SOSIOLOGI AGAMA DALAM PERSPEKTIF IBN KHALDUN OLEH SURYADI (Dosen STAI An-Nur Lampung)
ABSTARCT
Ibn Kaldun to put the rules of history, namely the interrelation between other events causal agency, comparing the similarities or distinguishing circumstances present and future. Ibn Kaldun see that the criteria are not in line with the logic of the objects of empirical character, therefore the epistimology is observation. This principle stimulate historians to orient his thinking to the experiments and experiments do not consider enough the individual developer, but they should take the number of experiments. Religion according to Ibn Kaldun not human mind, human thought was reasonable method while the method of religion is a revelation. That this revelation is not reason, Ibn Kaldun said: "Know that it is limited to entities in line with the perception of every rational creature." Key Words: Sosiologi Agama, Ibn Khaldun.
A. PENDAHULUAN Lahir di Tunis pada permulaan bulan Ramadhan 732 H. (27 Mei 1332 M) dari keluarga Andalusia yang bermigrasi dari Andalusia ke Tunis pada pertengahan abad ke 7 H. Nama lengkapnya Waliy al-Din Abd alRahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin 1 Ibrahim bin Abd al–Rahman bin Khaldun. F
Asal usul ibn Khaldun kembali ke Arab Yaman di Hadramaut. Dia memulai hidupnya dengan belajar hadist, fiqh maliki, ilmu–ilmu bahasa dan syair-syair, kemudian dia belajar mantiq, falsafah.Ibn Khaldun menyaksikan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan hancurnya kekuasaan Islam terakhir di Andalusia dan lahirnya kekosongan (pemerintahan) yang tersebar di Afrika Utara.Selain dari itu juga menyaksikan di Timur serbuan ras.Tartar ke negeri Syam dibawah pimpinan Timur Leng. Peritiwa-peristiwa besar yang membawa kepada runtuhnya tatanan politik memberi bekas kepada pemikiran dan minatnya. Dia berjalan dibawah sinar sejarah sambil mengambil butir-butir ilmu pengetahuan yang akan membantunya mengarahkan interpretasi runtuhnya kekuasaan Islam. Dia melihat bahwa sejarah itu perlu dipelajari.Untuk kepentingan studi sejarah dia mempergunakan metode baru yang berdasarkan kepada penjelasan.Analisis dan keterangan kausalitas mengenai peristiwa-peristiwa.Dan dengan peristiwa–peristiwa sejarah itu dia memikirkan perlunya ilmu baru yaitu ilmu peradaban.Pada zaman konteporer ini ilmu baru tersebut 1Muhammad
Ibrahim al Fayuni, Muqaddimah Fi ilm al Ijtima al Diny Cairo : Maktabahal Azhar, 1974, hlm. 21.
disebut ilmu pengetahuan sosiologi. 2 Sebagian ada yang menamakan temuan Ibn Khaldun itu dengan Falsafah Sejarah. F
F
Ibn Khaldun menghimpun untuk kita tentang aliran sosiologinya dalam karyanya Mukaddimah.Pikiranpikiran Ibn Khaldun sangat luas cakrawalanya.Dia memahami masyarakat dalam segala totalitasnya, dia menunjukan segala fenomena untuk bahan studinya.Dia mencoba untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan kualitas (sebab akibat) di bawah sorotan sinar sejarah. Dia mensistematik proses peristiwa-peristiwa dan kaitannya dalam suatu kaidah sosial yang umum. Beberapa kritikus telah menilai Mukaddimah dengan membandingkannya dengan buku II Principe 3 dari Machiavelli (1469–1527).Mukaddimah jauh melebihi II Principe, dalam teori-teori tentang group feeling (asabiyah), tentang kesejahteraan Negara dan ciri-cirinya dan cara mengatasi masalah-masalah dari sudut sosiologis semua ini membawa Gumplowicz (1838–1909) kepada kesimpulan bahwa tokoh sosiologi bahasa Arab itu unggul dalam hal banyaknya teori-teori dan pendapatpendapat, melebihi II Principe dari Machivelli. F
F
Keunggulan Mukaddimah ditemukan dalam : Pertama, falsafah sejarah.Penemuan ini telah memberi kita pengertian tentang pemahaman yang baru tentang sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu dan memiliki falsafat.Sejarah bukanlah semata-mata 2Sami
Mustafa al-Khasysyab, Ilm al-Ijma al-Islamy, Cairo : Dar al-Ma’arif, 1981,, hlm.31. 3Machivelly, II Prinsip, Terjemahan Woekarsari : Sang Penguasa, (Jakarrta, Gramedia 1991), hal. 70.
annals.Peristiwa-peristiwa sejarah terkait dengan determinisme kealaman dan bahwa fenomena sejarah adalah kejadian-kejadian dalam Negara.Adapun internal sejarah adalah refleksi, verifikasi dan kausalitas bagi peristiwa-peristiwa dan prinsipprinsipnya. Disamping itu sejarah adalah ilmu tentang fakta-fakta dan sebab-sebabnya ; Kedua, metodologi sejarah.Ibn Khaldun melihat bahwa kriketeria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empiric, oleh karena epistemologinya adalah observasi.Prinsip ini merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksperimen-eksperimen dan tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual, tetapi mereka hendaknya mengambil sejumlah eksperimen. Dia meletakkan kaidah-kaidah studi sejarah, yaitu interrelasi antara peristiwa lainnya dalam hubungan kausalitas; membandingkan kesamaan-kesamaan, atau membedakan keadaan-keadaan, kini dan masa lampau; memperhatikan lingkungan dan berbagai pengaruhnya dengan perbedaan iklim; faktor ekonomi dan yang serupa dengan itu. Dialah yang pertama berkata sesuai dengan metodologi sejarah adanya hubungan antara sejarah dengan ekonomi. Dia berpendapat bahwa faktor utama dalam revolusi dan perubahan ialah ekonomi. Dia berkata “Kemiskinanlah yang mendorong manusia untuk merampok dan perang.” Ketiga, dialah penguasa ilmu peradaban atau falsafat sosial. Pokok bahasannya ialah kesejahteraan masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial. Ibn Khaldun memandang ilmu peradaban, ilmu baru, luar biasa dan banyak faedahnya. Ilmu baru ini, yang
diciptakan Ibn Khaldun memiliki arti yang besar. Menurut pendapatnya ilmu ini adalah kaidah-kaidah untuk memisahkan yang benar dari yang salah dalam penyajian fakta, menunjukan yang mungkin dan yang mustahil. Untuk itu hendaklah kita melihat ke dalam masyarakat manusia yang beradab dan hendaklah kita membedakan apa yang menjadi pelengkap dari inti yang pokok yang sesuai dengan wataknya dan yang menjadi sifat yang tidak masuk bilangan dan apa yang mungkin untuk dikemukakan. Jika semua itu dilakukan maka dia menjadi kaidah untuk membedakan yang benar dan bathil dan antara yang benar dari yang bohong dengan jalan yakin yang tidak diragukan lagi. 4 F
Ibn Khaldun membagi topik yaitu :
ke dalam 6 fasal besar,
Pertama, tentang masyarakat manusia secara keseluruhan dan jenis-jenisnya dan perimbangan dengan bumi; “ilmu sosiologi umum”. Kedua, tentang masyarakat pengembara dengan menyebut kabilah-kabilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan”; Ketiga, tentang negara, khilafah dan pergantian sultansultan; “sosiologi politik”; Keempat, tentang masyarakat menetap, negeri-negeri dan kota; “sosiologi kota”; Kelima, tentang pertukangan, kehidupan, penghasilan dan aspek-aspeknya; “sosiologi industri”; 4Ismail Ya’kub, Terj : Mukaddimah Ibn Khaldun,, Jakarta, TP. 1982, Cet, I, hal 28.
Keenam, tentang ilmu pengetahuan, cara memperolehnya dan mengajarkannya, “sosiologi pendidikan”. 5 F
Ibn Khaldun adalah orang pertama yang mengaitkan antara evolusi masyarakat manusia dari satu sisi dan sebab-sebab yang berkaitan pada sisi yang lain. Dia mengetahui dengan baik masalah-masalah penelitian dan laporan-laporan penelitian. Laporan-laporan penelitian, menurut Ibn Khaldun, hendaklah diperkuat oleh dalil-dalil yang meyakinkan. Ibn Khaldun telah mengkaji perilaku manusia dan pengaruh iklim dan berbagai aspek pencarian nafkah beserta penjelasan pengaruhnya pada konstitusi tubuh manusia dan intelektual manusia dan masyarakat. Mukaddimah bukanlah kajian sederhana bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam memperbaharui ilmu sosial.Oleh karena itu Ibn Khaldun mengajak untuk menjadikan ilmu sosial yang berdiri sendiri. Karena itu Sati al-Hasri berpendapat bahwa Ibn Khaldun berhak dengan gelar pendiri ilmu sosial lebih daripada Comte, oleh karena itu Ibn Khaldun telah berbuat yang demikian jauh sebelum Comte, lebih dari 460 tahun. 6 F
Arnold Toynbee telah menulis dalam karyanya A Study of History sebagai berikut : “Ibn Khaldun adalah seorang jenius.” Didalam karyanya Mukaddimah dia melihat dalil-dalil berdasarkan pada pandangan yang luas, kajian yang mendalam dan pikiran yang luar biasa.Selanjutnya Arnold Toynbee menilai bahwa Ibn 5Akhmadi
Thoha, Mukaddimah Ibn Khaldun, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1986, hal 192 6Franz Rosenthal, Ibn Khaldun : The Mukaddimah an Introduction to history, New York : Bollingen Inc. 1958 , v, I, hal. 305.
Khaldun telah tahu dan punya pengertian dan pendiri filsafat sejarah.Tidak ragu-ragu lagi bahwa Mukaddimah adalah karya terbesar sepanjang zaman dan tempat tidak tertandingi oleh karya akal manapun. B. PEMBAHASAN a. Teori Ras dan Ibn Khaldun Ibn Khaldun adalah seorang yang menonjolkan etnis satu atas etnis yang lain. Dari ras-ras yang ditonjolkan adalah ras Arab. Berikut ini adalah sebagian dari teorinya : 1. Sesungguhnya ras Arab dengan ciri pengembara yang ada pada mereka adalah ras perampok dan pemalas. Mereka merampok menurut kemampuan mereka, tanpa penaklukan dan menghindari bahaya.Mereka lari ketempat persembunyian di gurun pasir dan mereka tidak mau ambil resiko untuk perang, kecuali jika mereka terdesak untuk mempertahankan diri.
2,Sesungguhnya ras Arab adalah etnis pengembara dengan memperkuat kebiasaankebiasaan mengembara. Semua itu menjadi naluri dan watak mereka. Mereka merasa enak di luar (tidak terlihat) oleh ketentuan-ketentuan hukum dan tidak terikat oleh politik.Watak ini berbeda jauh dengan watak dan etnis menetap. 3.Etnis Arab sungguh lebih pengembara dari etnis manapun.Sikap ini telah mempengaruhi sebagian pemikir.Pengaruh ini nampak dari pendirian yang
berbeda-beda seperti berikut ini yaitu sebagian mendukung dan sebagian menentang. 7 F
Sebagian dari kelompok yang mendukung ialah para Orientalis, seperti :Ernest Renan, Sejarah Bahasa-bahasa Sam Barthold, Sejarah Kebudayaan Islam Isma’il Mazhar, Risalah-risalah Tentang Turki Kelompok yang menentang : Al-Syaikh al-Imam Mustafa ‘Abd al-Raziq, Pengantar ke dalam Sejarah Filsafat Islam, Taha Husein, Filsafat Sejarah Menurut Ibn Khaldun, Abn-Wahhab Azzam dalam pengantar tentang buku Sejarah Peradaban Islam oleh Barthold. 8 F
Kelompok yang mendukung memperluas teoriteori Ibn Khaldun dan membagi-bagi etnis sesuai dengan dasar-dasarnya. Teori ini kemudian dinamakan teori ras, yaitu mengutamakan etnis yang satu atas etnis yang lain berdasarkan perangai yang alamiah, tetapi dasar dari teori ini bukanlah atas dasar murni ilmiah.Yang demikian diperkuat oleh ilmu masyarakat manusia dan sejarah bangsa-bangsa tentang teori evolusi. Untuk pendapat yang menentang ada dua arah : Arah pertama, kelompok yang menghormati pendapat Ibn Khaldun dan menjunjung tinggi berkenaan dengan sifat-sifat yang diberikan kepada orang-orang Arab.Hanya saja kelompok ini mengarahkan pendapat 7Mawrice
Deverger, Sosiologi Politik : Terj. Daniel Dhakidae, Jakarta, CV. Rajawali, 1981, hal. 228. 8Michael Hill, A. Sociologi of Religion, (London Heinemann, 1976), hlm, 17.
Ibn Khaldun ke Arah al-A’rab. Kelompok penentang ini menganggap etnis Arab terbagi dalam dua pembagian : Pertama, apa yang dinamakan A’rabiyi dan jamaknya A’rab; Kedua, apa yang dinamakan Arabiy, dia menjadi gembira dengan panggilan itu dan tersenyum. Sebaliknya jika dikatakan kepada Arabiy : Wahai A’rabiy dia marah. Di dalam al-Qur’an : “telah berkata al-A’arab, kami telah beriman, tetapi katakanlah, kami telah Islam (tunduk) dan belum masuk keimanan kedalam hatimu.” 9 F
Pembedaan ini rumit.Pada dasarnya pembedaan itu menyangkut perubahan segi lafal dari kata itu.Cukuplah itu sebagai contoh.Atas dasar itu mereka mengarahkan pendapat Ibn Khaldun, yaitu dalam formulasi afirmatif. Arah kedua bagi pendapat kedua, yaitu mereka tidak menafsirkan pendapat Ibn Khaldun dan tidak berhipotesa tentang validitasnya, baik dari segi teori itu semata, maupun dari prinsip-prinsip pembedaan antar etnis.Teori Ibn Khaldun itu ditolak sebab terlalu berat dalam memberi penilaian terhadap ras Arab. Sebagai bukti penolakkan teorinya, mereka membuktikan dengan contoh-contoh yang banyak yang paling penting dalam pandangan mereka adalah kemenangan-kemenangan orang Arab Islam, baik di Timur Tengah maupun di Barat. Abdullah Annan berkata : “dapatlah kita memahami kelancangan Ibn Khaldun tentang Arab, jika kita mengingat disamping hubungan keturunan yang 9Al-Qur’an
49 : 14
asli Arab, fakta menunjukan bahwa asal usul Ibn Khaldun penyelusurannya akan sampai ke etnis Barbar yang negeri mereka yang ditaklukan oleh orang-orang Arab setelah perlawanan sengit. Mereka mengekspresikan semua itu setelah perlawanan dan perjuangan yang panjang dan lama. Perlawananperlawanan itu berakhir dengan aneksasi mereka kedalam Blok Islam dan mereka juga harus tunduk kepada pimpinan Arab di Afrika dan Spanyol yang terkenal dalam sejarah islam. Ras Barbar telah beralih menjadi etnis Arab sejak lama.Meskipun kita tidak menguatkan pendapat ini, sesungguhnya yang mendorong mereka kepada yang demikian, menurut pendapat kita, adalah semangatnya kepada Islam dengan dasar bahwa etnis Arablah yang bertanggungjawab kepada terpecah belahnya Daulat Islamiah. 10 F
Ibn Khaldun menjadi dewasa dalam masyarakat Barbar ini.Tradisi Barbar sangat membekas pada emosinya dan ingatannya.Disitulah ratusan tahun sebelumnya, keluarga Ibn Khaldun tumbuh dalam naungan Daulah Muwahhidun yang Barbar itu.Setelah ini tidaklah enak kalau kita mendengar kerasnya penilaian Ibn Khaldun terhadap etnis Arab. b. Metode Ibn Khaldun Dalam Sosiologi Agama Agama menurut paham Ibn Khaldun, bukan pikiran manusia. Metode berpikir manusia adalah akal, sedangkan metode agama adalah wahyu. Bahwa wahyu itu bukan akal, Ibn Khaldun berkata : “Ketahuilah bahwa maujud itu terbatas sejalan dengan persepsi setiap mahluk rasional. Lihatlah orang tuli, betapa maujud ini menurut dia terbatas pada empat inderanya saja 10Rolan Robertson, The Sosiologi Interpretation of Religon, (New York : Schocke Books : 19..), hlm. 18
ditambah dengan yang berhubungan dengan akal dan tidak mampu mengetahui maujud dalam kategori auditif. Begitu juga orang buta gagal mengetahui maujud dalam kategori visual dan mereka akan menerima apa yang menjadi tradisi generasi tua pada masa mereka dan mereka mencukupkan apa yang telah menjadi ketetapan mereka. Mereka mengikuti orang banyak dalam menetapkan katagori jenis ini, meskipun tidak sesuai dengan fitrah dan watak persepsi mereka.” 11 F
Seandainya binatang aneh ditanya dan dia mampu menjawab, maka kita akan mendapatkannya menolak kemungkinan pekerjaan akal dan lepas daripadanya hal-hal umum. Jika anda mengetahui ini, barangkali saja ada dua jenis persepsi, bukan termasuk kesadaran kita dan bukan persepsi kita, ciptaan dan mahluk Allah itu lebih besar daripada ciptaan manusia dan keterbatasan itu adalah suatu kebodohan. Alam maujud ini lebih luas jangkauannya daripada itu semua.Allah Maha menjangkau di balik semua itu. Tetapi akal itu adalah timbangan yang benar. Keputusan -keputusannya adalah meyakinkan, tidak mengandung kebohongan.Hanya saja jangan anda menimbang masalah-masalah tauhid, alam akhirat, hakikat kenabian, hakikat sifat ilahiyat atu setiap yang berada diluar jangkauan akal, dengan timbangan akal.Semua itu adalah harapan yang mustahil. Kemudian Ibn Khaldun berkata : “Semua itu jelas; barangkali melampaui batas jangkauan persepsi dan wujud kita, jika sebab-akibat telah keluar dari batas alam kesadaran kita, akal tersebut akan tersesat dan lepas kendali, bingung dan terputus. Jadi, tauhid adalah tidak 11Ahmadie
Thoha, Mukaddimah Ibn Khaldun, hlm 195.
mempunyai akal mengetahui rangkaian hukum sebabakibat.” 12 F
Ibn Khaldun dalam kitab pertama dari Mukaddimah juga berbicara tentang watak kebudayaan dan hal-hal yang berkenaan dengannya, seperti kaum Bedui (primitif), orang-orang kota, penerimaan, penghidupan, industri, ilmu pengetahuan dan berbagai faktor yang menimbulkannya. Dikaitkan dengan kitab ini enam bab besar-besar : Pertama, Bab tentang kebudayaan umat manusia yang dikembangkan pada enam Mukaddimah. Dalam Mukaddimah keenam dia berbicara tentang, katagori yang gaib dari pengetahuan manusia, baik melalui fitrah maupun melalui akses (perolehan).Dia juga mengemukakan pembicaraan tentang wahyu, mimpi, hakikat kenabian, sihir, dan perhatian para arifin (orang arif) tentang pengetahuan gaib, dan lain-lain. Mukaddimah keenam ini dan Mukaddimah lima lainnya yang sebelumnya adalah asas-asas kebudayaan manusia. Pasal terakhir, menjadikan agama salah satu asas bagi kuatnya Negara. Tentang agama sebagai asas Ibn Khladun berkata : Pasal pada menyatakan, bahwa kerajaan yang luas dan memiliki kedaulatan yang kuat didasarkan kepada agama, baik dari segi kenabian, maupun seruan akan kebenaran. Kerajaan yang luas dan memiliki kedaulatan yang kuat didasarkan kepada agama, baik dari kenabian maupun seruan akan kebenaran.
12Ismail
Ya’kub, Terj. Mukaddimah Ibn Khaldun, .
Sebabnya ialah karena kekuasaan hanya bisa diperoleh dengan kemenangan, sedangkan kemenangan terdapat pada golongan yang menunjukan lebih kuat solidaritas sosialnya dan lebih bersatu dalam tujuannya. Maka hati umat manusia disatukan dan diseragamkan berkat pertolongan Allah dengan memeluk agama yang sama. “Walau kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka”. Rahasianya ialah bahwa apabila hati terpanggil untuk melakukan kebatilan dan cenderung kepada dunia, kecemburuan ali muncul dan perbedaan meluas. Dan apabila hati cenderung kepada kebenaran dan melepaskan dunia serta kebatilan, serta tunduk kepada Allah, maka tujuan dan arahnya akan menyatu. Kecemburuanpun akan menjadi lenyap dan pertentangan akan menjadi berkurang banyaknya. Saling menolong dan membantu menjadi lebih baik. Dan karenanya, daerah kekuasaannya semakin meluas, dan kerajaan bertambah kuat, sebagaimana yang akan kamu jelaskan nanti, Insyaallah. Dengan Allah kita memperoleh taufiq, tidak ada tuhan selain Dia. 13 F
Pasal pada menyatakan, da’wah memberikan pada suatu dinasti, pada permulaannya, suatu yang menambah kuatnya solidaritas sosial yang ada padanya sebagai hasil dari jumlah pendukungnya. Dakwah memberikan suatu dinasti, pada permulaannya, suatu kekuatan yang menambah permulaannya, suatu kekuatan yang menambah kekuatan solidaritas yang ada padanya sebagai hasil dari jumlah pendukungnya. Sebabnya ialah, sebagaimana yang telah kita terangkan terdahulu, semangat agama bila meredakan 13Ibid,
h. 30
pertentangan dan iri hati yang dirasakan oleh satu anggota terhadap anggota lainnya, dan menuntun mereka kearah kebenaran. Apabila sekali perhatian telah terpusat pada kebenaran, maka tidak ada sesuatu apapun yang menghalangi mereka, sebab pandangan mereka sama dan tujuan serupa dan satu, yang untuk itu mereka perangi, sekalipun lebih banyak jumlahnya, tetapi mempunyai tujuan yang berbeda-beda dan kurang berarti dan siap melarikan diri karena takut mati. Oleh karena itu, golongan kedua ini tidak akan segera menderita kekalahan dan kehancuran, terutama mengingat kemewahan dan penindasan yang merata dalam negeri itu. 14 F
Gerakan keagamaan tanpa solidaritas sosiial tidak akan berhasil. Sebabnya ialah, sebagaimana yang telah katakan, rakyat hanya bisa digerakkan dan bangkit bertindak berkat dorongan solidaritas sosial. Di dalam Hadist Shahih, seperti telah berlalu, dinyatakan : “Allah tidak mengutus seorang Nabi pun kecuali ia berada dalam penjagaan kaumnya.” Demikian yang terjadi dengan para nabi yang sudah jelas merupakan manusiamanusia paling mulia dan diberi kelebihan. Bagaimana manusia biasa yang tidak mempunyai kelebihan seperti mereka akan dapat menang tanpa solidaritas social. 15 F
Hal ini telah terjadi pada Ibn Qosie Syekhu-ahli sufi dan pengarang buku Khal’un Na’lain tentang tasawuf. Dia berontak di Spanyol dan mengajak pada kebenaran. Rekan-rekannya ia beri nama dengan alMurabhitun. Peristiwa ini terjadi tidak seberapa lama sebelum tersebarnya da’wah Imam Mahdi. Dia dapat punya tempat sebentar dikarenakan kesibukan kamtuna 14Ahmadie 15Ibid,
Thoha, Mukaddimah Khaldun, hlm 196. hlm 197
oleh persoalan al-Muwahhidin. Maka begitulah alMuwahhidin menguasai Magribi, mereka langsung ditundukan dan masuk ke dalam da’wah al-Muwahhidin, serta membawa mereka ketempat persembunyiannya di benteng Arkasy. Dia adalah pendukung pertama dari alMuwahhidinSpanyol. Pemberontakannya disebut dengan pemberontakan al- di Murabithun.s C.KESIMPULAN Dari beberapa uraian diatas maka dapatlah ditulis berbagai simpulan : Pertama, Ibn Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejala dengan watak benda-benda organik, oleh karena efistimologinya adalah observasi, prinsip ini merangsang para sejarah wanita. Pemikirannya kepada eksperimen dan tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual, mereka kendaknya mengambil sejumlah eksperimen. Kedua, Ibn Khaldun berpendapat bahwa masyarakat segala toriditasnya menunjukan segala perencana untuk bukan studinya.Dia mencoba untuk memahami gejalagejala itu dan menjelaskan hubungan konsuladiritas (sebab-akibat) dibawah sorotan singkat sejarah. Ketiga, meletakkan kaidah-kaidah sejarah, yaitu interelasinya antara peristiwa lainnya dalam hubungan konsoladiritas, membandingkan kesamaan-kesamaan atau membedakan keadaan-keadaan, kini dan masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Al Fayuni, Ibrahim, Muhammad,Muqaddimah Fi ilm al Ijtima al Diny, Cairo Maktabah al Azhar. 1997. Al-Khasysyab, Mustafa, Sami, Ilm al-Ijma al-Islamiy, Cairo:Dar al-Ma’arif, 1981, Deverger, Mawrice, Sosiologi Politik : Terj. Daniel Dhakidae, Jakarta, CV. Rajawali, 1981 Hill, Michael, Hill, A. Sociologi of Religion, London Heinemann., 2008 Machiavelly, II Prinsip, Terjemahan Woekarsari, Sang Penguasa, Jakarta,Gramedia, 1991. Robertson, Rolan, The Sosiologi Interpretation of Religon, New York : Schocke Books, 1998. Rosenthal, Franz, Ibn Khaldun:The Muqaddimah an Introductiohistory, NewYork : Bollingen Fondation Inc, 1958. Thoha, Akhmadi, Mukaddimah Ibn Khaldun, Jakarta : Pustaka Firduash, 1986. Ya’kub, Ismail, Terj. : Mukaddimah Ibn Khaldun, Jakarta, 1982. Yunus, Mahmud, Al-Qur’an Terjemah, Jakarta : Depag RI, 2007