STRATEGI KOMUNIKASI POLISI LALU LINTAS POLRES GORONTALO KOTA (Studi Deskriptif Pada Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota)
JURNAL
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Oleh : SITI RAHMIYATI R. AHMAD Nim : 291 410 054
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2015
ABSTRAK SITI RAHMIYATI R AHMAD. 2015STRATEGI KOMUNIKASI POLISI LALU LINTASPOLRES GORONTALO KOTA. Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi, FakultasIlmu Sosial, UniversitasNegeriGorontalo. Pembimbing I, Sumarjo, Pembimbing II, Zulaeha Laisa. Tujuan penelitian untuk mengetahui; (1) untuk mengetahui strategi komunikasi yang dilakukan Polisi Lalu Lintas Gorontalo Kota; (2) untuk mengetahui citra Polisi Lalu Lintas Gorontalo Kota di mata masyarakat Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dengan tujuan untuk memberikan gambaran nyata, dan penjelasan dengan dianalisis deskriptif, tentang strategi komunikasi Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota secara sistematis dan faktual. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan aparat kepolisian dan masyarakat, observasi tentang program pencitraan yang dilaksanakan Polres Gorontalo Kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Strategi komunikasi yang dilakukan Satlantas Polres Gorontalo Kota dalam membentuk citra positif di masyarakat yaitu dengan menggalakkan sosialisasi undang-undang, polisi sahabat anak, police go to school, pembagian bunga, brosur dan pelayanan dengan prinsip 3S (senyum, salam, sapa).; (2) sikap mengutamakan pembinaan terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran ketimbang penindakan berupa tilang juga bisa menjadi strategi efektif untuk membentuk citra kepolisian.; (3) harapan masyarakat dalam membangun citra polisi agar menjunjung tingggi sikap profesionalisme dalam menjalankan tugas serta polisi diharapkan bersikap humanis dan menjadi contoh teladan bagi masyarakat dalam berlalu lintas. Kata Kunci : StrategiKomunikasi, Polisi Lalu Lintas, Citra
STRATEGI KOMUNIKASI POLISI LALU LINTAS POLRES GORONTALO KOTA (Studi Deskriptif Pada Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota) 1 1
Siti Rahmiyati R. Ahmad, 2Sumarjo, 3Zulaeha Laisa 2
Mahasiswa Prodi Komunikasi, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo 1 2 3 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
PENDAHULUAN Sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan jalan raya. Tugas kepolisian dalam melayani masyarakat, khususnya dalam hal berlalu lintas semakin berat. Sesuai dengan pasal 12 UU No. 22 tahun 2009, tugas dan fungsi Polri bagi Satuan Lalu Lintas meliputi 9 hal, antara lain; (1) Pengujian dan Penerbitan SIM kendaraan bermotor; (2) Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; (3) Pengumpulan, pemantauan, pengolahan dan penyajian data lalu lintas dan jalan raya; (4) Pengelolaan pusat pengendalian sistem infomasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan; (5) Pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas; (6) Penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan kecelakaan lalu lintas; (7) Pendidikan berlalu lintas; (8) Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas; (9) Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas. Dalam menjalankan tugasnya itu, polisi harus siap berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sejauh ini meski usaha dan kerja polisi sudah diupayakan semaksimal mungkin namun citra polisi dimata masyarakat belum dapat dikatakan baik akibat ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.Tugas dan tanggungjawab polisi lalu lintas yang berhubungan langsung dengan masyarakat inilah yang tidak jarang memberi peluangbagi perilaku polisi lalu lintas baik yang disengaja maupun tidak, yang dampaknya bisa merusak citra polisi sendiri.Meskipun hanya segelintir oknum yang melakukannya tetapi karena polisi tersebut mengenakan memanfaatkan atribut polantas di jalan dan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan aturan sehingga citra lembaga juga ikut tercoreng. Pada umumnya apa yang digambarkan tersebut masih terjadi saat ini, dan ini juga yang menjadi salah satu faktor yang bisa mempengaruhi citra polisi lalu lintas di masyarakat, diantaranya sering dijumpai penegakan hukum di jalan yang terkesan tebang pilih. Misalnya saat polisi melakukan operasi di jalan pada masyarakat yang administrasinya tidak lengkap. Jika yang terjaring merupakan masyarakat yang memiliki kedekatan secara emosional, baik kerabat, teman atau kenalan, terkadang justru tidak ditindaki.Begitu juga saat melayani pengurusan STNK atau SIM ada beberapa dari masyarakat yang kadang dipercepat pengurusannya. Sehingganya ini dapat berdampak lahirnya kecemburuan sosial pada masyarakat lain, dari sinilah akan muncul opini yang bisa merusak citra polisi lalu lintas di masyarakat. Berdasarkan penelusuran penulis, kondisi seperti masih sering terjadi di jalan. Strategi yang terencana dengan baik, yaitu mampu menyusun dan mengatur lembaga atau organisasi. Sehingga akan menghasilkan tujuan yang
diinginkan oleh lembaga atau organisasi tersebut. Begitu pula dengan lembaga kepolisian yang mampu membentuk strategi yang baik untuk menjaga citranya di masyarakat. Karena peranan penegak hukum dalam suatu negara sangat menentukan baik buruknya proses hukum di negara ini sehingga harus dianggap serius oleh aparat penegak hukum lalu lintas, karena sebaik apapun aturan hukum yang diberlakukan jika kualitas penegak hukumnya kurang baik maka akan menghambat tugas penegak hukum itu sendiri. Rumusan masalah antara lain: Bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan Polisi Lalu Lintas Gorontalo Kota dan Bagaimana citra Polisi Lalu Lintas Gorontalo Kota di mata masyarakat. Landasan Teori Kata strategi berasal dari bahasa yunani klasik yaitu “stratos” yang artinya tentara dan kata “agein” yang berati memimpin. Dengan demikian, strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara, lalu muncul kata strategos yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas.Jadi, strategi adalah konsep militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jendral (The Art of General), atau suatu rancangan yang terbaik memenangkan peperangan. Dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan, yakni “ Tidak ada sesuatu yang berarti dari segalanya kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh musuh, sebelum mereka mengerjakannya” (Cangara, 2013). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online), strategi berarti “rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”. Lebih lanjut, Karl von Clausewits seorang pensiunan jendral Rusia merumuskan strategi ialah “suatu seni menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan perang”. Marthin Anderson juga merumuskan “strategi adalah seni dimana melibatkan kemampuan intelegensi/pikiran untuk membawa sumber daya yang tersedia dalam mencapai tujuan dengan memperoleh keuntungan yang maksimal dan efisien” (Cangara, 2013:61). Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang artinya membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata communico yang artinya membagi (Cangara,2013:33). Selanjutnya, Lauwrence D. Kincaid (dalam Cangara, 2013:33) menyatakan “komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnaya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan yang pada akhirnya akan menimbulkan saling pengertian yang mendalam. Dalam menangangi masalah komunikasi, Polisi Lalu Lintas dihadapkan pada sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya dengan strategi penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Rogers (Cangara,2013:61) memberi batasan pengertian strategi komunikasi sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Seorang pakar perencana komunikasi Middleton (Cangara, 2013:61) membuat definisi dengan
menyatakan “ strategi komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal”. Teori citra dijelaskan Frank Jefkins (dalam Ardianto, 2008:137-138) yang membedakan beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat (public relations) yaitu: (1) citra bayangan (mirror image), bahwa citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan, terutama para pimpinannya yang tidak percaya “apa dan bagaimana” kesan orang luar terhadap perusahaan yang dipimpinnya itu, tidak selamanya selalu dalam posisi baik; (2) citra kini (current image), kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan/organisasi, atau hal lain yang berkaitan dengan produknya; (3) citra yang diinginkan (wish image), adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga/perusahaan, supaya produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan, dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum; (4) citra perusahaan (corporate image), adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana citra perusahaan (corporate image) yang positif lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing, dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial (social care) dan sebagainya; (5) citra serbaneka (multiple image), merupakan pelengkap dari citra perusahaan diatas, misalnya bagaimana pihak Humas/PR-nya akan menampilkan pengenalan (awareness) terhadap identitas, atribut logo, brand’s name, seragam (unni-form) para front liner, sosok gedung, dekorasi lobby, dan penampilan para profesionalnya, kemudian diunifikasikan atau diidentikan ke dalam suatu citra serbaneka (multiple image) yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan (corporate image); (6) citra penampilan (performance image), lebih ditujukan kepada subyeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para professional pada perusahaan bersangkutan, misalnya dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya, bagaimana pelaksanaan etika menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya, yang serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik. Citra Polisi Lalu Lintas. Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) memberi makna kata “citra” sebagai, “gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk”. dikaitkan dengan “politik”, maka “citra politik” diartikan sebagai gambaran diri yang ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat. Gambaran diri seorang tokoh masyarakat sebagai esensi dari citra, dapat berwujud; kinerja, keteladanan, kedisiplinan, kejujuran, ketegasan dan bahkan tersangkut kualitas ketaqwaannya. Essensi inilah yang menjadi pijakan membangun Citra Polri dari kondisinya saat ini. Pembentukan citra itu pun tidak perlu menunggu datangnya karya-karya besar atau kesempatan-kesempatan besar, melainkan berbagai macam permasalahn kecil dan sederhana. Membangun citra yang paling efektif adalah dari bawah, mulai dari akar-akarnya yang kadang tampak sepele dimata polisi. Di Indonesia konsep polisi yang humanis mulai disosialisasikan di Mabes Polri.
Aparat polisi lalu lintas sebagai etalase Polri dijadikan contoh penjabaran konsep paradigma baru Polri. Diharapkan melalui keberadaan aparat polisi lalu lintas (polantas) citra simpati Polri terbangun. Pada dasarnya polisi dan masyarakat adalah dua kelompok yang saling ketergantungan, karena ada saat-saat polisi lalu lintas butuh peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban berlalu lintas. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2002 Tentang Peran Serta Masyarakat (Agsya, 2009:118). METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti mengunakan metode penelitian kualitatif dengan penyajian analisis deskriptif. Penelitian ini berusaha untuk mengumpulkan, menyusun dan menginterpretasikan data yang ada dan menganalisa objek yang diteliti dengan merujuk pada prosedur-prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif. Jadi peneliti menyajikan data dalam bentuk pernyataan atau kalimat secara sitematis untuk menjelaskan substansi permasalahan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana strategi komunikasi yang digunakan Polisi Lalu Lintas Gorontalo Kota dalam upaya meningkatkan citranya dan bagaiamana pandangan masyarakat terkait citra Polisi Lalu Lintas Gorontalo Kota. Kehadiran peneliti disini sebagai pengamat penuh dan kehadiran peneliti juga diketahui statusnya oleh objek. Peneliti merupakan instrumen kunci untuk memperoleh data saat dilaksanakan penelitian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik tidaknya suatu penelitian tergantung dari kesiapan peneliti sebagai instrumen kunci tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo dan Masyarakat umum yang menjadi pengguna jalan. Alasan penulis memilih ini sebagai subjek penelitian adalah karena mereka berhubungan langsung dengan pelaksanaan kegiatan Polisi Lalu Lintas di jalan raya. Objek dalam penelitian ini adalah bagaiman strategi komunikasi yang digunakan Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota dalam upaya menjaga citranya. Serta bagaimana tanggapan masyarakat umum terkait citra Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota. Alasan peneliti menjadikan sebagai objek penelitian untuk melihat bagaimana strategi komunikasi dan citra Polisi Lalu Lintas di Masyarakat. Prosedur atau metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Studi Kepustakaan dan Studi Lapangan.Studi Kepustakaan yaitu Studi ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder, yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Maksud dari studi ini adalah untuk memperoleh data teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pelaksanaan studi ini adalah dengan membaca buku literatur berkaitan dengan masalah yang diteliti dan Studi Lapangan yaitu Studi ini digunakan untuk memperoleh data primer dari informan sebagaimana yang penulis sebutkan dalam subyek penelitian. Adapun cara untuk memperoleh data berdasarkan studi ini antara lain:Wawancara dapat melakukan face-to-face interview (wawancara
berhadap-hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam focus group interview (interview dalam kelompok tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan kelompok. Wawancarawawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstrukrtur (unstructured) dan bersifat terbuka (open-ended) yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan (dalam Creswell, 2010:267). Pada penelitian ini pengumpulan data melalui wawancara dimaksudkan untuk mengambil data berupa stretegi yang dilakukan Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota dalam menjaga citra di masyarakat dan bagaimana pandangan masyarakat terkait citra kepolisian tersebut. Wawancara ini dilakukan kepada informan yang dinilai berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan dalam observasi. Dokumentasi merupakan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis menyajikan bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang didapat selama melakukan penelitian berupa data-data seperti hasil wawancara, gambar atau foto yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis data melibatkan pengumpulan data yang terbuka, yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan umum, dan analisis informasi dari para partisipan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini, peneliti membahas tentang bagaimana menjaga citra polisi lalu lintas dikalangan masyarakat. Peneliti mencoba menganilisis data yang didapatkan di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian di atas tergambarkan bahwa citra negatif polisi lalulintas di masyarakat seringkali terjadi seringkali disebabkan karena terdapat mis-komunikasi antara instansi kepolisian sebagai pengayom dengan masyarakat sebagai yang diayomi. Sehingganya sangat memerlukan strategi dalam rangkah merubah pandangan masyarakat tersebut. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik maka pelayanan akan lebih profesional dan maksimal di masa mendatang. Apa yang dilakukan Polisi Lalu Lintas Polres Gorontalo Kota dalam upaya membentuk citra positif di mata masyarakat sudah cukup baik berdasarkan data di lapangan. Beberapa diantaranya dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik yang berusia dewasa yang lebih mudah memahami masalah hukum, hingga sosialisasi dengan masyarakat sejak usia dini yakni dengan cara melakukan program sosialisasi lalu lintas di sekolah-sekolah. Bahkan, demi menampakkan sikap terbuka serta membentuk citra humanis, pihak kepolisian lalu lintas di beberapa kesempatan melakukan operasi simpatik dengan membagikan bunga kepada pengguna jalan raya. Bunga ini melambangkan kelembutan, dengan
memberikan bunga ini diharapkan dapat menepis pandangan masyarakat bahwa polisi merupakan sosok menakutkan. Diantara strategi komunikasi yang dilakukan Polres Gorontalo Kota adalah dengan mengutamakan pelayanan, oknum polisi selalu mengarahkan masyarakat dengan sikap sopan. Begitu juga saat bertugas di lapangan maupun di kantorsetiap anggota kepolisian di satuan lalu lintas diminta untuk menerapkan slogan 3S “ Senyum, Salam, Sapa”. Pada dasarnya mendahulukan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan secara prima merupakan tugas pokok bagi instansi kepolisian. Hal ini tercermin pada saat memasuki instansi dinas kepolisian terpampang jelas slogan “Kami Siap Melayani Anda”, ini membuktikan bahwa kepolisian sangat mementingkan dan mengedepankan pelayanan masyarakat. Aparat berkewajiban melayani dan masyarakat berhak menerima pelayanan dengan baik. Bahkan dalam melakukan penindakan pelanggaran polisi diminta untuk bersikap seadil-adilnya, serta tidak pandang bulu dalam menertibkan pelanggaran. Namun untuk pelanggaran tertentu sebagai wujud komunikasi dengan masyarakat, tidak jarang Satlantas Polres Gorontalo Kota lebih mengedepankan pembinaan karena hal itu dipandang memiliki manfaat yang lebih besar. Upaya mengedepankan pembinaan tanpa langsung melalui proses penerapan sanksi, dalam pandangan peneliti merupakan salah satu strategi komunikasi yang cukup efektif. Sebab dengan mengutamakan pembinaan akan lebih menyentuh hati dan kesadaran masyarakat ketimbang dengan mendahulukan penerapan sanksi. Namun yang perlu diperhatikan adalah upaya mendahulukan pembinaan ini hendaknya diterapkan kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran karena sebab-sebab tertentu dengan alasan kuat, misalnya: lupa membawa SIM dan STNK karena terburu-buru dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pengendara yang sering melakukan pelanggaran sebaiknya diberikan sanksi agar jera. Meski demikian berdasarkan data di lapangan tidak bisa ditampik bahwa terkadang dalam melaksanakan tugas aparat kepolisian juga mengunakan hati. Sikap emosial seringkali menyertai petugas kepolisian khususnya polisi lalu lintas saat bertugas terjun ke lapangan. Hal ini disebabkan karena seringkali dalam melakukan penindakan pelanggaran, Polisi tidak jarang berhadapan dengan masalah yang secara langsung maupun tidak langsung melibatkan perasaan emosi, sehingga penindakan pelanggaran seringkali tidak maksimal. Masih sering dijumpainya oknum polisi yang tidak berlaku jujur dalam menjalankan tugas, ini yang secara tidak langsung merusak citra polisi pada masyarakat. Meski tidak semua kesalahan harus dinisbatkan kepada kepolisian, padahal jika masyarakat memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi maka dengan sendirinya pelanggaran hukum agar dengan sendirinya teratasi. Logikanya dengan berkurangnya pelanggaran hukum maka secara tidak langsung tugas dari aparat kepolisian akan berkurang di lapangan. Sebagai upaya membangun citra polisi lalu lintas Dalam halnya membangun citra polisi di mata masyarakat tentunya harus memiliki strategi yang jitu. Sejauh ini strategi yang dilakukan oleh aparat kepolisian didasari oleh hal-hal yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, sebelumnya aparat kepolisian harus sadar akan citranya di masyarakat, kepolisian harus berbenah di mulai dari
kesadaran para personilnya dalam menjalankan tugas. Sehingga perilaku-perilaku menyimpang yang kerap dilakukan oleh aparat kepolisian lalu lintas bisa di hilangkan. Disamping itu juga sudah menjadi kewajiban dari seluruh masyarakat agar tidak lagi memandang kepolisian sebagai institusi yang menakutkan. Masyarakat harus diberikan pengertian semenjak dini agar tidak menjadi polisi sebagai sosok untuk menakuti anak-anak. Data yang penulis dapat dalam penelitian, didapati buruknya citra polisi lalu lintas di mata masyarakat tidak semuanya dikarenakan keselahan polisi itu sendiri. Bahkan tidak jarang ketakutan terhadap polisi justru berangkat dari pendidikan yang salah dari orang tua sejak kecil. Dimana orang tua pada saat mendidik anaknya sering menisbatkan polisi sebagai sosok yang menakutkan. Dari data yang diperoleh, citra negatif kepolisian bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; masih ada oknum aparat kepolisian yang melanggar aturan dalam penindakan pelanggaran lalulintas, tidak tegasnya aparat kepolisian dalam melalukan penindakan pelanggaran dan seringkali masyarakat melihat langsung sikap polisi yang cenderung lunak kepada pelanggar yang memiliki kedekatan emosional baik teman, kerabat dan keluarga. Untuk itu salah satu upaya agar citra polisi menjadi lebih baik, maka dibutuhkan ketegasan dari institusi kepolisian sendiri untuk menindaki oknum aparat yang melanggar aturan dalam penindakan pelanggaran di jalan. Disamping itu juga kepedulian masyarakat untuk mentaati peraturan lalulintas juga sangat diharapkan. Ketaatan masyarakat disini secara tidak langsung akan turut serta mengurangi tindakan dari oknum kepolisian yang coba mencari keuntungan pribadi dari pelanggaran masyarakat tersebut. Peranan orang tua juga dalam memberikan pengertian pada anak-anaknya untuk tidak melakukan pelanggaran lalulintas juga sangat penting. Diantaranya dengan tidak memberi kebebasan bagi anaknya yang belum cukup umur untuk mengendari kendaraan bermotor. Kenyataan di lapangan dimana banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak sekolah menandakan bahwa pihak Satlantas sudah semestinya lebih gencar dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan dan pembinaan mengenai pelanggaran lalu lintas di sekolah-sekolah dan di masyarakat agar dapat menumbuhkan rasa sadar taat berlalu lintas pada anak. Adanya paradigm baru yang berkembang di tubuh kepolisian yang tujuannya berorientasi pada pemecahan masalah masyarakat dengan berbasis pada potensi-potensi sumber daya local dan kedekatan dengan masyarakat yang lebih manusiawi (humanistic approach) ini perlu untuk lebih ditingkatkan. Dengan paradigm baru ini diharapkan lahirnya polisi sipil yang humanis. Adapun upaya berupa strategi komunikasi yang di lakukan polisi satuan lalu lintas Gorontalo Kota dalam membentuk citra positif di masyarakat berupa penggalakkan sosialisasi undang-undang, polisi sahabat anak, police go to school, pembagian bunga dan pelayanan dengan prinsip 3S (senyum, salam, sapa), menurut peneliti juga merupakan langkah yang tepat. Diharapkan dengan cara tersebut citra negatif polisi dimata masyarakat akan benar-benar berkurang. Harapan masyarakat sebagaimana hasil penelitian, secara tidak langsung memberi gambaran bahwa saat ini sudah tidak zamannya lagi polisi
memposisikan dirinya sebagai institusi yang menakutkan, sudah saatnya polisi harus membuktikan diri sebagai pengayom masyarakat yang dengan langka tersebut akan mendatangkan simpati dari masyarakat. Terciptanya simpati masyarakat ini hanya bisa diraih dari keberadaan polisi yang humanis di berbagai lini kehidupan sosial masyarakat. Polakegiatan yang dilakukan adalah seluruh petugas polantas wajib melakukan tindakan pembinaan kepada masyarakat, dimana setiap menghentikan pelanggar lalu lintas tidak dilakukan penindakan hukum (tilang), melainkan dengan peneguran dan peringatan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas (kecuali pelanggaran berbahaya). Kemudian petugas polisi lalu lintas wajib menghindari perdebatan dengan pelanggaran lalu lintas di pinggir jalan.Tidak melakukan tindakan dan ucapan kasar serta tidak bersikap angkuh terhadap pengguna jalan. Seluruh petugas polantas wajib memberi contoh kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas. Mereka wajib pula selalu bersikap bersahabat dan siap membantu pengguna jalan melalui senyum, sapa, dan salam. Dalam upaya membentuk citra tersebut, menurut peneliti ada tiga hal yang patut dilakukan oleh anggota polisi secara rutin, terus menerus, dan konsisten. Yaitu selalu bersikap empati, mau melayani sesama, dan selalu mampu mengendalikan emosi.Dalam situasi apapun dan dengan latar belakang apapun seorang anggota polisi harus mampu berprilaku simpati, sehingga masyarakat selalu bisa merasa nyaman berada di dekatnya. Dengan adanya sikap simpati yang diberikan anggota polisi tersebut masyarakat akan merasakan bahwa polisi tersebut sesungguhnya sudah memberikan rasa empati kepada mereka. Empati berarti seorang polisi menempatkan dirinya pada posisi masyarakat. Dengan demikian, polisi itu bukan hanya memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat tersebut, lebih dari itu ia mengenal lebih detil lagi tipe-tipe masyarakat yang berbeda, yang berada di wilayah tugasnya. Hubunganya dengan masyarakat, aparat kepolisian dalam menjelaskan tugasnya harus berlaku adil terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran lalu lintas, terlepas apakah polisi tersebut memiliki hubungan emosional kepada masyarakat tertentu, kedekatan emosional yang dimaksud dalam hal ini mencakup hubungan keluarga, asal daerah, serta hal-hal yang menjadikan mereka memiliki latar belakang yang sama dalam hal tertentu. Hal seperti ini yang harus diperhatikan dengan serius oleh aparat kepolisian untuk membangun opini masyarakat terkait citra kepolisian dan secara tidak langsung akan memberikan kesadaran tersendiri bagi masyarakat untuk taat hukum. Sejauh ini apa yang dilakukan Polisi lalulintas Polres Gorontalo Kota dalam meningkatkan citra di masyarakat sudah cukup baik. Tentunya untuk mewujudkan citra polisi yang baik dimata masyarakat Polres Gorontalo Kota harus melakukan upaya-upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengajaran kepada masyarakat untuk taat hukum. Selebihnya setiap orang bias dan berhak memandangnya dari sudut pandang masing-masing, tetapi yang pasti kepolisian tidak boleh mengembangkan apalagi memaksakan pandangan pesimis yang mengalahkan rasa optimis. Seperti pepatah “lebih baik kita menyalakan sebuah lilin kecil daripada
(hanya) menyumpahi kegelapan”, karena terus-menerus menyalahkan kegelapan tidak akan membawa kita keluar dari kegelapan itu sendiri. Hati masyarakat hanya bias direngkuh jika polisi lalu lintas memahami karakter masyarakat, menaruh simpati dan empati yang tinggi terhadap penderitaan masyarakat, serta betul-betul menempatkan diri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat.
PENUTUP Simpulan yaitu Strategi komunikasi yang dilakukan Satlantas Polres Gorontalo Kota dalam membentuk citra positif di masyarakat antara lain dengan menggalakkan sosialisasi undang-undang, polisi sahabat anak, police go to school, pembagian bunga dan pelayanan dengan prinsip 3S (senyum, salam, sapa). Selain itu, sikap mengutamakan pembinaan terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran ketimbang penindakan berupa tilang juga bisa menjadi strategi efektif untuk membentuk citra kepolisian. Membangun citra polisi dalam hal adanya perilaku menyimpang dalam penyelesaian tindak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota Gorontalo adalah dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan, sosialisasi, pembinaan, pelatihan dengan sasaran utama pemuda dan masyarakat pada umumnya dan tentunya sikap profesionalisme tetap harus diutamakan dalam setiap pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Citra negatif terkait kinerja polisi disebabkan masyarakat beranggapan bahwa polisi dalam melaksanakan tugasnya masih banyak oknum melakukan pelanggaran dan cenderung bersikap berdasarkan hubungan emosional, selain itu polisi bersikap kasar dan arogan serta terkesan mencari-cari kesalahan sehingga masyarakat tidak respek terhadap polisi yang melakukan pelanggaran dan berdampak pada pola pikir dan tingkah laku masyarakat yang melanggar peraturan. Saran antara lain : 1). Penulis menyarankan dalam melaksanakan tugastugasnya polisi diharapkan lebih berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat dalam menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh masyarakat. 2). Diharapkan kepada aparat polisi lalu lintas memahami isi dari peraturan perundang-undangan sehingga dapat menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya dengan baik. 3). Kaitannya dalam membangun citra polisi penulis menyarankan selain menjunjung tingggi sikap profesionalisme dalam menjalankan tugas serta polisi diharapkan bersikap humanis dan menjadi contoh teladan bagi masyarakat dalam berlalu lintas. DAFTAR PUSTAKA Agsya, F. 2009. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan UU RI Nomor 22 Tahun 2009. Jakarta: Asa Mandiri. Ardianto, Elvinaro. 2009. Public Relation Praktis: Pendekatan Praktis Menjadi Komunikator, Orator, Presenter dan Juru Kampanye Handal. Bandung: Widya Padjajaran.
Bakhri, S. 2007. Hukum Kepolisian: Profesionalisme dan Reformasi Polri. Cetakan pertama Juni 2007. Cangara, H. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Cetakan Pertama Maret 2013. Creswell, John W. 2010. Research design qualitative, quantative, and mixed methods approaches. Third edition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Effendy, O. 2011. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Cetakan kedua puluh tiga Mey 2011. Rahardjo, Satjipto. 1998. Mengkaji Kembali Peran dan Fungsi Polri dalam Masyarakat di Era Reformasi. Makalah Seminar Nasional tentang Polisi dan Masyarakat dalam Era Reformasi. Rahardjo, S danTabah A. 2005. Polisi Pelakudan Pemikir. Cetakan pertama 2005. Sadjiono. 2008. Seri Hukum Kepolisian Polridan Good Governance. CetakanpertamaJuni 2008. Sumber Lain: Abdullah, M. 2009. Strategi Komunikasi Dakwah Pada Radio Rama Fm( Studi Terhadap Format Komunikasi Program Religi Embun Pagi). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. http://digilib.uinsuka.ac.id/4195/1/ , diakses pada tanggal 5 april 2014. Ambarwati, K. 2009. Perandan Strategi Public Relation Dalam Mambangun Citra (Studi Dekskriktif pada PT. Persero Angkasa Pura 1 Kantor Cabang Bandar Udara Internasional Adisujipto). Universitas Islam Sunan Kalijaga.http://digilib.uin-suka.ac.id/3695/1/, diakses pada tanggal 5 april 2014. Anonim. 2010. Polmas Sebagai Strategis Partnership Building. (Online) tersedia pada http://kadarmanta.blogspot.com/2010/09/polmas-sebagai-strategipartnership.html diakses pada 18 Januari 2010. Ayu, Cintya P.S. 2010. Kinerja Kepolisian dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas: Studi Kasus di Polisi Resor Sukoharjo. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. www.digilib.uns.ac.id diakses 29 Nopember 2014. Iwan Santosa. “Republik Ini Butuh Kepastian Hukum”, Artikel Kompas, 06 Maret 2004. (http://kompas.com/kompas-cetak/0403/06/Fokus/894359.htm) diakses 29 November 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (online). Diakses 28 Nopember 2014 N.N., “Bila Anda Ditilang Polantas” (Kf. Sumber: sumber: http://www.transparansi.or.id/kajian/kajian3_lalin.html) diakses 29 Nopember 2014. Suriadi, M. 2013. Membangun Citra Polisi Dalam Penanggunalangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas di Polres Wajo (Studi Kajian Sosiologi Hukum). Universitas Hasanudin Makasar. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789 diakses pada tanggal 10 Januari2014. Zam, Andi Irwan. 2013. Budaya Kerja Kepolisian Dalam Sistem Pelayanan Kepada Masyarakat. Universitas Hasanudin Makasar. http://repository.unhas.ac.id/diakses pada tanggal 29 Septermber 2014.