STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER (S P P A) Majelis Assosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia
http://aptfi.or.id
I. PENDAHULUAN II. KOMPONEN STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Visi, Misi dan tujuan Penyelenggaraan P2A Kurikulum Mahasiswa SDM Manajemen Proses Pendidikan Alokasi Sumber Daya dan Anggaran PSPA Sarana dan Prasarana Teknologi Informasi Dana Penyelenggaraan Pendidikan Penyelenggaraan dan Evaluasi Penjaminan Mutu Pembaharuan Berkelanjutan
III. PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN
http://aptfi.or.id
I.1. Latar Belakang a. Pelayanan kesehatan yang berkualitas, termasuk diantaranya praktik kefarmasian merupakan hak dan kebutuhan dasar setiap orang. b. Untuk melaksanakan praktik kefarmasian yang profesional dan etis diperlukan Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berkualitas. c. Apoteker yang berkualitas dihasilkan melalui proses pendidikan yang memenuhi standar maka perlu disusun standar pendidikan profesi apoteker (SPPA). d. SPPA adalah kriteria minimal sistem pendidikan profesi apoteker yang berlaku di wilayah hukum NKRI
http://aptfi.or.id
I.2. Manfaat SPPA a. Acuan bagi institusi penyelenggara pendidikan profesi apoteker dalam menjamin mutu pendidikan dan dalam pengajuan akreditasi. b. Pedoman bagi pemerintah atau institusi pendidikan tinggi farmasi sebagai bahan pertimbangan untuk membuka atau menutup Program Studi Profesi Apoteker (PSPA). c. Acuan bagi organisasi profesi dan stakeholders lainnya dalam memberikan masukan kepada institusi penyelenggara pendidikan profesi apoteker. http://aptfi.or.id
I.3. Pihak-pihak yang Berkepentingan a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Apotek BPOM Ikatan Apoteker Indonesia Industri Farmasi Industri Kosmetik Industri Obat Tradisional Instansi Pemerintah Institusi Pendidikan Pedagang Besar Farmasi
j. k. l. m.
Puskesmas Organisasi Kesehatan lain Klinik dan Klinik Spesialis Masyarakat atau pihakpihak yang membutuhkan informasi tentang pendidikan kefarmasian n. Rumah Sakit
http://aptfi.or.id
I.4. Konsep Dasar SPPA I.4.1. Rasional • Pencapaian kesehatan yang optimal sebagai hak asasi manusia merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum • Apoteker sebagai komponen utama pelaksana praktik kefarmasian mempunyai peran yang sangat penting dan terkait secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. berdasar pada lmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang didapat selama pendidikan • Standar Pendidikan Profesi Apoteker (SPPA) diperlukan agar institusi pendidikan tinggi Farmasi dapat menyelenggarakan program studi profesi apoteker yang sesuai dengan standar sehingga mutu Apoteker yang dihasilkan terjamin.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . I.4.2. Landasan Hukum 1). UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2). UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 3). UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 4). Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 5). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian 6). Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . I.4.3. Pengertian Standar Pendidikan Profesi Apoteker 1). SPPA adalah perangkat penyetara mutu pendidikan profesi apoteker yang ditetapkan oleh menteri kesehatan berdasarkan usulan Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI). 2). SPPA merupakan perangkat untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan sesuai kompetensi. 3). SPPA dapat dipergunakan oleh PSPA untuk menilai dirinya sendiri (evaluasi diri) serta sebagai dasar perencanaan program perbaikan kualitas proses pendidikan secara berkelanjutan. http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . I.4.4. Kegunaan SPPA 1) Evaluasi Diri Institusi pendidikan tinggi Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) dapat menggunakan standar ini untuk menilai atau mengevaluasi diri secara suka rela dalam rangka proses peningkatan mutu. 2) Akreditasi Standar ini dapat digunakan dalam akreditasi Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) 3) Uji Kompetensi Standar ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan pelaksanaan Uji Kompetensi.
http://aptfi.or.id
BAB II KOMPONEN STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
http://aptfi.or.id
Komponen Standar SPPA : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Visi. Misi dan Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Apoteker Kurikulum Mahasiswa Sumber Daya Manusia Manajemen Proses Pendidikan Alokasi Sumber Daya dan Anggaran PSPA Sarana dan Prasarana Teknologi Informasi Dana Penyelenggaran Pendidikan Penyelenggaraan dan Evaluasi Penjaminan Mutu Pembaharuan Berkesinambungan
II.1. Visi, Misi dan Tujuan a. Menghasilkan apoteker di setiap institusi pendidikan tinggi farmasi yang memiliki kompetensi, keterampilan dan profesioanalisme yang setara serta menjunjung tinggi etika dan berkemauan belajar sepanjang hayat. b. Menghasilkan apoteker yang memiliki kompetensi sesuai standart yang telah ditetapkan. c. Menghasilkan apoteker yang mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta praktik kefarmasian di tingkat regional maupun global.
http://aptfi.or.id
Kompetensi Apoteker Indonesia A. Kompetensi Utama 1. Memiliki kompetensi sebagai sarjana farmasi Indonesia 2. Mampu melakukan Praktik Kefarmasian secara profesional dan etis 3. Mampu memproduksi sediaan farmasi 4. Mampu mendistribusikan sediaan farmasi. 5. Mampu melakukan dispensing obat. 6. Mampu memberikan pelayanan swamedikasi. 7. Mampu memberikan informasi dan edukasi obat 8. Mampu mempromosikan dan berkontribusi dalam penggunaan obat secara optimal. B. Kompetensi pendukung 9. Mampu mengelola pekerjaan dan membangun hubungan interpersonal dalam melakukan Praktik Kefarmasian. C. Kompetensi lainnya 10. Mampu menerapkan ketrampilan organisasi dalam Praktik Kefarmasian.
Kompetensi Sarjana Farmasi Indonesia A. Kompetensi Utama 1. Mampu mengenali, mengamati, dan menganalisis masalah dalam ilmu kefarmasian. 2. Mampu merancang, membuat, mengendalikan mutu dan mengembangkan sediaan farmasi 3. Mampu menganalisis bahan baku, sediaan farmasi, makanan, minuman, cairan biologis, dan senyawa beracun. 4. Mampu merancang regimen dosis 5. Mampu membedakan obat berdasarkan mekanisme kerja.
B. Kompetensi pendukung 6. Mampu menelusuri, menganalisis, menyimpulkan, dan memanfaatkan informasi ilmiah. 7. Mampu bertindak secara bertanggung jawab dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan norma dan etik. 8. Mampu mengembangkan diri dalam menjalankan peran di masyarakat. C.Kompetensi lainnya 9. Mampu berperan dalam kewirausahaan.
II.2. Penyelenggaran Pendidikan Profesi Apoteker • Hakekat pendidikan profesi Apoteker adalah pendidikan akademik profesional, yang berlandaskan kompetensi akademik tingkat lanjut. • Penyelenggara Program Studi Sarjana Farmasi (PSSF) adalah institusi pendidikan tinggi yang mendapat ijin resmi dari Dirjen Dikti, • sedangkan penyelenggara Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) adalah : – Program Studi Sarjana Farmasi (PSSF) yang telah terakreditasi minimal B (Dirjen Dikti) dan mendapat rekomendasi dari APTFI dan IAI. – Ijin penyelenggaraan dikeluarkan oleh Dirjen Dikti setelah ketentuan di atas terpenuhi.
http://aptfi.or.id
II.3. Kurikulum Kurikulum pendidikan profesi Apoteker dirancang untuk menghasilkan lulusan Apoteker yang memenuhi Standar Kompetensi Apoteker II.3.1. Profil Lulusan 1). Memiliki pengetahuan, ketrampilan dan perilaku sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. 2). Bersikap professional dalam menjalankan pelayanan praktik kefarmasian. 3). Bersikap dan berperilaku luhur, dan menjunjung tinggi etika serta norma-norma hukum. 4). Berkemauan keras mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap secara mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan kemajuan Iptek mutakhir. II.3.2. Target Pembelajaran
Kompetensi yang telah ditetapkan harus diuraikan menjadi sasaran pembelajaran.
http://aptfi.or.id
II.3.3. Materi Pembelajaran • Materi pembelajaran disusun dengan memperhatikan sasaran pembelajaran dan strategi pembelajaran. Materi ini sebaiknya dalam bentuk modul terintegrasi yang menerapan pengetahuan kefarmasian. Materi pembelajaran harus mengacu pada perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) kefarmasian yang berkembang sangat cepat II.3.4. Strategi pembelajaran • PSPA selayaknya menerapkan metoda pembelajaran aktif dan fokus pada peserta didik (student centered learning=SCL). Metoda pembelajaran SCL ini antara lain dapat berupa: Role play and simulation, Problem based learning, Case study and case report, Skills lab, dsb II.3.5. Beban Pendidikan dan Lama Pendidikan • PSPA harus menetapkan secara jelas tentang beban dan lama pendidikan yang ditetapkan dan mengacu pada kurikulum inti pendidikan profesi apoteker dan kurikulum institusional.
Lanjutan . . . . . . . . II.3.6. Model Kurikulum - Model kurikulum berbasis kompetensi dilakukan dengan pendekatan terintegrasi baik horizontal maupun vertikal, serta berorientasi pada masalah kesehatan dan kefarmasian, baik individu, keluarga dan masyarakat. - Pendidikan profesi apoteker pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pendidikan sarjana farmasi yang mempunyai mata kuliah essential seperti rekomendasi Federation of Asia Pharmaceutcal Acosiation (FAPA) yang terdiri dari : * Ilmu Hayati dan Ilmu Dasar Farmasi (Life Sciensce) * Ilmu Kefarmasian (Pharmaceutical Sciences) * Farmasi Industri (Industrial Pharmacy) * Farmasi Klinik (Clinical Pharmacy) * Farmasi Sosial (Social Pharmacy) Pendidikan profesi apoteker ditekankan pada kemampuan mengintegrasikan ilmu-ilmu tersebut dalam experiential education yang dilaksanakan dalam waktu yang cukup pada rumah sakit, farmasi komunitas, industri farmasi, dan sarana kesehatan masyarakat.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.3.7. Struktur, Komposisi dan Durasi Kurikulum 1). Pendidikan profesi Apoteker dilakukan minimal dalam 2 semester, dengan beban minimal 28 SKS dan maksimal 40 SKS 2). Muatan lokal kurikulum institusi dikembangkan oleh setiap institusi sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi lokal, serta dapat merupakan materi wajib dan atau materi elektif. 3). Materi elektif memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan minat khusus.
II.3.8. Manajemen Program Pendidikan Pimpinan PSPA wajib melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,dan pengembangan kurikulum serta penjaminan mutu.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.3.9. Penilaian Hasil Belajar – Penilaian hasil belajar harus didasarkan pada pencapaian kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia – Pencapaian kompetensi dinilai dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion-referenced). – Kriteria kelulusan merupakan hasil pencapaian kompetensi dan penilaian proses pendidikan (akademik dan non-akademik). - Penilaian hasil belajar harus memenuhi asas validitas, reliabilitas, kelayakan, dan proses belajar mengajar yang dijalankan.
Lanjutan . . . . . . . . 3.9. Penilaian Hasil Belajar – Penilaian hasil belajar harus didasarkan pada pencapaian kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia – Pencapaian kompetensi dinilai dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion-referenced). – Kriteria kelulusan merupakan hasil pencapaian kompetensi dan penilaian proses pendidikan (akademik dan non-akademik). - Penilaian hasil belajar harus memenuhi asas validitas, reliabilitas, kelayakan, dan proses belajar mengajar yang dijalankan.
II.4. Mahasiswa II.4. 1. Kriteria Peserta Didik Kriteria peserta pendidikan profesi apoteker sebagai input pendidikan ditentukan oleh institusi penyelenggara pendidikan yang mencakup standar dan kriteria calon peserta didik. II.4. 2. Tata Cara Penerimaan Peserta Didik Calon mahasiswa program studi profesi apoteker harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1). Sarjana Farmasi berasal dari perguruan tinggi farmasi yang terakreditasi. 2). Lulus seleksi penerimaan mahasiswa yang diadakan oleh institusi pendidikan yang bersangkutan. 3). Calon peserta warga negara asing harus mengikuti peraturan yang berlaku. http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.4.3. Kapasitas Penerimaan *Jumlah peserta didik yang dapat diterima disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di masing-masing institusi penyelenggara program profesi apoteker. Acuan penetapan kapasitas penerimaan meliputi: *Rasio jumlah dosen terhadap jumlah mahasiswa maksimal 1 : 20. * Daya tampung apotek, rumah sakit atau industri farmasi sebagai tempat praktek kerja profesi. II.4.4. Peraturan akademik Program Studi Profesi Apoteker memiliki peraturan akademik yang mengacu kepada peraturan akademik institusi masing-masing.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.4. 5. Penetapan kelulusan Peserta dinyatakan lulus apoteker apabila: a). Telah menyelesaikan semua mata pelajaran dan praktek kerja profesi b). Nilai minimal C c). IPK > 2,5 4. 6. Penetapan sebagai apoteker • Peserta yang telah dinyatakan lulus wajib mengucapkan sumpah/janji apoteker sebelum melaksanakan praktik kefarmasian.
II.4. 5. Penetapan kelulusan Peserta dinyatakan lulus apoteker apabila: a). Telah menyelesaikan semua mata pelajaran dan praktek kerja profesi b). Nilai minimal C c). IPK > 2,5 II.4. 6. Penetapan sebagai apoteker • Peserta yang telah dinyatakan lulus wajib mengucapkan sumpah/janji apoteker sebelum melaksanakan praktik kefarmasian.
II.5. Sumber Daya Manusia Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentranformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.5.1. Dosen Dosen PSPA adalah tenaga yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Mempunyai jenjang Pendidikan Strata 2 dalam bidang kefarmasian atau bidang yang sejenis yang diperlukan. b) Memiliki Sertifikat Kompetensi Apoteker atau sertifikat keahliannya yang masih berlaku.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.5.2. Pembimbing. Pembimbing adalah seseorang yang ditetapkan dan diberi tugas membimbing praktek kerja profesi apoteker. Persyaratan pembimbing : a) Mempunyai jenjang Pendidikan Strata 2 dalam bidang kefarmasian atau memiliki pengalaman nyata dalam praktek kefarmasian sekurang kurangnya selama 5 tahun b) Memiliki Sertifikat Kompetensi Apoteker yang masih berlaku atau sertifikat kompetensi dalam bidangnya. c) Khusus untuk praktisi apoteker (preceptor), memiliki surat tugas dari Ikatan Apoteker Indonesia PD setempat. http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.5.3. Penguji Penguji Program Studi Profesi Apoteker(PSPA) adalah tenaga yang diangkat, ditetapkan dan diberikan tugas secara tertulis untuk melaksanakan Ujian Apoteker. Tenaga yang dapat diangkat, ditetapkan dan diberikan tugas sebagai Penguji yang mewakili IAI atau dunia kerja kefarmasian adalah tenaga yang memenuhi persyaratan : a) Mempunyai jenjang Pendidikan Strata 2 dalam bidang kefarmasian atau memiliki pengalaman nyata dalam praktek kefarmasian sekurang kurangnya selama 5 tahun b) Memiliki Sertifikat Kompetensi Apoteker yang masih berlaku. c) Khusus untuk praktisi apoteker (preceptor), memiliki surat tugas dari Ikatan Apoteker Indonesia PD setempat.
http://aptfi.or.id
Lanjutan . . . . . . . . II.5.4. Tenaga kependidikan Tenaga kependidikan adalah tenaga selain dosen dan pembimbing yang meliputi antara lain pustakawan, teknisi, laboran, tenaga administrasi dan lain-lain. Jumlah dan kualifikasi tenaga kependidikan harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang diperlukan. II. 6. Manajemen Proses Pendidikan. II.6.1. Organisasi II.6. 2. Pengelolaan Pendidikan II.6. 3. Evaluasi dan Umpan Balik
http://aptfi.or.id
II,7. Alokasi Sumber Daya dan Anggaran Program Pendidikan PSPA II.8. Sarana dan Prasarana II.8.1. Sarana fisik : II.8.1.1. Ruang kuliah/diskusi II.8.1.2. Ruang dosen II.8.1.3. Laboratorium II.8.1.4. Perpustakaan II.8.1.5. Apotek II.8.1.6. Rumah Sakit II.8.1.7. Industri farmasi II.8.1.8. Sarana lain yang dapat digunakan sebagai tempat PKPA II.8.2. Sarana lain untuk mencapai kompetensi akademik professional
II.9. Teknologi Informasi II.10. Dana Penyelenggaraan Pendidikan II.11. Penyelenggaraan dan Evaluasi II.11. 1. Penyelenggaraan Pendidikan II.11. 2. Evaluasi 11. 2. 1. Evaluasi Pembelajaran 11. 2. 2. Evaluasi Proses Pendidikan Apoteker 11. 2. 3. Umpan Balik 11. 2. 4. Keterlibatan Stakeholders
II.12. Penjaminan Mutu II.13. Pembaharuan Berkesinambungan
BAB III. PENUTUP 1. Standar Pendidikan Profesi Apoteker (SPPA) bersifat dinamis, sehingga akan dilakukan pengkajian ulang dan revisi paling lambat dalam lima tahun disesuaikan dengan perkembangan praktik kefarmasian tingkat nasional dan global. 2. SPPA merupakan rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh institusi pendidikan apabila yang bersangkutan ingin membuka PSPA atau memelihara program studinya agar tetap bertahan (sustainability). Pedoman teknis pembukaan PSPA baru mengacu kepada ketentuan yang berlaku. 3. Setiap institusi pendidikan tinggi farmasi penyelenggara PSPA harus mematuhi Standar Pendidikan Profesi Apoteker.
http://aptfi.or.id
Terima kasih ATAS PERHATIANNYA
Kompetensi Sarjana Farmasi Indonesia A. Kompetensi Utama 1. Mampu mengenali, mengamati, dan menganalisis masalah dalam ilmu kefarmasian. 2. Mampu merancang, membuat, mengendalikan mutu dan mengembangkan sediaan farmasi 3. Mampu menganalisis bahan baku, sediaan farmasi, makanan, minuman, cairan biologis, dan senyawa beracun. 4. Mampu merancang regimen dosis 5. Mampu membedakan obat berdasarkan mekanisme kerja.
B. Kompetensi pendukung 6. Mampu menelusuri, menganalisis, menyimpulkan, dan memanfaatkan informasi ilmiah. 7. Mampu bertindak secara bertanggung jawab dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan norma dan etik. 8. Mampu mengembangkan diri dalam menjalankan peran di masyarakat. C.Kompetensi lainnya 9. Mampu berperan dalam kewirausahaan.
Kompetensi Apoteker Indonesia A. Kompetensi Utama 1. Memiliki kompetensi sebagai sarjana farmasi Indonesia 2. Mampu melakukan Praktik Kefarmasian secara profesional dan etis 3. Mampu memproduksi sediaan farmasi 4. Mampu mendistribusikan sediaan farmasi. 5. Mampu melakukan dispensing obat. 6. Mampu memberikan pelayanan swamedikasi. 7. Mampu memberikan informasi dan edukasi obat 8. Mampu mempromosikan dan berkontribusi dalam penggunaan obat secara optimal. B. Kompetensi pendukung 9. Mampu mengelola pekerjaan dan membangun hubungan interpersonal dalam melakukan Praktik Kefarmasian. C. Kompetensi lainnya 10. Mampu menerapkan ketrampilan organisasi dalam Praktik Kefarmasian.