
• Pasir Panjang, sepanjang sempadan pada daerah ini digunakan industri sawmill sekitar 500 m. Industri sawmill dimulai dari tepi sungai dengan lebar sekitar 20m. Sempadan sungai juga digunakan sebagai rumah penduduk dengan jarak 1-5 m dari tepi sungai, akses menuju jamban dan ada juga yang digunakan sebagai lapangan olahraga. • Tanjung Raden, Tanjung Pasir, Olak Kemang dan Ulu Gedong jarak pemukiman penduduk bervariasi dari 5 -50 m dari tepi sungai. Sempadan sungai dimanfaatkan penduduk setempat sebagai lahan berkebun, akses menuju jamban dan terminal ketek, dan tempat perbaikan perahu. Tepi sungai juga dimanfaatkan masyarakat untuk membuang/membakar sampah rumah tangga
2
Teluk Kenali
Memenuhi
1
Penyengat Rendah
2
Buluran Kenali dan Legok
3
Arab Melayu, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah
3
Tahtul Yaman
Tidak memenuhi
Teluk Kenali memenuhi aspek legal karena jarak pemukiman penduduk lebih dari 100 m dari tepi sungai. Sempadan masih alami hanya ditumbuhi rumput dan semak-semak • Buluran Kenali, sempadan pada daerah ini digunakan sebagai rumah penduduk dimana jaraknya 3-20 m dari tepi sungai, akses ke jamban dan ke keramba ikan. Sempadan sungai juga digunakan untuk berkebun kelapa sawit. Tepi sungai dimanfaatkan masyarakat untuk membuang/membakar sampah rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan tepi sungai pada kawasan ini telah mengalami erosi tebing • Legok, sempadan pada daerah ini digunakan sebagai rumah penduduk dimana jaraknya 3-20 m dari tepian sungai, lahan berkebun, akses ke jamban, keramba ikan dan terminal ketek . Berdasarkan hasil pengamatan tepi sungai pada kawasan ini juga telah mengalami erosi tebing Pada kawasan Arab Melayu, Jelmu, Mudung laut dan Tengah jarak pemukiman bervariasi dari 5-20 m dari tanggul. Tanggul yang dibuat oleh PU Prov. Jambi ini menggunakan konstruksi beton. Tepi sungai yang telah ditanggul dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai terminal ketek dan akses menuju jamban. Di sempadan sungai ini juga berdiri industri crumbrubber (PT Angkasa Raya)
Memenuhi
Tidak memenuhi
Sempadan sungai digunakan sebagai rumah penduduk dengan jarak pemukiman 1-5 m dari tepi sungai, akses ke jamban dan terminal ketek
43
Segmen
Lanjutan Tabel 11
RTRW Kota Jambi Tahun 2010-2030 Kelurahan
3
Pasar Jambi
3
Kasang
4
Tanjung Johor
GSS Batanghari Bertanggul ( 3 m)
GSS Batanghari Tidak Bertanggul ( 100 m)
Kondisi Aktual
Pasar Jambi merupakan pusat kota, daerah ini merupakan pusat perdagangan. Sempadan sungai digunakan sebagai aktivats komersial seperti ruko, pasar Angsi Duo, Ramayana mall, hotel Wiltop, kawasan rekreasi Tanggo Rajo, akses ke terminal ketek, pemukiman kumuh dibelakang pasar Angso Duo. Bahkan mall dan hotel menggunakan badan sungai sekitar 15 m
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Sempadan sungai digunakan sebagai rumah penduduk yang berjarak 5-10 m dari tepi sungai, bermacam aktivitas komersial seperti ruko, dermaga pasir, dan kantor dan SPBU (Stasiun Pengisian Bahab Bakar Umum) PT Pertamina Sempadan sungai digunakan sebagai rumah penduduk dengan jarak pemukiman bervariasi dari 5-15 m dari kaki tanggul, akses ke jamban dan kramba ikan serta terminal ketek. Pada sempadan sungai juga berdiri dua industri crumberubber (PT. Djambi Waras dan PT. Remco Djambi)
Memenuhi
4
Sijinjang
Tidak memenuhi
Sijinjang, sempadan sungai digunakan sebagai rumah penduduk dengan jarak pemukiman bervariasi dari 5-50 m dari tepi sungai, SPBU (Stasiun Pengisian Bahab Bakar Umum) apung Pertamina, dok/perbaikan kapal berukuran sedang, akses menuju jamban. Tepi sungai juga dimanfaatkan masyarakat untuk membuang/membakar sampah rumah tangga, bahkan dimgunakan juga oleh pabrik crumbrubber untuk membuang limbah padatnya. Pada sempadan sungai juga berdiri dua industri crumberubber (PT Hok Tong dan PT Batanghari Tembesi) dan pengolahan pasir sungai.
4
P.Sijinjang
Memenuhi
Pulau yang masih alami tanpa penghuni
Sumber: Hasil survey (2011)
44
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011 A. Teluk Kenali
B. Pasar Jambi
Gambar 17 GSS bertanggul (A) dan tidak bertanggul (B)
5.1.2 Aspek Ekologis Pengamatan dari apek ekologis dilakukan dengan menghitung nilai sinousitas sungai. Nilai sinousitas tiap segmen dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Nilai sinousitas tiap segmen Segmen
1 2 3 4
Panjang Kelokan (km)
Panjang Tegak Lurus (km)
Nilai Sinousitas
Skor
5,150 5,223 3,435 5,201
2,395 4,105 2,367 2,357
2,150 1,272 1,451 2,206
3 1 1 3
Sumber: Hasil olahan data primer (2011)
Berdasarkan Tabel 12, nilai sinousitas segmen 1 dan 4 terkategori tinggi. Kelurahan Penyengat Rendah (segmen 1) masih memiliki daerah karakter sungai yang masih alami akan tetapi untuk Kelurahan Tanjung Johor (segmen 4) tingkat kealamiannya berkurang karena adanya tanggul pada seperempat kawasan tersebut. Segmen 2 dan segmen 3 mempunyai nilai sinousitas rendah akan tetapi pada Kelurahan Pasir Panjang hingga Ulu Gedong dan Teluk Kenali tingkat kealamiannya masih terjaga dikarenakan belum adanya tanggul. Nilai sinuositas sungai menggambarkan potensi sungai tersebut dalam mendukung kehidupan biota air maupun biota di bantarannya. Semakin tinggi nilai sinuositas sungai, maka semakin tinggi pula potensinya sebagai habitat dari vegetasi dan satwa yang semakin beragam. Potensi ini akan semakin baik jika didukung oleh penutupan lahan yang sesuai pada sempadannya. Sehingga, potensi sungai tersebut dapat terjaga keberlangsungannya. 45
Nilai sinuositas tinggi menandakan sungai tersebut memiliki karakter yang sangat alami. Untuk itu, segmen yang memiliki nilai sinuositas tinggi harus dilindungi agar karakter yang dimilikinya tidak rusak. Segmen sungai dengan nilai sinuositas tinggi dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Dimana kawasan ini dijadikan hutan kota agar karakter alaminya tetap bertahan dan kualitas lingkungan alaminya terjaga. Sedangkan segmen sungai dengan nilai sinuositas sedang dan rendah dapat dikembangkan menjadi taman-taman kota yang juga didominasi oleh tanaman dengan kepadatan yang lebih rendah. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan alaminya. 5.1.3 Aspek Biofisik 5.1.3.1 Kualitas air sungai Analisis kualitas air Sungai Batanghari yang dilakukan oleh Balai Lingkungan Hidup Kota Jambi periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2010, dilakukan pada dua titik sampling yaitu di hulu sungai Kelurahan Legok dan Kelurahan Kasang pada bagian hilir Sungai Batanghari di wilayah Kota Jambi. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa air Sungai Batanghari telah tercemar berat dan untuk beberapa parameter tidak memenuhi kriteria mutu air kelas I dan II berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air. Hasil pengukuran kualitas air di hulu dan hilir dapat di lihat pada Lampiran 2 dan 3. Letaknya yang di hilir mengakibatkan Sungai Batanghari yang berada di Kota Jambi mengalami tingkat sedimentasi yang cukup tinggi dengan laju sedimentasi sebesar 24,71 mm/tahun dan termasuk dalam kelas sedimentasi jelek dengan skor 5 dengan koefisien limpasan (C) Sub DAS Batanghari hilir > 0,25 yang termasuk dalam kategori jelek (BPDAS, 2009). Penurunan kualitas Sungai Batanghari juga dapat dilihat dari kondisi makrozoobenthosnya yang memiliki indeks keanekaragaman (H) yang berkisar antara 0,37-1,521, keseragaman (E) yang berkisar antara 0,111-0,454 dan dominasi (D) yang berkisar antara 0,914-0,455 mengindikasikan perairan sungai Batanghari berada pada tingkat pencemaran sedang hingga berat (Susilawati, 2007). Kualitas Sungai Batanghari juga dipengaruhi oleh kondisi beberapa anak sungai yang bermuara di Sungai Batanghari. Di wilayah Kota Jambi, terdapat 7 (tujuh) sungai primer dengan kondisi dan permasalahan yang berbeda–beda, antara lain Sungai Kenali Kecil, Sungai Kenali Besar, Sungai Kambang, Sungai
46
Asam, Sungai Tembuku, Sungai Selincah, dan Sungai Teluk. Secara umum permasalahan yang ditimbulkan oleh anak sungai ini adalah masuknya beban pencemar ke Sungai Batanghari karena di sepanjang anak sungai dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat tinggal, MCK, keramba ikan, pembuangan sampah dan transportasi. Banyak alur anak sungai yang mengalami erosi dan pendangkalan akibat sedimentasi dan sampah yang dibuang oleh masyarakat ke sungai.
Menurunnya kualitas Sungai Batanghari di Kota Jambi ini selain disebabkan oleh berbagai aktivitas yang telah ada di sepanjang sungai dan pengaruh dari (7) tujuh anak sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari,
juga disebabkan imbas dari kondisi lingkungan di hulu.
Permasalahan utama yang terjadi di hulu adalah
meningkatnya
deforestasi karena kegiatan logging, land clearing dan konversi lahan menjadi areal budidaya, terutama kebun sawit serta aktivitas penambangan tanpa izin
(PETI). Hasil studi tim JICA dalam BPDAS Batanghari (2009) eksploitasi hutan di DAS Batanghari selama periode 15 tahun berlangsung sangat dahsyat, dan diestimasi adalah karena kegiatan logging, land clearing dan konversi lahan menjadi areal budidaya, terutama kebun sawit. Proses deforestasi pada DAS Batanghari sudah terjadi dari tahun 1932, lalu tahun 1982 dan meningkat tajam hingga tahun 1996. Pada Tahun 1932, luas hutan masih lebih dari 4 juta Ha dan menurun sekitar 1,5 juta Ha hingga tahun 1982, kemudian penurunan ini semakin tidak tertahan, hingga tahun 1996 tersisa 2 juta Ha atau hutan sudah dikonversi 50% selama periode 63 tahun. Kerusakan hutan di DAS Batanghari semakin dahsyat terjadi sejak era otonomi daerah tahun 1999. Kerusakan yang dialami oleh daerah hulu ini menyebabkan erosi yang terjadi di DAS Batanghari juga semakin meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 13).
47
Tabel 13 Perkembangan luas hutan dan erosi yang terjadi di DAS Batanghari Tahun
Luas Hutan (Ha)
Luas Lahan Non Hutan (Ha)
Tanah tererosi (ton/tahun)
1932
4.052.406
402.993
604.939
1982
3.572.689
882.710
1.218.977
1996
1.921.962
2.533.433
3.331.901
Erosi Tahunan(ton/ha/thn) 0,02 Sumber: Tim Studi JICA (2002) dalam BPDAS (2009)
1,30
Jumlah tanah yang tererosi pada DAS Batanghari tahun 1932 hanya 604.939 ton/tahun, kemudian naik tajam menjadi 3.331.901 ton/tahun pada tahun 1996 (naik hingga 5,5 kali lipat). Dari tabel di atas dapat dihitung rata-rata deforestasi tahunan sebesar 126,978 ha (dianggap 125 ha/tahun), maka diestimasi jumlah hutan pada DAS Batanghari tahun 2011 menjadi seluas 46.969 ha (kurang 10% dari luas DAS), dengan laju erosi mencapai 5.891.900 ton. Adanya pembukaan lahan sawit dari 300.000 ha pada tahun 1999 menjadi 1 juta ha, diperkirakan akan menyumbangkan erosi menjadi lebih dari 3 kali lipat, dan menambah potensi dampak serius peningkatan sedimentasi pada sistem perairan Sungai Batanghari (Idris, 2003). Menurut Iswara (1999) dalam Idris (2003) bahwa konversi hutan alam menjadi kebun sawit akan meningkatkan aliran permukaan hingga 300 mm, tetapi ditegaskan lagi bahwa keadaan akan kembali normal pada saat tanaman tersebut sebelum mencapai dewasa.
5.1.3.2 Fisik sempadan Keadaan fisik tiap segmen yang menggambarkan kualitas lingkungan alaminya dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat 3 (tiga) kategori kualitas lingkungan alami di Sungai Batanghari Kota Jambi, yaitu kualitas lingkungan alami tinggi, sedang, dan rendah. Segmen Sungai Batanghari yang memiliki kualitas lingkungan alami tinggi adalah segmen 4 pada Pulau Sijinjang, segmen 2 (Kelurahan Teluk Kenali) dan segmen 1 (Kelurahan Penyengat Rendah). Kualitas lingkungan alami sedang berada pada segmen 2 (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang, Buluran Kenali dan Legok), segmen 3 (Kelurahan Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut Tahtul Yaman) dan segmen 4 (Kelurahan Tanjung Johor dan Sijinjang). Sedangkan kualitas lingkungan alami rendah berada pada segmen 3 (Kelurahan Pasar Jambi dan Kasang). Sempadan pada tiap segmen banyak digunakan
48
masyarakat untuk berbagai aktivitas seperti penggunaan sempadan sebagai tempat inggal, industri, serta berbagai macam aktivitas komersial yang akhirnya mengurangi lahan terbuka hijau di kanan kiri sempadan Sungai Batanghari (Tabel 11). Perubahan tata guna lahan pada daerah sempadan ini sangat mempengaruhi badan air sungai yang berdampak pada turunnya kualitas air Sungai Batanghari, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Skor
Kelurahan
RTH (%)
Skor
Segmen
Tabel 14 Kualitas lingkungan alami tiap segmen Jenis Land Cover
1
Penyengat Rendah
50
3
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
5
2
Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir
45
2
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
4
2
Teluk Kenali
50
3
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
5
2
Buluran Kenali dan Legok
45
2
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
4
3
Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut dan Tahtul Yaman
23
1
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
3
3
Pasar Jambi
20
1
Vegetasi tidak ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun
1
2
3
Kasang
20
1
Vegetasi tidak ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun
1
2
4
Sijinjang
40
2
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
4
4
Tanjung Johor
40
2
Dominasi ruang terbangun sebanding dengan vegetasi
2
4
4
P.Sijinjang
100
3
Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya
3
6
Total Skor
Sumber: Hasil olahan data Keterangan Total Skor : 1-2= Rendah; 3-4= Sedang; 5-6= Tinggi
Berdasarkan aspek legal, ekologi, dan biofisik maka pengembangan riverfront di Kota Jambi dapat dibagi dalan tiga zona pengembangan yaitu: A.
Zona Alami Kawasan yang dalam pengembangan riverfront city dibatasi untuk lahan
budidaya dimana dimaksudkan sebagai daerah konservasi dengan mengadakan greenbelt sepanjang sempadan sungai. Greenbelt direncanakan dengan ketebalan maksimum sesusai dengan kondisi sempadan sehingga dapat melindungi, memperbaiki dan meningkatkan kualitas alami sungai. Mengacu pada Binford dan Buchenau (1993) batas minimum ketebalan greenbelt 49
mencapai 30 m pada sisi kiri dan kanan sungai. Kesan alami batas garis sempadan sungai dengan menggunakan live stake bioengineering. Live stake adalah tipe konstruksi bioengineering konvensional yang hanya menggunakan elemen tanaman dari jenis yang dapat memperbanyak diri melalui batang. Berfungsi utama untuk mengontrol erosi permukaan dengan cara memfilter tanah terhadap arus air dan aliran permukaan, memperkuat tegangan partikel tanah, mengintersepsi air hujan, mempertahankan daya infiltrasi tanah, selain itu juga berfungsi sebagai penyerap polutan air dan penyaring sedimentasi (Gray dan Leiser, 1982). Live stake diaplikasikan di sepanjang tepian sungai pada daerah konservasi. Tanaman live stake bioengineering yang dipilih dengan kriteria: a) tahan pada kondisi ait tercemar; b) dapat menyerap/mentralisir zat-zat pencemar air; c) memiliki struktur perakaran yang dapat memperbaiki konsistensi tanah; d) dapat menambah kadar organik tanah; dan e) dapat beradaptasi saat air pasang dan surut. Pada umumnya tanaman yang digunakan adalah jenis rerumputan, rerumputan memiliki keuntungan untuk perlindungan tepi sungai karena memperlambat
dan
memperkecil
arus
air
sungai,
mudah
tumbuh,
pemeliharaannya sangat mudah, dan masa hidup yang panjang (Schiecehtl dan Stern, 1997). Jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai alternatif sesuai kriteria tersebut yaitu: Artemisia lacriflora (saga putih), Castanopsis stellata (kastania), Chrysothamnus nauseosus (semak kelinci), Salix repens (janda merana) dan Axonopus compressus (rumput gajah). Zona alami juga diperkuat dengan adanya pengadaan hutan kota, dapat pula ditambahkan pedistrian way/jogging track serta track sepeda agar keindahan sungai dapat dinikmati publik dan dapat menjadi daerah rekreasi alam. Lebar pedistrian way yang direncanakan tidak melibihi 2 meter (Breen dan Rigby,1994). Adapun vegetasi dalam hutan kota terdiri dari pepohonan, rumput, dan tanaman liar seperti semak, terna, liana, epifit, penutup lahan dan anakan, yang ditanam dengan jarak
tanam rapat tidak beraturan dengan strata dan
komposisi meniru komunitas hutan alam. Konservasi tanah dilakukan dengan menempatkan mulsa alami seperti kepingan katu, kerikil dan pecahan batu. Kriteria tanaman dan tumbuhan untuk zona konservasi yakni mampu memperbaiki fungsi sungai sebagai pengatur air (hidrologis), mencegah erosi, memperbaiki kualitas air, tanah dan udara, memperkaya keragaman hayati, dapat dijadikan habitat oleh satwa liar dan tahan terhadap polusi. Jenis tanaman dan tumbuhan yang dapat dipilih sebagai alternatif yang memenuhi kriteria
50
tersebut antara lain: a) jenis pohon, seperti: Cassia multijuga (kiutun), delonix regia (flamboyan), Filicium decipiens (kiara payung), Pterocarpus indicus (angsana) dan Eusidorxylon zwageri (bulian). Bulian merupakan tanaman endemik Jambi yang terancam punah; b) jenis perdu, seperti Allamanda cathartica (alamanda), Codieaum variegatum (puring); c) jenis semak, seperti Cyonodon dactylon (teki), Aspelinum nidus (sarang burung); d) jenis akuatik, seperti Cyperus alternifolius (rumput air) dan Azolla sp. (azola); e) jenis epifit, seperti Dendrophoe sp. (benalu), Platycerium willincki (tanduk rusa) (Pribadi, 1999). Pengembangan zona alami memiliki manfaat yang banyak selain dapat meningkatkan kualitas sungai juga dapat meningkatkan pendapatan baik masyarakat maupun daerah. Dimana pada kawasan ini dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan pendidikan, penelitian serta wisata yang lebih ditujukan ke arah ecotourism. B.
Zona Semi Alami Kawasan yang dalam pengembangan riverfront city sebagai kawasan
mixed-use yaitu pengembangan yang mengkombinasikan areal alami sebagai daerah konservasi dengan pemanfaatan lahan yang telah ada untuk kegiatan sehari-hari masyarakat. 1.
Kawasan alami Konservasi tepi sungai diaplikasikan menggunakan gabion wall atau live cribwall/kombinasi dinding krib dengan vegetasi. Live cribwall dan gabion wall adalah tipe konstruksi biongineering yang mengkombinasikan struktur perkerasan dan elemen vegetasi. Berfungsi sebagai pelindung tepi sungai berbentuk lereng terhadap bahaya erosi, memperbaiki struktur tanah dan pengatur arah arus pada badan sungai yang berkelok (Gray dan Leiser, 1982). Ketebalan daerah konservasi disesuaikan dengan kondisi tiap segmen. Vegetasi pada zona semi alami ini adalah vegetasi yang memiliki perakaran yang dapat menetralisir zat pencemar terutama polusi udara, perakaran tidak dangkal dan tidak muncul ke permukaan tanah, tidak menghasilkan buah yang besar dan menarik, sedikit menggugurkan daun, memiliki percabangan yang kuat, ketinggian dan besar tajuk tidak mengganggu sarana dan prasarana yang ada, dapat menjadi habitat burung dan menghasilkan aroma, mereduksi kebisingan dan debu. Alternatif tanaman yang dapat dipilih anatara lain Lagerstomia
51
indica (bungur), Cananga odorota (kenanga), Eugenia aromatica (euginia), Pithecelobium dulce (asam kranji), Ficus benjamina (beringin), Fagraea fragrans (tembusu), Gigantochloa apus (bambu tali) dan Bambussa sp. (bambu) (Pribadi, 1999). 2.
Kawasan penggunaan sehari-hari Kawasan ini merupakan kawasan yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk aktivitas sehari-hari. Pada kawasan ini dapat disediakan fasilitas yang memungkinkan pengguna dapat mengakses view sungai. Fasilitas yang disediakan pada daerah ini dalam bentuk pedistirian way, track bersepeda, amphitheater, taman kota yang dilengkapi sarana bermain anak, toko cendramata, cafe, dan fasilitas umum lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kekhasan tiap segmen yang dapat meningkatkan estetika, kenyamanan, keamanan dan suasana alami. Fasilitas penyeberangan sungai (terminal ketek) tetap dipertahankan namun perlu dilakukan penataan agar tidak merusak bantaran sungai dan berkesan estetik. Sarana tempat sampah diletakkan pada tempat-tempat strategis yang mudah dijangkau pengguna dan mobil pengangkut sampah.
C.
Zona multi pemanfaatan Kawasan yang dalam pengembangan riverfront city tetap dibiarkan
sebagaimana
peruntukkannya
saat
ini
yaitu
sebagai
kawasan
perdagangan/bisnis, transportasi, dan kegiatan perkotaan lainnya. Akan tetapi pengembangan zona ini harus tetap memperhatikan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan sungai. Pada daerah ini diperlukan penanaman vegetasi pada lahan-lahan kosong di antara bangunan dan aplikasi green building. Penataan bangunan di sepanjang sungai dengan mengorientasikan bangunan ke arah sungai atau sebagai “halaman depan”. 5.1.4
Aspek Sosial Hasil penilaian responden menunjukkan bahwa tingkat kebersihan dan
kualitas air Sungai Batanghari saat ini sangat rendah. Menurut masyarakat menurunnya kualitas air sungai menurun karena industri di sekitar sungai membuang limbah cairnya ke badan sungai, kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai, dan pengerukan pasir sungai. Penilaian masyarakat terhadap fisik Sungai Batanghari saat ini tergolong rendah
52
dikarenakan pada beberapa kawasan belum di tanggul dan ada yang telah di tanggul. Pada kawasan yang belum ditanggul telah terjadi erosi tebing. Penilaian masyarakat terhadap fungsi Sungai Batanghari tertinggi adalah sebagai transportasi, tempat pembuangan sampah dan MCK. Tingginya nilai transportasi karena pada umumnya masyarakat masih menggunakan Sungai Batanghari sebagai sarana transportasi utama antara Kota Jambi dan Seberang Kota Jambi (Sekoja) meskipun telah ada jembatan yang menghubungkan kedua daerah ini. Transportasi sungai dipilih karena lebih murah dan aksesibilitasnya yang mudah dan cepat. Sungai terutama badan sungai masih digunakan sebagai masyarakat sebagai tempat pembuangan sampah terutama pada saat musim hujan dan MCK. Dari hasil wawancara dengan masyarakat, ada dua alasan masyarakat menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan sampah mereka yaitu pertama karena kebiasaan dan kedua tidak sampainya pelayanan pengambilan sampah ke tempat mereka. Penggunaan badan sungai sebagai MCK masih ditemui sepanjang Sungai Batanghari yaitu adanya jamban apung pada semua segmen penelitian. Dari hasil wawancara dengan masyarakat, kebiasaan MCK di sungai ini karena beberapa alasan antara lain belum mampu membuat jamban karena faktor ekonomi, belum mendapat pelayanan air bersih serta MCK umum dan terakhir adalah telah menjadi kebiasaan masyarakat. Nilai preferensi masyarakat terhadap Sungai Batanghari tertinggi adalah sungai yang bersih dan sebagai tempat wisata. Preferensi masyarakat yang tinggi terhadap sungai yang kembali bersih menunjukkan bahwa masyarakat masih mempunyai keinginan yang tinggi menjadikan Sungai Batanghari sebagai “halaman depan” serta memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Di Kota Jambi kawasan wisata yang telah ada dan berada dekat dengan sungai adalah kawasan wisata Tanggo Rajo. Dari hasil wawancara, masyarakat menginginkan adanya tempat wisata budaya dan religi. Persepsi dan preferensi masyarakat disajikan dalam Tabel 15. Kondisi ini menunjukkan dukungan masyarakat untuk mengembangkan Kota Jambi sebagai riverfront city.
53
Tabel 15 Persepsi dan preferensi masyarakat No Parameter 1. 2. 3.
1 (rendah) 46,5 34,5
Nilai Persepsi dan Preferensi (%) 2 3 4 (agak rendah) (biasa saja) (agak tinggi) 31 22,5 0 26,5 16,5 0
5 (tinggi) 0 22,5
6 9 5,5 43,5 10,5 21,5
12,5 30 4 27 20 27
81,5 48,5 0 22,5 40 51,5
0 9 9
16 9,5 9,5
76,5 81,5 81,5
0 30 16,5
0 0 0
100 70 83,5
Kualitas air sungai Fisik sungai Fungsi sungai: a. Transportasi 0 0 b. MCK 6 6,5 c. Bahan baku air minum 59,5 31 d. Wisata 0 7 e. Perikanan sungai 18 11,5 f. Perdagangan/bisnis 0 0 g. Tempat pembuangan sampah 0 7,5 4. Nilai budaya 0 0 5. Nilai sejarah 0 0 6. Preferensi terhadap sungai a. Sungai bersih 0 0 b. Fisik sungai membaik 0 0 c. Tempat wisata 0 0 Sumber: Hasil olahan data kuisioner (2011) n= 200 responden
Nilai budaya dan sejarah Sungai Batanghari bagi masyarakat sekitar sungai dianggap masih tinggi. Sehingga dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city nilai-nilai budaya dan sejarah harus dipertimbangkan. Karena nilai budaya dalam pengembangan kawasan riverfront city sangat penting guna menciptakan identitas lokal dan keunikan daerah setempat. Aspek budaya atau lanskap budaya yang mempunyai keunikan dan berpotensi untuk pelestarian dan pengembangan budaya adalah lanskap dengan dominasi penduduk asli Jambi (Melayu Jambi), yaitu kawasan Sekoja (Seberang Kota Jambi). Dalam RTRW Kota Jambi 2010-2030 kawasan Sekoja termasuk dalam BWK (Bagian Wilayah Kota) Jambi Kota-Seberang yang ditetapkan sebagai daerah cagar budaya. Sekoja dulunya merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Jambi pada abad XVIII, di pinggiran Sungai Batanghari. Wilayah Sekoja terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Potensi-potensi tersebut antara lain: 1)
Aktivitas berkaitan dengan kehidupan Masyarakat Kota Jambi khususnya Sekoja merupakan masyarakat asli Jambi yang mayoritas adalah pemeluk agama Islam sehingga tata cara adat kebiasaan hidup sehari-hari mereka berdasarkan ajaran agama Islam. Di kawasan Sekoja banyak ditemui pondok-pondok pesantren berumur tua seperti Pesantren Nurul Iman, Pesantren As’ad dan masjid. Masjid Ikhsaniyyah atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Batu adalah masjid tertua di Provinsi Jambi. Masjid ini terletak di kawasan Olak Kemang, didirikan pada tahun 1880 oleh Sayyid Idrus bin Hasan Al-Jufri yang
54
merupakan sultan yang berkuasa di daerah itu pada dekade akhir abad ke19 dengan gelar Pangeran Wiro Kusumo. Aktivitas kehidupan masyarakat Sekoja juga sangat kental dengan tradisi keagamaan antara lain pengajian yasinan, wirid dan zikir, pembacaan burdah, barzanji, lailatul ijtima’, upacara nifsu sya’ban, makan bersama dalam satu nampan setelah Idul Fitri. Akan tetapi kualitas dan intentitas kegiatan ini pada masa sekarang sangat jauh berkurang, untuk kegiatan makan bersama dalam satu nampan setelah Idul Fitri masih dilakukan hingga saat ini. Rumah masyarakat Melayu Jambi identik dengan rumah panggung. Di kawasan Sekoja sebagain besar rumah masih berupa rumah panggung yang dibangun menggunakan kayu bahkan diantaranya telah berumur ratusan tahun. 2)
Aktivitas berkaitan dengan mata pencaharian Potensi kerajinan tangan sebagai hasil hand made seperti batik Jambi banyak diusahakan mayarakat di Olak Kemang, Jelmu, Mudung Laut, Kampung Tengah dan Arab Melayu. Kerajianan batik Jambi selain sebagai mata pencaharian masyarakat juga merupakan potensi budaya yang masih dilestarikan.
3)
Aktivitas berkaitan dengan upacara adat Aktivitas upacara adat masyarakat Sekoja juga sangat kental dengan pengaruh agama Islam. Kegiatan yang berkaitan dengan tata cara adat sebagai sesuatu yang sakral dalam masyarakat Melayu Jambi antara lain upacara kelahiran (tradisi nginau, nuak dan nyukur bayi), sunatan, pernikahan dan kematian. Tetapi kualitas dan intensitas upacara adat ini pada masa sekarang sangat jauh berkurang.
4)
Aktivitas berkaitan dengan kesenian Kesenian masyarakat Sekoja juga bernafas Islam seperti kesenian hadra. Hadra dikenal masyarakat setempat sebagai musik tradisional yang Islami. Hadra biasanya digunakan dalam arak-arakan pengantin serta hajatan lain seperti cukuran anak, marhabah, dan menyambut tamu-tamu agung.
5)
Aktivitas berkaitan dengan kuliner Secara umum masyarakat Jambi memiliki kekhasan kuliner, seperti tempoyak, pindang Jambi dan bergo. Sedangkan kuliner masyarakat Sekoja
55
pada umumnya terpengaruh juga oleh kuliner Arab seperti gulai tape ikan dan malbi. 5.2
Analisis Stakeholders Pemangku kepentingan (stakeholders) didefinisikan sebagai individu,
masyarakat, atau organisasi yang secara potensial dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau kebijakan (Race dan Millar, 2006; Groenendijk , 2003). Dengan kata lain, stakeholders mencakup pihak-pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan memperoleh manfaat atau sebaliknya dari suatu proses pengambilan keputusan. Menurut Igbal dan Sumaryanto (2007), stakeholders adalah semua pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh dampak, baik positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan. Menurut Eden dan Ackerman (1998) bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Peranan stakeholders
terhadap pengembangan Kota Jambi menuju
riverfront city dapat diketahui melalui analisis stakeholders. Menurut Iqbal dan Sumaryanto (2007), dua kata kunci dalam analisis ini adalah kepentingan (interest) dan pengaruh (influence). Kepentingan merupakan hal yang cukup sulit untuk didefinisikan, namun esensinya dapat diperoleh melalui analisis sosial dan dokumen kelembagaan berdasasrkan tupoksi masing-masing stakeholders. Kepentingan yang dimaksud diantaranya terkait dengan ekspetasi, manfaat, sumberdaya, komitmen, potensi konflik, dan jalinan hubungan (network). Pengaruh berkaitan dengan kekuasaan (power) terhadap kegiatan termasuk pengawasan terhadap keputusan yang telah dibuat dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan sekaligus menangani dampak negatifnya. 5.2.1 Identifikasi Stakeholders Tahap pertama dari analisis stakeholders adalah identifikasi stakeholders. Colfer et al. (1999a, 1999b) menyebutkan bahwa untuk menentukan siapa yang perlu
dipertimbangkan
dalam
analisis
stakeholders
dilakukan
dengan
mengidentifikasi dimensi yang berkaitan dengan interaksi masyarakat dengan hutan. Hasil identifikasi stakeholders menggunakan wawancara mendalam dan berdasarkan
tupoksi
masing-masing
kelembagaan
menunjukkan
bahwa
stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Sungai Batanghari pada lokasi penelitian sebanyak 21 stakeholders. Keterlibatan stakeholders tersebut 56
didasarkan pada hasil telaah dan pengkajian yang telah dilakukan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Batanghari (BPDAS Batanghari) (BPDAS, 2009) dan ditambah dengan hasil penelitian di lapangan. Hasil identifikasi stakeholders yang terkait dengan pengelolaan Kota Jambi menuju riverfront city diklasifikasikan ke dalam 7 (tujuh) kelompok yakni pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan swasta. Masyarakat sebagai stakeholders terdiri dari penduduk lokal yang berdomisili di sepanjang sempadan Sungai Batanghari (segmen 1-4). Sebagai stakeholders, masyarakat akan dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan sungai. Disamping itu, tempat tinggal yang berdekatan dengan sungai dan secara emosional, baik dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sangat bergantung dan mempengaruhi sungai. Lembaga Adat Jambi (LAJ) juga berkepentingan dalam hal ini yaitu menjaga stabilitas sosial penyambung aspirasi masyarakat lokal Jambi. Lembaga adat memiliki pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang tinggi terhadap sungai. Peran dan posisi tersebut menyebabkan stakeholders ini dapat mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan dalam perencanaan pengembangan Kota Jambi. Hasil wawancara mendalam dengan responden (Ketua adat Jambi) meskipun saat ini sudah tidak diberlakukan lagi sanksi-sanksi adat akan tetapi pendapat dan saran dari ketua adat Jambi masih didengarkan masyarakat. Stakeholders pemerintah baik pusat, provinsi dan kota sangat memiliki kepentingan yang terhadap kelestarian ekologis sungai yang merupakan bagian dari keberadaan Kota Jambi. Para stakeholders ini mempengaruhi kebijakan yang diputuskan serta tindakan yang akan dilakukan dalam pengembangan Kota Jambi. Universitas Jambi melalui Pusat Penelitian Manejemen Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM-DAS Unja) sebagai perguruaan tinggi di Kota Jambi merupakan stakeholders yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan dalam pengembangan kota. PPM DAS Unja memiliki kepentingan dalam melaksanakan pendidikan lingkungan serta meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berperan dalam pengelolaan sungai akan tetapi tidak secara langsung di Kota Jambi antara lain Warung Informasi Konservasi (Warsi) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
57
Ketiga LSM tersebut melaksanakan kegiatannya dibidang pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan, pendidikan, pelatihan dan advokasi pada catchmen area (hutan). Walhi dan Warsi merupakan LSM yang dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan sungai. Akan tetapi kedua LSM ini tetap kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam pengelolaan sungai. Selanjutnya, stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sungai inilah yang memegang peranan penting dalam perencanaan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. Peranan masing-masing stakeholders dijabarkan lebih lanjut dalam konteks kepentingan (importance) dan pengaruh (influence). 5.2.2
Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders Kepentingan (importance) dan pengaruh (influence) dalam perencanaan
pengembangan Sungai Batanghari menuju riverfront city disajikan pada Tabel 16 dan 17, kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk gambar dengan menempatkan posisi masing-masing stakeholders ke dalam empat kategori yaitu kelompok Subject (kuadran I),
kelompok Key Players (kuadran II), kelompok Context
Setters (kuadran III), kelompok Crowd (kuadran IV) yang disajikan dalam Gambar 18.
58
Tabel 16 Kepentingan (interest) stakeholders terkait dengan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city No
Stakeholders
Perencana
1 2
BWSS VI BPDAS
4 4
3 4 5 6 7
BAPPEDA BAPPEDALDA Dinas Kehutanan Provinsi Dinas PU Dinas Pariwisata
5 3 1 2 3
8 9 10 11 12 13 14
BAPPEDA BLHD Dinas Tata Ruang dan Perumahan Dinas PU Dinas Perindag Dinas Pariwisata Dinas Perikanan
5 1 5 4 2 4 3
15
PPM DAS Universitas Jambi
2
16 17
Lembaga Adat Jambi Masyarakat
1 2
18 19
Walhi Warsi
2 2
20 21
Industri crumb rubber Industri saw mill
1 1
Pelaksana
Pemerintah Pusat 4 4 Pemerintah Provinsi 1 1 1 4 3 Pemerintah Kota 4 1 2 5 3 4 3 Perguruan Tinggi 2 Masyarakat 1 4 LSM 2 2 Swasta 4 4
Kepentingan Pemanfaatan Monitoring dan Evaluasi
Jumlah
1 1
4 4
4 4
17 17
1 1 1 1 4
4 4 1 2 3
1 2 1 1 4
13 11 5 10 17
3 1 1 4 5 5 4
5 5 5 4 3 3 3
4 4 3 3 3 4 4
21 12 16 20 16 20 17
3
4
3
14
1 5
3 2
4 3
10 16
2 2
4 4
4 4
14 14
5 5
1 1
3 3
14 14
Sumber: Hasil olahan data kuisioner (2011) n= 21 responden Keterangan: 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = biasa; 2 = agak rendah; 1 = rendah
59
Pemberdayaan Masyarakat
Tabel 17 Pengaruh stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city Instrumen kekuatan No Stakeholders Condign
Compensatory
Sumber kekuatan Jumlah
Conditioning
Personality Organisasi
1
BWS VI Wilayah Sumatera
1
1
1
2
4
9
2
BPDAS
1
1
1
2
4
9
3
Bappeda Prov. Jambi
3
4
1
3
4
15
4
Bapedalda Prov. Jambi
1
1
1
2
4
9
5
Dinas Kehutanan Prov. Jambi
1
3
1
2
4
11
6
Dinas PU Prov. Jambi
1
2
1
2
4
10
7
Dinas Pariwisata Prov. Jambi
1
2
4
2
4
13
8
Bappeda Kota Jambi
5
5
4
3
5
22
9
BLHD Kota Jambi
1
2
2
2
2
9
Dinas Tata Ruang dan Perumahan 10 Kota Jambi
4
5
4
2
5
20
11 Dinas PU Kota Jambi
3
5
3
3
5
19
12 Dinas Perindag Kota Jambi
1
1
1
2
1
6
13 Dinas Pariwisata Kota Jambi
4
5
4
2
4
19
14 Dinas Perikanan Kota Jambi
1
1
1
2
4
9
15 PPM-DAS Universitas Jambi
1
1
4
2
4
12
16 Lembaga Adat Jambi
1
4
4
3
4
16
17 Masyarakat
1
2
3
2
2
10
18 Walhi
1
4
4
2
3
12
19 Warsi
1
4
4
2
3
12
20 Industri crumb rubber
1
3
4
1
1
10
21 Industri saw mill
1
3
4
1
1
10
Sumber: Hasil olahan data kuisioner (2011) n= 21 responden Keterangan: 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = biasa; 2 = agak rendah; 1 = rendah
Terkait dengan hasil dari analisis kepentingan (interest) stakeholders tersebut, pada prinsipnya masing-masing stakeholders memiliki kepentingan yang bersifat spesifik. Hal ini berhubungan dengan kewenangan, otoritas, peran, manfaat yang diinginkan dan tanggung jawab yang terdapat pada masingmasing stakeholders terkait pengembangan Kota Jambi berdasarkan tupoksi masing-masing kelembagaan.
60
tinggi
Subjects
KEPENTINGAN
Masyarakat
Key players BWS
BAPEDA Kota
BPDAS Industri swamill & crumbrubber BLHD Disperindag BAPEDALDA Dinas PPM-DAS Perikanan UNJA
Dinas Tata Ruang Kota Dinas PU Kota Dinas Pariwisata Kota Dinas Pariwisata Prov
Dishut Bappeda Prov
WARSI PU Prov
WALHI
rendah
Lembaga Adat Jambi
Context setters
Crowd rendah
PENGARUH
tinggi
Gambar 18 Posisi stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city
Posisi pada kuadran I (Subjects) merupakan stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan tinggi dan pengaruh rendah. Posisi Kuadran I ditempati oleh sepuluh stakeholders yaitu Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), BPDAS Batanghari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Prov. Jambi (BAPEDALDA), Balai Lingkungan Hidup Daerah Kota Jambi (BLHD), PPM-DAS Unja, masyarakat sekitar sempadan sungai, industri crumbrubber dan sawmill. Masyarakat sekitar sungai memiliki kepentingan tinggi terhadap sungai karena aktivitas sehari-harinya masih memanfaatkan sungai selain karena masyarakat asli Jambi sendiri adalah masyarakat yang berkembang
dimulai
dari
sungai
(budaya
sungai).
Sedangkan
industri
crumbrubber memiliki kepentingan dalam memanfaatkan air sungai dalam proses produksi dan sungai sebagai tempat akhir pembuangan limbah cairnya. Untuk sawmill memiliki kepentingan yang tinggi karena memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi pengiriman kayu melalui jalur sungai dan membuang limbah padatnya di sempadan sungai. PPM-DAS Unja memiliki ekspetasi dan komitmen yang tinggi terhadap Sungai Batanghari dalam rangka keberlanjutan 61
ekologis
sungai
melalui
penelitian-penelitian
yang
telah
dilakukannya.
Disperindag Kota Jambi memiliki kepentingan yang tinggi terhadap keberadaan industri
sepanjang
Sungai
Batanghari.
BPDAS,
BWSS
VI
merupakan
stakeholders pemerintah pusat yang mempunyai kepentingan tinggi dalam pengelolaan
DAS
Batanghari
yakni
dalam
perencanaan
pengelolaan
sumberdaya air dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung pada WS Batanghari. BAPEDALDA dan BLH Kota Jambi merupakan stakeholders pemerintah daerah dalam pengendalian dan pengawasan pencemaran dan kerusakan lingkungan dan penyelenggaraan pelayanan bidang lingkungan hidup. Akan tetapi sangat disayangkan pengaruh kedua instansi memiliki pengaruh yang kecil dalam memberikan sanksi terhadap kasus-kasus pelanggaran lingkungan hidup oleh karena itu tupoksi dari kedua instansi ini harus ditingkatkan agar mampu berpengaruh dalam pemberian izin dan pemberian sanksi yang menyangkut pelanggaran lingkungan. Pengaruh stakeholders seperti masyarakat, industri dan PPM DAS Unja ini rendah karena tidak mempunyai fungsi dan kewenangan dalam penentuan kebijakan dalam pengembangan Sungai Batanghari. Stakeholders ini dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Sedangkan pengaruh dari lembaga pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kota) masih lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga stakeholders tersebut karena memiliki kewenangan dalam perencanaan dan pengelolaan konservasi sungai akan tetapi bukan sebagai pengambil kebijakan. Stakeholders pada kuadran I merupakan stakeholders penting dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. Oleh karena itu harus diberdayakan dengan berbagai cara terutama penguatan kelembagaan dan regulasi, hingga kompetensi teknis dan keterwakilannya dalam pengembangan. Posisi pada Kuadran II (Key Players) merupakan stakeholders yang paling kritis karena memiliki pengaruh dan kepentingan yang sama-sama tinggi. Posisi pada kuadran II ditempati oleh lima stakeholders yaitu Bappeda Kota Jambi, Dinas Tata Ruang Kota Jambi, PU Kota Jambi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jambi. Bappeda Kota Jambi memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city karena menentukan kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah, merumuskan kebijakan dan rencana teknis
62
dibidang
perencanaan
pembangunan,
koordinasi
perencanaan
pembangunan serta perencana anggaran dalam wilayah Kota Jambi. PU Kota Jambi berdasarkan peraturan Walikota Jambi Nomor 9 Tahun 2009 memiliki kepentingan tinggi dalam memanfaatkan Sungai Batanghari sebagai drainase Kota Jambi dan memiliki pengaruh yang besar sebagai pelaksana pembangunan teknis sungai dan kota, Dinas Tata Ruang berdasarkan peraturan Walikota Jambi Nomor 10 Tahun 2009 memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam menentukan perencanaan program penataan ruang wilayah Kota Jambi. Disparbud Kota dan Provinsi memiliki kepentingan tinggi dalam pemanfaatan sungai sebagai wisata air dan berpengaruh dalam mempromosikan wisata air yang ada di Kota Jambi. Stakeholders pada kuadran II merupakan stakeholders kunci dalam pengembangan Sungai Batanghari di Kota Jambi.
Oleh karena itu dalam
konteks pengembagan riverfront city kelima stakeholders ini harus saling berkoordinasi secara intensif dari tahap pra pengembangan hingga pasca pengembangan. Koordinasi kelima stakeholders ini diperlukan dalam hal menyamakan persepsi dan arah perencanaan pengembangan riverfront city dimana didalamnya tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan (sustainable) baik ekologis, sosial dan ekonomi. Posisi pada Kuadran III (Context setters) merupakan stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan rendah dan tingkat pengaruh tinggi. Posisi pada kuadran II ditempati oleh tiga stakeholders yaitu Bappeda Prov. Jambi, PU Prov. Jambi, dan Lembaga Adat Jambi. Dengan adanya otonomi daerah kepentingan provinsi di kota tidaklah tinggi akan tetapi pengaruh pemerintah provinsi khususnya yang terjadi di Jambi, pengaruh pemerintah provinsi masih sangat tinggi yakni dalam pemberian anggaran ke pemerintah kota. Selain itu keberadaan aset provinsi berupa kawasan sepanjang 1 km (daerah Tanggo Rajo) yang berada dalam wilayah administratif Kota Jambi menyebabkan pengaruh pemerintah provinsi masih dominan. Maka sebaiknya keberadaan aset pemerintah provinsi tersebut dihibahkan kepada pemerintah kota sehingga pemerintah kota dapat lebih mengatur secara mandiri penataan ruang kota. Kepentingan Lembaga Adat Jambi terhadap pengembangan Sungai Batanghari tidaklah tinggi tetapi keberadaannya sebagai representatif dari suara masyarakat lokal khususnya masyarakat asli Jambi yang pada umumnya bermukim di sepanjang sungai sangatlah tinggi. Tingkat pengaruh Lembaga Adat Jambi berada pada pembentukan opini dan informasi serta memiliki jejaring massa.
63
Kelompok stakeholders yang menempati kuadran III ini bermanfaat untuk perumusan atau menjembatani keputusan dan opini dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pemerintah provinsi sangat mendukung pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city dengan demikian koordinasi perlu terus dilakukan guna meningkatkan hubungan kerja yang baik dengan stakeholders kunci (kuadran 2). Posisi pada Kuadran IV (Crowd) merupakan stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh rendah. Posisi pada kuadran IV dtempati oleh tiga stakeholders yaitu Dinas Kehutanan Prov Jambi, Warsi dan Walhi (LSM). Sebenarnya, stakeholders pada kategori crowd dapat diabaikan dalam pengembangan sungai, akan tetapi mengingat keberadaan Sungai Batanghari sebagai bagian dari DAS Batanghari dan penanganannya bersifat multistakeholders, maka keberdaan ketiga stakeholders ini tidak dapat diabaikan dan diperlukan koordinasi yang baik dimasa yang akan datang. Dalam hal ini, Dishut berfungsi dalam konservasi hutan dan LSM berupaya meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas masyarakat khususnya masyarakat di wilayah catchment area (hutan), maka perannya perlu mendapatkan perhatian, yaitu agar turut membantu mengurangi beban Sungai Batanghari di Kota Jambi yang merupakan hilir. Hal tersebut perlu dilakukan karena kerusakan pada daerah hulu akan mempengaruhi kualitas dan kondisi fisik pada daerah hilir. Bentuk dan posisi nilai penting (importance) dan pengaruh stakeholders akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu (Reed et al. 2009), sehingga hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan pengembangan Kota Jambi kedepannya. Disamping itu, dimungkinkan juga munculnya stakeholders baru yang belum teridentifikasi pada penelitian ini, terkait dengan dinamika sosial yang terus berkembang di lokasi penelitian. Berdasarkan analisis kepentingan dan pengaruh tersebut ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan dalam pengembangan Sungai Batanghari menuju riverfront city yaitu jika dilakukan pengembangan diperlukan koordinasi dan kerjasama yang solid antar stakeholders seuai dengan peran dan fungsinya. Khususnya dalam pelaksanaannya pemerintah provinsi maupun kota sebaiknya melakukan beberapa pendekatan yang dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak tanpa mengurangi tingkat pengaruhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Asikin (2001) dalam pembangungan perlu di berdayakannya bentukbentuk partisipasi stakeholders. Derajat partisipasi ini dibedakan menjadi empat
64
tingkat yaitu: 1) Diseminasi informasi adalah aliran informasi satu arah kepada publik. Hal ini menyangkut kepentingan publik terhadap keberadaan sungai, seperti masyarakat, Perguruan Tinggi, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat; 2) Konsultasi merupakan pertukaran informasi dua arah antara kordinator pelaksana dan publik atau sebaliknya. Dalam pengembangan riverfront
ini
adalah kelompok kuadran I dan kuadran II atau sebaliknya. Key players harus menjalin komunikasi yang aktif dan membangun dengan subject yang memiliki kepentingan tinggi terhadap keberadaan sungai. Sehingga arah pengembangan riverfront city dapat mengakomodir kepentingan stakeholders kuadran II terutama dalam kelestarian ekologis Sungai Batanghari; 3) Kolaborasi merupakan pembagian hak dan kerjasama di dalam penetapan keputusan. Pada tahap ini stakeholders yang berada di kuadran II dan kuadran III. Pada tahap kolaborasi stakeholders terkait lebih menitikberatkan pada bentuk kewenangan yang diambil terkait pengembangan sungai, baik sistem perizinan maupun pengganggaran, serta arah pengembangan riverfront city yang akan dikembangkan di Kota Jambi; 4) Delegasi adalah pemberian kewenangan bagi pengambilan keputusan dan pengelolaan sumberdaya pada stakeholders. Stakeholders
yang berperan
dalam pendelegasian ini adalah kuadran III kepada kuadran II sesuai UU 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah dalam pembagian kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Seperti yang telah dilakukan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Jambi dalam pembangunan dam di Sungai Batanghari dimana pembangunan dam tersebut dilakukan oleh Dinas PU Provinsi Jambi kemudian pengelolaannya diserahkan kembali ke daerah dalam hal ini adalah PU Kota Jambi. Dalam konteks pengembangan riverfront city, pendelegasian seperti ini dapat dilakukan dengan syarat telah ada kejelasan dan kewenangan antar stakeholders terkait. 5.2.3
Persepsi dan Preferensi Stakeholders Hasil penilaian stakeholders
menunjukkan bahwa kualitas dan fisik
Sungai Batanghari sangat rendah diakibatkan perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai, kurang berfungsinya IPAL crumbrubber dan sistem drainase kota. Rendahnya fisik sungai dikarenakan penataan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan. Sedangkan pada fungsi sungai sebagai transportasi dan tempat pembuangan sampah masih tinggi. Fungsi sungai sebagai sarana transportasi masih menjadi pilihan utama
65
masyarakat Kota Jambi secara umum. Sungai dijadikan tempat pembuangan sampah menurut para stakeholders karena masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat, merupakan kebiasaan masyarakat yang sulit dihilangkan, dan juga kurang tegasnya sanksi yang diberlakukan. Akan tetapi persepsi fungsi sungai sebagai MCK menurut stakeholders dan masyarakat berbeda. Menurut stakeholders pemanfaatan sungai sebagai MCK oleh masyarakat saat ini masih rendah tetapi bagi masyarakat penggunaan sungai untuk MCK masih sangat tinggi. Nilai budaya dan sejarah Sungai Batanghari menurut para stakeholders masih sangat tinggi. Preferensi stakeholders terhadap Sungai Batanghari kedepan adalah Sungai Batanghari dapat lebih bersih dan fisik sungai menjadi lebih baik sehingga bisa menjadi tempat wisata. Tempat wisata yang diharapkan oleh para stakeholders adalah bentuk wisata air, religi, budaya dan kuliner. Dari hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata Prov. Jambi kawasan Sekoja khususnya Kelurahan Tanjung Raden, Olak Kemang, Arab Melayu, Tengah, Jelmu, dan Mudung Laut telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dan akan dikembangkan sebagai tempat wisata budaya dan religi. Persepsi dan preferensi stakeholders disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18 Persepsi dan preferensi stakeholders No Parameter 1. 2. 3.
1 (rendah) 90 0
Nilai Persepsi dan Preferensi (%) 2 3 4 (agak rendah) (biasa saja) (agak tinggi) 10 0 0 0 0 60
5 (tinggi) 0 40
0 0 0 10 0 0 0
0 0 10 25 60 50 0
100 20 90 65 40 50 100
10 0 0
0 10 10
90 90 90
10 0 10
0 10 0
90 90 90
Kualitas air sungai Fisik sungai Fungsi sungai: a. Transportasi 0 0 b. MCK 50 30 c. Bahan baku air minum 0 0 d. Wisata 0 0 e. Perikanan sungai 0 0 f. Perdagangan/bisnis 0 0 g. Tempat pembuangan 0 0 sampah/limbah h. Akhir drainase kota 0 0 4. Nilai budaya 0 0 5. Nilai sejarah 0 0 6. Preferensi terhadap sungai a. Sungai bersih 0 0 b. Fisik sungai membaik 0 0 c. Tempat wisata 0 0 Sumber: Hasil olahan data kuisioner (2011) n= 20 responden
Preferensi stakeholders yang meninginkan Sungai Batanghari dapat lebih bersih dan fisik sungai menjadi lebih baik menunjukkan besarnya dukungan stakeholders mengembangkan Kota Jambi sebagai riverfront city. Sebagaimana
66
dalam RDTR Kota Jambi 2011-2029 isu pengembangan ke depan Kota Jambi adalah pengembangan waterfront city. 5.3
Analisis SWOT Berdasarkan hasil analisis SWOT yang didasarkan pada penilaian dari
aspek legal, biofisik, ekologis, sosial, dan persepsi serta preferensi stakeholders, maka pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront di bagi dalam tiga zona pengembangan (Tabel 19), yaitu: 1)
Zona Alami Termasuk dalam zona alami adalah Kelurahan Penyengat Rendah, Teluk Kenali dan Pulau Sijinjang.
2)
Zona Semi Alami Termasuk dalam zona semi alami adalah Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang, Tanjung Pasir, Buluran Kenali, Legok, Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut, Tahtul Yaman, Tanjung Johor dan Sijinjang.
3)
Zona Multi Fungsi Termasuk dalam zona multi fungsi adalah Pasar Jambi dan Kasang.
67
Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan/ Segmen
Penyengat Rendah/ segmen 1
Teluk Kenali/ segmen 2
68
Analisis S
W
• Nilai sinousitas terkategori tinggi (skor 3) • Kualitas lingkungan alami terkategori tinggi (skor 5) •Persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
• Masih adanya masyarakat yang menggunakan sungai sebagai halaman belakang (tempat sampah dan MCK) • Bangunan (rumah) tidak berorientasi ke sungai • Aspek legal tidak terpenuhi
• Kualitas lingkungan alami terkategori tinggi (skor 5) • Terpenuhinya aspek legal •Persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
• Nilai sinousitas terkategori rendah (skor 1) • Bangunan (rumah) tidak berorientasi ke sungai
O
Program pengembangan
T
• Penyengat •Persepsi dan Rendah preferensi merupakan hulu stakeholders bagi batas menunjukkan administrasi Kota dukungan dalam Jambi yang pengembangan berkembang riverfront city aktivitas PETI •Masuk dalam BWK Telanaipura dengan • Pembebasan lahan fungsi utama pemukiman, pendidikan, dan perkantoran (Bappeda Kota Jambi, 2010) • Presepsi dan • Pembebasan preferensi lahan stakeholders menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city • Masuk dalam BWK Telanaipura dengan fungsi utama pemukiman, pendidikan, dan perkantoran (Bappeda Kota Jambi, 2010)
Zona Alami: a. Penataan kawasan lebih alami dengan live stake bioengineering dan vegetasi sebagai hutan kota b. Penataan pedistrian way agar publik dapat menikmati pemandangan ke arah sungai. Lebar pedistrian way pada zona alami ini tidak lebih dari 1 m. c. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis d. Pemukiman yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) untuk skala lingkungan • Pengolahan sampah (skala lingkungan) e. Pengembangan Ekowisata • Penyediaan fasilitas yang berunsur ekologis untuk mendukung aktivitas ekowisata di kawasan ini • Penggunaan elemen lanskap yang ekologis dan berunsur edukasi • Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata, serta mengelola kegiatan ekowisata tersebut
Lanjutan Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan/ Segmen
P.Sijinjang
69
Analisis S • Nilai sinousitas terkategori tinggi (skor 3) • Kualitas lingkungan alami terkategori tinggi (skor 5) • Terpenuhinya aspek legal •Persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
W Belum adanya rencana pemanfaatan/pe ngembangan terhadap P.Sijinjang
O Presepsi dan preferensi stakeholders menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
T
Program pengembangan Zona Alami: a. Penataan kawasan lebih alami dengan live stake bioengineering dan vegetasi sebagai hutan kota b. Pengembangan Ekowisata • Penyediaan fasilitas yang berunsur ekologis untuk mendukung aktivitas ekowisata di kawasan ini. • Penggunaan elemen lanskap yang ekologis dan berunsur edukasi • Melibatkan masyarakat disekitar Kelurahan Sijinjang dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata, serta mengelola kegiatan wisata tersebut
Lanjutan Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan/ Segmen
Analisis S
Pasir • Kualitas Panjang, Ulu lingkungan alami Gedong, sedang (skor 4) Tanjung • Nilai budaya Raden, Olak yang tinggi Kemang dan • Kawasan Tanjung Pasir pendidikan agama •Persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
70
W
O
T
• Nilai sinousitas • Persepsi dan • Pembebasan lahan terkategori rendah preferensi • Adanya industri (skor 1) stakeholders sawmill yang menunjukkan sebaiknya di • Masih adanya dukungan dalam masyarakat yang relokasi pengembangan menggunakan riverfront city sungai sebagai halaman belakang • Masuk dalam BWK (tempat sampah Jambi Kota dan MCK) Seberang dengan fungsi utama • Bangunan (rumah) sebagai pemukiman tidak berorientasi ke dan wisata (Dinas sungai Tata Ruang dan • Aspek legal tidak Perumahan, 2010) terpenuhi
Program pengembangan Zona semi alami: a. Penataan kawasan lebih alami sebagai daerah konservasi dengan live cribb atau gabion wall bioengineering dan vegetasi sebagai taman kota. Pengadaan taman kota dapat dilakukan pada tiap kelurahan dengan luas 10-30% dari luas kawasan b. Penataan pedistrian way agar publik dapat menikmati pemandangan ke arah sungai. Lebar pedistrian way pada zona semi alami ini adalah 2 m sehingga dapat digunakan juga untuk bersepeda c. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis d. Pemukiman yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) untuk skala lingkungan • Pengolahan sampah (skala lingkungan) e. Relokasi industri sawmill ke kawasan industri yang telah ada diperencanaan RTRW Kota Jambi 2010-2030 yaitu ke Selincah f. Pengembangan wisata budaya dan religi • Penyediaan fasilitas yang mendukung wisata budaya dan berunsur edukasi • Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata, serta mengelola kegiatan wisata tersebut • Pengembangan khusus yaitu menjadikan masjid Al-Ikhsanniyah sebagai landmark Sekoja • Pengadaan amphitheater sebagai tempat pertunjukkan budaya • Adanya restoran/cafe terapung • Penataan terminal ketek
Lanjutan Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan /Segmen
Analisis S
W
O
T
Program pengembangan
Buluran Kenali dan Legok
• Kualitas lingkungan alami terkategori sedang (skor 4) • Bangunan (rumah) berorientasi ke sungai (Buluran Kenali) •Persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
• Nilai sinousitas • Presepsi dan • Ancaman erosi terkategori rendah preferensi tebing (skor 1) stakeholders • Pembebasan menunjukkan • Aspek legal tidak lahan dukungan dalam terpenuhi pengembangan • Pada kedua riverfront city kawasan ini • Masuk dalam BWK umumnya Telanaipura dengan masyarakat fungsi utama menggunakan pemukiman, sungai sebagai pendidikan, dan halaman belakang perkantoran (tempat sampah (Bappeda Kota dan MCK) Jambi, 2010) • Adanya budidaya ikan sungai
Zona semi alami: a. Penataan kawasan lebih alami sebagai daerah konservasi dengan live cribb atau gabion wall bioengineering dan vegetasi sebagai taman kota Pengadaan taman kota dapat dilakukan pada tiap kelurahan dengan luas 10-30% dari luas kawasan b. Penataan pedistrian way agar publik dapat menikmati pemandangan ke arah sungai. Lebar pedistrian way pada zona semi alami ini adalah 2 m sehingga dapat digunakan juga untuk bersepeda c. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis d. Pemukiman yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) untuk skala lingkungan • Pengolahan sampah (skala lingkungan) e. Pengembangan wisata budi daya ikan sungai • Penyediaan fasilitas yang mendukung wisata • Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata serta mengelola kegiatan wisata tersebut • Adanya cafe/restoran terapung
Arab Melayu, Tengah, Jelmu, dan Mudung Laut
• Presepsi dan • Adanya pabrik • Kualitas lingkungan • Nilai sinousitas crumbrubber alami terkategori terkategori rendah preferensi stakeholders yang sebaiknya sedang (skor 3) (skor 1) menunjukkan direlokasi • Termasuk pada • Nilai budaya yang dukungan dalam daerah yang tinggi pengembangan padat penduduk • Kawasan pendidikan riverfront city agama • Masih adanya masyarakat yang • Masuk dalam BWK • Aspek legal Jambi Kota menggunakan terpenuhi Seberang dengan sungai sebagai • Bangunan (rumah) fungsi utama halaman belakang berorientasi ke sebagai pemukiman (tempat sampah sungai dan wisata (Dinas dan MCK) • Telah adanya balai Tata Ruang dan Kerajinan Rakyat Perumahan, 2010) Jambi (Selaras Pinang Masak)
a. Penataan kawasan lebih alami sebagai daerah konservasi dengan live cribb atau gabion wall bioengineering dan vegetasi sebagai taman kota b. Pemukiman yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) untuk skala lingkungan • Pengolahan sampah (skala lingkungan) c. Relokasi industri crumbrubber ke kawasan industri yang telah ada diperencanaan RTRW Kota Jambi 2010-2030 yaitu ke Selincah d. Pengembangan wisata budaya dan religi • Penyediaan fasilitas yang mendukung wisata budaya dan berunsur edukasi • Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata serta mengelola kegiatan wisata tersebut • Pengadaan cafe/restoran terapung • Penataan terminal ketek • Pengadaan amphitheater sebagai tempat pertunjukkan budaya
71
Lanjutan Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan/ Segmen
Analisis S
• Nilai budaya yang tinggi • Kualitas lingkungan alami terkategori sedang (skor 3) •Persepsi dan preferensi masyarakat Tahtul Yaman menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
• Nilai sinousitas terkategori tinggi (skor 3) • Kualitas lingkungan alami terkategori sedang (skor 4) •Persepsi dan preferensi Tanjung Johor masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city •Adanya budi daya ikan sungai
72
W • Nilai sinousitas terkategori rendah (skor 1) • Aspek legal tidak terpenuhi • Bangunan (rumah) tidak berorientasi ke sungai • Masih adanya masyarakat yang menggunakan sungai sebagai halaman belakang (tempat sampah dan MCK) • Masih adanya masyarakat yang tinggal di rumah apung • Masih adanya masyarakat yang menggunakan sungai sebagai halaman belakang (tempat sampah dan MCK) • Masih adanya masyarakat yang tinggal di rumah apung
O
T
• Presepsi dan • Pembebasan preferensi lahan stakeholders menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city • Masuk dalam BWK Jambi Kota Seberang dengan fungsi utama sebagai pemukiman dan wisata (Dinas Tata Ruang dan Perumahan, 2010)
• Presepsi dan • Adanya pabrik preferensi crumbrubber stakeholders yang menunjukkan sebaiknya dukungan dalam direlokasi pengembangan • Pembebasan riverfront city lahan • Masuk dalam BWK Jambi Kota Seberang dengan fungsi utama sebagai pemukiman dan wisata (Dinas Tata Ruang dan Perumahan, 2010)
Program pengembangan
Zona semi alami: a. Penataan kawasan lebih alami sebagai daerah konservasi dengan live cribb atau gabion wall bioengineering dan vegetasi sebagai taman kota b. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis c. Pemukiman yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) untuk skala lingkungan • Pengolahan sampah (skala lingkungan) • Khusus untuk rumah apung dapat di tata lebih baik sehingga dapat menjadi objek wisata yanng menarik d. Pengembangan wisata budaya dan budi daya ikan sungai • Penyediaan fasilitas yang mendukung wisata budaya dan berunsur edukasi • Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata, serta mengelola kegiatan wisata tersebut • Penataan terminal ketek e. Relokasi industri crumbrubber ke kawasan industri yang telah ada dalam RTRW Kota Jambi 2010-2030 yaitu ke Selincah
Lanjutan Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan/ Segmen
Sijinjang
73
Analisis S • Nilai sinousitas terkategori tinggi (skor 3) • Kualitas lingkungan alami terkategori sedang (skor 4) • Presepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
W • Aspek legal tidak terpenuhi • Masih adanya masyarakat yang menggunakan sungai sebagai halaman belakang (tempat sampah dan MCK) • Sempadan digunakan untuk dok kapal
O
T
• Presepsi dan • Adanya pabrik preferensi crumbrubber yang stakeholders sebaiknya direlokasi menunjukkan • Pembebasan lahan dukungan dalam • Ancaman erosi tebing pengembangan riverfront city • Masuk dalam BWK Jambi Timur-Selatan dengan fungsi utama kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta permukiman (Bappeda Kota Jambi, 2010)
Program pengembangan Zona semi alami: a. Penataan kawasan lebih alami sebagai daerah konservasi dengan live cribb atau gabion wall bioengineering dan vegetasi sebagai taman kota b. Pemukiman yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) untuk skala lingkungan • Pengolahan sampah (skala lingkungan) c. Pengembangan dok kapal yang tetap memperhatikan daya dukung lingkungan a. Relokasi industri crumbrubber ke kawasan industri yang telah ada diperencanaan RTRW Kota Jambi 2010-2030 yaitu ke daerah Selincah d. Pengembangan wisata sesuai kekahasan setempat • Penyediaan fasilitas yang mendukung wisata dan berunsur edukasi • Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata,serta mengelola kegiatan wisata tersebut
Lanjutan Tabel 19 Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen Kelurahan/ Segmen
Pasar Jambi dan Kasang
74
Analisis S • Telah menjadi pusat kota, pusat perdagangan dan jasa • Telah adanya kawasan wisata Tanggo Rajo • Perumahan dinas Gubernur Jambi • Keberadaan Angso Duo •Persepsi dan preferensi masyarakat menunjukkan dukungan dalam pengembangan riverfront city
W • Nilai sinousitas terkategori rendah (skor 1) • Aspek legal tidak terpenuhi • Nilai kualitas lingkungan alami rendah (skor 2) • Bangunan yang menyalahi RTRW Kota Jambi
O
T
• Presepsi dan • Pengendalian dan preferensi penertiban stakeholders pemanfaatan menunjukkan sempadan sungai dukungan dalam pengembangan riverfront city • Masuk dalam BWK Angso Duo dengan fungsi utama Center Business District (Bappeda Kota Jambi, 2010) • Dalam RDTR Kota Jambi 2010-2030 Pasar Angso Duo akan direlokasi pada tempat yang tidak jauh dari tempat semula. Kemudian bekas pasar tersebut akan dijadikan RTH.
Program pengembangan Zona multi fungsi: a. Penataan kawasan agar lebih alami dengan penambahan vegetasi di antara bangunan b. Pengendalian dan penertiban terhadap bangunan yang tidak sesuai dengan RTRW c. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis d. Pemukiman dan bangunan komersil yang berkonsep zero waste dengan membuat fasilitas: • Pengolahan limbah cair (sewage water treatment) • Pengolahan sampah padat
5.4
Alternatif Strategi Pengembangan kota Jambi Menuju Riverfront City Menurut Dwidjowijoto (2007) bahwa isu pokok dalam analisis kebijakan
adalah menetapkan alternatif kebijakan. Berdasarkan penelitian menggunakan AHP maka alternatif kebijakan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 19. Tabel 20 Hasil analisis AHP alternatif kebijakan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city Elemen Bobot Prioritas Alternatif Kebijakan Peningkatan koordinasi antar stakeholders Pemberdayaan masyarakat Penegakan hukum beserta regulasinya Penyempurnaan database DAS Revitalisasi sungai Pengembangan kawasan industri hijau
0,247
1
0,239 0,179 0,120 0,108 0,106
2 3 4 5 6
0,293 0,218 0,190 0,190 0,109
1 2 2 3 4
Aspek Ekologi Sosial Ekonomi Kelembagaan Teknologi
75
Kriteria
Pilihan
Strategi
76 Revitalisasi sungai (0,108)
Gambar 19 Peningkatan koordinasi antar stakeholders (0,247) Pemberdayaan masyarakat (0,239) Penegakan hukum (0,179) Penyempurnaan database DAS (0,120)
Kelembagaan (0,190)
Hasil AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city
Penggunaan teknologi ramah lingkungan (0,055)
Meningkatnya informasi teknologi pengelolaan sungai (0,055)
Meningkatnya institusi pengelola DAS (0,047)
Ekonomi (0,190)
Terwujudnya kepastian hukum beserta regulasinya (0,047)
Terwujudnya sinkronisasi program antar stakeholders (0,095)
Meningkatnya PAD (0,047)
Sosial Budaya (0,218)
Meningkatnya pendapatan masyarakat (0,0142)
Terjadinya perubahan perilaku masyarakat (0,159)
Ekologi (0,293)
Terciptanya lapangan kerja (0,159)
Terpeliharanya budaya lokal (0,159)
Tersusunnya RTRW berwawasan lingkungan (0,0175)
Aspek
Menurunnya konsentrasi pencemar (0,059)
Meningkatnya kualitas dan daya dukung sungai (0,059)
Tujuan Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City
Teknologi (0,109)
Pengembangan kawasan industri hijau (0,106)
5.4.1 Level Aspek dan Kriteria Hasil analisis AHP terhadap lima sub level aspek bahwa dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront, aspek ekologi merupakan prioritas dengan bobot tertinggi sebesar 0,293 (29,3%), aspek sosial 0,218 (21,8%), aspek ekonomi dan aspek kelembagaan memiliki bobot yang sama 0,190 (19%), dan terakhir adalah aspek teknologi dengan bobot sebesar 0,109 (10,9%). Nilai bobot masing-masing aspek disajikan pada Gambar 20.
Pendapat Pakar 30% 20% 10% 0%
Gambar 20 Prioritas masing-masing aspek dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city Tingginya nilai bobot aspek ekologi dibandingkan dengan aspek lainnya menunjukkan pengembangan
bahwa
aspek
ekologi
menjadi
perhatian
utama
dalam
riverfront city dan sangat penting dimasukkan kedalam
perencanaan pengembangan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan. Karena
aspek
ekologi merupakan
sistem
pendukung
kehidupan untuk
mempertahankan keberadaan makluk hidup dan keberlanjutan suatu aktivitas ekonomi jangka panjang bagi manusia. Terpilihnya aspek ekologi sebagai prioritas utama dalam pengembangan riverfront city
mencerminkan bahwa
kegiatan pengembangan riverfront city ini merupakan bagian dari menjaga kelestarian ekosistem sungai dan merupakan bagian dari pembangunan yang berwawasan lingkungan. Aspek kedua yang berpengaruh dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ini adalah aspek sosial. Aspek sosial sangat berpengaruh dalam pengembangan riverfront city ini karena pada dasarnya masyarakat Jambi 77
merupakan masyarakat yang aktivitas sehari-harinya masih sangat bergantung terhadap Sungai Batanghari. Dimana dalam pengembangan ini aspek sosial budaya terutama budaya air masyarakat dapat diakomodir sehingga tidak meninggalkan ciri khas masyarakat asli Jambi seperti keberadaan rumah apung dan rumah panggung. Aspek ketiga yang berpengaruh dalam pengembagan riverfront city ini adalah aspek kelembagaan dan ekonomi. Kelembagaan merupakan ujung tombak pengembangan riverfront city. Apabila kelembagaan/instansi yang terkait dalam pengelolaan Sungai Batanghari yang ada bekerjasama dengan koordinasi yang baik maka pengembangan riverfront city dapat dilakukan secara optimal. Kelembagaan berperan dalam hal perencanaan, monitoring dan mengevaluasi seluruh kegiatan yang akan dikembangkan agar berjalan sesuai dengan aturan hukum dan kaidah keberlanjutan terhadap sungai. Aspek ekonomi juga sangat penting dalam pengembangan riverfront city. Pembangunan berkelanjutan tidak hanya terkait dengan aspek ekologi, namun juga pembangunan ekonomi dan sosial yang dikenal dengan the living triangle. Ekologi/lingkungan dapat dijaga dengan baik bila kondisi sosial dan ekonomi masyarakat mendukung. Oleh karena itu dalam pengembangan riverfront city aspek ekonomi harus tetap diperhatikan, dalam artian bahwa dengan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city, ekonomi masyarakat dapat berkembang lebih baik yang tentunya akan memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah. Aspek keempat yang berpengaruh dalam pengembagan riverfront city ini adalah aspek teknologi. Dalam pengembangan riverfront city teknologi yang ramah lingkungan sangatlah penting. Teknologi ramah lingkungan akan sangat membantu dalam mepertahankan kualitas ekologis sungai. Penggunaan teknologi ramah lingkungan bukan hanya dalam pengembangan fisik sungai tetapi dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat. 5.4.2 Level Alternatif Riverfront City
Strategi
Pengembangan
Kota
Jambi
Menuju
Alternatif kebijakan (policy alternatif) adalah serangkaian tindakan yang memungkinkan untuk dilakukan yang dapat menyumbang pada pencapaian nilainilai dan pemecahan masalah kebijakan (Dunn 2003).
Berkaitan dengan
sasaran-sasaran yang ingin dicapai dari berbagai aspek dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city, maka terdapat beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan yakni: (1) peningkatan koordinasi antar stakeholders 78
(PKS); (2) pemberdayaan masyarakat (PM); (3) penegakan hukum beserta regulasinya (PH); (4) penyempurnaan database DAS (PDDAS); (5) revitalisasi sungai (RS); dan (6) pengembangan kawasan industri hijau (PKIH). Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Sungai Batanghari menuju riverfront city disajikan pada Gambar 21.
Alternatif Strategi 25% 20% 15% 10% 5% 0% PKS
PM
PH
PDDAS
RS
PKIH
Gambar 21 Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city Alternatif strategi pengembangan yang merupakan prioritas utama adalah peningkatan koordinasi antar stakeholders dengan bobot nilai sebesar 0,247 (24,7%), namun demikian berhubung bobot nilai antar alternatif strategi tidak berbeda jauh mengindikasikan bahwa semua alternatif tersebut penting dan saling terkait. 5.4.2.1 Peningkatan Koordinasi antar Stakeholders Alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yang pertama adalah peningkatan koordinasi antar stakeholders. Koordinasi berasal dari kata bahasa Inggris coordination yang berarti being co-ordinate, yaitu adanya koordinat yang bersamaan dari dua garis dalam bidang datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada koordinat tertentu. Koordinasi adalah bekerja bersama seerat-eratnya dibawah seorang pemimpin (Penjelasan UUD). Koordinasi kegiatan vertikal di daerah adalah upaya yang dilaksanakan oleh Kepala Wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua instansi vertikal, dan antara instansi vertikal dengan dinas daerah agar
79
tercapai hasil guna dan daya guna (PP. No. 6 th 1988). Menurut Basyuni (2009), koordinasi pada hakekatnya merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama. Menurut Basyuni (2009), terdapat beberapa prinsip koordinasi, antara lain (1) mempunyai kesamaan persepsi, saling pengertian, hormat menghormati yang perlu dibina; (2) obyek sasaran yang menjadi acuan koordinasi harus diterima semua pihak; (3) mengorientasikan perilaku semua pihak pada sasaran secara terpadu; (4) merancang pertemuan berkala guna memonitor kemajuan dan penanganan masalah; (5) mendorong semangat kerjasama dan etos kerja semua pihak guna mengefektifkan kegiatan bersama; (6) mengarahkan serta negosiasi
agar
tindakan
tidak
menasehati
dan
menyimpang;
(7)
mengintensifkan pemecahan masalah penghambat koordinasi; (8) mengarahkan semua potensi sumber daya hanya kepada
sasaran
atau
tujuan;
(9)
menyempurnakan dan menyederhanakan sistem kerja bila diperlukan; (10) menginformasikan semua kebijakan dan mendengarkan pendapat semua pihak dalam membina kesamaan persepsi dari semua pihak. Peningkatan koordinasi antar stakeholders perlu ditingkatkan
agar
berbagai kepentingan dari masing-masing stakeholders dapat diakomodasi dalam pengembangan riverfront city. Bappeda Kota Jambi sangat berperan dalam mengkoordinasikan rencana pengembangan riverfront city kepada seluruh instansi yang terkait. Kerjasama dan koordinasi yang baik antara Bappeda Kota Jambi dengan Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi sangat diperlukan agar dalam rencana tata ruang wilayah Kota Jambi arah pengembangan riverfront city dapat lebih terarah. Koordinasi juga harus tetap dilakukan dengan stakeholders di hulu seperti Dinas Kehutanan Prov. Jambi, BWSS VI, dan BPDAS. Koordinasi akan berjalan dengan baik jika kedua belah pihak menjalin komunikasi aktif dua arah dan menghilangkan ego sektoral. Peningkatan koordinasi antar stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city dapat mengacu pada pembentukan kelembagaan Rhine Riverfront. Bentuk kelembagaan stakeholders yang dilaksanakan dalam Rhine Riverfront adalah (a) adanya pertemuan tingkat Menteri; (b) pembentukan komisi untuk perlindungan Sungai Rhine (Steereing Commitee for International Commitee for Protected the Rhine/ICPR); (c) pembentukan komisi koordinator
80
ICPR; (d) pembentukan kelompok kerja (kualitas air, emisi dan banjir); (e) adanya
kelompok
ahli
dan
(f)
pembentukan
sekretariat.
Dari
bentuk
kelembagaan yang telah dijalankan pada pengelolaan Sunga Rhine maka dapat diaplikasikan untuk pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dengan pembentukan panitia kerja khusus yang dapat dilihat pada Gambar 22.
Pertemuan tingkat Instansi
Walikota Jambi
Pembentukan Steering Commitee Jambi Riverfront City: • Penunjukan ketua program pengembangan • Pembagian tugas dan kewenangan • Pensinergian program kerja
Pembentukan Pertemuan tingkat Kadis kelompok kerja dan komisariat
Sosialisasi program/konsultasi publik
Bappeda Kota Jambi
• • • • •
Instansi/stakeholders terkait Akademisi LSM Masyarakat Swasta
• Masyarakat • Swasta
Gambar 22 Rencana koordinasi pengembangan Jambi riverfront city
5.4.2.2 Pemberdayaan Masyarakat Alternatif strategi Kota Jambi menuju riverfront city yang kedua adalah pemberdayaan
masyarakat.
Definisi
pemberdayaan
masyarakat
menurut
Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Kementerian Kehutanan (PJLWA Kemenhut) adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat, untuk memperbaiki kesejahteraan dan meningkatkan partisipasi mereka dalam segala kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan. Menurut Awandana (2010), pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang
membangun
manusia
atau
masyarakat
melalui
pengembangan
kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat.
81
Definisi
tersebut
menggambarkan
tiga
tujuan
utama
dalam
pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Perilaku masyarakat yang perlu diubah adalah perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengorganisasian masyarakat merupakan suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain. Pemberdayaan berpartisipasi.
masyarakat
Program
bisa
pembangunan
berjalan yang
apabila
warganya
mengedepankan
ikut
partisipasi
masyarakat secara aktif dan kritis disebut dengan program pembangunan partisipatif (Nugroho, 2001). Program pembangunan partisipatif pada intinya adalah program pembangunan yang mengedepankan tanggung jawab bersama dengan porsi setimbang antara pemerintah dan masyarakat dalam proses pembangunan. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Ketergantungan
masyarakat
terhadap
sumberdaya
air
khususnya
keberadaan Sungai Batanghari sangatlah tinggi. Sehingga diperlukan peran aktif masyarakat dalam lingkungannya secara baik secara swadaya dan mandiri. Dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan riverfront city, masyarakat merasa memiliki sehingga secara aktif turut menjaga keberadaan sungai dan berperan aktif dalam pengembangan riverfront city tersebut. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan antara lain kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan berperan serta aktif dalam memberikan saran dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Lembaga adat yang sudah ada seperti Lembaga Adat Jambi sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang sudah mapan.
5.4.2.3 Penegakan Hukum Beserta Regulasinya Alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yang ketiga adalah penegakan hukum beserta regulasinya. Definisi penegakan hukum (law inforcement) secara luas menurut Hamzah (1997), meliputi kegiatan
82
preventif yang meliputi negosiasi, supervisi, penerangan dan nasehat) dan represif
yang meliputi mulai dari kegiatan penyelidikan, penyidikan sampai
penerapan sanksi baik administratif maupun hukum pidana. Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam dalam siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan lingkungan. Urutan siklus pengaturan perencanaan kebijakan yakni : 1) perundang-undangan (legislation); 2) penentuan standar (standard setting); 3) pemberian izin (lizensing); 4) penerapan (implementation); dan penegakan hukum (law enforcement). Lemah kuatnya penegakan hukum oleh aparat akan menentukan persepsi ada tidaknya hukum oleh masyarakat. Bila penegakan hukum oleh aparat
lemah,
masyarakat
akan
mempersepsikan
bahwa
hukum
di
lingkungannya tidak ada atau seolah berada dalam hutan rimba yang tanpa aturan. Lemahnya penegakan hukum yang berhubungan dengan Sungai Batanghari ini dapat dilihat dari masih pelanggaran pemanfaatan sempadan, seperti pembangunan mall dan hotel hingga ke badan air yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Jambi serta lemahnya instansi daerah dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup daerah untuk menindak industri yang membuang limbah cairnya diatas baku mutu. Penegakan hukum sangat diperlukan dalam pengembangan riverfront city.
Penegakan hukum ini diberlakukan terhadap
kegiatan-kegiatan pemanfaatan Sungai Batanghari baik dari hulu hingga hilir, sempadan sungai maupun badan sungai. Keberhasilan penegakan hukum dalam pengembangan riverfront city dipengaruhi oleh kemampuan penegak hukum dalam mengatasi hambatan dan kendala sebagai berikut: (1) hambatan dan kendala yang bersifat alamiah antara lain keragaman suku bangsa dan bahasa dapat menyebabkan persepsi hukum yang berbeda, (2) kesadaran hukum masyarakat masih rendah, (3) belum lengkapnya peraturan hukum terkait penataan ruang dan pemanfaatan lahan sepanjang sempadan sungai, (4) penegak hukum belum mantap, (5) masalah pembiayaan. 5.4.2.4 Penyempurnaan Database DAS Basis data (database) merupakan pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan data mentah. Lebih dari itu basis data adalah pusat sumber data yang caranya dipakai oleh banyak pemakai untuk berbagai aplikasi. Inti dari basis data adalah database management system 83
(DBMS) yang membolehkan pembuatan, modifikasi dan pembaharuan basis data, membangkitkan kembali data dan membangkiitkan laporan. Tujuan database yang efektif yaitu: 1) memastikan bahwa data dapat dipakai diantara pemakai untuk berbagai aplikasi; 2) memelihara data baik keakuratan maupun kekonsistenannya; 3) memastikan bahwa semua data yang diperlukan untuk aplikasi sekarang dan yang akan datang dapat tersedia dengan cepat; 4) membolehkan basis data untuk berkembang dan kebutuhan pemakai untuk berkembang;
dan
5)
membolehkan
pemakai
membangun
pandangan
personalnya. Database DAS merupakan bagian dari sistem informasi sumberdaya air (UU No.7 Tahun 2004). Sistem informasi sumber daya air (khususnya DAS) merupakan jaringan informasi sumberdaya air yang tersebar dan dikelola oleh berbagai jaringan institusi. Jaringan informasi ini harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang pengelolaan sungai. Sungai Batanghari yang merupakan bagian dari DAS Batanghari, membutuhkan database yang akurat dan kontinyu dalam rangka perancangan pengembangan riverfront city. Database DAS yang perlu disempurnakan dalam pengembangan riverfront city Sungai Batanghari antara lain kondisi hidrologis, hidrometereologis, hidrogeologis, prasarana dan teknologi. Dalam konteks pengembangan riverfront city, database mengenai tata ruang juga
sangat diperlukan. Menurut Idris (2006) diperlukan dua kegiatan
dalam penyempurnaan database tata ruang Kota Jambi beserta DAS Batanghari, yakni: 1) strukturisasi database tataguna tanah, dampak tata ruang (tataguna air, banjir, limbah, erosi, dll), pembagian wilayah, rencana solusi, sehingga data ini mudah digunakan untuk mengindikasikan hubungan yang ada dan pelibatan unit adm terkait; 2) operasional model analisis tata ruang yang mampu secara sistematis memelihara inventarisasi ruang yang dinamis beserta fungsinya bagi daerah yang bersangkutan. Dengan menggunakan proyeksi kebutuhan ruang sesuai peruntukannya (misalnya dengan memperhatikan konservasi beberapa wilayah khusus untuk fungsi tertentu) bagi total wilayah model ini akan merelokasikan ruang untuk kepentingan masa depan sesuai dengan rancangan khusus pengembangan tata ruang. Informasi strategis tentang potensi, opsi, dan interrelasi sangat penting untuk mendukung proses harmonisasi tata ruang.
84
5.4.2.5 Revitalisasi Sungai Secara umum stakeholders berpendapat bahwa revitalisasi/normalisasi Sungai Batanghari sangat mendesak untuk dilakukan. Revitalisasi sungai hal yang umum dilakukan dalam perbaikan kondisi sungai. Akan tetapi perlu diingat istilah revitalisasi/noralisasi kurang tepat untuk digunakan, karena sebenarnya sungai secara alami sudah normal. Secara alami sungai selalu merubah kondisi fisiknya sesuai dengan perubahan yang terjadi di sungai (Kodatie, et al. 2010). Kegiatan yang biasanya dilakukan dalan revitalisasi sungai antara lain pelurusan, pengerasan dinding sungai, pembuatan tanggul dan pengerukan serta penghilangan tumbuhan, lumpur, pasir, dan batuan di kiri kanan sungai akan dapat memberikan dampak negatif bagi ekologis sungai seperti hilangnya berbagai kemampuan dan potensi daerah ekoton dalam mengontrol aliran energi dan nutrien yang diperlukan bagi biota yang hidup di sungai. Hilangnya daerah ekoton akhirnya berdampak pada manusia sendiri karena terjadi banjir di hilir, erosi di dasar sungai yang menyebabkan longsor dan sedimentasi atau pendangkalan di hilir karena tererosinya material sepanjang sungai, serta terputusnya daur kehidupan pendukung ekosistem
(Haryani, 2006). Sebagai
contoh Sungai Kayamanya yang karena mengalami "normalisasi" dengan pembuatan dinding beton dan penghilangan batuan kecil dan tumbuhan di kirikanan sungai menyebabkan tempat berlindung anakan ikan sidat dari arus kuat dan tempat mencari makan hilang. Kegiatan revitalisasi sungai saat ini telah ditinggalkan oleh negara-negara
Eropa dalam pengembangan riverfront.
Melihat besarnya kerugian akibat hilangnya daerah ekoton, negara-negara maju mulai mengembalikan sungai dari pelurusan ke kondisi alamiahnya ke kelokan aslinya seperti sungai Rhine di Jerman yang pada abad ke-18 sampai ke-19 diluruskan sekarang kembali dibuat berkelok-kelok seperti aslinya dahulu. Program revitalisasi yang akan dilakukan pada Sungai Batanghari sebaiknya bukan memakai paradigma tersebut akan tetapi revitalisasi dalam konteks pengembangan Sungai Batanghari adalah mengembalikan kembali atau memperbaiki kondisi sungai dengan tetap memperhatikan kelangsungan ekosistem sungai, maka hal yang harus dihindarkan dalam pengembangan ini adalah pembuatan tanggul permanen untuk mengatasi erosi. Keberadaan tanggul dapat digantikan dengan rekayasa teknik bioengineering yang ramah lingkungan seperti penggunaan live stake dan gabion wall yang mampu mengikuti kelokan sungai.
85
5.4.2.6 Pengembangan Kawasan Industri Hijau Menurut pada Keppres No.41 Tahun 1996 pengembangan kawasan industri yaitu kewenangan untuk menyiapkan dan mengembangkan kawasan industri, kewenangan di bidang perijinan, penyediaan lahan dan penerbitan hak pemilikan tanah, menetapkan lokasi kawasan industri, bentuk perusahaan kawasan industri, hak dan kewajiban perusahaan kawasan industri termasuk pengelolaan lingkungan. Kawasan industri hijau (Eco Industrial Park/EIP) merupakan evolusi dari konsep kawasan-kawasan industri yang sudah ada. Konsep kawasan industri yang selama ini hanyalah merupakan kumpulan-kumpulan yang hampir sama sekali tidak memiliki keterkaitan terutama dalam hal pengelolaan lingkungan, atau dengan kata lain, konsep kawasan industri tradisional tidak mengindahkan co-lokasi
(lo-casion)
dalam
pengembangannya.
Konsep
co-lokasi
mengembangkan cara baru untuk meraih sutau kesinergisan dan efisiensi yang lebih besar lagi dengan memperkuat prospek-prospek peningkatan nilai tambah dalam proses-proses industri yang diambil dari keuntungan yang diperoleh karena pengelompokan industri dalam suatu kawasan. Dua definisi penting untuk sebuah EIP menurut Lowe (2001), pertama bahwa sebuah EIP merupakan suatu komunitas bisnis yang bekerja sama satu sama lain dan serta melibatkan masyarakat di sekitarnya untuk lebih mengefesiensikan pemanfaatan sumber daya (informasi, material, air, energi, infrastruktur, dan habitat alam) secara bersama-sama, meningkatkan kualitas ekonomi dan lingkungan, serta meningkatkan sumber daya manusia bagi kepentingan bisnis dan juga masyarakat sekitarnya. Definisi kedua adalah bahwa EIP merupakan suatu sistem industri yang merencanakan adanya pertukaran material dan energi guna meminimalisasi penggunaan energi dan bahan baku, meminimalisasi sampah/limbah, dan membangun suatu ekonomi berkelanjutan, ekologi dan hubungan sosial. Keberadaan EIP sebaiknya menjadi pertimbangan Pemkot Jambi dalam RTRW Kota Jambi kedepan dalam mengantisipasi relokasi industri yang berada di sepanjang Sungai Batanghari. Dalam RTRW Kota Jambi tahun 2010-2030 kawasan Selincah ditetapkan sebagai kawasan strategis Pusat Industri Selincah yang dimaksudkan untuk menggerakkan kegiatan industri pengolahan skala besar di Kota Jambi dalam suatu kompleks yang terintegrasi dan memiliki konektivitas yang baik ke Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku.
86
Kawasan ini mencakup Kelurahan Payo Selincah dan sebagian Kelurahan Sijinjang dengan luas 698,49 Ha. Dalam perencanaan Pusat Industri Selincah oleh pemerintah Kota Jambi ini sebaiknya mengarah pada pembentukan EIP bukan hanya sebagai kawasan industri konvensional. Dengan konsep EIP banyak manfaat yang akan didapat seperti peningkatan PAD khususnya dari industri yang dilokasikan dalam satu kawasan, dan tentunya keberlangsungan ekologis sungai dapat terjamin di waktu yang akan datang. Mendisain sebuah Eco-Industrial Park (EIP) tidak terlepas dari usahausaha bagaimana mengintegrasikan EIP ini dengan masyarakat di sekitarnya, karena bagaimana pun masyarakat akan langsung merasakan dampak dari suatu kawasan industri. Selain itu, pengembangan sebuah kawasan juga akan memberikan suatu pertimbangan bagi pembangunan wilayah yang tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Untuk itu, penerapan sebuah EIP juga tidak lepas dari suatu usaha bagaimana untuk
menciptakan
suatu
masyarakat
yang
berkelanjutan
(sustainable
community). Definisi sustainable community fokus pada pendekatan sistem yang terintegrasi untuk jangka panjang, diantaranya isu-isu yang berhubungan dengan isu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Konsep ini memandang bahwa isu-isu yang berhubungan dengan ekonomi, lingkungan, dan sosial tersebut merupakan suatu yang terintegrasi dan memiliki hubungan saling kebergantungan. Yang berhubungan dengan isu-isu masalah ekonomi dalam sustainable community ini adalah bagaimana untuk menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang baik bagi komunitas, gaji yang baik, bisnis yang stabil, implementasi dan pengembangan teknologi yang sesuai, pengembangan bisnis dan lain-lain. Menurut Khanna (1999) dalam Fatah (2009), pembangunan berkelanjutan akan berimplikasi terjadinya keseimbangan dinamis antara fungsi maintenance (sustainability) dan transformasi (development) dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Perencanaan pembangunan berkelanjutan harus mempertimbangkan adanya trade off antara level produksi-konsumsi dengan kapasitas asimilasi ekosistem. Sesuai dengan konsep daya dukung (carrying capacity), peningkatan kualitas hidup hanya dapat dilakukan jika pola dan level produksi-konsumsi memiliki kesesuaian
dengan
kapasitas
lingkungan
biofisik
dan
sosial.
Strategi
perencanaan EIP sebagai bagian dari perencanaan pembangunan berkelanjutan membutuhkan
informasi
yang
tepat
tentang
pilihan-pilihan
penggunaan
sumberdaya, teknologi, pola konsumsi, perubahan struktur sistem, tingkat
87
kualitas hidup yang diharapkan serta status lingkungan yang menjamin berkurangnya tekanan ekologis oleh berbagai proses ekonomi. Dari sudut pandang lingkungan, suatu masyarakat hanya dapat berkelanjutan dalam jangka panjang bila semua aktivitas yang dilakukan dalam komunitas tersebut tidak menurunkan kualitas lingkungannya atau terlalu banyak menghabiskan sumber daya yang sudah terbatas jumlahnya. Perhatian terhadap lingkungan disini diarahkan pada usaha-usaha untuk proteksi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, menjamin ekosistem dan habitat yang sehat, serta usaha-usaha yang berhubungan dengan pengurangan polusi terhadap air, udara, dan daratan; menyediakan ruang hijau yang cukup, rekreasi, dan bagi penggunaan lain; melakukan manajemen ekosistem serta melindungi keanekaragaman hayati; dan lain-lain. Isu-isu
sosial
dalam
sustainable
community
meliputi keterlibatan
masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan, kesehatan, hak kekayaan,
community
building,
kerohanian,
penegakan
hukum
untuk
kepentingan lingkungan, dan lain-lain. Sustainable community sangat terkait dalam usaha-usaha untuk mengembangkan suatu EIP. Sebab, bagaimana pun keterlibatan masyarakat pada suatu wilayah tidak hanya terbatas pada masalah partisipasi mendukung aktivitas-aktivitas industri yang positif, tetapi pada umumnya masyarakat sekitar industri juga merupakan pekerja yang langsung terlibat dalam aktivitas industri tersebut. Bahkan dalam beberapa studi, menunjukan bahwa perkembangan industri-industri suatu wilayah mendorong terwujudnya suatu sustainable community (Djayadiningrat, 2001).
88
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan aspek legal ada sebelas kelurahan tidak memenuhi GSS Batanghari tidak bertanggul dan satu kelurahan tidak memenuhi GSS Batanghari bertanggul yang telah ditetapkan. Dari aspek ekologis, segmen 1 dan 4 memiliki nilai sinousitas yang sangat tinggi sedangkan segmen 2 dan 3 terkategori tinggi. Dari aspek biofisik, kualitas air Sungai Batanghari telah tercemar berat, untuk kualitas alami sungai yang tertinggi adalah Pulau Sijenjang dan Teluk Kenali, terendah adalah Pasar Jambi. Dari aspek sosial, fungsi Sungai Batanghari bagi masyarakat adalah sebagai transportasi dan tempat pembuangan sampah. Maka dalam rangka pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yang didasarkan pada aspek legal, ekologis dan biofisik ada tiga model pengembangan yaitu zona alami, zona semi alami dan zona multi fungsi. 2. Berdasarkan analisis stakeholders, terdapat sepuluh institusi sebagai subjects yaitu Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), Balai Pengelolaan DAS Batanghari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Prov. Jambi (BAPEDALDA), Balai Lingkungan Hidup Kota Jambi (BLH), PPM-DAS Unja, masyarakat sekitar sempadan sungai, industri crumb rubber dan saw mill, lima institusi sebagai key players yaitu Bappeda Kota Jambi, Dinas Tata Ruang Kota Jambi, PU Kota Jambi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jambi, tiga institusi sebagai context setters yaitu Bappeda Prov. Jambi, PU Prov. Jambi, dan Lembaga Adat Jambi, dan tiga institusi sebagai crowd yaitu Dinas Kehutanan Prov Jambi, Warsi dan Walhi. 3. Alternatif strategi dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah: a) peningkatan koordinasi antar stakeholders; b) pemberdayaan masyarakat;
c)
penyempurnaan
penegakan database
hukum
DAS;
e)
beserta revitalisasi
regulasinya; sungai;
serta
d) f)
pengembangan kawasan industri hijau. Alternatif strategi pengembangan yang merupakan prioritas utama adalah peningkatan koordinasi antar
stakeholders namun demikian berhubung bobot nilai antar alternatif strategi tidak berbeda jauh mengindikasikan bahwa semua alternatif tersebut penting dan saling terkait.
6.2 Saran 1. Dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city pemerintah setempat dapat membentuk wadah atau forum yang khusus dalam rangka pengembangan riverfront. Forum tersebut dapat diinisiasi oleh Walikota Jambi sementara perencanaan dan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh Bappeda Kota Jambi yang berkoordinasi dengan Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi. Dalam forum tersebut stakeholders yang terbentuk, perlu dibangun kesepakatan mengenai tingkat partisipasi masing-masing stakeholders pada setiap tahapan pengembangan sekaligus menentukan penanggung jawab kegiatannya. 2. Dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city pemerintah juga sebaiknya mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangannya, terutama masyarakat lokal yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari. Pemerintah
setempat
dapat
melakukan
program
pemberdayaan
masyarakat yang mengarah kepada pensinergian pembangunan yang bersifat bottom up dan top down. Hal ini dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Lembaga Adat Jambi, instansi, dan LSM yang terkait.
90
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, R. 2005. Mekanisme Perencanaan Partisipasi Stakeholders Taman nasional Gunung Rinjani. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anisa, L. 2009. Perencanaan Lanskap Riparian Sungai Martapura Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ansar, M. 2009. Peran dan Koordinasi Lembaga Lintas Sektoral dalam Konservasi Sumber Daya Air (Studi Kasus Gumbasa Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arikunto, S. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Asikin M. 2001. Stakeholders Participation in SME Policy Design and Implementation. ADB technical Assistance SME Development. Jakarta. Awandana. 2010. Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat. http://id.shvoong. com/social-sciences/1867898-konsepsi-pemberdayaan-masyarakat/. [20Januari 2011] Ayuputri, M. 2006. Perancangan Lanskap Waterfront Situ Babakan, Di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Basyuni, A. 2009. Koordinasi dan Hubungan Kerja. Makalah Disampaikan pada DIKLATPIM IV RRI. Jakarta. Binford, M.W., Buchenau, M.J. Riparian Greenways and Water Resources. dalam Smith, D.S. dan Hellmund, P.C. Ecology of Greenways: Design and Function of Linear Conservation Areas. University of Minnesota. P 69-104. Breen, A. dan D. Rigby. 1994. Waterfronts: City Reclaim Their Edge. McGrawHill. New York. Breen, A. dan D. Rigby. 1996. The New Waterfronts: The Worldwide Urban Success Story. McGraw-Hill. New York. Bryson, J.M. 2004. What To Do When Stakeholders Matter: Stakeholder Identification and Analysis Techniques. Public Management Review Vol 6 issue 1 2004: 21-53. [BAPPEDA Kota Jambi] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Jambi. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi 20102030, Bappeda Kota Jambi. Jambi.
91
[BLHD Kota Jambi] Balai Lingkungan Hidup Daerah Kota Jambi. 2010. Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Batanghari Kota Jambi Tahun 2010. Jambi. [BMG Kota Jambi] Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Jambi. 2003. Data Curah Hujan 5 Tahun Terakhir. Jambi. [BPDAS Batanghari] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Batanghari. 2009. Buku I: Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTK-RHL) SWP DAS Batanghari. Jambi.
[BPS Kota Jambi] Badan Pusat Statistik Kota Jambi. 2009. Kota Jambi dalam Angka. Jambi. [BWS Sumatera VI] Balai Wilayah Sungai Sumatera VI . 2009. Laporan Akhir Detail Desain Jambi Flood Control. Jambi. Carr, Stephen. 1992. Public Space. Cambridge University Press. Cambridge. Carswell,B. 1996. Apakah Rekayasa Ulang Itu? Mitos dan Kenyataan (Dalam Organisasi Abad 21). Dalam Bennis, W. dan M.Mische (Eds). PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Colfer, C.J.P., R. Prabhu, M. Günter, C. McDougall, N.M. Porro, dan R. Porro. 1999a. Siapa yang Perlu Dipertimbangkan? Menilai Kesejahteraan Manusia dalam Pengelolaan Hutan Lestari. Volume 8, Perangkat Kriteria dan Indikator. Center for International Forestry Research. Bogor. Colfer, C.J.P., M.A. Brocklesby, C. Diaw, P. Etuge, M. Günter, E. Harwell, C. McDougall, N.M. Porro, R. Porro, R. Prabhu, A. Salim, M.A. Sardjono, B. Tchikangwa, A.M. Tiani, R. Wadley, J. Woelfel, dan E. Wollenberg. 1999b. Panduan Pendamping Penilaian Dasar Kesejahteraan Manusia. Volume 6, Perangkat Kriteria dan Indikator. Center for International Forestry Research. Bogor. Djayadiningrat, S.T. 2001. Untuk Generasi Masa Depan: Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Aksara Buana. Jakarta. Dunn, W. 2003. Pengantar analisis kebijakan publik. Edisi kedua. Universitas Gadjah Mada, Anggota IKAPI. Yogyakarta. Dwidjowijoto RN.2006. Analisis Kebijakan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. [DTRP Kota Jambi] Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi. 2010. Rencana Detail Tata Ruang Kota Jambi 2010-2030. Jambi. Efendi, M. 2009. Analisis Status Mutu Air Dan Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Karang Mumus Kota Samarinda. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Eriyatno dan F. Sofyan. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian untuk Pasca Sarjana. IPB Press. Bogor.
92
Fachrudidin, M. 2004. Persepsi Masyarakat Sekitar Sungai Siak Dalam Menghadapi Pekanbaru Sebagai Waterfront City. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung. Fatah. 2009. Strategi Pengelolaan Kawasan Industri Menuju Eco Industrial Park (Studi Pada Kawasan Industri Cilegon Propinsi Banten). [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fitriani, H. 2004. Identifikasi Karakteristik Permukiman Pinggir Sungai Dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Sungai Di Kota Banjarmasin. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gomez, J. E. A. 2008. Waterfront Design Withaout Policy? The Actual Uses of Manila’s Baywalk. Cities: International Journal of Urban Policy and Planning Vol.24 No. 4, p. 86-106. Gospodini, A. 2001. Urban Waterfront Redevelopment in Greek Cities. Cities: International Journal of Urban Policy and Planning Vol.18 No. 5, p. 285295. Groenendijk, L. 2003. Planning and Management. ITC. Enschede, The Netherlands. Gray, D. dan A. Leiser. 1982. Biotehnical Slope Protection and Erosion Control. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Haryani, G. S. 2006. Seminar Nasional Limnologi tentang Pengelolaan Sumber Daya Perairan Darat secara Terpadu di Indonesia. Jakarta. Hamzah A. 1997. Penegakan Hukum Lingkungan. CV Sapta Artha Jaya. Jakarta. Idris, A. 2003. Tinjauan Kritis Peluang dan Tantangan Pengelolaan dengan Pendekatan Bioregion di Das Batanghari Makalah Disampaikan pada Lokakarya Konsultasi Publik Regional Sumatera Barat-Jambi. Jambi. Idris, A. 2006. Selamatkan DAS Batanghari. Buletin Balitbangda Provinsi Jambi. Jambi Igbal dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No.2, Juni 2007 : 167-182. Jepson, E. J. 2007. Sustainability and the Childe Thesis- What are the Efeects of Local Characteristics and Conditions on Sustainable Development Policy? Cities: Intenational Journal of Urban Policy and Planning Vol.26 No. 6, p. 434-445. Kodatie, R.J., dan R. Syarief. 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.
93
Laidley, J. 2007. The Ecosystem Approach and the Global Imperative on Toronto’s Central Waterfront. International Journal of Urban Policy and Planning Vol.24 No. 4, p. 259-272. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi; Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Mayers, J. 2005. Power Tools: The Four Rs. International Institute for Environment and Development. Muhammad. 2006. Pengelolaan Bersama Berbasis Masyarakat Dalam Penataan Dan Pengembangan Kawasan Sungai Siak sebagai Waterfront City. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mursalianto, A. 2002. Prinsip Perancangan Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Kota Sungai. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung. Nugroho, H. 2001. Menumbuhkan Ide-ide Kritis,. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Nurfaida. 2009. Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar Sebagai Waterfront City. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Parson,W. 1995. Public Policy: An Introduction To The Theory And Practice of Policy Analysis. Edward Elgar Publishing Co., London. Pribadi, M.R. 1999. Perencanaan Greenbelt Sepanjang Sungai (dengan Strategi Identifikasi Tebal Koridor Hijau dan Manajernen Tapak - Studi Kasus Sungai Hlookervart, Jakarta). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[PU] Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi. 2008. Laporan Antara: Pembinaan Teknis Penyusunan Detail Tata Ruang Kota Jambi. Tahun Anggaran 2008. Jambi. Race D., dan J. Millar. 2006. Training Manual: Social and Community Dimensions of ACIAR Project. Australian Center for International Agricultural Research – Institut for Land, Water, and Society of Charles Sturt University, Australia. Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT Teknik membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Reed, M.S. A. Graves, N. Dandy, H. Posthumus, K. Hubacek, J. Morris, C. Prell, C.H. Quinn, dan L.C. Stringer. 2009. Who’s in and why? A typology of Stakeholder Analysis Methods For Natural Resource Management. Journal of Environmental Management XXX (2009): 1 – 17 Reid, G. 1961. Ecology of Inland Water and Estuaries. Reinhold Book Corporation. New York. Rizal,
Y. 2005. Perancangan Waterfront Pekanbaru sebagai Kawasan Pengembangan Wisata Kota (Studi Kasus : Pelabuhan Pelindo dan Pelita
94
Pantai Sungai Siak). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung. Rustiadi, E., Saefulhakim S., dan Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Kompleks. (Terjemahan) Seri Manajemen No. 134. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Saerinen, R. dan Kumpulaeni, S. Assessing Social Impact in Urban Waterfront Regeneration. Environ. Impact Assess. Rev. 26: 120-135. Schiechtl, H.M., dan Stern, R. Water Bioengineering Techniques for Watercourse Bank and Shoreline Protection. 1997. Blackwell Science. Austria. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Susilawati, E. 2007. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi . [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syah, A. R. 1993. Prediksi Erosi di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai Batanghari Hulu Jambi. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Torre, L. A. 1989. Waterfront Development. Van Nostrand Reinhold. New York. Tsukio, Y. 1984. The Significanse of Contemporary Waterfont Development. Process Architecture, 52, pp10-15. Umar, F. 2006. Rencana Pengembangan Koridor Sungai Kapuas Sebagai Kawasan Interpretasi Wisata Budaya Kota Pontianak. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wijanarka. 2008. Desain Tepi Sungai: Belajar dari Kawasan Tepi Sungai Kahayan Palangkaraya.Penerbit Ombak. Yogyakarta. Wrenn, D. M. 1983. Urban Waterfront Development. ULI-The Urban Land Institute. Washington.
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1
Peta lokasi penelitian dan titik sinousitas tiap segmen
97
Lampiran 2 HASIL PEMERIKSAAN AIR SUNGAI BATANGHARI TAHUN 2010 LOKASI : DEKAT JEMBATAN AUR DURI / HULU POSISI : S (Lintang Selatan) : No.
PARAMETER
SATUAN
: 01°35'21,5"
Baku Mutu Air PP No. 82/2001 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
E (Bujur Timur) :103°36'02,6" Indeks Kualitas Air
Hasil Pemantauan Minimum Maksimum Rata-rata
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
0
Fisika 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
o
Suhu air TDS TSS
C mg/l mg/l
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
Deviasi 5 1000 400
Kimia pH Cyanide Nitrit Amonia DO Iron (Fe) Mangan Copper (Cu) Chrom Flour Zinc Nitrat BOD5 COD Fosfat (PO4) Sulfat Chloride Minyak & Lemak Fecal Coliform
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6,0-9,0 0,02 0,06 0,5 6 0,3 0,1 0,02 0,05 0,5 0,05 10 2 10 0,2 400 0,03 1000 100 1000
6,0-9,0 0,02 0,06 4 0,02 0,05 1,5 0,05 10 3 25 0,2 0,03 1000 1000 5000
6,0-9,0 0,02 0,06 3 0,02 0,05 1,5 0,05 20 6 50 1 0,03 1000 2000 10000
5,0-9,0 0 0,2 1 2 20 12 100 5 2000 10000
Total Coliform
Jlh/100ml Jlh/100ml
27,7
31
29,5
0
0
0
22,9
43,3
19,4
0
0
0
0
28
90
47,5
-1
-1
0
0
5,1
7,8
7
-2
-2
-2
0
0,006
0,017
0,008
0
0
0
0
0
0,01
0,005
0
0
0
0
0,1
1,82
0,6575
-8
0
0
0
4,9
7,6
6,35
-2
0
0
0
0,89
1,62
1,1675
-10
0
0
0
0
0,1
0,025
0
0
0
0
0
0,07
0,0175
-2
-2
-2
0
0
0,04
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,01
0,11
0,0425
-2
-2
-2
0
0
3,7
1,925
0
0
0
0
2
27
12,5
-8
-8
-8
-8
6
41
19
-8
-2
0
0
0,1
0,24
0,15
-2
-2
0
0
0
1
0,5225
0
0
0
0
0
5,1
2,05
-8
-8
-8
0
0
0
0
0
0
0
0
60
840
295
-12
0
0
0
3000
5000
4075
-15
0
0
0
-27
-22
-8
Indeks Kualitas Air -80 Keterangan : Parameter yang melebihi baku mutu adalah Amonia, Besi (Fe), BOD5, COD, Chloride, Fecal Coliform dan Total Coliform 98
Lampiran 3 HASIL PEMERIKSAAN AIR SUNGAI BATANGAHARI TAHUN 2010 LOKASI : Kel.Sijenjang Jembatan Batanghari II /Hilir POSISI : S (Lintang Selatan) : 01 o 33'25,9" No.
PARAMETER
SATUAN
Baku Mutu Air PP No. 82/2001 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
E (Bujur Timur) :103°36'02,6" Indeks Kualitas Air
Hasil Pemantauan Minimum Maksimum Rata-rata
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
0
Fisika 1 2 3
Suhu air TDS TSS
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kimia pH Cyanide Nitrit Amonia DO Iron (Fe) Mangan Copper (Cu) Chrom Flour Zinc Nitrat BOD5 COD Fosfat (PO4) Sulfat Chloride Minyak & Lemak Fecal Coliform
o
C mg/l mg/l
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
Deviasi 5 1000 400
27,7
31,1
29,525
0
0
0
22,9
43,3
30,3
0
0
0
0
29
90
47,75
-1
-1
0
0
-
6,0-9,0 0,02 0,06 4 0,02 0,05 1,5 0,05 10 3 25 0,2 0,03 1000
6,0-9,0 0,02 0,06 3 0,02 0,05 1,5 0,05 20 6 50 1 0,03 1000
5,0-9,0 0 0,2 1 2 20 12 100 5 -
5,1
8,1
7,075
-2
-2
-2
0
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6,0-9,0 0,02 0,06 0,5 6 0,3 0,1 0,02 0,05 0,5 0,05 10 2 10 0,2 400 0,03 1000
0,006
0,02
0,013
0
0
0
0
0
0,01
0,005
0
0
0
0
0,1
1,82
0,6575
-8
0
0
0
Jlh/100ml Jlh/100ml
100 1000
1000 5000
2000 10000
2000 10000
4,9
7,6
6,325
-2
0
0
0
0,89
1,62
1,095
-10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,07
0,0225
-8
-8
-8
0
0
0,01
0,0025
0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0,01
0,03
0,0175
0
0
0
0
0
5,9
2,475
0
0
0
0
8
27
14
-10
-10
-10
-10
12
41
21
-10
-2
0
0
0,1
0,24
0,145
-2
-2
0
0
0
1
0,2725
0
0
0
0
0
5,1
2,05
-8
-8
-8
0
0
0
0
0
0
0
0
60
840
290
-12
0
0
0
3000
5500
4325
-15
-6
0
0
Indeks Kualitas Air -88 Keterangan : Parameter yang melebihi baku mutu adalah Amonia,Besi (Fe), BOD5, COD, Chloride, Fecal Coliform dan Total Coliform
-39
-28
-10
99
Total Coliform
Lampiran 4 Keterkaitan analisis SWOT dan AHP No. 1
2
Program Pengembangan
Strategi Pengembangan
Zona Alami a. Penataan kawasan lebih alami dengan live stake bioengineering dan vegetasi sebagai hutan kota
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Penyempurnaan database DAS
b. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Penegakan hukum beserta regulasinya
c. Pemukiman yang berkonsep zero waste
Pemberdayaan masyarakat
d. Pengembangan ekowisata
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Pemberdayaan masyarakat Revitalisasi sungai
Zona Semi Alami a. Penataan kawasan lebih alami sebagai daerah konservasi dengan live cribb atau gabion wall bioengineering dan vegetasi sebagai taman kota
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Penyempurnaan database DAS
b. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Penegakan hukum beserta regulasinya
c. Pemukiman yang berkonsep zero waste
Pemberdayaan masyarakat
d. Relokasi industri (sawmill dan crumbrubber)
Pengembangan kawasan industri hijau
100
Lanjutan Lampiran 4 Keterkaitan analisis SWOT dan AHP No. 2
Program Pengembangan Zona Semi Alami e. Pengembangan wisata (budaya, religi dan budi daya ikan sungai)
3
Strategi Pengembangan
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Pemberdayaan masyarakat Revitalisasi sungai
Zona Multi-fungsi a. Penataan kawasan agar lebih alami dengan penambahan vegetasi di antara bangunan
Peningkatan koordinasi antar stakeholders Penyempurnaan database DAS
b. Pengendalian dan penertiban terhadap bangunan yang tidak sesuai dengan RTRW
Penegakan hukum beserta regulasinya
c. Penataan bangunan sepanjang kawasan agar berorientasi ke arah sungai dan lebih ekologis
Penegakan hukum beserta regulasinya
d. Pemukiman dan bangunan komersil yang berkonsep zero waste
Penegakan hukum beserta regulasinya
101
Zona Alami
Tanjung Johor
Teluk Kenali Penyengat Rendah
102
Zona Semi Alami
Kecamatan Pelayangan
Kecamatan Danau Teluk
Buluran Kenali
Legok
103
Zona Multi Fungsi
Pasar Jambi dan Kasang
104
105
Lanjutan Lampiran 5 B. Penghitungan Elemen Matrik Pendapat Gabungan I. ASPEK No.
Aspek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A1-A2 A1-A3 A1-A4 A1-A5 A2-A3 A2-A4 A2-A5 A3-A4 A3-A5 A4-A5
PENDAPAT GABUNGAN Rata-Rata Geometri 15.552,0000000 1,620 3.072,0000000 1,494 345.600,0000000 1,892 24.192.000,0000000 2,340 8,0000000 1,110 202,5000000 1,304 1.632.960,0000000 2,045 3,6000000 1,066 48.000,0000000 1,714 34.560,0000000 1,686
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 2 1 2 2 1 1 2 1 2 2
PENDAPAT GABUNGAN Rata-Rata Geometri 0,44444444444444 1,0 0,00000000446531 0,4 0,00000001695421 0,4
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1 1/2 1/2
PENDAPAT GABUNGAN Rata-Rata Geometri 1,50000 1,0 2,66667 1,1 128,00000 1,3
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1 1 1
I1 x I2x…x I20
II. KRITERIA/SASARAN A. EKOLOGI No.
Sasaran
1 2 3
B1-B2 B1-B3 B2-B3
I1 x I2x…x I20
B. SOSIAL BUDAYA No.
Sasaran
1 2 3
B4-B5 B4-B6 B5-B6
I1 x I2x…x I20
C. EKONOMI No.
Sasaran
1
B7-B8
PENDAPAT GABUNGAN Rata-Rata Geometri 6.998.400.000,00000 3,1
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 3
PENDAPAT GABUNGAN Rata-Rata Geometri 43200 1,7 349525,3333 1,9 96 1,3
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 2 2 1
I1 x I2x…x I20
D. KELEMBAGAAN No.
Sasaran
1 2 3
B9-B10 B9-B10 B10-B11
I1 x I2x…x I20
E. TEKNOLOGI No.
Sasaran
1
B12-B13
112
I1 x I2x…x I23
PENDAPAT GABUNGAN Rata-Rata Geometri 0,25313 0,9
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1
Lanjutan III. ALTERNATIF KEBIJAKAN a Meningkatnya kualitas dan daya dukung sungai PENDAPAT GABUNGAN Alternatif No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 165.888,00000 1,8 2 C1-C3 7.200,00000 1,6 3 C1-C4 104.857,60000 1,8 4 C1-C5 1.152.000,00000 2,0 5 C1-C6 291.600.000,00000 2,6 6 C2-C3 0,08333 0,9 7 C2-C4 1,38889 1,0 8 C2-C5 34.992,00000 1,7 9 C2-C6 29.859.840,00000 2,4 10 C3-C4 23,70370 1,2 11 C3-C5 279.936,00000 1,9 12 C3-C6 1.399.680,00000 2,0 13 C4-C5 221.184,00000 1,9 14 C4-C6 1.728.000,00000 2,1 15 C5-C6 9.720,00000 1,6
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 2 2 2 2 3 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
b. Menurunnya konsentrasi pencemar Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 10.368,0000000 1,6 2 C1-C3 35,5555556 1,2 3 C1-C4 172,8000000 1,3 4 C1-C5 116.640,0000000 1,8 5 C1-C6 155.520,0000000 1,8 6 C2-C3 0,0658436 0,9 7 C2-C4 80,0000000 1,2 8 C2-C5 46.656,0000000 1,7 9 C2-C6 58.320,0000000 1,7 10 C3-C4 28,4444444 1,2 11 C3-C5 55.987,2000000 1,7 12 C3-C6 103.680,0000000 1,8 13 C4-C5 87.480,0000000 1,8 14 C4-C6 368.640,0000000 1,9 15 C5-C6 8,0000000 1,1
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1
c. Tersusunnya RTRW berwawasan lingkungan PENDAPAT GABUNGAN Alternatif No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,0000000008 0,4 2 C1-C3 0,0000010717 0,5 3 C1-C4 0,0000014468 0,5 4 C1-C5 0,0015432099 0,7 5 C1-C6 10,0000000000 1,1 6 C2-C3 10.240,0000000000 1,6 7 C2-C4 51.840,0000000000 1,7 8 C2-C5 884.736,0000000000 2,0 9 C2-C6 268.738.560,0000000000 2,6 10 C3-C4 16,0000000000 1,1 11 C3-C5 167.961,6000000000 1,8 12 C3-C6 1.492.992,0000000000 2,0 13 C4-C5 196.608,0000000000 1,8 14 C4-C6 3.317.760,0000000000 2,1 15 C5-C6 0,3750000000 1,0
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/2 1/2 1/2 1 2 2 2 3 1 2 2 2 2 1
Lanjutan d. Terpeliharanya budaya lokal PENDAPAT GABUNGAN Alternatif No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,000123457 0,6 2 C1-C3 0,000000004 0,4 3 C1-C4 0,000000508 0,5 4 C1-C5 4.320,000000000 1,5 5 C1-C6 1.555,200000000 1,4 6 C2-C3 0,000002261 0,5 7 C2-C4 0,333333333 0,9 8 C2-C5 14.929.920,000000000 2,3 9 C2-C6 125.971.200,000000000 2,5 10 C3-C4 46.656,000000000 1,7 11 C3-C5 466.560.000,000000000 2,7 12 C3-C6 99.532.800,000000000 2,5 13 C4-C5 88.473.600,000000000 2,5 14 C4-C6 236.196.000,000000000 2,6 15 C5-C6 6,750000000 1,1
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/3 1/2 1 1 1/2 1 2 2 2 3 2 2 3 1
e. Terciptanya lapangan kerja Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00012 0,6 2 C1-C3 0,00000 0,5 3 C1-C4 0,00412 0,8 4 C1-C5 162,00000 1,3 5 C1-C6 0,06944 0,9 6 C2-C3 0,00488 0,8 7 C2-C4 13,33333 1,1 8 C2-C5 236.196,00000 1,9 9 C2-C6 124.416,00000 1,8 10 C3-C4 466.560,00000 1,9 11 C3-C5 10.077.696,00000 2,2 12 C3-C6 583.200,00000 1,9 13 C4-C5 34.560,00000 1,7 14 C4-C6 720,00000 1,4 15 C5-C6 0,00439 0,8
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1
f. Terjadinya perubahan perilaku masyarakat Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00003086 0,6 2 C1-C3 0,00000000 0,4 3 C1-C4 0,00000006 0,4 4 C1-C5 1.728,00000000 1,5 5 C1-C6 777,60000000 1,4 6 C2-C3 0,00000603 0,5 7 C2-C4 1,33333333 1,0 8 C2-C5 14.929.920,00000000 2,3 9 C2-C6 47.239.200,00000000 2,4 10 C3-C4 17.496,00000000 1,6 11 C3-C5 7.464.960.000,00000000 3,1 12 C3-C6 179.159.040,00000000 2,6 13 C4-C5 88.473.600,00000000 2,5 14 C4-C6 314.928.000,00000000 2,7 15 C5-C6 13,50000000 1,1 114
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/3 1/3 1 1 1/2 1 2 2 2 4 3 2 3 1
Lanjutan g. Meningkatnya pendapatan masyarakat PENDAPAT GABUNGAN Alternatif No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00937500000 0,8 2 C1-C3 0,00000000198 0,4 3 C1-C4 0,25000000000 0,9 4 C1-C5 768,00000000000 1,4 5 C1-C6 18,00000000000 1,2 6 C2-C3 0,00000008372 0,4 7 C2-C4 512,00000000000 1,4 8 C2-C5 5.038.848,00000000000 2,2 9 C2-C6 552.960,00000000000 1,9 10 C3-C4 497.664.000,00000000000 2,7 11 C3-C5 7.558.272.000,00000000000 3,1 12 C3-C6 9.674.588.160,00000000000 3,2 13 C4-C5 98.304,00000000000 1,8 14 C4-C6 202,50000000000 1,3 15 C5-C6 0,00008138021 0,6
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1 1/2 1 1 1 1/3 1 2 2 3 3 3 2 1 1/2
h. Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00000012860 0,5 2 C1-C3 0,00000000007 0,3 3 C1-C4 0,00000602816 0,5 4 C1-C5 72,00000000000 1,2 5 C1-C6 0,00130208333 0,7 6 C2-C3 0,02083333333 0,8 7 C2-C4 73.728,00000000000 1,8 8 C2-C5 995.328,00000000000 2,0 9 C2-C6 25.920,00000000000 1,7 10 C3-C4 1.572.864,00000000000 2,0 11 C3-C5 4.081.466.880,00000000000 3,0 12 C3-C6 44.789.760,00000000000 2,4 13 C4-C5 18.874.368,00000000000 2,3 14 C4-C6 2,10937500000 1,0 15 C5-C6 0,00007233796 0,6
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/3 1/2 1 1/2 1 2 2 2 2 3 2 2 1 1/2
i. Terwujudnya sinkronisasi program antar stakeholders Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,000000000030 0,3 2 C1-C3 0,000004286694 0,5 3 C1-C4 0,000150704090 0,6 4 C1-C5 0,263374485597 0,9 5 C1-C6 432,000000000000 1,4 6 C2-C3 9.331.200,000000000000 2,2 7 C2-C4 1.843.200,000000000000 2,1 8 C2-C5 1.451.188.224,000000000000 2,9 9 C2-C6 2.149.908.480,000000000000 2,9 10 C3-C4 0,000101610527 0,6 11 C3-C5 864,000000000000 1,4 12 C3-C6 5.832,000000000000 1,5 13 C4-C5 995.328,000000000000 2,0 14 C4-C6 90.699.264,000000000000 2,5 15 C5-C6 576,000000000000 1,4 115
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/3 1/2 1/2 1 1 2 2 3 3 1/2 1 1 2 2 1
Lanjutan j. Terwujudnya kepastian hukum beserta regulasinya PENDAPAT GABUNGAN Alternatif No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00000007144 0,4 2 C1-C3 0,00000011907 0,5 3 C1-C4 0,00000000141 0,4 4 C1-C5 27,00000000000 1,2 5 C1-C6 81,00000000000 1,2 6 C2-C3 512,00000000000 1,4 7 C2-C4 0,16666666667 0,9 8 C2-C5 1.327.104,00000000000 2,0 9 C2-C6 1.889.568,00000000000 2,1 10 C3-C4 0,00102880658 0,7 11 C3-C5 71.663.616,00000000000 2,5 12 C3-C6 169.869.312,00000000000 2,6 13 C4-C5 143.327.232,00000000000 2,6 14 C4-C6 1.451.188.224,00000000000 2,9 15 C5-C6 32,00000000000 1,2 k. Terwujudnya peningkatan kapasitas institusi pengelola DAS Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00000000005 0,3 2 C1-C3 0,00000401878 0,5 3 C1-C4 0,00000007144 0,4 4 C1-C5 0,00000370370 0,5 5 C1-C6 10,66666666667 1,1 6 C2-C3 4.478.976,00000000000 2,2 7 C2-C4 995.328,00000000000 2,0 8 C2-C5 1.296,00000000000 1,4 9 C2-C6 2.239.488,00000000000 2,1 10 C3-C4 0,00016276042 0,6 11 C3-C5 0,00000321502 0,5 12 C3-C6 4.608,00000000000 1,5 13 C4-C5 0,02636718750 0,8 14 C4-C6 839.808,00000000000 2,0 15 C5-C6 5.038.848,00000000000 2,2 l. Meningkatnya informasi teknologi pengelolaan sungai Alternatif PENDAPAT GABUNGAN No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,000000000698 0,3 2 C1-C3 0,000128600823 0,6 3 C1-C4 0,000048225309 0,6 4 C1-C5 0,000000000851 0,4 5 C1-C6 0,000771604938 0,7 6 C2-C3 20.736,000000000000 1,6 7 C2-C4 20.736,000000000000 1,6 8 C2-C5 0,010416666667 0,8 9 C2-C6 10.368,000000000000 1,6 10 C3-C4 1.024,000000000000 1,4 11 C3-C5 0,000000452112 0,5 12 C3-C6 4,500000000000 1,1 13 C4-C5 0,000002679184 0,5 14 C4-C6 18,000000000000 1,2 15 C5-C6 559.872,000000000000 1,9 116
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/2 1/2 1 1 1 1 2 2 1 2 3 3 3 1
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/3 1/2 1/2 1/2 1 2 2 1 2 1/2 1/2 1 1 2 2 154
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/3 1/2 1/2 1/3 1/2 2 2 1 2 1 1/2 1 1/2 1 2
Lanjutan m. Penggunaan teknologi ramah lingkungan PENDAPAT GABUNGAN Alternatif No. Kebijakan I1 x I2x…x I20 Rata-Rata Geometri 1 C1-C2 0,00000017147 0,5 2 C1-C3 0,00000032150 0,5 3 C1-C4 0,00154320988 0,7 4 C1-C5 0,01234567901 0,8 5 C1-C6 0,00000005023 0,4 6 C2-C3 96,00000000000 1,3 7 C2-C4 55.296,00000000000 1,7 8 C2-C5 768,00000000000 1,4 9 C2-C6 0,02083333333 0,8 10 C3-C4 6.912,00000000000 1,6 11 C3-C5 16,00000000000 1,1 12 C3-C6 0,00925925926 0,8 13 C4-C5 0,25000000000 0,9 14 C4-C6 0,00000602816 0,5 15 C5-C6 0,00173611111 0,7
117
Bobot Elemen (Hasil Pembulatan) 1/2 1/2 1/2 1 1/3 1 2 1 1 2 1 1 1 1/2 1/2